Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENGARUH PAKAN BEBAS PILIH PADA MASA GROWERDEVELOPER TERHADAP KINERJA PERTELURAN DINI AYAM WARENG-TANGERANG (The Effect of Grower-Developer Free Choice Feeding on Early Laying Performance of Tangerang-Wareng Hens) SOFJAN ISKANDAR, TRIANA SUSANTI dan SONY SOPIYANA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Wareng chicken has been claimed as germ-plasm of chicken in Tangerang district, Banten province. The chicken was light breed with white plumage. The hen weight was less then one kg, and the rooster was only 1.1 kgs. The hen was hardly brooding with more than 30% egg production. There was no information on the nutrient requirements, therefore would for some extent providing nutrient requirement for Wareng chicken age 6 – 16 weeks. There were 160 six week sexed chicks divided into two feeding treatments: (1) Full feed with commercial ration of 19% dietary protein with 3000 kkal ME/kg, (2) Free choice feed commercial concentrate as a source of protein and ground yellow corn as source of energy. Each feeding treatment replicated in four containing 10 birds each replicate. The trial was carried out until the age of 16 weeks. Bodyweight and food consumption were recorded once every fortnight. The hens were then continued on layer commercial ration of 16% dietary protein with 2800 kkal ME/kg up to about 100 days laying period. Results respectively for birds on complete ration versus (vs) free choice feed were bodyweight gain of 910 vs 703 g/bird (P < 0.05), feed consumption of 2754 vs 2946 g/bird (P > 0.05), energy of 8288 vs 7757 kkal/bird (P > 0.05), protein of 556 vs 328 g/bird (P < 0.05), calcium of 47.36 vs 85.59 g/bird (P < 0.05), phosphorus of 17.07 vs 5.43 g/bird and fcr of 4.14 vs 5.54. Performance of early egg production was not influenced by the grower-developer free choice feeding. Ir it concluded that Wareng chicken for some extent could select feed for dietary energy but not for protein, calcium and phosphorus due to metabolic inhibition by nutrient imbalance in the ingredient served. Key Words: Wareng Chicken, Free Choice Feed, Growth, Performance ABSTRAK Ayam wareng diakui sebagai ayam plasma nutfah di Kabupaten Tangerang Propinsi Banten. Ayam ini merupakan tipe ringan dengan bulu penutup putih. Ayam betina dewasa berbobot kurang dari satu kg dan ayam jantan sekitar 1,1 kg. Ayam betina tidak mengeram dan bertelur diatas 30%. Sampai sejauh ini belum ada informasi mengenai kebutuhan gizinya. Oleh karena itu suatu percobaan pemberian pakan bebas pilih yang dipisahkan sumber protein dari sumber energinya, kiranya dapat memberikan sedikit karakteristik tingkah laku makan. Sebanyak 160 ekor ayam berumur enam minggu terbagi atas dua kelompok perlakuan: 1) Ransum komplit dengan ransum komersial mengandung 19% protein dan 3000 kkal ME/kg, dan 2) Ransum bebas pilih yang terdiri dari konsentrat komersial sebagai sumber protein dan jagung kuning giling sebagai sumber energi. Kedua bahan disajikan terpisah dalam wadah yang berdampingan. Perlakuan terdiri dari empat ulangan berisi 10 ekor ayam per ulangan. Perlakuan diberikan sampai ayam berumur 16 minggu. Bobot badan dan konsumsi ransum diukur setiap dua minggu. Setelah umur 16 minggu ayam betina diberi ransum petelur komersial. Pengamatan kinerja perteluran dini dilakukan selama 100 hari pertama bertelur. Hasil menunjukkan untuk masing-masing kelompok ayam ransum komplit versus (vs) kelompok ayam ransum bebas pilih adalah bobot badan 910 vs 703 g/ekor (P < 0,05), energi 8288 vs 7757 kkal/ekor (P > 0,05), protein 556 vs 328 g/ekor (P < 0,05), kalsium 47,36 vs 85,59 g/ekor (P < 0,05), fosfor 17,07 vs 5,43 g/ekor (P < 0,05), efisiensi ransum (fcr) 4,14 vs 5,54 (P < 0,05). Kinerja perteluran dini tidak terpengaruh oleh pemberian ransum bebas pilih pada masa grower-developernya. Dapat disimpulkan bahwa untuk masa grower-developer ayam Wareng mampu menentukan kebutuhan energinya, meskipun untuk protein, kalsium dan fosfor masih terhambat oleh ketidak seimbangan gizi bahan pakan ransum bebas pilih yang disajikan. Kata Kunci: Ayam Wareng, Pakan Bebas Pilih, Pertumbuhan, Produktifitas
629
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENDAHULUAN Plasmanutfah ayam domestik di Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu telah menjadi perhatian pemerintah. Komisi plasma nutfah nasional dibentuk untuk membangun berbagai upaya melestarikan berbagai macam plasmanutfah yang ada di tanah air. Ayam Wareng Tangerang yang diakui oleh pemerintah daerah kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, merupakan salah satu plasma nutfah ayam domestik yang perlu dilestarikan. Selama ini belum banyak laporan mengenai ayam Wareng Tangerang ini. SUSANTI et al. (2006) dan ISKANDAR et al. (2005) melaporkan bahwa ayam Wareng Tangerang dewasa mempunyai karakteristik lebih kecil dari ratarata ayam Kampung tetapi lebih besar dari ayam kate hias. Bobot jantan dewasa maksimum 1,3 kg dan bobot betina dewasa maksimum 0,8 kg. Warna bulu dominan putih dengan jengger tunggal berwarna kulit kuning dan putih. Menurut SUTOMO (komunikasi pribadi) ayam Wareng Tangerang dewasa hanya mengkonsumsi ransum lengkap rata-rata per hari per ekor 50 – 60 g dan mempunyai besar dan warna telur mendekati besar dan warna telur ayam kampung. Berbedanya ukuran tubuh pada suatu galur ayam akan menentukan kebutuhan gizi untuk mempertahankan hidup dan produktifitas biologisnya. Oleh karena itu penentuan kebutuhan gizi yang lebih tepat dapat mengantarkan kita pada upaya peningkatan efisiensi penggunaan pakan. Berbagai cara untuk mengetahui kebutuhan gizi unggas, diantaranya adalah pemberian ransum bebas pilih (POUSGA et al., 2005). Teknik ini mengandalkan pada kemampuan ayam untuk mengkonsumsi dua atau lebih bahan pakan dalam takaran tertentu berdasarkan kebutuhan individual dan kapasitas produksi. Kemampuan ayam dalam mengkonsumsi bahan pakan secara seimbang pada pemberian berbagai bahan pakan telah dilaporkan oleh banyak
peneliti (EMMANS, 1977; SUMMERS dan LEESON, 1978). CUMMING (1992) melaporkan bahwa pemberian pakan bebas pilih (biji-bijian dengan konsentrat protein dan calcium) pada ayam petelur mempunyai keuntungan finansial terutama untuk usahatani pemeliharaan ayam skala kecil di pedesaan. Tujuan percobaan ini adalah untuk melihat respon pertumbuhan dan konsumsi gizi ayam Wareng dalam masa pertumbuhan dan perkembangan serta kinerja perteluran dini. MATERI DAN METODA Sebanyak 160 ekor ayam Wareng umur 6 minggu jantan dan betina terpisah, dipakai dalam percobaan ini. Ayam dipelihara dalam kandang koloni terbuat dari kawat, berukuran 40 cm x 40 cm dengan tinggi 40 cm. Setiap kandang diisi dengan 8 ekor ayam. Pakan yang dipakai dalam percobaan ini yaitu ransum konsentrat komersial dan jagung giling halus yang diberikan secara terpisah dan ad libitum dalam tempat pakan yang disediakan di depan kandang. Air minum yang dialirkan terus menerus dari kran kedalam pipa paralon setengah lingkaran sepanjang kandang. Kandang-kandang koloni tersebut ditempatkan dalam bangunan beton tertutup cukup ventilasi dan penerangan. Bobot badan dan konsumsi ransum kelompok ulangan ayam diukur seminggu sekali. Kandungan gizi konsentrat, jagung dan pakan komplit dianalisa secara proksimat di laboratorium analisis kimia Balai Penelitian Ternak. Kandungan gizi ransum disajikan pada Tabel 1. Pengamatan dilakukan sampai dengan ayam berumur 16 minggu. Percobaan dilaksanakan dengan mengikuti kaidah rancangan percobaan dengan faktor: dua bentuk pemberian ransum x dua jenis kelamin x empat ulangan dengan 8 ekor ayam setiap ulangan. Data diuji dengan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan pengujian nilai rata-rata dengan uji beda nyata terkecil (STEEL dan TORRIE, 1991).
Tabel 1. Kandungan gizi ransum percobaan hasil analisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ransum Konsentrat komersial Jagung Ransum komplit komersial
630
Protein kasar (%)
Energi kotor (kkal/kg)
Kalsium (% Ca)
Phosphorus (% P)
Air (%)
31,20 7,46 20,15
2555 4375 4017
15,00 0,01 1,72
1,30 0,24 0,62
8,53 12,70 10,97
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, protein dan energi dan efisiensi penggunaan ransum disajikan pada Tabel 2. Pertambahan bobot badan ayam yang diberi ransum komplit nyata (P < 0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum bebas pilih. Sementara konsumsi ransum ayam yang diberi ransum komplit lebih rendah (P > 0,05) dibandingkan dengan konsumsi ransum ayam pada kelompok pemberian ransum bebas pilih. Namun jika dilihat pada konsumsi energi maupun proteinnya, ayam pada ransum komplit mengkonsumsi protein nyata (P < 0,05) lebih tinggi daripada konsumsi ayam pada perlakuan bebas pilih. Konsumsi ransum oleh ayam bebas pilih yang rata-rata 42 g/ekor/hari yang sedikit lebih tinggi dari ayam ransum komplit (39 g/ekor/hari) kelihatannya sudah mencapai kapasitas maksimum saluran pencernaan ayam Wareng atau bisa juga bahwa ayam ransum bebas pilih ini sudah memenuhi kebutuhan protein dan energi yang lebih rendah dari ayam ransum komplit. Persoalannya disini adalah apakah bobot badan yang dicapai pada umur 16 minggu oleh ayam ransum komplit tersebut merupakan bobot badan ideal (910 g/ekor) atau bobot badan ayam ransum bebas pilih (703 g/ekor). Ini tentunya perlu dibuktikan dengan salah satu variabel atau peubah lain seperti keseragaman tubuh ayam
betina dalam rangka mempersiapkan perteluran. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kebutuhan gizi untuk hidup pokok dan produksi versus kecukupan gizi dalam ransum. Sudah teridentifikasi bahwa ayam dapat menentukan kebutuhan pasokan protein dan energi (COWAN dan MICHIE, 1978; MASTIKA dan CUMMING, 1987; SINURAT dan BALNAVE, 1986; SUMMERS dan LEESON, 1979). Penyediaan ransum bebas pilih dengan berbagai bahan pakan tentunya tidak sembarang bahan pakan, akan tetapi yang mengandung cukup kandungan nutrisi dan aroma rasa (flavours) yang disukai ayam (BALOG dan MILLARD, 1989). Oleh karena itu pemberian ransum konsentrat protein (dalam hal ini konsentrat komersial) dan konsentrat energi (jagung) diharapkan dapat memberikan keluasaan bagi ayam untuk dapat mengatur konsumsinya sesuai dengan kebutuhan untuk hidup pokok dan produksinya. Namun pengaturan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan kalsium (HUGHES, 1979), fosfor (HOLCOMBE et al., 1976), seng (HUGHES dan DEWAR, 1971; KIRCHGESSNER et al., 1990) terlihat pula pada ayam. Informasi ini memang menjadi komplek, sehingga ayam akan memilih yang paling utama (energi dan protein), namun besar kemungkinan pula ayam akan berhenti makan apabila terdapat flavours yang tidak disukai dan ketidakseimbangan gizi lain.
Tabel 2. Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, protein dan energi dan efisiensi ransum ayam Wareng yang diberi ransum bebas pilih umur 6 – 16 minggu
Ransum (R) Komplit Bebas pilih LSD(0,05) Sex (S) Jantan Betina LSD(0,05) Interkasi RxS
Pertambahan bobot badan g/ekor
Konsumsi ransum g/ekor
Konsumsi protein g/ekor
Konsumsi energi kal/ekor
Konsumsi Kalsium g/ekor
Konsumsi Fosfor g/ekor
Mati %
910a1) 703b 117
2754a 2946a 319
556a 328b 53
8288a 7757a 959
47,36b 85,59a 15,07
17,07a 5,43b 1,29
10,31a 5,45a 7,76
910a 703b 117
2829a 2519a 319
477a 407b 53
8423a 7622a 959
76,38a 56,57b 15,07
11,84a 10,66a 1,29
8,89a 6,88a 7,76
tbn
tbn
tbn
tbn
Tbn
tbn
Tbn
Nilai dengan tanda superscript yang sama, secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05) tbn = tidak berbeda nyata (P > 0,05)
631
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Ayam Wareng ransum bebas pilih mengkonsumsi kalsium (85,59 g/ekor) hampir dua kali lipat (P < 0,05) konsumsi kalsium dari ayam Wareng ransum komplit (47,36 g/ekor). Namun sebaliknya konsumsi fosfor (5,43 g/ekor) tiga kali lipat lebih rendah (P < 0,05) pada ayam ransum komplit (17,07 g/ekor). Besar kemungkinan perbedaan ini menyebabkan ayam ransum bebas pilih menunjukkan pertumbuhan, efisiensi ransum, efisiensi energi, dan efisiensi kalsium (Tabel 3) yang lebih rendah dari ayam ransum komplit, tetapi tidak dengan efisiensi protein. Tingginya efisiensi protein dan efisiensi fosfor pada ayam ransum bebas pilih besar kemungkinan hampir seluruh protein yang dikonsumsi dimanfaatkan oleh tubuh ayam, sementara pada ransum komplit ada kemungkinan kelebihan pasokan, seperti yang terlihat pada rasio energi: protein dan rasio kalsium: fosfor yang lebih rendah (P < 0,05) (Tabel 3). Satu ukuran kualitas ransum adalah rasio kandungan energi terhadap proteinnya (E/P ratio). Rasio E/P intake ransum pada ayam ransum bebas pilih (24) lebih tinggi daripada ayam ransum komplit (14,89) dan berada pada rasio E/P ransum normal, seperti yang dilaporkan oleh HUSSEIN et al. (1996) untuk ayam dara ras petelur. Ketidak terpenuhan gizi tubuh disebabkan salah satunya oleh kualitas bahan pakan yang
disajikan, terutama keseimbangan asam amino (CRUZ et al., 2005), sehingga diduga konsentrat yang diberikan pada ransum bebas pilih diduga (tidak dilakukan analisis kimiawi) tidak mengandung asam amino yang seimbang. Selain energi dan protein, ayam mampu mengatur kebutuhan kalsium (HUGES, 1979 dan HOLCOMBE et al., 1975) dan fosfor (HOLCOMBE et al., 1976). Dari hasil analisis kimiawi, konsentrat yang diberikan dalam percobaan ini tidak mempunyai keseimbangan kalsium dan fosfor (Tabel 1). Dalam hal ini terlihat pula pada imbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor yang tinggi (15,60) untuk ransum bebas pilih dibandingkan dengan ransum komplit (2,77). Ayam jantan menunjukkan superioritas performannya dari ayam betina seperti yang sudah diduga sebelumnya. Pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan peubah-peubah lainnya untuk ayam jantan lebih tinggi daripada untuk ayam betina (Tabel 2 dan 3). Setelah perlakuan bebas pilih dihentikan pada umur 16 minggu, ayam kemudian diberi ransum developer komersial Gold Coin 104 crumble (protein kasar 15 – 16%, energi 2850 kkal ME/kg) sampai umur 18 minggu. Selanjutnya ransum petelur komersial Gold Coin 105 crumbel, kemudian diberikan. Pengaruh perlakuan ransum bebas pilih terhadap produksi telur disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Rataan efisiensi nutrisi ayam Wareng yang diberi ransum bebas pilih umur 6 – 16 minggu Perlakuan
Efisiensi ransum (FCR)
Energi efisiensi rasio (EFR)
Protein efisiensi rasio (PER)
Energi protein rasio (EPR)
Kalsium efisiensi rasio (KER)
Fosfor efisiensi rasio (FER)
Kalsium fosfor rasio (KFR)
4,14b1)
9,23a
0,62a
14,89b
0,07b
0,03a
2,77b
b
a
a
b
Ransum (R) Komplit Bebas pilih
a
a
5,54
11,18
0,47
24,00
0,01
15,60a
LSD(0,05)
0,41
0,75
0,04
1,39
0,012
0,003
1,86
Jantan
4,41b
9,43b
0,52b
18,56b
0,13a
0,02a
10,44a
Betina
5,26a
10,98a
0,57a
20,33a
0,09b
0,02a
7,93b
LSD(0,05)
0,41
0,75
0,04
1,39
0,011
0,003
1,86
Tbn2)
Tbn
tbn
tbn
tbn
tbn
tbn
0,15
Sex (S)
Interkasi RxS
Nilai dengan tanda superscript yang sama, secara statistic tidak berbeda nyata (P > 0,05) tbn = tidak berbeda nyata (P > 0,05)
632
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Pertambahan bobot ayam pada saat pertama bertelur dari ayam yang mendapat ransum komplit (883 g/ekor) lebih tinggi daripada ayam ransum bebas pilih (846 g/ekor), namun tidak berbeda nyata (P > 0,05). Besar kemungkinan kondisi ini disebabkan oleh adanya suatu mekanisme kompensasi pertumbuhan (compensatory growth) selesai perlakuan (LEESON dan SUMMERS, 1991). Namun dari keseragaman (uniformity) tubuh dan umur pertama bertelur (Tabel 5) ayam pada ransum bebas pilih menunjukkan keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam pada ransum komplit. Pemberian ransum bebas pilih pada masa developer ini kelihatannya memberikan suatu keuntungan dalam membentuk ayam yang lebih seragam, seperti yang diupayakan pada pemeliharaan ayam breeder (SINGH, 1999) dan pada ayam pedaging (ROSASRIO, 1999). Peubah yang menjadi tolok ukur kinerja masa bertelur dini untuk kedua kelompok ayam perlakuan, tidak berbeda nyata (P > 0,05). Masing-masing untuk ayam kelompok ransum komplit versus kelompok ayam ransum bebas pilih disajikan pada Tabel 4. Bagaimanapun juga metoda ransum bebas pilih ini masih bisa diandalkan terutama untuk mengukur kebutuhan gizi ayam dengan mangandalkan kemampuan ayam dalam
menseleksi pakan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Seperti pada kasus ayam Wareng ini, ditunjukkan bahwa selama pengamatan 70 hari (umur 6 – 16 minggu), ayam hanya mengkonsumsi ransum rata-rata 40 g/ekor/hari dengan konsumsi energi 115 kkal/ekor/hari dan protein 7,9 g/ekor/hari untuk ayam ransum komplit dan 4,7 g/ekor/hari untuk ayam ransum bebas pilih. Informasi ini dapat selanjutnya dipakai untuk patokan formulasi ransum optimal. Namun percobaan ini masih menunjukkan kelemahan yaitu pada perlakuan ransum bebas pilih yang sebaiknya diperbaiki dengan memperhitungkan terlebih dahulu keseimbangan gizi bahan yang akan disajikan, sehingga data yang diperoleh dari pemberian ransum bebas pilih dengan bahan-bahan yang mempunyai kandungan gizi relatif seimbang. KESIMPULAN Ayam Wareng umur 6 – 16 minggu mampu mengatur kebutuhan energinya, namun untuk protein, kalsium dan fosfor terhambat oleh ketidak seimbangan kalsium dan fosfor dalam konsentrat komersial yang disajikan. Pemberian ransum bebas pilih pada ayam Wareng umur 6 – 16 minggu tidak mempengaruhi kinerja produksi telur dini.
Tabel 4. Rataan bobot badan pertama bertelur, umur pertama bertelur, bobot telur pertama, dan produksi telur selama masa produksi 100 hari ayam Wareng yang diberi ransum bebas pilih pada umur 6 – 16 minggu Perlakuan Komplit Bebas pilih LSD (0,05)
Bobot badan pertama bertelur g/ekor 883a 846a 62
Bobot telur pertama g/butir 23,2a 22,7a 1,8
Produksi telur butir/ekor 36,7a 33,3a 9,9
Umur pertama bertelur hari/ekor 153,6a 143,5a 12,5
Nilai dengan tanda superskript yang sama, secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05) tbn = tidak berbeda nyata (P > 0,05) Tabel 5. Sebaran bobot badan pertama bertelur dan umur pertama bertelur ayam Wareng yang diberi ransum bebas pilih pada umur 6 – 16 minggu Peubah Rata-rata ± sb1) Minimum Maximum
Bobot badan pertama bertelur g/ekor Komplit Bebas pilih 846 ± 95 883 ± 129 (cv = 11,23%) (cv2) = 14,61%) 598 624 1068 980
Umur pertama bertelur hari/ekor Komplit Bebas pilih 154 ± 26 143 ± 18 (cv = 16,88%) (cv = 12,58%) 137 108 237 183
sb = simpangan baku; cv = koefisien variasi
633
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ini kami sampaikan kepada Pak Armin Sutomo atas bantuan penyediaan ayam Wareng dan Bapak Kusnan, staf Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang, Banten atas keterangan mengenai keberadaan ayam Wareng di Tangerang. DAFTAR PUSTAKA BALOG, J.M. and R.J. MILLARD. 1989. Influence of the sense of taste on broiler chick feed consumption. Poult. Sci. 68: 1519 – 1526. COWAN, P.J. and W. MICHIE. 1978. Environmental temperature and broiler performance: The use of diets containing increasing amount of protein. Brit. Poult. Sci. 19: 601 – 605 CRUZ, V.C., A.C. PEZZATO, J.C. GONCALVES and J.R. SARTORI. 2005. Effect of free choice feeding on the performance and ileal digestibility of nutrients in broilers. Rev. Bras. Cienc. Avic 7(3) http://www.scielo.br/scielo.php?script= sci_arttext&pid=S1516-635x2005000300002 (26 Juni 2006). CUMMING, R.B. 1992. The advantage of free choice feeding for village chicken. In proceedings of XIX World’s Poultry Congress, Amsterdam, P525 – P427. EMMANS G.C. 1977. The nutrient intake of laying hens given a choice of diets in relation to their production requirements. Brit. Poult. Sci. 18: 227 – 250. HOLCOMBE, D.J., D.A. ROLAND and R.H. HARMS. 1975. The ability of hens to regulate phosphorus intake when offered diets containing different levels of phosphorus. Poultry Science 55: 308 – 317.
HUSSEIN, A.S., A.H. CANTOR, A.J. PESCATORE and T.H. JOHNSON. 1996. Effect of dietary protein and energy levels on pullet development. Poult. Sci. 75:973 – 978. ISKANDAR S., T. SUSANTI, S. SOPIYANA, E. WAHYU, R. HERNAWATI dan E. MARDIAH. 2006. Evaluasi Performans Ayam Wareng, Pembekuan Semen Ayam Kampung, Eksplorasi dan Koleksi Ayam Lokal Lainnya. Laporan Hasil Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. KIRCHGESSNER, R., U. STEINRUCK and R.X. ROTH. 1990. Selective zinc intake in broilers. J. Anim. Physiol. Anim. Nutr. 64: 250 – 260. LEESON, S. and J.D. SUMMERS. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books, Guelp, Ontario Canada. pp. 160. MASTIKA, M. and R.B. CUMMING. 1987. Effect of previous experience and environmental variation on the performance and pattern of feed intake of choice fed and complete feed broiler. Recent Advance in Animal Nutrition in Australia. FARRELL, D.J. (Ed.). University of New England, Armidale NSW. Pp. 260 – 282 POUSGA S., H. BOLY and B. OGLE. 2005. Choice feeding of poultry: a review. Livestock Research for Rural Development, 17(4). Art. # 45. Retrieved March 16, 2006 from http://www.cipav.org.co/lrrd17/4/pous17405.h tm. ROSASRIO, K.J. 1999. Broiler uniformity. Poult. Int. 38(10): 26 – 32. SINGH, K.B. 1999. Bodyweight uniformity and breeder productivity. Poult. Int. 38(14): 54 – 58 SINURAT, A.P. and D. BALNAVE, 1986. Free choice feeding at high temperature. Brit. Poult. Sci. 29: 557 – 584.
HOLCOMBE, D.J., D.A. ROLAND and R.H.HARMS. 1976. The ability of hens to regulate calcium intake when given a choice of diet containing two levels of calcium. Poult. Sci. 54: 552 – 561.
STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. hlm. 455 – 470.
HUGHES, B.O. and W.A. DEWAR. 1971. A specific appetite for zinc-depleted domestic fowls. Brit. Poult. Sci. 12: 255 – 258
SUMMERS J.D. and S. LEESON. 1978. Dietary selection of protein and energy by broiler. Brit. Poult. Sci. 19: 425 – 430.
HUGHES, B.O. 1979. Appettite for specific nutrients. In: Food Intake Regulation in Poultry. BOORMAN, K.N. and B.M. FREEMAN (Eds.). Brit. Poult. Sci. Ltd. Edinburgh. pp. 141 – 169.
SUSANTI T., S. ISKANDAR dan S. SOPIYANA. 2006. Karakteristik kualitatif dan ukuran-ukuran tubuh ayam Wareng. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor (inpress).
634