Pencitraan Wanita pada Lima Cerkak dalam Antologi Cerkak Lelalone Si lan Man Karya Suparto Brata Ghoniyati Rohmah, Prapto Yuwono Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas pencitraan wanita pada lima cerkak dalam antologi cerkak Lelakone Si lan Man karya Suparto Brata. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengarang membangun citra wanita dalam lima cerkak tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Teori yang digunakan adalah teori pencitraan Rene Wellek dan pembagian aspek-aspek pencitraan wanita secara fisik, psikologis, dan sosial oleh Sugihastuti. Hasil penelitian ini menemukan tipe-tipe ideal wanita dari sudut pandang laki-laki minimal menurut pengarangnya dan penggambaran citra wanita tersebut mencerminkan ekspresi individual Suparto Brata sebagai pengarang sastra Jawa modern. Kata Kunci: Lelakone Si lan Man, Citra, Wanita, Cerkak, Suparto
The Image of Women in Five Short Stories on The Anthology fEntitled Lelakone Si lan Man by Suparto Brata Abstract This research present the image of women in five short stories on the anthology entitled Lelakone Si Lan Man by Suparto Brata. The aim of this research is to explain how the author build the image of women in those five short stories. This research use descriptive-analitical method. The theory which is used is the theory of image by Rene Wellek and the dividing of its aspect are physical aspect, psychology aspect, and social aspect by Sugihastuti. The result of this research find the ideal type of women which is seen from the point of view of men, at least from the author and the description of the image of women reflect the individual expression of Suparto Brata as the man of modern Javanese letter. Keywords: Lelakone Si lanMan, Image, Women, Short Stories, Suparto
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
1. Pendahuluan Sastra Jawa tulis yang beredar di masyarakat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu sastra tradisional dan sastra modern. Menurut J.J Ras (1985:3) sastra Jawa tradisional adalah sastra Jawa yang masih terkait dengan patokan yang ditaati secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Ras menambahkan pula, sebagian besar sastra tulis tradisional digubah dalam matra macapat (tembang macapat) dan sering menggunakan kata-kata puitis khusus (tembung kawi) atau arkaisme. Selain itu, sastra tradisional juga sering dikatakan bersifat istanasentris sebab pengarangnya pun merupakan pujangga keraton. Kategori kedua dari sastra Jawa tulis adalah sastra Jawa modern. Sastra Jawa modern mencoba keluar dari kerangka kebudayaan Jawa lama yang istanasentris menuju ke arah kebudayaan Jawa yang modern. Menurut Soeprapto dalam Prawoto (1987:23) sastra Jawa modern sudah tidak lagi mengagung-agungkan raja dan membeberkan secara panjang lebar ajaran-ajaran susila, filosofi, dan kejiwaan ala Jawa. Disebutkan pula oleh Soeprapto bahwa sastra Jawa modern tampak mulai melukiskan keadaan masyarakat yang apa adanya. Contoh bentuk sastra Jawa modern ini yaitu roman, novel, dan cerpen. Penelitian kali ini akan mengkaji mengenai cerpen yang merupakan salah satu bentuk sastra Jawa modern. Cerpen atau cerita pendek, memiliki beberapa definisi menurut para ahli. Definisi cerpen menurut Pradopo (1985:1) adalah salah satu genre prosa yang juga digemari oleh masyarakat karena jalan ceritanya yang jauh lebih pendek daripada genre-genre lainnya seperti roman atau novel. Agar memperjelas definisinya, Pradopo juga memaparkan mengenai perbedaan cerpen dengan novel. Berikut adalah penjelasan Pradopo mengenai cerpen dan novel: Perbedaan cerpen dengan novel terletak pada cakupan masalah yang digarap. Secara kuantitas cerita pendek lebih kecil daripada novel atau roman karena novel menggarap episode kehidupan dari seorang tokoh, sedangkan cerpen menggarap sebagian dari episode tersebut (Pradopo, 1985:1). Selain Pradopo, Poe dalam Nurgiyantoro (1994:10) juga memaparkan tentang definisi cerpen. Menurut Poe cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kirakira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Cerita pendek Jawa sudah muncul sejak sebelum Perang Dunia II. Menurut Pradopo (1985:1) awal kemunculan cerpen yakni melalui beberapa majalah berbahasa Jawa seperti Kejawen dan Panjebar Semangat. Pradopo menambahkan judul cerita pendek Jawa yang muncul
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
saat itu adalah Jejodhowan Wurung, termuat dalam majalah Kejawen tahun 1930. Pertama kali muncul, cerita pendek ini belum secara eksplisit disebut sebagai cerita pendek atau cerita cekak (cerkak), melainkan sebagai penglipur manah artinya ‘penghibur hati’. Menurut Tjitrosubono dalam Pradopo (1985:9) penglipur manah sebetulnya adalah nama sebuah rubrik pada majalah Kejawen dan seringkali diisi dengan karangan yang mengandung humor atau prosa singkat yang secara struktural mirip dengan cerkak. Selanjutnya cerkak mendapat tempat yang mapan di dalam khasanah sastra Jawa modern pada tahun 1937 sehingga jenis sastra ini kemudian berkembang sejak zaman pendudukan Jepang hingga zaman kemerdekaan. Setelah kemerdekaan pertumbuhan cerpen Jawa (cerkak) makin pesat. Beberapa majalah seperti Jaya Baya (selanjutnya disingkat JB), Panjebar Semangat (selanjutnya disingkat PS), Crita Cekak, dan Suryacandra menampilkan beberapa pengarang muda, seperti Iesmaniasita, Anggraini, Munali, Sri Ningsih, W. Santoso, Hadisusilo, Insyafhadi, S. Yang, H. Kaswadhi, Kilat Buwono, S. Hadipratomo, Subagyo S.M.D., Sudi W., Suyono H., Sukandar S.g., Liamsi, Esmiet, Sudharmo KD, S. Kadaryono, dan Suparto Brata (Tjitrosubono, dkk., dalam Pradopo, 1985:12). Berdasarkan uraian di atas, Suparto Brata adalah salah satu pengarang yang mempunyai sumbangan karya cerkak dan turut andil dalam perkembangan sastra Jawa modern. Brata mengatkan bahwa sastra Jawa modern pertamanya yaitu cerkak dengan judul Selingan yang dimuat di PS, 15 April 1958. Setelah melalui proses yang panjang, ia lantas aktif dengan karyakarya, baik berupa cerkak maupun cerita panjang yang membanjiri dua media masa terbitan Surabaya yaitu PS dan JB. Suparto Brata kemudian menjadi pengarang yang secara konsisten aktif, fokus, dan merajai dunia sastra Jawa sejak tahun 1959. Jumlah karangan bukunya hingga tahun 2008 diperkirakan sudah mencapai 130 buku (Brata, 1981:11-23). Kiprah Suparto Brata tersebut diakui pula oleh berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Dra. Siti Sundari Tjitrosubono. Ia mengatakan bahwa Suparto Brata telah mengadakan pembaruan terutama terlihat dalam pengolahan unsur-unsur ceritanya. Pendapat ini berdasarkan hasil penelitian Dra. Siti Sundari Tjitrosubono (1977) terhadap sastra Jawa modern dari tahun 1930-1976, dan analisis terhadap Suparto Brata khusus pada periode 1960-1976. Selain itu, tema-tema yang diangkat Suparto Brata umumnya mengangkat wanita sebagai tokoh utamanya. Hal tersebut termuat dalam skripsi Wahyu Kartono (1986) berjudul Sandja Sangu Trebela: Sebuah Telaah Struktur.
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
Beberapa karya Suparto Brata yang kental dengan wanita sebagai tokoh utama antara lain Astirin Mbalela (1995), Gadis Tangsi (2004), Lelakone Si lan Man (2004), Donyane Wong Culika (2004), Kerajaan Raminem (2006), Mahligai di Ufuk Timur (2007), Nona Sekretaris (2010), Pawestri Tanpa Idhentiti (2010), dan masih banyak lagi. Dari karyfa-karyanya di atas, penulis akan memfokuskan penelitian pada salah satu karya antologi cerkak-nya yang berjudul Lelakone Si lan Man (2005). Antologi tersebut dipilih sebab berupa kumpulan cerkak Suparto Brata yang dianggap populer dan sebelumnya tersebar di beberapa media cetak. Cerkak-cerkak tersebut pernah dimuat di majalah, tabloid maupun surat kabar seperti Panjebar Semangat, Jaya Baya, Vista, Praba, tabloid Jawa Anyar dan Suara Merdeka Minggu. Antologi ini berisi kumpulan cerkak garapan tahun 1960-2003 yang telah disortir sebelumnya dan dianggap paling baik sehingga layak untuk disatukan dan diterbitkan menjadi buku. Cerkak-cerkak yang terpilih untuk dimuat dalam antologi cerkak Lelakone Si lan Man antara lain Kasaput Ing Kasepen (PS, 1960); Ruwete Benang Tenun (PS, 1962); Swara Kendhang (JB, 1964); Nyadran (PS, 1965); Pasien Pungkasan (JB, 1965); Crita Saka Dhaerah Kana (JB, 1970); Lagu Gandrung Wong Kampung (Vista, 1975); Pen Friend (JB, 1984); Reca (JB, 1985); Mripat (JB, 1985); Lelakone Si lan Man (JB, 1987); Tanti Peteng (Praba, 1990); Viruse Ogam (Praba, 1990); Reuni (JB, 1991); Ing Pulo Wekasane Urip (JB, 1993); Dibayangi Tali Gantungan (JB, 1993); Janjian Karo Peri (Jawa Anyar, 1993); Wong Wadon 01 (PS, 2001); Manten Anyar (PS, 2001); dan Omah Sewan Anyar (Suara Merdeka, 2003). Dari keduapuluh cerkak di atas, hanya dipilih lima cerkak yang akan dianalisis lebih dalam terkait pencitraan wanita dari segi fisik, sosial, dan psikologi. Kelima cerkak tersebut yaitu Kasaput Ing Kasepen (selanjutnya disebut KIK); Swara Kendhang (selanjutnya disebut SK); Nyadran; Lagu Gandrung Wong Kampung (selanjutnya disebut LGWK); dan Pen Friend (selanjutnya disebut PF). Cerita dalam kelima cerkak di atas dianggap dapat mewakili dan menjawab pertanyaan seputar citra wanita. Uniknya, kelima cerkak tersebut tidak menempatkan wanita sebagai tokoh utama namun selalu menceritakan si aku (laki-laki) dalam memandang atau menyoroti wanita. Masing-masing cerkak memberikan gambaran bagaimana wanita ditempatkan sebagai obyek yang dipandang laki-laki baik dalam peran sebagai ibu, kekasih/istri, anak, maupun sebagai bagian dari masyarakat.
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
Penelitian terdahulu tentang antologi cerkak Lelakone Si lan Man yang pernah dilakukan hanyalah terkait suspense1 dengan judul “Suspense Kumpulan Cerkak Lelakone Si lan Man Karya Suparto Brata”(2013) oleh Yuni Kurniasih, Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Selebihnya, belum ada penelitian tentang antologi cerkak Lelakone Si lan Man yang membahas kajian sastra terkait aspek pencitraan wanita baik dari segi fisik, sosial, maupun psikologi dari sudut pandang si aku laki-laki. Dari penelitian mengenai pencitraan wanita akan didapat gambaran mengenai bagaimana sosok ideal seorang wanita menurut laki-laki, minimal menurut pengarangnya yakni Suparto Brata. Selain mendapatakan gambaran akan tipe ideal wanita, pencitraan wanita tersebut juga mencerminkan bagaimana aspek-aspek citra wanita baik secara fisik, psikologis maupun sosial dalam lima cerkak tersebut dibangun oleh pengarangnya. Oleh karena itu, kelima cerkak di atas dalam penelitian ini dipilih untuk dikaji lebih lanjut sebab ceritanya dianggap dapat mewakili pertanyaan seputar citra wanita dari sudut pandang laki-laki (minimal pengarangnya) dan bagaimana aspek tersebut dibangun oleh si pengarang. 2. Tinjauan Teoretis Antologi cerkak Lelakone Si lan Man dianalisis menggunakan teori pencitraan. Teori pencitraan yang digunakan adalah teori pencitraan Renne Wellek. Menurut Wellek pencitraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam psikologi, kata “citra” berarti reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat indriawi dan berdasarkan persepsi dan tidak selalu bersifat visual (Wellek, 1990:236). Wellek juga mengatkan: Pencitraan visual merupakan pengindriaan atau persepsi, tetapi juga “mewakili” atau mengacu pada sesuatu yang tidak nampak, sesuatu yang berada “di dalam” (inner). Pencitraan visual dapat sekaligus menunjuk ke sesuatu yang nyata, atau mewakili sesuatu yang tidak nampak. Citra dapat berfungsi sebagai “deskripsi” atau sebagai metafora. Meskipun demikian, citra tidak selalu bersifat visual. Ezra Pound (teoretikus yang menjadi pelopor berbagai gerakan sastra) menjabarkan citra bukan sebagai gambaran fisik, melainkan sebagai “sesuatu yang dalam waktu sekejap dapat menampilkan kaitan pikiran dan emosi yang rumit” (Wellek, 1990:238).
1
Suspense merupakan tegangan dalam suatu cerita, yang dapat membuat pembaca penasaran dengan kisah selanjutnya, mampu membuat pembaca berimajenasi. Suspense (tegangan) merupakan bagian wajib yang harus ada, dikarenakan membuat pembaca bergejolak dan melanjutkan cerita hingga akhir. Suspense biasanya melekat pada salah satu unsur pembangun cerita yaitu alur atau plot. (Kurniasaih, Yuni. Sutasoma: Jurnal of Javanese Literature, Sutasoma 2(1), April 2013, hlm. 2).
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
Dalam penelitian ini, analisis pencitraan dilakukan terhadap citra wanita yang muncul dalam cerita berdasarkan persepsi si aku (tokoh utama) yang berjenis kelamin laki-laki. Pencitraan wanita adalah gambaran yang dimiliki setiap individu mengenai pribadi wanita. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Altenbernd dalam Sugihastuti (2000:43) mengenai citraan yaitu gambar-gambar angan atau pikiran, sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji. Sugihastuti juga menambahkan bahwa wanita dicitrakan sebagai makhluk individu, yang beraspek fisis dan psikis, dan sebagai makhluk sosial yang beraspek keluarga dan masyarakat (Sugihastuti, 2000:46). 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Ratna metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan data yang ada dalam karya sastra, sedangkan metode analisis adalah metode yang menguraikan atau membahas data yang ada dalam karya sastra tersebut. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang disusul dengan tahapan analisis (Ratna, 2004:53). Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif. Abrams dalam A.Teeuww (1984:43) mengatakan bahwa pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada karya satra itu sendiri. Karya menjadi fokus yang dikaji dalam penelitian, sedangkan peneliti adalah alat penelitian (human instrument). Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti antara lain: 1. Membaca keseluruhan data yang berupa teks secara berulang-ulang yaitu antologi cerkak Lelakone Si lan Man. 2. Pengolahan dan identifikasi data baik berupa dialog maupun narasi yang mengandung unsur pencitraan wanita dari segi fisik, psikologis maupun sosial dari perspektif si aku (laki-laki) pada lima cerkak dalam antologi cerkak Lelakone Si lan Man. 3. Analisis pencitraan wanita pada lima cerkak dalam antologi cerkak Lelakone Si Lan Man dari segi fisik, psikologis dan sosial. 4. Kesimpulan hasil penelitian yang memaparkan citra sosok wanita baik dari segi fisik, psikologi maupun sosial dalam lima cerkak pada antologi cerkak Lelakone Si lan Man, sehingga diperoleh cerminan cara pengarang membangun aspek pencitraan wanita dan tipe-tipe ideal wanita menurut laki-laki minmal dari sudut pandang pengarangnya.
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
4. Analisis Pencitraan Wanita 4.1 Pengantar Dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai pencitraan wanita dalam lima cerkak Suparto Brata yakni KIK, SK, Nyadran, LGWK, dan PF dalam antologi cerkak Lelakone Si lan Man dari aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial.
Penulis pertama-taman
mengumpulkan dan menjaring data yang berupa dialog atau narasi dalam lima cerkak. Lalu dilakukan analisis pada data yang mengandung aspek pencitraan wanita baik secara fisik, psikologis, maupun sosial dan sekaligus merupakan sudut pandang laki-laki. Agar memudahkan pembaca, pada bagian akhir analisis, penulis juga menyajikan hasil analisis pencitraan wanita tersebut dalam tabel. 4.2 Pencitraan Fisik Citra wanita ditinjau dari segi fisik yaitu gambaran tentang wanita berdasarkan ciri fisik atau lahiriah. Menurut Sugihastuti ciri fisik atau lahiriah mencakup di dalamnya yaitu: usia, jenis kelamin, keadaan tubuh dan ciri muka. Citra fisik wanita bisa direpresentasikan dengan gambaran fisik wanita tersebut yang memiliki hubungan terhadap pengembangan tingkah lakunya. (Sugihastuti, 2000:83). Sebagai contah berikut ini penulis sajikan kutipan yang terkait dengan pencitraan fisik: Pipi kang biyen alus thipluk-thipluk, gulu kang biyen gilig, dhadha kang mlenthu lan empuk sing biyen kerep daksundhuli sirahku, kabeh isih trep ing panganggone. Mung wis ora kenceng maneh. Kendho merga tuwa, ora krumat lan kalunta-lunta. (SK, 1964:26) Terjemahan bebas: Pipi yang dulu halus berisi, leher yang bulat dan panjang, dada yang padat dan empuk dan sering beradu dengan kepalaku, semua masih berada pada tempatnya. Hanya sudah tidak lagi kencang, mengendur sebab dimakan usia, tidak terawat dan terlunta-lunta. Kutipan di atas menggambarkan citra wanita yang dibangun melalui aspek pencitraan fisik (bentuk fisik) yaitu pipi yang halus dan berisi, leher yang bulat, serta payudara besar dan empuk.
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
Tabel 4.2 Tabel Hasil Analisis Aspek Pencitraan Fisik pada Kelima Cerkak dalam Antologi Cerkak Lelakone Si lan Man Aspek Pencitraan Fisik
KIK
SK
Nyadran
LGWK
PF
Pencitraan Bentuk Fisik a. Bibir ü
Merah b. Pipi Halus dan padat berisi Berlesung Pipit
ü
ü ü
c. Leher ü
ü
ü
ü
Lebar dan berbentuk seperti gitar
ü
ü
Panjang
ü
Bulat panjang d. Payudara ü
Besar e. Pantat
ü
Bulat f. Pinggul
g. Pinggang ü
Berlekuk
ü
Kecil h. Rambut Tergerai panjang
ü ü
Tebal i. Tulang ekor Berbentuk bulat telur
ü
j. Lengan ü
Bulat Pencitraan Tampilan Fisik
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
a. Rupa Cantik
ü
Bersahaja
ü
ü
ü
b. Sorot mata ü
Sinis Menyala
ü
Membara
ü
ü ü
c. Memesona d. Riasan wajah polos
ü
e. Senyum manis
ü
f. Aroma tubuh wangi
ü
ü
ü
ü
g. Cara berpakaian Memagang teguh adat Jawa
ü ü
Potongan baju lugu
ü
Pakaian seksi h. Cara berjalan Langkah kaki kecil Melenggang dan lenggak-lenggok
ü ü
4.3 Pencitraan Psikologis Wanita, selain tumbuh sebagai makhluk individu yang terbentuk oleh aspek fisik juga terbangun oleh aspek psikologis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sugihastusi bahwa wanita termasuk makhluk yang psikologis, yaitu makhluk yang memiliki perasaan, pemikiran, aspirasi, dan keinginan. Dari analisis psikologis, akan dapat diketahui kekuatan mental perempuan pada setiap cerita yang dijadikan sebagai bahan kajian (Sugihastuti, 2000:95). Sebagai contah berikut ini penulis sajikan kutipan yang terkait dengan pencitraan psikologis: “Ah, wis, Mas, wigatiku mrene iki satemene arep nyuwun pamit. Aku ora kuwat maneh urip tanpa katresnan. Dene katresnanku mung siji wutuh kagem panjengan, nanging aku ora wani ngukuhi katresnan iku, wedi saru-sikune tata-cara.” (KIK, 1960:9) Terjemahan bebas:
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
“Ah, sudah, Mas, keperluanku kesini sebenarnya akan berpamitan. Aku tidak kuat lagi hidup tanpa rasa cinta, sedangkan rasa cintaku hanya satu utuh untukmu, tetapi aku tidak berani mengukuhkan rasa cinta ini, takut menyalahi tata cara.” Kutipan di atas menggambarkan citra wanita yang dibangun melalui aspek pencitraan psikologis. Kutipan tersebut bercerita tentang perasaan cinta si wanita yang hanya ditujukan kepada satu orang laki-laki saja. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa wanita dicitrakan setia. Tabel 4.3 Tabel Hasil Analisis Aspek Pencitraan Psikologis Wanita pada Kelima cerkak dalam Antologi Cerkak Lelakone Si lan Man No
Aspek Pencitraan Psikologis
KIK
SK
Nyadran
LGWK
PF
a.
Ramah
ü
b.
Pandai menyembunyikan rasa
ü
c.
Setia
ü
d.
Terbuka
ü
e.
Pasrah
ü
f.
Pemarah
ü
g.
Pelindung
ü
h.
Keras kepala
ü
i.
Pencemburu
ü
j.
Cara bicara menyentuh
ü
k.
Berwawasan
ü
l.
Cerewet
ü
m.
Agresif
ü
n.
Pemberani
ü
ü
o.
Mudah luluh
ü
ü
p.
Pemalu
q.
Cengeng
r.
Manja
ü
s.
Mengemaskan
ü
ü
ü
ü
ü ü
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
ü
t.
ü
Labil
ü
4.4 Pencitraan Sosial Selain citra fisik dan psikologis wanita, citra sosial wanita juga berperan dalam menggambarkan citra wanita di tengah keluarga dan aktivitas kehidupan sosialnya dalam masyarakat. Menurut Sugihastuti citra sosial ini memiliki hubungan dengan norma-norma dan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat, tempat dimana perempuan menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antarmanusia. Kelompok masyarakat tersebut di atas termasuk kelompok dalam keluarga dan masyarakat luas. Melalui hubungannya dengan masyarakat sosial, dapat terlihat bagaimana cara perempuan tersebut menyikapi sesuatu dan menjalin hubungannya dengan sesama, serta disisi lain perempuan selalu membutuhkan orang lain untuk melangsungkan kehidupannya (Sugihastuti, 2000:143). Sebagai contah berikut ini penulis sajikan kutipan yang terkait dengan pencitraan sosial: “Aku mau ora mangsak, Ta. Wetengku rada ora kepenak. Ora kena dienggo obah. Mau dakjajakake rujak petis, mangana lawuhan kuwi wae, ya?” (KIK, 1960:2) Terjemahan bebas: “Aku tadi tidak masak, Ta. Perutku agak tidak enak. Tidak bisa dibawa gerak. Tadi aku belikan rujak petis, makanlah lauk itu saja, ya? Kutipan di atas menggambarkan aspek pencitraan sosial wanita dibangun melalui kedudukannya sebagai seoarang ibu. Kutipan tersebut menggambarkan sosok ibu yang meskipun dalam keadaan sakit dan tidak bisa memasak, ia tetap mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan si anak yaitu dengan membelikan lauk siap saji. Tabel 4.4 Tabel Hasil Analisis Aspek Pencitraan Sosial pada Kelima Cerkak dalam Antologi Cerkak Lelakone Si lan Man No Aspek Pencitraan Sosial 1.
KIK
SK
Nyadran
Sebagai Ibu a. Mengusahakan kebutuhan anak b. Sayang terhadap anak c. Memberikan
ü ü ü
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
LGWK PF
perlindungan dan ketenteraman pada anak d. Menjalakan kewajiban ü
dan tugas rumah tangga dengan baik 2.
Sebagai Istri a. Perhatian dan melayani suami
ü
b. Pandai memasak
ü
c. Pandai bersolek
ü
d. Melahirkan generasi ü
baru atau penerus keturunan 3.
Sebagai Anak a. Patuh terhadap orang
ü
tua b. Tertekan di dalam
ü
keluarga c. Diperlakukan sebagai
ü
gadis kecil meskipun sudah dewasa 4.
Sebagai Anggota Masyarakat a. Memiliki interaksi sosial yang baik b. Mudah akrab dengan orang baru
ü ü
ü
c. Berhati-hati dalam ü
membawa diri dan bergaul d. Menjunjung tinggi aturan hidup
ü
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
e. Pencinta kesenian tradisional (kendang)
ü
5. Kesimpulan Antologi cerkak Lelakone Si lan Man merupakan buku kumpulan dua puluh cerkak Suparto Brata garapan tahun 1960-2003. Dua puluh cerkak tersebut sebelum dibukukan, pernah dimuat pada beberapa majalah seperti PS, JB, Praba, Vista, Jawa Anyar dan Suara Merdeka. Dari dua puluh cerkak, penulis hanya memilih lima cerkak yakni KIK, SK, Nyadran, LGWK dan PF. Kelima cerkak tersebut dipilih karena dianggap mewakili penggambaran citra wanita baik secara fisik, psikologis maupun sosial dari sudut pandang laki-laki sebagai tokoh utama dalam cerita. Analisis pencitraan pada lima cerkak dalam antologi cerkak Lelakone Si lan Man dikaji dengan teori Rene Wellek dan Austin Warren untuk pencitraan secara umum dan lebih mendalam dianalisis dengan pencitraan wanita yang dibagi menjadi aspek fisik, psikologis dan sosial oleh Sugihastusi. Setelah mengumpulkan data berupa dialog dan narasi dari kelima cerkak yang ditangkap mengandung unsur pencitraan wanita baik dari segi fisik, psikologi maupun sosial, kemudian data tersebut dianalisis dan dikelompokkan berdasarkan tiga aspek pencitraan tersebut. Setelah dilakukan analisis, didapat hasil bahwa demikian beragam aspek pencitraan wanita baik secara fisik, psikologis maupun secara sosial. Aspek pencitraan tersebut penulis pilih berdasarkan data yang merupakan paparan dari sudut pandang laki-laki atau dalam hal ini wanita sebagai obyek yang dilihat dan dinilai oleh tokoh utama si aku (laki-laki). Oleh karena itu, penulis mengasumsikan bahwa citra wanita tersebut juga mewakili tipe-tipe ideal yang diinginkan laki-laki terhadap seorang wanita, minimal oleh pengarangnya. Tipe-tipe ideal tersebut tidak hanya berkaitan dengan wanita sebagai seorang individu, tetapi juga kedudukan wanita dalam berbagai peran seperti sebagai istri, ibu, anak, maupun sebagai anggota masyarakat dan lingkungan sosial. Selain menggambarkan tipe-tipe ideal wanita, pencitraan tersebut juga merupakan cerminan bagaimana citra wanita baik secara fisik, psikologis maupul sosial dibangun oleh pengarangnya yakni Suparto Brata melalui kelima cerkak. Wujud tipe-tipe ideal wanita dari segi fisik terbagai menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah tipe ideal wanita secara fisik yang dibangun secara gamblang melalui bentuk fisik, dalam hal ini adalah anggota tubuh. Wanita ideal menurut kategori tersebut adalah
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
berambut tebal dan panjang tergerai, berbibir merah, berpipi halus dan padat berisi serta terdapat lesung pipit di pipi. Selain itu wanita ideal adalah yang berleher bulat dan panjang, mempunyai payudara yang besar, empuk, berlekuk serta padat dan berisi, mempunyai lengan yang bulat, berpantat bulat, memilki pinggul panjang dengan bentuk seperti gitar dan besar, pinggangnya berlekuk dan kecil serta memiliki tulang ekor yang berbentuk bulat telur. Dari segi perawakan ia mempunyai badan yang seksi, perawakan kecil, dan tinggi semampai. Kategori kedua dari tipe ideal wanita secara fisik yaitu dibangun melalui citra fisik yakni melalui tampilan fisik. Tipe-tipe ideal yang muncul dari tampilan fisik wanita dalam lima cerkak adalah mempunyai rupa yang bersahaja, cantik dan memesona. Selain itu, wanita ideal adalah yang mempunyai sorot mata yang menyala, senyum manis, aroma tubuh yang wangi, mengenakan riasan wajah yang sederhana atau polos (tidak menor), cara berpakaiannya masih sesuai adat namun tetap terlihat seksi serta caranya berjalan dengan langkah kaki kecil-kecil diselingi lenggak-lenggok. Selain tipe ideal secara fisik, tipe-tipe ideal secara psikologis yang terbangun melalui watak atau karakter dan pembawaan diri wanita juga tertangkap dalam kelima cerkak. Tipe-tipe idel tersebut di antaranya adalah sosok wanita yang ramah, terbuka, pelindung, cerdas, cerewet, pemalu dan pemberani (termasuk berani berontak dan meyuarakan aspirasinya). Selain itu, secara pembawaan idealnya wanita adalah yang pandai menyembunyikan perasaan, setia, cara bicaranya menyentuh, mudah luluh, manja, dan menggemaskan. Meskipun terkadang wanita diliputi rasa cemburu, pasrah, pemarah, cengeng, agresif, dan sulit labil, tetapi hal-hal yang demikian adalah sesuatu yang manusiawi yang dimiliki oleh seorang wanita. Tipe ideal terakhir yang ingin digambarkan dari sosok wanita kaitannya dengan peran wanita dalam berbagai kedudukan adalah tipe ideal wanita dari segi sosial. Tipe ideal wanita dalam tataran ini dicitrakan melalui berbagai peranannya, antara lain citra wanita sebagai seorang ibu, citra wanita sebagai seorang istri, citra wanita sebagai seorang anak dan citra wanita dalam interaksinya terhadap lingkungan sosial atau sebagai anggota masyarakat. Dalam citranya sebagai seorang ibu, tipe wanita ideal yang muncul dalam kelima cerkak tersebut adalah seorang ibu yang mengusahakan kebutuhan sang anak, ibu yang sayang terhadap anak, ibu yang memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap anak dan ibu yang menjalankan kewajiban dan tugas rumah tangga dengan baik. Selain sebagai seorang ibu, peran wanita dalam keluarga juga sebagai seorang istri. Wanita ideal sebagai seorang istri yang dapat penulis tangkap adalah sosok istri
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
yang perhatian dan melayani suami, seorang istri yang pandai memasak dan bersolek, serta sosok wanita yang akan menjadi penerus keturuanan sebab ia yang akan melahirkan generasi baru dalam sebuah keluarga. Di samping tipe-tipe ideal dari segi sosial dalam perannya sebagai seorang ibu sekaligus istri, wanita juga dicitrakan sebagai seorang anak. Seorang wanita ideal dicitrakan dengan sosok anak yang patuh terhadap orang tua. Ia juga dicitrakan akan tetap dianggap anak-anak oleh orang tuanya meskipun usianya sudah beranjak dewasa. Pada tataran yang terakhir dimana wanita adalah makhluk sosial dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat yang tentu akan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, tipe-tipe ideal yang muncul terkait dengan aktivitas tersebut adalah wanita memiliki interaksi sosial yang baik (terlihat dari sikapnya yang ramah saat berinteraksi), sosok yang mudah akrab dan tidak kesulitan untuk membaur dengan orang baru, sosoknya berhati-hati dalam membawa diri dan bergaul, menjunjung tinggi aturan hidup dan pencinta serta penikmat salah satu kesenian tradisional. Hasil analisis terhadap lima cerkak KIK, SK, Nyadran, LGWK dan PF dalam antologi cerkak Lelakone Si lan Man, didapatkan pencitraan yaitu pencitraan fisik, pencitraan psikologis dan pencitraan sosial. Selain itu didapat pula pencitraan wanita yang sifatnya cenderung vulgar sehingga mencerminkan keterusterangan akan penggambaran sosok wanita. Pada kenyataanya manusia memang terlahir tidak hanya dengan sisi baik, tetapi ia juga mempunyai sisi yang buruk. Akan tetapi pencitraan yang terus terang tersebut tidaklah mengurangi kesan ideal dari sosok wanita yang ingin disampaikan dalam cerita. Justru kemunculan sisi-sisi yang dinilai secara apa adanya tersebut menunjukkan penggambaran dan penilaian terhadap wanita yang sangat humanis, sekaligus penggambaran sisi tersebut ingin menegaskan tipe ideal yang diinginkan pengarang. Berdasarkan hasil analisis mengenai aspek-aspek pembangun citra wanita dalam lima cerkak yang memaparkan dua sisi yakni tipe-tipe ideal dan penggambaran wanita secara terus terang dan apa adanya, penulis menangkap sebuah pesan moral. Pesan moral tersebut yaitu wanita yang diidealkan adalah wanita yang humanis, sederhana, yang lugu tetapi dapat memikat, merangsang atau menimbulkan hasrat dan menggemaskan. Akhir kesimpulan yang dapat penulis sampaikan bahwa inilah cara eskpresi yang sangat individual dari salah satu contoh pengarang sastra Jawa modern yang cukup terkenal yakni Suparto Brata, saat ia mulai memberikan tempat dan eksistensi pada wanita sebagai sosok yang memiliki kebebasan berekspresi--yang sebelumnya pada masa sastra Jawa tradisional (istanasentris) wanita lebih digambarkan secara
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
normatif. Dengan demikian ini merupakan kebebasan ekspresi dari seorang pengarang dalam hal ini Suparto Brata, yang tidak biasa dan ingin menggambarkan sosok wanita yang lugas, modern dan apa adanya. Pencitraan wanita seperti apa yang digambarkan oleh Suparto Brata dalam ke lima cerkak tersebut sesungguhnya benar-benar wewakili zamannya, dimana latar waktu penceritaan kelima cerkak itu adalah antara tahun 1960-1970an. Pada masa-masa itu gaya hidup termasuk cara berpenampilan wanita jawa pun sudah terpengaruh dengan gaya hidup modern. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Suparto Brata dalam kelima cerkak ini memang ingin menggambarkan citra wanita Jawa yang mewakili zamannya. Daftar Referensi Burhan Nurgiyantoro. 1955. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Gamal Kamandoko. 2008. Boedi Oetomo Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa. Yogyakarta: MedPress. Ras, J.J. 1985. Bunga Rampai Sastra Jawa Mutakhir. Jakarta: Grafitipers. Nyoman Kuta Ratna. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sri Widati Pradopo, dkk. 1985. Struktur Cerita Pendek Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita. Bandung: Nusa. Suparto Brata. 2009. Republik Jungkir Balik. Yogyakarta: Narasi. ____________. 2005. Lelakone Si lan Man. Yogyakarta: Narasi. ____________. 1981. Jatuh Bangun Bersama Sastra Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suripan Sadi Hutomo. 1975. Telaah Kesusastraan Jawa Modern. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Teeuww, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia. Y. Sarworo Soeprapto. 1991. Sastra Jawa Modern dan Masyarakat : Kritik Esai Kesusastraan Jawa Modern (Poer Adhie Prawoto, ed). Bandung : Angkasa.
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014
Yuni Kurniasih. 2013. Suspense Kumpulan Cerkak Lelakone Si lan Man Karya Suparto Brata. Sutasoma: Jurnal of Javanese Literature, Sutasoma 2(1) hlm. 1-7.
Pencitraan wanita…, Ghoniyati Rohmah, FIB UI, 2014