1
PENGARUH KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN MEDIA MASSA TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL ATLET MUDA DI SMA NEGERI RAGUNAN JAKARTA
Oleh LAURA FLORENSIA GHOZALY
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
1
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Kelompok Teman Sebaya dan Media Massa terhadap Keterampilan Sosial Atlet Muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011 Laura Florensia
1
ABSTRACT LAURA FLORENSIA GHOZALY. The Influence of Peer Group and Mass Media toward Social Intelligence of Young Athletes in SMA Negeri Ragunan Jakarta. Supervised by DIAH KRISNATUTI and ALFIASARI. The influence of peer group and mass media were increased in adolescent prompt youth to have a good social intelligence. The aim of this research is to investigate the influence of peer group and mass media on social skills young athletes in SMA Ragunan Jakarta. This study used cross-sectional study with cluster random sampling study design. Participants in this study were 85 people which is an eleventh grade student of SMA Ragunan Jakarta. Result revealed that there is a relationship between maternal age, number of peers in school, the quality of the friendship with the peer group, and the utilization of mass media with social intelligence. There is the influence of maternal age, parental status, quality of friendships with peer group, and utilization of mass media on social intelligence.
Key words: young athletes, peer group, mass media, and social intelligence.
ABSTRAK LAURA FLORENSIA GHOZALY. Pengaruh Teman Sebaya dan Media Massa terhadap Keterampilan Sosial Atlet Muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan ALFIASARI. Pengaruh teman sebaya dan media massa semakin meningkat pada usia remaja menyebabkan remaja harus memiliki keterampilan sosial yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Metode penelitian menggunakan cross-sectional study dengan desain penelitian cluster random sampling. Jumlah contoh penelitian ini adalah 85 orang yang merupakan siswa kelas XI SMA Negeri Ragunan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan usia ibu, jumlah teman sebaya di sekolah, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa dan keterampilan sosial. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa usia ibu, status orangtua, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa terhadap keterampilan sosial.
Kata kunci: atlet muda, teman sebaya, media massa, dan keterampilan sosial.
1
RINGKASAN LAURA FLORENSIA GHOZALY. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya dan Media Massa terhadap Keterampilan Sosial Atlet Muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta (Di bawah bimbingan DIAH KRISNATUTI dan ALFIASARI). Penelitian secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga contoh, (2) mengidentifikasi karakteristik lingkungan kelompok teman sebaya dan kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya, (3) mengidentifikasi karakteristik lingkungan media massa dan pemanfaatan media massa oleh contoh, (4) mengidentifikasi keterampilan sosial yang dimiliki oleh contoh, (5) menganalisis perbedaan keterampilan sosial antara contoh laki-laki dan perempuan, (6) menganalisis hubungan antar variabel penelitian, (7) menganalisis pengaruh karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh, lingkungan kelompok teman sebaya, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, lingkungan media massa dan pemanfaatan media massa terhadap keterampilan sosial contoh. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri Ragunan Jakarta yang merupakan sekolah lanjutan atas khusus untuk atlet. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Pengambilan contoh dilakukan secara cluster random sampling. Syaratnya contoh merupakan siswa kelas XI SMA Negeri Ragunan dan dipilih secara acak di masing-masing kelas. Contoh penelitian menggunakan formula Slovin sehingga di dapatkan jumlah contoh sebanyak 85 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui self-report dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Data sekunder diperoleh langsung dari SMA Negeri Ragunan Jakarta. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, dan cleaning data. Analisis data yang digunakan adalah uji beda t-test, uji korelasi Chi square dan Pearson, dan regresi linear berganda dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 16.0. Siswa SMA Negeri Ragunan yang diteliti termasuk dalam kategori remaja tengah dan akhir (15-19 tahun). Sebagian besar contoh menggeluti olahraga sedang dan tipe olahraga individu. Sebesar 37.6 persen merupakan anak tengah dan sebagian besar berasal dari keluarga utuh. Proporsi terbesar usia orangtua contoh berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun) dan merupakan suku Jawa. Berdasarkan pendidikan orangtua, lebih dari separuh ayah (50.6%) dan ibu (52.9%) tamat SMA/sederajat. Proporsi terbesar pekerjaan ayah adalah wiraswasta, PNS, dan pegawai swasta. Sementara itu, lebih dari separuh pekerjaan ibu contoh adalah ibu rumah tangga. Pendapatan orangtua contoh berkisar antara Rp 2 500 000-5 000 000. Di setiap lokasi pertemanan yang dianalisis (sekolah, asrama, dan tempat lain), rata-rata jumlah teman sebaya yang dimiliki oleh contoh adalah antara 4 sampai 7 orang. Alasan pertemanan contoh dengan teman sebaya di ketiga lokasi pertemanan yang dianalisis adalah prinsip dan gaya hidup. Jika dilihat dari sebarannya sebagian besar (84.7%) kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya berada dalam kategori tinggi.
2
Jenis media massa yang paling banyak digunakan adalah internet yang diakses melalui handphone dan blackberry. Penggunaan media massa tergolong sangat sering karena digunakan 4-5 jam per hari. Berdasarkan sebarannya, hampir sebagian besar (77.6%) pemanfaatan media massa termasuk dalam kategori tinggi. Jika dilihat dari sebarannya, lebih dari separuh siswa (67.1%) memiliki kesadaran sosial pada kategori tinggi. Sementara itu, lebih dari separuh siswa (61.2%) memiliki fasilitas sosial pada kategori cukup. Secara keseluruhan, keterampilan sosial siswa termasuk dalam kategori cukup (56.4%). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal keterampilan sosial. Namun, berdasarkan persentasenya perempuan memiliki keterampilan sosial yang lebih baik dari laki-laki. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara cabang olahraga dengan pemanfaatan media massa serta hubungan yang positif antara tipe olahraga dengan frekuensi penggunaan media massa. Status orangtua berhubungan negatif dengan kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya dan pemanfaatan media massa. Sementara itu, usia ibu berhubungan positif dengan jumlah teman sebaya di sekolah dan di asrama. Selain itu juga, terdapat hubungan yang positif antara usia ibu, jumlah teman sebaya di sekolah, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa dengan keterampilan sosial. Dalam model regresi yang disusun menunjukkan bahwa usia ibu (β=0.328, p<0.1), status orangtua (β=-16.370, p<0.05), kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya (β=0.644, p<0.05), dan pemanfaatan media massa (β=0.674, p<0.05) berpengaruh terhadap keterampilan sosial atlet muda. Berdasarkan model regresi yang dihasilkan dari penelitian ini diperoleh adjusted R2 sebesar 0.273. Artinya, 27.3 persen keterampilan social atlet muda dipengaruhi oleh variabel yang diinput sementara 72.7 persen lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Siswa yang berprofesi sebagai atlet muda diharapkan dapat mengasah keterampilan sosialnya dengan membangun hubungan pertemanan yang lebih banyak dengan teman sebaya di luar sekolah dan asrama, membangun komunikasi yang lebih baik dengan orangtua, dan membentuk konsep diri yang baik. Perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dapat mengakrabkan para atlet remaja seperti makan bersama, out bound, social gathering pada hari-hari tertentu. Pemerintah juga perlu merumuskan kebijakan yang optimal bagi peningkatan keterampilan sosial remaja yang berprofesi sebagai atlet. Disamping itu, perlu adanya penyesuaian kuesioner dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan penelitian lanjutan mengenai pengaruh konsep diri, gaya pengasuhan dan popularitas remaja terhadap keterampilan sosial
Kata kunci: atlet muda, kelompok teman sebaya, media massa, keterampilan sosial.
3
PENGARUH KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN MEDIA MASSA TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL ATLET MUDA DI SMA NEGERI RAGUNAN JAKARTA
LAURA FLORENSIA GHOZALY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
1
Judul
: Pengaruh Kelompok Teman Sebaya dan Media Massa terhadap
Nama
Keterampilan Sosial Atlet Muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. : Laura Florensia Ghozaly
NRP
: I24060084
Disetujui,
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS Pembimbing I
Alfiasari, S.P., M.Si Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Ujian : 24 Februari 2011
Tanggal Lulus :
1
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria karena atas berkat, kuasa dan Roh Kudus-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS dan Alfiasari, S.P., M.Si atas semua bimbingannya selama proses penyelesaian skripsi ini. 2. Tien Herawati, SP, M.Si selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang diberikan. 3. Semua dosen dan tenaga kependidikan Departeman Ilmu Keluarga dan Konsumen atas semua ilmu yang telah diberikan. 4. Semua staf pengajar dan siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta yang telah membantu selama proses penelitian. 5. Papa dan Mama atas semua dorongan, semangat, nasihat, cinta, dan doa yang tiada putusnya. Koko, Cece, Pipin, Jessie, yang selalu memberi motivasi untuk selalu menjadi yang terbaik. 6. Om Welly, Tante Lily, Devina dan Julian atas semua doa, nasehat dan cinta yang begitu besar. 7. Alvern Sulang atas semua bantuan dan kasih sayang yang tak terhingga dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman IKK 43 (Ade, Fatma, Husni, Rusni, Lia, Yurita, Junita) atas dukungan dan kerja sama yang telah diberikan. 9. Winda dan Andre yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah penulis dan memberi dukungan doa serta moral selama kuliah dan proses penyelesaian skripsi. 10. Sylvia atas kesedian dan bantuan selama proses pengambilan data dan penyebaran kuesioner serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi. 11. Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Maret 2011
1
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi Latar Belakang .................................................................................................... 1 Perumusan Masalah ....................................................................................... 3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7 Remaja ........................................................................................................... 7 Kelompok Teman Sebaya (Peer Group).......................................................... 9 Media Massa dan Perkembangan Remaja.................................................... 12 Keterampilan Sosial ...................................................................................... 14 Keterkaitan antara Teman Sebaya dan Media dengan Keterampilan Sosial . 18 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 21 Definisi Operasional ...................................................................................... 24 METODE PENELITIAN...................................................................................... 27 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ......................................................... 27 Teknik Penarikan Contoh .............................................................................. 27 Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel .................. 28 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 31 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 35 Keadaan Umum Lokasi Penelitian................................................................. 35 Karakteristik Contoh ...................................................................................... 36 Karakteristik Keluarga ................................................................................... 39 Karakteristik Teman Sebaya ......................................................................... 42 Pola Pertemanan dengan Teman Sebaya..................................................... 45 Kualitas Hubungan Pertemanan Contoh dengan Teman Sebaya.................. 46 Karakteristik dan Pola Hubungan dengan Media Massa ............................... 48 Pemanfaatan Media Massa........................................................................... 50 Keterampilan Sosial ...................................................................................... 52
2
Hubungan antara Karakteristik Contoh, Karakteristik Keluarga, Teman Sebaya dan Media Massa ............................................................................. 57 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keterampilan Sosial ...................... 59 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Keterampilan Sosial ................... 64 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 69 LAMPIRAN ........................................................................................................ 73
3
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Jenis dan cara pengumpulan data .............................................................29
2
Sebaran siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta berdasarkan jenis kelamin ..35
3
Beban belajar per minggu siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta .................36
4
Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi usia contoh.........................................................................36
5
Sebaran contoh berdasarkan cabang olahraga dan tipe olahraga ..............38
6
Sebaran contoh berdasarkan kategori usia orangtua..................................39
7
Sebaran contoh berdasarkan suku bangsa ................................................40
8
Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua ....................................41
9
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua ......................................41
10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orangtua ...................................42 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi jumlah teman sebaya ....................43 12 Sebaran contoh berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan ................................................................................................44 13 Sebaran contoh berdasarkan ciri utama dan alasan pertemanan ...............45 14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi pertemuan dan lama usia pertemanan dengan teman sebaya menurut lokasi pertemanan.................46 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dan jenis kelamin, rata-rata skor serta atandar deviasi ...............................47 16 Sebaran contoh berdasarkan jawaban tehadap pertanyaan kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya ................................48 17 Sebaran contoh bedasarkan jenis, lama penggunaan dan frekuensi penggunaan media massa .........................................................................49 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori pemanfaatan media massa dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi ...............................50 19 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan contoh mengenai pemanfaatan media massa ........................................................51 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori keterampilan sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi ..............................................53 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi kesadaran sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi ...............................54 22 Sebaran contoh berdasarkan beberapa pertanyaan dimensi kesadaran sosial ..........................................................................................................55 23 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi fasilitas sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi ..............................................55
4
24 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pada beberapa pertanyaan dimensi fasilitas sosial ............................................................................... 56 25 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu dan keterampilan sosial ................. 60 26 Sebaran contoh berdasarkan jumlah teman sebaya di sekolah dan keterampilan sosial.................................................................................... 60 27 Sebaran contoh berdasarkan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya dan keterampilan sosial.................................................... 61 28 Sebaran contoh berdasarkan pemanfaatan media massa dan keterampilan sosial.................................................................................... 63
1
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Kerangka pemikiran penelitian ...................................................................23
2
Teknik pengambilan contoh .......................................................................28
3
Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran...........................................37
4
Sebaran contoh berdasarkan status orangtua............................................39
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil uji kuesioner teman sebaya................................................................75
2
Hasil uji kuesioner media massa.................................................................77
3
Hasil uji kuesioner keterampilan sosial........................................................79
4
Hasil uji korelasi Chi-square........................................................................81
5
Hasil uji korelasi Pearson karakteristik contoh, keluarga, teman sebaya dan media massa........................................................................................83
6
Hasil uji korelasi Pearson karakteristik contoh, keluarga dan keterampilan sosial .....................................................................................85
7
Hasil uji korelasi Pearson pola hubungan dengan teman sebaya, kualitas hubungan pertemanan, dan keterampilan sosial ............................87
8
Hasil uji korelasi Pearson pola hubungan dengan media massa, pemanfaatan media massa, dan keterampilan sosial ..................................89
9
Hasil uji regresi pengaruh karakteristik contoh, keluarga, teman sebaya, dan media massa terhadap keterampilan sosial .........................................91
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus suatu bangsa dan merupakan ujung tombak yang akan berperan dalam pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, suatu bangsa membutuhkan remaja sebagai cikal-bakal sumberdaya manusia berkualitas yang akan membawa bangsa tersebut masuk dalam persaingan global. Menurut sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik DKI Jakarta1, jumlah remaja di DKI Jakarta yang berusia 15-19 tahun berkisar 785.272 jiwa dengan jumlah remaja laki-laki sekitar 358.987 jiwa dan jumlah remaja perempuan sekitar 426.285 jiwa. Jika dipersentasekan, jumlah ini kira-kira 8,8% dari jumlah penduduk di DKI Jakarta. Jumlah yang cukup besar ini membuat remaja memiliki potensi besar untuk melakukan perubahan suatu bangsa. Namun, jumlah besar ini tidak diiringi dengan angka partisipasi pendidikan yang besar pula. Hanya sekitar 66,31% remaja laki-laki dan 56,69% remaja perempuan pada rentang usia 16-18 tahun yang bersekolah2. Padahal, pendidikan adalah salah satu aspek yang dapat meningkatkan Human Development Index (HDI) suatu bangsa. Kualitas generasi muda Indonesia yang tergolong rendah juga dapat dilihat dari tingginya angka kenakalan remaja di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SMA pada tahun 2006 mencapai 10.326 anak3. Pada tahun 1998 saja ada 97 sekolah di Jakarta yang terlibat tawuran dan sekitar 2000 remaja ditahan dari 230 kasus tawuran yang terjadi (Megawangi 2004). Pada umumnya, hal-hal negatif seperti kenakalan remaja disebabkan oleh keadaan psikologis remaja yang labil akibat pengaruh teman sebaya dan media massa yang semakin kuat. Seperti yang diungkapkan oleh Bronfenbrenner (1981) dalam Puspitawati (2009) bahwa proses sosialisasi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang berada disekitarnya, seperti lingkungan
1
2
3
Badan Pusat Statistik. 2009. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, 2008. [terhubung berkala]. http://bps.go.id.html [3 April 2009]. Badan Pusat Statistik. 2008. Angka Partisipasi Sekolah. [terhubung berkala]. http://bps.go.id.html [3 April 2009]. Ramadhan A. 2010. Fakta Dunia Pendidikan Indonesia. [terhubung berkala]. http://m. kompasiana.com.html [18 Oktober 2010].
2
mikrosistem,
mesosistem,
eksosistem,
dan
makrosistem.
Lingkungan
mikrosistem merupakan lingkungan dimana anak berinteraksi langsung dengan lingkungan yang ada disekitarnya seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, media, dan tetangga. Menurut Santrock (2007), fungsi utama dari teman sebaya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga, sehingga hubungan dengan teman sebaya yang buruk dapat membawa anak ke perilaku yang buruk dan begitu sebaliknya. Remaja yang sekaligus berprofesi sebagai atlet muda dan bersekolah di asrama, akan menghabiskan waktunya untuk bergaul dengan teman sebaya dengan bidang yang sama dengannya. Atlet muda biasanya akan memanfaatkan waktu berlatih untuk bergaul dengan teman sebaya dan menghayati masa mudanya (Monks et al. 2006). Pemanfaatan media massa di tengah aktivitas yang padat juga merupakan salah satu alternatif yang dipilih oleh remaja yang berprofesi sebagai atlet muda. Pemanfaatan kecanggihan teknologi yang ada saat ini seperti handphone, internet maupun televisi digunakan remaja untuk membangun hubungan sosial. Dampak negatif dari kelompok teman sebaya dan media massa yaitu dapat membawa remaja terlibat dalam kenakalan remaja seperti terlibat narkoba, free sex, tawuran serta ketidakmampuan untuk membina hubungan yang baik dengan orang lain (Santrock 2007; Goleman 2007). Pengaruh negatif dari teman sebaya dan media massa yang besar menuntut setiap individu agar dapat menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Kebutuhan akan keterampilan sosial ini juga menjadi sangat penting pada masa remaja karena individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan dalam pemberian fungsi-fungsi sosiologis dan psikologis (Desmita 2009). Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk membina hubungan dengan lingkungan sosial yang meliputi ranah otak kognitif dan juga emosi (empati, kepedulian, sinkroni). Keterampilan sosial terdiri dari kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri secara batiniah sehingga dapat merasakan perasaan orang lain. Sementara itu, fasilitas sosial adalah tindakan terhadap orang lain dengan kesadaran sosial yang dimiliki (Goleman 2007).
3
Menurut penelitian Bester (2007), kurangnya waktu remaja dalam bersosialisasi dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan sosial dan kepribadian remaja karena kelompok teman sebaya akan menciptakan lingkungan sosial yang mengajar dan mengasah tanggung jawab sosial. Meijs et al. (2010) juga menyebutkan bahwa interaksi yang positif dengan teman sebaya dapat membantu remaja membangun perasaan menjadi anak populer dan kemudian berdampak pada tindakan prososial seperti kemampuan memecahkan masalah sosial, membangun hubungan pertemanan, dan memiliki perilaku sosial yang positif. Hasil penelitian White et al. (2010) menyebutkan bahwa remaja yang memiliki tingkat agresivitas tinggi dengan teman sebaya akan lebih mudah terlibat dalam perilaku seksual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) pada remaja fase akhir, menyebutkan bahwa keterampilan sosial yang dimiliki oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh keikutsertaannya dalam organisasi. Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruhidawati (2005) menunjukkan bahwa sebagian besar remaja lebih memilih menghabiskan waktunya dengan kelompok teman sebayanya dan menceritakan masalah yang dihadapi dengan kelompok teman sebaya daripada dengan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian Kenneavy et al. (2006), media massa adalah sumber informasi yang sangat penting dalam memberikan informasi mengenai perilaku seksual kepada remaja. Pengaruh yang kuat antara media massa dan perkembangan remaja juga telah dijelaskan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumgardner et al. (2004) yaitu, perilaku kekerasan yang diperoleh dari media massa (video game, televisi, film dan internet) merupakan kontributor utama dalam menciptakan sikap agresif dan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana pengaruh teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda yang memiliki waktu yang terbatas untuk bersosialisasi. Perumusan Masalah SMA Negeri Ragunan adalah sekolah khusus atlet yang didirikan pada tahun 1977 oleh Ali Sadikin yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada saat itu. Sekolah ini bertujuan menempa atlet-atlet muda berprestasi yang dihimpun dari segala penjuru tanah air. Pendidikan yang diberikan tidak hanya berupa pendidikan olahraga untuk mengembangkan minat dan bakat masingmasing siswa tetapi juga pendidikan akademik layaknya sekolah pada umumnya.
4
Kepadatan aktivitas yang harus dijalani oleh siswa SMA Negeri Ragunan dalam menjalani peran ganda sebagai atlet dan pelajar mengakibatkan siswa tidak memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebaya seperti layaknya remaja biasa. Oleh karena itu, pemanfaatan media massa dilakukan sebagai langkah mudah dalam menciptakan kesempatan untuk melakukan proses sosialisasi dengan teman sebaya. Selain merupakan sekolah khusus untuk membina para atlet muda, keunikan lain dari SMA Negeri Ragunan terletak pada sistem boarding (asrama) yang diwajibkan bagi semua siswanya. Keadaan ini semakin meningkatkan interaksi remaja dengan teman sebaya dan sekaligus mengurangi interaksi remaja dengan orangtua dan keluarga. Oleh karena itu, proses interaksi dengan lingkungan yang baru ini menuntut remaja untuk dapat memiliki dan menguasai keterampilan sosial yang baik agar dapat beradaptasi. Pemanfaatan media massa dan pergaulan yang positif dengan teman sebaya dapat membantu remaja yang berprofesi sebagai atlet dalam membangun keterampilan sosialnya. Pada remaja yang berprofesi sebagai atlet muda, kemampuan sosial yang baik dapat membantu remaja membangun kepercayaan diri yang tinggi dalam mengikuti pertandingan-pertandingan olahraga. Kepercayaan diri ini penting untuk membantu atlet muda tetap dapat berperilaku baik dalam berbagai situasi seperti misalnya tetap rendah hati saat memenangkan pertandingan atau tidak emosi saat kalah dalam pertandingan. Besarnya pengaruh kelompok teman sebaya dengan beragam latar belakang sosial serta ketersediaan dan keterpaparan media yang semakin meluas di kalangan remaja menimbulkan banyak dampak negatif seperti perilaku seks bebas, agresivitas, tawuran, perilaku kekerasan, bullying dan jenis kenakalan remaja lainnya. Meskipun begitu, pengaruh positif ketersediaan dan keterpaparan media massa ini juga tidak dapat dinafikkan. Memperluas pergaulan dan juga menjaga kualitas hubungan dengan orang lain dapat menjadi dampak yang positif dari keberadaan media massa. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah disusun, pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah karakteristik siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta dan keluarga? 2. Bagaimanakah karakteristik lingkungan kelompok teman sebaya dan kualitas hubungan pertemanan siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta?
5
3. Bagaimanakah karakteristik lingkungan media massa dan pemanfaatanya pada siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta? 4. Bagaimanakah keterampilan sosial siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta? Apakah ada perbedaan keterampilan sosial antara siswa laki-laki dan perempuan? 5. Bagaimanakah hubungan dan pengaruh antar variabel penelitian? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta.
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga contoh. 2. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan kelompok teman sebaya contoh dan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya. 3. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan media massa contoh dan pemanfaatannya 4. Mengidentifikasi keterampilan sosial yang dimiliki oleh contoh. 5. Menganalisis perbedaan keterampilan sosial antara contoh laki-laki dan perempuan 6. Menganalisis hubungan antar variabel penelitian. 7. Menganalisis pengaruh antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh,
lingkungan
kelompok
teman
sebaya,
kualitas
hubungan
pertemanan dengan teman sebaya, lingkungan media massa dan pemanfaatan media massa terhadap keterampilan sosial contoh. Kegunaan Penelitian Beberapa kegunaan dari hasil penelitian ini adalah: 1.
Bagi pihak sekolah SMA Negeri Ragunan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Selanjutnya dapat menjadi bahan masukan bagi SMA Negeri Ragunan dalam menyusun kebijaksanaan dan aturan yang terkait
6
dengan pembentukan keterampilan sosial atlet muda yang menjadi siswanya. 2.
Bagi siswa remaja yang berprofesi sebagai atlet muda, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu remaja dalam mengasah keterampilan sosial melalui interaksi yang positif dengan kelompok teman sebaya dan pemanfaatan media massa.
3.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada Kementrian dan pihak terkait lainnya seperti Kemenpora, Kemendiknas dan, KONI untuk merumuskan kebijakan yang optimal bagi peningkatan kualitas atlet muda, khususnya yang tinggal dan bersekolah di sekolah atlet.
4.
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan penelitian sejenis di masa yang akan datang.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja Istilah remaja dikenal dengan ”adolescence” yang berasal dari bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Periode masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masa remaja awal pada umur 10 atau 12 tahun sampai 13 atau 14 tahun, masa remaja tengah pada umur 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir pada umur 17-21 tahun (Hurlock 1980). Menurut Papalia et al (2008), masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan. Desmita (2009) menyebutkan batasan usia remaja yang umum digunakan para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar baik fisik, kognitif,
dan
psikososial
yang
saling
bertautan
dalam
semua
ranah
perkembangan. Pada fase ini, remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberikan dampak baik pada bentuk fisik maupun psikis (Hurlock 1980). Perubahan-perubahan fisik yang secara hebat dialami oleh anak ketika mulai memasuki masa remaja menimbulkan permasalahan yang sangat majemuk, salah satunya adalah perubahan pada psikologisnya. Perubahan fisik yang terjadi sangat mengganggu remaja sehingga menyebabkan remaja selalu memperhatikan penampilannya dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya (body image). Hal ini sering menimbulkan masalah-masalah bagi orangtua atau orang dewasa lainnya yang berhubungan dengan kehidupan remaja, misalnya di sekolah, asrama, atau tempat perkumpulan lainnya. Oleh karena itu, pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari lingkungan yang ada di sekitar remaja (Santrock 2007; Hurlock 1980). Menurut Erik Erickson dalam Santrock (2007) dan Papalia et al (2008) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/confussion, identity moratorium, identity foreclosure, dan identity achieved. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
8
a.
Identity diffusion, yaitu individu yang belum mengalami krisis, dan belum membuat komitmen. Mereka juga belum memutuskan mengenai pilihan pekerjaan atau ideologis tetapi mereka juga tidak menunjukan minat terhadap masalah tersebut.
b.
Identity moratorium, yaitu individu yang tengah berada pada masa krisis tetapi belum memiliki komitmen atau kalaupun ada masih sangat kabur.
c.
Identity foreclosure, yaitu individu yang sudah membuat komitmen, tetapi belum mengalami krisis. Hal ini paling sering terjadi ketika orangtua memaksa komitmen tertentu pada anak remaja mereka, biasanya dengan cara otoriter, sebelum remaja memiliki kesempatan mengeksplorasi berbagai pendekatan, ideologi, atau karir.
d.
Identity achievement, yaitu individu yang sudah melalui masa krisis dan sudah sampai pada sebuah komitmen.
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Oleh karena itu, masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan petumbuhan psikis yang bervariasi (Hurlock 1980). Steinberg (2001) menyebutkan bahwa masa remaja merupakan suatu masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia. Mereka menjadi individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya sendiri dan remaja dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan perkawinan. Santrock (2007) mengemukakan bahwa bersamaan dengan berkembangnya aspek kognitif, sering muncul perbedaan pendapat dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Mereka tidak lagi memandang orang tua sebagai sosok manusia yang mengetahui segalanya, sehingga banyak orang berpikir bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dan menolak nilai-nilai yang digariskan oleh orang tuanya. Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009) menyebutkan beberapa karakteristik remaja, yaitu: (1) keadaan emosi yang labil, (2) sikap menentang orang tua maupun orang dewasa lainnya, (3) pertentangan dalam dirinya menjadi sebab pertentangan dengan orang tuanya, (4) eksperimentasi atau keinginan yang besar dari remaja untuk melakukan kegiatan orang dewasa yang dapat ditampung melalui saluran ilmu pengetahuan, (5) eksplorasi atau keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar yang sering disalurkan melalui penjelajahan
9
atau petualangan, (6) banyaknya fantasi atau khalayan dan bualan, dan (7) kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan kegiatan berkelompok. Sementara itu, Hurlock (1980) menyebutkan tentang tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu: 1. Mencapai hubungan yang baru dan yang lebih matang dengan teman sebya baik pria maupun wanita. 2. Mencapai peran sosial pria dan wanita 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya 6. Mempersiapkan karier ekonomi 7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga 8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan teknologi. Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam hidup mereka. Sebagian besar waktu remaja dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya (Desmita 2009). Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama (Santrock 2007). Menurut Steinberg (2001), remaja pada umumnya sudah mampu menunjukkan pergaulan yang sebenarnya dengan ditandai oleh pergaulan yang tidak hanya berjenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan yang berbeda jenis kelaminnya (heteroseksual). Pada fase ini, remaja sudah mulai keluar dari lingkungan keluarganya dan memasuki lingkungan pergaulan sosial dalam masyarakat yang lebih luas dan di dalam lingkungan yang baru inilah para remaja membentuk kelompok-kelompok (Gunarsa S & Gunasa Y 2003). Hurlock (1980) mengemukakan bahwa remaja memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok dan melakukan interaksi bersama teman-temannya, sehingga akan berusaha melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua atau keluarganya. Bergabungnya remaja dengan teman sebayanya akan membentuk kelompok teman sebaya (peer group). Dalam pembentukan kelompok teman sebaya selain diperhatikan persamaan usia, para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya, seperti hobi, status sosial
10
ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah, tempat tinggal, agama, dan juga ras (Surya dalam Ruhidawati 2005). Menurut Berk dalam Ruhidawati (2005), kelompok teman sebaya merupakan bentuk-bentuk kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai unik dan memiliki standar perilaku dengan struktur sosial serta terdapat pemimpin dan yang dipimpin. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya menurut Martin dan Stendler dalam Ruhidawati (2005) yaitu: 1. Bentuk Good Kid atau dikenal dengan sebutan remaja kutu buku, remaja yang termasuk kepada kelompok ini adalah remaja yang datang ke sekolah hanya untuk belajar. 2. Bentuk Elite, merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dipimpin oleh orang dewasa. Pada kelompok ini, selain melakukan kegiatan sekolah, remaja juga melakukan kegiatan di luar sekolah. 3. Bentuk Gank, merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dibentuk dan dipimpin oleh remaja itu sendiri, biasanya pada kelompok ini remaja tidak menyenangi aktivitas yang berkaitan dengan sekolah sehingga mereka kadang-kadang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan kepentingan umum/sosial. Kelompok teman sebaya memiliki peranan yang sangat penting dalam penyesuaian diri remaja dan sebagai persiapan bagi kehidupan di masa yang akan datang, serta berpengaruh pula pada pandangan dan perilaku. Hal ini disebabkan remaja sedang berusaha untuk membebaskan diri dari keluarganya dan tidak tergantung kepada orang tuanya (Drajat dalam Ruhidawati 2005). Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan dalam Desmita (2009), menekankan bahwa melalui hubungan teman sebaya, remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang simetris. Remaja mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Remaja juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka memuluskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan. Manfaat Kelompok Teman Sebaya Salah satu ciri khas kehidupan masa remaja ditandai oleh adanya perkembangan dalam persahabatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Semakin dekat remaja dengan teman kelompoknya akan semakin besar pengaruhnya terhadap kehidupan remaja itu sendiri. Kondisi yang demikian dapat membentuk pribadi remaja menjadi lebih berkembang, artinya dengan
11
masuknya remaja pada kelompok teman sebaya menjadikannya lebih mandiri atau lebih bertangung jawab, tetapi teman sebaya ini dapat pula membawa pengaruh yang negatif, hal ini tergantung kepada pribadi remajanya itu sendiri (Steinberg 2001; Santrock 2007) Pada masa remaja, teman sebaya tidak hanya berfungsi sebagai pemberi rasa aman secara emosional, tetapi juga sebagai guru yang dapat membentuk perilaku
sosial
seperti
bagaimana
bekerja
sama
dengan
orang
lain,
mendengarkan, dan bertoleransi terhadap pandangan yang berbeda. Pada masa remaja hampir tidak ada pengalaman yang lebih menyakitkan individu daripada ditolak dan diasingkan oleh kelompok teman sebaya dan sedikit pengalaman yang dapat memperkuat diri selain dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya (Surya dalam Ruhidawati 2005). Studi-studi kontemporer tentang remaja juga menunjukkan bahwa interaksi yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif (Santrock 2007). Hartup dalam Desmita (2009) mencatat bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang penting bagi remaja. Kelly dan Hansen dalam Desmita (2009) menyebutkan enam fungsi positif dari teman sebaya, yaitu: 1. Mengontrol impuls-impuls agresif, yaitu melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung. 2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. Dorongan yang
diperoleh
remaja
dari
teman-teman
sebaya
mereka
ini
akan
menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka. 3. Meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya akan membantu remaja untuk belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaanperasaan serta mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah. 4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran berdasarkan jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman-teman sebaya.
12
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Pergaulan dengan kelompok teman sebaya akan membantu remaja untuk mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar. 6. Meningkatkan harga diri (self-estem). Media Massa dan Perkembangan Remaja Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Informasi massa adalah informasi yang diperuntukkan kepada masyarakat secara massal, bukan informasi yang hanya boleh dikonsumsi oleh pribadi (Bungin 2009). Menurut Bungin (2009) media massa memiliki lima fungsi, yaitu: 1.
Fungsi pengawasan Fungsi pengawasan dapat berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemberitaan bahaya narkoba.
2.
Fungsi Social Learning Fungsi utama dari media massa adalah untuk melakukan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat.
3.
Fungsi Penyampaian Informasi Informasi yang disampaikan melalui media massa dapat diterima pada saat yang cepat kepada masyarakat luas.
4.
Fungsi Transformasi Budaya
5.
Fungsi Hiburan Fungsi hiburan pada media massa berkaitan erat dengan fungsi-fungsi lainnya.
Informasi
yang
disampaikan
melalui media
massa
sering
disampaikan dengan cara menghibur agar lebih dapat diterima oleh masyarakat. Penyampaian yang seperti ini menuntut kemampuan untuk mengemas pesan/informasi yang menarik dan tidak melenceng dari tujuan sebenarnya. Media massa memainkan peranan penting dalam kehidupan anak-anak dan remaja. Penggunaan media massa oleh anak sangat bervariasi, tidak hanya dari segi usia, tetapi juga dari segi jenis kelamin, etnis, status sosioekonomi dan
13
kecerdasan. Menurut sebuah penelitian, anak dan remaja menghabiskan waktu lebih banyak dan membentuk interaksi sosial dengan menonton televisi dan menggunakan media elektronik lainnya seperti internet (Santrock 2007). Televisi Televisi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Televisi bisa memberikan pengaruh positif pada perkembangan anak dengan meningkatkan informasi mereka tentang dunia melampaui lingkungan mereka dan dengan memberikan model bagi perilaku prososial (Clifford, Gunter, & McAleer dalam Santrock 2007). Jadi, jika anak diberikan tontonan yang bersifat hubungan sosial positif, secara tidak langsung hal tersebut dapat mengajarkan anak mengenai cara menggunakan keterampilan sosialnya. Menurut Hurlock (1980), pada fase remaja, anak mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Sementara itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Baumgardner et al. (2004) menunjukkan bahwa semakin sering remaja menonton kekerasan televisi maka kemungkinan remaja memiliki perilaku agresif juga akan semakin tinggi. Internet Perubahan revolusi teknologi yang ditandai dengan kehadiran komputer dan internet dalam kehidupan anak dan remaja mengakibatkan ketergantungan pada
beberapa
kompetensi
nonteknologi
dasar,
misalnya
keterampilan
komunikasi yang baik, sikap positif, dan kemampuan untuk memecahkan masalah serta berpikir mendalam dan kreatif. Anak dan remaja menggunakan komputer untuk berinteraksi dan berkomunikasi menggantikan pena, kartu pos, dan telepon (Santrock 2007). Internet (Inter-Network) merupakan sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan. Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (email, chat), diskusi (usenet news, email, milis), sumberdaya informasi yang terdistribusi (world wide web/ www, Gopher), remote login dan lalu lintas file (Telnet, FTP), dan aneka layanan lainnya (Desmita 2005). Internet merupakan inti dari komunikasi yang menggunakan media komputer. Internet menghubungkan ribuan jaringan
14
komputer dan menyediakan jumlah informasi yang luar biasa banyaknya (Donnerstein dalam Santrock 2007). Internet dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkembangan remaja. Dampak positif internet adalah menyediakan jaringan komunikasi tanpa mengenal batas serta memberikan kesempatan untuk bersosialisasi bagi remaja pemalu, remaja kaum marginal dan remaja yang mengalami masalah sosial. Kebebasan dalam melakukan interaksi sosial yang ditawarkan oleh internet juga dapat membantu remaja dalam membangun kepercayaan diri dalam melakukan interaksi dalam
dunia sosial yang
sebenarnya. Namun, internet juga merupakan sumber informasi negatif yang paling mudah diakses oleh remaja (Louge 2006). Penggunaan internet semakin dipermudah seiring dengan perkembangan jaman. Kini internet tidak hanya bisa diakses melalui komputer atau notebook saja, melainkan juga dapat diakses melalui handphone dan blackberry yang saat ini menjadi alat komunikasi yang sedang trend disemua kalangan termasuk remaja. Internet saat ini juga menawarkan berbagi fitur menarik bagi para remaja dan kawula muda, seperti situs jejaring sosial (facebook, Friendster, twitter), blog, dan lain sebagainya. Facebook, salah satunya menjadi salah satu layanan internet yang sedang populer saat ini.
Penggunanya bukan hanya orang
dewasa. Anak dan remaja juga tampak memanfaatkan fasilitas ini. Facebook adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Melalui layanan ini seseorang juga dapat menambahkan teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya. Interaksi sosial yang tinggi dengan teknologi seperti televisi dan internet menyebabkan remaja mengisolasi diri dari lingkungan sosial disekitarnya. Hal ini disebabkan waktu mereka dihabiskan lebih banyak di depan televisi dan internet (Goleman 2007). Keterampilan Sosial Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya dalam konteks hubungan sosial. Menurut Goleman (2007), keterampilan sosial (kecerdasan
15
sosial/social intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang bebeda. Keterampilan sosial menjadi modal dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sosial agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial tersebut. Goleman (2007) menyebutkan bahwa terdapat dua unsur keterampilan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi:
Empati dasar, yaitu berhubungan dengan perasaan dengan orang lain dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.
Penyelarasan, yaitu kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang.
Ketepatan
empatik,
yaitu
kemampuan
untuk
memahami
pikiran,
perasaan, dan maksud orang lain.
Pengertian sosial, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja.
Sementara itu, fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi:
Sinkroni,
yaitu
kemampuan
yang
ditunjukkan
seseorang
dalam
berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal.
Presentasi
diri,
yaitu
berhubungan
dengan
cara
seseorang
mempresentasikan diri sendiri secara efektif.
Pengaruh. Pengaruh seseorang akan membentuk hasil interaksi sosial.
Kepedulian, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Hatch dan Gardner (Goleman 2006) mengemukakan dasar-dasar
kecerdasan
sosial
terdiri
dari
kemampuan
mengorganisir
kelompok,
merundingkan perpecahan, mengelola hubungan pribadi, dan kemampuan analisis sosial. Menurut Mu’tadin (2002), keterampilan-keterampilan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila
16
keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. Menurut Goleman (2006), setiap hubungan berasal dari kemampuan untuk berempati. Keterampilan sosial seseorang akan matang apabila memiliki kemampuan
empati dan manajemen diri yang
baik.
Tidak
dimilikinya
keterampilan sosial inilah yang menyebabkan orang yang pintar dalam bidang akademik dapat gagal dalam membina hubungan mereka. Kemampuan sosial ini memungkinkan
seseorang
membentuk
hubungan,
menggerakkan
dan
mengilhami orang lain, membina kedekatakan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, serta membuat orang lain merasa nyaman. Kemampuan untuk mendapat perhatian melalui cara yang secara sosial diterima merupakan keterampilan sosial sebagai prestasi perkembangan sosialnya. Kemampuan untuk bersama-sama dalam suatu pertemanan dan kelompok merupakan manifestasi keterampilan sosial dan emosional. Hal ini merupakan hasil dari serangkaian keterampilan mengetahui dan memenuhi harapan-harapan
sosial
yang
diembankan
kepadanya,
disertai
dengan
kemampuan mengelola emosi, serta memberikan respon emosi yang tepat kepada orang-orang disekitarnya (Sunarti 2004). Menurut hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin (2002), dalam kehidupan remaja terdapat delapan faktor yang membentuk keterampilan sosial remaja (social skills) yaitu: 1. Keluarga. Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh seorang anak dalam keluarga akan sangat menentukan reaksi anak terhadap lingkungan. 2. Lingkungan Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan), lingkungan sosial (tetangga), lingkungan keluarga (keluarga primer dan sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Pengenalan lingkungan sejak dini akan mengajarkan anak mengenai keseluruhan lingkungan sosialnya. 3. Kepribadian
17
Penampilan tidak dapat diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini, penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata. 4. Rekreasi Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapat kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton, serta mendapatkan semangat baru. 5. Pergaulan dengan lawan jenis Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja seharusnya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting dalam persiapan berkeluarga maupun berkeluarga. 6. Pendidikan/sekolah Pada dasarnya, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak
atau
remaja
dan
dikembangkan
terus-menerus
sesuai
tahap
perkembangannya. 7. Persahabatan dan solidaritas kelompok Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangat besar. Remaja sering lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain. 8. Lapangan kerja Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran di sekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SMA mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan.
18
Keterkaitan antara Teman Sebaya dan Media dengan Keterampilan Sosial Kebutuhan untuk dapat diterima oleh lingkungan bagi setiap individu atau remaja merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilanketerampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sebagainya (Mu’tadin 2002). Studi-studi kontemporer tentang remaja menunjukkan hubungan yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif. Sejumlah teori lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap perkembangan anak dan remaja. Bagi sebagaian remaja ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan (Santrock 2007). Menurut White et al. (2010), pengaruh kelompok teman sebaya dalam pencarian pasangan (pacaran) pada anak usia remaja di Amerika dapat dilihat dari agresivitasnya. Remaja yang terlibat dalam interaksi yang bersifat agresif dengan peer groupnya akan lebih mudah terpengaruh ke dalam perilaku seks yang lebih cepat daripada remaja yang menghindari hal ini. Nansel et al.(2004) dalam White et al. (2010) agresivitas anak usia sekolah hingga remaja sangat dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya atau menjadi korban agresivitas kelompok teman sebaya atau bisa keduanya. Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Bester
(2007)
mengenai
perkembangan kepribadian remaja dan hubungannya dengan pengaruh orang tua dan kelompok teman sebaya mengungkapkan bahwa remaja yang masih tinggal atau berhubungan dekat dengan orang tuanya namun lebih banyak menghabiskan waktu dengan kelompok teman sebayanya akan mengalami perkembangan fisik dan emosional yang cenderung lebih banyak bergantung pada peer groupnya. Pada masa remaja, kecenderungan untuk lebih bergantung
19
pada kelompok teman sebayanya akan lebih jelas terlihat. Jika orang tua melarang anak bergaul dengan kelompok teman sebayanya maka akan memberikan
dampak
yang
negatif
terhadap perkembangan
sosial dan
kepribadian karena kelompok teman sebaya akan mengajarkan anak untuk dapat bertanggung jawab secara sosial terhadap lingkungannya. Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meijs et al. (2010) mengenai keterampilan sosial dan prestasi akademik sebagai prediktor popularitas remaja, yang menunjukkan bahwa keterlibatan remaja dalam aktivitas peer group dan dapat diterima di dalamnya akan membantu remaja dalam membangun perasaan menjadi anak yang populer. Menjadi anak yang populer dapat membantu anak dalam melakukan tindakan prososial dan menciptakan kebiasaan membantu kelompok teman sebayanya. Tindakan prososial yang dimaksud seperti kemampuan untuk memecahkan masalah sosial, perilaku sosial yang positif, dan membantu mereka dalam menjalin hubungan pertemanan. Menurut Goleman (2006), ketika teknologi atau media menawarkan komunikasi, sesungguhnya itu adalah sebuah isolasi karena manusia akan terkungkung dalam suatu autisme sosial. Media dapat memungkinkan jutaan orang mendengarkan cerita lucu yang sama, namun mereka tetap kesepian. Media seperti internet dan televisi akan memunculkan pola baru dalam hubungan antar manusia, yaitu cara manusia membina hubungan dan memutuskan hubungan. Calzo dan Suzuki (2004) menyebutkan bahwa, media massa sering digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi dengan teman sebayanya. Kenneavy et al. (2006) menyebutkan bahwa pada usia remaja, pencarian informasi merupakan salah satu hal yang paling penting, terutama informasi mengenai seks dan aturan orang dewasa. Media massa merupakan sumber pencarian informasi yang paling banyak digunakan oleh remaja karena media massa sangat mudah diakses dan pesan yang disampaikan oleh media massa juga sangat atraktif. Selain memberikan informasi mengenai seks secara bebas, menurut Baumgardner et al. (2004), media massa juga memberikan contoh perilaku kekerasan bagi remaja. Dalam hal ini, media massa bertindak sebagai kontributor utama yang memberikan informasi mengenai kekerasan sehingga menciptakan sikap agresif dan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari-hari remaja.
20
Media elektronik, seperti komputer, notebook, atau handphone (ponsel) juga dapat menghancurkan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa muda untuk
mempelajari
kemampuan
sosial,
membaca
bahasa
tubuh
dan
pengurangan aktivitas dan interaksi langsung dengan sesama. Perilaku berkurangnya aktifitas dan berinteraksi langsung secara face to face terhadap orang lain juga dapat meningkatkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker, stroke, penyakit jantung, dan dementia (kepikunan) (Desmita 2005). Sementara itu, dampak positif media yaitu memperluas jejaring sosial dan juga menambah informasi dan pengetahuan bagi remaja. Melalui media, kita bisa berkomunikasi dengan orang lain di belahan dunia manapun tanpa dibatasi ruang dan waktu (Bungin 2009).
21
KERANGKA PEMIKIRAN
Keterampilan sosial adalah kunci sukses dalam membina hubungan dengan orang lain. Seni membina hubungan meliputi keterampilan mengelola emosi orang lain dan menunjukkan emosi diri secara tepat. Keterampilan ini juga merupakan keterampilan yang menunjang kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Oleh karena itu, tanpa memiliki keterampilan sosial, seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial dan sering dianggap angkuh serta tidak berperasaan (Goleman 2006). Menurut hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin (2002), ada delapan aspek dalam kehidupan remaja yang menuntut keterampilan sosial, dua diantaranya adalah lingkungan dan persahabatan atau solidaritas kelompok. Hal ini sejalan dengan teori ekologis Bronfenbrenner yang menyebutkan bahwa ada empat lingkungan yang mempengaruhi proses sosialisasi anak, seperti lingkungan mikrosistem, mesosistem, eksosistem, dan makrosistem Puspitawati (2009). Dalam penelitian ini, teman sebaya dan media massa termasuk dalam lingkungan mikrosistem, yaitu lingkungan yang langsung berinteraksi dengan anak. Pada masa remaja, pengaruh teman sebaya sangat kuat pada diri remaja. Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa remaja cenderung membentuk kelompok dan sebagian waktu akan dihabiskan dengan melakukan interaksi bersama teman kelompoknya tersebut. Teman sebaya tidak hanya harus berasal dari etnis ataupun ras yang sama melainkan cenderung memiliki sikap dan performa akademis yang sama serta memiliki status yang mirip (Papalia et al. 2008). Pemilihan teman sebaya (peer group) yang salah dapat menjerumuskan individu ke dalam bentuk kenakalan-kenakalan remaja. Oleh karena itu, dalam sebuah kelompok teman sebaya, remaja harus mampu memainkan suatu peran sosial
dan terlibat secara aktif dalam lingkungan sosialnya (Gunarsa S &
Gunarsa Y 2009). Kemajuan teknologi yang sangat canggih seperti saat ini, kerap kali membuat remaja tidak dapat menjalankan fungsi sosial dalam kelompoknya
dengan
baik.
Remaja
menjadi
cenderung
individual
dan
mengisolasi diri dari lingkungan sosial dan membentuk pertemanan yang bersifat maya yang banyak ditawarkan melalui internet dan televisi. Kecenderungan ini
22
dapat mengakibatkan ketidakmampuan remaja dalam mengolah kemampuan sosialnya. Berdasarkan
perumusan
masalah
yang
telah
dirumuskan
dalam
penelitian ini, maka hubungan antar variabel pada remaja contoh yang merupakan siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta digambarkan dalam kerangka pemikiran. Pada kerangka pemikiran tersebut, karakteristik contoh yaitu usia, jenis kelamin, cabang olahraga dan urutan kelahiran diduga berhubungan dengan pemilihan teman sebaya dan media massa yang selanjutnya diduga akan mempengaruhi keterampilan sosial contoh. Sementara itu, karakteristik keluarga seperti pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua, usia orangtua, status orangtua, etnis dan besar keluarga juga diduga berhubungan dengan pemilihan media massa dan teman sebaya yang nantinya akan mempengaruhi keterampilan sosial contoh. Keterkaitan antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, teman sebaya, media, dan keterampilan sosial yang menjadi kerangka penelitian yang akan dilakukan disajikan pada Gambar 1.
23
Karakteristik keluarga contoh: Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan orang tua Usia orang tua Status orang tua Etnis
Kelompok teman sebaya (peer group): Karakteristik Pola Hubungan Kualitas pertemanan
Karakteristik contoh: Usia Jenis kelamin Urutan kelahiran anak Cabang olahraga Tipe olahraga
Media massa: Karakteristik Pola Hubungan Pemanfaatan media massa
Keterampilan Sosial: Kesadaran sosial Fasilitas sosial
Keterangan: : variabel yang diteliti : hubungan variabel yang diteliti : pengaruh variabel yang diteliti terhadap keterampilan sosial
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
24
Definisi Operasional
Remaja adalah individu yang berusia 15-19 tahun yaitu siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas. Contoh adalah siswa kelas XI SMA Negeri Ragunan Jakarta yang menjadi responden penelitian ini Karakteristik contoh adalah ciri individu yang meliputi usia, jenis kelamin, urutan kelahiran anak, dan cabang olahraga. Karakteristik keluarga contoh adalah keadaan keluarga yang meliputi usia orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Kelompok teman sebaya adalah suatu bentuk kelompok sosial dengan usia yang relatif sama dan antar anggota kelompok merasa memiliki keterkaitan secara emosional. Karakteristik kelompok teman sebaya adalah ciri kelompok sosial yang meliputi usia teman sebaya, jumlah teman sebaya, ciri utama kelompok teman sebaya, dan alasan pertemanan. Pola hubungan dengan kelompok teman sebaya adalah cara berinteraksi antara contoh dengan teman sebaya yang meliputi frekuensi bertemu dan lama waktu bertemu. Ciri utama kelompok teman sebaya adalah bentuk kelompok teman sebaya yang membedakannya dengan bentuk kelompok teman sebaya lainnya. Kualitas pertemanan dengan kelompok teman sebaya adalah hubungan sosial yang terjadi antara individu dengan kelompok sosialnya hingga pengaruh yang terjadi. Media massa adalah teknologi yang menunjang kegiatan sehari-hari seperti televisi dan internet. Karakteristik media massa adalah ciri teknologi yang digunakan contoh, meliputi jenis media massa. Pola hubungan dengan media massa adalah cara berinteraksi dengan media massa
meliputi
lama
penggunaan
dalam
sehari
dan
frekuensi
penggunaan. Pemanfaatan media massa adalah hubungan dan pengaruh yang terjadi antara individu dengan teknologi yang digunakan.
25
Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda yang terdiri dari kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan contoh untuk memahami diri sendiri dan perasaan orang lain. Fasilitas sosial adalah tindakan yang kemudian dilakukan oleh contoh dengan kesadaan yang dimiliki.
27
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan metode survei. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek riset dalam satu waktu tertentu saja (Umar 2003). Sementara itu, penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendy 1989). Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan SMA Negeri Ragunan adalah sekolah khusus untuk mendidik para atlet muda Indonesia dan berasal dari beragam budaya (suku bangsa). Waktu penelitian termasuk pengumpulan data, pengolahan, analisis data dilakukan selama delapan bulan mulai Juni 2010Januari 2011. Teknik Penarikan Contoh Populasi dari penelitian adalah siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta yang berjumlah 323 orang. Sementara itu, kerangka contoh penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri Ragunan Jakarta dan terdiri dari satu kelas IPA (38 siswa) dan dua kelas IPS (79 siswa). Dasar pemilihan contoh adalah siswa kelas XI dikarenakan siswa pada tingkat tersebut telah memiliki pengalaman belajar di SMA relatif cukup lama dibandingkan dengan kelas X dan tidak disibukkan dengan persiapan Ujian Akhir Nasional seperti kelas XII. Contoh penelitian dihitung menggunakan formula Slovin (1960), diacu dalam Umar (2003) sebagai berikut: N n= 1+ Ne
2
N
= populasi penelitian
n
= jumlah contoh penelitian
Ne = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, yaitu 10 persen.
28
Dengan menggunakan rumus dan margin error 0.1 didapatkan jumlah contoh sebagai berikut: N n= 1+Ne
323 2
=
1+323(0.1)
2
=
76.36
Berdasarkan perhitungan, jumlah minimal contoh penelitian ini adalah 76 orang. Jumlah contoh yang diambil untuk penelitian ini adalah 85 orang dengan pertimbangan penambahan 10 persen dari jumlah minimal contoh. Pengambilan contoh dilakukan secara cluster random sampling. Pertama, ketiga kelas di kelas XI ditentukan sebagai kerangka contoh. Berikutnya berdasarkan kerangka contoh tersebut dipilih secara acak untuk memperoleh siswa yang akan dijadikan contoh. Dalam pelaksanaannya ada beberapa yang tidak ada (10 orang) sehingga dicari contoh pengganti. Contoh pengganti ini dipilih secara purposive. Penetapan contoh pengganti ini harus memenuhi syarat sebagai siswa kelas XI yang berada dikelas saat penelitian berlangsung dan belum ditetapkan menjadi contoh. Teknik pengambilan contoh disajikan pada Gambar 2. Populasi N=323
Kelas X N=99
XI IPA n=28 (32.9%)
Kelas XI N=117
XI IPS 1 n=29 (34.1%)
Kelas XII N=107
XI IPS 2 n=28 (32.9%)
Cluster
acak
Gambar 2 Teknik pengambilan contoh Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui self-report menggunakan alat bantu kuesioner. Kuesioner berisi variabel-variabel yang diteliti dan termasuk dalam kerangka penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan jumlah siswa. Secara rinci, jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.
29
Tabel 1
Variabel penelitian, jenis serta skala data, dan sumber informasi Variabel
Karakteristik contoh Usia Jenis kelamin Urutan kelahiran Cabang olahraga Tipe olahraga Karakteristik Keluarga Pendidikan orangtua Status pekerjaan orangtua Pendapatan orangtua Usia orangtua Status orangtua Suku Bangsa Peer Group Karakteristik - Jumlah - Usia - Ciri utama - Alasan pertemanan Pola Hubungan - Frekuensi bertemu - Lama usia pertemanan Kualitas pertemanan Media Massa Karakteristik - Jenis media massa Pola Hubungan - Lama penggunaan - Frekuensi penggunaan Pemanfaatan media massa Keterampilan Sosial - Kesadaran sosial - Fasilitas sosial Jumlah siswa Keadaan Umum Sekolah
Jenis data
Skala
Sumber
Primer
Rasio Nominal Rasio Nominal Nominal
Siswa (responden)
Primer
Rasio Nominal Rasio Rasio Nominal Nominal
Siswa (responden)
Primer
Primer
Rasio Nominal Nominal Nominal Interval Interval Ordinal
Nominal Interval Interval Ordinal
Siswa (responden)
Siswa (responden)
Primer
Ordinal
Siswa (responden)
Sekunder Sekunder
Rasio Ordinal
Data sekolah Data sekolah
Cara pengukuran data adalah sebagai berikut: 1) Kelompok Teman Sebaya. Variabel ini terdiri atas tiga sub variabel yaitu, karakteristik, pola hubungan dan kualitas pertemanan contoh dengan kelompok teman sebaya. Sub variabel karakteristik terdiri atas empat pertanyaan mengenai jumlah, usia, ciri utama, dan alasan pertemanan. Sub variabel pola hubungan terdiri atas dua pertanyaan mengenai frekuensi bertemu dan lama waktu pertemanan dengan teman sebaya di sekolah, asrama dan tempat lain. Sementara itu, sub variabel kualitas hubungan pertemanan dengan kelompok teman sebaya terdiri atas 16 pernyataan yang empat
diantaranya
merupakan
pertanyaan
negatif.
Sistem
skor
30
menggunakan skala Likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, 4=sangat setuju), namun pada pertanyaan negatif sistem skor dibalik. Skor maksimal adalah 64 dan skor minimal adalah 16. Pernyataan disusun berdasarkan Ruhidawati (2005) dan Desmita (2009) yang telah dimodifikasi oleh peneliti. 2) Media massa. Variabel ini terdiri atas tiga sub variabel yaitu, karakteristik, pola hubungan dan pemanfaatan media massa. Karakteristik media massa terdiri atas jenis media massa. Pola hubungan media massa (lama penggunaan dalam sehari dan frekuensi penggunaan) terdiri atas masingmasing 3 pertanyaan untuk media televisi dan internet. Sementara itu, pemanfaatan media massa terdiri atas 17 pernyataan yang dua diantaranya adalah pertanyaan negatif. Sistem skor menggunakan skala Likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, 4=sangat setuju), namun pada pertanyaan negatif sistem skor dibalik. Skor maksimal adalah 68 dan skor minimal adalah 17. Pernyataan merujuk pada Bungin (2009) dan Santrock (2007). 3) Keterampilan Sosial. Variabel ini terdiri atas 40 pernyataan dengan 11 pertanyaan negatif. Sistem skor menggunakan skala Likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, 4=sangat setuju), namun pada pertanyaan negatif skor dibalik. Skor maksimal adalah 160 dan skor minimal adalah 40. Pernyataan disusun berdasarkan Wulandari (2009) dan Goleman (2007) mengenai keterampilan sosial yang terdiri dari kesadaran sosial dan fasilitas sosial yang telah dimodifikasi oleh peneliti. 4)
Pengambilan data yang digunakan berupa self-report. Untuk mengurangi bias ketika melakukan wawancara peneliti menyebar kuesioner dalam kelas dan mendampingi contoh selama pengisian kuesioner.
Manajemen dan Kontrol Kualitas Data 1)
Sebelum digunakan, kuesioner yang sudah disusun diuji pada 10 siswa kelas X yang terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan yang berusia 16 tahun. Hasil uji coba tersebut akan menentukan reliabilitas dari kuesioner yang digunakan. Uji coba kuesioner sebelum pengumpulan data dilakukan, untuk mengetahui pilihan bentuk kuesioner (pertanyaan dan pernyataan), kedalaman pertanyaan, ketepatan pemilihan kata, dapat tidaknya suatu pertanyaan ditanyakan, dapat tidaknya suatu pernyataan
31
dijawab, pilihan jawaban yang dimungkinkan, serta lama maksimal pengisian kuesioner. Dari hasil uji coba diperoleh bahwa lama waktu maksimal pengisian kuesioner adalah 25 menit. 2)
Uji reliabilitas instrumen penelitian. Realibilitas instrumen kualitas hubungan pertemanan adalah 0.825, pemanfaatan media massa adalah 0.740, dan keterampilan sosial 0.886. Realibilitas instrumen keterampilan sosial ini lebih besar daripada realibilitas instrumen Wulandari (2009), yaitu sebesar 0.861.
3)
Penyusunan code book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry
data, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis secara statistik dan deskriptif dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical package for Social Science (SPSS) versi 16.0. Analisis data yang digunakan meliputi uji beda T-test, uji korelasi Chi-square, uji korelasi Pearson dan regresi linear berganda. Sistem skoring dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor maka semakin positif nilai variabelnya. Setelah itu dijumlahkan dan selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan teknik skoring secara normatif dengan menggunakan interval kelas. Interval kelas (A) = Skor maksimum (NT)-skor minimum(NR) Jumlah kategori
Pengelompokkan kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya menggunakan tiga ketegori, yaitu rendah (16-32), cukup (33-48), dan tinggi (49-64). Pengelompokkan pemanfaatan media massa juga menggunakan tiga kategori, yaitu rendah (17-34), sedang (35-51), dan tinggi (52-68). Sementara itu, pengelompokkan keterampilan sosial remaja menggunakan tiga kategori, yaitu rendah (40-80), cukup (81-120), dan tinggi (121-160). Analisis korelasi Pearson dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel berupa skala rasio dan interval. Sementara itu, uji korelasi Chi-square untuk menguji hubungan antar variabel yang berskala nominal. Sementara itu, untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial pada remaja dilakukan uji regresi linear berganda:
32
Yi = α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7+ β8X8+ β9X9+ β10X10+ β11X1+ β12X12+ β13X13+ β14X14+ β15X15+ β16X16+ β17X17+ β18X18+ β19X19+ β20X20+β21D1 + β22D2+ β23D3+ β24D4+ β25D5+ε Keterangan: Yi = keterampilan sosial remaja α
= konstanta
βn
= koefisien regresi
X1 = usia X2 = cabang olahraga X3 = usia ayah X4 = usia ibu X5 = pendidikan ayah X6 = pendidikan ibu X7 = pendapatan orangtua X8 = jumlah teman sebaya di sekolah X9 = frekuensi pertemuan di sekolah X10 = usia pertemanan di sekolah X11 = jumlah teman sebaya di asrama X12 = frekuensi pertemuan di asrama X13 = usia pertemanan di asrama X14 = jumlah teman sebaya di tempat lain X15 = frekuensi pertemuan di tempat lain X16 = usia pertemanan di tempat lain X17 = lama penggunaan media massa X18 = frekuensi penggunaan media massa X19 = pemanfaatan media massa X20 = kualitas pertemanan dengan kelompok teman sebaya D1 = jenis kelamin D2 = tipe olahraga D3 = status orang tua D4 = status kerja ayah D5 = status kerja ibu ε
= galat
33
Dalam model regresi yang disusun dalam penelitian ini, tidak semua variabel penelitian dalam kerangka pemikiran dimasukkan. Hal ini disebabkan karena ada beberapa variabel yang merupakan data nominal sehingga harus dilakukan dummy. Dummy dapat memperkecil angka koefisien regresi, maka beberapa variabel tersebut tidak dimasukkan dalam uji regresi.
35
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Sekolah Ragunan adalah satu dari lima sekolah khusus atlet di Indonesia yang didirikan pada tanggal 15 Januari 1977. Sekolah Ragunan ini sebenarnya terdiri atas SMP Negeri dan SMA Negeri Ragunan. SMP/SMA Negeri Ragunan atau yang lebih dikenal dengan Sekolah Atlet, berada di dalam area Gelanggang Olahraga Ragunan, Jalan H.M. Harsono, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. SMA Negeri Ragunan dikepalai oleh Drs. Didih Hartaya dengan staf dan guru berjumlah 20 orang. Jumlah siswa di SMA Negeri Ragunan sebanyak 323 orang. Tabel 2 menunjukkan bahwa lebih dari separuh jumlah siswa berjenis kelamin laki-laki (55.1%) dan siswa perempuan sekitar 44.9 persen. Tabel 2
Sebaran siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin n Laki-laki 178 Perempuan 145 Total 323 Sumber: Profil SMA Negeri Ragunan. 2009/2010.
% 55.1 44.9 100.0
Luas kompleks SMP/SMA Ragunan dan fasilitas olahraga mencapai 17 hektar yang merupakan aset Pemda DKI. Kompleks SMP/SMA Ragunan terdiri dari gedung sekolah, gedung asrama putra dan putri, ruang makan dan dapur, ruang fitnes, dan perumahan guru serta pelatih. Secara keseluruhan, SMA Negeri Ragunan terdiri dari delapan kelas, yaitu dua kelas untuk kelas X dan untuk kelas XI, XII masing-masing tiga kelas (IPA, IPS1 dan IPS2). Fasilitas olahraga mencakup lapangan bulutangkis, tenis meja, bola voli, gulat dan judo, kolam renang, gedung senam, lapangan basket, sepak bola, lapangan tenis, angkat besi, panahan, dan track atau lapangan untuk cabang atletik. Fasilitas lain yang berada di komplek Gelanggang Olahraga Ragunan berupa gedung serbaguna, gedung auditorium, poliklinik, masjid, aula, kantin, wisma tamu, serta perkantoran dan Graha Wisma Pemuda. SMA Negeri Ragunan yang merupakan sekolah umum formal untuk para atlet menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar layaknya SMA pada umumnya. Beban belajar yang diberikan oleh pihak sekolah terdiri dari pelajaran inti, muatan lokal dan pengembangan diri dengan alokasi waktu satu jam
36
pelajaran adalah 40 menit. Pengembangan diri adalah pelajaran utama bagi siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta, sedangkan pelajaran inti dan muatan lokal merupakan pelajaran tambahan. Hal ini menyebabkan SMA Negeri Ragunan berbeda dengan SMA pada umumnya. Pelajaran inti di SMA Ragunan tidak jauh berbeda dengan SMA pada umumnya. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler
untuk
mengembangkan
kompetensi
yang
materinya
tidak
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Mata pelajaran muatan lokal kelas X, XI dan XII adalah English for Special Purpose. Pengembangan diri adalah beban belajar terjadwal utama yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya. Dengan kata lain, pengembangan diri adalah jadwal latihan terpadu sesuai dengan cabang olahraga yang digeluti siswa. Rincian alokasi waktu pembelajaran dan beban pelajaran yang diberikan oleh SMAN Ragunan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Beban belajar per minggu siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta
Beban Belajar (jam) Inti Muatan Lokal Pengembangan diri X 36 2 34 XI 37 2 34 XII 41 2 34 Sumber: Profil SMA Negeri Ragunan. 2009/2010. Kelas
Jumlah 72 73 77
Karakteristik Contoh Usia dan Jenis Kelamin Contoh dalam penelitian ini berjumlah 85 orang. Persentase terbesar contoh berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 50,6 persen dan sisanya adalah laki-laki sebesar 49,4 persen (Tabel 5). Tabel 4
Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi usia contoh Usia
15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun Total Rata-rata±SD p-value
Laki-laki n % 0 0.0 3 3.5 14 16.5 23 27.1 2 2.3 42 49.4 17.6±0.7 0.00
Jenis Kelamin Perempuan n % 3 3.5 14 16.5 17 20.0 8 9.4 1 1.2 43 50.6 16.8±0.9
Total n % 3 3.5 17 20.0 31 36.5 31 36.5 3 3.5 85 100 17.2±16
37
Menurut Hurlock (1980), periode masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu remaja awal pada umur (10-14 tahun), remaja tengah (14-17 tahun), dan remaja akhir pada umur 17-21 tahun. Secara keseluruhan usia contoh pada penelitian ini dapat dikategorikan sebagai remaja tengah dan akhir, yaitu antara 15-19 dengan persentase terbesar adalah usia 17 dan 18 tahun, masing-masing sebesar 36.5 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase usia tertinggi contoh laki-laki adalah 17 dan 18 tahun (16.5% dan 27.1%). Sementara itu, persentase usia tertinggi contoh perempuan adalah 16 dan 17 tahun (16.5% dan 20.0%) (Tabel 4). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan usia contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05) yang mana rata-rata usia contoh laki-laki lebih tinggi daripada contoh perempuan. Urutan Kelahiran Penelitian terhadap anak-anak, remaja, dan orang dewasa dari berbagai urutan kelahiran, menunjukkan urutan kelahiran dapat menjadi faktor yang kuat dalam menentukan jenis penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang harus dilakukan individu sepanjang rentang kehidupan (Hurlock 1980). Schiller (2006) menyebutkan bahwa urutan kelahiran berhubungan erat dengan kepribadian seseorang. Gambar 3 menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh adalah anak tengah dan anak sulung (37.6% dan 32.9%), sedangkan persentase terendah adalah anak tunggal sebesar 4.7 persen.
Tunggal
Sulung
Tengah
Bungsu
4,7% 24,8%
32,9%
36,7%
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran Menurut Santrock (2007), anak kedua (anak tengah) akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan lebih percaya diri bila dibandingkan dengan anak pertama atau anak tunggal. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Schiller (2006) menunjukkan bahwa anak kedua
38
cenderung lebih tenang, lebih mudah bersosialisasi dan lebih sedikit mengalami masalah dibandingkan anak sulung dan bungsu. Namun, anak kedua juga memiliki rasa iri yang lebih besar terhadap saudaranya. Anak sulung sering dikenal sebagai ”experimental child” yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman orangtua dalam merawat anak sehingga mengakibatkan orangtua cenderung terlalu cemas dan melindungi berlebihan (Gunarsa S & Gunarsa Y 2009). Menurut Santrock (2007), orangtua memiliki harapan yang besar kepada anak pertama dibanding adik-adiknya, tuntutan orangtua dan standar yang tinggi membuat anak pertama diliputi kecemasan dan rasa bersalah. Berdasarkan beberapa literatur yang telah dibahas tersebut, dapat digambarkan bahwa sebagian besar contoh penelitian ini merupakan kelompok anak-anak yang lebih mudah bersosialisasi (anak kedua). Cabang olahraga dan Tipe olahraga Menurut Moelok (1984), cabang olahraga dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu cabang olahraga ringan, sedang, berat, dan berat sekali. Cabang olahraga yang paling banyak digeluti oleh contoh adalah olahraga sedang yang terdiri dari bulutangkis, senam, atletik, selancar, squash, tenis lapangan, tenis meja, sepak takraw, dan sepak bola. Sementara itu, jenis olahraga individu yang paling banyak digeluti oleh contoh penelitian adalah renang, bulu tangkis, squash, dan senam. Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh menggeluti cabang olahraga sedang (70.6%) dan hanya sekitar 1,2 persen contoh yang menggeluti olahraga berat sekali, yaitu jenis olahraga angkat besi. Sementara itu, sebagian besar contoh menggeluti tipe olahraga individu (88.2%) seperti tenis meja, tenis lapangan, squash, bulutangkis, senam, dan atletik. Tabel 5
Sebaran contoh berdasarkan cabang olahraga dan tipe olahraga
Karakteristik Cabang Olahraga Olahraga ringan Olahraga sedang Olahraga berat Olahraga berat sekali Total Tipe Olahraga Individu Beregu Total
n
%
5 60 19 1 85
5.9 70.6 22.3 1.2 100.0
75 10 85
88.2 11.8 100.0
39
Karakteristik Keluarga Usia dan Status Orangtua Tingkat umur dapat mempengaruhi cara berpikir serta bertindak dan emosi seseorang, karena seseorang yang mempunyai umur lebih dewasa relatif lebih stabil emosinya dibanding dengan orang yang lebih muda (Hurlock 1980). Usia orangtua contoh dikelompokkan ke dalam usia dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun). Tabel 6
Sebaran contoh berdasarkan kategori usia orangtua Usia
Dewasa muda (20-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) Almarhum Total
Ayah
Ibu
n 9 72
% 10.5 84.7
N 33 49
% 38.8 57.7
2
2.4
0
0.0
2 85
2.4 100.0
3 85
3.5 100.0
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar ayah contoh berada pada kategori dewasa madya (84.7%). Persentase ayah contoh yang berada dalam tahapan dewasa akhir dan sudah meninggal masing-masing sebesar 2.4 persen. Sama halnya dengan ayah, lebih dari setengah ibu contoh (57.7%) juga berusia 40-60 tahun (dewasa madya). Sementara itu, sekitar 3.5 persen ibu contoh sudah meninggal. Berdasarkan Gambar 4, sebagian besar status orangtua contoh adalah utuh (92.9%) dan hanya sekitar 7.1 persen orangtua contoh yang berstatus sebagai orangtua tunggal (single parent) karena salah satu orangtua telah meninggal dunia. Menurut Eccles dan Kalil (1994), ibu yang berstatus sebagai orangtua tunggal menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan anak remaja dibanding ibu yang masih terikat hubungan perkawinan. Utuh
Tunggal
7,1%
92,9%
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan status orangtua
40
Suku Bangsa Suku bangsa orangtua contoh cukup bervariasi. Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase suku bangsa orangtua contoh yang terbesar adalah suku Jawa dan kemudian diikuti dengan suku Sunda, Betawi, Minang dan suku lain (Makasar, Bugis, Batak, Bima, Papua, Tionghoa, Arab, Melayu, Manado, Bali, Palembang, Ambon, Banjar, Lampung dan Timor). Persentase terbesar suku ayah adalah Jawa sebanyak 37.7 persen dan persentase terendah adalah suku Betawi sebanyak 7.1 persen. Seperti halnya suku bangsa ayah, persentase suku bangsa ibu contoh yang terbesar adalah suku Jawa (40.0%), sedangkan persentase terendah adalah suku Minang sebanyak 5,9 persen. Tabel 7
Sebaran contoh berdasarkan suku bangsa
Suku Bangsa Jawa Sunda Betawi Minang Lain-lain Total
Ayah n 32 15 6 8 24 85
Ibu % 37.7 17.6 7.1 9.4 28.2 100.0
n 34 15 6 5 25 85
% 40.0 17.6 7.1 5.9 29.4 100.0
Meskipun lokasi penelitian berada di daerah Jakarta dengan suku Betawi sebagai suku aslinya, suku orangtua contoh yang paling banyak adalah suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh suku Jawa memang merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia (41.7%) yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Barat (Kazenov 2010). Pendidikan dan Pekerjaan Orangtua Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
pendidikan
orangtua cukup
bervariasi. Berdasarkan Tabel 8, persentase terbesar pendidikan ayah dan ibu adalah pada kelompok Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat yaitu sebesar 50.6 persen untuk ayah dan 52.9 persen untuk ibu. Akan tetapi, masih terdapat 1.2 persen ayah contoh yang memiliki pendidikan tidak tamat SD dan masing-masing 1.2 persen ibu contoh yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD dan tamat SD.
41
Tabel 8
Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua Ayah
Karakteristik
n 1 2 3 43 8 26 2 85
Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat D3 S1/S2/S3 Almarhum Total
Ibu % 1.2 2.4 3.5 50.6 9.4 30.5 2.4 100.0
n 1 1 6 45 8 21 3 85
% 1.2 1.2 7.1 52.9 9.4 24.7 3.5 100.0
Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan orangtua, ayah contoh paling banyak berprofesi sebagai wiraswasta (37.7%), PNS (20.0%), dan pegawai swasta (16.5%). Sementara itu, lebih dari separuh ibu contoh tidak bekerja (ibu rumah tangga) (54.1%), PNS (18.8%) dan wiraswasta (15.3%). Tabel 9
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua
Karakteristik
Ayah n 2 2 6 2 32 1 3 17 5 14 1 85
Almarhum Tidak bekerja Buruh Petani Wiraswasta Pensiunan BUMN PNS TNI/POLRI Pegawai swasta Rohaniawan Total
Ibu % 2.3 2.3 7.1 2.3 37.7 1.2 3.5 20.0 5.9 16.5 1.2 100.0
n 3 46 1 0 13 0 0 16 0 5 1 85
% 3.5 54.1 1.2 0.0 15.3 0.0 0.0 18.8 0.0 5.9 1.2 100.0
Pendapatan Orangtua Keadaan ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap tingkah laku anak. Keadaan ekonomi yang baik tentunya akan memberi kesempatan luas pada
anak
untuk
mengembangkan
bermacam-macam
kecakapan
dan
kesempatan pendidikan yang lebih baik (Gerungan 1999). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua contoh memiliki pendapatan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp 2 500 000-Rp 5 000 000 (45.9%). Hanya sekitar 7.1 persen yang memiliki pendapatan terendah yaitu pada kelompok
42
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori pendapatan orangtua Pendapatan orangtua < Rp 500 000 Rp 500 000-Rp 1 000 000 Rp 1 000 000-Rp 2 500 000 Rp 2 500 000-Rp 5 000 000 Rp 5 000 000-Rp 7 500 000 Rp 7 500 000-Rp 10 000 000 > Rp 10 000 000 Total
n 6 4 12 39 10 7 7 85
% 7.1 4.7 14.1 45.9 11.8 8.2 8.2 100.0
Karakteristik Teman Sebaya Jumlah Teman Sebaya Hasil penelitian menunjukkan bahwa di setiap lokasi pertemanan yang dianalisis (sekolah, asrama, dan tempat lain), rata-rata jumlah teman sebaya yang dimiliki oleh contoh baik laki-laki maupun perempuan adalah antara 4 sampai 7 orang. Jumlah ini lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa remaja biasanya mempunyai 2-3 orang teman dekat atau sahabat karib. Contoh memiliki teman sebaya paling banyak di sekolah dan di asrama. Hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 42.4 persen contoh tidak memiliki teman sebaya di tempat lain (Tabel 11). Banyaknya jumlah contoh yang tidak memiliki teman sebaya di ketiga lokasi pertemanan yang diuji disebabkan oleh kesibukan contoh sebagai atlet dan remaja yang selalu harus mempersiapkan diri untuk pertandingan dan juga belajar. Persentase contoh laki-laki yang memiliki teman sebaya lebih dari 10 orang di tempat lain adalah sebesar 11.8 persen dan contoh perempuan 8.2 persen. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa pada usia remaja, anak laki-laki cenderung memiliki kelompok yang lebih besar daripada perempuan. Namun, pendapat ini tidak terbukti pada teman sebaya di sekolah dan asrama karena persentase contoh perempuan yang memiliki teman sebaya lebih dari 10 orang di sekolah dan asrama cukup tinggi (12.9% dan 14.1%). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah teman sebaya di sekolah dan asrama antara contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Sementara itu, untuk teman sebaya yang berada di tempat lain, terdapat perbedaan yang nyata antara contoh perempuan dan lakilaki (p<0.05) yang mana rata-rata jumlah teman sebaya contoh laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan contoh perempuan.
43
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi jumlah teman sebaya Jumlah teman sebaya Sekolah 1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang >10 orang Tidak ada Total Rata-rata±SD p-value Asrama 1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang >10 orang Tidak ada Total Rata-rata±SD p-value Tempat lain 1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang >10 orang Tidak ada Total Rata-rata±SD p-value
n 13 7 5 14 3 42
Laki-laki (%)
Perempuan n (%)
n
Total
15.3 8.2 5.9 16.5 3.5 49.4 7.9±7.4
10 11 4 11 7 43
11.8 12.9 4.7 12.9 8.2 50.6
23 18 9 25 10 85
27.1 21.2 10.6 29.4 11.8 100.0 7.0±6.6
11.8 10.6 4.7 14.1 9.4 50.6
21 17 6 26 15 85
24.7 20.0 7.1 30.6 17.6 100.0 6.5±5.9
16.5 3.5 4.7 8.2 17,6 50.6
19 9 4 17 36 85
22.4 10.6 4.7 20.0 42.4 100.0 4.8±7.3
6.0±5.7
(%)
0.58 11 8 2 14 7 42
12.9 9.4 2.4 16.5 8.2 49.4 6.4±5.8
10 9 4 12 8 43 6.6±5.9 0.94
5 6 0 10 21 42
5.9 7.1 0.0 11.8 24.7 49.4 5.4±8.7
14 3 4 7 15 43 4.3±5.6 0.04
Usia Teman Sebaya Berdasarkan hasil penelitian, usia teman sebaya contoh yang tersebar di sekolah, asrama, maupun tempat lain cukup bervariasi. Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh memiliki teman sebaya yang seusia dengan contoh di sekolah (56.0%). Sementara itu, di asrama persentase usia teman sebaya yang terbesar bervariasi mulai dari yang lebih muda, seusia hingga yang lebih tua (42.9%). Hal ini disebabkan oleh latar belakang contoh yang tinggal di asrama dimana setiap kamar asrama diisi oleh tiga sampai empat siswa mulai dari siswa kelas VII hingga siswa kelas XII. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sekolah dan asrama, persentase teman sebaya yang berusia lebih tua cenderung rendah bila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (8.0% untuk teman sebaya di sekolah dan 11.6% untuk teman sebaya di asrama) (Tabel 12).
44
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan Usia teman sebaya Lebih muda Seusia Lebih tua Campuran Tidak ada Total
Sekolah n 8 44 5 18 10 85
% 9.4 51.8 5.9 21.2 11.8 100.0
Asrama n 12 22 7 29 15 85
% 14.1 25.9 8.2 34.1 17.6 100.0
Tempat lain n % 4 4.7 15 17.6 9 10.6 21 24.7 36 42.4 85 100.0
Ciri utama dan Alasan Pertemanan Tabel 13 menunjukkan bahwa ciri utama pertemanan contoh dengan kelompok teman sebaya di sekolah adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk belajar bersama (54.7%), sama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah (36.0%), dan sama-sama memiliki prestasi olahraga atau akademik (38.7%). Sementara itu di asrama, ciri utama pertemanan contoh adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk belajar bersama (27.1%) dan untuk bersamasama melakukan aktivitas di luar sekolah (20.0%). Ciri utama pertemanan contoh dengan kelompok teman sebaya di tempat lain adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk bersama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah (32.7%), seperti jalan-jalan ke mal. Apabila dikaitkan dengan pengelompokkan teman sebaya menurut Martin dan Stendler dalam Ruhidawati (2005) maka, kelompok teman sebaya yang dimiliki oleh contoh bisa dimasukkan dalam kelompok elite. Bentuk elite adalah kelompok teman sebaya yang selain melakukan kegiatan sekolah juga melakukan kegiatan di luar sekolah dan terkadang dipimpin oleh orang yang berusia
lebih
tua.
Pengelompokkan
contoh
menjadi
kelompok
elite
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) diketiga lokasi pertemanan yang dianalisis, ciri utama pertemanan contoh dengan teman sebaya adalah bersama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah; 2) jika ditinjau dari segi usia teman sebaya diketiga lokasi pertemanan, persentase contoh yang memiliki teman sebaya berusia campuran cukup besar; 3) kebijakan dari pihak sekolah yang lebih mengutamakan bidang olahraga (pengembangan diri) dibandingkan dengan bidang akademik sehingga siswa diijinkan untuk tidak datang kesekolah dengan alasan latihan. Kondisi ini menyebabkan hilangnya minat belajar siswa Persentase terbesar alasan pertemanan contoh dengan teman sebaya baik di sekolah, asrama, maupun tempat lain adalah karena alasan prinsip, gaya hidup (26.7% untuk teman sebaya di sekolah, 31.4% untuk teman sebaya di
45
asrama dan 42.9% untuk teman sebaya di tempat lain). Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa alasan pertemanan dengan teman sebaya bukan lagi hanya karena alasan kemudahan dalam bertemu, hobi atau alasan mendasar lainnya melainkan lebih karena persamaan minat, prinsip, dan gaya hidup. Alasan pertemanan dengan teman sebaya yang berada di asrama selain karena alasan prinsip juga dilandasi alasan hobi (15.7%), bahasa (10.0%), dan cabang olahraga (18.6%). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan ciri utama dan alasan pertemanan Karakterisitik teman sebaya Ciri Utama Belajar bersama Salah satu anggota berusia lebih muda/seusia/lebih tua Bersama melakukan aktivitas luar sekolah Sama-sama memiliki prestasi olahraga dan akademik Alasan Pertemanan Suku Hobi Agama Ras Pakaian Bahasa Status orangtua Status sosial ekonomi Cabang olahraga Prinsip dan gaya hidup
Sekolah Asrama (%) (%)
Tempat Lain (%)
54.7 16.0 36.0 38.7
27.1 7.1 20.0 12.9
8.2 6.1 32.7 10.2
5.3 6.7 2.7 1.3 2.7 5.3 1.3 1.3 8.0 26.7
8.6 15.7 5.7 5.7 2.9 10.0 0.0 1.4 18.6 31.4
6.1 16.3 8.2 4.1 4.1 14.3 4.1 4.1 10.2 42.9
Pola Hubungan Pertemanan dengan Teman Sebaya Frekuensi Pertemuan dan Lama Usia Pertemanan Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi pertemuan contoh dengan kelompok teman sebayanya cukup bervariasi (Tabel 14). Persentase terbesar contoh bertemu setiap hari dengan teman sebaya yang berada di sekolah (44.0%) dan untuk teman sebaya yang berada di asrama (77.1%). Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2009) yang menyebutkan bahwa sebagian waktu pada usia remaja akan dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya. Sementara itu, untuk kelompok teman sebaya yang berada di tempat lain, frekuensi pertemuan dengan responden cukup jarang yaitu sekitar 1-2 kali seminggu (38.7%). Frekuensi pertemuan yang cukup jarang ini dilatarbelakangi aturan yang mengharuskan siswa tinggal di asrama dan juga kesibukan sebagai atlet dan pelajar yang digeluti oleh contoh.
46
Menurut lama usia pertemanan, sebagian besar contoh telah berteman dengan kelompok teman sebaya selama lebih dari 12 bulan untuk setiap lokasi pertemanan (69.4% di sekolah, 80.0% di asrama dan 75.5% di tempat lain). Usia pertemanan contoh dengan teman sebaya yang cukup lama di sekolah dan di asrama disebabkan karena contoh telah bersekolah di sekolah Ragunan sejak SMP. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi pertemuan dan lama usia pertemanan dengan teman sebaya menurut lokasi pertemanan Frekuensi pertemuan 1-2 kali seminggu 3-4 kali seminggu 5-6 kali seminggu Setiap hari Lain-lain Total Lama Usia Pertemanan < 6 bulan 6-12 bulan >12 bulan Total
Sekolah (%)
Asrama (%)
Tempat lain (%)
4.0 17.3 34.7 44.0 0.0 100.0
4.3 4.3 14.3 77.1 0.0 100.0
38.7 6.1 8.2 14.3 32.7 100.0
13.3 17.3 69.4 100.0
10.0 10.0 80.0 100.0
8.2 16.3 75.5 100.0
Kualitas Hubungan Pertemanan Contoh dengan Teman Sebaya Masa remaja merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam dan melepaskan diri dari pengaruh orang dewasa sebagai salah satu cara untuk mencari jati diri4. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan hanya 1.2 persen contoh yang memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori rendah dengan teman sebayanya. Sementara itu, 57.7 persen contoh memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada kategori cukup (Tabel 15). Menurut Tanen dalam Santrock (2007) terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam hubungan antar teman sebaya. Perempuan memiliki
ketertarikan
yang
lebih
dengan
hubungan
interpersonal
dan
mengutamakan keintiman dibanding laki-laki. Keintiman yang dimaksud adalah keinginan untuk membangun hubungan yang dekat dan akrab dengan orang lain. Lebih lanjut, Santrock (2007) menjelaskan bahwa pada usia remaja, perempuan memiliki ketertarikan yang besar terhadap perilaku sosioemosional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada contoh 4
Anonim. 2009. Perilaku Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar Teman pada Perilaku Gaya Hidup Remaja.[terhubung berkala]. http://www.ubb.ac.id.html. [28 Oktober 2010].
47
perempuan yang memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori rendah dan sebesar 23.5 persen contoh perempuan memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori tinggi dengan teman sebaya. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan antara contoh laki-laki dan perempuan dalam hal kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya (p<0.05). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Kategori kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±SD p-value
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 1 1.2 0 0.0 26 30.6 23 27.1 15 17.6 20 23.5 45.9±4.8 48.1±4.6 0.037
Total n % 1 1.2 49 57.7 35 41.1 47.1±4.7
Berdasarkan Tabel 16, sebanyak 62.3 persen contoh mengaku tidak setuju jika diajak melakukan hal yang bertentangan dengan aturan oleh teman sebayanya, 51.8 persen contoh sangat tidak setuju melakukan apapun hanya untuk diterima oleh teman sebaya dan sebesar 83.5 persen contoh tetap merasa membutuhkan teman lain meskipun telah memiliki teman sebaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Papalia, Olds dan Feldman (2009) yang menyebutkan bahwa interaksi dengan teman sebaya cenderung meningkat pada masa remaja dan akan menurun pada masa remaja tengah dan akhir. Berdasarkan literatur tersebut, contoh yang berada pada rentang remaja tengah dan akhir memiliki interaksi yang cenderung menurun dengan teman sebaya terutama interaksi yang berhubungan dengan hal-hal negatif. Sementara itu, sebanyak 83.5 persen contoh mengaku mau berteman dengan siapa saja tanpa membedakan agama, ras, suku, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Interaksi dengan teman sebaya dapat membawa remaja pada arah yang positif maupun negatif. Desmita (2009) menyebutkan bahwa, teman sebaya dapat membantu remaja mengurangi sikap agresif, memberikan dorongan emosional dan sosial, membantu remaja dalam menempatkan diri sesuai dengan jenis kelamin, dan meningkatkan self-esteem karena penerimaan yang positif dari teman sebaya. Kuatnya dorongan dari teman sebaya dapat terlihat dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa teman sebaya mendukung
48
prestasi contoh (61.2%) dan contoh lebih toleran dengan pendapat lain setelah memiliki teman sebaya (83.5%). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jawaban tehadap pertanyaan kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya No 1.
Pernyataan 1 2 3 Saya bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang 24.7 62.3 10.6 bertentangan dengan aturan.* 2. Saya merasa takut jika diasingkan dari kelompok 27.1 36.5 23.5 teman sebaya saya. 3. Saya lebih senang menceritakan masalah kepada 14.1 30.6 40.0 kelompok teman sebaya daripada orang tua. 4. Saya rela melakukan apa saja asal bisa diterima 51.8 32.9 10.6 kelompok teman baik saya.* 5. Pengaruh teman sebaya saya sangat besar terhadap 12.9 32.9 37.6 diri saya. 6. Sejak memiliki kelompok teman sebaya saya menjadi 2.4 31.8 41.2 lebih ekspresif. 7. Saya merasa memperoleh dorongan sosial dan emosional dari kelompok teman sebaya saya (mis: 9.5 8.2 38.8 selalu memberikan dukungan saat saya sedih atau kalah dalam pertandingan) 8. Jika teman dalam kelompok teman baik saya berkelahi, 16.5 17.6 30.6 maka saya akan ikut berkelahi* 9. Kelompok teman sebaya sangat perduli dengan saya 3.5 17.6 42.4 10. Saya lebih memilih nasihat orang tua daripada 10.6 22.4 27.1 kelompok teman sebaya.* 11. Saya mau berteman dengan siapa saja tanpa memandang agama, ras, suku, status sosial 1.2 5.9 9.4 ekonomi,dan sebagainya 12. Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan 2.4 37.6 32.9 kelompok teman sebaya saya 13. Kelompok teman sebaya membuat saya lebih mandiri 1.2 21.2 49.4 14. Saya menjadi lebih toleran dengan pendapat atau pikiran yang berbeda setelah bergaul dengan kelompok 0.0 21.2 51.7 teman sebaya saya. 15. Teman sebaya saya selalu mendukung prestasi saya. 1.2 10.6 27.1 16. Setelah memiliki kelompok teman sebaya, saya tidak 83.5 11.8 1.2 memerlukan teman yang lain.* Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju
4 2.4 12.9 15.3 4.7 16.6 24.7
43.5
35.3 36.5 40.0 83.5 27.1 28.2 27.1 61.2 3.5
*) pertanyaan negatif, skor dibalik
Karakteristik dan Pola Hubungan dengan Media Massa Jenis, Lama Penggunaan, dan Frekuensi Penggunaan Media Massa Berdasarkan hasil penelitian, persentase contoh yang menggunakan televisi tidak berbeda jauh dengan persentase contoh yang menggunakan
49
internet (40.0% untuk televisi dan 41.2% untuk internet). Sementara itu, jumlah persentase contoh yang menggunakan kedua media massa (televisi dan internet) secara bersamaan sebesar 18.8 persen. Dalam satu hari, sebagian besar contoh menggunakan media massa 4-5 jam (42.4%) dengan frekuensi penggunaan setiap hari (71.8%). Hal ini perlu menjadi perhatian lebih lanjut karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brook et al. (2002), penggunaan televisi yang tergolong sering pada masa remaja berhubungan positif dengan perilaku agresif. Sementara itu, menurut Louge (2006) penggunaan internet yang semakin sering akan menyebabkan remaja terpapar berbagai perilaku seksual dan bentuk-bentuk kejahatan seksual (sex trafficking dan sex crimes). Tabel 17 Sebaran contoh bedasarkan jenis, lama penggunaan dan frekuensi penggunaan media massa Karakteristik media massa Jenis media massa Televisi Internet Televisi dan internet Total Pola hubungan dengan media massa Lama Penggunaan dalam sehari < 1 jam 2-3 jam 4-5 jam 6-7 jam >7 jam Total Frekuensi penggunaan Setiap hari 4-6 kali seminggu 2-3 kali seminggu Total
Banyaknya
contoh
yang
menggunakan
n
%
34 35 16 85 n
40.0 41.2 18.8 100.0 %
6 26 36 8 9 85
7.1 30.6 42.4 9.4 10.6 100.0
61 16 8 85
71.8 18.8 9.4 100.0
internet
disebabkan
oleh
kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh internet seperti, search engines yang dapat menambah pengetahuan tanpa harus membeli buku, facebook yang menawarkan forum diskusi yang melintasi antar negara, antar benua. Adanya televisi online yang ditawarkan internet juga menjadi alasan tingginya jumlah peminat pengguna internet (Bungin, 2009). Hal senada juga disampaikan oleh Louge (2006) yang menyebutkan bahwa internet telah menyediakan kemudahan dalam proses sosialisasi remaja yang memungkinkan remaja untuk berhubungan dengan teman sebaya dari berbagai belahan dunia. Sumber informasi yang berlimpah dari internet juga dapat dimanfaatkan oleh remaja di Accra, Ghana
50
sebagai sumber informasi mengenai kesehatan dan informasi mengenai seks yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sosial lain (Cassell et al. dalam Louge 2006). Sementara itu, tingginya penggunaan televisi pada contoh penelitian dilatarbelakangi oleh fasilitas televisi untuk setiap kamar yang disediakan asrama. Pemanfaatan Media Massa Media massa memegang peranan yang sangat penting di tengah arus globalisasi seperti saat ini. Berdasarkan hasil-hasil studi kontemporer diketahui bahwa interaksi remaja dan media massa cenderung meningkat seiring dengan kemajuan
teknologi
yang
ditawarkan
(Santock
2007).
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar (80.0%) pemanfaatan media massa oleh contoh berada pada kategori cukup dan sebesar 1.2 persen berada pada kategori (Tabel 18). Hasil uji beda t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan pemanfaatan media massa antar jenis kelamin. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa baik contoh laki-laki dan perempuan memiliki interaksi dengan media pada kategori cukup dan tinggi. Tingginya pemanfaatan media massa oleh contoh juga dapat dilihat dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa contoh tidak membatasi waktunya dalam menggunakan televisi (47.1%) (Tabel 19). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori pemanfaatan media massa dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Kategori interaksi dengan media massa Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±SD p-value
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 0 0.0 1 1.2 35 41.2 33 38.8 7 8.2 9 10.6 47.4±4.3 46.6±5.9 0.48
Total n % 1 1.2 68 80.0 16 18.8 47.0±5.1
Pemanfaatan media massa yang cukup tinggi disebabkan oleh kesibukan contoh sebagai atlet dan pelajar sehingga tidak memungkinkan untuk selalu bertemu dengan teman sebaya setiap saat. Oleh karena itu, media massa kemudian dianggap sebagai alternatif lain yang dapat membantu remaja agar dapat membangun hubungan sosial dengan teman sebaya. Menurut Greenfield
51
dan Yan (2006) media massa telah menyediakan ruang baru bagi remaja untuk dapat besosialisasi dengan lingkungan sosialnya. Remaja yang pemalu dapat bersosialisasi dengan orang lain tanpa harus bertatap muka dengan lawan bicaranya (face to face). Selain untuk bersosialisasi, remaja juga dapat memanfaatkan internet sebagai sumber informasi mengenai hal-hal yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sosial (keluarga dan sekolah). Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan contoh mengenai pemanfaatan media massa No
1 % 1.2
Pernyataan
1.
2 % 22.4
3 % 49.4
Melalui televisi saya memperoleh banyak pengetahuan. 2. Saya menggunakan internet di waktu senggang. 1.2 15.2 42.4 3. Saya memiliki banyak teman di dunia maya. 4.7 23.5 34.1 4. Saya membatasi waktu saya dalam menggunakan 4.7 34.1 47.1 televisi. 5. Saya suka diam-diam membuka situs porno di 7.1 12.9 29.4 internet.* 6. Saya tidak dapat hidup tanpa internet 22.4 28.2 24.7 7. Acara televisi yang saya saksikan biasanya 7.1 50.6 29.4 berhubungan dengan bidang saya. 8. Saya mengetahui banyak perkembangan olah 5.9 40.0 23.5 raga dari internet 9. Dalam sehari, saya harus menyisihkan waktu 9.4 41.2 25.9 untuk membuka internet 10. Saya tidak dapat hidup tanpa televisi 30.6 42.4 18.8 11. Saya membatasi waktu saya dalam menggunakan 10.6 31.8 40.0 internet 12. Situs Internet yang saya saksikan biasanya 4.7 41.2 31.8 berhubungan dengan bidang saya. 13. Melalui internet saya memperoleh banyak 1.2 17.6 47.1 pengetahuan. 14. Saya menonton televisi di waktu senggang saya. 3.5 22.4 41.2 15. Saya suka melihat adegan kekerasan yang 10.6 30.6 48.2 dipertontonkan di televisi.* 16. Internet mempermudah saya dalam mengerjakan 3.5 24.7 43.5 tugas-tugas 17. Saya lebih suka berhubungan dengan teman lewat 23.5 45.9 16.5 dunia maya dari teman sebenarnya. Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju
4 % 27.0 41.2 37.6 14.1 50.6 24.7 12.9 30.6 23.5 8.2 17.6 22.3 34.1 32.9 10.6 28.3 14.1
*) pertanyaan negatif, skor dibalik.
Berdasarkan Tabel 19, sebanyak 42.4 persen contoh menyatakan bahwa mereka
menggunakan
internet
di
waktu
senggang,
membatasi
waktu
penggunaan (40.0%) dan dalam sehari tidak harus menyisihkan waktu untuk membuka internet (41.2%). Namun, sebanyak 40.0 persen contoh menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui perkembangan olahraga dari internet, tidak
52
membuka situs internet yang berhubungan dengan bidangnya sebagai pelajar maupun atlet (41.2%). Sama halnya dengan interaksi dengan internet, contoh juga mampu memanfaatkan penggunaan televisi dengan baik yang tercemin dari penggunaan televisi di waktu senggang (41.2%), membatasi penggunaan (47.1%) dan bisa hidup tanpa televisi (42.4%). Namun, sebanyak 50.6 persen contoh menyatakan tidak menonton acara televisi yang berhubungan dengan bidang yang digeluti. Selain itu, sebanyak 45.9 persen contoh juga mengaku tidak setuju jika lebih menyukai pertemanan dunia maya. Hal ini berarti bahwa contoh lebih menyukai jenis pertemanan yang nyata dengan teman sebaya. Keterampilan Sosial Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu, setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilanketerampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya (Mu’tadin 2002). Pada masa remaja, individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan perkembangan seseorang. Oleh karena itu, keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal serta tindakan kekerasan (Mu’tadin 2002). Pada masa remaja, ada delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial, yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan atau sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, serta lapangan kerja (Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin 2002). Keterampilan sosial dalam penelitian ini meliputi kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Lebih dari separuh contoh memiliki keterampilan sosial dengan kategori cukup (56.4%) dan 43.6 persen contoh memiliki keterampilan sosial pada
53
kategori tinggi. Tidak ada contoh yang memiliki keterampilan sosial pada kategori rendah (Tabel 20). Hasil uji t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara contoh laki-laki dan perempuan pada keterampilan sosial. Berdasarkan persentasenya, contoh perempuan yang berada pada kategori tinggi lebih besar (22.4%) daripada laki-laki (21.2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) yang menyebutkan bahwa perempuan memiliki keterampilan sosial yang lebih baik dari laki-laki. Saputri (2010) juga menyebutkan bahwa perempuan memiliki seni membina hubungan yang sedikit lebih baik dari laki-laki. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori keterampilan sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Kategori keterampilan sosial Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±SD p-value
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 0 0.0 0 0.0 24 28.2 24 28.2 18 21.2 19 22.4 122.5±10.6 122.6±10.3 0.971
Total n % 0 0.0 48 56.4 37 43.6 122.5±10.4
Kesadaran Sosial Kesadaran sosial merupakan dimensi pertama dari keterampilan sosial. Kesadaran sosial adalah apa yang kita rasakan mengenai orang lain. Berdasarkan Tabel 21, sebagian besar contoh (67.1%) memiliki kesadaran sosial pada kategori tinggi. Kemampuan untuk menyadari perasaan orang lain juga tercermin dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa bersama teman adalah saat yang menyenangkan (64.7%) dan merasa bahwa teman sebaya juga terlihat nyaman bersama contoh (68.2%) (Tabel 22). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara contoh laki-laki dan perempuan dalam hal kesadaran sosial. Sama halnya dengan keterampilan sosial, berdasarkan persentasenya contoh perempuan yang memiliki kesadaran sosial pada kategori tinggi lebih besar (37.7%) dari pada contoh laki-laki (29.4%). Tidak adanya perbedaan antara contoh laki-laki maupun perempuan dalam hal kesadaran sosial sesuai dengan hasil penelitian Cavins (2005) yang menyebutkan bahwa pada remaja akhir, perempuan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan dalam hal empati. Namun, dalam hal tanggung jawab sosial, perempuan jauh lebih baik daripada laki-laki.
54
Goleman (2007) dalam bukunya yang berjudul Social Intelligence menyebutkan bahwa kesadaran sosial meliputi empati, penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial. Empati berhubungan dengan perasaan dan isyarat non verbal orang lain. Berdasarkan empati yang dimiliki, maka seseorang dituntut untuk dapat menempatkan diri sama dengan orang lain dan mampu mendengarkan orang lain (penyelarasan). Kemampuan untuk menyelaraskan diri dengan kondisi orang lain akan mengakibatkan timbulnya ketepatan empatik dalam diri yang tercermin dari kemampuan untuk mengerti perasaan, pikiran dan maksud orang lain. Pada akhirnya, empati, penyelarasan dan ketepatan empatik akan mengantarkan seseorang pada satu bentuk kesadaran sosial yang paling kompleks berupa kemampuan untuk menerima lingkungan sosial beserta segala aspek yang ada didalamnya (pengertian sosial). Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi kesadaran sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Kategori kesadaran sosial Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±SD p-value
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 0 0.0 0 0.0 17 20.0 11 12.9 25 29.4 32 37.7 62.3±5.1 63.3±4.8 0.360
Total n % 0 0.0 28 32.9 57 67.1 62.8±4.9
Selain berdasarkan persentase, kesadaran sosial yang baik juga dapat diamati dari keempat sub dimensi kesadaran sosial (empati, penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial) yang terangkum dalam jawaban pernyataan
kuesioner
contoh.
Kemampuan
untuk
berempati
sekaligus
penyelarasan tercemin dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa contoh merasa sedih saat teman sebaya sedih (67.1%). Penyelarasan yang baik juga tercermin dari pernyataan contoh yang mengaku dapat menjadi pendengar yang baik (70.5%), senang menjadi tempat curahan hati saat teman sebayanya menghadapi masalah (54.1%), dan mampu mendengarkan curahan hati teman dengan fokus (64.7%). Ketepatan empatik contoh tercermin dari pernyataan yang menyebutkan bahwa contoh mengetahui jika teman sebaya sedang marah (76.5%) dan dapat menduga apa yang dirasakan atau dipikirkan oleh teman sebaya (69.4%). Sementara itu, kesadaran bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda
55
(70.6%), memiliki banyak teman (55.3%), senang mendapatkan teman baru (57.6%), dapat berteman dengan siapa saja (65.9%), dan bersedia menerima keputusan yang tidak sesuai dengan keinginannya (68.2%) mencerminkan tingginya pengertian sosial contoh. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan beberapa pertanyaan dimensi kesadaran sosial No
1 % 7,1
Pernyataan
1. 2.
2 % 16,5
3 % 67,1
Saya merasa sedih jika teman saya sedih Saya mampu menjadi pendengar yang baik bagi 1,2 2,4 70,5 orang disekitar saya. 3. Saya dapat menduga apa yang 1,2 17,6 69,4 dipikirkan/dirasakan teman bicara saya 5. Saya dapat berteman dengan siapa saja 2,4 1,2 30,6 6. Saya memahami bahwa setiap orang memiliki 2,4 2,4 24,7 karakter yang berbeda 7. Bersama teman-teman adalah saat yang 64,7 31,8 3,5 membosankan bagi saya*. 10. Saya senang bisa menjadi tempat curhat teman. 1,2 3,5 54,1 14. Saya merasa senang jika mendapat teman baru 0,0 1,2 57,6 15. Saya mengetahui jika teman saya marah 0,0 7,1 76,5 16. Saya dapat mendengarkan curhat teman dengan 2,4 10,6 64,7 fokus. 17. Saya memiliki banyak teman 1,2 2,4 41,2 19. Teman-teman terlihat nyaman bersama saya 2,4 8,2 68,2 20. Saya bersedia menerima suatu keputusan yang 2,4 8,2 68,2 tidak sesuai dengan keinginan saya (Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju)
4 % 9,3 25,9 11,8 65,9 70,6 0,0 41,2 41,2 16,5 22,4 55,3 21,2 21,2
Fasilitas Sosial Dimensi kedua dari keterampilan sosial adalah fasilitas sosial. Fasilitas sosial adalah tindakan dan perilaku yang kita berikan kepada orang lain sehubungan dengan kesadaran sosial yang kita miliki. Fasilitas sosial meliputi sinkroni, presentasi diri, pengaruh dan kepedulian. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan dimensi fasilitas sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Kategori fasilitas sosial Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±SD p-value
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 0 0.0 0 0.0 25 29.4 27 31.8 17 16 18.8 25 59.3±8.0 60.2±6.8 0.576
Total n % 0 0.0 52 61.2 33 38.8 59.8±7.5
56
Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari separuh contoh memiliki fasilitas sosial pada ketegori cukup (61.2%) dengan persentase contoh perempuan lebih besar (31.8%) daripada laki-laki (29.4%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cavins (2005) yang menyebutkan bahwa perempuan lebih mampu membangun hubungan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki. Namun, berdasarkan hasil uji beda t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara contoh perempuan dan laki-laki dalam hal fasilitas sosial (Tabel 23). Sinkroni adalah kemampuan untuk menyampaikan perasaan secara nonverbal. Sementara presentasi diri adalah kemampuan mempresentasikan diri secara efektif. Sinkroni dan presentasi diri kemudian akan menimbulkan pengaruh dalam dunia sosial. Pengaruh ini kemudian akan menciptakan kepedulian sosial dalam diri seseorang (Goleman 2007).
Tabel 24 No 2. 3. 5.
Sebaran contoh berdasarkan jawaban pada beberapa pertanyaan dimensi fasilitas sosial Pernyataan
1 % 4.7 1.2 1.2
2 % 17.6 2.4 3.5
3 % 60.0 75.3 65.9
Saya mampu menahan emosi saya Saya mampu mendengarkan keluh kesah teman Saya siap membantu ketika teman membutuhkan bantuan. 6. Saya selalu menjaga perasaan teman 2.4 4.7 67.1 8. Saya merasa mudah untuk bekerja sama dengan 0.0 9.4 63.5 orang lain. 9. Saya berupaya memahami orang lain. 1.2 9.4 61.2 10. Saya mampu membawa diri untuk menunjukkan 2.4 4.7 71.7 jati diri saya secara efektif 16. Saya selalu berbagi makanan dengan teman 2.4 11.8 64.7 saya. 17. Saya sering mendamaikan teman yang 4.7 22.4 56.4 bermusuhan 18. Saya berusaha membantu teman yang sedang 2.4 17.6 55.3 kesulitan. (Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju)
4 % 17.6 21.2 29.4 25.9 27.1 28.2 21.2 21.2 16.5 24.7
Keterkaitan antara keempat sub dimensi fasilitas sosial tersebut dapat diamati melalui jawaban contoh mengenai beberapa pertanyaan mengenai fasilitas sosial yang disajikan pada Tabel 24. Kemampuan untuk menahan emosi (60.0%), memahami orang lain (61.2%), dan menjaga perasaan teman (67.1%) menunjukkan telah munculnya sinkroni dalam keterampilan sosial contoh. Presentasi diri contoh yang efektif terlihat dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa contoh mampu menunjukkan jati diri secara efektif (71.7%).
57
Pengaruh sosial yang muncul akibat adanya sinkroni dan presentasi diri yang efektif tercermin dari pengakuan bahwa contoh sering mendamaikan teman yang bermusuhan (56.4%) dan mudah dalam bekerja sama dengan orang lain (63.5%). Sementara itu, tingakat kepedulian terhadap orang lain akibat adanya pengaruh sosial tercermin dari pernyataan yang menyebutkan bahwa contoh berusaha membantu teman yang sedang kesulitan (55.3%), berbagi makanan dengan teman (64.7%), mendengarkan keluh kesah teman (75.3%) dan siap membantu teman yang membutuhkan bantuan (65.9%) (Tabel 24). Hubungan antara Karakteristik Contoh, Karakteristik Keluarga, Teman Sebaya dan Media Massa Karakteristik Contoh, Teman Sebaya dan Media Massa Jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, cabang olahraga dan tipe olahraga tidak memiliki hubungan yang nyata dengan pola hubungan dan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya (Lampiran 4 dan 5). Hal ini berarti jenis kelamin tidak berhubungan dengan pemilihan maupun dalam melakukan interaksi dengan teman sebaya. Hasil temuan ini bebrbeda dengan pendapat Bester (2007) yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal hubungan dengan teman sebaya. Perempuan lebih mengutamakan masalah emosi dalam membangun hubungan pertemanan dengan teman sebaya. Pada laki-laki, hubungan dengan teman sebaya berhubungan positif dengan kestabilan emosional (kematangan emosi, realistis, dan dapat dipercaya). Pada perempuan, hubungan dengan teman sebaya berhubungan dengan partisipasi, kegembiraan diri dan kegembiraan teman sebaya. Sementara itu, urutan kelahiran (sulung, tengah, bungsu, tunggal) dan usia contoh juga tidak berhubungan dengan pola hubungan dan kualitas hubungan pertemanan (Lampiran 5). Hal ini disebabkan karena latar belakang siswa SMA Negeri Ragunan yang sangat beragam baik dari segi suku, usia (seluruh contoh penelitian tidak memiliki kategori usia yang sama), dan latar belakang keluarga. Latar belakang sekolah yang merupakan sekolah atlet dan adanya sistem asrama yang memungkinkan siswa memiliki teman dengan beragam usia juga diduga melatarbelakangi hal ini. Sementara itu, banyaknya siswa SMA Negeri Ragunan yang sebelumnya juga sudah bersekolah di SMP
58
Negeri Ragunan juga menjadi salah satu penyebab status dan usia contoh tidak berhubungan dengan karakteristik dan kualitas hubungan dengan teman sebaya. Cabang olahraga dan tipe olahraga tidak berhubungan dengan pola hubungan maupun dengan kualitas hubungan pertemanan (Lampiran 4). Temuan ini kemungkinan karena terdapat beragam karakteristik teman sebaya dan kategori interaksi teman sebaya pada satu cabang olahraga dan tipe olahraga, mengingat sebagian besar (70.6%) contoh menggeluti cabang olahraga sedang dan menggeluti olahraga individu (88.2%). Tipe olahraga berhubungan nyata dan positif dengan pemanfaatan media massa (Lampiran 4). Hal ini berarti contoh yang menggeluti olahraga beregu akan memiliki frekuensi penggunaan media massa yang tinggi pula. Hubungan yang
positif
antara
tipe
olahraga
dengan
pemanfaatan media
massa
mengindikasikan kuatnya pengaruh media massa bagi remaja yang berprofesi sebagai atlet. Tipe olahraga individu membuat remaja yang berprofesi sebagai atlet memilih menggunakan media massa di waktu senggangnya. Berdasarkan hasil observasi, jenis media massa yang paling banyak digunakan oleh contoh adalah blackberry. Contoh memanfaatkan fasilitas blackberry messanger (BBM) untuk dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya. Menurut Louge (2006), internet memberikan kesempatan untuk membangun hubungan sosial melalui berbagai jejaring sosial yang disediakan. Remaja kini masih dapat berhubungan dengan teman sebayanya tanpa perlu harus bertatap muka. Bagi remaja yang sibuk seperti remaja yang berprofesi sebagai atlet, kesempatan yang disediakan oleh internet ini merupakan alternatif yang bisa diambil agar terus dapat berhubungan dengan teman sebaya meskipun harus bertanding atau disibukkan dengan latihan. Karakteristik Keluarga, Teman Sebaya dan Media Massa Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (status orangtua, status kerja ayah dan ibu), kualitas hubungan pertemanan dan media massa (Lampiran 4). Sementara itu, hasil uji korelasi Pearson antara karakteristik keluarga (usia, pendidikan, dan pendapatan orangtua) dengan pemanfaatan media massa menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan positif antara usia ibu dengan pemanfaatan media massa (r=0.215, p<0.05). Hubungan yang nyata dan positif antara umur ibu dengan jumlah teman sebaya di sekolah. Hal ini berarti, semakin tinggi usia ibu maka jumlah teman di
59
sekolah juga akan semakin banyak. Santrock (2007) menjelaskan bahwa ibu yang menghargai kemampuan sosial anak dengan baik seperti kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya akan memiliki anak yang lebih asertif, prososial dan mampu memecahkan masalah dibandingkan dengan ibu yang kurang menghargai kemampuan sosial anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia ibu berhubungan dengan pemanfaatan media massa. Hal ini berarti semakin tinggi usia ibu maka pemanfaatan media massa juga akan semakin tinggi. Santrock (2007) mengemukakan bahwa bersamaan dengan berkembangnya aspek kognitif, sering muncul perbedaan pendapat antara remaja dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Mereka tidak lagi memandang orang tua sebagai sosok manusia yang mengetahui segalanya, sehingga banyak orang berpikir bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dan menolak nilai-nilai yang digariskan oleh orang tuanya. Selain itu, kebanyakan dari remaja juga tidak ingin diperintah, dicampuri dan mendengarkan banyak nasehat. Kerenggangan hubungan dengan orangtua akan menyebabkan anak memanfaatkan fungsi social learning dan penyampaian informasi dari media massa (Bungin 2009). Menurut Greenfield dan Yan (2006) media massa telah menyediakan ruang baru bagi remaja untuk dapat besosialisasi dan sebagai sumber informasi mengenai hal-hal yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sosial (keluarga dan sekolah). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keterampilan Sosial Usia Ibu Hasil uji korelasi Pearson pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa usia ibu berhubungan nyata dan positif dengan keterampilan sosial pada taraf 0.05 dengan koefisien korelasi 0.264. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi usia ibu maka keterampilan sosial remaja akan semakin tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 67.6 persen contoh memiliki keterampilan sosial pada kategori tinggi dengan ibu yang berusia dewasa madya (41-60 tahun)(Tabel 25). Sayogyo dalam Harisudin (1997) mengatakan bahwa ibu memiliki waktu yang lebih banyak dalam mengalokasikan sumberdaya waktunya untuk urusan keluarga terutama dalam hal pengasuhan. Menurut Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009), pertambahan usia akan seiring dengan kedewasaan seseorang. Dengan
60
semakin tingginya usia ibu diduga ibu akan semakin menghargai kemampuan sosial anak. Santrock (2007) menjelaskan bahwa terdapat hubungan sosialisasi timbal balik antara anak dan orangtua khususnya ibu. Ibu yang menghargai kemampuan sosial anak dengan baik seperti kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya akan memiliki anak yang lebih asertif, prososial dan mampu memecahkan masalah dibandingkan dengan ibu yang kurang menghargai kemampuan sosial anak. Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu dan keterampilan sosial Usia ibu Dewasa muda (20-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) Almarhum Total
Keterampilan Sosial Rendah (%) Cukup (%) Tinggi (%) 0.0 43.7 32.4 0.0 50.0 67.6 0.0 0.0 0.0 0.0 6.3 0.0 0.0 100.0 100.0
Jumlah Teman Sebaya di Sekolah Data yang tersaji ada Tabel 26 menunjukkan bahwa sebanyak 35.5 persen contoh memiliki keterampilan sosial pada kategori cukup dengan jumlah teman sebaya berjumlah antara 1-3 orang. Sementara itu, sebanyak 35.1 persen contoh yang memiliki teman sebaya berjumlah lebih dari 10 orang dengan keterampilan sosial berada pada kategori tinggi. Hasil uji korelasi Pearson juga menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata dan positif (r=0.254, pada taraf 0.05) antara jumlah teman sebaya di sekolah dan keterampilan sosial (Lampiran 7). Hal ini berarti semakin banyak jumlah teman sebaya di sekolah maka keterampilan sosial remaja juga akan semakin tinggi. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan jumlah teman sebaya di sekolah dan keterampilan sosial Jumlah teman sebaya di sekolah 1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang >10 orang Tidak ada Total
Keterampilan Sosial Rendah (%) Cukup (%) Tinggi (%) 0.0 35.5 16.2 0.0 20.8 21.7 0.0 8.3 13.5 0.0 25.0 35.1 0.0 10.4 13.5 0.0 100.0 100.0
Sekolah merupakan salah satu tempat sosialisasi bagi remaja karena di sekolah remaja bisa bertemu dengan teman sebayanya. Menurut Papalia et. al (2008) teman sebaya merupakan model perilaku bagi remaja yang menjadi sumber afeksi, simpati, pemahaman dan panduan moral. Hurlock (1980)
61
menyebutkan bahwa remaja akan memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok dan melakukan interaksi bersama teman-temannya, sehingga akan berusaha melepaskan diri dari ketergantungan dengan keluarganya. Kelompok teman sebaya ini biasanya akan berjumlah 1-3 orang dimana kelompok laki-laki akan lebih besar dari pada perempuan. Kelompok teman sebaya memiliki peran yang sangat besar bagi penyesuaian diri remaja dan sebagai persiapan bagi kehidupan di masa yang akan datang. Kelompok teman sebaya menjadi tempat latihan untuk membangun hubungan yang intim dengan orang lain. Jumlah teman sebaya yang semakin banyak akan membantu remaja untuk lebih mengasah keterampilan sosial agar dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya. Kualitas Hubungan Pertemanan dengan Teman Sebaya Menurut Santrock (2007) kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya akan memberikan umpan balik bagi remaja mengenai bagaimana seharusnya bersikap dan mengevaluasi diri dan orang lain. Hal ini sulit dilakukan di rumah karena saudara biasanya berusia lebih tua atau lebih muda. Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meijs et al. (2010) mengenai keterampilan sosial dan prestasi akademik sebagai prediktor popularitas remaja, yang menunjukkan bahwa keterlibatan remaja dalam aktivitas peer group dan dapat diterima di dalamnya akan membantu remaja dalam membangun perasaan menjadi anak yang populer. Menjadi anak yang populer dapat membantu anak dalam melakukan tindakan prososial dan menciptakan kebiasaan membantu kelompok teman sebayanya. Tindakan prososial yang dimaksud seperti kemampuan untuk memecahkan masalah sosial, perilaku sosial yang positif, dan membantu mereka dalam menjalin hubungan pertemanan. Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya dan keterampilan sosial Kualitas Hubungan Pertemanan dengan Teman Sebaya Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Total
Keterampilan Sosial Rendah (%) Cukup (%) Tinggi (%) 0.0 0.0 0.0 0.0 8.3 0.0 0.0 85.4 83.8 0.0 6.3 16.2 0.0 100.0 100.0
62
Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh yang memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya yang tinggi memiliki keterampilan sosial yang tinggi (83.8%) dan sebanyak 16.2 persen contoh yang memiliki kualitas hubungan dengan teman sebaya sangat tinggi, memiliki keterampilan sosial yang tinggi pula. Sebanyak 83.8 persen contoh yang memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya yang tinggi memiliki keterampilan sosial yang cukup (Tabel 27). Berdasarkan hasil penelitian, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya dan keterampilan sosial memiliki hubungan nyata dan positif dengan koefisien korelasi sebesar 0.431 pada taraf 0.01 (Lampiran 7). Hal ini berarti, semakin tinggi kualitas hubungan dengan teman sebaya maka keterampilan sosial remaja juga akan semakin tinggi. Jean Piaget dan Sullivan dalam Santrock (2007) menyebutkan bahwa interaksi dengan teman sebaya akan membawa dampak bagi perkembangan sosioemosional remaja. Melalui pertemanan
dengan
kelompok
teman
sebaya,
remaja
akan
belajar
menyampaikan pendapat, menghargai sudut pandang orang lain, bernegosiasi dan mengubah perilaku sesuai standar yang diakui oleh teman sebaya sehingga keterampilan sosialnya akan terasah dengan baik. Pendapat ini didukung pula dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Bester (2007) mengenai
perkembangan kepribadian remaja dan hubungannya dengan pengaruh orang tua dan kelompok teman sebaya mengungkapkan bahwa kelompok teman sebaya akan mengajarkan anak untuk dapat bertanggung jawab secara sosial terhadap lingkungannya. Pemanfaatan Media Massa Menurut Santrock (2007), pengaruh media massa pada perkembangan remaja semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama televisi dan internet. Televisi dapat mengajarkan anak untuk berperilaku sosial yang positif. Acara televisi yang mencerminkan hubungan sosial yang positif dengan menggunakan keterampilan sosial akan menjadi model perilaku prososial bagi remaja yang menonton dan selanjutnya akan menerapkannya dalam kehidupan. Sementara itu, menurut Calzo dan Suzuki (2004), pada masa remaja, individu cenderung lebih kritis dan sering memunculkan banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh keluarga, sekolah atau lingkungan sosial terdekat lainnya karena keterbatasan pengetahuan atau karena adanya batasan norma yang mengikatnya. Internet sebagai penyedia informasi tanpa batas mampu menjawab
63
dan menampung semua pertanyaan tersebut. Hal ini mengakibatkan remaja tidak dapat lepas dari internet. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang nyata dan positif antara interaksi dengan media massa dan keterampilan sosial dengan koefisien korelasi sebesar 0.431 pada taraf 0.01 (Lampiran 8). Hal ini berarti, semakin tinggi interaksi remaja dengan media massa maka keterampilan sosialnya juga akan semakin tinggi. Ataupun sebaliknya, jika interaksi dengan media massa rendah maka keterampilan sosial remaja juga akan rendah. Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 31 menunjukkan, persentase terbesar contoh (83.8%) yang memiliki pemanfaatan media massa yang cukup memiliki keterampilan sosial yang cukup pula. Sementara itu, sebanyak 70.3 persen contoh memiliki pemanfaatan media massa pada kategori cukup dan keterampilan sosial yang tinggi. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan keterampilan sosial Pemanfaatan Media Massa Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Total
pemanfaatan media massa
dan
Keterampilan Sosial Rendah (%) Cukup (%) Tinggi (%) 0.0 16.7 5.4 0.0 83.3 70.3 0.0 0.0 24.3 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 100.0
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Goleman (2007) yang menyebutkan bahwa media massa dapat menghambat kemampuan sosial seseorang. Media elektronik, seperti komputer, notebook, atau handphone (ponsel) juga dapat menghancurkan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa muda untuk mempelajari kemampuan sosial, membaca bahasa tubuh dan pengurangan aktivitas dan interaksi langsung dengan sesama. Sebagian besar remaja memanfaatkan situs jejaring sosial untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan teman sebaya diduga melatar belakangi hal ini. Fasilitas yang disediakan oleh situs jejaring sosial mempermudah remaja dalam membangun hubungan dengan teman sebayanya. Menurut Louge (2006), meskipun interaksi yang dilakukan melalui internet bukan interaksi tatap muka, internet juga dapat dimanfaatkan untuk membina keterampilan sosial dengan memanfaatkan fasilitas web camera pada komputer yang dapat mentransfer audio maupun visual (suara dan gambar) sehingga
64
seolah-olah kita dapat berkomunikasi langsung dengan lawan bicara (face to face communication). Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Keterampilan Sosial Menurut Goleman (2007), keterampilan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Keterampilan sosial menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman sebaya dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial remaja digunakan uji regresi linear. Variabel terikat adalah keterampilan sosial, sedangkan variabel bebas adalah karakteristik contoh, karakteristik keluarga, karakteristik teman sebaya, karakteristik media massa, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa. Hasil dari uji regresi linear dengan menggunakan metode enter menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0.273 (Lampiran 9). Artinya, sebanyak 27.3 persen keterampilan sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diinput. Sisanya sebanyak 72.7 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar penelitian. Hal ini berarti bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan sosial remaja, seperti konsep diri dan gaya pengasuhan. Menurut Hurlock (1980), konsep diri yang positif akan membantu mengembangkan kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat diri secara realitas, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Rakhmat dalam Anonim (2010)5 juga menjelaskan bahwa konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang akan bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Sementara itu, menurut Santrock (2007), dukungan dan perhatian orangtua berkaitan dengan kecakapan sosial remaja. Lebih lanjut, Goleman (2006) juga menyebutkan bahwa perhatian yang diberikan orangtua akan membangun kemampuan empati dan keterampilan sosial anak lebih baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
5
Anonim. 2010. Peranan Konsep diri dalam menentukan perilaku. [terhubung berkala]. http://belajarpsikologi.com.html [13 Desember 2010].
65
Wulandari (2009) juga menyebutkan bahwa adanya hubungan antara gaya pengasuhan orangtua dan keterampilan sosial. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap keterampilan sosial adalah usia ibu (p<0.1), status orangtua, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya dan pemanfaatan media massa (p<0.05). Usia ibu berpengaruh positif nyata (β=0.328, p<0.1) dengan keterampilan sosial (Lampiran 9). Menurut Papalia et. al (2008), seiring dengan pertambahan usia, seseorang akan belajar menerima setiap kejadian dalam hidupnya. Pada orangtua yang memiliki anak berusia remaja penerimaan ini sangat dibutuhkan mengingat kondisi psikologis remaja yang cenderung labil. Orangtua dituntut agar dapat menerima dan mendukung anak tanpa harus memaksakan kehendak. Menurut Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009), banyaknya perceraian dan keadaan keluarga yang tidak lengkap akibat kematian salah satu orang tua atau keluarga lengkap semu menyebabkan ikatan keluarga dan suasana keluarga tidak dapat memberi rasa aman kepada anak sehingga anak akan mencari perlindungan dan tempat bernanung di tempat lain. Pada usia remaja tempat lain ini adalah teman sebaya atau teman dekat dan media massa. Hal ini kemudian menyebabkan interaksi dan pengaruh teman sebaya menjadi lebih besar. Interaksi dan pengaruh yang besar ini secara tidak langsung akan meningkatkan keterampilan sosial remaja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa status orangtua berpengaruh negatif terhadap keterampilan sosial remaja (β=-16.370, p<0.05). Hasil uji regresi linear juga menunjukkan bahwa kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya memiliki pengaruh yang positif terhadap keterampilan sosial remaja (β=0.644, p<0.05). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meijs et al. (2010) mengenai keterampilan sosial dan prestasi akademik sebagai prediktor popularitas remaja, yang menunjukkan bahwa keterlibatan remaja dalam aktivitas peer group dan dapat diterima di dalamnya akan membantu remaja dalam membangun perasaan menjadi anak yang populer. Menjadi anak yang populer dapat membantu anak dalam melakukan tindakan prososial dan menciptakan kebiasaan membantu kelompok teman sebayanya. Tindakan prososial yang dimaksud seperti kemampuan untuk memecahkan masalah sosial, perilaku sosial yang positif, dan membantu mereka dalam menjalin hubungan pertemanan.
66
Bester (2007) juga mengungkapkan bahwa kelompok teman sebaya akan mengajarkan anak untuk dapat bertanggung jawab secara sosial terhadap lingkungannya. Hal senada juga disampaikan oleh White et al. (2010) yang menyebutkan bahwa remaja yang terlibat dalam interaksi yang bersifat agresif dengan peer groupnya akan lebih mudah terpengaruh ke dalam perilaku seks daripada remaja yang menghindari hal ini. Pemanfaatan media massa berpengaruh positif dengan keterampilan sosial remaja (β=0.674, p<0.05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Goleman (2007) yang menyebutkan bahwa interaksi sosial yang tinggi dengan teknologi seperti televisi dan internet menyebabkan remaja mengisolasi diri dari lingkungan sosial disekitarnya. Kemampuan remaja dalam membatasi waktu penggunaan media massa dan kedasaran bahwa media massa digunakan sebagai perantara untuk mempererat hubungan dengan teman sebaya bukan untuk membina hubungan sosial dengan teman dunia maya. Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Calzo dan Suzuki (2004) yang menyebutkan bahwa, media massa sering digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi dengan teman sebayanya. Menurut Kenneavy et al. (2006), pada usia remaja, pencarian informasi merupakan salah satu hal yang paling penting, terutama informasi mengenai seks dan aturan orang dewasa. Media massa merupakan sumber pencarian informasi yang paling banyak digunakan oleh remaja karena media massa sangat mudah diakses dan pesan yang disampaikan oleh media massa juga sangat atraktif. Sementara itu, menurut hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin (2002), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial (social skills) yaitu keluarga, lingkungan sosial, kepribadian, sekolah, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, persahabatan dan lapangan pekerjaan. Banyaknya variabel lain yang tidak diteliti ini diduga menjadi latar belakang hanya empat variabel yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam penelitian ini.
67
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Separuh contoh berjenis kelamin perempuan dengan proporsi usia terbesar adalah 17 dan 18 tahun. Lebih dari sepertiga contoh adalah anak tengah dan berasal dari keluarga utuh. Hampir tiga perempat contoh menggeluti cabang olahraga sedangdengan tipe olahraga individu. Proporsi terbesar usia orangtua contoh berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun) dan merupakan suku Jawa. Lebih dari separuh orangtua contoh berpendidikan tamat SMA/sederajat. Proporsi terbesar pekerjaan ayah contoh adalah wiraswasta, PNS dan pegawai swasta. Sementara itu, lebih dari separuh pekerjaan ibu contoh adalah ibu rumah tangga. Pendapatan orangtua contoh berkisar antara Rp 2 500 000-5 000 000. Berdasarkan kategori teman sebaya, rata-rata jumlah teman sebaya contoh diketiga tempat pertemanan yang dianalisis (sekolah, asrama, dan tempat lain) berkisar antara 4-7 orang. Di sekolah, lebih dari separuh contoh memiliki teman sebaya yang seusia dengan contoh. Sementara itu, untuk lokasi pertemanan di asrama dan tempat lain, usia teman sebaya yang dimiliki oleh contoh cukup bervariasi, yaitu lebih muda, seusia, dan yang lebih tua. Ciri utama pertemanan contoh dengan teman sebaya di sekolah dan di asrama adalah belajar bersama. Sementara di tempat lain, ciri utama pertemanan contoh dengan teman sebaya adalah bersama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah. Alasan pertemanan contoh dengan teman sebaya di ketiga lokasi pertemanan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah prinsip dan gaya hidup. Frekuensi pertemuan dengan teman sebaya di sekolah dan di asrama adalah setiap hari dan 1-2 kali seminggu untuk teman sebaya yang berada di tempat lain. Lama usia pertemanan contoh dengan teman sebaya adlah lebih dari 12 bulan. Sebagian besar kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya berada dalam kategori tinggi. Jenis media massa yang paling banyak digunakan oleh contoh adalah internet dengan lama penggunaan dalam sehari berkisar antara 4-5 jam. Hampir tiga perempat contoh menggunakan media massa setiap hari dengan pemanfaatan media massa oleh contoh berada pada kategori tinggi. Sementara itu, berdasarkan keterampilan sosial yang dimiliki, lebih dari separuh contoh
68
memiliki keterampilan dan fasilitas sosial pada kategori cukup. Sementara itu, lebih dari separuh contoh memiliki kesadaran sosial pada kategori tinggi. Berdasarkan uji hubungan, terdapat hubungan yang positif antara tipe olahraga dan pemanfaatan media massa. Usia ibu berhubungan positif dengan jumlah teman sebaya di sekolah dan pemanfaatan media massa. Terdapat hubungan yang positif antara usia ibu, jumlah teman sebaya di sekolah, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa dengan keterampilan sosial. Sementara itu, berdasarkan uji regresi linear berganda, status orangtua, usia ibu, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya,
dan
pemanfaatan media massa
berpengaruh terhadap
keterampilan sosial remaja.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa meskipun kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya dan pemanfaatan media massa oleh contoh berada pada kategori tinggi, keterampilan sosial contoh masih berada pada kategori cukup. Oleh karena itu disarankan bagi atlet untuk dapat mengasah keterampilan sosialnya dengan membangun hubungan sosial yang lebih banyak dengan teman sebaya di luar sekolah dan asrama, membangun komunikasi yang lebih baik dengan orangtua, dan membentuk konsep diri yang baik. Pihak sekolah diharapkan dapat menjadi fasilitator yang baik dalam mengembangkan keterampilan sosial remaja yang berprofesi sebagai atlet. Pihak asrama juga diharapkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakrabkan para atlet remaja seperti makan bersama, out bound, social gathering pada hari-hari tertentu. Sementara itu, pemerintah diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang optimal bagi peningkatan keterampilan sosial remaja yang berprofesi sebagai atlet. Penelitian lanjutan mengenai pengaruh konsep diri, popularitas remaja dan gaya pengasuhan orangtua terhadap keterampilan sosial penting dilakukan mengingat masih banyaknya variabel lain yang mempengaruhi keterampilan sosial. Disamping itu perlu adanya penyesuaian pertanyaan kuesioner dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh remaja.
69
DAFTAR PUSTAKA Baumgardner et al. 2004. Violence Exposure in Real Life, Video Games, Television, Movies, and Internet: Is There Desensitization. Journal of Adolescence vol 27 (2004): 23-39 [terhubung berkala]. www.elsevier.com/locate/jado. [30 Desember 2010]. Berns R M. 1985. Child, Family, School, Community: Socialization and Support, fourth edition. Orlando: Harcourt Brace College Publishers. Bester G. 2007. Personality Development of the Adolescent: Peer Group Versus Parents. South African Journal of Education vol 27(2):177-190 [terhubung berkala]. www.springerlink.com. [3 April 2010]. Brook et al. 2002. Television Viewing and Aggressive Behavior During Adolescence and Adulthood. [terhubung berkala]. www.sciencemag.org/content/295/5564 /2468.full.pdf. [30 Desember 2010]. Bungin MB. 2009. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Calzo J dan Suzuki L. 2004. The search for peer advice in cyberspace: An examination of online teen bulletin boards about health and sexuality. Journal of Applied Developmental Psychology vol 25 (2004):685-698 [terhubung berkala]. www.sciencedirect.com.[3 Januari 2011]. Cavins BJ. 2005. The relationship between emotional-social intelligence and leadership practice among college student leaders [dissertation]. Ohio: Bowling Green State university. [terhubung berkala]. etd.ohiolink.edu/sendpdf.cgi.[3 Januari 2011]. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. ______ . 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Eccles J dan Kalil A. 1994. Parent-Adolescence Relationship, Parenting Behaviors, and Maternal Well Being in Single vs Two-Parents Black Families. [terhubung berkala]. www.rcgd.isr.umich.edu/articles/ecless.pdf. [31 Desember 2010]. Goleman D. 2006. Emotional Intelegence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. ___________ . 2007. Social Intelegence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Greenfield P dan Yan Z. 2006. Children, Adolescents, and the Internet: A new Field of Inquiry in Developmental Psychology. Journal of Developmental Psychology vol 42(3):391-394 [terhubung berkala]. www.apa.org/pubs/journals/release.pdf. [25 Desember 2010]. Gunarsa SD dan Gunarsa Y. 2003. Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
70
__________________.2009. Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Harisudin M. 1997. Pola pengasuhan dan harapan ibu kepada anak berdasarkan perspektif gender pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti dan Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology A Life-Span Approach, fifth edition. Kazenov. 2010. Suku-suku di Indonesia. www.mkompasiana.com. [25 Desember 2010]. Kenneavy et al. 2006. The Mass Media are an Important Context for Adolescents’ Sexual Behavior. Journal of Adolescent health vol 38 (2006): 186-192 [terhubung berkala]. www.teenmedia.unc.edu/pdf/JAH.pdf.[25 Desember 2010]. Louge N. 2006. Adolescents and the Internet. www.actforyouth.net.[25 Desember 2010] Megawangi R. 2004. Pendidikan Karakter. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation. Meijs et al. 2010. Social Intelligence and Academic Achievement as Predictors of Adolescent Popularity. Journal Youth Adolescent vol 39(1):62-72 [terhubung berkala]. www.springerlink.com. [3 April 2010]. Monks et al. 2006. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mu’tadin. 2002. Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Remaja. [terhubung berkala]. http://www.e-psikologi.com. [5 April 2010]. Papalia et al. 2008. Psikologi Perkembangan. Anwar AK, penerjemah. Jakarta: Kencana. Terjemahan dari: Human Development. Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor: IPB Press. Ruhidawati C. 2005. Pengaruh pola pengasuhan, kelompok teman sebaya dan aktivitas remaja terhadap kemandirian [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasajana, Institut Pertanian Bogor. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Ed ke-7. Rachmawati M dan Kuswanti A, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Child Development, eleventh edition. Schiller S. 2006. The Affect of Birth Order on Intelligence and Personality. [terhubung berkala]. www.sonoma.edu.[29 Desember 2010]. Singarimbun M dan Sofian Effendy. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
71
Steinberg. 2001. Adolescence, sixth edition. New York: Mc Graw Hill Higher Education. Sunarti E. 2004. Mengasuh dengan Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wulandari A. 2009. Analisis persepsi gaya pengasuhan orang tua, keterampilan sosial, prestasi akademik, dan self-esteem mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. White et al. 2010. Indirect Peer Agression in Adolescence and Reproductive Behavior. Evolutionary Psychology vol 8(1): 49-65 [terhubung berkala]. www.epjournal.net. [3 April 2010].
73
LAMPIRAN
75
Lampiran 1
Hasil uji kuesioner Teman Sebaya
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .825
Scale Statistics
N of Items 16
Mean 48.10
Variance
Std. Deviation
38.767
6.226
N of Items 16
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted hktb_1 hktb_2 hktb_3 hktb_5 hktb_6 hktb_7 hktb_8 hktb_9 hktb_11 hktb_14 hktb_15 hktb_16 hktb_18 hktb_19 hktb_12 hktb_13
44.80 45.50 44.80 44.70 45.60 44.90 44.90 44.70 45.20 45.10 45.70 45.10 45.20 44.70 46.00 44.60
Scale Variance if Item Deleted 37.289 32.278 29.511 40.678 34.267 32.544 32.544 41.344 30.622 32.322 36.456 32.767 34.622 35.789 33.111 35.378
Corrected ItemTotal Correlation .211 .506 .707 -.331 .380 .807 .807 -.341 .650 .622 .328 .571 .415 .439 .602 .496
Cronbach's Alpha if Item Deleted .826 .811 .793 .847 .819 .795 .795 .856 .799 .802 .821 .806 .816 .816 .805 .814
77
Lampiran 2
Hasil uji kuesioner Media Massa
Scale Statistics
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Mean
N of Items
.740
17
Variance
45.80
Std. Deviation
32.400
N of Items
5.692
17
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted hkmm_1 hkmm_2 hkmm_3 hkmm_4 hkmm_6 hkmm_7 hkmm_9 hkmm_10 hkmm_11 hkmm_12 hkmm_13 hkmm_16 hkmm_17 hkmm_18 hkmm_19 hkmm_20 hkmm_21
42.90 43.30 43.00 43.20 42.40 43.30 43.80 42.60 42.90 43.80 43.50 43.30 42.70 43.40 42.90 42.10 43.70
Scale Variance if Item Deleted 30.100 30.233 26.667 29.956 31.378 25.344 32.400 27.156 24.322 31.067 30.056 25.344 28.900 32.267 29.433 29.433 31.789
Corrected ItemTotal Correlation .318 .326 .627 .143 .131 .478 .000 .735 .633 .073 .255 .740 .521 -.023 .183 .522 -.016
Cronbach's Alpha if Item Deleted .729 .729 .698 .749 .741 .711 .743 .696 .688 .752 .733 .683 .715 .750 .746 .718 .762
79
Lampiran 3
Hasil uji kuesioner Keterampilan Sosial Scale Statistics
Reliability Statistics Mean
Cronbach's Alpha N of Items .886
113.20
40
Variance
Std. Deviation N of Items
121.511
11.023
40
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted sadar_1 sadar_2 sadar_3 sadar_5 sadar_6 sadar_7 sadar_8 sadar_11 sadar_12 sadar_14 sadar_15 sadar_16 sadar_17 sadar_18 sadar_19 sadar_20 sadar_21 sadar_23 sadar_24 sadar_25 fasos_1 fasos_2 fasos_3 fasos_4 fasos_5 fasos_6 fasos_7 fasos_9 fasos_11 fasos_12 fasos_13 fasos_14 fasos_16 fasos_17 fasos_18 fasos_20 fasos_21 fasos_22 fasos_25 fasos_27
110.00 110.20 110.10 110.20 110.10 109.80 109.40 110.80 110.40 110.00 109.60 110.60 110.40 110.10 109.80 110.20 110.80 110.80 110.40 110.70 110.50 111.20 110.00 110.70 110.10 110.10 111.10 110.70 110.20 110.70 110.80 109.70 110.50 110.00 110.90 110.30 110.60 110.30 110.80 111.20
Scale Variance if Item Deleted 109.333 121.511 119.878 106.844 117.211 113.733 120.489 116.844 110.933 110.000 117.822 115.600 122.267 109.878 116.844 119.067 115.067 107.956 114.267 110.456 110.278 109.067 118.000 122.678 119.433 108.544 115.433 119.567 121.511 117.789 115.289 114.011 118.500 123.111 115.211 114.678 118.044 117.789 122.844 116.178
Corrected ItemTotal Correlation .701 .000 .221 .707 .235 .489 .091 .276 .388 .553 .305 .508 -.100 .717 .394 .137 .558 .733 .506 .710 .610 .862 .364 -.124 .286 .808 .349 .145 .000 .301 .382 .642 .264 -.120 .403 .536 .285 .528 -.140 .265
Cronbach's Alpha if Item Deleted .877 .887 .886 .876 .886 .882 .887 .885 .885 .880 .885 .882 .889 .877 .883 .888 .881 .876 .881 .877 .879 .875 .884 .890 .885 .875 .884 .887 .887 .885 .883 .880 .885 .896 .883 .881 .885 .883 .890 .886
81
Lampiran 4
Hasil uji korelasi Chi square Kualitas hubungan pertemanan
Pemanfaatan media massa
Keterampilan sosial
Jenis kelamin
.889
.523
.735
Cabang olahraga
.797
.346
.575
Tipe olahraga
.309
.012*
.750
Status orangtua
.415
.446
.152
Status kerja ayah
.765
.592
.165
Status kerja ibu
.624
.379
.967
*) Signifikan pada p<0.05
83
Lampiran 5
Hasil uji korelasi Pearson karakteristik contoh, keluarga, teman sebaya dan media massa Usia
Jumlah teman sebaya di sekolah Frekuensi pertemuan di sekolah Usia pertemanan di sekolah Jumlah teman sebaya di asrama Frekuensi pertemuan di asrama Usia pertemanan di asrama Jumlah teman sebaya di tempat lain Frekuensi pertemuan di tempat lain Usia pertemanan di tempat lain Kualitas hubungan pertemanan Lama penggunaan media massa Frekuensi penggunaan media massa Pemanfaatan media massa
Urutan kelahiran
Usia ayah
Usia ibu
Pendidikan Pendidikan Pendapatan ayah ibu orangtua
-.026
-.055
.123
.236*
.073
.119
.037
-.133
-.142
-.077
.042
-.105
.061
.076
-.154
-.009
-.129
.026
-.144
.008
-.089
-.018
.123
.054
.156
.114
.147
.115
-.009
-.075
-.079
-.060
.006
.023
-.130
.100
.128
-.106
.019
.028
.097
-.045
.160
.004
-.132
.164
-.110
.085
-.081
-.073
-.162
.149
-.044
.107
-.117
.064
-.084
-.102
.163
-.079
.057
-.054
-.035
-.112
-.138
.154
.211
.080
.065
.003
.087
-.127
-.197
.007
.182
.066
.077
-.005
-.173
.011
.071
.058
.134
.153
.017
-.003
.050
.215*
.166
.144
-.044
*) Signifikan pada p<0.05
1
Lampiran 6
Hasil uji korelasi Perason karakteristik contoh, keluarga dan keterampilan sosial
Urutan kelahiran
Usia Usia
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed)
Urutan kelahiran Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Usia ayah
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed)
Usia ibu
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed)
Pendidikan ayah Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Pendidikan ibu
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed)
Pendapatan orangtua
Korelasi Pearson
Keterampilan sosial
Korelasi Pearson
Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed)
*. Signifikan pada p< 0.05 (2-tailed). **. Signifikan pada p<0.01 (2-tailed).
1
Usia ayah
Pendidikan ayah
Usia ibu
Pendidikan ibu
Pendapatan Keterampilan orangtua sosial
-.047
.013
-.014
.041
.035
.141
.669
.905
.901
.710
.753
.200
.951
1
.074
-.021
-.109
-.084
-.276
*
-.096
.501
.849
.322
.444
.010
.384
.033
**
-.080
.034
.211
.763
.000
.465
.755
.052
1
.232
**
.192
.264
.033
.000
.078
.015
1
**
**
.109
.000
.321
**
.144
.000
.189
1
-.005
1
.421
*
.624 .509
.000 1
.480 .427
.007
*
.962 1
1
Lampiran 7
Hasil uji korelasi Pearson pola hubungan dengan teman sebaya, kualitas hubungan pertemanan dan keterampilan sosial Jumlah Jumlah Jumlah Frekuensi Usia Frekuensi Usia Frekuensi Usia Kualitas teman teman teman pertemuan pertemanan Keterampilan pertemuan pertemanan pertemuan pertemanan hubungan sebaya di sebaya di sebaya di di tempat di tempat sosial di sekolah di sekolah di asrama di asrama pertemanan sekolah asrama tempat lain lain lain
Jumlah teman Korelasi sebaya di Pearson sekolah Sig. (2-tailed) Frekuensi pertemuan di sekolah
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed)
Usia Korelasi pertemanan di Pearson sekolah Sig. (2-tailed) Jumlah teman Korelasi sebaya di Pearson asrama Sig. (2-tailed) Frekuensi pertemuan di asrama
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed)
Usia Korelasi pertemanan di Pearson asrama Sig. (2-tailed) Jumlah teman Korelasi sebaya di Pearson tempat lain Sig. (2-tailed) Frekuensi pertemuan di tempat lain
Korelasi Pearson Sig. (2-tailed)
1
-.131
-.219
*
.123
.075
.128
.084
-.162
-.166
.171
.254
.233
.044
.261
.495
.243
.447
.138
.128
.117
.019
**
-.099
.169
.142
.221
*
-.104
-.069
-.223
*
-.012
.000
.365
.123
.196
.042
.342
.529
.040
.916
1
-.111
.171
.263
**
-.187
-.100
-.133
.008
.312
.117
.015
.007
.086
.362
.223
.945
1
**
**
.170
.019
*
-.266
-.028
.035
.000
.000
.120
.861
.014
.796
.748
1
**
-.070
-.054
.179
.161
.185
.000
.525
.626
.101
.141
.090
1
-.064
-.057
.164
.087
.154
.564
.606
.134
.429
.160
**
-.183
.153
.000
.093
.163
**
.064
-.147
.000
.560
.180
1
.737
-.533
*
-.582
.829
.293
1
**
-.593
.000 1
-.718
.700
*
2
Usia Korelasi pertemanan di Pearson tempat lain Sig. (2-tailed) Kualitas hubungan pertemanan
Korelasi Pearson
Keterampilan sosial
Korelasi Pearson
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed) *. Signifikan pada p<0.05 (2-tailed). **. Signifikan pada p< 0.01 (2-tailed).
1
.160
-.028
.145
.799
1
**
.431
.000 1
89
Lampiran 8
Hasil uji korelasi Pearson pola hubungan dengan media massa, pemanfaatan media massa dan keterampilan sosial
Lama Frekuensi Pemanfaatan penggunaan penggunaan media massa Lama penggunaan
Korelasi Pearson
Frekuensi penggunaan
Korelasi Pearson
Pemanfaatan media massa
Korelasi Pearson
Keterampilan sosial
Korelasi Pearson
Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed)
**. Signifikan pada p< 0.01 (2-tailed).
1
Keterampilan sosial
-.026
-.024
.032
.815
.830
.770
1
-.098
.087
.373 1
.429 **
.431
.000 1
91
Lampiran 9 Hasil uji regresi pengaruh karakteristik contoh, keluarga, teman sebaya, dan media massa terhadap keterampilan sosial
Nilai koefisien regresi
Model
R Square a
1
R .699
Adjusted R Square .489
Std. Error of the Estimate
.273
8.872
Model Regresi Unstandardized Coefficients
Model (Constant) Usia Jenis kelamin Cabang olahraga Tipe olahraga Status orangtua Usia ayah Usia ibu Pendidikan ayah Pendidikan ibu Status pekerjaan ayah Status pekerjaan ibu Pendapatan orangtua Jumlah teman sebaya di sekolah Frekuensi pertemuan di sekolah Usia pertemanan di sekolah Jumlah teman sebaya di asrama Frekuensi pertemuan di asrama Usia pertemanan di asrama Jumlah teman sebaya di tempat lain Frekuensi pertemuan di tempat lain Usia pertemanan di tempat lain Frekuensi penggunaan media massa Lama penggunaan media massa Kualitas hubungan pertemanan Pemanfaatan media massa *) Signifikan pada p<0.05 **) Signifikan pada p<0.1
B
Std. Error
39.761
28.589
.594 -.867 -2.409 -2.205 -16.370 .189 .328 .303 .651 5.804 -2.024 -.214 .125 -.193 .373 -.022 .869 -1.575 .286 -.846 .170 2.364 -.153 .644 .674
1.439 2.762 2.160 3.732 6.637 .146 .197 1.332 1.385 7.325 2.427 .886 .189 1.314 1.686 .234 1.488 1.814 .195 .819 1.349 1.758 1.069 .287 .274
Standardized Coefficients Beta .052 -.042 -.126 -.069 -.405 .169 .298 .038 .084 .119 -.097 -.030 .080 -.024 .038 -.013 .130 -.180 .200 -.162 .023 .149 -.015 .297 .335
t
Sig.
1.391
.170
.413 -.314 -1.115 -.591 -2.466 1.292 1.661 .227 .470 .792 -.834 -.242 .662 -.147 .221 -.096 .584 -.868 1.465 -1.033 .126 1.344 -.143 2.247 2.465
.681 .755 .269 .557 .017* .201 .098** .821 .640 .431 .408 .810 .510 .884 .826 .924 .562 .389 .148 .306 .900 .184 .886 .028* .017*
1
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, pada tanggal 12 Juni 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dan merupakan anak dari pasangan Bapak Agus Salim dan Ibu Lily Veronica. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Kesuma Indah, dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis tercatat sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), setahun setelah masuk di Institut Pertanian Bogor. Selama di IPB penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kampus. Penulis merupakan wakil bendahara klub Tumbuh Kembang Anak Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) tahun 2007/2008 dan tercatat sebagai pengurus Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) tahun 2008/2009.