Santoso, Rasio Kompresi dan PSNR pada Pemampatan Citra Grayscale Menggunakan Gelombang Singkat Biorthogonal 1
Pemampatan Intraframe pada Citra Sekuensial Menggunakan Gelombang Singkat Biorthogonal Albertus Joko Santoso1, Lukito Edi Nugroho2, Gede Bayu Suparta3, Risanuri Hidayat2 1 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 43, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jl. Grafika 2, Yogyakarta, Indonesia 3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jl. Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia Email:
[email protected] Abstract. In the sequential image compression process there are two compression processes known as intraframe and interframe compressions. This paper focuses on intraframe compression on an image sequence by using the 14 Biorthogonal wavelet. Intraframe compression utilizes spatial redundancy within a frame. This happens because there is a correlation between a pixel with its neighboring pixels. This research uses different changes between frames in sequential images by moving the camera, and shifting objects in the middle. Then each sequential image is tested by using the 14 Biorthogonal wavelet toward its PSNR and compression ratio (%). The results of the research can be concluded that the Biorthogonal 2.4 has the highest PSNR. As for the compression ratio, they show that the Biorthogonal 3.1 produces the highest compression ratio (%). Keywords: Sequential image, intraframe compression, compression ratio, PSNR, wavelet Abstrak. Pada citra sekuensial dikenal dua proses pemampatan yaitu pemampatan intraframe dan pemampatan interframe. Pada makalah ini lebih difokuskan pada pemampatan intraframe dari suatu citra sekuensial yang menggunakan 14 wavelet Biorthogonal. Pemampatan intraframe memanfaatkan redundansi spasial yang terdapat dalam suatu bingkai. Hal ini disebabkan karena adanya korelasi antara sebuah piksel dengan piksel di sekitarnya. Penelitian ini menggunakan perubahan antar bingkai pada citra sekuensial, yaitu kamera yang bergerak dan obyek di tengah bergerak. Kemudian setiap citra sekuensial diuji dengan 14 wavelet biorthogonal terhadap PSNR dan prosentase rasio kompresinya. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu pada pemampatan intraframe wavelet Biorthogonal 2.4 menghasilkan PSNR tertinggi. Sedangkan untuk porsentase rasio kompresi terlihat bahwa Biorthogonal 3.1 menghasilkan rasio kompresi tertinggi. Kata Kunci: citra sekuensial, pemampatan intraframe, prosentase rasio kompresi, PSNR, gelombang singkat 1. Pendahuluan Kebutuhan ruang penyimpanan di masa sekarang meningkat dengan pesat. Semakin banyak hal yang dirasakan berharga dan penting sehingga perlu disimpan. Misalnya, arsip mahasiswa, data penduduk, dan lainnya. Hal ini juga dirasakan di dunia komputer. Data yang semula diolah secara manual dan masih dalam bentuk fisik kertas mulai beralih ke penggunaan komputer sehingga bentuknya menjadi data digital. Data ini selanjutnya semakin bertambah dan dalam jangka waktu tertentu sudah berukuran besar sehingga berakibat ke ruang penyimpan. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan suatu cara untuk memampatkan data tersebut sehingga kapasitas tempat penyimpanan yang diperlukan akan menjadi lebih kecil. Jika sewaktu-waktu data tersebut diperlukan, baru dikembalikan lagi ke data aslinya. Meskipun, sekarang ini harga storage (penyimpan) juga semakin murah dan ukurannya yang semakin besar tetapi
2 Jurnal Buana Informatika, Volume 3, Nomor 1, Januari 2012: 1-10
bagaimanapun akan tetap lebih efektif jika ukuran data dapat diperkecil karena dapat menghemat pemakaian penyimpan. Disamping itu pada bidang komunikasi multimedia dibutuhkan jaringan yang mempunyai lebar pita besar dan waktu yang lama untuk proses pengirimannya apabila data tersebut tidak dimampatkan (Effelsberg and Steinmetz, 1998). Perkembangan teknologi internet dan multimedia yang tumbuh secara eksponensial, mengakibatkan jumlah informasi yang dikelola oleh komputer sangat diperlukan (Tan, 2001). Selain itu penggunaan citra digital berkembang dengan pesat. Hal ini mengakibatkan permasalahan serius pada penyimpanan dan pengiriman data citra. Data citra merupakan kombinasi informasi dan redudansi, bagian informasi adalah bagian data yang dipertahankan keberadaannya karena mengandung makna dan peruntukan data. Sedangkan bagian redudansi merupakan bagian data yang dapat direduksi, dimampatkan, atau dihilangkan. Pengelolaan volume data citra perlu dipertimbangkan kapasitas penyimpanan dan lebar pita transmisi (Talukder and Hirada, 2007). Gibson, et.al. (1998) mengingatkan bahwa sinyal digital dibutuhkan lebih banyak bit per second (bps) baik dalam penyimpanan maupun pengirimannya, sehingga berdampak pada biaya yang lebih tinggi. Pada saat ini banyak metode yang dapat digunakan untuk pemampatan data citra, salah satunya adalah dengan gelombang singkat. Oleh karena itu pada penelitian ini ingin diketahui pengaruh gelombang singkat Biorthogonal terhadap rasio kompresi dan PSNR. Citra sekuensial yang dipilih berdasarkan perubahan yang terjadi antar bingkai dari citra sekuensial. Pada penelitian ini diuji 3 bingkai citra sekuensial dengan perubahan berupa kamera bergerak. 2. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 2.1 Pemampatan Citra Saat ini banyak aplikasi membutuhkan representasi citra dengan kebutuhan memori yang sesedikit mungkin (Munir, 2004). Pada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar. Semakin besar ukuran citra tertentu semakin besar pula memori yang dibutuhkannya. Pada sisi lain, kebanyakan citra mengandung duplikasi data. Ada dua hal duplikasi data pada citra, yaitu, pertama, adanya suatu piksel dengan piksel tetangganya memiliki initensitas yang sama, sehingga penyimpanan setiap piksel memboroskan tempat. Kedua, citra banyak mengandung bagian (region) yang sama, sehingga bagian yang sama ini tidak perlu dikodekan berulang kali karena redundan. Oleh karena itu diperlukan pemampatan citra atau kompresi citra (image compression) yang bertujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk merepresentasikan citra digital. Prinsip umum yang digunakan pada proses pemampatan citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula (Munir, 2004). 2.2 Redundansi Pada dasarnya suatu data citra mengandung informasi dan redundansi, bagian informasi merupakan bagian data yang dipertahankan keberadaannya karena mengandung makna dan peruntukan data. Sedangkan bagian redundansi merupakan bagian data yang tidak bernilai signifikan dalam merepresentasikan keseluruhan data, sehingga redundansi ini dapat direduksi, dimampatkan, atau dihilangkan. Ada 2 tipe redundansi, yaitu redundansi statistik dan redundansi psychovisual (Shi and Sun, 2008). Redundansi statistik terdiri dari redundansi spasial atau redundansi intraframe, redundansi temporal atau redundansi interframe, dan redundansi coding. Sedangkan redundansi psychovisual merupakan redundansi yang bergantung pada setiap individu manusia, hal ini disebabkan mata setiap manusia mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda. Namun yang dipentingkan dalam redundansi psychovisual adalah data citra yang dihilangkan tidak mengurangi atau mengganggu persepsi manusia terhadap kualitas citra yang diamati. 2.3 Gelombang Singkat Pemampatan data citra dapat dilakukan dengan alihragam gelombang singkat (wavelet). Gelombang singkat adalah suatu fungsi matematika yang membagi data menjadi beberapa
Santoso, Rasio Kompresi dan PSNR pada Pemampatan Citra Grayscale Menggunakan Gelombang Singkat Biorthogonal 3
komponen yang frekuensinya berbeda, kemudian mempelajari setiap komponen dengan resolusi yang cocok untuk setiap ukuran (Mubarak, 2003). Gelombang singkat merupakan suatu bentuk gelombang yang secara efektif memiliki batas durasi nilai rerata nol. Aplikasi yang telah berhasil diwujudkan dengan memanfaatkan gelombang singkat diantaranya kompresi data citra, watermarking, deteksi tepi, sistem radar, dan penyandian sidik jari. Stollnitz, et.al. (1996) mengatakan bahwa salah satu sifat dari gelombang singkat adalah kejarangan. Pada kenyataannya, banyak koefisien dalam representasi gelombang singkat yang nilainya nol atau sangat kecil. Sifat inilah yang memberikan peluang untuk melakukan pemampatan data citra. Sifat utama dari alihragam gelombang singkat dalam pemampatan citra diam adalah terjadinya distorsi minimum pada citra terekonstruksi meskipun dilakukan penghilangan koefisien-koefisien alihragam yang mendekati nol. Padahal alihragam gelombang singkat atas citra akan menghasilkan banyak subbidang citra yang mempunyai magnitude sangat kecil. Penetapan threshold non negatif, elemen-elemen subbidang citra bernilai sangat kecil dapat dinolkan sehingga dapat menghasilkan matriks sangat jarang. Adanya matriks sangat jarang akan memudahkan untuk ditransmisikan dan disimpan, bahkan citra hasil rekonstruksi dengan thresholding (kuantisasi) ini dapat memberikan hasil yang dapat diterima secara visual mata. Pada proses alihragam gelombang singkat untuk citra 2 dimensi terdapat dua cara untuk mendekomposisi nilai-nilai pikselnya, yaitu dekomposisi standar dan takstandar (Stollnitz, et.al., 1996). Masing-masing cara diperoleh berdasarkan alihragam gelombang singkat 1dimensi. Proses dekomposisi standar suatu citra, pertama-tama digunakan alihragam gelombang singkat 1-dimensi pada setiap baris citra. Proses ini akan menghasilkan nilai rerata beserta koefisien-koefisien detail untuk setiap baris. Kemudian digunakan alihragam gelombang singkat 1-dimensi pada setiap kolom citra. Hasil dari proses ini berupa koefisien-koefisien detail dan satu koefisien rerata.
Gambar 1. Dekomposisi standar terhadap setiap baris citra
Gambar 2. Dekomposisi standar terhadap setiap kolom citra
Dekomposisi tak standar diperoleh dengan mengkombinasikan pasangan transformasi baris dan transformasi kolom secara bergantian. Pada langkah pertama diterapkan alihragam gelombang singkat 1-dimensi pada baris, kemudian diterapkan alihragam gelombang singkat 1dimensi pada kolom. Gambar 3 kolom pertama adalah citra asli, kolom kedua adalah dekomposisi terhadap baris, dan kolom ketiga adalah dekomposisi terhadap kolom.
Gambar 3. Dekomposisi Tak Standar
Pada alihragam gelombang singkat diskret mempunyai sifat mampu merekonstruksi secara eksak. Sifat inilah yang memberi arti bahwa sebenarnya tidak ada informasi yang hilang
4 Jurnal Buana Informatika, Volume 3, Nomor 1, Januari 2012: 1-10
sesudah proses alihragam dikembalikan ke bentuk semula. Namun adanya informasi yang hilang pada pemampatan data citra dengan alihragam gelombang singkat terjadi pada saat kuantisasi. 2.4 Citra Sekuensial Citra sekuensial adalah runtun bingkai citra 2D yang berubah menurut fungsi waktu. Pada citra sekuensial dikenal dua proses pemampatan yaitu pemampatan intraframe dan pemampatan interframe. Pada pemampatan citra diam atau tunggal proses pemampatan dilakukan karena adanya redundansi, demikian juga pada citra sekuensial. Namun pada citra sekuensial ada dua jenis redundansi, yaitu redundansi spasial maupun redundansi temporal. Berdasarkan jenis redundansi tersebut, pemampatan citra sekuensial dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pemampatan intraframe (intraframe compression) dan pemampatan interframe (interframe compression) (Salomon, 2008). Pemampatan intraframe memanfaatkan adanya redundansi spasial. Istilah redundansi spasial adalah redundansi ruangan dalam suatu bingkai, ini disebabkan oleh adanya korelasi antara satu piksel dengan piksel di sekitarnya. Sedangkan pemampatan interframe memanfaatkan adanya redundansi temporal. Istilah redundansi temporal adalah redundansi yang terjadi karena sebuah bingkai sangat mirip dengan bingkai terdekat baik bingkai sebelumnya maupun bingkai sesudahnya (Salomon, 2008). 2.5 Gelombang Singkat pada Citra Sekuensial Citra sekuensial merupakan rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra di dalam rangkaian itu disebut bingkai atau frame. Husoy (1991) mengatakan dalam coding citra sekuensial terdapat dua redudansi, yaitu redudansi spasial dan redudansi temporal. Rockinger (1995) mengemukakan pendekatan baru untuk penggabungan citra dan citra sekuensial menggunakan shift invariant wavelet transform. Selain itu Rockinger (1996) juga mengemukakan penggunaan gelombang singkat untuk penggabungan level piksel citra sekuensial sebagai pendekatan baru. Gelombang singkat ternyata dapat juga digunakan untuk penelitian yang berkaitan dengan Functional Magnetic Resonance Image (FMRI), seperti yang dikemukakan oleh Taswell (1998). Pada penelitiannya digunakan gelombang singkat untuk pemampatan citra medis yang berupa citra sekuensial FMRI. Leduc, et.al. (1995) memperkenalkan pendekatan baru dalam bidang filter spatiotemporal gerak kompensasi yang diterapkan pada citra sekuensial. Selain itu, Leduc, et.al. (1995) tertarik dengan tiga dimensi atau spatio-temporal filtering citra sekuensial digital, dan bertujuan generalisasi gerakan kompensasi proses filter temporal sebagai produk dari dua operator yang berbeda. Operator pertama hanya bergantung pada perkiraan parameter gerak yang berasal dari segmentasi citra berdasar gerakan dan pemodelan affine parameter wilayah gerak. Operator kedua hanya menganalisis korelasi citra dengan intensitas yang diukur sepanjang lintasan gerak. Filter multi resolusi atau gelombang singkat dapat diterapkan sehingga sepanjang lintasan gerak untuk menghasilkan prosedur yang dihasilkan optimal dan adaptif untuk tujuan seperti prediksi spatio-temporal, interpolasi dan smoothing. Zachariadis, et.al., (2001) menyajikan skema komunikasi baru untuk citra sekuensial medis. Sebuah skema pemampatan citra sekuensial medis yang diusulkan, berdasarkan pada transformasi gelombang-sngkat. Levicky, et.al. (2000) memperkenalkan metode baru coding citra sekuensial menggunakan alihragam gelombang singkat. Skema dasar MPEG dengan DCT dimodifikasi dengan alihragam gelombang singkat. Jerome and Ellouze (2008) memaparkan pengaruh perubahan latar pada sistem coding citra sekuensial menggunakan Embedded Zerotree Wavelet (EZW). 3. Metodologi Penelitian 3.1. Bahan Penelitian Bahan penelitian adalah citra sekuensial yang dipilih berdasarkan perubahan yang
Santoso, Rasio Kompresi dan PSNR pada Pemampatan Citra Grayscale Menggunakan Gelombang Singkat Biorthogonal 5
terjadi antar bingkai dari citra sekuensial. Pada penelitian ini diuji 3 bingkai citra sekuensial dengan kamera bergerak, serta 3 bingkai citra sekuensial dengan obyek di tengah bergerak, yang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Citra Sekuensial dengan Kamera Bergerak (Courtesy of Gede Bayu Suparta) (a). 41512.bmp (b). 42512.bmp (c). 43512.bmp
Gambar 5. Citra Sekuensial dengan Obyek Di Tengah Bergerak (Courtesy of Gede Bayu Suparta) (a). 51512.bmp (b). 52512.bmp (c). 53512.bmp
3.2. Langkah Penelitian Langkah penelitiannya adalah sebagai berikut, pertama-tama dilakukan pengujian beberapa gelombang singkat Biorthogonal terhadap prosentase rasio kompresi, dan gelombang singkat Biorthogonal terhadap PSNR untuk citra uji. Adapun diagram proses uji coba pemampatan citra dan penirmampatan citra dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Proses Kompresi dan Dekompresi
Hasil dari pengujian ini kemudian dapat dianalisis pengaruh gelombang singkat Biorthogonal terhadap prosentase rasio kompresi, dan terhadap PSNR. Dari hasil pengujian akan diketahui gelombang singkat Biorthogonal yang mempunyai prosentase rasio kompresi dan nilai PSNR tertinggi.
6 Jurnal Buana Informatika, Volume 3, Nomor 1, Januari 2012: 1-10
4. Pengujian dan Pembahasan 4.1. Histogram Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai piksel dari suatu citra (Munir, 2004). Histogram juga dapat menunjukkan tentang kecerahan dan kontras dari sebuah citra. Oleh karena itu histogram dapat menjadi alat bantu pada pengolahan citra baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Histogram dari citra sekuensial uji dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
(a). 41512 (b). 42512 (c). 43512 Gambar 7. Histogram Citra Sekuensial Uji dengan Kamera Bergerak
(a). 51512 (b). 52512 (c). 53512 Gambar 8. Histogram Citra Sekuensial Uji dengan Obyek di Tengah Bergerak
4.1. Gelombang Singkat terhadap Rasio Kompresi Salah satu tolok ukur keberhasilan pada pemampatan data citra adalah rasio kompresi. Rasio kompresi digunakan untuk mengukur kemampuan pemampatan data, yaitu dengan membandingkan banyaknya entri bernilai nol dari matriks hasil dekomposisi dengan banyak entri dari matriks asli. Prosentase rasio kompresi dapat dirumuskan sebagai: Rumus 1. Prosentase Rasio Kompresi
%rasiokompresi
banyakentribernilain ol x100% banyakentri
Semakin besar prosentase rasio kompresinya berarti semakin baik metode pemampatannya. Hasil dari pengujian pengaruh gelombang singkat terhadap prosentase rasio kompresi untuk beberapa citra uji dapat di lihat pada tabel 1. Tabel 1. Gelombang Singkat Biorthogonal terhadap Prosentase Rasio Kompresi (%) GS\Citra 41512 42512 43512 51512 52512 53512 99.156 99.156 99.156 99.156 99.156 99.156 Bior 1.3 98.987 98.988 98.987 98.988 98.988 98.987 Bior 1.5 99.156 99.156 99.156 99.156 99.156 99.156 Bior 2.2 98.987 98.987 98.987 98.987 98.987 98.987 Bior 2.4 98.812 98.812 98.812 98.812 98.812 98.812 Bior 2.6 98.682 98.682 98.682 98.682 98.682 98.682 Bior 2.8
Santoso, Rasio Kompresi dan PSNR pada Pemampatan Citra Grayscale Menggunakan Gelombang Singkat Biorthogonal 7
99.237 99.075 98.902 98.723 98.591 98.987 98.902 98.682
Bior 3.1 Bior 3.3 Bior 3.5 Bior 3.7 Bior 3.9 Bior 4.4 Bior 5.5 Bior 6.8
99.237 99.075 98.902 98.723 98.591 98.987 98.902 98.682
99.237 99.075 98.902 98.723 98.591 98.987 98.902 98.682
99.237 99.075 98.902 98.723 98.591 98.987 98.902 98.682
99.237 99.075 98.902 98.723 98.591 98.987 98.902 98.682
99.237 99.075 98.902 98.723 98.591 98.987 98.902 98.682
Gelombang-singkat vs Rasio Kompresi Rasio Kompresi (%)
99.4 99.2 99 41512
98.8
42512
98.6
43512
98.4 98.2 Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior 1.3 1.5 2.2 2.4 2.6 2.8 3.1 3.3 3.5 3.7 3.9 4.4 5.5 6.8 Gelombang-singkat
Gambar 9. Gelombang singkat Biorthogonal terhadap Prosentase Rasio Kompresi (Citra 41512.bmp, 42512.bmp, dan 43512.bmp) Gelombang-singkat vs Rasio Kompresi Rasio Kompresi (%)
99.4 99.2 99
51512
98.8
52512
98.6
53512
98.4 98.2 Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior 1.3 1.5 2.2 2.4 2.6 2.8 3.1 3.3 3.5 3.7 3.9 4.4 5.5 6.8 Gelombang-singkat
Gambar 10. Gelombang singkat Biorthogonal terhadap Prosentase Rasio Kompresi (Citra 51512.bmp, 52512.bmp, dan 53512.bmp)
Berdasarkan hasil pengujian gelombang singkat terhadap prosentase rasio kompresi untuk citra sekuensial intraframe pada Tabel 1, Gambar 9, dan Gambar 10 terlihat bahwa Biorthogonal 3.1 prosentase rasio kompresi tertinggi dan Biorthogonal 3.9 menghasilkan prosentase rasio kompresi terendah. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh panjang filter dari setiap gelombang singkat, yaitu semakin pendek panjang filternya akan semakin besar prosentase rasio kompresinya. Pada Biorthogonal 3.1 mempunyai panjang filter Lo_D sebesar 4, sedangkan pada Biorthogonal 3.9 mempunyai panjang filter Lo_D sebesar 20. Hal ini disebabkan karena semakin pendek panjang filternya akan menghasilkan koefisien aproksimasi yang lebih kompak, selain itu proses komputasinya juga lebih sederhana. Selain itu ada hal lain yang mempengaruhi besar kecilnya prosentase rasio kompresi, yaitu nilai ambang dan level dekomposisi. Semakin besar level dekomposisi semakin besar prosentase rasio kompresinya.
8 Jurnal Buana Informatika, Volume 3, Nomor 1, Januari 2012: 1-10
4.2. Gelombang Singkat terhadap PSNR PSNR merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan pada pemampatan data citra. PSNR ini digunakan untuk mengkuantifikasi kualitas citra. Semakin besar nilai PSNRnya berarti semakin baik fungsi gelombang singkatnya, hal ini berarti citra rekonstruksinya semakin mirip dengan citra aslinya. Persamaan PSNR yang digunakan adalah : Rumus 2. Persamaan PSNR
255 PSNR 20 x log 10 MSE Rumus 3. Persamaan MSE
MSE
1 m n ( I ( x, y ) I ' ( x, y )) 2 mn y 1 x 1
Nilai PSNR pada beberapa gelombang singkat dan beberapa citra ujinya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Gelombang Singkat Biorthogonal terhadap PSNR (dB) GS\Citra 41512 42512 43512 51512 52512 304.2133 304.3067 304.32 303.5267 303.5767 Bior 1.3 304.0233 304.0133 304.04 303.3933 303.43 Bior 1.5 302.18 302.2767 302.3067 301.62 301.62 Bior 2.2 308.36 308.4267 308.3633 307.7567 307.8233 Bior 2.4 308.3367 308.37 308.4267 307.8567 307.9167 Bior 2.6 304.3767 304.41 304.4633 303.8067 303.78 Bior 2.8 299.2 299.25 299.2833 298.5067 298.5233 Bior 3.1 304.1133 304.1367 304.2267 303.4533 303.48 Bior 3.3 303.7833 303.89 303.8133 303.1233 303.0733 Bior 3.5 302.89 302.9067 302.9133 302.2967 302.3433 Bior 3.7 302.7567 302.79 302.89 301.9767 302.0667 Bior 3.9 251.77 251.8433 251.46 247.63 247.7333 Bior 4.4 248.9433 249 248.66 244.63 244.72 Bior 5.5 265.85 265.92 265.6 261.87 261.96 Bior 6.8
53512 303.57 303.41 301.64 307.8367 307.8167 303.7633 298.54 303.4467 303.0967 302.3067 302.0367 247.69 244.7 261.8867
PSNR (dB)
Gelombang-singkat vs PSNR 320 310 300 290 280 270 260 250 240
41512 42512 43512
Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior 1.3 1.5 2.2 2.4 2.6 2.8 3.1 3.3 3.5 3.7 3.9 4.4 5.5 6.8 Gelombang-singkat
Gambar 11. Gelombang Singkat Biorthogonal terhadap PSNR (Citra 41512.bmp, 42512.bmp, dan 43512.bmp)
Santoso, Rasio Kompresi dan PSNR pada Pemampatan Citra Grayscale Menggunakan Gelombang Singkat Biorthogonal 9
PSNR (dB)
Gelombang-singkat vs PSNR 320 310 300 290 280 270 260 250 240
51512 52512 53512
Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior Bior 1.3 1.5 2.2 2.4 2.6 2.8 3.1 3.3 3.5 3.7 3.9 4.4 5.5 6.8 Gelombang-singkat
Gambar 12. Gelombang Singkat Biorthogonal terhadap PSNR (Citra 51512.bmp, 52512.bmp, dan 53512.bmp)
Berdasarkan hasil pengujian gelombang singkat terhadap PSNR untuk citra sekuensial intraframe pada Tabel 2, Gambar 11, dan Gambar 12 tampak bahwa Biorthogonal 2.4 dan Biorthogonal 2.6 menghasilkan PSNR tertinggi. Hal ini disebabkan karena dari perhitungan, pada gelombang singkat tersebut menghasilkan nilai MSE yang terkecil, sehingga akan menghasilkan nilai PSNR yang terbesar. Nilai MSE yang lebih rendah akan menghasilkan nilai PSNR yang lebih besar, citra dengan MSE rendah akan menghasilkan citra rekonstruksi yang mirip dengan citra aslinya. Nilai PSNR untuk setiap bingkai citra sekuensial uji adalah sama, hal ini disebabkan antar citra uji mempunyai korelasi yang tinggi atau perbedaan antar citra sangat kecil. Jadi adanya sedikit perbedaan antar bingkai citra tidak mempengaruhi nilai PSNR secara signifikan. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan: (1) Gelombang singkat Biorthogonal 3.1.mempunyai prosentase rasio kompresi tertinggi, sedangkan Biorthogonal 3.9. terendah. (2) Besar kecilnya prosentase rasio kompresi antara lain dipengaruhi oleh panjang filter dari setiap gelombang singkat, yaitu semakin pendek panjang filternya akan semakin besar prosentase rasio kompresinya. (3) Gelombang singkat Biorthogonal 2.4 mempunyai nilai PSNR tertinggi, sedangkan Biorthogonal 5.5. mempunyai PSNR terendah. (4) Besar kecilnya nilai PSNR sangat dipengaruhi oleh nilai MSE, semakin kecil perbedaan antara citra asli dengan citra rekonstruksi akan menghasilkan nilai PSNR yang besar atau tinggi. (5) Adanya sedikit perbedaan antar bingkai citra tidak mempengaruhi nilai PSNR dan prosentase rasio kompresi secara signifikan. Referensi Effelsberg, W., Steinmetz, R. 1998. Video Compression Technique. Dpunkverlag for Digitale Technologie. Muthig GMBH, Jerman. Gibson, J., D., Berger, T., Lookabaugh, T., Linbergh, D., Baker, R.,L. 1998. Digital Compression for Multimedia. Morgan Kaufman Publishers, Inc. San Fransisco, California. Husoy, J.H. 1991. Optical Flow in Image Sequence Coding. Physica Scripta Vol. T38, 113-116. Jerome, M., Ellouze, N. 2008. Effect of Scene Changing on Image Sequences Compression Using Zero Tree Coding. International Journal of Signal Processing 4;1. Leduc, J.P, Odobez, J.M, Labit, C. 1995. Motion-Compensated Adaptive Wavelet Filtering for Image Sequence Processing. IEEE. Levicky, D., Petrulak, P., Radoczi, P., Surin, M. 2000. Hybrid Coding of Image Sequences by Using Wavelet Transform. Radioengineering Vol.9, No. 1, April 2000. Mubarak, R. 2003. Pemampatan Data Citra dengan Menggunakan Transform Gelombang
10 Jurnal Buana Informatika, Volume 3, Nomor 1, Januari 2012: 1-10
Singkat. UGM, Yogyakarta. Munir, R. 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Penerbit Informatika, Bandung. Rockinger, O. 1995. Image Sequence Fusion Using a Shift-Invariant Wavelet Transform. Systems Technology Research, Intelligent Systems Group, Berlin. Rockinger, O. 1996. Pixel-Level Fusion of Image Sequences Using Wavelet Frames. Proceeding of the 16th Leeds Applied Shape Research Workshop, Leeds University Press. Salomon, D. 2008. A Concise Introduction to Data Compression. Springer-Verlag, London. Shi, Y.Q, Sun, H. 2008. Image and Video Compression for Multimedia Engineering, Fundamentals, Algorithms, and Standards 2nd ed. CRC Press, Boca Raton. Stollnitz, E.J, DeRose, T.D., Salesin, D.H. 1996. Wavelets for Computer Graphics: Theory and Applications. Morgan Kaufman Publisher, USA, San Fransisco. Talukder, K.,H., Harada, K. 2007. Haar Wavelet Based Approach for Image Compression and Quality Assessment of Compresed Image. IAENG International Journal of Applied Mathematics, 36:1, IJAM_36_1_9. Tan, C.L. 2001. Still Image Compression Using Wavelet Transform. The University of Queenslands. Taswell, C. 1998. Wavelet Transform Compression of Functional Magnetic Resonance Image Sequences. Proceeding of the IASTED International Conference Signal and Image Processing (SIP’98), Las Vegas, Nevada. Zachariadis, K.E., Boulgouris, N.V., Thomos, N., Triantafyllidis, G., Strintzis, M.G. 2001, Wavelet-Based Communication of Medical Image Sequences. Greece.