PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA
RAFLI IRLAND KAWULUSAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Pupuk N terhadap Kelarutan P, Ciri Kimia Tanah dan Respons Tanaman pada Typic Dystrudepts Darmaga adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan untuk memperoleh gelar sejenis. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2007
Rafli Irland Kawulusan NIM A225010101
ABSTRAK RAFLI IRLAND KAWULUSAN. Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Pupuk N terhadap Kelarutan P, Ciri Kimia Tanah dan Respons Tanaman pada Typic Dystrudepts Darmaga. Dibimbing oleh KOMARUDDIN IDRIS, RYKSON SITUMORANG, dan ELSJE L. SISWORO. Rendahnya produksi pertanian pada tanah-tanah masam di Indonesia secara umum disebabkan oleh rendahnya ketersediaan unsur hara fosfor dan nitrogen. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan cara melakukan pemupukan P dan N. Penggunaan fosfat alam sebagai sumber pupuk P memiliki prospek yang baik di masa depan karena adanya beberapa kelebihan, yaitu murah dalam hal pengadaan dan mengandung unsur-unsur hara yang lain terutama Ca dan Mg serta beberapa unsur mikro seperti Fe, Cu dan Zn. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian fosfat alam dan pupuk N terhadap ciri kimia tanah dan respons tanaman jagung. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2004 – April 2005 dengan menggunakan bahan tanah Typic Dystrudepts Darmaga yang diambil dari kebun percobaan Cikabayan pada kedalaman 0-30 cm. Penelitian ini terdiri dari percobaan inkubasi dan percobaan pot. Percobaan inkubasi bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh fosfat alam dan pupuk N terhadap kelarutan P dari fosfat alam dan (2) mengetahui pengaruh fosfat alam dan pupuk N terhadap ciri kimia tanah. Percobaan pot dilakukan untuk mengetahui pengaruh fosfat alam dan pupuk N terhadap respons tanaman, serapan P dan N, serta efisiensi pemupukan P dan N. Hasil percobaan inkubasi menunjukkan bahwa (1) pemberian pupuk N satu minggu sebelum fosfat alam memberikan kelarutan P yang lebih baik daripada pemberian pupuk N yang bersamaan dengan fosfat alam, (2) kombinasi antara ZA dengan fosfat alam memberikan kelarutan P dari fosfat alam yang lebih tinggi pada minggu ke-1 dan ke-3 setelah inkubasi dibanding kombinasi Urea dengan FA, (3) pemberian pupuk N dan fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan kadar P-tersedia, pH tanah, menurunkan kadar Al-dd serta meningkatkan kadar kation basa dapat dipertukarkan (Ca dan Mg). Hasil percobaan pot menunjukkan bahwa pemberian fosfat alam dan pupuk N berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering tanaman, serapan P dan N, serta efisiensi pemupukan P dan N terutama pada kombinasi antara ZA dengan FA. Kata Kunci : Fosfat alam, Urea. ZA, Typic Dystrudepts, Jagung.
PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA
RAFLI IRLAND KAWULUSAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis :
Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Pupuk N terhadap Kelarutan P, Ciri Kimia Tanah dan Respons Tanaman pada Typic Dystrudepts Darmaga
Nama
:
Rafli Irland Kawulusan
NIM
:
A225010101
Disetujui,
Komisi pembimbing
Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, MS Anggota
Prof Res. Ir. Elsje L.Sisworo, MS APU Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 08 Mei 2007
Tanggal Lulus : 28 Mei 2007
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 7 Oktober 1975 sebagai anak dari pasangan Ayahanda Hasan Kawulusan (Alm) dan Ibunda Hairia Arbie. Pada tahun 1988 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 8 Manado dan melanjutkan ke SMPN 1 Manado selama tiga tahun dan lulus pada tahun 1991. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMAN 2 Manado dan lulus pada tahun 1994. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Jurusan Tanah, Universitas Sam Ratulangi, di Manado pada tahun 1999. Dan di tahun 2001 penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Tanah Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2003 penulis diterima sebagai staf pengajar di jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains di Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2004 sampai dengan April 2005, dengan judul “Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Pupuk N terhadap Kelarutan P, Ciri Kimia Tanah dan Respons Tanaman pada Typic Dystrudepts Darmaga”. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS selaku ketua komisi pembimbing sekaligus ketua program studi Ilmu Tanah SPs IPB atas dorongan, nasehat dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan dan penelitian. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, MS dan Prof. Res. Ir. Elsje L. Sisworo, MS APU selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak bersabar dan banyak membimbing serta mengarahkan penulis selama penelitian dan penulisan tesis. Terimakasih juga kepada Dr. Ir. Sri Djuniwati, MSc selaku dosen penguji pada ujian tesis yang telah banyak memberikan masukan yang akan menyempurnakan tesis ini. Penulis juga mengungkapkan terima kasih yang setulus-tulusnya serta syukur atas kesabaran dan pengertian Ayahanda (Alm) Ir. Hasan Kawulusan, MS semasa hidupnya yang telah banyak mengarahkan dan menyemangati penulis selama penulis menjalani studi di IPB ini dan Ibunda Hairia Arbie, Kakakku Syafrizal Kawulusan dan keluarga, terima kasih untuk doa, dorongan, motivasi, kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penelitian. Untuk dinda Diana Novianti, SP MSi atas cinta dan kasih sayang serta kesetiaan mendampingi penulis dalam menyelesaikan studi ini. Tidak lupa terima kasih buat rekan-rekan seperjuangan Ilmu Tanah 2001, teman kos sekaligus teman diskusi Dr. Ir. Khairil Anwar, MS atas masukanmasukan yang bermanfaat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. Serta lab’s crew yang tidak dapat disebutkan satu persatu tetapi telah banyak membantu penulis terutama dalam penyediaan fasilitas untuk jalannya penelitian. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu penulis sangat berharap adanya kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat di kemudian hari. Amiin.
Bogor, Mei 2007
Rafli Irland Kawulusan
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix xii
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................. Tujuan ........................................................................................... Hipotesis ........................................................................................
1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
5
Bentuk P di Dalam Tanah ............................................................. Ketersediaan Fosfor Tanah dan Jerapan P .................................... Sumber, Sifat Kimia dan Kelarutan Fosfat Alam ......................... Pengaruh Fosfat Alam terhadap Tanah dan Tanaman .................. Pengaruh Pupuk N terhadap Tanah dan Tanaman ........................
5 6 8 11 13
BAHAN DAN METODE .........................................................................
16
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... Bahan dan Alat .............................................................................. Persiapan Tanah ............................................................................. Penentuan Takaran Fosfat Alam ................................................... Kelarutan P dari Fosfat Alam ........................................................ Perubahan Ciri Kimia Tanah dan Respons Tanaman ................... Pengolahan Data ...........................................................................
16 16 16 17 18 19 20
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
21
Kelarutan P dari Fosfat Alam ........................................................ Reaksi Tanah ................................................................................ Aluminium Dapat Dipertukarkan .................................................. P-tersedia ....................................................................................... Basa Dapat Dipertukarkan ............................................................ Bobot Kering Tanaman ................................................................. Serapan P-Tanaman ...................................................................... Serapan N-Tanaman ...................................................................... Efisiensi Pemupukan P .................................................................. Efisiensi pemupukan N .................................................................
21 23 26 27 29 32 33 36 37 40
PEMBAHASAN UMUM ......................................................................... KESIMPULAN .........................................................................................
42 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... LAMPIRAN ..............................................................................................
45 50
DAFTAR TABEL
No
Teks
Hal
1
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P.............................
21
2
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap pH Tanah................................
24
3
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Al-dd......................................
26
4
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap P-tersedia................................
28
5
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Ca-dd dan Mg-dd...................
30
6
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Bobot Kering Tanaman..........
32
7
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdt dan Pbdp.....................................................................................................
34
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdt dan Nbdp.....................................................................................................
37
9
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan P...........
37
10
Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan N..........
40
8
Lampiran 1
Kadar Hara FA Bojonegoro..............................................................
50
2
Sifat Kimia dan Fisik Tanah Percobaan............................................
51
3
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 1 MSI...................................................................................................
52
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 1 MSI........................................................................................
52
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 3 MSI...................................................................................................
53
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 3 MSI........................................................................................
53
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 5 MSI...................................................................................................
54
4
5
6
7
8
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 5 MSI .......................................................................................
54
9
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap pH............................
55
10
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap pH...............
55
11
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Al-dd ......................
56
12
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Al-dd...........
56
13
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap P-tersedia.................
57
14
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap P-tersedia....
57
15
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Ca-dd.......................
58
16
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Ca-dd...........
58
17
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Mg-dd......................
59
18
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Mg-dd.........
59
19
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Bobot Kering Tanaman............................................................................................
60
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Bobot Kering Tanaman................................................................................
60
21
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdt..........
61
22
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan Pbdt.....................................................................................................
61
23
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdp.........
62
24
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan Pbdp.....................................................................................................
62
25
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdt.........
63
26
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan Nbdt.....................................................................................................
63
27
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdp.........
64
28
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA thdp Serapan N-bdp...
64
20
29
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA thd Efisiensi Pemupukan P....
65
30
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan P....................................................................................
65
Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan N....................................................................................
66
Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan N....................................................................................
66
31
32
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Hal
1
Hubungan FA dengan Kadar P-larut Air..........................................
17
2
Pengaruh Pemberian Pupuk N terhadap Kelarutan P dari FA..........
22
3
Pengaruh Waktu Pemberian Pupuk N & FA terhadap Kelarutan P..
23
4
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap pH.................................................................................
25
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Al-dd............................................................................
27
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap P-tersedia.....................................................................
29
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Ca-dd dan Mg-dd.........................................................
31
5
6
7
8
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Bobot Kering Tanaman................................................
9
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Serapan P-bdt dan P-bdp..............................................
35
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Serapan N-bdt dan N-bdp............................................
38
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Efisiensi Pemupukan P................................................
39
Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Efisiensi Pemupukan N................................................
41
10
11
12
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang Di daerah tropik seperti Indonesia, masalah kekurangan hara yang biasa dihadapi dalam usaha pertanian adalah kekahatan P. Hingga saat ini pemupukan P dalam usaha pertanian pangan umumnya diberikan dalam bentuk pupuk P larut air. Penggunaan pupuk P larut air, akan meningkatkan biaya produksi pertanian disebabkan mahalnya harga pupuk tersebut akibat bahan baku untuk pembuatan pupuk P masih dipenuhi dari impor dan juga adanya penghapusan subsidi pupuk ini oleh pemerintah. Disamping itu dari segi agronomik, P larut air akan sangat cepat menurun efektifitasnya (Muller 1986) terutama bila digunakan di tanah masam yang tidak mendapatkan pengapuran terlebih dahulu. Sebagai alternatif pengganti pupuk buatan ini dapat digunakan pupuk fosfat alam. Penggunaan pupuk fosfat alam sebagai pupuk mempunyai prospek yang baik di masa depan, selain biaya pengadaannya yang lebih murah juga mempunyai efektivitas relatif sama atau bahkan lebih tinggi dari pupuk TSP (Diamond et al. 1986). Disamping itu fosfat alam mempunyai kandungan unsurunsur hara lain terutama Ca dan Mg serta beberapa unsur mikro seperti Fe, Cu, dan Zn yang relatif tinggi dibanding pupuk buatan, sehingga pupuk fosfat alam dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Diduga deposit fosfat alam di Indonesia jumlahnya cukup banyak, meskipun ditemukan tersebar di beberapa lokasi. Lokasi endapan sebagian besar terdapat di pulau Jawa dan sisanya di luar pulau Jawa, yaitu Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Dugaan cadangan fosfat alam di Indonesia sangat bervariasi. Menurut Hardjanto (1986) cadangan fosfat alam yang ada di Pulau Jawa sekitar 700.000 ton. Sedangkan Prian dalam Idris (1992) yang meneliti cadangan fosfat alam terutama di Pulau Jawa menduga sekitar 7 hingga 10 juta ton. Sementara itu sumber dari PPTM (Pusat Pengembangan Teknologi Mineral) Bandung memperkirakan cadangan fosfat alam di Pulau Jawa dan Madura berjumlah sekitar 9.5 hingga 20 juta ton (Bisri dan Permana 1991).
Sifat penting fosfat alam dalam kaitan dengan tanaman adalah kelarutannya. Kelarutan atau reaktivitas fosfat alam tergantung pada karakteristik kimia dan mineraloginya. Khasawneh dan Doll (1978) berpendapat bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pelarutan fosfat alam didalam tanah yaitu pH tanah, Ca dapat ditukar, aktifitas H2PO4- atau HPO42-/kapasitas retensi tanah dan bahan organik. Pengaruh faktor pH tanah, Ca dapat ditukar dan aktifitas H2PO4- atau HPO42/kapasitas retensi tanah tersebut, terlihat dari reaksi pelarutan fosfat alam yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hammond et al. 1986): Ca10(PO4)6F2
+ 12 H+
____________
> 10 Ca2+ + 6 H2PO4 + 2 F-
Reaksi diatas menunjukkan bahwa pelarutan fosfat alam membutuhkan lingkungan yang masam (Khasawneh dan Doll 1978; Hammond dan Diamond 1987). Penggunaan fosfat alam yang digiling halus umumnya direkomendasikan hanya di tanah dengan pH kurang dari 5.5 (Hammond dan Diamond 1987). Beberapa tanah tropika masam mempunyai Ca dapat dipertukarkan dan konsentrasi P relatif rendah sehingga memberikan kondisi yang sesuai untuk pemakaian fosfat alam (Hammond et al. 1986). Pengapuran tanah masam menyebabkan penurunan kelarutan fosfat alam, akibat peningkatan pH dan Ca dapat ditukar (Hammond et al. 1986; Hammond dan Diamond 1987). Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Jumlah nitrogen di dalam tanah tidak mencukupi kebutuhan nitrogen tanaman. Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan pemupukan nitrogen. Bentuk nitrogen yang diabsorbsi tanaman berbeda-beda. Ada tanaman yang lebih baik tumbuh bila diberi NO3- dan ada pula yang lebih baik bila NH4+ dan ada pula tanaman yang tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk ini. Tanaman padi sawah mengambil nitrogen biasanya dalam bentuk NH4+. Sebaliknya tanaman-tanaman lahan kering biasanya mengabsorbsi bentuk NO3- yang terbanyak. Jumlah nitrogen yang dapat diambil oleh tanaman dari pupuk nitrogen yang diberikan adalah hanya sebagian saja, sedangkan sebagiannya lagi digunakan oleh jasad mikro, diretensi oleh tanah, hilang karena pencucian dan penguapan dalam bentuk gas-gas nitrogen.
Pemupukan
nitrogen
dengan
menggunakan
pupuk
nitrogen
yang
mengandung ammonium dapat menyebabkan terjadinya pemasaman tanah. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses nitrifikasi dari ion ammonium yang akan menghasilkan H+ sehingga menyebabkan penurunan pH tanah (Kennedy 1992). -
Ammonium nitrat NH4NO3 + 2O2
-
____________
Urea (NH2)2CO + 4O2
-
> 2NO3- + 2H+ + H2O
__________
> 2NO3- + 2H+ + CO2 + H2O
Ammonium sulfat (NH4)2SO4 + 4O2
> 2NO3- + SO42- + 4H+ + 2H2O
__________
Hasil penelitian dari Purbopuspito dan Wuntu (1997) terhadap perubahan sementara pH tanah Andosol akibat pemberian Urea menunjukkan bahwa pemberian Urea setara dosis 100 kg Urea/ha pH tanah maksimum dicapai pada hari kedua, yaitu pada pH 6.17 dari pH awal sebesar 5.68 dan selanjutnya pH tanah menurun hingga 5.27 pada pengukuran hari terakhir (hari ke-9). Sedangkan pH tanah maksimum untuk pemberian Urea setara dosis 200 kg Urea/ha juga dicapai pada hari kedua, yaitu pada pH 6.28 dan pada pengukuran hari terakhir dicapai pH 5.23.
Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan : 1. Mempelajari pengaruh fosfat alam dan pupuk Urea atau ZA terhadap perubahan ciri kimia tanah dan respons tanaman. 2. Mempelajari waktu pemberian pupuk Urea atau ZA dengan fosfat alam terhadap kelarutan P dari fosfat alam. 3. Mempelajari serapan P dan N serta efisiensi P dan N dengan teknik isotop.
Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pemberian fosfat alam dan pupuk N dapat mempengaruhi perubahan ciri kimia tanah, di antaranya adalah meningkatkan pH, P-tersedia, kation dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na) dan menurunkan kadar Al-dd serta mempengaruhi respons tanaman dan meningkatkan serapan P dan N serta efisiensi pemupukan P dan N. 2. Pemberian fosfat alam yang didahului oleh pemberian berbagai jenis pupuk N menghasilkan kelarutan fosfat alam yang lebih tinggi dibandingkan pemberian jenis pupuk N bersamaan dengan fosfat alam. 3. Pemberian pupuk ZA dapat meningkatkan kelarutan P dari fosfat alam lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk Urea. 4. Efisiensi P dan N pada pemberian ZA lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian Urea dan fosfat alam.
TINJAUAN PUSTAKA Bentuk P di Dalam Tanah Di dalam tanah fosfor di jumpai dalam bentuk organik dan anorganik. Perbandingan jumlah antara P-organik dan P-anorganik sangat bervariasi. Pada tanah permukaan variasi itu berkisar antara 3 persen P-organik dan 97 persen Panorganik sampai 75 persen P-organik dan 25 persen P-anorganik (Black 1968). Dalam bentuk anorganik, satu hingga tiga atom hidrogen dari asam fosfat digantikan oleh kation logam. Sebagai bentuk organik, satu mungkin lebih atom hidrogen dari asam fosfat hilang karena ikatan ester. Sisa dari atom hidrogen, seluruhnya atau sebagian digantikan kation logam. Kedua bentuk fosfor ini merupakan sumber P yang penting untuk tanaman (Hakim et al. 1986). Fosfor organik tanah dijumpai dalam bentuk asam nukleat, inositol fosfat, dan fosfolipid (Havlin et al. 1999). Sedangkan fosfat anorganik menurut Chang dan Jackson (1957) dibedakan menjadi empat kelompok utama yaitu kalsium fosfat (Ca-P), aluminium fosfat (Al-P), besi fosfat (Fe-P), dan reductant soluble P (RS-P) atau P larut dalam keadaan tereduksi. Ditinjau dari segi kebutuhan tanaman, P-anorganik berperan lebih besar dibandingkan dengan P-organik, karena P yang diambil akar tanaman paling banyak dalam bentuk P ini (Black 1968). Sumber utama P-anorganik tanah ialah mineral apatit. Mineral ini mengandung 95 % P dan dapat ditemukan pada batuan beku, batuan metamorf dan terutama pada batu kapur. Mineral ini akan semakin berkurang dengan semakin lanjut tingkat pelapukan tanah (Black 1968; Blair 1979). Penyebaran fosfat anorganik tanah dapat digunakan untuk mengukur tingkat pelapukan kimia. Urutan penyebarannya sesuai dengan tingkat hancuran iklim dari tanah yang berumur muda hingga lanjut adalah Ca-P > Al-P > Fe-P > Pterselubung (Djokosudardjo 1974). Pada tanah-tanah yang telah mengalami hancuran iklim agak lanjut, sebagian besar P berada dalam bentuk Al-P, kemudian Fe-P, sedangkan Ca-P relatif sedikit. Pratt dan Garber (1964) berpendapat bahwa bentuk Al-P merupakan bentuk P yang paling penting disamping bentuk P larut dalam air bagi tanaman pada tanah masam. Lebih lanjut Kudeyarova (1981)
menjelaskan bahwa bentuk Al-P yang mempunyai ketersediaan P yang cukup tinggi tersebut merupakan bentuk Al-P yang baru diendapkan dan mempunyai derajat kristalisasi yang masih rendah.
Ketersediaan Fosfor Tanah dan Jerapan P Fosfor tanah pada umumnya berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman akan menyerap fosfor dalam bentuk orthofosfat (H2PO4-, HPO42-, dan PO43-). Jumlah masing-masing bentuk tergantung pada pH tanah, tetapi umumnya bentuk H2PO4- terbanyak dijumpai pada pH tanah berkisar 5.0 – 7.2 (Hakim et al. 1986). Ketersediaan fosfat anorganik tanah sangat ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1) pH tanah, 2) ion Fe, Al, dan Mn larut, 3) adanya mineral yang mengandung Fe, Al, dan Mn, 4) tersedianya Ca, 5) jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik dan 6) kegiatan jasad renik. Pada tanah masam, fosfat yang berasal dari pupuk P akan diretensi atau difiksasi oleh Al, Fe dan liat silikat (Tisdale et al. 1985; Tan 1998). Menurut Tan (1998) pada tanah masam terdapat dengan jumlah yang nyata ion-ion Al, Fe, dan Mn, baik larut maupun dapat dipertukarkan, sehingga fosfat dijerap oleh kompleks jerapan, dimana ion-ion itu bertindak sebagai jembatan. Fosfat yang diretensi dengan cara ini dapat digunakan tanaman. Retensi fosfat dapat pula terjadi karena fosfat bereaksi dengan ion-ion larut tersebut, yang persamaan reaksinya oleh Tan (1998) dinyatakan sebagai berikut : Al3+ + 3 H2PO4-
Al (H2PO4)3
Fosfat yang terbentuk sukar larut dalam air, dan dengan waktu menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa fiksasi fosfat pada tanah masam dilakukan oleh hidro-oksida Al dan Fe serta liat silikat. Fiksasi fosfat oleh hidro-oksida Al itu, secara sederhana digambarkan sebagai berikut: OH Al
OH OH
OH + H2PO4
-
Al
H2PO4 OH
Hasil reaksi hidro-oksida Al dan Fe dengan fosfat pada akhirnya akan membentuk varisit (AlPO4.2H2O) dan strengit (FePO4.2H2O). Sedangkan fiksasi fosfat oleh liat sillikat terutama terjadi pada liat silikat yang mempunyai banyak gugus OH
yang tersembul keluar seperti kaolinit. Ion fosfat akan menggantikan kedudukan OH yang tersembul itu, sehingga dapat bereaksi dengan Al oktahedral liat yang bersangkutan. Fosfat yang difiksasi dengan cara ini lebih tinggi pada liat tipe 1 : 1 dibanding dengan liat tipe 2 : 1, karena liat yang disebut pertama disamping memiliki banyak gugus OH yang tersembul, juga mempunyai nisbah SiO2 : R2O3 (seskuioksida) dan kapasitas tukar kation yang lebih rendah dari liat yang disebut terakhir (Tan 1998). Djokosudardjo (1974) mengemukakan bahwa pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah menyebabkan terjadinya perubahan kimia sehingga terbentuk senyawa-senyawa Al-P, Fe-P, Ca-P dan P-organik. Senyawa-senyawa ini berada dalam keseimbangan dengan fosfat dalam larutan tanah membentuk suatu sistem keseimbangan yang kompleks. Fosfat dalam larutan tanah akan diserap tanaman, lalu terbentuk keseimbangan baru lagi. Tanaman lebih mudah mengambil P dari bentuk Al-P. Bila bentuk Al-P tinggal sedikit maka ia akan menggunakan P dari bentuk Fe-P. Pada tanah masam jumlah P dalam bentuk Fe-P jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bentuk Al-P. Jerapan P meningkat sejalan dengan semakin tingginya kadar liat tanah. Fox dan Kamprath (1970 dalam Sanchez dan Uehara 1980) melaporkan bahwa jerapan P sebesar 390 ppm terjadi pada Oxisol Columbia dengan kadar liat 38 %. Oxisol Brasil dengan kandungan liat 45 % dapat menjerap P sebesar 750 ppm, sedangkan Oxisol Hawai dengan kadar liat 70 % dapat menjerap P sebesar 900 ppm. Disamping kadar liat yang tinggi Oxisol dari Hawai juga didominasi oleh mineral kaolinit. Tanah-tanah yang memiliki mineral liat bebas Al dan Fe, jerapan P menunjukkan pola yang sama dengan jerapan pada Al- dan Fe-oksida. Pada tahap awal jerapan P yang terjadi mula-mula berjalan sangat cepat dan pada tahap berikutnya jerapan ini berjalan sangat lambat. Pada kenaikan pH dari 4.5 menjadi 7.0 jerapan pada gibsit menurun secara linier, sedangkan pada goetit sifat-sifat ini terjadi pada pH antara 4.0 – 10.0. Gejala ini sebagai akibat adanya kompetisi ion OH pada tapak-tapak jerapan serta meningkatnya muatan negatif diatas pH 6.0. Pada gibsit nilai ini akan meningkat apabila di dalam tanah terdapat garam-garam Ca dan dengan adanya ion Al, Ca, dan O akan terbentuk krandalit
[CaAl3(PO4)2(OH)5.H2O] atau senyawa deltait [Ca2Al2(PO4)2(OH)4.H2O] (Sample et al. 1986).
Sumber, Sifat Kimia dan Kelarutan Fosfat Alam Fosfat alam merupakan produk yang berasal dari deposit alam yang kemudian digiling/dihaluskan dengan ukuran tertentu. Penggunaan fosfat alam sebagai sumber pupuk P yang digunakan secara langsung perlu memperhatikan beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi efektifitasnya, diantaranya yaitu: sifat mineralogi dan kimia fosfat alam, kelarutannya dalam tanah, kandungan P, tanggap tanaman, dan efisiensi penggunaannya. Tiga sumber primer fosfat alam adalah marine fosforit, apatit dari batuan beku dan endapan guano. Endapan sekunder juga ditemukan dan merupakan turunan dari ketiga bahan tersebut (Cathcart 1987). Diantara ketiga deposit tersebut deposit sedimen marine yang paling banyak ditemukan (Khasawneh dan Doll 1978; Cathcart 1987). Deposit fosfat alam dari batuan beku dijumpai di alam sebagai terobosan magma dari batuan alkalin. Fosfat alam sedimen umumnya tersusun dari karbonat fluorapatit yang mempunyai kristal berukuran mikro dan dikenal sebagai frankolit (Khasawneh dan Doll 1978). Endapan fosforit ini umumnya ditemukan pada formasi-formasi tua. Fosfat alam tersebut dideposisikan di perairan dangkal di lempeng benua atau perairan yang lebih dalam di perbatasan lempeng benua dan samudra. Endapan guano merupakan endapan yang lebih sedikit dijumpai diantara ketiganya. Fosfat guano terbentuk melalui perembesan fosfat dari guano (kotoran burung laut atau kelelawar) ke batuan kapur atau batuan beku dibawahnya. Pada umumnya deposit ini kecil dan tersebar tidak merata (Catchart 1987). Cadangan deposit fosfat alam di Indonesia sekitar 7 - 8 juta ton. Di Jawa dan Madura, sebagian besar fosfat alam terdapat di daerah pegunungan karang, batu gamping atau dolomitik. Eksplorasi tahun 1990 oleh Direktorat Geologi dan Mineral, Departemen Pertambangan menemukan cadangan baru fosfat alam dari endapan laut di Kalipucang Ciamis, Jawa Barat dengan kadar 20 – 38 % P2O5. Besarnya cadangan fosfat alam tersebut adalah sebesar 2 juta ton. Stratifikasi fosfat alam pada lokasi tersebut adalah batu gamping masif, batu gamping
bioklastik, berpasir, dan terakhir adalah batu gamping berkarbon dengan kadar P2O5 secara berurutan adalah 0.39 – 3.22, 27.8 – 39.1, 3.0 – 18.3, dan 0.1 – 11.6 % (Moersidi 1999). Berdasarkan komposisi umum mineral penyusun yang ditemukan dalam tambang, fosfat alam dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu: besialuminium fosfat; kalsium-aluminium-besi-fosfat dan kalsium fosfat (McClellan 1978; Khasawneh dan Doll 1978). Kelompok kalsium fosfat merupakan kelompok fosfat alam komersial terpenting. Kelompok ini mempunyai ciri umum bersusun ion-ion menyerupai mineral-mineral yang dikategorikan sebagai apatit. Diluar kemiripan struktur, mineral-mineral dalam kelompok tersebut berbeda dan fluorapatit diasumsikan sebagai komposisi umum fosfat alam (McClellan 1978; Khasawneh dan Doll 1978). Penilaian kualitas fosfat alam sebagai pupuk dapat dilakukan secara kimia yang ditetapkan dengan pengekstrak asam lemah, seperti asam sitrat 2% atau asam format 2% atau dapat juga ditetapkan dengan asam kuat seperti HCl untuk mengetahui kadar total P2O5. Hughes dan Gilkes (1984) mengembangkan metode untuk memperkirakan kelarutan fosfat alam dari peningkatan Ca dapat ditukar (ΔCa) dari tanah yang dipupuk dengan fosfat alam dikurangi dengan tanpa fosfat alam. Pada metode ini diasumsikan bahwa Ca yang dilepas oleh fosfat alam terakumulasi dalam tanah sebagai Ca yang dapat dipertukarkan yang diekstrak dengan pengekstrak tertentu. Hughes dan Gilkes (1984) menyarankan menggunakan pengekstrak BaCl2 yang disangga pada pH 8.2. Penggunaan pengekstrak yang tidak disangga pada pH alkalin dapat melarutkan Al dapat dipertukarkan atau H dapat dipertukarkan ke dalam tanah pada saat dilakukan ekstraksi. Metoda ΔCa adalah metoda yang sederhana dan tidak disarankan digunakan pada percobaan rumah kaca, lapang atau inkubasi yang terbuka yang dimungkinkannya Ca dapat dipertukarkan dapat hilang diserap tanaman ataupun tercuci (Rajan et al. 1996). Kelarutan fosfat alam dapat juga ditentukan dengan pengekstrak 0.5 M NaHCO3 (Olsen dan Watanabe 1957). Kelarutan fosfat alam ditetapkan berdasar selisih kadar P dari tanah yang diperlakukan dengan fosfat alam dan tanpa fosfat
alam (ΔBicp-P). Metode ini kemudian dimodifikasi dan dikembangkan Hughes dan Gilkes (1994) untuk menilai kelarutan fosfat alam pada tanah di Barat Daya Australia. Fosfat alam yang digunakan secara langsung reaktifitasnya dipengaruhi oleh ukuran butir. Makin halus ukuran butir fosfat alam makin reaktif, karena semakin tinggi permukaan fosfat alam yang bersentuhan dengan permukaan koloid tanah. Hammond dan Diamond ( 1987) menegaskan bahwa penggunaan fosfat alam yang digiling halus umumnya direkomendasikan hanya di tanah dengan pH kurang dari 5.5. McClellan dan Kauwenberg (1992), Chien (1992), dan Moersidi (1999) mengemukakan bahwa besarnya karbonat yang mensubstitusi fosfat berpengaruh besar terhadap kelarutan fosfat alam apatit. Semakin tinggi jumlah karbonat yang mensubstitusi
fosfat
menyebabkan
reaktivitas
semakin
tinggi.
Hal
ini
berhubungan dengan panjang sumbu a dari kristal hexagonal mineral apatit, makin banyak substitusi karbonat makin pendek sumbu a-nya. Substitusi karbonat pada batuan apatit bila diurut dari rendah ke tinggi adalah fluorapatit, batuan metamorf, dan tertinggi adalah batuan sedimen. Disamping sifat internal, faktor lingkungan juga menentukan tingkat kelarutan fosfat alam. Ditegaskan oleh Khasawneh dan Doll (1978) bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pelarutan fosfat alam di dalam tanah yaitu pH tanah, konsentrasi Ca dan P di dalam larutan tanah. Disamping itu pelarutan fosfat alam juga dipengaruhi oleh besarnya immobilisasi P-labil dan sifat dari fosfat alam. Dalam tanah P-labil dapat berubah menjadi P-non labil atau diserap oleh tanaman, sehingga menurunkan konsentrasi P larutan tanah. Hammond et al. (1986) menggambarkan reaksi pelarutan fosfat alam sebagai berikut : Ca10(PO4)6F2
+ 12 H+
10 Ca2+ + 6 H2PO4 + 2 F-
Pada pH rendah kelarutan fosfat alam lebih tinggi dibandingkan pada pH tinggi. Engelstad et al. (1974) melaporkan bahwa pada pH tanah rendah (sekitar 4.6) kelarutan fosfat alam (dicerminkan oleh efektivitas agronomik) lebih tinggi dibanding pada pH tanah tinggi (sekitar 8). Karena pelarutan fosfat alam melepaskan ion Ca, maka tanah dengan kandungan Ca-dapat ditukar tinggi akan menurunkan kelarutan fosfat alam sesuai
dengan hukum aksi massa (Hammond et al. 1986). Untuk beberapa tanah tropik masam, Ca-dapat ditukar umumnya rendah, sehingga memberikan kondisi yang baik untuk pemberian fosfat alam. Faktor lain yang berhubungan dengan kelarutan fosfat alam adalah KTK tanah. Tanah berpasir dengan KTK rendah, tidak merangsang pelepasan Ca dari fosfat alam. Oleh karena itu pelarutan fosfat alam menjadi rendah yang pada akhirnya menurunkan efektivitas agronomik fosfat alam (Kanabo dan Gilkes 1988; Khasawneh dan Doll 1978). Kapasitas fiksasi P dari tanah menentukan kelarutan fosfat alam yang diberikan. Smyth dan Sanchez (1982) melaporkan bahwa kapasitas fiksasi P yang tinggi pada tanah mendorong pelarutan fosfat alam, namun pada saat yang sama konsentrasi P dalam larutan tanah tetap rendah. Hammond dan Leon (1983) juga melaporkan bahwa efektivitas fosfat alam dengan reaktivitas rendah memiliki efektivitas agronomik yang lebih tinggi jika diberikan pada tanah dengan fiksasi P rendah dibanding pada tanah dengan kapasitas fiksasi P tinggi.
Pengaruh Fosfat Alam terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Pemberian fosfat alam langsung pada tanah merupakan salah satu alternatif penggunaan pupuk P pada tanah masam di daerah tropik. Dikarenakan adanya residu dari fosfat alam, maka pemberian fosfat alam memiliki tujuan untuk perbaikan status P-tanah yang lebih langgeng yakni sebagai pemeliharaan pemupukan (Van der Paauw 1965). Pemberian fosfat alam akan meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg dapat ditukar lebih tinggi, dan menurunkan lebih rendah Al dapat ditukar dibanding pupuk superfosfat (Yost et al. 1982). Pemberian fosfat alam Christmas pada takaran 38 kg P/ha yang diberikan setiap musim tanam dapat meningkatkan kadar P-Olsen walaupun peningkatannya lebih rendah dibandingkan pemberian SP 36 yang disertai kapur (Santoso et al. 2000). Penggunaan fosfat alam Lamongan dan fosfat alam Bogor yang diberikan pada tanah masam Jasinga dan Sitiung IV dapat menurunkan Al-dd, meningkatkan pH tanah, P-Olsen, Ca-dd, serta menurunkan kapasitas jerapan P, dan konstanta energi pengikatan P (Idris 1995).
Hammond dalam Chien (1992) dalam penelitiannya menggunakan empat macam fosfat alam melaporkan bahwa terdapat korelasi sangat nyata antara PBray I dengan kelarutan fosfat alam dalam asam sitrat 2 %. Peningkatan takaran fosfat alam meningkatkan P-Bray I atau sebaliknya penurunan takaran fosfat alam yang diberikan menurunkan kadar P-Bray I. Semakin lama waktu inkubasi menyebabkan kadar P-Bray I semakin meningkat. Purnomo et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian fosfat alam Christmas dan SP-36 takaran 38 kg P/ha pada Oxic Dystrudept selama 7 musim tanam menghasilkan kadar Fe-P, Al-P, dan Ca-P tanah lebih tinggi dibandingkan tanpa P. Chien et al. (1987) mengemukakan bahwa transformasi bentuk-bentuk P dalam tanah setelah 5 tahun dari 6 macam fosfat alam dan TSP pada Oxisols Columbia menghasilkan kadar Fe-P, Al-P dan Ca-P lebih besar dibandingkan tanpa P. Diantara bentuk-bentuk P tersebut, kadar P yang terikat Fe lebih besar dibandingkan kadar Al-P maupun Ca-P. Sekitar 80 – 98 % fosfat alam yang diberikan sudah dapat terdekomposisi, sedangkan TSP sudah semuanya terdekomposisi dalam lima tahun. Kadar P dalam keseimbangan atau dalam larutan dapat digunakan untuk menentukan takaran P. Menurut Fox dan Kamprath (1970), Smyth dan Sanchez (1980), dan Iyamurenye et al. (1996) kebutuhan eksternal P sebesar 0.2 mg P L-1 atau setara dengan 0.0064 mmol L-1 (P0,2) dalam larutan tanah merupakan kadar P optimum untuk pertumbuhan tanaman. Kebutuhan pupuk P untuk mencapai P0,2 dipengaruhi oleh tekstur, kadar bahan organik, pemberian bahan amandemen, pemupukan P, kadar dan jenis liat. Pemberian fosfat alam Ciamis 80 kg P/ha pada tanah Plintic Kandiudult Lampung dapat meningkatkan hasil jagung 125 % dan nilai RAE menjadi 188 % lebih tinggi dari perlakuan tanpa fosfat alam. Fosfat alam Ciamis dan fosfat alam Hubei memberikan efek residu yang lebih baik pada musim tanam berikutnya dibandingkan SP 36 (Kasno et al. 1998). Penelitian menggunakan fosfat alam Maroko dan fosfat alam North Carolina dengan takaran 1 ton/ha pada Ultisol di Terbanggi, Lampung selama 5 tahun menunjukkan bahwa pada musim tanam pertama efektivitas fosfat alam lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan 400 kg TSP + 1 ton kapur/ha, namun pada musim-musim tanam selanjutnya fosfat alam memberikan efek residu yang lebih baik (Puslittanak 1993). Pemberian fosfat alam takaran 150 kg P2O5/ha dari deposit Lamongan dan Bojonegoro nyata meningkatkan bobot kering tanaman tebu varietas PS 77-1553 yang ditumbuhkan dalam pot dan hasil dari penggunaan fosfat alam ini setara dengan penggunaan SP-36. Respon positif tanaman tebu pada Ultisol, Subang disebabkan oleh peningkatan ketersediaan P dan Ca dalam tanah (Idris et al. 1997).
Pengaruh Pupuk N terhadap Tanah dan Tanaman Nitrogen adalah salah satu unsur makro yang sangat essensial untuk pertumbuhan tanaman dan pada umumnya diambil oleh tanaman dalam bentuk ammonium dan nitrat. Ion-ion ammonium dan beberapa karbohidrat disintesis dalam daun yang akan diubah menjadi asam-asam amino terutama terjadi dalam daun yang berwarna hijau. Pengaruh nitrogen dalam meningkatkan pertumbuhan tidak hanya berpengaruh pada daun saja, tetapi makin tinggi nitrogen yang diberikan makin cepat sintesis karbohidrat yang akan diubah menjadi protein dan protoplasma. Oleh karena itu nitrogen mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman. Jumlah nitrogen di dalam tanah tidak mencukupi kebutuhan nitrogen tanaman. Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan pemupukan nitrogen. Pupuk nitrogen umumnya mudah larut dalam tanah, bersifat higroskopis dan mudah tercuci. Menurut Tisdale et al. (1985) dan Follet et al. (1981) proses nitrifikasi cepat terjadi pada pH 5.5 – 10.0 dengan pH optimum sekitar 8.5, walaupun proses ini mulai terjadi pada pH 4.5. Menurut Murphy dalam Follet et al. (1981) bahwa pemberian pupuk Urea pada tanah lempung berdebu di Weldon, Amerika Serikat, meningkatkan pH tanah dari 6.0 menjadi 7.8 dalam waktu dua minggu setelah pemberian, setelah itu pH tanah menurun dari 7.8 menjadi 5.8 selama sepuluh minggu.
Hasil penelitian lapang selama 9 tahun dari Bouman et al. (1995) yang menggunakan pupuk Urea dan NH3-anhydrous menunjukkan bahwa pemberian kedua jenis pupuk tersebut dapat menurunkan pH tanah, kapasitas tukar kation, Ca dapat dipertukarkan, dan Mg dapat dipertukarkan. Hasil penelitian Grunes (1959) menunjukkan bahwa penempatan pupuk N bersama pupuk P dalam satu alur disamping tanaman jagung, lebih meningkatkan serapan P oleh jagung dibandingkan dengan pupuk N dan pupuk P ditempatkan dalam alur terpisah disamping jagung. Menurut Mengel dan Kirkby (1981) serta Barber (1984) penyerapan ion NH4+ akan memacu serapan P oleh tanaman. Sedangkan ion NO3- akan menekan serapan P oleh tanaman tetapi memacu serapan kation Ca2+, Mg2+, dan K+. Tidak berimbangnya N dan P dalam tanaman jagung sangat mempengaruhi kenampakan gejala kekurangan N (Nelson 1956). Jika kadar N dan P rendah, maka pertumbuhan jagung lambat, tetapi gejala kekurangan N tidak tampak. Bilamana kebutuhan P dicukupi, maka gejala kekurangan akan jelas. Seringkali gejala kekurangan N tampak lebih jelas pada musim panas. Tanaman yang mengandung N yang cukup, sel-sel vegetatifnya tidak menebal sebab banyak karbohidrat yang diubah menjadi protein, sehingga banyak pula protoplasma yang terbentuk. Untuk dapat diserap akar tanaman maka unsur hara N harus mencapai permukaan akar melalui aliran massa dan difusi (Soepardi 1977). Pada tanah berdrainase dan beraerasi baik, aliran massa menyediakan sebagian besar hara N dalam bentuk ion NO3- dan sebagian kecil disediakan dalam bentuk ion NH4+ melalui difusi. Serapan air yang berlangsung terus-menerus menyebabkan air yang ada disekitar massa tanah bergerak ke daerah perakaran sambil membawa ion-ion hara terlarut. Nelson (1956) mengemukakan bahwa perolehan kembali N-pupuk oleh tanaman akan menurun dengan meningkatnya takaran N-pupuk yang diberikan ke tanah. Demikian pula perolehan N-pupuk akan rendah apabila pupuk N diberikan pada tanah permukaan lahan kering, tanah-tanah yang berkemampuan menyediakan N yang tinggi, maupun tanah-tanah yang berkemampuan pencucian
tinggi. Menurut Nelson (1956), perolehan kembali N-pupuk oleh tanaman jagung berkisar 20 % hingga 50 % dari dosis N-pupuk yang digunakan. Pada tanah-tanah yang sangat kekurangan N, pemberian 160 pound N per acre atau setara dengan 340 kg urea per hektare akan menghasilkan pipilan jagung maksimum (Nelson 1956). Menurut Efendi (1982) jumlah N yang diberikan ke tanah tergantung pada varietas tanaman dan kesuburan tanah, jumlahnya bervariasi dari 150 kg hingga 300 kg Urea per hektar.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu (1) percobaan di laboratorium untuk mempelajari perubahan sifat-sifat kimia tanah (pH tanah, Ptersedia (Bray-1), kadar kation dapat dipertukarkan (Ca dan Mg,), kemasaman tanah (Al-dd), dan kelarutan fosfat alam; dan (2) percobaan di rumah kaca untuk mempelajari respons tanaman jagung, serapan P dan N, serta efisiensi P dan N.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan Rumah Kaca Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penimbangan bobot kering dan analisis tanaman jagung dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juni 2004 – April 2005.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah tanah dari kebun percobaan Cikabayan Darmaga, pupuk N (Urea, dan ZA), fosfat alam (FA) Bojonegoro, air bebas ion, pupuk KCl dan SP-36 sebagai pupuk dasar, radioisotop KH232PO4
dan isotop stabil
15
32
P dalam bentuk
N dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan
tanaman. Tanaman indikator adalah tanaman jagung varietas Pioneer. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag, kantong plastik, kertas saring, timbangan, tabung film, pipet dan alat-alat laboratorium untuk analisis kimia tanah.
Pelaksanaan Percobaan Persiapan Tanah Sebelum digunakan contoh tanah dikering anginkan terlebih dahulu dan diayak dengan ayakan 2 mm selanjutnya dilakukan analisis contoh tanah untuk mengetahui ciri-ciri kimia tanah awal yang meliputi pH tanah, kation-kation Ca, Mg, K, dan Na, KTK, P-Bray 1, dan Al-dd.
Penentuan Takaran FA Penentuan takaran FA berdasarkan kadar P dalam larutan tanah yaitu sebesar 0.2 μg P/ml (P0,2) yang merupakan kadar P optimum dalam keseimbangan agar tanaman dapat tumbuh optimum (Fox dan Kamprath 1970). Takaran FA untuk mencapai P0,2 ditentukan dengan cara menginkubasi tanah lolos saringan 2 mm sejumlah 250 g berat kering mutlak (BKM). Tanah diinkubasi selama 4 minggu pada 100% kapasitas lapang. Takaran FA yang diberikan adalah 0, 25, 50, 75, 100, 200, 300, 400, 500, 750, 1000, 1250, dan 1500 μg P/g tanah. Fosfor dalam larutan tanah ditetapkan berdasarkan ekstrak air dengan nisbah 1 : 5. Analisis P larut air dilakukan setiap minggu, dimulai umur 2 minggu setelah inkubasi (MSI) sampai 4 MSI. Selanjutnya antara FA yang ditambahkan dan kadar P dalam larutan tanah diregresikan, sehingga dapat diketahui berapa FA yang diperlukan untuk mencapai 0.2 μg P/ml dalam larutan tanah. Jumlah FA untuk mencapai P0,2 disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan nilai R2 tertinggi maka penentuan takaran FA dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi minggu inkubasi kedua (Y2) sehingga takaran FA yang digunakan dalam penelitian ini adalah 251 ppm P dan lama inkubasi adalah 2 minggu. Selanjutnya perlakuan ditetapkan pada 0.0 ; 1.0 ; dan 2.0 kali 251 ppm P
P dalam larutan (ug P/ml)
untuk dosis FA. 0,6
Y3 = 0.0002x + 0.2397 R2 = 0.9308 Y2 = 0.0001x + 0.1749 R2 = 0.937 Y4 = 9E-05x + 0.1097 R2 = 0.8655
0,5
Minggu 2
0,4
Minggu 3
0,3
Minggu 4
0,2 0,1 0 0
500
1000
1500
FA ditambahkan (ug P/g)
Gambar 1. Hubungan FA yang Ditambahkan dengan Kadar P-larut air pada 2, 3 dan 4 MSI
Kelarutan P dari Fosfat Alam Untuk mengetahui kelarutan P dari fosfat alam dilakukan percobaan inkubasi di laboratorium. Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) tunggal dimana yang menjadi kelompok atau ulangan adalah waktu pemberian pupuk N. Waktu pemberian pupuk N dengan fosfat alam terdiri dari: (W2) pupuk N diberikan satu minggu terlebih dahulu dari fosfat alam dan (W1) pupuk N diberikan dalam waktu yang sama dengan fosfat alam. Adapun susunan dari perlakuan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut Kontrol
: tanpa pupuk N dan FA
FA
: FA 251 ppm P
Urea
: Urea 50 ppm N
Urea + FA : Urea 50 ppm N + FA 251 ppm P ZA
: ZA 50 ppm N
ZA + FA
: ZA 50 ppm N + FA 251 ppm P
Kelarutan P dari FA ditentukan berdasarkan selisih kadar P-tersedia/P Bray 1 dari tanah yang diperlakukan dengan FA dan tanpa FA, sedangkan pengaruh pupuk N merupakan selisih antara perlakuan pemberian pupuk N dan FA dengan perlakuan pupuk N sehingga diperoleh susunan perlakuan sebagai berikut: Urea = (Urea 50 ppm N + FA 251 ppm P) – (Urea 50 ppm N)) ZA
= (ZA 50 ppm N + FA 251 ppm P) – (ZA 50 ppm N)
Analisis P-tersedia dilakukan pada minggu 1, 3, dan 5 setelah inkubasi (MSI). Tahapan analisis kelarutan FA adalah dengan menginkubasi tanah yang lolos saringan 2 mm seberat 500 g BKM dan dimasukkan dalam kantong plastik gelap. Selanjutnya FA dan pupuk N sesuai perlakuan diberikan pada masingmasing kantong plastik yang sudah berisi tanah, kemudian diaduk sampai merata. Setelah pengadukan merata, tanah diberikan air sedikit demi sedikit dan diaduk kembali sehingga jumlah air yang diberikan mencapai kondisi kapasitas lapang. Inkubasi dilakukan selama 5 minggu.
Perubahan Ciri Kimia Tanah dan Respons Tanaman Untuk mengetahui perubahan ciri kimia tanah dan respons tanaman maka dilakukan percobaan laboratorium dan rumah kaca. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal dengan susunan perlakuan sebagai berikut : N0P0 : Kontrol N0P1 : Tanpa Pupuk N + FA 251 ppm P N0P2 : Tanpa Pupuk N + FA 502 ppm P U1P0 : Pupuk Urea 50 ppm N + tanpa FA U1P1 : Pupuk Urea 50 ppm N + FA 251 ppm P U1P2 : Pupuk Urea 50 ppm N + FA 502 ppm P U2P0 : Pupuk Urea 100 ppm N + tanpa FA U2P1 : Pupuk Urea 100 ppm N + FA 251 ppm P U2P2 : Pupuk Urea 100 ppm N + FA 502 ppm P Z1P0 : Pupuk ZA 50 ppm N + tanpa FA Z1P1 : Pupuk ZA 50 ppm N + FA 251 ppm P Z1P2 : Pupuk ZA 50 ppm N + FA 502 ppm P Z2P0 : Pupuk ZA 100 ppm N + tanpa FA Z2P1 : Pupuk ZA 100 ppm N + FA 251 ppm P Z2P2 : Pupuk ZA 100 ppm N + FA 502 ppm P Percobaan laboratorium dilakukan dengan menginkubasi contoh tanah sebanyak 500 gram BKM pada kapasitas lapang selama 6 minggu. Setelah itu diamati ciri-ciri kimia tanah yaitu pH, basa-basa dapat dipertukarkan ( Ca dan Mg), P-tersedia (P-Bray 1), dan Al-dd. Percobaan rumah kaca dilakukan dengan cara menimbang tanah seberat 2,5 kg BKM/polibag, selanjutnya tanah diberikan FA, jenis pupuk N dan dosis pupuk N sesuai perlakuan dan ditambah air bebas ion hingga kapasitas lapang. Kemudian ditambahkan pupuk dasar 100 kg KCl/ha (2 hari sebelum tanam), dan aplikasi isotop 32P dari KH232PO4 dan 15N pada saat sesudah tanam. Benih jagung ditanam sebanyak 5 benih/pot. Penjarangan dilakukan pada 6 hari setelah tanam dengan memelihara 2 tanaman terbaik. Jagung dipanen pada umur vegetatif maksimum yaitu pada umur 40 hari setelah tanam.
Bobot kering tanaman diamati pada umur vegetatif maksimum dengan cara memanen bagian tanaman diatas tanah. Selanjutnya tanaman dianalisis kadar P total. Serapan P didapat dengan mengalikan kadar hara tersebut dengan bobot kering tanaman. Serapan total P = Bobot kering tanaman (g/pot) X kadar P dalam tanaman (%) Serapan P dari FA = % P dari FA X serapan total (μg P/pot)
Aktivitas Jenis pada perlakuan dengan FA % P dari FA = ( 1 - ____________________________________________________) X 100% Aktivitas jenis pada perlakuan tanpa FA Serapan P dari FA (mg P/pot) Efisiensi FA =
____________________________________________________
X 100%
Jumlah FA yang diberikan (mg P/pot) Serapan N dari pupuk N (mg P/pot) Efisiensi pupuk N =
____________________________________________________
X 100%
Jumlah pupuk N yang diberikan (mg P/pot)
Pengolahan Data Data pada percobaan laboratorium dan rumah kaca dilakukan analisis ragam terhadap seluruh peubah yang diamati. Apabila hasil analisis ragam nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 4, 6 dan 8. Tabel 1. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P Perlakuan
1 MSI (ppm P)
3 MSI (ppm P)
5 MSI (ppm P)
Kontrol
11.43 b
7.94 b
4.53 b
FA
25.42 a
24.37 a
27.18 a
Urea
10.94 b
12.35 b
4.68 b
Urea + FA
29.28 a
30.25 a
41.73 a
ZA
11.18 b
6.96 b
4.61 b
ZA + FA
32.21 a
28.75 a
29.58 a
Ket. : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N berpengaruh nyata terhadap kelarutan P pada minggu 1, 3 dan 5 setelah inkubasi (Tabel Lampiran 4, 6 dan 8). Tabel 1 diatas terlihat bahwa kelarutan P pada pemberian pupuk FA yang dikombinasikan dengan Urea semakin meningkat seiring dengan meningkatnya lama waktu inkubasi. Sedangkan untuk perlakuan pemberian pupuk FA yang dikombinasikan dengan ZA mempunyai pola pelarutan P yang semakin menurun dengan meningkatnya lama waktu inkubasi. Akan tetapi hal ini belum mencerminkan kelarutan P dari FA. Oleh karena itu untuk menunjukkan kelarutan P dari FA akibat pemberian pupuk N maka ditentukan berdasarkan selisih kadar P-tersedia/P-Bray 1 antara perlakuan yang dipupuk N dan FA dengan perlakuan pupuk N saja seperti yang tertera pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa kelarutan P dari FA secara umum semakin meningkat seiring dengan meningkatnya lama waktu inkubasi baik pada perlakuan FA dengan Urea maupun dengan ZA.
Pada perlakuan FA yang dikombinasi
dengan pupuk N nampak bahwa kombinasi pupuk ZA dengan FA memberikan kelarutan P dari FA tertinggi pada minggu ke-1 dan ke-3 setelah inkubasi (MSI)
dibandingkan dengan perlakuan Urea dengan FA . Sedangkan pada minggu ke-5, kelarutan P dari FA yang tertinggi adalah perlakuan Urea dengan FA. Tingginya pelarutan FA akibat pemberian pupuk ZA pada 1 MSI dan 3 MSI disebabkan oleh pengaruh pemasaman tanah yang dihasilkan dari pupuk ZA dimana dari hasil proses nitrifikasi pada pupuk ZA mampu menghasilkan 4H+ dibandingkan Urea yang hanya menghasilkan 2H+ seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut ini : Urea (NH2)2CO + 4O2
__________
> 2NO3- + 2H+ + CO2 + H2O
Ammonium sulfat (NH4)2SO4 + 4O2
> 2NO3- + SO42- + 4H+ + 2H2O
__________
Kadar P-tersedia (ppm P)
40
37,05
35 30 24,97
25 20
21,79
21,03 18,34
Urea
17,9
ZA
15 10 5 0 1 MSI
3 MSI
5 MSI
Minggu Setelah Inkubasi (MSI)
Gambar 2. Pengaruh Pemberian Pupuk N terhadap Kelarutan P dari FA
Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk N satu minggu terlebih dahulu dari FA (W2) mempunyai kelarutan P yang lebih tinggi dari perlakuan pemberian pupuk N secara bersamaan waktu dengan FA (W1). Perlakuan W2 cenderung mempunyai pola pelarutan P yang semakin meningkat dengan meningkatnya lama waktu inkubasi sedangkan perlakuan W1 mempunyai pola pelarutan P yang semakin menurun.
Kadar P-tersedia (ppm P)
80 68,11
70 60 50
W1
40
W2
30 20
22,12 18,03
20,61 16,27
1 MSI
3MSI
14,73
10 0 5MSI
Waktu inkubasi (minggu)
Gambar 3. Pengaruh Waktu Pemberian Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P. Pengaruh Pupuk N dan Fosfat Alam terhadap Ciri Kimia Tanah Reaksi Tanah Rataan hasil pengukuran pH tanah setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji BNT pada taraf α = 0.05 disajikan pada Tabel 2. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 10. Pada Tabel 2 terlihat bahwa pH tanah pada pemberian pupuk N berupa Urea maupun ZA tanpa diberikan FA cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol seiring dengan meningkatnya takaran dari kedua pupuk tersebut. Nilai pH tanah dari pemberian pupuk Urea cenderung masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pH tanah akibat dari pemberian pupuk ZA. Hasil Penelitian ini memiliki kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian Maryam et al. (1998) yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk Urea dengan takaran 200 ppm N pada tanah Ultisol Lampung cenderung menaikkan pH dari nilai pH 4.4 pada perlakuan kontrol menjadi 4.8 walaupun pada takaran 100 ppm N pH tanah berada dibawah pH pada perlakuan kontrol. Hal ini mungkin disebabkan karena pada awal reaksi Urea dalam tanah terjadi hidrolisis pupuk Urea yang menghasilkan OH- seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut ini (Follet et al. 1981) : CO(NH2)2 + 3 H2O
CO2 + 2 NH4+ + 2 OH-.
Tabel 2. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap pH Tanah FA Pupuk N
P0
P1
P2
N0
4.44 i
4.79 e
5.06 b
U1
4.67 fg
4.86 d
5.06 b
U2
4.71 f
5.00 bc
5.20 a
Z1
4.53 h
4.70 fg
5.05 bc
Z2
4.64 g
4.85 de
4.99 c
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Dari Tabel 2 terlihat bahwa peningkatan takaran FA baik yang dikombinasikan dengan pupuk N maupun yang tidak dikombinasikan menunjukan adanya kenaikan pH tanah. Kenaikan pH tanah dari kombinasi pupuk Urea dan FA secara umum cenderung lebih tinggi kenaikannya dibanding dengan kombinasi pupuk ZA dan FA. Pada Gambar 4 tampak bahwa pada takaran FA P1, naiknya takaran pupuk N dari N1 ke N2 menaikkan nilai pH tanah baik pada kombinasi Urea dengan FA maupun ZA dengan FA sebaliknya pada takaran fosfat alam P2, kenaikan pH hanya terjadi pada kombinasi Urea dengan FA sedangkan kombinasi ZA dengan FA terjadi penurunan pH seiring dengan meningkatnya takaran pupuk N. Secara umum Gambar 4 menunjukkan bahwa kenaikan pH akibat pemberian pupuk Urea dengan fosfat alam masih lebih tinggi dibanding pemberian pupuk ZA dengan fosfat alam. Kenaikan pH tanah dengan adanya penambahan FA disebabkan karena dalam proses pelarutan FA akan melepaskan anion-anion seperti PO4-3, CO3-2 dan F-. Anion-anion tersebut kemudian akan mengikat kation H+ sehingga jumlah H+ dalam larutan tanah akan berkurang yang berarti akan menaikkan pH tanah. Penurunan jumlah H+ ini juga akan diikuti dengan meningkatnya kadar OHdalam larutan tanah, sehingga akan meningkatkan pH tanah.
P1 6
Nilai pH
5
4,79
4,86
5
4,85
4,7
4 P1
3 2 1 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
P2 6
5,06
5,06
5,2
5,05
4,99
Nilai pH
5 4 P2
3 2 1 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Gambar 4. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap pH Tanah Kenaikan pH dari proses pelarutan FA ini dapat digambarkan sebagai berikut (Chien 1992) (x)H+ Ca10-0.42xNa0.30xMgO12x(PO4)6-x(CO3)xF2+0.4x
(10-0.42)Ca+2 + 0.30xNa+ + 0.12xMg+2 + (6-X)PO4-3 + xCO3-2 + (2+0.4x)F-
Kemudian anion PO4-3, CO3-2 dan F- ini akan beraksi dengan H+ : PO4-3 + 2 H+ CO3-2 + 2 H+ F - + H+
H2PO4-2 H2O + CO2 HF
Aluminium Dapat Dipertukarkan Rataan hasil pengukuran Al-dd setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji BNT pada taraf α = 0.05 disajikan pada Tabel 3. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 12. Dari Tabel 3 diketahui bahwa pemberian FA baik yang disertai dengan pemberian pupuk N atau tanpa pupuk N nyata menurunkan Al-dd. Hal yang serupa terjadi juga pada perlakuan pemberian pupuk N dengan tanpa pemberian FA yang mana peningkatan takaran pupuk N cenderung menurunkan kadar Al-dd. Penurunan Al-dd ini senada dengan adanya kenaikan pH tanah seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 3. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Al-dd FA Pupuk N
P0
P1
P2
(me Al/100 g) N0
3.21 d
1.25 bc
0.47 ab
U1
2.72 d
1.03 bc
0.35 ab
U2
1.73 c
0.83 b
0.19 a
Z1
3.11 d
1.52 c
0.40 ab
Z2
3.03 d
1.25 bc
0.40 ab
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Penurunan kadar Al-dd tanah dengan penambahan FA erat kaitannya dengan meningkatnya pH tanah akibat pengaruh dari FA. Menurunnya kadar Al-dd tanah dengan penambahan FA kemungkinan juga disebabkan karena terbentuknya ikatan antara Al dengan P (Al-P). Mineralisasi FA melepas ion P yang menjadi P dapat ditukar atau berikatan dengan Al dan Fe membentuk ikatan Al-P dan Fe-P yang bersifat tidak larut.
Al-dd (me/100 g)
P1 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1,52 1,25
1,25 1,03 0,83 P1
N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Al-dd (me/100 g)
P2 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
P2 0,47
0,35
0,4
0,4
Z1
Z2
0,19
N0
U1
U2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Gambar 5. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Al-dd Pada Gambar 5 terlihat bahwa pemberian pupuk Urea dengan FA memberikan efek penurunan kadar Al-dd tanah yang lebih baik dibandingkan antara pupuk ZA dan FA. Pola penurunan kadar Al-dd ini mirip dengan pola kenaikan pH tanah seperti pada Gambar 3 dimana kenaikan pH akibat pemberian pupuk Urea dengan FA cenderung menaikkan pH tanah yang lebih tinggi dari kombinasi antara ZA dengan FA.
P-tersedia Hasil analisis ragam pengukuran P-tersedia setelah diberi perlakuan pupuk N dan FA disajikan pada Lampiran 14. Tabel 4 menyajikan rataan pengaruh pupuk N dan FA serta hasil uji BNT pada taraf α = 0.05.
Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar P tersedia pada pemberian pupuk N baik Urea maupun ZA tanpa pemberian FA cenderung lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Kadar P tersedia akibat pemberian pupuk ZA secara umum masih lebih rendah dibandingkan dengan kadar P tersedia dari pemberian pupuk Urea.
Penurunan ini sejalan dengan terjadinya penurunan Al-dd jika
diberikan pupuk N tanpa FA. Diduga terjadi ikatan antara Al dengan P membentuk endapan tidak larut. Tabel 4. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap P Tersedia FA Pupuk N
P0
P1
P2
ppm P N0
3.02 e
34.65 de
69.01 bc
U1
2.77 e
34.39 de
71.19 b
U2
2.84 e
37.64 d
65.81 c
Z1
1.85 e
37.14 d
69.87 bc
Z2
2.16 e
33.68 de
76.76 a
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yangdiikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Tabel 4 menunjukkan bahwa kombinasi antara pupuk ZA pada takaran 100 ppm N dengan FA takaran 502 ppm P (Z2P2) menghasilkan kadar P tersedia yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu sebesar 76.76 ppm P atau terjadi peningkatan kadar P tersedia sebesar 24 kali dibanding kontrol. Dari Tabel 4 juga terlihat adanya peningkatan kadar P-tersedia baik pada pemberian FA yang disertai dengan pupuk N maupun tanpa pupuk N seiring dengan meningkatnya takaran FA yang diberikan. Dari Gambar 6 terlihat adanya peningkatan kadar P tersedia pada setiap kenaikan takaran pupuk N pada takaran FA yang tetap tetapi pada perlakuan pupuk ZA dengan P1 dan pupuk Urea dengan P2 mengalami penurunan kadar P tersedia dengan meningkatnya takaran kedua pupuk tersebut. Peningkatan ini menunjukkan adanya pelarutan FA akibat penambahan pupuk N. Sedangkan penurunan kadar P-tersedia disebabkan terjadinya ikatan antara P dengan Ca yang berasal dari pelarutan FA selain dengan Al.
P-tersedia (ppm P)
P1 80 70 60 50 40 30 20 10 0
34,65
N0
34,39
37,64
37,14
33,68
U1
U2
Z1
Z2
P1
Perlakuan pupuk Nitrogen
P-tersedia (ppm P)
P2 80 70 60 50 40 30 20 10 0
69,01
71,19
65,81
69,87
76,76
P2
N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Gambar 6. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap P-tersedia
Basa Dapat Dipertukarkan Rataan hasil analisis kandungan basa-basa Ca dan Mg setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji beda nyata terkecil pada taraf α = 0.05 disajikan pada Tabel 5. Analisis ragam disajikan pada Lampiran 16 dan 18. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian FA dan pupuk N memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Ca-dd dan Mg-dd. Dari Tabel 5 terlihat bahwa pemberian pupuk Urea tanpa FA cenderung menunjukkan kadar Ca-dd dan Mg-dd yang lebih besar dibanding dengan kontrol sebaliknya dengan pemberian pupuk ZA kadar Ca-dd dan Mg-dd cenderung lebih kecil dari kontrol seiring dengan meningkatnya takaran dari kedua pupuk tersebut walaupun secara uji statistik nilai-nilai tersebut tidak menunjukkkan beda nyata dengan kontrol.
Tabel 5. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Ca-dd dan Mg-dd FA Pupuk N
P0 Ca
P1 Mg
Ca
P2 Mg
Ca
Mg
(me/100g) N0
0.57 d
0.26 b
3.11 b
0.32 ab
4.61 a
0.32 ab
U1
0.68 d
0.32 ab
2.13 c
0.32 ab
4.74 a
0.23 b
U2
1.10 d
0.28 ab
3.11 b
0.33 a
4.68 a
0.29 ab
Z1
0.47 d
0.22 b
3.07 b
0.21 b
4.37 a
0.26 b
Z2
0.40 d
0.20 b
2.75 bc
0.24 b
4.38 a
0.26 b
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Tabel 5 terlihat juga bahwa peningkatan takaran FA baik yang dikombinasikan dengan pupuk N maupun yang tanpa dikombinasikan dengan pupuk N cenderung diikuti dengan kenaikan kadar Ca dan Mg dapat dipertukarkan. Kenaikan kadar Ca dan Mg ini disebabkan oleh terjadinya proses pelarutan dari FA yang melepaskan kation-kation Ca dan Mg yang dikandungnya. Gambar 7 menunjukkan bahwa pada takaran FA P1, kenaikan takaran pupuk Urea cenderung lebih besar kadar Ca maupun Mg dapat dipertukarkan sedangkan pada P2 kadar Ca-dd lebih kecil dan kadar Mg lebih besar. Sebaliknya, kenaikan takaran pupuk ZA pada takaran FA P1 menunjukkan kadar Ca-dd yang lebih kecil dan
kadar Mg-dd yang lebih besar. Sedangkan pada P2 hanya terjadi
kenaikan kadar Ca. Kadar Ca-dd dan Mg-dd yang lebih kecil pada pemberian pupuk ZA diduga disebabkan terjadinya ikatan antara Ca dan Mg yang larut dari FA dengan SO42- yang berasal dari pupuk ZA.
P1
Ca-dd (me/100 g)
5 4
3,11
3
3,11
3,07
2,75
2,13
P1
2 1 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
P2 4,61
Ca-dd (me/100 g)
5
4,74
4,68
4,37
4,38
4 3 P2 2 1 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Pe rlakuan pupuk Nitrogen
P1
Mg-dd (me/100 g)
0,35
0,32
0,32
0,33
0,3 0,25
0,21
0,24
0,2
P1
0,15 0,1 0,05 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitroge n
P2
Mg-dd (me/100 g)
0,35
0,32 0,29
0,3 0,23
0,25
0,26
0,26
0,2
P2
0,15 0,1 0,05 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Gambar 7. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Ca-dd dan Mg-dd
Pengaruh Pupuk N dan Fosfat Alam terhadap Bobot Kering Tanaman, Serapan P dan N Tanaman serta Efisiensi P dan N Bobot Kering Tanaman Rataan hasil pengukuran bobot kering tanaman setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji BNT disajikan pada Tabel 6. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 20. Pemberian FA dan pupuk N memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering tanaman. Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot kering tanaman pada pemberian pupuk N tanpa FA cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Pola penurunan bobot kering ini mirip dengan pola penurunan pada kadar P tersedia seperti yang terdapat pada Tabel 4. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya ketidakseimbangan hara dalam tanah dimana P menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Tabel 6 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya takaran FA baik yang dikombinasikan dengan pupuk N maupun yang tidak dikombinasikan, terjadi kenaikan bobot kering tanaman. Kenaikan bobot kering tanaman ini disebabkan oleh terjadinya perubahan ciri kimia tanah yang makin baik untuk pertumbuhan tanaman jagung.
Tabel 6. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Bobot Kering Tanaman FA Pupuk N
P0
P1
P2
(g/pot) N0
1.35 e
22.58 d
29.37 c
U1
0.94 e
23.01 d
32.74 b
U2
1.06 e
25.59 d
37.53 a
Z1
1.17 e
27.35 c
34.95 ab
Z2
1.40 e
26.54 cd
36.05 a
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05
Gambar 8 menunjukkan bahwa peningkatan takaran pupuk N pada setiap dosis FA yang tetap umumnya diikuti dengan kenaikan bobot kering tanaman. Kombinasi antara ZA dan FA umumnya menghasilkan bobot kering yang lebih tinggi dibanding dengan kombinasi antara Urea dan FA. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya unsur S yang disumbangkan dari pupuk ZA yang bisa membantu meningkatkan bobot kering tanaman.
Bobot kering (g/pot)
P1 40 35 30 25 20 15 10 5 0
22,58
23,01
25,59
27,35
26,54 P1
N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Bobot kering (g/pot)
P2 40 35 30 25 20 15 10 5 0
37,53 29,37
32,74
34,95
36,05
P2
N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Gambar 8. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Bobot Kering Tanaman
Serapan P-tanaman Rataan hasil pengukuran serapan P berasal dari tanah dan serapan P berasal dari pupuk setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji BNT disajikan pada Tabel 7. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 22 dan 24. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan FA memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan P tanaman yang berasal dari
tanah (P-bdt) maupun yang berasal dari pupuk (P-bdp). Serapan P yang berasal dari tanah pada perlakuan pupuk N tanpa pemberian FA cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Tabel 7). Kondisi ini mempunyai kemiripan dengan kadar P tersedia yang tertera pada Tabel 4. Hal ini diduga disebabkan oleh terjadinya ikatan antara Al dengan P membentuk endapan tidak larut. Tabel 7. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdt dan P-bdp FA Pupuk N
P0 P-bdt
P1 P-bdp
P-bdt
P2 P-bdp
P-bdt
P-bdp
(mg P/pot) N0
1.40 c
0e
7.98 b
24.06 d
14.37 ab
36.30 bc
U1
0.59 c
0e
11.83 b
24.54 d
11.09 b
43.02 b
U2
0.84 c
0e
14.26 ab
34.54 c
10.01 b
49.20 ab
Z1
0.66 c
0e
8.79 b
31.74 cd
18.25 a
38.81 bc
Z2
1.06 c
0e
16.15 ab
34.80 c
13.93 ab
52.90 a
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Tabel 7 juga menunjukkan bahwa peningkatan takaran FA baik yang dikombinasi dengan pupuk N maupun tidak secara umum menurunkan jumlah serapan P-bdt seiring dengan meningkatnya takaran FA yang diberikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh terjadinya ikatan antara P yang berasal dari tanah dengan Al. Dari Tabel 7 dan Gambar 9 terlihat bahwa serapan P-bdt semakin naik dengan semakin besarnya perlakuan FA jika dikombinasikan dengan N1, tetapi cenderung turun jika dikombinasikan dengan N2 pada perlakuan FA pada dosis P2. Sebaliknya serapan P-bdp nyata semakin tinggi dengan semakin besarnya pemberian FA baik yang dikombinasikan dengan N1 maupun N2. Hal ini diduga akibat terjadinya persaingan penyerapan unsur hara P yang berasal dari pupuk dengan unsur hara P yang berasal dari tanah. Hal ini berarti semakin tinggi takaran pupuk P yang diberikan maka akan menekan laju penyerapan P yang berasal dari tanah.
Serapan P-bdt (mg/pot)
P1 20
16,15 14,26
15 10
11,83 8,79
7,98
P1
5 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Serapan P-bdt (mg/pot)
P2 18,25
20 15
14,37
13,93 11,09
10,01
10
P2
5 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlak uan pupuk Nitrogen
Serapan P-bdp (mg/pot)
P1 60 50 34,54
40 30
24,06
31,74
34,8
24,54
P1
20 10 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Serapan P-bdp (mg/pot)
P2 60
40
52,9
49,2
50
43,02
38,81
36,3
30
P2
20 10 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitroge n
Gambar 9. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Serapan P-bdt dan P-bdp
Pada Gambar 9 terlihat bahwa pada keadaan takaran FA tetap, peningkatan takaran pupuk N baik Urea maupun ZA meningkatkan jumlah P yang diserap tanaman yang berasal dari FA. Secara umum serapan P-bdp dari kombinasi ZA dengan FA menghasilkan serapan yang lebih tinggi dibanding Urea dengan FA Peningkatan jumlah P yang diserap dari FA ini mengindikasikan adanya pelarutan FA dari setiap kenaikan takaran pupuk N yang diberikan. Hedley et al. (1989) menyatakan bahwa kombinasi Urea atau ZA dengan FA meningkatkan penyerapan P oleh tanaman pada tanah-tanah dengan pengikatan P yang rendah maupun tinggi. Serapan N-tanaman Rataan hasil pengukuran serapan N berasal dari tanah dan serapan N berasal dari pupuk setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji beda nyata terkecil disajikan pada Tabel 8. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 26 dan 28. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan FA memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan N berasal dari tanah maupun serapan N yang berasal dari pupuk. Pada Tabel 8 dan Gambar 10 terlihat bahwa peningkatan takaran FA sampai taraf P2 pada kombinasi dengan pupuk N takaran N1 maupun N2, jumlah N yang diserap oleh tanaman yang berasal dari tanah (N-bdt) cenderung naik, sedangkan N yang diserap dari pupuk cenderung naik pada P1 kemudian menurun pada dosis P2. Penurunan jumlah N yang diserap dari pupuk pada perlakuan FA pada dosis P2 kemungkinan disebabkan terjadi kehilangan N akibat naiknya pH tanah pada dosis FA yang lebih tinggi. Peningkatan jumlah N yang diserap dari tanah oleh tanaman lebih besar dibandingkan jumlah N yang diserap dari pupuk. Hal ini mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi kimia tanah yang disebabkan oleh adanya pemberian fosfat alam dimana pH tanah menjadi meningkat sehingga mikroorganisme menjadi lebih aktif didalam mendekomposisi bahan organik sehingga terjadi penambahan jumlah N yang berasal dari tanah.
Tabel 8. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdt dan N-bdp FA Pupuk
P0
N N-bdt
P1 N-bdp
N-bdt
P2 N-bdp
N-bdt
N-bdp
(mg N/pot) N0
25.78 d
0e
226.64 c
0e
273.21 ab
0e
U1
14.49 d
1.86 e
217.88 c
62 d
259.12 b
63.84 d
U2
17.94 d
6.05 e
257.06 bc
154.51 a
304 a
131.23 b
Z1
21.58 d
4.92 e
277.54 ab
84.24 c
288.84 ab
78.42 cd
Z2
18.47 d
8.97 e
279.33 ab
155.96 a
268.59 b
142.78 ab
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05
Efisiensi Pemupukan P Rataan hasil efisiensi pemupukan P setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji BNT disajikan pada Tabel 9. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 29 dan 30.
Tabel 9. Pengaruh Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan P FA Pupuk N
P0
P1
P2
% N0
0d
3.84 bc
2.90 c
U1
0d
3.91 bc
3.43 bc
U2
0d
5.51 a
3.92 bc
Z1
0d
5.06 ab
3.10 c
Z2
0d
5.55 a
4.21 b
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan FA memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi pemupukan P. Tabel 9
Serapan N-bdt (mg/pot)
P1 350 300 250
257,06 226,64
277,54
279,33
217,88
200
P1
150 100 50 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Serapan N-bdt (mg/pot)
P2 350 300
273,21
304 259,12
288,84
268,59
250 200
P2
150 100 50 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Pe rlakuan pupuk Nitrogen
Serapan N-bdp (mg/pot)
P1 160 140 120 100 80 60 40 20 0
155,96
154,51
84,24 P1
62
0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Serapan N-bdp (mg/pot)
P2 160 140 120 100 80 60 40 20 0
142,78
131,23
78,42 63,84
P2
0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitroge n
Gambar 10. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA terhadap Serapan N-bdt dan N-bdp
menunjukkan bahwa peningkatan takaran FA baik yang dikombinasikan dengan pupuk N maupun yang tidak dikombinasikan, efisiensi dari pemupukan P semakin kecil dengan meningkatnya takaran FA yang diberikan. Semakin kecilnya efisiensi pemupukan P ini disebabkan karena kenaikan serapan P-bdp pada perlakuan FA dari dosis P1 ke P2 tidak proporsional dengan pemberian dosis P1 dan P2 (Tabel 7). Hal ini kemungkinan karena ada sebagian P yang larut dari FA bereaksi kembali dengan Al. Hal ini senada dengan penurunan Al pada perlakuan tersebut (Tabel 3). Gambar 11 menunjukkan bahwa setiap peningkatan takaran pupuk N baik Urea maupun ZA pada takaran FA yang sama maka efisiensi dari pemupukan P akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya pelarutan FA akibat pemberian pupuk N sehingga jumlah hara P didalam tanah meningkat pula yang menyebabkan efisiensi pemupukan P ikut meningkat. Hal ini mempunyai kemiripan dengan serapan P-bdp yang tertera pada Gambar 9.
Efisiensi Pemupukan P (%)
P1 5,51
6 5 4
3,84
5,06
5,55
3,91 P1
3 2 1 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Efisiensi Pemupukan P (%)
P2 6 5 4
3,43
4,21
3,92 3,1
2,9
P2
3 2 1 0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Gambar 11. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA Terhadap Efisiensi Pemupukan P
Efisiensi Pemupukan N Rataan hasil efisiensi pemupukan N setelah diberi perlakuan FA dan pupuk N serta hasil uji BNT disajikan pada Tabel 10. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 31 dan 32. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk N dan FA berpengaruh nyata terhadap efisiensi pemupukan N. Tabel 10 menunjukkan bahwa kenaikan takaran FA pada setiap takaran pupuk N tetap secara umum menunjukkan adanya penurunan efisiensi pemupukan N yang seiring dengan naiknya takaran FA. Penurunan ini sama seperti dengan penurunan yang terjadi pada serapan N-bdp yang tertera pada Tabel 8. Penurunan ini kemungkinan disebabkan karena terjadinya kehilangan N dari pupuk N akibat kenaikan pH tanah pada perlakuan FA.
Tabel 10. Pengaruh Pupuk N dan FA Terhadap Efisiensi Pemupukan N FA Pupuk N
P0
P1
P2
% N0
0c
0c
0c
U1
1.49 c
49.60 b
51.07 b
U2
2.42 c
61.80 ab
52.49 b
Z1
3.93 c
67.39 a
62.73 ab
Z2
3.59 c
62.39 ab
57.11 b
Ket. : Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 0.05 Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi takaran pupuk Urea yang diberikan pada takaran FA yang tetap maka efisiensi pemupukan N semakin tinggi. Sedangkan efisiensi N pada perlakuan FA dengan ZA pada takaran Z2 lebih kecil dibanding dengan Z1. Jika dibandingkan dengan serapan N-bdp pada Tabel 8, kenaikan N-bdp pada perlakuan FA yang dikombinasikan dengan ZA tidak proporsional dengan pemberian dosis N1 dan N2. Hal ini disebabkan karena ada sebagian N yang hilang pada perlakuan ZA yang disebabkan adanya
peningkatan kelarutan FA yang lebih tinggi pada dosis Z2 sehingga efisiensi pemupukan N menjadi turun..
Efisiensi Pemupukan N (%)
P1 80 70 60 50 40 30 20 10 0
61,8
67,39
62,39
49,6 P1
0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Efisiensi Pemupukan N (%)
P2 80 70 60 50 40 30 20 10 0
62,73 51,07
52,49
57,11
P2
0 N0
U1
U2
Z1
Z2
Perlakuan pupuk Nitrogen
Gambar 12. Pengaruh Perlakuan FA yang Dikombinasikan dengan Urea atau ZA Terhadap Efisiensi Pemupukan N
PEMBAHASAN UMUM Masalah kekurangan hara yang sering dihadapi dalam usaha pertanian lahan kering di daerah tropik khususnya di Indonesia adalah adanya kekahatan unsur hara N dan P dimana kedua unsur hara ini termasuk dalam unsur hara makro yang sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekahatan unsur hara N utamanya disebabkan karena hilangnya unsur hara ini dari kompleks jerapan tanah melalui pencucian akibat curah hujan yang sangat tinggi di daerah tropik. Sedangkan unsur hara P karena adanya fiksasi oleh Al dan Fe yang berbentuk oksida maupun hidroksida dan mineral silikat seperti kaolinit sehingga membentuk senyawa yang tidak mudah larut. Untuk mengatasi hal ini biasanya dilakukan dengan cara pemupukan dari kedua unsur tersebut. Pupuk N yang mengandung ammonium seperti Urea dan ZA biasanya menyebabkan terjadinya pemasaman tanah karena proses nitrifikasi dari ammonium menjadi nitrat menghasilkan ion H+. Sedangkan FA bila diberikan pada tanah dengan pH yang rendah maka kelarutannya akan lebih tinggi dibandingkan jika diberikan pada tanah dengan pH tanah yang lebih alkalis. Pemberian FA yang dikombinasikan dengan pupuk N (Urea atau ZA) menunjukkan adanya perbedaan kelarutan P. Kelarutan P dari FA pada kombinasi antara FA dengan ZA lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi FA dengan Urea pada minggu ke-1 dan ke-3 setelah inkubasi (Gambar 2). Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan waktu pemberian pupuk N dan FA (Gambar 3) dimana pupuk N yang diberikan satu minggu terlebih dahulu dari FA (W2) memberikan kelarutan hara P yang semakin tinggi dengan meningkatnya lama waktu inkubasi dibandingkan pupuk N dan FA diberikan secara bersamaan (W1). Pemberian pupuk N baik Urea maupun ZA pada setiap takaran FA yang tetap menunjukkan kecenderungan terjadinya kenaikan bobot kering tanaman. Secara umum kenaikan bobot kering tanaman pada kombinasi antara FA dengan ZA cenderung lebih besar dibandingkan dengan kombinasi FA dengan Urea (Gambar 8 dan Tabel 6). Hal ini disebabkan karena kelarutan P dari FA pada kombinasi antara FA dengan ZA lebih tinggi dibanding FA dan Urea sehingga
jumlah P yang dilepaskan semakin tinggi (Gambar 2), selain itu terdapat sumbangan unsur hara S yang bisa membantu peningkatan bobot kering tanaman. Tingginya kelarutan P dari FA akibat pemberian pupuk ZA mengakibatkan serapan P-bdp dan P-bdt pada kombinasi FA dengan ZA lebih tinggi dibanding kombinasi FA dengan Urea (Gambar 9 dan Tabel 7). Tingginya serapan P-bdp pada kombinasi FA dengan ZA tentu diikuti dengan tingginya efisiensi pemupukan P pada kombinasi pupuk tersebut (Gambar 11 dan Tabel 9) Pada serapan N-bdp, peningkatan takaran pupuk N baik Urea maupun ZA pada takaran FA yang tetap, meningkatkan serapan N-bdp dan N-bdt. Kombinasi antara FA dengan ZA secara umum menghasilkan serapan N-bdp dan N-bdt yang lebih tinggi dibanding kombinasi FA dengan Urea (Gambar 10 dan Tabel 8). Namun serapan N-bdp yang lebih tinggi pada kombinasi FA dengan ZA tidak diikuti dengan tingginya efisiensi pemupukan N (Gambar 12 dan Tabel 10). Ini menunjukkan adanya ketidakproporsional antara kenaikan serapan N-bdp dengan dosis pupuk ZA yang diberikan. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya sebagian N yang hilang pada perlakuan ZA yang disebabkan adanya peningkatan kelarutan FA yang lebih tinggi pada dosis P2. Pemberian FA baik yang dikombinasi dengan pupuk N maupun tidak, pada umumnya memberikan kenaikan terhadap kadar P-tersedia, Ca-dd dan Mg-dd, maupun pH tanah, sebaliknya menurunkan Al-dd. Efek pemberian FA baik yang dikombinasikan dengan pupuk N atau tidak, memberikan kenaikan terhadap serapan P-bdp, sedangkan N-bdp menurun. Penurunan N-bdp ini kemungkinan disebabkan karena kehilangan sebagian N-bdp akibat kenaikan pH tanah. Secara umum efisiensi pemupukan P dan N cenderung menurun dengan semakin meningkatnya dosis FA yang diberikan. Ini diduga ada sebagian P yang larut dari FA bereaksi kembali dengan Al. Hal ini senada dengan penurunan kadar Al pada perlakuan tersebut (Tabel 3). Sedangkan penurunan efisiensi pemupukan N disebabkan karena terjadinya kehilangan N dari pupuk N akibat kenaikan pH tanah pada perlakuan FA.
KESIMPULAN 1. Kombinasi antara pupuk ZA dan FA memberikan kelarutan P dari FA lebih tinggi dibandingkan kombinasi Urea dengan FA pada 1 dan 3 MSI 2. Pemberian pupuk N satu minggu sebelum pemberian FA memberikan kelarutan P yang lebih tinggi dibandingkan pemberian pupuk N secara bersamaan dengan FA. 3. Secara umum pemberian FA yang disertai dengan ZA memberikan efek yang lebih tinggi terhadap serapan P, efisiensi pemupukan P, serapan N, serta efisiensi pemupukan N dibandingkan FA yang dikombinasikan dengan Urea. 4. Pemberian FA disertai dengan ZA maupun dengan Urea pada umumnya memberikan kenaikan terhadap P-tersedia, penurunan Al-dd, dan kenaikan pH tanah. 5. Pada pemberian dosis FA yang rendah (251 ppm P), bobot kering tanaman nyata lebih tinggi jika dikombinasikan dengan ZA dibandingkan dengan Urea pada dosis pupuk N yang rendah (50 ppm N). Sedangkan pada dosis FA maupun pupuk N yang lebih tinggi, bobot kering tanaman tidak menunjukkan efek yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA Barber, S. A. 1984. Soil nutrient bioavailability. A mechanistic approach. A Wiley – Interscience Publication. John Wiley & Sons. New York. Bisri, U., dan D. Permana. 1991. Fosfat. Bahan galian industri. Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.
Pusat
Black, C. A. 1968. Soil plant relationship, 2nd ed. Dep. Agron. Iowa State Univ. Ames, Iowa – John Wiley and Sons, Inc. 792 p. Blair, G. J. 1979. Plant Nutrition. Dep. Agron. and Soil Sci. Univ. of New England, Armidale, Australia. 139 p. Bouman, O. T., D. Curtin, C. A. Campbell, V. O. Biederbeck, and H. Ukrainetz. 1995. Soil acidification from long-term use of anhydrous ammonia and urea. Soil Sci. Am. J. 59: 1488 – 1494. Cathcart, J. B. 1987. Phosphate resources of the world and models for exploration with special reference to Southeast Asia. In. Fertilizers Minerals in Asia and the Pacific. Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. United Nation. Bangkok. Chang, S. C., and M. L. Jackson. 1957. Fractionation of soil phosphorus. Soil Sci. 84: 133 – 144. Chien, S. H. 1992. Reactions of phosphate rock with acid soils of the humid tropics. Proc. Workshop on Phosphate Sources for Acid Soil in the Humid Tropics of Asia. Kuala Lumpur, Malaysia, 6 – 7 November 1990. p. 18 – 29 . __________., L. L. Hammond, and L. A. Leon. 1987. Long-term reactions of phosphate rock with in an Oxisols in Columbia. Soil Sci. 144: 257 – 259. Diamond, R. B., J. Sri Adiningsih, J. Prawirasumantri and S Partohardjono. 1986. Responses of upland crops to water soluble P and phosphate rock. Hal. 1 – 19 dalam Prosiding Lokakarya Efisiensi Penggunaan Pupuk. Cipayung, 6 – 7 Agustus 1986. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Djokosudardjo, S. 1974. Phosphorus behavior in some soils of Indonesia and its availability to plant. MSc Thesis. Univ. of Wisconsin, Madison. 115 p. Efendi, S. 1982. Bercocok tanam jagung. C.V Yasaguna, Jakarta. 96 hal. Engelstad, O. P., A. Jugsujinda, and S. K. De Datta. 1974. Response by flooded rice to phosphate rocks varying in citrate solubility. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 38: 524 – 529.
Follet, R. H., L. S. Murphy, and R. L. Donahue. 1981. Fertilizer and soil amendments. Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. 557 p. Fox, R. L., and E. J. Kamprath. 1970. Phosphate sorption isotherms for evaluating the phosphate requirements of soil. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 34 : 902 – 907 Grunes, D. L. 1959. Effect of nitrogen on the availability of soil and fertilizers phosphorus to plants. Adv. Agron. XI: 369 – 396. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M.A. Diha, G. B. Hong, and H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar ilmu tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hammond, L. L., and L. A. Leon. 1983. Agronomic effectiveness of natural and altered phosphate rocks from Latin America. p. 503 – 518. IMPHOS Proc. 3rd Int. Cong. Phosphorus Compounds 4 – 6 Okt. 1983. Brussels, Belgium. ______________, and R. B. Diamond. 1987. Effectiveness of alternative phosphate fertilizer in tropical agriculture. dalam. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. p. 91 – 117 ______________, S. H. Chien, and A. U. Mokwunye. 1986. Agronomic value of unacidulated and partially acidulated phophate rock indigenous to the tropics. Adv. Agron. 40: 89 – 140 Hardjanto, S. 1986. Phosphate deposits in Indonesia. In. Fertilizer Minerals in Asia and The Pacific. Economic and Social Commision for Asia and the Pacific, United Nation. Bangkok Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale, and W. L. Nelson. 1999. Soil fertility and fertilizers. An Introduction to Nutrient Management, 6th ed. Prentice-Hall, Inc. Simon & Schuster/A Viacom Company Ypper Saddle River, New Jersey. 499 p. Hedley, M. J., R. W. Tillman and G. Wallace. 1989. The use of Nitrogen fertilizers for increasing the suitability of reactive phosphate rocks for use intensive agriculture. In. Phosphorus Requirements for Sustainable Agriculture in Asia and Oceania. Proceedings of a Symposium. IRRI. Hughes, J. C., and R. J. Gilkes. 1984. The effect of chemical-extractant on the estimation of rock phosphate fertilizer dissolution. Aust. J. Soil Res. 22: 219 – 227
__________., and R. J. Gilkes. 1994. Rock phosphate dissolution and bicarbonate-soluble P in some soils from South-Western. Australia. Aust. J. Soil Res. 32: 767 – 779. Idris, K. 1995. Evaluasi pemberian fosfat alam dari Jawa dan pengapuran pada tanah masam I. Modifikasi ciri kimia tanah. J. ll. Pert. Indon. 5 (2): 57 – 62. _______. 1992. Evaluasi agronomik fosfat alam dan pengapuran dengan teknik isotop. Seminar Penggunaan Isotop dan Radiasi untuk Pertanian, Peternakan dan Biologi. BATAN. Jakarta. _______, S. Syarif, M. Prawirosemadi, dan B. Suhartono. 1997. Pengaruh blotong dan terak baja terhadap efektifitas penggunaan fosfat lam dan TSP pada tanah mineral masam. Pros. Kongres Nasional VI HITI. Buku I. Jakarta, 12 – 15 Desember 1995. Hal 697 – 706. Iyamuremye, F., R. P. Dick, and J. Baham. 1996. Organic amandements and phosphorus dynamics I: Phosphorus chemistry and sorption. Soil Sci. 161(7): 426 – 435. Kanabo, I. A. K., and R. J. Gilkes. 1988. The effect of soil teksture on the dissolution of North Carolina phosphate rock. J. Soil Sci. 39: 191 – 198. Kasno, A., J. Sri Adiningsih, dan W. Rachbini. 1998. Pembandingan efektivitas fosfat alam Nutrifer dan Hubei dengan pupuk P lainnya pada tanaman palawija. Pros. Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan AgroklimatBidang Kimia dan Biologi Tanah. Puslit Tanah dan Agroklimat, Bogor 10 – 12 Februari 1998. Hal 297 – 314. Kennedy, I. R. 1992. Acid soil and acid rain. Research studies press limited. England. Khasawneh F. E., and E. C. Doll. 1978. The use of phosphate rock for direct application to soil. Advances in Agronomy 30: 159 – 206. Kudeyarova, A. Yu. 1981. Aluminium phosphate as products of transformations of fertilizer phosphorus in an acid soil. Geoderma 26: 195 – 201. Maryam, L. R., Widowati, S. Widati, J. Prawirasumantri dan D. Santoso. 1998. Efisiensi pupuk Nitrogen pada tanah Ultisol, Vertisol dan Entisol. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat bidang Kimia dan Biologi Tanah. Bogor. McClellan, G. H. 1978. Mineralogy and reactivity of phosphate rock. In. Seminar on Phosphate Rock for Direct Application. IFDC. Haifa. Israel.
______________., and S. J. Van Kauwenberg. 1992. Relationship of mineralogy to study phosphate rock reactivity. Proc. Workshop on Phosphate Sources for Acid Soil in the Humid Tropics of Asia. Kuala Lumpur, Malaysia, 6 – 7 November 1990: p. 1 – 17. Mengel, K., and E. A. Kirkby. 1981. Principles of plant nutrition. 3rd. edition. International Potash Institute, Switzerland. 655 p. Moersidi, 1999. Fosfat alam sebagai bahan baku dan pupuk fosfat. Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Pusat
Muller, H. W. 1986. Measures on the soil amelioration potential of rock phosphate in oxisol and ultisol. In. Ferilizers Minerals in Asia and The Pacific. Economic and Social Commision for Asia and the Pacific, United Nation. Bangkok Nelson, L. B. 1956. The mineral nutrition of corn as related to its growth and culture. Adv. In Agron. VIII: 321 – 375 Olsen, S. R., and F. S. Watanabe. 1957. A method to determine a phosphorus adsorption maximum of soils as a measured by Langmuir isotherm. Soil Sci. Am. J. 21: 144 – 149. Pratt, P. F., and M. J. Garber. 1964. Correlation of phosphorus availability by chemical tests with inorganic phosphorus fractions. Soil Sci. Proc. 28: 23 - 26 Purbopuspito, J, dan A. D. Wuntu. 1997. Perubahan Sementara pH tanah Andosol akibat pemberian urea. Solum. J. Vol. 1. 02: 49 – 54. Manado Purnomo, J., Sutisni D., dan D. Santoso. 2001. Pengaruh bahan organik, pupuk P dan kapur terhadap erapan dan fraksi P serta sifat tanah lain pada Oxic Dystrudept Jambi. Makalah disampaikan pada Pertemuan Teknis Peneltian tanah dan Agroklimat. Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor, 30 – 31 Oktober 2001. Puslittanak. 1993. The use of reactive rock phosphate for reclamation of alangalang land in Indonesia. Rajan, S. S. S., J, H. Watkinson, and A. G. Sinclair. 1996. Phosphate rocks for direct applicationto soils. Advances in Agronomy 57: 77 – 159. Sample, E. C., R. J. Soper, and G. J. Racs. 1986. Reaction of phosphate fertilizers in soils. In. F. E. Khasawneh, E. C. Sample, and E. J. Kamprath (ed). The Role of Phosphorus in Agriculture. Amer. Soc. Agron., Crop Sci. Soc. Amer., Soil Sci. Soc. Amer. Madison, Wisconsin, USA.
Sanchez, P. A., and G. Uehara. 1980. Management consideration for acid soils with high phosphate fixation capacity. In the role of phosphorus in agriculture. F. E. Khasawneh et ala. (eds). Am. Soc. Agron., Crop Sci. Am. Inc. Madison. P: 471 – 509. Santoso, D., J. Purnomo, I. G. P. Wigena, Sukristiyonubowo, and R. D. B. Lefroy. 2000. Management of phosphorus and organic matter on an acid soil in Jambi, Indonesia. Indonesia Soil and Agroclimate J. 18: 64 - 72. Smyth, J. J., and P. A. Sanchez. 1982. Phosphate rock dissolution and availability in Cerrado soils as affected by phosphorus sorption capacity. Soil Sci. Soc. Am. J. 46: 339 – 345. __________., and P. A, Sanchez. 1980. Effects of lime, silicates, and phosphorus applications to Oxisols on phosphorus sorption and iron retention. Soil Sci. Am. J. 44: 500 – 505. Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan pupuk. Dept. Ilmu Tanah Fak. Pertanian, IPB, Bogor. Tan, K. H. 1998. Principles of soil chemistry. 3rd ed. Revised and expanded. Marcel Dekker, Inc. USA. 521 p. Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1985. Soil fertility and fertilizers. Macmillan Publ. Co. New York. 754 p. Van der Paauw, F. 1965. Factors controlling the efficiency of rock phosphate for potatoes and rye on humic sandy soils. Plant and Soil 126: 81 – 96. Yost, R. S., G. C. Naderman, E. J. Kamprath, and E. Lobato. 1982. Availability of rock phosphate as measured by and acid tolerant pasture grass and extractable phosphorus. Agron. J. 74: 462 – 468.
Tabel Lampiran 1. Kadar Hara Fosfat Alam Bojonegoro yang Digunakan dalam Penelitian
Fosfat Alam
No
Jenis Analisis
Satuan
1
P-total
% P2O5
23.50
2
P-Asam sitrat 2%
% P2O5
13.74
3
K-total
%
1.09
4
%
0.97
5
Na-total Ca-total
%
25.74
6
Mg-total
%
0.39
7
Fe-total
ppm
7998
8
Mn-total
ppm
56
9
Cu-total
ppm
23
10
Zn-total
ppm
392
Bojonegoro
Tabel Lampiran 2. Sifat Kimia dan Fisik Tanah yang Digunakan dalam Penelitian
No 1
Jenis Analisis
Hasil
pH H2O (1 : 1)
4.34
KCl (1 : 1)
3.47
2
C-organik (Walkey and Black)
(%)
1.41
3
N-total (Kjeldahl)
(%)
0.14
4
P-tersedia (Bray-1)
ppm
1.9
5
Ca-dapat ditukar (NH4OAc 1N pH 7)
(me/100g)
0.68
6
Mg-dapat ditukar (NH4OAc 1N pH 7)
(me/100g)
0.81
7
K-dapat ditukar (NH4OAc 1N pH 7)
(me/100g)
0.14
8
Na-dapat ditukar (NH4OAc 1N pH 7)
(me/100g)
0.22
9
KTK (NH4OAc 1N pH 7)
(me/100g
13.61
10
Kejenuhan Basa
(%)
25.72
11
Al-dapat ditukar (N KCl)
(me/100g)
3.07
12
H-dapat ditukar (N KCl)
(me/100g)
0.32
13
Fe (DTPA pH 7.3)
ppm
14
14
Cu (DTPA pH 7.3)
ppm
2.1
15
Zn (DTPA pH 7.3)
ppm
3.6
16
Mn (DTPA pH 7.3)
ppm
126
17
Tekstur Pasir
(%)
4.89
Debu
(%)
16.00
Liat
(%)
78.11
Tabel Lampiran 3. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 1 MSI Perlakuan
W1
W2
Rataan
Kontrol
10.98
11.88
11.43
FA
19.54
31.30
25.42
Urea
10.36
11.52
10.94
Urea + FA
24.44
34.12
29.28
ZA
10.16
12.20
11.18
ZA + FA
32.70
31.72
32.21
Rataan
18.03
22.12
Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 1 MSI Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
5
995.729
199.146
14.36**
5.05
Blok
1
50.226
50.226
3.62
6.61
Galat
5
69.373
13.875
Total
11
1115.368
KK = 18.54%
F-hitung F-tabel
Tabel Lampiran 5. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 3 MSI Perlakuan
W1
W2
Rataan
Kontrol
7.77
8.10
7.94
FA
19.46
29.28
24.37
Urea
10.68
14.02
12.35
Urea + FA
27.34
33.16
30.25
ZA
6.20
7.72
6.96
ZA + FA
26.14
31.36
28.75
Rataan
16.27
20.61
Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 3 MSI Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
5
1120.341
224.068
38.63*
5.05
Blok
1
56.550
56.550
9.75*
6.61
Galat
5
29.014
5.803
Total
11
1205.905
KK = 13.06%
F-hitung F-tabel
Tabel Lampiran 7. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 5 MSI Perlakuan
W1
W2
Rataan
Kontrol
5.46
3.60
4.53
FA
15.44
38.92
27.18
Urea
6.16
3.20
4.68
Urea + FA
34.56
48.90
41.73
ZA
5.82
3.40
4.61
ZA + FA
20.92
38.24
29.58
Rataan
14.73
68.11
Tabel Lampiran 8. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Kelarutan P pada 5 MSI Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
5
2633.082
526.616
7.56*
5.05
Blok
1
189.384
189.384
2.72
6.61
Galat
5
348.119
69.624
Total
11
3170.585
KK = 20.14%
F-hitung F-tabel
Tabel Lampiran 9. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap pH Tanah Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
4.46
4.42
4.45
P1
4.76
4.80
4.80
P2
5.04
5.07
5.07
U1P0
4.65
4.70
4.65
U1P1
4.82
4.86
4.89
U1P2
5.08
5.02
5.08
U2P0
4.77
4.69
4.68
U2P1
5.09
4.98
4.92
U2P2
5.15
5.21
5.23
Z1P0
4.52
4.54
4.52
Z1P1
4.67
4.70
4.72
Z1P2
5.03
5.05
5.06
Z2P0
4.67
4.62
4.62
Z2P1
4.86
4.90
4.80
Z2P2
5.07
4.96
4.93
Tabel Lampiran 10. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap pHTanah Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
2.038
0.146
84.18*
2.04
Galat
30
0.052
0.002
Total
44
2.089
KK = 0.89%
Tabel Lampiran 11. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Al-dd (me/100g) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
3.20
3.04
3.40
P1
1.28
1.28
1.18
P2
0.56
0.50
0.36
U1P0
2.72
2.80
2.64
U1P1
0.96
1.12
1.00
U1P2
0.24
0.40
0.40
U2P0
2.24
2.72
2.22
U2P1
0.88
0.80
0.80
U2P2
0.16
0.24
0.16
Z1P0
3.12
3.12
3.08
Z1P1
1.52
1.52
1.52
Z1P2
0.48
0.32
0.40
Z2P0
3.00
3.20
2.88
Z2P1
1.36
1.12
1.28
Z2P2
0.32
0.40
0.48
Tabel Lampiran 12. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Al-dd Sumber Keragaman
dB
Perlakuan
14
49.947
3.568
Galat
30
3.694
0.123
Total
44
53.641
KK = 24.52%
Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
28.97*
2.04
Tabel Lampiran 13. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap PTersedia (ppm P) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
3.68
2.77
2.62
P1
30.59
36.37
36.98
P2
70.43
72.25
64.35
U1P0
2.77
2.77
2.77
U1P1
38.65
27.70
36.83
U1P2
73.32
73.01
67.23
U2P0
3.59
2.77
2.16
U2P1
39.26
39.87
33.78
U2P2
69.67
62.67
65.10
Z1P0
1.85
1.85
1.85
Z1P1
34.73
35.91
40.78
Z1P2
71.49
65.71
72.40
Z2P0
1.85
1.85
2.77
Z2P1
33.48
35.30
32.26
Z2P2
73.62
76.05
80.61
Tabel Lampiran 14. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap P-tersedia Sumber Keragaman
dB
Perlakuan
14
34923.176
2494.513
Galat
30
278.269
9.276
Total
44
35201.446
KK = 8.42%
Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
268.93*
2.04
Tabel Lampiran 15. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Ca-dd (me/100g) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
0.62
0.55
0.54
P1
2.75
3.64
2.94
P2
3.99
4.70
5.14
U1P0
0.75
0.65
0.64
U1P1
2.30
2.28
1.80
U1P2
5.25
4.97
4.01
U2P0
0.64
0.66
2.01
U2P1
1.91
4.40
3.03
U2P2
4.19
5.05
4.79
Z1P0
0.71
0.29
0.40
Z1P1
2.96
2.94
3.32
Z1P2
4.59
4.10
4.41
Z2P0
0.48
0.34
0.37
Z2P1
2.81
2.65
2.79
Z2P2
4.56
4.39
4.19
Tabel Lampiran 16. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Ca-dd Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
118.778
8.484
35.02*
2.04
Galat
30
7.267
0.242
Total
44
126.045
KK = 18.36%
Tabel Lampiran 17. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Mg-dd (me/100g) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
0.27
0.27
0.23
P1
0.28
0.32
0.36
P2
0.34
0.31
0.30
U1P0
0.40
0.30
0.25
U1P1
0.37
0.30
0.30
U1P2
0.33
0.18
0.18
U2P0
0.30
0.27
0.28
U2P1
0.35
0.32
0.32
U2P2
0.30
0.28
0.28
Z1P0
0.33
0.17
0.17
Z1P1
0.20
0.20
0.22
Z1P2
0.25
0.27
0.25
Z2P0
0.17
0.22
0.22
Z2P1
0.25
0.22
0.25
Z2P2
0.27
0.25
0.27
Tabel Lampiran 18. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Mg-dd Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
0.082
0.006
3.10*
2.04
Galat
30
0.057
0.002
Total
44
0.138
KK = 16.56%
Tabel Lampiran 19. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Bobot Kering Tanaman (g/pot) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
1.60
1.13
1.31
P1
21.36
21.59
24.78
P2
30.28
29.98
27.86
U1P0
1.02
0.70
1.10
U1P1
23.51
28.30
17.23
U1P2
34.22
32.93
31.06
U2P0
1.04
0.99
1.16
U2P1
25.09
24.67
27.01
U2P2
36.37
37.17
39.04
Z1P0
1.24
1.18
1.09
Z1P1
25.84
27.69
28.52
Z1P2
36.65
33.46
24.75
Z2P0
1.25
1.35
1.59
Z2P1
26.78
24.09
28.75
Z2P2
33.18
37.81
37.16
Tabel Lampiran 20. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Bobot Kering Tanaman Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
8857.609
632.686
162.14*
2.04
Galat
30
117.063
3.902
Total
44
8974.673
KK = 9.83%
Tabel Lampiran 21. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdt Tanaman (mg P/tanaman) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
1.89
1.17
1.15
P1
4.12
7.36
12.47
P2
11.40
13.31
18.40
U1P0
1.07
0.28
0.43
U1P1
10.12
13.77
11.59
U1P2
11.58
8.35
13.35
U2P0
1.08
0.66
0.78
U2P1
21.12
8.52
13.15
U2P2
7.07
14.50
8.46
Z1P0
0.76
0.74
0.47
Z1P1
3.97
11.10
11.29
Z1P2
9.53
20.46
24.77
Z2P0
0.69
0.89
1.59
Z2P1
15.50
18.86
14.08
Z2P2
13.67
11.85
16.28
Tabel Lampiran 22. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdt Tanaman Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
1676.305
119.736
9.57*
2.04
Galat
30
375.195
12.507
Total
44
2051.499
KK = 40.42%
Tabel Lampiran 23. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdp Tanaman (mg P/tanaman) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
0
0
0
P1
18.83
23.98
29.36
P2
41.99
33.69
33.21
U1P0
0
0
0
U1P1
31.45
26.37
15.79
U1P2
50.31
44.31
34.45
U2P0
0
0
0
U2P1
40.26
31.42
31.93
U2P2
51.08
53.47
43.05
Z1P0
0
0
0
Z1P1
35.54
37.04
22.63
Z1P2
41.38
37.69
37.37
Z2P0
0
0
0
Z2P1
38.80
28.53
37.07
Z2P2
57.61
52.39
48.71
Tabel Lampiran 24. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan P-bdp Tanaman Sumber Keragaman
df
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
16092.729
1149.481
48.92*
2.04
Galat
30
704.874
23.496
Total
44
16797.603
KK = 19.66%
Tabel Lampiran 25. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdt Tanaman (mg N/tanaman) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
31.97
20.58
24.79
P1
223.89
220.83
235.19
P2
267.73
283.45
268.44
U1P0
11.79
13.12
18.57
U1P1
225.03
246.72
181.88
U1P2
278.39
285.55
213.42
U2P0
15.57
18.86
19.38
U2P1
260.77
240.86
269.56
U2P2
319.90
263.24
328.86
Z1P0
21.47
23.29
19.99
Z1P1
264.97
283.85
283.80
Z1P2
302.15
293.36
271.01
Z2P0
19.46
17.57
18.39
Z2P1
282.38
262.26
293.35
Z2P2
290.78
250.70
264.29
Tabel Lampiran 26. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdt Tanaman Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
622213.044
44443.789
123.88*
2.04
Galat
30
10762.596
358.753
Total
44
632975.640
KK = 10.33%
Tabel Lampiran 27. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdp Tanaman (mg N/tanaman) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
0
0
0
P1
0
0
0
P2
0
0
0
U1P0
1.41
1.63
2.53
U1P1
75.19
62.32
48.49
U1P2
62.10
70.76
58.66
U2P0
5.33
6.99
5.82
U2P1
164.01
153.12
146.40
U2P2
132.91
150.83
109.95
Z1P0
4.41
6.35
3.99
Z1P1
76.12
101.04
75.55
Z1P2
77.55
86.08
71.62
Z2P0
9.27
9.93
7.72
Z2P1
171.54
159.31
137.04
Z2P2
151.84
136.10
140.39
Tabel Lampiran 28. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Serapan N-bdp Tanaman Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
14
161219.412
11515.672
Galat
30
2713.729
90.458
Total
44
163933.141
KK = 15.94%
F-hit
F-tab
127.30*
2.04
Tabel Lampiran 29. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan P (%) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
0
0
0
P1
3.00
3.83
4.68
P2
3.35
2.69
2.65
U1P0
0
0
0
U1P1
5.01
4.20
2.52
U1P2
4.01
3.53
2.74
U2P0
0
0
0
U2P1
6.42
5.01
5.09
U2P2
4.07
4.26
3.43
Z1P0
0
0
0
Z1P1
5.66
5.90
3.61
Z1P2
3.33
3.00
2.98
Z2P0
0
0
0
Z2P1
6.18
4.55
5.91
Z2P2
4.59
4.17
3.88
Tabel Lampiran 30. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan P Sumber Keragaman
dB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
195.579
13.97
33.72*
2.04
Galat
30
12.428
0.414
Total
44
208.007
KK = 23.31%
Tabel Lampiran 31. Hasil Analisis Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan N (%) Perlakuan
Ulangan 1
2
3
Kontrol
0
0
0
P1
0
0
0
P2
0
0
0
U1P0
1.13
1.30
2.03
U1P1
60.16
49.86
38.79
U1P2
49.68
56.61
46.93
U2P0
2.13
2.80
2.33
U2P1
65.60
61.25
58.56
U2P2
53.16
60.33
43.98
Z1P0
3.53
5.08
3.19
Z1P1
60.89
80.83
60.44
Z1P2
62.04
68.86
57.30
Z2P0
3.71
3.97
3.09
Z2P1
68.61
63.73
54.82
Z2P2
60.74
54.44
56.15
Tabel Lampiran 32. Analisis Ragam Perlakuan Pupuk N dan FA terhadap Efisiensi Pemupukan N Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Perlakuan
14
36612.635
2615.188
87.30*
2.04
Galat
30
898.648
29.955
Total
44
37511.283
KK = 17.25%