Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
PENGARUH METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR INDUKTIF MATERI DAUR AIR PADA SISWA KELAS V SDIT BUNAYYA KABUPATEN TANGERANG Yeni Nuraeni1 Annisa Widya Ayuning Tyas2 Universitas Muhammadiyah Tangerang1,2 yeniyayang1973@gmail
[email protected] ABSTRAK This study aims to determine the effect of the Contextual Teaching and Learning (CTL) method on inductive thinking skills concept of recycling water. The method used is a quasi experimental methods. This study was conducted in SDIT Bunayya Tangerang. The population is 36 students in grade five and the samples consisted of two groups, the experimental group who were 18 students and a control group which also totaled 18 students. The technique of this sample is saturated sample. The experimental group is a group that used the Contextual Teaching and Learning (CTL) method, while the control group is the group that used the conventional method. The instrument used in the form of the test is instrument with the type of the description test. Based on the hypothesis test was using t-test with a confidence level of 95% indicates gained value 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 = 5,769 and 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 = 2.042. 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 value is greater than 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 it can be concluded that there is a significant relationship between learning of Contextual Teaching and Learning (CTL) method on student inductive thinking. Keywords :Contextual Teaching and Learning (CTL), inductive thinking skills, method Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pengajaran Kontekstual dan metode Learning (CTL) pada konsep kemampuan berpikir induktif air daur ulang. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental kuasi. Penelitian ini dilakukan di SDIT Bunayya Tangerang. populasi adalah 36 siswa kelas lima dan sampel terdiri dari dua kelompok, kelompok eksperimen yang 18 siswa dan kelompok kontrol yang juga berjumlah 18 siswa. Teknik sampel ini jenuh sampel. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang menggunakan metode Contextual Teaching and Learning (CTL), sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang menggunakan metode konvensional. Instrumen yang digunakan dalam bentuk tes ini adalah instrumen dengan jenis tes uraian. Berdasarkan uji hipotesis menggunakan t-test dengan tingkat kepercayaan 95% mengindikasikan diperoleh nilai t_count = 5.769 dan t_ (tabel) = 2,042. Nilai t_count lebih besar dari t_ (tabel) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pembelajaran Contextual Teaching and Learning metode (CTL) pada pemikiran induktif siswa. Kata kunci: Contextual Teaching and Learning (CTL), kemampuan berpikir induktif, metode
15
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
Pendahuluan Pendidikan memiliki peran yangsangatpenting dalam kehidupan manusia. Hal inidisebabkankarena pendidikan dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan juga merupakan proses mendidik, membina, mengendalikan, mengawasi, mempengaruhi, dan mentransmisikan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan oleh pendidik kepada peserta didik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan membentuk kepribadian yang lebih baik serta bermanfaat bagi kehidupannya. Hal yang berkaitan dengan peran penting pendidikan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi untukmengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap manusia. Dengan pendidikan manusia dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya untuk dapat diterapkan didalam kehidupan. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak usia sekolah perlu ditingkatkan terutama pada tingkat Sekolah Dasar.
Di dalam Kurikulum pendidikan sekolah dasar terdapat beberapa mata pelajaran pokok yang harus dikuasai peserta didik. Salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada mata pelajaran IPA terdapat materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yaitu daur air. Ruang lingkupnya meliputi tahapan daur air, manfaat air bagi kehidupan serta kegiatan manusia yang mempengaruhi daur air. IPA sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam dapat menggunakan lingkungan alam sekitar untuk dapat diamati mengenai bagaimana daur air terjadi serta faktor yang mempengaruhinya. Dalam proses pembelajaran materi daur air memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi bagi peserta didik dalam memahaminya karena didalam materi daur air terdapat istilah-istilah ilmiah yang mungkin sulit untuk dipahami, maka dari itu sebagian besar peserta didik belum dianggap tuntas dalam materi tersebut. Terkait dengan hal tersebut maka peneliti menganggap perlu melakukan observasi.Berdasarkan hasilkunjungan yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 Nopember 2015 di SDIT Bunayya yang berlokasi di Kabupaten Tangerang diperoleh informasi yang didapat dari
16
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
hasil wawancara beberapa peserta didik dan guru mengenai kesulitan dalam proses pembelajaran IPA khususnya materi daur air, yaitu sebagian peserta didik tidak bisa menyelesaikan soal-soal IPA yang berbeda dari contoh yang diberikan. Hal ini berarti peserta didik belum mampu mengembangkan kemampuan dalam menganalisis soal. Kesulitan yang dihadapi selain dalam menganalisis soal adalah masih menggunakan hafalan dalam mengingat istilah yang ada dalam materi tetapi belum dapat mengembangkan istilah tersebut saat menjawab soal. Hasil wawancara guru mata pelajaran IPA mengemukakan bahwa hasil belajar IPA masih rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta didik 36 siswa kelas A dan B. Diketahui bahwa siswa yang mencapai nilai diatas KKM hanyalah 10 siswa atau 27,78 %, sedangkan siswa yang belum mencapai nilai KKM 14 siswa atau 38,89 %, dan yang mendapat sesuai dengan KKM 12 siswa atau 33,33 %, nilai tertinggi adalah 8,50 dan nilai terendah adalah 5,50. Nilai tersebut belum memuaskan karena Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah adalah 7,00. Informasi yang diberikan oleh guru dapat disimpulkan bahwa hal tersebut juga semata-mata bukan hanya kesalahan peserta didik tetapi dapat juga dikarenakan penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat dan kurang dikembangkannya kemampuan berpikir induktif peserta didik. Pembelajaran yang monoton menjadikan peserta didik jenuh dan malas mengikuti pembelajaran yang pada akhirnya menyebabkan materi pelajaran yang disampaikan guru menjadi tidak bermakna ataupun berkesan. Bagaimana tidak, peserta didik hanya disuruh mendengar, mencatat, dan menjawab soal. Dalam kasus seperti ini pembelajaran hanya berpusat pada guru
(teacher center) yang mengakibatkan peserta didik menjadi pasif. Banyak dari peserta didik yang kemudian hanya mengobrol, terkantuk-kantuk bahkan sampai bermain sendiri di dalam kelas. Sejauh ini pembelajaran masih didominasi oleh pemandangan bahwa pengetahuan sebagai fakta untuk dihafal. Menghafal hanya menyimpan memori dalam jangka waktu yang sebentar, berbeda dengan memahami pengetahuan tersebut. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan teoretis saja, akan tetapi bagaimana pengalaman belajar yang dimiliki oleh peserta didik senantiasa terkait dengan permasalahanpermasalahan yang terjadi di lingkungannya. Guru harus dapat memilih metode yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan. Salah satu metode pembelajaran yang dianggap tepat dalam membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikirnya serta dapat mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sehari-hari adalah metode Contextual Teaching and Learning atau biasa disebut dengan istilah CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga peserta didik memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan atau konteks ke permasalahan atau konteks lainnya. Dengan konteks tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik karena proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan yang didalamnya peserta didik terlibat dalam proses
17
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Kegiatan pembelajaran dengan metode CTL diawali dengan keterampilan guru dalam membuka wawasan siswa dengan memberikan pertanyaanpertanyaan yang akan menciptakan rasa keingintahuan siswa terhadap suatu hal yang akan dipelajari. Sehingga, atas dasar keingintahuan yang kuat siswa akan termotivasi dan berpikir mengenai pemecahan masalah tersebut dengan mencari jawabannya dari berbagai sumber dan tidak hanya terpaku pada satu sumber saja. Dengan referensi dari berbagai sumber pengetahuan yang didapat siswa akan belajar bagaimana mengkonstruksi suatu ilmu pengetahuan yang akan menghasilkan proses pembelajaran yang bermakna, baik bagi guru maupun bagi siswa.Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki keunggulan, yaitu metode ini sesuai dengan nurani manusia yang pada hakikatnya akan selalu haus akan makna serta mampu memuaskan kebutuhan otak untuk mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Dengan menghubungkan informasi baru tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks kehidupan seharihari maka siswa akan mendapatkan pelajaran yang bermakna. Mereka akan dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan seharihari. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas seperti dalam kehidupan sehari-hari, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Mampu mengerti makna dari pengetahuan dan keterampilan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan paparan diatas terdapat beberapa hal – hal menarik untuk dikaji adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan metode Contextual Teaching and Learning(CTL) terhadap kemampuan berpikir induktif peserta didik ? 2. Apakah metode konvensional dalam pembelajaran IPA di kelas V SDIT Bunayya sudah efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir induktif peserta didik ? 3. Apakah metode Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat membuat peserta didik menjadi lebih aktif dibandingkan dengan metode konvensional ? LandasanTeori Kemampuan Berpikir Induktif Menurut Purwanto (1998), “Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju kepada yang umum” (Purwanto, 1998, h. 47). Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa proses berpikir induktif diawali dengan pemberian contoh-contoh atau kasus khusus yang akan menuju pada suatu konsep atau generalisasi.Sagala (2014) mengartikan berpikir induktif sebagai “suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena“ (Sagala, 2014:77). Hal ini sama dengan yang dikatakan oleh Hamdani (2011) yang memberikan pendapatnya mengenai berpikir induktif, yaitu dimulai dengan pemberian berbagai kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Kemudian, siswa dibimbing untuk berusaha keras menyintesiskan, merumuskan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut. Kemampuan berpikir induktif tidak hanya sekedar mengambil kesimpulan
18
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
dari pernyataan-pernyataan yang ada, tetapi berhubungan dengan siswa sebagai subjek yang mengembangkan kemampuan berpikir induktif tersebut dan guru yang berperan sebagai fasilitator dalam mengarahkan siswa menuju konsep yang dipelajari. Guru juga harus mempunyai keterampilan dalam mengajukan pertanyaan dan memperhatikan hal-hal yang mendasari pertanyaan tersebut sehingga dari sebuah pertanyaan yang diajukan oleh guru akan dapat menuntun siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya yang akan menuju pada suatu konsep yang bersifat umum. Dengan bertanya siswa dapat mengeksplorasi rasa keingintahuannya terhadap hal yang dipelajari. Berpikir induktif terdiri atas tiga tahap, yaitu : 1) Tahap I ini terdiri dari tiga langkah. Pada langkah pertama, siswa diminta untuk melakukan sesuatu terhadap data, yaitu menyebutkan datadata yang relevan dengan masalah. Setelah siswa menyebutkan semua data yang diperolehnya, selanjutnya langkah kedua siswa diminta untuk mengelompokkan data-data tersebut ke dalam kategori berdasarkan persamaanpersamaan yang kemudian pada langkah ketiga siswa diminta untuk memberi nama atau label pada tiap kategori yang dibentuk tersebut; 2) Pada tahap II, interpretasi data juga terdiri dari tiga langkah. Pada langkah pertama, siswa diminta untuk mengidentifikasi data atau butir-butir informasi yang telah dikelompokkan dan diberi nama pada tahap I. Selanjutnya pada langkah kedua, siswa diminta untuk menjelaskan atau menerangkan butir-butir informasi yang telah diidentifikasi tersebut misalnya dengan meminta siswa untuk menghubungkan hal yang satu dengan yang lain atau menentukan hubungan sebab-akibat dari hubungan tersebut. Sedangkan pada langkah ketiga, siswa
diminta untuk membuat kesimpulan dari hasil yang diperoleh pada langkahlangkah sebelumnya; 3) Seperti halnya pada tahap I dan II, pada tahap III juga terdiri dari tiga langkah. Pada langkah pertama siswa diminta untuk memprediksikan pengaruh atau akibat yang akan terjadi, menjelaskan data-data yang lebih luas, atau membuat hipotesis. Pada langkah kedua, siswa mencoba untuk menjelaskan hipotesis yang telah mereka buat, dan pada langkah ketiga merupakan proses untuk menguji ramalan atau hipotesis. Pada langkah ketiga ini, siswa diminta untuk membuat kesimpulan secara menyeluruh dari tahap pertama sampai pada tahap terakhir (Fikri, 2014:14-15).Ketika siswa mengalami proses informasi pada semua tahap, terdapat kegiatan-kegiatan yang dapat diamati dan sejumlah operasi mental yang tidak dapat diamati. Misalnya, seorang siswa dapat menyebutkan pengertian daur air. Kegiatan siswa dalam menyebutkan suatu pengertian daur air dapat diamati tetapi tahap proses mental siswa sehingga dapat menyebutkan pengertian daur air tidak dapat diamati. Guru berperan sebagai pemonitor cara-cara siswa mengalami proses informasi, menentukan siswa untuk menerima pengalaman, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam memproses data ke dalam susunan yang lebih sistematis. Dalam peranannya tersebut guru dapat menggunakan berbagai cara, tidak hanya melalui mengajukan pertanyaan, tetapi dapat juga memberi komentar atau tanggapan, membimbing diskusi kelas, dan mendengarkan argumentasi siswa.Kreativitas guru dalam merangsang siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat berpengaruh pada kemampuan berpikir siswa. Siswa secara aktif terlibat dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Melalui bimbingan guru, siswa dituntun
19
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
untuk dapat menemukan kesimpulan sebagai penerapan hasil belajar melalui tahapan pembentukan konsep, interpretasi data, dan aplikasi prinsip. Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut siswa akan dapat membuat kesimpulan dari materi yang dipelajarinya dan bersifat umum atau generalisasi. Joyce, Weil, dan Calhoun (2009) mengemukakan bahwa berpikir induktif dapat membantu siswa mengumpulkan informasi dan mengujinya dengan teliti, mengolah informasi ke dalam konsepkonsep tersebut. Apabila digunakan secara bertahap, berpikir induktif juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membentuk konsep-konsep secara efisien dan dapat meningkatkan jangkauan perspektif dari sisi mana mereka memandang suatu informasi (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009, h.102).Dapat disimpulkan bahwa berpikir induktif merupakan proses pengambilan kesimpulan berdasarkan pernyataanpernyataan yang bersifat khusus menuju pada suatu konsep yang bersifat umum. Konsep tersebut akan berlaku pada pernyataan-pernyataan khusus lain yang bersifat sama. Berpikir induktif mengajarkan kepada siswa untuk mengidentifikasi, mengolah, dan mengintrepetasikan sebuah fakta ke dalam suatu sistem konsep. Sehingga, pembelajaran dengan mengembangkan kemampuan berpikir induktif akan merangsang siswa untuk aktif dalam menyelesaikan suatu tugas dengan pengetahuan mereka sendiri. Berdasarkan dari langkah-langkah yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam mengembangkan kemampuan berpikir induktif siswa didalam proses pembelajaran diawali dengan kegiatan pengamatan terhadap suatu data ataupun fakta. Dengan mengamati data tersebut maka siswa akan memahami hubungan data yang ada dengan suatu
masalah yang relevan. Setelah itu, dilanjutkan dengan kegiatan mengidentifikasi dan mengelompokkan data-data tersebut ke dalam suatu kategori berdasarkan persamaan yang ada. Dengan mengelompokkan akan mengembangkan pola berpikir induktif siswa dengan data-data yang bersifat khusus menuju pada suatu konsep yang bersifat umum. Pada langkah selanjutnya, siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari hasil yang diperoleh pada langkah-langkah sebelumnya. Kesimpulan yang diperoleh siswa akan dikomunikasikan dengan argumentasi mereka berdasarkan hasil yang diperoleh dengan mengembangkan kemampuan berpikir induktif. Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran yang bermakna adalah harapan bagi semua guru, dimana pada hakikatnya anak belajar secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahuinya. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator yaitu guru adalah seorang pendamping anak dalam pencapaian kompetensi dasar. Dengan demikian, paradigma bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan harus diubah.Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama metode belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah metode belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Metode belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal faktafakta, tetapi sebuah metode yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Johnson (2004) dalam buku Nurhadi dengan judul Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, mendefinisikan metode Contextual
20
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
Teaching, and Learning(CTL) sebagai berikut “The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the system encompasses the following eight components: making meaningful connections, doing significant work, self – regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment” Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan seharihari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. Dengan ada hubungan materi akademik dan konteks kehidupan sehari-hari pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa dan guru. Kehidupan sehari-hari siswa merupakan salah satu hal yang menjadi fokus dalam proses pembelajaran menggunakan CTL. Siswa akan dihadapkan pada masalah yang bersifat konkret atau nyata. Jadi, pengetahuan yang akan diperoleh bukan hanya dengan meraba-raba sesuatu yang akan terjadi tetapi masalah konkret yang ada di kehidupan sehari-hari. Dengan terbangunnya hubungan informasi yang diperoleh dengan kehidupan siswa maka proses pembelajaran akan lebih terarah dan guru dapat mengarahkan materi yang diajarkan dengan maksimal dengan tujuan siswa dapat membuat hubungan dan menyelesaikan masalah konkret yang ada dan diharapkan dapat memberikan solusi terhadap masalah tersebut.
Menurut Hamdayama (2014) dalam bukunya “Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter” mengemukakan bahwa proses pembelajaran kontekstual tersusun oleh delapan komponen, yaitu : a) Membangun hubungan untuk menemukan makna dengan mengaitkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri, kejadian di rumah, informasi dari media massa, dan sebagainya; b) Melakukan sesuatu yang bermakna dengan mengaitkan bahan pelajaran dengan sumber-sumber yang ada dikonteks kehidupan siswa; c) Belajar secara mandiri, yaitu siswa diberi kesempatan belajar mandiri sesuai dengan kondisi masing-masing siswa; d) Kolaborasi memiliki arti bahwa setiap makhluk hidup membutuhkan makhluk hidup lain, demikian juga dengan pembelajaran di sekolah hendaknya mendorong siswa untuk bekerja sama dengan temannya; e) Berpikir kritis dan kreatif merupakan salah satu tujuan belajar agar siswa dapat mengembangkan potensi intelektual yang dimilikinya. Pembelajaran di sekolah hendaknya melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk mempraktikkannya dalam situasi yang nyata; f) Mengembangkan potensi individu, yaitu setiap kegiatan pembelajaran hendaknya mengidentifikasi potensi yang dimiliki setiap siswa serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkannya; g) Standar pencapaian yang tinggi akan memacu siswa untuk berusaha keras dan menjadi yang terbaik; h) Penilaian yang autentik, yaitu hasil belajar hendaknya diukur dengan penilaian autentik yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan.
21
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
Pembelajaran dengan metode Contextual Teaching and Learning(CTL) diawali oleh guru dengan membuka wawasan siswa seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan yang akan menciptakan rasa keingintahuan siswa terhadap suatu hal yang akan dipelajari. Sehingga, atas dasar keingintahuan yang kuat siswa akan termotivasi dan berpikir mengenai pemecahan masalah tersebut dengan mencari jawabannya dari berbagai sumber dan tidak hanya terpaku pada satu sumber saja. Referensi dari berbagai sumber pengetahuan yang didapat siswa akan belajar bagaimana mengkonstruksi suatu ilmu pengetahuan yang akan menghasilkan proses pembelajaran yang bermakna, baik bagi guru maupun bagi siswa. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh maka pengetahuan siswa akan semakin bertambah. Kehidupan sehari-hari merupakan salah satu sumber informasi dan guru tidak perlu bingung dalam menyediakan sumber-sumber informasi. Kehidupan sehari – hari bersifat konkret atau nyata sehingga pembelajaran dengan materi yang bersifat konkret akan membuat pembelajaran lebih bermakna. Dalam Contextual Teaching and Learning(CTL) siswa akan belajar bagaimana menemukan dan membangun keterkaitan masalah tersebut dan menemukan solusinya dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal tersebut sesuai dengan konsep pembelajaran CTL yang dikemukakan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (2001 : 3-4) dalam buku Nurhadi dengan judul Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK mengemukakan bahwa “Contextual Teaching is teaching that enables students to reinforce, expand, and apply their academic knowledge and skills ina variety of in school and out of school settings in order to solve simulated or real
world problems. Contextual learning occurs when students apply and experience what is being taught referencing real problems associated with their roles and responsibilities as family members, citizens, students, and workers. Contextual teaching and learning emphasizes higher level thinking, knowledge transfer across academic disciplines and collecting, analyzing and synthesizing information and data from multiple sources and viewpoints”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Metode pembelajaran CTL ini bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan ke permasalahan lainya. Metode CTL mengajak siswa pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks serta dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Metode CTL mengarahkan siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir mereka dengan menghubungkan hal-hal yang terjadi di kehidupan mereka. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono (2006), “Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
22
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan”. Penelitian ini membandingkan kemampuan berpikir induktif IPA dari kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan menggunakan metode CTLdan kelompok kontrol yang menggunakan metode konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V di SDIT Bunayya Kabupaten Tangerang berjumlah 36 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu teknik sampel jenuh merupakan salah satu jenis dari nonprobability samplingdengan sampel kelas eksperimen berjumlah 18 siswa dan kelas kontrol berjumlah 18 siswa.Uji validitas instrumen tes hasil belajar IPA diolah dengan teknik korelasi product moment dari Pearson dan uji reliabilitas diolah dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan menggunakan software SPSS 22. Hasil dan Pembahasan Hasil pengujian hipotesis dengan uji t pada data pretes kelas kontrol dan eksperimen diperoleh t hitung = 1,695 dengan taraf signifikansi 95 % (∝ = 0,05) diperoleh t tabel = 2,042 karena 1,695 < 2,042 ( t hitung < t tabel ) maka H0 diterima. Dengan demikian pada awal pembelajaran tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir induktif siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Tidak ada perbedaan kemampuan berpikir induktif tersebut dikarenakan belum diberikan perlakuan pembelajaran pada mata pelajaran IPA materi daur air dengan metode konvensional pada kelas kontrol dan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen. Sehingga skor rata – rata kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak jauh berbeda. Hasil pengujian hipotesis dengan uji t pada akhir pembelajaran (postes) pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
diperoleh t hitung = 5,769 dengan taraf signifikansi 95 % (∝ = 0,05) diperoleh t tabel = 2,110 karena 5,769 > 2,110 ( t hitung > t tabel ) maka H0 ditolak. Dengan demikian pada akhir pembelajaran terdapat perbedaan kemampuan berpikir induktif siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Secara keseluruhan kemampuan berpikir induktif siswa kelas eksperimen pada materi daur air mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat disebabkan karena adanya perlakuan yang berbeda terhadap sampel yang diberi metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen. Pada hasil observasi di kelas eksperimen terlihat bahwa pada saat kelompok belajar (Learning Community) dibentuk metode Contextual Teaching and Learning (CTL) mencerminkan kesaling-bergantungan untuk mewujudkan diri pada setiap siswa, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan suatu masalah terlihat bahwa setiap individu dengan karakter dan kemampuan yang berbeda saling melengkapi dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah tersebut. Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing – masing serta menghormati setiap perbedaan – perbedaan dalam mewujudkan suatu kreativitas dan hasil baru yang berbeda. Hal terpenting dalam penerapan metode Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan seperti yang diungkapkan oleh Johnson (2012). Kerja sama adalah sesuatu yang alami dan setiap bagian kelompok saling berhubungan sedemikian rupa sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan menjadi output bagi yang lain, dan output ini akan menjadi input bagi yang lainnya
23
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
lagi. Terjalinnya jiwa sosial yang kuat serta saling bekerja sama merupakan salah satu wujud positif terhadap penerapan metode Contextual Teaching and Learning (CTL). Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap kemampuan berpikir induktif siswa. Selain itu, didalam pembelajaran menggunakan metode pembelajaran ini memberikan motivasi tersendiri dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat jelas melalui respon siswa lebih antusias dalam mengikuti pelajaran dengan melakukan beberapa percobaanpercobaan ilmiah. Siswa sangat berminat untuk melakukan percobaan-percobaan yang dilakukan secara berkelompok, selain itu siswa juga sangat memperhatikan pengarahan yang diberikan oleh guru. Kerjasama dan partisipasi antar siswa lain dapat terlihat dengan jelas melalui percobaanpercobaan yang dilakukan sehingga mereka dapat bertukar pikiran dengan baik antar siswa. Karakteristik yang dimiliki CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa. Hal tersebut terlihat pada uji hipotesis yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kelas eksperimen yang diberikan metode CTL. Langkah – langkah kemampuan berpikir induktif dalam proses pembelajaran diawali dengan kegiatan pengamatan terhadap suatu data ataupun fakta sesuai dengan CTL yang menghubungkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari yang bersifat konkret karena fakta adalah hal yang bersifat konkret atau nyata. Dengan mengamati data tersebut maka siswa akan memahami hubungan data yang ada dengan suatu masalah yang relevan. Dengan mengamati dan memahami hubungan data dengan suatu masalah maka siswa telah melakukan kegiatan menemukan (inquiry). Guru
menggunakan pemodelan (modelling) yang dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran. Pemodelan atau eksperimen merupakan data yang nyata, yaitu dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh siswa sehingga pengalaman belajarnya akan lebih bermakna. Setelah itu, dilanjutkan dengan kegiatan mengidentifikasi dan mengelompokkan data-data tersebut ke dalam suatu kategori berdasarkan persamaan yang ada. Dengan mengelompokkan akan mengembangkan pola berpikir induktif siswa dengan datadata yang bersifat khusus menuju pada suatu konsep yang bersifat umum. Pada kegiatan ini dibentuk kelompok belajar karena kerja sama antar siswa dan keanekaragaman setiap karakteristik individu akan menghasilkan beragam pengetahuan, antara anggota kelompok dapat saling bertukar pikiran dalam kegiatan mengelompokkan data atau informasi yang didapat sehingga pengetahuan yang didapat akan lebih beragam. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik CTL yaitu adanya kelompok belajar (learning community).Pada langkah selanjutnya, siswa diminta untuk mengkonstruksi data atau informasi yang telah diolah menjadi sebuah konsep sesuai karakteristik CTL, yaitu konstruktivisme (contructivism) bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Kesimpulan yang diperoleh siswa akan dikomunikasikan dengan argumentasi mereka berdasarkan hasil yang diperoleh dengan mengembangkan kemampuan berpikir induktif. Pada akhir proses pembelajaran guru melakukan refleksi (reflection), yaitu berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa mengkonstruksikan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari
24
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
pengetahuan sebelumnya. Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung meliputi keaktifan dan partisipasti siswa saat mengikuti proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran meliputi pengetahuan yang di dapat siswa dengan menerapkan kemampuan berpikir induktif direalisasikan dengan mengerjakan soal uraian. Dengan demikian hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir induktif materi daur air pada siswa kelas V SDIT Bunayya Kabupaten Tangerang. Penutup Melalui beberapa penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir induktif siswa dengan adanya karakteristik – karakteristik CTL yang diterapkan dalam meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa, yaitu: 1) Konstruktivisme; 2) Menemukan (Inquiry);3) Bertanya (Questioning);4)Masyarakat Belajar (Learning Community);5)Pemodelan (Modelling); 6) Refleksi (Reflection); dan 7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment). Hal ini juga didukung oleh penelitian terdahulu bahwa metode Contextual Teaching and Learning (CTL) berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan. Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) merangsang siswa untuk lebih aktif dalam menggali dan mengeksplorasi pengetahuan yang dimilikiolehsiswa.Berbeda dengan pembelajaran yang menggunakan model pendekatan konvensional, suasana pembelajaran yang tercipta cenderung
monoton dan kurang dapat memotivasi siswa dengan baik, sehingga pembelajaran cenderung membosankan dan siswa menjadi pasif. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, I.K., Amri, S., Setyono, H.A., & Elisah, T. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Anggota IKAPI. (2013). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media. Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Fikri, P.M. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Berpikir Induktif Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Konsep Getaran dan Gelombang. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Hamdayama, J. (2014). Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia. Hartoyo, A. (2012). Peningkatan Pembelajaran Lompat Jauh Melalui Pendekatan Bermain Pada Siswa Kelas V SD Negeri Gejayan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Skripsi. Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Huda, M. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana. Johnson, E.B. (2014). Contextual Teaching and Learning. Bandung: Kaifa.
25
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maulawi, F. Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 5 Pada Sistem Pernapasan Manusia. Skripsi. Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Mulyanah. (2013). Peranan Model CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran PKN di MIS Irsyadul Khair. Skripsi. Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: IKIP Malang. Priyatno, D. (2016). SPSS Handbook Analisis Data, Olah Data, dan Penyelesaian Kasus-kasus Statistik. Yogyakarta: Mediakom. Purwanto, N. (1998). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Raharjo, R.W. (2011). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV di SDIT Nurul Falah Cilincing Jakarta Utara. Skripsi. Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Rahmawati, H. (2008). Mengenal Lingkungan Sekitar Kita. Jakarta: Nobel Edumedia. Riadi, E. (2015). Metode Statistika Parametrik & Nonparametrik untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Pendidikan. Tangerang: Pustaka Mandiri. Rosalin, E. (2008). Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual.
Bandung: PT. Karsa Mandiri Persada. Rusman. (2014). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Sagala, S. (2014). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Samatowa, U. (2011). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Indeks. Setiorini, dkk. (2008). Belajar IPA Menyenangkan 5. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA. Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Supardi. (2014). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: PT. Prima Ufuk Semesta. Syah, M. (2014). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Trianto. (2012). Model Pembelajaran Terpadu (Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP). Jakarta: Bumi Aksara. Widoyoko, E. P. (2014). Penilaian Hasil Pembelajaran Di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wisudawati, A. W. & Sulistyowati, E. (2014). Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara. Yusuf, S & Sugandhi, M. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers.
26