perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NOVEL SUPARTO BRATA’S OMNIBUS KARYA SUPARTO BRATA (PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Oleh: Krisna Pebryawan S441008011
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SARIPATHI Krisna Pebryawan. S 441008011. “Novel Suparto Brata‟s Omnibus Karya Suparto Brata (Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan).” Komisi Pembimbing I: Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S. Pembimbing II: Dr. Nugraheni Eko. W., M.Hum. Tesis Pendidikan Bahasa Indonesia, Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Panaliten punika kanthi irah-irahan “Novel Suparto Brata‟s Omnibus” reriptanipun Suparto Brata (Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan).” ancasipun kagem nggambaraken kaliyan ngandharaken struktur, aspek sosial budaya, lan nilai-nilai pendidikan ingkang nyakup nilai pendidikan agama, karakter,lan sosial budaya wonten ing novel punika. Wujudipun panaliten inggih punika panaliten deskriptif kualitatif. Sumber data panaliten punika kapilah dados kalih, inggih punika dokumen lan informan. Dokumen inggih punika Suparto Brata‟s Omnibus. Dene informan inggih punika pangripta Suparto Brata‟s Omnibus. Adhedhasar sumber data panaliten, pramila data panalitenipun inggih punika teks Suparto Brata‟s Omnibus ingkang ngemu tema, alur, penokohan, setting, sudut pandang, aspek sosial budaya, lan nilainilai pendidikan. Pendekatan ingkang dipunginakaken inggih punika pendekatan struktural lan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dipunginakaken amargi novel mujudaken karya sastra ingkang salebetipun ngemu unsur-unsur pambangun kados dene tema, alur, penokohan, setting, lan sudut pandang. Pendekatan sosiologi sastra dipunginakaken kagem mbikak wontenipun aspek sosial budaya wonten ing novel Suparto Brata‟s Omnibus. Salajengipun analisis nilai-nilai pendidikan wonten ing novel punika wau. Teknik pengumpulan data ingkang dipunginakaken wonten ing panaliten inggih punika (1) analisis dokumen utawi metode dokumentasi. (2) wawancara, inggih punika wawancara terbuka lan pangripta novel Suparto Brata‟s Omnibus. Asiling panaliten inggih punika: (1) unsur-unsur struktural wonten ing karya sastra ingkang nyakup tema, alur, setting, penokohan, lan sudut pandang mujudkaken struktur pembangun karya sastra ingkang wigati. Wonten sesambetan ingkang jangkep lan terkait ing lebetipun. (2) aspek sosial budaya wonten ing Suparto Brata‟s Omnibus ingkang nyakup adat istiadat, pendidikan, pagaweyan, basa, lan agami nggadahi sesambetan ageng kagem para paraganipun kaliyan mujudkaken potret gesang masyarakat wekdal semanten. (3) wonten nilainilai pendidikan ing novel punika ingkang nyakup nilai pendidikan agama, karakter, lan sosial budaya ingkang wigati sanget kagem generasi jaman sakniki. Nilai-nilai pendidikan punika wau dipunmangertosi kanthi pacelathon paraganipun lan lingkungan sosial budayanipun.
Têmbung wos : Struktural, aspek sosial budaya, lan nilai-nilai pendidikan. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Krisna Pebryawan. S 441008011. “Novel Suparto Brata‟s Omnibus Karya Suparto Brata (Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan).” Komisi Pembimbing I: Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S. Pembimbing II: Dr. Nugraheni Eko. W., M.Hum. Tesis Pendidikan Bahasa Indonesia, Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini berjudul “Novel Suparto Brata‟s Omnibus Karya Suparto Brata (Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan)” bertujuan untuk mendeskripsikan struktur, aspek sosial budaya, dan nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai pendidikan agama, karakter, dan sosial budaya dalam novel tersebut. Bentuk penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini dapat dipilah menjadi dua, yaitu dokumen dan informan. Dokumennya adalah Suparto Brata‟s Omnibus tahun 2007. Informannya adalah pengarang Suparto Brata‟s omnibus. Berdasarkan sumber data penelitian, maka data penelitiannya adalah teks di dalam Suparto Brata‟s omnibus yang mengandung tema, alur, penokohan, setting, sudut pandang, aspek sosial budaya, dan nilai-nilai pendidikan. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan struktural dan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan struktural diambil karena novel merupakan bentuk karya sastra yang di dalamnya mengandung unsur-unsur pembangun seperti tema, alur, penokohan, setting, dan sudut pandang. Pendekatan sosiologi sastra digunakan untuk mengungkap adanya aspek sosial budaya dalam novel Suparto Brata‟s omnibus. Untuk selanjutnya adalah analisis nilai-nilai pendidikan di dalam novel tersebut. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) analisis dokumen atau metode dokumentasi. (2) wawancara, yaitu wawancara terbuka dengan pengarang novel Suparto Brata‟s Omnibus. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) unsur-unsur struktural dalam karya sastra yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang merupakan struktur pembangun karya sastra yang penting. Terdapat hubungan yang utuh dan terkait di dalamnya. (2) aspek sosial budaya dalam Suparto Brata‟s Omnibus yang meliputi adat istiadat, pendidikan, pekerjaan, bahasa dan agama berperan terhadap kehidupan para tokohnya dan merupakan potret kehidupan masyarakat pada waktu itu. (3) terdapat nilai-nilai pendidikan dalam novel tersebut yang meliputi nilai pendidikan agama, karakter, dan sosial budaya yang penting bagi generasi masa kini. Nilai-nilai pendidikan tersebut diketahui melalui percakapan para tokoh dan lingkungan sosial budaya yang membentuknya.
Kata Kunci: Struktural, aspek sosial budaya, dan nilai-nilai pendidikan. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Krisna Pebryawan. S 441008011. “Novel Suparto Brata‟s Omnibus masterpiece of Suparto Brata (Literature review of Sociology and Educational Value).” Supervising Commission I: Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S. Supervising II: Dr. Nugraheni Eko. W., M.Hum. Education thesis Indonesian, Main Interest in Javanese Language and Literature Education, Post-Graduate, University of Surakarta March Eleven. The study is titled “Novel Suparto Brata‟s Omnibus masterpiece of Suparto Brata (Literature review of Sociology and Educational Value)”. Which aims to describe the structure, know the socio-cultural aspect, and the values of education, which includes the value of religious education, character, cultural, and social education in the novel. This research is a form of qualitative descriptive study. The source data of this study can be divided into two, namely documents and informants. Document is Suparto Brata's Omnibus in 2007. Informant is the author Suparto Brata's Omnibus. Based on research data sources, the research data is the text Suparto Brata's Omnibus that containing the theme, plot, characterization, setting, point of view, socio-cultural, and educational values in the novel. The approach taken is a structural approach and the sociological approach to literature. Structural approach is taken because the novel is a literary form in which the building containing elements such as theme, plot, characterization, setting, and point a view. Sosiological approach to literature is used to reveal the exsistence of socio-cultural aspects of the novel Suparto Brata‟s omnibus. To further the analysis of educational values in the novel. Data collection techniques are performed in this study were (1) analysis of the document or documentation method. (2) interviews with the author of the novel Suparto Brata‟s Omnibus. Analysis of the results of this study can be concluded that (1) structural elements in a literary work that includes the theme, plot, setting, characterization, and the structure of the builders point a view of the literature that is important. There is a whole relationship and its associated. (2) socio-cultural aspects in Suparto Brata's Omnibus which include customs, education, employment, language and religion contribute to the lives of the characters and a portrait of community life at that time. (3) there is educational value in Suparto Brata's omnibus which includes the value of religious education, character, social and cultural significance for the present generation. Educational values are known through the conversations of the characters and cultures that shape the social environment.
Key words: structural, socio-cultural, and educational value.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO 1. Karena Hikmat lebih berharga dari pada permata, apa pun yang diinginkan orang tidak dapat menyamainya (Amsal 8: 11). 2. Terbayangkan berarti terjangkau (Toyotomi Hideyoshi).
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
1. Untuk Ayah dan Ibu yang selalu percaya bahwa talenta itu ada. 2. Untuk Bapak Suparto Brata dengan tulisannya yang menggoda; “orang pintar pasti menulis!”
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Novel Suparto Brata‟s Omnibus Karya Suparto Brata (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan)” dengan lancar. Penyusunan tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat Magister di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang telah turut membantu, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ahmad
Yunus M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan dalam penyusunan tesis ini. 2. Prof. Dr. H. Sarwiji Suwandi, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana yang telah memberikan arahan dan persetujuan serta pengesahan penyusunan tesis ini. 3. Dr. Andayani, M. Pd., selaku sekretaris Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan persetujuan serta pengesahan penyusunan tesis ini. 4. Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. 5. Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M.Hum., selaku Pembimbing II yang penuh kesabaran memberikan arahan dan semangat sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan lancar. commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Kedua orang tuaku atas motivasinya yang membakar diriku untuk mencintai ilmu pengetahuan dan mencapai cita-cita setinggi-tingginya. 7. Suparto Brata selaku pengarang SBO atas kesediaannya dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan tesis ini. 8. Saudaraku Djoko Sulaksono M.Pd untuk semua bantuannya baik moral maupun moril sehingga tesis ini dapat selesai. 9. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Program Pascasarjana angkatan 2010 yang saling membagi semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan tesis bersama-sama. 10. Kepada staf Perpustakaan Program Pascasarjana dan staf Perpustakaan Pusat atas semua keramahtamahannya dan penyediaan buku-buku referensi dalam menunjang terselesainya tesis ini. 11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangatnya.
Peneliti menyadari bahwa tidak ada yang sempurna, termasuk di dalam penyusunan tesis ini. Untuk itu peneliti berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga penyusunan tesis ini dapat bermanfaat. Bermanfaat bagi dunia kesastraan dan pendidikan.
Surakarta, 23 Pebruari 2012
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL........................................................................................................
i
PERSETUJUAN.........................................................................................
ii
PENGESAHAN.............................................................................. ............
iii
PERNYATAAN.........................................................................................
iv
ABSTRAK.................................................................................................
v
MOTTO......................................................................................................
viii
PERSEMBAHAN......................................................................................
ix
KATA PENGANTAR................................................................................
x
DAFTAR ISI..............................................................................................
xii
DAFTAR SINGKATAN...........................................................................
xv
DAFTAR BAGAN....................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
1
A.
Latar Belakang...........................................................................
1
B.
Rumusan Masalah......................................................................
5
C.
Tujuan Penelitian.......................................................................
5
D.
Manfaat Penelitian.....................................................................
5
BAB II LANDASAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR…..........................................................
8
Landasan Teori……………………………....….......................
8
1. Hakikat Karya Sastra............................................................
8
2. Novel.....................…….….……………….……….............
9
3. Pendekatan Struktural...........................................................
11
a. Tema.................................................................... ...........
16
b. Plot / Alur............................................................ ...........
18
c. Penokohan......................................................................
20
d. Latar / Setting..................................................................
22
e. Sudut Pandang................................................................
24
4. Pendekatan Sosiologi Sastra …………...…..........................
26
5. Sosial Budaya dan Sastra..……………..………................... commit to user 6. Hakikat Nilai..........................................................................
31
A.
xii
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Hakikat Nilai Pendidikan.......................................................
35
a. Nilai Pendidikan Agama.………....................................
36
b. Nilai Pendidikan Karakter..............................................
37
c. Nilai Pendidikan Sosial Budaya.....................................
40
B. Penelitian yang Relevan..………………....…...........................
41
C. Kerangka Berpikir …………………………..….......................
46
BAB III METODE PENELITIAN…………....................... .......................
48
A. Bentuk dan Strategi Penelitian…................................................
48
B. Sumber Data………...……........................................................
49
C. Teknik Pengumpulan Data………………….…........................
49
D. Validitas Data.............................................................................
50
Teknik Analisis Data………………………..…........................
51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................
54
E.
A. Hasil Penelitian............................................................................
54
1. Kajian Struktural...................................................................
54
a. Novel Astirin Mbalela....................................................
54
1) Tema..........................................................................
54
2) Alur...........................................................................
55
3) Latar..........................................................................
59
4) Tokoh........................................................................
74
5) Sudut Pandang..........................................................
88
a. Novel Clemang-clemong................................................
91
1) Tema..........................................................................
91
2) Alur............................................................................
91
3) Latar...........................................................................
94
4) Tokoh.........................................................................
109
5) Sudut Pandang...........................................................
122
a. Novel Bekasi Remeng-remeng........................................
125
1) Tema..........................................................................
125
2) Alur............................................................................
126
3) Latar...........................................................................
129
4) Tokoh......................................................................... commit to user
140
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Sudut Pandang...........................................................
150
2. Aspek Sosial dan Budaya dalam SBO...................................
153
a. Novel Astirin Mbalela.....................................................
153
b. Novel Clemang-clemong.................................................
158
c. Novel Bekasi Remeng-remeng........................................
162
3. Nilai-nilai Pendidikan dalam SBO........................................
167
a. Nilai Pendidikan Agama..................................................
167
b. Nilai Pendidikan Karakter...............................................
169
c. Nilai Pendidikan Sosial Budaya......................................
180
B. Pembahasan.................................................................................
183
1. Kajian Struktural....................................................................
183
2. Aspek Sosial dan Budaya dalam SBO...................................
185
3. Nilai-nilai Pendidikan dalam SBO.........................................
186
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN............. ........................
190
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
194
LAMPIRAN..................................................................................................
198
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
AM
: Astirin Mbalela
BRR
: Bekasi Remeng-remeng
CC
: Clemang-clemong
H
: Halaman
K
: Kalimat
P
: Paragraf
SBO
: Suparto Brata‟s Omnibus
TKW
: Tenaga Kerja Wanita
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Gambar 1 Kerangka Berpikir.....................................................................
54
Gambar 2 Analisis Interaktif......................................................................
59
Gambar 3 Bagan Cerita Astirin Mbalela.................................................... 172 Gambar 4 Bagan Cerita Clemang-Clemong............................................... 206 Gambar 5 Bagan Cerita Bekasi Remeng-remeng.......................................
commit to user
xvi
234
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karya sastra terutama karya sastra Jawa merupakan bagian dari kesusastraan Nusantara. Pada perkembangannya karya sastra Jawa mengalami masa-masa pasang surut dalam dunia kesusastraan bersamaan dengan sastra Indonesia. Semakin banyaknya peminat sekarang ini menunjukkan bahwa sastra Jawa layak dan bahkan cukup berharga untuk diteliti. Karya sastra Jawa, bukan hanya merupakan curahan perasaan dan hasil imajinasi pengarang saja, namun karya sastra Jawa juga merupakan refleksi kehidupan yaitu pantulan respon pengarang dalam menanggapi problem kehidupan yang diolah secara estetis melalui kreatifitas penulisnya. Tujuannya adalah untuk menghibur dan mendidik dengan cara menyajikan keindahan dan memberi makna terhadap kehidupan bagi masyarakat luas dan tidak hanya terbatas pada masyarakat Jawa. Karya sastra mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan atau terkait, yaitu pengarang, pembaca atau masyarakat penikmatnya, dan karya sastra itu sendiri. Pengarang mengungkapkan ide-ide, permasalahan dan amanat atau pesan-pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca atau masyarakatnya melalui karya sastra tersebut. Permasalahan– permasalahan atau konflik yang ada dalam karya sastra sering mengangkat commit userterdapat dalam realitas kehidupan permasalahan-permasalahan sosialtoyang
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
masyarakat. Permasalahan tersebut disajikan melalui jalan cerita dan tokoh-tokohnya dengan daya kreativitas dan imajinasi pengarang, meskipun tokoh dalam suatu cerita merupakan rekaan, namun bukan semata-mata rekaan, melainkan lebih sebagai replika dari sebuah kehidupan yang nyata. Di dalam sebuah karya sastra akan dapat tercermin pula ajaran-ajaran moral melalui amanat, gagasan pengarang maupun latar belakang sosial yang mendasari penciptaan karya tersebut. Penelitian ini memfokuskan pada tinjauan sosiologi sastra dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif. Novel Suparto Brata‟s Omnibus selanjutnya akan disingkat menjadi SBO. Penelitian terhadap SBO mengkaji tentang aspek sosial budaya, kemudian juga tentang nilai-nilai pendidikan dengan tinjauan sosiologi sastra. Omnibus diartikan sebagai montor tumpakan sing nduweni dheretan kursi akeh kanggo ngemot penumpange. Omnibus uga ateges kumpulan karangan sing ditulis dening sawenehe pengarang lan ngrembug, prekara karangane kuwi (Suparto Brata, 2007: 8). Dari pengertian di atas jelas bahwa omnibus berarti sebuah kumpulan karangan yang ditulis oleh seorang pengarang dan berisi esai singkat tentang karangan tersebut. SBO tersebut terdiri atas 3 novel karya Suparto Brata yang berjudul Astirin Mbalela, Clemang-clemong, Bekasi Remengcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
remeng. Dalam ketiga novel tersebut pembaca dapat melihat gambaran mengenai problem-problem kehidupan yang banyak terjadi di masyarakat kita. Tentang masalah kehidupan juga tentang perempuan Jawa, geliatnya, pemberontakannya baik terselubung maupun terang-terangan terhadap tradisi Jawa yang sampai saat ini masih ditemukan di dalam masyarakat Jawa. Terkandung pula nilai-nilai pendidikan seperti pendidikan agama, karakter, dan sosial budaya yang sangat diperlukan bagi generasi masa kini. SBO pada awalnya adalah 3 novel yang terbit di tahun berbeda, Astirin Mbalela terbit pada tahun 1992, kemudian Clemang-clemong pada tahun 1995, dan Bekasi Remeng-remeng pada tahun 2000. Alasan lain yang menjadi dasar dipilihnya SBO sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, Suparto Brata adalah seorang pengarang yang sangat produktif. Usianya sudah 79 tahun, namun beliau masih aktif menulis dan banyak menghasilkan karya-karya yang berupa cerita cekak, cerita rakyat, cerbung, novel sampai roman yang karyakaryanya sering muncul dalam majalah seperti Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Karya novelnya antara lain adalah Donyane Wong Culika, Dom Sumurup ing Banyu, dan Lara Lapane Kaum Republik, serta antologi cerkak berjudul Trem. Prestasi yang telah diperoleh pengarang antara lain, (a) Juara Harapan I Sayembara Kumpulan Naskah-naskah sandiwara P dan K Yogyakarta pada tahun 1958 “Cinta dan Penghargaannya”, Juara 1 sayembara cerbung tahun 1958 dengan judul Kaum Republik yang kemudian diterbitkan kembali pada tahun 1966 dengan judul Lara Lapane Kaum Republik. (b) Mendapat hadiah Rancage sebanyak tiga kali pada commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2005. (c) Mendapat hadiah dari Gubernur Jawa Timur (Sularso) 1993 sebagai seniman pengarang tradisional. (d) Pada tahun 2007 mendapat hadiah dari Pusat Bahasa sebagai salah seorang dari tiga sastrawan Indonesia yang ditunjuk sebagai penerima The SEA Write Award di Bangkok. Alasan yang kedua yaitu SBO sungguh sangat menarik. Di setiap novelnya memiliki kekhasan masing-masing. Seperti halnya dalam novel clemang-clemong, terdapat beberapa kata yang bagi sebagian orang dianggap tabu. Dalam novel Astirin Mbalela kita bisa melihat keberanian Astirin dalam menentang tradisi kawin paksa dan petualangannya saat pergi ke Surabaya. Selanjutnya Suparto Brata menyajikan adegan menegangkan dengan gaya khas detektif dalam novel Bekasi Remengremeng. Semuanya dikemas dengan tangan dingin Suparto Brata. Pembaca juga disuguhkan dengan alur cerita yang menawan. Tidak mudah ditebak! Pembaca akan terus dibuat penasaran dan bertanya-tanya tentang peristiwa selanjutnya. Istilah seperti suspense dan surprise juga dihadirkan dalam cerita Astirin Mbalela. Suspense yang membuat pembaca penasaran dan ingin terus membacanya, sedangkan surprise adalah hal yang memberi kejutan bagi pembaca dalam cerita tersebut. Penelitian ini mengambil judul Novel Suparto Brata‟s Omnibus karya Suparto Brata (Tinjauan Sosiologi
Sastra dan Nilai-nilai
Pendidikan). Penelitian ini dimulai dengan sebuah kajian struktural yang menganalisis tentang tema, alur, penokohan, setting, dan sudut pandang commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilanjutkan dengan kajian sosiologi sastra, dan nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai pendidikan agama, karakter dan sosial budaya.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah unsur-unsur struktural yang meliputi tema, alur, penokohan, latar, dan sudut pandang yang terdapat dalam SBO? 2. Bagaimanakah aspek sosial dan budaya yang terdapat dalam SBO? 3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan dalam SBO?
C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan unsur-unsur struktural yang meliputi tema, alur, penokohan, latar, dan sudut pandang yang terdapat dalam SBO. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan aspek sosial dan budaya yang terdapat dalam SBO. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan dalam SBO.
D. Manfaat Penelitian Penelitian terhadap SBO ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoretis Hasil penelitian terhadap SBO ini diharapkan secara teoretis dapat menambah wawasan mengenai isi, pengetahuan tentang sastra Jawa, commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terutama
dalam
struktur
dan
perspektif
sosiologi
sastra
serta
pengungkapan nilai-nilai pendidikan melalui SBO tersebut. 2. Secara Praktis Hasil penelitian terhadap SBO ini diharapkan secara praktis dapat: (1) Dimanfaatkan oleh para pendidik dalam pengajaran nilai-nilai pendidikan bagi peserta didik. (2) Memberi kemudahan para pendidik dan penikmat karya sastra dalam mengapresiasi SBO. (3) memberi kemudahan peserta didik dalam belajar karya sastra khususnya novel.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori 1. Hakikat Karya Sastra Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śāsyang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Lionel Trilling (dalam Graham A., Chris W., dan Susan W., 1995: vi) mengartikan sastra sebagai berikut: “lirerature is the human activity that takes the fullest and most precise account of variousness, possibility, complexity, and difficulty.” Yang artinya sastra merupakan aktivitas total manusia dan sangat tepat yang memuat keragaman, kemungkinan, kompleksitas, dan kesukaran. Singkatnya Lionel Trilling mencoba menjelaskan bahwa sastra itu ruwet dan rumit. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Edgar V. Robert (2003: 1) yang mendefinisikan sastra: “We use the word literature, in a broad sense, to mean composition that tell stories, dramatize situations, express emotions, and analyze and advocate ideas”. Bahwa kata sastra mempunyai pengertian yang luas untuk mengartikan komposisi yang menceritakan kisah, mendramatisir situasi, mengungkapkan ekspresi, dan menganalisis serta menyokong ide. commit to user Dibandingkan dengan Lionel Trilling, Edgar V. Robert mendefinisikan sastra
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai suatu hasil pemikiran atau ide yang berbentuk cerita yang penuh ekspresi. Sastra sebagai produk budaya manusia berisi nilai-nilai yang hidup dan berlaku
dalam
masyarakat.
Sastra
sebagai
hasil
pengolahan
jiwa
pengarangnya, dihasilkan melalui suatu proses perenungan yang panjang mengenai hakikat hidup dan kehidupan. Sastra ditulis dengan penuh penghayatan dan sentuhan jiwa yang dikemas dalam imajinasi yang dalam tentang kehidupan. Atar Semi (1989: 39) sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama dengan karya seni lain, seperti seni suara, seni lukis, seni pahat, dan lain-lain. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia menyingkapkan rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan menuju kebenaran. Yang membedakannya dengan seni yang lain adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan hakikat karya sastra adalah seni yang dikemas dalam sentuhan imajinasi yang berisi tentang nilai-nilai kehidupan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Melalui karya sastra, seorang menyampaikan pandangannya tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu, mengapresiasi karya sastra berarti kita berusaha menemukan nilai-nilai kehidupan yang tercermin dalam karya sastra. Banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa ditemukan dalam karya sastra tersebut. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Novel Novel berasal dari bahasa Itali novella (dalam bahasa Jerman novelle). Secara harfiah novella berarti „sebuah barang baru yang kecil‟, dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek dalam bentuk prosa‟ (Abram dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 9). Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia “novelet”, karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi (Burhan Nurgiantoro, 1995: 9). Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 9), mengungkapkan pandangnya terhadap novel yaitu lebih dititikberatkan pada unsur fisik sebuah novel, yaitu barang baru yang kecil, yang berisi karangan prosa yang panjangnya cukup, jadi tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Kemudian Burhan Nurgiyantoro (1995: 9) lebih setuju dengan mengganggap novel bersinonim dengan fiksi. Hal ini cukup beralasan bagaimana perkembangan cerita yang terjadi dalam suatu novel. Semua hal yang terjadi di dalam novel tidak sama persis dengan apa yang ada di dalam masyarakat. Akan tetapi pendapat Burhan Nurgiyantoro itu juga tidak sepenuhnya benar, karena bagaimanapun juga novel itu merupakan hasil karya pengarang yang notabene adalah anggota masyarakat dan hasil pemikirannya yang telah dituangkan ke dalam bentuk novel tersebut merupakan potret kehidupan yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Jadi menurut penulis novel itu tidak sepenuhnya fiksi, semuanya tergantung kepada pengarang untuk menciptakan novel tersebut.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Atar Semi (1993: 32) berpendapat bahwa novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Novel yang diartikan sebagai memberikan konsentrasi kehidupan yang lebih tegas. Sementara itu Dhanu Priyo Prabowo (2007: 187) mendefinisikan novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang. Dalam suatu novel terkandung nilai kehidupan yang diolah dengan teknik narasi/kisahan yang menjadi dasar konvensi penulisan. Sekarang istilah roman sama dengan penyebutan istilah novel. Menurut Riris K. Toha-Sarumpaet (2002:40) sebagai genre karya sastra,
novel
bukanlah
“sekumpulan
rumus”
yang
berharga
bagi
perkembangan intelektualitas. Akan tetapi, ia lebih merupakan karya kreatif yang menyarankan berbagai kemungkinan moral, sosial, dan psikologis, yang semuanya itu bisa saja mendorong kemampuan pikiran seseorang untuk berkontemplasi, merenung, berimajinasi, membawa pikiran ke segala macam situasi. Riris K. Toha-Sarumpaet memaknai pengertian novel secara lebih luas, hingga menggunakan istilah “tidak hanya sekumpulan rumus”. Lebih jauh, mereka mengemukaan tentang karya kreatif yang memberikan dampak terhadap pemikiran, moral, sosial dan psikologis para pembacanya sehingga dapat melambungkan imajinasi pembaca. Novel mempunyai struktur yang sama dengan cerita pendek ataupun roman, yaitu memiliki tema, amanat, penokohan, alur dan latar dalam cerita. Novel diciptakan pengarang berdasarkan pengalaman hidup atau fenomena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
yang terjadi dalam masyarakat yang disertai dengan sentuhan imajinasi pengarang dalam mengembangkan suatu cerita dan melalui karya sastra pengarang dapat melukiskan dengan jelas peristiwa yang terjadi pada suatu waktu dan tempat tertentu. Pendapat lain dikemukakan oleh Taufik Abdulah (1983: 231) yang mendefinisikan novel sebagai berikut: “novel, as work of art, is a way to reflect a concern and to comunicate with the society.”. Novel sebagai suatu karya seni yang baik, merupakan jalan/cara untuk mencerminkan suatu perhatian dan berkomunikasi dengan berbagai masyarakat luas. Jika Riris K. Toha-Sarumpaet menggangap novel sebagai suatu karya kreatif, maka taufik Abdulah lebih suka menyebut novel sebagai hasil seni. Namun di sini penulis menyadari bahwa keduanya bermaksud menggambarkan pengertian novel sebagai hasil karya manusia yang kreatif dan memiliki nilai seni. 3. Pendekatan Struktural Satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat yang saling berjalin, dan usaha untuk memahami struktur sebagai suatu kesatuan yang utuh (tidak terpisah), seseorang harus mengetahui unsur-unsur pembentuknya yang saling berhubungan satu sama lain. (Rahmat Djoko Pradopo, 2005: 108). Teori struktural juga diartikan sebagai suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara unsur yang satu dengan lainnya (Sangidu, 2004: 16). commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kedua teori tersebut, dapat dilihat bahwa keduanya merumuskan pengertian struktur dengan pengertian yang hampir sama. Rahmat Djoko Pradopo berpendapat struktur adalah sebagai struktur otonom yang utuh dan usaha untuk memahami struktur sebagai sesuatu yang utuh tersebut, maka seseorang harus mengetahui unsur-unsur pembentuknya. Bandingkan dengan pengertian Sangidu. Secara praktis, dapat kita simpulkan bahwa kedua pendapat tersebut merumuskan pengertian struktural yang sama. Analisis struktural merupakan tahap awal dalam suatu penelitian terhadap karya sastra. Tahap ini sulit dihindari, sebab analisis struktural merupakan pintu gerbang yang paling utama untuk mengetahui unsur-unsur yang membangunnya. Kita akan mengetahui kedalaman suatu karya sastra dengan cara kita menguak permukaannya lebih dahulu. Teeuw (1984: 135) mengemukakan bahwa pada dasarnya analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti dan sedetail serta sedalam mungkin keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Selanjutnya Teeuw (1984:135-136) mengatakan analisis struktural bukanlah penjumlahan unsur-unsur yang ada di dalam karya sastra, tetapi yang terpenting adalah sumbangan yang diberikan oleh masing-masing unsur dalam menghasilkan makna atas terkaitan dan keterjalinannya antar unsur. Dari pendapat Teeuw tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa untuk dapat memahami dan mengerti sebuah karya sastra, kita harus melewati tahap analisis struktural terlebih dahulu. Dengan pemaknaan yang mendalam commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap unsur strukutralnya, diharapkan kita dapat dengan mudah memahami seluruh isi dan maksud dari sebuah karya sastra. Sementara itu Stanton dalam bukunya yang berjudul: Teori Fiksi (2007), mengemukakan adanya tiga tataran yang harus dilihat dalam menganalisis struktur sebuah karya sastra (fiksi). Tiga tataran itu adalah; pertama, tataran fakta-fakta cerita. Yang dimaksud dengan fakta-fakta cerita yaitu meliputi unsur-unsur plot, penokohan dan latar. Unsur-unsur ini terjalin secara erat dan membentuk struktur faktual. Tataran kedua, yaitu tataran makna sentral atau yang lebih dikenal dengan istilah tema. Tampilnya makna sentral atau tema didukung oleh tataran yang pertama, yakni struktur faktual cerita yang di dalamnya terdapat plot, penokohan dan latar. Tataran ketiga, yaitu tataran sarana kesastraan. Yang dimaksud dengan sarana kesastraan adalah cara-cara yang digunakan oleh pengarang untuk menyeleksi dan menyusun detil-detil sebuah cerita sehingga membentuk pola-pola yang bermakna. Adapun tujuannya agar memungkinkan bagi para pembaca untuk dapat melihat fakta-fakta (cerita) itu, dan untuk sarana melihat pengalaman yang diimajinasikan oleh pengarang itu (Stanton, 2007: 22). Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Setiap aspek cerita turut mendukung kehadiran tema. Oleh karena itu, pengamatan harus dilakukan pada semua hal seperti peristiwa-peristiwa, karakter-karakter, atau bahkan objek-objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama. Jika relevansi hal-hal tersebut dengan alur dapat dikenali, keseluruhan cerita akan terbentang gamblang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Menurut Stanton (2007: 44), selama menganalisis, kita hendaknya berpegang teguh pada apa yang telah diniatkan sejak awal (menemukan tema yang sesuai dengan cerita). Tema tersebut hendaknya memberi makna dan disugestikan pada dan oleh tiap bagian cerita secara simultan. Lebih mengerucut lagi, tema hendaknya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut. 1. Interpretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai detail menonjol dalam sebuah cerita. Kriteria ini adalah yang terpenting. Kesalahan terbesar suatu analisis adalah terpaku pada tema yang mengabaikan/ melupakan/ tidak merangkum beberapa kejadian yang tampak jelas. 2. Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detil cerita yang saling berkontradiksi. Pada intinya, pengarang ingin menyampaikan sesuatu. Adalah tidak mungkin bagi pengarang untuk melawan maksudnya sendiri. Seorang pembaca hendaknya bersikap layaknya seorang ilmuwan. Ia harus selalu siap menerima berbagai bukti yang saling berkontradiksi. Ia harus selalu siap untuk mengubah interpretasinya, kapanpun bila diperlukan. 3. Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada buktibukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya disebut secara implisit). 4. Terakhir, interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita bersangkutan. Contohnya, bila kita yakin bahwa sebuah cerita bertema keberanian, kita juga harus dapat menemukan ungkapan eksplisit dalam cerita yang menyebut atau mengacu pada keberanian itu. Kita ibaratkan ada seorang pembaca yang baru saja membaca sebuah sajak commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggambarkan perjalanan waktu dari sejak terbitnya matahari hingga tenggelamnya. Ia langsung mengira bahwa sajak itu menyimbolkan kehidupan seorang manusia dari lahir sampai mati. Jika benar hal tersebut yang dimaksudkan pengarang, mengapa ia sama sekali tidak mengaitkan terbit dan tenggelamnya matahari itu dengan kehidupan manusia, bahkan lewat sebuah metafora atau secarik judul yang relevan? Oleh karena itu perlu diingat, proses mencari tema sama saja dengan bertanya pada diri kita sendiri, “mengapa pengarang menulis cerita ini? Mengapa cerita tersebut dituliskan?” kemampuan menelisik tema ke dalam setiap detail cerita (bagaimana tema member fokus dan kedalaman makna hidup pada pengalaman yang diutarakan) adalah keuntungan yang akan kita dapat nantinya. Awalnya buku „teori fiksi‟ karya Stanton ini berjudul „An introduction to fiction‟ yang diterbitkan pada tahun 1965, untuk kemudian diterjemahkan oleh Sugihastuti ke dalam bahasa Indonesia dengan tujuan untuk memudahkan peneliti sastra di Indonesia dalam melakukan analisis sebuah karya sastra. Stanton secara lebih mendalam berani mengelompokkan struktural menjadi tiga tataran utama sebagai unsur pembentuk struktur karya sastra. selanjutnya pendapat ini berkembang dan meluas dan banyak digunakan sebagai acuan bagi para peneliti sastra termasuk juga di Indonesia. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan struktural merupakan langkah awal untuk mendapatkan makna karya sastra secara otonom sebagai satu kesatuan yang utuh (tak terpisahkan). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, penulis lebih menitikberatkan pengelompokan unsur-unsur berdasarkan teori dari Stanton yang mengelompokkan unsur struktural menjadi 3 tataran. Sedangkan untuk teori dari Rahmat Djoko Pradopo dan Sangidu merupakan teori penunjang dan pendukung dalam usaha memahami pengertian dan batasan-batasan dalam struktural. Untuk kemudian akan dijelaskan tentang pengertian tiga tataran tersebut yang meliputi alur, penokohan, latar, tema, dan sudut pandang yang perlu dianalisis untuk menelaah struktur sebuah karya sastra. Unsur-unsur struktural dalam karya sastra yaitu: a. Tema Tema adalah merupakan unsur pembangun karya sastra yang pertama, setelah membaca sebuah karya sastra, seseorang biasanya tidak hanya bertujuan untuk mencari dan menikmati kehebatan sebuah cerita, tetapi biasanya akan mencari apa yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh pengarang lewat karyanya itu. Makna apa yang terkandung dalam karya tersebut. Penggalian tema menurut Atar Semi (1993: 68), harus dikaitkan dengan dasar pemikiran, falsafah yang terkandung di dalamnya, tentang nilai luhur. Seringkali tema tersembunyi dibalik bungkusan bentuk, menyebabkan peneliti mesti membacanya secara kritis dan berulang-ulang. Dengan pengertian tersebut, tema dapat diartikan pula sebagai ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Tema menjadi dasar pengembangan cerita dan bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Setiap karya sastra tentunya mempunyai tema yang commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendasari cerita tersebut. Namun keberadaan isi tema sebuah karya sastra tidak mudah ditunjukkan. Karya sastra tersebut harus dibaca berulang kali untuk dapat dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan data pendukung lainnya. Usaha untuk mendefinisikan tema tidaklah mudah, khususnya definisi yang mewakili bagian dari sesuatu yang didefinisikan itu. Kejelasan pengertian tema akan membantu usaha penafsiran dan pendeskripsian pernyataan sebuah karya fiksi (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 67). Berdasarkan
pengertian-pengertian
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan di dalam penelitian ini bahwa tema adalah inti pokok dari suatu cerita di dalam suatu karya sastra, dalam hal ini adalah karya sastra Jawa. Atar Semi berpendapat bahwa tema adalah merupakan langkah awal dalam struktural yang harus dipahami betul sebelum menganalisis karya sastra lebih mendalam. Atar Semi berpendapat tema berperan vital karena mengandung falsafah, ide dan pemikiran pengarangnya yang hendak disampaikan kepada pembaca. Untuk itu diperlukan membaca berulang-ulang untuk memahami tema dalam sebuah karya sastra. selanjutnya Burhan Nurgiantoro dalam bukunya “teori pengkajian fiksi‟ menambahkan tentang peran penting sebuah tema dalam analisis struktur karya sastra, bahwa tema yang jelas akan sangat membantu dalam usaha penafsiran dan pendeskripsian sebuah karya sastra. jika dibandingkan tentu saja, pendapat Burhan Nurgiantoro ini lebih ramping dan singkat akan tetapi commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari segi kejelasan teori Atar Semi lebih mampu mendefinisikan secara gamblang tentang pengertian tema dan kegunaannya. b. Plot / Alur Plot merupakan bagian yang penting dari cerita fiksi. Tinjauan struktural terhadap karya sastra pun sering menekankan pada alur/plot. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 8) plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Hal tersebut cukup beralasan sebab kejelasan alur/plot
akan
mempermudah
pemahaman
terhadap
cerita
yang
ditampilkan. Dari pengertian tersebut, Herman J Waluyo berusaha memberikan batasan yang jelas mengenai pengertian alur yaitu jalinan cerita dari awal sampai akhir. Tentu saja jalinan cerita yang dimaksud memuat semua peristiwa dari awal cerita, berkembangnya, sampai dengan akhir cerita. Kemudian dalam jalinan cerita tersebut berisi jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Biasanya dibedakan antara tokoh protagonis dengan tokoh antagonis. Pengertian plot menurut Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Westseijn (1986: 149, diterjemahkan oleh Dick Hartoko) ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku. Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pembaca mengambil peran penting dalam penjelasan suatu alur. Dapat dipahami bagaimana penilaian dan sudut pandang orang yang commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbeda-beda terhadap detil suatu alur, meski secara keseluruhan tetap sama. Hal ini tentu saja berhubungan dengan persepsi pembaca. Senada dengan Herman J Waluyo, Plot/alur menurut Stanton (2007: 26) merupakan suatu rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya suatu peristiwa yang lain. Dalam pengertian yang luas, pendapat Stanton ini melengkapi pendapat Herman J Waluyo, bahwa alur selain terdiri dari jalinan peristiwa dari awal sampai akhir dan jalinan konflik antar dua tokoh yang berbeda, namun juga di dalamnya terdapat suatu hubungan sebab-akibat atau kausalitas. Yaitu peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkab peristiwa yang lain. Plot/alur menurut Panuti Sudjiman (1984) yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalani dengan seksama yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian. Dalam pengertian ini, alur merupakan rentetan peristiwa yang memperlihatkan gerakan peristiwa dari yang satu ke yang lain. Panuti Sudjiman memberikan detil lagi
mengenai pengertian Alur
yaitu dengan
menyertakan istilah klimaks dan penyelesaian. Keduanya merupakan unsur dalam alur yang memberikan roh sehingga suatu cerita itu pantas untuk dibaca. Dalam perbincangan alur harus diwaspadai kemungkinan adanya karya sastra yang tidak mengindahkan masalah kronologis, atau rentetan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
peristiwa yang terputus-putus yang sukar dijajaki. Tetapi hal itu tidak berarti alurnya tidak ada (Atar Semi, 1993: 68). Menurut Atar Semi ada beberapa karya sastra yang memang menampilkan keistimewaan seorang pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra dan keistimewaan itu diperlihatkan dalam pengolahan alur yang mendetail dan rumit. Seperti contohnya adalah alur campuran. Terjadi peristiwa yang maju-mundur maju-mundur setiap kali dalam suatu adegan atau peristiwa hingga cerita itu usai. Hal ini merupakan jebakan bagi pembaca, apabila kurang cermat maka akan kesulitan dalam memahami alurnya. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita, saling berkaitan dan dialami oleh pelaku atau tokoh. Struktur alur terdiri dari (1) Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan); (2) Generating Circumtance (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak); (3) Rising Action (keadaan mulai memuncak); (4) Climax (peristiwa-periwtiwa mencapai puncaknya); (5) Denounement (pemecahan persoalan-persoalan dari semua peristiwa, dalam Sugihastuti, 2002: 37). Sugihastuti mengklasifikasikan alur menjadi lima tahapan seperti yang telah disebutkan di atas. Dimulai dari awal cerita tau pelukisan keadaan awal berlanjut hingga mencapai klimaks dan kemudian denoument atau pemecahan persoalan dari semua peristiwa. c. Penokohan Jones (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 165) menyatakan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Orang-orang yang ditampilkan dalam commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cerita disebut tokoh cerita. Tokoh cerita, menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Penokohan atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh seseorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Dalam karya prosa, pelukisan pelaku dengan cara sebagai berikut: 1) Phisical description; pengarang menggambarkan watak pelaku cerita melalui pemerian (deskripsi) bentuk lahir atau temperamen pelaku. 2) Portrayal of thought Stream or of Conscious Thought; pengarang melukiskan jalan pikiran pelaku atau apa yang terlintas di dalam pikiran pelaku. 3) Reaction to Event; pengarang melukiskan bagaimana reaksi pelaku terhadap peristiwa tertentu. 4) Direct Author Analysis; pengarang secara langsung menganalisis atau melukiskan watak pelaku. 5) Discussion of environment; pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku, sehingga pembaca dapat menyimpulkan watak pelaku tersebut. 6) Reaction of Other to Character; pengarang melukiskan pandanganpandangan tokoh atau pelaku lain (tokoh bawahan) dalam suatu cerita tentang pelaku utama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
7) Conversation of Other to character; pengarang melukiskan watak pelaku utama melalui perbincangan atau dialog dengan para pelaku lainnya (Herman J. Waluyo, 2002: 19-20). Pelukisan watak pelaku menurut Herman J Waluyo yang terdiri dari tujuh tersebut di atas selain melalui pemerian watak pelaku secara langsung, juga melalui percakapan, cara pelaku menanggapi suatu peristiwa dan beberapa teknik lain sesuai dengan yang disebutkan di atas. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah gambaran tentang sifat atau perwatakan tokoh-tokoh atau para pelaku dalam sebuah karya sastra. d. Latar atau Setting Panuti Sudjiman (1984: 46) mengemukakan latar atau setting adalah segala ketentuan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Termasuk dalam unsur latar ini adalah hari, tahun, musim atau periode sejarah. Senada dengan pendapat tersebut, Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 216) menyatakan bahwa latar/setting yang disebut landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Dari kedua pendapat tersebut, dapat diidentifikasi bahwa latar berhubungan dengan waktu, tempat dan keadaan sosial dalam suatu periode dalam cerita tersebut. Panuti Sudjiman menyatakan latar sebagai periode sejarah yang berhubungan dengan hari, tahun dan musim yang berhubungan dengan waktu, ruang dan suasana. Kemudian oleh Abrams, commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
latar diidentifikasikan sebagai landas tumpu yang mengacu pada pengertian tempat,
waktu dan keadaan sosial
masyarakat.
Jadi
kesimpulannya kedua teori tersebut hampir sama dan hanya berbeda pada penggunaan kata-katanya. Hal yang sama juga dilkemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (1995: 227) menyatakan, unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain. (1). Latar Tempat Latar tempat menunjuk pada tempat atau lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan tempat lain. (2). Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah „kapan‟ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan peristiwa sejarah. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tidak dapat digantikan dengan waktu lain. Latar waktu sangat koheren dengan unsur cerita lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
(3). Latar sosial Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial-masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah segala ketentuan mengenai waktu, ruang dan suasana di dalam sebuah karya sastra. e. Sudut Pandang (Point of View) Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 248) sudut pandang/point of view merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Berbeda dari pendapat Abrams, Janet Burroway (2003: 49) merumuskan pengertian Sudut pandang sebagai berikut. “Point of View as a literary technique is a complex and specific concept, dealing with vantage point and addressing the question..” yang artinya adalah “Sudut pandang sebagai sebuah teknik penulisan sastra adalah satu konsep yg kompleks dan spesifik, searah dengan tempat yang menguntungkan dan merujuk pada pertanyaan..” commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kedua pendapat tersebut mengenai pengertian sudut pandang, penulis
menyimpulkan
bahwa
pendapat
keduanya
adalah saling
melengkapi. Konsep yang dikemukakan oleh Janet Burroway melengkapi toeri Abrams mengenai pengertian sudut pandang. Tzvetan Todorov (1985: 31), mengemukakan bahwa hal yang dapat menjadi ciri penghubung antara wacana dan fiksi adalah sudut pandang: peristiwa-peristiwa yang membentuk dunia fiktif tidak dikemukakan kepada kita sebagaimana aslinya, tetapi menurut sudut pandang tertentu. Tzvetan Todorov menegaskan bahwa sudut pandang dalam sastra tidak ada hubungannya dengan pandangan riil si pembaca, yang tetap bisa berlain-lainan dan tergantung dari faktor-faktor di luar karya, melainkan suatu pandangan yang dikemukakan di dalam karya, yaitu cara yang khas dalam memandang peristiwa. Teori yang lebih sederhana dan mudah dipahami yaitu pengertian sudut pandang menurut Sangidu. Teorinya mengatakan bahwa sudut pandang (titik pandang, pusat pengisahan) merupakan posisi pencerita (narator) dalam sebuah cerita. Ada kalanya pencerita bertindak sebagai orang pertama atau sebagai orang ketiga (Sangidu, 2004: 142). Dari penjelasan keempat ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa sudut pandang adalah posisi pencerita dalam sebuah cerita.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pendekatan Sosiologi Sastra Sosiologi sastra adalah suatu telaah obyektif dan ilmu tentang manusia dalam masyarakat dan proses sosialnya (Sapardi Djoko Damono, 1979: 17). Sosiologi sastra
membahas
tentang
fenomena
(gejala-gejala)
dalam
masyarakat dan sastra merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri. Sastra begitu dekat hubungannya dengan masyarakat, hal ini disebabkan karena: (1). karya sastra dihasilkan oleh pengarang. (2). pengarang itu sendiri anggota masyarakat. (3). pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan (4). karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Nyoman Kutha Ratna, 2004: 60). Sapardi Djoko Damono berpendapat bahwa sosiologi sastra merupakan suatu telaah yang obyektif dan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan manusia dalam bermasyarakat serta psoses sosial manusia dalam berinteraksi dengan sesama. Selanjutnya Nyoman Kutha Ratna menambahkan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri. Hal itu dikarenakan sastra itu adalah hasil karya pengarang, pengarang sendiri adalah anggota masyarakat. Dalam proses kreatifnya pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat sehingga terciptalah karya sastra tersebut. Selanjutnya sastra itu kembali dimanfaatkan oleh pembaca yang termasuk anggota masyarakat. Menurut Yudiono KS (2003: 3) sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai penting hubungan antara sastra dan masyarakat. Dari pendapat Yudiyono tersebut sosiologi sastra ditekankan tentang nilai penting antara sastra dan masyarakat. Hubungan yang terjalin commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diantara keduanya. Yudiono menganggap sastra adalah bagian yang tak terpisahkan. Hal ini memang benar karena bagaimanapun juga sastra itu berasal dari masyarakat dan digunakan kembali oleh masyarakat. Senada dengan hal itu, Atar Semi (1993: 73) berpendapat pendekatan sosiologi sastra bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan
masyarakat.
Melalui
karya
sastra
seorang
pengarang
mengungkapkan problem kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu
memberi pengaruh terhadap
masyarakat.
Bahkan seringkali
masyarakat sangat menentukan nilai suatu karya sastra yang hidup disuatu jaman, sementara sastrawan sendiri yang merupakan anggota dari masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang telah dan sudah diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus membentuknya. Penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra memperlihatkan kekuatan yakni: sastra dipandang sebagai sesuatu hasil budaya yang amat diperlukan masyarakat. Karya sastra dibuat untuk mendidik masyarakat. Sastra merupakan media komunikasi yang mampu merekam gejolak hidup masyarakat dan sastra mengabdikan diri untuk kepentingan masyarakat (Atar Semi, 1993: 76). Menurut Suwardi Endraswara (2006: 77) sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Arenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya. Suatu pendekatan sosiologi sastra mencakup tiga komponen pokok menurut pendapat Warren dan Wellek dalam Djoko Damono (1979: 3) ketiganya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Sosiologi pengarang, yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. b) Sosiologi karya sastra, yang memasalahkan karya sastra itu sendiri dan yang menjadi pokok masalah adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. c) Sosiologi sastra, yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Hubungan antara ketiga komponen di atas sangat erat karena pengarang merupakan bagian dari masyarakat. Pengarang dengan masyarakat selalu berhubungan, karena pengarang juga merupakan anggota masyarakat. Sehingga wajar saja bila pengarang sebagai pencipta karya sastra menampilkan bentuk budaya pada jamannya, bahkan ide juga merekam gejolak sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya. Bagan tersebut hampir sama dengan bagan yang dibuat oleh Ian Watt dalam Atar Semi (1989: 54) dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat. Oleh karena itu telaah sosiologis suatu karya sastra akan mencakup tiga hal: 1. Konteks sosial pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan disamping mempengaruhi isi karya sastranya. 2. Sastra sebagai cermin masyarakat, yang ditelaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. 3. Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial, seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca. Dari skema atau klasifikasi di atas diperoleh gambaran bahwa sosiologi sastra, yang merupakan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan mempunyai cakupan yang luas, beragam dan rumit, yang menyangkut tentang pengarang, karyanya, serta pembacanya. Menurut Nyoman Kutha Ratna (2005: 283-284), masyarakat sebagai masalah pokok sosiologi sastra dapat digolongkan ke dalam tiga macam sebagai berikut: a. masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya sastra. b. masyarakat yang terkandung dalam karya sastra. c. masyarakat yang merupakan latar belakang pembaca. Penelitian demikian mendasarkan asumsi bahwa pengarang merupakan a silent being, mahkluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada pada jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keterkaitan timbal balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi berusaha mencari pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensi. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini, tentu sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra tidak hanya diartikan sebagai copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyatan tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis. Itulah sebabnya cukup beralasan jika Hall (1979: 32) menyatakan bahwa “the concept of literature a social referent is, however, perfectly viable since it takes into account the writer‟s active concern to understand hid society.” (dalam Suwardi Endraswara, 2006: 78). Terjemahan dalam bahasa Indonesia berarti “dalam konsep kesusastraan, pendekatan sosiologi sastra adalah bagaimana seorang pengarang mampu dengan sempurna memahami gejala yang tersembunyi dalam masyarakat untuk dituangkan dalam sebuah tulisan.” Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap karya sastra dengan pertimbangan pengarang sebagai pencipta karya sastra dan faktor-faktor lain di luar karya sastra yang menyebabkan terciptanya karya tersebut.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Sosial Budaya dan Sastra Berbicara mengenai sosial budaya, maka tidak terlepas dari pengertian kebudayaan. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Ada pendirian lain mengenai asal dari kata “kebudayaan” bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal (menurut P.J. Zoetmulder
dalam
Koentjaraningrat,
1974: 19),
sedangkan
menurut
Koentjaraningrat, kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Dari penjelasan para ahli di atas, dapat kita lihat bahwa kesemuanya mempunyai definisi dan pengertian masing-masing sesuai dengan apa yang para ahli pahami. Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kebudayan terdapat unsur manusia beserta cipta, rasa dan karsanya. Seperti halnya P.J Zoetmulder dan Koentjaraningrat dengan definisi khas mereka mengenai pengertian kebudayaan. Selanjutnya dari berbagai pendapat tersebut dapat dirumuskan pengertian sosial budaya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan manusia yang meliputi cipta, rasa dan karsa yang berhubungan erat commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan manusia lainnya dalam suatu hubungan sosial yaitu lingkungan yang membentuknya. Jadi sosial budaya berkaitan sekali dengan eksistensinya sebagai manusia dalam bermasyarakat dan berbudaya, segala aspek-aspek kehidupan sosial dan bahkan juga gejala-gejala yang timbul dalam suatu lingkungan masyarakat. Sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, yang tidak berubah, tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, yang senantiasa berubah. Hubungan antara kebudayaan dan masyarakat itu amatlah erat, karena kebudayaan itu sendiri menurut antropolog, adalah cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lain. Kebanyakan ahli antropologi melihat kebudayaan itu sebagai satu keseluruhan, di mana sistem sosial itu sendiri adalah sebagian dari kebudayaan (Atar Semi, 1989: 54-55). Selanjutnya Atar semi mengklasifikasikan kebudayaan menjadi tiga unsur, yaitu: a. Unsur Sistem Sosial Sistem sosial ini terdiri daripada: sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pendidikan, dan sistem undang-undang. Terdapat struktur dalam setiap sistem ini yang dikenal sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lain dalam jalinan hidup bermasyarakat. b. Sistem Nilai dan Ide
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Sistem nilai dan ide merupakan sistem yang memberi makna kepada kehidupan bermasyarakat, bukan saja terhadap alam sekeliling, bahkan juga terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana kita menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain; sementara sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang terdapat dalam sebuah masyarakat. c. Peralatan Budaya Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Kesusastraan sebagai ekspresi atau pernyataan kebudayaan akan mencerminkan pula ketiga unsur kebudayaan seperti yang dikemukakan di atas. 1. Kesusastraan mencerminkan sistem sosial yang ada dalam masyarakat, sistem kekerabatan, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan, sistem kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan. 2. Kesusastraan mencerminkan sistem ide dan sistem nilai, menggambarkan tentang apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak; bahkan karya sastra itu sendiri menjadi objek penilaian yang dilakukan anggota masyarakat. Orang dapat mengatakan novel ini lebih baik dari novel itu dan seterusnya. 3. Bagaimana mutu peralatan kebudayaan yang ada dalam masyarakat tercermin pula pada bentuk peralatan tulis menulis yang digunakan dalam mengembangkan sastra. Pada hakikatnya fungsi sosial sastra adalah keterlibatan sastra dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, etik, kepercayaan dan lain-lain. Sastra commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai eskpresi kebudayaan akan mencerminkan pula adanya perubahanperubahan dalam masyarakat, akan mengenal adanya kesinambungan antara yang satu dengan yang lain, akan mengenal adanya pewarisan antara yang lama kepada yang baru, baik disadari maupun tidak. Dari beberapa pendapat dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosial masyarakat, budaya dan sastra merupakan suatu jalinan yang kuat antara satu dengan yang lainnya yang saling memberi pengaruh, saling membutuhkan,
dan
saling
menentukan
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangannya. 6. Hakikat Nilai Atar Semi (1984: 54) Nilai adalah sifat-sifat, hal-hal yang penting dan berguna bagi kemanusiaan. Dengan kata lain, nilai adalah aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari yang lain Lebih lanjut atar semi mengatakan bahwa nilai juga menyangkut masalah bagaimana usaha untuk menetukan sesuatu itu berharga dari yang lain, serta tentang apa yang dikehendaki dan apa yang di tolak. Nilai menurut Papper dan Perry (dalam Munandar Soelaeman, 1987: 19) adalah segala sesuatu tentang baik atau buruk. Nilai merupakan segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi, pandangan dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku. Atar Semi lebih cenderung memandang nilai sebagai sesuatu yang berharga dan berguna, sedangkan Papper dan Perry memandang nilai sebagai segala sesuatu yang menarik bagi manusia baik maupun buruk. Berdasarkan commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang diinginkan manusia karena berharga, penting, dan berguna bagi kemanusiaan. 7. Hakikat Nilai Pendidikan Nilai mampu memengaruhi cara berpikir, cara bersikap, maupun cara bertindak dalam mencapai tujuan hidup jika dihayati dengan baik. Hal ini ditegaskan oleh Bloom (dalam Munandar Soelaeman, 1987: 44) bahwa nilainilai kemanusiaan tidak hanya bergerak di bidang psikomotor dan kognitif, tetapi juga untuk perealisasinya dengan penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab harus sampai menjangkau bidang afektif. Makna nilai yang diacu dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam karya sastra yang bermakna bagi kehidupan seseorang. Novel selain indah dan bernilai sastra tinggi, di sisi lain juga mengandung nilai-nilai pendidikan yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai pendidikan tersebut bisa ditampilkan secara tersurat maupun tersirat. Hal ini tergantung gaya pengarang dalam membuat novelnya. Apabila disebutkan secara tersirat adalah menjadi tugas bagi pembaca untuk menafsirkan sendiri tentang nilai-nilai pendidikan tersebut. Suyitno (1986: 3) menyatakan bahwa mengenai nilai pendidikan atau nilai didik dalam karya sastra, maka tidak akan terlepas dari karya sastra itu sendiri, karya sastra sebgai hasil olahan sastrawan, yang mengambil bahan dari segala permasalahan dalam kehidupan dapat memberikan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh pengetahuan yang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
Herman J. Waluyo (2009:27) menyatakan bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai medial (menjadi sarana). Nilai final (yang dikejar seseorang), nilai cultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Dari pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan ada tiga macam nilai yang terdapat dalam Suparto Brata‟s Omnibus. Nilai-nilai pendidikan yang dimaksud yaitu nilai pendidikan agama, pendidikan karakter, dan pendidikan sosial budaya. a. Nilai Pendidikan Agama Nilai pendidikan agama adalah merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Sikap. Perkatan dan perbuatan. Agama menurut Jappy Pellokila (2011) dalam artikelnya yang berjudul Pengertian Agama, agama diartikan sebagai upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi (yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan manusia); upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus (secara pribadi dan bersama) yang ditujukan kepada Ilahi. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa manusia merasakan adanya kekuasaan tertinggi. Adanya kekuatan di luar kemampuan mereka. Sesuatu yang memberikan ketenangan apabila mereka bisa mendekat pada-Nya. Di dalam pengertiannya agama juga merupakan pedoman hidup yang kekal. Sehingga manusia yang bisa berpegang pada agama, sudah pasti hidupnya akan damai dan bahagia. Dewasa ini nilai pendidikan agama mulai luntur mengingat banyaknya kasus penurunan sifat kebaikan manusia. Terjadinya tindak asusila, kejahatan, pelecehan dan perkosaan merupakan salah satu contoh tentang kurangnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
pengertian terhadap agama. Padahal agama merupakan salah satu elemen penting dalam mengatur tingkah laku manusia. Mengingat betapa pentingnya nilai pendidikan agama, maka peneliti menyertakan nilai-nilai pendidikan agama sebagai salah satu analisis dalam sebuah karya sastra. Mengingat di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan agama yang bisa dijadikan pedoman dan pembelajaran bagi manusia pada umumnya. b. Pendidikan Karakter Menurut K. Bertens (dalam Amril Mansur dengan jurnalnya yang berjudul “Menumbuh kembangkan Nilai-nilai Moral” dalam Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2006. Mengungkapkan bahwa moral (karakter) itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Makna yang hampir sama untuk kata moral juga ditampilkan oleh Lorens Bagus juga (dalam Amril Mansur), mengungkapkan antara lain, menyangkut kegiatan- kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik/buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain. Dari definisi di atas tercermin, bahwa kata moral itu, paling tidak memuat dua hal yang amat pokok yakni, 1) sebagai cara seseorang atau kelompok bertingkah laku dengan orang atau kelompok lain, 2) adanya norma-norma atau nilai-nilai yang menjadi dasar bagi cara bertingkah laku tersebut. Adanya norma-norma atau nilai-nilai di dalam makna moral seperti diungkap di atas merupakan sesuatu yang mutlak. Hal ini dikarenakan normanorma atau nilai-nilai ini di dalam moral selain sebagai standar ukur normatif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
bagi perilaku, sekaligus sebagai perintah bagi seseorang atau kelompok untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai tersebut. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 263) diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Sedangkan moral diartikan sebagai ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya seperti ahklak; budi pekerti; susila (2007:754). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral adalah suatu proses pengubahan sikap dari yang buruk ke yang baik atau suatu pengajaran tentang bersikap yang baik dan benar (ahklak, budi pekerti, susila) sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Menurut Sylvie (2006) dalam artikelnya yang berjudul “Pendidikan Moral Manusia” mengatakan pendidikan moral sangatlah perlu bagi manusia, karena melalui pendidikan, perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi dan sesuai dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri. Di Indonesia pendidikan moral telah ada dalam setiap jenjang pendidikan. Di Sekolah Dasar perkembangan pendidikan moral tak pernah beranjak dari nilai-nilai luhur yang ada dalam tatanan moral bangsa Indonesia yang termaktub jelas dalam Pancasila sebagai dasar Negara. Pendidikan Moral Pancasila, yang sejak dari pendidikan dasar telah diajarkan tentu memiliki tujuan yang sangat mulia, tiada lain untuk membentuk anak negeri commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai individu yang beragama, memiliki rasa kemanusiaan, tenggang rasa demi persatuan, menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah untuk kerakyatan serta berkeadilan hakiki. Berangkat dari tujuan tersebut diatas maka dalam pelaksanaannya terdapat tiga faktor penting dalam pendidikan moral di Indonesia yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Peserta didik yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan perbedaan perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri. 2) Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan perkembangan moral manusia maka perlu di ketahui pula tingkat tahapan kemampuan peserta didik. Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang terkandung dalam penididkan moral tersebut memiliki batasan-batasan tertentu untuk dapat terpatri pada kesadaran moral peserta didik 3) Guru Sebagai fasilitator, maka guru seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu. Dengan memperhatikan tiga hal di atas maka proses perkembangan moral manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan sesuai dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Nilai Pendidikan Sosial Budaya Nilai pendidikan sosial budaya lebih cenderung kepada nilai-nilai yang terkandung dalam adat budaya suatu masyarakat. Kebiasaan yang berlaku di dalamnya. Peraturan-peraturan yang sering kita kenal dengan norma. Tentang cara bertingkah laku. Berbicara dan bersikap kepada orang yang lebih tua atau cara menghormati orang lain. Atau lebih tepatnya adalah cara menjalani kehidupan di tengah masyarakat yang majemuk ini. Nilai-nilai pendidikan sosial budaya tersebut diharapkan mampu menjadi penuntun atau pedoman hidup manusia di dalam lingkungan masyarakat sehingga bisa tercapai adanya kedamaian dan kerukunan hidup diantara anggota masyarakatnya. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, sosial diartikan sebagai sebuah hubungan/ interaksi dengan sesama anggota masyarakat, sedangkan mengenai asal dari kata “kebudayaan” bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal (menurut P.J. Zoetmulder dalam Koentjaraningrat, 1974: 19), menurut Koentjaraningrat sendiri, kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Jadi nilai pendidikan sosial budaya dapat diartikan sebagai suatu pedoman atau aturanaturan menjalani kehidupan di tengah masyarkat agar tercipta ketenangan, ketentraman dan kedamaian yang tidak hanya mencakup diri sendiri namun juga orang lain.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Penelitian yang Relevan Endar Isdiyanto (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Novel Ular Keempat Karya Gus TF Sakai (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan).” Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologis. Kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu: (1) latar belakang cerita Novel Ular Keempat karya, Gus TF Sakai berpendidikan sarjana, bidang kerja yang tekuni sastrawan, bahasa yang digunakan dalam karyanya mempunyai makna tinggi, tempat tinggal dijadikan inspirasi dalm memadukan latar belakang di Minang dengan budaya sosial, dan Gus mengungkapkan kebiasaan orang Minang naik haji karena kebiasaan adat yang sudah turun-menurun bagi keluarga kaya. (2) relevansi Novel Ular Keempat karya Gus TF Sakai dengan situasi sosiologi pengarang dalam unsur sosial karya tersebut, yaitu pandangan Gus TF Sakai terhadap Novel Ular Keempat, merupakan gambaran kehidupan yang percaya kepada Tuhan. Keyakinan kepada Tuhan yang terdapat pada seorang individu akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Agama sebagai wujud ajaran keyakinan kepada Tuhan memuat ajaran yang penting dilakukan dan ajaran yang dilarang, dengan melakukan tindakan sesuai ajaran agama dapat mempengaruhi perilaku individu pada perbuatan baik dan buruk. (3) Situasi sosiologis yang ditampilkan dalam Novel Ular Keempat ada dua yaitu kesejatian dalam beragama dan kesejatian hidup orang secara individual. (4) nilai pendidikan dalam Novel Ular Keempat karya Gus TF Sakai. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
Penelitian yang dilakukan oleh Endar Isdiyanto dan peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan tersebut adalah objek kajiannya samasama menggunakan karya sastra prosa berupa novel. Kemudian juga samasama menggunakan tinjauan sosiologi sastra dan nilai pendidikan, sedangkan perbedaannya terdapat pada judul novelnya sebagai objek kajian. Hasil penelitian tersebut dimanfaatkan peneliti sebagai salah satu acuan penelitian, yaitu untuk meningkatkan pemahaman terhadap sosiologi sastra dan nilai pendidikan pada suatu karya sastra. Penelitian yang relevan lainnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Anies Khusnul Varia (2011) dengan judul “Kajian Problem Sosial Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan)”. Tesis: Program Pendidikan Bahasa Indonesia. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan (1) karakter tokoh utama dan hubungan antartokoh dalam novel, (2) problem-problem sosial yang menjadi masalah dalam novel, dan (3) nilai pendidikan yang terdapat dalam Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Novel ini cukup menarik untuk dikaji melalui pendekatan sosiologi sastra, karena bercerita tentang sosial masyarakat pribumi Jawa pada waktu dijajah Belanda. Hasil penelitian meliputi: (1) karakter tokoh utama dan hubungan antartokoh dalam novel. Minke sebagai tokoh utama digambarkan sebagai laki-laki pribumi yang memiliki pemikiran dan gaya hidup maju dibandingkan pribumi pada umumnya. (2) hasil analisis kajian problem sosial yang menjadi masalah dalam novel meliputi: (a) problem sosial antara masyarakat pribumi dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
masyarakat Indo Eropa, (b) problem sosial antara anak dengan orang tua, (c) maraknya dunia prostitusi yang tidak terlepas dari masalah alkoholisme, (d) kekuasaan pemerinatah Belanda yang otoriter, (e) kemerosotan moral para tokoh dalam novel, dan (f) peperangan antara tentara Belanda dengan penduduk pribumi, (3) nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Bumi Manusia adalah (a) nilai vitalitas atau kehidupan sosial, membuktikan bahwa manusia mahluk sosial yang harus saling tolong-menolong dan menghargai antar sesama manusia, dan (b) nilai spiritual yang mencakup: (1) nilai agama yang mengatur penganutnya, bahwa agama adalah dogma bagi penganutnya, dan (2) nilai ajaran hidup tentang kebenaran, kemandirian, dan kepribadian yang baik, dan (3) nilai budaya Jawa. Nilai vitalitas atau kehidupan sosial adalah nilai yang mudah diubah, dan nilai spiritual adalah nilai yang sulit dirubah. Penelitian yang dilakukan oleh Anis Khusnul Varia juga memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya terdapat pada objek kajiannya yaitu berupa novel. Perbedaannya Anis menggunakan satu novel yaitu Bumi Manusia karya Pram Oedya Ananta Toer, sedangkan peneliti menggunakan tiga novel yaitu Astirin Mbalela, Clemang-clemong, dan Bekasi Remengremeng yang diterbitkan menjadi satu buku oleh pengarangnya menjadi SBO. Antara Anis dan peneliti juga terdapat kesamaan dalam kajian penelitiannya yaitu sama-sama menggunakan analisis sosiologi sastra dan nilai pendidikan. Anis cenderung menganalisis tentang problem sosial yang ada dalam novel tersebut, sedangkan peneliti fokus terhadap aspek sosial budaya dan nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Untuk selanjutnya, hasil penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
tersebut dapat peneliti manfaatkan sebagai salah satu acuan dan referensi dalam memperkaya pemahaman terhadap teori sosiologi sastra dan nilai pendidikannya. Untuk selanjutnya ada beberapa jurnal internasional yang menurut penulis relevan dengan penelitian penulis. Malcolm Bradbury dari University of East Anglia; Visiting Fellow at All Souls College, Oxford dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Sociology and Literature Study II. Romance and Realty in Maggie” (Journal of American Studies Vol. 3, Issue 1, 1969, pp 111-121). Memaparkan adanya hubungan sastra dengan sosiologi. Karya sastra yang berhubungan dengan gejala-gejala sosial masyarakat, bahwa karya sastra merupakan potret kehidupan masyarakatnya. Masalah-masalah yang terjadi di dalamnya. Di dalam jurnal tersebut juga diterangkan bahwa sastra merupakan manifestasi sosial dan manifestasi kreatif dan unik yang mampu mengungkapkan aspek sosial budaya masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Malcom Bradbury memiliki persamaan dan perbedaan yaitu penggunaan pendekatan sosiologi sastra dalam menganalisis karya sastra yang mengungkap gejala sosial budaya yang terjadi di dalam karya sastra tersebut. Perbedaannya adalah pada objek kajian, Malcom Bradbury menganalisis Maggie sedangkan peneliti menganalisis SBO. Geneviève Mouillaud dengan jurnalnya yang berjudul “The sociology of Stendhal's novels: preliminary research” (Int. Soc. Sei. J., Vol XIX No. 4, 1967). Genevieve Moulillaud menggunakan analisis sosiologi sastra dalam menganalisis novel “romans de Stendhal” karena dia menemukan adanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
problem-problem sosial yang banyak terdapat dalam novel tersebut. Salah satu unsur sosiologi sastra di dalamnya adalah bagaimana seorang manusia yang tidak hanya menginginkan harta dan tahta saja, akan tetapi juga penghargaan, pengakuan, kasih sayang dan keakraban yang sempurna dengan sesama. Kesamaan jurnal tersebut dengan penelitian penulis adalah sama-sama menggunakan sosiologi sastra sebagai alat bedah karya sastranya. Objek karya sastra yang dikaji juga sama yaitu berupa novel. James C. Baughman dari The University of Chicago dalam The library quarterly tentang analisis struktural dalam sebuah karya sastra dengan jurnalnya yang berjudul “A structural Analysis of the literature of Sociology” (Vol 44, number 4, Oktober 1974). Dalam jurnal itu berisi tentang analisis struktural dalam pemahaman suatu karya sastra apabila melakukan penelitian dengan pendekatan sosiologi sastra. Analisis struktural dianggap penting dalam upaya memahami karya sastra secara menyeluruh dan utuh. Analisis struktural sebagai pengantar dalam melakukan analisis sebelum menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Hal ini memiliki kesamaan dengan peneliti yaitu penggunaan analisis struktural dalam pendekatan sosiologi sastra. James F. English dalam jurnalnya yang berjudul “Everywhere and Nowhere: The Sociology of Literature After “the Sociology of Literature” (New Literary History - Volume 41, Number 2, Spring 2010, pp. v-xxiii) menjelaskan tentang suatu langkah dalam perenungan karya sastra baik masa kini maupun karya sastra waktu lampau. Semuanya mencoba dipahaminya dalam satu pengertian, yaitu kepustakaan sosiologi sastra. Menurut James F. English bahwa terdapat kaitan yang erat antara karya sastra dengan gejala commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sosial budaya yang terjadi di dalam masyarakat. Penelitian James F. English tersebut menguatkan pandangan peneliti tentang pentingnya penggunaan pendekatan sosiologi sastra terhadap novel SBO. Terry Eagleton dalam jurnalnya yang berjudul “Two approaches in the Sociology Literature” (The University of Chicago Press, Critical Inquiry, Vol. 14, No. 3, Spring 1988, pp. 469–476).
Terry Eagleton dalam jurnalnya
mengatakan bahwa ada dua poin yang mendasar di dalam pendekatan sosiologi sastra, bahwa dalam sosiologi sastra tidak semata-mata hanya berdasarkan gejala yang ada di dalam masyarakat, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Di dalam jurnal tersebut, Terry Eagleton memberikan gambaran bagi peneliti dalam menganalisis SBO tentang aspek lain di dalam pendekatan sosiologi sastra. C. Kerangka Berpikir Karya sastra adalah sesuatu yang dibuat dengan tujuan tertentu. Sebuah karya sastra bisa dikatakan sebuah karya fiksi, namun dengan proses kreativitas dari pengarang membuat karya sastra itu menjadi lebih hidup. Pengertian fiksi diartikan sebagai cabang dari sastra yang menyusun karyakarya narasi imajinatif. Berdasarkan pengertian tentang sastra tersebut layaklah jika suatu karya sastra dikaji lebih mendalam. Dalam analisis sebuah karya sastra prosa, tentu saja tidak bisa terlepas dari pendekatan yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra dalam usaha menganalisis aspek sosial budaya Jawa dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalam SBO yang meliputi nilai pendidikan agama, karakter, dan sosial budaya.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut skema kerangka berpikir:
SUPARTO BRATA’S OMNIBUS
STRUKTURAL
1. 2. 3. 4. 5.
Tema Alur Penokohan Setting, dan Sudut pandang
SOSIOLOGI SASTRA
NILAI PENDIDIKAN
Aspek Sosial Budaya dalam Suparto Brata‟s Omnibus
1.
2.
3.
Gambar 1 Kerangka berpikir
commit to user
Nilai Pendidikan Agama Nilai Pendidikan Karakter, dan Nilai Pendidikan Sosial budaya
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
Metode dianggap sebagai cara-cara / strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Nyoman Kutha Ratna, 2004: 24). Metode penelitian adalah cara yang dipilih peneliti untuk memperoleh pengetahuan dan rumusan untuk memahami suatu fenomena yang digunakan untuk meneliti kesalahan persoalan yang bisa mencapai hasil yang diharapkan. A. Bentuk dan Strategi Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian Suparto Brata‟s Omnibus tersebut adalah penelitian deskriptif kualitatif. Metode kualitatif sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Lexy J Moeleong, 2007: 3). Deskriptif artinya terurai dalam bentuk kata-kata atau gambaran jika diperlukan, bukan berbentuk angka. Penelitian kualitatif juga dideskripsikan sebagai kegiatan penelitian untuk memperoleh berbagai informasi kualitatif dengan deskriptif yang penuh nuansa yang lebih berharga dari sekunder angka atau jumlah dalam angka, atau dimaksudkan sebagai bentuk penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, tetapi pada prosedur non-matematis (Sutopo, 2003: 88). Bentuk penelitian kualitatif dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit untuk diungkapkan oleh peneliti kuantitatif. Hal ini mengingat bahwa sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai objek yang jelas, commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempunyai metode dan pendekatan yang jelas. Pada dasarnya penelitian sastra sama dengan kritik sastra, yang membedakannya adalah jangkauan, kedalaman, dan tujuannya yang jauh ke depan (Atar Semi, 1993: 18). Penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan ini diharapkan dapat membantu memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian terhadap SBO. B. Sumber Data Sumber data penelitian ini dapat dipilah menjadi dua, yaitu dokumen dan informan. dokumennya adalah SBO tahun 2007. Sedangkan informannya adalah pengarang SBO. Berdasarkan sumber data penelitian, maka data penelitiannya adalah teks di dalam Suparto Brata‟s omnibus yang mengandung tema, alur, penokohan, setting, sudut pandang, aspek sosial budaya, dan nilai-nilai pendidikan. C. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut. 1. Teknik Analisis Dokumen Teknik analisis dokumen atau metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, rekaman, internet dan sebagainya (Arikunto Suharsimi, 2006: 206). Penelitian ini menggunakan dokumen berupa roman berjudul SBO yang terdiri dari tiga novel, yaitu Astirin Mbalela, Clemang-clemong dan Bekasi Remeng-remeng.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
yang
diwawancarai (interviewed)
yang
memberikan pertanyaan atas jawaban itu (Lexy J Moeleong, 2007: 135). Tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari pengalaman masa lampau dan memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang biasa terjadi di masa yang akan datang (Sutopo, 2003: 58). Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka dengan pengarang. Wawancara dengan pengarang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan atau informasi-informasi yang tidak terdapat dalam teks, khususnya pandangan pengarang tentang nilai-nilai pendidikan dalam SBO. D. Validitas Data Penelitian terhadap karya sastra dilakukan, data-data yang dikumpulkan diusahakan kemantapannya, dalam artian harus dilakukan peningkatan validitas data yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan triangulasi data. Menurut Lexy J. Moeleong, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yaitu untuk keperluan pengecekkan atau sebagai perbandingan terhadap data itu (2007: 178). Teknik ini dilaksanakan commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan cara mengumpulkan datanya yaitu SBO yang terdiri dari tiga novel dan beberapa data penunjang seperti dari buku dan jurnal. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan triangulasi metode dengan cara menggali data yang sama dengan menggunakan metode pengumpulan yang berbeda. Triangulasi sebagai salah satu teknik pemeriksaan data secara sederhana dapat disimpulkan sebagai upaya untuk mengecek data dalam suatu penelitian, peneliti tidak hanya menggunakan satu sumber data, satu metode pengumpulan data atau hanya menggunakan pemahaman pribadi peneliti saja tanpa melakukan pengecekan kembali dengan penelitian lain. E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah interaktif. Teknik analisis data bertujuan untuk meyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diiinterpretasikan. Analisis dalam penelitian ini adalah strukturalisme dan sosiologi sastra dengan melalui tiga komponen pokok yaitu: reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan dengan verifikasinya. 1. Reduksi data adalah merampingkan data dengan memilih data yang dipandang penting, menyederhanakan dan mengabstraksikannya. Di dalam reduksi data ada dua proses, yaitu living In dan living Out. Living In adalah memilih data yang dipandang penting dan mempunyai potensi dalam rangka analsis data, sedangkan Living out adalah membuang dan atau menyingkirkan data yang dipandang kurang penting dan kurang mempunyai potensi dalam rangka analisis data. Dalam pembuangan atau penyingkiran data, sebaiknya janganlah dibuang atau disingkirkan begitu saja, karena menurut pengalaman data yang dibuang dan atau disingkirkan dapat digunakan dalam penelitian atau commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karangan lain (Hutomo dalam Sangidu, 2004: 73). Proses reduksi data itu sebaiknya dikerjakan sedikit demi sedikit sejak awal dilakukannya penelitian. Jika hal itu ditunda-tunda, data semakin bertumpuk-tumpuk dan dapat dipandang menyulitkan peneliti (Hutomo dalam Sangidu, 2004: 74). 2. Sajian data adalah menyajikan data secara analistis dalam bentuk uraian dari data-data yang terangkat disertai dengan bukti-bukti tekstual yang ada. Analitis artinya menguraikan satu persatu unsur-unsur yang lainnya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Data-data yang dimaksud dibuktikan melalui kutipan-kutipan yang berujud tekstual yang terdapat dalam novel SBO. 3. Verifikasi dan Kesimpulan adalah mengecek kembali (diverifikasi) pada catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya membuat kesimpulan sementara (Hutomo dalam Sangidu, 2004: 178). Senada dengan hal itu, menurut Sutopo, proses penarikan kesimpulan dan verifikasi berdasarkan reduksi data dan sajian data disebut sebagai analisis model interaktif (2003: 87).
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PENGUMPULAN DATA
SAJIAN DATA
REDUKSI DATA
PENARIKAN SIMPULAN DAN VERIFIKASI
Gambar 2 Bagan Analisis Interaktif (H.B. Sutopo, 2003: 87)
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kajian Struktural a. Novel Astirin Mbalela 1). Tema Dalam novel AM penulis menyimpulkan bahwa novel tersebut bertemakan tentang perjuangan. Perjuangan seorang wanita bernama Astirin dalam memperjuangkan haknya sebagai perempuan. Pembuktian diri bahwa perempuan juga mempunyai hak yang setara dengan laki-laki. Astirin adalah sosok yang mewakili perasaan perempuan pada masa itu (masa novel itu dibuat). Seorang perempuan dituntut untuk bisa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan menyapu dan sebagainya. Selanjutnya dari masyarakat sendiri, seorang perempuan itu di sarankan untuk tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi. Asalkan bisa membaca dan menulis itu sudah dianggap cukup. Kemudian selanjutnya yaitu mengenai perjodohan. Seorang perempuan Jawa dalam novel AM tidak bisa bebas memilih dengan siapa dia akan menikah. Orang tua kedua pihaklah yang memutuskan, sedangkan anak-anaknya harus menurutinya. Orang tua beranggapan bahwa anak-anaknya tidak bisa melakukan pilihan sendiri, dan pilihan orang tua sudah pasti jauh lebih baik dan melalui banyak pertimbangan seperti bibit, bebet dan bobot. Bibit commit to user yang berarti berasal dari mana. Bebet yang menitikberatkan pada aspek
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ekonomi atau pemenuhan kebutuhan hidup. Apakah sudah mapan atau belum. Bobot lebih menitikberatkan pada kualitas seseorang dalam arti luas. Meliputi aspek pendidikan, akhak, dan agama. Ketiganya tersebut di dalam masyarakat Jawa menjadi syarat yang harus dipenuhi. Perjuangan Astirin dimulai sejak dia memutuskan untuk berhenti sekolah dan pergi ke Surabaya untuk menghindari perkawinan dengan Buamin. Sampai di Surabaya dia harus berjuang lagi seorang diri untuk melepaskan diri dari cengkeraman Johan Nur, lepas dari Johan Nur dia dibohongi dan dijadikan TKW gelap, selanjutnya Astirin berjuang lagi untuk lepas dari cengkeraman mafia TKW gelap tersebut dengan menceburkan diri ke laut, meskipun dia tidak bisa berenang. Sebuah keputusan yang sangat beresiko. Tidak berhenti di situ perjuangan Astirin. Astirin masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu dengan menjadi pelayan bar&restoran sekaligus menjadi penyanyi. Dari liku
kehidupan
yang
penuh
perjuangan tersebut
maka
peneliti
menyimpulkan bahwa novel tersebut bertemakan perjuangan. 2). Alur Berdasarkan hasil analisis penelitian, alur dalam novel AM merupakan alur maju. Menceritakan awal perjalanan kehidupan Astirin yang dimulai dari desa kecil bernama Ngunut hingga melayang jauh menuju Surabaya dengan berbagai macam pengalaman hidupnya. Diceritakan Astirin diganggu empat orang pemuda yang kemudian diselamatkan oleh Johan Nur. Dapat dilihat pada kutipan berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
Gerombolan arek lanang sing mau padha arep ngganggu gawe Astirin, wis bali cangkruk karo ngobrol. Wis ora maelu maneh marang Astirin lan sing nulungi. (H58, P4) Terjemahan: Gerombolan anak muda yang tadi mau mengganggu Astirin, sudah kembali duduk mengobrol. Sudah tidak ikut menggangu Astirin dan orang yang menolongnya tadi. Johan Nur yang semula dikira pahlawan, ternyata seorang penipu. Astrin diperkosa dan dijual kepada pak Bas. Dari Pak Bas ditipu lagi dengan dijadikan TKW gelap ke Malaysia. Astirin berhasil melarikan diri. Bekerja sebagai koki, pelayan sekaligus penyanyi di Bar&Resaurant Blue Moon. Kemudian bertemu dengan Louis Duvalier dan menjadi istri kontraknya selama tiga bulan. Setelah itu Astirin kembali ke Surabaya. Mengungkap kejahatan pak Bas, membalas perbuatan Johan Nur dan kembali ke Nunukan. Di sana dia membongkar kasus perampokan yang dilakukan oleh Buamin. Selesai. Dari rentetan cerita itu, yang dipaparkan dari awal hingga akhir dapat disimpulkan bahwa alur dalam novel AM adalah maju. Pengertian mengenai plot / alur dapat didefinisikan sebagai urutan peristiwa dari sebuah cerita didalam suatu karya sastra. Kejelasan Alur akan mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan. Berdasarkan teori alur Sugihastuti, alur dalam novel AM dibagi menjadi 5 tahapan. Yaitu:
a) Situation (pengarang mulai melukiskan keadaan) Tahap ini pengarang mengawali cerita dengan memperkenalkan user utama dan beberapa tokoh tokoh bernama Astirin commit sebagaito tokoh
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
pendamping seperti Pakde Mar dan Mbokde Hik. Selanjutnya pengarang melukiskan tentang keadaan Astirin. Kehidupannya dan sosialnya. Hingga Astirin dijodohkan dengan Buamin pemilik bengkel sepeda motor di daerah itu. Astirin tidak setuju dan berniat melarikan diri namun tidak tahu mau kemana. Ditengah kebimbangannya, dia bertemu dengan tokoh bernama Samsihi. Teman SD dulu. Mereka berdua saling menaruh kasih dan sayang. Hingga akhirnya Astirin memutuskan untuk melarikan diri menuju Surabaya tempat Samsihi bekerja. Samsihi pun berjanji akan menerimanya dengan senang hati. b) Generation Circumstances (peristiwa mulai bergerak) Peristiwa selanjutnya bergerak, ditandai dengan sikap tokoh utama yaitu Astirin yang bergegas bangun pagi-pagi benar lalu naik bus menuju Surabaya. Sampai diterminal Bungurasih, sesaat Astirin berpikiran bahwa sebentar lagi akan bertemu dengan Samsihi. Alamat sudah jelas. Pasti ketemu. Astirin naik bus Kota dan menuju alamat yang diberikan oleh Samsihi namun cerita berkata lain. Astirin tersesat hingga bertemu dengan gerombolan pemuda yang mengganggunya. Kemudian ditolong oleh Johan Nur. Johan Nur yang semula oleh Astirin dianggap sebagai malaikat ternyata salah. c) Rising Action (keadaan mulai memuncak) Keadaan mulai memuncak yaitu ketika Astirin berusaha lepas dari genggaman Johan Nur. Pada malam itu juga, Johan Nur berniat memperkosa Astirin. Dengan sekuat tenaga Astirin berusaha melepaskan diri dari niat busuk dan nafsu birahi Johan Nur. Akan tetapi semua sia-sia commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saja karena tenaga Johan Nur lebih besar dari Astirin. Astirin pun hanya bisa pasrah merelakan tubuhnya dinikmati oleh Johan Nur. Astirin hanya bisa menangis saja. d) Climax (keadaan mencapai klimaks atau mencapai puncaknya) Pengarang menggambarkan keadaan yang mencapai klimaks ketika, Astirin dijual kepada seorang bernama pak Bas yang ternyata adalah mafia perdagangan wanita atau TKW gelap. Astirin bersama teman-temannya diiming-imingi akan diberikan pekerjaan yang layak dengan gaji besar, padahal mereka akan dijadikan TKW ke Malaysia. Singkat cerita, Astirin baru mengetahuinya setelah sampai diperbatasan dekat Nunukan dari kapten kapal ferry bernama Hamdaru dan bawahannya Sahudin. Akan tetapi keduanya tidak bisa membantu apa-apa karena bagaimanapun juga mereka harus menurunkan semua penumpang utuh seperti pada saat menaikkannya. Mendengar kebenaran cerita itu, seketika hatinya sedih, badannya lemas dan kepalanya berkunang-kunang. Membayangkan dia akan kehilangan kemerdekaannya sebagai seorang warga Negara. Membayangkan bagaimana dia akan menjadi sebuah barang
yang
diperjualbelikan.
Puncaknya
terjadi
ketika
Astirin
memberanikan diri untuk melarikan diri ditengah lautan yang luas. Dia menceburkan dirinya kelaut, meskipun dia belum pernah berenang.
e) Denounement (pemecahan persoalan-persoalan dari semua peristiwa) commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Akhir cerita pengarang memberikan suatu uraian untuk mengakhiri semua peristiwa dari cerita yang telah diciptakan. Diawali pertemuan Astirin dengan Louis Duvalier di sebuah bar bernama Bar&Resaurant Blue Moon. Mereka saling tertarik dan akhirnya jatuh hati. Setelahnya Astirin kembali ke Surabaya bertemu dengan Samsihi. Bersama Samsihi dia membongkar kejahatan pak Bas dan perdagangan gelapnya. Kemudian menghukum Johan Nur alias Dul Razak dengan memotong alat kelaminnya. Setelahnya dia kembali ke Ngunut, melunasi hutang paman dan bibinya serta mengungkap kasus perampokan yang didalangi oleh Buamin. 3). Latar Latar pada hakikatnya dibedakan menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat yang terdapat dalam novel AM diantaranya yaitu: a) Ing desa sisih kidul kutha Ngunut (di desa sebelah selatan kota Ngunut). Kutipannya sebagai berikut: “Astirin perawan desa biyasa melu mbokdene sing bakul sega pecel ing desa sisih kidul kutha Ngunut.”(H9, P1, K1) Terjemahan: “Astirin perawan desa terbiasa ikut bibinya yang berjualan nasi pecel di desa sebelah selatan kota Ngunut. Dari kutipan tersebut dapat diketahui tempat Astirin dan bibinya biasa berdagang nasi pecel. Yaitu yang terletak di sebelah selatan kota Ngunut. Hal itu biasa dilakukannya pada pagi hari hingga to user siang hari pada waktu commit hari libur.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Trotoar pinggir dalan prapatan Jepun, pangkalan colt (di trotoar pinggir jalan perempatan Jepun, tepatnya adalah pangkalan colt). Kutipannya sebagai berikut: “Ah, emoh! Anyel ngono yen kelingan sing diprungu mau bengi!” Astirin gedrag-gedrug ing trotoar pinggir dalan prapatan Jepun, pangkalan colt. (H10 P3 K8) Terjemahan: Ah, tidak mau! Emosi jika mengingat apa yang didengar tadi malam! Sambil Astirin menjejak-jejakkan kakinya di trotoar di pinggir jalan perempatan Jepun, pangkalan colt. Dari kutipan tersebut dapat diidentifikasi bahwa setting tempat yang kedua ini adalah berada di trotoar, pinggir jalan perempatan Jepun. Dipertegas lagi dengan keterangan bahwa tempat itu merupakan pangkalan colt. c) Rumah makan Bujang II Latar tempat selanjutnya adalah rumah makan Bujang II. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut. Atine saya njomblak marga diajak mlebu rumah makan Bujang II, sing tamune awan ngene katon padha mobil-mobilan. Ah, saiki klakon Astirin melu ngicipi dadi wong sugih, kepama, kauja! Semrinthil diajak lancur nggantheng mlebu restoran gedhe kanggone Kutha Tulungagung. (H12 P5 K5 dan K6) Terjemahan: Hatinya semakin senang ketika diajak masuk rumah makan Bujang II, yang tamunya jika pada siang hari kebanyakan naik mobil semua. Ah, sekarang jadi kenyataan rasanya jadi orang kaya, dilayani, dihormati! Ikut saja diajak pemuda tampan masuk restoran besar untuk ukuran kota Ngunut. Dari kutipan di atas dapat ditafsirkan bahwa tempat tersebut merupakan tempat pertemuan Astirin dan Samsihi saat berada di Ngunut. Berada di sebuah restoran. Bagi Astirin ini adalah hal yang commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sangat jarang dilakukan, mengingat dirinya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Jadi Astirin sangat menikmati ketika Samsihi mengajaknya pergi makan ke restoran tersebut. d) Terminal Bungurasih Latar tempat berikutnya adalah terminal Bungurasih. Terlihat pada kutipan: “Surabaya Bungurasih, terminal pungkasan! Pambengoke kernet. Tata-tata sing bersih, ben terkenal lan berkesan! Terminale Bungurasih, kuthane Surabaya. Kenalan ngono sing tlesih, awasawas ana bebaya! Kondhekture numpangi mbengok, uga mawa gurit. (H47 P3) Terjemahan: “Surabaya Bungurasih, Terminal terakhir! Teriak sang kernet. Jika berbenah yang bersih, agar terkenal dan berkesan! Terminalnya Bungurasih, kotanya Surabaya. Jika berkenalan yang cermat, awasawas jangan tertipu. Kondektur menambahi sambil teriak. Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Astirin sempat menginjakkan kakinya di terminal Bungurasih sebelum menjelajahi kota Surabaya. e) Dupak Bangunsari V Latar tempat selanjutnya adalah sebuah daerah pemukiman atau kampung bernama Dupak Bangunsari V. Dibuktikan pada kutipan berikut: “Nalika Yohan ngundang becak, Astirin kober maca plang dalan: Dupak Bangunsari V. Becake ditumpaki mlebu kampong kono.” (H72 P3 K1 dan K2) Terjemahan: “ketika Yohan memanggil becak, Astirin sempat membaca papan nama jalan: Dupak Bangunsari V. becak yang dinaiki masuk ke kampung itu.” commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa Astirin bersama Yohan Nur berada dikampung tersebut tepatnya di Dupak Bangunsari V. Merupakan tempat Yohan Nur memperdaya Astirin. Dia diperkosa dan dilecehkan. f) Dhipan-Kamar (tempat tidur- kamar tidur) Latar tempat berikutnya adalah berada di tempat tidur dan masih termasuk di dalam kampung Dupak Bangunsari V tersebut. Terdapat pada kutipan berikut: “Edan! Lampu listrik ing kamar kono pancen ora padhang, nanging cukup jelas yen wong lanang sing sak awan mau tansah ngancani dheweke, saiki ndadak nusul turu ing dhipane! Wis wuda! Astirin njenggirat. Gila! Suthik, emoh ngladeni ngungrume wong lanang kuwi. Emoh! Kok kurangajar timen, ta! Astirin gumregah. Polah. Mencolot metu saka dhipan. Wong lanang mau ngguyu. Durung kober mbrabat mlayu metu saka kamar, wis ditubruk, digelut, digrayangi perangan awak kang wadi durung tau dijamah ing liyan.” (H77 P6) Terjemahan: “Gila! Lampu listrik di kamar itu memang tidak terang, tetapi cukup jelas bahwa orang yang seharian menemaninya, ikut tidur disampingnya, sudah telanjang! Astirin kaget. Jijik! Tidak mau meladeni nafsu bejat orang itu. Tidak mau! kok kurang ajar sekali! Astirin bangkit berdiri. Melonjak keluar dari tempat tidur. Lelaki itu tertawa. Belum sempat berlari keluar kamar, sudah diterkam, dipeluk, dijamahi semua anggota tubuh yang belum pernah dijamah oleh orang lain. Dari kutipan di atas dapat ditafsirkan setting tempatnya yaitu di kamar tidur pada waktu Astirin diperkosa oleh Johan Nur. Peristiwa ini terjadi ketika Johan Nur memberikan obat tidur kepada Astirin hingga Astirin mengantuk. Setelahnya Johan Nur memperkosanya. g) Hotel Madusari Jl. Pandegeling Surabaya commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hotel Madusari merupakan salah satu setting tempat yang juga ditemukan dalam cerita ini dan merupakan bagian penting dalam cerita ini. Terdapat pada kutipan: Nanging Yohan Nur ngakon Astirin mudhun. Manut. Nalika mlangkah metu saka mobil, Astirin maca display: Hotel Madusari Jl. Pandegeling Surabaya. Telp. … (H89 P1 K8 dan K9) Terjemahan: Tetapi Yohan Nur menyuruh Astirin turun. Menurut. Ketika melangkah keluar dari mobil, Astirin membaca display: Hotel Madusari Jl. Pandegeling Surabaya. Telp. …” Dari kutipan di atas dapat ditafsirkan bahwa Astirin pernah berada di Hotel Madusari Jl. Pandegeling Surabaya. Tempat yang dimaksud adalah merupakan terminal atau tempat sementara bagi para perempuan yang akan dijual ke Malaysia. h) Pelabuhan Tarakan. Terdapat pada kutipan berikut: Tarakan plabuhane ketara yen wis ora alami. Ketara yen direkadaya dening tangane manungsa. Ferry ngrapeti dharatan, Astirin ngadeg nggejejer ing ngarepan karo maspadakake kahanan. Kiwa tengene kapal ana prau-prau akeh, nanging ora ana sing gedhene ngembari ferry. (H103, P6, K1-K4)
Terjemahan: Pelabuhan Tarakan terlihat sekali bahwa sudah tidak alami. Terlihat sekali sudah diubah oleh tangan manusia. Ferry mulai berlabuh. Astirin berdiri dan terdiam sejenak sambil memperhatikan keadaan di sekitar. Sisi sebelah kiri dan kanan kapal banyak terdapat kapal-kapal, namun tidak ada yang bisa menyaingi besarnya kapal ferry. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan latar tempatnya yaitu di pelabuhan
Tarakan.
Pelabuhan commit to user
Tarakan
merupakan
tempat
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemberhentian sementara Astirin dan perempuan lainnya untuk diberangkatkan menuju Malaysia dengan kapal ferry. i) Segara (Laut) Terdapat pada kutipan berikut: Cukup adoh lakune prau, Astirin sing sirahe mumet, mabuk, rubuh ngiwa, ambyur ing segara. Byurrr!! Tulung! Tulung! Haep! Banyune wis jero. Haep! Haep! Haep! Astirin klelep kecemplung segara. Peteng ndhedhet! (H107, P2) Terjemahan: “Cukup jauh perahu berlayar, Astirin yang sedang sakit kepala, mabuk, roboh ke samping kiri, tercebur ke laut. Byurrr!! Tolong! Tolong! Haep! Airnya sudah dalam. Haep! Haep! Haep! Astirin tenggelam tercebur ke laut. Gelap gulita!” Dari kutipan di atas dapat disimpulkan latar tempat adalah berada di laut. Di atas perahu, lalu tercebur ke air. Ini merupakan salah satu usaha Astirin agar lepas dari cengkeraman para mafia perdagangan perempuan tersebut. j) Bontang Setting tempat kembali di tampilkan oleh pengarang. Kali ini di tempat yang berbeda dan jauh dari tempat tinggal Astirin. Yaitu di Bontang. Terdapat pada kutipan: Bontang pranyata kutha pabrik. Kutha industri. Kutha sing akeh bangunan gedhe-gedhe, nanging ora wujud omah sing dipanggoni uwong. Kutha sing kebak karo pipa wesi, omah seng, ketel pating plenthu, kapal labuh gedhe-gedhe, mesin dherek, truk raseksa. Astirin sok rumangsa dadi wong cilik banget yen pinuju ing sawenehe ara-ara amba sing dikebaki bangunan gedhe sahohah.(H138, P1) Terjemahan: Bontang memang adalah kota pabrik. Kota industry. Kota yang banyak bangunan besar-besar, tetapi tidak berwujud rumah yang ditinggali orang. Kota yang penuh dengan pipa besi, rumah seng, berdesakan. Tempat berlabuh kapal-kapal besar, mesin dherek, truk commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
besar. Astirin merasa menjadi orang kecil sekali jika berada disebuah hutan luas yang dipenuhi bangunan besar-besar. Di Bontang ini Astirin mulai merangkai kembali mimpinya, semangatnya untuk tetap hidup dan mencari pekerjaan. Hingga akhirnya dia mendapatkan pekerjaan menjadi seorang pelayan bar. k) Bar & Resaurant Blue Moon Setting tempat bernama Bar & Resaurant Blue Moon ditampilkan pengarang sebagai bagian dari perjalanan hidup Astirin. Terdapat pada kutipan H138, P3 dan P4, yaitu sebagai berikut: ….Bareng panyawange nabrak sawenehe gedhong ditulisi Bar&Resaurant Blue Moon, Astirin mandheg. Maspadhakake. (P3) ….Astirin kepengin mlebu nanging ora liwat ngarepan. Mula bareng ana gang ciyut sing mblusuk menyang mburi bangunan, Astirin mlebu mrono. Sepi wong, Astirin nekad wae, nggoleki dalan tembusan sing arahe menyang bar & restaurant mau. Ana lawang butulan. Dheweke nyoba mbukak, bisa. Banjur mlebu blusuk. (P4) Terjemahan: ….Ketika pandangannya menangkap sebuah gedung yang bertuliskan Bar & Resaurant Blue Moon, Astirin berhenti. Mengamatinya.(P3) ….Astirin ingin masuk ke dalam akan tetapi tidak melalui pintu depan. Sehingga saat ada gang sempit yang mengarah menuju belakang bangunan tersebut, Astirin langsung menuju kesitu. Astirin memberanikan diri saja, mencari jalan menuju kearah bar & restaurant tadi. Ada sebuah pintu. Dia mencoba membukanya, dan ternyata bisa. Kemudian dia langung masuk ke dalam. (P4) Merupakan tempat Astirin bekerja sewaktu berada di Bontang. Selain sebagai pelayan, Astirin juga merangkap menjadi penyanyi di bar tersebut. Dengan bakatnya menyanyi, dia tidak kesulitan untuk beradaptasi dan dengan cepat menjadi seorang bintang. commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
l) Restaurant Mac Donald Latar tempat berupa restaurant kembali ditampilkan oleh pengarang. Kali ini adalah restaurant Mac Donald yang digunakan oleh Astirin dan Louis Duvalier bertemu. Terdapat pada kutipan berikut: Saiki ing MacDonald swasanane seje maneh. Ngeblak, padhang, abyor kena sorote serngenge esuk, ules cete sarwa abang jingga kombinasi kuning. Musik lagu-lagu manca tetep ora keri, keprungu lamat-lamat. (H155, P1, K3) Terjemahan: Sekarang di MacDonald suasananya berbeda lagi. Terbuka, terang dan sedikit silau terkena sinar matahari pagi, dindingnya berwarna merah jingga kombinasi warna kuning. music lagu-lagu manca tetap tidak ketinggalan, terdengar pelan. Restaurant Mac Donald adalah tempat yang digunakan oleh Astirin untuk bertemu dengan Louis Duvalier seorang berkebangsaan Perancis yang jatuh hati dengan Astirin. Beranjak dari latar tempat selanjutnya adalah latar waktu. Dalam sebuah karya sastra terutama novel, latar waktu juga menempati peran yang penting demi terjalinnya suatu alur cerita. Latar waktu yang terdapat dalam AM diantaranya sebagai berikut. a) Jam telu (pukul tiga) Keterangan waktu tersebut digunakan pengarang untuk menandai peristiwa pertemuan Astirin dengan Buamin. Terdapat pada kutipan berikut: Astirin ora kober turu awan. Isih jam telu, diundang Pakde Mar ing ngarepan. Ana dhayoh lanang, Astirin dikon melu nemoni. Mbokdhe Nik uga melu njagongi. (H18, P3) Terjemahan: commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Astirin tidak sempat tidur siang. Masih pukul tiga, dipanggil paman Mar pergi ke depan. Ada tamu seorang laki-laki, Astirin disuruh untuk ikut menemui. Bibi Nik juga ikut serta menemani. Pada waktu itu Astirin tidak menyadari adanya tamu yang ingin dikenalkan dengan dirinya. Setelah berkenalan dia baru tahu, bahwa orang itu adalah Buamin, orang yang akan dijodohkan dengan dirinya. b) Kaya wingi (seperti kemarin) Keterangan waktu kaya wingi digunakan pengarang unutk mengesankan kepada pembaca tentang kebiasaan Astirin sehari-hari saat pulang sekolah. Yaitu selalu menunggu colt di perempatan Jepun. Terdapat pada kutipan: Kaya wingi. Astirin wayah jam sewelas awan katon ngedhang colt ing pangkalan Jepun. (H28, P1, K1) Terjemahan: Seperti kemarin. Sekitar pukul sebelas siang Astirin terlihat sedang menunggu colt di pangkalan Jepun. Berdasarkan kutipan di atas, terlihat jelas tentang setting waktu yang digunakan oleh pengarang yaitu pada waktu sebelas siang, yang digunakan untuk menandai peristiwa ketika Astirin pulang sekolah dan sedang menunggu colt di pangkalan Jepun. c) Jam sewelas awan (pukul sebelas siang) Keterangan
waktu
ditampilkan
pengarang
dengan
menggunakan waktu netral yaitu pukul sebelas siang. Kutipannya sebagai berikut: Kaya wingi. Astirin wayah jam sewelas awan katon ngedhang colt ing pangkalan Jepun. (H28, P1, K1) commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Seperti kemarin. Sekitar pukul sebelas siang Astirin terlihat sedang menunggu colt di pangkalan Jepun. Dalam kutipan tersebut dapat dilihat pengarang tidak hanya menginformasikan bahwa kejadian itu terjadi tidak hanya kemarin, tetapi juga diperjelas dengan keterangan waktu yaitu pada pukul sebelas siang. d) Dina iki (hari ini) Latar waktu yang menunjukkan hari di mana Astirin memutuskan untuk bolos sekolah dan pergi ke Surabaya. Terlihat pada kutipan berikut: Sanajan dina iki sekolahe ora diulehke esuk. Astirin mau wis nekad, pelajaran kapindho dheweke pamit mulih, awake ora kepenak. (H28, P1, K2) Terjemahan: Meskipun hari ini sekolahnya tidak pulang pagi. Astirin sudah bertekad, pelajaran kedua dirinya akan meminta izin untuk pulang, tidak enak badan. Dalam kutipan tersebut, pengarang menggunakan setting waktu dina iki „hari ini‟ yang menjadi penanda peristiwa ketika Astirin bolos sekolah dan berencana pergi ke Surabaya dengan naik bus.
e) Dhek wingi (kemarin) Pengarang menampilkan latar waktu yaitu dengan frasa dhek wingi yang mengacu pada keterangan waktu masa lampau tepatnya kemarin. Dhek wingi di sini mengacu pada peristiwa saat Astirin makan bersama Samsihi dan mengingat kembali kejadian sehari commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebelumnya ketika Samsihi menabrak seorang wanita kaya, yang kini telah tewas dirampok. Terlihat pada kutipan: “Dhek wingi kae sing lanang wis alok, dikira tase dijarah. Wis kuwatir yen bisa uga dirampog. Mesthine dhuwite ya sing ana ing njero sing konclang merga koktabrak wingi!” Astirin mbayangake maneh lelakon wingi kuwi. (H31, P3) Terjemahan: Kemarin itu yang laki-laki sudah bicara, dikira tasnya akan dirampok. Sudah khawatir jika akan dirampok. Seharusnya uangnya yang ada di dalam tas itu yang kamu tabrak kemarin! Astirin membayangkan lagi kejadian kemarin. Keterangan waktu „kemarin‟ digunakan untuk mewakili peristiwa kejadian yang telah lalu. Ketika Samsihi menabrak seorang perempuan kaya. Dan sekarang perempuan itu telah tewas dan beritanya berada di halaman paling depan pada surat kabar. f) Sadurunge serngenge mletek (sebelum matahari terbit) Latar waktu yang ditampilkan pengarang mengacu pada peristiwa pada saat Astirin naik bus Mandala menuju terminal Tulungagung. Terlihat pada kutipan: Sadurunge serngenge mlethek, Astirin wis digondhol bis Mandala meyang Tulungagung, njujug terminal. Mudhun terus bleber oper bis Surya sing katone kena diajak kesusu enggal ninggalake kutha Tulungagung. (H42, P2, K1 dan K2) Terjemahan: Sebelum matahari terbit, Astirin sudah dibawa bus Mandala menuju Tulungagung, berhenti di terminal. Turun lalu ganti naik bus Surya yang kelihatannya bisa diajak lari dengan cepat meninggalkan kota Tulungagung. Lagi-lagi pengarang menggambarkan setting waktu secara abstrak dengan menyebut dini hari. Dini hari merupakan terjadinya commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peristiwa saat Astirin naik bus Mandala menuju Tulungagung dan menuju ke Surabaya. g) Wis jam loro kliwat (sudah pukul dua lebih) Pengarang menggunakan keterangan waktu tersebut dengan menunjuk pada peristiwa disaat Astirin sedang mengelilingi Surabaya bersama Johan Nur. Sambil diajak mengobrol Johan Nur, Astirin melamun membayangkan kondisi di Ngunut dan berpikiran pasti banyak orang akan bingung dan panik karena Astirin menghilang. Terlihat dalam kutipan: Wis jam loro kliwat. Mesthine Pakdhe Mar lan Mbokdhe Nik wis geger nggoleki Astirin. Wis mau, nanging saiki sangsaya geger, marga genah Astirin ngilang, minggat, ora bisa ketemu. (H66, P3, K1-K3) Terjemahan: Sudah pukul dua lebih. Pasti Pakdhe Mar dan Budhe Nik sudah panik mencari Astirin. Sudah dari tadi, tapi pasti sekarang semakin panik, karena pasti telah sadar bahwa Astirin benar-benar menghilang, minggat, tidak ketemu. Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa pada pukul dua lebih waktu siang hari, Astirin sedang bersama seorang lelaki bernama Johan Nur untuk mencari alamat Samsihi. Tanpa menyadari dia telah ditipu oleh Johan Nur. h) Srengenge wis watara suwe ngglewang mangulon (Matahari sudah berada diufuk barat). Latar waktu ditunjukkan pengarang secara abstrak dengan tidak menggunakan penunjuk waktu secara langsung, tetapi melalui penggambaran yaitu matahari. Matahari sudah berada diufuk barat. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menandakan bahwa waktu sudah sore atau menjelang malam hari. Dapat dilihat pada kutipan: Srengenge wis watara suwe ngglewang mangulon, nalika lawang glodhag-glodhag dibukak uwong. Yohan Nur! teka mbukak lawang karo rengeng-rengeng lagu ndhangdhut Cintamu Emas sakwintal sing dinyayekake dening Evi Damayanti, lagu sing lagek ndedel ing awiyat! (H84, P1, K1-K2) Terjemahan: Matahari sudah hampir terbenam di ufuk barat, ketika pintu berbunyi dibuka seseorang. Yohan Nur! datang membuka pintu sambil bernyanyi pelan lagu dhangdhut Cintamu emas sakwintal yang dinyanyikan oleh Evi Damayanti, lagu yang sedang naik daun! Setting waktu yang ditunjukkan pengarang pada bagian ini hampir sama dengan setting waktu nomor tujuh. Bedanya, setting waktu kali ini adalah pada sore hari. i) Adan asyar Pengarang menggunakan frasa adan asyar sebagai penanda waktu bahwa hari sudah petang atau beranjak malam. Terlihat pada kutipan: Nalika keprungu adan asyar, anggone mangan kabeh wis rampung, Astirin dikon adus. Astirin ya ora nulak. Nurut wae. Mlebu kamar arep njupuk ganti. Mak bedhengus, Yohan Nur nyrondhol melu mlebu menyang kamare. (H87, P4)
Terjemahan: Ketika terdengar suara adan asyar, waktu makan sudah selesai, Astirin disuruh mandi. Astirin ya tidak menolak. Menurut saja. Masuk kamar mau mengambil pakaian. Tiba-tiba Yohan Nur ikut masuk ke dalam menuju kamarnya. Hal ini untuk menandai peristiwa ketika Astirin berada di salah satu rumah di kampung Dupak Bangunsari V. Setelah Astirin commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diperkosa, kemudian dia disuruh untuk mandi dan bersiap-siap karena dijanjikan Yohan Nur untuk dipertemukan dengan Samsihi. j) Mengko (nanti) Latar waktu yang menunjuk pada peristiwa yang terjadi dan baru direncanakan. Terdapat pada kutipan: Ah! Wiwit saiki dheweke kudu prayitna, lan mengko mudhun kapal kudu brontak! Kudu grerancang mengkono! Aja nganti ngambah wilayah Malaysia! Mbudidaya metu saka iline nasib. Saiki, utawa ketiwasan! Kosik, mudhun kapal dhisik! (H103, P3) Terjemahan: Ah! Dirinya harus lebih berhati-hati, dan nanti turun dari kapal harus berontak! Harus direncana seperti itu! Jangan sampai melewati wilayah Malaysia! Berinisiatif keluar dari garis nasib. Sekarang, atau tidak sama sekali! Sebentar, turun dari kapal dahulu! Kata „nanti‟ merujuk pada peristiwa ketika Astirin berencana di dalam pikirannya untuk melarikan diri dari para mafia yang hendak menjualnya. Ini merupakan salah satu peristiwa yang penting dalam perjalanan hidup Astirin karena dia berani untuk berjuang keluar dari lubang kesengsaraan.
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
k) Nem sasi kepungkur (enam bulan yang lalu). Latar waktu yang juga digunakan oleh pengarang untuk menerangkan rencana Astirin yang hendak pergi ke Surabaya. Terlihat pada kutipan: Mesthi wae budhale menyang Surabaya saiki beda banget karo enem sasi kepungkur. (H201, P1, K6) Terjemahan: Sudah pasti kepergiannya ke Surabaya sekarang berbeda sekali dengan enam bulan yang lalu. Setting waktu „enam bulan yang lalu‟ merupakan rentang waktu yang lama. Hal ini juga menandakan bahwa Astirin telah meninggalkan kampung halamannya selama kurang lebih enam bulan. Pada waktu itu Astirin datang ke Surabaya dengan keluguan namun kini dia datang dengan kepercayaan diri tinggi dan kewaspadaan. Selanjutnya adalah mengenai latar sosial. Latar sosial dalam novel AM tersebut berbicara mengenai perjuangan perempuan Jawa dalam meraih hak dan kebebasannya. Emansipasi wanita. Dalam novel AM tersebut berlatar belakang tentang kehidupan masyarakat Indonesia jaman dahulu (sebelum era reformasi) dimana perempuan belum sepenuhnya mendapat hak atas hidupnya secara utuh. Masih ditemukannya fenomena kawin paksa atau perjodohan. Hal inilah yang dialami oleh Astirin. Sehingga Astirin melarikan diri ke Surabaya. Kehidupan yang digambarkan oleh pengarang dalam novel AM tersebut berkisar mengenai masyarakat kalangan bawah yang kesulitan commit to user Sebagian orang tetap bertahan dalam mencari kerja maupun penghasilan.
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
dengan menjaga nilai etika dan karakter dalam mencari nafkah walaupun hasilnya sedikit. Namun tidak sedikit pula yang mencari nafkah dengan melupakan etika dan karakter. Seperti Buamin, seorang pemilik bengkel motor yang berprofesi ganda menjadi seorang perampok. Pak Bas dan Yohan Nur berprofesi sebagai pedagang gelap yang memperdagangkan manusia atau TKW untuk diselundupkan ke Malaysia dengan berbohong. Beberapa fenomena yang terjadi menjadikan bumbu dalam cerita tersebut. Fenomena itu pernah terjadi dan pasti ada dalam kehidupan sekarang ini. Latar sosial ditampilkan secara apik oleh sipengarang dan berusaha menggiring pembaca untuk menyelami alam pikiran sipengarang dan kegelisahan sipengarang terhadap problem-problem sosial tersebut. 4). Tokoh Dalam novel AM tersebut, penulis hanya akan menganalisis tokohtokoh yang sering muncul dan berperan penting dalam novel AM. Beberapa tokoh itu antara lain: a) Astirin Astirin adalah tokoh utama. Astirin dilukiskan sebagai seorang yang kurang menjaga penampilannya (cuek) namun dibalik penampilannya itu Astirin adalah seorang yang rajin dan pekerja keras. Pelukisan watak Astirin tersebut menggunakan physical description atau pemerian sifat melalui bentuk lahir pelaku.
Kutipannya sebagai
berikut: (1) Astirin prawn ndesa biyasa, melu mbokdhene sing bakul sega pecel ing desa sisih kidul Kutha Ngunut. Kuwi tata laire. Sandhangane bedinan nggedebroh diwenehi lungsuran saka mbokdhene. Rambute to user shampoo lan jungkat. Gaweane madhul-madhul oracommit tau kambon
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saben dina ngewangi mbokdhene nandangi keperluan uba-rampene wong bakulan sega, ya mepe kayu, nggeneni janganan, nggodhog wedang, ndheplok kacang. Apa wae. Isih kudu tambah nyapu latar lan jogan saben esuk, sadurunge budhal sekolah. (H9, P1) Terjemahan: Astirin perawan desa biasa, ikut budhenya yang berjualan nasi pecel di desa sebelah selatan Kota Ngunut. Itu gambaran umumnya. Pakaiannya sehari-hari besar-besar dan terkesan kedodoran karena memang pakaian bekas budhenya. Rambutnya berantakan karena tidak pernah dishampo maupun disisir. Jari kakinya lebar, pecah-pecah dan sedikit hitam, karena jarangnya dibersihkan. Pekerjaannya setiap hari membantu budhenya menyiapkan segala makanan maupun perlengkapan yang akan digunakan untuk berjualan nasi, ya menjemur kayu, memasak sayuran, merebus air, menumbuk kacang. Apa saja. Masih ditambah menyapu halaman rumah dan seisi rumah setiap pagi, sebelum berangkat sekolah. Perwatakan lain yang dimiliki Astirin, yaitu Astirin merupakan seorang yang memiliki visi yang jelas. Berani bermimpi menjadi penyanyi meski hanya berasal dari keluarga pas-pasan. Pelukisan watak Astirin ini oleh pengarang menggunakan portrayal of thought stream or of conscious thought. Yaitu pelukisan melalui jalan pikiran pelaku atau apa yang terlintas dalam pikirannnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: (2) Astirin dhewe ora rumangsa dadi bocah wadon biyasa. Ora! Dheweke kuwi mbesuk dadi penyanyi. Dadi lintang TV kaya Dewi Yull. Menyanyi ya bisa, main dadi dokter Sartika ya baut. Astirin ora tau gang namatake polah tingkahe Dewi Yull ing TV tanggane. Uga ngematake carane Anggun utawa Nike Ardilla eksyen. Lagulagune diapalake. Mbesuk Astirin kuwi lintang abyor kang kaya mengkono kuwi! (H9, P2, K1-K9) Terjemahan: Astirin sendiri tidak merasa sebagai seorang perempuan biasa. Tidak sama sekali! Dirinya besok akan menjadi seorang penyanyi. Menjadi seorang bintang TV seperti Dewi Yull. Bernyanyi bisa, berperan menjadi dokter Sartika juga bisa. Astirin tidak pernah melewatkan penampilan Dewi Yull di layar TV milik tetangganya. commit to user Juga memperhatikan caranya Anggun atau Nike Ardilla berakting,
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lagu-lagunya dihafalkan. Besok Astrin itu akan menjadi bintang yang bersinar terang seperti itu! Sifat Astirin yang lain, Astirin itu adalah seorang yang berani. Berani lepas dari tali kekang perkawinan yang telah ditujukan kepadanya. Dia berani menolak dan mengambil langkah untuk melarikan diri ke Surabaya. Sendirian. Meski belum pernah bepergian sebelumnya. Kali ini pengarang melukiskan watak Astirin dengan cara Reaction to events. Sifat Astirin tersebut dapat dilihat secara tersirat dalam kutipan berikut: (3) Astirin kudu nyegah dadine kawinan karo Buamin iki! Astirin kudu tumindak! Tumandang! Cancut! Tumindak apa wae sing bisa njugarake kawinan kuwi. Cekake cara kethoprak, Astirin mbalela, ora gelem nuruti printahe pakdhene lan mbokdhene, ora manut karo Buamin kang wis dadi penguwasa sing tuku, ndhuwiti hak uripe Astirin saka pakdhe Marbun lan Mbokdhe Tanik! (H27, P1, K4-K7) Terjemahan: Astirin harus mencegah perkawinan dengan Buamin ini! Astirin harus bertindak! Bergerak! Cepat! Melakukan tindakan apa saja yang bisa membatalkan pernikahan tersebut. Pendeknya jika dalam ketoprak, Astrin mbalela, tidak mau menuruti perintah pakdhe dan budhenya, tidak menurut Buamin yang telah memiliki kuasa membeli, membayar hak hidupnya Astirin dari pakdhe Marbun dan budhe Tanik! Keberanian Astirin juga dibuktikan pada saat dia memutuskan untuk melompat ke dalam laut untuk lepas dari cengkeraman para pedagang gelap TKW. Terlihat pada kutipan berikut: (4) Nalika sepisanan nyemplung banyu, Astirin pancen gupuh kabeh. Sikile kroncalan, wedi klelep. Kecemplunge setengah sengaja, setengah wedi. Pancen kahanane awake gembreges kabeh. Nanging kapan maneh uwal saka rombongan kuwi nek ora saiki? Saiki apa wurung? Saiki ana budidaya, mungkin bisa urip, yen wurung ateges katiwasan salawase urip! Haep-haep tenan. (H112, P1, K1-K8) Terjemahan:
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketika pertama kali masuk ke dalam air, Astirin memang gemetaran semuanya. Kakinya meronta-ronta karena takut tenggelam. Terceburnya setengah disengaja, setengah takut. Memang keadaan tubuhnya sedang kurang fit. Namun kapan lagi bisa lepas dari rombongan itu jika tidak sekarang? Sekarang atau tidak sama sekali? Sekarang ada tindakan, mungkin bisa hidup, jika tidak dilakukan akan sengsara seumur hidup! Keberanian Astirin yang lain adalah tindakannya dalam membongkar perdagangan gelap TKW, kelompok yang sama yang telah menjual Astirin dulu. Terlihat dalam kutipan berikut: (5) Astirin muter nomer sing dijaluk. Ana swara nampani saka kana. Astirin gage muni, “Bratu Suwignyan? Ngene ya, pak. Aku aweh informasi penting. Ing hotel Madusari Jalan Pandegeling, kamar nomer 8, 10, 12, bengi iki lagi dienggo markas calo tenaga kerja peteng. Catheten, pak, nomer 8, 10 lan 12. Sing dadi pengarepe sebutane pak Bas, manggon ing kamar nomer 10. Yen bisa gage gropyoken saiki uga. Marga yen sesuk wis kasep…” (H181, P4, K1K8) Terjemahan: Astirin memutar nomer yang diminta tadi. Terdengar suara tanda telpon diangkat. Astirin langsung saja bicara, “Bratu Suwignyan? Begini ya Pak. Saya berikan informasi penting. Di hotel Madusari Jalan Pandegeling, kamar nomer 8, 10, 12, mala mini sedang dipakai markas calo tenaga kerja gelap. Catat, pak, nomer 8, 10 dan 12. Yang menjadi bosnya sering dipanggil pak Bas, berada di kamar nomer 10. Jika bisa, cepat digrebeg Karena jika besok pasti sudah terlambat. Selanjutnya pengarang juga melukiskan watak Astirin sebagai seorang yang berani. Reaction to events atau reaksinya terhadap peristiwa pemerkosaan yang dilakukan Yohan Nur terhadap dirinya. Setelah Astirin sukses, dia kembali ke Surabaya dan membalas dendam kepada Johan Nur. diceritakan alat kelamin Johan Nur dipotong. Dapat dilihat pada kutipan berikut: (6) Lagu dhangdhutan dibanterake, marga kesenengan lan pakulinane Dulrazak wirama kuwi. Ben para sing ngrungu ngira yen sing commit user nikmati siyaran radio mautoDulrazak! Ora padha sujana sing na
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
njero omah kono Dulrazak kena apa, wong nyatane isih senengseneng ngrungokake radio! Ora ngretia manuke diirisi silet tugel, pucuke ilang. (H191, P3) Terjemahan: Lagu dangdut dibesarkan volumenya, karena kesenangan dan kebiasaan Dulrazak. Agar siapa yang mendengarnya mengira bahwa yang mendengarkan radio itu adalah Dulrazak! Tidak curiga dengan apa yang terjadi di dalam rumah tersebut, karena buktinya Dulrazak masih bersuka ria mendengarkan radio! Tidak tahunya alat kelaminnya sudah diiris dengan pisau cukur, ujungnya hilang. Disisi lain, pengarang juga melukiskan tokoh Astirin sebagai seorang perempuan yang tegar. Hal ini dibuktikan dengan sikap dia dalam menyingkapi segala peristiwa pahit yang menimpanya. Mulai dari kawin paksa, hingga ditipu Yohan Nur, kemudian masih diperkosa. Setelah itu dijual kepada Pak Bas seorang mafia perdagangan gelap TKW. Hingga harus terjun ke Laut untuk menyelamatkan hidupnya. Jika seorang perempuan biasa pastilah memilih untuk bunuh diri atau mengakhiri hidupnya. Namun tidak bagi Astirin. Dia tetap tegar. Menatap hidupnya. Terlihat dalam kutipan: (7) Adhepana masyarakat Bontang kanthi tatag lan teteg, ya, Dhik. Aja tansah uwas. Kowe duwe kekendelan mbethot saka iline lelakon, dakkira bakal duwe kekuwatan kanggo nyagaki uripmu. (H136, P2, K1 dan K2) Terjemahan: Hadapilah masyarakat Bontang dengan mantap dan yakin, ya, Dik. Jangan ragu. Kamu punya keberanian keluar dari aliran nasibmu, aku kira juga punya kekuatan untuk menjaga hidupmu. Juga pada kutipan berikut ini: (8) Urip sing wis daklakoni, sing klakon, pancen kudu daktrimakake kadidene nasib paringane Allah. Nanging uripku bakale, kudu aku sing nduweni kekarepan, aku sing nduwe gegayuhan, lan to user supaya gegayuhanku mau nyenyuwun mringcommit Pangeran,
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diparengake, uga karana kersane Allah. Lan aku emoh urip cengeng nalangsa ketula-tula terus. Aku gemregah ngranggeh gegayuhanku. Aku nyambutgawe. (H177, P3, K6-K10) Terjemahan: Hidup yang sudah saya jalani, yang terjadi, memang harus saya terima sebagai kehendak dari Allah. Tetapi hidupku selanjutnya, harus saya yang mempunyai pengharapan, saya yang punya citacita, dan meminta kepada Tuhan, supaya cita-cita dan harapanku tadi dikabulkan, juga atas kehendak Allah. Dan juga saya tidak mau hidup cengeng nelangsa dan disia-siakan terus. Saya bangkit mengejar cita-citaku. Aku bekerja keras. Ketegaran Astirin diperlihatkannya melalui sikap hidupnya. Melalui cara pandang yang baru untuk tidak mudah menyerah dan berjuang mencapai cita-citanya untuk meraih sukses. b) Samsihi Samsihi adalah cinta pertama Astirin. Samsihi digambarkan sebagai seorang lelaki yang bertanggungjawab, sopan dan bersahaja. Terlihat pada kutipan: (1) “Astirin, Dhik, tresnaku! Yen kowe njaluk daktembung saiki marang wong atuwamu, ayo saiki kita budhal menyang omahmu! Daklamar kowe, saiki!” (H16, P4) Terjemahan: “Astirin, Dik, sayangku! Jika kamu meminta untuk dilamar sekarang menghadap orang tuamu, ayo sekarang kita berangkat ke rumahmu! Kulamar kamu sekarang!” Dalam kutipan tersebut, membuktikan bahwa Samsihi adalah seorang yang bertanggungjawab. Dia berusaha membuktikan kepada Astirin bahwa dia serius akan perkataannya dan janjinya ingin memperistri
Astrin.
mengilustrasikan
Dalam
watak
pelukisan
Samsihi
watak
melalui
ini,
pengarang
perbincangan
atau
conversations of other characters. Selanjutnya rasa tanggungjawab commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga diperlihatkan Samsihi dalam memandang pekerjaannya. Terlihat pada kutipan: (2) “Aku isih ora ngreti wae kekarepanmu! Pokoke aku njaluk sesuk aku tetep bisa nyambut gawe, dhines. Jam kerjaku ing kantor aja diowah-owahi!” (H178, P7) Terjemahan: “Aku masih tidak tahu keinginanmu! Pastinya aku minta besok aku tetap bisa bekerja, dinas. Jam kerjaku di kantor jangan dirubahrubah!” Samsihi juga merupakan seorang yang penyayang. Dibuktikan ketika dia mendengarkan kisah hidup Astirin yang tragis, tidak membuat dia jijik ataupun membenci Astirin. Justru dia sedih dan kasihan. Dia tunjukkan rasa empati dan rasa sayangnya dengan memeluk Astirin. Terlihat pada kutipan: (3) Cek! Krekep! Sengok! Samsihi wis ora kanti maneh ngetokake Astirin crita-crita nglelewa kaya mengkono. Terus wae didekep lan diambungi. (H178, P1) Terjemahan: Cek! Didekap erat! Getir! Samsihi sudah tidak mau lagi membiarkan Astirin menceritakan kejadian itu. Langsung saja dipeluk dan diciumi. Sikap Samsihi ini sangat bertolakbelakang dengan sikap Johan Nur. Meskipun sama-sama seorang lelaki, namun Samsihi lebih bisa menempatkan diri sebagai seorang lelaki yang baik dan bisa menghargai
seorang
perempuan.
Termasuk
sikapnya
dalam
menyayangi Astirin dan bukannya menyiksanya seperti yang dilakukan Yohan Nur.
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Johan Nur Bernama lain Dulrazak atau Abdul Razak. Johan Nur digambarkan sebagai seorang yang pandai bersilat lidah, mudah bergaul, kasar dan tidak bertanggungjawab. Salah satu kutipan yang membuktikan bahwa Yohan Nur adalah seorang yang pandai bergaul dan banyak bicara adalah sebagai berikut: (1) Si Yohan Nur pranyata kanca apik. Grapyak, omonge akeh, nganti Astirin saya ilang bingunge, alon-alon kelindhih kepercayane marang kanca anyar mau. Sugih crita. Bab awake, bab pengalamane. Blater. Yen ora wong apik mangsa gelema crita ngecuprus kaya mengkono ing bis kota kang mesine nggereng seru kuwi. (H56, P4, K1-K4) Terjemahan: Yohan Nur adalah teman yang baik. Ramah, banyak bicara, sampai Astirin tidak kebingungan lagi, pelan-pelan tumbuh kepercayaan terhadap teman barunya itu. Pandai bercerita. Tentang dirinya, tentang pengalamnnya. Lugas. Jika bukan orang baik-baik tidak mungkin mau bercerita kesana-kemari di dalam bus kota yang suara mesinnya terdengar cukup bising itu. Dari kutipan tersebut jelas bahwa Yohan Nur adalah seorang yang pandai bicara. Melalui tokoh bernama Astirin, pengarang juga menggambarkan perwatakan Yohan Nur. hal ini disebut juga dengan reaction of other to character. Sifat lain yang dimiliki Yohan Nur adalah seorang yang pandai berbohong dan seorang yang tidak berkarakter. Terdapat pada kutipan: (2) Edan! Lampu listrik ing kamar kono pancen ora padhang, nanging cukup jelas yen wong lanang sing sak awan mau tansah ngancani dheweke, saiki ndadak nusul turu ing dhipane! Wis wuda! Astirin njenggirat. Gila! Suthik, emoh ngladeni ngungrume wong lanang kuwi. Emoh! Kok kurangajar timen, ta! Astirin gumregah. Polah. Mencolot metu saka dhipan. Wong lanang mau ngguyu. Durung kober mbrabat mlayu metu saka kamar, wis ditubruk, digelut, digrayangi perangan awak kang wadi durung tau dijamah ing to user liyan. Ah, tangan commit nggladhis kang cak cek ora duwe duga. Oh,
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sandhangane diwudhari, repot Astirin nylametake awake. (H77, P6, K1-K8) Terjemahan: Gila! Lampu listrik di kamar itu memang tidak terang, tapi cukup jelas bahwa laki-laki yang seharian tadi menemaninya, menyusul dia ke kamar! Sudah telanjang! Astirin kaget. Jijik! Risih, tidak mau melayani nafsu bejat lelaki itu. Tidak! kenapa kurangajar sekali, sih! Astirin beranjak. Memberontak. Meloncat keluar dari tempat tidur. Lelaki itupun tertawa. Belum sempat lari keluar dari kamar, sudah diterkam, dipeluk, disentuh semua bagian tubuh yang terlarang dan belum pernah dijamah oleh orang lain. Ah, tangan yang kurang ajar menyentuh semuanya tanpa bisa diprediksi. Oh, pakaiannya dilepas, repot Astirin menyelamatkan diri. Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bagaimana perbuatan Yohan Nur
yang tak berkarakter. Dia memperkosa Astirin.
Menyakitinya dan melecehkannya. Tidak berhenti sampai di situ, Yohan Nur juga digambarkan sebagai seorang yang kasar. Hal ini diketahui dari pandangan pelaku lain terhadap Johan Nur. terlihat dalam kutipan: (3) “Dhik! Priye? Kowe ki niyat goleki kangmasmu apa ora?” omonge wong lanang mau songol. Wis beda karo sipate dhek wingi. Ora ngemong maneh, nanging ngakon, mrintah, srengen, nyentak. (H80, P2) Terjemahan: Dik! Bagaimana? Kamu itu berkeinginan mencari kakakmu atau tidak? Kata laki-laki itu kasar. Sudah berbeda dengan sifatnya kemarin. Tidak kebapakan lagi, tetapi memerintah, keras, membentak. Perwatakan Johan Nur yang kasar tersebut juga didukung oleh sikap dan ucapannya. Hal itu terlihat pula pada kutipan berikut: (4) “Priye?! Kowe arep bunuh dhiri? Eh, ora bisa! Kuwi bakal ngrepotake aku! Yen bunuh dhiri aja neng kene!” sentake Johan Nur. untune mringis kaya topenge Buta Cakil maneh. Beda karo dhek wingi, saiki wong kuwi gampang tumindak kasar! (H81, P7) commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Bagaimana?! Kamu mau bunuh diri? Eh, tidak bisa! Itu akan merepotkan saya! Jika mau bunuh diri jangan di sini!” bentak Johan Nur. giginya kelihatan seperti Buta Cakil saja. Berbeda dengan kemarin, sekarang orang itu mudah bertindak kasar! Sungguh sebagai seorang pria, sama sekali tidak ditemukan sisi baik pada dirinya, karena memang inilah yang diangkat pengarang dengan memposisikan Johan Nur sebagai seorang tokoh yang jahat dan tidak berkarakter. d) Buamin Buamin adalah orang yang menjadi alasan Astirin harus meninggalkan rumah dan sekolahnya. Buamin adalah calon suami atas persetujuan paman dan bibinya. Tokoh Buamin diilustrasikan sebagai seorang yang sombong. Dibuktikan dalam kutipan: (1) “…Saiki wis mantep tenan aku, ya kowe kuwi wong wedok sing dakkarepke! Seneng ta, ya, Dhik, bojoan karo aku? Pendheke kowe njaluk sandhangan apa wae dakturuti! Aku ki sugih, lo, Dhik. Kowe ora perlu kuwatir kekurangan bandha urip dadi bojoku!” (H23, P2, K4-K7)
Terjemahan: “…sekarang sudah yakin saya, ya kamu itu perempuan yang saya mau! Senang kan, iya, dik, menikah dengan saya? Singkatnya kamu mau pakaian apa saja pasti saya turuti! Saya itu kaya, lo, dik. Kamu tidak perlu kuwatir kekurangan uang apabila menikah dengan saya!” Ditambah lagi pada kutipan: (2) “Lo, ya kontan, Dhik. Kontan! Iki, aku isih nggawa dhuwit sagebog. Karepku mau yen kowe gelem dakjak blanja, tukua sandhangan sing apik, dakbayar kontan! Lo aku ora sombong, yen mung limang yuta wae aku ana dhuwit. Iki durung sing dakcekelake Hong marga diubetake kanggo maklaran mobil. Yen kuwi daktarik, wo, aku sugih banget! Kowe ra sah kuwatir dadi bojone Buamin, Dhik!” (H25, P4, K1-K7) commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Lo, ya kontan, dik. Kontan! Ini, saya masih membawa setumpuk uang. Maksudnya tadi kalau kamu mau diajak belanja, terserah kamu mau beli pakaian yang bagus, saya bayar kontan! Lo saya tidak sombong, jika hanya lima juta saja saya punya. Belum yang saya pinjamkan Hong karena dipakai untuk makelaran mobil. Jika itu saya ambil, wo, saya kaya sekali! Kamu tidak usah kuwatir menjadi istri Buamin, dik!” Dari kedua kutipan tersebut terlihat sekali bagaimana sifat sombong dari seorang Buamin. Merasa memiliki uang, dia berbicara panjang lebar dan memamerkan kekayaannya kepada Astirin beserta paman-bibinya, tentu saja dengan harapan Astirin akan terpikat dan mau diperistri oleh Buamin. e) Hamdaru Hamdaru dideskripsikan sebagai seorang kapten kapal ferry yang baik hati dan penyayang. Melalui tokoh Astirin, pengarang mendeskripsikan watak Hamdaru atau disebut juga reaction of other to character. Terlihat dalam kutipan: (1) Astirin nyawang Hamdaru, mak brebel aluhe metu. Ora bisa mucap apa-apa, mripate kembeng eluh. Ora kuwat nahan awake, Astirin banjur gapyuk ngrangkul wetenge Hamdaru, tangise disuntak ing dhadhane wong lanang kuwi. Hamdaru pranyata ora mung nggantheng rupane, nanging uga atine! Astirin krasa anget ana ing rangkulane wong lanang kuwi. Ora rumangsa kijenan urip ing donya. Pranyata ing donya degsiya iki isine ana uga uwong kang ambeg welas tanpa pamrih! (H135, P5) Terjemahan: Astirin memandang Hamdaru, seketika itu juga air matanya keluar. Tidak bisa berkata apa-apa, matanya berkaca-kaca. Tidak kuat lagi menahan diri, Astirin langsung memeluk perut Hamdaru, tangisnya ditumpahkan di dada lelaki itu. Hamdaru terbukti tidak hanya tampan wajahnya, tapi juga hatinya! Astirin merasa hangat berada dalam pelukan lelaki itu. Tidak merasa sendirian hidup di dunia ini. Terbukti bahwa di dunia yang serba kacau ini juga ada orang yang masih mau menolong tanpa mengharapkan pamrih. commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Melalui tokoh Astirin tersebutlah diketahui tentang sifat seorang Hamdaru. Hal ini tentu saja keluar dari dalam hati Astirin yang merasa nyaman dengan perlakuan Hamdaru. Hal itu didukung pula melalui conversation of other character. Yaitu pada kutipan percakapan Hamdaru dengan Astirin. Kutipanya sebagai berikut: (2) “Adhepana masyarakat Bontang kanthi tatag lan teteg, ya, Dhik. Aja tansah uwas. Kowe duwe kekendelan mbethot saka iline lelakon, dakkira bakal duwe kekuwatan kanggo nyagaki uripmu. Aku mung bisa mituturi kowe, nanging ora bisa tansah ngancani kowe. Kuwi mesthi dilakoni saben manungsa. Urip kanthi rekadayane dhewe. Dadi aja cilikan aten sanajan kowe mung ijen tanpa rowang!” gremeng-gremeng Hamdaru karo ngusek-usek rambute Astirin sing nempel ing dhadhane. (H136, P2) Terjemahan: “Hadapilah masyarakat Bontang dengan tegar dan berani, ya, dik. Jangan sampai menyerah. Kamu punya keberanian keluar dari aliran nasib, saya kira juga akan punya kekuatan untuk membentengi hidupmu. Saya hanya bisa memberikan nasihat, tapi tidak bisa selalu menemani dirimu. Itu pasti dilakukan oleh setiap manusia. Hidup dengan usahanya sendiri. Jadi janganlah kamu merasa kecil hati meskipun kamu hanya sendiri tanpa teman!” Hamdaru berbicara pelan sambil mengusap-usap rambut Astirin yang menempel di dadanya. Dari kutipan tersebut juga diketahui bahwa Hamdaru tidak hanya penyayang, tetapi dia juga seorang yang bijaksana dan perhatian. Hal itu ditunjukkannya ketika hendak melepas Astirin pergi ke Bontang. Dia membekali Astirin dengan nasihat-nasihatnya yang memang dipegang betul oleh Astirin. f) Sahudin Sebagai seorang nahkoda kapal, Sahudin dideskripsikan sebagai seorang yang berbudi baik dan penyayang. Terlihat pada kutipan:
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Yen kowe arep urip kang jejeg, aja mung mergawe apa sing koksenengi. Luwih becik nglakonana sing kowe rekasa, nanging bisa nyenengake wong liya, sing dibutuhake wong liya. Yen wong liya wis butuh kowe, kuwi kowe bakal bisa urip seneng. Kowe ora gumantung marang wong liya, nanging wong akeh gumantung marang kowe! Kowe seneng menyanyi, aja mung menyanyi ing panggone wong Bontang kang kepengin mangan enak. Luwih becik peksanen kowe mangsak panganan kang enak, sanajan mangsak mono rekasa kanggomu. Ngerti karepku?” (H136, P8) Terjemahan: “Jika kamu mau hidup yang tegak, jangan hanya bekerja apa yang kamu sukai. Lebih baik bekerjalah yang kamu anggap itu berat, tetapi bisa menyenangkan orang lain, yang dibutuhkan orang lain. Jika orang lain sudah butuh kamu, itu tanda bahwa kamu bisa hidup senang. Kamu tidak bergantung pada orang lain, tetapi orang lainlah yang bergantung pada kamu! Kamu suka menyanyi, jangan hanya menyanyi di tempat orang yang suka makan enak saja. Lebih baik, paksalah dirimu memasak masakan yang enak, meskipun memasak itu pekerjaan sulit untuk mu. Mengerti maksudku?” Tidak hanya itu saja, dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Sahudin adalah seorang yang sudah dewasa dalam pemikiran. Bersifat kebapakan dan mengayomi. Hal ini dirasakan benar oleh Astirin. Kata-kata Sahudin merasuk ke dalam hatinya dan dia merasakan kehangatan seorang ayah. g) Ibu Mirenani Tokoh Mirenani diilistrasikan oleh pengarang sebagai seorang pemimpin atau atasan yang bijaksana. Dengan tidak semena-mena terhadap bawahan dan memberikan kebebasan bawahannya untuk berkarya dan menjadi sukses. Kutipannya sebagai berikut: (1) “Ya sokur yen atimu tata lan narima kaya mengkono, Jeng. Saiki, wong ya aku wis weruh ketrampilanmu lan aku butuh, yen kowe niyat gelem mbiyantu aku, ya melua kene wae. Nanging ya kuwi, kahanane prasaja kaya ngene iki. Kowe mengko bisa manggon kumpul Nastiti utawa Untari. Dene yen suwaramu apik lan commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepengin dadi penyanyi, mengko kanca-kancamu rak bisa ngrenahake.” (H144, P2) Terjemahan: Ya syukurlah jika hatimu tabah dan sabar seperti itu, mbak. Sekarang, karena saya juga sudah tahu ketrampilanmu dan saya membutuhkan, jika kamu berniat mau membantu saya, ya ikutlah denganku di sini. Tetapi ya itu, keadaannya seperti ini. Kamu nanti bisa berkumpul dengan Nastiti atau Untari. Dan apabila suaramu merdu dan ingin menjadi penyanyi, nanti teman-temanmu pasti bisa mengarahkan.” Bu Mirenani juga digambarkan sebagai seorang yang baik hati, atasan yang memperhatikan bawahannya dan senang apabila bawahannya sukses. Terlihat pada kutipan: (2) Bu Mir pancen duwe sipat nguja para andhahane. Dene kepriye cara uripe, klakuane, pepenginane saluware wewengkon anggone padha nyambutgawe, gumantung marang para andhahan mau. Bu Mir ora wenang nglarang lan utawa ngalangi. Paling ya mung ngandhani utawa mituturi kepriye becike. Malah yen para klerehane kuwi bisa sukses, Bu Mir tansah aweh dalan jembar. Astirin duwe pepinginan dadi penyanyi, Bu Mir uga aweh kelonggaran kang bawera marang dheweke. Bu Mir seneng yen anak buahe sukses nglakoni uripe. (H147, P6) Terjemahan: Bu Mir memang suka memberi kebebasan kepada bawahannya. Bagaimana cara hidupnya, kelakuannya, keinginannya di luar pekerjaannya, tergantung mereka sendiri. Bu Mir tidak berhak melarang dan atau menghalangi. Dia hanya memberi nasihat dan masukan bagaimana baiknya. Bahkan jika para bawahannya itu bisa lebih sukses, Bu Mir dengan senang hati memberikan jalan yang lebar. Astirin berkeinginan menjadi penyanyi, Bu Mir juga memberikan kebebasan yang luas kepada dirinya. Bu Mir suka jika anak buahnya sukses dalam hidup. Dari beberapa kutipan tersebut, Bu Mirenani selain dikatakan sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan baik hati. Dia juga adalah sosok seorang perempuan yang tenang dan berwibawa. Hal ini dapat dilihat
dari
sikap
menghargainya.
para
bawahannya
commit to user
yang
begitu
hormat
dan
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
5). Sudut Pandang (point of view) Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut pandang merupakan posisi pencerita dalam sebuah cerita, jadi di dalam novel AM tersebut Suparto Brata yang sebagai pencerita atau pengarang, apabila dilihat dari sudut pandang maka dia bertindak sebagai orang ketiga. Dikatakan sebagai orang ketiga karena dirinya tidak muncul dalam cerita namun dia adalah orang yang serba tahu. Dia menceritakan tentang kehidupan Astirin mulai dari Ngunut sampai berpetualang ke Surabaya, Nunukan, Tarakan hingga Bontang. Sebagai contohnya terlihat pada kutipan berikut. Emake ing ngomah ora tau nyambutgawe. Dolanaaan wae karo Astirin. Dikudang, diura-urakake, dikeloni, didongengi. Ah, seneng banget kumpul saomah karo emak! Rupane ayu, lelewane medoki, pangrengkuhe marang Astirin anget. Ambune wangi. Kerep wae Astirin ngonangi emake ngadisalira, awake sakojur dilulur wedhak kuning. Emake tansah dandan, sanajan ana ngomah. Nganggoa daster ya sing apik, rambute tansah dilengani. Gelang kalunge ora tau cucul saka awake. Apa maneh yen lunga, macake mlithit, rambute digelung alus, kebayake sutra model anyar, jaritan wiron. Ajegan lungane wayah sore utawa surup, dipapag nganggo sepedhah montor dening wong lanang. Malah kerep banget nganggo mobil. Terus, sok nganti pirang-pirang dina Astirin ora ketemu emake. (H45, P2) Terjemahan: Ibunya di rumah tidak pernah bekerja. Bermaiiiin saja dengan Astirin. Dihibur, diajak bercanda, dipeluk, didongengkan. Ah, senang sekali berkumpul serumah dengan ibu! Wajahnya cantik, lemah lembut, sangat hangat apabila meghadapi Astirin. Baunya harum. Kerap kali Astirin melihat ibunya telanjang, seluruh badannya diluluri dengan bedak warna kuning. Ibunya selalu bersolek, meskipun sedang di rumah. Apabila memakai daster ya yang bagus, rambutnya tak lupa diminyaki. Gelang kalungnya tidak pernah lepas dari badannya. Apa lgi jika pergi, bersolek, rambutnya disanggul halus, kebayanya sutra model terbaru, kebaya wiron. Biasanya pergi pada waktu sore hari, dijemput dengan sepeda motor oleh laki-laki. Bahkan sering sekali dengan mobil. Lalu, terkadang sampai beberapa hari Astirin tidak bertemu ibunya. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Semuanya diceritakan sesuai dengan keinginan si pencerita. Si pencerita mengetahui dengan detail di setiap kejadiannya dan mampu mengetahui isi hati para tokoh-tokohnya. Oleh karena itu maka dapat dipastikan bahwa sudut pandang yang digunakan dalam novel AM adalah sudut pandang orang ketiga.
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3 Bagan cerita Astirin Mbalela
commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Novel Clemang-clemong 1). Tema Novel CC menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga. Terlebih seorang anak kecil yang telah ditinggal mati oleh ibunya dengan umur yang masih sangat kecil. Dia harus kehilangan kasih sayang ibunya dan dituntut untuk ikut memilih calon istri bagi ayahnya yang otomatis menjadi calon ibu baru baginya. Dengan banyaknya kasus ibu tiri maupun ayah tiri yang menyiksa anaknya dewasa ini, novel CC ini menjadi sebuah cerminan tersendiri. Sebuah wacana yang cocok buat perenungan. Sering sekali apa yang berkembang dalam masyarakat tentang ayah dan ibu tiri dimana mereka kurang bisa bertanggungjawab terhadap anaknya. Image yang telah melekat pula, misalnya tentang Ibu tiri yang lebih menyayangi anak kandungnya dibandingkan dengan anak tirinya. Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel CC bertemakan kesetiaan. Kesetiaan Jujur sebagai seorang perempuan yang mencintai Sunar Pribadi.
2). Alur Secara umum alur novel CC termasuk ke dalam alur maju. Karena menceritakan kejadian mulai dari awal kepergian mbak Jujur lalu meninggalnya Worontinah ibu Abyor hingga bertemu kembali dengan mbak Jujur. Dalam suatu karya sastra kejelasan alur dinilai penting karena alur akan mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan. commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan teori alur Sugihastuti, alur dalam novel CC dibagi menjadi 5 tahapan. Yaitu: a) Situation (pengarang mulai melukiskan keadaan) Tahap ini pengarang mengawali cerita dengan memperkenalkan tokoh bernama Abyor. Abyor adalah seorang anak kecil berumur sekitar empat tahun yang dijadikan tokoh utama dalam novel tersebut. Diawali dengan kebiasaan Abyor sehari-hari. Penjelasan tentang suasana lingkungan rumah dan sekitarnya juga keadaan keluarganya. Mulai dari Yang Tri, mbok Jum, Ibunya Worontinah dan bekas pembantunya yang telah pergi Mbak Jujur. Diceritakan setelah kepergian Jujur, Abyor merasa sendirian dan kehilangan karena memang sejak masih bayi hingga sekarang dia diasuh oleh Jujur. Ibunya Worontinah tidak bisa apa-apa karena terbaring sakit di tempat tidur. Cerita berlanjut ketika Worontinah akhirnya meninggal dunia. Namun sebelumnya telah berpesan kepada Abyor untuk ikut mencarikan penggantinya sebagai seorang Ibu dan istri bagi ayahnya. b) Generation Circumstances (peristiwa mulai bergerak) Peristiwa selanjutnya mulai bergerak, Abyor dan Eyang Tri mencari ibu baru. Calon-calonnya adalah mbak Nora, mbak Wulan dan bulek Ratu. Tentu saja dengan kekhasan mereka sendiri berlomba-lomba untuk menaklukkan hati Sunar Pribadi. Terlebih lagi Sunar Pribadi adalah seorang lelaki yang masih muda, tampan dan kaya. Sehingga membuat wanita disekelilingnya menaruh hati kepadanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
c) Rising Action (keadaan mulai memuncak) Keadaan mulai memuncak yaitu ketika semua calon itu ternyata tidak sesuai dengan keinginan hati dari Sunar Pribadi, Abyor dan juga Eyang Tri. Yang Tri yang semula memihak kepada bulek Ratu tiba-tiba menjadi tidak suka karena sifat Ratu yang suka berprasangka buruk terhadap orang lain. Selanjutnya ditengah peristiwa-peristiwa itu munculah Worontinah dihadapan keluarganya beberapa kali baik kepada Abyor, Sunar Pribadi maupun Yang Tri. d) Climax (keadaan mencapai klimaks atau mencapai puncaknya) Pengarang menggambarkan keadaan yang mencapai klimaks ketika terungkap tentang kasus pengusiran mbak Jujur, dimana Yang Tri sangat marah dan benci sekali dengan Jujur karena perbuatannya. Apalagi ditambah dengan ditemukannya cek sebesar dua puluh lima juta rupiah yang dialamatkan ke Ngunut tempat Jujur tinggal. Persitiwa berlanjut dengan disertai penampakan-penampakan arwah Worontinah yang menimbulkan banyak pertanyaan. Tentang ketidaksetujuan Yang Tri dengan calon bernama Wulan yang ternyata juga atas keinginan Worontinah. Diceritakan perbuatan Yang Tri yang sampai harus marahmarah di tengah jalan untuk memisahkan Wulan dengan Sunar Pribadi. Juga bulek Ratu yang juga karena campur tangan Worontinah. e) Denounement (pemecahan persoalan-persoalan dari semua peristiwa) Akhir cerita pengarang memberikan suatu uraian untuk mengakhiri semua peristiwa dari cerita yang telah diciptakan. Diceritakan Abyor dan kelaurganya bersama bulik Ratu piknik ke Popoh. Sepulang dari sana, commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Yang Tri yang ketiduran tiba-tiba bangun karena bermimpi bertemu Worontinah dan Jujur. Hal itulah yang mengingatkan Abyor untuk berkunjung ke rumah Jujur. Keempatnya pun sepakat untuk pergi ke sana. Singkatn cerita setelah bertemu Jujur, Yang Tri menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada Jujur. Semua peristiwa tentang pengusirannya dahulu, tentang penyebab da alas an Yang Tri terungkap semua. Juga tentang kehadiran anak Jujur bernama Wangi Sriningbumi yang ternyata adalah anak dari Sunar Pribadi. Serta uang senilai dua puluh lima juta yang dikirim ke Ngunut ternyata adalah uang untuk Jujur yang diujudkan menjadi sebuah took pakaian dan makanan. Selanjutnya Yang Tri pun meminta pertimbangan Sunar Pribadi dan Jujur apakah mau jika dinikahkan. Keduanya pun setuju dan Yang Tri sendirilah yang melamar Jujur.
3). Latar Ada tiga latar dalam sebuah karya sastra, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Dalam novel CC akan dijelaskan tentang beberapa latar yang terdapat dalam novel tersebut. Pertama adalah latar tempat. Dalam novel CC tersebut terdapat banyak latar tempat diantaranya: a) Cedhak dreswar (dekat tempat bersolek) Merupakan tempat Abyor sering bermain semenjak ditinggal oleh mbak Jujur. Terletak di kamar Ibunya, Worontinah. Terlihat pada kutipan: commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Abyor nggelar Koran ing cedhak dreswar, dolanan mantenmantenan utawa anak-anakan. Boneka Novi lan golekan Endhang tansah ngancani. (H276, P1) Terjemahan: Abyor membuka Koran dan menatanya unutk dijadikan tempat bermain nikah-nikahan atau anak-anakan. Boneka Novi dan temannya Endang selalu menemani. Seperti terlihat pada kutipan tersebut di atas, setting tempat yang dimaksud merupakan bagian dari kamar Worontinah yang sering digunakan Abyor untuk bermain sembari menemani ibunya. Semenjak ibunya sakit dan mbak Jujur pergi, maka Abyor lebih sering menghabiskan waktunya di kamar ibunya. b) Kantor Samudra Surya Raya Adalah tempat Sunar Pribadi bekerja. Di tempat itulah Abyor kini berada. Semenjak ibunya meninggal, Abyor lebih memilih ikut ayahnya bekerja daripada berada di rumah dengan Yang Tri ataupun mbok Jum. Diceritakan pada suatu ketika Abyor secara tidak sengaja melihat sekretaris ayahnya mbak Nora berpelukan dan berciuman dengan lelaki asing, padahal pada waktu itu Nora berencana dan berharap akan dijadikan istri Sunar Pribadi. Keterangan tentang latar tempat kantor Samudra Surya Raya dapat dilihat pada kutipannya berikut: Ing kantor Samudra Surya Raya wis akeh pegawai sing kenal Abyor. Abyor seneng dolanan munggah-mudhun ing kantor sing jogane panggung loro kuwi. Yen kesel ing kamare bapake, Abyor metu, terus mudhun menyang jogan ngisor. (H288, P1, K1-K3) Terjemahan: Di kantor Samudra Surya Raya sudah banyak pegawai yang kenal dengan Abyor. Abyor suka bermain naik turun di kantor yang gedungnya bertingkat dua itu. Jika capek di ruangan ayahnya, user bawah. Abyor keluar, lalu commit turun ketolantai
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa Sunar Pribadi memang bekerja di situ. Hal ini ditandai pula dengan banyaknya karyawan yang sudah hafal dengan Abyor karena seringnya main di kantor ayahnya. c) Omahe Abyor (rumahnya Abyor) Merupakan tempat tinggal Abyor sekeluarga bersama Yang Tri dan ayahnya Sunar Pribadi yang terletak ditengah komplek perumahan elit di daerah itu. Terlihat pada kutipan: Omahe Abyor kuwi mapan ing perumahan becik. Lurunge gedhe amba. Nanging mujudake kompleks kanthong sing kinurung, ora kena dienggo dalan tembusan liwat menyang kompleks liyane. Dadi lurung tetep ora rame, sing nganggo mung wong-wong sing arep mlebu metu menyang komplek kono thok. Supaya aman, mlebu-metu kompleks liwat lurung siji sing dijaga hansip. Dadi ing wayah esuk mengkono, kahanane tetep sepi, sing liwat mung mobil-mobil sing padha manggon ing kompleks kono. (H311, P3, K1-K6) Terjemahan: Rumahnya Abyor itu bertempat di perumahan yang bagus. Jalannya luas dan lebar. Tetapi mengesankan sebuah kompleks tertutup berbentuk U, tidak bisa dipakai sebagai jalan pintas menuju komplek lainnya. Jadi jalannya tetap tidak ramai, yang memakai hanya orang-orang yang mau keluar-masuk ke kompleks itu saja. Supaya aman, masuk-keluar kompleks melewati jalan satu yang dijaga oleh hansip. Jadi jika masih pagi seperti itu, keadaan tetap sepi, yang lewat hanya mobil-mobil yang tinggal di kompleks itu. Rumah Abyor merupakan salah satu setting tempat yang berperan penting dalam cerita ini, karena hampir di setiap kejadian atau peristiwa penting terjadi di tempat ini.
commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Prapatan (perempatan jalan) Merupakan latar tempat yang digunakan oleh pengarang untuk melukiskan tempat dan keadaan pada waktu Yang Tri marah-marah kepada Sunar Pribadi dan terutama kepada mbak Wulan. Terlihat pada kutipan: Weruh montore anake teka, Yang Tri banjur ndhaplang-ndhaplang kaya pulisi lalu-lintas tugas ing tengahe prapatan. Bareng montore mandheg, Yang Tri nyedhaki Pak Sunar karo muni-muni, “Sunar! Ayo mudhun! Ora prelu budhal nyang kantor nggawa-nggawa wong wedok liya! Kowe ki rak wis tunangan!? La kok arep slingkuh karo wong wedok liya! Ayo, kon mudhun, wong wedok kuwi! Ora oleh kowe renteng-renteng neng lurung kaya ngono kuwi…!” (H311, P6) Terjemahan: Melihat mobil anaknya datang, Yang Tri lalu merentangkan tangannya sudah mirip dengan polisi lalu-lintas saat bertugas di tengah perempatan jalan. Ketika mobil berhenti. Yang Tri mendekati Pak Sunar sambil marah-marah, “Sunar! Ayo turun! Tidak perlu berangkat ke kantor dengan membawa perempuan lain! Kamu itu kan sudah tunangan!? Lha kok mau selingkuh dengan wanita lain! Ayo, disuruh turun, perempuan itu! Tidak boleh kamu berduan dengan perempuan itu di jalan seperti ini…!” Perempatan jalan ini terletak tidak jauh dari rumah Abyor. Pada waktu itu hal yang tidak diinginkan terjadi, yaitu Yang Tri yang marah-marah melihat anaknya dengan Wulan. Marah-marah tanpa kendali hingga menarik perhatian orang banyak. e) Sarean (tempat pemakaman) Merupakan tempat pemakaman Worontinah yang tepatnya berada di daerah Mojokerta. Peristiwa pemakaman Worontinah diikuti oleh Abyor sekeluarga juga para kerabat dan beberapa tamu undangan seperti mbak Nora dan mbak Wulan. Kutipannya sebagai berikut: commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Layon ora mlebu Kutha Mojokerto. Liwat dalan lore Kali Brantas terus wae mangulon, terus menggok manengen. Ngliwati Desa Gedek, terus ana papan pasarean jejer-jejer ing kono. Nalika mobil-mobil pelayat pada mandheg, Lancer putih mandheg persis ngarep sarean. (H263, P3, K1-K4) Terjemahan: Jenasah tidak masuk kota Mojokerto. Lewat jalan utara sungai Brantas lalu menuju ke barat, lalu belok ke kanan. Melewati desa Gedek, kemudian terdapat tempat pemakaman berjejer disitu. Ketika mobil-mobil pelayat semua sudah berhenti, Lancer putih berhenti tepat di depan makam. Dalam kutipan tersebut sebenarnya menyebutkan beberapa tempat yang dilewati rombongan jenasah dan pelayat, seperti „lewat jalan utara sungai Brantas‟ kemudian „melewati desa gedek‟. Namun peneliti mengambil tempat tujuannya saja yaitu di makam. Karena menganggap makamlah yang merupakan setting tempat penting dalam peristiwa itu. f) Ing kolah (di kamar mandi) Latar tempat kembali digunakan pengarang kali ini dengan meminjam kata kolah atau kamar mandi. Terlihat pada kutipan: WAYAH esuk, isih umun-umun Abyor wis cibar-cibur grujug banyu anget ing kolah. Wis kaping-kaping ora kanti selane Mbok Jah utawa Yang Tri. Adus dhewe cibar-cibur, ndang rampung, ndang dandan. (H279, P1) Terjemahan: Pagi buta, masih remang-remang Abyor sudah mandi dengan air hangat di kamar mandi. Sudah berkali-kali tidak sabar lagi menunggu luangnya Mbok Jah atau Yang Tri. Mandi sendiri, cepat selesai, segera bersolek. Di „kamar mandi‟ merupakan salah satu setting tempat yang digunakan pengarang untuk mejelaskan tentang tempat Abyor mandi. Seperti yang terlihat pada kutipan di atas, bagaimana sikap Abyor yang commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak sabaran menunggu dimandikan oleh Eyangnya, sehingga dia berinisiatif mandi sendiri. g) Koploh Latar tempat yang dimaksud sebenarnya adalah Popoh. Diceritakan bahwa meski sudah dikatakan berkali-kali oleh pelaku lain, Ratu Pertiwi tetap saja keliru dalam menyebut Popoh dengan kata Koploh. Latar tempat yang dimaksud terlihat pada kutipan: “Ooo, KOPLOH ki jebule pinggir segara! Wih, ramene kok kaya ngene! Wong kok kaya semut arep pindhah leng! Iki mengko nggon wisatane sisih endi?” wiwit mudhun montor Bulik Ratu wis criwis. Ketara owel karo papan tujuane. (H362, P1) Terjemahan: “Ooo, KOPLOH itu ternyata dipinggir laut! Wuih, ramainya kok seperti ini! Orang-orang itu terlihat seperti semut mau berpindah lubang! Ini nanti tempat wisatanya sebelah mana?” mulai turun dari mobil Bulik Ratu sudah cerewet sekali. Terlihat berbeda dari bayangannya. Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Popoh atau Koploh itu adalah pantai atau tempat berekreasi keluarga yang terletak dipinggir laut. Pada waktu itu keluarga Sunar Pribadi dan Ratu Pertiwi mempunyai waktu luang dan berlibur ke sana. h) Toko Sekarbumi Latar tempat tersebut digunakan pengarang untuk menandai akhir dari lika-liku peristiwa yang digambarkan sejak awal. Latar tempat tersebut merupakan tempat Jujur tinggal dan berusaha membesarkan anaknya dengan membuka toko pakaian dan makanan dengan menggunakan uang pemberian Worontinah dan Sunar Pribadi. Terdapat pada kutipan: commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ana angkutan umum muter mbalik, bapake Abyor terus wae melumelu. Sabanjure sing dituju Toko Sekarbumi. (H390, P6) Terjemahan: Ada angkutan umum berputar kembali, ayahnya Abyor langsung saja ikut-ikutan. Selanjutnya yang dituju Toko Sekarbumi. Kemudian didukung lagi oleh paragraph selanjutnya. Deskripsi fisik toko Sekarbumi. Terlihat pada kutipan: Toko kuwi cukup gedhe, omber bawera, dodolane ketoke pepak. Ana dodol jajanan, roti, rokok, nginuman ing sisih pinggir wetan ngarep. Ing kene rada rupeg, akeh barange sing didhasar sanajan diwadhahi ing bufet kaca resik. Rinasa riyel. Sisiha ngono sing didhasar bangsane buku tulis, campur dolanan lan kebutuhan rumah tangga sing wujud barang sing ora rekah, barang klonthong. Katon rada regeng marga lagi dhong ana sing tuku lan ngiras ngombe bangsane teh botol. (H390, P7) Terjemahan: Toko itu cukup besar, luas, barang yang dijual pun kelihatan komplit. Menjual aneka makanan, roti, rokok, minuman di sisi luar depan toko sebelah timur. Di sini sedikit penuh, banyak barang dagangannya yang di pamerkan meskipun ditaruh di buffet dengan kaca bening. Terlihat penuh. Sampingnya yang dipajang adalah buku tulis, campur dengan mainan dan kebutuhan rumah tangga yang berujud barang yang tidak gampang pecah, barang plastik. Terlihat agak ramai karena memang sedang banyak yang membeli dan minum minuman seperti teh botol. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa toko Sekar Bumi merupakan toko yang cukup besar dan luas. Menjual berbagai kebutuhan hidup seperti makanan, minuman dan pakaian. Selain itu juga menjual kebutuhan rumah tangga yang berwujud barang yang tidak gampang pecah.
commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah selesai menganalisis setting tempat selanjutnya adalah setting waktu. Dalam novel CC terdapat banyak setting waktu yang ditampilkan oleh pengarang untuk mendukung alur cerita sehingga menjadi mudah dipahami. Beberapa setting waktu yang penulis tampilkan antara lain: a) Esuk-esuk (pagi-pagi) Merupakan latar waktu yang ditampilkan pengarang untuk mengawali kisah Abyor dan keluarganya. Keterangan waktu tersebut mewakili kegiatan Abyor yang setiap pagi hampir dilakukannya secara rutin. Terlihat dalam kutipan: ESUK-ESUK, kaya padatan, Abyor dolanan manten-mantenan ing kamare ibune. Wayah mono kuwi sing paling nyenengake. Dheweke bisa nglela-lela golek-golekane supaya turu. Nganggo dinyanyeake barang. Lagune, “Naaa bobo, diminaaa bobo … Yen ora bobo, dicakot nyamuuuk …!” (H211, P1) Terjemahan: Pagi-pagi, seperti biasanya, Abyor bermain nikah-nikahan di kamar ibunya. Jam segitu itu yang paling menyenangkan. Dirinya bisa meninabobokan bonekanya supaya tidur. Pakai dinyanyikan segala. Lagunya, “Naaa bobo, diminaaa bobo … Kalau tidak bobo, digigit nyamuuuk …!” Setting waktu yang digunakan menandai kegiatan Abyor sehari-hari sebelum ibunya meninggal yaitu bermain di kamar ibunya dengan ditemani oleh kedua bonekanya. b) Isih bengi (masih malam) Salah satu latar waktu yang ditampilkan pengarang secara abstrak, karena tidak menunjukkan satuan waktu yang pasti. Isih wengi atau masih malam. Terlihat pada kutipan: commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Isih bengi, embuh jam pira, Abyor nglilir. Embuh, ngrasa ora kepenak. Anggone turu ngrasa kelendhet wong liya. Dhisike dikira Mbak Jujur. Yen Mbak Jujur sing nglendheti, Abyor seneng. Abyor terus ndeselke irunge ing susune Mbak Jujur. Genduk-genduk anget. Ambune sedhep. (H250, P6, K1-K7) Terjemahan: Hari masih malam, entah pukul berapa, Abyor bangun. Tidak tahu, merasa tidak nyaman. Tidurnya merasa diganggu, tubuhnya didesak seseorang. Tadinya dikira Mbak Jujur. Jika Mbak Jujur yang mendesak, Abyor senang. Abyor terus saja gentian mendekatkan hidungnya ke payudaranya Mbak Jujur. Empuk dan hangat. Aromanya harum. Dapat pula ditafsirkan sekitar tengah malam. Merupakan latar waktu yang mewakili peristiwa ketika malam pertama meninggalnya ibunya Abyor. Pada waktu itu Abyor sedang tidur dan terbangun karena terkena desakan dari tubuh bulik Ratu yang juga sedang tidur di dekatnya. c) Awan-awan (siang hari) Merupakan keterangan waktu yang menunjukkan peristiwa penemuan resi tanda pengiriman uang sebesar dua puluh lima juta rupiah di kamar Worontinah. Ditemukan oleh bulek Ratu dan Yang Tri. Terdapat pada kutipan: Awan-awan dhong sepi, Yang Tri ngajak Bulik Ratu dhudhahdhudhah lemarine ibune Abyor. Satemene barang-barange ibune Abyor ya wis padha didhudhahi lan dibagi-bagi entek. Nanging isih ana wae barang sing durung ketanganan. Saiki sing didhudhahi bangsane kertas-kertas lan foto album. Sajake ibune Abyor sithik-sithik ya nyimpen dhokumen pribadi. (H275, P2) Terjemahan: Pada saat siang hari suasana sedang sepi, Yang Tri mengajak Bulik Ratu membongkar lemari milik ibunya Abyor. Sebetulnya barangbarang milik ibunya Abyor juga sudah banyak yang dibongkar dan dibagi-bagi. Namun masih ada saja barang-barang yang masih tersisa. Sekarang yang sedang dibongkar adalah barang-barang commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berupa kertas-kertas dan foto album. Sepertinya tidak sedikit pula ibunya Abyor juga menyimpan dokumen pribadinya. Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa setting waktu „siang hari‟ adalah saat Yang Tri dan Ratu membongkar barang-barang peninggalan Worontinah yang berada di dalam lemari pakaiannya. d) Wayah esuk, isih umun-umun (pagi buta, masih remang-remang) Merupakan latar waktu yang menunjukkan kegiatan Abyor saat sedang mandi karena ingin ikut ayahnya pergi ke kantor. Terlihat pada kutipan: WAYAH esuk, isih umun-umun Abyor wis cibar-cibur grujug banyu anget ing kolah. Wis kaping-kaping ora kanti selane Mbok Jah utawa Yang Tri. Adus dhewe cibar-cibur, ndang rampung, ndang dandan. (H279, P1) Terjemahan: Pagi buta, masih remang-remang Abyor sudah mandi dengan air hangat di kamar mandi. Sudah berkali-kali tidak sabar lagi menunggu luangnya Mbok Jah atau Yang Tri. Mandi sendiri, cepat selesai, segera bersolek. Latar waktu ini menunjukkan tentang kegiatan Abyor pada waktu mandi pagi, seperti terlihat pada kutipan di atas. Abyor bergegas mandi karena ingin ikut ayahnya pergi ke kantor. e) Isuk umun-umun, durung setengah enem (pagi buta, belum ada setengah enam). Latar waktu yang sama kembali dimunculkan pengarang yaitu pagi buta. Dapat dilihat pada kutipan: ISUK umun-umun, durung setengah enem, bel tilpun muni, kkrrringg!! (H303, P1) Terjemahan: Pagi buta, belum ada setengah enam, suara telpon berbunyi, commit to user kkrrringg!!
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pada pagi hari, dengan jam belum menunjukkan setengah enam. Keluarga Abyor menerima telpun. Tentu saja peristiwa ini terjadi masih sangat pagi karena terdapat kata „isih umun-umun‟ masih pagi buta. f) Jam sanga theng (pukul Sembilan tepat) Merupakan latar waktu yaitu pukul sembilan malam untuk menandai selesainya acara peringatan seratus hari kematian ibunya Abyor. Terlihat pada kutipan: Jam sanga theng wacan-wacan lan dhadhar-dhadharan wis padha rampung. Para santri pamit mulih, diterake kendharakan. Marga kendharakane cumpen wong loro, dadi ya diambal, dibolan-baleni. Sasuwene Oom Bonar Siregar lan Pak Sunar ngeterake para santri, Pakdhe Mojokerto, Embah Kakung, Bulik Pesapen, Bulik Leces lan Mbok Jah, padha ibut ringkes-ringkes barang-barang kang mentas dienggo slametan. Piring-piring dikorahi, karpet padha digulungi diringkes dibalekake ing panggonan pisan. (H333, P4) Terjemahan: Pukul Sembilan tepat baca-bacaan dan makan-makanan sudah selesai semua. Para santri meminta ijin untuk pulang, diantar dengan mobil. Karena kendaraannya cuma ada dua, jadi ya gantian, diulangi. Selama Oom Bonar Siregar dan Pak Sunar mengantarkan para sasntri, Pakdhe Mojokerto, Simbah Kakung, Bulik Pesapen, Bulik Leces dan Mbok Jah, semua sama-sama sibuk merapikan barang-barang bekas selamatan. Piring-piring dibersihkan, karpet semua digulung dan dirapikan ke tempat semula. Dari kutipan di atas, dapat diketahui setting waktunya yaitu „pukul sembilan‟ yang menjadi penanda selesainya rangkaian acara peringatan kematian Worontinah. g) Wayah jam siji bengi (sekitar pukul satu malam) Merupakan latar waktu yang menunjukkan situasi saat Abyor user terbangun pada malamcommit hari dantoke kamar mandi untuk buang air kecil.
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesaat setelah Abyor selesai giliran ayahnya yang ke kamar mandi dan ayahnya menjadi birahi karena melihat paha Ratu Pertiwi yang tersingkap jelas di depan matanya. Terlihat dalam kutipan: Wayah jam siji bengi, Abyor tangi. Keblet nguyuh. Metu saka kamar, liwat ruwang tengah, arep terus menyang jedhing. Anggone tangi durung patia premana, weruh televise isih njereng wong bal-balan, Abyor terus wae mlaku gageyan menyang jedhing. (H339, P2, K1-K4) Terjemahan: Sekitar pukul satu malam, Abyor terbangun. Menahan kencing. Keluar dari kamar, melewati ruangan tengah, mau menuju kamar mandi. belum seratus persen sadar, melihat televise masih menyiarkan acara sepakbola, Abyor terus saja berjalan menuju kamar mandi. Sudah jelas diutarakan, setting waktu tersebut terjadi pada malam hari dan menunjukkan peristiwa Abyor ke kamar mandi, kemudian giliran ayahnya hingga peristiwa ganjil saat ayahnya Abyor melihat penampakan Worontinah. h) Saiki (sekarang) Merupakan latar waktu yang menunjukkan situasi renungan batin Yang Tri yang kecewa dengan sikap Ratu Pertiwi yang tidak sesuai dengan perkiraannya dahulu. Terlihat dalam kutipan: Saiki wis kebacut rumaket, nyemanak, malah kaya wis genah calon garwa, wani rembugan dhewe tanpa perantara Yang Putri maneh, Yang Putri ora bisa menggak maneh. Pas, atine yang Tri kecenthok. Digelaake karo pocapane Bulik Ratu sing ngala-ala ibune Abyor. Yang Tri ora trima. (H359, P2, K1-K4) Terjemahan: Sekarang sudah terlanjur dekat, akrab, bahkan sudah hampir pasti menjadi calon istri anaknya, berani berbicara sendiri tanpa perantara dari Yang Putri lagi, Yang Tri sudah tidak bisa melarang lagi. Pas, hatinya Yang Tri sakit. Kecewa dengan ucapan bulik Ratu yang ucapannya bernada menjelek-jelekkan ibunya Abyor. commit to user Yang Tri tidak terima.
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan di atas kata „sekarang‟ menggambarkan keadaan Yang Tri yang merasa kecewa sekali dengan Ratu Pertiwi. „sekarang‟ berarti terjadi saat ini juga (dalam novel tersebut). Yang Tri kecewa dengan ucapan dan perilaku Ratu yang dinilainya sudah keterlaluan. i) Mengko (nanti) Latar waktu yang berarti nanti. Latar waktu tersebut mengacu pada peristiwa ketika Pak Sunar yang mengaku sedikit lupa dengan rumah Jujur. Latar waktu ini juga merupakan penanda bahwa Abyor sekeluarga berencana pergi ke rumah Jujur. Terlihat dalam kutipan: “Nanging mengko yen wis tekan kawasan Ngunut aku ora eling omahe Jujur, lo, ya. Kampunge lali, ancer-ancere ora eling, gek kana ora ana papan penunjuke. Dadi kudu digoleki mengko, lo, ya!” jarene sopir. (H388, P6) Terjemahan: “Tetapi nanti jika sudah sampai kawasan Ngunut saya tidak ingat rumahnya Jujur, lo, ya. Kampungnya lupa, informasi tentang letak tempatnya juga lupa, ditambah lagi di sana tidak ada papan petunjuknya. Jadi nanti harus dicari, lo, ya!” katanya sopir. Setelah latar tempat dan latar waktu, selanjutnya tentu saja adalah latar sosial. Latar sosial adalah penggambaran keadaan masyarakat suatu waktu di dalam sebuah karya sastra. dalam novel CC, pengarang melukiskan suatu keadaan masyarakat kalangan atas. Pengarang juga ingin menyampaikan kepada kita bahwa masyarakat kalangan atas pun tidak lepas dari masalah. Dalam novel CC ini mengambil setting di kota Surabaya, Mojokerto dan Ngunut. Seorang anak kecil yang ikut mencarikan jodoh untuk ayahnya. Seorang duda kaya, masih muda dan juga tampan. Dengan status sosial yang seperti itu bukanlah hal sulit bagi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
ayahnya Abyor untuk mencari seorang istri. Tapi benarkah semudah itu? Justru karena kekayaannya dan ketampanannya, itu membuatnya menjadi sulit mencari istri yang benar-benar tepat buat dirinya dan Abyor. Digambarkan pula bagaimana gaya hidup mereka, yang memang menunjukkan perbedaan dengan orang-orang yang status sosialnya berada di bawah mereka. Terlihat dalam kutipan: (1) “O, iki buku celengane Mbak Woron ing bank. Wee, isih akeh, lo, Budhe. Rong yuta telung atus luwih. Oo, wis suwe banget ora diowahowah. Tanggal ing kene karo tengah taun kepungkur. O, iki kertas apa, ya, kok semlempit ing buku celengan? Kwitansi, Budhe, oo resi tandha kirim dhuwit. Akeh, lo, Budhe! Selawe yuta! O, iki mesthi bisnise Mas Sunar sing diatasnamakake Mbak Woron. Sing ngirim Mas Sunar, ki. Kok disimpen Mbak Woron?” (H276, P4) Terjemahan: “O, ini buku tabungannya Mbak Woron di bank. Wee, masih banyak, lo, budhe. Dua juta tiga ratus ribu lebih. Oo, sudah lama sekali tidak disentuh. Tanggal yang tertera di sini sudah dua tahun yang lalu. O, ini kertas apa, ya, kok ditaruh dalam lipatan buku tabungan? Kwitansi, Budhe, oo resi tanda pengiriman uang. Banyak, lo, budhe! Dua puluh lima juta rupiah! O, ini pasti bisnisnya Mas Sunar. Tapi kenapa disimpan Mbak Woron?” Dari bukti pengiriman uang yang dalam jumlah sebesar itu, tentu saja hanya bisa dilakukan oleh kalangan atas. Begitu juga jika sebuah keluarga mempunyai pembantu. Juga diidentikkan dengan kalangan atas. Karena sebuah keluarga kecil yang berpenghasilan pas-pasan tidak mungkin akan bertransaksi dengan uang sebesar itu dan kecil kemungkinan untuk membayar seseorang untuk menjadi pembantu rumahtangganya. Seorang masyarakat kalangan bawah, jika merasa masih bisa mengerjakan pekerjaan rumahnya, maka sebisa mungkin mereka tidak akan mencari pembantu. Karena otomatis aka nada pengeluaran ekstra commit user untuk hal itu. Padahal masih adatohal yang lebih penting dan mendesak
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
untuk mengalokasikan penghasilan mereka. Kalimat yang menunjukkan bahwa keluarga Abyor mempunyai pembantu terlihat pada kutipan: (2) “Mbiyen kulina dikeloni pembantu, ya?” Bulik Ratu mlirik mbisiki bapake Abyor. Lete cukup cedhak. Lan Bulik Ratu durung mbenikake klambine ngarep. Dhadhane isih mbledeh kesorotan lampu padhang. (H253, P5, K1-K5) Terjemahan: “Dahulu terbiasa ditemani tidur oleh pambantu, ya?” Bulik Ratu melirik membisiki Ayahnya Abyor. Jaraknya cukup dekat. Bulik Ratu belum merapikan baju depannya. Dadanya masih kelihatan menonjol disorot sinar lampu yang cukup terang. Keterangan tentang kehidupan kalangan atas dipertegas lagi yaitu dengan tempat tinggalnya. Keluarga Abyor tinggal di salah satu perumahan bagus di Surabaya. Terlihat pada kutipan: (3) Omahe Abyor kuwi mapan ing perumahan becik. Lurunge gedhe amba. Nanging mujudake kompleks kanthong sing kinurung, ora kena dienggo dalan tembusan liwat menyang kompleks liyane. Dadi lurung tetep ora rame, sing nganggo mung wong-wong sing arep mlebu metu menyang komplek kono thok. Supaya aman, mlebu-metu kompleks liwat lurung siji sing dijaga hansip. Dadi ing wayah esuk mengkono, kahanane tetep sepi, sing liwat mung mobil-mobil sing padha manggon ing kompleks kono. (H311, P3, K1-K6) Terjemahan: Rumahnya Abyor itu bertempat di perumahan yang bagus. Jalannya luas dan lebar. Tetapi mengesankan sebuah kompleks tertutup berbentuk U, tidak bisa dipakai sebagai jalan pintas menuju komplek lainnya. Jadi jalannya tetap tidak ramai, yang memakai hanya orangorang yang mau keluar-masuk ke kompleks itu saja. Supaya aman, masuk-keluar kompleks melewati jalan satu yang dijaga oleh hansip. Jadi jika masih pagi seperti itu, keadaan tetap sepi, yang lewat hanya mobil-mobil yang tinggal di kompleks itu. Dari beberapa keterangan tersebut maka sudah dapat disimpulkan bahwa si pengarang memang ingin menampilkan masyarakat kalangan atas sebagai obyek ceritanya. Mengenai bahasanya, gaya hidupnya dan segala problem kehidupan yang mewarnainya. commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4). Penokohan Tokoh merupakan unsur penting dalam sebuah novel. Karena dia merupakan roh yang menghidupkan suatu cerita, peristiwa atau kejadian. Dalam novel CC terdapat banyak tokoh yang berperan dalam terjalinnya peristiwa diantaranya: a) Abyor Sriningbumi Abyor adalah tokoh utama dalam novel tersebut. Abyor digambarkan sebagai seorang anak kecil yang berumur 4 tahun. Abyor dikenal sebagai seorang anak yang sedikit nakal, pendeskripsian watak Abyor ini melalui reaction of other to character. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Dhasar mbeling! Cah wedok kok tingkahe kaya Baru Klinting! Kedandapan!” (H228, P4) Terjemahan: “Dasar nakal! Anak perempuan kok kelakuannya seperti Baru Klinting! Bringasan!” Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Abyor adalah seorang anak kecil yang nakal, bahkan digambarkan seperti seekor naga bernama Baru Klinting. Abyor juga digambarkan sebagai seorang anak yang lucu, dibalik kenakalannya itu. Hal ini digambarkan pengarang melalui conversation of other to character. Terlihat pada kutipan: “Iyaa, ning aja kesusu. Aja grusa-grusu. Kramaa maneh, yen sidane oleh wong wadon sing ora tresna karo Abyor, ya mesake bocah kuwi! Ora nampa katresnan, nanging malah kesengitan! Kesiksa! Ibu kwalon Indonesia, wis kondhang senenge mung marang bapake, marang anake seneng siya-siya! Ya mesakake banget yen bocah lucu kaya Abyor terus kena siya-siyane ibu commit to user kwalon!” (H255, P3)
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Iyaa, tapi jangan buru-buru. Jangan buru-buru. Menikah lagi, tapi jika mendapat perempuan yang tidak menyayangi Abyor, ya kasihan anak itu! Tidak mendapat kasih saying, justru malah kebencian! Tersiksa! Ibu tirinya Indonesia, sudah terkenal senangnya hanya kepada ayahnya, kepada anaknnya senang disiasiakan! Ya kasihan sekali jika bocah lucu seperti Abyor disiasiakan oleh ibu tirinya!” Pernyataan tentang kelucuan Abyor didukung oleh tokoh bernama Mbak Nora dan Mbak Wulan. Kutipannya sebagai berikut: Playune Abyor marani Mbak Wulan lan Mbak Nora kuwi dipapag dening kekarone kanthi bungahe ati. Loro-lorone ngucap, “Mesake, bocah cilik lucune kaya ngono kok ditinggal seda ibune!” (H268, P3, K5-K6) Terjemahan: Larinya Abyor menuju Mbak Wulan dan Mbak Nora itu disambut keduanya dengan hati senang. Keduanya lalu berkata, “kasihan, anak kecil lucunya seperti ini kok ditinggal mati oleh ibunya!” Kelucuan Abyor terlihat pula dari percakapan antara Abyor dengan Yang Tri. Dapat dilihat pada kutipan berikut: “Abyor! Kowe mau ngomong apa karo Bulik Ratu?” pitakone Yang Tri nalika liwat menyang pawon cedhak jamban. “Anu, apa kuwi jenenge, crita apa, ya, aku wis lali. Apa jenenge …!” “Dakjewer, lo, kowe mengko, kok nirokake wong tuwa barang …!” “Atho-athoooo-athoooo! Yang, laraaa!!” pambengoke Abyor tanpa wara-wara. “Huss! Durung dikapak-kapakake kok wis mbengok! Semprul, ki!” (H307, P3) Terjemahan: “Abyor! Tadi kamu bicara apa dengan Bulik Ratu?” pertanyaan Yang Tri ketika lewat menuju dapur dekat toilet. “Anu, apa itu namanya, cerita apa, ya, saya sudah lupa. Apa namanya ...!” “Takjewer, lo, kamu nanti, berani menirukan orang tua segala …!” “Aduh-aduuuuh-aduuuuh! Yang, sakiiit!!” teriak Abyor tanpa diduga-duga. “Huss! Belum diapa-apakan kok sudah berteriak! Semprul, ki!” commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan tersebut dapat diketahui pula bahwa Abyor juga serorang anak kecil ditunjukkannya
ketika
yang
memiliki selera humor.
berbicara
dengan
neneknya.
Hal
itu
Sungguh
mengesankan. Anak sekecil itu sudah bisa bercanda dan melucu dengan kata-kata. Tokoh Abyor ini juga dideskripsikan sebagai seorang anak kecil yang mempunyai sifat simpati dan empati tinggi. Terlihat pada saat Mbak Wulan menangis karena sakit hati dengan ucapan Yang Tri. Dengan umur yang masih relative kecil, Abyor bisa ikut merasakan di dalamnya dan ikut menangis bersama Mbak Wulan. Terlihat pada kutipan: Kekencengane karep ora niliki Mbak Wulan nalika kuwi uga amarga mau Sunar weruh Abyor wis mlayu marani Mbak Wulan. Mesthine Abyor saprene isih nglelipur Mbak Wulan. Abyor iki, sanajan isih cilik saprecil ngono, perasaane, pengertian. Melu geger lan trenyuh ngrasakake apa kangmentas kedadean, lan Abyor baut milih apa sing kudu katindakake. Playune marani Mbak Wulan kuwi pratandha menawa atine Abyor perasakan banget. Lan saprene durung ana katon mulih, ateges andhere Abyor ing sandhinge Mbak Wulan pancen dibutuhake. (H318, P2) Terjemahan: Keinginannya untuk tidak mendatangi Mbak Wulan saat itu juga karena Sunar melihat Abyor sudah berlari mendatangi Mbak Wulan. Pastinya Abyor sekarang masih menghibur Mbak Wulan. Abyor itu, meskipun masih kecil seperti anak katak, perasaannya, pengertia. Ikut merasakan kepanikan dan sedih melihat kejadian barusan, dan Abyor tahu harus bertindak apa. Larinya mendatangi Mbak Wulan itu menjadi sebuah pertanda bahwa hatinya Abyor sangat peka. Dan sampai sekarang belum kelihatan pulang, artinya kehadiran Abyor disisi Mbak Wulan memang dibutuhkan. Dari kutipan tersebut, dapat diketahui melalui sikap perbuatan Abyor dengan memeluk mbak Wulan juga dengan kata-katanya yang commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menenangkan bahwa Abyor adalah seorang anak yang juga perhatian, bersimpati dan berempati. b) Worontinah Worontinah adalah ibu Abyor. Sifatnya dideskripsikan melalui conversation of other to character. Melalui percakapan antara Mbak Wulan dan Mbak Nora, Worontinah dideskripsikan sebagai seorang yang rendah hati dan sabar. Kutipannya sebagai berikut: Wong loro kuwi mlaku jejer, karo cecaturan. Kekarone padha ngrasani keluwarga sing dilayat. Mbak Wulan nyritakake yen ibune Abyor kuwi wanita kang lembah manah, sabar, nanging nasibe kok nandhang lara mataun-taun. Dene Mbak Nora nyritakake yen Pak Sunar kuwi pimpinan perusahaan kang wasis, apik marang anak buah, ning ya wicak tindak-tanduke. Perusahaan cargo lan marine surveyor kuwi maju akeh relasine marga kewasisane Pak Sunar. (H268, P2) Terjemahan: Kedua orang itu berjalan beriringan, sambil bercakap-cakap. Keduanya sama-sama membicarakan keluarga yang sedang kehilangan. Mbak Wulan menceritakan jika ibunya Abyor itu adalah seorang perempuan yang rendah hati, sabar, tapi nasibnya kok kurang baik karena menderita sakit bertahuntahun. Sedangkan Mbak Nora menceritakan bahwa Pak Sunar itu adalah seorang pemimpin perusahaan yang pandai, ramah terhadap anak buahnya, tetapi juga sopan kelakuannya. Perusahaan cargo dan marine surveyor itu sekarang maju banyak relasinya juga karena kepandaian Pak Sunar. Selanjutnya Worontinah dideskripsikan sebagai seorang yang sabar, rendah hati, dermawan dan baik hati. Hal ini diungkapkan oleh tokoh Yang Tri. Terlihat pada kutipan: Mula Yang Tri ora gelem melu anak-anak lan mantu-mantune sing ana Semarang, dilampu melu mantu wadon, marga kawit biyen pancen Worontinah kuwi wong wadon kang paling ditresnani, wong wadon kang berbudi, jembar segarane, lembah manah, lomapawehe, idhum pangrengkuhe marang sapadha-padha, luwihluwih marang Sunar lan Yang Tri. Mula bareng dicacad dening commit to user (H359, P2, K7-K8) Bulik Ratu, Yang Tri ora nrimakake.
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Sehingga Yang Tri tidak mau ikut anak-anak dan menantunya yang tinggal di Semarang, memberi tanda ikut menantu perempuan, karena sejak dari dulu memang Worontinah itu adalah seorang perempuan yang paling dikasihi, seorang perempuan yang berbudi, sabar, rendah hati, dermawan, baik terhadap siapa saja, lebih-lebih kepada Sunar dan Yang Tri. Sehingga setelah dijelek-jelekan oleh Bulik Ratu, Yang Tri tidak terima. Selanjutnya melalui tokoh Jujur, Worontinah dideskripsikan sebagai seorang yang berwawasan luas, begitu dalam olah jiwanya dan seorang yang berpendirian kuat. Terlihat pada kutipan: Ibu Worontinah satemene wanita kang jero kawruh batine, jembar wawasane, teteg lan jatmika kekarepan lan tumindake. Emane mung dheweke lara, awake ora bisa waras. Apa tuntunan lan wulang wuruk nalikane srawung raket karo Ibu Woron kuwi, katampa jero banget lan thukul subur ngrembuyung ana ing atine Jujur. (H407, P2, K8-K10) Terjemahan: Ibu worontinah sebenarnya adalah seorang perempuan yang dalam olah jiwanya, luas wawasannya, berpendirian kuat dan baik keinginan dan perbuatannya. Sayangnya dirinya sakit, tubuhnya tidak bisa sehat. Apapun tuntunan dan larangan ketika bersama dengan Ibu Woron itu, diterima dengan sungguh-sungguh dan tumbuh subur di dalam hatinya. Dari beberapa kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Worontinah adalah seorang perempuan sekaligus seorang ibu yang cerdas, baik hati, sabar dan penyayang. Kerelaan hatinya untuk merelakan suaminya berhubungan badan dengan perempuan lain patut di perhitungkan.
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Jujur Atine Dia adalah seorang pembantu keluarga Abyor. Karena Yang Tri salah paham kepadanya, maka dia diusir dari rumah itu. Tokoh Jujur dideskripsikan sebagai seorang tokoh yang sabar dan sayang. Dapat dilihat pada kutipan berikut: Satemene wis kerep wae Mbak Jujur didukani, disentak. Nanging Mbak Jujur wonge sabar, lan tresna marang Abyor. Didukani Yang Tri ya mung ndhingkluk meneng wae. (H214, P3, K3-K5) Terjemahan: Sebenarnya sudah sering sekali Mbak Jujur dimarahi, disentak. Tetapi Mbak Jujur orangnya sabar, dan sayang dengan Abyor. Dimarahi Yang Tri ya cuma menunduk saja.
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Jujur adalah perempuan yang sabar dan penyayang. Jujur juga dideskripsikan sebagai seorang perempuan yang baik hati, terlihat pada kutipan berikut: Nalika tanpa taha-taha iki mau Pak Sunar dalah keluwargane muncul ing tokone, kepethuk gapyuk karo Mbak Jujur, wong wadon sing duwe Toko Sekarbumi kuwi ora gragapan lan ora wagu ngadhepi wong-wong tilas majikane kuwi. Isih, isih rumangsa ngadhepi majikane, ngadhepi wong-wong sing kudu dikurmati, ora ana probahan ati apa-apa. Malah kaya ora tau pisah karo wong-wong mau. Mula diajak ngomong kedadeyan sing biyen-biyen, sing dianggep nistha lan ngisin-isini mbokmenawa tumrap wong liya, Mbak Jujur nanggepi kanthi ati berbudi. Lelakone biyen kae wis dilakoni kanthi senenge ati, kepeksa pisah uga ora kaya kapisah, ora kinadhutan lara ati, saiki dibongkar diomongake, Mbak Jujur ya sumarah wae. (H408, P2) Terjemahan: Ketika tanpa diduga-duga Pak Sunar sekeluarga muncul di tokonya, ketemu berhadapan dengan Mbak Jujur, perempuan pemilik Toko Sekarbumi itu tidak panik ataupun salah canggung menghadapi orang-orang mantan majikannya itu. Masih, masih merasa menghadapi majikannya, menghadapi orang-orang yang commit user harus dihormati, tidak adato perubahan dalam hati. Malah seperti
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak pernah berpisah dengan orang-orang tersebut. Jadi diajak membicarakan kejadian yang dulu-dulu, yang dianggap nista dan memalukan bagi orang lain, Mbak Jujur menanggapi dengan hati terbuka. Peristiwa dahulu itu dilakukannya dengan senang hati, terpaksa berpisah juga tidak seperti dipisahkan, tidak merasa sakit hati, sekarang dibongkar dibicarakan, Mbak Jujur ya tenang saja.
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bagaimana perwatakan Mbak Jujur yang berbudi dan baik hati. Jujur juga dideskripsikan sebagai perempuan yang sopan dan juga cantik luar dalam. Melalui reaction of other to character. Hal ini terlihat pula pada kutipan: “Walah-walaaah! Tenan, kok. Mung kowe, sing ayune kaya kowe! Aku biyen bares karo Jeng Woron, ngelem ayumu. Ayu ora mung ing rupa, uga solah-bawa lan atimu…” (H410, P5, K1-K4) Terjemahan: “Walah-walaaah! Serius, kok. Cuma kamu, yang cantiknya seperti kamu! Saya dahulu bercakap dengan Jeng Woron, menyanjung kecantikanmu. Cantik tidak hanya wajah, juga perbuatan dan hatimu…”
Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Jujur adalah seorang perempuan yang cantik luar dalam, jujur, setia dan penyayang. Jujur karena setiap perkataanya selalu sesuai dengan kenyataan. Setia, sebagai seorang abdi dia setia melakukan perintah majikannya. Penyayang, karena dia mampu menyayangi Abyor seperti anaknya sendiri, padahal dia hanyalah seorang pembantu.
d) Sunar Pribadi Sunar Pribadi dideskripsikan sebagai seorang yang bijaksana, pemimpin yang pandai dan ramah. Pelukisan watak tokoh ini melalui commit to user pada kutipan: reaction of other to character. Terlihat
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wong loro kuwi mlaku jejer, karo cecaturan. Kekarone padha ngrasani keluwarga sing dilayat. Mbak Wulan nyritakake yen ibune Abyor kuwi wanita kang lembah manah, sabar, nanging nasibe kok nandhang lara mataun-taun. Dene Mbak Nora nyritakake yen Pak Sunar kuwi pimpinan perusahaan kang wasis, apik marang anak buah, ning ya wicak tindak-tanduke. Perusahaan cargo lan marine surveyor kuwi maju akeh relasine marga kewasisane Pak Sunar. (H268, P2)
Terjemahan: Kedua orang itu berjalan beriringan, sambil bercakap-cakap. Keduanya sama-sama membicarakan keluarga yang sedang kehilangan. Mbak Wulan menceritakan jika ibunya Abyor itu adalah seorang perempuan yang rendah hati, sabar, tapi nasibnya kok kurang baik karena menderita sakit bertahun-tahun. Sedangkan Mbak Nora menceritakan bahwa Pak Sunar itu adalah seorang pemimpin perusahaan yang pandai, ramah terhadap anak buahnya, tetapi juga sopan kelakuannya. Perusahaan cargo dan marine surveyor itu sekarang maju banyak relasinya juga karena kepandaian Pak Sunar.
Sunar Pribadi juga dideskripsikan sebagai seorang lelaki sekaligus seorang ayah yang suka bercanda. Tidak kaku. Terlihat pada kutipan berikut: “Mesake, cah ayu-ayu kok empet-empetan. Mengko rak bundhas kulite.” (H271, P4, K3-K4) Terjemahan: “Kasihan, perempuan cantik-cantik kok berdesak-desakan. Nanti bisa lecet kulitnya.”
Pernyataan tentang sifat Sunar Pribadi yang lucu juga didukung oleh pernyataan berikutnya, pada kutipan berikut: Marga Abyor wis ora kena dilaruhi, Pak Sunar banjur sembrana pisan, “Sing arep kok pilih sing ayune kaya sapa?” (H273, P5, K1)
commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Karena Abyor sudah tidak bisa dikasih tahu, Pak Sunar lalu bercanda sekalian, “Yang mau kamu pilih menjadi ibumu itu yang cantiknya seperti siapa?” Dari beberapa kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Sunar Pribadi adalah seorang ayah yang baik. Dia juga seorang lelaki yang sabar, bijaksana bercampur lucu atau lebih tepatnya adalah seorang yang humoris.
e) Yang Tri Yang Tri adalah nenek Abyor Sriningbumi. Ibu kandung Sunar Pribadi. Yang Tri dideskripsikan sebagai seorang nenek yang keras, sedikit kasar meski sebenarnya seorang yang penyayang. Melalui tokoh Abyor, sifat keras dari Yang Tri diungkapkan, terlihat pada kutipan berikut: “Budhal nyang kantor, ya budhal dhewe! Ra sah ngajak-ngajak wong wedok! Mengko yen konangan ibune Abyor mundhak ngisinisini. Aja angger wong wedok ketemu ing ndalan disamber dicangking! Kuwi ngasorake drajatmu, Sunaaar …!!!” (H312, P2) Terjemahan: “Berangkat ke kantor, ya berangkat sendiri! Tidak usah mengajak perempuan segala! Nanti jika ketahuan ibunya Abyor malah memalukan. Jangan terus setiap perempuan yang ketemu di jalan diajak, dibawa! Itu merendahkan martabatmu, Sunaaar …!!!” Yang Tri juga dilukiskan sebagai seorang perempuan yang mudah terhasut orang lain dan mudah berprasangka buruk. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Sasmita becik apa?! Sing siji kae dandane menor, raine pulasan kaya ledhek ngono. Lan sijine maneh, tingkahe pethakilan, kaya kaya sing gawene ngaton ing televise karo muni, „gengsinya commit to user dhong!‟ kae. Sengit aku, yen wis bar iki aja cedhak-cedhak wong
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
loro kuwi, lo, Sunar! Kowe mengko mundhak kepencut! Keglendheng!..” (H269, P3) Terjemahan: “Pertanda baik apanya?! Yang satu itu penampilannya menor, wajahnya penuh kosmetik. Dan satunya lagi, tingkah lakunya seperti lelaki, seperti yang sering muncul di televise sambil berkata, „gengsinya dong!‟ itu. Benci aku, setelah selesai ini jangan dekat-dekat lagi dengan mereka berdua, lo, Sunar! Kamu nanti malah jatuh cinta! Kasmaran!..” Juga pada halaman yang sama, yang mendukung tentang sifat Yang Tri. Terlihat pada kutipan berikut: “Alaa, kuwi rak saking akal buluse, kepengin narik-narik kowe, ben kowe gelem ngepek bojo! Aja! Pecaten wae! Goleka pegawe liyane! Akeh sing bisa ngladeni kowe nyambutgawe! Aku malah usul Ratu kuwi wae tariken nyambutgawe menyang kantormu. Dheweke neng Semarang rak ya nganggur!” (H269, P5) Terjemahan: “Alaa, itu kan karena kelicikannya, ingin mendapatkanmu, biar kamu mau menjadikannya istri! Jangan! Pecat saja! Carilah pegawae yang lain! Banyak yang bisa membantumu bekerja! Saya malah usul Ratu itu kamu tarik bekerja di kantormu. Dirinya di Surabaya kan juga menganggur!” Sebagai seorang yang sudah tua, dia mudah saja terhasut oleh kata-kata Ratu. Namun ada juga sisi lain dari Yang Tri selain sifat kerasnya. Ini dia sisi lembut seorang nenek kepada cucunya. Meski penampilan luarnya keras, sedikit kasar namun sebenarnya Yang Tri adalah seorang yang lembut dan penyayang. Terlihat pada kutipan: Sepisan iki rangkulane Yang Tri keket banget. Rinasa anget, ayom, nrenyuhake. Yang Tri pangrengkuhe marang Abyor mempermemper ibune. Abyor seneng. Ngalem. Nyelehake pipine kiwa in dhadhane Yang Tri. Rambute Abyor sing ketel disisir nganggo drijine Yang Tri. (H356, P2) Terjemahan: Sekali ini pelukan Yang Tri erat sekali. Terasa hangat. Sejuk. Mengharukan. Pelukan Yang Tri kepada Abyor terasa seperti commitsenang. to user Lalu bersandar. Menyandarkan pelukan ibunya. Abyor
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pipinya yang kiri di dadanya Yang Tri. Rambut Abyor yang lebat disisirnya dengan jari oleh Yang Tri. Dari beberapa kutipan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Yang Tri adalah seorang nenek yang temperamen, mudah dipengaruhi namun juga seorang yang penyayang. Terlebih kepada keluarganya.
f) Bulik Ratu Bulik Ratu atau Ratu Pertiwi sebenarnya masih kerabat dengan Sunar Pribadi yang berasal dari Semarang. Namun hal itu tidak menghalangi Ratu Pertiwi untuk memikat hati Sunar, agar dia dijadikan istrinya. Ratu dideskripsikan sebagai seorang yang suka berprasangka buruk. Cenderung untuk menjelekkan orang lain. Terlihat pada kutipan:
“Budhe, Budhe, Budhe! Mbak Woron kuwi ya durung karuan suci tenan, lo! Dakkira dheweke ya nylingkuhake dhuwit, nylingkuhake bandha. Aku kok isih ora percaya, kwitansi apa resi pengiriman dhuwit selawe yuta menyang BRI Ngunut kae jare bisnise Mas Sunar. Wong bisnis kantor kok kwitansine sing nyimpen Mbak Woron. Paling-paling kuwi bisnise Mbak Woron, bisnis slingkuhan!” (H348, P4) Terjemahan: “Budhe, budhe, budhe! Mbak Woron itu saya kira belum karuan suci benar, lo! Saya kira dirinya juga mengorupsi uang, mengorupsi kekayaan. Saya kok masih tidak percaya, kwitansi atau resi pengiriman uang dua puluh lima juta rupiah ke BRI Ngunut itu katanya bisnisnya Mas Sunar. Masak bisnis kantor kok yang menyimpan Mbak Woron. Paling-paling itu bisnisnya Mbak Woron, bisnis gelap!” commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dilukiskan pula, tentang watak Ratu yang lain yaitu sebagai seorang perempuan yang kurang sopan dan tidak tahu malu. Karena dalam acara tahlilan Worontinah, tiba-tiba saja Bulik Ratu memeluk Sunar dan menciuminya. Padahal sedang banyak orang. Hal ini diungkapkan oleh tokoh bernama Sunar Pribadi. Terlihat pada kutipan berikut: Pak Sunar tetep briga-brigi wagu. Mikir, apa kaya mengkono kuwi pantes? Ratu Pertiwi kuwi mung nakndulur adoh. Gek klakuane kuwi disekseni dening para sedulure ibune Abyor sing lagi rewang ana tahlilane! Kepriye kudu sikepe? Upama ditampik, dikipatake, ya ora keduga, ora pantes. Briga-brigi kisinan kuwi sing apik dhewe. (H324, P6) Terjemahan: Pak Sunar tetap salah tingkah. Berpikir, apa seperti itu pantas? Ratu Pertiwi itu hanyalah saudara jauh. Terlebih kelakuannya itu disaksikan oleh para kerabat dari ibunya Abyor yang sedang membantu tahlilannya! Bagaimana harus bersikap? Seupama ditolak, dihindari, ya justru malah tidak sopan. Salah tingkah dan malu itu yang paling baik. Dari beberapa kutipan di atas, maka dapat disimpulkan Ratu Pertiwi adalah seorang tokoh yang tidak tahu malu. Suka berprasangka buruk terhadap orang lain dan kurang sopan.
g) Mbak Nora Melalui psycal description, Nora dilukiskan sebagai seorang perempuan yang cantik, pandai bersolek dan tubuhnya harum. Diungkapkan oleh tokoh bernama Abyor. Dapa dilihat pada kutipan berikut: Mbok Jah sing dhisik dhewe nyandhak pundhake Abyor. Ditarik dikon metu saka kamar. Terus dirangkul karo Mbak Nora. Atine commit to user Abyor rada kelipur. Marga Mbak Nora kuwi wonge ayu, raine
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alus, kuning, rambute sapundhak ngrembyak, bluse abang enom potongane apik, roke abang tuwa, span wates ngranggeh dhengkul. Senenge Abyor, dheweke dikekep dening Mbak Nora. Rasane anget, rumangsa aman, gek kulit tangane Mbak Nora alus, merit, ambune wangi. Kaya mbak-mbak sing neng televise nawake sabun Dove kae. (H246, P2) Terjemahan: Mbok Jah yang pertama kali memegang punggung Abyor. Ditarik disuruh keluar dari kamar. Lalu dipeluk oleh Mbak Nora. Hatinya Abyor sedikit terhibur. Karena Mbak Nora itu orangnya cantik, wajahnya halus, kuning, rambutnya terurai sampai bahu, bluse nya berwarna merah muda dengan potongan yang cantik, ditambah kulit tangan Mbak Nora yang halus, lentik, baunya harum. Seperti mbak-mbak yang ada di televise mengiklankan sabun Dove itu. Namun disisi lain, Nora juga dideskripsikan sebagai seorang yang kurang sopan karena melakukan tindakan layaknya orang pacaran di kantor tempatnya bekerja. Seperti berpelukan ataupun ciuman. Parahnya hal itu diketahui oleh anak kecil bernama Abyor. Padahal Nora merupakan salah satu calon yang ingin menjadi istri Sunar Pribadi. Dapat dilihat pada kutipan: Bareng wis cedhak tenan, lagi weruh. Ooo, mulane sepi. La wong loro ing ruwangan sebelah kuwi padha kekep-kekepan! Ngadeg adhep-adhepan, rangkul-rangkulan rapet. Tangane sing lanang kekaro ngekep bangkekane sing wadon, tas kantore sing digawa mau gemletak rubuh ora digape. Sing wadon nganti kepeksa jinjit malah rada gumandhul. Sawetara sepi mengkono, banjur sing wadon mlorot, uwal, njaluk uwal sanajan sing lanang karepe isih nutugake anggone padha rerangkulan lan ambung-ambungan. (H298, P2, K5-K11) Terjemahan: Setelah sudah dekat, baru tahu. Ooo, benar kalau sepi. La dua orang yang sedang berada di ruangan itu sedang berpelukan! Berdiri berhadap-hadapan, berpeluk-pelukan erat sekali. Kedua tangan si lelaki memeluk pinggang si perempuan, tas kantornya yang dibawa tadi tergeletak jatuh tidak dihiraukan. Yang perempuan malah terpaksa berjingkrak sedikit berayun. Sesaat selagi keadaan masih sepi, lalu yang perempuan melorot, menghindar, meminta berhenti meskipun yang lelaki masih ingin commit to dan userciuman tersebut. melanjutkan adegan pelukan
perpustakaan.uns.ac.id
122 digilib.uns.ac.id
Dari kutipan di atas, jelas sudah bahwa tokoh bernama mbak Nora selain cantik dan baik hati, dia juga mempunyai sifat yang kurang terpuji yaitu tidak mempunyai etika karena berciuman di tempat kerja.
5). Sudut Pandang (Point a view) Dalam novel CC tersebut pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini dikarenakan pengarang tidak mengalami kejadian itu tetapi dia menjadi orang yang serba-tahu. Dia mengetahui setiap detil cerita. Dia mengetahui seluk beluk keluarga Abyor dan setiap tokoh yang lainnya. Bahkan setiap kebiasaan dan kegiatan para pelakunya. Salah satu kutipannya sebagai berikut. Tekan mejane, gage Mbak Nora nampani tilpun. “Hallooo. Ing kene Samudra Surya Raya. Apa sing aku bisa ngladosi panjenengan?” tilpun saka Pak Badri, direktur PT Karya Sarana Samudra. Gage disambungake karo Pak Sunar. Pak Sunar kersa nampa. Klik, tilpun dipindhah menyang mejane Pak Sunar. Mbak Nora bebas. Heh, Dhik Abyor lunga menyang ngendi? Clilang-clileng digoleki ora ketemu. Gage marani lawang metu menyang ruwang sekretariat. Ing kana ana Pak Joko saandhahane. “Dhik Abyor metu liwat kene, mau?” (H292, P2) Terjemahan: Sampai di mejanya, segera Mbak Nora menerima telpon. “Halooo. Di sini Samudra Surya Raya. Ada yang bisa saya bantu?” telpon dari Pak Badri, direktur PT Karya Sarana Samudra. Segera disambungkan dengan Pak Sunar. Pak Sunar mau menerima. Klik, telpon dipindah menuju mejanya Pak Sunar. Mbak Nora bebas. Heh, Dhik Abyor pergi ke mana? Dicari-cari tetapi tidak ketemu. Segera menuju pintu keluar menuju ruang rektorat. Di sana ada Pak Joko bawahannya. “Dhik Abyor keluar lewat sini, tadi?” Dari kutipan tersebut diketahui bahwa pengarang mengetahui setiap gerak gerik Mbak Nora. Dia juga mengetahui siapa penelponnya, commit to user bahkan sampai detil bunyi Klik telpon pun dia ketahui. Ditambah
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penggambaran peristiwa yang sangat komplit. Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam novel CC tersebut pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga.
commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Abyor bercerita tentang keluarganya dan pembantunya yang bernama Jujur. Cerita berlanjut ketika Ibunya yang sudah dua tahun sakit dan terbaring di tempat tidur akhirnya meninggal.
Selanjutnya keluarga sepakat Worontinah ibu Abyor dimakamkan di Mojokerto. Siang itu juga jenasahnya diberangkatkan dari Surabaya menuju Mojokerta. Bersama mbak Nora sekretaris pak Sunar Pribadi dan mbak Wulan tetangga sebelah yang cantik.
Satu persatu calon mulai gugur karena terbukti dibalik kecantikannya juga mempunyai sisi negatif yang kurang cocok dengan pilihan Abyor, Yang Tri dan Sunar Pribadi. Sebagian juga atas bantuan Almarhum Worontinah, karena beberapa kali dia menampakkan diri dihadapan keluarganya.
Meski Worontinah baru meninggal, tapi gossip tentang siapa yang akan menjadi pengganti calon Ibu bagi Abyor sudah merebak. Calonnya antara lain mbak Nora, mbak Wulan dan Ratu Pertiwi atau sering dipanggil bulek Ratu. Bulek Ratu adalah calon yang disukai Eyang Tri. Bulek Ratu dan Yang Tri menemukan cek sebesar dua puluh lima juta rupiah dilemari almarhum Worontinah. Untuk apa uang sebesar ini?
Saat mereka pergi piknik ke Popoh, terjadi insiden yang memalukan karena ulah bulik Ratu. Kemudian pulang dari Popoh mereka berkunjung ke Ngunut-Tulungagung tempat mbak Jujur tinggal.
Sampai di sana ternyata Jujur telah mempunyai seorang anak bernama Wangi Sriningbumi yang ternyata adalah hasil hubungan antara Sunar Pribadi dengan Jujur. Namun hubungan itu atas persetujuan Worontinah. Yang Tri pun menyadari, kemudian menyuruh mereka berdua menikah.
Gambar 4 Bagan cerita Clemang-clemong
commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Novel Bekasi Remeng-remeng Untuk selanjutnya novel Bekasi remeng-remeng akan disingkat menjadi BRR. 1). Tema Setelah menganalisis novel BRR tersebut maka dapat disimpulkan bahwa novel ini bertemakan perjuangan. Genrenya adalah novel detektif, karena menceritakan tentang kasus pembunuhan yang sulit diungkap namun dengan berbagai petunjuk akhirnya dapat terungkap juga. Novel tersebut berbeda dengan novel-novel detektif lainnya karena di dalam novel tersebut pengarang menampilkan sosok para perempuan. Peneliti menangkap bahwa pengarang ingin menunjukkan peranan perempuan dalam kehidupan ini. Bahwa perempuan juga tidak kalah hebat dengan laki-laki. Hal ini ditunjukkan dengan adanya tokoh kunci seperti Jumaniar, Yunisar, Kristanti dan Polwan Yanti. Perjuangan ketiga perempuan tersebut dalam menjalani kehidupan ini. Jumaniar yang harus bersabar menghadapi suaminya Pandhu. Tabah dalam menghadapi cobaan, karena suaminya dipecat dari pekerjaannya, sehingga dia harus ikut bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tokoh Kristanti yang harus berjuang dengan menjadi istri yang baik bagi dokter Boing. Yunisar sebagai seorang perempuan yang cacat fisik berjuang untuk tetap menjalani hidup ini dengan optimis di tengah ejekan dan cemoohan orang banyak. Ditandai juga perjuangan polwan Yanti dalam menyelesaikan tugasnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi.
commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Plot atau Alur Secara umum alur novel BRR termasuk ke dalam alur campuran. Karena terjadi beberapa flashback dalam cerita tersebut. Dalam suatu karya sastra kejelasan alur dinilai penting karena alur akan mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan. Berdasarkan teori alur Sugihastuti, alur dalam novel BRR dibagi menjadi 5 tahapan. Yaitu: a) Situation (pengarang mulai melukiskan keadaan) Tahap ini pengarang mengawali cerita dengan memperkenalkan tokoh bernama Jumaniar. Seorang istri yang cerdas dan pengertian. Suaminya bernama Pandhu Dewanata. Seorang anak bernama Gegana Dewanata, yang akrab dipanggil Gagin. Diceritakan bagaimana kehidupan keluarganya saat Pandhu masih menjadi seorang guru, namun sekarang beralih profesi menjadi pengedar narkoba. Jumaniar melarang Pandhu, dan memintanya untuk berhenti. Pandhu pun akhirnya setuju, dan berjanji malam ini adalah yang terakhir dia melakukannya. Pandhu pun berangkat ke Rawalambu ke tempat Engkar Sukarsa yang adalah bos narkoba. Pada waktu yang sama, diceritakan tentang keluarga yang lain yaitu keluarga dokter Boing dan Kristanti. Dengan pembantunya bernama Yunisar, yang masih saudara dengan Jumaniar. Dikisahkan Kristanti dan Yunisar sambil menonton telenovela La Mentira mereka bercakap-cakap mulai dari film sampai dengan peran wanita di Indonesia. Kristanti mendapatkan pencerahan, ternyata Yunisar itu adalah seorang gadis yang pintar. Dilatarbelakangi oleh keinginannya dan dokter Boing untuk commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengambil anak angkat, Kristanti mempunyai ide untuk mempunyai anak angkat dari Yunisar. b) Generation Circumstances (peristiwa mulai bergerak) Peristiwa selanjutnya mulai bergerak, dimulai dari perjalanan Pandhu yang dalam perjalanannya bertemu dengan gadis rok merah bernama
yanti dengan suaranya
yang
serak-serak basah.
Yang
menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah dia salah satu pengedar narkoba ataukah seorang polisi yang sedang menyamar dan akan menangkap dirinya. Selanjutnya pandhu berhasil menemui Engkar Sukarsa dan mengutarakan niatnya untuk berhenti. Cerita beralih pada keluarga dokter Boing dan Kristanti. Diceritakan bahwa Kristanti memberanikan diri mengutarakan niatnya untuk mengambil anak angkat dari Yunisar dengan Boing sebagai ayahnya. Boing kaget dengan rencana istrinya itu, karena dianggap mengesampingkan norma-norma kesusilaan. Setelah dirayu-rayu akhirnya dokter Boing setuju untuk memikirkannya terlebih dahulu. Di sisi lain, Kristanti juga langsung menanyakan kepada Yunisar. Yunisar hanya diam saja, tidak memperlihatkan apakah dirinya suka atau benci. c) Rising Action (keadaan mulai memuncak) Keadaan mulai memuncak yaitu ketika dokter Boing mendapat telpon dari rekannya seorang polisi wanita bernama Yanti Suyamsuyam dan diminta untuk segera pergi ke rumah sakit untuk memeriksa mayat temuannya. Selanjutnya Yanti pergi menjemput Jumaniar dan dibawa kerumah sakit, namun belum diberitahu apa yang sebenarnya terjadi. commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Climax (keadaan mencapai klimaks atau mencapai puncaknya) Pengarang menggambarkan keadaan yang mencapai klimaks ketika mayat yang ditemukan itu ternyata adalah Pandhu Dewanata suami Jumaniar. Jenasahnya segera dikuburkan ke Wedi Klaten dengan semua biaya ditanggung oleh dokter Boing. Singkat cerita Jumaniar tidak terima dan melakukan penyelidikan sendiri tentang kematian suaminya. Belum menemukan titik terang, dia sudah dikagetkan dengan penculikan Gagin dan tewasnya Kristanti. Keadaan semakin kacau dan rumit. Dokter Boing kehilangan Kristanti, sedangkan Jumaniar kehilangan Pandhu, ditambah dengan penculikan Gagin. e) Denounement (pemecahan persoalan-persoalan dari semua peristiwa) Akhir cerita pengarang memberikan penyelesaian atas semua peristiwa yang terjadi. Setelah teringat dengan mobil espass, semua penyelidikannya pun segera menemukan titik terang. Malam itu juga dia bersama kapten Yanti menuju Rawalambu menangkap Engkar Sukarsa dan gerombolannya termasuk juga Yanti gadis rok merah. Di sana dia juga menemukan Gagin dan membongkar kasus penculikan anak limabelas tahun lalu. Setelah kejadian itu, akhirnya dokter Boing dan Jumaniar saling jatuh cinta dan berencana untuk menikah. Sedangkan tentang rencana almarhum Kristanti yang hendak menyuruh dokter Boing dan Yunisar untuk membuat anak juga sudah diungkapkan kepada Jumaniar. Dan Yunisar memilih membiarkan adiknya Jumaniar saja yang menikah dengan dokter Boing. Selesai. commit to user
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3). Setting/Latar Pertama-tama mengenai latar waktu. Beberapa latar waktu ditemukan dalam novel BBR ini, namun hanya yang peneliti anggap paling berpengaruh sebagai alur pembentuk cerita yang akan ditampilkan. Latar waktu yang terdapat dalam novel BRR yaitu sebagai berikut. a) Srengenge wayah asar (sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB) Latar waktu ditampilkan pengarang secara abstrak untuk menandakan bahwa waktu telah beranjak sore. Latar waktu tersebut digunakan pengarang untuk mendeskripsikan kepergian Pandhu untuk yang terakhir kalinya berjualan narkoba dan penanda untuk yang pertama kalinya Pandhu mencium bibir Jumaniar setelah setahun lamanya tidak melakukan hal itu. Kutipannya sebagai berikut. …Sunare serngenge madhangi lakune Pandhu. Apa uripe Jumaniar sakloron bakal abyor maneh sumunar kaya serngenge wayah asar kuwi? Muga-muga! Ngesun iki mau bribik-bribike nafsu maneh, trontong-trontonge balik bahagiya. (H431, P4, K6K8) Terjemahan: …cahaya matahari menerangi perjalanan Pandhu. Apakah hidupnya Jumaniar berdua akan bercahaya lagi seperti cahaya sinar matahari waktu asar itu? Mudah-mudahan! Mencium ini tadi pertanda nafsu lagi, ujung-ujungnya kembali bahagia. Seperti terlihat dalam kutipan diatas, setting waktu tersebut terjadi pada sore hari sekitar pukul tiga, ketika adzan asar mulai berkumandang. b) Sawijine dina (pada suatu hari) Latar waktu kembali ditampilkan pengarang yaitu sawijine dina untuk mendeskripsikan peristiwa yang mengubah semua commit to user
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kehidupan keluarga Pandhu. Pandhu diberhentikan menjadi seorang guru karena ketahuan ijasahnya aspal. Kutipannya sebagai berikut. Nanging ing sawijine dina, bubar perayaka setahun wetone Gagin, Pandhu mulih peteng ulate. Astrea dijagang ing latar kanthi kasar, wonge mlebu omah karo gedrag-gedrug kaya polahe bocah cilik ora ketekan karepe. (H433, P6) Terjemahan: Namun pada suatu hari, setelah selesai merayakan setahun weton Gagin, Pandhu pulang dengan bermuram durja. Astrea diparkir dengan kasar, orangnya masuk rumah dengan menghentakhentakkan kakinya seperti anak kecil yang tidak kesampaian apa yang diinginkan.
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa setting waktu tersebut menandai peristiwa penting ketika Pandhu bersedih dan sangat kecewa karena diberhentikan dari pekerjaannya sebagai seorang guru. c) Setahun punjul (satu tahun lebih) Deskripsi latar waktu selanjutnya disampaikan oleh pengarang secara nyata untuk mengantarkan perjuangan Pandhu dan Juminar dalam mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan melunasi cicilan rumahnya. Terlihat pada kutipan: Wis setahun punjul iki nganggur. Nglamar-nglamar wis entek prangko atusan ewu rupiyah. Nekani kantor utawa wawancara, ya wis ngentekake dhuwit akeh. Nanging durung bisa oleh gawean sing tenan. Ora ngasilake apa-apa. Mung Jum sing banjur ubet, golek penggawean rumah tangga sing bisa ditandangi ing ngomahe. Nanging ya ora bisa dienggo cagak urip. Cicilan omah kepeksa nyandhet-nyandhet. Sidane Astreane dhisik sing tebal. (H437, P2) Terjemahan: Sudah setahun lebih ini menganggur. Melamar sudah habis perangko ratusan ribu rupiah. Mendatangi kantor atau wawancara, juga sudah menghabiskan banyak uang. Tetapi belum bisa mendapatkan pekerjaan yang pasti. Tidak menghasilkan apa-apa. to user Hanya Jum yang commit akhrinya bergerak, mencari pekerjaan rumah
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tangga yang bisa dikerjakan dirinya. Tetapi ya tetap tidak bisa dipakai untuk sumber penghidupan. Cicilan rumah terpaksa tersendat-sendat. Akhirnya astreanya melayang. Dari kutipan di atas, terlihat bahwa setting waktu setahun punjul menunjukkan lamanya waktu Pandhu menganggur. Selama itu pula dia melamar pekerjaan ke banyak tempat namun tidak diterima. d) Jam setengah enem-remeng-remeng (pukul setengah enam-masih dalam keadaan agak gelap) Pengarang mendeskripsikan waktu tersebut sebagai penanda bergulirnya cerita yaitu suasana di rumah dokter Boing. Keterangan waktu tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. Dina esuke, jam setengah enem, Bekasi isih remeng-remeng, Boing wis markir Interplayne ing garasi omahe. Sing mbukakake lawang Yunisar. Nanging esuk kuwi Kristanti uga wis tangi, malah wis adus barang. Nalika ketemu karo Boing, Kristanti ora mung aruharuh, nanging uga ngrangkul lan ngesun lambene. (H484, P1) Terjemahan: Pagi harinya, pukul setengah enam, Bekasi masih agak gelap, Boing sudah memarkir interplaynya di garasi rumahnya. Yang membukakan pintunya adalah Yunisar. Tetapi pagi itu Kristanti juga sudah bangun, bahkan sudah mandi. ketika bertemu dengan Boing, Kristanti tidak hanya menyapa, tetapi juga memeluk dan menciumnya. Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa keterangan waktu jam setengah enem, Bekasi isih remeng-remeng digunakan pengarang untuk
menggambarkan
kejadian
pada
saat
Kristanti
berniat
mengutarakan niatnya kepada suaminya untuk mengambil anak angkat dari Yunisar pembantunya. Keterangan waktu yang menandakan kejadian itu terjadi pada pagi hari didukung juga dengan keterangan waktu sebelumnya yaitu dina esuke. commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Rong minggu (dua minggu) Latar waktu kembali ditampilkan pengarang dengan setting waktu rong minggu. Setting waktu rong minggu dibuktikan peneliti pada kutipan berikut: Jumaniar bali menyang omahe ing Graha Harapan sawise rong minggu lunga. Bali nggawa Gagin. Tekane dirubung tangga teparone, sing padha kepengin krungu critane. Sanajan kesel lan wegah crita prekara tiwase sing lanang, nanging ila-ilane dheweke ya kudu ngandhakake kepriye kedadeane. (H519, P1, K1-K4) Terjemahan: Jumaniar pulang kerumahnya di Graha harapan setelah dua minggu pergi. Pulang membawa Gagin. Datangnya dikerumuni oleh tetangganya, yang ingin mendengarkan ceritanya. Meskipun lelah dan tidak mau cerita masalah kematian suaminya, tapi pasti suatu saat juga harus menceritakan bagaimana kejadiannya. Keterangan
waktu
ini
digunakan
pengarang
untuk
mendeskripsikan peristiwa datangnya Jumaniar ke rumahnya di Graha Harapan setelah ditinggal pergi selama dua minggu, yaitu untuk pemakaman suaminya Pandhu. f) Sawetara (sesaat) Pengarang kembali menggunakan latar waktu secara abstrak dengan kata sawetara. Yang artinya adalah sesaat. Berhenti sejenak untuk mengatur posisi. Sesaat yang dibutuhkan oleh Yanti dan Jumaniar mempersiapkan diri untuk menangkap Engkar Sukarsa. Dapat dilihat pada kutipan: Sawise ngenteni sawetara kanggo aweh wektu ngatur posisi, Yanti karo Jum mudhun saka jip. Mlaku biyasa marani omah sasaran sing sawatara satus meter dohe saka jip. Omah kuwi omahe letnan Kobar, manut kandhane wong tuwa sing bukak 132ark mau. Omah sing mau kedhayohan mobil saka dhaerah Kedu. Mobil kuwi, Espass abang, plat nomere A. Ya isih 132arker ing ngarep omah kono. (H548, P3) commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Setelah menunggu sesaat untuk member waktu mengatur posisi, Yanti dan Jum turun dari jip. Berjalan biasa menuju rumah sasaran yang jaraknya sekitar seratus meter dari jip. Rumah itu milik Letnan Kobar, menurut keterangan orang tua sipemilik warung itu. Rumah yang tadi kedatangan tamu dari Kedu. Mobil itu, Espass merah, plat nomernya A, juga masih parker di depan rumah itu. Setting waktu tersebut sebagai penanda bergeraknya peristiwa sudah mencapai akhir. Yaitu peristiwa penangkapan Engkar Sukarsa seorang bandar narkoba dan penculik yang telah menjadi buronan polisi sejak lama. g) Saiki (sekarang) Pengarang menggunakan keterangan waktu tersebut untuk mendeskripsikan keadaan pada saat dokter Boing dan Yunisar bersatu. Bersama dengan Gagin mereka berpelukan. Terlihat pada kutipan berikut: “Ala-ala-ala, wis, ta, Jum. Saiki aku wis duwe kowe, wis duwe Gagin. Telu iki wae sing rukun, ya? Ayo, sunsunan!” “Ayo, kita ciuman orang tiga!” ujare Gagin semangat. “Lan uga duwe mbak Yunisar, aja lali! Cuupp! Aja lali! Kuwi titipane Bu Kris! Aja disiya-siya. Kudu ya ditres …!” Cupp! Cupcup-cupp! (H564, P5) Terjemahan: “Ala-ala-ala, sudah, lah, Jum. Sekarang saya sudah mempunyai kamu, sudah punya Gagin. Tiga ini yang rukun, ya? Ayo, berciuman!” “Ayo, kita ciuman orang tiga!” kata Gagin penuh semangat. “Dan juga punya mbak Yunisar, jangan lupa! Cuupp! Itu titipan dari Bu Kris! Jangan disia-siakan. Harus juga dicing …!” Cupp! Cup-cup-cupp! Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa bergulirnya cerita sudah mencapai akhir. Ditandai dengan setting waktu saiki yang commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan pengarang untuk menggambarkan peristiwa bersatunya dr Boing dengan Yunisar menjadi suami istri. Selanjutnya adalah mengenai latar tempat. Latar tempat yang terdapat dalam novel BRR cukup banyak. Akan tetapi peneliti hanya akan mengambil beberapa saja yang mempunyai pengaruh lebih besar dalam cerita. Latar tempat novel BRR diantaranya adalah sebagai berikut. a) Taman Kartini, Bekasi Merupakan tempat tinggal dokter Boing dan Kristanti. Sekaligus tempat bekerja Yunisar. Terletak di Taman Kartini, Bekasi yang termasuk salah satu perumahan mewah di daerah itu. Kutipannya sebagai berikut. Tunggal lakone, seje enggone. Ing sore kang padha dinane, nalika Pandhu pamitan marang sing wadon arep lunga menyang Bekasi, ing Bekasi, Taman Kartini, Dokter Boing uga pamitan karo sing wadon, Kristanti. Pandhu budhal “nyambutgawe”, Boing uga mengkono, budhal menyang Rumah Sakit „Mitra Keluarga‟. Boing ora nganggo ngesun Kristanti, ora kulina pamit mengkono wiwit biyen. Boing ora nyeker, nanging mlebu menyang montore Mazda Interplay cet ireng. Sing muni “nggrreng!” ngono mesine tenan, bareng karo nggerenge Gagin nirokake mobil-mobilan duweke Adit. (H440, P1) Terjemahan: Ceritanya sama, Cuma berbeda tempat. Di sore hari yang sama harinya, ketika Pandhu berpamitan kepada istrinya hendak pergi ke Bekasi, di Bekasi, Taman Kartini, dokter Boing juga berpamitan dengan istrinya, Kristanti. Pandhu berangkat “bekerja”, Boing juga sama, berangkat menuju Rumah Sakit „Mitra Keluarga‟. Boing tidak mencium Kristanti, tidak biasa berpamitan dengan cara seperti itu sejak dahulu. Boing tidak jalan, tetapi masuk menuju mobilnya Mazda Interplay warna hitam. Yang berbunyi “nggrreng!” seperti itu suara mesin mobil sungguhan, bersamaan dengan bunyi nggrengnya Gagin yang menirukan mobil-mobilan kepunyaan Adit. commit to user
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa setting tempat tersebut berperan dalam bergulirnya peristiwa. Setting tempat tersebut merupakan tempat tinggal keluarga dr Boing. b) Perumahan Graha Harapan Bekasi Timur Merupakan tempat tinggal Jumaniar dan Pandhu Dewanata serta anak mereka Gegana Dewanata atau yang akrab dipanggil Gagin. Pada waktu itu, Jumaniar dan Gagin sedang menunggu kedatangan Pandhu yang tidak kunjung pulang. Terlihat pada kutipan berikut ini. Ing wektu kang padha nalika Kristanti ngrimuk Yunisar ing Taman Kartini, Bekasi, Jumaniar ing Perumahan Graha Harapan Bekasi Timur, momong Gagin karo ngantu-antu tekane sing lanang. Nganti jam sanga wayahe tangga-tangga sing isih duwe televise nonton telenovela, Jumaniar isih nguceki klambine penaton karo bengak-bengok nglarang Gagin metu saka ngomah, pikirane ora leren, kok sing lanang tetep durung mulih. Lawang pager ditutup, dikancing, ing pamrih Gagin ben ora metu. Bocahe dolanan ndeprok nggoceki pager, karo undang-undang kancane. (H496, P1) Terjemahan: Di waktu yang sama ketika Kristanti membujuk Yunisar di Taman Kartini, Bekasi, Jumaniar di Perumahan Graha Harapan Bekasi Timur, sedang menjaga Gagin sambil menanti-nanti kedatangan suaminya. Sampai pukul Sembilan para tetangga yang masih punya televise menonton telenovela, Jumaniar masih mencucui baju penatu sambil berteriak-teriak melarang Gagin keluar dari rumah, pikirannya tidak bisa tenang, kok suaminya masih belum pulang. Pintu pagar ditutup, dikunci, berharap Gagin tidak keluar rumah. Anak yang dimaksud sedang duduk bermain sambil memegangi pagar, sambil memanggil temannya. Pada kutipan di atas, dapat diketahui letak rumah keluarga Pandhu yaitu berada di Perumahan Graha Harapan Bekasi Timur. Tempat tersebut merupakan rumah impian Pandhu dan Yunisar. Namun sayang, kematian Pandhu memupus kebahagian itu. commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Prapatan Rawapanjang (perempatan Rawapanjang) Adalah tempat yang dilalui Pandhu untuk pergi „bekerja‟. Pergi menuju Rawalambu. Menemui Engkar Sukarsa. Pergi bekerja mengedarkan narkoba untuk yang terakhir kalinya. Terlihat pada kutipan berikut. Nalika Kristanti bubar nguntapake Boing, terus nusul Yunisar nonton La Mentira, durung peteng. Bekasi durung paja-paja remeng-remeng. Isih padhang. Bareng karo nalika kuwi Pandhu Dewanata mudhun saka bis kota Mayasari Bhakti 9-B ing prapatan Rawapanjang, terus nyabrang dalan mlaku ngalor, golek kwasi angkutan kota sing ngetem ing lor prapatan. Golek kwasi sing menyang Rawalambu. Lingak-linguk dhisik, nggoleki Dondi, mbokmenawa isih ana ing warung cedhak kono, kaya wingenane kae. (H465, P1) Terjemahan: Ketika Kristanti selesai mengantar Boing pergi, lalu menyusul Yunisar menonton La Mentira, belum gelap. Bekasi belum terlalu gelap. Masih terang. Bersamaan dengan itu Pandhu Dewanata turun dari bus kota Mayasari Bhakti 9-B di perempatan Rawapanjang, lalu menyeberang jalan menuju utara, mencari kwasi angkutan kota yang biasa mencari penumpang di sebelah utara perempatan itu. Mencari kwasi yang menuju Rawalumbu. Sambil melihat kesana-kemari, mencari Dondi, berharap masih ada di warung dekat situ, seperti kemarin itu. Sesuai dengan kutipan di atas, setting tempat tersebut merupakan salah satu nama tempat di Surabaya yang dilalui Pandhu untuk pergi ke tempat Engkar Sukarsa. d) Kwasi K-11A Merupakan salah satu kendaraan umum di Bekasi. Kendaraan yang ditumpangi Pandhu untuk pergi ke Rawalumbu. Di dalam kendaraan itu, Pandhu bertemu dengan seorang wanita memakai rok merah yang dalam bayangan pandhu mirip dengan Jumaniar istrinya. commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seolah sedang memperingatkan Pandhu kembali agar berhenti menjadi pengedar narkoba. Terlihat pada kutipan berikut. Mlebu menyang kwasi K-11A, lagi ana penumpang siji. Wong wadon, nganggo rok abang, sajake karyawati swasta sing mulih kerja. Srog, Pandhu lungguh, adhep-adhepan meh adu dhengkul karo penumpang sing siji mau. Isih longgar, kok pepet-pepetan. Ah, njagani penumpang liyane, ben ceper kebak, ben terus brangkat. Nanging si rok abang nyawang dheke sajak adreng. Wis kenal? Apa sujana karo tingkahe Pandhu kang srag-srog sajak arep kurang ajaran kuwi? Pandhu ya nyawang dheweke, ngiras ngulat-ulatake mbokmenawa kenalan lawas. Dudu. Rupane memper Jumaniar. (H466, P4) Terjemahan: Masuk ke dalam kwasi K-11A, baru ada penumpang satu. Seorang wanita dengan rok merah, kelihatannya karyawati swasta yang baru pulang kerja. Srog, Pandhu duduk, berhadapan hampir beradu tumit dengan penumpang yang satu tadi. Masih longgar, kok berdesak-desakan. Ah, menjaga jika ada penumpang lainnya, biar cepat penuh, biar terus berangkat. Tetapi si rok merah melihat dirinya dengan tatapan tajam. Apa sudah kenal? Apa berprasangka buruk dengan tingkah Pandhu yang srag-srog terlihat mau kurang ajar itu. Pandhu juga menatap orang itu, memperhatikan dengan seksama karena mungkin saja itu adalah kenalan lama. Bukan. Wajahnya mirip Jumaniar. Seperti telah diungkapkan di atas, sesuai dengan kutipan di atas tersebut. Kwasi merupakan salah satu kendaraan umum di Surabaya. Pandhu sempat naik Kwasi untuk pergi menuju Rawalumbu tempat Engkar Sukarsa tinggal. e) Mapolsek Bekasi Timur ing Jembatan Tiga (Mapolsek Bekasi Timur di Jembatan Tiga) Merupakan markas polisi terdekat dengan Rawalambu, tempat Engkar Sukarso tinggal. Markas yang nantinya akan digunakan untuk menyusun rencana dalam usaha menangkap Engkar Sukarsa. Terlihat dalam kutipan berikut. commit to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ing ndalan, Jum nyritakake lelakone sore mau. Lan ngancer-anceri omah sing bakal dilurug. Disebutke akehe keluwargane sing diweruhi. Yanti ngrungokake kanthi adreng. Nalika ngampiri wadyabala ing Mapolsek Bekasi Timur ing Jembatan Tiga, Yanti nganaake briefing kilat marang anak buahe, dikuwati pisan karo katrangane Jum ngenani sasaran omah kang dilurug. Ngatur siyasat. Para pulisi wis apal banget karo situasi Bojong Mapan, marga kono daerah oprasine. (H546, P4) Terjemahan: Di jalan, Jum menceritakan kejadian yang dialaminya sore itu. Dan memberikan petunjuk tentang keadaan rumah yang hendak dikepung. Disebutkan banyaknya keluarga yang ditemuinya. Yanti mendengarkan dengan penuh seksama. Ketika menghampiri pasukannya di Mapolsek Bekasi Timur di Jembatan Tiga, Yanti mengadakan briefing kilat kepada anak buahnya, diperkuat dengan keterangan dari Jum mengenai sasaran rumah yang akan dikepung. Mengatur siasat. Para polisi sudah hafal sekali dengan situasi Bojong Mapan, karena di situ adalah daerah operasi. Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa di daerah Rawalumbu tersebut terdapat markas polisi. Tepatnya terletak di jembatan tiga. Markas polisi ini yang nantinya digunakan untuk menyusun rencana penangkapan Engkar Sukarsa. Kemudian yang terakhir adalah latar sosial. Latar sosial yang digambarkan dalam novel BRR adalah suatu keadaan masyarakat pada awal era reformasi. Menceritakan tentang kehidupan masyarakat kalangan atas dan kalangan bawah. Pengarang mengambil contoh keduanya, yaitu dari keluarga dokter Boing dan keluarga Pandhu. Salah satu situasi yang juga banyak dialami masyarakat Indonesia pada waktu itu, Pandhu sebagai seorang guru harus diberhentikan karena terbukti ijasahnya aspal. Hal ini membuktikan bahwa pada jaman Orde Baru itu diibaratkan seperti jaman kalabendu. Jaman dimana kepintaran, kecerdasan dan kebaikan serasa commit to user
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak ada harganya. Siapa yang beruntung dialah yang mulya, makmur dan berada di atas. Seperti terlihat dari kutipan berikut. Ah, jaman Orde Baru! Jaman beja-bejan. Yen lagi beja ya slamet, yen lagi apes ya keplenet. Jaman samana wong ora ngajeni marang ketrampilan, kasetyan, kaprigelan, kapinteran, kejujuran. Nanging gumantung marang beja lan cilaka. Prigela dikaya ngapa, yen ora bejo ya uripe ketlikung. Deksiya, nistha utawa cidra dikaya ngapa yen beja ya uripe kepenak, tumindake ora konangan, malah diayomi, ora diukum. Wong becik jungkir walik, wong brahala adigung-adiguna. Kuwi jaman Orde Baru, jaman kang wis mungkur. Saiki wis direformasi, ditata maneh, sing becik dienggo, sing cidra disingkirake. Dadine kepriye? (H436, P2) Terjemahan: Ah, jaman Orde Baru! Jaman untung-untungan. Jika sedang beruntung ya selamat, jika sedang apes ya terinjak. Pada waktu itu orang tidak memandang tinggi ketrampilan, kesetiaan, kecakapan, kepinteran, kejujuran. Tetapi tergantung kepada keberuntungan dan kesialan. pintar seperti apapun, jika tidak beruntung yan hidupnya akan terinjak. Jahat, buruk atau pembohong sekalipun jika beruntung ya hidupnya akan makmur, perbuatannya tidak akan ketahuan, malah dilindungi, tidak dihukum. Orang baik jungkir balik, orang yang kurang baik malah mendapat keluhuran dan kelebihan atau serba kecukupan. Itu jaman Orde Baru, jaman yang sudah terlewat. Sekarang sudah direformasi, ditata lagi, yang baik dipakai, yang buruk disingkirkan. Jadinya. Bagaimana jadinya? Akan tetapi dalam novel BRR tersebut bukanlah menceritakan keadaan pada saat jaman Orde Baru, melainkan dampak Orde Baru dan datangnya Era Reformasi. Diceritakan suatu keadaan masyarakat Indonesia bagi para korban jaman Orde Baru yang kesulitan mencari pekerjaan, dan sebagian memilih untuk mengambil jalan singkat untuk mendapatkan uang. Seperti yang dilakukan oleh Pandhu Dewanata yang memilih menjadi pengedar narkoba, meskipun dia tahu bahwa itu melanggar hukum dan merusak masa depan anak bangsa.
commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4). Penokohan Penokohan tidak bisa lepas dari unsur pembentuk cerita. Tanpa adanya tokoh, maka cerita akan terasa hampa dan tidak hidup. Dalam novel BRR terdapat beberapa tokoh dengan berbagai macam sifatnya. Tokoh-tokoh tersebut antara lain: a) Jumaniar Jumaniar digambarkan sebagai seorang perempuan yang pintar dan cerdas. Melalui teknik conversation of other character pengarang melukiskan watak Jumaniar tersebut. Yaitu melalui percakapan antara Yunisar dengan majikannya yang bernama Kristanti. Kutipannya sebagai berikut. “… Margi Jum, adhik kula, niku lare pinter, lare ghatekan, kreatip. Lare pinter niku manahe tansah jembar, mboten cilikan aten, yen enten niyate napa sing dicandhak dadi rejekine. Ibu bapak kula tansah nggegulang ngaten, lan kula kalih Jum niki mpun kapola remen tandhang gawe pados rejeki. Rejeki mesthi angsale, samurwat kalih medale kringete. Yen ora gelem metu akal lan kringet, nggih mongsoka angsal rejeki.” (H446, P3, K6-K10) Terjemahan: “… Karena Jum, adik saya, itu orangnya pintar, anak cerdas, kreatif. Anak pintar itu orangnya sabar, tidak mudah putus asa, jika punya keinginan apapun yang dikerjakan pasti menghasilkan. Ibu bapak saya selalu mengajarkan seperti itu, dan saya serta Jum itu sudah ditanamkan untuk cinta terhadap pekerjaan yang menghasilkan. rejeki itu pasti ada, seiring dengan keluarnya keringat. Jika tidak mau keluar keringat dan pikiran, ya tidak mungkin akan mendapat rejeki. Jumaniar juga digambarkan sebagai seorang istri yang sabar dan pengertian. Sebagai Istri seorang lelaki yang telah kehilangan pekerjaannya, Jumaniar tidak menuntut dan marah-marah. Akan tetapi dia bisa menempatkan diri layaknya seorang pendamping bagi commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suaminya. Dia memberikan support dan semangat terhadap Pandhu agar tidak menyerah dengan kehidupan. Kutipannya sebagai berikut. “Ngunjuk sik, Mas. Iki.” Jum sengaja ora nggejeg takon apa sebabe Pandhu muring-muring. Ben lereh dhisik. Ben ngombe barang dhisik. Bareng wis sareh, wis mendha, lagi Pandhu crita. Isih kanthi swara kang groyok lan muring, nanging critane dadi jelas. Saya suwe, saya cetha, sawise dibolan-baleni. (H435, P1) Terjemahan: “Minum dulu, Mas. Ini.” Jum sengaja tidak bertanya dahulu kenapa Pandhu marah-marah. Biar tenang dahulu. Juga biar minum dahulu. Setelah tenang, sudah tidak marah lagi, baru kemudian Pandhu bercerita. Masih dengan suara yang agak keras dan sedikit emosi, tetapi ceritanya menjadi jelas. Semakin lama, semakin jelas, setelah diulang berkali-kali. Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Yunisar merupakan seorang perempuan yang cerdas. Sebagai seorang istri, Yunisar termasuk istri yang sabar dan pengertian. b) Gagin Gagin atau Gegana Dewanata. Lebih akrab dipanggil Gagin. Digambarkan melalui Phisical description sebagai seorang anak yang masih kecil karena baru berusia dua setengah tahun. Dapat dilihat pada kutipan berikut. Gagin, sanajan lagi umur rongtahun setengah, kerep wae inthakinthik dolan dhewe metu saka omahe. Tangga teparone mepet, akeh bocah sabarakane, padha seneng didolani Gagin. (H438, P6, K3-K4) Terjemahan: Gagin, walaupun masih berumur dua setengah tahun, kerap kali berjalan kesana-kemari bermain sendiri keluar dari rumah. Tetangga dekatnya, banyak anak seusianya, sangat senang bila didatangi Gagin. commit to user
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gagin juga digambarkan melalui Reaction of other to character sebagai seorang anak kecil yang lucu dan manis. Hal ini diungkapkan oleh tokoh bernama Yanti. Dapat dilihat dalam kutipan berikut. “Aadhit! Sinia. Mari mobil-mobilan! Mobilmu yang tiga, bawain ke sini.” “Spadaa. Salaumalaikum! Hih, manisnya, cah iki! Heh, namamu sapa?” “Tiga. Adhit mobilnya tiga. Merah, kuning, mobil Derek.” (H496, P2) Terjemahan: “Aadit! Sini dong. Mari mobil-mobilan! Mobilmu yang tiga, bawain ke sini.” “Spadaa. Salamualaikum! Hih, manisnya, anak ini! Heh, namamu siapa?” “Tiga. Adit mobilnya tiga. Merah, kuning, mobil Derek.” Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Gagin adalah seorang anak lelaki yang masih kecil berumur sekitar dua setengah tahun yang lucu dan menggemaskan. Gagin adalah anak dari Pandhu dan Yunisar. c) Pandhu Dewanata Digambarkan sebagai seorang laki-laki yang suka berpikir pendek. Atau lebih suka mengambil jalan pintas. Untuk mendapatkan uang dengan cepat, dia bekerja sebagai seorang pengedar narkoba. Melalui tokoh Jumaniar, pengarang melukiskan watak Pandhu tersebut. Hal itu terlihat pada kutipan berikut. “Mas! Mas! Sabar! Aja lara ati kaya ngono kuwi, ta. Nanging penggaweanmu adol pil ekstasi, sabu-sabu, narkoba, ngono kuwi nistha, mas. Ora mung ngrusak bangsa, nanging uga mutawatiri kanggo keslametanmu dhewe. Kowe alaku cidra, nerak aturan.” (H428, P3) commit to user
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Mas! Mas! Sabar! Jangan terburu-buru sakit hati seperti itu, lah. Tetapi pekerjaanmu berjualan pil ekstasi, sabu-sabu, narkoba, seperti itu nista, mas. Tidak hanya merusak bangsa, tetapi juga membahayakan keselamatanmu sendiri. Kamu berbuat salah, melanggar aturan.” Kutipan lain yang membuktikan bahwa Pandhu adalah seorang yang bertindak gegabah atau berpikiran pendek yaitu ketika dia tidak mengerjakan skripsinya sendirian, akan tetapi malah membayar orang lain untuk mengerjakannya. Dan akibatnya fatal. Dia ketahuan oleh pengujinya. Didenda. Agar ijasah itu bisa ditebus. Jadilah ijasah Pandhu aspal. Kutipannya sebagai berikut. “Aku pancen ora bisa nggarap skripsi, Jum. Wiwit SD biyen ora tau dilatih ngarang, nyusun ukara. Dadi rekasa nglontarake gagasan liwat tulisan. Wis pirang-pirang sasi sinauku rampung, nanging dikon gawe skripsi wegahku ora karuwan. Aku teluk. Terus, ana kancaku sing ngajani golek skripsine wong lulusan IKIP wae ing Shopping Centre, diowahi sithik-sithik diajokake dadi skripsiku. Sawise nggregik-nggregik karo bakul buku rombeng ing kana, sidane aku oleh skripsine wong lulusan IKIP Malang. (H436, P1, K1-K6) Terjemahan: “Saya memang tidak bisa mengerjakan skripsi, Jum. Mulai SD dahulu tidak pernah dilatih mengarang, menyusun kalimat. Akibatnya susah mengeluarkan gagasan melalui tulisan. Sudah berbulan-bulan belajarku selesai, tetapi disuruh untuk membuat skripsi malasku tidak karuan. Aku menyerah. Kemudian, ada teman saya yang menyarankan mencari skripsinya mahasiswa lulusan IKIP di Shopping Centre, dirubah sedikit lalu diajukan menjadi skripsi saya. Setelah merayu-rayu dengan salah satu penjual buku bekas di sana, akhirnya aku mendapatkan skripsinya orang IKIP Malang. Tokoh Pandhu juga digambarkan sebagai seorang yang mudah menyerah. Hal ini diungkapkan oleh tokoh bernama Yunisar. Meskipun diungkapkan secara tersirat. Terdapat pada kutipan berikut ini.
commit to user
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Kirang terang, pun angsal damelan napa dereng. Kudune dheweke pados gesang boten ngendelke mung ijasahe IKIP. Kedah yakin kalih ketrampilan napa kasagedan liyane. Angger gelem tandang, gelem gemregah mawon, tiyang gesang niku mesthi saged gesang, saged angsal rejeki. (H446, P3, K1-K4) Terjemahan: “kurang tahu, sudah mendapat pekerjaan atau belum. Seharusnya dirinya mencari penghidupan tidak hanya mengandalkan ijasah IKIP. Harus yakin dengan ketrampilan atau keahlian lainnya. Jika mau berusaha, mau bangkit saja, orang hidup itu pasti bisa hidup, bisa mendapat rejeki. Beberapa kutipan di atas menggambarkan tokoh Pandhu adalah seorang lelaki yang gegabah atau suka berpikir pendek dan mudah menyerah. d) Boing Ngusadabangsa Dokter Boing Ngusadabangsa digambarkan sebagai seorang yang bijaksana dan professional dalam bekerja. Hal ini dapat dilihat bagaimana ia menanggapi reaksi istrinya Kristanti yang sedikit marah karena disuruh keluar oleh Kapten Yanti. Hal ini terlihat pada kutipan: “Iya, Jeng. Prayogane jaken bocah kuwi metu. Iki ruwangan nyambutgawe. Pinter, ta, kowe ndolani bocah samono? Blajar duwe momongan,” ucape Boing wicak naggapi pandeng pitakone wing wadon. (H503, P8) Terjemahan: “Iya, Jeng. Sebaiknya ajak anak itu keluar. Ini ruang kerja. Pintar, kan, kamu mengajak main anak kecil itu? Belajar mempunyai momongan,” kata Boing dengan bijaksana menanggapi pandangan yang penuh pertanyaan dari wanita itu. Boing juga digambarkan seabgai seorang lelaki yang mempunyai rasa simpati tinggi. Hal ini terbukti pada saat, keluarga Jumaniar kehilangan Pandhu. Dia membantu semua biaya, pengiriman commit to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jenasah lengkap dengan pemakamannya.dapat dilihat pada kutipan berikut. “Mengko dakbantu. Apa, ta, sing dibutuhke? Rak ngrumat kunarpa kuwi, didusi lan dibungkus pisan. Terus nyewa ambulans menyang ndesamu. Kabeh rumah sakit wis sumediya. Mengko aku sing nanggung.” (508, P4) Terjemahan: “Nanti saya bantu. Apa, ta, yang dibutuhkan? Kan mengurus jenasah itu, memandikannya dan dibungkus sekalian. Lalu menyewa ambulans menuju desamu. Semua rumah sakit sudah menyiapkannya. Nanti saya yang menanggung. Juga didukung oleh kutipan berikut ini: Dokter Boing gage nyandhak Jum, dirangkul, dhadhane dipasangake kanggo sumelehe raine Jum. Ditogake Jum mingsegmingseg mengkono. Dheweke rumangsa duwe kuwajiban nglipur wong wadon kang lagi nandhang kasangsaran. Uga ngrasakake kesedhihan sing disandhang Jum. Rambute Jum sing ketel luruh, dielus-elus kanthi trenyuhing ati. Lembut banget rambut kuwi, kaya lembute atine sing duwe. (H509, P5) Terjemahan: Dokter Boing segera memegang Jum, dipeluk, diberikan dadanya unyuk bersandar wajahnya Jum. Dibiarkannya Jum menangis tersedu-sedu. Dirinya merasa punya kewajiban untuk menghibur perempuan yang sedang mengalami kesengsaraan itu. Juga merasakan kesedihan yang sedang diderita oleh Jum. Rambutnya Jum yang lebat, dibelai lembut dengan rasa iba. Lembut sekali rambut itu, selembut hati pemiliknya. Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa dokterr Boing adalah seorang lelaki yang profesional dalam bekerja. Mampu membedakan urusan pribadi dengan pekerjaan. Dia juga digambarkan sebagai seorang lelaki yang memiliki rasa empati yang tinggi.
commit to user
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Kristanti Kristanti digambarkan sebagai seorang yang pintar. Dapat dilihat pada kutipan berikut. Kristanti dhewe satemen uga dudu wanita kesed, ora wegah tandhang gawe ing pawon, nanging uga perlu dandan lan memaca buku, ing pamrih supaya ora kethetheran ngembani bojone sing dhokter, ora nguciwani yen dijak srawung kumpul-kumpul karo keluwargane para dhokter, utawa pejabat kutha satingkate. Maca buku, maca buku apa wae, kuwi mesthi diperlokake sedina nganti rong jam telung jam. (H441, P4, K1-K2) Terjemahan: Kristanti sendiri sebenarnya juga bukan perempuan malas, juga tidak masalah jika harus bekerja di dapur, tapi juga perlu bersolek dan membaca buku, dengan maksud agar bisa mengimbangi suaminya yang seorang dokter, tidak memalukan jika diajak berkumpul bersama para istri dokter, atau pejabat kota satu tingkatnya. Membaca buku, membaca buku apa saja, itu pasti diluangkannya selama dua sampai tiga jam sehari. Selain pintar, Kristanti juga digambarkan sebagai seorang perempuan
yang
berwawasan
luas.
Melalui
sikapnya
dalam
menanggapi kemajuan teknologi berupa televisi. Lewat perkataannya maka dapat disimpulkan bahwa dia adalah seorang yang pintar dan berwawasan luas. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Kuwi keunggulane teknik televisi. Bisa mulang-muruk keluwarga mung sarana metek rimut. Emane ora angger crita ing televisi apik ditiru, dirasakake, dinikmati.” (H495, P3) Terjemahan: “Itu keunggulannya teknik televisi. Bisa memberikan pengajaran dan penerangan terhadap keluarga hanya dengan memencet rimut. Sayangnya tidak setiap cerita di televisi baik untuk ditiru, dirasakan, dinikmati.” Kristanti juga digambarkan sebagai seorang perempuan yang berani, berani mengambil resiko. Sebagai seorang perempuan dia commit to untuk user berhubungan intim dengan berani menyuruh suaminya
147 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembantunya Yunisar, untuk kemudian anaknya akan diambil menjadi anak angkat. Terlihat pada kutipan berikut. Duwe anak pupon turune Yunisar! Cocog karo karepe Dokter Boing! Duwe anak pupon saka turune wong berkuwalitas. Saiki Yunisar diguyoni digiring supaya gelem duwe anak, sing dijanjeni arep dipupu dening Kristanti. Diguyoni sembrana parikena. Mengkono uga Mas Boing uga dirimuk bisik-bisik dikon slingkuh karo Yunisar! Ah! Saru! Mursal! Akarakter! Akarakter? Ora! Ora saru, marga niyate sing tenan becik. (H457, P1, K5-K10) Terjemahan: Mempunyai anak angkat dari Yunisar! Cocok dengan keinginan Dokter Boing! Punya anak angkat dari keturunan yang berkualitas. Sekarang Yunisar diajak bercanda digiring agar mau punya anak, yang dijanjikan akan dihidupi oleh Kristanti. Diajak bercanda yang agak tabu juga tidak apa. Begitu juga Mas Boing juga dirayu-rayu agar mau disuruh selingkuh dengan Yunisar! Ah! Saru! Mursal! Akarakter! Akarakter? Tidak! Tidak tabu, karena memang niatnya itu baik. Melalui beberapa kutipan di atas, Kristanti dapat digambarkan sebagai seorang perempuan yang pandai dan berwawasan luas. Meski hanya tinggal di rumah, namun dia tidak pernah berhenti memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Kristanti juga diidentikkan sebagai istri yang berani. f) Yunisar Tokoh bernama Yunisar. Adalah kakak dari Jumaniar yang berkerja menjadi seorang pembantu di rumah Dokter Boing dan Kristanti. Yunisar digambarkan sebagai seorang yang rajin. Hal ini diungkapkan melalui direct author analysis. Dapat dilihat pada kutipan berikut. Yunisar, pembantu kang sregep lan gathekan. Wiwit esuk tangi turu ora tau leren kecincag-kecincug reresik omah, lan ngladeni majikane. Iya umbah-umbah, ngepel, strika, lan mangsak ing commit to user
148 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pawon. Mbiyantu tenan marang bale somahe Dokter Boing. (H441, P4) Terjemahan: Yunisar, pembantu yang rajin dan cekatan. Mulai pagi sesudah bangun tidur tidak pernah istirahat kecincag-kecincug membersihkan omah, dan melayani majikannya. Juga mencuci pakaian, mengepel, menyetrika, dan juga memasak di dapur. Benar-benar membantu keluarga Dokter Boing. Yunisar juga digambarkan sebagai seorang perempuan yang pintar dan sudah dewasa. Hal ini dapat dilihat pada saat dia mengomentari Jum dan Pandhu, serta pandangannya terhadap kehidupan ini. Dapat dilihat pada kutipan berikut. “Kirang terang, pun angsal damelan napa dereng. Kudune dheweke pados gesang boten ngendelke mung ijasahe IKIP. Kedah yakin kalih ketrampilan napa kasagedan liyane. Angger gelem tandang, gelem gemregah mawon, tiyang gesang niku mesthi saged gesang, saged angsal rejeki. Ning sanajan dheweke nganggur, kula mboten sumelang. Margi Jum, adhik kula, niku lare pinter, lare ghatekan, kreatip. Lare pinter niku manahe tansah jembar, mboten cilikan aten, yen enten niyate napa sing dicandhak dadi rejekine. Ibu bapak kula tansah nggegulang ngaten, lan kula kalih Jum niki mpun kapola remen tandhang gawe pados rejeki. Rejeki mesthi angsale, samurwat kalih medale kringete. Yen ora gelem metu akal lan kringet, nggih mongsoka angsal rejeki.” (H446, P3) Terjemahan: “kurang tahu, sudah mendapat pekerjaan atau belum. Seharusnya dirinya mencari penghidupan tidak hanya mengandalkan ijasah IKIP. Harus yakin dengan ketrampilan atau keahlian lainnya. Jika mau berusaha, mau bangkit saja, orang hidup itu pasti bisa hidup, bisa mendapat rejeki. Akan tetapi meskipun dirinya menganggur, saya juga tidak khawatir. Karena Jum, adik saya, itu orangnya pintar, anak cerdas, kreatif. Anak pintar itu orangnya sabar, tidak mudah putus asa, jika punya keinginan apapun yang dikerjakan pasti menghasilkan. Ibu bapak saya selalu mengajarkan seperti itu, dan saya serta Jum itu sudah ditanamkan untuk cinta terhadap pekerjaan yang menghasilkan. rejeki itu pasti ada, seiring dengan keluarnya keringat. Jika tidak mau keluar keringat dan pikiran, ya tidak mungkin akan mendapat rejeki. commit to user
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepandaian Yunisar diperkuat melalui pandangan pelaku dalam menyingkapi siaran telenovela di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Cekake siyaran telenovela niku diengge ngipuk-ipuk basa daerah sa-Indonesia. Kanthi mekaten tiyang mesthi badhe sami sinau lan ngejeni basa daerah. Ing sekolahan basa daerah inggih angsal kawigatosan, guru-guru basa daerah inggih dipunbetahaken, sing wasis basa daerah inggih angsal pedamelan alihsuwara, majalah basa daerah inggih lajeng dipunpadosi tiyang. Media elektronik mboten namung kita suwun mbiyantu keterbukaan informasi, nanging ugi tumut mbangun mempersatukan etnis yang berbeda. (H452, P2, K6-K9) Terjemahan: Pendeknya siaran telenovela itu digunakan untuk melestarikan bahasa daerah se-Indonesia. Dengan begitu orang pasti akan belajar dan menghormati bahasa daerah. Di sekolahan bahasa daerah juga mendapat perhatian, guru-guru bahasa daerah juga dibutuhkan, yang pandai berbahasa daerah juga bisa mendapatkan pekerjaan sebagai alihsuara, majalah bahasa daerah juga akan dicari orang. Media elektronik tidak hanya kita minta untuk membantu keterbukaan informasi, akan tetapi juga untuk ikut membangun, mempersatukan etnis yang berbeda. Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Yunisar adalah seorang perempuan yang rajin bekerja. Seorang perempuan yang pandai dan berpikir jauh ke depan. Hal ini sungguh mencegangkan mengingat dia hanyalah seorang pembantu rumah tangga. g) Yanti Suyamsuyam Tokoh perempuan bernama Yanti tersebut dalam cerita ini, digambarkan oleh pengarang sebagai seorang perempuan yang cantik, namun juga cerdas. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Jum glagepan, meneng. Ora bisa mbantah. Kepeksa ngakoni, sanajan tetep nganggo suwara sing nglemek, Yanti wis commit to user njlentrehake nalare disengkuyung fakta kang tinemu ing
150 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panylidhikan. Yanti wis nuduhake cara panggaweane kang professional. Beda karo gagasane Jum sing mung didhasari emosi. (H541, P3) Terjemahan: Jum kaget. Terdiam. Tidak bisa membantah. Terpaksa mengakui, meskipun tetap menggunakan suara yang lirih, Yanti sudah menjelaskan pemikirannya yang diperkuat dengan fakta yang ditemukan dalam penyelidikan. Yanti sudah menunjukkan pekerjaannya yang professional. Berbeda dengan gagasan Jum yang hanya didasari emosi. Tokoh bernama Yanti Suyamsuyam adalah seorang perempuan yang berprofesi sebagai polisi. Dia berperan penting dalam penangkapan Engkar Sukarsa. Berdasarkan kutipan di atas, Yanti digambarkan sebagai perempuan yang tidak hanya cantik tapi juga cerdas. Terlebih setelah mampu memecahkan kasus Engkar Sukarsa. 5). Sudut Pandang (Point a view) Setelah
menganalisis
novel
BRR
tersebut,
peneliti
dapat
menyimpulkan bahwa pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini dikarenakan pengarang tidak mengalami kejadian itu tetapi dia menjadi orang yang serba-tahu. Serba mengerti segalanya. Menjadi orang yang berkuasa menentukan nasib tiap pelakunya. Mengetahui tentang keluarga Pandhu dan Jumaniar, juga keluarga dokter Boing dan Kristanti. Terlihat pada kutipan berikut. Tunggal lakone, seje enggone. Ing sore kang padha dinane, nalika Pandhu pamitan marang sing wadon arep lunga menyang Bekasi, ing Bekasi, Taman Kartini, Dokter Boing uga pamitan karo sing wadon, Kristanti. Pandhu budhal “nyambut gawe”, Boing uga mengkono, budhal menyang Rumah Sakit „Mitra Keluarga‟. Boing ora nganggo ngesun Kristanti, ora kulina pamit mengkono wiwit biyen. Boing ora nyeker, nanging mlebu menyang montore Mazda Interplay cet ireng. Sing muni “nggrreng!” ngono mesine mobil tenan, bareng karo nggerenge Gagin nirokake mobil-mobilane duweke Adhit. (H440, P1) commit to user
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Berbeda pelakunya, berbeda tempatnya. Di sore yang sama harinya, ketika Pandhu berpamitan dengan istrinya mau pergi ke Bekasi, di Bekasi, Taman Kartini, Dokter Boing juga berpamitan dengan istrinya, Kristanti. Pandhu berangkat “bekerja”, Boing juga begitu, berangkat menuju Rumah Sakit „Mitra Keluarga‟. Boing tidak mencium Kristanti, tidak biasa berpamitan seperti itu sejak dahulu. Boing tidak jalan kaki, tetapi masuk menuju mobilnya Mazda Interplay cat hitam. Yang bunyinya “Nggrreng!” seperti itu mesin mobil sebenarnya, bersamaan dengan nggreengnya Gagin sambil menirukan mobil-mobilan punya Adhit. Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bagaimana pengarang bisa mengetahui secara detil kegiatan dua keluarga di tempat yang berbeda secara bersamaan. Selain itu ditambah lagi dengan kebiasaan kedua keluarga tersebut. Untuk itu sudah bisa dipastikan bahwa di dalam novel BRR tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga.
commit to user
152 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bekasi masih remang-remang, Pandhu pergi ke Rawalambu.
sampai di rumah sakit diketahui bahwa Pandhu telah tewas dibunuh.
Jumaniar tidak terima, dan menyelidiki kasus tersebut sendirian.
Pada hari yang sama di tempat yang berbeda, terjadi percakapan antara Kristanti dan Yunisar. Kristanti kemudian berniat untuk mempunyai anak dari Yunisar.
Jumaniar istri Pandhu dijemput polisi dan diantar ke rumah sakit.
belum mendapatkan titik terang, dia harus dikagetkan dengan penculikan Gagin dan tewasnya Kristanti.
Sampai di Rawalambu, Pandhu bertemu Engkar Sukarsa. dan mengutarakan niatnya untuk berhenti.
cerita selanjutnya, Kristanti mengutarakan niatnya kepada suaminya dr. Boing. pembicaraan terhenti, ketika dr. Boing disuruh untuk segera ke rumah sakit.
Jumaniar segera tersadar bahwa penyelidikannya membuahkan hasil. pembunuh Pandhu dan Kristanti sekaligus penculik Gagin dapat ditangkap. selesai.
Gambar 5 Bagan cerita novel Bekasi Remeng-remeng
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
153 digilib.uns.ac.id
2. Aspek Sosial dan Budaya dalam SBO Karya sastra tulis seperti halnya novel selalu menampilkan latar belakang sosial budaya masyarakat. Latar belakang sosial budaya yang ditampilkan dapat berupa pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, adat kebiasaan, suku dan agama. Sehingga pada hakikatnya sosial budaya itu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakatnya. Berikut ini akan peneliti kaji tentang aspek sosial budaya yang terdapat pada novel SBO. a. Novel Astirin Mbalela Berbicara mengenai sosial dan budaya maka kita tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakatnya. Masyakat adalah budaya itu sendiri sehingga apabila kita mengkaji tentang aspek sosial dan budaya suatu masyarakat otomatis kita juga harus mempelajari kehidupan masyarakatnya. Begitu juga aspek sosial budaya dalam novel Astirin Mbalela. Dilukiskan tentang kehidupan masyarakatnya pada waktu itu dengan tingkat ekonomi yang masih belum merata dan berjalan lamban. Jaman di mana teknologi informatika seperti handphone dan seperti komputer belum dikenal luas di kalangan masyarakat. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani, pedagang dan penjual jasa seperti bengkel. Orang yang berprofesi sebagai seorang petani dan pegawai serabutan contohnya adalah Pakdhe Mar. Kemudian Mbokde Nik yang berprofesi sebagai pedagang nasi pecel, kemudian juga ada Buamin yang berprofesi sebagai penjual jasa servis motor atau bengkel. Beberapa dibuktikan pada kutipan berikut. Pakde Mar kuwi sing marahi! Wong lanang gaweane mung maen thok. Rekake biyen ya macul tegal, lan kanggo nambah butuh golek maklaran sepedhah lan kendaraan liyane. Nanging senenge tombokan ora jamak, commit toentek. user Tujune anake loro wis padha nganti tegale saiki wis diiris-iris
154 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mentas. Siji Marwin wis dadi tukang jaga sekolah ing Kras, sijine wadon, Pinah, dikawin pegawe ing Blitar. Saiki sing dadi bau suku ngrewangi Mbokdhe ya Astirin kuwi. Ngono arep dikawinake karo Buamin, sing bukak bengkel sepedhah montor ing kulon pasar cedhak enggokenggokan. (H10, P4, K1-K8) Terjemahan: Paman Mar itu yang memulai! Laki-laki kerjaannya hanya berjudi saja. Usahanya dahulu ya mengelola lahan pertanian, dan untuk mencukupi kebutuhan sambil menjadi makelar sepeda dan kendaraan lainnya. Tetapi selalu saja kurang hingga tanahnya semakin hari semakin sempit dan habis. Untung saja kedua anaknya sudah mandiri. Satu, Marwin sudah menjadi seorang penjaga sekolah di Kras, satunya, perempuan, dinikahi pegawe dari Blitar. Sekarang yang menjadi pembantu ya Astirin itu. Sekarang mau dinikahkan dengan Buamin, yang membuka bengkel sepeda motor sebelah barat pasar yang dekat dengan tikungan. Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa lingkungan kehidupan Astirin pada waktu itu adalah kalangan masyarakat yang sederhana. Sebagian bekerjanya adalah seperti yang disebutkan itu. Berbeda dengan Astirin yang tidak sampai lulus SMA, dia bekerja sebagai pelayan restauran sekaligus sebagai penyanyi. Sedangkan sebagian kecil adalah orang-orang yang dianggap mapan seperti pegawai pemerintahan, para pejabat, penyanyi dan bintang film. Hal ini pula yang membuat Astirin bercita-cita ingin menjadi seorang penyanyi pop. Sehingga bisa mengangkat paman dan bibinya dan tidak perlu hidup susah lagi. Era ini pula ditandai dengan beberapa penyanyi pop yang mencapai masa keemasan seperti Dewi Yul, Anggun dan Nike Ardilla. Namun kehidupan sosial pada masa ini juga sudah memprihatinkan, terlihat sudah merebaknya kompleks pelacuran seperti di Kampung Dupak Bangun Sari V yang merupakan salah satu kawasan di Surabaya. Terlihat pada kutipan berikut. commit to user
155 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Astirin ngreti Samsihi srool, mrengut. Mula banjur digandheng tangane nalika ing taksi. Lungguhe dipepet. “Aja nesu dhisik, ta, Mas! Aku isih butuh kowe dadi cucuk lakuku, ngurusi bisnisku.” “Bisnis menyang Bangunsari ngene iki bisnis apa?! Kuwi kompleks pelacuran!” (H172 P3) Terjemahan: Astirin tahu Samsihi sedang marah, muram. Sehingga segera menggandeng tangannya ketika di dalam taksi. Duduknya dirapatkan. “Jangan marah dulu, ta, Mas! Saya masih membutuhkan kamu untuk menemaniku, menyelesaikan bisnisku.” “Bisnis ke Bangunsari seperti ini bisnis apa?! Itu kompleks pelacuran!” Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Dupak Bangunsari merupakan kompleks pelacuran. Kompleks pelacuran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat tersebut. Terlihat bagaimana sikap dan perkataan Samsihi dalam menanggapi perkataan Astirin tersebut. Ada
lagi
tentang
mafia
perdagangan
manusia
yang
memperdagangkan para wanita untuk dijual ke Malaysia tentu saja secara gelap-gelapan. Kemudian juga tingkat keamanan yang belum terjamin, karena nyatanya sering terjadi perampokan dan setelah beberapa kali baru terungkap. Hal ini terlihat pada peristiwa perampokan di desa Ngunut yang terjadi berulang kali dan baru terungkap setelah beberapa waktu kemudian. Hal itupun diungkap melalui usaha Astirin. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Hal ini sesuai dengan tokoh-tokohnya yang menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa. Bahasa Jawa di dalam novel ini digunakan sebagai percakapan sehari-hari antar tokoh. Dominannya penggunaan bahasa Jawa di dalam novel ini juga semakin menguatkan pandangan peneliti bahwa tokoh-tokoh di dalam cerita ini adalah masyarakat Jawa. Sebagai contohnya terlihat pada kutipan berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
156 digilib.uns.ac.id
Nalika samono ana becak liwat, penumpange wong lanang nganggo klambi putih setrikan licin, clanane biru alus, nganggo kaos kaki lan sepatu kulit ulese ireng. Nyipati kedadean udreg rebutan Astirin ngono, penumpang becak mau ngabani tukang becake, “Ee, stop! Stop! Stop, sik, Cak!” becak direm ciiit mandheg, terus bleber penumpange anjlog mudhun. Terus nyenyawe sing padha udreg. Clana ireng sing lagek ngglandhang lengene Astirin dicekel, terus diantem. Heg! Gloyoran, kena wange. Astirin lepas. Sing clana soklat lagek arep ngranggeh Astirin, wurung merga nyawang tandange wong lanang sing sepaton dandanan rijig kuwi. (H51, P3) Terjemahan: Ketika itu ada becak lewat, penumpangnya seorang laki-laki denga kemeja putih rapi, celananya berwarna biru halus, memakai kaos kaki dan sepatu kulit berwarna hitam. Melihat peristiwa rebutan Astirin tersebut, sontak penumpang tadi memberi aba-aba tukang becaknya, “Ee, stop! Stop! Stop, dulu, Cak!” becak direm ciiit berhenti, kemudian meloncat turun. Kemudian mendatangi yang sedang berebut Astirin.celana hitam yang sedang mencengkeram lengan Astirin, dipegang lalu dipukul. Heg! Sempoyongan terkena pelipisnya. Astirn terlepas. Orang yang memakai celana coklat baru mau mencengkeram Astirin, tidak jadi karena melihat kehebatan lelaki yang bersepatu dan berpakaian rapi tersebut. Di dalam kutipan tersebut terlihat bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan sesekali disisipi bahasa Inggris. Bahasa Inggris di sini merupakan salah satu bahasa yang sudah membiasa atau memasyarakat sehingga para penggunanya terkadang tidak menyadari telah menggunakan bahasa Inggris. Ditunjukkan dengan kata stop yang dalam bahasa Indonesia artinya berhenti. Namun juga ada beberapa bahasa lain yang digunakan, seperti bahasa perancis. Bahasa perancis khususnya digunakan oleh Astirin dan Louis Duvalier, karena memang di dalam novel ini hanya mereka berdua yang fasih menggunakannya. Salah satu kutipannya sebagai berikut. “Jabangbayik! Adol asmara? Orak! Ora bakal! Aku mau rak wis kandha, atiku kecanthol cintrong! Embuh, ya, lagi sepisan iki aku nggregesi kaya mengkene tomtomen weruh cahyane! Aku kaya wis raket banget srawung karo dheweke. Louis Duvalier! Bien, bien! Je comprends! Tres bien!” commit to user
157 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wadon gandrung kuwi muni-muni nglanyahake apalane basa Perancis. (H152, P2) Terjemahan: “Astaga! Menjual cinta? Tidak! Tidak akan! Saya tadi kan sudah bilang, hatiku terpanah asmara! Tidak tahu, ya, baru kali ini saya merinding seperti ini melihat cahayanya! Saya seperti sudah kenal dekat sekali dengannya. Louis Duvalier! Bien, bien! Je comprends! Tres bien!” perempuan yang sedang mabuk asmara itu berkata terus sambil menghafakan bahasa Perancisnya. Penggunaan bahasa Perancis juga terlihat pada kutipan berikut. “Bonjour, monsieur!” omonge Astirin tumuju marang Louis Duvalier. Ora mung omonge, uga lakune awak tumuju mrana. “Bonjour, mademoiselle. Etes-vous estudiante? Aimez-vous les sports? Aimez-tu le metier que tu fais?” kemrecek panyapane wong Prancis kuwi. (H155, P6) Terjemahan: “Bonjour, monsieur!” perkataan Astirin yang ditujukan untuk Louis Duvalier. Tidak hanya perkataanya, tetapi jalannya juga mengarah ke sana “Bonjour, mademoiselle. Etes-vous estudiante? Aimez-vous les sports? Aimez-tu le metier que tu fais?” sahut orang Perancis itu. Dari kutipan di atas jelaslah bahwa pada waktu itu kebudayaan luar sudah mulai masuk ke Indonesia. Seperti halnya bahasa yang digunakan dan juga gaya hidup mereka. Astirin yang orang pribumi bisa fasih menggunakan bahasa Perancis meskipun tidak lulus SMA. Hal ini memberikan gambaran bahwa kebudayaan luar terutama bahasa mulai masuk dan diterima oleh masyarakat Jawa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
158 digilib.uns.ac.id
b. Novel Clemang-clemong Aspek sosial dan budaya yang ditampilkan oleh pengarang di dalam novel Clemang-clemong adalah kehidupan keluarga kalangan menengah ke atas yaitu keluarga Abyor. Diceritakan ayah Abyor yaitu Sunar Pribadi adalah seorang yang sukses dan hidup mapan. Kehidupan mapan pada saat itu ditandai dengan bertempat tinggal dikompleks perumahan, mempunyai mobil dan mempunyai pembantu rumah tangga. Apabila dilihat dari segi materi serba kecukupan. Hal ini dibuktikan pada kutipan: Omahe Abyor kuwi mapan ing perumahan becik. Lurunge gedhe amba. Nanging mujudake kompleks kanthong sing kinurung, ora kena dienggo dalan tembusan liwat menyang kompleks liyane. Dadi lurung tetep ora rame, sing nganggo mung wong-wong sing arep mlebu metu menyang komplek kono thok. Supaya aman, mlebu-metu kompleks liwat lurung siji sing dijaga hansip. Dadi ing wayah esuk mengkono, kahanane tetep sepi, sing liwat mung mobil-mobil sing padha manggon ing kompleks kono. (H311, P3, K1-K6) Terjemahan: Rumahnya Abyor itu bertempat di perumahan yang bagus. Jalannya luas dan lebar. Tetapi mengesankan sebuah kompleks tertutup berbentuk U, tidak bisa dipakai sebagai jalan pintas menuju komplek lainnya. Jadi jalannya tetap tidak ramai, yang memakai hanya orang-orang yang mau keluar-masuk ke kompleks itu saja. Supaya aman, masuk-keluar kompleks melewati jalan satu yang dijaga oleh hansip. Jadi jika masih pagi seperti itu, keadaan tetap sepi, yang lewat hanya mobil-mobil yang tinggal di kompleks itu. Namun pengarang juga ingin menyampaikan kepada kita bahwa masyarakat kalangan atas pun tidak lepas dari masalah. Dalam novel tersebut mengambil setting di kota Surabaya, Mojokerto dan Ngunut. Seorang anak kecil yang ikut mencarikan jodoh untuk ayahnya. Seorang duda kaya, masih muda, dan tampan. Digambarkan pula bagaimana gaya hidup mereka, yang commit to user memang menunjukkan perbedaan dengan orang-orang yang status sosialnya
perpustakaan.uns.ac.id
159 digilib.uns.ac.id
berada di bawah mereka. Limpahan materi yang menjadi pembeda dan dapat dilihat kasat mata seperti tempat tinggal, fasilitas hidup seperi kendaraan, alat komunikasi dan peralatan rumah tangga merupakan salah satu hal yang membedakan kalangan atas dengan kalangan bawah. Di dalam novel tersebut ditandai dengan memiliki mobil pribadi, tinggal di perumahan elite dan berpendidikan tinggi. Kehidupan kalangan atas menurut peneliti memang sedikit berbeda dengan kalangan bawah. Mereka memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan mempunyai gaya hidup yang berbeda apabila dibandingkan dengan kalangan bawah. Berbicara tentang sosial budaya, maka kita juga tidak bisa melupakan begitu saja tentang aspek pendidikan. Dalam novel tersebut, Abyor sebagai tokoh sentral diceritakan belum bersekolah dan masih berumur lima tahun. Ayahnya Sunar Pribadi tidak dijelaskan secara tersurat tentang jenjang pendidikan terakhir dirinya, namun apabila menilik dari jabatannya maka bisa ditafsirkan bahwa Sunar Pribadi setidaknya adalah seorang lulusan sarjana. Begitu juga dengan sekretarisnya Nora yang juga dari kalangan pendidikan, karena tidak banyak orang yang menguasai ketrampilan sebagai seorang sekretaris. Tokoh Yang Tri, juga merupakan salah satu tokoh yang tingkat pendidikannya tidak terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan dia termasuk angkatan lama, karena adat kebudayaan masyarakat Jawa pada jaman dahulu khusus untuk perempuan tidaklah perlu bersekolah tinggi-tinggi. Lain pula dengan Jujur. Meskipun dia termasuk generasi muda, akan tetapi karena ekonomi maka pendidikannya rendah. Hal ini dibuktikannya dengan pekerjaan dia sebagai pembantu rumah tangga di rumah Sunar Pribadi. commit to user
160 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam lingkup sosial budaya maka mencakup pula yang namanya adat-istiadat dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Seperti dalam novel tersebut, keluarga Sunar Pribadi sangat memperhatikan tingat tutur dalam berbahasa atau unggah-ungguh basa. Ini menandakan bahwa keluarga mereka merupakan salah satu yang memperhatikan etika berbicara serta memperhatikan norma yang berlaku dalam lingkungan mereka. Sebagai contohnya terlihat pada kutipan berikut. “wingenane daktakoni apa aku pareng dolanan bal, aku disentak, yen ana wong lagi telepon ki aja diajak ngomong! Bareng aku nguncalke bal, menyang tembok mendal ngenani sirahe ...!” “Mustakane!” ibune mbenerke. “Kene ki sirah, ta, Bu?” Abyor ngemek dhuwur kupinge dhewe. “La iya, sirah kuwi yen tumrap Yang Putri, mustaka.” (H224, P5, K5-K9) Terjemahan: Kemarin waktu saya bertanya apakah saya boleh bermain bola saya dimarahi, jika ada orang telpon itu jangan diajak bicara! Waktu saya melemparkan bola, ke tembok mengenai kepalanya ...!” “Kepala!” ibunya membenarkan. “Di sini itu, kepala, kan, Bu?” Abyor memegang atas telinganya sendiri. “Iya benar, kepala itu jika untuk Yang Putri, Kepala.” Dari kutipan tersebut dapat diketahui bagaimana kebiasaan dan etika yang berlaku di dalam keluarga Abyor. Dengan adanya norma tersebut tentu saja diharapkan anak kecil seperti Abyor dapat belajar sejak dini tentang tata krama. Tentang bagaimana harus bersikap dan berbicara dengan orang lain terutama kepada orang yang lebih tua. Selain itu juga bisa sebagai sarana pembentukan karakter dalam dirinya untuk menghormati orang yang lebih tua. Dari kutipan di atas juga dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang keluarga yang mapan mereka juga tidak melupakan etika dan adat-istiadat yang berlaku di dalam masyarakat. commit to user
161 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahasa yang digunakan di dalam novel CC adalah bahasa Jawa. Mengingat novel ini juga merupakan novel bahasa Jawa. Dapat dilihat pada kutipan berikut. “Sasmita becik apa?! Sing siji kae dandane menor, raine pulasan kaya ledhek ngono. Lan sijine maneh, tingkahe pethakilan, kaya kaya sing gawene ngaton ing televise karo muni, „gengsinya dhong!‟ kae. Sengit aku, yen wis bar iki aja cedhak-cedhak wong loro kuwi, lo, Sunar! Kowe mengko mundhak kepencut! Keglendheng!..” (H269, P3) Terjemahan: “Pertanda baik apanya?! Yang satu itu penampilannya menor, wajahnya penuh kosmetik. Dan satunya lagi, tingkah lakunya seperti lelaki, seperti yang sering muncul di televise sambil berkata, „gengsinya dong!‟ itu. Benci aku, setelah selesai ini jangan dekat-dekat lagi dengan mereka berdua, lo, Sunar! Kamu nanti malah jatuh cinta! Kasmaran!..” Dari kutipan tersebut dapat dilihat tentang penggunaan bahasa Jawa yaitu percakapan yang dilakukan oleh Yang Tri dengan Sunar Pribadi. Yang Tri yang marah-marah dan tidak suka dengan sikap anaknya yang pergi dengan perempuan bernama Nora. Di luar konteks itu, bahasa yang digunakan oleh para tokohnya tentu saja mewakili keberadaan masyarakat Jawa yang kesehariannya menggunakan bahasa Jawa. Adat kebiasaan yang lain adalah tentang tata cara kematian. Di dalam novel tersebut keluarga Abyor menganut agama Islam yaitu orang yang sudah meninggal harus segera dikuburkan. Hal ini juga sesuai dengan adatbudaya masyarakat Jawa pada umumnya. Namun di dalam keluarga Abyor juga dipanjatkan doa-doa dalam bahasa Arab juga untuk mendoakan orang yang meninggal tersebut dan keluarga yang ditinggalkannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya istilah layon, telung dinan, pitung dinan, satus dinan, dan yasinan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
162 digilib.uns.ac.id
c. Novel Bekasi Remeng-remeng Kali ini pengarang melalui novelnya Bekasi Remeng-remeng menawarkan tentang kehidupan dua keluarga dengan status sosial yang berbeda. Dengan setting kehidupan masyarakat pada awal era reformasi. merupakan masa transisi perpindahan kekuasaan. Perombakan pemerintahan. Perubahan besar-besarana dari orde baru menuju era reformasi. dengan adanya hal itu, maka terjadi perubahan di segala aspek kehidupan. Diceritakan tentang kehidupan masyarakat kalangan atas dan kalangan bawah. Pengarang mengambil contoh keduanya, yaitu dari keluarga dokter Boing dan keluarga Pandhu. Salah satu situasi yang juga banyak dialami masyarakat Indonesia pada waktu itu, Pandhu sebagai seorang guru harus diberhentikan karena terbukti ijasahnya aspal. Seperti terlihat dari kutipan berikut. Ah, jaman Orde Baru! Jaman beja-bejan. Yen lagi beja ya slamet, yen lagi apes ya keplenet. Jaman samana wong ora ngajeni marang ketrampilan, kasetyan, kaprigelan, kapinteran, kejujuran. Nanging gumantung marang beja lan cilaka. Prigela dikaya ngapa, yen ora bejo ya uripe ketlikung. Deksiya, nistha utawa cidra dikaya ngapa yen beja ya uripe kepenak, tumindake ora konangan, malah diayomi, ora diukum. Wong becik jungkir walik, wong brahala adigung-adiguna. Kuwi jaman Orde Baru, jaman kang wis mungkur. Saiki wis direformasi, ditata maneh, sing becik dienggo, sing cidra disingkirake. Dadine kepriye? (H436, P2) Terjemahan: Ah, jaman Orde Baru! Jaman untung-untungan. Jika sedang beruntung ya selamat, jika sedang apes ya terinjak. Pada waktu itu orang tidak memandang tinggi ketrampilan, kesetiaan, kecakapan, kepinteran, kejujuran. Tetapi tergantung kepada keberuntungan dan kesialan. pintar seperti apapun, jika tidak beruntung yan hidupnya akan terinjak. Jahat, buruk atau pembohong sekalipun jika beruntung ya hidupnya akan makmur, perbuatannya tidak akan ketahuan, malah dilindungi, tidak dihukum. Orang baik jungkir balik, orang yang kurang baik malah mendapat keluhuran dan kelebihan atau serba kecukupan. Itu jaman Orde Baru, jaman yang sudah terlewat. Sekarang sudah direformasi, ditata lagi, commit to user Jadinya. Bagaimana jadinya? yang baik dipakai, yang buruk disingkirkan.
perpustakaan.uns.ac.id
163 digilib.uns.ac.id
Diceritakan tentang keadaan masyarakat Indonesia pada jaman Orde Baru, terjadi perombakan di segala sisi pemerintahan. Dampaknya mereka yang terbukti bermain curang maka diberhentikan dari jabatannya. Sebagai contohnya dalam novel tersebut adalah Pandhu. Dulunya dia adalah seorang guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan pendidikan karakter kepada murid-muridnya, tapi karena dipecat dia mengalami kekecewaan yang mendalam kemudian menjadi pengedar narkoba, meskipun dia tahu bahwa itu melanggar hukum dan merusak masa depan anak bangsa. Terlihat pada kutipan berikut. “Mas! Mas! Sabar! Aja lara ati kaya ngono kuwi, ta. Nanging penggaweanmu adol pil ekstasi, sabu-sabu, narkoba, ngono kuwi nistha, mas. Ora mung ngrusak bangsa, nanging uga mutawatiri kanggo keslametanmu dhewe. Kowe alaku cidra, nerak aturan.” (H428, P3) Terjemahan: “Mas! Mas! Sabar! Jangan terburu-buru sakit hati seperti itu, lah. Tetapi pekerjaanmu berjualan pil ekstasi, sabu-sabu, narkoba, seperti itu nista, mas. Tidak hanya merusak bangsa, tetapi juga membahayakan keselamatanmu sendiri. Kamu berbuat salah, melanggar aturan.” Melalui tokoh Jumaniar diketahui bahwa Pandhu adalah seorang pengedar narkoba. Dia merupakan salah satu tokoh yang kecewa dengan era reformasi karena dia menjadi korban dari kebijakan-kebijakan yang berlaku pada masa itu. Dijelaskan pula meskipun berasal dari keluarga yang tidak kaya namun Pandhu memiliki tingkat pendidikan yang tinggi yaitu seorang lulusan sarjana. Terlihat pada kutipan berikut. “Kirang terang, pun angsal damelan napa dereng. Kudune dheweke pados gesang boten ngendelke mung ijasahe IKIP. Kedah yakin kalih ketrampilan napa kasagedan liyane. Angger gelem tandang, gelem gemregah mawon, tiyang gesang niku mesthi saged gesang, saged angsal rejeki. (H446, P3, K1-K4) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
164 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: “kurang tahu, sudah mendapat pekerjaan atau belum. Seharusnya dirinya mencari penghidupan tidak hanya mengandalkan ijasah IKIP. Harus yakin dengan ketrampilan atau keahlian lainnya. Jika mau berusaha, mau bangkit saja, orang hidup itu pasti bisa hidup, bisa mendapat rejeki. Dari pernyataan Yunisar diketahui bahwa Pandhu adalah seorang yang berpendidikan tinggi. Merupakan lulusan IKIP. Lain halnya dengan istrinya Jumaniar. Sebagai seorang ibu rumah tangga dia tergolong sebagai seorang perempuan yang cerdas. Terlihat pada kutipan berikut. “… Margi Jum, adhik kula, niku lare pinter, lare ghatekan, kreatip. Lare pinter niku manahe tansah jembar, mboten cilikan aten, yen enten niyate napa sing dicandhak dadi rejekine. Ibu bapak kula tansah nggegulang ngaten, lan kula kalih Jum niki mpun kapola remen tandhang gawe pados rejeki. Rejeki mesthi angsale, samurwat kalih medale kringete. Yen ora gelem metu akal lan kringet, nggih mongsoka angsal rejeki.” (H446, P3, K6-K10) Terjemahan: “… Karena Jum, adik saya, itu orangnya pintar, anak cerdas, kreatif. Anak pintar itu orangnya sabar, tidak mudah putus asa, jika punya keinginan apapun yang dikerjakan pasti menghasilkan. Ibu bapak saya selalu mengajarkan seperti itu, dan saya serta Jum itu sudah ditanamkan untuk cinta terhadap pekerjaan yang menghasilkan. rejeki itu pasti ada, seiring dengan keluarnya keringat. Jika tidak mau keluar keringat dan pikiran, ya tidak mungkin akan mendapat rejeki. Dari ungkapan Yunisar tersebut diketahui bahwa Jumaniar juga seorang perempuan yang cerdas meski tidak berpendidikan tinggi. Begitu juga dengan Yunisar kakaknya. Meskipun pendidikan mereka cuma sampai tingkat sekolah menengah atas, namun tidak membatasi mereka untuk terus belajar. Hal inilah yang membuat keduanya pandai dan bisa diajak untuk bertukar pikiran. Yunisar sendiri sebagai seorang pembantu rumah tangga, masih menyempatkan dirinya untuk membaca. Ini sungguh menarik. Muncul juga wanita cerdas lainnya seperti Kristanti dan Polwan user Yanti. Keduanya digolongkancommit sebagaitoperempuan cerdas masa kini. Berbeda
perpustakaan.uns.ac.id
165 digilib.uns.ac.id
dengan Jumaniar dan Yunisar, mereka berdua berlatar belakang pendidikan yang tinggi sehingga membuat mereka terlihat istimewa. Berbeda dengan kehidupan Pandhu Dewanata, kehidupan dokter Boing dapat dikatakan cukup mapan. Sebagai seorang yang kecukupan dia sama sekali tidak punya masalah dengan ekonomi. Dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dia bisa berkarir menjadi seorang dokter dan mencari uang dengan mudah. Terlihat dalam kutipan berikut. Tunggal lakone, seje enggone. Ing sore kang padha dinane, nalika Pandhu pamitan marang sing wadon arep lunga menyang Bekasi, ing Bekasi, Taman Kartini, dokter Boing uga pamitan karo sing wadon, Kristanti. Pandhu budhal “nyambut gawe”, Boing uga mengkono, budhal menyang Rumah Sakit „Mitra Keluarga‟. Boing ora nganggo ngesun Kristanti, ora kulina pamit mengkono wiwit biyen. Boing ora nyeker, nanging mlebu menyang montore Mazda Interplay cet ireng. Sing muni “ggrreng!” ngono mesine mobil tenanan, bareng karo nggerenge Gagin nirokake mobilmobilane duweke Adhit.(H440, P1) Terjemahan: Sama ceritanya, berbeda tempatnya. Di sore hari yang sama harinya, ketika Pandhu berpamitan dengan istrinya mau pergi ke Bekasi, ing Bekasi, Taman Kartini, dokter Boing juga berpamitan dengan istrinya, Kristanti. Pandhu pergi “bekerja”, Boing juga begitu, pergi ke Rumah Sakit „Mitra Keluarga‟. Boing tidak mencium Kristanti, tidak biasa berpamitan seperti itu sejak dulu. Boing tidak berjalan kaki, tetapi masuk menuju mobilnya Mazda Interplay warna hitam. Yang berbunyi “ggrreng!” seperti itu suara mesin mobil sungguhan, bersamaan dengan suara Gagin yang menirukan mobil-mobilan kepunyaan Adhit. Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa keluarga Pandhu adalah keluarga sederhana dan sedang kesulitan ekonomi, yang harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga Pandhu mengambil jalan pintas menjadi pengedar narkoba. Lain halnya dengan kehidupan keluarga dokter Boing. Keluarga dokter Boing diceritakan sebagai keluarga yang mapan dan serba berkecukupan. Hal ini ditandai dengan pekerjaan Boing to user sebagai seorang dokter di salahcommit satu rumah sakit.
166 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari juga bahasa Jawa. Terdapat beberapa dalam bahasa Indonesia akan tetapi lebih didominasi oleh bahasa Jawa. Bahasa Indonesia digunakan oleh Gagin seorang anak yang masih kecil dalam berkomunikasi. Meskipun begitu diceritakan bahwa kedua orang tuannya tetap mengajarkan bahasa Jawa kepada Gagin agar tidak melupakan adat budaya masyarakat Jawa. Seperti telah disebutkan di muka bahwa untuk menganalisis aspek sosial budaya dalam karya sastra khususnya novel, tidak bisa kita lepaskan dari kehidupan para pelakunya. Karena tokoh atau pelaku adalah roh yang membuat cerita itu hidup dan bisa dinikmati keindahannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
167 digilib.uns.ac.id
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam SBO Nilai-nilai pendidikan yang dimaksud adalah nilai pendidikan agama, karakter dan sosial budaya. Melalui hasil penelitian terhadap novel SBO tersebut, ditemukan adanya nilai-nilai seperti yang dimaksud di atas. Nilai-nilai tersebut dibuktikan dengan adanya kutipan yang terdapat dalam novel SBO. a. Nilai Pendidikan Agama Di dalam AM, nilai-nilai pendidikan agama yang terdapat di dalamnya antara lain sebagai berikut. “Adhepana masyarakat Bontang kanthi tatag lan teteg, ya, Dhik. Aja tansah uwas. Kowe duwe kekendelan mbethot saka iline lelakon, dakkira bakal duwe kekuwatan kanggo nyagaki uripmu. Aku mung bisa mituturi kowe, nanging ora bisa tansah ngancani kowe. Kuwi mesthi dilakoni saben manungsa. Urip kanthi rekadayane dhewe. Dadi aja cilikan aten sanajan kowe mung ijen tanpa rowang!” gremeng-gremeng Hamdaru karo ngusek-usek rambute Astirin sing nempel ing dhadhane. (H136, P2) Terjemahan: “Hadapilah masyarakat Bontang dengan tegar dan berani, ya, dik. Jangan sampai menyerah. Kamu punya keberanian keluar dari aliran nasib, saya kira juga akan punya kekuatan untuk membentengi hidupmu. Saya hanya bisa memberikan nasihat, tapi tidak bisa selalu menemani dirimu. Itu pasti dilakukan oleh setiap manusia. Hidup dengan usahanya sendiri. Jadi janganlah kamu merasa kecil hati meskipun kamu hanya sendiri tanpa teman!” Hamdaru berbicara pelan sambil mengusap-usap rambut Astirin yang menempel di dadanya. Di dalam kutipan tersebut disebutkan secara tersirat melalui kata-kata Hamdaru yang menasihati Astirin untuk tidak menyerah. Untuk tidak putus asa dan terus berjuang. Karena itulah yang dilakukan oleh manusia. Manusia sebagai ciptaan Tuhan. Terlihat pula pada kutipan berikut: “Gusti Allah wis nemokake aku karo Pak Sahudin lan Mas Hamdaru, kang dadi panulungku!” greget-greget Astirin ngekep dhadhane Sahudin. (H137, P3) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
168 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: “Tuhan Allah sudah menemukan saya dengan Pak Sahudin dan Mas Hamdaru, yang menjadi penolongku!” tubuhnya gemetaran sambil memeluk dada Sahudin. Selain mengakui adanya Tuhan, melalui kutipan tersebut juga dapat diketahui bahwa nilai-nilai agamalah yang membuat Hamdaru dan Sahudin menolong Astirin tanpa pamrih. Hal itu diperkuat melalui ucapan Astrin yang terlihat pada kutipan tersebut. Begitu juga aspek nilai pendidikan agama dalam novel CC. Hal ini diungkapkan dalam kutipan berikut. Bengi kuwi bubar isyak omah dadi regeng. Ditekakake santri selawe kanggo kepungan macakake Surat Yaasiin lan Tahlil, dijupuk saka kampung asli lawas sanjabane kawasan real estate. (H332, P3, K1-K2). Terjemahan: Malam itu selesai isyak rumah menjadi renggang. Didatangkan santri sebanyak dua puluh lima untuk acara pembacan Surat Yaasiin dan Tahlil, diambil dari kampung asli lama di luar kawasan real estate nya. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa nilai pendidikan agama telah diamalkan oleh keluarga Abyor. Yaitu dengan cara mengadakan acara tahlilan dan pembacaan Surat Yaasiin. Hal itu dilakukan untuk mendoakan arwah Worontinah agar meninggal dengan tentram. Dari kutipan itu pula diketahui bahwa keluarga Abyor menganut agama Islam. Upacara tersebut adalah hal yang sebaiknya dilakukan setiap ada anggota keluarga yang meninggal. Di dalam BRR juga demikian. Ditemukan adanya nilai pendidikan agama seperti dalam kutipan berikut. “Sanajan mutawatiri, sanajan ngambah ing tlatah kang mipril, nerak wewaleran tradisi, nanging aku kudu ikhtiyar ngliwati. Ngati-ati supaya slamet. Slingkuh, padha wae karo lakon pegatan. Manut tata krama ngendi wae, tradisi biyen, pegatan kuwi ora apik. Nanging critane manungsa ing akhir abad rongpuluh, pegatan kuwi bisa aweh commit user kang kepenak. Desy, Atiek CB, kalodhangan marang laku urip totutuge
perpustakaan.uns.ac.id
169 digilib.uns.ac.id
Camelia, Titiek DJ, sadheret selebritis wis nyontoni. Mbribik tradisi anyar, nrajang wewalerane lawas.” (H463, P3) Terjemahan: “meskipun mengkhawatirkan, meskipun menginjak tempat yang berbahaya, melanggar peraturan yang sudah menjadi tradisi, tetapi saya harus berdoa untuk melewatinya. Berhati-hati supaya selamat. Selingkuh, sama halnya dengan lakon bercerai. Menurut tata krama dimanapun juga, tradisi dahulu, bercerai itu tidak baik. Tetapi cerita manusia di abad dua puluh bisa memberikan ruang gerak terhadap perjalanan hidup yang tentram. Desy, Atiek CB, Camelia, Titiek DJ, sederet selebritis sudah memberi contoh. Mengikuti tradisi baru, melawan peraturan lama. Dari kutipan tersebut, diketahui bahwa Kristianti akan melakukan rencananya. Rencana yang bagi masyarakat Jawa dianggap sebagai hal yang tabu dan tidak pantas. Namun Kristanti seolah tidak takut dengan hal itu. Dia berdoa kepada Tuhan agar diberkati rencananya. Nah, dari sini terlihat bahwa seorang manusia dalam keadaan yang terjepit, terdesak akan ingat dengan Tuhan. Hal itu pastilah juga di alami oleh manusia yang beragama. b. Nilai Pendidikan Karakter Dalam sebuah cerita. Disetiap kejadiannya pasti selalu ada pelajaran yang bisa dipetik. Ada nilai. Ada pesan yang bisa kita ambil. Begitu juga dengan novel Astirin Mbalela. Dalam novel tersebut mengandung nilai pendidikan karakter yang dapat kita jadikan pelajaran bagi kehidupan. Karakter selalu berhubungan dengan perilaku manusia, sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Yang membedakannya adalah diasah dan tidak diasah. Dipupuk dan tidak dipupuk. Ditumbuh kembangkan atau justru dimatikan. Dalam kehidupan sekarang ini, di era globalisasi yang penuh dengan kemudahan karena kemajuan ilmu dan teknologinya, pembelajaran karakter sangatlah penting peranannya untuk tetap menuntun manusia dalam menjalani commit user hidupnya. Pendidikan karakter bisato dimulai dari keluarga, sekolah dan
170 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat. Dalam novel Astirin Mbalela ada beberapa nilai karakter yang bisa kita ambil melalui kehidupan tokoh-tokohnya. Pendidikan karakter tersebut dapat dilihat melalui percakapan para tokohnya dan sikap para pelaku dalam menanggapi suatu peristiwa. Contohnya Astirin, sebagai tokoh utama tentu saja kehadirannya tidak bisa kita lupakan begitu saja. Melalui sikap hidupnya kita bisa memetik nilai pendidikan karakter. Sikapnya dalam melawan kehendak paman dan bibinya dengan cara melarikan diri, apabila dilihat dari sudut pandang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Jawa khususnya maka peneliti mengatakan hal itu kurang pantas. Bagaimanapun juga Astirin telah dirawat sejak kecil oleh paman dan bibinya. Merekalah yang telah menghidupi Astirin, mereka adalah pengganti orangtua Astirin. Jadi sikap yang diambil Astrin dengan jalan melarikan diri tanpa memberitahu terlebih dahulu kepada paman dan bibinya adalah tidak sesuai dengan nilai karakter. Karakter yang dimaksud adalah berkaitan dengan etika sopan santun, terutama dalam kebudayaan masyarakat Jawa. Seorang anak yang sudah dibesarkan baik oleh orangtua kandung maupun orangtua angkat atau juga paman-bibinya maka sudah seyogyanya apabila mengambil keputusan yang menyangkut seluruh anggota keluarga harus dimusyawarahkan terlebih dahulu. Namun itu yang tidak dilakukan oleh Astirin. Dia tidak mencoba untuk membicarakannya terlebih dahulu namun langsung mengambil keputusan untuk melarikan diri dan pergi tanpa pesan. Tentu saja hal ini membuat paman-bibinya bingung. Terlihat pada ucapan Astrin yaitu sebagai berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
171 digilib.uns.ac.id
“Wis, ta, pokoke sesuk. Yen aku dipeksa kawin karo Buamin, ya aku nekad mlayu menyang Surabaya. Saguh, ya, Mas Samsihi nampani aku?” (H17, P5) Terjemahan: “Sudah, lah, pokoknya besok. Jika saya dipaksa menikah dengan Buamin, ya saya nekad pergi ke Surabaya. Mau, ya, Mas Samsihi menerimaku?” Seiring bergulirnya cerita, Astirin juga mengalami banyak kejadian baik yang menyenangkan maupun tidak. Dia juga mendapat perlakuan atas keputusannya meninggalkan rumah. Di Surabaya dia bertemu dengan seorang pemuda bernama Dulrazak yang mengaku bernama Johan Nur. Ini awal mulanya. Astirin tertipu. Di Surabaya untuk pertama kalinya, Astirin ditipu, dia menjadi korban kekerasan dan perkosaan. Bahkan dia menjadi korban penipuan dengan dijual menjadi TKW gelap ke Malaysia. Melalui tokoh Samsihi kita juga bisa belajar mengenai pendidikan karakter. Digambarkan bahwa Samsihi adalah seorang sosok yang berpendidikan dan santun. Dari gaya bicara dan tingkah lakunya menunjukkan wibawa seorang priyayi. Etika kesopanan dijunjung oleh tokoh bernama Samsihi tersebut. Hal ini diperlihatkannya dalam menanggapi keputusan Astirin yang tergesa-gesa ingin melarikan diri. Dia mencegah Astirin untuk melarikan diri dan berjanji akan melamar secara baik-baik kepada paman dan bibi Astirin. Sikapnya saat menolak tidur sekamar dengan Astirin juga menjadi salah satu bukti tentang sifat Samsihi yang terbiasa dengan peraturan dan norma. Sikap yang bisa kita teladani juga bisa kita lihat melalui Hamdaru dan Sahudin. Sebagai seorang yang sebelumnya tidak mengenal Astirin, dia mau memberikan bantuan dengan memberi perlindungan kepada Astirin pada saat dia melarikan diri dari mafia perdagangan gelap. Tidak berhenti di situ saja, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
172 digilib.uns.ac.id
dia memberikan nasihat dan semangat kepada Astirin untuk tetap menjalani hidup ini dengan ketabahan dan semangat. Dia juga memberikan uang kepada Astirin untuk biaya hidupnya sampai mendapat pekerjaannya sendiri. Kebaikan Hamdaru tersebut, diungkapkan Astirin melalui petikan berikut. Astirin nyawang Hamdaru, mak brebel eluhe metu. Ora bisa mucap apaapa, mripate kembeng eluh. Ora kuwat nahan awake, Astirin banjur gapyuk ngrangkul wetenge Hamdaru, tangise disuntak ing dhadhane wong lanang kuwi. Hamdaru pranyata ora mung nggantheng rupane, nanging uga atine! Astirin krasa anget ing rangkulane wong lanang kuwi. Ora rumangsa kijenan urip ing donya. Pranyata ing donya degsia iki isine ana uga wong kang ambeg welas tanpa pamrih! (H135, P5) Terjemahan: Astirin menatap Hamdaru, tiba-tiba saja air matanya keluar. Tidak bisa berkata apa-apa, matanya berkaca-kaca. Tidak kuat menahan tubuhnya, Astirin lalu berlari memeluk Hamdaru, tangisnya ditumpahkan di dada lelaki itu. Hamdaru ternyata tidak hanya tampan rupanya, tetapi juga hatinya. Astirin merasakan kehangatan di dalam pelukannya. Tidak merasa sendiri hidup di dunia ini. Ternyata di dunia yang penuh kebusukan ini masih ada orang baik yang mau menolong tanpa pamrih. Dari kutipan tersebut, setidaknya mampu memberikan gambaran bahwa di dunia ini sesungguhnya tetap ada orang-orang yang memiliki sikap baik. Menjunjung tinggi nilai-nilai karakter dan kemanusiaan. Mereka tidak terpikir untuk memanfaatkan Astirin atau mengambil keuntungan darinya. Mereka membantu dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Peneliti melihat, bahwa pengarang memberikan dua model manusia yang mencolok. Ada yang hidup di jalan kebenaran dan ada yang hidup di kegelapan. Ada Hamdaru, Sahudin dan Samsihi di sini dan ada Yohan Nur serta para mafia perdagangan gelap di seberang sana. Sekarang tergantung pembaca mau memilih yang mana? Dalam novel ini tokoh yang paling disorot tentang rendahnya kemanusiaan tentu saja adalah Yohan Nur alias Dulrazak. Dari peristiwa itu dapat peneliti simpulkan bahwa orang-orang seperti Yohan Nur tersebut dapat dikatakan commit to userKarena sikapnya yang tidak bisa seorang yang tidak berkarakter. Kenapa?
173 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghargai seorang perempuan dan yang semena-mena bahkan melakukan tindak perkosaan dan kekerasan sungguh sudah sangat keterlaluan. Sebagai seorang perempuan, hal yang paling berharga tentu saja adalah kesuciannya. Namun bila hal itu telah direnggut, maka habis sudah. Kesimpulannya dalam novel Astirin Mbalela mengandung banyak nilai pendidikan karakter. Melalui tokoh-tokohnya kita bisa melihat yang baik dan yang salah. Kita bisa mengambil pilihan untuk menjadi orang yang berkarakter atau justru menjadi perusak karakter. Menurut penulis ini adalah salah satu bahan bacaan yang bisa dijadikan referensi bagi mereka para pembelajar. Disamping meningkatkan intelektual juga meningkatkan ketajaman karakter manusianya. Dalam
novel Clemang-clemong tersebut
terungkap
beberapa
peristiwa, tindakan dari beberapa pelaku yang berkaitan dengan nilai karakter. Dengan etika yang ada. Misalnya sikap yang ditunjukkan oleh Yang Tri waktu marah-marah kepada Wulan dengan tidak memperhatikan tempat dan suasana. Ditengah jalan dia marah-marah hingga mengundang perhatian banyak orang sehingga membuat keruh suasana. Apabila dilihat dari etika tentu saja itu kurang sopan. Lain lagi dengan sikap Ratu Pertiwi yang memakai baju terlalu seksi di tempat umum. Padahal tempat itu untuk wisata keluarga, sehingga banyak anak kecil. Namun
dia seolah tidak mempedulikannya, hingga
akhirnya ditangkap oleh petugas keamanan di tempat itu. Sungguh menggelitik. Ada juga kejadian di mana Abyor melihat Nora berciuman dan berpelukan dengan salah seorang klien ayahnya di kantor. Di tempat kerja. Sungguh hal itu sangat disayangkan. Kantor yang seharusnya menjadi tempat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
174 digilib.uns.ac.id
bekerja malah digunakan untuk melampiaskan hawa nafsu. Itu beberapa tindak negatif dan dampaknya yang coba peneliti ungkap sebagai pembelajaran bagi kita agar tidak melakukannya. Novel tersebut juga menyajikan sesuatu yang sangat menarik yaitu tentang perbuatan Sunar Pribadi dan Jujur yang melakukan hubungan suamiistri padahal mereka tidak menikah. Terlebih lagi hal ini atas persetujuan istrinya Worontinah. Bagaimana tidak hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dibenak kita? Bagaimana mungkin seorang istri membiarkan bahkan diceritakan dia menyuruh suaminya untuk melakukan hubungan suami istri dengan perempuan lain sedangkan perempuan itu adalah pembantunya. Penjelasan mengenai sikap Worontinah ini kemudian pengarang ceritakan seiring bergulirnya peristiwa. Bahwa ternyata Worontinah sebagai seorang istri yang sakit dan sudah tidak bisa melayani hasrat suaminya, mengambil inisiatif untuk memberikan kebahagiaan suaminya tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. “... Ibu ngendika mesem, „Ya, wis, ben. Bapakmu pancen butuh mengkono, mbutuhake Mbak Jujur. La, aku ora bisa ngladeni‟. Yen ibu ora pareng, bapak ya nurut. Nyatane bapak ora sida ngemek-emek Bulik Ratu, sanajana Bulik Ratu uwis mlumah ngoblah-oblah.” (H356, P1, K2) Terjemahan: “... Ibu berkata sambil tersenyu,‟Ya, sudah, biar. Ayahmu memang membutuhkan hal itu, membutuhkan Mbak Jujur. Lha, saya tidak bisa melayani‟. Jika ibu tidak memperbolehkan, ayah juga menurut. Kenyataannya ayah tidak jadi menggerayangi Bulik Ratu, meskipun Bulik Ratu sudah tidur terlentang seperti itu.” Dari kutipan tersebut jelas bahwa Worontinah mengetahui hubungan suaminya dengan Jujur, akan tetapi dia mengijinkannya. Hal ini apabila dilihat dari etika kesopanan-nilai karakter, tentu saja hal ini dianggap sangat tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
175 digilib.uns.ac.id
benar. Apapun alasannya, jika seseorang melakukan hubungan suami-istri tanpa mempunyai ikatan adalah tabu. Terlarang. Namun pengarang seolah mempunyai sudut pandang berbeda dalam melihat hal itu. Peneliti kemudian mencoba menyelaminya, lalu mengambil kesimpulan bahwa dalam setiap peristiwa memang selalu ada dua sisi. Sisi baik dan sisi buruk. Dianggap baik karena, sebagai seorang istri yang sudah tidak bisa melayani suaminya, Worontinah menyadari dan melegakan diri untuk membahagiakan suaminya dengan mempersilahkannya untuk mencari wanita lain. Sunar Pribadi sebagai seorang suami sebenarnya juga diceritakan sebagai seorang yang setia. Bagaimanapun banyaknya perempuan yang didekatnya, dia tidak tergoyah dan tidak akan menyentuhnya apabila Worontinah tidak mengijinkannya. Begitu juga dengan Jujur yang dengan rela tanpa paksaan mau diajak berhubungan badan dengan Sunar Pribadi. Jadi tidak ada paksaan diantara keduanya. Dianggap buruk atau kurang pantas karena memang hal itu tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam hubungan suami-istri tidaklah pantas apabila, salah satunya menjalin hubungan dengan pihak lain apalagi pembantunya sendiri. Apapun alasannya hal itu tetap dianggap sebagai penurunan karakter. Tetapi semua kembali kepada para pembaca, bagaimana mereka akan beropini tentang hal ini. Begitu juga pada novel Bekasi Remeng-remeng. Pada dasarnya novel ini bergenre novel detektif. Berbeda dengan novel Astirin Mbalela dan Clemang-clemong yang lebih bercerita tentang masalah sosial. Dalam novel Bekasi Remeng-remeng terdapat beberapa peristiwa yang berhubungan dengan commit to user
176 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang namanya karakteritas. Sebagai contohnya, yaitu dalam kehidupan Pandhu dan Jumaniar yang ternyata terdapat ketidakjujuran atau kecurangan yang dilakukan oleh Pandhu. Dia membayar ijasahnya dengan sejumlah uang karena merasa tidak bisa mengerjakannya. Akibatnya, pada era reformasi diketahui bahwa ijasahnya aspal sehingga dia diberhentikan dari pekerjaannya menjadi seorang guru. Sungguh ironis! Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut. Pandhu dilereni olehe dadi guru, marga manut penylidhikan, ijasahe sarjana IKIP “Adiguna” Jogyakarta kuwi aspal. Asli nanging palsu. Ing jaman reformasi, bab-bab sing ora tata di tata maneh, Direktur SMP “Mardi Luhur” uga nganakake “pembersihan”, sing ora bener dibenerake. Lan pranyata guru Pandhu ketara belange! Ijasahe aspal! Sanajan wis mulang wiwit SMP kuwi bukak anyaran, mung ana klas siji, rong klas, muride mung sewidak telu, lan Pandhu guru kang ditresnani muride, lan saprene wis mulang limang taunan, kelase wis ganep saka klas siji nganti klas telu, muride wis rong atus limalas, wis ana sing lulusan barang, nanging marga ijasahe aspal, dadi ya kudu disingkirake saka sekolah kono. Ketua Yayasan lan Direktur SMP “Mardi Luhur”, tiru-tiru lan ora beda karo Pemerintahan Gus Dur, kepengin ngadani pranatan kang resik. Pandhu dilereni anggone dadi guru, lan disangoni blanja telung sasi. (H435, P3) Terjemahan: Pandhu diberhentikan menjadi seorang guru, karena menurut penyelidhikan, ijasah sarjana IKIP “Adiguna” Jogyakarta itu aspal. Asli tetapi palsu. Di jaman reformasi, hal-hal yang tidak tertata ditata lagi, Direktur SMP “Mardi Luhur” juga mengadakan “pembersihan”, yang tidak benar dibenarkan. Dan ternyata Guru Pandhu ketahuan belangnya! Ijasahnya aspal! Meskipun sudah mengajar sejak SMP itu baru dibuka, Cuma ada kelas satu, dua kelas, muridnya hanya ada enam puluh tiga, dan pandhu adalah seorang guru yang dikasihi muridnya, dan sampai sekarang sudah mengajar selama lima tahunan, kelasnya sudah genap dari kelas satu sampai kelas tiga, muridnya sudha mencapai dua ratus lima belas, bahkan sudah ada yang lulus, tetapi keran ijasahnya aspal, ya tetap harus disingkirkan dari sekolahan tersebut. Ketua Yayasan dan Direktur SMP “Mardi Luhur”, ikut-ikutan dan tidak berbeda dengan pemerintahan Gus Dur, ingin menciptakan pemerintahan yang bersih. Pandhu diberhentikan dari jabatannya yang seorang guru, dan diberi pesangon tiga bulan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
177 digilib.uns.ac.id
Apapun alasannya tindakan yang dilakukan Pandhu itu tidak benar. Melanggar etika dan norma yang ada, juga melanggar hukum yang berlaku di negara ini. Sebagai dampaknya, Pandhu harus rela kehilangan sumber penghidupannya tersebut. Tidak berhenti sampai disitu, Pandhu justru melakukan tindakan yang semakin keluar dari norma-norma yang ada. Dia justru menjadi pengedar narkoba. Hal itu dilakukannya sebagai wujud kekecewaannya atas pemecatan dirinya dari seorang guru. Ini sangat ironis! Seorang guru yang tadinya mengajarkan kepada murid-muridnya tentang ilmu pengetahuan dan etika kehidupan justru sekarang dia sendiri berbuat tidak benar. Apa yang dia ajarkan tidak sesuai dengan apa yang dia kerjakan. Mungkin potret seperti itu juga yang saat ini sedang banyak terjadi di negara kita. Hal itu kenapa bisa terjadi? Tentu saja karena kurangnya pendidikan karakter dan pengendalian diri. ungkapan kekecewaan Pandhu terlihat pada kutipan berikut. “Ah, aja mikir ngono dhisik. Aja. Aku wis jeleh mikir prekara bangsa! Wingi-wingi aku dadi guru, ndhidhik bocah anak-anake bangsa, kepriye coba, agunge pakertiku kuwi. Pikolehane apa? Aku dipecat! Disemplakake bruk kaya ngene iki! Ngene iki piwalese bangsa? Huh! Kena apa aku saiki oleh rejeki kudu mikirake bangsa barang? Gamblis!” (H428, P2) Terjemahan: “Ah! Jangan berpikir seperti itu dulu. Jangan. Saya sudah bosan memikirkan bangsaa! kemarin-kemarin saya menjadi guru, mendidik anak-anak bangsa, bagaimana coba, mulianya tujuanku. Hasilnya apa? Saya dipecat! Dibuang seperti ini! Seperti inikah balasan bangsa? Huh! Kenapa sekarang saat saya sudah memperoleh rejeki harus memikirkan bangsa? Gamblis!” Tidak seharusnya Pandhu marah dan melontarkan kata-kata seperti itu. Bagaimanapun juga semua ada sebab akibatnya. Ada buah dari perbuatannya. Seperti pepatah Jawa yang berbunyi demikian. Sapa sing commit to user
178 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nandur bakale ngunduh.. yen kowe nandure ala ya ngunduhe ala, semana uga manawa kowe nandure kabecikan mesti ngunduhe uga kabecikan. Yang artinya „siapa yang menanam pasti akan menuai.. jika kamu menanam keburukan maka akan menuai keburukan, begitu juga sebaliknya jika kamu menanam kebaikan pasti akan menuai kebaikan.‟ Pandhu sudah menuai buahnya, dari apa yang dia lakukan di masa lalu. Seharusnya dia bisa menerimanya dengan lapang dada dan berusaha agar tidak terjebak di lubang yang sama. Namun dia justru mengulanginya lagi hingga pada akhirnya nyawanya ikut melayang. Sungguh harga yang mahal! Contoh
perilaku
yang
berhubungan
dengan
penyelewengan
karakteritas selanjutnya yaitu tindakan yang dilakukan Kristanti dengan menyuruh suaminya dokter Boing untuk berhubungan layaknya suami-istri dengan Yunisar agar mendapatkan anak darinya. Apabila dilihat dari norma kesusilaan hal ini sangat tidak wajar. Tabu. Tidak sopan. Bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Seorang istri menyuruh suaminya bersetubuh dengan perempuan lain hanya karena menginginkan seorang anak. Akibatnya Kristanti juga ikut meninggal karena terbunuh oleh gerombolan penjahat. Menurut peneliti ini adalah hasil dari tindakannya yang melanggar normanorma tersebut. Hal ini juga diungkapkan oleh Pandhu dalam kutipan berikut. “Oh, Jum! Dheweke mati. Palastra siya-siya. Dheweke mati karo nggawa niyate sing ala! Sajane aku emoh nglakoni, nanging dheweke meksa. Oh, kuwi dosa, Jum. Aku mada karepe, nanging niyatku ora nganti dheweke tumekaning pati. Kristanti kuwi duwekku sing ayu dhewe, Jum. Saiki kok tega ninggal aku marga karep alane kang dakwada! Aku sing salah, Jum! Aku sing salah!” (H543, P7) Terjemahan: “Oh, Jum! Dirinya meninggal. Meninggal sia-sia. Dirinya meninggal user Sebenarnya saya tidak mau dengan membawa niat commit yang to buruk!
179 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukannya, tetapi dirinya memaksa. Oh, itu dosa, Jum. Saya menghalangi keinginannya, tetapi tidak ada sama sekali keinginanku sampai dia meninggal. Kristanti itu milikku yang paling cantik, Jum. Sekarang kok tega meninggalkan aku karena keinginan jeleknya yang tak halangi! Saya yang salah, Jum! Saya yang salah!” Dari kutipan tersebut, Pandhu sebenarnya telah mengingatkan Kristanti bahwa idenya tentang mengambil anak dari perempuan lain itu tidaklah benar. Tindakan Kristanti menurut peneliti merupakan salah satu bentuk penyimpangan karakter. Apabila hal itu benar-benar terjadi, maka akan berdampak buruk tidak hanya bagi hubungan Kristanti dan Boing serta Yunisar, akan tetapi juga pada calon anak yang dikandung Yunisar. Akan ttapi di sini pula ditunjukkan sikap tegas seorang dokter Boing yang menolak rencana dari istrinya tersebut. Hal ini menunjukkan kualitas diri seorang Boing Ngusadabangsa yang memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya. Norma-norma kesopanan dan etika yang berlaku di dalam masyarakat. Secara keseluruhan ketiga novel yaitu Astirin Mbalela, Clemangclemong dan Bekasi Remeng-remeng menghadirkan nuansa kehidupan yang kaya dengan pesan karakternya. Karakter merupakan sesuatu yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia yang berupa sistem nilai budaya dan sistem norma dan sistem hukum tersebut bersandar pada norma-norma masyarakat yang telah ada. Dengan membaca SBO diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang budi pekerti, nilai asusila, tatakrama dan etika.
commit to user
180 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Nilai Pendidikan Sosial Budaya Nilai-nilai pendidikan sosial budaya yang terdapat dalam novel SBO banyak diungkapkan. Seperti halnya dalam novel AM melalui kutipan berikut. Ben, diarani mbalela! Ora papa! Sing pokok Astirin ngrasa tetep bebas. Dheweke sing arep ngatur uripe dhewe. Uwal saka Pakdhe lan Mbokdhe ya ora papa, pokok isih tetep nduweni hak urip dhewe, lan kuwi bakal luwih prayoga katimbang dadi bojone Buamin. Dadi kethiplake Buamin. Mongsok nerusake sekolah mung kari rong taun wae ora oleh! Tamat sekolah mung oleh ijasah saklembar, ora payu diedol! Ora! Ing sekolah kuwi oleh ilmu! Ilmu kena dienggo urip kang luwih prayoga tinimbang wong ora sekolah! Buamin bodho! (H27, P2) Terjemahan: Biar, dikatakan membangkang! Tidak apa-apa! Yang penting Astirin merasa bebas. Dirinya yang mengatur kehidupannya sendiri. Lepas dari paman dan bibinya ya tidak apa-apa, yang paling penting adalah masih mempunyai hak atas hidupnya sendiri, dan itu menjadi lebih baik dari pada menjadi istri Buamin. Menjadi kesenangannya Buamin. Sungguh keterlaluan kenapa meneruskan sekolah yang tingga dua tahun saja tidak boleh! Tamat sekolah hanya akan mendapat ijasah satu lembar yang tidak bisa di jual! Tidak! Di sekolah itu mendapat ilmu! Ilmu bisa digunakan sebagai modal untuk hidup dibandingkan mereka yang tidak bersekolah! Buamin bodoh! Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa melalui tokoh Astirin pengarang ingin mengangkat tentang pentingnya pendidikan. Sikap Astirin tersebut dalam memandang pendidikan merupakan salah satu nilai pendidikan sosial budaya yang bisa dijadikan sebagai pembelajaran. Berdasarkan pandangan dalam masyarakat yang telah maju, maka pendidikan adalah merupakan aspek penting sebagai salah satu cara untuk meningkatkan taraf kehidupan. Seperti halnya dalam novel CC, nilai pendidikan sosial budaya juga diungkapkan melalui kutipan berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
181 digilib.uns.ac.id
Dicandhet Yang Tri, Bulik Ratu gelem nginep ing omahe Abyor nganti rampung tahlil pitung dinane. Pitung bengi bakale nginep lan ngancani Yang Tri ngurusi tahlil. (H275, P1, K1-K2) Terjemahan: Diminta Yang Tri, Bulik Ratu mau menginap di rumahnya Abyor sampai selesai tahlil tujuh harinya. Tujuh malam akan menginap dan menemani Yang Tri mengurusi tahlil. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa tradisi atau adat kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat Jawa yang berupa tahlil tujuh hari meninggalnya seseorang merupakan salah satu nilai pendidikan sosial budaya yang patut dihargai dan dilestarikan. Mengingat pentingnya acara tersebut dan maksud yang baik atas diselengarakannya acara itu. Di dalam novel BRR, terdapat kutipan yang cukup terang kaitannya dengan nilai pendidikan sosial budaya. Yaitu sebagai berikut. “Sanajan mutawatiri, sanajan ngambah ing tlatah kang mipril, nerak wewaleran tradisi, nanging aku kudu ikhtiyar ngliwati. Ngati-ati supaya slamet. Slingkuh, padha wae karo lakon pegatan. Manut tata krama ngendi wae, tradisi biyen, pegatan kuwi ora apik. Nanging critane manungsa ing akhir abad rongpuluh, pegatan kuwi bisa aweh kalodhangan marang laku urip tutuge kang kepenak. Desy, Atiek CB, Camelia, Titiek DJ, sadheret selebritis wis nyontoni. Mbribik tradisi anyar, nrajang wewalerane lawas.” (H463, P3) Terjemahan: “meskipun mengkhawatirkan, meskipun menginjak tempat yang berbahaya, melanggar peraturan yang sudah menjadi tradisi, tetapi saya harus berdoa untuk melewatinya. Berhati-hati supaya selamat. Selingkuh, sama halnya dengan lakon bercerai. Menurut tata krama dimanapun juga, tradisi dahulu, bercerai itu tidak baik. Tetapi cerita manusia di abad dua puluh bisa memberikan ruang gerak terhadap perjalanan hidup yang tentram. Desy, Atiek CB, Camelia, Titiek DJ, sederet selebritis sudah memberi contoh. Mengikuti tradisi baru, melawan peraturan lama. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat pergeseran nilai sosial budaya di dalam masyarakat. Di dalam kutipan tersebut ungkapkan adanya pergeseran sosial budaya tentang adat pernikahan. Dahulu sesuai commit to user Jawa yang namanya perceraian norma, adat kebiasaan masyarakat khususnya
182 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah
tabu.
Tidak
boleh.
Terlarang.
Namun
sekarang,
seiring
berkembangnya jaman. Keadaan menjadi berubah. Hal yang tabu dan terlarang mulai di akali dan membiasa. Adanya pergeseran nilai ini tentu saja ada berdampak baik dan buruk.
commit to user
183 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembahasan
1. Kajian Struktural Berdasarkan hasil penelitian terhadap SBO dengan kajian struktural, maka dapat diambil kesimpulan bahwa SBO yang terdiri dari tiga novel yaitu AM, CC, dan BRR merupakan kumpulan novel yang bagus. Secara umum ketiga novel tersebut menceritakan hal yang hampir sama, yaitu tentang peran perempuan
Jawa.
Dalam
AM
melalui
tokoh
Astirin
pengarang
menggambarkan seorang perempuan muda yang kuat, bertekad baja dan tidak menyerah dengan nasib. Dalam CC, pengarang menghadirkan tokoh perempuan bernama Worontinah dan Jujur. Sikap Worontinah dalam merelakan suaminya berhubungan badan dengan perempuan lain menandakan keikhlasan yang dalam serta rasa tanggungjawab yang sangat besar untuk mengabdi kepada suaminya. Di lain sisi, ada Jujur. Sebagai seorang pembantu rumah tangga dia bekerja dengan sangat giat dan penuh kejujuran. Dia mengabdi dengan setia dan sangat menghormati majikannya. Alur yang ditampilkan dalam novel SBO juga sangat menarik. Terlihat dari ceritanya yang sulit untuk ditebak. Hal ini sangat sesuai dengan teori alur menurut Herman J Waluyo (2002: 8) yang berpendapat bahwa alur yang baik itu merupakan jalinan cerita dari awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Alur SBO ini juga sesuai dengan teori alur menurut Sugihastuti (2002: 37) yang mengklasifikasikan alur menjadi lima tahapan yaitu situation, generating circumtance, rising action, climax, dan denoument. Baik dalam AM, CC, maupun BRR ketiganya commit to user
184 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki alur yang menawan. Terutama pada BRR, alurnya yang sulit ditebak menambah penasaran para pembaca untuk terus membaca dan ikut berpikir menebak-nebak peristiwa selanjutnya. Penokohan dalam novel SBO pun juga sesuai dengan teori Herman J Waluyo (2002: 19-20) yang membagi pelukisan pelaku menjadi tujuh macam yaitu (1) Phisical description; (2) Portrayal of thought Stream or of Conscious Thought;. (3) Reaction to Event; (4) Direct Author Analysis; (5) Discussion of environment; (6) Reaction of Other to Character; dan (7) Conversation of Other to character. Latar yang ditampilkan dalam novel SBO juga sangat menarik. Baik latar tempat, latar waktu maupun latar sosialnya. Di dalam AM contohnya, latar tempat digarap dengan apik oleh pengarang. Tidak hanya berkisar di satu tempat namun berganti-ganti sehingga membuat cerita menjadi semakin hidup. Lain halnya dengan CC, yang menampilkan latar sosial yaitu pada era orde baru. Bagaimana segala sesuatunya menjadi mungkin asalkan mempunyai uang dan kekuasaan. Namun seberuntungberuntungnya orang yang lupa masih beruntung orang yang ingat dan waspada. Hal ini berarti orang yang mendapatkan kekayaan, kenikmatan dan kekuasaan dengan cara yang „kurang benar‟ atau yang mengesampingkan nilai kebenaran dan bahkan merugikan orang lain adalah masih lebih beruntung orang yang berpegang pada nilai-nilai kebenaran. Sudut pandang di dalam novel SBO tersebut yang meliputi AM, CC, dan BRR, ketiga-tiganya menggunakan sudut pandang orang ketiga. Yaitu sudut pandang serba tahu. Pengarang berdiri pada posisi orang yang tahu commit to user
185 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
segalanya. Pengarang juga berposisi sebagai seorang yang berkuasa karena bisa menentukan nasib pelakunya. 2. Aspek Sosial Budaya Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Atar Semi (1993: 73) yang berpendapat bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pencerminan kehidupan masyarakat. Pengarang sendiri adalah seorang anggota masyarakat yang melihat dan mungkin mengalami masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat tersebut dan kemudian menuangkannya ke dalam karya sastra. Selanjutnya karya sastra itu dinikmati kembali oleh masyarakat. Di dalam novel SBO aspek sosial budaya cukup kental baik gejala-gejala sosial maupun latar belakang sosial budayanya. Telah disebutkan sebelumnya bahwa latar belakang sosial budaya yang ditampilkan dapat berupa pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, adat kebiasaan, suku dan agama. Secara umum hal ini sesuai dengan pengklasifikasian Atar Semi (1989: 54-55) tentang kebudayaan. Sehingga pada hakikatnya sosial budaya itu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakatnya. Sebagai contohnya dalam AM, apabila dilihat dari kehidupan masyarakatnya belumlah merata. Hal ini terlihat dari pekerjaan tokoh-tokoh dalam AM tersebut. Sebagian besar masih bekerja serabutan dan golongan kecil adalah pegawai pemerintahan. Sedikit berbeda dengan AM, CC menampilkan potret keluarga yang mapan dan serba berkecukupan, sedangkan untuk
BRR
pengarang
menampilkan
dua
golongan
sekaligus
dan
menampilkannya secara seimbang yaitu golongan masyarakat sederhana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
186 digilib.uns.ac.id
bernama keluarga Pandhu Dewanata dan golongan kedua yaitu yang mapan dan serba kecukupan keluarga dokter Boing Ngusadabangsa. Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari adalah bahasa Jawa. Sedikit berbeda yaitu pada AM, seorang tokoh bernama Astirin yang sesekali menggunakan bahasa Perancis dalam percakapannya. Hal ini membuktikan bahwa pada waktu itu, bahasa asing juga sudah masuk ke dalam masyarakat tersebut. Tentang adat kebiasaan yang dilakukan oleh anggota masyarakatnya tidak jauh dengan masyarakat Jawa pada umumnya. Seperti jika orang meninggal, maka dia harus dikuburkan dan setelah itu diadakan selamatan. Berkaitan dengan hal itu, agama yang dianut oleh tokoh-tokohnya adalah agama Islam. Hal ini disebutkan secara tersirat melalui adat kebiasaan tersebut juga sikap dan perkataan para pelakunya. 3. Nilai-nilai Pendidikan dalam SBO Telah diungkapkan di muka bahwa novel selain indah dan bernilai sastra tinggi, di sisi lain juga mengandung nilai-nilai pendidikan yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai pendidikan tersebut bisa ditampilkan secara tersurat maupun tersirat. Hal ini tergantung gaya pengarang dalam membuat novelnya. Apabila disebutkan secara tersirat adalah menjadi tugas bagi pembaca untuk menafsirkan sendiri tentang nilai-nilai pendidikan tersebut. Nilai-nilai pendidikan itu bisa mencakup nilai pendidikan agama, pendidikan karakter, dan pendidikan sosial budaya. Di dalam novel AM, CC, dan BRR nilai pendidikan agama disampaikan secara tersirat oleh pengarang melalui pemerian sifat para commit to user
187 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelakunya, melalui percakapan antar pelaku, dan sikap para pelaku dalam menanggapi suatu peristiwa. Nilai pendidikan agama yang bisa diambil dalam SBO, diantaranya adalah selalu ingatlah Tuhan dalam segala keadaan. Slalu bersyukur. Tidak hanya di dalam kesusahaan ataupun kesenangan saja. Nilai pendidikan agama yang bisa dipetik lainnya adalah dalam menjalani hidup ini hendaknya selalu memperhatikan nilai-nilai agama, yang memuat kebenaran. Hal ini dimaksudkan apabila menginginkan sesuatu, baik itu kekuasaan, kekayaan maupun cita-cita jangan sampai menghalalkan segala cara apalagi merugikan orang lain. Telah diilustrasikan melalui tokoh Pandhu yang menggunakan jalan singkat dalam meraih mimpinya dan dokter Boing yang dengan kejujurannya meraih mimpinya. Semuanya harus dalam porsinya. Yaitu porsi yang sesuai dengan nilai kebenaran. Apabila orang melanggar itu pasti akan menerima konsekuensinya. Seperti falsafah Jawa yang mengatakan “sapa sing nandur bakale ngundhuh” yang artinya barangsiapa menanam baik maka akan menuai baik, begitu juga sebaliknya barangsiapa menanam buruk akan menuai keburukan. Nilai pendidikan agama berikutnya tentang hakikat hidup mati manusia. Pada hakikatnya manusia pasti akan mati. Cepat atau lambat hanya masalah waktu. Dalam novel ini digambarkan oleh tokoh bernama Worontinah yang mati dengan karma baik, kemudian Pandhu Dewanata yang harus mati dengan menggenaskan akibat hasil perbuatannya sendiri. Untuk itu manusia diingatkan agar tidak hanya mencari kesenangan dan kepuasan duniawi, karena semuanya harta kekayaan dan kekuasaan tidak akan di bawa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
188 digilib.uns.ac.id
mati. Hal ini pula yang mengingatkan kepada manusia untuk hidup damai tanpa harus merugikan orang lain. Nilai pendidikan karakter berhubungan dengan etika, perilaku dan sopan santun seseorang di dalam suatu kelompok masyarakat. Nilai pendidikan karakter juga banyak ditemukan di dalam novel SBO tersebut. Diantaranya manusia harus menyadari bahwa hidup di dunia ini tidak sendiri. Manusia hidup bersama anggota keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, kakak, dan adik. Sepatutnya seseorang bersikap sebagai seorang anggota keluarga yang baik. Menghormati hak dan kewajiban anggota keluarga lain. Melalui tingkah laku dan bertutur kata. Seperti tokoh Abyor dalam CC yang menggunakan bahasa Krama apabila berbicara dengan Neneknya. Kemudian tokoh Jujur yang dengan kesetiaanya mengabdi kepada keluarga Sunar Pribadi. Sebagai seorang pembantu rumah tangga dia tahu bagaimana harus bersikap untuk menghormati majikannya. Sebagai anggota masyarakat, menyadari bahwa manusia tidak mungkin hidup sendiri sehingga sudah sepatutnya apabila mengikuti dan menghormati aturan yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Seperti norma-norma dan adat kebiasaan di dalam masyarakat tersebut. Seperti tokoh Yunisar dan Jumaniar dalam novel BRR. Secara keseluruhan di dalam novel SBO tersebut nilai pendidikan sosial budaya berbicara tentang posisi pendidikan di dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu alat yang manjur dan jitu dalam meningkatkan taraf hidup seseorang. Juga untuk meningkatkan status sosialnya di dalam masyarakat. Tidak hanya itu, nilai pendidikan sosial commit to user
189 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
budaya yang lainnya adalah tentang adat kebiasaan seperti peringatan meninggalnya seseorang, harus dihargai dan dijaga sebagai bentuk warisan kebudayaan. Di dalam novel SBO ini pula, pengarang juga menampilkan adanya pergeseran kebudayaan yaitu tentang hubungan suami istri. Menurut tradisi di dalam sebuah pernikahan itu tidak boleh terjadi perceraian. Merupakan hal yang tabu dan tercela, namun seiring perkembangan jaman dan kehidupan masyarakatnya saat ini, hal itu menjadi biasa dan membiasa. Bukan dianggap sebagai hal yang tabu lagi. Untuk hal seperti ini tentu saja harus disingkapi dengan cara yang bijaksana.
commit to user
190 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap Suparto Brata‟s Omnibus, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Suparto Brata‟s Omnibus meliputi tiga novel, yaitu Astirin Mbalela, Clemang-clemong, dan Bekasi Remeng-remeng. Ditinjau dari analisis struktural, novel Astirin Mbalela merupakan salah satu novel yang bertemakan
perjuangan.
Perjuangan
kaum
perempuan
untuk
memperjuangkan hak-haknya. Aspek penokohan dalam novel Astirin Mbalela menampilkan tokoh-tokoh dari berbagai kalangan dengan latar belakang yang berbeda. Alur yang digunakan dalam novel Astirin Mbalela adalah alur maju, karena menceritakan kejadian dari awal hingga akhir. Setting tempat, setting waktu, dan setting sosial digarap dengan apik dan menarik. Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam novel Astirin Mbalela adalah sudut pandang orang ketiga. Novel Clemangclemong, digolongkan ke dalam novel yang bertemakan percintaan. Berbicara tentang kesetiaan. Aspek penokohan dalam novel tersebut juga menampilkan tokoh-tokoh dengan komplek, dan sebagian tokoh mengalami perubahan nasib. Alur yang digunakan adalah alur maju. Untuk settingnya digarap dengan sederhana namun kuat. Sudut pandang yang digunakan pengarang adalah sudut pandang orang ketiga. Berbeda lagi dengan novel Bekasi Remeng-remeng. Novel tersebut bergenre commit user detektif, akan tetapi dalam noveltotersebut tidak terlalu mengedepankan
191 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
unsur kejar-kejaran ataupun pengungkapan fakta-fakta dengan detil, sebaliknya novel detektif ini mengungkap kehebatan kaum perempuan. Bahwa kaum perempuan juga bisa seperti lelaki. Dilihat dari aspek penokohan, dilatarbelakangi oleh tingkat kesejahteraan yang berbeda dan seiring berjalannya cerita terjadi perubahan nasib para pelakunya. Alur yang digunakan adalah alur maju. Setting-nya digarap dengan baik terlebih lagi selalu ada peristiwa hebat yang terjadi di Bekasi setiap sore harinya. Untuk sudut pandang, pengarang dalam novel ini juga menggunakan sudut pandang orang ketiga. 2. Bagaimanapun juga aspek sosial budaya tidak bisa dilepaskan dari karya sastra terutama karya rekaan. Segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan, pendidikan, agama, adat-istiadat, bahasa, suku dan tempat tinggal selalu berhubungan dengan karya tersebut. Tidak terkecuali dalam Suparto Brata‟s Omnibus yang meliputi Astirin Mbalela, Clemangclemong, dan Bekasi Remeng-remeng. 3. Nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai pendidikan agama, pendidikan karakter, dan pendidikan sosial budaya yang terdapat dalam Suparto Brata‟s Omnibus sangat bermanfaat bagi penikmat karya sastra dimanapun berada.
commit to user
192 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. IMPLIKASI Berdasarkan hasil analisis Suparto Brata‟s Omnibus maka peneliti temukan adanya nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut yang meliputi nilai pendidikan agama, pendidikan karakter, dan pendidikan sosial budaya yang bisa dipelajari dan diajarkan oleh siapa saja. Suparto Brata‟s Omnibus yang mengandung nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai pendidikan agama, pendidikan karakter, dan pendidikan sosial budaya diharapkan bisa dijadikan bahan referensi atau bahan ajar oleh para pendidik dalam pendidikan bahasa Jawa, sehingga siswa selain belajar sastra juga sekaligus belajar tentang pendidikan agama, karakter, dan sekaligus sosial budaya. Suparto Brata‟s Omnibus dapat dijadikan bahan pengenalan dan pembelajaran terhadap bahasa Jawa. Mengingat novel tersebut termasuk novel berbahasa Jawa, maka membaca novel tersebut secara tidak langsung berarti telah belajar bahasa Jawa. Penelitian terhadap Suparto Brata‟s Omnibus juga mempermudah para pendidik, anak didik, dan penikmat karya sastra Jawa dalam mengapresiasi novel tersebut. Di samping itu, dengan adanya nilai-nilai pendidikan tersebut diharapkan pula mampu menciptakan lingkungan sekolah yang produktif dan kondusif. Produktif untuk terus berkarya dengan positif. Kondusif berarti menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan aman. Apabila etika dan perilaku siswa sesuai dengan norma yang ada maka kesemuanya itu bisa tercapai. commit to user
193 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. SARAN 1. Suparto Brata‟s Omnibus ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk dijadikan objek kajian dalam pembelajaran sastra Jawa mengingat banyak nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. 2. Diharapkan pula dengan adanya penelitian ini akan muncul penelitian sejenis lainnya, sehingga dapat menambah ilmu sosiologi sastra dan memperluas khasanah ilmu kesastraan dalam dunia pendidikan.
commit to user
194 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Amril Mansur. 2006. “Menumbuh kembangkan Nilai-nilai Moral” dalam AlFikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2006. Dalam http://uin-suska.ac.id/pasca/attachments/165_AMRIL%20MANSUR.pdf (diunduh pada hari Jumat 20 Mei 2011, pukul 15. 23 WIB). Aminuddin. 1995. Stilistiika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Press. _________. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Argesindo. Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Atarsemi. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. _______. 1984. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa. _______. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa. Baughman, James. C. 1974. A structural Analysis of the literature of Sociology. The library quarterly. Vol 44, number 4, Oktober 1974. http://www.jstor.org/pss/4306439 (diunduh pada hari 28 Pebruari 2012, pukul 23. 24 WIB). Burhan Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Bradbury, Malcom. 1969. “Sociology and Literature Study II. Romance and Realty in Maggie”. Journal of American Studies Vol. 3, Issue 1, 1969, pp 111-121. http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&ai d=3151532&fulltextType=RA&fileId=S0021875800021770 (diunduh pada hari 28 Pebruari 2012, pukul 23. 17 WIB). Dhanu Priyo Prabowo, dkk. 2007. Glosarium Istilah Sastra Jawa. Yogyakarta: Narasi. Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edgar V. Roberts. 2003. Writing about Literature Tenth Edition. New Jersey: Prentice Hall. Eagleton, Terry. 1988. Two approaches in the Sociology Literature. The University of Chicago Press, Critical Inquiry, Vol. 14, No. 3, Spring 1988, pp.469–476.http://links.jstor.org/sici?sici=0093 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
195 digilib.uns.ac.id
1896%28198821%2914%3A3%3c469%3ATAITSO%3E2.0.CO%3B2-4 (diunduh pada hari selasa 28 Pebruari 2012, pukul 23. 50 WIB). James F. English. 2010. Everywhere and Nowhere: The Sociology of Literature After “the Sociology of Literature”. New Literary History - Volume 41, Number 2, Spring 2010, pp. v-xxiii. http://muse.jhu.edu/login?uri=/journals/new_literary_history/v041/41.2.en glish.html (diunduh pada hari Jumat 15 Juli 2011, pukul 10.35 WIB). Jappy Pellokila. 2011. Dalam artikelnya yang berjudul Pengertian Agama. Di dalam http://www.jappy.8m.net/blank_11.html (diunduh pada tanggal 16 Pebruari 2012. Pukul 21.47 WIB). Geneviève Mouillaud. 1967. The Sociology of Stendhal's Novels: Preliminary Research. (Int. Soc. Sei. J., VoL XIX No. 4, 1967). Dalam http://unesdoc.unesco.org/images/0001/000186/018699eo.pdf (diunduh pada hari Selasa 16 Pebruari 2011, pukul 12.43 WIB). Graham A., Chris W. and Susan W. 1995. Studying Literature: A Practical Introduction. Chester College of Higher Education: Harvester-Wheatsheat. Herman. J. Waluyo. 2002. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita. Herman J. Waluyo, Nugraheni E.W. 2009. Pengkajian Prosa Fiksi. Program Pascasarjana. Universitas Sebelas Maret surakarta. Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Westseijn. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia (diterjemahkan oleh Dick Hartoko). Janet Burroway. 2003. Imaginative Writing. The Element of Craft. Florida: Longman. Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Lexy J Moeleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Melanie Budianta dkk. 2006. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera. Nyoman Kutha Ratna. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. 2005. Sastra Dan Cultural Stuies : Representasi Fibi Dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. commit to user Panuti Sudjiman. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id
196 digilib.uns.ac.id
Rahmanto, B. 1998. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Rahmat Djoko Pradopo. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riris K.Toha dan Sarumpaet. 2002. Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia Tera. Ronald Carter and Michael N. Long. 1991. Teaching Literature. New York: Longman Publising. Sangidu. 2004. Penelitian Sastra : Pendekatan, Teori, Metode, Teknik Dan Kiat. Yogyakarta : Unit Penerbitan Asia Barat. Sapardi Djoko Damono. 1979. Sosilogi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: P3B Depdikbud. Soelaeman, Munandar. 1987. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT Eresco. Stanton, Robert. 1965. Teori Fiksi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Dengan judul asli An Introduction to Fiction yang kemudian diterjemahkan oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad. Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suparto Brata. 2007. Suparto Brata‟s Omnibus. Yogyakarta: Narasi. Suripan Sadi Hutomo. 1987. Telaah Kesusastraan Jawa Modern. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutopo, H. B. 2003. Metode Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Suwardi Endraswara. 2006. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Suyitno. 1986. Sastra, Tata Nilai, dan Eksegesis. Yogyakarta: Anindita. Sylvie. 2006. Pendidikan Moral Manusia. Dalam http://sylvie.edublogs.org/2006/09/19/pendidikan-moral-manusia/ (diunduh pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2011, pukul 09.20 WIB). Taufik Abdulah. Paper of the Fourth Indonesian-Dutch History Conference Yogyakarta 24-29 July 1983. Literature and History. Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press. Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka commit to user Jaya.
197 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta. 2001. Kamus Bahasa Jawa Bausastra Jawa. Yogyakarta: Kanisius. Tzvetan Todorov. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan. (Judul asli: Qu‟est-ce que le structuralisme?2. Poetique, yang diterjemahkan oleh Ok ke K. S. Zaimar, Apsanti Djokosuyatno, dan Talha Bachmid). Wellek. R dan Warren. A. 1990. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melanie Budiyanto). Jakarta: Gramedia. Yudiyono KS. 2003. Ilmu Sastra (Ruwet, Rumit, Resah). Semarang: Mimbar.
commit to user
198 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SINOPSIS SUPARTO BRATA’S OMNIBUS
1. Sinopsis Novel Astirin Mbalela Diceritakan seorang tokoh perempuan bernama Astirin yang tinggal di desa Ngunut bersama dengan paman dan bibinya. Sedangkan Ibunya sudah lama meninggal dan ayahnya tidak jelas. Sebagai seorang perempuan, Astirin dikategorikan sebagai seorang gadis yang cantik. Astirin juga masih sangat muda karena baru kelas dua SMA. Dia bercita-cita ingin menjadi seorang penyanyi terkenal sehingga bisa membahagiakan paman dan bibinya. Singkat cerita Astirin kemudian dijodohkan dengan seorang lelaki yang bernama Buamin, seorang pemilik bengkel motor di daerah itu. Sifatnya kasar, sombong dan tidak tahu aturan. Sehingga membuat Astirin sama sekali tidak respect, meskipun diming-imingi uang jutaan. Pada saat yang bersamaan Astirin juga bertemu dengan teman lamanya yaitu waktu SD, yang sekarang adalah seorang pegawai pajak di Surabaya yang saat itu sedang pulang ke Ngunut berkunjung ketempat paman dan bibinya di Buntaran. Namanya Samsihi. Wajahnya yang tampan dan tingkah lakunya yang sopan membuat Astirin merasa nyaman dan menyukai Samsihi, apalagi setelah Samsihi mengutarakan isi hatinya kepada Astirin, bahwa dia ingin menikahinya. Berawal dari pertemuan itu, maka Astirin melakukan sebuah rencana besar yaitu melarikan diri menuju Surabaya. Meninggalkan sekolahnya, meninggalkan paman dan bibinya untuk mengejar cita-citanya dan lari dari tali kekang pernikahan dengan Buamin. Perjalanannya ditempuh dengan bus, kemudian setelah sampai disana berganti dengan bus dalam kota. Berbekal catatan alamat rumah Samsihi dan uang 20 ribu pemberian Samsihi, Astirin nekat pergi ke Surabaya. Akan tetapi perjalanan tidak selamanya mudah, kota Surabya itu besar, Astirin mengalami kebingungan dalam mencari alamat rumah Samsihi. Ditengah kebingungannya itu, dia bertemu dengan seorang pemuda bernama Johan Nur yang berjanji akan membantunya mencari alamat Samsihi sampai ketemu. Akan tetapi cerita berkata lain, Johan Nur yang bernama Asli Dulrazak ternyata adalah pemuda yang jahat dan mengelabuhicommit Astirinto hingga user akhirnya berhasil merenggut
199 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesucian Astirin. Ditengah goncangan mental yang dialami Astirin, dia kemudian masih dibohongi lagi oleh Johan Nur dan dijual kepada mafia perdagangan wanita gelap yang akan dikirim ke Malaysia. Astirin pun terjebak dalam sindikat itu bersama beberapa wanita lainnya yang brejumlah 20 orang. Astirin yang sudah kehilangan semangat hidupnya dan hampir putus asa bertemu dengan seorang kapten kapal ferry bernama kapten Hamdaru dan seorang nahkoda bernama Sahuddin. Karena cerita mereka membuat Astirin kembali menemukan semangat hidupnya dan tidak mau menyerah pada nasib. Pada saat menyeberang menuju Malaysia saat jarak belum terlalu jauh meninggalkan bibir pantai pelabuhan Tarakan, Astirin nekat menceburkan diri ke laut hingga orang-orang mengira dia telah tenggelam dan mati. Padahal sebaliknya, Astirin berhasil meloloskan diri berenang ke tepi pantai dan menyembunyikan diri. Pada siang harinya dia mencoba bertemu dengan kapten Hamdaru dan Sahuddin lagi dan akhirnya bisa bertemu. Kemudian Astirin menceritakan segalanya dan meminta bantuan keduanya untuk mengijinkannya naik kapal tersebut. Dari keduanya Astirin diarahkan untuk mencari kerja di Bontang saja. Lalu kapal itu pun menuju kesana bersama penumpang lain. Sampai disana Astirin memeberanikan diri untuk melamar kerja pada sebuah night club bernama Blue Moon. Awalnya dia bekerja sebagai seorang juru masak namun kemudian dia merangkap sebagai pelayan sambil menunggu mendapat
kesempatan untuk menyanyi. Hingga akhirnya
kesempatan itu datang, Astirin menjadi terkenal dan kehidupannya dapat berubah. Dari situlah dia juga bertemu dengan seorang warga asing dari Perancis yang bernama Luis Duvalier. Pemuda asing itu sangat tertarik dengan Astirin dan ingin kencan dengannya. Astirin pun juga demikian. Dari situlah Astirin juga belajar bahasa Perancis dan mendapat tawaran pekerjaan untuk menemani Luis Duvalier juga untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dengan kontrak sebesar 5 juta perbulan. Akhirnya Astrin menyetujuinya dan kehidupannya pun benar-benar berubah dari Astirin seorang anak desa menjadi Astirin seorang penyanyi cantik dan seksi. commit to user
200 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Singkat cerita Astirin segera membalas budi baik kepada orang-orang yang telah membantunya dahulu. Kepada Hamdara, Sahudin, termasuk kembali ke Surabaya yaitu membalas budi baik dari Samsihi. Tidak berhenti disitu, dia menguak perdagangan wanita gelap yang dulu sempat menculiknya. Dia juga memberi pelajaran kepada Johan Nur yang telah memperkosanya dulu. Setelah itu dia kembali ke desa tempat paman dan bibinya tinggal untuk membalas budi dan menyelesaikan masalahnya dengan Buamin. Ternyata tidak berhenti disitu saja, Astirin juga berhasil menguak kejahatan yang dilakukan oleh Buamin. Buamin sendiri adalah seorang perampok kelas kakap. Selesai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
201 digilib.uns.ac.id
2. Sinopsis Novel Clemang-Clemong Menceritakan tentang sebuah keluarga yang beranggotakan Sunar Pribadi, Worontinah dan anaknya Abyor Sriningbumi. Sebagai tokoh sentralnya yaitu Abyor. Dikisahkan mereka tinggal bersama Yang Tri yaitu neneknya dan kedua pembantunya yaitu mbak Jujur dan mbok Jiah. Worontinah mengalami sakit keras dan tidak bisa bangun dari tempat tidur semenjak melahirkan anaknya yang kedua dan meninggal dunia sewaktu Abyor baru berumur 2 tahun. Sudah genap hampir 4 tahun Ibunya masih terbaring di tempat tidur. Karena suatu kasus, jujur diusir oleh yang Tri dari rumah. Kehidupan pun menjadi berubah. Abyor yang sudah terbiasa dengan adanya Jujur menjadi kesepian dan merasa kehilangan. Dia menjadi sering bermain di dalam kamar bersama ibunya. Singkat cerita, merasa tidak kuat lagi akhirnya Worontinah meninggal dunia. Pak Sunar itu adalah seorang pemilik perusahaan bernama Samudra Surya Raja. Setelah meninggalnya Worontinah, banyak wanita yang berkeinginan untuk menikah dengan Sunar. Duda muda yang kaya. Beberapa wanita yang tertarik diantaranya adalah Nora sekretaris pribadi Sunar. Yang lainnya adalah Wulan teman dari Jujur yang sekaligus tetangga desa, kemudian dari Semarang yaitu Ratu Pertiwi yang masih terhitung sebagai saudara jauh. Ketiganya berlomba-lomba untuk mendapatkan hati dari Sunar dan Abyor. Namun satu-persatu tersingkap tabiat buruk dari masing-msing wanita tersebut. Nora terlihat oleh abyor seadang berciuman dengan pria lain. Ratu mempunyai watak yang kasar dan mempunyai sifat boros atau matre serta orangnya kasar. Sedangkan Wulan sendiri sebenarnya adalah orang baik akan tetapi sifatnya yang kurang lembut atau wanita tomboy kurang disukai oleh neneknya Abyor. Ditengah kebimbangan tersebut, dalam rentang waktu yang berbeda beberapa orang mengalami penampakan yaitu melihat arwah Worontinah yang kesemuanya mengacau pada satu orang yaitu Jujur. Jadi secara tersirat Worontinah menghendaki bahwa yang pantas menjadi calon ibu dari abyor adalah Jujur. Cerita berkembang ketika Sunar, abyor, nenek Tri dan Ratu pergi piknik ke Koploh. Dari piknikcommit tersebut, Ratu sempat dikira wanita penghibur to user
202 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan ditangkap oleh satpam dikarenakan pakaiannya yang terbuka berlebihan. Sepulang dari piknik, di dalam mobil saat masih dalam perjalanan pulang nenek Tri bermimpi tentang Worontinah dan Jujur. Dari mimpi itu Abyor mengajak ayahnya dan neneknya untuk mampir ketempat Jujur. Dengan berbekal alamat, akhirnya mereka menemukan Jujur yang sekarang sudah menjadi seorang pemilik toko pakaian. Dari situ nenek Tri mengalami perubahan sikap yang signifikan kepada Jujur dari yang jahat menjadi sayang. Menyadari bahwa sikapnya dulu adalah keliru. Singkat cerita neneknya akhirnya menyetujui Sunar menikah dengan Jujur.
commit to user
203 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Sinopsis Novel Bekasi Remeng-remeng Diceritakan seorang tokoh bernama Jumaniar. Di adalah seorang istri yang cerdas dan pengertian. Suaminya bernama Pandhu Dewanata. Anaknya bernama Gegana Dewanata, yang akrab dipanggil Gagin. Pada waktu itu Pandhu berencana untuk pergi bekerja. Bekerja sebagai pengedar narkoba. Jumaniar sebenarnya sudah tidak menyetujuinya, akan tetapi takut menyinggung perasaan suaminya. Namun akhirnya tidak tahan juga, Jumaniarpun melarangnya, terjadi pertengkaran. Lalu terjadi flashback yaitu diceritakannya mengedarkan
kehidupan narkoba.
keluarga
Pandhu
mereka
dulunya
jauh
adalah
sebelum seorang
Pandhu
guru
dan
diberhentikan pada era reformasi karena ketahuan ijasahnya aspal. Waktu kembali diputar kedepan. Dan terjadi kesepakatan bahwa ini adalah yang terakhir kalinya Pandhu mengedarkan narkoba. Pada waktu yang sama, diceritakan tentang keluarga yang lain yaitu keluarga dokter Boing dan Kristanti. Dengan pembantunya bernama Yunisar, yang masih saudara dengan Jumaniar. Dikisahkan Kristanti dan Yunisar sambil menonton telenovela La Mentira mereka bercakap-cakap mulai dari film sampai dengan peran wanita di Indonesia. Kristanti mendapatkan pencerahan, ternyata Yunisar itu adalah seorang gadis yang pintar. Dilatarbelakangi oleh keinginannya dan dokter Boing untuk mengambil anak angkat, Kristanti mempunyai ide untuk mempunyai anak angkat dari Yunisar dengan Boing sebagai ayah kandungnya. Peristiwa selanjutnya, yaitu perjalanan Pandhu menuju Rawalambu dengan menaiki Kwasi K-IIA yang dalam perjalanannya bertemu dengan gadis rok merah bernama yanti dengan suaranya yang serak-serak basah. Yang menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah dia salah satu pengedar narkoba ataukah seorang polisi yang sedang menyamar dan akan menangkap dirinya. Selanjutnya pandhu berhasil menemui Engkar Sukarsa dan mengutarakan niatnya untuk berhenti. Cerita beralih pada keluarga dokter Boing dan Kristanti. Diceritakan bahwa Kristanti memberanikan diri mengutarakan niatnya untuk mengambil anak angkat dari Yunisar dengan Boing sebagai ayahnya. Boing kaget dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
204 digilib.uns.ac.id
rencana istrinya itu, karena dianggap mengesampingkan norma-norma kesusilaan. Setelah dirayu-rayu akhirnya dokter Boing setuju untuk memikirkannya terlebih dahulu. Di sisi lain, Kristanti juga langsung menanyakan kepada Yunisar. Yunisar hanya diam saja, tidak memperlihatkan apakah dirinya suka atau benci. Cerita bergulir ketika dokter Boing mendapat telpon dari rekannya seorang polisi wanita bernama Yanti Suyamsuyam dan diminta untuk segera pergi ke rumah sakit untuk memeriksa mayat temuannya. Selanjutnya Yanti pergi menjemput Jumaniar dan Gagin untuk diajak pergi ke rumah sakit, namun belum diberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Jumaniar hanya berfikiran kalau Pandhu suaminya pasti terluka karena ketahuan polisi mengedarkan narkoba. Sebelum menuju rumah sakit, Jumaniar meminta kapten Yanti untuk singgah dahulu di tempat saudarinya bekerja yang ternyata adalah Yunisar. Sampai di sana Yunisar diajak ke rumah sakit dan Kristanti pun juga ikut kesana. Kejadian selanjutnya terkuak, mayat yang ditemukan itu ternyata adalah Pandhu Dewanata suami Jumaniar. Apa yang menurut Jumaniar Pandhu terluka ternyata salah. Pandhu tewas. Ditembak. Jenasahnya segera dikuburkan ke Wedi Klaten dengan semua biaya ditanggung oleh dokter Boing. Singkat cerita Jumaniar tidak terima dan melakukan penyelidikan sendiri tentang kematian suaminya. Belum menemukan titik terang, dia sudah dikagetkan dengan penculikan Gagin dan tewasnya Kristanti. Keadaan semakin kacau dan rumit. Dokter Boing kehilangan Kristanti, sedangkan Jumaniar kehilangan Pandhu, ditambah dengan penculikan Gagin. Dengan sedikit keterangan dari Yunisar bahwa penculiknya membawa
mobil espass, semua penyelidikan Jumaniar pun segera
menemukan titik terang. Malam itu juga dia bersama kapten Yanti menuju Rawalambu menangkap Engkar Sukarsa dan gerombolannya termasuk juga Yanti gadis rok merah. Di sana dia juga menemukan Gagin dan membongkar kasus penculikan anak limabelas tahun lalu. Setelah kejadian itu, akhirnya dokter Boing dan Jumaniar saling jatuh cinta dan berencana untuk menikah. Sedangkan tentang rencana almarhum commit toKristanti user yang hendak menyuruh dokter
205 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Boing dan Yunisar untuk membuat anak juga sudah diungkapkan kepada Jumaniar. Dan Yunisar memilih membiarkan adiknya Jumaniar saja yang menikah dengan dokter Boing. Selesai.
commit to user
206 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama lengkap asli Jenis Kelamin Tempat/tanggal lahir 1. Kota 2. Propinsi 3. Tgl/bln/thn Alamat Pekerjaan Agama Telepon Email
: Suparto Brata : Laki-laki : : : : : :
Surabaya Jawa Timur 27 Pebruari 1932 Rungkut Asri III/12 Perum. YKP RL-I-C Surabaya 60293 Pengarang Merdeka Islam : (031) 87027559 :
[email protected] www.supartobrata.blogspot.com dan www.supartobrata.com Pendidikan Formal : 1. Sekolah Rakjat, SR VI Jl. Laut Probolinggo, lulus tahun 1946. 2. Sekolah Menengah Pertama, SMPN II Jl. Surabaya, lulus tahun 1950. 3. Sekolah Menengah Atas, SMAK St. Louis Jl. Dr. Sutomo Surabaya, tamat tahun 1956. Riwayat Pekerjaan : 1. Pegawai Kantor Telegrap PTT, Jl. Niaga 1 Surabaya, (1952-1960). 2. Karyawan Perusahaan Dagang Negara Djaya Bhakti, Jl. Rajawali 54 Surabaya (1960-1967). 3. Wartawan freelancer (membantu berita/artikel/foto di Jaya Baya, Surabaya Post, Indonesia Raya, Sinar Harapan, Kompas, Suara Karya) pada tahun 19681988. 4. Pegawai Negeri Pemda II Kotamadya Surabaya, Bagian Hubungan Masyarakat (HUMAS) pada tahun 1971-1988/pensiun. 5. Pengarang Merdeka (1988 - sekarang). Keluarga : 1. Lahir dari Bapak/Ibu Raden Suratman Bratatanaya – Raden Ajeng Jembawati (keduanya dari Surakarta Hadiningrat). 2. Menikah dengan Rara Ariyati (lahir di Meurudu Aceh, 27 Desember 1940) di Ngombol Purworejo Kedu, 22 Mei 1962. (wafat di Surabaya 2 Juni 2002). 3. Anak-anak: a. Tatit Merapi Brata b. Teratai Ayuningtyas c. Neo Semeru Brata d. Tenno Singgalang Brata Karya tulis: 1. Menulis berita, feature, ulasan, artikel dan cerita fiksi sejak tahun 1951, dimuat di Majalah Siasat, Mimbar Indonesia, Indonesia, Kisah, Seni, Buku commitKartini, to userdan lain-lain. Juga di surat kabar: Kita, Sastra, Aneka, Vista, Sarinah,
207 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Surabaya Post, Harian Umum, Suara Rakyat, Pikiran Rakya, Trompet Masyarakat, Jawa Pos, Sinar Harapann, Indonesia Raya, Kompas, Suara Kaya, Republika. 2. Menulis bahasa Jawa sejak tahun 1958, dimuat di Panjebar Semangat, Mekar Sari, Jaya Baya, Djoko Lodhang, Jawa Anyar, Dharma Nyata. 3. Menulis cerita pendek, novel, naskah drama dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. 4. Beberapa Tulisan dikerjakan bersama dan dengan riset: a. Buku Master Plan Surabaya 2000, bersama Ir. Johan Silas. Tim diketuai oleh Kolonel Imam Sudrajat, dibiayai oleh Pemda Tk. II Kotamadya Surabaya tahun 1976. b. Menulis buku Pertempuran 10 November 1945, bersama Drs. Aminuddin Kasdi, Drs. Soedjijo. Tim diprakarsai dan dibiayai oleh Panitia Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan 10 November 1945 di Surabaya tahun 1986, diketuai oleh Blegoh Soemarto (Ketua DPRD Tk. I Jawa Timur). c. Menulis Sejarah Pers Jawa Timur, bersama Drs. Moechtar, Drs. Anshari Thoyib, Soemijatno, Drs. Issatriadi. Diprakarsai dan dibiayai oleh Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Jawa Timur tahun 1987. d. Menulis Sejarah Panglima-panglima Brawijaya (1945-1990), bersama Drs. Nurinhwa, Drs. Wawan Setiawan, Dr. Wuri Sudjatmiko. Prakarsa dan biaya oleh LIPI Jakarta dan Kodam Brawijaya tahun 1988. Prestasi dan Penghargaan yang pernah diperoleh: 1. Namanya telah tercatat dalam buku Five Thousand of the World Sixth Edition, 1998, terbitan The American Biographical Institute, Inc, 5126 Bur Oak Circle, P.O.Box 31226, Raleigh, North Carolina 27622 USA. 2. Pemenang pertama Sayembara cerita bersambung Panjebar Semangat tahun 1958 dengan judul Kaum Republik yang kemudian pada diterbitkan dalam bentuk novel dengan judul Lara Lapane Kaum Rebuplik pada tahun 1966. 3. Mendapat hadiah Gubernur Jawa Timur (Sularso) 1993, sebagai seniman pengrang tradisional. 4. Mendapat hadiah rancage 2000 sebagai jasanya mengembangkan sastra dan bahasa Jawa. 5. Mendapat hadiah rancage 2001, karena telah membuktikan kreatifitasnya dalam sastra Jawa dengan terbitnya buku Trem karangannya. 6. Mendapat hadiah rancage 2005, dengan novel berjudul Donyane Wong Culika. 7. Mendapat hadiah Gubernur Jawa Timur (Imam Utomo) 2002, sebagai seniman Jawa Timur (bersama 100 orang seniman lainnya). 8. Mendapat hadiah dari Pusat Bahasa 2007 sebagai salah seorang dari tiga sastrawan Indonesia, dan ditunjuk sebagai penerima The SEA Write Award 2007 di Bangkok.
commit to user
208 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PERTANYAAN 1. Kapan novel SBO ini dibuat? Merupakan kumpulan dari tiga novel dan ketiganya sudah pernah diterbitkan semuanya. Yang pertama Astirin Mbalela pernah dimuat dalam majalah Djoko Lodang, kemudian Clemang-clemong dimuat dalam majalah Jaya Baya dan Bekasi Remeng-remeng dalam majalah Panjebar Semangat. Mulai dijadikan satu buku pada tahun 2006. Mengapa saya jadikan buku? Karena jika saya jadikan buku itu sama halnya dengan fosil. Meski kejadiannya sudah lama bahkan ratusan tahun yang lalu tapi masih dapat dicari dan dipelajari. Kemudian buku ini diterbitkan melalui Narasi Yogyakarta. 2. Latar belakang SBO itu apa? Kenapa dari banyaknya hasil karya anda, anda memilih tiga novel tersebut untuk dijadikan satu buku? Karena tiga novel itu berurutan. Karenanya saya ingin menjadikannya buku agar terdokumentasi. Kenapa saya namakan Omnibus, karena dalam dunia karya sastra satu pengarang mengumpulkan banyak karangannya kemudian di dalamnya ada kritikusnya. Nah, hal seperti itu di eropa dan amerika sudah banyak tulisannya. Nah itu yang saya tiru, kenapa saya menirunya? Karena pada waktu saya membaca karya sastra eropa banyak yang seperti itu. Dan menurut saya itu bagus. Menurut saya mas, karya sastra tanpa kritik itu mati. Jadi jika memakai kritik, itu tandanya dibaca orang. Jadi karya sastra tidak akan mati. 3. Apakah tema dari ketiga novel tersebut? Begini ya mas, novel seperti Astirin Mbalela itu sebenarnya kan menceritakan tentang adanya TKI, tetapi jaman dahulu belum disebut TKI. Tenaga kerja commit to user
209 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semacam itu sudah ada dan dikirm ke luar negeri bekerja sebagai pelayan bar dan sebagainya, itu sebenarnya sudah ada, tetapi aku mau mengantisipasi bagaimana? Lalu saya memilih menyalurkan pikiran saya lewat tulisan ini. Selain itu terus terang saja, karena pada waktu itu saya selalu ikut Ibu, kemudian aku menikah dengan seorang perempuan yaitu Ariyanti. Dia menjadi sosok seorang istri yang bisa mendampingiku dan menuntun anakanakku menjadi seperti sekarang ini. Yang ketiga, mertuaku itu juga sebenarnya seorang enterprenuer. Dahulu kan pernah menjadi istri kompeni, tetapi tidak hanya menjadi seorang istri saja, akan tetapi berdagang apa saja. Waktu pulang ke desa, dia juga mengolah sawah. Pada intinya dia adalah seorang perempuan pekerja keras. Jadi seperti halnya ibuku, dengan kehidupan yang pas-pasan bisa memberi aku makan itu adalah sesuatu yang hebat sekali dan saya mengaguminya. Jadi aku itu ketularan oleh tiga perempuan ini mas. Jadi ibuku, istriku dan mertuaku. Sampai-sampai ada seorang wanita yang bernama Widhati yang mengatakan bahwa saya ini adalah seorang pengagum perempuan. Memang apabila dilihat dari karyakarya saya kebanyakan memang bercerita tentang kehebatan perempuan, seperti dalam Astirin Mbalela dan Bekasi Remeng-remeng. Untuk Clemangclemong juga sama yaitu berbicara mengenai perempuan melalui tokoh seorang anak kecil. 4. Amanat yang ingin bapak sampaikan dari ketiga novel tersebut? Salah satunya perempuan itu tidak bisa dipaksakan harus seperti lelaki. Misalnya sebagai seorang kepala rumah tangga suaminya menarik becak, commit to user
210 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka istrinya juga tidak harus menarik becak. Ada bagian-bagiannya sendiri. Peran yang saling melengkapi. 5. Dalam penulisan beberapa novel karya bapak menggunakan banyak bahasa asing. Seperti dalam Astirin Mbalela, apakah bapak mempelajari bahasa itu atau bagaimana? Itu sebenarnya saya kurang begitu fasih mas, akan tetapi saya menggunakan bahasa asing tersebut karena bercita-cita agar kurikulum pendidikan di Indonesia itu diperbaharui yaitu mengajarkan banyak bahasa mulai dari tingkat pendidikan yang paling bawah. Saya prihatin karena mulai tahun 1975 kurikulum pendidikan Indonesia itu hanya mengajarkan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Ini yang membuat bangsa kita bodoh. Hanya menguasai satu bahasa saja. Bahasa Jawa tidak bisa, inggris apa lagi. Keinginan saya itu kembali lagi seperti jaman Belanda, dimana para murid diajari membaca buku dan menulis buku dengan banyak bahasa. Karena menurut saya itu gunanya sekolah. 6. Berkaitan dengan judul novel anda, kenapa anda mengambil judul Astirin Mbalela, lalu Clemang-clemong dan Bekasi Remeng-remeng? Memang saya mencari mudahnya mas. Karena memberi judul itu tidak mudah lho mas. Karena saya banyak membaca, maka saya juga punya taktik untuk menarik pembaca. Dengan cerita yang biasa tetapi bercerita dengan tidak biasa atau membuat cerita yang biasa tetapi dengan cara-cara yang tidak biasa. 7. Kemudian tentang latar belakang kehidupan sosial novel Astirin Mbalela itu bagaimana pak? commit to user
211 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ya Astirin Mbalela itu bercerita pada masa orde baru mas. Nah pada masa orde baru itu seperti kasus TKW itu sudah ada sebenarnya, namun belum bernama TKW mas. Pada waktu itu perempuan banyak diculik untuk dipekerjakan diluar negeri. Saya melihat kenapa seolah tidak ada yang mengkhawatirkan
tentang
hal
itu,
tidak
ada
yang
menulis.
Saya
mengkhawatirkan. Makanya saya menulisnya menjadi sebuah buku. 8. Dalam novel Clemang-clemong ada suatu peristiwa yakni Sunar dan Jujur yang berhubungan badan meskipun keduanya bukan suami istri, dan anehnya hubungan itu diketahui serta atas seijin istrinya Worontinah. Nah, apabila dilihat dari sudut pandang moral, menurut anda apakah hal itu benar atau salah bapak? Dewasa ini banyak terjadi kasus perselingkuhan mas, bahkan juga dikalangan pejabat. Namun dalam novel tersebut dilakukan atas sepengetahuan istrinya. Hal ini dilakukan oleh Worontinah karena didasari kerelaan, merasa tidak bisa melayani kebutuhan biologis suaminya sehingga merelakan suaminya untuk berhubungan dengan wanita lain. 9. Dalam novel Bekasi Remeng-remeng, anda menceritakan tentang tokoh Pandhu Dewanata yang membeli ijasah atau membuat ijasah palsu. Nah, menurut anda itu merupakan tindak kecurangan atau bagaimana? Tidak mas. Jika saya menilai sekarang ini kan banyak orang susah mencari pekerjaan karena ijasahnya tidak cocok. Seperti halnya guru, sudah bekerja puluhan tahun kok tidak diangkat-angkat atau tidak mendapat sertifikat. Ada juga yang dengan ijasah palsu malah segera mendapat sertifikat. Nah hal seperti ini kan harus ada solusinya mas. Ya di dalam novel ini memang commit to user
212 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
solusinya jelek, Pandhu menjadi pengedar narkoba. Dia kehilangan pekerjaan padahal masih harus menghidupi keluarganya. Saya ingin mengungkap fenomena-fenomena seperti itu. Supaya ditanggapi. 10. Menurut saya pendidikan intelektual di Indonesia sebenarnya sudah bagus, namun apabila dilihat dari pendidikan moral, saya melihat moral bangsa Indonesia itu masih rendah. Terbukti banyak kerusuhan-kerusuhan, korupsi, kekerasan dan sebagainya. Nah, menurut bapak itu bagaimana? Lalu solusinya seperti apa? Sebenarnya ya itu tadi lho mas, ya orang seluruh dunia yang pandai itu pasti membaca buku. Orang Indonesia itu terlalu banyak mendengar, akibatnya dapat diselewengkan. Seperti contohnya dalam pemahaman agama. Mereka hanya mendengar dan tidak membaca sendiri akibatnya sering dapat diselewengkan mengarah ke hal yang negatif. Budaya pendidikan yang paling menonjol di negara kita ini adalah menonton tv, bukan membaca buku. Hal seperti itu anak umur tiga tahun juga bisa. Padahal dengan membaca buku maka pengetahuan kita bertambah. Sehingga dengan pengetahuan itu bisa kita gunakan sebagai bekal untuk hidup. 11. Apakah SBO ini pernah diteliti oleh mahasiswa atau orang lain? Belum pernah mas. Sepengetahuan saya belum pernah.
commit to user
213 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
FOTO DENGAN SUPARTO BRATA
Keterangan: Ruangan kerja Suparto Brata. Tempat dia menuangkan buah pikirannya menjadi bentuk tulisan. Berisi buku-buku bacaan dan koleksi karyanya dari dahulu hingga sekarang.
commit to user