perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA)
Penulisan hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : AFERA YOGA KURNIA NIM : E1106080
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA)
Oleh AFERA YOGA KURNIA E1106080
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2011
Dosen Pembimbing
Mohammad Adnan, SH., M.Hum NIP.195407121984031002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA) Oleh Afera Yoga Kurnia NIM. E1106080 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
: Jumat
Tanggal
: 22 Juli 2011
DEWAN PENGUJI 1. ( Agus Riyanto, S.Ag, M.Hum)
: ............................................................
Ketua 2. ( Zeni Litfiah, S.Ag, M.Ag )
: ............................................................
Sekretaris 3. ( Mohammad Adnan, SH., M.Hum ) Anggota
: ............................................................
Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum commit to user NIP : 195702031985032001 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
”Dan rendahkanlah dirimu dengan penuh kasih sayang terhadap kedua orang tuamu. Dan doakanlah (untuk mereka) : ” Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara aku dengan sayangnya pada waktu aku masih kecil” (QS. Al Isra’ : 24)
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du : 11)
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangka” (QS. Ath-Tholaaq)
“Berbaktilah pada kedua orang tuamu selagi masih bisa, karena kecewa yang akan kalian dapatkan jika kalian telah ditinggalkan beliau” (Penulis)
“Jangan pernah memandang orang dari fisiknya saja namun dekatilah mereka jika kamu ingin tahu siapa sebenarnya mereka” (Penulis) commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Karya yang jauh dari kata sempurna ini, Penulis persembahkan untuk : * Dzat yang Maha Besar, Allah SWT, tempat kumempercayakan segalanya, pemberi nikmat, berkah dan rahmat yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar… * Rasulullah saw, yang telah menunjukkan jalan lurus bagi umat manusia… * Ibuku Sri Utami (Alm) dan Bapak Sadji Sumarno, yang tercinta, yang selalu menyayangiku dengan tulus, menjagaku, memotivasiku, dan memberikan yang terbaik untukku hingga aku menjadi dewasa. Semoga kasih sayang, rahmat dan hidayah Allah SWT senantiasa tercurah atas mereka berdua serta untuk Ibuku tercinta ditempatkan ditempat yang mulia disisi-NYa Amin Amin Ya Robbal Alamin… * “Masku Andri dan Istrinya mbak Vara, mbakku Silvi dan suaminya mas Sarif, Rury Kistiantari, adikku tercinta dik Inta dan keponakanku Ara” yang selalu menjadi memotivasi diriku agar tidak mudah terjatuh dan putus asa serta terimaka selalu menjadi penghibur dalam hari-hariku… commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
* Semua sahabatku, kalian merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai harganya, yang selalu ikhlas berbagi suka dan duka, terimakasih…
PERNYATAAN Nama
: Afera Yoga Kurnia
NIM
: E1106080
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM KORELASI
HUKUM
ISLAM
(STUDI
KASUS
DI
MASYARAKAT
KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA) adalah betul- betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011 Yang membuat pernyataan commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Afera Yoga Kurnia NIM. E1106080
ABSTRAK
Afera Yoga Kurnia, E1106080. 2011.PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI Dalam KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS di MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam serta mengetahui pandangan Muhammadiyah terhadap nikah sirri yang telah terjadi di masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris bersifat deskriptif.. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara dan studi dokumen. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan cara teknis analisis kualitatif. Teknik analisis kualitatif adalah pendekatan yang digunakan oleh penulis dengan mendasarkan pada data-data yang dinyatakan oleh responden secara lisan atau tertulis dan juga perilaku secara nyata kemudian diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh hasil bahwa nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat kunden menurut hukum islam telah terpenuhi syarat yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman, terpenuhi rukunnya yang mana rukun pernikahan tidak terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah namun rukun ini merupakan pendapat para ulama yaitu, adanya mempelai laki-laki, mempelai perempuan wali (HR. Baihaqi), saksi (HR. Tirmidzi)., dan ijab qabul pernikahan seperti ini sah menurut agama. Artinya nikah sirri yang ada dalam masyarakat kecamatan kunden ini tidak dilakaukan secara sirri yang berarti sembunyi, sedangakan menurut pandangan Muhammadiyah nikah sirri yang saat ini terjadi dalam masyarakat Kecamatan Kunden adalah nikah yang telah memenuhi rukun dan syarat nikah namun tidak dicatatkan oleh petugas pencatatan nikah setempat. Nikah seperti ini yang umum dilakukan di indonesia disebut sebagai nikah sirri, menurut pandangan para tokoh muhammadiyah pernikahn to user seperti ini tidak sah karena nikahcommit sirri ini hanya bertumpu pada syariat semata vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanpa mempedulikan ketentuan yang lain yaitu aturan yang dibuat oleh pemerintah yang mana pemerintah disini sebagai ”ulil amri” (An-Nisa [4]: 59), yang mana menurut aturan nikah sah sesuai dengan Undang-Undang No. l Tahun 1974. Dalam hal ini pencatatan nikah diperlukan sebagaimana terdapat dalam ayat yang berisiakan pencatatan utang piutang (QS. Al-Baqarah : 282), dalam tujuan pernikahan juga dibutuhkan sebagaimana dalam (QS. Ar-Rum [30]:21). Namun dalam pernikahan sirri lebih banyak mudharatnya dan tidak terpenuhi dari tujuan pernikahan tersebut, sehingga para tokoh muhammadiyah menolak nikah sirri dan enganggap nikah tersebut tidak sah bersarkan ketentuan tersebut. Kata kunci : pandangan muhammadiyah, nikah sirri, hukum islam KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan
hukum
yang
berjudul:
“PANDANGAN
MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA)” ini tepat sesuai waktu yang telah direncanakan. Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syaratsyarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.. Tentunya selama penyusunan penulisan hukum ini, maupun selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tidak sedikit bantuan yang penulis terima baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, saran dan kritik kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan hukum ini, dengan segala rendah hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada: commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Ibu Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2. Bapak Mohammad Adnan, SH.M,.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Masyarakat sekaligus selaku pembimbing Penulisan Hukum penulis. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. 3. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku pembimbing akademik penulis dan ketua program Non Reguler terimakasih atas saran dan bimbingan bagi penulis selama menempuh pendidikan strata satu ini, serta segala dukungan dalam penulisan hukum ini. 4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas segala dedikasinya terhadap seluruh mahasiswa termasuk Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum UNS Surakarta. 6. Kepada segenap pengurus Muhammadiyah Kabupaten Blora, Bapak H. Sarto, S.pdI, Bapak H Puger Alqodri, Bapak Drs. Rustam, Bapak M Sholeh Spd dan Bapak Sukemi S.Ag terimakasih atas kesediaan waktunya yang diberikan dalam penelitian hukum ini. 7. Kepada Bapak M. Thohir, M.Ag selaku Penghulu dan Bapak Wasto selaku petugas pembantu pencatat nikah Kelurahan Kunden yang bersedia memberikan waktunya dalam penelitian hukum ini. 8. Bapakku Sadji Sumarno, yang selama ini selalu memberikan doa, kasih sayangnya hingga saat ini. 9. Almarhum Ibuku tercinta Sri Utami yang selama masih hidup selalu mendoakanku, memberikan cinta, kasih sayangnya sampai akhir hayatnya dan ridho yang menjadi kekuatan, ketabahan serta bekal penulis dalam commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setiap menjalankan kehidupan ini agar belajar ikhlas dan tabah menerima segalanya cobaan ini.. 10. Kakak-kakakku tercinta Mas Andri, Mbak Vara, Mbak Ipi dan Mas Sarif yang telah memberikan perhatian dan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis.
11. Adikku tercinta, Dik Inta yang selalu menemani, baik suka maupun duka selama ini karena telah memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Rury Kistiantari “Kis” yang selalu memberikan doa, motivasi dan semangat pada penulis hingga menyelesaiakan penulisan hukum ini. 13. Temanku gondrek dan mbak mawar yang selalu menghibur bila susah, terimakasih karena telah mengajari untuk bekerja dan bertahan hidup selama di Solo. 14. Teman-teman kos anso , masindo (Arip, Yayan, Weli, Wawan, Mey, Dita, Prima, Grecy dan Husen, Dimas, Ajeng ), anak Scoter Sebelas Maret yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, Team Sakit Kunduran, angkatan 2006 Non Reguler, teman-teman kuliah terimakasih atas setiap waktu yang kita habiskan bersama, dan semua pihak yang membantu dalam penulisan hukum. 15. Vespa tua yang sudah delapan tahun setia mengantar dengan tenaga tuanya dan menemani penulis tiap saat serta kemanapun pergi. 16. Semua pihak yang telah membantu terselesaikanya seluruh proses penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas dukunganya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun penulisan dan pembahasanya, hal ini commit to userdan kekhilafan serta keterbatasan karena manusia tidak bisa lepas dari kesalahan x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
materi, waktu, pengetahuan, serta kadar keilmuan dari penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menunjang kesempurnaan penulisan hukum ini.
Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulisan, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum. Amin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Surakarta,
Juli 2011
Penulis
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... ....
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ....
ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ....
iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................... ....
v
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................
vi
ABSTRAK .................................................................................................... .... vii KATA PENGANTAR .................................................................................. .... viii DAFTAR ISI ................................................................................................. .... xii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xv LAMPIRAN....................................................................................................... xvi BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... .....
1
B. Perumusan Masalah ................................................................. .....
3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... .....
4
D. Manfaat Penelitian ................................................................... .....
4
E. Metode Penelitian..................................................................... .....
5
F. Sistematika Penelitian .............................................................. .....
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritik……………………………...……………........ 10 1. Tinjauan umum tentang Muhammadiyah. ..........…................. 10 a. Pengertian Muhammadiyah……………………………… 10 to user b. Dasar pokok commit ajaran Muhammadiyah…………………...... 10 xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Sifat Muhammadiyah ……………………………………. 12 d. Dasar amal usaha Muhammadiyah………………….…… 13 2. Tinjauan umum tentang nikah sirri …..................................... 13 a. Pengertian nikah.......…………………………………….. 14 1) Dasar nikah yang terdapat dalam ayat Al-Quran …………………………………...….
14
b. Tujuan dan hikmah nikah………………………………..
16
c. Rukun nikah dan syarat nikah ……………………….….
19
d. Hukum nikah …………………………………………..
20
e. Pengertian nikah sirri secara umum………………….…
22
3. Tinjauan Umum Tentang Hukum Islam.................................
24
a. Pengertian Hukum Islam..................................................
24
b. Ciri-ciri Hukum Islam ………………………………….
25
c. Sumber Hukum Islam......................................................
25
B. Kerangka Pemikiran…………………………………….………
26
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................
28
1. Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam ……………………….
28
a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam menurut para tokoh Muhammadiyah dan Kantor Urusan Agama... 28 2. Pandangan Muhammadiyah Terhadap Nikah Sirri……………..
30
a. Pendapat Bapak H Sarto S. PdI selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhamammadiyah Kabupaten Blora…………………… 30 b. Pendapat H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Blora ……………………... 31 c. Pendapat Bapak Sukemi S. Ag………………………….. 31 d. Pendapat bapak Drs. Rustam………………………...….. 32 to user e. Pendapat daricommit bapak M. Sholeh Spd………………….…. 32 xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Pendapat bapak M Thohir, M.Ag selaku Pengurus Kantor Urusan Agama Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri...............................
33
B. PEMBAHASAN............................................................................ 34 1. Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam....................................... 34 a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam menurut
para tokoh Muhammadiyah dan Kantor Urusan Agama .. 34 2. Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri ……………. 43 a. Pendapat Bapak H Sarto S. PdI selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhamammadiyah Kabupaten Blora………………………………………… 44 b. Pendapat H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Blora……………………………………….... 49 c. Pendapat Bapak Sukemi S. Ag…………………………... 51 d. Pendapat bapak Drs. Rustam…………………..………… 53 e. Pendapat dari bapak M. Sholeh Spd……………………... 54 f. Pendapat bapak M Thohir, M.Ag selaku Pengurus Kantor Urusan Agama Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri................................ 55
BAB IV. PENUTUP A. Simpulan………………………………………………………. 63 B. Saran…………………………………………………………... 64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran.............................................................
commit to user xv
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN
Lampiran I
Surat Penelitian dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Lampiran II
Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Urusan Agama Kabupaten Blora
Lampiran III
Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Blora
Lampiran IV
Surat Keterangan Riset dari Kantor Kecamatan Kabupaten Blora
commit to user xvi
Kunden
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi saat ini sebagian orang beranggapan perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dapat dengan mudah diganti-gantikan serta dilepaskan ikatanya apalagi dikalangan arti-artis selebriti tanah air kita. Dapat digambarkan sebagai sebuah mainan yang dapat dibongkar pasang dengan mudahnya dan apabila sudah tidak sesuai dapat digantikan dengan mainan yang baru. Naluri manusia akan kesenangan dunia inilah yang membuat mereka melakukan hal diatas dengan senang hati. Sesungguhnya terhadap hal diatas telah dibekali oleh Allah SWT semenjak dia lahir kedunia, yaitu naluri terhadap lawan jenis bisa dikatakan sebagai syahwat terbesar yang ada dalam setiap manusia. Kecenderungan ini sebelumnya telah difirmankan dalam Al-Quran ketika Allah SWT menempatkan kecintaan laki-laki kepada wanita dan juga kecintaan wanita akan lelaki, mendahului kecintaan manusia kepada yang lainnya, Allah SWT berfirman yang artinya “ Dijadikan indah pada ( pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia; dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS Ali-Imran[3] :14). Adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan tersebut menyebabkan adanya hubungan yang lebih bersifat khusus antara laki-laki dan perempuan yang menyebabkan dibentuknya suatu rumah tangga atas dasar suatu pernikahan guna melanjutkan keturunan sehingga terbentuklah suatu keluarga yang besar (family). Hubungan khusus antara manusia yang berlainan jenis dikenal oleh masyarakat sebagai hubungan dalam “perkawinan” (Chandrawila, 2001: 22). Sesuai dengan pembahasan diatas, dalam hal ini islam meletakkan aturan terhadap penyaluran libido seksual dengan mensyariatkan perkawinan sebagai commit to user diharamkan karena perkawinan bentuk penghalalan sesuatu yang sebelumnya
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
merupakan perjanjian suci yang dapat mengikatkan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dengan perkawinan yang sah, maka hubungan suami dan istri yang asal mulanya dilarang syariat menjadi boleh untuk dilakukan, namun jika perkawinan ini tidak sah menurut syari‟at maka kelanjutan dari hubungan seksual itu sama halnya dengan kita melakukan perzinaan. Karena sudah menjadi satu kebenaran untuk melakukan sebuah akad yang sah untuk terpenuhinya tujuan perkawinan yang hakiki sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam (QS.Ar-Ruum[30] : 21) yang artinya “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah. Dia menciptakan untukmu isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. Allah SWT menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan sebagaimana firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut: “ Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (QS.Adz-Dzariyat[51]: 49). Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa tentram kepadanya, setelah dijadikan di antara kamu rasa kasih sayang (mawadah wa rahmah). Sedangkan dalam (QS. Ar-Rum[30] : 21), mengandung arti bahwa sudah barang mestinya ini sebagai garis yang tidak dapat dipungkiri lagi karena manusia ditakdirkan untuk mencintai lawan jenisnya karena tidak ada naluri yang lebih indah dari pada pertemuan antara lelaki dan perempuan untuk memadu kasih dengan berujung pada perkawinan yang sah dan sesuai dengan aturan syariat islam. Perkawinan selalu menarik perhatian banyak orang dan bukan sekedar karena didalamya ada pembahasan mengenai seksualitas yang selalu ingin dibicarakan namun lebih dari itu Islam memandang perkawinan sebagai suatu perjanjian yang sakral dan sangat fundamental, bahkan Al-Quran menyebutkan sebagai ikatan yang kokoh menyerupai hubungan Tuhan dengan Para Nabi-Nya (QS.An-Nisa[4]: 21 dan 154). Bahkan begitu pentingnya persoalan perkawinan ini sampai-sampai pada sejumlah ayat Al-Quran dan Hadist Nabi saw commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diwahyukan untuk memberikan penjelasan yang lebih terperinci (Burhanudin S, 2010: 8). Perkawinan dalam Islam merupakan kontrak sosial yang ditandai dengan adanya kesepakatan ijab dan qabul, seperti halnya amalan manusia pada umumnya dimana perlu adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Umumya perkawinan akan bernilai ibadah apabila dalam pelaksanaanya sunguh-sungguh diawali dengan niat dan tujuan yang baik pula yaitu dengan niat karena Allah SWT sebagai bukti keimanan tidaklah mencukupi, apabila tanpa diikuti dengan kemauan dan tekad yang sungguh-sungguh antara kedua belah pihak untuk menjalani perkawinan. Dalam hal ini meskipun rukun dan sunah telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan Rasulullah saw namun ada masalah yang yang cukup sulit untuk dipecahkan dimana masyarakat dengan kebudayaan yang masih melekat mereka hanya melangsungkan perkawinan didepan penghulu atau seorang kyai untuk menikahkannya, dalam hal ini perkawinan sudah dianggap sah oleh pelakunya, agar tidak dianggap melakukan zina karena telah sah sesuai syariat Islam dengan melakukan perkawinan dibawah tangan walaupun tidak dicatatkan di badan resmi. Kontroversi mulai banyak bermunculan terhadap nikah dibawah tangan atau yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan istilah nikah sirri ini. Nikah dibawah tangan saat ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar namun juga sudah mulai merambah di desa-desa, seperti yang terjadi di msyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora salah satunya. Berdasarkan ketentuan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul sebagai berikut : “PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA)”.
B. Perumusan Masalah Untuk dapat memperjelas tentang permasalahan yang ada agar pembahasannya lebih terarah dan sesuai dengan tujuan serta sasaran yang commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diharapkan, maka penting sekali adanya perumusan masalah yang akan dibahas. Perumusan masalah juga akan memudahkan penulis dalam pengumpulan data, menyusun data dan menganalisisnya, sehingga penelitian dapat dilakukan secara mendalam dan sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan. Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam ? 2. Bagaimanakah Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam suatu penelitian sebagai suatu solusi atas setiap masalah-masalah yang dihadapi (tujuan obyektif), serta untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui bagaimanakah Nikah Sirri dtinjau dari Hukum Islam. b. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai Nikah Sirri dari sudut Pandang Muhammadiyah. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperluas wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap Hukum Islam mengenai perkawinan dalam Islam dan pembelajaranya. b. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Penelitian selain mempunyai tujuan yang jelas, juga diharapkan dapat memberikan manfaat yang dapat di peroleh dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan hukum terutama Hukum Islam. b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah literatur dan bahan-bahan informasi keislaman yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian pada tahap selanjutnya apabila diperlukan. 2. Manfaat Praktis a. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang Hukum Islam sebagai bekal untuk terjun ke dalam lingkungan masyarakat. b. Memberikan masukan dan pemikiran-pemikiran bagi penulis mengenai ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam penerapkan ilmu yang telah diperoleh selama pembelajaran diperkuliahan.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian empiris yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung kelapangan, dengan adanya penelitian langsung dilapangan diharapkan dapat memperoleh data yang nyata. Sesuai dengan judul dan rumusan masalah yang diangkat penulis ingin mengetahui hukumnya nikah sirri yang marak dilakukan saat ini dari sudut pandang Muhammadiyah. 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksud untuk memberi data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala yang diteliti (Soerjono Soekamto, 1984: 10). Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya diambil kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan pada penelitian tersebut. commit to user 3. Pendekatan Penelitian
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penelitian ini pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan penulis dengan mendasarkan pada data-data yang dinyatakan responden secara lisan atau tertulis, dan juga perilaku yang nyata, diteliti, dan dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soerjono Soekamto, 2006: 250). 4. Jenis Bahan Hukum dan Sumber Bahan Hukum Sumber data dalam penelitian ini merupakan subyek dimana data yang diperlukan
dalam
penelitian
diperoleh.
Sumber
data
adalah
tempat
ditemukanya data. Adapun data dari penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu : a. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari lapangan. Dalam hal ini data yang dipergunakan adalah data hasil wawancara terhadap tokoh-tokoh Muhammadiyah di Kabupaten Blora, petugas Kantor Urusan Agama, dan orang yang melakukan nikah sirri khususnya di masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora. b. Sumber Data Sekunder Yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan keterangan dan bersifat melengkapi sumber data primer. Dalam penelitian ini sumber data sekunder yaitu : buku literatur, internet, dan laporan penelitian. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder. 1) Bahan Hukum Primer : Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan dalam hal ini yang menyangkut adalah : a) Al-Quran b) Majlis Tarjih 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu buku-buku islam, hasil dari kalangan hukum islam, hasil penelitian, Koran, dan bahan lain yang terkait dengan pokok bahasan. 3) Bahan Hukum Tersier commit to user terhadap bahan hukum primer Yaitu bahan yang memberikan penjelasan
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan sekunder yakni bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya (Soerjono Soekamto, 2001: 13). 5. Teknik Pengumpulan data Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi Lapangan Penulis terjun langsung kelokasi penelitian dengan tujuan memperoleh data yang valid dan lengkap dengan cara mengadakan wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan atau informasi secara langsung dari pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan tokoh Muhammadiyah Kabupaten Blora, Kantor Urusan Agama Kabupaten Blora, dan orang-orang yang melakukan nikah sirri di Kecamatan Kunden Kabupaten Blora. b. Studi Kepustakaan Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui Al-Quran, Majelis Tarjih, buku-buku Islam, arsip-arsip, dan bahan lain yang berbentuk tertulis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Teknik Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian sehingga akan diketemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh (Lexy J.Moleong, 1993: 103). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis kualitatif dengan mengumpulkan data yang diperoleh, mengidentifikasi, mengklarifikasi, menghubungkan dengan teori literatur yang mendukung masalah kemudian menarik kesimpulan dengan analisis kualitatif.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis perlu menyiapkan sitematika penelitian hukum. Adapun sistematika penelitian hukum ini terdiri dari 4 bab, yang tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika yang digunakan penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menguraikan mengenai kajian pustaka dan teori yang berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti serta kerangka pemikiran. Dalam kerangka pemikiran teori penulis mengungkapkan
pertama
mengenai
tinjauan
tentang
Muhammadiyah meliputi pengertian Muhammadiyah, dasar pokok ajaran Muhammadiyah, dasar amal usaha Muhammadiyah dan sifat Muhammadiyah. Kedua tinjauan tentang nikah sirri, meliputi dasar nikah yang terdapat dalam ayat Al-Quran, pengertian nikah, tujuan nikah, hikmah nikah, rukun nikah, syarat nikah, hukum nikah, dan nikah sirri, meliputi pengertian nikah sirri secara umum. Ketiga tinjauan tentang Hukum Islam, meliputi pengertian Hukum Islam, ciri-ciri Hukum Islam, dan sumber Hukum Islam. BAB III
commit to user : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam bab ini penulis akan menyajikan pembahasan tentang pertama data-data hasil wawancara dilapangan yang meliputi data
mengenai
hasil
wawancara
terhadap
tokoh-tokoh
Muhammadiyah, data hasil wawancara Kantor Urusan Agama, data hasil wawancara terhadap orang yang melakukan nikah sirri di Kecamatan Kunden Kabupaten Blora, pembahasan mengenai nikah sirri ini ditinjau dari Hukum Islam dan bagaimana Muhammadiyah menjelaskan mengenai nikah sirri tersebut. BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berdasarkan pembahasan dan jawaban masalah atas rumusan masalah yang ditujukan pada pihak-pihak terkait dengan permasalahan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Muhammadiyah Adapun Muhammadiyah
sedikit
pemahaman
tentang
Muhhammadiyah,
merupakan organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad
Dahlan yang lahir di Kauman Yogyakarta tahun 1285 H/1868 M, ayahnya bernama KH. Abu Bakar seorang Khatib Masjid Agung Kesultanan Yogyakarta dan bila ditelusuri lebih jauh beliau keturunan dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tanggal 8 april 1419 Masehi. Menurut perspektif KH. Ahmad Dahlan, beragama adalah beramal yang artinya beragama itu berkarya dan berbuat sesuatu yaitu melakukan tindakan sesuai dengan isi pedoman Al-Quran dan Sunnah (KH. Ibnu Salimi dan Sudarno S, 1997: 55-56). a. Pengertian Muhammadiyah Pengertian Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan Islam, maksud dari gerakanya adalah dakwah Islam “Amar Ma’ruf Nahi Munkar” yang ditujukan kepada dua bidang yaitu perseorangan yang dibagi dua golongan ( kepada yang Islam bersifat pembauran artinya mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni dan yang kedua kepada yang belum Islam bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk Agama Islam) dan masyarakat dalam hal ini bersifat perbaikan dan bimbingan serta peringatan (KH. Ibnu Salimi dan Sudarno S, 1997: 69). b. Dasar Pokok Ajaran Muhammadiyah Adapun isi dari pokok-pokok pemikiran keagamaan KH. Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut (KH. Ibnu Salimi commit to userdan Sudarno S, 1997: 57-58)
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Dalam bidang Aqidah, sejalan dengan pandangan dan pemikiran ulama salaf; 2) Beragama adalah beramal, artinya bahwa beragama itu berkarya dan berbuat sesuatu, yaitu melakukan tindakan sesuai dengan isi pedoman Al-Quran dan Sunnah. Dalam pengertian ini orang yang beragama adalah orang yang menghadapkan jiwa dan hidupnya hanya kepada Allah SWT, yang dapat dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan seperti rela berkorban, baik dengan harta benda miliknya atau dengan ilmunya dan bekerja dalam berbagai segi kehidupan hanya karena untuk Allah SWT semata; 3) Dasar pokok Hukum Islam menurut KH. Ahmad Dahlan adalah AlQuran dan Sunnah, apabila dari keduanya tidak diketemukan hukumnya maka ditentukan berdasarkan kepada penalaran dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis serta Ijma‟ dan Qiyas; 4) Dalam pandangan KH. Ahmad Dahlan terdapat 5 jalan untuk memahami Al-Quran yaitu mengerti, yang artinya memahami maksud (tafsir), selalu bertanya pada diri sendiri, apakah larangan agama yang telah diketahui telah ditinggalkan, dan apakah perintah agama yang dipelajari sudah dikerjakan atau belum, tidak mencari ayat lain sebelum isi ayat sebelumnya dikerjakan; 5) Ada tindakan nyata adalah wujud kongkrit dari hasil penerjemahan AlQuran dan organisasi adalah wadah dari tindakan nyata tersebut, dimana orang Islam harus selalu memperluas dan mempertajam kemampuan akal pikiran dengan ilmu; 6) Sesuai dengan dasar pemikiran bahwa seseorang itu perlu dan bergembira, maka orang tersebut harus yakin bahwa mati adalah bahaya akan tetapi lupa kematian adalah bahaya yang jauh lebih besar dari kematian itu sendiri. Menurut KH. Amad Dahlan dalam diri commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seseorang harus ditanamkan “ghirah” dan gerak hati untuk maju dengan landasan moral dan iklhas dalam beramal; 7) Kunci persoalan kehidupan adalah peningkatan kualitas hidup dan kemajuan yang sedang berkembang dalam tata kehidupan masyarakat (dalam
kaitanya
dengan
pandangan
KH.
Ahmad
Dahlan
menyampaikan pesan kepada umat untuk menjadi insiyur, guru, master, dan untuk kembali berjuang dalam Muhammadiyah); 8) Pembinaan generasi muda dilakuakan Kyai dengan jalan interaksi langsung, untuk melaksanakan teorinya dan mendirikan kepanduan yang selanjutnya diberi nama “Hisbul-Wathan” (HW); 9) Strategi menghadapi perubahan sosial akibat modernisasi adalah merujuk kembali kepada Al-Quran, menghilangkan sikap
fatalisme
dan sikap “taqlid”. Strategi ini dilaksanakan dengan menghidupkan jiwa dan semangan ijtihad melalui peningkatan kemampuan berpikir logis-rasional dan mengkaji realitas sosial. c. Sifat Muhammadiyah Sifat Muhammadiyah terbagi dalam sepuluh bagian yaitu (KH. Ibnu Salimi dan Sudarno S, 1997: 71): 1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan; 2) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah islamiyah; 3) Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam; 4) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan; 5) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta menjadi contoh teladan yang baik; 6) “Amar ma’ruf nahi munkar” dalam segala lapangan serta menjadi contoh yang baik; 7) Aktif dalam perkembangan masyarakat, dengan maksud istilah pembangunan sesuai dengan ajaran Islam; commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan
dan
memelihara
Agama
Islam,
serta
membela
kepentingannya; 9) Membantu pemerintah serta kerjasama dengan golongan lain dalam memelihara, dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT; 10) Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana. d. Dasar Amal Usaha Muhammadiyah Dasar Amal Usaha Muhammadiyah yang
tersimpul dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut (KH. Ibnu Salimi dan Sudarno S, 1997: 70): 1) Hidup manusia harus berdasaar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah Swt; 2) Hidup manusia bermasyarakat; 3) Mematuhi ajaran-ajaran Agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat; 4) Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah SWT dan insan kepada kemanusiaan; 5) Ittiba‟ kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad saw; 6) Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah yaitu bagaimana cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya dengan berpedoman “ Berpegang teguh akan ajaran Allah SWT dan rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridhoi Allah SWT ( KH. Ibnu Salami dan Sudarno, 1997: 70). 2. Tinjauan Tentang perkawinan Dalam Islam Pernikahan merupakan moment yang sangat penting bagi kehidupan user seseorang dimana dengan commit nikah totersebut seseorang akan menjalani
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
kehidupanya bersama dengan pasanganya atau pendamping hidupnya hingga akhir hayat nanti dan berusaha untuk menjalin kehidupan yang lebih baik lagi didunia maupun diakhirat. Allah menciptakan manusia, pria dan wanita, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan, dan akal. Adanya rasa cinta kasih antara pria dan wanita merupakan fitrah manusia. Hubungan khusus antar jenis kelamin antara keduanya terjadi secara alami karena adanya gharizatun nau’ (naluri seksual/berketurunan). Sebagai sistem hidup yang paripurna, Islam pasti sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya Islam tidak melepaskan kendali naluri seksual secara bebas yang dapat membahayakan diri manusia dan kehidupan masyarakat. Islam telah membatasi hubungan khusus pria dan wanita hanya dengan pernikahan. Dengan begitu terciptalah kondisi masyarakat penuh kesucian, kemuliaan, sangat menjaga kehormatan setiap anggotanya, dan dapat mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarian keturunan umat manusia. Maha Suci Allah yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan satu dengan yang lainnya, dan menyatukan keduanya dalam taqwa, serta menumbuhkan darinya rasa tenteram dan kasih sayang. Shalawat serta salam semoga selalu allah curahkan kepada teladan umat yang telah mengembalikan harkat manusia kembali pada fitrahnya. Islam sebagai ajaran yang sesuai dengan fitrah, telah mensyari'atkan adanya pernikahan bagi setiap manusia. Dengan pernikahan seseorang dapat memenuhi kebutuhan fitrah insaniyahnya (kemanusiaannya) dengan cara yang benar sebagai suami isteri, lebih jauh lagi mereka akan memperoleh pahala disebabkan telah melaksanakan amal ibadah yang sesuai dengan syari'at Allah SWT. Pernikahan dalam pandangan Islam, bukan hanya sekedar formalisasi hubungan suami isteri, pergantian status, serta upaya pemenuhan kebutuhan fitrah manusia. Pernikahan bukan hanya sekedar upacara sakral yang merupakan bagian dari daur kehidupan manusia. Pernikahan merupakan ibadah yang disyari'atkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, maka tidak diragukan lagi pernikahan adalah bukti ketundukan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak membiarkan hamba- Nya commitAllah to useryang Maha Rahman memberikan beribadah dengan caranya sendiri.
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tuntunan yang agung untuk melaksanakan ibadah ini, sebagaimana ibadahibadah yang lainnya (shalat, puasa, zakat, haji, dsb.). Maka adalah sebuah kecerobohan, bila hamba-Nya yang ingin melaksanakan ibadah yang suci ini (nikah) menodainya dengan bid'ah (yang tidak diajarkan oleh Islam) dan khurafat (hal-hal yang membawa kepada kemusyrikan terhadap Allah), sehingga mencabut status aktivitas itu dari ibadah menjadi mafsadat/dosa. Adalah
sebuah
kemestian
bagi
setiap
muslim
untuk
berusaha
menyempurnakan ibadahnya semaksimal mungkin, tak terkecuali dengan sebuah proses dan kegiatan pernikahan. Kesemuanya itu dilakukan agar hikmah dan berkah ibadah dari ibadah itu dapat dirahmati oleh Allah Azza wa Jalla.Adapun pengertian nikah sebagai berikut : a. Pengertian Nikah “Menurut bahasa kawin identik dengan nikah yang berasal dari bahasa arab, yakni menghimpun, berkumpul dan menindih, sedangkan menurut istilah, berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan permpuan yang bukan mahrom yang menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanaya” (Najmuddin Zuhdi, Elvi Na‟imah, 2005: 102). Menurut Imam Syafi'I, Pengertian nikah ialah suatu akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan menurut arti majazi (mathaporic) nikah itu artinya hubungan seksual (Mohd. Idris Ramulyo, 2004 : 2). 1) Dasar nikah yang terdapat dalam Al-Quran yang Menjelaskan tentang pernikahan sebagai berikut : a) “Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja” (QS. An-Nisaa‟ [4] : 3). b) “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nuur [24]: 32). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
c) “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya ” (QS. Al-A‟Raaf [7]: 189). d) “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 49). e) “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Ruum [30]: 21). f) “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS. An-Nahl [16]: 72). g) “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak” (QS. An-Nisaa‟ [4] : 1). 2) Sedangkan menurut “Ahli Ushul”, Nikah terdapat 3 macam pendapat (Abd. Shomad, 2008: 272) : a) Menurut Ahli Ushul golongan Hanafi, arti aslinya adalah setubuh dan menurut arti majazi adalah akad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita; b) Menurut Ahli Ushul golongan Syafi‟i, nikah menurut arti aslinya adalah akad yang denganya menjadi halal hubungan kelamin antar pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazi adalah setubuh; c) Menurut Abul Qasim Azzajjad, Imam Yahya, Ibnu Hazm, dan sebagian ahli Ushul sahabat Abu Hanafi mengartikan nikah to user bersyarikan artinyacommit antara akad dan setubuh;
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam disebutkan “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau (miitsaaqan gholiidhan) untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Sedangkan pengertian nikah dalam Hukum Islam sendiri adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara dua belah pihak dengan dasar suka rela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup
berkeluarga
yang
diliputi
rasa
kasih
sayang
dan
ketenteraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah SWT (Ahmad Azhar Basyir, 1990: 10); e) Menurut Sajuti Thalib, perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengkasihi, tentram, dan bahagia. 3) Nikah menurut Ahli Fiqh yang secara etimologi istilah nikah didefinisikan sebagi berikut (Burhanuddin S, 2010: 31-32) : a) Menurut Ulama Hanafiyah, pengertian nikah adalah akad yang disengaja dengan tujuan mendapatkan kesenangan; b) Menurut Ulama Syafi‟iyah, pengertian nikah adalah akad yang mengandung maksud untuk memiliki kesenangan (wathi‟) disertai lafadz nikah, kawin, atau yang semakna; c) Menurut Ulama Malikiyah, pengertian nikah adalah akad yang semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dengan sesama manusia; d) Menurut Ulama Hanabilah, nikah adalah akad dengan lafadz nikah atau kawin untuk mendapatkan manfaat bersenang-senang. b. Tujuan dan Hikmah Pernikahan Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan to user antara laki-laki, dan perempuan hajat tabiat kemanusiaan,commit berhubungan
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Syari‟ah (Soemiyati, 1986: 12). Nikah bukanlah hanya untuk hubungan suami istri didunia semata namun juga suatu perjuangan antara pihak laki-laki dan permpuan untuk mencapai kebahagiaan bersama didunia maupun diakhirat dimana nikah ini merupakan bagian dari ibadah yang mulia untuk menyempurnakan sebagian dari agama seseorang serta dapat terjalin rumah tangga yang sesuai dengan Islam yakni rumah tangga yang ideal menurut Islam sebagai berikut (Burhanuddin S, 2010: 47): 1) Pergaulan yang “makruf” (pergaulan yang baik), yaitu saling menghormati dan saling menjaga rahasia masing-masing, serta menjaga pergaulan yang harmonis baik antara suami isteri maupun hubungan dengan anak-anak; 2) Pergaulan yang “sakinah” (pergaulan yang aman dan tentram), yaitu agar suasana dalam kehidupan rumah tangga itu terdapat keadaan yang aman dan tentram, gemah ripah loh jinawi, tidak terjadi perselisihan paham yang prinsipil; 3) Pergaulan yang mengalami rasa “mawaddah” (saling mencintai terutama di masa muda atau remaja), yaitu rasa cinta mencintai antara suami isteri yang meliputi pula arti saling memerlukan dalam hubungan seks; 4) Pergaulan yang disertai “rahmah”, yaitu rasa santun-menyantuni terutama setelah masa tua. Adapun hikmah dari pernikahan trsebut adalah sebagai berikut (Burhanuddin S, 2010: 48-52): 1) Menyempurnakan ibadah sebagaimana Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam bersabda: “Barangsiapa memberi karena Allah, menahan kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan commit to ia user menikahkan karena Allah maka telah menyempurnakan iman” (HR.
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dengan syarat Bukhari Muslim. Disepakati oleh Adz Dzahabi). Dari pengertian diatas maka nikah adalah bagian dari ibadah sehingga konsekwensi apabila seorang lakilaki atau perempuan tidak mampu menjadi suami atau istri yang baik berarti kelak akan dmintai pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT, menikah juga merupakan bagian ibadah yang mulia dan akan menyempurnakan Agama seseorang, sehingga tidak ada gunanya apabila tidak diiringi dengan niat yang baik tidaklah cukup sebelum amalan yang Syar‟i sebagaimana telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah yang artinya “Barang siapa menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan sisanya” (HR. AT-Thabrani); 2) Mencapai ketentraman jiwa, sesungguhnya pernikahan terdapat rahasia robbani yang sangat besar dimana saat terlaksananya akad nikah akan tercapai kasih sayang yang didapati oleh suami istri, dimana kasih sayang itu tidak dapat ditemui dari seorang sahabat kecuali melalui pergaulan rumah tangga yang berlangsung lama; 3) Melestarikan keturunan sebagaimana yang Allah SWT pilihkan untuk para kekasih-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteriisteri dan keturunan” (QS. Ar-Ra‟d [13]: 38). Dimana dalam masyarakat disini tersusun dari beberapa kumpulan keluarga yang dibentuk dari dua insan manusia melalui suatu pernikahan, pernikahan dalam Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memilih pasangan suami istri yang baik (agamanya) sehingga dapat melahirkan keturunan sebagaimana diharapkan yaitu dapat menyelamatkan kedua orang tuanya setelah meninggal dunia melalui doa kepada Allah SWT; 4) Mencegah perzinaan, dengan menikah seseorang akan lebih dapat menjaga pandangan dan kemaluanya dari hal-hal yang diharamkan. Dan memenuhi kebutuhan biologis yang mana kecintaan manusia pada to userhubungan seksual secara halal lawan jenis untuk commit melakukan
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
merupakan fitrah manusia yang tumbuh atas kehendak Allah SWT sebagaimana oleh Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan (menggoda) dan membelakangi dalam rupa setan, maka apabila salah seorang kamu melihat seorang wanita yang menakjubkannya hendaklah mendatangi isterinya, sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan syahwat yang ada dalam dirinya” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi) (http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB). Sehingga untuk memenuhi kebutuhan biologis yang sah dapat dilakukan dengan adanya ikatan pernikahan antara laki-laki dan perempuan.
c. Rukun dan Syarat Nikah Ketentuan pernikahan telah diatur secara jelas dalam Al-Quran dan Sunnah, walaupun terdapat keberagaman pendapat namun para ulama sependapat bahwa untuk mencapai keabsahan suatu pernikahan diperlukan adanya syarat dan rukun sebagaimana ditetapkan Syariat. Pengertian Rukun adalah sesuatu yang harus ada sehingga berlakunya merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut, sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus ada meskipun berlakunya bukan menjadi bagian dari amalan itu sendiri. Adapun bagian dari rukun dan syarat nikah tersebut sebagai berikut (Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi, 2010: 2328) : 1) Rukun Nikah : a) Pengantin Laki-Laki; b) Pengantin Perempuan; c) Wali; d) Dua Orang Saksi; e) Ijab dan Qabul.
commit to user 2) Sedangakan syarat nikah tersebut antara lain :
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Syarat- syarat pengantin laki-laki : (1) Tidak dipaksa atau terpaksa; (2) Tidak dalam ihram haji atau umrah; (3) Islam (apabila kawin dengan perempuan Islam). b) Syarat-syarat pengantin perempuan : (1) Bukan perempuan yang dalam masa iddah; (2) Tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain; (3) Antara perempuan dan laki-laki tersebut bukan muhrim; (4) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah; (5) Bukan perempuan musyrik. 3) Adapun penjelasan sebagai berikut (Burhanuddin S, 2011: 39-46): a) Laki-laki dan wanita yang tidak terhalang secara Syar‟i untuk menikah artinya bahwa tidak ada yang menghalangi mereka menikah yaitu ketika wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi karena adanya hubungan keturunan atau ada hubungan penyusuan, selain itu bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah juga terhalang sementara untuk dinikahi; b) Kehadiran saksi menurut mayoritas ulama, kehadiran saksi dalam akad nikah adalah sebagai penentu keabsahan akad nikah itu; Jika seorang wanita meminta dua orang dari kerabatnya menikahkan dirinya, kemudian masing-masing dari keduanya menikahkannya dengan orang lain, maka wanita tersebut menjadi laki-laki yang lebih dahulu dinikahkan dengannya dan jika akad dilaksanakan pada waktu yang sama maka pernikahan wanita tersebut dengan kedua laki-laki tersebut batal, dua orang saksi yang dimaksud dengan dua orang saksi bahwa akad nikah harus dihadiri dua orang saksi atau lebih dari laki-laki yang adil dari kaum Muslimin, karena
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
berfirman,
"Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian" (QS. Ath-Thalaaq : 2). Dan karena Rasulullah Shallallahu Alaihi commit to user wa Sallam bersabda, "Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dua orang saksi yang adil" (Diriwayatkan Al-Baihaqi dan AdDaruquthni. Hadits ini cacat dan juga diriwayatkan Imam Syafi'i secara mursal. Imam Syafi'i berkata, "Sebagian besar ulama mengamalkannya". Itu pula yang dikatakan At-Tirmidzi). Hukumhukum bagi dua orang saksi ialah sebagai berikut: 1) Saksi nikah harus dua orang atau lebih. 2) Kedua saksi tersebut harus adil, dan adil itu terlihat dengan menjauhi dosa-dosa besar dan meninggalkan sebagian besar dosa-dosa kecil. Sedang orang fasik dengan melakukan zina, atau meminum minuman keras, atau memakan harta riba itu tidak sah dijadikan saksi pernikahan. 3) Jumlah saksi disunnahkan diperbanyak pada zaman kita karena sedikitnya sifat adil pada zaman sekarang. c) Wali dari pihak perempuan ini merupakan salah satu rukun nikah adalah wali dari mempelai perempuan karena jika seorang perempuan menikahkan dirinya tanpa wali, maka nikahnya bathil (tidak sah); Wali yaitu ayah kandung wanita, atau penerima wasiat, atau kerabat terdekat dan seterusnya sesuai dengan urutan dari ahli waris wanita tersebut, atau orang bijak dari keluarga wanita tersebut, atau pemimpin setempat, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "tidak ada nikah kecuali dengan wali" (Diriwayatkan semua penulis Sunan dan di-shahih-kan Al-Hakim dan Ibnu Hibban). Dan karena Umar bin Khathab Radhiyallahu Anhu berkata, "Wanita tidak boleh dinikahi kecuali dengan izin walinya, atau orang bijak dari keluarga wanita, atau pemimpin". Hukum-hukum bagi wali Wali mempunyai sejumlah hukum yang wajib diperhatikan, yaitu: 1)
Ia layak menjadi wali, yaitu laki-laki, baligh, berakal sempurna, dan orang merdeka (bukan budak).
2) Orang yang hendak menikahi seorang wanita harus meminta commit jika to user izin kepada walinya wanita tersebut gadis dan walinya
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah ayahnya sendiri, atau menanyakan wanita tersebut kepada walinya jika wanita tersebut janda dan walinya bukan ayahnya sendiri, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Janda lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya dan gadis itu harus dimintai izin, dan izinnya adalah diamnya" (Diriwayatkan Imam Malik dengan sanad yang shahih). 3) Perwalian wali yang dekat tidak sah dengan keberadaan wali yang lebih dekat. Jadi tidak sah perwalian saudara seayah dengan keberadaan saudara kandung, atau perwalian anak saudara dengan keberadaan saudara. d) Adanya Ijab Qabul dimana ijab berarti lafadz yang diucapkan oleh atau pihak lain yang diperkenankan syariat untuk mengganikanya. Qabul adalah lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya. e) Pernikahan orang yang sedang ihram, yaitu pernikahan orang yang sedang ihram dengan haji atau umrah dan belum memasuki waktu tahallul. Pernikahan seperti itu tidak sah dan jika orang tersebut tetap ingin menikah dengan wanita yang dinikahinya pada saat ihram, ia harus mengulangi akadnya setelah ia selesai melakukan ibadah haji atau umrah, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikahkan dan tidak boleh dinikahkan" (HR. Muslim). f) Pernikahan dalam masa iddah, yaitu seseorang menikahi wanita yang sedang menjalani iddah karena bercerai dengan suaminya, atau karena suaminya meninggal dunia. Pernikahan seperti itu batil dan tidak sah dan hukumnya ialah keduanya dipisahkan karena akad keduanya tidak sah dan wanita tetap mendapatkan mahar jika suaminya
telah
berduaan
dengannya
dan
orang
tersebut
diharamkan menikahi wanita tersebut setelah masa iddah-nya habis to karena user Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai hukuman commit baginya,
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berfirman, "Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya" (QS. Al-Baqarah : g)
Pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita Ahli Kitab, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrikat, sebelum mereka beriman" (QS. Al-Baqarah : 221). Jadi orang Muslim haram menikahi wanita kafir dari agama Majusi, atau wanita komunis, atau wanita penyembah berhala. Wanita Muslimah juga diharamkan secara mutlak menikah dengan laki-laki Ahli Kitab, atau non Ahli Kitab, karena
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
berfirman,
"Mereka
(wanitawanita Muslimah) itu tidak halal bagi orang-orang kafir dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka" (QS. AlMumtahanah : 10) (Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, 2002 : 591-593). d. Hukum Nikah Bagi setiap individu mempunyai beban hukum yang melekat pada perbuatan manusia, begitu juga dengan nikah tedapat beban hukumnya yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan atau kesiapan seseorang sebagai berikut (Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi, 2010: 14-17) : 1) Nikah Wajib, berlaku bagi orang yang telah mampu dan berkeinginan untuk melangsungkan pernikahan karena takut terjerumus pada perbuatan fitnah zina, “ Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu, mak hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi perisai baginya”( HR. Bukhari). 2) Nikah Sunnah adalah nikah yang berlaku bagi orang yang sudah mampu, tetapi masih mengendalikan dirinya dari perbuatan yang haram (zina). “Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di commitBeliau to user bersabda:”Bagaimana menurut dalamnya ada pahala?”
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala” (HR. Muslim, Ibnu Hibban) (http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB). Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya, sebagaimana Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam bersabda yang artinya : “Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu letakkan di mulut isterimu” (HR. Bukhari dan Muslim) (http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB). “Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan pada isterumu” (HR. Muslim) (http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB). 3) Nikah Mubah berlaku bagi orang yang tidak diwajibkan segera menikah dan tidak ada penghalang yang mengharamkan untuk melaksankan pernikahan; 4) Nikah Makruh, berlaku bagi orang yang tidak berkeinginan untuk menggauli dan menafkahi istri; 5) Nikah Haram, berklaku bagi orang yang menyadari bahwa dirinya tidak mampu memenuhi kewajiban hidup berumah tangga, baik nafkah lahir seperti sandang , pangan, papan, maupun batin. Allah SWT commit to user berfirman yang artinya; “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya”(QS. An-Nur [24]: 33). e. Pengertian Nikah Sirri Sirri secara bahasa berasal dari bahasa arab yakni “as-sirri” yang berarti rahasia, maka nikah sirri ini dikenal dengan sebutan “zawaj assirri” atau pernikahan secara rahasia (Burhanuddin S, 2010: 13). Keberadaan nikah sirri sebenarnya telah ada sejak jaman sahabat, dimana istilah itu berasal dari ucapan Umar bin Khattab, bahwa telah terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi, kecuali hanya seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dalam riwayatnya Masyhur, sahabat Umar bin Khattab r.a menyatakan ” Ini nikah sirri, saya tidak membolehkanya, dan sekiranya saya tahu lebih dahulu, maka pasti akan saya rajam” (Burhanuddin S, 2010: 14). Adapun yang dimaksud nikah sirri adalah pernikahan yang tidak dicatatkan pada pihak yang berwenang, ada juga yang bersifat merahasiakan
pernikahan
dimana
para
saksi
diwasiatkan
untuk
merahasiakan pernikahan tersebut, umumnya kerahasiaan dalam nikah sirri ini diperuntukkan kepada istri pertama dan keluarga, namun ada juga Nikah Sirri yang resmi dicatat dalam catatan pihak berwenang namun tidak diketahui oleh istri, dan keluarganya yang sebelumnya. Adapun pengertian nikah sirri menurut beberapa ulama sebagai berikut (Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi, 2010: 43) : 1) Pengertian Nikah Sirri dalam menurut Ulama Fiqih, Nikah Sirri ialah pernikahan yang ditutup-tutupi. Sirri berasal dari kata “as-sirru” yang bermakna rahasia. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman yang artinya: “…Dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia..” (QS. Al-Baqarah[2]: 235). Pernikahan sirri ini dapat diartikan sebagai pernikahan yang diwasiatkan kepada saksi untuk disembunyikan atau dirahasiakan dimana rukun dan syaratnya commit totelah user terpenuhi yang tidak dicatatkan
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
secara resmi, namun pernikahan ini disaksikan oleh sekurangkurangnya dua orang saksi yang adil dan berdasarkan persetujuan serta kehadiran wali, tidak diumumkan sehingga, kawin sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dan ditutupi, serta tidak disebarluaskan; 2) Pernikahan sirri juga dikatakan sebagai pernikahan tanpa wali “tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan tidak dicatatkan secara resmi. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (sirri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuanketentuan syariat; 3) Nikah Sirri juga diartikan sebagai pernikahan yang sah secara agama yaitu rukun dan syaratnya terpenuhi yang secara resmi pada badan negara dicatatkan namun para saksi diminta untuk merahasiakan kesaksianya; 4) Nikah Sirri adalah pernikahan yang tidak tercatat secara resmi namun disetujui oleh wali tanpa ada saksi. Berdasarkan empat ketentuan diatas istilah nikah sirri yang berkembang dalam masyarakat selama ini adalah bentuk pernikahan yang telah memenuhi rukun dan syaratnya yang telah sesuai dengan yang ditetapkan syariat dan sah secara agama meskipun tanpa dicatat dalam pencatatan badan yang berwenang di suatu Negara.
3. Tinjauan Tentang Hukum Islam a. Pengertian Hukum Islam 1) Secara etimologi (lughawi) syari‟at berarti jalan ke tempat pengairan atau jalan yang pasal yang diturut (SEI.: 524); atau tempat lalu air di sungai. Menurut ahli syari‟at ialah segala kitab Allah SWT yang berhubungan dengan tindak tanduk manusia di luar yang mengenai akhlak yang diatur tersendiri commit toatau userbagi hukum-hukum yang bersifat amaliyah. (Ibid: 414). Syaria‟at adalah hukum amaliyah yang berbeda
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
menurut perbedaan Rasul yang membawa dan setiap yang datang kemudian mengoreksi dan menasakh yang datang lebih dahulu (Ismail Muhammad Syah, 1992: 12). 2) “Dalam Al-Quran menggunakan kata dan syir‟ah dan syariah dalam arti “din” yakni jalan yang telah ditetapkan Allah SWT bagi manusia. Pada masa Rasulullah saw hidup istilah syarai‟ sebagai bentuk jamak dari kata syariah digunakan dalam arti masalah-masalah pokok Islam”(Abd Shomad, 2010: 25). 3) Imam Abu Hanafiah (700-765), mendefinisikan syariah sebagai semua yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang bersumber pada wahyu, yakni semua bagian-bagian ajaran Islam; 4) Abu Hanafiah menjelaskan “din” tidak pernah berubah sedangkan syariah terus-menerus berubah dalam perjalanan sejarah, ”din” adalah pokok-pokok iman, sedang syariah ialah kewajiban yang harus dijalani; 5) Imam Syafi‟I (767-820), mengartikan syariah dengan peraturanperaturan lahir bagi umat Islam yang bersumber pada wahyu dan kesimpulan (deductions) yang dapat ditarik dari wahyu. Peraturanperaturan lahir ini mengenai cara bagaimana manusia berhubungan dengan Allah SWT dan sesama makhluk, khususnya sesama manusia. Imam Syafi‟i menggunakan istilah syariah dalam penggertian lembaga, lebih jauh lagi, ia menggunakan istilah Syar‟i dengan pengertian kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan; 6) Syekh Mahmout Syaltout, mendefinisikan bahwa Syari‟ah ialah peraturan-peraturan yang diciptakan oleh Allah SWT, atau yang diciptakanya pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya dalam hubungan dengan Tuhan, saudara sesama muslim, saudara sesama manusia, serta hubungannya dengan alam seluruhnya, dan hubunganya dengan kehidupan; 7) Mohammedan Law, mendefinisikan Kata syariah adalah nama umumnya yang diartikan yang diberikan kepada peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah Agama dan para ahli dirumuskan sebagai commitIslam, to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
suatu yang tidak akan adanya, seandainya tidak ada wahyu Ilahi. Hukum syariah itu diartikan sebagai jenis, sifat dan nilai yang ditetapkan sebagi dari wahyu Ilahi; 8) Hukum Islam adalah nama bagi segala ketentuan Allah SWT dan utusan-Nya yang mengandung larangan, pilihan, atau menyatakan syarat, sebab, dan halangan untuk suatu perbuatan hukum. Sifat hukum Islam universal yang mengatur hubungan antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan masyarakat dimana hidup, dan manusia dengan alam lingkungannya, disegala waktu, dan segala tempat, mencakup segala kehidupan manusia dan segala permasalahan (Abd Shomad, 2010: 29). c. Ciri-ciri khusus Hukum Islam (Abd Shomad, 2010: 30-31): 1) Hukum Islam adalah hukum Agama Islam; 2) Hukum Islam mengandung watak universal; 3) Hukum Islam dalam bidangnya ubudiyah halnya telah diatur sedemikian rupa dalam Al-Quran dan As-Sunnah; 4) Hukum Islam dalam bidang muamalah cocok insan kamil manusia, perasaan hukum, kesadaran hukum masyarakat dapat dikembangakan dan senantiasa tumbuh menurut kebutuhan dan pandangan hidup masyarakat dilandasi Al-Quran dan As-Sunnah. d. Sumber Hukum Islam (Abd. Shomad, 2010: 33): 1) Sumber hukum Ashliyah, sumber hukum yang pengunanaya tidak tergantung pada sumber lain, yakni Al-Quran (Al Quran adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat jibril dengan lafal dan maknanya, yang disampaiakan kepada kita secara mutawair, yang menjadi mukjizat, serta yang aktivitas membacanya adalah ibadah) dan As-Sunnah (Sunnah menurut Ahli Hadits perkataan, perbuatan, legalisasi, serta akhlak dan anggota badan yang disandarkan kepada Rasulullah saw); 2) Sumber hukum Taba‟iyyah, sumber hukum yang pengunaanya berdasarkan pada ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti Ijma‟(upaya sungguh-sungguh menggunakan akal pikiran untuk commit tohukum user atas sesuatu perkara yang tidak merumuskan dan menetapkan
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditemukan kepastian hukumnya dalam Al-Quran danAs-Sunnah), qiyas(Qiyas berarti menurut Ulam Ushul Fiqh sebagai upaya menyamakan hukum syariat satu kasus dengan kasus lain karena keduanya mempunyai persamaan „illat atau motif dan latar belakang berlakunya hukum tersebut), istishlah(Istishlah adalah menetapkan suatu hukum bagi masalah yang tidak ada nash-nya dan tidak ada ijma‟ berdasarkan kemaslahatan murni, dan tidak dibatalkan oleh syari‟at), dan lain-lain.
2. Kerangka Pemikiran Masyarakat
Nikah Sirri
Hukum Islam
boleh
Muhammadiyah
tidak
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran Keterangan : Saat ini sangat banyak nikah sirri yang dapat ditemukan dimasyarakat sekitar kita, dimana masih banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan sirri. Nikah sirri dalam masyarakat saat ini adalah nikah yang dilakukan secara sah menurut hukum Islam yang syarat dan rukunya telah terpenuhi namun pernikahan tersebut tidak commit to user dicatatkan pada badan yang berwenang atau pada petugas pencatatan nikah
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
setempat, hal inilah yang menjadikan masalah mengenai bagaimana hukum Islam menjelaskan mengenai status dari nikah tersebut yang secara syariat pernikahan tersebut sudah sah namun secara administratife belum karena pernikahan tersebut tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah atau penguasa dan bagaimana nikah sirri ini menurut Hukum Islam sah atau tidak, serta bagaimana pandangan Muhammadiyah terhadap pernikahan sirri tersebut berdasarkan ketentuannya yang tetap bersumber pada nilai-nilai Hukum Islam, apakah nikah sirri yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora sah atau tidak.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang didapatkan selama wawancara dilapangan oleh beberapa responden yang telah melakukan nikah sirri antara lain Ibu astuti usia 40 tahun, pernah menikah namun suami meninggal dunia kemudian melakukan pernikahan dengan memenuhi rukun dan syarat nikah menurut agama dengan seorang lakilaki yang sudah berkeluarga. Kedua ibu puji astute usia 37 tahun, pernah menikah namun suami meninggal dunia, dia menikah lagi secara sirri dengan memenuhi rukun dan syarat nikah dengan seorang laki-laki yang sudah berkeluarga. Ketiga bapak sudarmono, usia 54 tahun, pernah menikah secara resmi namun istri meningal dunia. Kemudian dia melakukan nikah secara sirri dengan seorang janda beranak satu. Hasil penelitian ini digunakan penulis sebagai contoh kasus nikah sirri
yang
dialakukan
masyarakat,
adapun
hasil
penelitian
terhadap
permasalahannya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam, berdasarkan hasil penelitian dilapangan yang telah dilakukan penulis adalah: a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam berdasarkan wawancara dengan para tokoh Muhammadiyah adalah sebagai berikut: 1) Nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut bapak H. Sarto S. Pdi selaku Majelis
Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kabupaten Blora, dalam penelitian dilapangan sebagai berikut: Nikah sirri atau sirri yang berarti rahasia, dalam Hukum Islam tidak ada ayat yang menjelaskan mengenai pengertian nikah sirri secara langsung sehingga beliau berangapan bahwa nikah sirri dalam Hukum Islam murni tidak ada tapi nikah itu dapat terpenuhi dengan memenuhi rukun nikah tersebut dan itu artinya baru disebut nikah namun itu menurut Hukum Islam asli dan bukan berdasarkan pendapat commit to user orang-orang saja.
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut Bapak H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Blora, sebagai berikut: Bapak Puger dalam wawancara menyatakan bahwa menurut Hukum Islam, nikah sah menurut adalah telah terpenuhinya syarat nikah yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman, terpenuhi rukunnya yaitu, adanya mempelai laki-laki, mempelai perempuan wali, saksi, dan ijab qabul. Bapak Puger dalam hal ini lebih tidak setuju dengan nikah sirri yang dilakukan masyarakat Kunden Kabupaten Blora tapi tidak menolak karena ada faktor dimana beliau bisa menerima, tidak menolak karena memang secara Agama nikah yang dilakukan ketiga warga diatas sah karena telah memenuhi syarat dan rukun nikah tersebut menurut Agama. 3) Pendapat Bapak Sukemi S. Ag mengenai nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut, sebagai berikut: Bapak Sukemi dalam wawancaranya menyatakan bahwa menurut Hukum Islam nikah sirri seperti yang dilakukan warga Kecamatan Kunden Kabupaten Blora tersebut telah memenuhi rukun dan syarat nikah yang telah sesuai dengan Agama Islam. 4) Pendapat bapak Drs. Rustam terhadap nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut, sebagai berikut: Nikah sirri dalam kasus tersebut meskipun memenuhi syarat dan rukunya, sehingga hukum perkawinan tersebut sah kalau syaratnya cukup. Kalau syarat-syarat rukunnya dipenuhi maka perkawinan menjadi sah, hanya saja pernikahan dalam kasus ditatas sah hanya berdasarkan syari'at. 5) Pendapat dari bapak M. Sholeh Spd dalam wawancara mengenai nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut, sebagai berikut: Dalam Agama lslam, nikah sirri disahkan asalkan memenuhi persyaratan seperti adanya mempelai, wali nikah, mas kawin, dan saksi commit user masyarakat tersebut jika dilihat pernikahan. Nikah sirri ketigatowarga
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari keteranganya telah memenuhi unsure rukun dan syarat nikah sehingga pernikahan seperti ini punya esensi yang halal namun tetap mengindahkan ketentuan dalam Al-Quran.. 6) Pendapat dari Pengurus Kantor Urusan Agama yaitu bapak M Thohir, M.Ag, mengenai nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam, sebagai berikut: Yang diandalkan dalam pedoman atau dasar dari pernikahan sirri yang dilakukan oleh masyarakat Kunden Kabupaten Blora dalam kasus ini hanya terpenuhi dalam ruang lingkup syariah atau Hukum Islamnya dan nikah sirri itu hanya sah dalam fiqhnya saja.
2. Bagaimanakah Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri ? a. Bapak H. Sarto S. Pdi selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Blora, dalam penelitian dilapangan sebagai berikut: Nikah sirri yang ada di Indonesia atau yang berkembang di masyarakat sebagai contoh adalah masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora adalah nikah yang tidak dicatatkan pada petugas pencatatan nikah atau pada Kantor Urusan Agama ini dikatakan sebagai nikah sirri. Nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat saat ini hanya untuk mementingkan hawa nafsunya saja bukan untuk mengejar kebahagiaan yang hakiki, sebagaimana terdapat dalam tujuan dan hikmah suatu pernikahan. Dalam hal ini nikah sirri atau nikah dibawah tangan tidak hanya berdampak pada istri anak namun juga pada suami itu sendiri seperti: dampak terhadap istri, tidak dianggap sebagai istri yang sah, tidak berhak mendapatkan nafkah dari suami dan tidak mendapatkan warisan jika suami meninggal dunia, terhadap anak;
anak yang dilahirkan
dianggap sebagai anak tidak sah , ketiadaan nama si ayah pada akte kelahiran dan anak tidak berhak atas biaya hidup dari ayahnya, dan anak tidak bisa ikut bersekolah; terhadap suami : suami tidak bertanggung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
jawab, suami bebas untuk dapat menikah lagi dan suami tidak lagi memikirkan harta bersama. Dalam kasus pernikahan sirri yang terjadi di Kecamatan Kunden, yang rata-rata beranggapan bahwa nikah sirri itu sah, itu hanya omong kosong belaka dan hanya memelintir Hukum yang ada, karena tidak ada pengakuan yang sah dari Negara atau tidak dicatatkanya pernikahan tersebut membuat pernikahan mereka tidak sah. Menurut bapak H. Sarto S. Pdi dasar dari tidak sahnya nikah sirri ada dalam QS. Al-Mukminun [23]: 5-7, (HR. Ibnu Majah dari 'Aisyah), (HR. al-Bukhari dari 'Abdurrahman bin 'Auf), (QS. Al-Baqarah: 282), dan (QS. An-Nisa‟ : 21). Nikah dalam lslam hanya satu bentuk yakni yang disyari'atkan Rasulullah saw dengan memenuhi seluruh rukunnya dan tidak pula didasari syarat-syarat yang bertentangan dengan tuntutan akad nikah. Selama rukun terpenuhi rukunya sah tapi di Indonesia khususnya mengenai diakui sahnya perkawinan adalah dengan rukun perkawinan dan ditunjukkanya akte pencatatan nikah secara formal yang dicatatkan pada pegawai pencatatan nikah sehingga efek atau akibat dari nikah sirri tidak bisa menjadi sah karena fiqh Indonesia. b. Pendapat Bapak H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Blora, sebagai berikut: Nikah sirri diartikan sebagai nikah dibawah tangan, atau menurut syariat agama dan tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatatan Pemerintah. Dalam kasus diatas walaupun syarat dan rukunya telah terpenuhi namun mereka tetap harus mentaati aturan pemerintah dalam kaitan umat Islam yaitu bahwa orang Islam dianjurkan taat pada Allah SWT, taat pula pada Rasul-Nya, dan Ulil Amri (Pemerintah), namun dalam hal ini nikah sirri bertentangan, maka hal ini lebih untuk menyelamatkan generasi selanjutnya. Pernikahan dengan cara sirri dari kasus itu dijadikan sebagai jalan pintas bagi sebagian pria yang tidak bertangung jawab. Nikah sirri telah menghalalkan sesuatu yang haram, menyingkirkan kewajiban dan nikah sirri ini jelas adalah pintuto masuk commit user menuju kemudharatan, dalam
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kasus ini beliau tidak setuju karena lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya karena untuk menjadi orang Islam yang baik adalah dengan cara taat pada Allah SWT, baik menurut Allah SWT, baik juga menurut pemerintah. c. Pendapat Bapak Sukemi S. Ag mengenai kasus diatas, sebagai berikut: Nikah pada dasarnya mengenai pencatatan akad nikah, bukanlah merupakan suatu rukun nikah. Pencatatan akad nikah merupakan hal baru setelah munculnya degradasi moral, lemahnya hubungan keluarga serta anak-anak, lemahnya tingkat rasa tanggung jawab. Nikah sirri pada zaman sekarang ini tidak bisa diterapkan dengan hal diatas karena bisa saja seorang suami saat terjadi ketidak cocokan dengan istrinya kemudian mengingkari ikatan hubungan mereka dan meninggalkan istri yang dinikahi secara sirri tersebut seperti dalam kasus ini walaupun dalam kasus ini tidak diungkapkan kenapa suami meninggalkan istrinya begitu saja, namun jelas nikah sirri terjadi karena suami dan istri terrsebut imannya lemah. Bapak sukemi lebih beranggapan bahwa nikah sirri dalam kasus diatas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. d. Pendapat Bapak Drs. Rustam terhadap nikah sirri diatas, sebagai berikut: Nikah sirri ini meskipun memenuhi syarat dan rukunya tapi merupakan jenis pernikahan yang merugikan karena tidak memiliki tujuan sejati sebagaimana nikah biasa dimana syarat-syarat rukunnya dipenuhi maka perkawinan menjadi sah, tetapi bisa haram kalau mengakibatkan ada pihak-pihak yang dirugikan seperti istri dan anak, maka nikah sirri ini menjadi haram hukumya dan sah menurut Agama tetapi haram. Pernikahan sirri ini adalah pernikahan biasa yang tanpa adanya bukti-bukti yang menguatkannya atau minus catatan resmi. Nikah sirri yang dilakukan warga kecamatan kunden tersebut minim bukti yang mengakibatkan kemungkinan terjadi kezhaliman dikemudian hari terhadap istri. e. Pendapat dari Bapak M. Sholeh Spd dalam wawancara menolak nikah sirri, sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
Menurut bapak Sholeh nikah sirri kalau dilihat secara umum masih banyak mudharat (dampak buruk) karena merugikan istri atau perempuan dan anaknya. secara hukum positif, umumnya posisi istri atau wanita menjadi sangat lemah. Dalam kasus ini sebenarnya pencatatan resmi dari pihak Kantor Urusan Agama atau akte nikah diperlukan untuk menjamin aspek legalitasnya, apalagi urusan hubungan suami istri, kalau tidak ada akte nikah, bagaimana kalau
di kemudian hari akan muncul banyak
madharat. Dalam Islam diatur ayat mengenai pengaturan hutang piutang yang dapat dihubungakan dengan betapa pentingya surat akte nikah (QS. Al-Baqarah [2]: 282). f. Pendapat dari pengurus Kantor Urusan Agama yaitu bapak M Thohir, M.Ag, sebagai berikut: Pasa prinsipnya, pencatatan akad nikah adalah hal yang sunnah dalam pernikahan, Pada zaman dahulu, pencatatan akad nikah ini tidak diperlukan. nikah sirri pada zaman sekarang kebanyakan disalah gunakan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab karena faktor kelemahan iman. Nikah sirri dalam kasus diatas sebenarnya tidak dapat dipertanggung jawabkan dipengadilan dan justru akan menimbulkan kekacuan dalam masyarakat
dan keluarga dan falsafah dari keluarga
tersebut akan hilang. Ditinjau dari sudut padang Agama pencapainya umat beragama dalam menjalankan Agama ini harus memenuhi tiga aspek, sebagai berikut: Aqidah, Syariah, dan Muamalah. Dasar dari perlunya pencatatan nikah yang dijadikan dasar dari Kantor Urusan Agama adalah : 1) “Apabila ada sesuatu hal yag menyimpang atau ada rentetan dimasa depan maka tulislah”. 2) Kita diperintahkan taat pada Allah SWT, taat pada Rasul dan taat juga pada pemerintah”, Nikah sirri jika dikembalikan pada “faktubu” maka pelaku nikah sirri tersebut dapat dikatakan tidak taat pada ketiga hal tersebut. Dalam kasus diatas sesungguhnya perlunya dicatatkanya untuk to Ibadah user sesuai dengan (QS. Ar-Rum kemaslahatan Islam yangcommit bernilai
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
[30]:21). Tiap-tiap perkawinan itu perlu dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi pencatatan pernikahan itu sendiri pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti “bayyinah” menurut pandangan syariat, yang menjadi dasar hukum berlakunya peraturan tentang pencatatan perkawinan. Meskipun perintah pencatatan pada ayat tersebut adalah terkait dengan perikatan yang berifat umum, namun berlaku juga pada masalah pernikahan. Kebijakan pemerintah untuk membuat peraturan resmi tentang pencatatan pernikahan (akta nikah) merupakan bagian syarat sah syar'iat. Berdasarkan penjelasan bapak Thohir, fungsi percatatan pernikahan adalah sebagai antisipasi terhadap kecurangan yang kemungkinan dilakukan salah satu pihak di kemudian hari. Dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa pencatatan pernikahan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasannya. Kepatuhan pada pemerintah merupakan bagian dari syariat Agama . Namun berbeda dengan bentuk kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang bersifat mutlak, kepatuhan kepada pemerintahan “Ulil Amri” adalah bersifat relative (QS,An-Nisa [4]: 59). Menurut bapak Thohir bagi warga yang terlanjur melakukan nikah sirri harus melakukan pernikahan ulang dengan pencatatan secara resmi. Pelaku nikah sirri ini dianggap tidak ada sehingga orang yang melakukan nikah sirri dianggap tidak pernah melakukan nikah atau belum pernah melakukan pernikahan oleh Kantor Urusan Agama.
B. Pembahasan 1.
Bagaimanakah Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam, penulis akan membahas secara menyeluruh dari hasil wawancara diatas sehingga didapatkan pemahaman yang jelas sebagai berikut: a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam berdasarkan wawancara dengan para tokoh Muhammadiyah adalah sebagai berikut: 1) Bapak H. Sarto S. PdI selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah commit to user Muhammadiyah Kabupaten Blora:
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nikah sirri atau sirri yang berarti rahasia, dalam hal ini rahasia dapat dipahami sebagai nikah sirri yang terkait dengan kehadiran saksi. Para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai sahnya nikah sirri seperti ini, sebagian ulama seperti Hanafiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa pesan agar saksi merahasiakan bahwa adanya pesan untuk merahasiakan pernikahan berarti telah mencabut kesaksian dari tujuan disyariatkannya, publikasi (i'lan) sebagaimana Nabi saw bersabda: ”Umumkanlah pernikahan dan pukullah rebana” [HR. Ibnu Majah dari 'Aisyah]. Pernikahan tersebut menjadi tidak sah. Kesaksian merupakan syarat
penting dalam suatu pernikahan semenjak
disyariatkan akad pernikahan itu sendiri, suatu pernikahan dikatakan nikah siri apabila nyata-nyata tidak menyertakan bukti (bayinah) yang dapat menjelaskan adanya suatu pernikahan. Sedangkan yang dimaksud bukti pernikahan menurut pemahaman saat itu adalah berupa kehadiran saksi. Dalam akad nikah, kegiatan yang dilakukan para saksi adalah boleh melaihat saja atau dengan mencatat. Berbeda dengan persyaratan wali nikah, siapa yang berhak menjadi saksi tidak ada ketentuan yang bersifat pasti. Siapapun yang akan menjadi saksi dalam pernikahan, hedaknya dipersyaratkan orang yang adil. Jika nikah sirri diidentikkan dengan nikah tanpa kehadiran saksi, maka untuk menentukan keabsahan nikah sirri sangat ditentukan oleh status hukum dari keberadaan saksi itu sendiri dalam rukun dan syarat nikah. Artinya, apabila saksi merupakan bagian dari rukun dan syarat nikah, maka ketidakhadiran saksi dalam akad nikah tentu akan menyebabkan nikah sirri menjadi batal demi hukum. “Di mana ada wanita menikah tanpa izin walinya dan (tanpa dihadiri) dua orang saksi yang adil maka nikahnya batal, dan jika ia telah disetubuhi maka dia ( berhak mendapat) mahar dan apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi wanita yang tak punya wali”, Dari hadits tersebut dapat kita lihat bahwa kebenaran dua orang saksi adalah satu keharusan yang tak boleh diabaikan, sehingga 'Alaudin menyatakan commit bahwa toakad user pernikahan tanpa adanya saksi adalah tidak sah (Burhanudin S, 2010: 56).
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Saksi dalam hal ini adalah dalam rangka pembuktian bahwa telah terjadi pernikahan yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan sehingga tidak ada jalan bagi kedua belah pihak untuk mengingkari pernikahan tersebut. Diwajibkan juga saksi minimal dua orang dalam suatu pernikahan, Nabi Saw secara tegas juga menyatakan larangannya terhadap nikah sirri. Berlakunya larangan terhadap nikah sirri disebabkan karena dilakukan secara sembunyi-sembunyi (rahasia) untuk menghindari sepengetahuan orang lain. Bahkan begitu rahasianya, sampai-sampai pernikahan tersebut tidak dihadiri oleh saksi atau wali yang menurut syariat menjadi bagian rukun dan syarat nikah. Karena faktor itulah barangkali yang menjadi sebab mengapa Rasulullah Saw melalui sabdanya melarang pernikahan sirri: “Sesungguhnya Nabi Saw melarang nikah siri“ (HR. Bukhari). Apabila mengacu pada makna hadits tersebut, berarti yang namanva nikah sirri itu adalah perbuatan yang dilarang. Hikmah dari larangan tersebut karena di dalamnya mengandung unsur kemudharatan bagi umat Islam. Dalam Hukum Islam tidak ada ayat yang menjelaskan mengenai pengertian nikah sirri secara langsung sehingga beliau berangapan bahwa nikah sirri dalam Hukum Islam murni tidak ada tapi nikah itu dapat terpenuhi dengan memenuhi rukun nikah tersebut dan itu artinya baru disebut nikah namun itu menurut Hukum Islam asli dan bukan berdasarkan pendapat orang-orang saja. Mengenai rukun nikah
sebagai
berikut:
(http://chantryintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalamperspektif-hukum-islam_31.html, diakses pada tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.18 WIB); 1) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar‟i untuk menikah. Di antara perkara syar‟i yang commit to user menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan, Atau si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang muslimah; 2) Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali; 3) Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya; 4) Adanya wali bagi calon mempelai wanita, karena Nabi Shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali” (HR. AlKhamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-Imam Al-Albani Rahimahullahu dalam Al-Irwa` No. 1839). Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda: “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil” (HR. Abu Dawud No. 2083, dishahihkan Al-Imam Al-Albani Rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud). Adapun jumhur ulama, di antara mereka adalah Al-Imam Malik, Asy-Syafi‟i, Ahmad, dan selainnya berpandangan bahwa wali nasab seorang wanita dalam pernikahannya adalah dari kalangan “ashabah”, yaitu kerabat dari kalangan laki-laki yang hubungan kekerabatannya dengan si wanita terjalin dengan perantara laki-laki (bukan dari pihak keluarga perempuan atau keluarga ibu tapi dari pihak keluarga ayah atau laki-laki), seperti ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki, paman dari pihak ayah, anak laki-laki paman dari pihak ayah, dan seterusnya. Bila seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya enggan menikahkannya, maka hakim atau penguasa memiliki hak commit dalil to user perwalian atasnya dengan sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wa sallam: “Maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali” (HR. Abu Dawud no. 2083, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud) 5) Dua orang saksi, saksi atas akad nikah tersebut dengan dalil hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu „anhuma secara marfu‟: “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-Imam AlAlbani rahimahullahu dalam Al-Irwa‟ no. 1839, 1858, 1860 dan Shahihul Jami‟ no. 7556, 7557). Berdasarkan pernikahan sirri pada kasus ini, apabila dikaji menurut ketentuan yang telah dibahas diatas maka pernikahan sirri tersebut belum bias dikatakan sah menurut agama karena belum memenuhi semua unsur-unsur yang dibutuhkan. 2) Bapak H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Blora Bapak Puger dalam wawancara menyatakan bahwa menurut Hukum Islam, nikah sah menurut adalah telah terpenuhinya syarat nikah yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman dan terpenuhi rukunnya yaitu ( Moh. Idris Ramulyo, Sh., MM, 2004: 244-245); a) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar‟i untuk menikah. Di antara perkara syar‟i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan. Atau, si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang muslimah. b) Adanya wali bagi calon mempelai wanita; c) Dua orang saksi yang beragama Islam; commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali dan adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya; e) Kewajiban membayar mahar. Bapak Puger dalam hal ini lebih tidak setuju dengan nikah sirri tapi tidak menolak karena ada faktor dimana tidak menolak nikah sirri tersebut karena memang secara agama nikah sirri yang telah memenuhi unsur rukun dan syarat nikah trsebut telah terpenuhi dan nikah tersebut dikatakan sah. 3) Bapak Sukemi Sag, berpendapat mengenai nikah sirri menurut Hukum Islam akan dijelaskan sebagai berikut; Bapak Sukemi dalam wawancaranya menyatakan bahwa menurut Hukum Islam nikah sirri itu telah memenuhi rukun, sebagai berikut ( Drs. H.M. Najmuddin Zuhdi, M.A dan Elvi Na‟imah, L.C., MAg, 2005: 109-110): a) Calon suami dan istri tidak berpenghalang yaitu perempuan muslimah dantidak berpenghalang untuk dinikahi; b) Wali
bagi
calon
mempelai
wanita,
bertanggung
jawab
mengawinkan wanita; c) Saksi dua orang laki-laki, saksi harus bertangung jawab, baligh, dan beragama Islam; d) Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali dan adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya, e) Mahar ( mas kawin). Dalam Agama Islam, syarat perkawinan adalah : a) Persetujuan kedua belah pihak; b) Mahar (mas kawin); c) Tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sehingga pernikahan sirri yang terdapat dalam kasus ini dapat dikatakan belum terpenuhi ketentuan dalam Al-Quran yang merupakan pedoman sumber dari hukum Islam. 4) Bapak Drs. Rustam, sebagaimana pendapatnya dalam pembahasan diatas akan dibahas dibawah ini; Nikah sirri dalam kasus tersebut meskipun memenuhi syarat dan rukunya, sehingga hukum perkawinan tersebut sah kalau syaratnya cukup, pengertian cukup disini adah telah terpenuhi rukun; adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar‟i untuk menikah. Di antara perkara syar‟i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan atau, si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang muslimah, adanya wali bagi calon mempelai wanita, dua orang saksi, adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali dan adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya. Syaratnya sebagai berikut : persetujuan kedua belah pihak, mahar (mas kawin), tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan. Jadi menurut Hukum Islam kasus ini walaupun telah memenuhi syarat-syarat rukunnya maka perkawinan yang dilakukan masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora belum sah. 5) Bapak M. Sholeh Spd, sebagaimana pendapatnya dalam pembahasan diatas akan dibahas dibawah ini; Dalam Agama lslam, nikah sirri boleh asalkan memenuhi persyaratan seperti adanya mempelai yaitu adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar‟i untuk menikah., wali nikah disini yang dimaksud sebagai wali yaitu adanya wali bagi commit to useratau mahar yang diberikan kepada calon mempelai wanita, mas kawin
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempelai perempuan, dan saksi pernikahan yaitu minimal dua orang saksi serta ijab qabul. Apabila suatu pernikahan telah terpenuhi unsure diatas berarti nikah sirri yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Kunden tersebut memenuhi syarat dan rukunya dalam Hukum Islam seperti ini punya esensi yang halal menurut Bapak Sholeh.Spd. Adapun ayat yang memperkuat pendapat diatas mengenai rukun nikah tersebut, sebagai berikut: a) Sabda Nabi: “ Tidak sah suatu pernikahn tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil” (HR. Baihaqi). b) Saksi dan wali diharapkan seorang muslim sebagaimana dalam ayat sebagai berikut: “ Dan orang–orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain..” ( AT. Taubah [9]: 71). c) Sabda Rasulullah Saw, bahawasanya “tidak sah pernikahan kecuali dengan wali” ( HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Hadist ini digunakan sebagai dasar imam malik dan syari‟i untuk menetapkan wali sebagai syarat sahnya nikah . selain itu umar bin khatab juga menyatakan “ Seorang wanita tidak boleh dinikahkan kecuali ada izin dari walinya, yaitu orang yang punya kompeten dari keluarganya atau izin dari penguasa” ( Burhanuddins. S, SHI., M. Hum, 2010: 42). d) Dasar hukum pemberian mahar mengacu pada firman Allah SWT: “ Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
dengan
penuh
kerelaan.
Kemudian
jika
mereka
menyerahkan kepada kamu sebagaian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik” (QS.An-Nisaa‟[4]:4). e) Dasar hukum yang terkait hubungan sesusuan yang ditegaskan melalui hadits Rasulullah saw, sebagai berikut: “ Diharamkan karena ada hubungan sesusuan apa yang diharamkan karena commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adanya nasab” ( HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah). f) Saksi, menurut pengikut Malikiyyah, saksi tetap menjadi syarat sah nikah, sebagai berikut: 1) “ Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, bahwa pelacur yaitu wanita-wanita yang mengawinkan dirinya sendiri tanpa saksi” (HR. Tirmidzi). 2) “Sesungguhnya Rasulllah Saw bersabda, bahwasanya tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil”( HR. Baihaqi). g) Dasar wanita yang dalam masa iddah terhalang dan haram sementara untuk dinikahi, sebagai berikut: “ Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan di benci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh) diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudarasaudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan ; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu lakilaki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sesusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mampu dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpun
(dalam
perkawinan)
dua
perempuan
yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau: sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, commit user miliki ( Allah telah menetapkan kecuali budak-budak yangtokamu
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah sengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling
merelakan,
sesudah
menentukan
mahar
itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana“ (QS.An-Nisa[4]: 22-24). 6. Bapak M Thohir, M.Ag selaku pegawai Kantor Urusan Agama dalam wawancaranya tersebut menyatakan bahwa nikah sirri bila ditinjau dari Hukum Islam pembahasanya sebagai berikut: Yang diandalkan dalam pedoman atau dasar dari pernikahan sirri dalam kasus ini
hanya dalam syariah atau Hukum Islam dimana
masyarakat yang melakukan nikah sirri tersebut hanya memenuhi apa yang dianjurkan agama saja tanpa mempedulikan kriteria yang lain.. Nikah sirri itu hanya sah menurut fiqhnya saja, fiqh disini yang dimaksud adalah bukan sah atau tidaknya secara hakiki namun fiqh ini bisa menyelinap dibeberapa pendapat. Namun tidak sah menurut agama, yang lebih luas secara umum ada aqidah, syariah dan
muamalah tapi orang yang
melakukan nikah sirri diatas hanya jatuh pada syariah padahal syariah ini hanya menaungi wilayah fiqh, padahal fiqh ini wilayahnya sangat kecil yang tidak ada sepertiganya dari keabsahanya. Menurut Agama, dalam arti segala tindakan manusia hanya dapat dibenarkan menggunakan justifikasi agama sejauh dia mendatangkan manfaat bagi kepentingan umum, bukan kemaslahatan yang bersifat perorangan artinya kalau seorang beranggapan nikah sirri sah seperti dalam kasus diatas, maka orang itu hanya berlindung pada fiqh padahal fiqh itu hanya bagian dari syariah dan syariah masih dibawah bagian dari Agama dan sangat kecil keabsahan. Walaupun fiqh diperlukan commit to user namun belum bisa mencapai
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
keabsahan yang dikehendaki oleh Agama. Sehingga pernikahan yang dilakukan warga tidak sah menurut Hukum Islam walaupun mereka telah memenuhi apa yang telah menjadi rukun dan syarat nikah tersebu sebagai dasar dalam (QS. Al-Baqarah: 282): “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya..” . 2. Pembahasan pendapat tokoh Muhammadiyah mengenai nikah sirri berdasarkan kasus nikah sirri yang terjadi di masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora, sebagai berikut : a. Pembahasan pendapat Bapak H. Sarto S. PdI selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Blora, dalam penelitian dilapangan sebagai berikut: Nikah yang ada di Indonesia atau yang berkembang di masyarakat adalah nikah yang tidak dicatatkan pada petugas pencatatan nikah atau pada Kantor Urusan Agama ini dikatakan sebagai nikah sirri. Pernikahan yang dilakukan itu berhubungan dengan
ulil amri dimana selalu
berdasarkan pada kenyakinan atau Agama dan harus dicatat secara sah pada petugas pencatat nikah atau Kantor Urusan Agama yang berwenang, sehingga nikah yang tidak dicatat merupakan nikah yang tidak sah. Adapun dasar yang digunakan berdasarkan ketentuan majelis tarjih dengan dasar sebagi berikut: (QS. Al-Baqarah: 282) “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya …”, (QS. An-Nisa‟: 21) “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. Adapun dalam qaidah mengenai pematuhan kepada pemerintah sebagai berikut yang artinya: “Suatu tindakan pemerintah berintikan terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya”, sabda Nabi saw: commit to user “Umumkanlah pernikahan dan pukullah rebana” [HR. Ibnu Majah dari
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
'Aisyah], dan “Adakanlah walimah (perhelatan) meskipun hanya dengan memotong seekor kambing” [HR. al-Bukhari dari 'Abdurrahman bin 'Auf]. Pada dasarnya nikahnya orang Indonesia (masyarakat) saat ini hanya sepihak saja yang artinya mereka melakukan nikah dengan seorang perempuan, atau yang sering disebut dengan nikah sirri ini, hanya digunakan untuk teman tidur dimana tidak memikirkan kehidupan selanjutnya dan dalam hal ini lebih untuk mencari kesenganan sesaat tanpa memikirkan urusan selanjutnya serta tanpa adanya perasaaan kasihan pada wanita yang dinikahi secara sirri tersebut, begitu juga keluarga dari pernikahan yang sah juga tidak dipedulikan apalagi dari pihak yang dinikahi sirri tersebut dan anak hasil pernikahan sirri itu pasti akan ditinggalkanya dikemudian hari yang tidak hanya berdampak pada istri anak namun juga pada suami itu sendiri seperti halnya, (DR.M. Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfy R., Lc, 2010: 152-155); 1) Dampak terhadap istri sebagai berikut: a) Tidak dianggap sebagai istri yang sah. Suatu perkawinan dianggap sah menurut hukum di Indonesia jika telah menenuhi syarat dan rukunnya, di samping itu iuga harus dicatat oleh Kantor Urusan Agama. Jika tidak dicatat oleh Kantor Urusan Agama, maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah. b) Tidak berhak mendapatkan nafkah dari suami. Sebagaimana dijelaskan di atas, pernikahan sirri adalah pernikahan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan, maka kedudukan istri di mata hukum sangat lemah. Jadi, jika sang suami tidak mempunyai rasa tanggung jawab terhadap istrinya, bisa saja ia akan menelantarkan istrinya tanpa memberi nafkah. Hak istri untuk mendapatkan nafkah dari suami meniadi tidak terjamin karena tidak ada bukti tertulis, di lain pihak istri tidak bisa menuntut hakhaknya atas nafkah tersebut di depan hukum karena ia tidak mempunyai bukti tertulis perkawinanya tersebut. commitakan to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Tidak mendapatkan warisan jika suami meninggal dunia. Setelah suami meninggal dunia, seorang istri yang dinikahi secara sirri tidak bisa mendapatkan warisan, walaupun secara lslam pernikahan mereka termasuk pernikahan yang sah dan berhak mendapatkan warisan, tapi jika pembagian warisan diurus oleh Pengadilan Agama, maka wanita tersebut tidak bisa mendapatkan warisan apaapa karena tidak ada bukti bahwa ia seorang istri dari dari suaminya yang telah meninggal karena perkawinan sirri tersebut yang saat hidupnya pernah menikahinya secara sirri. Tidak berhak mendapat harta gono-gini, jika ia berpisah dengan suaminya (baik karena cerai atau ditinggal mati), ia tidak bisa mendapatkan harta gono-gini, karena secara hukum perkawinan mereka tidak terjadi. Walaupun pembagian harta gono-gini ini tidak ada dalam lslam, tetapi hal ini akan menjadi masalah di Indonesia yang menerapkan hukum pembagian harta gono-gini suami-istri jika mereka berpisah. Dapat dicerai sewaktu-waktu, sesorang suami yang tidak bertanggung jawab, yang menikah di bawah tangan dengan tujuan hanya
untuk
menuntaskan
nafsu
birahinya,
dan
berniat
menceraikan istrinya saat ia sudah bosan, maka dengan ketiadaan surat nikah ia merasa mendapat peluang untuk bertindak sewenang-wenang terhadap istrinya serta menceraikannya. 2) Terhadap Anak sebagai berikut: a) Anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah, atau anak yang lahir di luar nikah. Anak dianggap hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu, sehingga dalam akte kelahirannya pun hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkan, sedangkan nama ayahnya dibiarkan kosong. Artinya bahwa anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya, hal ini sesuai dengan UU Perkawinan Tentang Kedudukan Anak, yang menyatakan: "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan user dalam atau sebagaicommit akibat toperkawinan yang sah (Pasal 42). Anak
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keIuarga ibunya”. Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. (Pasal 43.)," Dan juga Pasal 100 KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang menyatakan: "Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya". Keterangan tentang status sebagai anak luar nikah dan tidak adanya nama ayah pada akte kelahiran itu akan berdampak amat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya. b) Ketiadaan nama si ayah pada akte kelahiran ini, juga mempunyai pengaruh status anak di bidang hukum, hubungan anak dengan si ayahnya tidak kuat, dan jika suatu saat terjadi masalah, lalu si ayah tidak mengakui kalau anak tersebut adalah anaknya, maka si anak tidak bisa menuntutnya secara hukum karena tidak ada bukti otentik dalam akte tersebut. c) Tidak hanya itu saja, konsekuensi dari tidak adanya akte kelahiran dan tercantumnya nama ayah dalam akte tersebut akan berakibat anak tidak berhak atas biaya hidup dari ayahnya, tidak ada biaya pendidikan yang ditanggung ayahnya, tidak ada nafkah, dan iuga warisan. Hal itu bisa saja terjadi kalau ayahnya tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Bila ayahnya seorang laki-laki yang baik dan bertanggung jawab, tentunya ketidakpunyaan akte kelahiran tidak meniadi kendala. d) Tidak bisa ikut bersekolah, anak yang terlahir dari pernikahan di bawah tangan atau nikah sirri sulit untuk mendapatkan akte kelahiran, karena akte kelahiran diperoleh jika orang tuanya menunjukkan surat nikah. Jika akte kelahiran tidak ada, maka anak tersebut tidak bisa mendaftar di sekolah, karena salah satu syarat untuk bisa mendaftar sekolah adalah harus mempunyai akte commit to user kelahiran. Walaupun suatu saat punya akte, format dari akte
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
kelahiran tidak sama yaitu yang hanya mencantumkan nama ibu saja tanpa ada nama ayah dan status anak sebagai anak diluar nikah. 3) Terhadap suami sebagai berikut: a) Suami tidak bertanggung jawab, suami dapat bebas begitu saja dari kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada anak dan istrinya. Istri juga tidak dapat menuntut di pengadilan atas perilaku suami yang tidak bertanggung jawab karena tidak ada bukti yang sah bahwa dia suaminya.dimana dalam kasus ini tidak ada bukti seperti surat nikah atau akte perkawinan antara merekan. b) Suami tidak lagi memikirkan harta bersama setelah bercerai atau setelah meninggalkan istrinya begitu saja. c) Suami bebas untuk dapat menikah lagi, karena dalam perkawinan sebelumnya yang berupa pernikahan sirri atau pernikahan bawah tangan dianggap tidak sah di mata hukum sehingga suami bebas melakukan perkawinan dengan perempuan manapun. Dalam kasus pernikahan sirri yang terjadi di Kecamatan Kunden yang rata-rata beranggapan bahwa nikah sirri itu sah hanya sebenarnya itu omong kosong belaka dan hanya memelintir hukum yang ada, karena tidak adanya pengakuan yang sah dari Negara atau tidak dicatatkanya pernikahan tersebut membuat pernikahan mereka tidak sah. Menurut Bapak Sarto dasar dari tidak sahnya pernikahan dalam kasus diatas adalah hadist yang artinya: “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing” (HR. Imam Bukhari dan Muslim), Dalam hadist diatas Rasulullah saw memerintahkan agar suatu pernikahan diumumkan. “Banyak hal-hal positif yang didapat seseorang dari penyiaran pernikahan, di antaranya adalah untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai, dan memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum” (http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirihmenurut-islam.html, diakses padato tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20 commit user WIB).
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Adapun Firman Allah SWT dalam (QS. Al-Mukminuun [23]: 5-7): "Dan orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Tetapi, barangsiapa mencari di balik itu (zina,homoseksual dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampui batas”. Nikah dalam lslam hanya satu bentuk yakni yang disyari'atkan Rasulullah saw dengan memenuhi seluruh rukunnya dan tidak pula didasari syarat-syarat yang bertentangan dengan tuntutan akad nikah. Nikah sirri atau sejenisnya yang dilakukan warga Kunden Kecamatan Blora ini lebih didasari pada mengenyampingkan hukum dan syari'at Allah SWT yang menyangkut hak-hak seorang wanita dengan dalih rela atau sama-sama sepakat atas syarat-syarat yang tidak sejalan dengan syari'at Islam. Yang jelas, baik secara keabsahannya maupun secara maknanya. Nikah sirri jelas mengenyampingkan hak-hak wanita yang ditetapkan oleh syari,at seperti hak menginap bersama suami, nafkah dan rumah. Syarat-syarat yang disetujui dalam nikah tidak resmi bertentangan dengan perintah dan hukum Allah SWT dalam akad nikah dengan demikian syarat-syarat itu wajib ditolak dan batal. Selama rukun terpenuhi rukunya sah tapi di Indonesia khususnya mengenai diakui sahnya perkawinan adalah dengan rukun perkawinan dan ditunjukkanya akte pencatatan nikah secara formal yang dicatatkan pada pegawai pencatatan nikah. Adapun efek dari nikah siri tidak bisa menjadi sah karena Fiqh Indonesia atau yang sering disebut sebagai Kompilasi Hukum Islam ini telah mengatur mengenai bagaimana sahnya perkawinan yang ada disitu. Nikah sirri juga mengakibatkan anak yang lahir dalam perkawinan bukan anak yang sah karena perkawinan di Indonesia harus memenuhi kedua elemen tersebut yaitu sah menurut rukunya dan dicatatkan pada pegawai pencatatan nikah. b. Penjelasan pendapat Bapak H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Blora, sebagai berikut: commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nikah sirri diartikan sebagai nikah dibawah tangan, atau menurut syariat Agama dan tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatatan Pemerintah. Dalam kasus diatas walaupun syarat dan rukunya telah terpenuhi namun mereka tetap harus menaati aturan pemerintah dalam kaitan umat Islam yaitu bahwa orang Islam dianjurkan taat pada Allah SWT, taat pula pada Rasul-Nya, dan Ulil Amri (Pemerintah) yang dapat diperjelas sebagaimana Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin mengklarifikasikan dalam Syarh Riyadhus Shaliihin (iii/652-656) tentang instruksi pemerintah (DR. Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi R., Lc, 2010: 161): l) Adanya perintah yang sesuai dengan perintah syari'at, seperti perintah agar setiap warga shalat jamaah; maka menaati perintah seperti itu wajib hukumnya, karena hal tersebut merupakan perintah Allah SWT, Rasul-NYa, dan ulil amri (Pemerintah); 2) Perintah agar bermaksiat terhadap Allah SWT, berupa meninggalkan kewajiban atau melakukan hal yang diharamkan, maka tidak boleh menaati perintah seperti itu; 3) Perintah yang tidak berupa maksiat kepada Allah SWT, dan di dalamnya tidak ada unsur berupa perintah syara' (seperti peraturan lalu lintas, dll.), maka wajib menaatinya, karena Allah befirman: "Hai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amil (pemegang kekuasoan) di antara kamu)" (An-Nisaa‟ [4]: 59). Jadi menaati pemerintah dalam hal yang tidak ada unsur bermaksiat kepada Allah adalah merupakan bukti ketaatan hamba kepada Allah dan Rasul-Nya. a) Firman Allah dalam (QS. Ar-Ruum [30]: 21) "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benarbenar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang commit to user berfikir".
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
Nikah sirri dalam kasus diatas bertentangan dengan (QS. Ar-Ruum [30]: 21) tersebut karena tidak ada ketenangan bagi wanita yang dinikahi secara sirri bahkan selalu dihantui kekhawatiran, dia tidak mengetahui kapan akan dicerai oleh pria yang hanya mengumbar nafsu belaka yang pada kenyataanya dari kasus diatas para wanita ditinggalkan begitu saja oleh suami yang telah menikahinya secara sirri. Kalau nikah sirri dianggap bertentangan, maka hal ini lebih untuk menyelamatkan generasi selanjutnya dari pernikahan tersebut dan guna kemaslahatan umat bersama dikemudian hari, dimana tanpa adanya campur tangan pemerintah (ulil amri) maka yang rugi diri sendiri yang akan kesusahan dalam mencari akte kelahiran, harta waris dan lain-lain. Bapak puger dalam kasus ini cenderung tidak menyetujui nikah sirri diatas karena akan memberatkan sendiri terhadap orang yang melakukan nikah sirri tersebut. Sesungguhnya pernikahan dengan cara sirri ini, dari kasus diatas
dijadikan sebagai jalan pintas bagi sebagian pria yang tidak
bertangungjawab untuk memperbayak istri ketika istrinya merasa butuh kepadanya, apalagi sang istri adalah orang kaya, pernikahan dengan sirri ini umumnya bukan orientasi adat atau tradisi masyarakat, sebab nikah seperti ini tidak mencapai tujuan maksimal dari pernikahan lslami yakni rumah tangga yang stabil, pembentukan keluarga sakinah, menanggung nafkah anak-anak dan pendidikan mereka, meskipun hanya memenuhi hasrat biologis secara halal namun juga untuk melindungi kaum wanita, dalam hukum lslam tidak bergantung kepada keinginan atau kerelaan wanita, sebab karakteristik dari syari'at yang ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya bukan sebagai sarana untuk mengambil dan menjalankan saja tapi sebagai sarana untuk melindungi jiwa, kehormatan dan harta benda suami dan istri. Nikah sirri telah menghalalkan sesuatu yang haram dan menyingkirkan kewajiban, sehingga mengubah ketentuan Allah dalam nikah yang telah disyari'atkan-NYa. Nikah sirri di atas jelas adalah pintu masuk menuju kemudharatan sebab seorang suami tidak bertangungjawab to user anaknya kedepanya dengan terhadap keluarga baik commit istri maupun
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
meninggalkan begitu saja istrinya walaupun pada saat bersama kadang suami memberikan nafkah pada anak dan istri tersebut. Laki-laki dari kasus diatas jelas dengan demikian mudah menikah dan demikian mudah pula untuk menceraikan atau meninggalkan istrinya. Ada kalanya nikah sirri berlangsung tanpa wali, sehingga nikah jenis ini sebagai bahan permainan bagi sebagian pria yang hanya ingin mengumbar hawa nafsu saja dan nikah sirri ini merupakan suatu pernikahan yang tidak berkesinambungan karena bisa berhenti dengan berakhirnya masa tertentu atau sewaktu-waktu dan dapat berakhir tanpa talak, pemberhentian, atau pemisahan oleh hakim. dalam kasus ini beliau tidak setuju karena lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya, menjadi orang Islam yang baik adalah dengan cara taat pada Allah SWT, baik menurut Allah SWT, baik juga menurut pemerintah artinya bahwa setiap aturan yang diberikan pemerintah yang berkenaan dengan agama selama tidak diatur oleh Agama sebaiknya ditaati umat Islam selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Agama. c. Pembahasan pendapat Bapak Sukemi S. Ag terhadap nikah sirri diatas, sebagai berikut: Dasarnya mengenai pencatatan akad nikah bukanlah merupakan suatu rukun nikah, karena rukun nikah menurut pendapat ulama adalah Ijab, Qabul, wali, dan saksi, sedangkan pencatatan akad nikah tidak termasuk dalam rukun tersebut. Pencatatan akad nikah merupakan hal baru setelah munculnya degradasi moral, lemahnya hubungan keluarga serta anak-anak, lemahnya tingkat rasa tanggung jawab seseorang. pada zaman dahulu pasangan suami-istri tidak ada yang saling mengingkari kewajiban apa yang harus mereka lakukan terhadap pasangannya, mereka saling mempercayai dan mempunyai rasa tanggung jawab untuk untuk saling menjaga kelangsungan hubungan mereka, jadi ikatan keluarga mereka kuat walaupun tidak disertai dengan bukti tertulis atau dengan adanya pencatatan akad nikah mereka. Tetapi pada zaman sekarang ini tidak bisa to user diterapkan hal tersebut commit karea bisa saja seorang suami saat terjadi
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
ketidakcocokan dengan istrinya kemudian mengingkari ikatan hubungan mereka dan meninggalkan istri yang dinikahi secara sirri tersebut seperti dalam kasus diatas walaupun dalam kasus diatas tidak diungkapkan kenapa suami meninggalkan istrinya begitu saja. Dalam kasus pernikahan sirri ini kita tidak dapat melihat apakah suami ini bisa benar-benar menjadi suami atau suami ini malah juga bisa saja tidak mengakui kalau wanita tersebut adalah istrinya, dengan mudahnya suami tersebut meninggalakan tanggung jawab sebagai suami, tidak memberi nafkah baik lahir atau batin. Begitu juga sebaliknya pada saat wanita tersebut mau menggugat dan meminta hak-haknya, wanita tersebut tidak dapat menggugat secara hukum karena pernikahanya tanpa dilakukan dengan bukti yang ada, sehingga untuk meminta tanggung jawab suaminya jelas tidak dapat dilakukan, karena karakter suami jika sudah berani lari dari tanggung jawab seperti itu jelaslah imannya lemah, tidak punya rasa keadilan, tidak memikirkan dosa yang dipikulnya karena telah menyia-nyiakan istrinya. Begitu juga jika istrinya lemah imannya dengan menikah lagi dengan laki-laki lain, suami pertama tidak bisa menggugat hal tersebut ke Pengadilan, padahal pada kenyataanya yang sebenarnya wanita tersebut adalah istrinya, oleh karena itu, pencatatan akad nikah dirasa sangat perlu untuk dilakukan karena akan dapat mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan dengaan tidak adanya sebab ketiadaan akta nikah. Bapak sukemi lebih beranggapan bahwa pernikahan sirri dalam kasus diatas lebih banyak mudharatnya karena dari pernikahn sirri ini tidak bisa berlangsung abadi dan penuh dengan kelemahan dalam perjalanan hidup yang dijalani kedua pasangan nikah sirri ini. d. Pembahasan pendapat Bapak Drs. Rustam terhadap nikah sirri diatas, sebagai berikut: Nikah sirri merupakan jenis pernikahan yang merugikan karena tidak memiliki tujuan sejati sebagaimana nikah biasa, apabila maqashid-nya commit to user (buruk) maka wajib dilarang. Namun dalam kondisi kasus ini jika dilihat,
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
bahwa sang pria atau suami yang melakukan nikah sirri hanya sekedar mengumbar nafsu dan meremehkan wanita tanpa ada komitmen, sehingga menyetujui pelarangan nikah sirri tersebut, karena bisa menimbulkan pihak-pihak yang dirugikan yaitu istri dan jika lahir anak dari hubungan mereka maka kemungkinan anak juga akan terlantarkan juga. Walaupun syarat dan rukunya terpenuhi namun nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat ini bisa haram kalau menimbulkan pihak-pihak yang dirugikan yaitu istri dan anak. maka dia menjadi haram dan sah menurut Agama tetapi haram. Dalam kasus diatas nikah sirri yang dilakukan para pihak, adalah pernikahan antara pria yang sudah beristri dengan seorang wanita dewasa, baik masih gadis atau setelah janda secara rahasia, namun memenuhi semua ketentuan syari'at yang berlaku dan tidak dicatat secara resmi di badan yang berwenang, hanya diketahui oleh kalangan terbatas atau hanya diketahui keluarga dari pihak yang dinikahi sirri tersebut saja, dimana sang istri atas kerelaannya sendiri melepaskan sebagian haknya seperti menyangkut suami menginap dan adil dalam giliran karena khawatir istri pertama mengetahui pernikahan tersebut atau lembaga tertentu yang melarang karyawan menikah lebih dari satu tempat suami bekerja mengetahuinya. Pernikahan sirri adalah pernikahan biasa yang tanpa adanya bukti-bukti yang menguatkannya atau tidak adanya bukti resmi dan bersifat rahasia atau hanya diketahui oleh pihak tertentu saja terutama para saksi karena pertimbangan tertentu pula. Nikah sirri yang terjadi dalam kasus masyarakat kunden ini minus catatan resmi artinya pernikahan yang telah turun temurun berlaku di kalangan kaum muslimin sejak masa-masa sebelum adanya ketentuan keharusan mencatatnya di badan negara yang berwenang. Sebagai upaya untuk menghilangkan kecurigaan orang lain maka Rasulullah saw menganjurkan untuk mengadakan walimah (pesta) dan menabuhkan rebana sebagai salah satu bentuk pengumumkan kepada publik. Anjuran ini pun bersifat sunnah bukan wajib, yang dapat commit to user membatalkan nikah bila tidak melakukannya.
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Dalam situasi masyarakat masa kini yang banyak diwarnai dengan penipuan maka diperlukan bukti yang seharusnya berupa surat nikah yang dikeluarkan badan resmi. Dari kasus diatas menurut bapak Rustam, bahwa nikah sirri yang dilakukan warga kecamatan kunden tersebut minim bukti yang mengakibatkan kemungkinan banyak kezhaliman dikemudian hari terhadap istri mereka walaupun pernikahan sirri yang dilakukan oleh warga tersebut sesuai dengan syariat Islam. Saya lebih menolak pernikahan sirri tersebut dan menganggap nikah sirri diatas tidak sah. e. Pembahasan pendapat dari bapak M. Sholeh Spd dalam wawancara menolak nikah sirri, sebagai berikut: Nikah sirri kalau dilihat secara umum masih banyak "mudharat" (dampak buruk) karena merugikan istri atau perempuan dan anaknya. "secara administrasi pemerintahan, nikah sirri tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai lembaga yang sah mengeluarkan surat nikah," katanya. Menurut dia, dengan tidak terdaftarnya di Kantor Urusan Agama, maka pasangan suami-istri yang melakukan nikah sirri sudah pasti tidak mempunyai surat nikah sebagai dokumen administarsi penting untuk keluarga. Nikah sirri seperti kasus ini bisa dikatakan halal, tetapi bertabur kemadharatan dari sisi hukum positif Birokrasi Negara. Karena tidak ada surat nikah yang menguatkan pernikahan tersebut, sehingga nanti kalau punya anak, juga tidak ada akte kelahirannya. Dalam kondisi dimana terjadi pertentangan antara suami istri, entah dalam masalah harta benda dan sebagainya, maka secara hukum positif umumnya posisi istri atau wanita menjadi sangat lemah, karena tidak ada legal yang menyatakan bahwa pernikahan mereka dianggap sah secara hukum. Dalam kasus ini bagi waris misalnya, istri tidak bisa menuntut di pengadilan untuk mendapat bagian waris, karena secara hukum positif, statusnya bukan istri, hal-hal yang seperti ini akan membuat masalah menjadi semakin rumit. Dalam kasus ini sebenarnya akte nikah digunakan untuk menjamin aspek legalitasnya, apalagi urusan hubungan suami istri. commit to user kalau di kemudian hari akan Kalau tidak ada akte nikah, bagaimana
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
muncul banyak madharat. Akte nikah yang menunjukkan status hukum itu penting dalam syariah Islam. Sebab akte nikah itu adalah bukti legal tentang hak kepemilikan seseorang di muka hukum. Dalam Islam diatur ayat mengenai pengaturan hutang piutang yang dapat dihubungakan dengan betapa pentingya surat akte nikah itu dengan ayat yang paling panjang, yaitu QS. AL-Baqarah yang inti dari ayat tersebut berbunyi bahwa wajib dilakukan tulis menulis dalam hal hutang piutang. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al-Baqarah [2]: 282). Berdasarkan uraian yang terdapat dalam kasus diatas pencatatan nikah sangat penting untuk melindungi kehidupan rumah tangga seseorang agar dalam kehidupan rumah tangga tidak terjadi banyak kemudharatan yang terjadi dalam kasus diatas yang hanya mementingkan kebutuhan biologis saja dan tidak mempedulikan kehidupannya kelak seperti apa sehingga saya menilai bahwa pernikahan sirri yang tidak dicatatkan itu tidak sah karena banyak mudaratnya terhadap istri yang dinikahi. f. Pendapat dari pegawai Kantor Urusan Agama yaitu bapak M Thohir, M.Ag, sebagai berikut: Pasa prinsipnya, pencatatan akad nikah adalah hal yang sunnah, karena tujuan dari hal tersebut adalah untuk menjaga hak-hak suami-istri. Pada zaman dahulu, pencatatan akad nikah ini tidak diperlukan, sebab hati dan keimanan umat zaman dahulu sudah cukup untuk menjaga akan kelestarian hubungan suami-istri tanpa harus dipaksa dengan adanya surat nikah, mereka bisa saling menjaga hak-hak suami-istri secara syar'i. Tetapi, nikah sirri pada zaman sekarang kebanyakan disalah gunakan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab karena faktor kelemahan iman yang tidak kuat. Oleh karena itu, pencatatan akad nikah dipandang perlu dilakukan untuk menjaga hak-hak suami-istri, menghilangkan kemadharatan yang mungkin ditimbulkan oleh pernikahan bawah tangan commit to user atau pernikahan sirri tersebut.
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nikah sirri dalam kasus diatas sebenarnya tidak dapat dipertanggung jawabkan dipengadilan dan justru akan menimbulkan kekacuan dalam masyarakat dan keluarga, dalam bentuk falsafah dari keluarga tersebut akan hilang,
karena akta kelahiran tidak dapat dituliskan dan hanya
menyatakan anak dari seorang ibu saja sedangkan ayah tidak dicantumkan karena bukan dari pernikahan yang sah, selain itu mengenai waris juga tidak dapat ditemukan. Dalam perkawinan mempunyai tujuan menjadikan kehidupan keluarga yang lebih baik namun dengan adanya nikah sirri yang terjadi di masyarakat ini tidak dapat dipertangung jawabkan. Kalau ditinjau dari sudut padang Agama yang lebih dalam lagi maka dalam pencapainya umat beragama dalam menjalankan Agama ini harus memenuhi tiga aspek, sebagai berikut: 1) Aqidah, 2) Syariah, dan 3) Muamalah. Dari ketiga aspek diatas padahal, masih ada dua aspek yang wajib dipenuhi yaitu aqidah dan muamalah. Dasar dari perlunya pencatatan nikah yang dijadikan dasar dari Kantor Urusan Agama adalah : 1) “Apabila ada sesuatu hal yang menyimpang atau ada rentetan dimasa depan maka tulislah”. 2) Kita diperintahkan taat pada Allah SWT, taat pada Rasul dan taat juga pada pemerintah”, Nikah siri jika dikembalikan pada “faktubu” maka pelaku nikah sirri tersebut dapat dikatakan tidak taat pada ketiga hal tersebut. “Ulil amri minkum”, orang yang mengurus urusan masyarakat yaitu pemerintah..pandangan yang komprehensip tidak diperbolehkan adanya nikah sirri karena dalam nikah sirri tidak mengindahkan aturan yang dibuat pemerintah. pencatatan akad nikah, pada zaman sekarang wajib hukumnya seperti apa yang dijelaskan oleh Syaikh Dr. Rajab Abu Malih, karena faktor berikut, (DR. Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi R., Lc, commit to user 2010: 160):
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Karena undang-undang negara menetapkan bahwa pencatatan akad nikah adalah suatu keharusan. Perundang-undangan tidak mengakui akad apapun tanpa adanya pencatatan resmi diakui dari pemerintah, sedangkan menaati pemerintah (waliyyui amri), wajib hukumnya selama tidak bertentangan dengan syari'ah, apalagi jika hal ketaatan tersebut
bisa
lebih
menjaga
hak-hak
dan
terhindarkan
dari
penyalahgunaan sesuatu, 2) Kaidah syari'at yang menyatakan “la dharara wa Ia dhirara” (tidak merugikan dan dirugikan), karena ketiadaan akta nikah bisa saja mendatangkan kerugian atau mudharat bagi istri. Mudharat akan semakin parah jika istri tersebut tidak bisa mendapatkan hak tempat tinggal, nafkah, dan bisa juga jika tidak terdapat akta nikah 3) Tanpa adanya akta nikah, pasangan suami istri akan repot saat dia bepergian bareng; saat akan menginap di penginapan. Dalam kasus diatas sesungguhnya perlunya dicatatkanya untuk kemaslahatan Islam dengan memandang pernikahan bukan hanya sebagai sarana untuk mencapai kenikmatan lahiriah semata, tetapi lebih dari itu menjadi bagian dari pemenuhan naluri yang didasarkan pada atutran Allah SW (bernilai ibadah). Tujuannya sangat jelas, yaitu. Membentuk keluarga yang sakinah (tenang), mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (kasih sayang) (QS. Ar-Ruum [30]:21 ). Dengan begitu, pernikahan akan mampu memberikan kontribusi bagi kestabilan dan ketentraman masyarakat, karena kaum pria dan wanita dapat memenuhi naluri seksualnya secara benar dan sah. Nikah ini merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Nikah adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agama dan kepercayaannya itu. Namun tiap-tiap perkawinan perlu dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari ketentuan di atas yang dapat kita ketahui dalam (Pasal 2) Undang-Undang commit to user dapat diketahui, bahwa regulasi No. l Tahun 1974 tentang Perkawinan
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
sama sekali tidak mengatur materi perkawinan, bahkan menyatakan secara tegas bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agama dan kepercayaannya itu. Dalam hal ini, regulasi yang dikeluarkan hanya mengatur perkawinan dari formalitasnya, yaitu perkawinan sebagai sebuah peristiwa hukum yang harus dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku agar terjadi ketertiban dan kepastian hukumnya. Fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar'i (bayyinah syar'iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah akta nikah secara resmi yang dapat dijadikan sebagai alat bukti (bayyina) bagi para pihak yang terkait. Hanya saja, pencatatan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah bukanlah satu-satunya alat bukti, karena pengakuan dari para saksi yang mengikuti proses pernikahan secara sah juga harus diakui oleh pemerintah sebagai alat bukti syar'i (http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirihmenurut-islam.html, diakses pada tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20 WIB). Keharusan mencatatkan perkawinan melalui pembuatan akta nikah menurut Hukum Islam diqiyaskan pada pencatatan dalam persoalan muamalah yang dilakukan secara tidak tunai. Tujuan pencatatan selain berfungsi sebagai alat bukti, juga dimaksudkan untuk memperkuat kepercayaan masing-masing pihak yang akan dijalankan perikatan. Karena itu menurut pandangan syariat, yang menjadi dasar hukum berlakunya peraturan tentang pencatatan perkawinan adalah sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar…” (QS. Al-Baqarah [2]: 282). Dari ayat diatas dapat dipahami, bahwa pencatatan merupakan alat bukti tertulis. Meskipun perintah pencatatan pada ayat tersebut adalah terkait dengan perikatan yang berifat umum, namun berlaku juga pada masalah pernikahan. Kalau perikatan commit to user (akad) muamalah saja dianjurkan agar dicatat untuk dijadikan alat bukti,
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentunya akad nikah sebagai perikatan yang kokoh dan langgeng (mitsaqan ghalidzan) mustinya seruannya lebih dari itu. Pernikahan merupakan ketetapan Ilahi yang berlaku atas hamba-hamba-Nya. Akibat hukum dari suatu pernikahan melekat pada pribadi yang menjalankannya, karenanya untuk mencapai hakikat pernikahan, proses akad tidak boleh dipandang cukup hanya sekadar sah secara hukum, melainkan harus tetap memperhatikan berlakunya peraturan lain di luar kaidah pernikahan itu sendiri, seperti tentang catat mencatat dalam akad pernikahan. Kebijakan pemerintah untuk membuat peraturan resmi tentang pencatatan pernikahan (akta nikah) merupakan bagian syarat sah syar'iat. Melihat manfaat yang ditimbulkan dari adanya pencatatan akad nikah di atas, maka hampir semua negara membuat peraturan agar pernikahan warganya dicatat oleh pegawai yang ditunjuk pemerintah dimana di Negara kita adalah kantor urusan agama . Pembuatan peraturan ini merupakan suatu kebijakan syar'i yang ditetapkan pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan hukum kepada semua pihak yang terikat dengan rencana pelaksanaan pernikahan. Berdasarkan
penjelasan
Bapak
Thohir,
Fungsi
percatatan
pernikahan adalah selain sebagai alat bukti telah terjadinya pernikahan secara sah, juga sebagai legitimasi bahwa pernikahan tersebut mempunyai kekuatan hukum dan keberadaan pencatatan perkawinan (akta nikah) juga bisa digunakan sebagai alat antisipasi terhadap kecurangan yang kemungkinan dilakukan salah satu pihak di kemudian hari. Karena dengan adanya alat bukti berupa akta nikah, maka orang akan semakin sulit untuk mengingkari perkawinan yang telah dilakukan. Dengan kata lain, pembuatan akta nikah dimaksudkan untuk menutup jalan terjadinya perbuatan yang merugikan pihak lain. Dalam fiqh, upaya pencegahan tersebut biasa disebut “sadd az-za ri'ah”. “Dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa pencatatan pernikahan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang dilangsungkan di hadapan dan di bawah commit user 52). pengawasannya” (Cik Hasan Bisri,to1999:
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pernikahan
yang dilakukan di
luar pengawasannya
tidak
mempunyai kekuatan hukum. Dengan demikian bapak thohir menegaskan bahwa, pencatatan pernikahan merupakan hal yang penting baik bagi lakilaki maupun perempuan untuk memperoleh kekuatan hukum. Dari pencatatan yang dilakukan ini, setiap orang yang telah melangsungkan pernikahan akan mendapatkan akta nikah. Peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah sebagai “ulil amri” berdasarkan pada asas maslahah yang harus dipenuhi sesuai dengan kaidah ushul, yaitu: “Kebijakan seorang imam
(pemimpin)
terhadap
rakyatnya
harus
didasarkan
pada
maslahah”(Burhanuddin S, 2011: 98 ). Dalam tinjauan fiqh, kemaslahatan, merupakan tujuan yang akan dicapai. Sebagai sebuah tujuan, tentu kemaslahatan tidak dapat dicapai begitu saja tanpa melalui suatu proses hukum yang dijalankan secara syar'i. Karena berdasarkan kaidah, apabila syariat dijalankan pasti akan timbul kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat. Begitupula dengan pernikahan, agar tujuannya dapat dicapai tentu membutuhkan proses yang baik dengan mengikuti peraturan yang berlaku. Sebaliknya, sesuatu yang dilarang hendaklah ditinggalkan untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dari pada mengambil manfaat yang bersifat sementara seperti nikah sirri yang dilakukan banyak orang saat ini. Meninggalkan kerusakan (hakiki) lebih diutamakan daripada mengambil manfaat sementara. Berdasarkan pemaparan diatas, setiap orang berarti umat Islam dituntut untuk patuh kepada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah selama bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan. Kepatuhan pada pemerintah merupakan bagian dari syariat agama . Namun berbeda dengan bentuk kepatuhan kepada Allah SWT dan RasulNya yang bersifat mutlak, kepatuhan kepada pemerintahan “ulil amri” adalah bersifat relatif, yaitu selama dalam kerangka kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan syariat. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. commit to user Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. AnNisaa‟ [4]: 59). Apabila peraturan tentang pencatatan pernikahan telah berlaku formal sehingga bersifat mengikat, maka kewajiban warga negara adalah menaatinya. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan, bahwa pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kunden harus terdaftar melalui pencatatan secara resmi di lembaga pemerintahan. Tujuan pencatatan itu adalah untuk menghindari kemudharatan yang mungkin timbul akibat pernikahan, dengan merujuk pada hadits Nabi, berarti melarang praktik pernikahan sirri atau pernikahan di bawah tangan merupakan suatu keharusan. Menurut bapak Thohir bagi warga yang terlanjur melakukan nikah sirri sehingga tidak dapat membuktikan terjadinya perkawinan dengan akta nikah, dapat mengajukan permohonan penetapan atau pengesahan nikah dan tidak tertutup kemungkinan bagi pasangan yang telah menikah sirri diminta melakukan pernikahan ulang seperti layaknya perkawinan menurut syariat. Untuk mendapatkan akta nikah, pelaksanaan nikah ulang harus disertai dengan pencatatan secara resmi oleh pejabat yang berwenang. Pencatatan perkawinan ini penting agar ada kejelasan status bagi perkawinan. Meskipun telah mempunyai akta nikah, keberadaan anak-anak yang terlanjur lahir dalam pernikahan di bawah tangan (nikah sirri) tidak secara otomatis mendapatkan pengakuan, karena perkawinan ulang tidak berlaku surut terhadap status anak dari hasil pernikahan sirri. Dalam hal ini kantor urusan agama dan pemerintah beranggapan kalau nikah sirri ini dianggap tidak ada sehingga orang yang melakukan nikah sirri dianggap tidak pernah melakukan nikah atau belum pernah melakukan pernikahan, karena belum punya akte nikah dan mereka dianggap oleh petugas kantor urusan agama tidak nikah meskipun telah menikah sirri tetap dianggap seorang perjaka dan perawan meskipun sudah punya anak. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Menurut hemat penulis bahwa pernikahan sirri yang terjadi dalam masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora menurut Hukum Islam adalah tidak sah walaupun telah memenuhi syarat dan rukun namun dalam Al-Quran telah disebutkan secara jelas betapa pentingya pencatatan nikah walaupun itu mengenai utang piutang (QS. Al-Baqarah [2]: 282) dan perlunya mematuhi aturan pemerintah (QS. An-Nisa [4]: 59), karena jika ingin menjadi umat Islam yang baik harus taat pada Allah SWT dan Rasul (Nya) dan juga pada ulil amri atau pemerintah. Sehingga dalam kasus ini masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora dapat dikatakan tidak taat pada pemerintah dan melalaikan pencatatan nikah yang secara tegas telah disebutkan dalam ayat Al-Quran yang merupak sumber dari hukum Islam. 2. Nikah sirri menurut pandangan Muhammadiyah berasarkan pembahasan dari kasus diatas yaitu di masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora dengan berdasarkan pada korelasi Hukum Islam, menurut hemat penulis berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh yang didasarkan pada Al-Quran yang merupakan sumber dari keputusan Majelis Tarjih, dapat diambil kesimpulan bahwa dari keenam pendapat tokoh berpendapat bahwa nikah sirri tidak sah sehingga dapat disimpulkan bahwa nikah sirri menurut pandangan Muhammadiyah yang tetap bersumber pada Al-Quran dan Sunnah lebih beranggapan nikah sirri yang dilakukan warga Kecamatan Kunden adalah tidak sah walaupun warga menilai bahwa nikah tersebut telah sah menurut Agama namun sesungguhnya dalam beragama juga harus melihat unsur-unsur lain yang harus dipenuhi dan ditaati sebagai umat Islam sebagaimana Allah to userjelas terdapat dalam ayat sebagai SWT befirman yang dijadikancommit dasar secara
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berikut: "Hai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amil di antara kamu)" (An-Nisa [4]: 59) dan “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al-Baqarah [2]: 282). Menurut hemat penulis para tokoh juga beranggapan nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat lebih banyak dampak negatifnya dari pada manfaatnya, maka wajib dihindari karena pada kenyataan di lapangan terbukti menimbulkan banyak dampak negatife, sebagai contoh nyata yang terjadi di masyarakat tersebut adalah lelaki dengan mudah meninggalkan pasangannya tanpa memikul tanggung jawab.
B. Saran
1. Sebaiknya nikah sirri dalam bentuk apapun lebih baik dihindari karena karena hanya akan merugikan masing-masing pihak dan tidak mempunyai tujuan yang hakiki dalam kehidupan selanjutnya. 2. Bila dalam perjalanan nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat, maka alangkah baiknya warga atau masyarakat tersebut sebaiknya melakukan pernikahan ulang sehingga pernikahan mereka sah dan dicatatkan pada Kantor Urusan Agama setempat agar lebih bisa dipertanggungjawabkan baik secara Agama maupun secara hukum dikemudian hari.
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR‟AN terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia. Surabaya: Mahkota. Ahmad Azhar Basyir. 1990. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Chandrawila. 2001. Kumpulan Tulisan dan Kekerasan Dalam Perkawinan. Bandung: Mandar Maju. Cik Hasan Bisri. 1999. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama. dalam Sistem Hukum Nasional. PT Logos Wacana Ilmu. Jakarta. Lexy J. Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hizbut Tahrir Indonesia. 2002. Menegakkan Syariat Islam. Hizbut Tahrir Indonesia. H.M. Najmuddin Zuhdi dan Elvi Na‟imah. 2005. Studi Islam 2. Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Universitas Muhammadiyah Surakarta. M Idris Ramulyo. 1995. Asas-Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi. 2010. Nikah Sirri. Surakarta: Wacana Ilmiah Press. Salami Ibnu, Sudarno. 1997. Studi Kemuhammadiyahan. Surakarta: Lembaga Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. S. Burhanuddin. 2010. Nikah Sirri. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Soerjono Soekamto .1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. _______. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Soemiyati. 1986. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan.Yogyakarta : Liberty. Somad ABD. 2010. Hukum Islam; Pemormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Internet : http://chantryintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalam-perspektifhukum-islam_31.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.18 WIB. http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirih-menurutislam.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20 WIB. http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR’AN terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia. Surabaya: Mahkota. Ahmad Azhar Basyir. 1990. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Chandrawila. 2001. Kumpulan Tulisan dan Kekerasan Dalam Perkawinan. Bandung: Mandar Maju. Cik Hasan Bisri. 1999. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama. dalam Sistem Hukum Nasional. PT Logos Wacana Ilmu. Jakarta. Lexy J. Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hizbut Tahrir Indonesia. 2002. Menegakkan Syariat Islam. Hizbut Tahrir Indonesia. H.M. Najmuddin Zuhdi dan Elvi Na’imah. 2005. Studi Islam 2. Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Universitas Muhammadiyah Surakarta. M Idris Ramulyo. 1995. Asas-Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi. 2010. Nikah Sirri. Surakarta: Wacana Ilmiah Press. Salami Ibnu, Sudarno. 1997. Studi Kemuhammadiyahan. Surakarta: Lembaga Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. S. Burhanuddin. 2010. Nikah Sirri. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Soerjono Soekamto .1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. _______. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Press. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Soemiyati. 1986. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan.Yogyakarta : Liberty. Somad ABD. 2010. Hukum Islam; Pemormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Internet : http://chantryintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalam-perspektif-hukumislam_31.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.18 WIB. http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirih-menurutislam.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20 WIB. http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB.
commit to user