PENENTUAN KADAR Fe(III) DAN Cr(VI) SECARA SIMULTAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI
SOKO ANDIKA PERDANA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK SOKO ANDIKA PERDANA. Penentuan Kadar Fe(III) dan Cr(VI) Secara Simultan dengan Menggunakan Teknik Spektroskopi. Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan UTAMI DYAH SYAFITRI. Cr(VI) dan Fe(III) adalah logam yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan sumber air minum. Salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk menentukan Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan adalah dengan menggunakan metode kombinasi antara spektrofotometri dengan kalibrasi multivariat. Kalibrasi multivariat yang digunakan yaitu teknik analisis multi komponen kuadrat terkecil parsial atau partial least square (PLS). Pemodelan dilakukan terhadap larutan Fe(III) dan Cr(VI) pada 24 variasi larutan dengan kuersetin sebagai reagen kromogenik dan CTAB sebagai penstabil kompleks yang terbentuk. Hasil pemodelan menunjukkan kondisi optimum larutan pada sampel dengan variasi perbandingan konsentrasi Fe : Cr sebesar 10 ppm: 1 ppm, konsentrasi kuersetin sebesar 2,95x10-5 M, konsentrasi CTAB sebesar 1,35x10-3 M, dan waktu reaksi 45 menit. Validasi model yang dilakukan dengan menggunakan sampel yang tidak diketahui konsentrasinya, hanya dapat menunjukkan hasil yang cukup baik pada kondisi optimumnya.
ABSTRACT SOKO ANDIKA PERDANA. Determination of Fe (III) and Cr (VI) Simultaneous with Spectroscopy technique. Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN AND UTAMI DYAH SYAFITRI. Cr (VI) and Fe (III) are a metal that have a potency cause environmental and drinking water pollution. One of the analytical techniques that can be used to determine Fe (III) and Cr (VI) simultaneously is to use a combination of spectrophotometric method with multivariate calibration. Multivariate calibration used is partial least square (PLS) multi-component analysis technique. Modelling carried out on a solution of Fe (III) and Cr (VI) in 24 variations with quercetin as a chromogenic reagent and CTAB as a complex stabilizer. Modeling results show the optimum solution of the sample was the variation of concentration ratio of Fe: Cr at 10 ppm: 1 ppm, quercetin at 2.95x10-5 M, CTAB 1.35x10-3 M, and reaction time was 45 minutes. Validation of the model is done by using samples of unknown concentration and show a good results only in optimum conditions
PENENTUAN KADAR Fe(III) DAN Cr(VI) SECARA SIMULTAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI
SOKO ANDIKA PERDANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul : Penentuan Kadar Fe(III) dan Cr(VI) Secara Simultan dengan Teknik Spektroskopi Nama : Soko Andika Perdana NIM : G44062256
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS NIP 197703162006041010
Utami Dyah Syafitri, M.Si, S.Si NIP 197709172005012001
Mengetahui Ketua Departemen Kimia,
Prof. Dr. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam selalu penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis melaksanakan penelitian sejak bulan Mei sampai Desember 2010 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Latifah K. Darusman,MS dan Ibu Utami Dyah Syafitri, M.Si, S.Si sebagai pembimbing yang selalu memberikan saran dan bimbingan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini serta meluangkan waktu selama berkonsultasi. Terima kasih kepada Bapak Eman, Ibu Nunung, Ka Budi Riza dan Bapak Ridwan atas fasilitas, masukan, dan bantuan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, adikku, dan Galih Novia atas doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Nafiul, Ahmad Yani, Tyo, Puput, Asha, Rima, teman-yang seperjuangan di laboratorium analitik dan tak lupa teman-teman kimia angkatan 43 yang telah memberikan masukan dan diskusi berkaitan dengan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
Soko Andika perdana
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Januari 1987 dari ayah Sulistoro dan Ibu Fitri. Penulis merupakan putra sulung dari dua bersaudara, Tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Kimia Analis Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi staf divisi Education and Entertainment Ikatan Mahasiswa Kimia (IMASIKA) tahun 2007/2008. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Analitik II dan Kimia Analitik Layanan untuk mahasisa Biologi pada tahun 2010. Pada tahun 2009 dari bulan Juli-Agustus penulis melaksanakan Praktik Lapang di UPT BIOMATERIAL LIPI Cibinong, Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................
v
PENDAHULUAN .......................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Besi (Fe) .............................................................................................................. Kromium (Cr) ...................................................................................................... Kuersetin .............................................................................................................. Partial Least Square (PLS) ................................................................................. CTAB................................................................................................................... Spektrofotometer UV-VIS ..................................................................................
2 2 2 3 3 3
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan .................................................................................................. Rancangan Percobaan ........................................................................................ Preparasi Larutan Induk ...................................................................................... Pengoptimuman Kondisi Analisis dan Pembuatan Pola ...................................... Validasi Model .................................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................
4 4 4 5 5 5
SARAN DAN SIMPULAN ..........................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
9
LAMPIRAN ................................................................................................................ 11
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Hasil Pencarian Kondisi Optimum ..................................................................
6
Tabel 2 Hasil Validasi Dengan Sampel Yang Dianggap Tidak Diketahui Konsentrasi Awalnya ..........................................................................................................
7
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur Kuersetin ........................................................................................
2
Gambar 2 Struktur CTAB .............................................................................................
3
Gambar 3 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 3 .....................................
6
Gambar 4 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 4 .....................................
6
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian............................................................................. Lampiran 2 Komposisi Variasi Bahan-Bahan yang Digunakan Pada Tiap Perlakuan . Lampiran 3 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 1 .................................. Lampiran 4 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 2 .................................. Lampiran 5 Hasil Pemodelan Terhadap Ulangan 3 ...................................................... Lampiran 6 Hasil Pemodelan Terhadap Ulangan 4 ....................................................... Lampiran 7 Hasil Perhitungan Galat Rata-rata dari Masing-masing Sampel ................
11 12 13 13 14 15 16
1
PENDAHULUAN Kromium memiliki dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan. Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun, dan yang lain adalah Cr(III) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan. (Liu et al 2006). Kromium(VI) merupakan logam industri yang penting karena merupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat beracun. Besi (Fe) merupakan unsur yang melimpah di alam dengan bentuk yang stabil, yaitu Fe(II) dan Fe(III). Fe(II) bermanfaat sebagai pembawa oksigen pada mioglobin dan mudah diserap tubuh, sedangkan Fe(III) tidak dapat mengikat oksigen (Kazemi et al 2004). Cr(VI) dan Fe(III) adalah logam yang selalu ada dalam suatu sampel baik sampel bahan alami maupun limbah yang dihasilkan industri sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan sumber air minum. Pada saat ini telah dipelajari penentuan kadar besi dan krom yang dilakukan dengan sampel berbeda dan menggunakan teknik yang berbeda pula. Beberapa dari teknik ini memerlukan separasi fisik, preliminary treatment, bahkan memerlukan instrumen yang berbeda (Abdollahi 2001). Penentuan kadar Fe(III) biasanya dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri berdasarkan kemampuan Fe(III) untuk membentuk kompleks berwarna dengan beberapa pereaksi kromogenik. Pereaksi yang paling umum digunakan adalah 1,10 fenantrolin (Kazemi et al 2004) dan kalium tiosianat (KSCN) (Khopkar 2003). Penggunaan pereaksi kromogenik 1,10fenantrolin kurang efisien digunakan karena pereaksi tersebut hanya spesifik untuk Fe(II), sehingga untuk penentuan Fe(III) diperlukan suatu zat pereduksi. Sementara itu, KSCN merupakan ligan yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar dan dapat mengakibatkan terjadinya, interaksi dengan logam yang bukan analat, sehingga kurang baik untuk digunakan. Penentuan kadar Cr terutama Cr(VI) menggunakan spektrofotometri sinar tampak umumnya menggunakan reagen organik yang dapat dioksidasi dan pembentukan ion asosiasi (Narayana & Cherian 2005). Reagen kromogenik yang biasa dipakai dalam penentuan Cr(VI) adalah difenilkarbazida (DPC), akan tetapi metode ini tidak sensitif
(Snell 1978). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu metode yang dapat menentukan krom dan besi secara simultan yang memiliki selektivitas dan sensitivitas yang tinggi. Salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk menentukan Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan adalah dengan menggunakan metode kombinasi antara spektrofotometri dengan kalibrasi multivariat. Kalibrasi multivariat yang digunakan yaitu teknik analisis multi komponen kuadrat terkecil parsial atau Partial Least Square (PLS). Metode ini merupakan bagian dari kemometrik yang bertujuan menemukan hubungan statistik antara data spektrum dan informasi yang telah diketahui. Keuntungan teknik ini dapat mengeliminasi spektrum yang mengganggu kuantifikasi analat, meningkatkan selektifitas, dan tidak memerlukan pemisahan atau prekonsentrasi terlebih dahulu (Brereton 2000). Teknik analisis multi komponen ini membutuhkan suatu reagen kromogenik yang dapat bereaksi dengan Fe(III) dan Cr(VI) sehingga membentuk kompleks berwarna yang dapat dideteksi oleh spektrofotometer. Kuersetin merupakan salah satu senyawa yang berpotensi sebagai pereaksi kromogenik (Alvarez et al. 1989). Kuersetin dalam media miselar dapat membentuk kompleks dengan Cr(VI), dengan Fe(III) sebagai ion pengganggu pada konsentrasi 0,5 ppm. Kehadiran Fe(III) sebagai ion pengganggu menunjukkan bahwa kuersetin dapat juga membentuk kompleks dengan Fe(III). Hal ini diperkuat oleh Ryan & Hynes (2007) yang membentuk kompleks dengan nisbah antara Fe(III) dan kuersetin sebesar 2:1. Kemampuan kuersetin untuk mengikat dua Fe(III) telah diuji oleh Ryan & Hynes (2007) menggunakan titrasi spektrofotometri. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan dalam 1 larutan dengan teknik spektroskopi. Pereaksi yang bertindak sebagai reagen kromogenik adalah kuersetin karena dapat bereaksi dengan Fe(III) dan Cr(VI), serta menggunakan CTAB (Setiltrimetilamoniumbromida) sebagai senyawa antarmuka yang dapat menstabilkan kompleks yang terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kadar Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan dengan teknik spektroskopi UV-Vis, kuersetin sebagai reagen kromogenik, dan CTAB sebagai penstabil kompleksnya menggunakan kalibrasi multivariat cara Partial Least Square (PLS).
2
TINJAUAN PUSTAKA Besi (Fe) Besi merupakan logam yang paling banyak terdapat di alam. Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7 - 5 % pada kerak bumi. Besi merupakan unsur golongan transisi yang salah satu sifatnya dapat membentuk senyawa kompleks berwarna. Kompleks yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-tampak (Vogel 1982). Kompleks berwarna Fe(III)-kuersetin, disebutkan dalam beberapa literatur memiliki panjang gelombang maksimum pada 420 nm (Ryan & Hynes 2007) atau 422,5 nm (Maria et al 2008). Reaksi kompleksasi Fe(III)-Kuersetin memberikan kondisi terbaik menggunakan larutan Buffer Asetat pada pH 4,6; 2,95x10-7 mol kuersetin; 8,22x10-6 mol CTAB dan waktu pengukuran 45 menit. Linieritas terbaik diperoleh pada kisaran konsentrasi 0,1 – 1,0 ppm dengan nilai R2 sebesar 98,32% (Fajrin 2009). Besi adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi, seperti oksida besi magnetit ( Fe3O4) mengandung besi 65 %, hematite ( Fe2O3 ) mengandung 60 – 75 % besi, limonet ( Fe2O3 . H2O ) mengandung besi 20 % dan siderit (Fe2CO3). Dalam kehidupan, besi merupakan logam paling biasa digunakan dari pada logam-logam yang lain. Hal ini disebabkan karena harga yang murah dan kekuatannya yang baik sreta penggunaannya yang luas. Kromium (Cr) Kromium adalah logam berbentuk kristal dan berwarna putih bening yang dilambangkan dengan Cr, mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat atom 51,996, massa jenis 650 gr/cm3, titik lebur 1903°C pada tekanan 1 atm, titik didih 2642°C pada tekanan 1 atm (Darwono 1995). Nilai serapan optimum untuk Cr(III) yaitu pada panjang gelombang 410 nm sedangkan pada Cr(VI) pada panjang gelombang 560 nm (Puri et al 1978). Kromium merupakan logam industri yang penting karena rerupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat beracun. Kromium memiliki dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan.
Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun, dan yang lain adalah Cr(III) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan (Liu et al 2006). Kegiatan industri yang dapat menyebabkan adanya krom di dalam lingkungan antara lain industri cat, baja, tekstil, kulit, semen, keramik, dan kertas. Kontaminasi logam krom dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang tertumpuk di ginjal akan mengakibatkan keracunan akut yang akan ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati dan dalam waktu yang cukup panjang akan mengendap dan menimbulkan kanker paru-paru. Tingkat keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom dalam urine. Oleh karena itu, krom merupakan logam yang sangat beracun dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia (Khairani et al 2007). Kuersetin Kuersetin biasanya banyak terdapat pada tumbuhan dan merupakan senyawa flavonoid yang paling melimpah di alam. Kuersetin merupakan Aglikon (kurang molekul gula) dari flafonoid lainnya (Xing et al 2001). Nama IUPAC kuersetin adalah (3,4dihidroksifenil)–3,5,7–trihidroksi–4–HKromon-4on, dengan rumus molekul C15H10O7.2H2O, massa molar 338,27 g/mol, kerapatan curah 1,799 g/cm3, dan titik leleh 316 °C. Kuersetin berkhasiat sebagai obat prostatitis, penyakit hati, katarak, antiinflamasi, antialergi, anti kanker, bronkhitis, dan asma (Ryan & Hynes 2007). Kuersetin memiliki gugus fungsi karbonil dan hidroksil sehingga dapat membentuk kompleks dengan beberapa ion logam, misalnya Cr(VI) (Alvarez et al 1989), Fe(III) (Ryan & Hynes 2007), dan Pd (II) (Milica et al 1998). Selain itu dapat pula membentuk kompleks dengan Co(II), Ni(II), Cu(II), dan Zn(II) (Makasheva et al 2005).
Gambar 1 Struktur Kuersetin
3
Partial Least Square (PLS) Kemometrik merupkan seni mengekstrak informasi kimia dari data yang dihasilkan oleh suatu percobaan kimia (Wold 1995). Kemometrik menyediakan metode dalam mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrument seperti spektrofotometer (Varmuza 2002). Kalibrasi multivariat merupakan salah satu bentuk model analisis kemometrik yang dapat digunakan untuk menentukan campuran dari beberapa senyawa (Forina et al 1998). Metode kalibrasi multivariat ini dapat berupa multiple linear regression (MLR), principle component analysis (PCA), principle component regression (PCR), partial least square (PLS), dan artificial neural network (ANN) (Brereton 2000). Informasi yang selektif dapat diperoleh dari data yang tidak selektif dalam analisis spektra kuantitatif dengan menggunakan PLS (Hopke 2003). PLS telah digunakan secara luas sebagai model kalibrasi multivariat. PLS adalah metode yang berkembang dan umum dalam kemometrik untuk memprediksi variabel respon (atau vektor) dari variabel yang berkorelasi tinggi serta memberi pengaruh besar (Hwang & Nettleton 2002). Prinsip PLS adalah menghitung nilai komponen utama data matriks X (hasil sumber percobaan) dan matriks Y (matriks respon) dan membangun model regresi antar nilai. PLS digunakan untuk memprediksikan serangkaian variabel tak bebas dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear dan nonlinear dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Untuk data sampel yang tidak diketahui, konsentrasi yang bervariasi pada sampel biasanya dapat memprediksi dengan ketepatan yang lebih baik (Hopke 2003). Parameterparameter dalam PLS adalah factors, loading dan scores. Inti dari PLS adalah menghitung skor komponen dari matriks Y dan X untuk membuat model regresi antara nilai-nilai tersebut (Abdollahi et al 2003) CTAB Surfakan adalah senyawa yang jika terdapat pada konsentrasi rendah didalam suatu sistem mempunyai sifat teradsorpsi pada permukaan-antarmuka, serta mempengaruhi secara berarti energi bebas permukaan¬ antarmuka sistem tersebut. Surfaktan
merupakan molekul ampifilik yang terdiri atas bagian kepala hidrofilik yang mempunyai afinitas tinggi pada air dan bagian hidrofobik yang mempunyai afinitas tinggi pada minyak (Holmberg et al. 2003). Surfaktan telah digunakan sebagai bahan adesif, penggumpal, pembasah, pembusaan, pengemulsi, penetrasi, serta telah digunakan secara luas pada berbagai bidang industri seperti industri farmasi, kosmetika, pertanian, dan pangan. Setiltrimetilammoniumbromida (CTAB) memiliki nama lain yaitu Heksadesiltrimetilamonium bromida dengan rumus molekul C19H42N+Br-- adalah suatu tetra-substitusi atom nitrogen bervalensi lima dan sebuah rantai lurus panjang alkil (C16) yang memberikan hidrofobisitas. CTAB memiliki bobot molekul 364.46 g/mol, bobot jenis 0.89 kg/L, dan titik nyala sebesar 15 oC. CTAB memiliki nilai CMC (Critical Micel Concentration) sebesar 473.798 ppm (Merck 1.023420100).
Gambar 2 Struktur CTAB
Misel merupakan kumpulan molekul surfaktan berukuran koloid yang beragregasi membentuk kelompok-kelompok dengan struktur tertentu akibat telah jenuhnya permukaan suatu material. Struktur misel ada beberapa bentuk, antara lain bulat (spheric), silinder memanjang, lamela datar, dan gelembung. Peningkatan konsentrasi CTAB hingga di atas CMC-nya, akan menyebabkan terbentuknya dua lapisan dari interaksi hidrofobik ekor-ekor rantai alkilnya, sehingga ujung kepala hidrofilik akan bermuatan positif (Ghiachi et al. 2004). CTAB pada reaksi antara kuersetin dengan Cr(VI) dan Fe(III) berfungsi sebagai penjaga kestabilan kompleks tersebut. Selain itu CTAB juga dapat meningkatkan absorbans pada panjang gelombang 440 nm. pH kondisi reaksi umumnya terdapat pada pH 7, tetapi dengan menambahkan CTAB ke dalam larutan maka pembentukan media miselar dapat terjadi pada pH antara 4,5 sampai 6,5. Pembentukan media miselar maksimum dapat dicapai pada pH 4,6 dengan menggunakan buffer asetat yang memiliki konsentrasi 2M (Alvarez et al 1989).
4
BAHAN DAN METODE Spektrofotometer UV-Vis Alat dan Bahan Spektrofotometer adalah sebuah instrumen yang mengukur absorbsi atau penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom atau molekul. Spektrofotometer yang digunakan dalam daerah spektrum UV (ultraviolet) dan visual (sinar tampak). Molekul dalam daerah energi ini akan mengalami transisi elektron. Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu spektroskopi absorpsi berdasarkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 160 sampai 780 nm (Skoog et al. 2003). Spektrofotometer UV-VIS pada prinsipnya terdiri dari sumber radiasi (source), monokromator, sel, fotosel (radiation transducer), dan detektor. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, diemisikan, atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Secara umum spektrofotometer UV-Vis memiliki 3 tipe yaitu rancangan berkas tunggal (single beam), rancangan berkas ganda (double beam), dan multichannel (Skoog et al 1998). Absorbans dari larutan sampel yang diukur Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengukur intensitas sinar yang dilalui menuju sample (I) dan membandingkannya dengan intensitas sinar sebelum dilewatkan ke sampel tersebut (I0). Rasio I/I0 disebut transmitan (T), sedangkan absorbans diperoleh dari transmitan tersebut dengan rumus A= -log T sesuai dengan hukum dasarnya yaitu hukum Lambert Beer. Hukum Lambert-Beer ini juga memiliki kelemahan, yaitu kenaikan konsentrasi menjadi 2x atau 3x konsentrasi tidak mengubah nilai serapan menjadi 2x atau 3x serapan mula-mula. Ketidaklinieran hubungan antara serapan dengan konsentrasi tersebut dinamakan penyimpangan dari hukum Lambert-Beer (Harvey 2000). Analat yang dapat diukur oleh spektrofotometer UV-Vis adalah analat yang berwarna atau dibuat berwarna. Proses yang dapat dilakukan untuk membuat larutan berwarna adalah oksidasi atau pembentukan senyawa kompleks. Beberapa aplikasi analisis kuantitatif logam melalui pembentukan kompleks antara lain Fe(III) - KSCN; Pd SnCl2 (Khopkar 2003), Cr(VI) - kuersetin (Alvarez et al 1989), Fe(III) - kuersetin (Fajrin 2009), Cr(VI) - difenilkarbazida; Ca(II)-EDTA (Oxtoby et al 2001), dan Cu(II) - kuersetin (Hakima et al 2005).
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis double beam, kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, pH meter, dan peralatan kaca yang umum digunakan dalam laboratorium kimia. Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Minitab 14, perangkat lunak R-2.10.1. Bahan-bahan yang digunakan adalah Fe(NO3)3.9H2O, K2Cr2O7.3H2O, kuersetin, etanol, CH3COOH, CH3COONa, setiltrimetilamonium bromida (CTAB). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan untuk sistem penapisan yaitu rancangan percobaan faktorial. Rancangan faktorial yang digunakan memiliki 4 peubah (faktor) yaitu konsentrasi kuersetin, konsentrasi CTAB, nisbah konsentrasi Fe dan Cr, dan waktu reaksi. Peubah konsentrasi kuersetin memiliki 2 level, peubah konsentrasi CTAB memiliki 2 level, peubah nisbah konsentrasi Cr dan Fe memiliki 3 level, dan peubah waktu reaksi memiliki 2 level sehingga rancangan percobaan ini memiliki satuan peubah sebanyak 24 satuan percobaan (2x2x3x2) dengan 2 kali ulangan. Setelah itu metode pengukuran dilakukan seperti yang digambarkan pada bagan alir penelitian di Lampiran 1. Preparasi Larutan Induk Larutan induk standar Fe dan Cr masingmasing disiapkan. Larutan Standar Fe dibuat dibuat menggunakan Fe(NO3)3.9H2O, konsentrasi 100 ppm, disiapkan dengan cara melarutkan 0,0536 g Fe(NO3)3.9H2O dengan air bebas ion dalam labu takar 100 mL. Larutan Standar Cr dibuat menggunakan K2Cr2O7.3H2O, dibuat konsentrasi 100 ppm, disiapkan dengan cara melarutkan 0,0028 g K2Cr2O7.3H2O dengan air bebas ion dalam labu takar 100 mL. Larutan induk kuersetin dengan konsentrasi 2,9 × 10-3 M disiapkan dengan melarutkan 0,1000 g kuersetin dengan campuran etanol-air bebas ion dengan menggunakan nisbah 1:1 (v/v) dalam labu 100 mL. Larutan buffer asetat disiapkan dari campuran asam asetat 0,1 M dengan natrium asetat 0,1 M pada kisaran pH 4,5 - 5,5.
5
Pengoptimuman Kondisi Analisis dan Pembuatan Pola Metode ini mengacu pada Alvarez et al (1989) yang telah dimodifikasi sesuai dengan rancangan percobaan yang dibuat. Larutan standar Fe(III), Cr(VI), kuersetin, dan CTAB disiapkan sebanyak 24 perlakuan dengan variasi yang berbeda-beda untuk masingmasing perlakuan. Acuan yang dipakai untuk Fe(III) yaitu skripsi milik Fajrin (2009), sedangkan untuk Cr(VI) yaitu jurnal milik Alvarez et at (1989). Standar dengan 24 perlakuan ini dibuat spektrumnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada kisaran panjang gelombang 400-500 nm dengan kecepatan scanning medium yang akan digunakan untuk menentukan secara simultan kadar Fe(III) dan Cr(VI). Komposisi yang dipakai untuk pengoptimuman kondisi analisis di tunjukkan pada Lampiran 2. Spektrum yang didapatkan kemudian dibuat polanya sehingga dapat dibandingkan dengan ulangan lainnya dan ditentukan ulangan terbaik untuk dilakukan pemodelan menggunakan metode PLS. Model yang didapatkan akan menunjukkan kondisi optimum untuk pemodelan dengan melihat selisih antara hasil prediksi PLS dengan nilai sebenarnya, kemudian kondisi perlakuan tersebut dipakai untuk memprediksi sampel yang tidak diketahui konsentrasinya. Validasi Model Sebanyak 2,5 mL sampel yang diduga terdapat Fe(III) dan Cr(VI) dimasukkan ke dalam labu volumetrik 25 mL kemudian ditambahkan larutan buffer asetat, kuersetin dan media miselar pada kondisi optimum. Setelah itu labu ditera, dihomogenkan dan disimpan selama waktu optimum. Setelah itu diukur serapannya pada kisaran panjang gelombang antara 400 sampai 500 nm. Kadar Fe(III) dan Cr(VI) didapatkan melalui perhitungan dengan perangkat lunak Minitab 14 dan perangkat lunak R-2.10.1 dengan kalibrasi multivariat metode PLS.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengoptimuman kondisi analisis dan pembuatan pola Pencarian kondisi optimum untuk masingmasing logam Fe(III) dan Cr(VI) dilakukan untuk menentukan kisaran panjang gelombang
yang akan digunakan untuk pengukuran sampel. Pada Fe(III) kondisi optimum yang dipakai dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-5 M, konsentrasi Fe 5 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 8,22x10-4 dan waktu reaksi selama 45 menit, nilai ini didapatkan dari acuan yang dipakai yaitu skripsi milik Fajrin (2009). Sedangkan pada Cr(VI) kondisi optimum yang dipakai adalah dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-4 M, konsentrasi Cr 1 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 1,35x10-3 dan waktu reaksi selama 40 menit, nilai ini didapatkan dari acuan yang dipakai yaitu jurnal milik Alvarez et al (1989). Setelah didapatkan acuan kemudian dilakukan verifikasi terhadap acuan tersebut. Hasil verifikasi yang dilakukan didapatkan hasil nilai yang sama dengan acuannya yaitu kondisi optimum Fe dicapai dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-5 M, konsentrasi Fe 5 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 8,22x10-4 dan waktu reaksi selama 45 menit. Sedangkan pada Cr(VI) kondisi optimum yang dicapai adalah dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-4 M, konsentrasi Cr(VI) 1 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 1,35x10-3 M dan waktu reaksi selama 40 menit. Berdasarkan hasil verifikasi maka dibuat variasi perlakuan pengoptimuman kondisi analisis seperti pada Lampiran 2. Pengoptimuman kondisi analisis di ukur pada kisaran panjang gelombang sinar tampak 400 – 500 nm, karena larutan berwarna kuning dan berdasarkan pustaka didapatkan kisaran panjang gelombang antara 423 – 440 nm. Pengoptimuman kondisi analisis pada awalnya hanya dibuat untuk dua ulangan saja, tetapi hasil yang didapatkan setelah pembuatan pola pada ulangan 1 dan 2 mendapatkan hasil yang kurang baik, yaitu pola yang sangat berbeda pada ulangan 1 dan 2, sehingga dilakukan ulangan 3 dan 4 untuk pengoptimuman kondisi analisis. Pola hasil pengoptimuman kondisi analisis untuk ulangan 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Gambar 3 dan Gambar 4 adalah hasil pembuatan pola hubungan antara absorbans terhadap panjang gelombang ulangan 3 dan 4.
6
Absorbans
Panjang gelombang (nm) Gambar 3 Hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 3
Absorbans
Panjang gelombang (nm) Gambar 4 Hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 4
Pada Gambar 3 dan Gambar 4 yang merupakan hasil pembuatan pola hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 3 dan ulangan 4 terlihat bahwa pola hasil pengoptimuman kondisi analisis tersebut cukup berbeda nyata dengan pola hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 1 dan ulangan 2 yang dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4 sehingga tidak dapat digunakan untuk pemodelan. Hal ini
disebabkan karena pada saat pembuatan ulangan 1 timbul banyak endapan yang mengakibatkan nilai absorbans dari sampel yang diukur terlalu tinggi dan hasil yang didapatkan dari pengukuran tersebut tidak valid dan terdapat galat yang cukup tinggi. Endapan yang terjadi disebabkan karena perbandingan pelarut alkohol dan air kurang tepat. Semakin besar rasio air maka endapan yang timbul akan semakin banyak. Hal ini disebabkan karena kromofor yang digunakan (kuersetin) kurang larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol. Endapan ini mengurangi kestabilan kompleks yang terbentuk, sehingga kompleks yang terbentuk tidak stabil dan cepat mengurai kembali menjdi kuersetin dan logam Fe serta Cr. Absorbans yang didapatkan juga bukan merupakan absorbans dari kompleks kuersetin-logam, tetapi absorbans kuersetin yang tidak larut. Sedangkan pada ulangan kedua juga didapatkan hasil yang cukup jauh dengan ulangan yang lainnya, hal ini disebabkan karena pereaksi yang digunakan tidak langsung digunakan, dan telah didiamkan beberapa lama, hal ini dapat menyebabkan rusaknya pereaksi yang digunakan, terutama kuersetin. Kuersetin memiliki sifat mudah rusak bila didiamkan dalam waktu yang cukup lama karena kuersetin mudah teroksidasi oleh udara jika didiamkan terlalu lama. Berbeda dengan ulangan 1 dan 2, pola pengoptimuman kondisi analisis pada ulangan 3 dan 4 terlihat mirip, sehingga dapat dikatakan ulangan 3 dan 4 memiliki keterulangan yang tinggi. Ulangan 3 dan 4 dilakukan secara acak dan menggunakan pereaksi yang baru dibuat, sehingga hasil yang didapatkan dari kedua ulangan tersebut mirip dan dapat digunakan sebagai model untuk kalibrasi multivariat. Kesegaran pereaksi berpengaruh pada pembentukan kompleks yang terjadi, semakin lama didiamkan, maka kompleks yang terbentuk semakin tidak sempurna sehingga akan memberikan hasil pengukuran yang kurang baik. Berikut ini adalah hasil pemodelan yang telah dilakukan terhadap ulangan 3 dan 4 Hasil pemodelan diatas merupakan hasil
7
pemodelan dengan kalibrasi multivariat Partial Least Square terhadap ulangan 3 dan 4. Hasil pemodelan ini juga dapat menunjukkan nilai prediksi dari konsentrasi Cr(VI) dan Fe(III) dalam campuran sampel pada beberapa variasi perlakuan. Tabel 1 Hasil Pencarian Kondisi optimum e2 Ulangan
RMSEP
Sampel
Ba2 t45
Fe
Cr
-
9,41x 10-7
3
4
Cb1 t40
0.0340
-
Bb1 t45
0.0012
5,66x 10-6
Fe
Cr
1,013
0,356
0,872
0,324
Nilai ∑e2 Fe merupakan total galat dari prediksi konsentrasi Fe dan konsentrasi Fe sebenarnya pada masing masing perlakuan, sedangkan nilai ∑e2 Cr merupakan total galat dari prediksi konsentrasi Cr dan konsentrasi Cr sebenarnya pada masing masing perlakuan. Perhitungan RMSEP (Root Mean Square Error Prediction) memiliki tujuan untuk mengetahui model terbaik dan untuk mengetahui prediksi galat dari tiap ulangan yang telah dilakukan. Semakin kecil nilai RMSEP dari ulangan maka semakin sedikit galat yang terjadi pada ulangan tersebut Berdasarkan pemodelan yang telah dilakukan dapat terlihat bahwa nilai RMSEP dari ulangan keempat lebih kecil daripada ulangan ketiga, artinya adalah galat total yang terjadi pada ulangan keempat lebih sedikit dibandingkan ulangan ketiga sehingga nilai konsentrasi prediksi Fe(III) dan Cr(VI) yang dapat diambil untuk menentukan variasi terbaik adalah pada ulangan keempat. Ulangan keempat dapat menunjukkan bahwa nilai e2 terendah pada sampel Bb1 t45 dengan variasi perbandingan konsentrasi Fe : Cr sebesar 10 ppm: 1 ppm, konsentrasi kuersetin sebesar 2,95x10-5 M, konsentrasi CTAB sebesar 1,35x10-3 M, dan waktu reaksi
45 menit. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi optimum yang akan digunakan dalam penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya. Penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya dilakukan dengan cara memvalidasikan hasil pemodelan dengan hasil pengukuran sampel yang tidak diketahui konsentrasi awalnya. Penentuan ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistika R-2.10.1, hal ini dilakukan karena perangkat lunak Minitab 14 tidak dapat menghitung data dalam jumlah yang terlalu banyak. Hasil pengukuran terhadap sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya divalidasikan ke dalam model yang telah didapatkan, hasil penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya diuraikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya
Sampel
A
B
konsentrasi prediksi(ppm)
konsentrasi sebenarnya (ppm)
Cr
Fe
Cr
Fe
1
1,2900
7,2480
2
1,2633
7,6054
1
2.5
3
1,2521
7,7559
1
0,9521
11,7803
2
0,9694
11,5480
1
10
3
0,9129
12,3051
1
1,1541
9,0704
2
1,1508
9,1141
1
5
3
1,1628
8,9544
Ulangan
C
Pada Tabel 2 perlakuan sebelum pengukuran menggunakan kondisi optimum yang didapatkan pada tahap sebelumnya. Hasil dari pemodelan tersebut menunjukkan hasil yang kurang bagus terhadap konsentrasi prediksi pada Fe, hasilnya cukup jauh dengan nilai yang sebenarnya. Hal ini dapat disebabkan karena Fe hanya ion pengganggu dari kompleks kuersetin (Alvarez et al 1989). Walaupun dapat membentuk kompleks dengan kuersetin, tetapi kompleks Fe(III)
8
kuersetin ini juga mudah mengalami transfer elektron pada sisi katekol dari kuersetin (Ryan & Hynes 2007). Berdasarkan hasil pada Tabel 2 juga dapat dijelaskan bahwa model yang digunakan hanya baik pada kondisi optimum dengan nilai konsentrasi Fe(III) 10 ppm, sedangkan jika model tersebut digunakan untuk konsentrasi Fe(III) selain pada kondisi optimum maka hasil yang dikeluarkan oleh model tersebut kurang baik. Pada Lampiran 6 ditunjukkan bahwa pada sampel B yang memiliki kondisi optimum seperti yang dilakukan terhadap model memiliki rerata e2 (galat) paling kecil yaitu sebesar 0,9141 hal ini menunjukkan bahwa model dapat diaplikasikan paling baik pada kondisi seperti pada sampel B yaitu kondisi optimum pengukuran. Sedangkan pada sampel A dan C memiliki rerata galat yang cukup besar yaitu 25,4110 dan 47,4044 yang menunjukkan bahwa pengukuran pada kondisi ini kurang baik jika dilakukan pemodelan pada model yang didapatkan. Reaksi yang terjadi antara kuersetin dengan Cr(VI) lebih kuat daripada dengan Fe(III), kehadiran surfaktan pada reaksi pembentukan kompleks antara Cr(VI) dan kuersetin juga dapat membuat reaksi tersebut menjadi lebih peka (Rafi 2009). Reaksi yang terjadi pada pembentukan kompleks yaitu Cr(VI) yang merupakan oksidator kuat akan mengoksidasi kuersetin (dengan membuka cincin γ-piron), ion Cr(III) akan terbentuk dari proses oksidasi kuersetin oleh Cr(VI) yang kemudian akan membentuk kompleks dengan kuersetin yang telah teroksidasi (Alvarez et al 1989). CTAB pada reaksi ini berfungsi sebagai senyawa antarmuka yang menghubungkan antara kuersetin dan logam Cr(VI) serta Fe(III) agar kondisi reaksi yang terjadi sesuai dengan kedua logam tersebut. Selain itu CTAB juga dapat meningkatkan absorbans pada panjang gelombang 440 nm. pH kondisi reaksi umumnya terdapat pada pH 7, tetapi dengan menambahkan CTAB ke dalam larutan maka pembentukan media miselar dapat terjadi pada pH antara 4,5 sampai 6,5. Pembentukan media miselar maksimum dapat
dicapai pada pH 4,6 dengan menggunakan buffer asetat yang memiliki konsentrasi 2M (Alvarez et al 1989). Efek perbedaan konsentrasi CTAB tidak terlalu berpengaruh pada hasil kompleksasi yang terjadi selama konsentrasi CTAB yang ditambahkan berada diatas konsentrasi misel kritisnya. Pada semua kondisi, CTAB yang digunakan berada di atas konsentrasi misel kritisnya. Secara keseluruhan hasil yang didapatkan belum cukup baik, karena hasil validasi model yang dilakukan cukup berbeda dari hasil sebenarnya, hal ini dapat disebabkan karena masih terdapat logam-logam pengganggu yang dapat berinteraksi dengan kuersetin, selain itu kompleks yang terjadi antara Fe(III) dengan kuersetin kurang baik, karena kompleks Fe(III)-kuersetin mudah mengalami dekomposisi. Selain itu model yang didapatkan hanya bisa memprediksi dengan tepat jika kondisi larutan dalam kondisi optimumnya, sedangkan jika digunakan kondisi lainnya maka hasil yang didapatkan kurang baik dan memiliki galat yang besar.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penentuan ulangan yang akan digunakan dalam pencarian kondisi optimum dilakukan dengan cara membuat plot masing-masing ulangan dan didapatkan ulangan yang akan dimodelkan dengan kondisi pereaksi yang segar dan pengerjaan yang acak. Berdasarkan pemodelan yang dilakukan terhadap kondisi pereaksi yang segar dan pengerjaan yang acak didapatkan kondisi optimum dengan variasi perbandingan konsentrasi Fe : Cr sebesar 10 ppm: 1 ppm, konsentrasi kuersetin sebesar 2,95x10-5 M, pH 4,6, konsentrasi CTAB sebesar 1,35x10-3 M, dan waktu reaksi 45 menit. Hasil yang didapatkan dengan memvalidasikan data pengukuran dengan model yang didapatkan kurang memberikan hasil yang cukup baik, hanya baik pada kondisi optimumnya.
9
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi CTAB di bawah nilai CMCnya, dan dicoba dengan variasi konsentrasi Fe(III) dan Cr(VI) pada linieritas masing-masing logam. Selain itu perlu dilakukan pemodelan lebih lanjut dengan menggunakan kondisi optimum, sehingga hasil konsentrasi prediksi senyawa yang tidak diketahui konsentrasi awalnya akan mendapatkan hasil yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA Abdollahi H. 2001. Simultaneous spectrophotometric determination of chromium(VI) and iron(III) with chromogenic mixed reagents by H-point standard addition method and partial least squares regression. Analytica Chimica Acta 442 : 327-326. Abdollahi H, Panahi MS, Mohammad RK. 2003. Simultaneous spectrophotometric determination of iron, cobalt, and copper by partial least-square calibration method in micellar medium. IJPR 24: 207-212. Alvarez MJ, Gracia ME, Medel AS. 1989. The coplexation of Cr(III) and Cr(VI) with flavones in micellar media and its use for the spectrophotometric determination of chromium. Talanta 36:919-923. Brereton RG. 2000. Introducing to multivariate calibration in analytical chemistry. Analyst 126: 2125-2154. Darwono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Hidup. Jakarta: UI-Press. Fajrin R. 2009. Kompleksasi Fe(III) – kuersetin pada media miselar dan penggunaannya untuk penentuan Fe(III) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Forina M, Casolino MC, Martinez CP. 1998. Multivariate Calibration: Applications to pharmaceutical analysis. J Pharm Biomed Anal 18: 21-33.
Ghiaci M, Kia A, Abbaspur Ă, Azad FS. 2004. Adsorption of chromate by surfactant modified zeolites and MCM-41 molecular sieve. Separatin and Purification Technology 40:285-295. Hakima EH, Ezzohra N, Valerie T, Oliver D. 2005. Interactions of quercetin with iron and copper ions: complexation and autooxidation. Free Radical Research 40 : 303-320. Harvey D. 2000. Modern Analitycal Chemistry. Ed Internasional. Boston : McGraw-Hill. Hopke PK. 2003, The evolution of chemometrics. Anal Chem Acta 500: 365377. Holmberg K, Jönsson B, Kornberg B. 2003. Surfactants and Polymer in aqueous Solution. New York: Wiley. Hwang JTG, Nettleton D. 2002. Principal Components regression with data choosen components and related methods. Analyst 53:899-962. Kazemi L, Atabati M, Zarei K. 2004. Simultaneous determination of Fe(II) and Fe(III) in pharmaceutical formulations with chromogeic mixed reagent y using principal component artificial neural network and multivariate calibration. II Farmaco 60:37-42. Khairani N, Azam M, Sofjan K, dan Soeleman. 2007. Penentuan Kandungan Unsur Krom Dalam Limbah Tekstil Dengan Metode Analisis Pengaktifan Neuron. Berkala Fisika 10: 35-43. Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analalitik. A. Saptoharjo, penerjemah. Jakarta: UI-P. Terjemahan dari : Basic Concepts of Analitycal Chemistry. Liu Y, Deng L, Chen Y, Wu F, and Deng N. 2006. Simultaneous photocatalytic reduction of Cr(VI) and oxidation of bisphenol A induced by Fe(III)-OH complexes in water. Journal Of Hazardous Materials 139:399-402.
10
Makasheva NE, Makashev YA, Sharonov BP,Grachev SA, Mironov VE. 1976. The kinetics of complex formation of some transition metals in quercetin and morin. Russian Chemical Bulletin 25:885-886. Maria B, Anna T, Elzbieta SF. 2008. Selective determination of Fe(III) in Fe(II) samples by UV-spectrophotometry with the aid of quercetin and morin. Acta Pharmaceutica 58:327-334. Milica G, Vesna K, Slavica B, Dusan M, Zorica R. 1998. Spectrofotometric investigation of the Pd(II)-quercetin complex in 50% ethanol. Chemical Monthly 129:41-48. Narayana B & Cherian T. 2005. Rapid spectrophotometric determination of trace amounts of chromium using variamine blue as chromogenic reagent. J Braz Chem Soc 16:197-201. Otto Matthias. 1999. Chemometrics: statistics and computer application in analytical chemistry. New York; Chichester; Brisbane; Singapore; Toronto: WileyVCH ISBN 3-527-29628-X. Oxtoby DW, Gillis HP, Nachtrieb NH. 2001. Prinsip-prinsip kimia modern. Ed ke-1. Suminar S Achmadi, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles Of Modern Chemistry. Paul Gemperline, 2006. Practical guide to chemometrics. 2nd Edition CRC Press Taylor & Francis Group, ISBN 1-57444783-1. Puri BK, Gautam M. 1978. Spectrophotometric determination of chromium(III) and rhodium(III) after extraction with oxine into molten naphthalene. Talanta 25:484-485. Rafi M. 2009. Potensi metode penambahan standar titik-H untuk penentuan simultan kromium(III) dan kromium(VI) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rodriguez AMG, Torres AG, Pavon JMC, Ojeda CB. 1998. Simultaneous determination of iron, cobalt, nickel and copper by UV-visible spectrophotometry with multivariate calibration. Talanta 47: 463-470. Ryan P, Hynes MJ. 2007. The kinethics and mechanism of the reactions of iron (III) with quercetin and morin. Journal of Inorganic Biochemistry 102: 127-136.
Skoog DA, Holler FJ, Niemann TA. 1998. Principle of Instrumental Analysis. Ed ke 5. Florida : Saunders College. Snell FD. 1978. Photometric and Flourometric Methods of Analysis. Vol 1. New York: John Wiley & Sons. Varmuza K. 2002. Applied Chemometric: Form Chemical Data Relevant Information [terhubung berkala]. http://www.vias.org/tmdatanaleg/ccmultic a.pdf(25 November 2010). Vogel AI, Svehla G. 1982. Analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro. Ed ke-5. Setiono dan Hadyana Pudjaatmaka, penerjemah. Jakarta: Kalman Media Pustaka. Terjemahan dari Macro and Semi micro qulitative Inorganic Analysis. Wold S. 1995. Chemometrics : What Do We want From It?. Chem Intel Lab Syst 30: 109-115. Xing N, Chen Y, Mitchell SH, and Young CYF. 2001. Quercetin inhibits the expression and function of the androgen receptor in LNCaP prostate cancer cells. Carcinogenesis 22:409-414.
10
LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Perancangan Percobaan
Preparasi larutan induk
Sampel dengan 24 perlakuan dilakukan pemayaran dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400 – 500 nm
Dilakukan pembuatan pola terhadap hasil pengukuran beberapa ulangan
Dilakukan pembuatan pola terhadap hasil pengukuran
Dilakukan pemodelan pada beberapa ulangan yang tidak berbeda nyata pola hasil pengukurannya
Ditentukan kondisi optimumnya berdasarkan hasil pemodelan yang telah dilakukan
Validasi model yang didapatkan dengan sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya
12
Lampiran 2 Komposisi variasi bahan-bahan yang digunakan pada tiap perlakuan Kode perlakuan Aa1 t40 Aa1 t45 Aa2 t40 Aa2 t45 Ab1 t40 Ab1 t45 Ab2 t40 Ab2 t45 Ba1 t40 Ba1 t45 Ba2 t40 Ba2 t45 Bb1 t40 Bb1 t45 Bb2 t40 Bb2 t45 Ca1 t40 Ca1 t45 Ca2 t40 Ca2 t45 Cb1 t40 Cb1 t45 Cb2 t40 Cb2 t45
Cr (ppm) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
Fe (ppm) 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 5 5 5
Variasi perlakuan CTAB (M) 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 8,22 x 10-4 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3 1,35 x 10-3
Kuersetin (M) 2,95 x 10-5 2,95 x 10-5 2,95 x 10-4 2,95 x 10-4 2,95 x 10-5 2,95 x 10-5 2,95 x 10-4 2,95 x 10-4 2,95 x 10-5 2,95 x 10-5 2,95 x 10-4 2,95 x 10-4 2,95 x 10-5 2,95 x 10-5 2,95 x 10-4 2,95 x 10-4 2,95 x 10-5 2,95 x 10-5 2,95 x 10-4 2,95 x 10-4 2,95 x 10-5 2,95 x 10-5 2,95 x 10-4 2,95 x 10-4
Waktu (menit) 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40 45 40
13
Lampiran 3 Hasil Pengoptimuman kondisi analisis Ulangan 1
Panjang gelombang (nm)
Lampiran 4 Hasil Pengoptimuman kondisi analisis Ulangan 2
Panjang gelombang (nm)
14
Lampiran 5 Hasil pemodelan terhadap ulangan 3 Sample
Fe(ppm)
Cr(ppm)
Konsentrasi prediksi Fe
Konsentrasi prediksi Cr
e Fe
e Cr
e2 Fe
e2 Cr
Aa1 t40 Aa1 t45 Aa2 t40
5 5 5
1 1 1
5.3248 4.0518 5.2477
1.2612 1.2308 1.3817
0.3248 0.9482 0.2477
0.2612 0.2308 0.3817
0.1055 0.8991 0.0614
0.0682 0.0532 0.1457
Aa2 t45 Ab1 t40 Ab1 t45 Ab2 t40 Ab2 t45 Ba1 t40
5 5 5 5 5 10
1 1 1 1 1 1
5.8952 5.4428 6.5893 5.2914 4.4857 9.0127
1.3101 1.1872 1.1208 1.4941 1.5637 0.9745
0.8952 0.4428 1.5893 0.2914 0.5143 0.9873
0.3101 0.1872 0.1208 0.4941 0.5637 0.0255
0.8014 0.1961 2.5259 0.0849 0.2645 0.9748
0.0962 0.0350 0.0146 0.2442 0.3177 0.0006
Ba1 t45 Ba2 t40 Ba2 t45 Bb1 t40 Bb1 t45 Bb2 t40 Bb2 t45 Ca1 t40 Ca1 t45 Ca2 t40 Ca2 t45 Cb1 t40 Cb1 t45 Cb2 t40
10 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 5 5
1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
8.1965 7.4430 9.6454 11.0772 10.2372 9.3592 8.6023 4.6041 3.1016 5.5753 5.3855 4.8156 5.1949 5.3674
1.4818 1.2516 0.9990 0.8051 0.8832 1.0018 1.0837 2.0507 1.7307 1.4452 1.4664 2.0576 1.4042 1.4411
1.8035 2.5570 0.3546 1.0772 0.2372 0.6408 1.3977 0.3959 1.8984 0.5753 0.3855 0.1844 0.1949 0.3674
0.4818 0.2516 0.0010 0.1949 0.1168 0.0018 0.0837 0.0507 0.2693 0.5548 0.5336 0.0576 0.5959 0.5589
3.2526 6.5382 0.1257 1.1604 0.0563 0.4106 1.9536 0.1567 3.6039 0.3310 0.1486 0.0340 0.0380 0.1350
0.2321 0.0633 9.41E-07 0.0380 0.0136 3.24E-06 0.0070 0.0026 0.0725 0.3078 0.2848 0.0033 0.3550 0.3123
Cb2 t45
5
2
5.9013
1.3888
0.9013
0.6112
0.8123
0.3736
24.6704
3.0415
∑e RMSEP Fe =
1.0138707
RMSEP Cr =
0.3559909
2
15
Lampiran 6 Hasil pemodelan terhadap ulangan 4 Sample
Fe(ppm)
Cr(ppm)
Konsentrasi prediksi Fe
Konsentrasi prediksi Cr
e Fe
e Cr
e2 Fe
e2 Cr
Aa1 t40
5
1
4.506
1.180
0.494
0.180
0.2441
0.0325
Aa1 t45
5
1
4.378
1.033
0.622
0.033
0.3870
0.0011
Aa2 t40
5
1
5.129
1.398
0.129
0.398
0.0166
0.1582
Aa2 t45
5
1
6.181
1.315
1.181
0.315
1.3957
0.0993
Ab1 t40
5
1
6.375
1.063
1.375
0.063
1.8906
0.0040
Ab1 t45
5
1
4.441
1.097
0.559
0.097
0.3123
0.0093
Ab2 t40
5
1
5.425
1.482
0.425
0.482
0.1802
0.2323
Ab2 t45
5
1
5.116
1.505
0.116
0.505
0.0134
0.2548
Ba1 t40
10
1
10.290
0.961
0.290
0.039
0.0840
0.0016
Ba1 t45
10
1
9.281
1.286
0.719
0.286
0.5168
0.0816
Ba2 t40
10
1
8.124
1.174
1.876
0.174
3.5209
0.0303
Ba2 t45
10
1
8.868
1.073
1.132
0.073
1.2823
0.0053
Bb1 t40
10
1
11.602
0.863
1.602
0.137
2.5654
0.0187
Bb1 t45
10
1
10.034
0.998
0.034
0.002
0.0012
5.66E-06
Bb2 t40
10
1
9.596
0.987
0.405
0.013
0.1636
0.0002
Bb2 t45
10
1
10.048
1.120
0.047
0.120
0.0023
0.0144
Ca1 t40
5
2
5.288
2.094
0.288
0.094
0.0831
0.0089
Ca1 t45
5
2
7.010
1.517
2.010
0.483
4.0381
0.2334
Ca2 t40
5
2
5.282
1.484
0.282
0.516
0.0796
0.2663
Ca2 t45
5
2
5.331
1.462
0.331
0.538
0.1092
0.2891
Cb1 t40
5
2
5.478
2.176
0.478
0.176
0.2288
0.0311
Cb1 t45
5
2
4.874
1.939
0.126
0.061
0.0159
0.0037
Cb2 t40
5
2
5.701
1.387
0.701
0.613
0.4907
0.3760
Cb2 t45
5
2
5.798
1.391
0.798
0.609
0.6365
0.3705
18.258
2.522
∑e RMSEP Fe =
0.8722137
RMSEP Cr =
0.3241925
2
16
Lampiran 7 Hasil perhitungan galat rata-rata dari masing-masing sampel Sampel A
B
Cr
Fe
Cr
Fe
e Cr
e Fe
e2 Cr
e2 Fe
1.2900
7.2480
1
2.5
0.2900
4.7480
0.0841
22.5435
1.2633 1.2521
7.6054 7.7559
1 1
2.5 2.5
0.2633 0.2521
5.1054 5.2559
0.069327 0.063554
26.06511 27.62448
rerata e2
25.4110
1.1541
9.0704
1
10
0.1541
0.9296
0.023747
0.864156
1.1508
9.1141
1
10
0.1508
0.8859
0.022741
0.784819
1.1628
8.9544
1
10
0.1628
1.0456
0.026504
1.093279
rerata e C
2
0.9141
0.9521
11.7803
1
5
0.0479
6.7803
0.002294
45.97247
0.9694 0.9129
11.5480 12.3051
1 1
5 5
0.0306 0.0871
6.5480 7.3051
0.000936 0.007586
42.8763 53.36449
rerata e2
47.4044