UNIVERSITAS INDONESIA
PENAPISAN DAN UJI EFEK PENGHAMBATAN AKTIVITAS α-GLUKOSIDASE -GLUKOSIDASE DARI KAPANG ENDOFIT KULIT BATANG RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)
SKRIPSI
MEIYANI NURHAYATI 0806319085
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JUNI 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENAPISAN DAN UJI EFEK PENGHAMBATAN AKTIVITAS α-GLUKOSIDASE -GLUKOSIDASE DARI KAPANG ENDOFIT KULIT BATANG RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi
MEIYANI NURHAYATI 0806319085
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JUNI 2012
ii Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas keMahaan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi ini, tidaklah mungkin penulis sanggup menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada: 1) Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS dan Dr. Rani Sauriasari S.Si, Apt., M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran demi membimbing penulis selama menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi ini; 2) Dr. Abdul Mun’im M.S., Apt. atas ide, arahan, serta kontribusi besarnya dalam setiap tahap penelitian ini; 3) Dr. Arry Yanuar, M.Si., selaku pembimbing akademis atas kesediaan waktu, perhatian, serta arahannya selama masa perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi ini; 4) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt. selaku ketua Departemen Farmasi UI yang baru saja resmi menjadi Fakultas Farmasi UI yang menjadi kebanggan bersama; 5) Bapak dan Ibu staf pengajar, staf pegawai, serta segenap laboran di Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu pengetahuan dan bantuan yang diberikan selama menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi UI; 6) Kedua orang tua, adik-adik, serta seluruh keluarga besar atas doa, dukungan, gempita semangat, motivasi, serta kepercayaan yang tak henti diberikan sehingga penulis mampu sampai pada tahap ini;
vi Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
7) Sahabat, rekan tim penelitian, serta keluarga besar Farmasi 2008, atas kisah selama perkuliahan dengan segala nuansa dan suka-duka yang terhadirkan; 8) Semua pihak yang tak kalah besar perannya bagi penulis namun tak dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak memberi perannya dalam penelitian ini. Besar harapan terbentang semoga penulisan skripsi ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan ilmu kefarmasian sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyrakat luas.
Penulis
2012
vii Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Meiyani Nurhayati : Farmasi : Penapisan dan Uji Efek Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Dari Kapang Endofit Kulit Batang Randu (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn)
Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia, oleh karena itu obat bagi terapi diabetes terus dikembangkan. Salah satunya adalah obatobatan dengan mekanisme penghambat α-glukosidase yang dinilai memiliki efek samping lebih kecil dibanding obat antidiabetes golongan lain. Hal ini menyebabkan pencarian senyawa penghambat α-glukosidase, termasuk dari bahan alam terus dilakukan, terutama senyawa yang berasal dari mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi kapang endofit dari kulit batang randu (Ceiba pentandra L. Gaertn) dan memperoleh hasil uji aktivitas panghambatan α-glukosidase dari hasil fermentasi kapang endofit. Isolasi dilakukan dari bagian dalam kulit batang randu (Ceiba pentandra L. Gaertn) yang telah terbukti melalui penelitian in vivo maupun in vitro memiliki potensi sebagai pengontrol kadar gula darah. Enam koloni kapang endofit berhasil diisolasi dari kulit batang randu, dan setiap isolat difermentasi. Hasil fermentasi diekstraksi dengan pelarut etil asetat dan metanol. Dari penelitian ini diperoleh enam ekstrak dengan aktivitas penghambatan α-glukosidase lebih baik dari akarbose dengan nilai IC50 sebesar 118,603 µg/mL. Kata Kunci
: penghambat α-glukosidase, kapang endofit, antidiabetes, Ceiba pentandra L. Gaertn xv+ 87 halaman; 13 tabel; 34 gambar; 4 lampiran Daftar Pustaka : 57 (1983-2011)
ix
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Meiyani Nurhayati : Farmasi : Screening and α-Glucosidase Inhibitory Assay of Endophytic Fungi from Silk cotton-tree Bark (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn)
Alpha glucosidase inhibitor is one of therapeutic approaches for diabetes mellitus which is known for its safety compare to other oral anti diabetic drugs. Therefore searching of α-glucosidase inhibitor from natural compound was recently done by many researchers to find the new active compounds. Endophytic fungi have great potential as a source of α-glucosidase inhibitory compounds. This research aims to isolate the endophytic fungi from Silk cotton-tree Bark (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn) and then to evaluate their α-glucosidase inhibitory activity. We successfully isolated five endophytic fungi colonies, and then each isolate was fermented and extracted with ethyl acetate and methanol. Each extract was assayed for its α-glucosidase inhibitory activity using spectrophotometry method. Six extracts showed better αglucosidase inhibitory than acarbose with the lowest IC50 value was 118.603 ppm.
Key Words
: α-glucosidase inhibitor; endophytic fungi; antidiabetic; Ceiba Pentandra (L.) Gaertn xv+ 87 pages ; 13 tables; 34 pictures; 4 appendices Bibliography : 57 (1983-2011)
x
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................................. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............................... ABSTRAK ............................................................................................................... ABSTRACT ............................................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... DAFTAR TABEL.................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................
ii iii iv v vi viii ix x xi xiii xiv xv
1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ................................................... 1.3 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan ........................................... 1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................
1 1 2 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4 2.2 Kapang Endofit ............................................................................................ 4 2.3 Isolasi dan Kultur Kapang Endofit .............................................................. 5 2.4 Tanaman Randu ........................................................................................... 6 2.5 Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................................... 8 2.5.1 Terapi Nonfarmakologi ...................................................................... 10 2.5.1.1 Pengaturan Pola Makan ......................................................... 10 2.5.1.2 Olahraga ................................................................................. 10 2.5.2 Terapi Farmakologi ............................................................................ 10 2.5.2.1 Terapi Insulin ......................................................................... 10 2.5.2.2 Terapi Obat Hipoglikemik Oral............................................. 11 2.6 Enzim α-glukosidase................................................................................... 12 2.7 Agen Penghambat α-glukosidase ............................................................... 13 2.8 Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase................................................... 15 2.9 Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim ................................................ 15 2.10 Kromatografi Lapis Tipis ........................................................................... 18 2.11 Spektrofotometri UV-Vis dan Prinsipnya pada Microplate Reader ........ 18 2.12 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia ................................................... 22 2.12.1 Alkaloid ......................................................................................... 22 2.12.2 Flavonoid ....................................................................................... 23 2.12.3 Terpenoid ....................................................................................... 23 2.12.4 Steroid............................................................................................ 24 2.12.5 Fenol .............................................................................................. 24 2.12.6 Kuinon ........................................................................................... 24
xi
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
3. METODE PENELITIAN ................................................................................ 25 3.1 Lokasi Penelitian.......................................................................................... 25 3.2 Bahan............................................................................................................ 25 3.2.1 Sampel ................................................................................................ 25 3.2.2 Media.................................................................................................. 25 3.2.3 Bahan Kimia....................................................................................... 25 3.3 Alat ............................................................................................................... 26 3.4 Metode Kerja ............................................................................................... 26 3.4.1 Pembuatan Media .............................................................................. 26 3.4.1.1 Pembuatan Media CMM ....................................................... 26 3.4.1.2 Pembuatan Media PDA ......................................................... 27 3.4.1.3 Pembuatan Media WA........................................................... 27 3.4.1.4 Pembuatan Media PDY ......................................................... 27 3.4.2 Isolasi Kapang Endofit ....................................................................... 28 3.4.3 Pemurnian Kapang Endofit ................................................................ 28 3.4.4 Identifikasi Kapang Endofit ............................................................... 29 3.4.4.1 Identifikasi Makroskopis ....................................................... 29 3.4.4.2 Identifikasi Mikroskopis ........................................................ 29 3.4.5 Fermentasi Kapang Endofit ............................................................... 29 3.4.6 Ektraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit ....................................... 30 3.4.7 Uji Aktivitas Penghambatan α-Glikosidase....................................... 31 3.4.7.1 Preparasi Bahan dan Pereaksi Uji .......................................... 31 3.4.7.2 Uji Pendahulan Enzim ........................................................... 32 3.4.7.3 Uji Aktivitas Penghambatan α-Glikosidase .......................... 34 3.4.7.4 Uji Kinetika Penghambatan Enzim ....................................... 37 3.4.8 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Aktif dengan Metode KLT ....................................................................................38 4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 39 4.1 Isolasi Kapang Endofit ................................................................................ 39 4.2 Identifikasi Isolat Kapang Endofit............................................................... 41 4.3 Fermentasi Kapang Endofit ......................................................................... 45 4.4 Ektraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit ................................................. 46 4.5 Uji Aktivitas Penghambatan α-glukosidase .............................................. 47 4.5.1 Uji Pendahuluan ............................................................................ 48 4.5.2 Uji Penghambatan Aktivitas α-glukosidase oleh Ekstrak .............. 50 4.5.3 Uji Penghambatan Aktivitas α-glukosidase oleh Standar............... 52 4.5.4 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-glukosidase ..................... 52 4.6 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Aktif dengan Metode KLT .............................................................................................................. 55 5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 59 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 59 5.2 Saran............................................................................................................. 59 DAFTAR ACUAN............................................................................................. 60 LAMPIRAN ....................................................................................................... 83
xii
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22
Gambar 4.23 Gambar 4.24
Tanaman Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn .............................. 7 Struktur kimia Akarbose .................................................................14 Struktur Kimia Miglitol ..................................................................14 Reaksi enzimatis oleh enzim α-glukosidase ...................................15 Plot Lineweaver-Burk dari Inhibisi Kompetitif ..............................17 Plot Lineweaver-Burk untuk Inhibisi Nonkompetitif .....................17 Microplate reader ...........................................................................20 Jalur optik pada microplate reader .................................................21 Variasi Jalur Sampel dalam Sumuran Microplate ..........................21 Hasil Jalur Sampel dengan Perbedaan Volume Sampel pada Sumuran Microplate .......................................................................22 Contoh kultur kapang endofit pada media isolasi CMM, PDA, dan WA ...........................................................................................67 Isolat Koloni PDA.3A .....................................................................67 Hasil identifikasi mikroskopik isolat PDA.3A ..............................67 Isolat Koloni PDA.3C .....................................................................68 Hasil identifikasi mikroskopik isolat PDA.3C ...............................68 Isolat Koloni CMM.8B ...................................................................69 Hasil identifikasi mikroskopik isolat CMM.8B .............................69 Isolat Koloni WA.7A ......................................................................70 Hasil identifikasi mikroskopik isolat WA.7A ................................70 Isolat Koloni PDA.4A .....................................................................71 Hasil identifikasi mikroskopik isolat PDA.4A ..............................71 Isolat Koloni WA.8A ......................................................................72 Hasil identifikasi mikroskopik isolat WA.8 ...................................72 Kurva Pertumbuhan Kapang ...........................................................73 Skema Alur Kerja secara Keseluruhan ...........................................74 Skema Proses Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit ............75 Grafik Hasil Uji Pendahuluan Variasi Konsentrasi Substrat ..........49 Perbandingan Nilai IC50 Ekstrak Etil Asetat dari Isolat Kapang Endofit dengan Standar Akarbose ....................................51 Hubungan Kecepatan Reaksi dengan Konsentrasi Substrat ...........53 Grafik Lineweaver-Burk .................................................................54 Kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat WA.8A dengan fase gerak heksana-etil asetat (9:1) .................................................77 Kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat WA.8A dengan fase gerak heksana-etil asetat (9:1) dengan reagen semprot H2SO4 10% dilihat pada sinar UV 254 nm .....................................78 Uji alkaloid ekstrak etil asetat WA.8A ...........................................78 Uji flavonoid ekstrak etil asetat WA.8A .........................................79
xiii
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9
Penggolongan Sediaan Insulin ............................................................11 Obat Hipoglikemik Oral ......................................................................11 Skema penambahan reagen uji optimasi enzim α-glukosidase ...........34 Skema penambahan reagen uji penghambatan α-glukosidase ............36 Hasil Isolasi Kapang Endofit dari Kulit Batang Randu ......................39 Perolehan berat ekstrak isolat kapang endofit dalam satu kali Ekstraksi ..............................................................................................47 Optimasi Aktivitas Enzim dengan Variasi Konsentrasi Substrat ........80 Hasil Uji Potensi Penghambatan Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Isolat Kapang Endofit pada Konsentrasi 1000 µg/mL ...........80 Nilai IC50 Ekstrak Etil Asetat Isolat Kapang Endofit ..........................80 Hasil Uji Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Isolat WA.8A ................................................................................................81 Hasil Pengujian Standar Akarbose ......................................................81 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Enzim oleh Ekstrak Isolat WA.8A ................................................................................................81 Hasil Perhitungan Tetapan Michaelis-Menten dari Ekstrak Isolat WA.8A ................................................................................................82
xiv
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4
Hasil Determinasi Tanaman Uji .................................................. 83 Sertifikat Analisis Enzim α-Glukosidase .................................. 84 Sertifikat Analisis Substrat ......................................................... 85 Perhitungan Unit Enzim dan Pembuatan ..................................86
xv
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diabetes melitus menjadi masalah yang mengkhawatirkan bagi dunia kesehatan dengan angka penderita yang terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk di Indonesia. Diabetes melitus tipe 2 (diabetes melitus tidak terkait insulin) merupakan kasus terbanyak di dunia mencapai lebih dari 90 % kasus DM. Hasil studi menggunakan data statistik WHO (WHO, 1999) menunjukkan bahwa pada tahun 2000 prevalensi penderita diabetes di Indonesia mencakup semua umur menempati urutan ke-4 di dunia (8,4 juta penderita) setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Di perkirakan pada tahun 2030 penderita diabetes melitus di Indonesia akan meningkat hingga 21,3 juta dimana sebagian besar kasus adalah DM tipe 2 (Wild, et al., 2004). Pengelolaan
diabetes
melitus
memerlukan
penanganan
secara
multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat demi mencegah terjadinya akibat fatal dari komplikasi lanjutan (Depkes, 2005). Berbagai jenis terapi DM tipe 2 dengan obat-obat konvensional telah dikembangkan. Diantara terapi obat untuk DM tipe 2, obat dengan mekanisme penghambat enzim αglukosidase cukup potensial, dimana obat-obat dari golongan ini memiliki efek samping hipoglikemia lebih kecil dan dapat digunakan sebagai monoterapi pada pasien diabetes melitus usia lanjut atau pasien dengan kadar glukosa postprandial yang tinggi (Suherman, 2007). Namun yang menjadi masalah selain terapi tersebut menimbulkan berbagai efek samping, obat konvensional juga mahal dalam hal biaya (Rao, et al., 2010). Penelitian terhadap senyawa penghambat α-glukosidase sebagai agen antidiabetes baru dari bahan alam kini banyak dilakukan, hal ini didasarkan pada hasil studi yang membuktikan aktivitas penghambatan potensial enzim tersebut dari beberapa tanaman (Modak, et al., 2007). Salah satu yang diketahui bermanfaat sebagai agen penghambat α-glukosidase adalah Ceiba pentandra (L.)
1
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
2
Gaertn yang dikenal di Indonesia dengan nama tanaman Randu atau Kapuk. Ekstrak metanol – metilen klorida (1:1) serta ekstrak air dari kulit batang tanaman tersebut telah diteliti memiliki efek hipoglikemik pada tikus normal maupun diabetes (Ladeji, 2003; Dzeufiet, et al., 2006). Ekstrak etanol kulit batang Randu memberi efek penghambatan α-glukosidase dengan nilai IC50 sebesar 5,16 µg/mL dan pola penghambatan kompetitif terhadap enzim tersebut (Andriani, 2011) Potensi agen anti diabetes dari tanaman ini diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif terapi diabetes dari bahan alam. Penyediaan bahan baku yang diambil langsung dari tanaman induk menimbulkan kekhawatiran karena berpotensi mengurangi keanekaragaman hayati jika dimanfaatkan secara berlebihan (Radji, 2005), karenanya terus dilakukan penelitian guna memperoleh sumber alam lain untuk mengatasi hal tersebut. Hingga kini produk alam dari mikroorganisme dianggap paling menawarkan solusi dan inovasi (Strobel dan Daisy, 2003). Suatu
penelitian
mengenai
kapang endofit
menunjukkan
bahwa
mikroorganisme ini menghasilkan senyawa fitokimia mirip dengan yang dihasilkan oleh tanaman inangnya (Tan dan Zou, 2001), sementara studi lain menyatakan adanya senyawa tertentu yang dihasilkan beberapa spesies kapang endofit dari tanaman memiliki efek penghambatan α-glukosidase yang potensial (Borges de Melo, et al., 2006; Dewi, et al., 2007; Ramadhan, 2007). Hal ini menjadi suatu keuntungan jika kapang endofit dapat menggantikan fungsi tanaman induk sebagai bahan baku penghasil senyawa kimia bahan alam, ditambah lagi kapang endofit tidak memerlukan lahan luas serta cukup dengan waktu yang lebih pendek untuk dapat tumbuh dan menghasilkan metabolit senyawa
aktif
dibandingkan
dengan
menumbuhkan
tanaman
inangnya.
Keuntungan-keuntungan tersebut tentu saja baik dari segi ekonomi (Strobel dan Daisy, 2003).
1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup Masalah yang diangkat dalam penelitian adalah apakah hasil fermentasi isolat kapang endofit kulit batang Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) mampu
Universitas Indonesia Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
3
menunjukkan aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase. Ruang lingkup penelitian ini adalah Mikrobiologi-Bioteknologi dan Fitokimia.
1.3 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengisolasian kapang endofit dari kulit batang Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn), pemurnian isolat kapang, fermentasi kapang endofit, ekstraksi hasil fermentasi, serta pengujian efek penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase menggunakan microplate reader berbasis spektrofotometri UV-Vis.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1.
Memperoleh isolat kapang endofit dari kulit batang Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn).
2.
Mengetahui adanya efek serta pola penghambatan dari ekstrak hasil fermentasi kapang endofit kulit batang Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) terhadap aktivitas enzim α-glukosidase.
3.
Memperoleh hasil identifikasi golongan senyawa kimia dari fraksi aktif.
Universitas Indonesia Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kapang Endofit Tanaman dan mikroorganisme mempunyai hubungan yang sangat erat
satu
sama
lain.
Mikroorganisme
dapat
menyerang
tanaman
sehingga
menyebabkan penyakit pada tanaman, sementara ada pula mikroorganisme yang bersimbiosis sangat baik dengan tanaman induknya. Mikroorganisme pada tanaman berdasarkan letaknya terbagi dalam 2 jenis yaitu mikroorganisme yang tinggal di permukaan tanaman disebut epifit (epiphyte) dan mikroorganisme yang tinggal di dalam tanaman disebut endofit (endophyte). Koloni mikroorganisme endofit dari suatu spesies tanaman dapat terdiri dari banyak spesies mikroorganisme, namun mikroorganisme endofit yang lebih umum diisolasi adalah kapang. Kapang endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman dan dikultur pada medium yang sesuai. Umumnya baik kapang endofit maupun tanaman inangnya saling menunjang satu sama lain. Di satu sisi, kapang endofit akan mendapatkan nutrisi dari tanaman inangnya, di sisi lain tanaman inang akan mendapatkan senyawa yang berguna dari kapang endofit seperti fitohormon yang dapat membantu pertumbuhan tanaman inang atau senyawa-senyawa lainnya yang dapat melindungi tanaman inang dari bakteri atau jamur patogen (Tan dan Zou, 2001). Beberapa kajian terhadap mikroba endofit menunjukkan bahwa kapang endofit terbukti mempunyai potensi ekonomi yang cukup penting, baik sebagai penghasil antimikroba dan enzim maupun metabolit sekunder lain yang bermanfaat khususnya pada industri farmasi (Strobel dan Daisy, 2003). Hasil penelitian terhadap kapang endofit menunjukkan bahwa bagian tanaman yang berbeda dari satu tanaman inang memperlihatkan isolat kapang endofit yang berbeda. Demikian juga halnya perbedaan habitat dan ekosistem tanaman inang menunjukkan perbedaan kapang endofit. Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memilih tumbuhan yang tepat antara lain: (i) tanaman yang hidup pada kondisi lingkungan yang unik,
4
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
5
terutama yang memiliki karakteristik biologis yang tidak biasa dan memiliki cara yang istimewa untuk dapat bertahan hidup; (ii) tumbuhan yang memiliki sejarah etnobotani, berarti sudah digunakan secara turun-menurun oleh komunitas tertentu untuk menyembuhkan penyakit; (iii) tumbuhan endemik yang bertahan hidup dalam waktu yang sangat lama memiliki kemungkinan untuk menjadi inang mikroorganisme endofit dengan senyawa metabolit sekunder tertentu. Daerah-daerah yang memiliki tingkat biodiversitas tumbuhan yang tinggi memiliki prospek untuk mengandung kapang endofit dengan biodiversitas yang tinggi pula (Strobel dan Daisy, 2003). Tan dan Zou (2001) menyimpulkan kemiripan senyawa metabolit sekunder endofit dengan tanaman inangnya mungkin terjadi akibat proses transformasi genetik antara keduanya selama masa hidup. Meskipun demikian, tidak semua kapang endofit menghasilkan senyawa metabolit yang mirip dengan inangnya, oleh karenanya diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk memperoleh kapang endofit yang dapat menghasilkan senyawa metabolit yang mirip dengan inangnya. Dengan memanfaat mikroba endofit yang terdapat dalam tanaman untuk memperoleh metabolit sekunder dengan target aktivitas tertentu, diharapkan mampu mengurangi pemakaian tanaman sebagai sumber bahan alam, sehingga kelestarian lingkungan dapat dijaga.
2.2
Isolasi dan Kultur Kapang Endofit Dalam proses kultur dan isolasi kapang endofit pemilihan bagian tanaman
yang tepat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan agar dapat diperoleh isolat kapang endofit yang tepat pula. Bagian tanaman yang dipilih harus sehat dan segar. Metode yang digunakan untuk mengisolasi kapang endofit berbeda dengan metode yang digunakan untuk mengisolasi kapang dari tanah, air maupun dari udara. Karena kapang endofit adalah kapang yang hidup di bagian dalam tumbuhan. Menurut Gandjar dan Syamsurizal (2006) metode untuk mengisolasi kapang endofit dapat diperoleh bagian tumbuhan berupa daun, batang, ranting, cabang kecil, akar atau umbi. Isolasi kapang endofit dapat dilakukan dengan
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
6
teknik direct seed planting dari bagian tanaman yang sudah disterilisasi terlebih dahulu permukaannya, dimana bagian jaringan yang akan ditanam pada medium dipisahkan dari jaringan lainnya kemudian diletakkan hati-hati pada permukaan medium isolasi (Strobel dan Daisy, 2003). Sterilisasi
permukaan
sampel
tanaman
perlu
dilakukan
untuk
mengeliminasi mikroba yang berada pada permukaan tanaman. Sterilisasi permukaan dapat dilakukan dengan etanol 75%, NaOCl 2-10%, HgCl, Cu(NO3)2 dan formalin 30-50% (Stone, Polishook dan White, 2004). Medium isolasi yang biasa digunakan adalah malt extract agar (1-2%) dan dapat dikombinasi dengan yeast extract (0,1-0,2%). Penggunaan medium water agar terkadang lebih disukai karena dapat mengurangi kontaminasi mikroba lainnya (Stone, Polishook dan White, 2004). Selain itu, medium PDA (Potato Dextrose Agar) juga sering digunakan dalam mengisolasi kapang endofit terutama pada proses peremajaan. Antibiotik seperti kloramfenikol (0,005% b/v) ataupun anti jamur seperti nistatin (0,01% b/v) sering ditambahkan untuk menghindari kontaminasi mikroba asing (Kumala dan Siswanto, 2007).
2.3
Tanaman Randu Tanaman Randu atau Kapuk adalah pohon setinggi 25-70 m, diameter
100-300 cm. Batang silindris sampai menggembung. Tajuk bulat atau bundar, hijau terang, daun terbuka; cabang vertikal dan banyak, condong ke atas; kulit halus sampai agak retak, abu-abu pucat, dengan lingkaran horisontal, lentisel menonjol terdapat duri-duri tajam pada bagian batang atas. Daun majemuk menjari, bergantian dan berkerumun di ujung dahan. Panjang tangkai daun 5-25 cm, merah di bagian pangkal, langsing dan tidak berbulu, 5-9 anak daun, panjang 5-20 cm, lebar 1,5-5 cm, lonjong sampai lonjong sungsang, ujung meruncing, dasar segitiga sungsang terpisah satu sama lain, hijau tua di bagian atas dan hijau muda di bagian bawah, tidak berbulu. Bunga tanaman ini menggantung majemuk, bergerombol pada ranting; hermaprodit, keputih-putihan, besar. Kelopak berbentuk lonceng, panjang 1 cm, dengan 5 sampai 10 tonjolan pendek; mahkota bunga 3-3,5 cm, dengan 5
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
7
tonjolan, putih sampai merah muda, tertutup bulu sutra. Buah berkotak lima,
berisi kapuk abu-abu, terdapat 120-175 butir benih (Salazar, Rodolfo dan Dorthe Joker, 2001).
[Sumber: Dokumentasi pribadi ]
Gambar 2.1. Tanaman Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)
Klasifikasi tanaman Randu menurut Plants Database USDA (2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Malvales
Famili
: Bombacaceae
Genus
: Ceiba
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
8
Spesies
: Ceiba pentandra (L.) Gaertn
Sinonim
: Bombax pentandrum L Eriodendron anfractuosum DC
Kandungan senyawa bioaktif Ceiba pentandra (L.) Gaertn diketahui meliputi alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan glikosida (Friday, 2011). Beberapa hasil penelitian menyatakan aktivitas Ceiba pentandra (L.) diantaranya efek antidiare, antipiretik, anti jamur, dan antidiuretik (Sule, et al., 2009). Efek hipoglikemik dari ekstrak telah dilaporkan dalam beberapa hasil penelitian. Larutan 20% serbuk kering daun tanaman ini dalam air menunjukan efek hipoglikemik pada tikus diabetes yang diinduksi Alloxan (Aloke, et al., 2010). Ekstrak akar dan batang Ceiba pentandra (L.) Gaertn dalam campuran pelarut metilen klorida dan metanol (1:1) juga memiliki efek hipoglikemik (Dzeufiet, 2006; 2007). Ekstrak air dari kulit batang tanaman ini juga terbukti memiliki efek serupa yang potensial pada tikus-tikus diabetes yang diinduksi Streptozosin (Ladeji, 2003). Pada penelitiannya, Dzeufiet et.al (2006) membuktikan ekstrak akar dan batang Ceiba pentandra mampu menurunkan kadar glukosa darah setelah 8 jam pemberian secara oral ekstrak metilen klorida-metanol (1:1) dengan dosis terendah 40 mg/kg pada tikus normal maupun tikus dengan diabetes tipe 2 dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian lebih lanjut Dzeufiet et.al (2007) menemukan bahwa ekstrak yang sama dari akar dan batang tanaman tersebut dengan dosis 40 mg/kg yang diberikan pada kelompok tikus diabetes tipe 2 memiliki efek penurunan kadar glukosa darah yang lebih mencolok dibandingkan kelompok tikus yang diberikan Glibenklamid (5 mg/kg).
2.4
Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme kronik dengan
multietiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein sebagai akibat insufisiensi insulin. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh gangguan atau
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
9
defisiensi produksi maupun sekresi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap keberadaan insulin, ataupun keduanya (WHO, 1999; Dipiro, et al., 2005). Pada tahun 1980 WHO mengemukakan klasifikasi diabetes melitus menjadi 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu (Insulin-Dependent Diabetes mellitus; IDDM) disebut juga diabetes melitus tipe 1 dan (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus; NIDDM) yang disebut juga diabetes melitus tipe 2. Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih dijumpai dalam kasus DM di dunia dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 di Indonesia mencapai 9095% dari keseluruhan populasi penderita diabetes (Depkes, 2005). Berbeda dengan DM tipe 1 dimana kondisi diabetes disebabkan abnormalitas keberadaan insulin, pada penderita DM tipe 2 disamping kadar glukosa yang tinggi, insulin tetap berada dalam kadar yang cukup di dalam darahnya. Maka disimpulkan DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal, hal ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Apabila tidak ditangani dengan baik selanjutnya penderita DM tipe 2 akan dapat mengalami kerusakan sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas yang terjadi secara progresif, yakni gangguan pada sekresi insulin fase pertama (sekresi akibat stimulus atau feed back kadar glukosa darah) yang seringkali mampu mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen seperti terapi DM tipe 1. Terapi diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat DM, dengan dua sasaran utamanya, yakni: 1. Menjaga kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal. 2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan terapi diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat (nonfarmakologi) dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat (farmakologi).
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
10
2.4.1
Terapi Nonfarmakologi
2.4.1.1Pengaturan Pola Makan Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Diet dapat dilakukan dengan pengaturan pola makan yang seimbang sesuai dengan kecukupan gizi, yakni karbohidrat 60-70 %, protein 10-15 %, dan lemak 20-25 %. Jumlah kalori perlu disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal (Depkes, 2005). Asupan serat bagi penderita diabetes juga penting, setidaknya 25 g per hari. Disamping akan membantu menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang sulit dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori berlebih.
2.4.1.2 Olah raga Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh serta meningkatkan penggunaan glukosa. Terapi ini perlu melalui konsultasi dan disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita (Depkes, 2005).
2.4.2
Terapi Farmakologi Apabila dengan terapi tanpa obat (nonfarmakologi) belum diperoleh hasil
yang baik, langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat baik dalam bentuk terapi insulin, terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya dapat dilakukan.
2.4.2.1 Terapi Insulin Terapi insulin merupakan pilihan utama untuk diabetes melitus tipe 1 dan beberapa jenis diabetes melitus tipe 2. Terapi insulin diberikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 terutama bila terjadi kecelakaan parah, pemberian terapi
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
11
steroid, infeksi yang membutuhkan dekompensasi insulin; terjadi kondisi hiperglikemia parah yang disertai ketonuria atau ketonemia; terjadi penurunan berat badan yang tidak terkontrol, hamil, penyakit pada ginjal atau hati yang progresif; pasien yang akan dioperasi; terjadi reaksi alergi atau iodisinkrasi dengan berbagai pengobatan oral; ataupun terjadi diabetes autoimun laten pada orang dewasa (Codario, 2011).
Tabel 2.1. Penggolongan Sediaan Insulin (Codario, 2011; Depkes, 2005) Mula kerja (jam)
Puncak (jam)
Masa kerja (jam)
Masa kerja Singkat(Shortacting/ Insulin), disebut juga insulin Reguler
0,5
1-4
6-8
Masa kerja Sedang
1-2
6-12
18-24
Masa kerja Sedang, Mula kerja cepat
0,5
4-15
18-24
Masa kerja panjang
4-6
14-20
24-36
Jenis Sediaan Insulin
2.4.2.1 Terapi Obat Hipoglikemik Oral Perkembangan obat-obat anti diabetes oral memungkinkan untuk memberikan terapi kombinasi kepada pasien. Hal ini kadang dilakukan untuk menutupi kekurangan salah satu jenis obat anti diabetes oral serta untuk memberikan efek sinergis dalam mengontrol kadar gula darah dengan mekanisme hipoglikemiknya yang berbeda-beda. Berikut ini jenis-jenis obat anti diabetes oral:
Tabel 2.2. Obat Hipoglikemik Oral (Codario, 2011; Depkes, 2005) Golongan Sulfonilurea
Contoh Senyawa Gliburida/Glibenklamida Glipizida Glikazida Glimepirida Glikuidon
Mekanisme Kerja Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel β pankreasnya masih berfungsi dengan baik
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
12
2.5
Meglitinida
Repaglinide
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas
Turunan fenilalanin
Nateglinide
Meningkatkan kecepatan sintesis insulin oleh pankreas
Biguanida
Metformin
Tiazolidindion
Rosiglitazone Troglitazone Pioglitazone
Inhibitor αglukosidase
Acarbose Miglitol
Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptorgamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin Menghambat kerja enzimenzim pencernaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah
Enzim α-Glukosidase Enzim merupakan protein yang berperan sebagai katalisator yang dapat
mempercepat reaksi tanpa mengalami perubahan di dalam reaksi yang berlangsung. Enzim memiliki celah khusus yang disebut dengan sisi aktif. Sisi aktif terdiri dari rantai samping asam amino yang membentuk permukaan tiga dimensi dan sesuai dengan struktur ikatan substrat. Bila sisi aktif enzim berikatan dengan substrat, akan terbentuk kompleks enzim-substrat (ES). ES diubah menjadi enzim-produk (EP), kemudian terpecah menjadi enzim dan produk (Champe, Harvey, dan Ferrier, 2005). Enzim glukosidase adalah enzim yang mengatalisis pemecahan ikatan glikosida pada senyawa disakarida, beberapa jenis enzim glukosidase secara spesifik hanya mengkatalisis pemecahan ikatan glikosida α atau β saja (Borges de Melo, Gomes dan Carvalho, 2006). Beberapa enzim yang terpenting dalam peran pemecahan gula adalah maltase yang menghidrolisis maltosa, sukrase yang menghidrolisis sukrosa, dan
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
13
isomaltase yang mengatalisis pemecahan maltotriosa. Selain itu, terdapat glukoamilase yang dapat melepas satu residu gula dari ujung dekstrin yang tidak tereduksi (Coulson, 1994). Mekanisme pemecahan karbohidrat dimulai dari karbohidrat kompleks yang dipecah terlebih dahulu oleh enzim α-amilase dan β-amilase sehingga menghasilkan senyawa disakarida dengan ikatan glikosida α seperti maltosa atau ikatan glikosida β seperti laktosa. Selanjutnya α-glukosidase akan menghasilkan monosakarida dari produk-produk yang dihasilkan oleh enzim karbohidrase sebelumnya (Kimura, 2000). Penghambatan pada enzim ini dapat menunda penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan, sehingga dapat mencegah peningkatan konsentrasi glukosa darah setelah makan (Suherman, 2007).
2.6
Agen Penghambat Enzim α-Glukosidase Suatu senyawa yang dapat menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis
oleh enzim disebut “inhibitor enzim” (Champe, Harvey, dan Ferrier, 2005). Proses penghambatan aktivitas enzim dapat terjadi secara reversible atau irreversible. Pada penghambatan enzim secara irreversible, terbentuk ikatan kovalen antara enzim dan inhibitor. Penghambatan enzim secara reversible dibagi menjadi dua tipe penghambatan enzim, yaitu penghambatan kompetitif dan nonkompetitif (McPherson dan Pincus, 2007). Penghambatan kompetitif terjadi ketika inhibitor berikatan dengan sisi aktif yang sama dengan substrat. Hal ini terjadi karena inhibitor memiliki struktur yang menyerupai substrat sehingga enzim mengenal dan mengikat inhibitor seolah-olah sebagai substrat (McPherson dan Pincus, 2007). Penghambatan nonkompetitif terjadi ketika inhibitor berikatan dengan sisi yang berbeda dari sisi ikatan substrat. Ikatan inhibitor pada sisi lain ini dapat menghambat aktivitas enzim baik secara keseluruhan maupun sebagian. Inhibitor nonkompetitif dapat berikatan baik dengan enzim bebas maupun kompleks enzim-substrat (McPherson dan Pincus, 2007). Agen penghambat α-glukosidase menghambat enzim-enzim pencernaan yang bekerja di usus halus seperti maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
14
secara kompetitif. Akarbose merupakan suatu senyawa pseudotetrasakarida yang memiliki ikatan nitrogen antara unit unit glukosa pertama dan kedua. Sementara obat
penghambat α-glukosidase lainnya, Miglitol, memiliki struktur molekul yang kecil seperti glukosa, tetapi memiliki unsur nitrogen pada cincin sikliknya. Komponen nitrogen adalah bagian terpenting pada struktur penghambat αglukosidase karena berpengaruh pada afinitas ikatan dengan enzim α-glukosidase sehingga dapat menghalangi reaksi enzimatis tersebut terhadap substrat.
(Hanefeld, 2008).
[Sumber: British Pharmacopeia, 2009]
Gambar 2.2. Struktur kimia Akarbose
[Sumber: Martindale: The Complete Drug Reference, 2009]
Gambar 2.3. Struktur Kimia Miglitol
Agen penghambat α-glukosidase dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan pengobatan diabetes lain. Pasien tidak akan mengalami peningkatan berat badan dan kondisi hipoglikemia berlebihan kecuali digunakan bersamaan dengan insulin atau obat-obat golongan sulfonilurea (Linn,
et al., 2009). Terapi ini tepat diberikan pada pasien dengan target penurunan HbA1C yang tidak terlalu besar, dan tingkat tingkat glukosa puasa mendekati normal,
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
15
tetapi memiliki tingkat glukosa setelah makan (postprandial) yang tinggi (Dipiro, et al., 2005; Suherman, 2007).
2.7
Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase Prinsip uji penghambatan α-glukosidase dilakukan dengan reaksi
enzimatis. Dalam pengujian ini, α-glukosidase akan menghidrolisis substrat pnitrofenil-α-D-glukopiranosida (PNPG) menjadi p-nitrofenol yang berwarna kuning dan α-D-glukosa. Perubahan warna tersebut selanjutnya dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm (Kikkoman, 2001).
[Sumber: Telah diolah dari Kikkoman, 2001; Basuki, et al., 2002]
Gambar 2.4. Reaksi enzimatis oleh enzim α-glukosidase
Pengukuran aktivitas enzim ini didasarkan pada pengukuran serapan pnitrofenol yang berwarna kuning. Intensitas warna kuning yang terbentuk ditentukan serapannya dengan menggunakan prinsip spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Dalam reaksi ini apabila ekstrak uji memiliki kemampuan menghambat aktivitas α-glukosidase, maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang. Metode spektrofotometri digunakan karena mudah dilakukan dan mampu memberikan hasil yang akurat dengan cepat dan tepat digunakan untuk jumlah sampel yang banyak (Eisenthal dan Danson, 2002).
2.8
Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim Enzim merupakan katalis yang spesifik baik bagi tipe reaksi yang
dikatalisis serta pada substrat. Enzim mampu meningkatkan laju reaksi kimia
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
16
dalam tubuh hingga 106 kali (Murray, Granner dan Rodwell, 2009). Bidang biokimia yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya disebut kinetika enzim. Seperti reaksi kimia pada umumnya, reaksi enzimatis merupakan suatu persamaan kesetimbangan kimia yang semuanya dalam proporsi yang tepat atau stokiometri. Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain konsentrasi substrat, suhu, dan pH (Champe, Harvey, dan Ferrier, 2005; Murray, Granner dan Rodwell, 2009). Peningkatan konsentrasi substrat mampu meningkatkan laju reaksi sampai dengan enzim berada dalam keadaan jenuh terhadap substrat sehingga peningkatan konsentrasi substrat berikutnya tidak akan mempercepat laju reaksi. Efek dari konsentrasi substrat ini dirumuskan dalam persamaan Michaels-Menten:
=
(2.1)
Keterangan : Vi
= kecepatan reaksi awal
V max = kecepatan maksimum Km
= tetapan kinetika; Michaelis-Menten
[S]
= konsentrasi substrat Analisis kinetik dalam evaluasi penghambat enzim dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan Lineweaver-Burk yang diturunkan dari persamaan Michaelis-Menten di atas, yaitu:
=
+
(2.2)
jika persamaan garis lurus adalah y = a + bx , maka y = 1/vi dan x = 1/[S], dengan gradien garis = Km/Vmax (Murray, Granner dan Rodwell, 2009). Untuk inhibisi kompetitif klasik, garis yang menghubungkan titik data eksperimen bertemu di sumbu y (Gambar 2.5). Karena perpotongan sumbu y =
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
17
1/Vmax, pola ini menunjukkan bahwa ketika 1 / [S] = 0, vi akan sama seperti pada keadaan tanpa penghambat (ekstrak).
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.5 Plot Lineweaver-Burk dari Inhibisi Kompetitif Pada Inhibisi nonkompetitif tidak terdapat persaingan antara penghambat (ekstrak) dengan substrat. Pembentukan kompleks Enzim-Inhibitor (EI) dan Enzim-Inhibitor-Substrat (EIS) mungkin saja terjadi. Namun, sementara kompleks Enzim-Inhibitor (EI) masih bisa mengikat substrat, maka akan diubah menjadi produk. Untuk inhibisi non kompetitif sederhana, Enzim (E) dan EnzimInhibitor (EI) memiliki afinitas yang sama terhadap substrat (S) (gambar 2.6). Inhibisi non kompetitif yang lebih kompleks terjadi ketika pengikatan Inhibitor (I) tidak mempengaruhi afinitas enzim terhadap substrat.
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.6 Plot Lineweaver-Burk untuk Inhibisi Nonkompetitif
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
18
2.9
Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapisan tipis (KLT) digunakan pada pemisahan zat secara
cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada suatu lempeng datar. Lempeng yang dilapis dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Bila dibandingkan dengan kromatografi kertas, metode kromatografi lapisan tipis memiliki kelebihan utama, yaitu menghasilkan pemisahan yang lebih baik dan hanya membutuhkan waktu yang singkat (Sastrohamidjojo, 1985). Adapun kekurangan dari metode kromatografi lapisan tipis adalah harga Rf yang diperoleh tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama (Depkes RI, 1995).
2.10
Spektrofotometri UV-Vis dan Prinsipnya pada Microplate Reader Spektrum
elektromagnetik
UV-Vis
merupakan
hasil
(REM) dengan molekul.
interaksi
antara
radiasi
Radiasi elektromagnetik atau
gelombang elektromagnetik adalah sejenis energi yang disebarkan oleh suatu sumber cahaya dan bergerak lurus ke depan (kecuali jika dibiaskan atau dipantulkan) dengan kecepatan yang sangat tinggi (Depkes RI, 1995). Gelombang elektromagnetik dapat berupa cahaya tampak, panas radiasi, sinar X, sinar UV, gelombang mikro, dan gelombang radio. Bentuk energi radiasi elektromagnetik mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang maka beberapa parameter perlu diketahui, misalnya panjang gelombang, frekuensi, bilangan gelombang dan serapan. Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisa kuantitatif, tetapi dapat juga untuk analisa kualitatif. Untuk analisa kualitatif yang
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
19
diperhatikan adalah membandingkan λ maksimum, serapan, daya serap dan spektrum serapannya. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada panjang gelombang daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm – 780 nm). Senyawa atau zat yang dapat dianalisis menggunakan metode ini adalah senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi, lebih dikenal dengan istilah kromofor. Senyawa yang mengandung gugus kromofor akan mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan cahaya tampak jika diikat oleh senyawa-senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom). Gugus auksokrom yaitu gugus yang mempunyai elektron non bonding dan tidak menyerap radiasi UV jauh, seperti OH, -NH2, -NO2, -X. Nilai intensitas absorbansi cahaya dari suatu zat dapat diketahui dengan cara mengurangi nilai intensitas cahaya yang datang dengan nilai intensitas cahaya yang dipantulkan dan yang diteruskan. Metode uji potensi penghambatan enzim α-glukosidase secara spektrofotometri UV-Vis pada dasarnya berprinsip pada terjadinya perubahan nilai serapan p-nitrofenol (produk dari katalisis enzim ini) yang berwarna kuning akibat hasil dari reaksi enzimatis yang terjadi. Spektrofotometer UV-Vis akan mengukur besarnya energi yang diabsorbsi atau diteruskan oleh suatu zat. Metode ini menghasilkan data pengujian yang akurat dalam jumlah sampel yang banyak. Meskipun demikian, perubahan fluorosensi atau turbiditas larutan juga dapat dilakukan sebagai metode pada pengujian aktivitas enzim (John, 2002). Pengukuran serapan dari suatu sampel dapat dilakukan dengan perhitungan Lambert-Beer sebagai berikut:
=
= . . = . .
(2.3)
dimana : A = serapan a = daya serap b = tebal lapisan zat yang menyerap sinar (cm) c = kadar (g/L)
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
20
ε = absorbsivitas molekuler (mol.cm.L-1) Io = Intensitas sinar datang It = Intensitas sinar yang diteruskan Microplate reader merupakan alat untuk pengukuran sampel dalam jumlah banyak. Alat ini dilengkapi dengan 96 sumuran atau lebih. Sampel dimasukkan
ke dalam setiap sumuran microplate kemudian dimasukkan ke
dalam alat untuk pengukuran. Jenis pengukuran seperti ini tidak menyediakan informasi yang detail seperti pada spektroskopi, tetapi dapat dengan cepat mengukur sampel dalam jumlah banyak.
[sumber: Lakowicz, 2010]
Gambar 2.7. Microplate reader Optik yang digunakan dalam microplate reader berbeda dengan alat yang didesain untuk menggunakan kuvet. Sumuran dalam plate harus diletakkan secara horizontal, dan tidak bisa dilakukan pengukuran dari sebelah kanan seperti yang biasa dilakukan pada kuvet. Sumber cahaya yang digunakan adalah xenon. Panjang gelombang dipilih menggunakan monokromator. Cermin dengan lubang digunakan untuk mentransmisikan cahaya. Microplate bergerak ke setiap sumuran dengan arah x-y (x-y scanning stage). Beberapa jenis microplate dilengkapi dengan cermin kedua di bawah microplate untuk pengukuran sampel yang berbasis sel atau pengukuran absorpsi.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
21
[sumber: Lakowicz, 2010]
Gambar 2.8 Jalur optik pada microplate reader
Panjang jalur sampel pengukuran transmisi pada standar kuvet adalah 1 cm karena hampir semua kuvet memiliki tebal standar 1 cm. Berbeda dengan pengukuran densitas optik pada microplate, panjang jalur ditentukan berdasarkan jumlah dan ketinggian cairan sampel yang terisi dalam sumuran (Gambar 2.7 dan Gambar 2.8).
Gambar 2.9 Variasi Jalur Sampel dalam Sumuran Microplate (A) dan Jalur Sampel pada Kuvet (B)
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
22
Gambar 2.10 Hasil Jalur Sampel dengan Perbedaan Volume Sampel pada Sumuran Microplate
Pengukuran densitas optik pada sumuran microplate dibandingkan secara langsung dengan pengukuran menggunakan kuvet, hasil dari sumuran microplate harus dihitug ulang dengan panjang jalur 1 cm. Perhitungan ulang dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : OD 1 cm =
2.11
OD sampel d (cm)
Identifikasi Golongan Senyawa Kimia Penapisan kimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif
untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan, seperti alkaloid, senyawa fenol, flavonoid, glikosida, terpenoid, steroid, tanin dan saponin (Harborn,1987). Metode ini berguna sebagai informasi awal dalam mengetahui aktivitas biologi senyawa kimia tertentu dari suatu tanaman. Hal ini berlaku pula bagi metabolit yang mungkin dihasilkan kapang endofit yang berasal dari tanaman.
2.11.1 Alkaloid Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik, serta dapat
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
23
dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer, Dragendorf, dan Bouchardat. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit (Harborne, 1987). Isolasi alkaloid yang dihasilkan bakteri maupun kapang endofit diketahui memuliki efek yang sama potensialnya dengan yang dihasilkan tanaman inangnya, contohnya saja endofit Phomopsis sp. yang berasal dari tanaman Salix gracilostyla var. diketahui memiliki efek antibakteri (Tan & Zou, 2001).
2.11.2 Flavonoid Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida dan aglikon flavonoid mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida merupakan senyawa pereduksi yang baik, senyawa ini menghambat banyak reaksi oksidasi baik secara enzimatis maupun non enzimatis (Harborn,1987). Beberapa glikosida-flavonoid telah diisolasi dari endofit tanaman semak Poa ampla terbuksi memiliki efek toksik pada larva nyamuk (Tan & Zou).
2.11.3 Terpenoid Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpen dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap, triterpen, dan sterol. Steroid merupakan senyawa triterpen yang terdapat dalam bentuk glikosida. Senyawa ini biasanya diidentifikasi dengan reaksi Lieberman-Bouchard (asetat anhidrat-H2SO4) yang memberikan warna hijau kehitaman sampai biru (Harborn,1987). Terpenoid yang lazim diisolasi dari endofit tanaman umumnya berupa sesquiterpen dan diterpen. Hingga kini penelitian mengenai senyawa ini pada endofit masih terus dikembangkan demi menemukan senyawa terpenoid baru (Tan & Zou, 2001).
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
24
2.11.4 Steroid Steroid tersebar luas pada tanaman dan memiliki efek fisiologi yang penting
dan beberapa metabolit steroid telah diisolasi dari kapang endofit,
diantaranya adalah turunan dari ergosterol.
2.11.5 Fenol Senyawa fenol yang berasal dari endofit yang telah terbukti memiliki efek tertentu, telah lazim digunakan sebagai pengganti senyawa yang sama yang berasal dari tanaman asalnya. Salah satu contohnya adalah senyawa asam 2hidroksi-6-metilbenzoat dari endofit Phoma sp. menunjukkan efek antibakteri yang sama potensialnya dengan senyawa inangnya Pezicula sp.(Tan & Zou, 2001).
2.11.6 Kuinon Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya hidroksilasi dan bersifat senyawa fenol dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau bentuk kuinol. Untuk memastikan adanya adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan digunakan reaksi warna sederhana. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara (Harbone, 1987). Beberapa isolasi senyawa ini dari endofit terbukti memiliki efek insektisida, toksik terhadap larva nyamuk, antibakteri, serta efek penghambatan pada beberapa enzim spesifik, sebagian besar diantaranya berasal dari endofit yang belum teridentifikasi (Tan & Zou, 2001).
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Mikrobiologi-Bioteknologi, Laboratorium Penelitian Fitokimia, dan Laboratorium Kimia Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI.
3.2 Bahan 3.2.1 Sampel Sampel yang digunakan terdiri dari: a) Sampel tanaman : Kulit batang Ceiba pentandra (L.) Gaertn yang di peroleh dari Hutan UI dan wilayah kampung Beji, Depok. Tanaman yang digunakan sebagai sampel ini telah dideterminasi oleh Herbarium Bogoriese Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. b) Sampel Uji : Isolat kapang endofit yang diperoleh dari hasil isolasi bagian Kulit batang Ceiba pentandra (L.) Gaertn.
3.2.2 Medium Medium yang digunakan terdiri dari: a) Medium isolasi kapang endofit: CMM dari campuran Corn Meal Agar (Difco), Malt Extract (Bacto-Difco), Yeast Extract (Bacto-Difco), dan Antibiotik Kloramfenikol (Brataco), Potato Dextrose Agar (Bacto-Difco), serta Water agar dari Granulated Agar (Bacto-Difco). b) Medium peremajaan kapang endofit: Potato Dextrose Agar (Bacto-Difco) c) Medium fermentasi: campuran Potato Dextrose Broth (Bacto-Difco) dan Yeast Extract (Bacto-Difco)
3.2.3 Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan antara lain pewarna Lactophenol Cotton Blue (LFCB), akuades, akuades demineralisata (Brataco) , larutan Etanol 70%
25
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
26
dan 96% (One-Med), larutan pemutih Natrium hipoklorit 5,25% (Procline), Etil asetat teknis, metanol teknis, enzim α-glukosidase yang berasal dari Saccharomyces cerevisiae rekombinan (Sigma-Aldrich), p-nitrofenil α-Dglukopiranosida (Sigma-Aldrich), kalium dihidrogenfosfat (Merck), natrium hidroksida (Merck), dimetil sulfoksida (Merck), Natrium karbonat (Merck), Kalsium karbonat (Merck) dan standar Akarbose (Actavis).
3.3 Alat Bio Safety Cabinet (BSC) khusus jamur, inkubator (Memmert), autoklaf (Hirayama), oven (WTB Binder), timbangan analitik (Acculab), vortex mixer (Barnstead), centrifuge (Kubota 6800), orbital shaker (Lab Line), mikroskop cahaya (Euromex), pH meter (Eutech), filter bakteri 0,22 µm, stirrer-hot plate (Corning), lemari pendingin, freezer, freeze dryer (Scanvac), rotary vacuum evaporator (Buchi), vacuum oven (Hotpack), kabinet UV, lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck), kabinet UV (Camag), mikropipet (Finnpipette), microplate, microplate reader (BioTek ELx808) dan alat-alat gelas yang umum digunakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Fitokimia.
3.4 Metode Kerja 3.4.1 Pembuatan Medium 3.4.1.1 Pembuatan Medium CMM Medium CMM dibuat dengan cara Corn Meal Agar ditimbang sebanyak 17 gram; Malt Extract 20 gram; Yeast Extract 2 gram; dan antibiotik kloramfenikol 0,05 gram. Seluruh bahan dicampur ke dalam labu bulat lalu ditambah akuades 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Medium yang telah steril selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri secara aseptis lalu dibiarkan di suhu ruang hingga menjadi agar.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
27
3.4.1.2 Pembuatan Medium PDA Medium PDA dibuat dengan cara Potato Dextrose Agar ditimbang sebanyak 39 gram, dan antibiotik kloramfenikol 0,05 gram. Seluruh bahan dicampur ke dalam labu bulat lalu ditambah akuades 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Medium yang telah steril selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri secara aseptis lalu dibiarkan di suhu ruang hingga menjadi agar.
3.4.1.3 Pembuatan Medium WA Media Water Agar (WA) dibuat dengan cara Granulated Agar ditimbang sebanyak 15 gram dan antibiotik kloramfenikol 0,05 gram kemudian ditambahkan akuades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Medium yang telah steril selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri secara aseptis lalu dibiarkan di suhu ruang hingga menjadi agar.
3.4.1.4 Pembuatan Medium PDY Medium PDY dibuat dengan cara Potato Dextrose Broth ditimbang sebanyak 24 gram, Yeast Extract 2 gram, dan kalsium karbonat (CaCO3) 1 gram. Semua bahan kecuali kalsium karbonat dimasukkan ke dalam labu bulat dan ditambahkan akuades hingga 1 liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate. Kalsium karbonat ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan medium tersebut hingga dicapai pH 6-7. Selanjutnya 500 mL larutan medium dituang ke labu Erlenmeyer 1000 mL dan disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C, selanjutnya medium dibiarkan di suhu ruang untuk kemudian digunakan.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
28
3.4.2 Isolasi Kapang Endofit Isolasi kapang endofit dilakukan dengan teknik tanam langsung (direct seed planting) dari potongan kulit batang Randu yang sebelumnya dilakukan proses sterilisasi permukaan dan dipisahkan dari bagian dalam batang kayunya. Mulanya batang Randu dicuci dengan air mengalir. Kemudian sampel dipotongpotong menjadi beberapa bagian kecil dengan ukuran panjang 2 cm dengan menggunakan pisau steril. Sterilisasi permukaan dilakukan dengan cara sampel direndam dalam etanol 75 % selama 3 menit, kemudian di larutan natrium hipoklorit 5,25% selama 5 menit. Langkah selanjutnya sampel dicuci dalam etanol 75% selama 30 detik. Berikutnya batang Randu tersebut dibiarkan kering di atas tisu steril, kemudian dipotong lagi sehingga memiliki panjang masing-masing 1 cm, lalu di belah dan dipisahkan kulit batangnya dari kayunya. Semua proses sterilisasi hingga proses pengeringan dilakukan secara aseptis di dalam kabinet BSC. Sampel kulit batang Randu yang telah disterilisasi selanjutnya secara hatihati diletakkan pada medium pembenihan dengan posisi bagian dalam kulit batang langsung menempel pada medium. Setiap cawan petri berisi empat potongan seukuran 1×1 cm2. Selanjutnya medium tersebut diinkubasi pada suhu 27-29°C selama 5-21 hari.
3.4.3 Pemurnian Kapang Endofit Kapang endofit yang telah tumbuh dan menunjukkan ciri serta karakteristik yang berbeda diisolasikan tiap-tiap jenisnya ke dalam cawan petri berisi medium baru untuk dimurnikan, hal tersebut dilakukan dengan cara kapang yang tumbuh pada medium isolasi diambil dengan ose steril dan pindahkan ke cawan petri yang telah berisi medium PDA. Kemudian diinkubasi kembali selama 5-7 hari pada suhu 27oC. Tiap koloni kapang yang telah murni dipindahkan ke dalam masing-masing satu cawan (dikerjakan minimal duplo) sebagian digunakan sebagai working culture dan lainnya disimpan sebagai stock culture.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
29
3.4.4 Identifikasi Kapang Endofit 3.4.4.1 Identifikasi Makroskopis Identifikasi makroskopik dilakukan dengan pengamatan morfologi koloni yakni warna permukaan koloni, warna sebalik (adverse) koloni,
pigmentasi
miselium jika ada, waktu pertumbuhan dan diameter koloni, bentuk tepi koloni, tekstur permukaan koloni, dan bentuk koloni. 3.4.4.2 Identifikasi Mikroskopis Identifikasi mikroskopik dilakukan dengan melakukan pemeriksaan preparat kapang melalui mikroskop. Preparat kapang endofit dibuat dengan dua metode yang berbeda; cara pertama adalah biakan yang telah bersporulasi dalam medium di cawan petri diambil menggunakan jarum tanam (ose steril) dengan cara dicungkil dari medium tanamnya kemudian diletakkan di permukaan object glass yang telah ditetesi larutan lactophenol cotton blue, selanjutnya preparat di tutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop. Cara lainnya adalah metode cellotape flag preparation dengan menggunakan cellotape sebagai alat bantu mengambil hifa kapang endofit, cellotape yang telah digunting seukuran 2/3 panjang object glass ditempel dengan agak ditekan pada permukaan biakan koloni kapang endofit dalam cawan petri menggunakan bantuan pinset steril, kemudian cellotape diangkat dan diletakkan pada permukaan object glass yang telah ditetesi larutan lactophenol cotton blue lalu diamati dibawah mikroskop. Pengamatan yang dilakukan bertujuan untuk melihat bentuk dan warna bagian tubuh jamur seperti miselium, rhizoid, sporangiofor, sporangium, kolumela, sporangiospora, klamidospora, stolon, konidia, konidiospora, fesikel, dan lainnya untuk meyakinkan proses identifikasi (Wuczkowski M. et al., 2007).
3.4.5 Fermentasi Kapang Endofit Fermentasi dilakukan pada semua isolat kapang yang berhasil diisolasi untuk memperoleh metabolit sekunder dari kapang endofit. Fermentasi dilakukan dengan cara mengambil potongan medium agar dari cawan petri ataupun agar miring yang mengandung hifa kapang endofit kemudian diinokulasikan ke dalam labu Erlenmeyer 1000 mL berisi 500 mL medium PDY, isolat yang difermentasi
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
30
diupayakan dalam usia pertumbuhan yang sama yang dihitung sejak peremajaan pada medium baru. Selanjutnya kultur diinkubasi menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 5-7 hari hingga diperoleh suspensi koloni.
3.4.6
Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit Hasil fermentasi kapang endofit berupa suspensi koloni dipisahkan
menjadi dua untuk diekstraksi secara terpisah. Suspensi koloni pertama disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan supernatan dari biomassanya. Supernatan diambil dan disaring dengan filter 0,22 µm. Supernatan ini selanjutnya digunakan sebagai ekstrak uji I (ekstrak air). Biomassa yang terpisah diekstraksi kembali dengan cara dihomogenkan dengan masing-masing 15 mL metanol menggunakan vortex mixer lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, supernatan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai ekstrak uji II (ekstrak metanol). Suspensi koloni kedua diekstraksi dengan pelarut etil asetat. Suspensi koloni ini dihomogenkan dengan masing-masing 15 mL etil asetat dengan bantuan vortex mixer lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, supernatan dari larutan ini digunakan sebagai ekstrak uji III (ekstrak etil asetat). Masing-masing larutan ekstrak uji yang diperoleh kemudian dikeringkan. Larutan uji I (ekstrak air) dikeringkan dengan metode freeze dry sementara larutan uji II (ekstrak metanol) dan III (ekstrak etil asetat) dikentalkan dengan bantuan rotary vacuum evaporator lalu dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven vakum pada suhu 30-40°C. Ekstrak kering nantinya dapat direkonstitusi kembali dengan pelarut untuk dibuat sebagai preparat ekstrak sesuai
dengan
konsentrasi
yang
diinginkan
pada
pengujian
aktivitas
penghambatan α-glukosidase.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
31
3.4.7
Uji Aktivitas Penghambatan α-Glikosidase
3.4.7.1 Preparasi Bahan dan Pereaksi Uji a) Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 Sesuai yang tertera pada petunjuk penambahan reagen bagi proses quality control enzim α-Glukosidase dari Sigma (2012) digunakan sebagai pelarut dapar fosfat 67 mM dengan pH 6,8. Larutan tersebut dibuat dengan cara menambahkan kalium fosfat anhidrat yang dilarutkan dalam air bebas ion yang kemudian di tambahkan larutan 1 M NaOH sehingga dicapai pH 6,8. Larutan ini dibuat segar setiap kali akan digunakan.
b) Larutan Natrium Karbonat (Na2CO3) 0,2 M Sebanyak 21,2 g natrium karbonat ditimbang. Kemudian dilarutkan dalam 1000 mL akuademineralisata.
c) Larutan Enzim Larutan pembawa enzim dibuat dengan cara 200 mg bovine serum albumin (BSA) dilarutkan dalam 100 mL dapar fosfat pH 6,8. Larutan preparat enzim dibuat dengan cara sejumlah enzim α-glukosidase dilarutkan dalam 100 mL larutan pembawa enzim dalam kondisi dingin. Sebelum digunakan, larutan induk enzim tersebut diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh larutan dengan unit aktivitas 0,05 U/mL. Perhitungan satuan unit dan penimbangan bobot enzim dapat dilihat pada bagian Lampiran 4.
d) Larutan Substrat Pada pembuatan beberapa konsentrasi substrat, dilakukan pengenceran dari larutan induk substrat 20 mM yang dibuat dengan cara sebanyak 301,25 mg p-nitrophenyl-α-D-glukopiranosida (BM:
301,25) ditimbang
kemudian
dilarutkan dalam akuademineralisata bebas CO2 sehingga diperoleh larutan substrat dengan target 20 mM. Larutan substrat tersebut diencerkan untuk memperoleh larutan substrat target 10 mM; 5 mM; 2,5 mM; 1,25 mM; dan 0,625 mM.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
32
e) Larutan Standar Akarbose Standar Akarbose ditimbang sebanyak 50 mg dilarutkan dan dicukupkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,8 hingga volume 10 mL dan diperoleh konsentrasi larutan ekstrak sebesar 5000 ppm. Selanjutnya diencerkan lagi dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh konsentrasi ekstrak 500 ppm.
f) Larutan Ekstrak Uji Masing-masing preparat ekstrak dibuat dari ekstrak kering yang ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO), kemudian diencerkan dapar fosfat pH 6,8 hingga volume 10 mL dan diperoleh konsentrasi larutan ekstrak sebesar 5000 µg/mL. Selanjutnya diencerkan lagi dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh konsentrasi ekstrak 500 µg/mL.
3.4.7.2 Uji Pendahuluan Enzim (Ono, et al., 1988; Basuki, et al.,2002) Sebelum dilakukan uji efek penghambatan aktivitas α-glukosidase, dilakukan terlebih dahulu uji pendahuluan untuk mengetahui kondisi optimal enzim bekerja. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan penurunan kerja enzim akibat perbedaan kondisi reaksi seperti diantaranya pH, suhu, dan perbedaan konsentrasi substrat. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi optimasi konsentrasi substrat menggunakan variasi konsentrasi substrat 20 mM; 15 mM; 10 mM; 5mM, 2,5 mM; 1,25 mM; dan 0,625 mM dengan tujuan menentukan kondisi reaksi optimal yang ditandai dengan terikatnya semua enzim oleh substrat. Uji lainnya tidak dilakukan sebab telah tertulis ketentuan mengenainya pada sertifikat analisis yang disertakan pada produk yang digunakan.
a. Pengujian Larutan Blanko Positif (B1) Pengujian dilakukan dengan cara 10 µL substrat p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (PNPG) dalam variasi konsentrasi tersebut diatas yang masing-masing dicampurkan dengan 2 µl DMSO dan 63 µl dapar fosfat pH 6,8 lalu dilakukan inkubasi awal pada suhu 37oC selama 5 menit. Selanjutnya
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
33
campuran tadi ditambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, setelah itu ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk menghentikan reaksi enzimatis. Larutan blanko positif ini dicampurkan dalam sumuran (well) pada microplate kemudian diukur serapannya menggunakan alat microplate reader pada panjang gelombang 405 nm.
b. Pengujian Larutan Kontrol Blanko Negatif (B0) Pengujian dilakukan dengan cara 10 µL substrat p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (PNPG) dalam variasi konsentrasi tersebut diatas yang masing-masing dicampurkan dengan 2 µL DMSO dan 63 µL dapar fosfat pH 6,8 lalu dilakukan inkubasi awal pada suhu 37oC selama 5 menit. Selanjutnya campuran tadi ditambahkan 100 µL l Na2CO3 0,2 M terlebih dahulu untuk memberikan suasana basa agar reaksi enzimatis tidak berjalan lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, setelah itu ditambahkan dengan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL. Larutan blanko negatif ini dicampurkan dalam sumuran (well) pada microplate kemudian diukur serapannya menggunakan alat microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Berikut tabel rincian penambahan reagen untuk uji pendahuluan enzim.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
34
Tabel 3.1 . Penambahan reagen uji optimasi enzim α-glukosidase Reagen
Volume (µl) B1
B0
DMSO
2
2
Dapar Fosfat pH 6,8
63
63
Substrat
10
10
Inkubasi penangas air 370C, 5 menit Enzim
25
-
Na2CO3
-
100
Inkubasi penangas air 370C, 30 menit Enzim
-
25
Na2CO3
100
-
Ukur serapan dengan Microplate reader pada λ = 405 nm Keterangan
: B1 = blanko positif; B0 = kontrol blanko negatif
3.4.7.3 Uji Aktivitas Penghambatan α-Glikosidase (Basuki, Triadi et.al., 2002) a) Pengujian Blanko Negatif (B0) Larutan 61 µL dapar fosfat pH 6,8, 10 µl p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG) dan 4 µl DMSO diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk memberikan suasana basa agar reaksi enzimatis tidak berjalan. Larutan diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, segera ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,049 U/mL. Larutan diukur serapannya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm.
b) Pengujian Kontrol Blanko (B1) Larutan 61 µL dapar fosfat pH 6,8, 10 µl p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG) dan 4 µl DMSO diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 100 µl larutan Na2CO3 0,2 M untuk meniadakan reaksi enzimatis. Larutan diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 15 menit. Setelah masa inkubasi selesai, segera ditambahkan 25 µl enzim 0,05
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
35
U/mL. Larutan diukur serapannya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm.
b) Pengujian Sampel Ekstrak (S1) Larutan sampel ekstrak sebanyak 2-10 µL µl ditambah dengan 55-63 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG) lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,055 U/mL. Larutan diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai, segera ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk menghentikan reaksi enzimatis. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Dihitung persen inhibisi pada setiap konsentrasi ekstrak dan IC50 pada setiap ekstrak.
c) Pengujian Kontrol Sampel Ekstrak (S0) Larutan sampel ekstrak sebanyak 2-10 µL µl ditambah dengan 55-63 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG) lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,055 U/mL. Larutan diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai, segera ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk menghentikan reaksi enzimatis. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Dihitung persen inhibisi pada setiap konsentrasi ekstrak dan IC50 pada setiap ekstrak.
d) Pengujian Pembanding Akarbose Larutan akarbose sebanyak 2-10 µL µl ditambah dengan 55-63 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL
p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG) lalu
diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,055 U/mL. Larutan diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai, segera ditambahkan 100 µL
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
36
Na2CO3 0,2 M untuk menghentikan reaksi enzimatis. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Dihitung persen inhibisi pada setiap konsentrasi ekstrak dan IC50. . e) Pengujian Kontrol Pembanding Akarbose Larutan akarbose sebanyak 2-10 µL µl ditambah dengan 55-63 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL
p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG) lalu
diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 100 µL Na2CO3 0,2 M untuk meniadakan reaksi enzimatis. Larutan diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai, ditambahkan 25 µl larutan enzim 0,05 U/mL. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Dihitung persen inhibisi pada setiap konsentrasi ekstrak dan IC50. Berikut ini tabel yang menjelaskan penambahan reagen selama uji. Tabel 3.2 . Penambahan reagen uji penghambatan α-glukosidase Volume (µl)
Reagen
B0
B1
S1
S0
Inhibitor
-
-
2-10
2-10
DMSO
2
2
-
-
Dapar
63
63
55-63
55-63
Substrat
10
10
10
10
Inkubasi pada suhu 370C, selama 5 menit Enzim
-
25
25
-
Na2CO3
100
-
-
100
Inkubasi pada suhu 370C, selama 30 menit Enzim
25
-
-
25
Na2CO3
-
100
100
-
Ukur serapan dengan Microplate Reader pada λ = 405 nm Keterangan:B1 = blanko positif; B0 = blanko negatif; S1 = sampel ekstrak atau pembanding akarbose; S0 = kontrol sampel ekstrak atau pembanding akarbose
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
37
g. Penafsiran Data Uji Aktivitas Penghambatan α-Glukosidase Pada setiap pengukuran penghambatan α-glukosidase, pengukuran dilakukan dua kali (duplo). Persen penghambatan diukur dengan rumus: % inhibisi =
(
)
× 100 %
(3.3)
Dimana S adalah serapan S1-S0, dan C adalah serapan C1-C0 . Konsentrasi hambat 50% (IC50) dihitung menggunakan persamaan regresi linier, di mana sumbu x adalah konsentrasi sampel dan persentase inhibisi adalah sumbu y. Dari persamaan y = a + bx didapat IC50 dengan menggunakan rumus : IC50 =
(3.4)
3.4.7.4 Uji Kinetika Penghambatan Enzim (Dewi, et.al., 2007) Pengujian kinetika inhibisi enzim α-glukosidase dilakukan untuk mengevaluasi tipe penghambatan dari agen penghambat enzim. Penghambat enzim yang digunakan adalah ekstrak sampel yang memiliki aktivitas penghambatan terkuat pada uji aktivitas penghambatan α-glukosidase. Kinetika penghambatan enzim diukur dengan melihat aktivitas enzim saat konsentrasi substrat dinaikkan. Penghambat enzim yang digunakan adalah ekstrak sampel yang memiliki aktivitas penghambatan terkuat pada uji aktivitas penghambatan αglukosidase. Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 20 mM, 10 mM, 5 mM, dan 2,5 mM. Penambahan reagen disesuaikan dengan tahapan uji sebelumnya dalam hal ini digunakan satu konsentrasi ekstrak yang dibandingkan dengan kondisi reaksi tanpa inhibitor.
a) Penafsiran Data Uji Kinetika Enzim Jenis inhibisi ditentukan dengan analisis data menggunakan metode Lineweaver-Burk untuk memperoleh tetapan kinetika Michaelis-Menten serta pola panghambatan dari ekstrak sebagai inhibitor (Dewi et. al., 2007). Tetapan kinetika Michaelis-Menten dihitung berdasarkan persamaan regresi
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
38
linear y = a + b x, dimana sumbu-x adalah 1/[S] dan sumbu-y adalah 1/v. Jenis inhibisi dapat juga dilihat dari bentuk plot Lineweaver-Burk (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003).Berikut persamaannya:
= jika y = 0
+ 0 = a + bx
x = -a/b = -1/Km
3.4.8
(3.5)
maka, Km = b/a
Identifikasi Senyawa Kimia dari Fraksi Aktif dengan Metode KLT Masing-masing ekstrak kering ditimbang sebanyak 1 mg kemudian
dilarutkan dalam 1 mL pelarut yang digunakan untuk ekstraksi. Larutan kemudian dipipet menggunakan pipet kapiler kemudian ditotolkan pada lempeng KLT silika F254 yang telah diaktifkan. Lempeng kemudian dielusi menggunakan n-heksana-etil asetat dengan perbandingan yang sesuai (Dewi, et al., 2007). Setelah proses elusi selesai, lempeng diangin-anginkan hingga kering lalu diperiksa di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm dan disemprot dengan larutan H2SO4 10% dalam metanol. Bercak kemudian dihitung harga Rf-nya. Proses elusi tersebut hanya mampu menunjukkan jumlah senyawa yang mungkin terdapat dalam setiap fraksi sementara untuk memisahkan senyawa dari campurannya dalam ekstrak perlu diuji cobakan campuran eluen yang sesuai agar masingmasing golongan senyawa menghasilkan bercak elusi yang saling terpisah baik. Untuk menunjukkan keberadaan senyawa alkaloid semprot lempeng KLT menggunakan pereaksi Dragendorf. Sementara untuk mengidentifikasi senyawa Flavonoid dapat ditunjukkan dengan menyemprot lempeng dengan larutan penampak noda SbCl3 atau AlCl3 dalam kloroform, noda warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. Deteksi adanya terpen di bawah sinar UV 254 nm, kemudian semprot lempeng menggunakan larutan anisaldehid dalam H2SO4. Amati di bawah sinar tampak. Untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa antrakuinon larutan penampak noda yang dipakai KOH 10% dalam metanol, warna yang semula kuning dan coklat kuning berubah menjadi merah, ungu, hijau atau lembayung (Wagner, et al.,1983).
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum peneltian ini terbagi menjadi lima tahapan besar yakni tahap isolasi kapang endofit dari sampel tanaman, tahap fermentasi kapang endofit, tahap ekstraksi metabolit sekunder hasil fermentasi, tahap uji potensi ekstrak terhadap penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase dan tahap identifikasi golongan senyawa aktif yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Secara keseluruhan tahapan kerja dapat dilihat pada Gambar 4.15.
4.1
Isolasi Kapang Endofit Pada penelitian ini telah dilakukan proses isolasi kapang endofit dari sampel
potongan kulit batang randu (Ceiba pentandra L. Gaertn) dengan total penanaman pada 41 cawan petri menggunakan tiga jenis media yang berbeda. Dari proses ini berhasil diisolasi delapan koloni yang diyakini sebagai kapang endofit dari sampel potongan kulit batang randu yang masing-masing diberi nama sesuai medium tempat tumbuhnya pertama kali (Gambar 4.1). Rincian isolat tersebut dapat dilhat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit dari Kulit Batang Randu Tumbuh pada potongan bagian A
Kode Isolat
B
CMM.8.B
A
PDA.3.A
C
PDA.3.C
4
A
PDA.4.A
2
D
WA.2.D
7
B
WA.7.B
8
C
WA.8.C
Medium Tanam
Cawan Petri ke-
CMM
8
PDA
WA
3
CMM.8.A
Keterangan: CMM = medium Corn Meal Malt Agar PDA = medium Potato Dextrose Agar WA = medium Water Agar 39
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
40
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi kapang endofit dari bagian tanaman ialah proses sterilisasi permukaan yang merupakan proses kritis sebelum inokulasi sampel potongan tanaman ke permukaan medium. Proses ini harus mampu menjamin sterilitas permukaan bagian tanaman dari kontaminasi mikroba lain seperti epifit dan kontaminan lain dari lingkungan. Pada penelitian ini digunakan larutan alkohol 75 % dan larutan pemutih NaOCl 5,25 % sebagai distinfektan pada proses sterilisasi permukaan. Alkohol dengan mekanisme kerja mendenaturasi protein dan melarutkan lemak pada membran protein mikroba sehingga dapat merusak sel mikroba kontaminan. Larutan NaOCl merupakan disinfektan yang lazim pula digunakan dalam proses sterilisasi permukaan (Stone, 2004). Zat kimia ini termasuk ke dalam golongan halogen dengan kemampuan mengoksidasi gugus sulfhildril (-SH) secara irreversible sehingga mampu mengganggu reaksi enzimatis pada metabolisme sel mikroorganisme (Volk & Wheeler, 1988). Proses isolasi ini dilakukan pada medium isolasi yang diketahui mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dari kapang endofit selama masa pertumbuhannya serta mampu meminimalisir kemungkinan tumbuhnya kontaminan, dalam hal ini dibantu pula dengan penambahan antibiotik Kloramfenikol sebagai agen antibakteri. Medium yang digunakan sebagai medium tanam pada proses ini adalah CMM (Corn Meal Malt Agar), PDA (Potato Dextrose Agar), dan WA (Water Agar). Medium CMM merupakan dari kombinasi Corn Meal Agar sebagai medium isolasi kaya sumber karbon alami diperkaya dengan tambahan malt extract dan yeast extract sebagai sumber nitrogen. Medium ini menguntungkan bagi pertumbuhan kapang endofit yang umumnya bersifat slow grower sebab mengandung nutrisi karbohidrat yang sulit dicerna sehingga dapat meminimalisir kompetisi dengan kontaminan yang bersifat fast grower dalam memperoleh nutrisi (Stone, 2004). PDA merupakan medium yang umum pula digunakan untuk menumbuhkan jamur termasuk kapang. PDA seringkali dipilih sebagai medium isolasi serta medium peremajaan kapang endofit (Gandjar, 2006). Pemilihan Water Agar sebagai medium lainnya bagi proses isolasi ini didasarkan pada sifatnya sebagai Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
41
weak medium dengan kandungan nutrisi yang rendah mampu meminimalisir kontaminan yang bersifat fast grower yang cenderung membutuhkan medium kaya nutrisi (Stone, 2004). Untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang baik dari dalam wadah pertumbuhan ke lingkungan juga sebaliknya, pada proses penyimpanan isolat digunakan plastic wrap atau cellotape untuk membungkus cawan petri tempat sampel diisolasi. Dengan melakukan uji coba dan pengamatan terhadap pertumbuhan kapang isolat pada medianya, diyakini pembungkusan ini tidak mengganggu pertumbuhan kapang endofit terutama dari faktor kemungkinan kurangnya oksigen. Setiap kapang endofit yang berhasil tumbuh pada medium isolasi setelah masa inkubasi pada suhu ruang (27-300C) dalam kotak khusus selama 7-21 hari selanjutnya dimurnikan pada medium PDA. Medium ini merupakan medium kaya nutrisi yang mudah dicerna sehingga memudahkan isolat kapang endofit untuk tumbuh. Setiap koloni yang tumbuh dan memiliki makromorfologi yang berbeda antar koloni dan berbeda pula dengan kontrol kontaminan dipisahkan menjadi satu isolat. Apabila masih ditemukan pertumbuhan koloni lain pada medium tanam tersebut maka dilakukan pemisahan lagi. Selanjutnya masing-masing isolat murni di inkubasi kembali dan dilakukan peremajaan secara rutin pada medium baru. Peremajaan kapang endofit merupakan hal yang perlu dilakukan secara teratur untuk menjamin kapang endofit tidak berada pada fase kematian dipercepat dimana lebih banyak sel-sel yang mati daripada sel yang tetap hidup akibat faktor kompetisi memperoleh nutrisi sesama anggota koloni (Gandjar, 2006). Dari kedelapan isolat yang diperoleh, pada proses selanjutnya hanya enam diantaranya yang digunakan sebagai inokulat fermentasi, sebab dua lainnya mengalami kontaminasi pada medium pemurnian dan peremajaan sehingga tidak dapat dilanjutkan ke tahap fermentasi.
4.2
Identifikasi Isolat kapang Endofit Koloni kapang yang tumbuh di medium tanam dapat diduga sebagai kapang
endofit apabila memiliki ciri tumbuh yang khas seperti waktu mulai tumbuh butuh lebih dari 5 atau 7 hari, pertumbuhan umumnya berjalan lambat karena bersifat slow grower, tumbuh dari sampel potongan bagian dalam sampel potongan kulit Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
42
batang randu, serta memiliki morfologi yang berbeda dengan kapang yang terdapat pada cawan petri kontrol kontaminan yang dibuat pada setiap kali proses isolasi dilakukan, yang dengan sengaja dikondisikan agar terkontaminasi. Identifikasi isolat kapang selanjutnya dilakukan dengan melakukan pengamatan makroskopik dan mikroskopik bagian tubuh kapang kemudian membandingkannya dengan literatur. Pengamatan makromorfologi kapang dilakukan pada biakan kapang endofit berumur 7-21 hari sejak dimurnikan dan diremajakan pada medium PDA. Identifikasi tahap ini dilakukan dengan mengamati morfologi koloni yakni bentuk koloni, tekstur permukaan koloni, warna permukaan koloni, warna sebalik (adverse) koloni, diameter koloni, bentuk tepi koloni, waktu pertumbuhan, dan pigmentasi miselium jika ada. Identifikasi mikroskopik dilakukan dengan melakukan pemeriksaan preparat kapang melalui mikroskop dengan bantuan pewarnaan oleh larutan lactophenol cotton blue. Larutan pewarna ini mengandung cotton blue merupakan pewarna yang mampu mewarnai kitin pada dinding sel kapang serta kandungan fenolnya yang mampu mendeaktivasi enzim litik seluler sehingga preparat sel tidak mengalami lisis. Setelah melakukan uji coba proses pembuatan preparat untuk identifikasi mikroskopik ini, pengamatan lebih mudah diamati dari preparat dengan teknik cellotape flag preparation yakni dengan menempelkan cellotape pada biakan koloni untuk membantu mengambil hifa dan miselium isolat kapang dari cawan petri. Berikut ini hasil pengamatan enam isolat kapang endofit dari sampel kulit batang randu (Ceiba pentandra L. Gaertn).
4.2.1
Isolat PDA.3.A Koloni isolat PDA.3.A merupakan salah satu kapang endofit yang berhasil
diisolasi dari medium PDA. Koloni kapang endofit ini memiliki permukaan koloni berbentuk menggunung dan licin, tidak terdapat pola konsentris hifa maupun garis radial dari pusat koloni (Gambar 4.2). Tampak sebalik koloni berwarna putih kekuningan dengan pinggiran putih yang menegaskan bagian tepinya yang rata. Pada hari ke-7 pertumbuhannya koloni ini mencapai diameter 2 cm dan berkembang cukup lama untuk menjadi koloni yang besar dalam hitungan hari. Pengamatan mikroskopik menunjukan hifa yang bercabang-cabang tanpa septa, hifa ini berpigmentasi hialin yang berwarna biru dengan pewarnaan larutan Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
43
lactophenol cotton blue, pada ujung-ujung hifa membentuk konidiofor bercabang dengan adanya metula serta konidia berbentuk bulat berantai yang berjuntai pada ujung-ujung sterigmata (Gambar 4.3 (a)). Setelah dibandingkan dengan literatur (Gambar 4.3(b)), isolat ini diduga termasuk ke dalam marga Penicillium.
4.2.2
Isolat PDA.3.C Koloni yang berhasil diisolasi dari medium taman PDA berikutnya adalah
isolat dengan kode PDA.3.C. Koloni ini berhasil diisolasi dari cawan petri yang sama dengan isolat sebelumnya, hanya saja isolat ini tumbuh dari potongan kulit batang yang berbeda yakni pada potongan C yang setelah bertumbuh pun tampak kedua isolat tersebut memiliki morfologi yang berbeda. Isolat PDA.3.C memiliki tubuh koloni dan warna hifa hitam dengan tepi yang tidak rata (Gambar 4.4). Permukaan koloni berserabut tidak rata dengan hifa berlapis dengan pola konsentris dari pusat koloni yang berwarna abu-abu keputihan hingga tepinya yang hitam dan tidak rata. Tampak sebalik koloni berwarna hitam dan terlihat pula pola yang sama seperti pada tampak depan koloni. Penampakan mikroskopik preparat isolat ini menunjukkan adanya konidiofor dengan vesikel yang besar dengan konidia berbentuk bulat kecil mengitarinya. Hifanya tidak bersekat dan tampak transparan pada penampak mikroskop (Gambar 4.5 (a)). Setelah dibandingkan dengan literatur diduga isolat ini termasuk ke dalam marga Aspergillus (Gambar 4.5 (b)).
4.2.3
Isolat CMM.8.B Isolat ini merupakan satu-satunya isolat yang berhasil diisolasi dari
medium CMM. Dari tampak depan koloninya tampak koloni menggunung berpola roset dengan lapisan hifa putih seperti kapas bertumpuk yang berpusat ditengah koloni (Gambar 4.6). Tepi koloni tidak rata. Pada tampak sebalik koloni terlihat lapisan pola radial agak bergelombang dari tengah koloni berwarna krem dan putih di tepinya. Sementara itu hasil pengamatan mikroskopik menunjukan adanya hifa panjang bersepta yang dindingnya berwarna biru dengan pewarnaan larutan lactophenol cotton blue, terdapat pula rantai panjang konidiofor serta konidia-konidia berbentuk oval didalamnya (Gambar 4.7). Hasil pengamatan isolat ini belum dapat mengidentifikasi termasuk golongan marga tertentu. Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
44
4.2.4
Isolat WA.7.B Dari sekian isolat yang diperoleh, isolat ini memilihi makromorfologi yang
khas dan spesifik yakni pada jalinan hifanya dengan pola konsentris berlapis yang serupa bulu berwarna putih gading dan permukaan koloninya yang bergelombang sesuai pola (Gambar 4.8). Tampak sebalik koloni pun menggambarkan pola yang sama dengan tampak depannya terutama pola sirkular berlapisnya dengan bagian tengah sebagai pusat konsentrisnya. Pada hari ke-7 pasca peremajaan isolat ini mampu mencapai diameter 3-4 cm. Hasil pengamatan mikroskopik isolat ini menunjukan miselium dengan jalinan hifa biru bersepta dengan khlamidospora tunggal oval berukuran kecil pada ujung fialid yang terhubung pada badan konidiofor (Gambar 4.9 (a)). Hasil perbandingan dengan literatur menunjukan dugaan isolat ini termasuk dalam marga Acremonium (Gambar 4.9 (b)).
4.2.5
Isolat PDA.4.A Isolat ini memiliki hifa panjang yang terjalin menjadi miselium berwarna
putih keabu-abuan, sementara tubuh koloninya berwarna abu-abu kehitaman yang pada masa pertumbuhan berikutnya akan terbentuk titik-titik eksudat. Permukaan koloni tidak rata serta berserabut dengan tepi koloni penuh jalinan miselium yang terulur panjang menjauhi pusat koloni, (Gambar 4.10). Tampak sebalik koloni menunjukan bagian pusat koloni berwarna abu-abu kehitaman dengan tepian putih yang penuh dengan miselium yang terjulur. Hasil pengamatan mikroskopik isolat ini menunjukan adanya rantai-rantai khlamidospora ramping sepanjang hifa dengan konidia yang oval tertanam didalamnya. Rantai tersebut terjalin acak seperti serabut dengan titik-titik kecil berisi konidia di dalamnya (Gambar 4.11 (a)). Hasil perbandingan dengan literatur menunjukan dugaan isolat ini termasuk ke dalam marga Microsporum (Gambar 4.11 (b)).
4.2.6
Isolat WA.8.C Isolat WA.8.C memiliki makromorfologi sederhana dengan hifa tipis pada
permukaan koloninya yang tidak rata berwarna putih kapas. Tepi koloni tidak memiliki batas yang tegas hanya berupa hifa tipis (Gambar 4.12). Pada hari ke-7 usia peremajaannya isolat ini dapat mencapai diameter 3-5 cm sementara hifa Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
45
yang tumbuh tidak menjadi semakin tebal seiring pertumbuhannya. Tampak sebalik koloni berwarna putih kekuningan dan tidak menunjukan ciri yang spesifik seperti juga tampak depannya. Hasil identifikasi mikroskopik menunjukan adanya hifa-hifa berdinding tebal dan bersepta yang terwarnai menjadi biru muda. Terdapat ciri khas dengan adanya sporangium besar berbentuk bulat berwarna biru di ujung sporangiofornya (Gambar 4.13 (a)). Hasil pengamatan ini dibandingkan dengan literatur dan mengarahkan pada dugaan isolat ini termasuk ke dalam marga Mucor (Gambar 4.13 (b)).
4.3
Fermentasi Kapang Endofit Proses fermentasi pada penelitian ini dilakukan dalam medium cair PDY
yang telah ditambahkan dengan kalsium karbonat untuk menjaga stabilitas pH medium fermentasi agar berada pada rentang pH 6-7. Selanjutnya dikondisikan pada suhu kamar, dan dilakukan pengocokan (agitasi) dengan kecepatan 150 rpm selama 7 hari bagi tiap-tiap kultur fermentasi (Dewi et al., 2007). Masing-masing isolat yang difermentasi adalah biakan yang telah murni, tanpa kontaminan, dan telah mencapai usia pertumbuhan 7 hari sejak peremajaan. Satu kali proses fermentasi isolat kapang endofit menghasilkan 500 mL kultur fermentasi berupa suspensi kapang yang selanjutnya diekstraksi untuk memperoleh metabolit aktif dari kapang endofit. Fermentasi merupakan suatu proses yang berkaitan dengan pembentukan energi serta produksi metabolit yang dihasilkan selama mikroorganisme hidup (Stanbury, 2004). Pada proses ini produk tersebut diupayakan mampu terbentuk dalam jumlah besar dengan mengoptimalkan nutrisi yang terkandung dalam mediumnya serta kondisi fermentasi yang terjaga. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan sel kapang dalam jumlah banyak sehingga diharapkan mampu mengoptimalkan produksi senyawa metabolit dalam jumlah yang banyak pula. Pada penelitian ini digunakan media cair dengan alasan media cair lebih menguntungkan dalam proses ini sebab lebih mudah dikerjakan secara aseptis serta cocok untuk produksi dengan skala besar (Stanbury, Whitaker & Hall 2004). Penentuan medium yang paling tepat untuk suatu proses fermentasi memerlukan
penelitian
yang
cermat.
Namun
pada
dasarnya
semua
mikroorganisme membutuhkan air, sumber energi seperti karbon, nitrogen, dan Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
46
mineral lainnya serta kecukupan oksigen bagi proses aerobik selama fermentasi. Medium fermentasi yang digunakan haruslah mencukupi semua nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba sebagai asupan energi pertumbuhannya, terutama bagi pembentukan sel serta produksi senyawa metabolit yang dihasilkannya. Senyawasenyawa seperti karbon dan nitrogen merupakan komponen terpenting dalam komposisi medium fermentasi, sebab sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur-unsur tersebut. Medium fermentasi cair PDY merupakan medium dengan kandungan karbon yang bersumber dari kentang dan dekstrosa serta nitrogen yang bersumber dari ekstrak khamir (Kumala, 2006). Masa panen metabolit hasil fermentasi adalah hal yang perlu diperhatikan, masa panen tersebut terkait dengan fase pertumbuhan kapang endofit terutama selama masa fermentasi. Fase pertumbuhan kapang dapat dilihan pada Gambar 4.14. Waktu panen metabolit dari fermentasi dilakukan ketika kapang endofit telah mengalami fase stasionernya (Gandjar, 2006). Pada penelitian ini waktu fermentasi diakhiri pada hari ke-7 karena dalam rentang waktu tersebut kapang endofit telah berada pada fase stasioner dan telah dapat dipanen metabolit sekundernya (Kumala, 2006; Kusari, 2009; Ramadhan, 2007).
4.4
Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit Hasil fermentasi kapang endofit berupa suspensi koloni dipisahkan menjadi
dua untuk diekstraksi secara terpisah. Masing-masing kultur fermentasi tersebut dipisahkan berdasarkan jenis pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksinya yakni pelarut etil asetat dan metanol. Proses ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan setiap 25 mL kultur fermentasi dengan 15 mL pelarut secara homogen menggunakan vortex mixer, berikutnya dengan metode sentrifugasi dipisahkan antara supernatan dengan biomassanya. Supernatan yang telah dipisahkan ditampung sebagai ekstrak dan dikeringkan dengan penguap vakum sehingga diperoleh ekstrak kental isolat kapang. Selain kedua ekstrak dari pelarut tadi diambil pula ekstrak air dari suspensi kapang yang dipisahkan dengan biomassanya dengan metode sentrifugasi, ekstrak air ini dikeringkan dengan metode freeze dry. Seluruh ekstrak kental yang telah diperoleh digunakan pada pengujian aktivitas penghambatan enzim. Tahapan proses ekstraksi ini dapat Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
47
dilihat pada Gambar 4.16. Berikut ini perolehan berat ekstrak kering yang berhasil diperoleh dalam satu kali ekstraksi.
Tabel 4.2 Perolehan berat ekstrak isolat kapang endofit dalam satu kali ekstraksi Kode Isolat
Bobot Ekstrak (mg) Etil asetat
Air
Metanol
PDA.3A
131
3320
6374
PDA.3C
86
4054
6839
CMM.8B
73
3270
7565
WA.7B
90
1208
5588
PDA.4A
67
2550
8292
WA.8C
112
1583
7686
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut organik yang bersifat semi polar hingga polar yang lazim digunakan untuk mengekstraksi senyawa kimia dari sumber-sumber bahan alam. Dari proses ini diperoleh tiga jenis ekstrak berdasarkan pelarutnya yakni ekstrak etil asetat, ekstrak metanol dan ekstrak air. Senyawa penghambat enzim α-glukosodase pada umumnya adalah senyawa semi polar hingga polar yang memiliki ikatan glikosida pada strukturnya (Borges de Melo, 2006). Oleh karena itu senyawa yang diharapkan dapat diekstraksi dari hasil fermentasi kapang endofit adalah senyawa yang bersifat semi polar hingga polar dari ketiga pelarut yang digunakan.
4.5
Uji Aktivitas Penghambatan α-Glukosidase Sebelum uji potensi penghambatan ekstrak terhadap aktivitas enzimatis α-
glukosidase dilakukan, terlebih dahulu diawali uji pendahuluan untuk mengetahui kondisi optimum reaksi enzim tersebut. Uji dilakukan dengan melakukan reaksi menggunakan variasi konsentrasi substrat serta variasi waktu inkubasi. Sesungguhnya pada suatu reaksi enzimatis terdapat faktor lainnya yang perlu dilakukan uji optimasi diantaranya suhu inkubasi serta pH reaksi, namun karena data tersebut telah tertera pada product information yang spesifik bagi produk enzim yang digunakan (Sigma Aldrich USA Inc, 1996) maka kedua faktor tersebut tidak lagi dilakukan uji optimasi. Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
48
Unit enzim dalam larutan yang digunakan pada uji optimasi ini adalah 0,0479 U/mL ~ 0,05 U/mL. Bobot enzim yang digunakan sebesar 5,0 mg dengan spesifikasi 15,2 mg solid enzim mengandung 23% protein dan terdapat 215 unit enzim tiap mg protein seperti tertera pada Lampiran 4 mengenai perhitungan enzim.
4.5.1 Uji Pendahuluan Enzim Pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan cara mencampurkan pelarut DMSO, substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dengan variasi konsentrasi 20 mM; 10 mM; 5 mM; 2,5 mM; 1,25 mM; dan 0,625 mM dan dapar fosfat (pH 6,8) diinkubasi pada 37oC selama 5 menit, setelah itu ditambahkan larutan enzim αglukosidase 0,05 U/mL dan diinkubasi kembali selama 30 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan natrium karbonat karena suasana basa mampu menghentikan reaksi enzimatis yang terjadi. Peningkatan konsentrasi substrat ini dimaksudkan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa semua sisi aktif enzim terikat oleh substrat dan tidak lagi menghasilkan produk ketika konsentrasi substrat dinaikkan dalam hal ini dikatakan enzim telah berada pada keadaan jenuh (Murray, Granner, & Rodwel, 2009). Enzim α-glukosidase menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida menjadi p-nitrofenol yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 405 nm menggunakan microplate reader berbasis spektrofotometri UV-Vis. Oleh karena itu, aktivitas enzim sebanding dengan absorbansi p-nitrofenol. Semakin tinggi absorbansi p-nitrofenol, semakin tinggi aktivitas enzim. Untuk mengoreksi hasil absorbansi produk hasil reaksi digunakan blanko kontrol negatif, pengamatan dilakukan terhadap reaksi enzim dengan menukar urutan penambahan reagen antara enzim α-glukosidase dan natrium karbonat. Pada kontrol blanko negatif natrium karbonat ditambahkan sebelum larutan enzim α-glukosidase ditambahkan pada campuran dengan tujuan meniadakan reaksi terlebih dahulu sehingga pada campuran ini tidak terbentuk produk. Hasil absorbansi yang diperoleh dan telah dikoreksi dengan kontrol blanko negatif dilakukan perhitungan aktivitas enzimnya untuk menggambarkan unit enzim yang bekerja. Plot hasil uji tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
49
Uji Pendahuluan Enzim dengan Variasi Konsentrasi Substrat Aktivitas enzim (U/mL)
0.16
0.1508
0.14
0.1362 0.1231
0.12 0.1 0.08
0.0728
0.06 0.048
0.04
0.0284
0.02 0 0
5
10
20
15
25
Konsentrasi substrat (mM)
Gambar 4.17 Grafik Hasil Uji Pendahuluan Enzim dengan
Variasi Konsentrasi Substrat
Gambar 4.17 menunjukkan bahwa pada konsentrasi substrat 0,625 mM hingga 10 mM masih menunjukan absorbansi yang terus meningkat. Hal ini menunjukan pada rentang konsentrasi tersebut sisi aktif belum seluruhnya berikatan dengan unit enzim, enzim, sehingga pada konsentrasi substrat yang terus ditingkatkan enzim masih dapat menghasilkan produk hal ini tampak dari nilai aktivitas enzim yang masih mengalami peningkatan yang signifikan.
Aktivitas enzim yang stabil dan mulai mengalami kondisi jenuhnya diperoleh pada konsentrasi substrat 10 mM menuju 20 mM. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi substrat tersebut sisi aktif enzim telah hampir terisi penuh oleh substrat sehingga pada peningkatan konsentrasi substrat lebih lanjut tidak mempengaruhi absorbansi serta peningkatan nilai aktivitas yang berarti, hal ini
menandakan mulai tidak adanya lagi produk yang terbentuk setelah enzim jenuh. Hasil uji ini menunjukkan bahwa aktivitas larutan enzim 0,05 U/mL optimum pada konsentrasi substrat 10 Mm. Data absorbansi serta aktivitas enzimatis dapat
dilihat pada Tabel 4.3.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
50
4.5.2 Uji Penghambatan Aktivitas α-glukosidase oleh Ekstrak Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase dilakukan dengan menggunakan larutan enzim 0,05 U/mL dan larutan substrat menggunakan konsentrasi substrat 10 mM dengan waktu inkubasi 30 menit. Pengujian efek penghambatan aktivitas α-glukosidase oleh ekstrak isolat kapang endofit diawali dengan penapisan awal potensi penghambatan larutan ekstrak dalam konsentrasi besar yakni pada konsentrasi 1000 µg/mL. Uji pendahuluan ini bertujuan untuk melihat potensi penghambatan masing-masing ekstrak isolat dari tiga jenis pelarut yang telah diperoleh dari proses ekstraksi, hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil uji pendahuluan tersebut menunjukan potensi penghambatan ekstrak etil asetat terhadap reaksi enzimatis α-glukosidase jauh lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air dan metanol, nilai hambat (persen inhibisi) yang diperoleh berkisar antara nilai 94-99 %. Sementara itu potensi penghambatan ekstrak dari pelarut air dan metanol pada konsentrasi yang sama menunjukan nilai yang jauh di bawah nilai hambat 50 % (IC50), dengan demikian nilai IC50 dari kedua ekstrak tersebut berada pada konsentrasi larutan ekstrak lebih besar dari 1000 µg/mL. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak dari kedua pelarut tersebut dianggap tidak dapat diharapkan sebagai agen penghambat aktivitas αglukosidase yang potensial. Dari uji pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa, senyawa-senyawa yang dapat menghambat aktivitas α-glukosidase dari ekstrak isolat kapang endofit tertarik dengan baik pada pelarut etil asetat dibanding kedua pelarut lainnya sehingga ekstrak tersebut menunjukan nilai penghambatan (persen inhibisi) yang lebih besar dibanding pelarut lain. Untuk selanjutnya hanya digunakan ekstrak etil asetat pada pengujian potensi penghambatan enzim α-glukosidase. Pada pengujian ekstrak etil asetat selanjutnya perlu dilakukan pengenceran terhadap konsentrasi larutan uji karena hasil pengujian sebelumnya menunjukkan ekstrak dengan konsentrasi 1000 µg/mL memberikan persen inhibisi yaitu mendekati 100%. Oleh karena itu, dilakukan pengenceran untuk mencapai konsentrasi 150 µg/mL; 100 µg/mL; 75 µg/mL; 50 µg/mL; 25 µg/mL dan 10 µg/mL kemudian diuji potensi penghambatannya dan dilihat nilai persen inhibisinya serta nilai IC50 dari perhitungan persamaan linearnya.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
51
Pada hasil uji efek penghambatan aktivitas α-glukosidase dari standar akarbose didapatkan nilai IC50 sebesar 245,36 µg/mL. Nilai IC50 dari akarbose ini digunakan sebagai pembanding terhadap nilai IC50 dari sampel uji. Pada
penelitian ini, seluruh ekstrak etil asetat memiliki aktivitas penghambatan yang lebih baik daripada akarbose seperti dapat dilihat pada Gambar 4.18. Ekstrak etil
asetat dari isolat WA.8C memiliki aktivitas penghambatan yang paling potensial dengan nilai IC50 118,603 µg/mL, nilai tersebut di peroleh dari perhitungan berdasarkan persamaan regresi dari data pengujian pada Tabel 4.6.
Perbandingan Nilai IC50 Ektrak dengan Akarbose 250
245.36
217.329
207.918
IC50 (µg/mL)
200 150
176.790 141.100 123.559
118.603
100 50 0
INHIBITOR
Gambar 4.18 Perbandingan Nilai IC50 Ekstrak Etil Asetat dari Isolat Kapang Endofit dengan Standar Akarbose
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, ekstrak dari isolat kapang endofit memiliki aktivitas penghambatan lebih baik dari akarbose yaitu dengan
IC50 8,6 µg/mL (Dewi, et al., 2007) dan 28,40 µg/mL (Ramadhan, 2007). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak dari isolat kapang
endofit cukup potensial sebagai agen penghambat α-glukosidase.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
52
4.5.3 Uji Penghambatan Aktivitas α-glukosidase oleh Standar Akarbose Standar penghambat α-glukosidase yang digunakan adalah akarbose. Pengujian standar dilakukan dengan cara yang sama dengan pengujian sampel. Dari hasil pengujian standar akarbose didapat nilai IC50 sebesar 245,361 µg/mL, data dapat dilihat pada Tabel 4.7. Nilai IC50 akarbose yang didapat berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu 128 ppm (Andrade, 2008). Perbedaan nilai ini mungkin dikarenakan akarbose dinilai kurang efektif dalam menghambat aktivitas α-glukosidase yang berasal dari mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae yang digunakan pada pengujian ini, akarbose lebih efektif dalam menghambat aktivitas α-glukosidase yang berasal dari mamalia seperti sukrase dan maltase daripada enzim yang berasal dari mikroorganisme ( Kim, et al., 2008; Shinde, et al., 2008). Selain alasan tersebut, perbedaan nilai IC50 mungkin juga disebabkan oleh perbedaan metode pengukuran absorbansi, pada pada uji ini dilakukan dengan menggunakan microplate reader. Pada penggunaan microplate reader, volume sampel uji yang digunakan lebih kecil daripada pada spektrofotometer dengan menggunakan kuvet, sehingga kesalahan pemipetan sangat berpengaruh besar. Selain itu, tinggi volume pada pengisian larutan uji juga berpengaruh pada proses pengukuran serapan dengan alat tersebut. Perbedaan tinggi volume pada sumuran sedikit saja akan mungkin mempengaruhi nilai absorbansi yang didapat.
4.5.4 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Uji kinetika enzim dilakukan untuk melihat jenis hambatan yang dilakukan oleh sampel ekstrak yang berperan sebagai inhibitor terhadap enzim. Uji kinetika ini dilakukan dengan melakukan variasi konsentrasi substrat dalam kondisi reaksi tanpa inhibitor maupun dengan adanya inhibitor. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8. Konsentrasi ekstrak yang digunakan sebagai inhibitor pada uji ini dipilih berdasarkan hasil uji penghambatan enzim sebelumnya. Hasil penghambatan reaksi enzim oleh ekstrak isolat WA.8A telah mencapai kondisi optimal pengambatan pada konsentrasi mendekati 100 µg/mL, dimana nilai IC 50 dari ekstrak ini sebesar 118,603 µg/mL. Suatu senyawa dapat dianggap berpengaruh
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
53
terhadap reaksi dan berpotensi sebagai inhibitor apabila setidaknya telah mampu melakukan penghambatan sebesar 50 % dari reaksi. Untuk melihat hubungan pengaruh variasi konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatis dalam kondisi tanpa inhibitor maupun dengan adanya inhibitor dapat dilihat pada Gambar 4.19. Hubungan Antara Kecepatan Reaksi dengan Peningkatan Konsentrasi Substrat
1 0.9
Kecepatan Reaksi (V)
0.8 0.7 0.6 Dengan Inhibitor Blanko
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
10
20
30
Konsentrasi Substrat (mM)
Gambar 4.19 Hubungan Kecepatan Reaksi dengan Konsentrasi Substrat Tanpa Adanya Inhibitor dan dengan Adanya Inhibitor 100 µg/mL
Dari Gambar 4.19 tampak peningkatan kecepatan reaksi enzimatis hingga konsentrasi substrat 10 mM berjalan linear dengan peningkatan yang signifikan, sementara setelah titik konsentrasi tersebut enzim mulai mengalami kondisi jenuh yang ditandai dengan peningkatan kecepatannya yang melandai pada grafik. Dari data tersebut disimpulkan variasi konsentrasi yang digunakan adalah 10 mM; 5 mM; dan 2,5 mM. Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
54
Untuk menganalisis kinetika enzim, dapat menggunakan plot LineweaverBurk, dimana sumbu-x adalah satu per konsentrasi substrat (1/S) sedangkan sumbu-y adalah kecepatan reaksi enzim (1/V) dimana nilai kecepatan reaksi dalam hal ini setara dengan kenaikan nilai serapan dari produk hasil reaksi. Kinetika enzim dapat diketahui dengan meningkatkan konsentrasi substrat sampai pada kondisi reaksi enzim tepat sebelum jenuh.
Uji Kinetika dengan Ekstrak 100 µg/mL 7 y = 6.508x + 0.947
6 5 4
y = 3.651x + 0.956
1/Vi
3
-1/Km
BLANKO
2
inhibitor100 µg/mL
1
1/Vmax 0 -0.5
0
0.5
1
-1 -2
-1/Km’ -3
1/[S]
Gambar 4.20 Grafik Lineweaver-Burk pada ekstrak dengan konsentrasi 100 µg/mL pada Konsentrasi Susbtrat PNPG 2,5 mM; 5mM; 10 mM; dan 20 mM
Berdasarkan hasil plot Lineweaver-Burk dari data pada Tabel 4.20, ketika nilai 1/[S] mendekati 0, kecepatan maksimum reaksi (Vmax) antara kedua kondisi hampir sama. Maka pada saat konsentrasi substrat [S] tinggi yakni kondisi 1/[S] mendekati 0, Vmax pada sistem dengan inhibitor sama dengan atau mendekati Vmax dengan sistem tanpa inhibitor. Hal ini tampak dari pertemuan kedua garis berpotongan pada sumbu-Y atau mendekati x sama dengan nol. Inhibitor yang
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
55
bekerja secara kompetitif tidak mempengaruhi nilai Vmax, tetapi meningkatkan nilai Km (Murray, Granner, & Rodwell, 2009). Dari Gambar 4.20 terlihat bahwa jenis inhibisi yang terjadi adalah kompetitif klasik, dimana terjadi perpotongan antara garis dari kedua kondisi reaksi pada sumbu y. Inhibisi kompetitif klasik terjadi apabila inhibitor berikatan pada tapak pengikatan substrat atau site active anzyme. Kecepatan pembentukan produk bergantung hanya pada konsentrasi enzim (E) dan pengikatannya dengan substrat (S). Jika inhibitor (I) berikatan sangat erat dengan enzim, maka hanya ada sedikit konsentrasi enzim bebas yang tersedia untuk berikatan dengan substrat (E-S) yang akan membentuk produk. Begitupun jika jumlah substrat ditingkatkan, maka dapat meningkatkan kemungkinan enzim lebih banyak berikatan dengan substrat dibandingkan dengan inhibitor. Pada konsentrasi substrat yang cukup tinggi, konsentrasi E-I menjadi kecil dan hampir tidak terjadi, sehingga kecepatan reaksi (Vmax) yang dikatalisis akan sama seperti keadaan reaksi tanpa adanya inhibitor (Murray, 2009).
4.6 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Aktif dari Ekstrak dengan Metode KLT Uji ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pola kromatogram yang bertujuan untuk mengetahui jumlah senyawa yang mungkin terkandung dalam ekstrak serta mengetahui harga Rf nya masing-masing. Hasil elusi dari metode ini belum dapat digunakan untuk mengetahui golongan senyawa yang ada dalam ekstrak, sebab untuk melakukan identifikasi golongan senyawa kimia dengan metode KLT perlu dilakukan reaksi semprot dengan reagen yang spesifik terhadap golongan senyawa tertentu. Pemeriksaan pola kromatogram ini dilakukan pada ekstrak dengan aktivitas penghambatan aktivitas α-glukosidase terbaik yaitu ekstrak etil asetat dari isolat WA.8A, sementara pemilihan eluen di dasarkan pada perbedaan polaritas pelarut dengan perbandingan tertentu yang kemudian dioptimasi untuk memperoleh hasil elusi terbaik dari pemisahan bercak yang tampak. Pada uji ini digunakan campuran eluen n-heksana dan etil asetat. Selain karena sifat dasarnya sebagai pelarut semi polar, etil asetat dipilih karena merupakan pelarut yang memang digunakan untuk mengekstraksi sampel ekstrak Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
56
uji sehingga diharapkan ekstrak uji mampu terlarut dengan sempurna pada pelarut ini dan senyawa yang terkandung di dalamnya dapat terbawa proses elusi secara total. Heksana dengan sifatnya sebagai pelarut non polar dirasa mampu memberikan tahanan pada senyawa-senyawa sesuai dengan koefisien ikatannya terhadap pelarut non polar. Dari campuran tersebut diharapkan dapat terjadi pemisahan senyawa didasarkan atas proses partisi terhadap perbedaan fase gerak (eluen) disamping penyerapan senyawa juga terhadap fase diam. Pemeriksaan
kandungan
senyawa
dengan
menggunakan
metode
kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa dalam satu ekstrak uji terdapat lebih dari satu komponen senyawa yang terkandung di dalamnya. Hasil pengujian dengan menggunakan eluen n-heksana-etil asetat dengan perbandingan 9:1 menghasilkan satu bercak dengan Rf 0,22 (Gambar 4.21). Elusi menggunakan campuran eluen n-heksana-etil asetat dengan perbandingan 8:2 menghasilkan cukup banyak bercak, hasil ini bahkan tampak pada dua panjang gelombang UV yang berbeda (Gambar 4.22). Pada penampak UV dengan panjang gelombang 254 nm tampak enam bercak dengan nilai Rf 0,09; 0,13; 0,24; 0,63; 0,81; dan 0,94, sedangkan dengan panjang gelombang 366 nm tampak enam bercak dengan Rf 0,09; 0,13; 0,24; 0,51; 0,72; dan 0,83. Elusi dengan menggunakan campuran eluen n-heksana-etil asetat 7:3 menghasilkan bercak yang tidak yang tidak dapat dilihat pemisahannya sehingga nilai Rf tidak teridentifikasi. Pemisahan terbaik didapat dari campuran eluen n-heksana-etil asetat 8:2. Setelah memperoleh hasil pemisahan terbaik dengan eluen yang dipilih dilanjutkan uji identifikasi golongan senyawa kimia yang mungkin terkandung dalam ekstrak etil asetat dari isolat WA.8A. Karena alasan keterbatasan jumlah ekstrak yang diperoleh, maka untuk proses identifikasi ini juga dilakukan dengan metode KLT menggunakan penampak bercak reagen semprot yang spesifik bagi golongan senyawa tertentu. Eluen yang digunakan adalah n-heksana-etil asetat 8:2 karena hasil elusinya menunjukkan pemisahan terbaik. Ekstrak yang diuji adalah ekstrak etil asetat yang bersifat semi polar, maka senyawa yang terdapat dalam ekstrak tersebut juga kemungkinan bersifat semi polar. Oleh karena itu, golongan senyawa kimia yang diidentifikasi adalah senyawa yang bersifat semi polar dan
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
57
berdasarkan penelitian sebelumnya telah diketahui umum terdapat dalam ekstrak isolat kapang endofit. Golongan senyawa yang diuji adalah alkaloid, flavonoid, polifenol, dan antrakuinon. Ekstrak mengandung alkaloid apabila hasil elusi berwarna jingga setelah disemprot dengan pereaksi semprot alkaloid yaitu Dragendorf. Berdasarkan hasil identifikasi, ekstrak etil asetat dari isolat WA.8A positif mengandung alkaloid (Gambar 4.23).. Golongan senyawa flavonoid diidentifikasi dengan pengamatan di bawah sinar UV 366 nm dengan penyemprot AlCl3 5 % dalam kloroform. Ekstrak mengandung flavonoid apabila menghasilkan fluoresensi hijau kuning (Harborne, 1987). Berdasarkan hasil identifikasi, ekstrak etil asetat dari isolat WA.8A positif mengandung flavonoid(Gambar 4.24).. Sementara itu hasil uji identifikasi golongan senyawa antrakuinon yang diidentifikasi menggunakan pereaksi semprot KOH 10% dalam etanol menunjukkan hasil yang negatif, dengan tidak timbulnya warna bercak ungu pada elusi yang telah direaksikan. Begitupun dengan uji identifikasi golongan senyawa tanin dengan reagen semprot FeCl3 5 % memberi hasil yang negatif karena tidak timbulnya bercak hijau kehitaman dari hasil reaksi. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, ekstrak etil asetat dari isolat WA.8A tidak mengandung antrakinon maupun tanin. Kendala dalam melakukan uji identifikasi ini adalah sulitnya menentukan golongan senyawa kimia yang tepat terkandung dalam ekstrak isolat kapang. Hal ini di landasi belum diperolehnya literatur yang menyebutkan golongan senyawa pasti yang terkandung dalam ekstrak tiap-tiap jenis kapang, khususnya golongan senyawa kimia dari ekstrak kulit batang randu yang diekstraksi dengan pelarut etil asetat. Kendala lainnya adalah penggunaan ekstrak tanaman serta isolat murni dari tanaman sebagai pembanding warna bercak pada uji KLT yang dilakukan dirasa kurang tepat. Bercak warna yang dihasilkan dari uji ekstrak tampak terlalu lemah dibandingkan dengan bercak yang diperoleh dari uji standar atau pembanding. Hal mungkin didasari senyawa yang dikandung ekstrak maupun isolat dari tanaman memiliki kadar yang jauh lebih tinggi dibandingkan kadar pada ekstrak uji. Mungkin pula disebabkan kandungan senyawa dalam ekstrak uji Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
58
yang masih berupa kompleks campuran senyawa sehingga perlu dilakukan pemisahan secara tepat terlebih dahulu untuk dapat dilakukan identifikasi. Uji identifikasi golongan senyawa kimia yang dilakukan sesungguhnya merupakan uji pendahuluan untuk mengidentifikasi senyawa aktif dari ekstrak isolat kapang yang diperoleh. Metabolit sekunder dari kapang yang telah menunjukkan potensinya sebagai agen penghambat aktivitas α-glukosidase tentu saja terdiri dari suatu senyawa dengan aktivitas tersebut, mungkin pula potensi itu hanya dihasilkan oleh senyawa tunggal spesifik yang terkandung di dalamnya. Untuk dapat mengetahui hingga tingkat itu perlu dilakukan uji lebih mendalam terutama identifikasi secara molekuler dengan metode analisis struktural senyawa.
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada penelitian ini diperoleh enam isolat kapang endofit dari sampel potongan kulit batang randu (Ceiba pentandra L. Gaertn) yaitu isolat CMM.8B; PDA.3A; PDA.3C; PDA.4A; WA.7B; dan WA.8C yang diduga merupakan isolat dari marga, Penicillium, Aspergillus, Acremonium, Cladophialophora, Microsporum, dan Mucor. 2. Terdapat enam ekstrak etil asetat isolat kapang endofit dengan efek penghambatan aktivitas α-glukosidase lebih baik dari akarbose dan ekstrak dari isolat WA.8C merupakan ekstrak paling aktif dengan IC50 118,603 ppm serta tipe penghambatan kompetitif terhadap enzim. 3. Ekstrak etil asetat isolat WA.8C mengandung alkaloid dan flavonoid
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu uji molekular pada isolat kapang untuk identifikasi sampai ke tingkat spesies, penentuan golongan senyawa yang aktif sebagai agen penghambat α-glukosidase serta melakukan isolasi murni terhadap senyawa spesifik tersebut sehingga senyawa tersebut mampu dikembangkan lebih lanjut sebagai alternatif terapi pengobatan diabetes melitus tipe 2.
59
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
60
DAFTAR ACUAN
Aloke, C., N., et al. (2010). Hypoglycaemic and Hypolipidaemic Effects of Feed Formulated with Ceiba Pentandra Leaves in Alloxan Induced Diabetic Rats. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 4(9), 4473-4477 Andrade, A. C. (2008). α-glucosidase Inhibiting Activity of Some Mexican Plants Used in The Treatment of Type 2 Diebetes. Journal of Ethnopharmacology, 27-32 Andriani, Ary. (2011). Skrining Fitokimia dan Uji Penghambatan Aktivitas αGlukosidase pada Ekstrak Etanol dari Beberapa Tanaman yang Digunakan sebagai Obat Antidiabetes. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI, 48-51 Basuki, T., Dewiyanti , I. D., Artanti, N., & Kardono, L. (2002). Evaluasi Aktivitas Daya Hambat Terhadap Enzim α-Glukosidase Dari Ekstrak Kulit Batang, Daun, Bunga, dan Buah Kemuning, 314-318 British Pharmacopoeia 2009. (2008). London: Crown. (hlm: 66-72) Borges de Melo, E., A. S. Gomes dan I. Carvalho.(2006). Α and β–glucosidase inhibitors: chemical structure and biological activity. Tetrahedron 62, 10277-10302 Champe, P.C., Harvey, R.A., dan Ferrier, D.R. (2005). Lippincott’s Illustrated Reviews: Biochemistry. Baltimore: Lippincott Williams dan Wilkins, 344345 Chen, H., X. Yan, W. Lin, L. Zheng dan W. Zhang. (2004). A new method for screening -glucosidase inhibitors and application to marine microorganisms. Pharmaceutical Biology 42(6), 416-421 Chisholm-Burns, M.A., et al. (2008). Pharmacotherapy Principles and Practice. New York : McGraw-Hill, 468-471
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
61
Codario, R. A. (2011). Type 2 Diabetes, Pre-Diabetes, and the Metabolic Syndrome 2nd Edition New York: Humana Press, 93-167 Corwin, E. (1996). Buku saku patofisiologi . Jakarta: EGC, 629 & 640 Coulson, C.J. (1994). Molecular mechanism of Drugs Action 2nd edition. London: Taylor dan Francis, 628-631 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1061-1069 _____________. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik; Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 10; 15; 26-32; 35-36 Dewi, R. T., Y. M. Iskandar, M. Hanafi, L. B. S. Kardono, M. Angelina, I. D. Dewijanti dan S. D. S. Banjarnahor. (2007). Inhibitory effect of koji Aspergillus terreus α-glucosidase activity and postprandial hyperglycemia. Pakistan Journal of Biological Sciences 10(8), 3131-3135 Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yees, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G, dan Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologi Approach (7th ed.). New York: McGraw Hill, 1205-1241 Dzeufiet, Paul Desire D., L. Tedong, E. A. Asongalem, T. Dimo, A. D. Sokeng, dan P. Kamtchouing. (2006). Hypoglycaemic and Antidiabetic Effect of Root Extracts of Ceiba Pentandra in Normal and Diabetic Rats. African Journal of Traditional,Complementary and Alternative Medicine (2006) 3 (1), 129 – 136 _____________. (2007). Antidiabetic effect of Ceiba pentandra extract on Streptozo-tocin
induced
Non-Insulin-Dependent
Diabetic
Mellitus
(NIDDM) rats. African Journal of Traditional, Complementary and Alternative Medicine (2007) 4 (1), 47 – 54
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
62
Eisenthal, R., dan Danson, M.J. (Ed). (2002). Enzyme Assays (2nd ed.) A Practical Approach. New York: Oxford University, 49-57 Friday, Emmanuel Titus, Omale Jamil, Olupinyo Olusegun dan Adah Gabriel. (2011). Investigations on the nutritional and medicinal potentials of Ceiba pentandra leaf: A common vegetable in Nigeria International Journal of Plant Physiology and Biochemistry. 3 (6), 95-101 Gandjar, I., W. Syamsuridzal dan A. Oetari. (2006). Mikologi dasar dan terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 162-163 Hanefeld, M. (2008). Alpha-glucosidase inhibitors. In B. J. Goldstein dan D. Muller-Wieland (Ed.). Type 2 diabetes principles and practice second edition. New York: Informa Healthcare USA Inc, 27-43 Harborne, J.B. (1987). Metode fitokimia. ter. dari Phytochemical methods oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB, 47-69; 102-109; 123; 245 John, R. A. (2002). Photometric assays. In R. Eisenthal dan M. J. Danson (Ed.). Enzyme assays. Oxford: Oxford University Press, 49-77 Kikkoman. (2001.). α-Glucosidase (αGLS-SE) from recombinant E. coli http://biochemifa.kikkoman.co.jp/products/rinsyou/pdf/60241_alphaglsse.pdf Kim, K. Y. (2008). Potent α-Glucosidase Inhibitors Purified from the Red Alga Grateloupia elliptica. Journal of Phytochemistry (69), 2820-2825 Kimura, A. (2000). Molecular Anatomy of a-Glucosidase. Trends in Glycoscience and Glycotechnology 12(68), 373-380 Kumala, S., Syarmalina dan A. R. Handayani. (2006). Isolasi dan Uji Antimikroba Substansi Bioaktif Mikroba Endofit Ranting Tanaman Johar (Cassia siamea Lamk.). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 4 (1), 8-14 Kusari, S. M. (2009). Aspergillus Fumigatus Fresenius, an Endophytic Fungus from Juniperus Communis L. Horstmann as a Novel Source of the Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
63
Anticancer
Pro-drug
Deoxypodophyllotoxin.
Journal
of
Applied
Microbiology, 1019-1030 Ladeji, O., Omekarah, I., Solomon, M. (2003). Hypoglycemic properties of aqueous bark extract of Ceiba pentandra in streptozotocin-induced diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology. 84, 139–142 Lakowicz, J.R. (2010). Principles of Fluorescence Spectroscopy third edition. New York: Springer Science+Business Media, LLC, 29-30 Linn, W.D., Wofford, M.R., O’Keefe, M.E., dan Posey, L.M. (2009). Pharmacotherapy in Primary Care. New York: McGraw-Hill, 279-291 McPherson, R.A. dan Pincus, M.R. (2007). Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods (21th ed.). Philadelphia: Saunders Elsevier, 245-260 Modak, Manisha, Priyanjali Dixit, Jayant Londhe, Saroj Ghaskadbi, dan Thomas Paul A. Devasagayam. (2007). Indian Herbs and Herbal Drugs Used for Treatment of Diabetes. Journal of Clinical Biochemistry and Nutrition. 40, 163-173 Murray, R. K. (2009). Biokimia Harper edisi 27 terjemahan dari Harper's Biochemistry 27th oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG, 49-70 Ono, T., J. Taniguchi, H. Mitsumaki, F. Takahata, A. Shibuya, Y. Kasahara dan F. Koshimizu. (1988). A new enzymatic assay of chloride in serum. Clinical Chemistry 34(3), 552-553 Radji,
M.
(2005).
Peranan
bioteknologi
dan
mikroba
endofit
dalam
pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3), 113-126 Ramadhan, M. G. (2007). Skrining dan Uji Aktivitas Penghambatan αGlukosidase dari Kapang Endofit Daun Johar (Cassia siamea Lamk.). Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI, 36-38
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
64
Rao, M. U., M. Sreenivasulu, B. Cengaiah, K. J. Reddy dan C. M. Chetty. (2010). Herbal medicines for diabetes: a review. International Journal of Pharm Tech Research. 2(3), 1883-1892. Rauscher, E., U. Neumann, E. Schalch, S. von Bulow dan A. W. Wahlefeld. (1985). Optimized condition for determinating activity concentration of αamilase in serum, with 1,4-α-D-4-Nitriphenylmaltoheptaoside as substrate. Clinical Chemistry 31(1), 14-19. Salazar, Rodolfo dan Dorthe Joker. (2001). Informasi Singkat Benih No.9 Maret 2001 Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.(Februari 9, 2012) http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRC/IFSP/c_p.pdf Shinde, J. e. (2008). α-Glucosidase inhibitory activity of Syzygium cumini (Linn.) skeels seed kernel in vitro and in goto–kakizaki (GK) rats. Journal of Carbohyd , 1278-1281. Sigma Aldrich USA Inc. (1996). Product Information. Sigma. (hlm: 1-3) Stanbury, P. F. (2004). Principles of fermentation technology. Burlington: Elsivier Science Ltd, 93-116, Stone, J. K., J. D. Polishook dan J. F. White Jr. (2004). Endophytic fungi. In M. S. Foster, G. F. Bills dan G. M. Mueller (Ed.). Biodiversity of fungi: inventory and monitoring methods Burlinton: Elsevier Academic Press, 241-270 Strobel, G. dan B. Daisy. (2003). Bioprospecting for microbial endophytes and their natural products. Microbiology and Molecular Biology Reviews 67(4), 491-502 Soumyanath, Amala. (2006). Traditional Medicines for Modern Times: Antidiabetic Plant. Boca Raton: Taylor dan Francis, 99-111; 124
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
65
Suherman, S. K. (2007). Insulin dan antidiabetik oral. In Sulistia Gan Gunawan (5th Ed.). Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia, 481-495 Sule, M. I., N. S. Njinga, A. M. Musa, M. G. Magaji, dan A. Abdullahi. (2009). Phytochemical and Antidiarrhoeal Studies of The Stem Bark of Ceiba Pentandra (Bombacaceae). Nigerian Journal of Pharmaceutical Sciences. 8 (1), 143-148 Sweetman, Sean C., ed. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. London: Pharmaceutical Press, 454-455 Tan, R.X. dan W.X. Zou. (2001). Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nature Product Report. 18, 448–459 USDA (n.d). Plants Database; Ceiba pentandra (L.) Gaertn Kapoktree. Plant Database USDA. (Januari 14, 2012) http://plants.usda.gov/java Volk, W. A. (1988). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga. (hlm: 49-54) Wagner, H., S. Bladt, E. M. Zgainski. (1983). Plant Drug Analysis. New York: Springer, 299-304 Wild, S., G. Roglic, A. Green, R. Sicree, dan H. King. (2004). Global Prevalence of Diabetes; Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care, 27 (5), 1047-1053 Wuczkowski M, Y. Gerbawy, G.F. Kraus C.P. Kubicek, K. Sterflinger dan H. Prillinger. 2007. Identification of Filamentous Fungi and Yeast and Their Diversity in Soil of The Alluvial Zone National Park Along The River Danube Downstream of Vienna, Austria. ACBR. Austria, 4412-4418 WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance Geneva. (1999). Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
66
Complications. Report of a WHO Consultation Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, 30
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
67
Gambar 4.1 Contoh kultur kapang endofit pada media isolasi CMM, PDA, dan WA
(a)
(b)
Gambar 4.2 Isolat Koloni PDA.3A (a) dan tampak sebalik koloni (b)
konidia sterigmata
konidiofor
(a)
(b)
Gambar 4.3 Hasil identifikasi mikroskopik isolat PDA.3A dengan perbesaran 400 x (a) yang dibandingkan dengan (b) referensi mikroskopik marga Penicillium [sumber: Ellis, et al., 2007]
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
68
(a)
(b)
Gambar 4.4 Isolat Koloni PDA.3C (a) dan tampak sebalik koloni (b)
konidia
vesikel konidiofor
(a)
(b)
Gambar 4.5 Hasil identifikasi mikroskopik isolat PDA.3C dengan perbesaran 400 x (a) yang dibandingkan dengan (b) referensi mikroskopik marga Aspergillus [sumber: Ellis, et al., 2007]
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
69
(a)
(b)
Gambar 4.6 Isolat Koloni CMM.8B (a) dan tampak sebalik koloni (b)
Gambar 4.7 Hasil identifikasi mikroskopik isolat CMM.8B dengan perbesaran 400 x
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
70
(a)
(b)
Gambar 4.8 Isolat Koloni WA.7A (a) dan tampak sebalik koloni (b)
(a)
(b)
Gambar 4.9 Hasil identifikasi mikroskopik isolat WA.7A 3C dengan perbesaran 400 x (a) yang dibandingkan dengan (b) referensi mikroskopik marga Acremonium [sumber:http//doctorfungus.com/imagebank]
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
71
(a)
(b)
Gambar 4.10 Isolat Koloni PDA.4A (a) dan tampak sebalik koloni (b)
khlamidospora
(a)
(b)
Gambar 4.11 Hasil identifikasi mikroskopik isolat PDA.4A3C dengan perbesaran 400 x (a) yang dibandingkan dengan (b) referensi mikroskopik marga Microsporium [sumber: Ellis, et al., 2007]
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
72
(a)
(b)
Gambar 4.12 Isolat Koloni WA.8C (a) dan tampak sebalik koloni (b)
sporangium
(a)
(b)
Gambar 4.13 Hasil identifikasi mikroskopik isolat WA.8C3C dengan perbesaran 400 x (a) yang dibandingkan dengan (b) referensi mikroskopik marga Mucor [sumber: Ellis, et al., 2007]
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
73
fase pertumbuhan Keterangan : (1) fase lag; (2) fase akselerasi; (3) fase eksponensial; (4) fase deselerasi; (5) fase stasioner; (6) fase kematian dipercepat. [Sumber: Gandjar,I., W. Syamsuridzal dan A. Oetari, 2006]
Gambar 4.14 Kurva Pertumbuhan Kapang
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
74
Persiapan Alat, Bahan, dan Bagian Tanaman
Pembuatan Media
Sterilisasi Permukaan Bagian Tanaman
Isolasi Kapang Endofit Penapisan Pemurnian Isolat Kapang Endofit Kapang Endofit Fermentasi Kapang Endofit
Ekstraksi Kapang Endofit
Optimasi Aktivitas Enzim
Uji Efek Penghambatan Ekstrak Terhadap Aktivitas Enzim α-Glukosidase
Penafsiran Uji Kinetika Enzim
Identifikasi Senyawa Kimia dari Ekstrak dengan Fraksi Paling Aktif
Gambar 4. 15 Skema Alur Kerja secara Keseluruhan
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
75
Isolasi Murni
Fermentasi pada medium PDY
Shaker 150 rpm selama 7 hari pada suhu ruang
dihomogenkan
Suspensi II
Suspensi I disentrifugasi 3000 rpm 15 menit
+ 15 ml etil asetat, dihomogenkan disentrifugasi 3000 rpm 15 menit
supernatan Ekstrak Uji I
Biomassa + metanol
dihomogenkan disentrifugasi 3000 rpm 15 menit
presipitat
supernatan Ekstrak Uji III
Ekstrak Uji II
Keringkan dan Simpan dalam vial
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
76
(Lanjutan)
Optimasi aktivitas enzim α-glukosidase
Uji penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase dari ekstrak isolat kapang endofit
Uji kinetika penghambatan enzim α-glukosidase dari ekstrak isolat paling aktif
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak paling aktif
Gambar 4. 16 Skema Proses Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
77
Rf = 0,22
(a)
(b)
Gambar 4.21 Kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat WA.8A dengan fase gerak n-heksana-etil asetat (9:1) (a) dan penampakan dilihat pada sinar UV 366 nm dengan reagen semprot H2SO4 10% dalam metanol (b)
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
78
Rf =0,94
Rf =0,83 Rf =0,81 Rf =0,72 Rf =0,63 Rf =0,51
Rf =0,24 Rf =0,24 Rf =0,13
Rf =0,13
Rf =0,09
Rf =0,09
Rf =
(b)
(a)
Gambar 4.22 Kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat WA.8A dengan fase gerak n-heksana-etil asetat (9:1) dengan reagen semprot H2SO4 10% dalam metanol dilihat pada sinar UV 254 nm (a) dan penampakan dilihat pada sinar UV 366 nm (b)
E
Std
Gambar 4.23 Uji alkaloid ekstrak etil asetat WA.8A dengan fase gerak n-heksana-etil asetat (8:2) dengan reagen semprot Dragendorf (kiri) dibandingkan dengan standar alkaloid Kinin
(kanan)
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
79
Gambar 4.24 Uji flavonoid ekstrak etil asetat WA.8A dengan fase gerak n-heksana-etil asetat (8:2) pada sinar UV 366 nm dengan reagen semprot AlCl3 5% dalam kloroform
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
80
Tabel 4.3 Optimasi Aktivitas Enzim dengan Variasi Konsentrasi Substrat 0,625 mM, 1,25 mM, 2,5 mM, 5 mM, 10 mM dan 20 mM Konsentrasi Substrat 0,625 mM 1,25 mM 2,5 mM 5 mM 10 mM 20 mM
Serapan Kontrol (B1) Blanko negatif (B0) Kontrol (B1) Blanko negatif (B0) Kontrol (B1) Blanko negatif (B0) Kontrol (B1) Blanko negatif (B0) Kontrol (B1) Blanko negatif (B0) Kontrol (B1) Blanko negatif (B0)
0,043 0,005 0,067 0,001 0,107 0,007 0,172 0,003 0,202 0,015 0,214 0,007
U-K
Aktivitas Enzim (U/mL)
0,039
0,0284
0,066
0,0480
0,100
0,0728
0,169
0,1231
0,187
0,1362
0,207
0,1508
Tabel 4.4 Hasil Uji Potensi Penghambatan Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Isolat Kapang Endofit pada Konsentrasi 1000 µg/mL Ekstrak Etil asetat Air Metanol
Potensi penghambatan ekstrak kapang endofit (% inhibisi) PDA.3A
PDA.3C
CMM.8B
WA.7B
PDA.4A
WA.8C
97,585
97,784
94,053
98,414
95,639
99,369
6,243
28,642
12,190
11,199
5,847
19,326
11,001
1,090
4,063
11,397
9,217
9,221
Tabel 4.5 Nilai IC50 Ekstrak Etil Asetat Isolat Kapang Endofit No
Isolat
IC50 (µg/mL)
1
PDA.3A
207,918
2
PDA.3C
123,559
3
CMM.8B
217,329
4
WA.7B
176,790
5
PDA.4A
141,100
6
WA.8A
118,603
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
81
Tabel 4.6 Hasil Uji Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Isolat WA.8A Ekstrak
Etil asetat
Konsentrasi (ppm)
Serapan (A) Inhibisi (%)
Blanko
0,826
-
10
0,587
28,934
25
0,526
36,319
50
0,511
38,135
75
0,497
39,830
100
0,441
46,610
150
0,359
56,537
Persamaan Garis
y = 0,179x + 28,77
IC50 (ppm)
118,603
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Standar Akarbose Konsentrasi
Persamaan
Serapan
Inhibisi (%)
Blank
0,478
-
10
0,462
3,347
25
0,458
4,184
y = 0.199x +
50
0,415
13,180
1.173
75
0,395
17,364
100
0,384
19,665
(ppm)
Akarbose
garis
IC50 (ppm)
245,361
Tabel 4.8 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Enzim oleh Ekstrak Isolat WA.8A Konsentrasi substrat (mM) 20 10 5 2,5 1,25 Keterangan :
Absorbansi sampel V1
V2
V3
0,942 0,893 0,570 0,374 0,266
0,654 0,625 0,453 0,277 0,163
0,723 1,193 0,893 0,315 0,248
V4 0,767 0,705 0,571 0,326 0,256
1/S
1/V1
1/V2
1/V3
1/V4
0,05 0,1 0,2 0,4 0,8
0,061 1,119 1,752 2,670 3,759
1,329 1,709 1,988 3,367 6,135
1,382 0,838 1,119 3,174 4,032
1,303 1,418 1,751 3,064 3,906
V1 = tanpa inhibitor V2 = konsentrasi sampel 100ppm V3 = konsentrasi sampel 75 ppm V4 = konsentrasi sampel 50 ppm S = konsentrasi substrat
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
82
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Tetapan Michaelis-Menten dari Ekstrak Isolat WA.8A Kondisi Uji
Persamaan Linear
a
b
Vmax
Km
Tanpa inhibitor
y = 3,651x + 0,956
0,956
3,651
1,046
3,819
Inhibitor 100 µg/mL
y = 6,508x + 0,947
0,947
6,508
1,055
6,872
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
83
Lampiran 1. Hasil Determinasi Sampel Tanaman Uji
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
84
Lampiran 2. Sertifikat Analisis Enzim α-Glukosidase
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
85
Lampiran 3. Sertifikat Analisis Substrat para-Nitrofenil-α-D-Glukopiranosida
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
86
Lampiran 4. Perhitungan Unit Enzim dan Pembuatan Larutan Enzim α-Glukosidase •
Perhitungan unit enzim : Keterangan yang tertera pada pada kemasan enzim adalah 15,2 mg solid; 23% protein; 215 U/mg protein. Jumlah protein total di dalam kemasan : 23% x 15,2 mg solid = 3,496 mg protein
(4.1)
Persamaan bobot solid dan satuan unit : 15,2 mg solid ~ 3,496 mg protein ,
untuk 1 mg protein = , = 4,348 mg solid maka, 1 mg protein ~ 4,348 mg solid ~ 215 unit
(4.2)
Jumlah total unit enzim di dalam kemasan : , , !
× 215 &'() = 751,60 unit
Perhitungan penimbangan solid enzim untuk target 0,05 U/mL (5 unit/100 mL) : 0123 0123
× 4,348 45 678(9 = 0,101 45 678(9 ~ 0,1 mg solid
(4.3)
Bobot penimbangan menggunakan timbangan analitik halus yang direkomendasikan adalah 5 mg : Persamaan (4.2): 4,348 mg solid ~ 215 unit 5 mg solid ~ 247,24 unit
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012
87
(lanjutan)
Aktivitas enzim yang ditargetkan untuk pengujian adalah 0,05 U/mL, maka dengan bobot penimbangan yang direkomendasikan dilakukan pembuatan larutan enzim sebagai berikut : a) Larutan induk Timbang 5 mg solid enzim (247,24 unit) kemudian volume dicukupkan hingga 100 mL dengan dapar fosfat pH 6,8. Aktivitas yang diperoleh : 247,24 &'() = 2,4724 :/4< 100 48 b) Larutan uji Pipet larutan pengenceran pertama sebanyak 2 mL, kemudian volume dicukupkan hingga 100 mL dengan dapar fosfat pH 6,8. Konsentrasi yang diperoleh : => ?? =>
@ 2,4724 :/4< = 0,049448 :/4< ~ 0,05 U/mL
Universitas Indonesia
Penapisan dan..., Meiyani Nurhayati, FMIPA UI, 2012