I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, pemukiman penduduk, komersial, dan penggunaan untuk industri serta untuk eksplorasi mineral. Berdasarkan hasil eksplorasi terhadap penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor ditemukan ada 32 tipe penggunaan lahan dan penutupan lahan. Untuk memudahkan melakukan sintesis tentang evaluasi lahan, dilakukan reklasifikasi sehingga menjadi hanya 12 kelas atau tipe penggunaan, dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari data Analisis spasial menurut wilayah kecamatan diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling dominan dan tersebar secara merata di seluruh kecamatan adalah berupa kebun campuran. Penggunaan lahan untuk kebun campuran terluas terdapat di Kecamatan Cigudeg dengan luasan mencapai 10.288 Ha. Penggunaan lahan sebagai sawah irigasi juga tersebar hampir di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor. Kecamatan yang mempunyai sawah irigasi terluas adalah Kecamatan Jonggol dengan luas sekitar 4.981 Ha, selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Cariu, Pemijahan dan Sukamakmur dengan luasan masing-masing 4.180 Ha, 3522 Ha, dan 3.316 Ha. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi di beberapa sentra-sentra pertumbuhan di wilayah Bogor serta desakan penduduk dari wilayah DKI Jakarta, ternyata ditemukan penggunaan lahan untuk pemukiman yang besar. Data dari BPN (2005) menunjukkan wilayah Kecamatan
2
Cibinong merupakan salah satu wilayah yang mempunyai pemukiman terluas sebesar 605 Ha. Tabel 1 No
Luas Penggunaan Lahan untuk Pemukiman per Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bogor Luas (hektar) Kecamatan Pemukiman Perkampungan
1
Gunung Putri
1039
825
2
Cibinong
605
793
3
Babakanmadang
420
741
4
Sukaraja
349
426
5
Cileungsi
264
1663
6
Tajurhalang
189
540
7
Citeureup
150
1156
8
Kemang
140
472
9
Parung
123
573
10
Gunung Sindur
86
544
11
Jonggol
72
1416
12
Ciseeng
60
723
13
Cigombong
51
255
14
Klapanunggal
34
685
15
Bojonggede
29
329
16
Ciampea
26
479
17
Tenjo
13
407
18
Rumpin
11
475
3661
12205
Jumlah Sumber : Data Dijital BPN (2005)
Kecamatan Cibinong menjadi daerah terluas kedua setelah Kecamatan Gunung Putri dengan luas 1039 Ha. Kemudian diikuti Kecamatan Babakan Madang, Sukaraja, Cileungsi, dan Tajurhalang dengan luasan masing-masing 420 Ha, 349 Ha, 264 Ha, dan 189 Ha. Sedangkan untuk perkampungan wilayah
3
terluas ada di Kecamatan Cileungsi diikuti Kecamatan Jonggol, dengan luas masing-masing adalah 1663 Ha, 1416 Ha. Penggunaan lahan untuk pemukiman dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 tersebut diketahui bahwa hanya empat kecamatan yang mempunyai jumlah yang cukup berimbang antara pemukiman dan perkampungan yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cibinong, Babakanmadang, dan Sukaraja. Data tersebut juga dapat menunjukkan bahwa keempat kecamatan tersebut dapat dikatakan daerah perkotaan. Pemukiman yang merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana dan prasaran lingkungan dan identik dengan perkotaan (UU No. 2 tahun 1992). Sedangkan perkampungan merupakan kelompok rumah yang identik dengan pedesaan. Tabel 2 Matrik Penggunaan Lahan untuk Pemukiman berdasarkan Fungsi Kawasan (Perda 17/2000) No Fungsi Kawasan Luas Untuk Pemukiman (Ha) 1
Kawasan Pengembangan Perkotaan
1786
2
Kawasan Tanaman Tahunan
3
Kawasan Pertanian Lahan Kering
116
4
Kawasan Pertanian Lahan Basah
122
5
Kawasan Pemukiman Perkotaan
1176
6
Kawasan Perdesaan
37
7
Kawasan Pariwisata
324
8
Kawasan Industri
40
58 Jumlah
3659
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Bogor (2006) Berdasarkan Perda No. 17 tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dihasilkan sebuah matrik transisi antara data penggunaan lahan dengan fungsi kawasan yang mana terdapat beberapa penyimpangan dalam
4
penggunaan lahan. Sebagai contoh, pada fungsi kawasan yang menurut Perda 17/2000 seharusnya adalah kawasan hutan lindung, kawasan pariwisata, pertanian lahan kering, pertanian lahan basah, dan kawasan tanaman tahunan digunakan menjadi kawasan pemukiman. Dapat dilihat pada Tabel 2. Penyimpangan penggunaan lahan tersebut hampir terjadi di semua kecamatan di Kabupaten Bogor termasuk Kecamatan Cibinong. Banyak faktor penyebab terjadinya penyimpangan tersebut. Harga lahan pemukiman yang dinilai cukup tinggi ditanggapi positif oleh masyarakat dengan mengalihkan lahannya untuk pemukiman kemudian dijual ke pihak lain. Wilayah Kecamatan Cibinong mempunyai posisi yang sangat strategis, disamping sebagai kawasan pusat permukiman, perdagangan dan jasa juga sebagai daerah perbatasan antara Kabupaten Bogor dengan Propinsi DKI Jakarta. Kondisi ini membuat tingginya permintaan lahan pemukiman, sedangkan lahan tidak berubah jumlahnya. Sesuai dengan hukum ekonomi, jika permintaan meningkat sementara penawaran tidak berubah maka harga lahan tersebut akan meningkat tajam. Pemilik lahan juga mempunyai alasan yang kuat untuk melakukan transaksi jual lahan. Berdasarkan penelitian sebelumnya ada banyak penyebab dalam diri penjual dalam melakukan transaksi tersebut. Dalam penelitian tersebut penyebabnya dapat dibagi dalam dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong karena lahan tersebut yang semakin berkurang produktivitasnya (lahan pertanian). Lahan dipandang secara eksploitatif, petani tidak mengembalikan unsur hara yang diambil dari lahan tersebut sehingga petani mengalihkan fungsi lahan tersebut ke fungsi pemukiman dan untuk selanjutnya
5
apabila ada yang mau membeli dengan harga yang menarik maka akan dijual. Begitu halnya dengan lahan kosong karena biaya pengelolaan yang tinggi. Penjualan lahan ini juga didorong oleh faktor lainnya seperti untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, menjadi modal dalam berbisnis, rumah tidak layak huni. Faktor penariknya adalah lahan yang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi apalagi untuk lahan yang ada di perkotaan yang kebutuhannya semakin meningkat untuk sektor non-pertanian. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk seperti penduduk yang tinggal di daerah Ibukota Jakarta, dan daerah tersebut berdekatan dengan daerah penelitian. Penduduk tersebut tidak mampu ditampung oleh wilayah Jakarta sehingga banyak yang memilih tinggal di daerah hinterland-nya seperti daerah Kecamatan Cibinong. Faktor penarik lainnya adalah karena adanya peluang bisnis dan tabungan. Dari sektor pertanian harga lahan (land rent) menurut Harwick (1986) adalah surplus yang merupakan perbedaan antara harga barang yang dihasilkan dari sumberdaya alam dengan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam menghasilkan barang tersebut. Harga lahan menurut Ronny (1996) mencerminkan nilai pasar (market expressions) atas harga kontrak (contract rent), harga jual (sales prices), dan biaya kepemilikan (cost of ownership). Pada dasarnya harga lahan ditentukan berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran dengan menggunakan fungsi kelembagaan yang berada di belakang konsumen dan produsen. Kelembagaan tersebut berfungsi sebagai sistem organisasi dan kontrol terhadap penggunaan sumberdaya. Kelembagaan yang bekerja dalam proses
6
penentuan harga lahan tersebut dapat secara formal seperti Badan Pertanahan Nasional, Pejabat Pembuat Akta Tanah Kecamatan, dan Notaris maupun nonformal seperti agen/calo tanah seperti perantara, mediator, penghubung atau broker. Harga lahan bervariasi, pada wilayah padat penduduk dan tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi, umumnya permintaan lahan yang tinggi sedangkan supply lahan kecil, harganya sangat mahal. Berbeda dengan wilayah yang jarang penduduk dan aktivitas ekonomi yang rendah harganya rendah.
1. 2 Perumusan Masalah Kabupaten Bogor mempunyai luas lahan sebesar 3.440,71 km2 dan mempunyai kecamatan sebanyak 35 kecamatan termasuk Cibinong. Berdasarkan Data Sensus 2006 Kabupaten Bogor termasuk daerah yang padat penduduk dengan jumlah penduduk sebanyak 4.215.436 jiwa dan kepadatannya sekitar 1.225,16 jiwa/km2. Jumlah rumah di Kabupaten Bogor sampai tahun 2005 sebanyak 661.098 unit rumah dari jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 712.004 KK, dengan kondisi rumah yang tidak layak huni sebanyak 175.047 unit (26,48 %) dan rumah layak huni sebanyak 486.051 unit (73,52 %). Kecamatan dengan persentase rumah layak huni tertinggi terdapat di Gunung Putri sebesar 99,04 persen sedangkan untuk persentase terendah terdapat di Kecamatan Sukajaya sebesar 2,11 persen. Untuk rumah tidak layak huni persentase tertinggi terdapat di Kecamatan Sukajaya (97,89 %) dan persentase terendah terdapat di Kecamatan Cisarua (0,47 %). Kecamatan Cibinong yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor merupakan daerah yang strategis karena merupakan perbatasan antara
7
Kabupaten Bogor dengan Proponsi DKI Jakarta. Daerah tersebut juga memiliki potensi sebagai kawasan pemukiman, perdagangan dan jasa, industri serta penyedia fasilitas pelayanan. Penggunaan lahan tahun 2007 di Kecamatan Cibinong yang paling besar adalah untuk pemukiman sebesar 1.990,720 Ha. (46,4 %). Sedangkan penggunan yang lain adalah untuk fasilitas umum sebesar 789,37 Ha (18,4 %). Secara lebih lengkap penggunaan lahan di Kecamatan Cibinong dapat di lihat pada Tabel 3. Tabel 3 Penggunaan Lahan di Kecamatan Cibinong No Penggunaan lahan Luas (hektar) 1 Pemukiman 1.990,72 2 Fasilitas Umum 789,37 3 Pertanian sawah 199.02 4 Ladang/Tegalan 465,16 5 Perkebunan 433,40 6 Hutan 20,00 7 Perikanan Darat/Air tawar 142,82 8 Rawa/Situ 114,50 9 Lain-lain 135,35 Total 4.290,34 Sumber : Pemerintah Kecamatan Cibinong 2007
Persen (%) 46,4 18,4 4,6 10,8 10,1 0,5 3,3 2,7 3,2 100,0
Semakin meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal di Kecamatan Cibinong berakibat pada permintaan lahan terhadap perumahan semakin tinggi. Berdasarkan data Program Kerja Kecamatan Cibinong 2007 jumlah penduduk Kecamatan Cibinong adalah 270.057 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 136.022 jiwa, dan perempuan sebanyak 134.035 jiwa, dengan kepadatan penduduk 3.849,65 jiwa/km2. Lahan yang diperuntukkan untuk pemukiman tersebut awalnya dari lahan yang diperuntukkan untuk penggunaan yang lain seperti untuk pertanian. Dengan semakin meningkatnya permintaan akan lahan maka harga lahan juga semakin mahal. Pada dasarnya harga lahan ditentukan berdasarkan
8
mekanisme permintaan dan penawaran dengan menggunakan fungsi kelembagaan yang berada di belakang konsumen dan produsen, dan kelembagaan tersebut berfungsi sebagai sistem organisasi dan kontrol terhadap penggunaan sumberdaya. Kelembagaan yang bekerja dalam proses penentuan harga lahan tersebut dapat secara formal seperti Badan Pertanahan Nasional, Pejabat Pembuat Akta Tanah Kecamatan, dan notaris maupun non-formal seperti agen/calo tanah seperti perantara, mediator, penghubung atau broker. Berdasarkan penjelasan di atas maka permasalahan yang dirumuskan adalah : 1. bagaimana latar belakang penjual lahan saat melakukan transaksi di Kecamatan Cibinong ? 2. bagaimana motivasi penjual lahan, proses transaksi jual lahan dan peruntukan hasil penjualan lahan ? 3. faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga lahan pemukiman di Kecamatan Cibinong ?
1. 3 Tujuan Penelitian Dari ketiga permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah : 1. mengidentifikasi latar belakang penjual lahan saat melakukan transaksi jual lahan di Kecamatan Cibinong 2. mengidintifikasi motivasi penjual lahan, proses transaksi jual lahan dan peruntukan hasil penjualan lahan 3. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan pemukiman di Kecamatan Cibinong.
9
1. 4 Kegunaan Penelitian Penelitian berguna untuk : 1. masukan dan pertimbangan bagi Bappeda Kabupaten Bogor dalam perencanaan pembangunan wilayah Cibinong 2. masukan bagi masyarakat yang mempunyai lahan dalam memperkirakan nilai ekonomi lahannya. 3. Peneliti agar dapat menambah pengetahuan dan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang sudah diperoleh.
1. 5 Ruang Lingkup, Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat ruang lingkup dan keterbatasan dalam melakukan penelitian diantaranya : 1. penelitian ini dikhususkan pada lahan yang berlokasi hanya di Kecamatan Cibinong tidak mencakup seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor 2. data primer berupa wawancara terhadap responden yang merupakan penjual lahan, sedangkan terhadap pembeli lahan tidak dilakukan.