PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA (Restricted Feeding and Its Implication on the Performance of Medium Type Layers at Second Production Phase) R. Kartasudjana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manfaat pemberian ransum terbatas terhadap performa ayam petelur tipe medium pada fase produksi kedua. Dalam penelitian ini digunakan 336 ekor ayam petelur Shaver Starcross-579 dan 336 ekor ayam petelur Super Harco – CP 306, masing-masing berumur satu tahun (48 minggu). Kandang yang digunakan yaitu kandang sistim ‘litter’ dan ‘cage’. Perlakuan ransum yang dicobakan yaitu ransum dengan energi metabolis 2850 kkal/kg dan 2650 kkal/kg serta proteinnya sama 17 %. Masingmasing dari ransum tersebut diberikan dengan ad libitum; 90 % dan 80 % dari konsumsi ransum yang diberikan dengan ad libitum selama 6 bulan produksi (umur 48 – 72 minggu). Peubah yang diamati adalah produksi telur, berat telur dan konversi ransum. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap dan untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan General Linear Models Procedure dengan program SAS – 612. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) produksi ayam petelur tipe medium (Shaver dan Harco) tidak dipengaruhi oleh tingkat konsumsi energi dan sistim kandang; (2) berat telur dipengaruhi oleh jenis ayam dan sistim kandang yang digunakan; (3) berdasarkan data konversi ransum, maka ransum 90 % ad libitum dengan energi ransum 2850 kkal/kg untuk ayam petelur tipe medium (Shaver dan Harco) merupakan yang paling efisien, baik pada sistim kandang ‘litter’ maupun ‘cage’. Kata kunci : pakan terbatas, petelur tipe sedang, energi, ayam ABSTRACT The objectives of this study was to evaluate the effect of restricted feeding on the performance of medium type layers at second production phase. A total of 336 samples from layers of Shaver Starcross – 579 (12 month old) and 336 of samples layers of Super Harco CP 306 (12 month old) were used in this study. All of the layers were housed in the litter and cage systems. The diet treatments contained 2850 kcal/kg (RI) and 2650 kcal/kg (RII) of metabolizable energy, and were isonitrogenous (protein 17%). Each diet were fed ad libitum; 90 % ad libitum; 80 % ad libitum during 6 month production (at 48 – 72 weeks old). Parameters observed were egg production, egg weight and feed conversion. The experiment was arranged in completely randomized designed and effects of treatment were analyzed by General Linear Models Procedure with SAS – 612 programs. The results showed that : (1) the egg production in medium type of layers (Shaver and Harco) did not affected by metabolizable energy consumption and type of housing.; (2) the egg weight was affected by kind of medium type of layers and type of housing; (3) on basis of feed conversion data, the restricted feeding method of 90 % ad libitum feed consumption with 2850 kcal/kg of metabolizable energy for medium type layers (Shaver and Harco) was most efficient on both housing types. Keywords : restricted feeding, medium types, energy, layers
Restricted Feeding in Medium Type Layers at Second Production Phase (Kartasudjana)
49
PENDAHULUAN Setelah melalui fase produksi pertama, pada umumnya pertumbuhan ayam petelur sudah berhenti namun konsumsi ransum terus bertambah akibatnya sering dijumpai ayam-ayam petelur yang terlalu gemuk karena adanya kelebihan konsumsi energi yang ditimbun sebagai lemak tubuh (Sainsburry, 1987). Kecenderungan menjadi gemuk ini terutama terjadi pada ayam-ayam petelur tipe medium yang disediakan ransum secara ad libitum. Dalam kondisi kegemukan ini (‘over weight’), umumnya menyebabkan total produksi per tahun menurun, angka kematian meningkat serta penggunaan ransum tidak efisien (North dan Bell, 1990) Salah satu metode untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan membatasi jumlah ransum yang diberikan (restricted feeding’) dengan tujuan agar tidak terjadi kelebihan konsumsi energi. Namun, tetap diperhitungkan bahwa energi yang dikonsumsi cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk hidup pokok, produksi telur dan aktifitasnya. Dalam ‘restricted feeding’ ini, hanya konsumsi energi yang bisa dibatasi sedangkan kebutuhan protein, vitamin, mineral, dan air harus disediakan dalam jumlah yang cukup (Scott et al., 2001). Pengurangan konsumsi energi ini bisa dilakukan karena ayam petelur pada umumnya mampu mengkonsumsi energi 10 – 15 % melebihi dari kebutuhannya (Balnave, 1973). Oleh karena itu dengan pemberian ransum 90 % dari konsumsi ransum ayam yang diberikan ad libitum (konsumsi energi dikurangi (10%) ternyata tidak menyebabkan turunnya produksi telur (Balnave, 1978). Namun apabila pengurangan konsumsi ransum/energi tersebut terlalu drastis, maka akan menurunkan produksi telur. Seperti dari hasil penelitian Robblee et al. (1979), dengan menyediakan konsumsi ransum 81 – 87 % dari konsumsi ransum yang diberikan ad libitum (mengurangi konsumsi energi 13 – 19 %) ternyata produksi telur menurun. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam menentukan metode ‘restricted feeding’ perlu pula diperhatikan tentang keadaan temperatur lingkungan terutama untuk daerah yang beriklim panas. Pada daerah panas pada umumnya konsumsi ransum rendah sehingga bila pengurangan ransum/ energi terlalu berat akan berakibat kurang baik
50
(Daghir, 1995). Sebagai indikator keberhasilan dari ‘restricted feeding’ dapat diketahui dari berat badan ayam tersebut. Bila berat badannya mendekati berat standar yang dianjurkan oleh ‘breeder’ diassumsikan performans yang dicapai akan maksimal (North dan Bell, 1990). Metode ‘restricted feeding’ telah banyak dilakukan oleh para peternak tetapi sampai seberapa nyata keberhasilannya belum diperoleh imformasi yang jelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performans ayam petelur tipe medium fase produksi kedua yang diberi ransum terbatas (‘restricted feeding’).
MATERI DAN METODE Ayam petelur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ayam tipe medium Super Harco CP 306 dan Shaver Starcross-579 yang berumur 48 minggu masing-masing sebanyak 336 ekor. Kandang yang digunakan terdiri dari 24 plot sistim ‘litter’ dan 24 plot sistim ‘cage’ (masing-masing 12 plot untuk Harco dan Shaver dalam ‘litter’, masing-masing 12 plot untuk Harco dan Shaver dalam ‘cage’). Ayam percobaan ditempatkan ke dalam kandang secara acak. Ransum yang digunakan yaitu ransum untuk ayam petelur dengan energi metabolis 2850 kkal/kg (R I) dan 2650 kal/kg (R II) sedangkan kandungan proteinnya sama yaitu 17 %. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum dapat dilihat pada Tabel 1. Metode pemberian ransum yang digunakan yaitu dengan memberikan ransum ad libitum, 90 % dari konsumsi ransum yang diberikan dengan ad libitum (90 % ad libitum) dan 80 % dari konsumsi ransum yang diberikan dengan ad libitum (80 % ad libitum). Untuk mengetahui konsumsi ransum yang disediakan dengan ad libitum, dilakukan penelitian pendahuluan. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan produksi (fase produksi ke II) dengan perhitungan satu bulan dihitung 28 hari. Ayam petelur yang diteliti mulai umur 48 minggu sampai dengan 72 minggu. Peubah yang diamati terbatas kepada produksi telur (hen-day %), berat telur (g) dan konversi ransum. J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(2) June 2003
Tabel 1. Susunan dan Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian A. Bahan
Ransum I
Ransum II ………… % ………..
Jagung kuning Dedak halus Bungkil kedelai Bungkil kelapa Tepung ikan Tepung kulit kerang Premix – B B. Kandungan Ntrisi Kadar air Kadar abu Lemak Protein Serat kasar Calsium (Ca) Posphor (P) *Hasil Analisis
64 3,5 5,5 6,6 13,5 6,75 0,25
54 9 11 9 10 6,75 0,25
11,64 13,79 4,27 17,37 5,36 3,71 0,72
12,04 12,81 5,26 17,23 6,99 3,33 0,72
Rancangan percobaan yang digunakan adalah gabungan dua buah rancangan acak lengkap. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan ‘General Linear Models Procedure’ dengan Program SAS 612 dan untuk membedakan antar kelompok perlakuan diuji dengan uji jarak berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang performa ayam petelur tipe medium yang disediakan ransum dengan cara terbatas (‘restricted feeding’) secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Produksi Telur Dari hasil analisis data dan pembahasan, ternyata bahwa antara ayam yang dipelihara dalam sistem ‘litter’ dan ‘cage’ tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap produksi telur, baik pada Shaver maupun pada Harco. Hal ini terjadi karena bila dilihat dari konsumsi energinya, ayam yang dipelihara dalam sistem ‘cage’ rata-rata lebih rendah 5 kkal/ekor/hari dan konsumsi proteinnya lebih rendah 0,31 gram/ekor/hari. Adanya perbedaan
ini, karena temperatur kandang sistem ‘cage’ ratarata 1º C lebih tinggi dibandingkan sistem ‘litter’. Sehubungan dengan perbedaan konsumi energi dan protein yang kecil tersebut, maka produksi telur antara ayam yang dipelihara pada sistem ‘litter’ dan ‘cage’ tidak berbeda. Perbedaan penggunaan energi metabolis ransum antara 2850 kkal/kg dan 2650 kkal/kg, juga tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap produksi telur atau perbedaan energi metabolis 200 kkal/kg dalam ransum belum ada pengaruhnya terhadap produksi telur. Apabila dilihat dari konsumsi energinya pada ayam yang diberi ransum dengan energi 2850 kkal/kg, rata-rata 22 kkal/ekor/hari lebih tinggi dari ayam yang diberi ransum dengan energi metabolis 2650 kkal/kg. Untuk membentuk satu butir telur yang beratnya 60 gram diperlukan ‘gross energy’ 96 kkal (Scott et al., 2001). Dengan demikian perbedaan konsumsi energi ini cukup rendah, sedangkan konsumsi proteinnya rata-rata hampir sama. Sehubungan dengan hal ini, maka tidak ada perbedaan dalam produksi telur. Apabila dilihat dari jumlah pemberian ransum, antara ayam petelur yang diberi ransum ad libitum dan 90 % ad libitum (pengurangan 10 %) tidak
Restricted Feeding in Medium Type Layers at Second Production Phase (Kartasudjana)
51
52
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(2) June 2003
memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap produksi telur, baik pada Shaver maupun pada Harco yang dipelihara dalam kandang sistem ‘litter’ dan ‘cage’. Artinya ayam petelur yang diberi ransum ad libitum telah terjadi kelebihan konsumsi ransum dan kelebihan tersebut tidak diubah menjadi produksi telur. Sesuai dengan penjelasan NRC (1994) bahwa pada ayam petelur fase produksi mampu mengkonsumsi ransum melebihi dari kebutuhannya dan energi dari kelebihan ransum tersebut akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga sering terjadi kegemukan. Dengan perkataan lain, kemampuan produksinya telah mencapai maksimal pada pemberian ransum 90% ad libitum dan bila dilihat dari konsumsi energi metabolisnya rata-rata 316 kkal/ ekor/hari dan konsumsi proteinnya 20 gram/ekor/hari (temperatur lingkungan penelitian 21-29ºC). Pada pemberian ransum 80% ad libitum, produksi telurnya paling rendah (P<0,001), baik pada Shaver maupun Harco yang dipelihara dalam sistem ‘litter’ dan ‘cage’. Apabila dilihat dari konsumsi energi metabolisnya rata-rata sekitar 281 kkal/ekor/ hari dan konsumsi proteinnya rata-rata 17,6 gram/ ekor/hari. Sehubungan dengan rendahnya konsumsi energi/ protein dari kebutuhan untuk mencapai produksi yang maksimal (pada pemberian 90 % ad libitum), maka produksi telur yang dihasilkan juga lebih berkurang. Berat Telur Salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap berat telur adalah konsumsi protein. Apabila konsumsi protein berkurang maka besar telur menurun dan bila konsumsi protein meningkat maka sampai batas tertentu, besar telur juga bertambah (North dan Bell, 1990). Dalam penelitian ini, berat telur Shaver yang dipelihara dalam sistem ‘litter’ dan ‘cage’, tidak berbeda. Hal ini terjadi diantaranya karena perbedaan konsumsi protein antara ayam yang dipelihara dalam ‘litter’ dan ‘cage’, sangat kecil (pada ‘litter’ 0,29 gram lebih tinggi). Oleh karena itu berat telur tidak berbeda. Pada Harco, telur yang dihasilkan oleh ayam yang dipelihara dalam sitem ‘cage’ lebih berat (P<0,001) apabila dibandingkan dengan yang dipelihara dalam sistem ‘litter’, padahal konsumsi
proteinnya hampir sama (pada ‘litter’ 0,33 gram lebih tinggi). Adanya perbedaan berat telur ini, karena Harco mempunyai berat badan yang lebih tinggi dari Shaver, sehingga bila ditempatkan pada ‘cage’ yang ukurannya sama dengan ‘cage’ untuk Shaver, maka aktivitasnya menjadi sangat terbatas. Dengan aktivitas yang lebih terbatas ini, maka kebutuhan akan energi untuk aktifitas akan berkurang yang dimanifestasikan dalam berat telur. Oleh karena itu telur yang dihasilkan ayam Harco dalam kandang sistem ‘cage’ lebih berat. Apabila dilihat dari energi ransum yang digunakan, ternyata ayam yang diberi ransum dengan energi metabolis 2850 kkal/kg, telur yang dihasilkan lebih berat (P<0,001) dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum dengan energi metabolis 2650 kkal/kg. Hal ini terjadi karena ayam yang diberi ransum dengan energi metabolis 2850 kkal/kg konsumsi energinya 22 kkal/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi ransum dengan energi metabolis 2650 kkal/kg, sedangkan konsumsi proteinnya hampir sama. Dengan demikian perbedaan energi metabolis ransum 200 kkal/kg, ternyata ada pengaruhnya terhadap berat telur. Pada Shaver dengan pemberian ransum ad libitum, telur yang dihasilkan lebih berat (P<0,001) dari telur yang dihasilkan oleh ayam yang diberi ransum 90% ad libitum. Konsumsi protein pada Shaver yang diberi ransum ad libitum, 2,2 gram/ekor/ hari lebih tinggi dari yang diberi ransum 90 % ad libitum. Oleh karena itu berat telur yang dihasilkan lebih berat. Antara ayam Shaver yang diberi ransum 90% dan 80% ad libitum, berat telur yang dihasilkan tidak berbeda padahal konsumsi protein pada ayam yang diberi ransum 80 % ad libitum, 2,2 gram/ekor/ hari lebih rendah. Artinya ayam Shaver lebih efisien dalam memanfaatkan protein ransum yang disertai dengan berat badannya yang lebih kecil dari Harco, sehingga kebutuhan protein untuk hidup pokoknya lebih rendah yang pada gilirannya berat telur tidak berubah. Pada Harco yang diberi ransum ad libitum, telur yang dihasilkan lebih berat (P<0,001) apabila dibandingkan dengan ayam petelur yang diberi ransum 90% ad libitum. Sama halnya seperti pada Shaver, hal ini karena ayam Harco yang diberi ransum
Restricted Feeding in Medium Type Layers at Second Production Phase (Kartasudjana)
53
ad libitum, konsumsi proteinnya lebih banyak sehingga telur yang dihasilkan lebih berat. Antara ayam Harco yang diberi ransum 90% dan 80% ad libitum, telur yang dihasilkan ayam yang diberi ransum 90% ad libitum lebih berat (P<0,001) dari ayam yang diberi ransum 80% ad libitum. Dengan demikian semakin tinggi pengurangan konsumsi protein ransum, maka berat telur makin berkurang. Hal ini dimungkinkan karena ayam Harco kurang efisien dalam memanfaatkan protein ransum, sehingga setiap pengurangan konsumsi protein, berat telur juga berkurang seiring dengan berat badannya yang sedikit lebih berat dari Shaver, yang memerlukan protein untuk hidup pokok yang lebih banyak. Konversi Ransum Konversi ransum pada Shaver dan Harco, antara ayam yang dipelihara dalam sistem ‘litter’ dan ‘cage’ tidak memperlihatkan adanya perbedaan. Artinya efisiensi penggunaan ransum baik pada sistem ‘litter’ dan ‘cage’ tidak berbeda karena ada keseimbangan antara ransum yang dimakan dan produksi yang dihasilkan. Dilihat dari energi ransum yang digunakan, konversi ransumnya lebih rendah (P<0,001) pada ayam yang diberi ransum dengan energi metabolis 2850 kkal/kg dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum dengan energi metabolis 2650 kkal/kg, karena telur yang dihasilkan lebih berat sedangkan konsumsi ransum hampir sama. Shaver yang diberi ransum ad libitum konversi ransumnya lebih tinggi (P<0,001) dari ayam yang diberi ransum 90% ad libitum. Pada ayam yang diberi ransum ad libitum produksi telurnya sama dengan ayam yang diberi ransum 90% ad libitum, sedangkan ransum yang diberikan lebih banyak. Oleh karena itu konversi ransumnya lebih tinggi. Antara ayam yang diberi ransum 90% dan 80% ad libitum tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata terhadap konversi ransum. Hal ini karena pada Shaver yang diberi ransum 90% ad libitum, memang dilihat dari segi produksi telur lebih tinggi dari ayam yang diberi ransum 80% ad libitum tetapi jumlah ransum yang diberikan juga lebih banyak. Sebaliknya pada ayam yang diberi ransum 80% ad libitum , produksi
54
telurnya paling rendah tetapi jumlah ransum yang diberikan juga lebih sedikit. Dengan demikian ada keseimbangan antara produksi dengan ransum yang dihabiskan sehingga diperoleh konversi ransum yang sama. Pada Harco, konversi ransum yang paling baik/ paling rendah (P<0,001), yaitu pada pemberian ransum 90% dari ad libitum. Sama seperti penjelasan di atas, bahwa hal ini karena adanya keseimbangan antara produksi dan ransum yang disediakan. KESIMPULAN 1.
Ayam petelur tipe medium (Shaver dan Harco) yang dipelihara dalam sistim ‘litter’ dan ‘cage’ yang diberi ransum dengan energi metabolis 2850 kkal/kg dan 2650 kkal/kg, tidak ada pengaruhnya terhadap produksi telur.
2.
Berat telur dipengaruhi oleh jenis ayam yang menghasilkan produksi tersebut dan sistim kandang yang digunakan (‘litter’ dan ‘cage’).
3.
Berdasarkan pertimbangan konversi ransum, maka ransum 90 % ad libitum dengan energi ransum 2850 kkal/kg untuk ayam petelur tipe medium (Shaver dan Harco) merupakan yang paling efisien baik pada sistim ‘litter’ atau ‘cage’. DAFTAR PUSTAKA
Daghir, N. J. 1995. Poultry Production in Hot Climate. CAB. International, British Library, Singapore. Balnave, D. 1973. A Review of Restricted Feeding During Growth of Laying Type Pullets. World Poultry Sci. J. 29 : 354 – 358. Balnave, D. 1978. Restricted Feeding as a Mean of Saving Energy in Poultry Production. The Second Australasian Poultry and Stock Feed Convertion, Sydney Hilton, pp. 19 – 23. North, M. O. and D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Van Nostrand Reinhold, New York.
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(2) June 2003
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy of Sciences, Washington, D.C. Robblee, A. R, D. R. Clandinin, K. Darlington and G. R. Milne. 1979. The Effect of Restricted Feeding and Energy Content of the Ration on the Performance of Broiler Breeding Chickens. Canadian Journal, Animal Sci. 59 : 539 – 544.
Scott‘s, M. L, S. Lesson ang J. D. Summers. 2001. Nutrient of the Chickens. 4 th Edition, University Books, Guelph, Ontario, Canada. Sainsburry, D. 1987. Poultry Health and Management. BSP Profesional Books, Oxford, London, Edinburgh.
Restricted Feeding in Medium Type Layers at Second Production Phase (Kartasudjana)
55