PENGARUH LAMA WAKTU ADSORPSI TERHADAP KADAR TIMBAL PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DENGAN MENGGUNAKAN ARANG SEKAM PADI
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH PRAMUDITA HITA SARI NIM 12.032
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2015
PENGARUH LAMA WAKTU ADSORPSI TERHADAP KADAR TIMBAL PADA KERANG BULU (Anadara antiquata) DENGAN MENGGUNAKAN ARANG SEKAM PADI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D-3 bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH PRAMUDITA HITA SARI NIM 12.032
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2015
PERSEMBAHAN Dengan segala kerendahan hati kuucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan jasmani dan rohani, sehingga aku dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya Tulis Ilmiah ini kupersembahkan kepada orang – orang yang kusayang dan banyak membantuku dalam menyelesaikannya, mereka adalah : 1.
Kedua orang tuaku yang sangat aku sayangi, yang telah memberikan dukungan moril maupun materil, serta tak pernah putus doanya untukku.
2.
Adikku tersayang, Restu Ade Santosa yang turut meramaikan suasana hatiku setiap hari.
3.
Dosen pembimbingku, Ibu Ambar Fidyasari, S.TP.MP. yang telah membantu dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
4.
Teman – teman Akafarma 2012 yang telah menemaniku selama ini, Nomi. Torihoran, Disacikita P. Edhelwaise, Syafura, Ratih pitaloka, Pungkas Nur Halima Dian Asepta, serta pihak – pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat aku sebutkan satu per satu. Terima kasih atas semua yang telah diberikan kepadaku selama ini, sehingga aku dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya.
ABSTRAK
Hita Sari, Pramudita. 2015. Pengaruh lama waktu Adsorpsi Terhadap Kadar Timbal Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Dengan Menggunakan Arang Sekam Padi. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing: Ambar Fidyasari, S.TP.MP.
Kata kunci : Sekam padi, Timbal (Pb), Kerang Bulu, ICP-AES
Sekam padi merupakan limbah hasil penggilingan atau penumpukan gabah untuk memperoleh beras. Arang Sekam padi telah digunakan untuk menyerap logam – logam berat dalam air. Salah satu logam berat yang potensial mencemari pantai atau laut dan dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat atau kehidupan biota lainnya adalah Timbal. Kerang merupakan salah satu biota yang mudah terakumulasi oleh logam berat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama waktu adsorpsi terhadap kadar timbal pada kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan arang sekam padi. Sekam padi sebelum dipakai direndam terlebih dahulu dengan menggunakan NaOH 3 % selama 3 hari. Setelah itu dicuci, dikeringkan dan dihancurkan sampai ukuran 40 mesh. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PT SASA INTI. Alat yang digunakan dalam mendeteksi kandungan timbal dalam kerang menggunakan Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu yang diberikan maka kadar timbal (Pb) dalam kerang bulu yang teradsorpsi semakin meningkat. Kesimpulan dari penelitian ini lama waktu yang diberikan pada pemberian arang sekam padi dengan berbagai waktu perendaman dapat memberikan pengaruh adsorpsi terhadap kadar Pb.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Lama Waktu Adsorpsi Terhadap Kadar Timbal Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Dengan Menggunakan Arang Sekam Padi” ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D-3 di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak sebagai berikut. 1.
Dra. Wigang Solandjari selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.
2.
Ibu Ambar Fidyasari, S.TP.MP selaku dosen pembimbing.
3.
Ibu Ayu Ristamaya Yusuf, A.Md, S.T. selaku dosen penguji.
4.
Ibu Dyah Ratna Wulan, S.Si. selaku dosen penguji.
5.
Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang beserta staf.
6.
Orang tua tercinta yang telah memberikan dorangan secara spiritual materil serta restunya dalam menuntut ilmu.
7.
Rekan – rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung/ tak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis.
ii
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, saran – saran sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat.
Malang, Agustus 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LUAR .................................................................................... i HALAMAN JUDUL DALAM .............................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................. Ошибка! Закладка не определена. ABSTRAK .............................................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix BAB IPENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah. ....................................................................................... 5
1.3
Tujuan Penelitian. ........................................................................................ 5
1.4
Manfaat Penelitian. ...................................................................................... 5
1.5
Asumsi penelitian ......................................................................................... 6
1.6
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah.................................................. 6
1.7
Definisi Istilah .............................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8 2.1
Logam Berat ................................................................................................. 8
2.2
Kerang Bulu (Anadara antiquata) ............................................................. 17
2.3
Sekam padi ................................................................................................. 19
2.4
Spektroskopi............................................................................................... 27
2.5
Kerangka Teori........................................................................................... 40
2.6
Hipotesisnya. .............................................................................................. 43
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 44 3.1
Rancangan Penelitian. ................................................................................ 44
3.2
Populasi dan Sampel. ................................................................................. 45
3.3
Lokasi dan Waktu Penelitian. .................................................................... 45
3.4
Definisi Operasional Variabel. ................................................................... 45
3.5
Instrument Penelitian. ................................................................................ 46
iv
3.6
Pengumpulan Data. .................................................................................... 47
3.7
Analisis Data .............................................................................................. 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 52 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 60 5.1
Kesimpulan ................................................................................................ 60
5.2
Saran ........................................................................................................... 60
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 61 Lampiran ............................................................................................................... 64
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konsentrasi Beberapa Logam Dalam Air laut dan Air Sungai Secara Alami…………………………………………………………………..9 Tabel
2.2
Standar
Konsentrasi
Logam
Dalam
Air
Sungai
yang
Direkomendasikan…………………………………………………….10 Tabel 2.3Komposisi Kimia Sekam Padi menurut Suharno (1979)……………...22 Tabel 2.3 Komposisi Kimiawi Sekam Padi menurut DTC-IPB…………………22 Tabel 3.4 Variabel Penelitian…………………………………………………….45 Tabel 3.4 Definisi Operasional variabel………………………………………….46 Table 4.1. Hasil Organoleptis Pada Arang Sekam Padi…………………………54 Tabel
4.2.
Hasil
Organoleptis
pada
kerang
bulu(Anadara
antiquata)………………………………………………………………………...55 Tabel 4.4. Adsorpsi Terhadap Kadar Pb pada Kerang Bulu Setelah diberi Perlakuan
Arang
Sekam
Padi……………………………………………………………………………….56
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Morfologi Kerang bulu(Anadara antiquata)………………………..17 Gambar 2.5 Skema alat ICP AES Plasma ………………………………………32 Gambar 4.1 Hasil Adsorpsi Kadar Pb dari Selang Waktu………………………57
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Pembuatan Arang Sekam Padi………………………………………64 Lampiran Pengambilan Sampel di Kenjeran Surabaya…………………………66 Lampiran Kerang Bulu yang di belah dari cakangnya………………………….66 Lampiran Kerang Bulu tanpa Perlakuan……………………………………….67 Lampiran Kerang Bulu diberi Perlakuan Arang Sekam Padi………………….67 Lampiran Hasil Analisis Uji One-Way Anova………………………………….68 Lampiran Alat Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICPAES)…………………………………………………………………………….69 Lampiran Hasil analisia ICP-AES……………………………………………...69
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan pabrik – pabrik besar di kota – kota besar di Indonesia. Perkembangan yang sangat pesat tersebut, juga memberikan efek buruk bagi manusia karena terjadinya pencemaran. Dampak dari pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh residu dan limbah dari proses kegiatan industri – industri besar. Salah satunya limbah industri kimia besar, limbah industri pertambangan, limbah industri kertas dan kegiatan – kegiatan manusia lainnya yang dibuang ke perairan. Pencemaran adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pencemaran
berpengaruh pada berbagai segi
kehidupan baik dari segi biologis, kimia dan fisika. Perubahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainnya. Pencemaran terjadi apabila terdapat gangguan dalam daur materi yaitu apabila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan zat tersebut (Anonymous, 2001). Pencemaran merupakan penambahan bermacam – macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungannya. Salah satu jenis sumber pencemaran atau limbah adalah logam berat.Logam berat merupakan salah satu bahan pencemaran yang berbahaya 1
2
karena bersifat toksik jika dalam jumlah besar dan mempengaruhi berbagai aspek dalam perairan baik aspek ekologis maupun aspek biologi (Umar, 2001). Logam – logam yang mencemari perairan laut banyak jenisnya, diantaranya seperti Pb, Hg, Cu, Cd, dan Zn yang memilki tingkat bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lain karena bersifat toksik atau racun. Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh, dan tidak dapat dihancurkan akan tetapi tetap tinggal di dalam tubuh hingga nantinya dibuang melalui proses eksresi. Salah satu logam berat yang potensial mencemari sungai maupun pantai atau laut dan dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat atau kehidupan hewan juga biota lainnya adalah Timbal atau Plumbum (Widowati dkk, 2008).Timbal (Pb) termasuk salah satu zat kimia berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan bila masuk ke dalam tubuh manusia. Menurut Palar (2008), gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh keracunan Timbal (Pb) seperti gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi atau susunan syaraf, gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf dan gangguan fungsi paru – paru. Salah satu sumber makanan yang rawan terakumulasi oleh logam berat timbal (Pb) adalah makanan laut seperti kerang, udang, ikan, siput, dll. Di Indonesia pencemaran timbal (Pb) mulai terlihat pada tahun 1992 di perairan kenjeran Surabaya, dimana kawasan pantai kenjeran menunjukkan kandungan timbal (Pb) dalam tubuh ikan – ikan, udang, kerang melebihi ambang batas kesehatan untuk dikomsumsi (Ananto,2002).
Pantai kenjeran Surabaya
merupakan wilayah pesisir Jawa Timur yang menjadi muara sungai – sungai di
3
wilayah perkotaan. Surabaya merupakan kota industri yang maju pesat, dengan dampak tidak lepas dari permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas industri tersebut. Ada banyak perusahaan besar di Surabaya membuang limbahnya di sungai yang akhirnya akan mengalir ke pantai kenjeran. Hal ini menyebabkan terjadinya pencemaran logam berat di perairan Pantai Kenjeran (Arief, 2005). Menurut Arief (2005) ikan laut hasil tangkapan di Pantai Kenjeran mengandung logam berat timbal (Pb) dengan konsentrasi bervariasi tapi masih di bawah ambang batas konsentrasi timbal yang diperbolehkan pada makanan sebesar 1 ppm (BPOM,2009). Namun karena pencemaran logam berat bersifat akumulatif, maka saat ini ada kemungkinan konsentrasi timbal ikan laut dari perairan Kenjeran semakin tinggi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa paparan timbal dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan kognitif dan perilaku anak (Roma-Torres et al.,2007, Apostoli et al.,2005). Makanan laut seperti kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu hewan perairan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai lapisan karena memiliki nilai gizi yang tinggi yaitu protein dan mineral. Kerang bulu merupakan kelas molluska yang mempunyai bentuk cembung secara lateral dan mempunyai cangkang dengan dua belahan, dan engsel di dorsal, yang menutup seluruh tubuh. Kerang bulu sebagai biomonitoring karena jenis kerang tersebut hidup menetap (sessil), organisme penyaring makan (filter feeder) dan mempunyai sifat mengakumulasi bahan – bahan pencemar seperti pestisida, hidrokarbon, logam berat dan lain – lain kedalam jaringan tubuh. Selain itu kerang hidup di daerah intertidal juga merupakan organisme yang eurihaline (organisme yang mampu hidup pada kisaran lebar salinitas). Logam berat dapat masuk
4
kedalam tubuh kerang melalui saluran pernapasan dan pencernaan.Oleh karena itu, jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran logam dalam lingkungan perairan (Darmono, 2001). Secara garis besar ada cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencemaran perairan oleh logam berat,salah satunya dengan memanfatkan sekam padi. Sekam padi selama ini pemanfaatannya di Indonesia sangat terbatas pada produk – produk yang tidak bernilai ekonomi tinggi, antara lain sebagai media tanaman hias, pembakaran untuk memasak, makanan ternak, pembuat kertas dan pupuk organik. Penggunaan sekam padi yang merupakan limbah dari hasil pertanian dapat dimanfaatkan sebagai penyerap logam berat seperti Timbal (Pb). Sekam padi merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silica atau SiO2 yang tinggi (Ismail and Waliuddin,1996). Limbah sekam padi yang cukup banyak di segala tempat di sekitar penggilingan padi dan pemanfaatan limbah tersebut yang masih terbatas. Bahkan sekam padi merupakan limbah pertanian yang menjadikan beban bagi petani. Limbah sekam padi yang kurang dimanfaatkan dibakar hingga menjadi abu. Abu sekam padi dapat digunakan sebagai absorben karena merupakan material berpori juga mempunyai gugus aktif yaitu Si-O-Si dan Si-OH (Setyaningtyas, 2005). Melihat manfaat sekam padi sebagai penyerap logam berat maka pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama waktu adsorpsi kadar Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan arang sekam padi. Penentuankadar Timbal (Pb) dalam kerang bulu (Anadara antiquata) yang berasal
5
dari kali Surabaya menggunakan metode Alat Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES).
1.2 Rumusan Masalah. Bagaimanakah pengaruh lama waktu adsorpsi terhadap kadar timbal pada kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan arang sekam padi?
1.3 Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu adsorpsi kadar timbal pada kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan arang sekam padi.
1.4 Manfaat Penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1.4.1 Manfaat bagi intansi 1. Sebagai masukan untuk menambah informasi serta digunakan sebagai bahan acuan tambahan referensi pada penelitian selanjutnya. 2. Dapat dijadikan bahan kajian untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat bagi peneliti. Meningkatkan pengetahuan peneliti dan menambah masukan pengetahuan mengenai pengaruh lama waktu adsorpsi terhadap kadar timbale pada kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan arang sekam padi. 1.4.3 Manfaat bagi masyarakat.
6
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang abu sekam padi sebagai penurun logam berat pada kerang bulu.
1.5 Asumsi penelitian Dalam penelitian ini, peneliti memiliki asumsi ada banyak makanan laut yang dihasilkan di perairan Surabaya, namun peneliti ini memilih kerang bulu sebagai indikator karena jenis kerang tersebut hidup menetap (sessil), organisme penyaring makan (filter feeder) dan mempunyai sifat mengakumulasi bahan – bahan pencemar seperti logam berat dan lain – lain kedalam jaringan tubuh.
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah 1.6.1 Ruang Lingkup. Ruang lingkup dalam penelitian ini pengambilan kerang bulu dipantai kenjeran Surabaya kemudian diaplikasikan dengan arang sekam padi sebagai penyerap logam pengujian kadar logam di identifikasi dengan Alat Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES) untuk mengetahui pengaruh lama waktu terhadap adsorpsi pada kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan arang sekam padi.
1.6.2 Keterbatasan Masalah. Keterbatasan masalah dalam penelitian ini adalah sampel kerang bulu tidak dapat diambil secara langsung, yang didapatkan di para nelayan di sekitar pantai kenjeran Surabaya. Sampel kerang bulu tidak dilakukan pengujian awal terhadap kadar Pb.
7
1.7 Definisi Istilah 1.
Timbal (Pb) merupakan suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C.
2.
Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES) merupakan alat untuk analisa unsur logam dalam suatu bahan.
3.
Sekam padi merupakan lapisan keras, kasar dan berwarna cokelat keemasan yang membungkus butir beras yang dari proses penggilingan gabah menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan.
4.
Arang sekam padi merupakan hasil proses pembakaran tak sempurna dari sekam padi yang menjadi karbon (arang).
5.
Kerang bulu (Anadara antiquata) merupakan salah satu hewan lunak (mollusca) kelas pelecypoda yang mempunyai cangkang yang keras dan berbulu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Logam Berat 2.1.1 Pengertian Logam Berat Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Dalam tubuh makhluk hidup logam berat termasuk dalam mineral “trace” atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit. Beberapa mineral trace adalah esensial karena digunakan untuk aktivitas kerja sistem enzim misalnya seng (Zn), tembaga, (Cu), besi (Fe), dan beberapa unsur lainnya seperti kobalt (Co), mangan (Mn), dan beberapa lainnya. Beberapa logam bersifat nonesensial dan bersifat toksik terhadap makhluk hidup misalnya: merkuri (Hg), cadmium (Cd), dan timbal (Pb) (Darmono, 2001). Menurut mulyanto dkk, 1993, dalam Hidayat, 2003 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan logam berat adalah logam berat yang mempunyai densitas > 5 gr/cm3. Sifat dari logam berat yaitu beracun, terakumulasi dalam tubuh organisme, sulit mengalami degradasi. Logam dalam jaringan organisme akuatik dibagi menjadi dua tipe utama yaitu logam tipe kelas A, seperti Na, K, Ca, dan Mg, yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada larutan garam berbentuk ion hidrofilik. Logam kelas B,
8
9
seperti Cu, Zn, dan Ni, yang merupakan kovalen san jarang berbentuk io bebas, disamping itu juga ada Cd, Hg, dan Pb yang bersifat toksik. Metabolisme logam kelas B tersebut berbeda dengan kelas A. logam kelas B tersebut bila masuk ke dalam sel hewan biasanya selalu proposional dengan tingkat konsentrasi logam dalam air sekitarnya, sehingga logam dapat dengan adanya ligan dalam sel (Mason, 1984, dalam Darmono, 2001). Keberadaan logam berat di lingkungan dapat berasal dari dua sumber pertama berasal dari alam dengan kadar di biosfer yang relatif kecil. Keberadaan logam berat secara alami tidak membahayakan lingkungan. Kedua, dari antropogenik dimana keberadaan logam berat tersebut diakibatkan oleh aktivitas manusia, misalnya limbah industry pelapisan logam, pertambangan, cat, pembuangan zat kendaraan bermotor, serta barang-barang bekas seperi baterai, kaleng dan lain sebagainya (Lubis dkk dalam Hidayat, 2003).
2.1.2 Mekanisme Penyerapan Logam Berat Pada Makhluk Hidup Menurut Darmono (2001), Cakrawala (2005) logam masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu melalui saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Adsorpsi logam melalui saluran pernafasan biasanya cukup besar, baik pada hewan air yang masuk melalui insang maupun hewan darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernafasan. Tabel 2.1 : Konsentrasi Beberapa Logam Dalam Air laut dan Air Sungai Secara Alamiah Logam
Air Laut (μg/L)
Air Sungai (μg/L)
10
Logam Ringan (makro) K
392.000
2300
Na
10800.000
6300
Ca
411.000
15000
Mg
1290.000
4100
As
2,3
2
Cd
0,11
Tt
Cr
0,2
1
Cu
2
7
Fe
3,4
670
Pb
0,03
3
Hg
0,15
0,07
Ni
2,0
0,3
Ag
0,28
0,3
Zn
2,0
20
Logam berat (mikro)
Waldichuk (1974),dalam Darmono (2001)
Tabel 22: Standar Konsentrasi Logam Dalam Air Sungai yang Direkomendasikan Logam
Simbol
Standar (mg/l)
Besi
Fe
5,0
Mangan
Mn
0,5
11
Cadmium
Cd
0,01
Krom
Cr
0,05
Nikel
Ni
0,10
Timbale
Pb
0,10
Seng
Zn
5,0
Merkuri
Hg
0,001
Palupi (1994), dalam Darmono (2001)
Adsorpsi melalui saluran pencemaran hanya beberapa persen saja tetapi jumlah logam yang masuk saluran pencernaan biasanya cukup besar walaupun absorbsinya relative kecil. Dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi oleh darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam organ detoksifikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Di dalam kedua jaringan tersebut biasanya logam juga berkaitan dengan berbagai jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut metaloenzim. Biasanya kerusakan jaringan oleh logam terdapat pada beberapa lokasi baik tempat masuknya maupun tempat penimbunannya. Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam ini dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme). Adanya gangguan tersebut, sel akan mengalami kerusakan yang tingkatannya berbeda – beda untuk jenis sel yang berbeda, meskipun penyebabnya sama. Kerusakan sel ini akan diikuti oleh dua kemungkinan, yang pertama adalah
12
mengalami survival, namun akan tetap mengurangi umur sel dan kedua, sel akan mengalami kematian, meskipun kelihatan normal morfologinya. Ogilivie (1951), dalam Mulyanto dan Zakiyah, Umi (1997) menyatakan bahwa sel yang mengalami degenerasi akan mengalami fase sebagai berikut: 1.
Fase pembengkakan kabur, sel kelihatan membengkak termasuk nukleusnya karena adanya cairan batas lebih, membuat mudah mengalami disintegrasi bila terkena tekanan, mangandung banyak granula yang berasal dari mitokondria, bentuknya irregurel, dan tidak merata.
2.
Fase pelemakan. Di dalam sel terdapat akumulasi gumpalan lemak, yang pada preparat dengan pewarnaan HE akan meninggalkan bulatan kosong berwarna kuning kusam. Nucleus menghitam akibat adanya butiran kasar. Basofil terkadang ketepi dinding sel oleh gumpalan lemak, kromatin mengkerut (Piknosis).
3.
Fase Nekrosis. Nucleus sel yang sudah mengalami piknosis berlanjut mengalami karioreksis, yaitu pecahnya nucleus menjadi butir – butir kecil hitam yang akhirnya mengalami proses kariolisis, yaitu pecahan nucleus tadi.
4.
Fase Kalsifikasi, fase ini terjadi setelah sel mati dan hancur biasanya akan menjadi garam kapur. Satu – satunya jaringan yang mengikat garam kapur ini adalah matriks kartilagenous. Kapur tersebut terdeposit secara terus menerus pada jaringan sebagai akibat adanya penyakit. Logam yang tidak esensial bereaksi pada tingkat yang bermacam –
macam dan cenderung berkumpul di dalam tubuh, karena perolehan logam dalam konsentrasi yang sangat rendah sekalipun tetapi secara terus menerus
13
akanmenyebabkan pengaruh penurunan kesehatan yang dapat mengakibatkan penyakit kronis (Cakrawala, 2005).
2.1.3 Pengertian Timbal (Pb). Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan dengan timbal (Pb). Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C. Pada suhu 550-600°C. Timbal (Pb) menguap dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 1994).
2.1.4 Sifat Logam Timbal (Pb). Timbal adalah logam berwarna abu – abu kebiruan, mengkilap, dapat ditempa, konduktor listrik yang buruk, tahan karat dan tahan korosi. Logam ini mudah larut dalam asam nitrat yang pekatnya (8 M) dan terbentuk nitrogen oksida (Svehla, 1979). Untuk menurunkan kadar Pb dengan menambahkan NaOH akan terjadi reaksi : Pb++
+
2NaOH
→
Pb(OH)2 putih
↓
+
2Na+
14
Menurut (Pujiastuti,dkk 2008). Timbal (Pb) banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya sebagai berikut (Fardiaz, 1992): 1.
Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
2.
Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk.
3.
Titik lebur rendah, hanya 327,5 derajat Celcius.
4.
Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.
5.
Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.
6.
Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal (Pb) yang murni.
7.
Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri.
2.1.5 Kegunaan Timbal (Pb): 1.
Digunakan dalam pembuatan kabel telepon.
2.
Digunakan dalam baterai.
3.
Sebagai pewarnaan cat.
4.
Sebagai pengkilapan keramik dan bahan anti api.
5.
Sebagai additif untuk bahan bakar kendaraan.
15
2.1.6 Efek Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan. Paparan bahan tercemar Timbal (Pb) dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut: 1. Gangguan neurologi. Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh timbal (Pb) dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma.Pada anak-anak dapat menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer.
2. Gangguan terhadap fungsi ginjal. Logam berat timbal (Pb) dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.
3. Gangguan terhadap sistem reproduksi. Logam berat timbal (Pb) dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat timbal (Pb) mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak – anak sangat peka terhadap paparan timbal (Pb) di udara. Paparan timbal (Pb) dengan kadar yang rendah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ.
16
4. Gangguan terhadap sistem hemopoitik. Keracunan timbal (Pb) dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA (Amino Levulinic Acid) urine. Pada anak–anak juga terjadi peningkatan ALA dalam darah. Efek dominan dari keracunan timbal (Pb) pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi ALA dan CP (Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan gejala dini dari keracunan timbal (Pb) pada manusia. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak -anak lebih sensitif terhadap terjadinya anemia akibat paparan timbal (Pb). Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Hb dan kadar timbal (Pb) di dalam darah.
5. Gangguan terhadap sistem syaraf. Efek pencemaran timbal (Pb) terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan pada anak dengan kadar timbal (Pb) darah sebesar 40-80 μg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh timbal (Pb), maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika
17
terpapar timbal (Pb) pada anak berusia 21 bulan sampai 18 tahun (Sudarmaji, dkk, 2006).
2.2
Kerang Bulu (Anadara antiquata)
2.2.1 Bioekologi Kerang Bulu (Anadara antiquata)
Gambar 2.2: Kerang bulu (Anadara antiquata)
Klasifikasi kerang bulu (Anadara antiquata) menurut Dekker.H.dan Orlin. Z., 2000 digolongkan sebagai berikut: Phylum
: Mollusca
Kelas
: Pelecypoda
Ordo
: Arcoida
Family
: Arcoidea
Genus
:Anadara
Spesies
: Anadara antiquate Pelecypoda merupakan kelas mollusca yang hidup pada daerah pasang
surut, kebanyakan didaerah littoral, walaupun ada yang terdapat pada kedalaman 5000 meter. Lingkungan hidupnya di dasar yang berlumpur atau berpasir, dengan
18
cara meliang, ada yang menempel (berpegang) pada batu atau subatrat yang keras.(Wijani, 1990). Kerang bulu (Anadara antiquara) disebut demikian karena cangkangnya yang berbulu dan berwarna putih kapur. Cangkang yang keras ini mempunyai garis – garis pertumbuhan yang nyata. Pada permukaan cangkang terdapat 38 jalur radial. Dikenal juga dengan nama Anadara maculosa, reeve dan Anadara scapha, Maushen (Estuningdyah, 1994). Kerang bulu mempunyai bentuk cembung secara lateral dan mempunyai cangkang dengan dua belahan, dan engsel di dorsal, yang menutup seluruh tubuh. Masing – masing belahan cangkang kiri dan kanan tidak mempunyai telinga atau sayap. Pada lempengan engsel dari cangkang kiri dan kanan terdapat gigi engsel, gigi engsel dari cangkang kiri dan kanan tersusun dalam deretan lurus atau melengkung serupa sisi. Tepi sisi ventral bagian dalam bergigi, gerigi kuat dan tepatsama dengan rusuk dan alur radial di permukaan luar cangkang. Hidup pada suhu air 270C, dengan subtract pasir sedikit berlumpur dan pH air 8. Ditemukan pada suhu tanah 190C dan pH tanah 9 (Rahmawati, 2003). Berness, 1974 dalam Etuningdyah, 1994 mengatakan bahwa sumber makanan kerang dari ordo filibrancia yang termasuk didalamnya kerang bulu sebagian besar terdiri dari fitoplankton. Disamping itu dikatakan pula bahwa sumber makanan bagi hewan yang hidup di dasar terdiri dari plankton dan detritus dari masa air serta detritus dan mikroorganisme yang melekat di dasar. Bivalvia atau pelycepoda yang termasuk didalamnya kerang bulu mempunyai satu pasang insang bipectinate (2 organ yang terbentuk sisir) tunggal pada bagian posterior lateral, sehingga disebut Protobracnhia.Selain itu insang
19
terbentuk lempengan – lempengan tipis (sehingga disebut juga kelas Lamellibranchiata) terletak diantara mantel. Insang pertama (awal) pada keadaan primitive. Pada hampir semua bivalvia, arus ventilasi masuk rongga mantel melalui lubang cangkang bagian posterior dan ventral, keluar melewati insang bagian posterior dan dorsal. Cilia insang lateral menimbulkan arus air cilia depan menyaring sedimen yang menyumbat permukaan insang. Kontak dengan substrat diatur oleh sepasang tentakel. Insang selain sebagai pernafasan juga bertidak sebagai penangkap plankton dan sebagi penyaring (filter feeding). Modifikasi utama dari insang untuk menyaring adalah perpanjangan dan lipatan filament insang yang memperluas permukaannya.(Wijani, 1990). Gizi yang terkandung dalam kerang bulu dalam 100 gram berat basah antara lain: Air
: 85 %
Kalsium
: 133 mg %
Energi
: 59 kal
Zat besi
: 3,1 mg %
Protein
: 8 gram %
Vitamin A
: 300 SI/mg %
Lemak
: 1,1 gram
Vitamin B1
: 0,01 mg %
Karbohidrat
: 3,6 gram %
Phospor
: 170 mg %
2.3 Sekam padi Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk Indonesia.Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Konsumsi beras Indonesia yang tinggi menuntut tingkat produksi beras yang besar pula. Produksi padi di
20
Indonesia bertambah setiap tahunnya, pada tahun 2005 produksi padi Indonesia sebanyak 54 juta ton, pada tahun 2006 meningkat sebesar 54,45 juta ton kemudian secara berturut-turut produksi padi Indonesia dari tahun 2007 – 2011 adalah 57,15; 60,33; 64,40 dan 66,41 juta ton gabah kering giling (GKG) (Puslitbang, 2012). Produksi padi menghasilkan limbah yang disebut dengan sekam. Pada umumnya penggilingan padi menghasilkan 72 % beras, 5 – 8 % dedak, dan 20 – 22 % sekam (Prasad, dkk., 2001). Sekam padi merupakan lapisan keras, kasar dan berwarna cokelat keemasan yang membungkus butir beras. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Penggilingan gabah (Padi) menghasilkan beras sebanyak 65%, sekam 20%, katul (dedak padi) 8% dan 7% bagian lainnya hilang (Sigit, 2001). Sifat fisik dari sekam padi adalah sebagai berikut: Dinding sekam padi terdiri 2 layer yaitu: 1.
Epidermis luar, mengandug sel silikat yang tebal.
2.
Sklerenkim dari benang – benang Hypoderm, banyak mengandung lignin dan silikat.
3.
Spons parenkim.
4.
Epidermis dalam.
Sedangkan sifat kimia dari sekam padi adalah sebagai berikut: Sekam padi terdiri dari senyawa organik dan anorganik, komponen organik biasanya terdiri dari serat pentosan, selulosa, protein, lemak, senyawa nitrogen dan lignin.
Komposisi senyawa organik dalam sekam padi adalah kadar air
21
9,02%, protein kasar 3,03 %, lemak kasar 1,18 %, serat selulosa 35,68 %, karbohidrat kasar 33,71 %. Sedangkan komposisi senyawa anorganik dari sekam padi adalah sebagai berikut: karbon 1,33 %, silica 16,98 % dsb (Suharto, 1979). Sekam merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket yaitu batubara. Akan tetapi, briket dapat dibuat dari limbah atau sampah organik. Salah satu contoh limbah atau sampah organik adalah limbah pertanian, misalnya sekam padi. Sekam merupakan sampah organik yang merupakan hasil samping dari penggilingan padi. Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah. Kariopsis terdiri dari dua bagian yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan (Nugraha, 2008:1). Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi, yang merupakan dari hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan (Harsono,2002:98). Dengan demikian dapat dapat disimpulkan bahwa sekam merupakan limbah pertanian dari penggilingan padi. Sekam merupakan bagian terluar padi yang berfungsi untuk melindungi butir padi. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar ataupun sebagai adsorpsi pada logam-logam berat. Sekam tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras. Pada keadaan normal, sekam berperan penting melindungi biji beras dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur, dapat mencegah reaksi ketengikan karena dapat melindungi lapisan tipis yang kaya minyak terhadap
22
kerusakan mekanis selama pemanenan, penggilingan dan pengangkutan.( Haryadi. 2006 ). Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam memiliki unsure penting yang dapat dimanfaatkan.
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Sekam Padi menurut Suharno (1979) Komponen
Kandungan (%)
Kadar air
9,02 %
Protein kasar
3,03 %
Lemak
1,18 %
Serat kasar
35,68 %
Abu
17,71 %
Karbohidrat kasar
33,71 %
Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi Sekam Padi menurut DTC-IPB Komponen
Kandungan (%)
Karbon (zat arang)
1,33 %
Hidrogen
1,54 %
Oksigen
33,64 %
Silica (SiO2)
16,98 %
Menurut Van Routen sekam memeliki kerapan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai 3.300 kkal/kg sekam .menurut Houtson (1972) sekam memilki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3.300 – 3.600 kkal/kg
23
sekamdengan konduktivitas panas 0,271 BTU (Nugraha, 2008:2). Karakteristik lain dari sekam adalah kandungan zat volatil yang sangat tinggi yaitu zat yang mudah menguap. Kandungan zat volatilnya ± 60 – 80 %.Sedangkan bahan bakar fosil mempunyai zat volatil ± 20 – 30%. Olah sebab itu, sekam padi lemah sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi (Winaya, 2008:1). Berdasarkan potensi sekam yang besar sebagai sumber energi maka sekam digunakan sebagai bahan altenatif pengganti kayu bakar dan bahan bakar minyak.
Akan tetapi, sekam memilki kelemahan yaitu apabila digunakan
langsung sebagi media tumbuh tanaman akan mendorong tumbuhnya bakteri pembusuk akar dan jamur rhizophonia. (Nugraha, 2008:1).
2.3.1 Pemanfaatan Sekam Padi di Bidang Industri. Adapun pemanfaatan sekam padi di bidang industri adalah : 1.
Sumber Silika Sekitar 20% silika dalam sekam padi merupakan suatu sumber silika
yang cukup tinggi, silika dari sekam merupakan saingan dari sumber silika lain seperti pasir, bentonit dan tanah diatomae tetapi biasanya silika dari sekam padi mempunyai keuntungan karena jumlah elemen lain (pengotor) yang tidak diinginkan adalah sangat sedikit dibandingkan jumlah silikanya. Silika diperoleh dari pembakaran sekam untuk menghasilkan abu atau secara ekstraksi sebagai natrium – silikat dengan larutan alkali. 2.
Pemurnian Air Pemanfaatan sekam antara lain sebagai sumber energi, abu gosok yaitu
untuk keperluan rumah tangga, bahan pencampur untuk pembuatan semen
24
portland dalam bidang industri, selain itu untuk menjernihkan air. Pemanfaatan sekam padi untuk menjernihkan air yaitu melalui proses filtrasi/penyaringan partikel, koagulasi dan adsorpsi. Akan tetapi karbon yang terkandung didalam sekam padi berfungsi sebagai koagulan pembantu dengan menyerap atau menurunkan logam – logam pada air yang tercemar. 3.
Bahan Bakar Pembakaran merupakan satu metode yang umum dan sering digunakan
dalam proses akhir pengolahan sekam padi. Sekam padi yang dibakar secara langsung untuk meneruskan aliran uapnya atau digunakan di dalam generator untuk menghasilkan tenaga penguat dengan minyak yang memiliki nilai bahan bakar. 4.
Bahan Bangunan Manfaat sekam padi adalah sebagai bahan bangunan yang berhubungan
dengan pengerasan balok, batu bata, ubin, batu tulis dan sifat lunak yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.
2.3.2 Adsorpsi Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat, ion atau molekul yang melekat pada permukaan, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau absorben. Sifat adsorpsi partikel koloid banyak dimanfaatkan dalam proses penjernihan air atau suatu bahan yang masih mengandung pengotor, partikel koloid mempunyai permukaan luas sehingga mempunyai daya serap adsorpsi yang besar. Terjadinya adsorpsi pada permukaan larutan disebabkan karena adanya kekuatan atau gaya tarik – menarik antara atom atau molekul pada
25
permukaan larutan. Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain disebut adsorpsi, zat yang terserap disebut fase terserap sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben. Peristiwa adsorpsi disebabkan oleh gaya tarik molekul dipermukaan adsorben (Estein, 2005).
2.3.3 Jenis Adsorpsi berdasarkan daya tarik molekul adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibedakan menjadi dua, yaitu: 1.
Adsorpsi fisika Adsorpsi yang disebabkan oleh gaya Van Der Wall yang ada pada
permukaan adsorben, panas adsorpsinya rendah dan lapisan yang terjadi pada permukaan adsorben biasanya lebih kecil dari satu molekul. 2.
Adsorpsi kimia Adsorpsi yang terjadi karena adanya reaksi antara zat yang terserap dengan
adsorben panas adsorpsinya tinggi lapisan molekul pada adsorben hanya satu lapis, terbentuk ikatan kimia. Peristiwa adsorpsi disebabkan oleh daya tarik molekul di permukaan adsorben. Adsorpsi menurunkan ketidakseimbangan daya tarik yang terjadi di permukaan (Alberty, 1992). Beberapa gaya yang dapat menyebabkan terjadinya adsorpsi diantaranya adalah : (1) interaksi non polar Van Der Wall, (2) pembentukan ikatan hidrogen, (3) pertukaran ion dan (4) pembentukan ikatan kovalen. Adsorpsi fisika sering adanya gaya adhesi antara zat terlarut dengan adsorben. Gaya – gaya paling kuat yang ada dalam adsorpsi molekul – molekul kecil dari larutan cair yaitu pertukaran ion dan ikatan hidrogen. Adsorpsi zat terlarut oleh absorben padat
26
cenderung membentuk ikatan hidrogen jika salah satu mempunyai kelompok ikatan hidrogen sebagai donor dan yang lainnya sebagai akseptor (Yun dkk., 2001 dan Alberty dkk., 1992).
2.3.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi Secara umum, faktor – faktor yang mempengaruhi dari proses adsorpsi adalah sebagai berikut: 1.
Luas permukaan Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang
terabasorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben. 2.
Jenis adsorbat Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkat kemampuan adsorpsi
molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik – menarik terhadap molekul lain dibandingkan molekul yang tidak dapat membentuk dipole (nonpolar). Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diabsorp dibandingkan rantai yang lurus. 3.
Struktur molekul adsorbat Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan
sedangkan nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan. 4.
Konsentrasi adsorbat Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak
jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.
27
5.
Temperatur Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap
adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori – pori adsorben lebih terbuka. Pamanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga kemampuan penyerapan menurun. -
pH, pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.
-
Kecepatan pengadukan, menentukan kecepatan waktu
kontak
adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal. -
Waktu kontak, penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh tipe biomassa (aktif atau tidak aktif), ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi, konsentrasi ion logam. Hubungan antara jumlah adsorbat yang terserap dengan konsentrasi
adsorbat dalam larutan pada keadaan kesetimbangan dan suhu tetap dapat dinyatakan dengan isotern adsorpsi.
2.4 Spektroskopi Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat menyerupai gelombang.
28
Beberapa sifat fisika cahaya paling baik diterangkan dengan ciri gelombangnya, sedangkan sifat lain diterangkan dengan sifat partikel (Creswell, 1982). Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi
dengan
detektor
yang
bersifat
fotoelektrik
maka
disebut
spektrofotometer (Muldja, 1955). Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui (Pavia, 1979).
2.4.1 Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES) Spektroskopi merupakan suatu analisis yang menggunakan prinsip absorpsi, emisi dan hamburan radiasi elektromagnetik oleh atom atau molekul untuk studi kualitatif atau kuantitatif atom atau untuk mempelajari proses – proses fisika. Spektroskopi yang biasa digunakan untuk analisa struktural yaitu Spektroskopi didefinisikan sebagai suatu metode analisis yang mempelajari interaksi antar suatu materi dan radiasi gelombang elektromagnetik. Interaksi ini
29
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan arah radiasi atau transisi antar tingkat energi atom atau molekul. Inductively Coupled Plasma Spektrometry (ICP) adalah metode yang berdasarkan ion yang tereksitasi dan memancarkan sinar. Intensitas cahaya yang terpancar pada panjang gelombang tertentu dan mempunyai karakteristik unsure tertentu yang terukur
berhubungan dengan konsentrasi dari tiap unsur dari
sampel. Inductive couple plasma (ICP) adalah induksi yang diperoleh dari arus bolak – balik pada frekuensi radio melalui kumparan. Berguna untuk kandungan logam dalam sampel dari lingkungan. Prinsip utama dari ICP adalah mendapatkan unsur – unsur yang memancarkan karakteristik cahaya pada panjang gelombang yang bisa di ukur. ICP peragkat keras dirancang untuk menghasilkan plasma, yang mana atom dalam berbentuk gas hadir dalam keadaan terionsasi. Susunan dasar dari ICP adalah terdiri dari 3 tabung, terbuat dari silika. Tabung ini yaitu : termed outer loop, intermediate loop, and inner loop, yang bersama menyusun obor ICP. Obor di posisikan dalam water-colled coil dari suatu frekuensi radio generator. Gas di alirkan dalam obor, frekuensi radio bidang di aktifkan, dan gas didaerah coil di buat secara elektris. Urutan peristiwa ini membentuk plasma. Pembentukan plasma bergantung pada cukup kuatnya intesitas medan magnet dan pola arus gas mengikuti pola putaran simetris tertentu. Plasma dijaga dengan dari pengaliran gas. Bagian yang harus ada pada ICP: -
ICP torch
-
Sampel introduction system (nebulizer)
30
-
High frequency generator
-
Transfer optics and spectrometer
-
Computer interface
Unsur – unsur yang akan di analisa dengan ICP harus dalam bentuk larutan. Larutan yang mengandung air lebih di suka daripada larutan organik sebab larutan organik memerlukan perlakuan khusus sebelum penyuntikan kedalam ICP. Begitu juga dengan sampel padat. Cahaya yang dipancarkan oleh atom dari unsur dalam ICP di konversi menjadi sinyal elektrik yang dapat di ukur jumlahnya (Kuantitasnya). Hal ini terpenuhi dengan komponen radiasinya oleh kisi difraksi, dan kemudian di ukur intensitas cahayanya dengan tabung photomultiplier pada panjang gelombang yang spesifik untuk masing – masing unsur. Cahaya yang dipancarkan oleh atom atau ion di dalam ICP dikonversi ke isyarat eletrik oleh photomultiplier. Intensitas sinyal ini kemudian di bandingkan dengan intensitas yang telah di ketahui, sehingga konsentrasi dapat di hitung. Masing – masing unsur akan mempunyai banyak panjang gelombang spesifik di dalam spectrum yang bisa digunakan untuk analisa.
2.4.2 Prinsip Kerja Alat Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES). Prinsip kerja ICP adalah menghasilkan plasma yang merupakan gas dimana di dalamnya terdapat atom dalam keadaan terionisasi. Ion yang tereksitasi dan memancarkan sinar pada panjang gelombang tertentu terukur sebagai suatu karakteristik suatu unsur.
31
Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES) adalah salah satu dari beberapa teknik analisa atomik spektroskopi. ICP-AES menggunakan plasma sebagai sumber atomisasi dan eksitasi dan kemudian pancaran yang dihasilkan unsur di ukur intensitasnya . Plasma adalah suatu gas ionisasi yang terdiri dari ion,atom dan elektron.
32
Prinsip kerja pada ICP Langkah kerja ICP-OES: 1.
Preparasi Sampel Beberapa sampel memerlukan langkah preparasi khusus seperti penambah asam,pemanasan, dan desktruksi dengan mikrowave.
2.
Nebulisasi Cairan diubah menjadi aerosol.
3.
Desolvasi/ Volatisasi Pelarut dihilangkan sehingga terbentuk aerosol kering.
4.
Atomisasi Ikatan gas putus, dan hanya ada atom. Suhu plasma dan temperatur sangat penting pada tahap ini.
5.
Eksitasi/ Emisi Atom memperoleh energi dari tumbukan dan memancarkan cahaya dari panjang gelombang yang khas.
33
6.
Deteksi/ Pemisahan Grating mendispersikan cahaya yang dapat diukur secara kuantitatif. Perangkat keras ICP dirancang untuk menghasilkan plasma, yang
merupakan gas di mana terdapat atom dalam keadaan terionisasi. Dasar pengaturan suatu ICP terdiri dari tiga tabung konsentris, yang sering dibuat dari silika. Tabung-tabung tersebut yaitu outer loop, loop menengah, dan loop dalam, yang membentuk obor suatu ICP. Obor terletak dalam kumparan pendingin air frekuensi (rf) generator radio. Sebagai gas mengalir diperkenalkan ke senter, bidang rf diaktifkan dan gas di wilayah koil dibuat elektrik konduktif. Ini urutan kejadian pembentukan plasma. Pembentukan plasma tergantung pada kekuatan medan magnet yang cukup dan pola aliran gas mengikuti pola simetris rotationally tertentu. Plasma dikelola oleh pemanasan induktif gas yang mengalir. Induksi medan magnet menghasilkan frekuensi tinggi arus listrik yang melingkar dalam konduktor. Konduktor, pada akhirnya, dipanaskan sebagai hasil dari tahanan tersebut. Untuk mencegah kemungkinan arus pendek serta krisis, plasma harus terisolasi dari sisa instrumen. Isolasi dicapai oleh aliran gas secara bersamaan melalui sistem. Tiga gas mengalir melalui sistem - gas luar, gas menengah, dan gas dalam atau gas pembawa. Gas yang luar biasanya adalah Argon atau Nitrogen. Gas luar digunakan untuk beberapa tujuan yaitu memelihara plasma, memantapkan/ menstabilkan posisi plasma, dan memisahkan plasma dari tabung luar pada suhu tinggi. Argon biasanya digunakan sebagai gas intermediate dan gas pembawa. Tujuan dari gas pembawa adalah untuk menyampaikan sampel untuk plasma.
34
Sampel yang telah mengalami preparasi diantarkan pada plasma melewatinebulizer dan spray chamber. Nebulizer berfungsi untuk mengubah cairan sampel menjadi aerosol. Sedangkan spray chamber berfungsi untuk mentransportasikan aerosol ke plasma, pada spray chamber ini aerosol mengalami desolvasi atau volatisasi yaitu proses penghilangan pelarut sehingga didapatkan aerosol kering yang bentuknya telah seragam. RF generator adalah alat yang menyediakan tegangan (700-1500 Watt) untuk menyalakan plasma dengan Argon sebagai sumber gas-nya. Tegangan ini ditransferkan ke plasma melalui load coil, yang mengelilingi puncak dari obor. Saat sampel gas masuk ke dalam plasma terjadi eksitasi atom, Atom yang tereksitasi kembali ke keadaan dasar dengan memancarakan energi pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang setiap unsur memiliki sifat yang khas.Intensitas energi yang dipancarkan pada panjang gelombang sebanding dengan jumlah (konsentrasi) dari unsur dalam sampel yang dianalisis. Selanjutnya panjang gelombang tersebut masuk ke dalam monokromator, dan diteruskan ke detektor.
Lalu diubah menjadi sinyal listrik oleh detektor dan
masuk ke dalam integrator untuk diubah ke dalam sistem pembacaan data. Sebuah ICP mensyaratkan bahwa unsur-unsur yang harus dianalisis adalah larutan. Larutan dalam bentuk pelarut air lebih disukai daripada pelarut organik, Untuk larutan organik memerlukan perlakuan khusus sebelum injeksi ke dalam ICP. Sampel padat juga tidak diperbolehkan, karena dapat terjadi penyumbatan pada instrumentasi. Nebulizer yang mengubah larutan menjadi aerosol. Cahaya yang dipancarkan oleh unsur atom-atom dalam ICP harus dikonversi ke sinyal listrik yang dapat diukur secara kuantitatif. Hal ini dilakukan
35
dengan memecahkan cahaya menjadi komponen radiasi (hampir selalu melalui suatu kisi difraksi) dan kemudian mengukur intensitas cahaya dengan tabung photomultiplier pada panjang gelombang yang spesifik untuk setiap baris elemen. Cahaya yang dipancarkan oleh atom atau ion dalam ICP diubah menjadi sinyalsinyal listrik oleh photomultiplier dalam spektrometer. Setiap elemen akan memiliki panjang gelombang tertentu dalam spektrum yang dapat digunakan untuk analisis. Tabel Perbandingan Teknik yang Digunakan Untuk Spektroskopi Atom -
Tabel berikut membandingkan beberapa teknik umum yang digunakan untuk Spektroskopi atom.
-
Teknik tersebut memiliki salah satu dari tiga kategori: api, furnace (Elektrotermal) dan plasma.
-
Masing – masing teknik memeliki kelebihan dan kekurangan dalam kinerja, fleksibilitas, dan harga.
-
Perlu dicatat bahwa sebagian besar parameter bervariasi terhadap model, tahun, operator, kondisi operasi, matriks, dll.
-
Nilai yang diberikan untuk parameter tersebut dianggap sebagai khas.
36
Menurut; Kantasubrata, 2003 Tabel Berikut Adalah Daftar Batas Deteksi yang Diperoleh ICP-AES. -
Tabel berikut adalah daftar batas deteksi yang diperoleh dengan ICP-AES komersial terhadap 70 unsur.
-
Unit – unit berada dalam bagian per miliar (misalnya, ng mL-1 atau mg L-1).
-
Gas inert dan beberapa nonlogam menonjol (C, N, O, H) tidak dianalisis dengan ICP-AES.
37
Menurut; Kantasubrata, 2003
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode ICP Keuntungan
menggunakan
ICP
mencakup
kemampuan
untuk
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi semua elemen dengan pengecualian Argon; karena sensitivitas panjang gelombang bervariasi untuk setiap penentuan suatu unsure. ICP cocok untuk semua konsentrasi ; tidak memerlukan sampel
38
yang banyak; deteksi batas umumnya rendahnya untuk elemen dengan jumlah 1 – 100 g/L. Keuntungan terbesar memanfaatkan suatu ICP ketika melakukan analisis kuantitatif adalah kenyataan bahwa analisis multielemental dapat dicapai, dan cukup cepat. Analisis sempurna multielemen dapat dilakukan dalam waktu 30 detik, memakai hanya 0,5 ml larutan sampel. Meskipun dalam teori, semua unsure kecuali Argon dapat ditentukan menggunakan ICP, unsure – unsur yang stabil tertentu memerlukan fasilitas khusus dalam pengananasap radioaktif plasma. Secara spesifik keuntungan penggunaan ICP yaitu : 1.
ICP mempunyai sensitivitas yang tinggi Sensitivitas yang tinggi dipengaruhi oleh : -
Temperature arus listrik disekililing flame Temperature yang tinggi menyebabkan partikel sampel terdifusi sempurna, akibatnya sedikit sampel yang hilang (sampel tereksitasi sempurna).
-
Kevakuman Spektrometer Operasinya dalam kondisi vakum membuat ICP lebih sensitive dari pada AAS.
2.
ICP mempunyai ketepatan yang tinggi -
ICP mempunyai mengontrol suhu ICP sangat tergantung pada suhu, dan suhu dalam ICP terjamin stabil karena ada pengontrol suhu.
-
Gasa argon mengalir stabil
39
ICP mempunyai mass flow control sehingga aliran gas Ar terjamin stabil, terutama Ar sebagai carier gas. -
Dua panjang gelombang dapat dideteksi serempak Keunikan ICP yang mempunyai dua grauting (monokromator).
1.
Untuk internal standar
2.
Untuk logam yang dianalisis Grating berputar
serempak
sehingga
sinar
yang masuk
kedalam
spectrometer dibagi dua untuk internal standard an logam yang dianalisis. Internal standart ditambahkan kedalam sampel mupun standart, dengan penambahan ini pengaruh nausea, beckgraund menjadi sangat kecil dan data ICP lebih akurat. 3.
ICP memberikan hasil dengan ketelitian yang tinggi Dalam ICP eksitasi atom dan ion – ion dikonsentrasikan pada bagian tengah dan atas flame serta atom/ion yang sudah tereksitasi didorong keatas dengan kecepatan konstan maka sampel yang belum terbakar / tereksitasi akan bergerak keatas dengan kecepatan konstan pula sehingga sampel dengan konsentrasi sangat kecil pun akan tereksitasi sempurna akibatnya data yang diperoleh pun punya ketelitian yang tinggi.
4.
ICP mempunyai Spektrometer dengan resolusi tinggi Grating difraksi spectrometer ICP punya celah 3600/nm, karenanya spectrum garis yang sangat berdekatan dapat dipisahkan.
5.
ICP dapat menganalisis logam – logam dengan cepat Sepuluh macam logam hanya butuh 1 menit untuk analisisnya.
6.
Pengaruh matrik lain sangat kecil
40
Matriks penggannggu seperti keasaman sampel akan mempengaruhi hasil analisis tapi dengan penambahan sejumlah asam yang sama ke standart dan sampel, maka pengaruh matriks dapat dieliminasi. 7.
Range konsentrasi yang dideteksi ICP cukup besar Karena ICP dioperasikan pada suhu tinggi (10.000 0K) maka tidak ada uap sampel yang suhunya rendah disekeliling torch.
Atom yang sudah
tereksitasi tidak akan menyerap kembali panas yang ada disekililing torch (suhu plasma stabil) akibatnya konsentrasi sampel yang besar akan tetap tereksitasi sempurna. 8.
ICP sangat aman dalam pengoperasiannya -
Gas Ar tidak mudak meledak
-
Bila alat tidak berfungsi sebagaimana mestinya rf power generator akan otomatis mati. Selain itu, ICP juga mempunyai kekurangan dimana sebuah ICP sulit
menganalisis unsure halogen, perlu optic khusus untuk transmisi dari panjang gelombang yang rendah.
2.5 Kerangka Teori Perkembangan dalam bidang industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya kegiatan – kegiatan industri – industri terbesar yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti industri minyak kelapa sawit, industri pertambangan, industri kertas, tekstil, dan sebagainya. Seiring dengan pertambahan industri tersebut, maka semakin banyak pula hasil sampingan yang diproduksi sebagai limbah. Salah satu limbah tersebut
41
adalah limbah logam berat timbal (Pb). Limbah ini akan menyebabkan pencemaran bagi lingkungan jika kandungan
logam berat yang terdapat di
dalamnya melebihi ambang batas serta mempunyai sifat racun yang sangat berbahaya dan menyebabkan penyakit serius bagi manusia apabila terakumulasi di dalam tubuh (Danarto, 2007). Namun secara garis besar ada cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencemaran perairan oleh logam berat, salah satunya dengan memanfaatkan limbah sekam padi, karena sifat sekam padi yang rendah nilai gizinya dan dianggap sebagai bahan yang kurang bermanfaat. Padahal, abu sekam padi merupakan bahan yang sangat potensial bahan penyerap logam berat dalam air, sehingga bisa menjadi alternatif penyelesaian masalah pencemaran lingkungan.Arang sekam padi dapat digunakan sebagai adsorben karena merupakan material berpori juga mempunyai gugus aktif yaitu Si-O-Si dan Si-OH (Saniyah, 2010). Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain disebut adsorpsi. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dengan zat cair atau gas dengan zat cair. Peristiwa adsorpsi ini disebabkan oleh gaya tarik antara molekul terlarut dalam larutan dengan permukaan adsorben. Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan – bahan yang sangat berpori. Adsorben yang digunakan untuk menyerap logam – logam berat dala air limbah adalah sekam padi, karena sekam padi mempunyai komposisi yang meliputi protein, lemak, silika, fosfat dan gugus yang tersedia merupakan gugus bermuatan negatif. Dari komposisi senyawa – senyawa penyusun berfungsi sebagai bahan penyerap ion – ion logam berat.
42
Adsorpsi
juga
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
yaitu:Proses
pengadukan, ukuran molekul adsorben, pH, temperature waktu antara adsorben dan adsorbat, berat adsorben. Menurut (Pujiaastuti dkk, 2008) Sekam padi yang digunakan sebelumnya diaktifkan terlebih dahulu dengan NaOH 3%. Tujuan dari pengaktifan sekam padi yaitu untuk memperbesarkan pori – pori sekam padi dan menghilangkan impuritisnya. Pori – pori tersebut sebelumnya tertutup oleh lignin yang termasuk sebagai impurities, sehingga proses penyerapan logam oleh dinding sekam padi terhalang. Proses adsorpsi terjadi melalui interaksi antara ion – ion logam berat dengan gugus fungsional seperti protein dan silika. Pada saat ion logam berat tersebar pada dinding sekam padi, ion akan mengikat pada bagian permukaan sekam padi yaitu berdasarkan daya aftinitas yang dimilikinya. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan (Pujiastuti dkk, 2004) menyebutkan bahwa silika dapat digunakan sebagai bahan penukar kation pada air limbah industri logam. Sekam padi sebelum dipakai direndam terlebih dahulu dengan menggunakan NaOH 3% selama 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan adsorpsi yang relatif baik pada pemakaian sekam sebanyak 10 gram, waktu kontak 45 menit dengan % adsorpsi logam Pb sebesar 95,24%. Penelitian – penelitian penggunaan abu sekam padi sebagai adsorben telah banyak dilakukan. Topallar and Bayrak dalam Danarto dan Samun (2008) mengadakan penelitian tentang adsorpsi asam stearat, palmitik, dan miristik dengan menggunakan abu sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu sekam padi merupakan adsorben yang cukup baik bagi ketiga senyawa tersebut. Penelitian mengenai penggunaan sekam padi termodifikasi dengan senyawa
43
tertentu juga dilakukan. Tang, dkk dalam Danarto dan Samun (2008) meneliti penggunaan serta oleh Wong, dkk dalam Saniyah (2010) yang memodifikasi sekam dengan asam tertarik untuk menyerap logam Pb.
2.6 Hipotesisnya. Selang waktu pemberian arang sekam padi diduga dapat mengadsorpsi kadar Pb pada kerang bulu.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian. Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental untuk mengetahui pengaruh lama waktu adsorpsi terhadap kadar Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan arang sekam padi. Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.1.1 Tahap Persiapan. Tahap persiapan yang dilakukan yaitu menentukan populasi dan sampel penelitian, menentukan lokasi dan waktu penelitian, serta menghitung kebutuhan bahan dan menimbangnya, kemudian mempersiapkan peralatan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan.
3.1.2 Tahap Pelaksanaan. Tahap pelaksanaan meliputi pembakaran sekam padi hingga menjadi arang. Selanjutnya kerang bulu dilumuri dengan arang sekam padi dan tidak dilumuri. Kerang bulu yang telah diberi lalu diuji penetapan kadar Pb secara alat Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES).
44
45
3.1.3 Tahap Akhir. Pada tahap ini adalah pengolahan data, analisis data dan membuat kesimpulan tentang arang sekam padi dan pengaruh lama waktu adsorpsi terhadap kadar Timbal (Pb) dalam kerang bulu setelah dilumuri dengan arang sekam padi.
3.2 Populasi dan Sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah kerang bulu yang diambil dari sekitar pantai kenjeran Surabaya. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu yang diambil sampel secara acak dan diberi perlakuan sekam padi sebanyak 10 gram untuk pengujian.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Persiapan sampel dan analisa logam berat dilakukan di Laboratorium PT SASA
INTI
dengan
AlatInductively
Couple
Plasma-Atomic
Emission
Spectroscopy (ICP-AES). Waktu penelitian dilaksanakan mulai penyusunan proposal bulan Desember 2014 hingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah.
3.4 Definisi Operasional Variabel. Pada penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel penelitian ditunjukkan pada tabel 3.1
46
Tabel 3.1 Variabel Penelitian Variabel Bebas
Variabel Terikat
Lama waktu adsorpsi terhadap kadar Pb Kadar timbal (Pb) pada kerang bulu pada
kerang
bulu
dengan
waktu yang diukur dengan alat Inductively
perlakuan 15, 45, dan 60 menit.
Couple
Plasma-Atomic
Emission
Spectroscopy (ICP-AES)
Tabel 3.2 Definisi Operasional variabel. Variabel
Definisi Operasional
Kadar Timbal (Pb) pada Jumlah kerang
bulu
Inductively
dengan Timbal
Alat Ukur
Skala Ukur
kandungan Inductively Couple Nominal (Pb)
yang Plasma-Atomic
Couple terdapat dalam kerang Emission
Plasma-Atomic Emission bulu.
Spectroscopy (ICP-
Spectroscopy (ICP-AES)
AES)
3.5 Instrument Penelitian. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES) Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah: 3.5.1 Alat Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, blender, gelas ukur 10 ml dan 100 ml, beaker glass 100 ml dan 400 ml, batang pengaduk, neraca analitik, labu ukur 50 ml, 100 ml, bola hisap, pipet volume,kertas
47
Whatman 41, Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy(ICPAES), hot plate, botol semprot, pipet tetes.
3.5.2 Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, 1 ml larutan HNO3 65% p.a pekat, 5 ml H2SO4 98% p.a pekat, larutan standar Pb (PbNO3), NaOH 3%, sampel (kerang bulu).
3.6 Pengumpulan Data. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap, adapun langkah-langkah yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi : 1.
Pembuatan adsorben dari arang sekam padi.
2.
Pengujian kemampuan penyerapan ion logam Pb oleh arang sekam padi yang dicampur dan diaduk dengan kerang bulu, dengan waktu perlakuan selama 15, 45, dan 60 , menit.
3.
Penetapan kadar logam berat Pb pada alat Inductively Couple PlasmaAtomic Emission Spectroscopy (ICP-AES).
3.6.1 Tahap Persiapan. 3.6.1.1 Persiapan Pembuatan Arang Sekam Padi. 1. Pengaktifan arang Sekam padi sebelum dipakai direndam terlebih menggunakan NaOH 3 % selama 3 hari. 2. Pembersihan
dahulu dengan
48
Setelah itu sekam padi dicuci dengan air bersih untuk membebaskan kotoran – kotoran yang mungkin menempel pada sekam padi. 3. Pengeringan Sekam padi yang sudah bersih dikeringkan dengan sinar matahari langsung hingga benar – benar kering. 4. Pengarangan Kemudian sekam padi yang sudah bersih dan kering diarang menggunakan tungku dapur selama 2,5 jam. 5. Penghalusan dan Pengayakan Kemudian arang sekam yang terbentuk dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mesh, lalu arang yang telah dihasilkan disimpan untuk digunakan dalam proses adsorpsi logam berat.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan. 3.6.2.1 Persiapan sampel (kerang) yang diberi perlakuan arang sekam padi. 1.
Kerang bulu di cuci untuk menghilangkan lumpur yang melekat pada kerang bulu.
2.
Lalu kerang bulu dicampur dan diaduk dengan arang sekam padi, dengan perbandingan (1:1).
3.
Setelah dicampur dengan arang sekam padi, didiamkan dengan waktu perlakuan selama 15, 45, dan 60 menit.
49
3.6.3 Tahap Akhir 3.6.3.1 Penetapan Kadar Logam Berat Pb dengan Inductively Couple Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES) Pada tahap ini tentang cara ujinya menggunakan alat (ICP-AES).
1.
Preparasi sampel (kerang)
-
Sampel (kerang bulu) dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kerang bulu.
-
Sampel yang telah dibersihkan dipanaskan pada oven suhu 60 0C selama 6 jam.
-
Setelah sampel kering, kemudian ditimbang sebanyak 2-5 gram.
-
Lalu dimasukkan dalam furnace oven pada suhu 8500C selama 1 jam sampai menjadi abu yang berwarna putih
2.
Proses Destruksi sampel
-
Abu sampel yang diperoleh dari susut pengeringan didestruksi secara kimia. Abu sampel dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 98% p.a pekat dan 1 ml HNO3 65% p.a pekatdan mulut beaker ditutup dengan kaca arloji.
-
Kemudian beaker glass dipanaskan di atas hot plate selama 30 menit dalam lemari asam hingga larutan asam menguap dan mengering.
-
1 ml HNO3
(p)
65 % p.a diteteskan ke dalam beaker glass, kemudian
beaker glass didinginkan.
50
-
Setelah dingin, aquades ditambahkan sedikit demi sedikit dan larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 25 ml menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring dan ditetesi aquades sampai volume larutan tepat 25 ml.
-
Kandungan Pb yang terdapat dalam larutan tersebut dianalisa menggunakan
alat
Inductively
Couple
Plasma-Atomic
Emission
Spectroscopy (ICP-AES).
3.
Pembuatan Larutan standar Pb 100 μg/L
-
Disiapkan labu ukur 100 ml sebanyak 3 buah
-
Larutan standar primer 1000 mg/L.
-
Larutan standar sekunder pertama 10 mg/L Dipipet 1 ml larutan induk Pb 1000 mg/L dipipet dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan HNO3(p) sebanyak 2 ml dan aquades sampai tanda batas.
-
Larutan standar sekunder kedua :1 mg/L. Kemudian campuran larutan standart tersebut dipipet 5 mL dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan HNO3(p) 2 ml dan aquades sampai tanda batas.
-
Larutan standar sekunder ketiga: 100 μg/L. Dari campuran larutan tersebut kemudian dipipet lagi 1 mL dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan HNO3(p) 2 ml dan aquades sampai tanda batas sehingga didapatkan larutan standar Pb 100 μg/L.
51
-
Baca larutan standar kerja, pada alat Spektrofotometer ICP-AES pada panjang gelombang 220.353 nm untuk Pb.
3.7 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan uji One-way Anova untuk mengetahui arang sekam padi yang diaplikasikan ke sampel (kerang bulu)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Sekam Padi Sekam padi merupakan lapisan keras, kasar dan berwarna cokelat keemasan yang membungkus butir beras. Sekam padi digunakan untuk menyerap logam-logam berat dalam air. Karena sekam padi mempunyai komposisi yang meliputi protein, lemak, serat, asam amino, dan beberapa jenis mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, mangan, seng besi, kalium, dan natrium.Seperti halnya dedak padi, sekam padi yang dari komposisi senyawa-senyawa penyusunnya, diperkirakan dapat berfungsi sebagai penyerap ion-ion logam berat. Adsorben dibuat melalui proses karbonisasi sekam padi dalam tungku bakar selama 2,5 jam. Besarnya suhu yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Seleng (1997). Pada penelitian Asyar, dkk (1996) juga menunjukkan bahwa penggunaan suhu pada proses karbonisasi di atas 250 0C menyebabkan hasil adsorben yang didapat semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena suhu rendah sebagian besar sekam padi terbakar menjadi karbon (arang). Sedangkan suhu yang lebih tinggi sebagian arang tersebut terbakar lebih lanjut sehingga berubah menjadi abu. Jadi, makin tinggi suhu pembakaran, maka semakin besar bagian sekam yang berubah menjadi abu. Oleh sebab itu berat arang hasil karbonisasi semakin berkurang. Sebelum dilakukan karbonisasi, terlebih dahulu sekam padi dicuci dengan air bersih untuk membebaskan kotoran – kotoran
52
yang mungkin
53
menempel pada sekam padi. Setelah dicuci bersih, sekam padi direndam terlebih dahulu dengan menggunakan larutan NaOH 3% selama 3 hari. Tujuan dari pengaktifan sekam padi yaitu memperbesar pori-pori sekam padi dan menghilangkan impuritisnya. Pori-pori tersebut sebelumnya tertutup oleh lignin yang termasuk sebagai impurities, sehingga proses penyerapan logam oleh dinding sekam padi terhalang. Setelah itu dicuci, dilakukan proses pengeringan untuk mengeliminasi kandungan air dalam sekam padi dengan dijemur diterik matahari langsung.
Setelah itu, pengarangan sekam padi yang sudah kering
dibakar dalam tungku dengan suhu 250 0C hingga membentuk arang berwarna hitam. setelah didapatkan arang sekam padi maka arang tersebut diayak menggunakan berukuran 40 mesh. Menurut Kalapathy dkk.(2000), abu sekam padi mempunyai kandungan silica yang cikup tinggi (> 60%), sehingga cukup potensial untuk digunakan sebagai sumber silica pada sintesis bahan berbasis silica seperti silica gel. Pada pengarangan sekam padi kemungkinan terjadi reaksi berikut (Nuryono, dkk.,2004): Senyawa C, H dan Si + O2 → CO2(g) + H2O(g) + SiO2(p).
54
Table 4.1. Hasil Organoleptis Pada Arang Sekam Padi No
Karakteristik
Hasil pengamatan
1
Warna
Sekam
padi
yang
telah
diarangkan berwarna cokelat kehitaman 2
Bau
Khas bau sekam padi
3
Ukuran pengayakan
40 mesh.
Dari tabel diatas warna arang dari sekam padi berwarna cokelat kehitaman hal ini dikarenakan arang sekam didapatkan dari proses pembakaran sekam padi dengan teknik pembakaran tidak sempurna. Pembakaran sekam padi dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan karbon dan unsur hara dalam sekam padi. Untuk organoleptis bau pada arang sekam padi yaitu khas bau sekam padi dan sedikit hangus. Setelah didapatkan arang sekam padi, maka arang tersebut diayak menggunakan ayakan berukuran 40 mesh. Hal ini disebabkan karena efisiensi penyerapan adsorben terhadap adsorbat sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Karena ukuran partikel yang lebih kecil sehingga lebih mudah diaplikasikan pada produk. Hasil pengayakan dapat dilihat pada lampiran 1. 4.2 Pengambilan sampel Sampel yang diamati adalah kerang bulu yang diambil pada bulan Mei 2015 di Kenjeran Surabaya. Sampel kerang bulu yang diambil merupakan jenis kerang – kerangan (bivalva) atau jenis binatang lunak (mollusca) yang diperoleh di tempat Kenjeran Surabaya, teknik pengambilan sampel dengan cara menyelam
55
kedasar laut. Sampel kerang bulu diambil hanya bagian dagingnya saja yang merupakan bagian yang dapat dikonsumsi. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diisi air laut untuk dibawa ke laboratorium PT.SASA INTI. Pengambilan sampel biota air ini dilakukan untuk melihat kandungan logam berat. Untuk keperluan ini dibutuhkan kerang bulu sebanyak 25 gr daging kerang yang telah dibedah dan dibungkus dengan aluminium, kemudian dimasukkan kedalam freezer pada suhu -29 0C sampai siap untuk dianalisa. Pengeringan pada suhu rendah bertujuan untuk menghindari penguapan logam berat dan menjaga daging kerang bulu dari kerusakan. Analisis kandungan logam Pb dilakukan di Laboratorium dengan menggunakan Inductively Couple PlasmaAtomic Emission Spectroscopy (ICP-AES).
Tabel 4.2. Hasil Organoleptis PadaKerang Bulu (Anadara antiquata). Karakteristik
Pemerian dari referensi
Bentuk
Cembung
Warna
Cangkangnya
Hasil pengamatan Cembung
yang Daging
kemerahan
berbulu, berwarna putih (orange) kapur
dan
daging
kemerahan (orange) Daging
Elastic
,
padat,
tidak Padat
mudah lepas dan kompak Bau
Khas kerang bulu segar Khas kerang bulu segar dan amis
dan amis
56
4.3 Kerang Bulu yang diaplikasikan dengan Arang Sekam Padi Kerang bulu yang diaplikasikan dengan arang sekam padi, didapatkan kadar Pb pada setiap perlakuan seperti yang ditunjukkan oleh tabel 4.3. pada rata –rata (ppm) pada kerang bulu. Tabel 4.3.Adsorpsi Terhadap Kadar Pb Pada Kerang Bulu Setelah diberi Perlakuan Arang Sekam Padi. Adsorpsi Terhadap Kadar Pb Pada Kerang Bulu Perlakuan
Setelah diberi perlakuan pada pengulangan
Rata – rata
Waktu
(ppm)
(ppm)
1
2
3
15 menit
5,56
5,76
5,32
5,5466
45 menit
5,12
5,86
6,20
5,7266
60 menit
6,08
5,77
6,67
6,1733
Berdasarkan hasil kadar Pb dalam kerang bulu setelah diberi perlakuan arang sekam padi didapatkan data bahwa rata-rata kadar Pb pada kerang bulu mampu menyerap pada waktu 60 menit (6,1733ppm). Sedangkan rata-rata kadar Pb yang paling kecil adalah pada saat kerang bulu diberi arang sekam padi dengan selama 15 menit (5,5466 ppm). Beberapa penelitian yang sudah dilakukan (Pujiastuti dkk, 2004) Hasil penelitian menunjukkan adsorpsi yang relatif baik pada pemakaian sekam sebanyak 10 gram dapat mengurangi kandungan Pb pada air.
57
Gambar 4.1 Adsorpsi Terhadap Kadar Pb Pada Kerang Bulu Setelah diberi Perlakuan Arang Sekam Padi.
Kadar Pb pada kerang bulu 6,300 6,200 6,100 6,000 5,900 5,800 5,700 5,600 5,500 5,400 5,300 5,200
rata-rata (ppm)
15 menit
45 menit
60 menit
Dari hasil gambar tersebut dapat diketahui bahwa sekam padi yang diberikan dengan selang waktu yang berbeda dapat mengadsorpsi kadar Pb. Semakin lama waktu yang diberikan maka kadar Pb dalam kerang bulu yang teradsorpsi semakin meningkat. Hal ini disebabkan lama waktu yang diberikan akan berpengaruh pada adsorpsi terhadap kadar logam timbal (Pb). Waktu kontak dan penentuan waktu kontak akan menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum yang terjadi pada waktu kesetimbangan. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh tipe biomassa aktif atau tidaknya dalam hal ini adalah sekam padi. Adsorpsi ion logam oleh biomasa disebut biosorpsi, ion logam tersebut akan terikat pada gugus gugus kimia atau sisi aktif yang terdapat pada dinding sel biomasa sehingga semakin lama waktu yang diberikan akan mempengaruhi biosorpsinya. Arang sekam padi dapat digunakan sebagai adsorben karena merupakan material berpori juga mempunyai gugus aktif yaitu Si-O-Si dan Si-OH (Saniyah,
58
2010). Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain disebut adsorpsi. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dengan zat cair atau gas dengan zat cair. Peristiwa adsorpsi ini disebabkan oleh gaya tarik antara molekul terlarut dalam larutan dengan permukaan adsorben. Berdasarkan tabel uji One –Way Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan varians yang signifikan antara kadar Pb pada kerang bulu. Hipotesis : H0 ; Tidak terdapat perbedaan varians yang signifikan antara kadar Pb pada kerang bulu. H1: Terdapat perbedaan varians yang signifikan antara kadar Pb pada kerang bulu. Kriteria pengujian jika Fhitung> Ftabel atau probabilitas kesalahan < 0,05, maka H0 ditolak. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan varians yang signifikan antara kadar Pb pada kerang bulu dari tiap waktu perlakuan. Kadar timbal (Pb) dari setiap perlakuan dengan lama waktu perendaman menunjukkan mampu menyerap kadar Pb dalam kerang bulu hal ini disebabkan adanya peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain yang disebut adsorpsi. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dengan zat cair. Proses adsorpsi ini disebabkan oleh gaya tarik antara molekul terlarut dalam larutan dengan permukaan adsorben. Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan – bahan yang sangat berpori. Menurut Pujiastuti, 2008 Adsorben yang digunakan untuk menyerap logam – logam berat dalam air limbah adalah sekam padi, karena sekam padi mempunyai komposisi yang meliputi protein, lemak, silica, fosfat dan gugus yang tersedia merupakan gugus bermuatan negatif. Dari komposisi senyawa – senyawa penyusunnya berfungsi sebagai bahan penyerap ion-ion logam berat. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas permukaan semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang
59
teradsorpsi.
Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan
jumlah dari adsorben.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: Lama waktu yang diberikan pada pemberian arang sekam padi dengan berbagai waktu perendaman dapat memberikan pengaruh adsorpsi terhadap kadar Pb. Dimana lama waktu 15 menit mampu mengadsorpsi sebesar 5,5466 ppm, untuk lama waktu 45 menit mampu mengadsorpsi sebesar 5,7266 ppm, sedangkan lama waktu yang lebih optimum mampu mengadsorpsi sebesar 6,1733 ppm.
5.2 Saran 1. Arang sekam padi dapat digunakan sebagai alternatif dalam menurunkan kandungan logam timbal (Pb) pada hasil perikanan. 2. Pada saat pengarangan perlu menggunakan alat tertutup sehingga suhu dapat terkontrol.
60
61
DAFTAR RUJUKAN
Anonim, 2007, ”Dampak logam berat”, URL:http://www.Andiar_08.com. Asyar, Rayandra., M. Saleh Arif., M. Rusdi.,1996,Diversifikasi Pemanfaatan Padi Sebagai Adsorben β-karoten pada Pemurnian Minyak Sawit Mentah.Skripsi., Jambi: Universitas Jambi. Anonymous, 2001, Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya Tahun 2001.Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya. Alaerts, I.G dan Santika, S.S.S., 1985.Metoda Penelitian Air.Penerbit Usaha Nasional. Surabaya. Anomim, 1989.Operation Manual ICP AES, , Netherland, PHILLIPS PV 8030. Badan Standarisasi Nasional 2009, Standar Nasional Indonesia Nomor 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan, BSN, Jakarta. Charles B. Boss and Kenneth J.Fredeen, 1997.Concept, Instrumentation, andTechnique in Inductively Coupled PlasmaOptical Emission Spectrometry, Second Edition, USA, Perkin Elmer. C. J. Creswell, Olaf A. Ruquist, and Malcolm M.Campbell, 1982. “Analisis Spektrum Senyawa Organik”, Penerbit ITB Bandung. DirektoratJenderal Perikanan, Tahun 1997.Petunjuk Teknik Sanitasi dan Hygiene dalam Unit Pengolahan Hasil Perikanan. Danarto, Y.C., 2007. Kinetika Adsorpsi Logam Berat Cr(VI) dengan Adsorben Pasir yang dilapisi Besi Oksida. Ekuilibrium, 6.65-70. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Darmono, 1995. "Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup" Cetakan Pertama, VI Press, Jakarta. Eistein Yazid, 2005, Kimia Fisika Untuk Paramedis, Penerbit Andi, Yogyakarta. Harsono, Heru., 2002, Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi, Jurnal Ilmu Dasar., 2(3):98-103.
62
Ibrahim, dkk. 1998. Kandungan polutan Logam Berat Pb dan Cu dalam TubuhHewan Kupang Dari Pantai Utara Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur.Dosen Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. Ismail, M. S. and Waliuddin, A. M. 1996.Effect of Rice Husk Ash on High Strength Concrete.Construction and Building Materials. 10 (1): 521-526 Kantasubrata, Y., 2003, Validasi Metoda, Ketidakpastian Pengukuran Hasil Uji Laboratorium. Pusdiklat BATAN,Serpong. Kalapathy, U., A. Proctor and J. Shultz, 2000, A Simple Method For Production of Pure Silica From Rice Hull Ash, Biores. Tech. 73,257-262. Nugraha, Sigit. 2008, Briket Arang Sekam sebagai Bahan Bakar Alternatif. Nuryono, 2004, Effect of NaOH Concentration On Destruction of Rice Husk Ash With Wet Technique, Proceeding Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA 2004, FMIPA Undip, Semarang. Palar, H. 2008.Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. ed II. Jakarta. 152 hal. Pavia, L.D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry.Saunders College.Phiadelpia. Saputra, R. 2006 Paper Pemanfaatan Zeolit Sintesis Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Industri. Sigit, 2001, Pemanfaatan Sekam Padi Dalam Industri, Jawa barat. Sembodo, B.S.T, 2005, “Isoterm Kesetimbangan Adsorpsi Timbal pada Abu Sekam Padi”, Ekuilibrium, 4, hal. 100-105. Saniyyah Nurhasni, Hendrawati, Nubzah.2010. Penyerapan Ion Logam Cd Dan Cr Dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi. http://www.google.co.id/ (diakses tanggal 7 maret 2012). Setyaningtyas, Tien.,Zusfahair., dan Sutaya, 2005, Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Adsorben Kadmium (II) dalam Pelarut Air. Majalah Kimia Universitas Jenderal Soedirman., 31 (1): 33-41. Seleng, Tarcisius dan Tallu Lembang, 1997.Pengaruh Perendaman Bahan Baku Dalam Larutan NaOH Terhadap Daya Serap Karbon Aktif Dari Sekam Padi. Majalah Kimia (57): 15-18. Suharno, 1979, Peluang Gribisnis Sekam, Alumni IPB.
63
Sudarmaji, dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan, (http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-203.pdf,diakses24september2011). Scott, R.P.W., 1993, Silika Gel and Bonded Phases :Their Production, Properties and Use in LC, John Wiley & Sons, Toronto. Trisnawati, Anita. 2008. Studi Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Udang Putih (Litopenaeus vannamei) Di Perairan Kawasan Pantai Kenjeran Surabaya. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Malang:Jurusan Biologi UIN Maliki. Umar, H. (2001), Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta Business Research Center, Jakarta. Winaya, I Nyoman Suprapta.2008, Prospek Energi Sekam Padi dengan Teknologi Fludized Bed Combustion.(online) (http://bbpadi.litbang.deptan.go.id,diakses 12 Desember 2008). Widowati, W., dkk.(2008). Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal. 109-110, 119-120, 125-126. Wijarni,
1990. Avertebrata Air II. Diktat Kuliah.LUW/ UNIBRAW/ FISH.Fakultas perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Lampiran
1. Lampiran Pembuatan Arang Sekam Padi Pembuatan Arang Sekam Padi
Hasil
a. Pengaktifan Arang
Organoleptis - Warna : warna dari
Sekam padi direndam dengan
sekam padi adalah
NaOH 3 % selama 3 hari
cokelat keemasan. Jika sekam padi diarangkan berwarna hitam.
b. Pembersihan
- Bau : khas berbau
Sekam padi dicuci dengan air bersih
untuk
sekam padi, jika berbau
membebaskan
tengik merupakan
kotoran – kotoran yang mungkin
sekam padi yang
menempel pada sekam padi.
mengalami kerusakan. - Ukuran : 40 mesh, dan
c. Pengeringan
halus.
Sekam padi yang sudah bersih dikeringkan dengan sinar matahari langsung hingga benar – benar kering
64
65
d. Pengarangan Kemudian sekam padi yang sudah bersih
dan
kering
diarang
menggunakan kiln/drum selama 2,5 jam pada suhu 2500C.
e. Pengayakan Kemudian arang sekam yang terbentuk dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mesh
66
2.
Lampiran Pengambilan Sampel di Kenjeran Surabaya
3. Lampiran Kerang Bulu yang di belah dari cakangnya
67
4. Lampiran Kerang Bulu tanpa Perlakuan
5. Lampiran Kerang Bulu diberi Perlakuan Arang Sekam Padi
68
6. Lampiran Hasil Analisis Uji One-Way Anova
Descriptives
N Lower Bound 15 menit 45 menit 60 menit Total
Penurunan_kadar_Pb_Pada_kerang_bulu Std. Std. 95% Confidence Interval Mean Deviation Error for Mean Minimum Maximum Upper Lower Upper Lower Upper Bound Bound Bound Bound Bound Lower Bound
3
5.5467
.22030
.12719
4.9994
6.0939
5.32
5.76
3
5.7267
.55221
.31882
4.3549
7.0984
5.12
6.20
3
5.9733
.17616
.10171
5.5357
6.4109
5.77
6.08
9
5.7489
.36130
.12043
5.4712
6.0266
5.12
6.20
Test of Homogeneity of Variances Penurunan_kadar_Pb_Pada_kerang_bulu Levene Statistic 2.652
df1
df2 2
Sig. 6
.150
ANOVA
Penurunan_kadar_Pb_Pada_kerang_bulu
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .275
df 2
Mean Square .138
.769
6
.128
1.044
8
F 1.074
Sig. .399
Upper Bound
69
7. Lampiran Alat Inductively Couple Plasma (ICP-AES).
70
71
72
73
74
75
76
77
78