TUGAS KULIAH BIOTEKNOLOGI MIKROB
PEMANFAATAN BIOMASSA UNTUK PRODUKSI BIOHIDROGEN
KHAIRUL ANAM P051090031/BTK
BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
0
PEMANFAATAN BIOMASSA UNTUK PRODUKSI BIOHIDROGEN
I. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1970an, terjadi krisis energi dunia yang disebabkan berkurangnya cadangan pasokan energi yang berasal dari minyak bumi (energi fosil) untuk memenuhi kebutuhan industri. Hal tersebut juga diikuti dengan masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan menumpuknya limbah industri pengolahan hasil pertanian, limbah hasil samping industri dan sampah rumah tangga (Miyamoto, 1997). Dengan terjadinya krisis tersebut, mendorong masyarakat dunia khususnya di bidang penelitian untuk mencoba mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan industri yang terus berkembang. Selain itu, para peneliti juga berpikir bagaimana cara untuk memanfaatkan limbah hasil dari proses industri guna mengurangi masalah pencemaran lingkungan. Sehingga sejak tahun 1970an, penelitian yang berbasiskan pencarian energi alternatif berkembang pesat. Dengan diiringi isu pencemaran lingkungan, banyak penelitian yang menggunakan tema memanfaatkan limbah hasil industri untuk produksi energi alternatif. Banyak penelitian telah dilakukan, baik penelitian tersebut menggunakan metode fisika, kimia ataupun biologi. Miyake, 1997, melakukan perbandingan metode terhadap pemanfataan limbah dalam produksi energi alternatif. Penelitian tersebut membandingkan proses recovery energi dari suatu limbah antara yang diproses secara fisika dengan yang diproses secara biologi. Limbah cair dari industri makanan tertentu diasumsikan mengandung 0.054 M glukosa dalam 1 l air limbah, dimana dari kadar glukosa tersebut bisa dihasilkan energi sekitar 150 kJ. Apabila hanya menggunakan metode fisika, perlu 2260 kJ untuk menguapkan 1 l air limbah tersebut. Efiesiensi energinya menjadi tekor sebanyak 2110 kJ. Sedangkan apabila menggunakan metode biologi, dihasilkan etanol, yaitu melalui proses fermentasi dengan menggunakan yeast, dimana etanol tersebut diasumsikan dapat menghasilkan energi sebesar 148 kJ. Apabila dikonversikan menjadi gas metana, maka energi yang dapat dilepaskan adalah 145 kJ. Dengan menggunakan bakteri fotosintetik dapat mengkonversi glukosa tersebut menjadi hidrogen yang dapat melepas energi 186 kJ. Dari pernyataan tersebut, produk berupa gas, baik metan dan hidrogen menjadi pilihan yang menguntungkan secara perbandingan. Meskipun etanol lebih mudah dan hasilnya
1
juga memuaskan, akan tetapi dalam produksi etanol masih membutuhkan energi lagi untuk pemisahan etanol dari air yang masih bercampur. Apabila dibandingkan dengan gas metana, gas hidrogen lebih memiliki prospek. Gas hidrogen merupakan energi masa depan karena dapat diperbaharui dan juga tidak menimbulkan polusi yang menyebabkan efek rumah kaca, aman bagi lingkungan. Gas hidrogen melepaskan energi yang besar dalam satuan unitnya dan mudah dikonversikan menjadi listrik melalui fuel cell sebagai bahan bakar (Miyamoto, 1997). Gas hidrogen selain diproduksi melalui proses biologis, juga lebih dulu diproduksi melalui proses gasifikasi minyak bumi dan juga hidrolisis dengan sistem elektrolisa, yaitu memecah air menjadi hidrogen dan oksigen dengan sel elektro kimia. Akan tetapi menimbang dengan semakin berkurangnya cadangan minyak bumi dunia, gasifikasi minyak bumi untuk menghasilkan hidrogen dikurangi atau dihilangkan. Sedangkan untuk mendapatkan hidrogen dengan sistem elektrolisa membutuhkan energi yang sangat besar. Oleh karena itu, produksi hidrogen melalui sistem biologi terasa lebih visioner. Hidrogen dapat dihasilkan melalui proses biologi, dapat diproduksi oleh mikroalga ataupun bakteri dan disebut biohidrogen. Ada tiga jenis mikroorganisme yang dapat memproduksi hidrogen. Pertama adalah sianobakter. Mikrorganisme ini memecah air menjadi hidrogen dan oksigen melalui proses fotosintesis. Mikroorganisme ini tidak memerlukan bahan organik sebagai makanannya. Kedua adalah bakteri anaerobik, dimana bakteri ini menggunakan bahan organik sebagai sumber makanan dan mengubahnya menjadi hidrogen. Reaksinya cepat dan tidak membutuhkan cahaya matahari. Proses ini lebih menguntungkan dalam pengolahan limbah skala besar. Yang ketiga adalah bakteri fotosintetik, dimana merupakan kombinasi dari bakteri anaerobik dan sianobakter. Meskipun dapat mengubah bahan organik menjadi hidrogen dengan hasil lebih tinggi, bakteri fotosintetik tetap memerlukan cahaya untuk dapat bertahan hidup (Benneman, 1997).
2
II. PERUMUSAN MASALAH
1. Biohidrogen dapat diproduksi melalui tiga metode, yaitu secara 1. fotosintetik, 2. anaerobik, 3. fotofermentasi, maka metode manakah yang cocok digunakan untuk produksi biohidrogen dengan memanfaatkan biomassa atau limbah biomassa sebagai substrat
3
III. STUDI PUSTAKA
Secara alami hidrogen dapat diproduksi oleh organisma melalui proses fotosintesis, pencernaan makanan, maupun melalui siklus Kreb dengan menggabungkan dua atom hidrogen dan donor elektron. 2H+ + 2e-
H2
(1)
Biohidrogen juga dapat dihasilkan secara mikrobiologis melalui fermentasi dengan melibatkan enzim hidrogenase atau nitrogenase. Proses fermentasi substrat menjadi hidrogen dapat melalui dua proses fermentasi, yaitu secara anaerobik atau secara fotofermentasi (Miyake, 1998). Fermentasi adalah proses perombakan molekul komplek menjadi molekul sederhana oleh mikroba, baik secara aerobik dan anaerobik. Produksi biohidrogen dari limbah organik (limbah dari pabrik makanan) umumnya menggunakan teknik fermentasi yang melibatkan bakteri anaerobik atau fotosintetik, seperti Clostridium, Escherichia coli, Enterobacter alcaligenes, Lactobacillus, Rhodobium, Rhodopsedomonas, Rhodobacter atau Rhodospirilium (Sode, et. al., 1998; Ikke, et. al., 1998; Nandi & Sengupta, 1998). Banyak penelitian yang telah dilakukan baik yang diproduksi oleh mikroalga, secara anaerobik atau fotofermentasi. Pada tahun 1990an telah dilakukan banyak penelitian tentang produksi hidrogen dimana dilaporkan bahwa produksi tertinggi adalah hanya 2 mol H2, padahal secara teoritis apabila menggunakan glukosa, dari 1 mol glukosa dapat menghasilkan 12 mol H2 untuk fermentasi oleh bakteri fotosintetk dan 4 mol H2 untuk bakteri anaerobik. Bakteri Fotosintetik 1. C6H12O6 + 6H2O 2. C3H6O2 + 3H2O
(2) 24H+ + 6CO2 + 24e 12H+ + 3CO2 + 12e
12H2 + 12CO2 6H2 + 3CO2
Bakteri Anaerobik 1. C6H12O6 + 2H2O 2. C6H12O6
G = -33.8 kJ G = 51.2 kJ (3)
2CH2COOH + 2CO2 + 4H2 C4H8O2 + 2CO2 + 2H2
G = -184.2 kJ G = -257.1 kJ
4
IV. PEMBAHASAN Pada masa ini, belum ada proses produksi biohidrogen yang bisa langsung dipraktekkan dalam skala besar. Akan tetapi, banyak konsep yang dapat mewujudkan hal tersebut. Seperti konsep mengubah bahan organik menjadi hidrogen, pemaksaan kondisi mikroba agar menghasilkan hidrogen, perbedaan suhu pada suatu proses, yang kemudian dibandingkan dengan proses lain melalui dua tahap, penggunaan suhu tinggi, hingga pemakaian katalis bisa dijadikan konsep produksi biohidrogen. Meski hanya konsep dasar, bukan berarti tidak dapat diaplikasikan. Hasil biohidrogen melalui fermentasi anaerobik hanya bisa mencapai kurang dari 20% dengan menggunakan substrat limbah organik lebih kecil daripada produksi CH4. Hasil lebih besar bisa diperoleh dengan peningkatan suhu, pembatasan nutrisi dan juga melalui pendekatan rekayasa metabolisme dari bakteri. Fotofermentasi, perubahan bahan organik melalui bakteri fotosintetik pengikat nitrogen, dapat menghasilkan biohidrogen yang lebih tinggi, akan tetapi sistem masih bergantung pada cahaya. Tidak efisiennya sifat dari enzim nitrogenase, maka penggunaan enzim hidrogenase yang irreversible lebih diprioritaskan. Fermentasi biasa secara anaerobik bisa menjadi lebih baik untuk pengolahan limbah organik menjadi biohidrogen dibandingkan dengan fotofermentasi karena tingginya modal pembuatan fotobioreaktor (Benneman, 1997). Telah dilakukan berbagai penelitian dalam produksi biohidrogen untuk mendapatkan hasil yang maksimal meskipun bisa dikatakan belum efisien. Berikut adalah catatan dari banyak penelitian tentang biohidrogen secara fotofermentasi seperti pada tabel 1. Tabel 1. Produski biohidrogen dari berbagai referensi TAHUN MEKANISME SUBSTRAT 1997 fotofermentasi 7.5 mM asam malat 1997 fotofermentasi limbah susu 2000 fotofermentasi 50 mM na laktat 2006 Kombinasi 40 mM glukosa 2006 fotofermentasi 28 mM glukosa 2007 fotofermentasi 30 mM glukosa 2007 fotofermentasi 30 mM na laktat 2008 fotofermentasi 25 mM glukosa 2008 fotofermentasi 50 mM glukosa 2008 fotofermentasi hidrolisat limbah tebu
HASIL 120 mL total 85 mL total 269 mL % total 52 mL total 5 mL H2 70 mL total 255.4 mL total 45 mL H2 120 mL H2 50 mL H2
REFERENSI Eroglu, I Turkarslan, S Barbosa, M. J. Redwood, M. D. Fang, H. H. P. Li, R. Y. Li, R. Y. Penelitian sekarang Penelitian sekarang Penelitian sekarang
Catatan: untuk penelitian yang dilakukan sekarang adalah penelitian yang dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI, Cibinong 5
Dari masa ke masa telah banyak dilakukan optimasi, baik dari mikroorganismenya sendiri dengan melakukan mutasi atau rekayasa metabolisme, teknologi fermentasi dengan menggunakan fotobioreaktor yang telah dimodifikasi, pengaruh substrat, atau dengan pemberian katalis seperti enzim. Sehingga pada saat ini dilaporkan bahwa produksi hidrogen telah dapat mencapai 4 mol H2 dari 1 mol glukosa (untuk proses fotofermentasi). Hal ini pun tidak berhenti sampai disitu karena asumsi dari para peneliti, hasil tersebut masih dapat ditingkatkan.
6
V. KESIMPULAN
1. Metode yang cocok digunakan untuk produksi biohidrogen selama ini adalah dengan menggunakan metode fermentasi anaerobik dengan memanfaatkan biomassa atau limbah biomassa cair dan agen mikroba anaerobik akan tetapi untuk memperoleh yield yang lebih tinggi dikembangakan sistem fotofermentasi dengan menggunakan bakteri fotosintetik.
7
VI. DAFTAR PUSTAKA
Benneman, J. R. 1997. The Technology of Biohydrogen. Proceedings of International Conference on Biological Hydrogen Production 18-30 C.M. Pan a,b, Y.T. Fan a, Y. Xing a, H.W. Hou a, M.L. Zhang. 2006. Statistical optimization of process parameters on biohydrogen production from glucose by Clostridium sp. Elsevier. Bioresource Technology 99 (2008) 3146–3154 Dénes Búcsúa, Zbynek Pientkab, Sándor Kovácsa, Katalin Bélafi-Bakóa. 2006. Biohydrogen recovery and purification by gas separation method. Elsevier. Desalination 200 (2006) 227–229 I˙nci Erog˘ lua, Altan Tabanog˘ lua, Ufuk Gu¨ ndu¨ zb, Ela Erog˘ lua, Meral Yu¨ celb . Hydrogen production by Rhodobacter sphaeroides O.U.001 in a flat plate solar bioreactor. Elsevier. International Journal of hydrogen energy 33 ( 2008 ) 531 – 541 Ikke A., Toda N., Murakawa T., Hirata K. & Miyamoto K. Hydrogen photoproduction from starch in CO2-fixing microalgal biomass by a halotolerant bacterial community. BioHydrogen. Plennum Press, New York. 1998. Maria J. Barbosa, Jorge M.S. Rocha, Johannes Tramper, Rene´ H. Wijffels. 2000. Acetate as a carbon source for hydrogen production by photosynthetic bacteria. Elsevier. Bioresource Technology 99 (2008) 3146–3154 Mark D. Redwood, Lynne E. Macaskie. 2006. A two-stage, two-organism process for biohydrogen from glucose. Elsevier. International Journal of Hydrogen Energy 31 (2006) 1514 – 1521 Miyake, J. 1997. The Technology of Biohydrogen. Proceedings of International Conference on Biological Hydrogen Production 7-18 Miyamoto, K. 1997. Renewable Biological Systems For Alternative Sustainable Energy Production. FAO - Food and Agriculture Organization of the United Nations Nandi S. & Sengupta S. Microbial production of hydrogen: An overview. Critical Rev. in Microbiol, 24 (1): 61-84. 1998. Ru Ying Li, Herbert H.P. Fang. 2008. Hydrogen production characteristics of photoheterotrophic Rubrivivax gelatinosus L31. Elsevier. International Journal of hydrogen energy 33 ( 2008 ) 974 – 980 Sode K., Watanabe M., Makimoto H. and Tomiyama M. Effect of hydrogenase 3 overexpression and disruption of nitrate reductase on fermamentative hydrogen production in Escherichia coli. BioHydrogen. Plennum Press New York. 1998
8
Xi Chen,Yaqin Sun, ZhiLong Xiu, Xiaohui Li, Daijia Zhang. 2005. Stoichiometric analysis of biological hydrogen production by fermentative bacteria. Elsevier. International Journal of Hydrogen Energy 31 (2006) 539 – 549
9