PENALAAN PARAMETER KONTROL PID DENGAN METODE HEURISTIC, APLIKASI : SISTEM PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC.
Oleh, Ranti Permata Sari 2405100052 (Aulia Siti aisyah dan Ya’umar) Jurusan Teknik Fisika ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Email :
[email protected] ABSTRAK Pada pabrik semen, material untuk produksi semen akan di bawa oleh belt conveyor, sehingga mengakibatkan kecepatan motor DC penggerak belt tidak stabil. Perlu dilakukan perancangan penalaan parameter kendali kecepatan motor DC dengan pengendalian PID. Saat ini penalaan parameter kendali banyak yang menggunakan metode trial & error, dengan memilih tiga koefisien pengendali PID (Kp,Ti,Td ). Tetapi perancangan pengendali dengan metode trial dan error tidak dapat membuat penalaan parameter kendali yang robust atau kokoh. Pada penelitian penalaan koefisien Kp, Ti dan Td dengan metode Heuristik. Kondisi robust diperoleh saat nilai Kp = 1, Ti = 0.2 dan Td = 0.1.Hasil dari parameter kendali yang dirancang masih memiliki maxsimum overshoot yang tinggi yaitu : 67.14 %, settling time mencapai 3250 detik dan error steady state 3.71 %. Kata kunci : Kecepatan, motor DC, metode kendali penalaan , Heuristik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perindustrian semen sekarang sangatlah pesat, banyak masyarakat yang memerlukan bahan baku semen. Oleh karena itu untuk perusahaan semen sendiri harus bisa mencapai jumlah produksi semen yang banyak, cukup untuk kebutuhan masyarakat. Maka diperlukan sistem pengendalian yang baik atau robust untuk mengendalikan kecepatan motor DC yang berperan penting dalam proses produksi. Selama ini kenyataannya kecepatan motor DC yang berguna sebagai penggerak belt conveyor tidak berjalan dengan stabil. Ini dikarenakan pada saat material yaitu : clinker 80%, trash 17% dan gypsum 3% berada di atas belt mengakibatkan kecepatan belt menjadi tidak stabil. Karena material yang turun bisa mencapai 60 ton per jam, sehingga motor DC sebagai penggerak harus bisa berputar sesuai dengan kecepatan yang diharapkan
agar belt tidak bergerak menjadi semakin lambat atau semakin cepat (tidak konstan). Sehingga diperlukan suatu perancangan sistem pengendalian kecepatan motor DC agar berjalan sesuai dengan kecepatan yang diharapkan. Motor DC adalah motor yang memerlukan suplai tegangan searah pada kumparan jangkar dan kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Agar sistem pengendalian kecepatan motor DC lebih baik maka diperlukan kontroler yang dapat mengendalikan sistem tersebut. Dapat mengatasi gangguangangguan yang akan terjadi baik dari motor DC maupun gangguan dari luar yaitu berat material yang berlebihan dari kapasitas yang ditentukan. Selama ini kondisi di real plant kontroler yang digunakan tidak dapat mengendalikan dengan baik. Kenyataannya kontrol PID yang digunakan adalah dengan menggunakan trial and error, padahal dengan menggunakan metode ini sistem
pengendalian yang akan dirancang tidak robust atau kokoh. Sehingga dibutuhkan penalaan parameter kontrol PID yang lebih baik, misalnya dengan menggunakan metode Heuristik. Metode Heuristik ini menentukan parameter-parameter pangendalian yang kita rancang dengan memasukkan parameter P terlebih dahulu baru ditambahkan parameter I dan terakhir parameter D. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan pada tugas akhir ini adalah, bagaimana merancang parameter kontrol PID dengan menggunakan metode Heuristik untuk mengendalikan kecepatan motor DC. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah : 1. Motor yang akan dikendalikan adalah motor dc yang berfungsi sebagai penggerak belt. 2. Bagaimana merancang simulasi penalaan parameter kontrol PID dengan metode Heuristik pada sistem pengendalian kecepatan motor DC. 1.4 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah akan dilakukan penalaan parameter kontrol PID dengan metode Heuristik pada sistem pengendalian kecepatan motor DC. 1.5 Metodologi Penelitian Dalam perancangan ini, langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut : • Studi literatur Mempelajari tentang motor DC dan pengendalian PID. • Pengambilan data Data yang digunakan untuk merancang sistem pengendalian kecepatan motor DC antara lain parameter sistem, variabel yang dikendalikan dan variabel yang dimanipulasi..
• Perancangan sistem pengendalian Merancang sistem pengendalian kecepatan motor DC berbasiskan pengendalian PID dengan metode Heuristik. • Pembuatan simulasi Dari hasil perancangan sistem dilakukan simulasi untuk melihat hasil respon dari pengendalian tersebut. • Analisa hasil pengujian Pengujian terhadap sistem pengendalian kecepatan motor DC yang dirancang dengan metode Heuristik. 1.6 Sistematika Laporan Untuk memudahkan pembacaan dan pemahaman terhadap laporan tugas akhir ini, maka diberikan sistematika penulisan laporan tugas akhir sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Pada bab ini terdiri dari latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi penelitian, dan sistematika laporan. BAB II Teori Penunjang Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, seperti model matematika dari seluruh plant dan sistem pengendalian PID.. BAB III Metodologi Penelitian Pada bab ini akan diuraikan tahapan metode perancangan sistem pengendalian kecepatan motor DC menggunakan PID. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan Pada bab ini berisi tentang data hasil penelitian dari simulasi pengendalian kecepatan motor DC menggunakan PID dan analisa dari performansi sistem pengendalian menggunakan PID. BAB V Kesimpulan Pada bab ini berisi kesimpulan tentang tugas akhir yang telah dilakukan berdasarkan data-data yang didapat, serta diberikan saran sebagai penunjang maupun pengembangan tugas akhir ini untuk masa yang akan datang.
BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Motor DC Merupakan suatu mesin listrik berfungsi sebagai motor listrik apabila terjadi proses konversi energi listrik menjadi energi mekanik di dalamnya. Motor DC adalah motor yang memerlukan suplai tegangan searah pada kumparan jangkar dan kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Berdasarkan karakteristiknya, motor arus searah ini mempunyai daerah pengaturan putaran yang luas dibandingkan dengan motor arus bolak-balik, sehingga sampai sekarang masih banyak digunakan pada pabrik-pabrik yang mesin produksinya memerlukan pengaturan putaran yang luas.
Gambar 2.1 Hubungan antara daya dengan torsi/kecepatan. [7] Dari grafik 2.1 terlihat bahwa torsi berbanding terbalik dengan kecepatan putaran, dengan kata lain terdapat tradeoff antara besar torsi yang dihasilkan motor dengan kecepatan putaran motor. Dua karakteristik penting terlihat dari grafik yaitu: a. Stall torque, menunjukkan titik pada grafik dimana torsi maksimum ,tetapi tidak ada putaran pada motor. b. No load speed,,menunjukkan titik pada grafik dimana terjadi kecepatan putaran maksimum,tetapi tidak ada beban pada motor.[7] Motor DC konvensional mempunyai sikat dan komutator mekanik. Menurut pembentukan jangkarnya, motor DC dengan magnet permanen dapat dibagi menjadi tiga jenis perancangan
jangkar, yaitu : motor inti besi, motor dengan belitan permukaan dan motor kumparan bergerak. a. Motor DC magnet permanen dengan inti besi Bahan magnet permanen dapat berupa barium-ferrite, alcino, atau senyawa. Fluks magnetik yang dihasilkan magnet melewati suatu struktur rotor yang mengandung slot. Konduktor jangkar diletakkan pada slot rotor. Jenis motor DC ini dikarakterisasi oleh inersia rotor yang relative tinggi (karena bagian rotasi mengandung kumparan jangkar), induktansi jangkar, biaya rendah.[3] b. Motor DC dengan belitan permukaan Konduktor jangkar diikat ke permukaan struktur rotor silindris yang terbuat dari piringan lapisan tipis yang diletakkan ke batang motor. Karena tidak terdapat slot yang digunakan pada rotor pada perancangan ini, jangkar tidak mempunyai efek cogging. Karena konduktor dirancang pada pemisah udara antara rotor dan medan megnet permanen, jenis motor ini mempunyai induktansi yang lebih rendah daripada induktansi pasa struktur inti besi. [3] c. Motor DC tanpa sikat Motor DC tanpa sikat berbeda dari motor DC yang lain, dimana motor tersebut menggunakan komunitasi listrik (bukan mekanik) arus jangkar. Konfigurasi motor DC tanpa sikat umum digunakan terutama untuk aplikasi gerak increment merupakan motor yang rotornya mengandung magnet dan tambahan back iron, dan kumparan komunitasinya diletakkan di luar bagian rotasi. Motor DC tanpa sikat dapat digunakan ketika suatu momen inersia yang rendah diperlukan, seperti penggerak poros pada penggerak piringan performansi tinggi yang digunakan.[3] d. Motor DC kumparan bergerak Motor dengan kumparan bergerak dirancang dengan mempunyai momen inersia yang sangat kecil dan induktansi jangkar yang sangat kecil. Hal ini dapat dicapai dengan meletakkan konduktor jangkar pada pemisah udara antara lintasan balik fluks stasioner dan struktur magnet permanen. Struktur konduktor dilengkapi oleh bahan yang bersifat megnetik
(biasanya kaca fiber) untuk membentuk silinder cekung. Satu ujung silinder membentuk suatu pusat yang disambungkan ke batang motor. Pada pengendalian motor DC ini menggunakan motor DC berpenguat terpisah, yang diterapkan pada ujung jangkar dengan bentuk tegangan terpasang (t) sesuai gambar 2.6 di bawah ini.
Tegangan pada terminal jangkar motor diberikan oleh persamaan: ea = K ae ...(2.4) Pada loop jangkar berlaku Hukum Kirchoff Tegangan :
=
...(2.5)
di a ( t ) R 1 1 = e a (t ) − a i a (t ) − e b (t ) dt La La La dimana, R a = tahanan jangkar ( Ω ) Gambar 2.2 Rangkaian motor DC berpenguat terpisah.[3] Karena motor DC sering digunakan pada sistem kendali,untuk tujuan analistik maka perlu membuat model matematis motor DC untuk aplikasi kendali. Maka menggunakan gambar rangkaian ekivalen diatas untuk merepresentasikan motor DC dengan magnet permanen. Untuk analisis linier kita asumsikan bahwa torsi yang dihasilkan motor sebanding dengan fluks pemisah udara dan arus jangkar. Medan konstan, fluks konstan dan torsi mempunyai arah sesuai kumparan magnet, sehingga :
...(2.1)
Karena konstan, maka persamaan 3.1 dapat ditulis
Kb
= konstanta EMF balik (V/s.rad)
La
= induktansi kumparan jangkar (H)
Ia
= arus kumparan jangkar ( A )
TM
= torsi motor ( N.m )
Ketika konduktor bergerak pada medan magnetik, suatu tegangan dibangkitkan melintasi ujung-ujungnya. Tegangan ini, emf balik yang sebanding dengan kecepatan motor, berlawanan dengan aliran arus. Hubungan emf balik ( Volt dengan kecepatan motor ( rad/detik adalah :
eb (t ) = K b
Dari persamaan persamaan,
La ...(2.2)
Tegangan keluaran loop terbuka dari persamaan 2.1 diatas maka: e t = K tω ...(2.3)
dθ m (t ) = K b ω m (t ) dt 2.5
dan
di a (t ) + R a ia + K bω = e a dt
2.6
...(2.6) didapatkan
...(2.7)
dimana, If = arus medan ( A ) J
KT f Kt
= momen inersia ekivalen ( Kgm 2 ) = tegangan masukan ( Volt ) = konstanta torsi (Nm/A) = koefisien gesek viskos ( Nm/rad/sec ) = konstanta tachometer ( volt/rad/sec )
KA = konstanta amplifier (Nm/A) perpindahan rotor dalam radian. = kecepatan motor (RPM) Diasumsikan semua syarat awal adalah nol, kemudian diambil transformasi Laplace dari semua persamaan di atas:
Et ( s ) = K t ω ( s )
Ea ( s) = K A [Er ( s) − Et ( s)] La sI a + Ra I a ( s) + K bω ( s) = Ea ( s) …(2.8) K T I a ( s) = TM ( s) • Dengan menggunakan rumus Penguatan Masson (Masson Gain Formula) :
T (s) =
ω m (s) E a ( s)
KT Kb KA KT Kt =1− − − (Ls+ Ra )(Js+ f ) (Ls+ Ra )(Js+ f ) K K + K AKT Kt = 1+ T b ( Ls + R a )( Js + f ) ...(2.9) Dengan melalui subsitusi persamaan di atas, maka diperoleh rumus fungsi alih motor DC (tanpa pengabaian induktansi jangkar): ω (s) T (s) = m Ea (s) =
K A KT ( Ls + R a )( Js + f ) + K T K b + K A K T K t =
K AKT LJs + (Lf + Ra J )s + (Ra f + KT Kb + K AKT Kt ) 2
=
'(') *+ 2 01') '4 1'( ') '5 *012 + , ./ 3,./ 3 *+ *+
(2.10)
2.2 Metode Heuristik Sebuah metode pemecahan masalah menggunakan eksplorasi dan cara coba-coba Heuristik adalah suatu aturan atau metode untuk bisa menyelesaikan solusi secara penalaan. Rancangan metode Heuristic ini diperoleh
dengan cara perubahan parameter yang disesuaikan dengan kinerja plant yang akan dikendalikan. Untuk perancangan sistem pengendalian PID dilakukan pencarian nilai besarnya Kp, Ti, dan Td. Maka pengujian dilakukan dalam beberapa tahap, dengan penalaan (Heuristic Method), dimana penalaan parameter pengendali dimulai dengan hanya menggunakan pengendali P, kemudian baru ditambahkan pengendali I dan terakhir ditambahkan dengan pengendali D. Pemberian nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik respon sistem yang diperoleh. Kelemahan kontroler ini membutuhkan penalaan (tuning) kembali konstanta proporsional (Kp), integral (Ti) dan derivative (Td), bila sistem mengalami perubahan beban atau parameter. Kontroler ini juga membutuhkan perhitungan matematik yang rumit dan komplek. Sulit menentukan (menala) nilai gain Kp, Ti dan Td yang sesuai agar diperoleh kinerja motor yang bagus. 2.3 Sistem Pengendalian Sistem pengendalian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain : berdasarkan prinsip kerja pengaturan, sistem kendali ada dua macam, yaitu sistem kendali umpan maju (open loop) dan sistem kendali umpan balik (close loop). Sistem ini bisa disebut umpan maju (feedforward control) umumnya mempergunakan pengatur (controller) serta aktuator kendali (control actuator) yang berguna untuk memperoleh respon sistem yang baik. Sistem kendali ini keluarannya tidak diperhitungkan ulang oleh kontroler. Suatu keadaan apakah plant benar-benar telah mencapai target seperti yang dikehendaki masukan atau referensi, tidak dapat mempengaruhi kinerja kontroler.[7] Sistem kendali umpan balik adalah sistem kendali yang menggunakan hasil pengukuran keluaran (hasil proses) untuk memulai kerja pengaturan. Dengan memanfaatkan variabel yang sebanding dengan selisih respon yang terjadi terhadap respon yang diinginkan. temperatur pada almari es, oven, tungku, dan pemanas air. Pengendali Proporsional (P) Salah satu dari mode pengendali yang paling populer adalah unit pengendali
proportional. Seperti yang tercermin dari namanya, unit pengendalian ini memberikan output-an yang sebanding (proporsional) dengan besarnya error. Perubahan nilai Proportional Gain/ proportional Band akan mempengaruhi respon sistem terhadap perubahan error dan load. Output = (Error x Gc) + Bias
…(2.11)
Gain unit control proportional dapat berupa bilangan bulat, atau bilangan pecahan. Semakin besar nilai gain akan menyebabkan pengendali semakin reaktif terhadap error, hal ini ditandai dengan adanya overshoot pada kondisi transient dan sebaliknya. Unit pengendali tidak bergantung pada fungsi waktu. Pengendali Integral (I) Unit pengendali ini disebut juga sebagai unit pengendali reset karena kemampuannya mengeliminasi offset yang ditinggalkan oleh pengendali proportional. Dengan persamaan : Output = Ki
∫ Error dt + Bias
dengan Ki =
1 Ti
...(2.12)
Time derivative (TD), dan besarnya perubahan error. Pengendali deferensial sangat bermanfaat bagi pengendali temperatur karena mampu bereaksi secara cepat terhadap perubahan input. Namun disisi lain sifat reaktif ini justru membatasi pemakaian pengendali derivative. Pengendali ini tidak akan pernah dipakai pada process variable yang bergelombang atau mengandung noise, misalnya pengendalian level atau flow. Dimana sinyal yang keluar dari kedua process variable tersebut mengandung riak dan gelombang, yang oleh pengendali D akan dideferensial-kan menjadi pulsa yang tidak beraturan. Akibatnya control valve akan membuka dan menutup secara tidak beraturan dan sistem akan menjadi kacau. Kerusakan ini akan berdampak juga pada peralatan mekanik, actuator mupun elemen-elemen lain penyusun loop pengendalian. Pengendali Proportional-Integral (PI) Gabungan paralel antara pengendalian proportional dan pengendalian integral digunakan untuk memperbaiki respon sistem dan meminimalisir offset yang ditinggalkan pengendali proportional. Output = Gc (e +
Dimana: Ki = Integral Gain
1 edt ) Ti ∫
...(2.14)
Ti = Integral time Pengendali Derivative (D) Unit pengendali ini disebut juga preact karena karakteristiknya yang memberikan energi ekstra pada saat-saat awal dan sensitif terhadap noise. Output = Gc x Td
de +Bias dt
…(2.13)
Pengendali differensial ini tidak dapat berdiri sendiri, unit pengendali D ini selalu dipakai dalam kombinasi dengan P dan I, menjadi pengendali PD atau pengendali PID. Selain itu, pengendali D tidak dapat dipakai untuk proses variabel yang beriak (mengandung noise) karena karakteristiknya yang sangat responsive. Dari fungsi transfer diatas dapat dilihat bahwa besarnya output tergantung pada Gain (Gc),
Kelebihan dan kekurangan dari sistem pengendali Proportional Integral (PI) merupakan gabungan dari proportional dan integral. Sifat sistem pengendali proportional selalu meninggalkan offset dapat ditutupi oleh kelebihan pengendali integral, sedangkan sifat pengendali integral yang lambat dapat ditutupi oleh pengendali proportional. Karena sifatnya yang sederhana dan efektif, pengendali jenis ini paling banyak dipakai untuk berbagai aplikasi di industri.. Pengendali Proportional-IntegralDifferential (PID) Untuk menutupi semua kekurangan pengendali PI maupun pengendali PD, maka ketiga mode yang ada digabung menjadi mode pengendali PID. Unsur P, I, maupun D berfungsi untuk mempercepat reaksi sistem,
menghilangkan offset, dan mendapatkan energi ekstra ketika terjadi perubahan load. Namun semua kelebihan PID tidak dapat dipakai untuk mengendalikan semua proses variabel. Hanya proses variabel yang tidak mengandung riak yang boleh menggunakan pengendali D. Oleh karena itu, pengendali PID umumnya digunakan untuk mengendalikan temperatur. Karena masing-masing mempunyai kelebihan, maka men-tuning PB, Ti atau Td, satu atau dua dari ketiga unsur tersebut dibuat lebih menonjol dari pada yang lain. Misalnya untuk P dibuat lebih menonjol dari I maupun D, atau unsur I dibuat lebih menobjol daripada P maupun D, unsur yang menonjol itulah yang kemudian akan membawa pengaruh pada respon sistem keseluruhan. Sehingga fungsi transfer untuk pengendalian PID adalah,
de O = Kpe + Ki ∫ edt + Kd dt
...(2.15)
K Ti
OS
0,9
0,5
0,1
t tp ts
= konstanta penguatan proporsional = konstanta penguatan integral = konstanta penguatan diferensial.
Pada tanggapan transien ini ada bebarapa parameter yang perlu diketahui, yaitu: a. Waktu Tunda (Delay Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai seperuh dari harga akhirnya untuk pertama kali. b. Waktu Naik (Rise Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk naik dari 10% sampai 90% nilai akhir. c. Waktu Puncak (Peak Time), waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai puncak pertama kali. d. Persen Overshoot, perbandingan nilai puncak maksimum dengan nilai akhir yang dinyatakan dalam bentuk
% OS =
C(t)
tr
Kd = KpxTd Kp Ki Kd
Dari parameter-parameter di atas dapat kita sesuaikan dengan gambar 2.13 yaitu kurva tanggapan undak.
Toleransi ±2% - ±5%
100% dimana : Kp = PB Ki =
Overshoot ini hanya terjadi pada sistem yang kurang teredam ( ζ < 1 ). e. Waktu Penetapan (Settling Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai nilai ±2% dari nilai keadaan tunak (steady state), dan f. Kesalahan Keadaan Tunak (Steady State Error), adalah perbedaan antara keluaran yang dicapai saat tunak dengan nilai yang diinginkan.
c max − c akhir 100 % c akhir
Gambar 2.3 Respon fungsi step untuk sistem orde dua.[3] 2.4 Tachometer Sensor kecepatan yang umum digunakan pada sistem pengendalian motor dengan menggunakan Tachometer DC, yang merupakan suatu perangkat elektronik yang mengubah energi mekanik ke energi listrik. Perangkat ini bekerja sebagai pembangkit tegangan dengan tegangan keluaran sebanding dengan magnituda kecepatan sudut dari batang masukan. Pada sistem pengendalian, kebanyakan menggunakan tachometer jenis DC (misalnya : tegangan keluarannya adalah sinyal DC). Tachometer Alat ini biasanya menampilkan revolutions per-minute (RPM) pada sebuah pengukur skala analog, namun yang versi tampilan digital juga sudah semakin popular.
Dari persamaan 2.11 di atas di transformasi Laplace menjadi,
7 8 8. 8
Gambar 2.4 Tachometer.[3] Sensor kecepatan untuk mengerakkan belt, berupa piranti elektronik yang menghasilkan frekuensi pulsa keluaran sebanding dengan besar kecepatan sudut poros motor. Prinsip kerjanya adalah terjadinya proses konversi langsung antara kecepatan dan tegangan Keunggulan dari tachometer adalah untuk menjaga inersia turun dapat diatasi dengan penggunaan sikat, sedangkan kelemahannya adalah penggunaan sikat untuk menjaga inersia dapat aus. Dinamika tachometer dapat dinyatakan dengan persamaan,
et (t ) = Kt
dθ (t ) = Ktω(t ) dt
...(2.16)
Tachometer DC memberikan tegangan keluaran e t sebanding dengan kecepatan poros motor ω .Tegangan ini dikurangkan dengan tegangan referensi masukan 6 menghasilkan signal error (e). Sinyal ini sesudah dikuatkan digunakan untuk mengendalikan arus jangkar dari motor DC. Tachometer DC merupakan generator DC konvensional dengan eksitasi magnet permanent. Keluaran dari rangkaian tachometer berupa sinyal frekuensi diubah menjadi tegangan oleh rangkaian pengubah frekuensi menjadi tegangan. Jika respon dinamik sensor jauh lebih cepat dibandingkan dengan respon proses, sehingga konstanta waktu (time constan) dan death time pada sensor dapat diabaikan, sehingga fungsi alih sensor dapat didekati dengan penguatan (gain saja). Sehingga gain dari tachometer adalah,
7 .
…(2.17)
Dimana, E = tegangan keluaran dari tachometer (Volt) K = gain kecepatan putar motor (rpm)
…(2.18)
2.5 SCR (Silicon Controlled Rectifier) SCR atau aktuator adalah sebuah peralatan mekanis untuk menggerakkan atau mengontrol sebuah mekanisme atau sistem. Aktuator (yang juga disebut sebagai elemen kontrol akhir [final control element]) diaktifkan dengan menggunakan lengan mekanis yang biasanya digerakkan oleh motor listrik, yang dikendalikan oleh media pengontrol otomatis yang terprogram diantaranya mikrokontroller Aktuator untuk pengendalian kecepatan motor DC ini menggunakan SCR (Silicon Cotrolled Rectifier) yang berfungsi sebagai actuator kendali dan mengkonversi sinyal ac dari sumber menjadi sinyal dc untuk catu daya jangkar motor DC. Model matematika aktuator dapat didekati dengan sistem orde satu, tetapi karena respon dinamik aktuator adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan respon proses, maka konstanta waktu (time constant) dan death time pada aktuator dapat diabaikan. Sehingga gain untuk SCR adalah, 9:;
<=>=_@AB C>=_@D
…(2.19)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Flow Chart Penelitian Dalam perancangan sistem terlebih dahulu melalui beberapa urutan proses berikut
3.2 Langkah-langkah penalaan parameter kendali PID dengan metode Heuristik Pada perancangan sistem kendali untuk kecepatan motor DC dengan menggunakan parameter PID secara Heuristik. Untuk perancangan kendali PID menggunakan metode Heuristik, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Langkah pertama adalah menentukan parameter PID yaitu mencari besarnya Kp, Ti dan Td. Kemudian dilakukan pengujian dalam beberapa tahap dengan metode penalaan cobacoba (Heuristic Method), dimana penalaan parameter pengendali dimulai dengan hanya menggunakan pengendali P, kemudian baru ditambahkan pengendali I dan terakhir ditambahkan dengan pengendali D. Pemberian nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik respon sistem yang diperoleh. Perancangan pengendalian PID dilakukan dengan memanfaatkan pemrograman simulink pada software Matlab 7.1. Prosedur yang dilakukan dalam perancangan pengendalian adalah : 1. Menentukan parameter PID yaitu Kp, Ti dan Td dengan penalaan coba-coba (Heuristic Method), dimana penalaan parameter pengendali dimulai dengan hanya menggunakan pengendali P, kemudian baru ditambahkan pengendali I dan terakhir ditambahkan dengan pengendali D untuk simulasikan dengan Matlab. 2. Melakukan simulasi penalaan parameter kendali PID untuk aplikasi sistem
pengendalian kecepatan motor DC dengan memasukkan nilai model matematika keseluruhan yang telah dihitung sebelumnya. 3. Dari hasil penalaan dengan metode Heuristik ini diperoleh respon yang baik yaitu dengan Kp = 1 ; Ti = 0.2 ; dan Td = 0.1. 3.3 Perancangan sistem pengendalian kecepatan motor DC Karena pengendalian motor DC ini sangat diperlukan pada proses finish mill di perusahaan semen untuk mengendalikan kecepatan belt. Maka diperlukan sebuah rancangan parameter kontrol yang dapat mengendalikan kecepatan motor DC tersebut. Finish mill terdapat 3 silo yang akan mengeluarkan material untuk bahan baku pembuatan semen. Setiap silo akan menghasilkan berat material yang berbeda-beda sesuai dengan proporsi yang diinginkan, kemudian diumpankan ke belt conveyor. Selama ini kinerja dari belt conveyor tidak optimal, maka belt conveyor akan bergerak tidak konstan sehingga akan menghambat proses produksi semen. Dengan kondisi seperti ini maka dibutuhkan perancangan parameter kendali yang mengatur kecepatan motor DC untuk mengerakkan belt. Maka dirancanglah sistem pengendalian kecepatan motor DC, sebelum dilakukan perancangan terlebih dahulu kita membuat diagram blok sistem pengendalian kecepatan motor DC seperti pada gambar 3.3 di bawah ini.
Dari diagram blok gambar 3.3 di atas dapat diuraikan satu persatu dari setiap bloknya dan melakukan perhitungan model matematika keseluruhan komponen-komponen penalaan
parameter kendali PID untuk mengendalikan kecepatan motor DC. Kendali PID berfungsi menjaga agar kecepatan motor DC tetap stabil. Dari diagram blok di atas bahwa masukan berupa tegangan (Volt), masuk ke kendali PID dengan keluaran berupa tegangan (7 . Untuk aktuator yang berfungsi menggerakkan atau mengontrol sebuah mekanisme atau sistem mendapat masukan tegangan yang akan diproses oleh aktuator. Keluaran dari aktuator berupa tegangan akan digunakan sebagai masukan untuk mengerakkan motor DC. Kecepatan motor ini akan digunakan untuk sensor kecepatan dalam melakukan aksi kerjanya. Karena pada saat material berada tepat di atas belt sensor kecepatan akan memberikan perintah pada kontrol berupa tegangan (volt) yang akan dibandingkan dengan tegangan referensi. Sehingga sistem pengendalian dapat menjalankan motor DC sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. • Motor DC Karakteristik yang dimiliki suatu motor DC dapat digambarkan melalui kurva daya dan kurva torsi/kecepatannya pada grafik 2.1, dari kurva tersebut dapat dianalisa batasan-batasan kerja dari motor serta daerah kerja optimum dari motor tersebut. Salah satu jenis motor listrik ini adalah motor DC. Dikatakan motor DC karena sumber listriknya menggunakan sumber searah (direct current). Motor DC yang akan dikendalikan memiliki daya sebesar 1.5 Hp dengan kecepatan putar antara 0-1250 RPM. Besarnya kecepatan diatur dengan mengubah-ubah besarnya tegangan jangkar. Kecepatan putaran motor DC yang diperlukan untuk mengerakkan belt antara 450-900 RPM. Pada gambar 2.6 merupakan gambar rangkaian dari motor dc berpenguat terpisah, yang diterapkan pada ujung jangkar dengan bentuk tegangan terpasang (t). Di persamaan 2.9 diperoleh model matematik untuk motor DC dengan nilai yang diketahui konstanta amplifier 10 N-m/A, konstanta torsi motor 6.10H Nm/A. Untuk induktansi jangkar 0.003 H dan momen inersia dari motor DC 5.10JK kg/LH . Setelah dimasukkan nilai-nilai tersebut pada
model matematik motor DC sesuai pada persamaan 2.10 =
'(') *+ 2 01') '4 1'( ') '5 *012 + , ./ *+ 3,./ 3 *+
konstanta waktu (time constan) dan death time pada sensor dapat diabaikan, sehingga fungsi alih sensor kecepatan dapat didekati dengan penguatan (gain saja)
• SCR Aktuator yang digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor DC adalah SCR N.NNQ MN1P.TUVR.MNWR X P.TU MN1O.MNP N.NRR1Z MNVO.MNP X M[ SP . S.Y \ (Silicon Controlled Rectifier) yang memiliki N.NNQ R.MNWR N.NNQ R.MNWR tegangan DC 180 volt dengan keluaran berupa tegangan keluaran 220 volt. Daya sebesar 1.5 Hp ]^^^ = dan tegangan input 230 volt atau 50 Hz. Dari , .H^._`,.a_.Hb persamaan 2.19 diperoleh gain untuk SCR adalah,. Sehingga fungsi transfer untuk motor DC adalah, =
MNO.MNP N.NNQ R.MNR
4000 H 7
8 20.968 19.27
• Tachometer Sensor kecepatan adalah berupa piranti elektronik yang menghasilkan frekuensi pulsa keluaran sebanding dengan besar kecepatan sudut poros motor. Sensor yang digunakan adalah tachometer yang prinsip kerjanya terjadi proses konversi langsung antara kecepatan dan tegangan. Masukan sensor kecepatan berupa kecepatan putar dari motor DC ( setelah dikonversi keluaran dari sensor adalah tegangan dalam volt. Sensor ini memiliki tegangan 6500 mV atau 6.5 Volt dengan kecepatan putar mencapai 1250 RPM. Keluaran dari proses/plant adalah kecepatan putar motor 0-900 RPM. Sesuai dengan persamaan 2.17 sehingga gain dari sensor kecepatan adalah,
9:;
=
<=>=_@AB C>=_@D
HH^ @
0.82 Volt
Model matematika SCR dapat didekati dengan sistem orde satu, tetapi karena respon dinamik aktuator adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan respon proses, maka konstanta waktu (time constant) dan death time pada aktuator dapat diabaikan. Sehingga fungsi alih aktuator dapat didekati dengan penguatan (gain ) saja. Maka blok diagram dari penalaan parameter kendali PID dengan metode Heuristik untuk aplikasi sistem pengendalian kecepatan motor DC adalah,
7
6500 Lg 738 jkL 6.5 g 738 jkL
8.807.10Jl V/rpm mno 8.807.10Jl V/rpm Karena respon dinamik sensor jauh lebih cepat dibandingkan dengan respon proses, sehingga
3.6 Implementasi PID kontroler pada sistem pengendalian Kecepatan Motor DC Dalam melakukan simulasi digunakan Matlab 7.1 pada saat perancangan pengendali PID maka dilakukan simulasi penalaan parameter kendali PID untuk mengendalikan kecepatan motor DC ketika tanpa diberi kontroler (sistem open loop). Maka dilakukan
simulasi sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan pengendalian PID yang telah dirancang . Untuk model simulasi pengendalian kecepatan motor DC seperti gambar 3.5 di bawah ini.
Gambar 3.5 Model simulink open loop motor DC. Selanjutnya dilakukan simulasi open loop penalaan parameter kendali PID untuk mengendalikan kecepatan motor DC tanpa kontroler. Diberi sinyal step sebagai masukan pada sistem pengendalian, kemudian dimasukkan setiap komponen-komponennya. Untuk tachometer (sensor kecepatan) juga sama perlakuannya, diberikan sinyal step sebagai input. Setelah dilakukan pengendalian open loop tiap-tiap komponen sistem pengendalian kecepatan motor DC, maka berikutnya akan dilakukan simulasi keseluruhan plant pengendalian motor DC tetapi tanpa diberi pengendalian. Berguna untuk melihat perbandingan hasil respon antara sistem pengendalian kecepatan motor DC tanpa kontrol PID dengan sistem yang menggunakan pengendalian yang telah dirancang. Setelah dilakukan simulasi pengendalian plant keseluruhan tanpa kendali PID, maka pada gambar 3.6 di bawah ini akan dilakukan simulink close loop penalaan parameter kontrol PID untuk pengendalian kecepatan motor DC yang telah dirancang. Berfungsi untuk mendapatkan hasil respon dari sistem pengendalian yang telah dirancang. Sesuai dengan diagram blok pada gambar di atas.
Gambar 3.6 Model simulink close loop penalaan parameter kendali PID untuk pengendalian kecepatan motor DC dengan kontroler.
Gambar 3.7 Model simulink close loop penalaan parameter kendali PID untuk pengendalian kecepatan motor DC dengan gangguan. BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi pemaparan mengenai simulasi motor dc secara loop terbuka yang dilengkapi dengan pengendalian PID untuk mengendalikan kecepatan motor DC. Sesuai dengan tujuan Tugas Akhir ini, mampu merancang sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan pengendalian PID. Dengan adanya pengendalian PID ini, diharapkan kecepatan motor DC dapat bergerak stabil. 4.1 Pengujian tiap blok parameter kontrol PID secara loop terbuka Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, simulasi model matematis dari sistem pengendalian kecepatan motor DC dibangun pada simulink-Matlab 7.1 dengan menggunakan toolbox-toolbox yang sehingga mampu merepresentasikan proses kecepatan motor DC tersebut. Tujuan dari pemodelan dengan simulink adalah untuk mensimulasikan sistem secara real dalam komputer agar bisa didapatkan data respon yang merepresentasikan plant sebenarnya tanpa harus membuat hardware secara nyata. Maka untuk mendapatkan hasil respon dari sistem pengendalian kecepatan motor DC dilakukan simulasi dari tiap-tiap komponen sistem pengendalian. Untuk pengujian pertama dilakukan pada plant motor DC yang diberi sinyal input berupa sinyal step, kemudian kita lihat hasil responnya. Berikut merupakan grafik loop terbuka motor DC tanpa pengendalian. Fungsi dari pengujian tiap-tiap komponen sistem agar kita dapat mengetauhi bagaimana hasil respon
Gambar 4.1 Respon motor DC. Dari gambar 4.1 di atas dapat dilihat hasil dari kinerja respon dari motor DC tanpa pengendalian yang diberikan input sinyal step. Bahwa respon bisa mengikuti set point yang diberikan sebesar 700 RPM sampai dengan 600 detik.
melakukan simulasi ini maka digunakan model simulink untuk pengendalian kecepatan motor DC. Pengujian dan analisa dilakukan terhadap sistem yang menggunakan pengendalian PID yang diterapkan pada close loop pengendalian kecepatan motor DC. Untuk itu kita mencoba memasukkan nilai Kp, Ki dan Td sesuai dengan keinginan sampai didapatkan hasil respon PID yang terbaik untuk sistem pengendalian kecepatan motor DC. Untuk uji pertama adalah penlaan parameter kontrol PID mengendalikan kecepatan motor DC tanpa diberi gangguan, gangguan di sini berupa kelebihan tegangan yang berasal dari SCR (Silicon Controlled Rectifier). Pada pengujian ini juga dilakukan dalam dua kali parameter kontrol, pertama pengendalian motor DC ini tidak diberi gangguan. Kita lihat hasil responnya dengan memasukkan parameter P kemudian ditambah I dan terakhir ditambahkan D. Uji penalaan gangguan :
parameter
kontrol
tanpa
• Pengujian untuk Kp = 2; Ti = 0; Td = 0
Gambar 4.2 Respon aktuator (SCR). 4.2 Pengujian dan Analisa Performansi Penalaan Parameter Kontrol PID untuk pengendalian Kecepatan Motor DC secara close loop Simulasi dilakukan dengan memberikan masukan set point secara step. Hal ini bertujuan untuk mengetahui respon sistem terhadap perubahan masukan set point. Tahap-tahap yang dilakukan disesuaikan dengan metode penalaan coba-coba (Heuristic Methode), dimana penalaan parameter pengendali dimulai dengan hanya menggunakan pengendali P, kemudian baru ditambahkan pengendali I dan terakhir ditambahkan dengan pengendali D. Pemberian nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik respon sistem yang diperoleh. Uji performansi yang pertama kali dilakukan adalah dengan memasukkan input berupa besaran step yang dalam hal ini berupa tegangan refferensi. Untuk
Gambar 4.3 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 2
• Pengujian untuk Kp = 2; Ti = 1.8; Td = 0
diperoleh overshoot sebesar 14.28 % dengan error steady state 0.71 %. • Pengujian untuk Kp = 2 ; Ti=1.2 ; Td=0.8
Gambar 4.4 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 2, Ti = 1.8 Dari gambar 4.3 di atas dapat dilihat karakteristik performansinya, masih dihasilkan overshoot sebesar 65.71 %. Untuk settling time berada pada detik ke-70, baru setelah detik ke73 tercapai kondisi steady. Error steady state adalah 0.06 %. Untuk uji metode Heuristik dengan nilai Kp = 2, Ti = 0 dan Td = 0 kurang baik untuk sistem pengendalian kecepatan motor dc karena masih terjadi overshoot. Gambar 4.4 juga masih memilki overshoot yang tinggi 67.14 %, error steady state kecil 0.02 %, dan settling time pada detik-85.
Gambar 4.6 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 2, Ti = 1.2, Td = 0.8 • Pengujian untuk Kp = 2 ; Ti=1 ; Td=0.8
• Pengujian untuk Kp = 2; Ti = 1.8; Td = 0.6
Gambar 4.7 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 2, Ti = 1, Td = 0.8
Gambar 4.5 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 2, Ti = 1.8, Td = 0.6 Pada uji metode Heuristik dengan nilai Kp = 2, Ti = 1.8 dan Td = 0.6 diberikan set point 700 RPM. Pada saat detik ke-740 masih mengalami overshoot, pada detik ke-1700 detik respon sudah mulai steady mengikuti set point yang telah ditentukan. Dilihat dari respon di atas
Untuk parameter kontrol kecepatan motor DC diberikan uji dengan metode Heuristik, diberikan masukan berupa sinyal step pada kecepatan motor DC sebesar 700 RPM. Dimasukkan nilai Kp = 2, Ti = 1.2 dan Td = 0.8. dari hasil respon saat detik ke- 2580 respon baru mencapai steady. Error steady state sebesar 0.79 % terjadi pada 2585 detik, overshoot sebesar 13 %.
• Pengujian untuk Kp = 2, Ti = 0.8, Td = 0.2
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.2; Td = 0.3
Gambar 4.8 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 2, Ti = 0.8, Td = 0.2
Gambar 4.10 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 1, Ti = 0.2, Td = 0.3. Dapat dilihat dari hasil respon parameter kontrol PID di atas dengan pemberian set point 700 RPM pada 470 detik sudah steady. Dari semua uji dengan metode Heuristik yang telah diberikan, nilai Kp = 1, Ti = 0.2 dan Td = 0.1 memberikan hasil respon yang terbaik daripada pemberian nilai Kp, Ti dan Td yang lain. Dengan nilai-nilai yang telah diberikan dapat menghasilkan respon yang baik untuk parameter kontrol kecepatan motor DC . Tetapi masih mengalami overshoot sebesar 11.43 %, terlihat pada saat mencapai detik ke-220.
Untuk Kp = 2, Ti = 0.8 dan Td= 0.2 mencapai steady state pada detik ke – 680. Maximum overshoot 3.14 % dan error steady state 0.71 %. Dilihat dari responnya perbedaan antara menggunakan Ti = 1.2 dengan Ti = 1 adalah pada saat mencapai steady. Semakin kecil parameter I, maka respon tersebut semakin robust karena tidak perlu waktu yang lama untuk dapat mengendalikan kecepatan motor DC sesuai dengan set point yang diberikan. • Pengujian untuk Kp = 1, Ti = 0.2, Td = 0.1
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.3; Td = 0.3
Gambar 4.9 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 1, Ti = 0.2, Td = 0.1
Gambar 4.11 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 1, Ti = 0.3, dan Td = 0.3.
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.4; Td = 0.5
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.4; Td = 0.6
Gambar 4.13 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 1, Ti = 0.4, dan Td = 0.6. • Pengujian untuk Kp = 1; Ti =0 .5; Td = 0.6
Gambar 4.14 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan
Tabel 4.1 Respon parameter kontrol PID dengan metode Heuristik untuk pengendalian kecepatan motor DC. Kecepatan Uji metode Settling Error Maximum Motor DC Heuristik time steady overshoot (RPM) (detik) state (%) (%) Kp Ti Td 2 0 0 65.71 70 0.06 2 1.8 0 67.14 85 0.02 2 1.8 0.6 14.28 1570 0.71 2 1.2 0.8 2580 0.79 13 2 1 0.8 11.43 3250 0.83 2 0.8 0.2 4.51 680 0.71 1 0.2 0.1 3.14 470 3.71 1 0.2 0.3 1640 1.14 4.29 1 0.3 0.3 1620 0.86 6.07 1 0.4 0.5 2570 0.68 11.29 1 0.4 0.6 3150 0.71 12.86 1 0.5 0.6 2750 0.64 14.86 700 RPM
Gambar 4.12 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan Kp = 1, Ti = 0.4, dan Td = 0.5.
Kp = 1, Ti = 0.5, dan Td = 0.6.
Dari tabel respon uji dengan metode Heuristik, dapat diperoleh beberapa karakteristik performansinya. Dengan metode penalaan cobacoba ( Heuristic methode) saat diberikan nilai Kp = 2; Ti = 0 ; Td = 0 didapatkan settling time 70 detik dengan error steady state 0.06 % dan memiliki overshoot sebesar 65.71 %. Kita melakukan uji dengan metode Heuristik yang lain dengan nilai Kp, Ti dan Td yang berbedabeda. Pada uji yang kedua dengan Kp = 2; Ti = 1.8dan Td = 0, juga mengalami overshoot sebesar 67.14 % lebih besarl dari uji sebelumnya. Dapat dilihat pada tabel 4.1 dengan settling time 85 detik dengan error steady state 0.02 %. Pada saat Kp = 2; Ti = 1.2; Td = 0.8 respon pengendalian sudah mulai lambat, karena memerlukan waktu yang lama untuk mencapai steady yaitu 2580 detik dan overshoot yang bernilai kecil di bawah 50 %. Berikutnya nilai Kp tetap, Ti = 1 dan Td = 0.8 diperoleh error steady state 0.83 % dan settling time memerlukan waktu yang lama 3250 detik. Settling time pada detik ke-680 dengan Kp = 2; Ti = 0.8; Td = 0.2, overshoot kecil yaitu 4.51 % dan error steady state 0.71 %. Untuk Kp = 1; Ti = 0.4; Td = 0.5 pengendalian yang dirancang
masih mengalami overshoot dengan settling time pada detik ke-2570. Dari semua uji dengan metode Heuristik Kp = 2; Ti = 0.8 dan Td = 0.2 merupakan respon yang paling baik karena overshoot kecil tetapi settling time masih besar. Pada analisa ini dilakukan pengujian sebanyak 12 kali dengan merubah-ubah nilai Kp, Ti dan Td sehingga mendapatkan hasil yang terbaik. Dari hasil respon parameter kontrol PID untuk pengendalian kecepatan motor DC, pengendalian yang baik adalah Kp = 1; Ti = 0.2; Td = 0.1. Dikatakan baik karena overshoot kecil 3.14 % dengan settling time yang cukup cepat 470 detik. Karena jika digunakan pengendalian PI saja atau PD saja, sistem pengendalian ini belum baik. Overshoot yang dihasilkan besar melebihi 50 % tetapi untuk steady state-nya tidak memerlukan waktu yang lama mencapai 3250 detik.. • Uji tracking set point Setelah melakukan uji dengan metode Heuristik, kemudian dilakukan uji tracking set point menggunakan Kp = 1; Ti = 0.2 dan Td = 0.1 dengan kecepatan motor DC (RPM) yang bervariasi.
dapat menghasilkan respon yang baik. Nilai Kp, Ti dan Td yang dipakai untuk uji tracking set point adalah Kp = 1, Ti = 0.2 dan Td = 0.1 karena dari hasil uji dengan metode Heuristik respon ini menghasilkan overshoot yang lebih kecil yaitu 3.14 %. Maka untuk uji tracking set point menggunakan nilai Kp, Ti dan Td yang sama. Dengan set point yang bervariasi, dimulai dari kecepatan motor DC sebesar 700 RPM. Parameter kontrol PID yang telah dirancang sudah baik tapi masih ada overshoot meskipun tidak lebih dari 10%. • Uji penalaan parameter kontrol dengan gangguan : Pada uji penalaan parameter kontrol PID dengan metode Heuristik untuk mengendaliakn kecepatan motor DC yang akan diberi gangguan, gangguan itu berupa kelebihan tegangan yang berasal dari SCR. Gangguan ini akan mempengaruhi parameter kontrol PID yang telah dirancang. Untuk uji ini dilakukan dengan menggunakan metode Heuristik sehingga didapatkan hasil terbaik dengan nilai Kp = 1, Ti = 0.2 dan Td = 0.1. Maka akan dilakukan pengujian dengan diberi gangguan,
Gambar 4.16 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan gangguan.
Gambar 4.15 Respon penalaan parameter kontrol PID sistem pengendalian kecepatan motor DC dengan tracking set point. . Dari gambar 4.15 di atas didapatkan respon parameter kontrol PID metode Heuristik untuk mengendalikan kecepatan motor DC. Dari hasil respon di atas dapat dilihat bahwa parameter kontrol PID yang telah dirancang
Gambar 4.15 di atas merupakan hasil respon dari Kp = 1, Ti = 0.2, dan Td = 0.1 yang diberi gangguan. Maka diperoleh hasil respon dengan settling time yang lambat dan tidak adanya osilasi tetapi masih terjadi overshoot yang cukup tinggi sebesar 95.26 %. Dengan memberikan set point kecepatan motor DC pada 700 RPM bisa didapatkan karakteristik performansinya, dengan settling time terjadi pada detik ke-1700. Dari
hasil respon parameter kontrol kecepatan motor DC didapatkan error steady state sebesar 28 %. Sehingga parameter kontrol PID yang dirancang belum bisa mengatasi gangguan yang diberikan pada pengendalian kecepatan motor DC. Karena dari hasil yang didapat menggunakan parameter P, I dan D responnya jelek memiliki overshoot yang tinggi mencapai 97 %. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
2.
3.
Dari simulasi sistem pada kondisi ideal seperti gambar 4.8 dan gambar 4.9 terlihat bahwa dengan metode Heuristik mampu memberikan kriteria performansi sistem kendali yang baik. Penalaan parameter kendalil PID untuk mengendalikan kecepatan motor DC mampu memberikan respon pengendalian yang baik dengan Kp = 1; Ti = 0.2 dan Td = 0.1. Memiliki overshoot 3.14 %, settling time adalah 680 detik dan error steady state 0.71 %. Dari hasil uji tracking set point dengan Kp = 1, Ti = 0.2 dan Ti = 0.1 parameter kendali PID yang telah dirancang bisa mengikuti tracking set point dengan baik, meskipun masih memiliki overshoot tidak lebih dari 50 %.
5.2 Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : Dalam rangka pengembangan penelitian, saran yang perlu disampaikan dalam laporan Tugas Akhir ini adalah penggunaan sistem kepakaran baru yang lebih robustt terhadap penalaan parameter kendali PID untuk mengendaliakn kecepatan motor DC seperti FLC (Fuzzy Logic Control) sehingga apabila terjadi perubahan salah satu jenis parameter, maka kontroler masih dapat bekerja secara optimal untuk mengendalikan kecepatan motor DC tersebut.
DAFTAR PUSTAKA 1.Ogata, Katsuhiko., 1997, Teknik Kontrol Otomatik, Edisi 2 Jilid 1/2, Erlangga Jakarta. 2.The HK. Ferguson Company, Manual Instruction-Model 460 Weightometer and DSC-1 Digital Feed Control System. 1977. 3.Kuo, B.C., 1995, Teknik Kontrol Automatik, Edisi 7, Jilid 1, Aditya Media, Jogjakarta. 4.Kilian, Modern Control Technology : Components dan Systems, Edisi 2. 5.Shearer, J. Lowen, Dynamic Modeling and Control of Engineering Systems, Macmillan Publishing Company, New York, 1990. 6.Ogata K., Solving Control Engineering Problems with MATLAB, Prentice Hall International, Inc, 1994. 7. Jurnal I N Satya Kumara, Sistem Pengendalian Motor , Staf Pengajar Teknik Elektro Universitas Udayana. 8.PT. Semen Gresik (Persero), Tbk., Diagram Proses Finish Mill Gresik.