OPTIMASI TRANSFORMASI EKSPLAN TEBU MENGGUNAKAN GEN P5CS MELALUI AGROBACTERIUM TUMEFACIENS
DWI SUBIYARTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Tesis ini merupakan bagian dari Proyek Penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), PT Riset Perkebunan Nasional (RPN) berkerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (PUSLITBANGBUN) DIPA APBN Tahun 2012 untuk publikasi nasional atas nama Dr. Hayati Minarsih, MSc. dan tim. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2013 Dwi Subiyarti G851110011
RINGKASAN DWI SUBIYARTI. Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan HAYATI MINARSIH. Transformasi genetik merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk merakit tebu (Saccharum officinarum L.) yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Gen P5CS berperan dalam biosintesis asam amino prolin yang terakumulasi saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merakit tebu yang teleran terhadap kekeringan melalui optimasi transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui variasi strain A. tumefaciens, sumber eksplan dan varietas tebu. Penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut verifikasi gen P5CS koleksi BPBPI (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia), transformasi A. tumefaciens (Wang 2006), transformasi eksplan tebu (Sain et al. 1994) dan regenerasi tebu transforman. Gen P5CS koleksi telah diverifikasi melalui analisis PCR dan elektroforesis gel agarosa menunjukkan adanya pita tunggal dengan ukuran 2.4 kb sama dengan kontrol positif. Hal ini menyakinkan bahwa benar gen P5CS dan selanjutnya siap digunakan untuk transformasi A. tumefaciens. Gen P5CS koleksi BPBPI berada dalam plasmid pBI121 yang tersusun dalam konstruk rekombinan pBI-P5CS ditransformasikan ke A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1. Konstruk rekombinan pBI-P5CS asal tanaman Vigna aconitifolia berhasil dengan baik ditransformasikan ke dalam sel A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 yang ditumbuhkan dengan antibiotik yang sesuai. Strain GV3101 dan LBA4404 menggunakan antibiotik kanamisin dan rifampisin, sedangkan strain AGL1 antibiotik yang ditambahkan adalah kanamisin, rifampisin dan ampisilin masing-masing 50 ppm. Konfirmasi keberhasilan transformasi dilakukan dengan pengamatan pertumbuhan koloni transforman di media seleksi dan analisis PCR koloni menggunakan primer spesifik P5CS utuh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa A. tumefaciens transforman tumbuh di media seleksi. Selain itu, hasil analisis PCR dan elektroforesis gel agarosa menunjukkan adanya pita tunggal dengan ukuran 2.4 kb sama dengan kontrol positif. Hal tersebut menunjukkan keberhasilan transformasi A. tumefaciens dan selanjutnya siap digunakan untuk transformasi eksplan tebu. Sumber eksplan tebu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis, yaitu kalus yang ditanam di media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik yang diperoleh melalui metode Temporary Immersion System (TIS) atau Sistem Perendaman Sesaat (SPS) serta tebu dengan varietas Kidang Kencana, PS 881 dan PS 891. Ko-kultivasi dilakukan di media MS dengan penambahan asetosiringon 100 ppm di ruang kultur selama dua hari. Seleksi tebu transforman dilakukan di media MS dengan penambahan kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm. Eksplan yang tidak ditransformasi ditanam di media MS sebagai kontrol positif sedangkan kontrol negatif ditanam di media seleksi. Seleksi tebu transforman di media seleksi diamati dengan menghitung persentase pertumbuhan pada minggu ke-16 dan minggu ke-32. Selain itu, verifikasi tebu transforman dilakukan melalui uji histokimia GUS dan analisis
PCR untuk melihat keberhasilan dan kestabilan transformasi. Uji histokimia GUS untuk menguji keberadaan konstruk gen P5CS menunjukkan hasil positif dengan adanya pewarnaan biru. Demikian pula dengan analisis PCR menggunakan primer spesifik P5CS dari daerah terkonservasi gen P5CS menunjukkan adanya amplifikasi DNA yang berukuran sekitar 1.2 kb dan 700 bp untuk primer NPTII sama dengan kontrol positif. Hasil pengujian menunjukkan kedua gen telah masuk ke genom tebu. Pertumbuhan tunas transforman sebagian masih mengalami albino dan penurunan tingkat hijau daun. Oleh karena itu, pada media regenerasi MS penambahan glukosa 1% dan putresin dengan variasi konsentrasi 0 ppm, 10 ppm dan 30 ppm. Terlihat adanya peningkatan warna hijau tunas transforman setelah tumbuh di media regenerasi selama 2 bulan dengan konsentrasi putresin yang optimum adalah 30 ppm. Planlet transforman siap diaklimatisasi dan diuji lebih lanjut kestabilan transformasi gen P5CS. Serangkaian hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens telah berhasil dilakukan. Strain A. tumefaciens yang paling optimum sebagai media transformasi gen P5CS pada tebu adalah LBA4404. Sumber eksplan yang paling optimum adalah embrio somatik hasil kultur SPS. Sedangkan, pertumbuhan tebu transforman varietas Kidang Kencana terlihat paling baik dibandingkan dengan varietsaa PS 881 dan PS 891.
Kata kunci: cekaman kekeringan, embrio somatik, kalus embriogenik, prolin
SUMMARY DWI SUBIYARTI. Optimization Sugarcane Explants Transformation of P5CS Gene using Agrobacterium tumefaciens. Supervised by LAKSMI AMBARSARI and HAYATI MINARSIH. Genetic transformation is one of the attempt in generating sugarcane (Saccharum officinarum L.) that are tolerant to drought stress. P5CS gene has a role in prolin biosynthesis, the amino acid that accumulating in water stress condition. Transformation of a P5CS gene construct into plant cells in conjunction with regeneration for transgenic plantlets should develop sugarcane tolerant to drought stress. The aim of this research is to generate drought-tolerant sugarcane through optimization transformation which includes the strain of Agrobacterium tumefaciens, a good source of sugarcane eksplant and varieties. This study was done through verification of IBRIEC (Indonesian Biotechnology Research Institute for Estate Crops) P5CS gene collection A. Tumefaciens transformation (Wang 2006), sugarcane explants transformation (Sain 1994) and sugarcane transformant regeneration. Verification of P5CS gene collection was PCR analysed by specific primers P5CS full lenght. PCR and gel electrophoresis showed a single band agarose and the same size of 2.4 kb with positive control. It is convinced that the P5CS gene has been isolated and transformed into A. tumefaciens. IBRIEC collection P5CS genes in plasmid pBI121 were arranged in a recombinant construct of PBI-P5CS transformed into A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 and AGL1. Recombinant constructs PBI- P5CS from Vigna aconitifolia (V. aconitifolia) successfully transformed into cell A. tumefaciens were grown with appropriate antibiotics. Strain GV3101 and LBA4404 used 50 ppm kanamycin and rifampicin respectively, while antibiotics were added in AGL1 strain is 50 ppm kanamycin, rifampicin and ampicillin respectively. The existence of P5CS gene in A. tumefaciens was tested by observing the growth of transformed colonies in media selection and colony PCR analysis using specific primers P5CS full lenght. The results showed that A. tumefaciens transformants were grown in selection media. PCR and gel electrophoresis analysis showed a single band agarose and same size of 2.4 kb with positive control. This showed the success of the transformation A. tumefaciens and used to explants sugar cane transformation. Sugarcane explants used in this research was included calli grown in solid medium, embryogenic calli and somatic embryos with MS medium derived from Temporary Immersion System (TIS) culture with three varieties Kidang Kencana, PS 881 and PS 891. Co-cultivation medium used solid MS medium with acetosyringon in room temperature for two days. Transgenes selection was done in solid MS with antibiotics 50 ppm kanamycin and 500 ppm cefotaxime. Explants were not transformed cultured in MS media as positive control negative control while planted in the media selection. Observation of sugarcane transforman in selection media was calculated the percentage growth in 16th weeks and 32th weeks. The existence of P5CS gene in transgenic shoots was tested with GUS histochemical assay, PCR using conserved
regions of specific primers P5CS and NPTII. GUS histochemical test for the presence of P5CS gene constructs showed positive results in the presence of blue staining. DNA amplification showed that expected bent size at 1.2 kb and 700 bp for primers NPTII. The results of this examination proved that both transgenes were inserted in the sugarcane genomes. The test results are stable sugarcane transformants through histochemical GUS test and PCR analysis showed stable transformants sugarcane. Growth of transformants on selection media indicated P5CS gene via A. tumefaciens transformation has been successfully performed on sugarcane. Regeneration of transformed sugarcane in the MS medium with the addition of 1% glucose and putrescine with various concentration of 0 ppm, 10 ppm and 30 ppm. Green shoots transformant were increased after growth in regeneration medium for 2 months with the optimum concentration of putrescine was 30 ppm. Transformant plantlets ready tobe acclimatized and to be further tested stability of P5CS gene. It can be concluded that A. tumefaciens strain LBA4404 was the most effective transformation media of P5CS gene on sugarcane. The regeneration of Kidang Kencana transformants was better than the other two varieties, PS 881 and PS 891. Whilst, the best performance of transformants based on the source of explants was somatic embryo. Keywords: drought stress, embryogenic calli, somatic embryos, proline
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI TRANSFORMASI EKSPLAN TEBU MENGGUNAKAN GEN P5CS MELALUI AGROBACTERIUM TUMEFACIENS
DWI SUBIYARTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. I Made Artika, M. App Sc.
Judul Tesis : Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens Nama : Dwi Subiyarti NIM : G851110011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Laksmi Ambarsari, MS Ketua
Dr Hayati Minarsih, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biokimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr drh Maria Bintang, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah berjudul Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Laksmi Ambarsari, MS. selaku ketua Komisi Pembimbing. 2. Ibu Dr. Hayati Minarsih, MSc. selaku anggota Komisi Pembimbing dan Penanggung jawab penelitian di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler BPBPI yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam penelitian ini. 3. Triyono, MT. suamiku sayang yang telah memberikan kesempatan penulis untuk terus belajar. 4. Bapak Dr. Priyono, ADS selaku Kepala BPBPI sekarang dan Bapak Dr. Ir. H. Darmono Taniwiryono, MSc. selaku Kepala BPBPI sebelumnya atas izin penelitian dan seluruh keluarga BPBPI yang membantu penelitian ini. 5. Bapak Soekarno Mismana Putra, SSi; Bapak Imron Riyadi, MSi; Ibu Niyyah Fitranty, SSi; Ibu Marini, Amd dan Saudari Rizqi Emilia. 6. Mama, Papa, Mamak, Bapak, Kakak, Adik dan keponakan tersayang yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan. 7. Teman-teman angkatan 2011 Biokimia S2 (Endri Purwanti, SSi; Djihan Ryn Pratiwi, SSi; Edy Sukmara, SSi; Rahardian Pratama, SSi; Welly Anggraini dan Septiani C. Palilingan, SSi) dan Mba Martha Sari, MSi atas dukungan, kerja sama dan motivasinya. 8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi keberkahan dan karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amiin.
Bogor, Agustus 2013 Dwi Subiyarti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 2 2
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Strategi Penelitian Prosedur Penelitian
3 3 3 3 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Gen P5CS A. tumefaciens Transforman Tebu Transforman Hasil Verifikasi Tebu Transforman Hasil Pengujian Kestabilan Tebu Transforman Hasil Regenerasi Tebu Transforman
12 12 17 21 24 33 35
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
39 39 39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
48
DAFTAR TABEL Karakteristik strain A. tumefaciens Pertumbuhan tebu transforman (16 minggu) Pertumbuhan tebu transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (16 minggu) Pertumbuhan tunas transforman (32 minggu) Pertumbuhan tunas transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (32 minggu) Tingkat hijau daun tunas transforman
19 27 29 30 30 36
DAFTAR GAMBAR Diagram penelitian Skema jalur biosintesis prolin pada tanaman Peta Restriksi Konstruk Plasmid pBI-P5CS Pertumbuhan bakteri di media seleksi Hasil database menggunakan BLASTN 2.1.3 Elektroforegram hasil PCR dengan primer spesifik start stop Interaksi A. tumefaciens dengan sel tumbuhan Pertumbuhan koloni hasil transformasi konstruk rekombinan pBIP5CS ke A. tumefaciens Elektroforegram hasil transformasi pBI-P5CS ke A. tumefaciens A. tumefaciens Pertumbuhan kalus di media MS Sumber eksplan yang siap ditransformasi Hasil uji histokimia GUS Reaksi pembentukan warna biru Perbandingan pertumbuhan tebu Tebu transforman di media ko-kultivasi Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tebu transforman Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII pada tebu transforman Hasil uji histokimia GUS tunas transforman Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tunas transforman Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII tunas transforman Tunas transforman Pertumbuhan tunas transforman di media dengan penambahan putresin (8 minggu) Planlet tebu di media cair
5 13 14 15 16 16 18 19 20 22 23 24 25 26 28 31 32 33 34 35 36 38 38
DAFTAR LAMPIRAN Komposisi media MS untuk induksi kalus dan regenerasi planlet Komposisi dan pembuatan media
46 47
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan bibit tebu semakin meningkat seiring meningkatnya produksi gula menuju swasembada gula tahun 2014. Sekitar 1.5-2 milyar bibit tebu per tahun harus tersedia, sementara penggunaan varietas tebu unggul masih terbatas. Selain itu, luas lahan perkebunan tebu semakin menurun dan saat ini bergeser ke lahanlahan marjinal. Pemanfaatan lahan marjinal memerlukan tanaman tebu yang memiliki produktivitas tinggi dan toleran terhadap cekaman abiotik, khususnya toleran kekeringan. Varietas unggul tebu (Saccharum officinarum L.) memiliki ciri-ciri antara lain produktivitas gula tinggi (nilai rendemen 13%), mudah dikepras dan toleran terhadap cekaman biotik (tahan terhadap hama dan penyakit) maupun cekaman abiotik (tahan kekeringan, genangan air, kadar garam tinggi, kadar nitrogen rendah dan sebagainya) (Tim Penulis PS 1992). Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui rekayasa genetik guna merakit tebu yang toleran kekeringan. Upaya ini terbukti mampu menghasilkan tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul (Manuhara 2006). Keberhasilan perakitan tanaman transgenik unggul dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (1) adanya sistem transformasi dan regenerasi yang mapan, (2) konstruk gen pembawa sifat unggul yang berfungsi dan sesuai serta (3) varietas tanaman anjuran baik atas dasar karakter agronomis maupun kemudahan teknis (Minarsih 2003). Selain itu, juga ditunjukkan dengan keberhasilan pertumbuhan tanaman baru yang normal, fertil dan dapat mengekspresikan gen baru hasil insersi (Manuhara 2006). Beberapa hasil penelitian telah (Ananda 2004; Wulandari 2005; Nurkhasanah 2007; Susiyanti et al. 2007) dilaporkan bahwa transformasi tebu menggunakan gen fitase telah berhasil dilakukan agar tahan di lahan dengan kadar fosfat rendah. Selain itu, Eka et al. (1997) juga telah berhasil merakit tebu yang tahan terhadap penggerek batang (Chillo auricillius), stem borer (pembuat lubang pada batang) (Ali 2006), virus kuning daun (Sugarcane yellow leaf virus, SCYLV) (Gilbert et al. 2009) dan jamur (Khamrit et al. 2012). Perakitan tebu toleran kekeringan dapat diupayakan dengan melakukan transformasi gen P5CS yang menyandi enzim ∆1-Pyrroline-5-carboxylate synthetase (P5CS). Gen P5CS berperan dalam biosintesis prolin yaitu asam amino yang berperan sebagai senyawa osmoprotektan yang diakumulasi saat tanaman mengalami cekaman kekeringan atau cekaman osmotik (Bray 1997). Transformasi gen P5CS ke tebu telah berhasil dilakukan tetapi masih mengalami beberapa kendala antara lain terhambatnya pertumbuhan transforman, terbentuknya planlet albino atau bulai, kimera, browning (pencoklatan pada eksplan dan media) dan vigor yang lemah (Minarsih 2003). Untuk memperbaiki tebu transgenik tersebut perlu dilakukan kembali transformasi gen P5CS, sehingga dapat diperoleh tebu transgenik yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan vigor yang kuat. Penelitian ini penting dilakukan untuk mendapatkan metode transformasi gen yang optimum melalui variasi strain Agrobacterium, sumber eksplan dan varietas tebu yang baik sebagai target transformasi gen.
2
Perumusan Masalah Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens telah berhasil diperoleh tebu transforman yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan. Transformasi kalus embriogenik tebu varietas PS 851 dan PS 862 asal media padat menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens strain LBA4404 masih belum optimal karena menghadapi beberapa kendala seperti terhambatnya pertumbuhan transforman, terbentuknya planlet albino atau bulai, kimera, browning (pencoklatan pada eksplan dan media) dan vigor yang lemah. Oleh sebab itu perlu dilakukan optimasi penggunaan strain A. tumefaciens, sumber eksplan dan varietas tebu agar diperoleh tebu transgenik yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan dengan pertumbuhan transforman yang cepat, warna planlet hijau, tidak kimera dan vigor yang kuat.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk merakit tebu yang teloren terhadap kekeringan melalui optimasi transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui variasi strain A. tumefaciens, sumber eksplan dan varietas tebu.
Hipotesis Penelitian Perakitan tebu toleran kekeringan dapat dilakukan melalui transformasi eksplan tebu menggunakan strain A. tumefaciens yang efektif, sumber eksplan dan varietas tebu yang optimum.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu upaya rekayasa genetik toleran kekeringan, sehingga dapat meningkatkan produksi tebu melalui kulur jaringan.
3
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler serta Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Jalan Taman Kencana No. 1 Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2012-Juni 2013. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah alat gelas, ose, bunsen, autoklaf, rak kultur, pipet mikro, mikrotips, neraca analitik Sartorius® ED4252-CW, Allegra 64R Centrifuge-Beckman Coulter, tabung sentrifus, mikrosentrifus Eppendorf 5415R, tabung Eppendorf, shaker incubator ES20-Biosan, laminar air flow ESCO, pH meter (Docu pHmeter Sartorius®), magnetic stirrer, seperangkat alat PCR TPersonal BIOMETRA®, seperangkat elektroforesis TOYLAB, botol kultur steril, vortex mixer CORNING LSE®, water bath, Speed Vacum DNA, lemari pendingin, mikrofilter, sarung tangan, plastik, karet, pinset, pisau dan seperangkat spektrofotometer Thermo Scientific Multiskan GO. Bahan yang digunakan adalah media MS (Murashige dan Skoog 1962) untuk induksi kalus dan media regenerasi yang komposisinya terdapat pada Lampiran 2, media LB (Luria-Bertani) (Lampiran 2), aluminium foil, serbuk agarosa, buffer TBE (Tris Borat EDTA), kit isolasi plasmid (GenJETTM plasmid miniprep kit, Fermentas life sciences), kit bahan campuran PCR (Fermentas life sciences), primer spesifik P5CS dari sekuen CDS gen P5CS V. aconitifolia (start 5’-CGG GGG TTC ATG AAG GAC G-3’ dan stop 5’-GAA TCG TTA AAC ATT GTG GAC C-3’), primer spesifik P5CS dari daerah terkonservasi sekuen CDS gen P5CS V. aconitifolia (CS forward 5’-TAC TGA GAC TGT GAA GTC GC-3’ dan CS reverse 5’-ATG GCA TTG CAG GCT GCC G-3’), primer spesifik NPTII (Neomycin Phosphotransferase II), akuades, Gel red, loading dye, nitrogen cair, tusuk gigi, masker, alkohol, antibiotik rifampisin, kanamisin, ampisilin, sefotaksim, asetosiringon, putresin, glukosa dan pereaksi untuk GUS assay (Uji histokimia GUS/ β-glukoronidase). Kalus dari media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik tebu varietas PS 881, PS 891 dan Kidang Kencana (KK). Strain A. tumefaciens strain LBA4404, GV3103 dan AGL1 (dari Dr. Sony Suhandono, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung) serta konstruk rekombinan pBIP5CS Vigna aconitifolia (V. aconitifolia) dari Dr. Desh Pal S. Verma, Ohio State University, USA.
Strategi Penelitian Strategi penelitian melalui tahapan sebagai berikut, yaitu: (1) penyiapan konstruk rekombinan pBI-P5CS yang meliputi pertumbuhan koleksi di media
4 seleksi, perbanyakkan plasmid, isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS dan elektroforesis gel agarosa (2) transformasi konstruk rekombinan pBI-P5CS ke A. tumefaciens yang meliputi pertumbuhan A. tumefaciens starin GV3101, LBA4404 dan AGL1 koleksi di media seleksi, peremajaan dan perbanyakkan, pembuatan sel kompeten dan transformasi konstruk rekombinan pBI-P5CS sel kompeten A. tumefaciens, (3) pengujian Agrobacterium transforman yang meliputi pertumbuhan di media seleksi, analisis PCR koloni dan elektroforesis gel agarosa, (4) transformasi gen ke eksplan meliputi penyiapan pucuk tebu, subkultur kalus di media padat, subkultur kalus melalui metode SPS dan transformasi gen melalui A. tumefaciens ke eksplan tebu serta (5) pengujian tebu transforman meliputi perhitungan persentase pertumbuhan tunas transforman di media seleksi, uji GUS, isolasi DNA, analisis PCR, regenerasi tebu transforman dan kestabilan transformasi gen (Gambar 1).
Prosedur Penelitian
Kultur jaringan tanaman tebu Penanaman pucuk tebu untuk penyiapan kalus (Minarsih 2003) Pucuk tebu varietas varietas KK, PS 881 dan PS 891 disiapkan dengan memisahkan pucuk yang masih muda (daun menggulung) yaitu sekitar 20 cm pada jaringan meristem. Pucuk tebu direndam dalam alkohol dan disterilisasi dengan memanaskannya di atas pembakar spiritus beberapa saat. Setelah itu, bagian kulit terluar pucuk tebu dikupas, direndam kembali dalam alkohol, dipanaskan dan diulangi sebanyak 2 kali hingga mendapat pucuk yang lunak. Sekitar 0.2-0.5 cm dari pangkal tunas, batang pucuk muda dipotong-potong menjadi 12 bagian kecil. Kemudian, potongan pucuk ditanam di media MS dan diinkubasi di ruang kultur tanpa cahaya selama 4 minggu. Penanaman pucuk tebu dilakukan dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Pembuatan media MS dengan komposisi bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penyiapan kalus embriogenik dan embrio somatik (Mordocco et al. 2009) Kalus embriogenik dan embrio somatik varietas KK, PS 881 dan PS 891 disiapkan di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi BPBPI, Ciomas melalui metode Temporary Immersion System (TIS) atau Sistem Perendaman Sesaat (SPS). Kalus yang berasal dari pucuk tebu ketiga varietas disubkultur sebanyak 24 kali. Kemudian, sebanyak 0.5 gram kalus dimasukkan dalam bejana SPS RITA® dan dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Bejana SPS RITA® kemudian dihubungkan dengan pompa dan automatic timer (Autonic). Program Autonic diatur secara otomatis dengan lama perendaman selama tiga menit setiap 24 jam hingga terbentuk kalus embriogenik (6 minggu) dan embrio somatik (8 minggu).
5 Konstruk rekombinan pBI-P5CS
Sel kompeten Agrobacterium
Agrobacterium transforman
Eksplan tebu
Tebu Transforman
Elektroforesis gel agaros
Pembuatan sel kompeten
Pertumbuhan di media seleksi
Kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik
Pertumbuhan di media seleksi
Isolasi plasmid
Peremajaan dan perbanyakkan Agrobacterium
Analisis PCR koloni
Subkultur kalus di SPS
Uji GUS
Elektroforesis gel agaros
Subkultur kalus di media padat
Isolasi DNA
Penanaman pucuk tebu varietas KK, PS 881 dan PS 891
Analisis PCR
Perbanyakkan plasmid
Peremajaan Agrobacterium strain GV3101, LBA4404 dan AGL1
Pertumbuhan di media seleksi
Regenerasi tebu transforman
Kestabilan transformasi gen
Gambar 1 Diagram penelitian 5
6 Transformasi genetik Peremajaan A. tumefaciens A. tumefaciens strain GV3103, LBA4404 dan AGL1 ditanam kembali dalam media YEP (Yeast Extract Peptone) padat yang baru (Lampiran 2). Media seleksi YEP dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm digunakan untuk A. tumefaciens strain GV3101 dan LBA4404. Sedangkan untuk strain AGL1 antibiotik yang ditambahkan ke dalam media YEP adalah rifampisin 50 ppm dan ampisilin 50 ppm. Penyiapan media dan penanaman A. tumefaciens dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. A. tumefaciens di media baru kemudian diinkubasi tanpa cahaya selama 2 hari untuk strain GV3103 dan LBA4404 serta 3 hari untuk strain AGL1 pada suhu 28 oC. Pembuatan media dan peremajaan A. tumefaciens dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow.
Pembuatan Sel Kompeten (Wang 2006) Pembuatan sel kompeten menggunakan metode pembekuan (Thaw Method). Sebanyak 100 µL A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 dimasukkan ke dalam 100 mL media YEP cair (Lampiran 2) dengan antibiotik rifampisin 50 ppm untuk strain GV3101 dan LBA4404. Sedangkan strain AGL1 antibiotik yang ditambahkan adalah rifampisin 50 ppm dan ampisilin 50 ppm. Campuran diinkubasi pada suhu 28 oC tanpa cahaya dan dikocok pada kecepatan 120 rpm hingga memperoleh nilai OD600 0.55-0.65 (OD600, optical density pada panjang gelombang 600 nm). Lalu, suspensi biakan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 10000 rpm dan suhu 4 oC. Setelah itu, supernatan dibuang dan pelet disuspensikan ke dalam 5 mL larutan CaCl2 20 mM dingin. Campuran disentrifugasi kembali selama 10 menit pada kecepatan 10000 rpm dan suhu 4 oC. Selanjutnya, supernatan dibuang dan pelet disuspensikan dalam 1 mL larutan CaCl2 20 mM dingin. Campuran kemudian dibagi ke dalam tabung Eppendorf masing-masing 100 μL dalam kondisi dingin dan dimasukkan ke dalam nitrogen cair yang selanjutnya disimpan pada suhu -70 oC untuk digunakan sekali pakai. Pembuatan sel kompeten dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow.
Transformasi Agrobacterium (Wang 2006) Sebanyak 1 μL plasmid (pBI-P5CS) dan 5 μL sel kompeten A. tumefaciens dimasukkan ke dalam 2 mL media YEP (tanpa antibiotik). Campuran dimasukkan ke dalam nitrogen cair selama 5 menit dan selanjutnya dipindahkan pada suhu 37 o C selama 5-10 menit. Selanjutnya, campuran dimasukkan ke dalam media YEP 2 mL dan diinkubasi selama 2-4 jam pada suhu 28 oC serta dihomogenkan. Setelah itu, campuran disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 10000 rpm dan suhu 4 o C. Pelet yang dihasilkan diresuspensi dengan media YEP cair sebanyak 0.1-2 mL dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm. Sebanyak 100-300 μL hasil resuspensi dipindahkan ke media seleksi LB padat (Lampiran 2) yang ditambahkan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm untuk A. tumefaciens strain LBA4404 dan GV3101. Sedangkan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm, ampisilin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm ke media seleksi LB padat untuk strain AGL1. A. tumefaciens yang telah ditransformasi kemudian
7 diinkubasi tanpa cahaya pada suhu 28 oC selama 2 hari untuk strain GV3103 dan LBA4404 serta 3 hari untuk strain AGL1. Transformasi konstruk rekombinan pBI-P5CS ke A. tumefaciens dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow.
Transformasi eksplan tebu (Sain et al. 1994) Gen P5CS dalam konstruk rekombinan pBI-P5CS ditransformasi ke eksplan kalus asal media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik yang berasal dari kultur SPS melalui perantara A. tumefaciens. A. tumefaciens transforman diremajakan terlebih dahulu dalam 5 mL media LB cair dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm untuk A. tumefaciens strain LBA4404 dan GV3101. Sedangkan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm, ampisilin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm ke media LB cair untuk strain AGL1. A. tumefaciens yang telah ditransformasi kemudian diinkubasi dan dikocok pada suhu 28 oC tanpa cahaya selama 2 hari untuk strain GV3103 dan LBA4404 serta 3 hari untuk strain AGL1. A. tumefaciens segar sebanyak 1 mL kemudian diremajakan kembali ke media LB baru sebanyak 10 mL dengan antibiotik yang sesuai. Campuran diinkubasi pada suhu 28 oC tanpa cahaya dan dikocok pada kecepatan 120 rpm hingga memperoleh nilai OD600 = 0.55-0.65. Selanjutnya, suspensi biakan disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 2 menit. Pelet yang dihasilkan dilarutkan dengan larutan MS cair dan ditambah asetosiringon 100 ppm. Larutan kemudian digunakan untuk inokulasi eksplan selama 15 menit tanpa cahaya. Lalu, eksplan diserapkeringkan dengan kertas tisu steril. Segera setelah itu, eksplan diko-kultivasi pada media MS padat dengan asetosiringon 100 ppm dan diinkubasi selama 2 hari di ruang kultur tanpa cahaya. Jika A. tumefaciens tumbuh signifikan, maka eksplan dicuci dengan media MS cair atau akuades steril hingga bersih. Apabila pertumbuhan A. tumefaciens tidak nyata, maka eksplan dapat langsung dipindahkan ke MS padat yang mengandung sefotaksim 500 ppm dan diinkubasi di ruang kultur tanpa cahaya selama 7 hari. Eksplan kemudian disubkultur ke media seleksi dengan penambahan kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm selama 4 minggu di ruang kultur gelap. Selanjutnya, eksplan disubkultur dan diinkubasi di ruang terang pada media yang sama untuk inisiasi tunas. Eksplan yang tidak ditransformasi ditanam di media MS sebagai kontrol positif sedangkan kontrol negatif ditanam di media seleksi. Proses penambahan antibiotik, penyiapan eksplan dan subkultur dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Media kultur untuk kalus tebu adalah MS padat ditambahkan suplemen 100 mL/L air kelapa muda, 30 g/L sukrosa dengan 3.0 mg/L 2,4 D 0.2 mg/L. Tunas diinduksi pada media yang sama tetapi berbeda kandungan hormonnya, yaitu 2 mg/L IAA dan BAP 0.2 mL/L (Lampiran 1). Subkultur ke media baru dilakukan setiap 4 minggu hingga terbentuk planlet (tanaman hasil kultur jaringan). Pada fase induksi akar, planlet dipindahkan ke dalam media MS cair hingga siap diaklimatisasi.
8 Pengujian molekuler Uji koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah plasmid koleksi berada dalam Escherichia coli (E. coli) atau sudah dalam A. tumefaciens. Koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS sebanyak 10 μL ditambahkan dalam media LB sebanyak 25 mL dalam botol kecil yang sudah disterilisasi. Seleksi antibiotik koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS disiapkan dalam dua botol kecil. Botol pertama berisi media LB sebanyak 25 mL ditambah antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm kemudian dikocok pada kecepatan 250 rpm dan suhu 28 oC selama 2 hari. Apabila tumbuh (kuning keruh) maka dapat dipastikan bahwa konstruk rekombinan pBI-P5CS sudah berada dalam A. tumefaciens. Sedangkan botol kecil yang kedua berisi media LB sebanyak 25 mL ditambah antibiotik kanamisin 50 ppm dan diinkubasi pada suhu 37 oC hingga 18 jam sambil dikocok pada kecepatan 250 rpm. Apabila tumbuh, maka dapat disimpulkan bahwa konstruk rekombinan pBI-P5CS masih berada dalam E. coli yang selanjutnya harus diisolasi untuk mendapatkan pBI-P5CS.
Isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS Isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS dalam E. coli dilakukan untuk mendapatkan konstruk rekombinan pBI-P5CS yang akan ditransformasi ke A. tumefaciens. Isolasi ini dilakukan dengan menggunakan GeneJETTM Plasmid miniprep kit (Fermantas life science kit). Sebanyak 4 mL kultur bakteri koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan Resuspesion buffer sebanyak 250 μL. Larutan kemudian dihomogenkan dengan vortex hingga larut. Setelah itu, campuran ditambah larutan Lysis buffer sebanyak 250 μL dan dihomogenkan dengan cara dibolakbalik 4-6 kali. Lalu, campuran ditambah larutan Neutralization buffer sebanyak 350 μL dan dihomogenkan dengan cara dibolak-balik 4-6 kali. Kemudian, campuran disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm dan suhu 25 oC selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang diperoleh ditambah larutan Wash solution sebanyak 700 μL dalam tabung berfilter. Setelah itu, tabung berfilter disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 2 menit. Lalu, supernatan dibuang dan ditambah larutan Wash solution sebanyak 700 μL. Campuran selanjutnya disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dan tabung berfilter diganti dengan Eppendorf steril 1.5 mL. Kemudian, filtrat ditambah larutan Ellution buffer sebanyak 30 μL, didiamkan selama 2 menit pada suhu kamar dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 2 menit. Tabung berfilter dibuang dan akhirnya diperoleh plasmid sekitar 30 μL. Cairan konstruk rekombinan pBI-P5CS yang diperoleh disimpan pada suhu -20 oC.
9 Isolasi DNA tebu transforman (Orozco-Castillo et al. 1994) Isolasi DNA tebu transforman dilakukan sebelum DNA dianalisis PCR. Sebanyak 0.1 gram tebu transforman yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf 2 mL. Kemudian, tebu transforman ditambah nitrogen cair dan ditumbuk hingga halus. Selanjutnya, serbuk tebu transforman ditambah larutan buffer ekstraksi sebanyak 1 mL yang telah dipanaskan dan ditambahkan larutan βmerkaptoetanol 1% sebanyak 10 μL. Campuran kemudian dihomogenkan dengan cara dibolak-balik hingga homogen dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu 65 o C. Larutan ekstrak buffer kemudian dibiarkan hingga dingin di suhu kamar. Setelah itu, larutan ditambah campuran kloroform:isoamilalkohol (24:1) (larutan KI) sebanyak 1 mL dan dihomogenkan dengan cara dibolak-balik. Setelah itu, campuran disentrifugasi pada kecepatan 11000 rpm dan suhu 25 oC selama 10 menit. Lapisan bagian atas dipipet ke tabung Eppendorf yang baru dan diekstrak kembali dengan larutan KI sebanyak volume cairan yang diperoleh. Kemudian campuran disentrifugasi kembali pada kecepatan 11000 rpm dan suhu 25 oC selama 10 menit. Cairan bagian atas dipipet ke tabung Eppendorf yang baru dan ditambahkan larutan isopropanol sebanyak 1 kali volume cairan yang diperoleh. Setelah itu, campuran dikocok perlahan hingga homogen dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 oC selama 30 menit. Setelah itu, campuran disentrifugasi pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet DNA dikeringkan dengan cara membalikkan tabung Eppendorf. Pelet DNA dilarutkan dalam 100 μL larutan buffer TE (Tris-EDTA). Kemudian, larutan ditambah 10 μL larutan CH3COONa 3 M pH 5.2 dan etanol absolut sebanyak 250 μL. Setelah itu, campuran dihomogenkan dan disimpan dalam lemari pendingin (-20 oC) selama 30 menit. Selanjutnya, campuran disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet DNA dicuci dengan larutan etanol 70% sebanyak 50-100 μL dan dikeringkan dengan Speed Vacum DNA. Pelet yang sudah kering dilarutkan dalam 100 μL buffer TE atau ddH2O, ditambahkan RNase sebanyak 25 μL/ mL dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. DNA tebu transforman yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis PCR. Kualitas DNA lebih lanjut dapat diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1% dan konsentrasinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 230, 260 dan 280 nm.
Verifikasi konstruk rekombinan pBI-P5CS (Minarsih 2003) Verifikasi konstruk rekombinan pBI-P5CS dilakukan untuk menyakinkan hasil isolasi menggunakan PCR (Polimerase Chain Reactions). Reaksi PCR menghasilkan DNA konstruk rekombinan pBI-P5CS yang telah diperbanyak. Keberadaan plasmid yang diinginkan dapat dilihat dengan elektroforesis gel agarosa. Reagen yang digunakan berasal dari Fermentas life science. Sebanyak 5 μL larutan buffer dNTP 1 μL, primer spesifik P5CS start dan stop masing-masing sebanyak 2 μL, Taq polymerase sebanyak 0.6 μL, 1 μL DNA plasmid hasil isolasi yang telah diencerkan 10 kali dan ditambah ddH2O (molecular water) hingga volume 25 μL. Reaksi dijalankan pada mesin PCR sebanyak 35 siklus.
10 Program PCR diatur sebagai berikut: pre denaturasi 94 oC selama 10 menit, denaturasi 94 oC selama 30 menit, penempelan (annealing) 58 oC selama 30 detik, tahap penyempurnaan reaksi (perpanjangan rantai DNA) 72 oC selama 4 menit dan stabilisasi reaksi pada suhu 10 oC. Hasil PCR dianalisis menggunakan metode elektroforesis untuk mengetahui ukuran plasmid. Verifikasi gen NPTII dan gen P5CS (primer spesifik P5CS CS) tebu transforman dilakukan dengan program yang sama dengan primer spesifik P5CS start dan stop. Suhu annealing untuk primer NPTII adalah 55 oC (Minarsih 2003). Sedangkan, program PCR koloni ditambahkan tahap lisis sebelum pre denaturasi. Pengaturan program lisis sebagai berikut suhu 96 oC selama 5 menit, 50 oC selama 1 menit 30 detik, 96 oC selama 1 menit 30 detik, 45 oC selama 1 menit 30 detik, 96 oC selama 1 menit dan 40 oC selama 1 menit. Kontrol positif menggunakan template DNA rekombinan pBI-P5CS. Sedangkan kontrol negatif menggunakan molecular water sebagai template. Keduanya disiapkan dan direaksikan bersama setiap melakukan analisis PCR.
Elektroforesis Sampel DNA dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa untuk konfirmasi ukuran pBI-P5CS dan DNA tebu transforman setelah dianalisis PCR. Gel agarosa konsentrasi 1% dimasukkan dalam bejana elektroforesis dan sebanyak 2 μL sampel dimasukkan dalam sumur. Kemudian, gel agarosa dielektroforesis dengan tegangan 75 volt. Hasil elektroforesis diamati dan difoto di atas UV transluminator, sehingga dapat dilihat ukuran dari plasmid pBI-P5CS dalam satuan bp (base pair/ pasang basa) dibandingkan dengan marka 1 kb Plus DNA Ladder dari Invitrogen.
Uji histokimia GUS (Jefferson 1987) Pengujian GUS dilakukan pada eksplan yang telah ditransformasi. Reagen yang digunakan adalah larutan X-Gluc (5-Bromo-4-chloro-3-indolyl-β-Dglucuronic acid) 1 mM; K3Fe(CN)6 0.1 mM; K4Fe(CN)6 0.1 mM; triton 3% dan fosfat buffer (NaH2PO4/NaHPO4) 50 mM dengan pH 7.0. Tebu transforman diinkubasi dalam larutan reagen selama 24 jam pada suhu 37 oC tanpa cahaya. Setelah itu, tebu transforman dicuci dengan alkohol dan diamati warna biru yang terbentuk.
Regenerasi tebu transforman Regenerasi tebu transforman dilakukan setelah tumbuh di media seleksi selama 24 minggu (6 bulan). Media regenerasi yang digunakan adalah media MS dengan penambahan glukosa 1% dan putresin masing-masing dengan variasi konsentrasi 0 ppm, 10 ppm dan 30 ppm. Pengamatan perubahan tingkat warna hijau daun tunas transforman dilakukan setelah 8 minggu (2 bulan).
11 Verifikasi kestabilan tebu transforman Verifikasi kestabilan tebu transforman diuji setelah terbentuk planlet transforman berumur 32 minggu (8 bulan) setelah transformasi. Uji histokimia GUS dan analisis PCR dilakukan pada tunas yang terbentuk dari tebu transforman yang telah diuji pada 16 minggu (4 bulan) setelah transformasi. Uji histokimia GUS dilakukan dengan metode Jefferson (1987), sedangkan analisis PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS dan NPTII.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gen P5CS Tebu termasuk dalam famili Poaceae, genus Saccharum dan spesies Saccharum officinarum L. (Benson 1957) yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis (James 2004). Kebutuhan tebu sebagai bahan baku utama pembuatan gula meningkat, untuk memenuhi program pemerintah yaitu swasembada gula tahun 2014. Oleh karena itu, perlu penyediaan bibit tebu yang cukup. Salah satu kendala yang dihadapi adalah adanya perubahan musim dan lahan yang terbatas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merakit tebu yang cocok ditanam di lahan marjinal mulai metode konvensional hingga modern. Kekeringan adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, ketahanan dan produktivitas tanaman. Kekeringan tidak hanya permasalahan utama di lahan marjinal tetapi juga di lahan optimum pada kondisi iklim di lahan kering. Respon tanaman terhadap toleran kekeringan bervariasi. Secara molekuler diantaranya adalah dengan mengakumulasi senyawa osmoprotektan (Bray 1997). Prolin merupakan asam amino yang berperan sebagai senyawa osmoprotektan. Sintesis prolin pada tanaman tingkat tinggi dapat melalui dua jalur yaitu jalur glutamat (Glu) dan jalur ornitin (Orn) (Gambar 2) (Delauney dan Verma 1993). Saat tanaman mengalami cekaman, prolin diproduksi secara langsung melalui jalur Glu. Sedangkan saat kondisi normal, tanaman menggunakan ornitin sebagai prekursor melalui jalur Orn untuk menghasilkan prolin (Aprile et al. 2009). Jalur Glu dimulai dengan konversi asam glutamat menjadi glutamat-γsemialdehid (GSA) yang dikatalisis oleh enzim ∆1-pyrroline-5-carboxylate synthetase (P5CS). Selanjutnya, GSA diubah menjadi ∆1-pyrroline-5-carboxylate (P5C) secara spontan. Akhirnya L-prolin terbentuk dari P5C yang dikatalisis oleh enzim ∆1-pyrroline-5-carboxylate reductase (P5CR). Sintesis prolin melalui jalur Glu dapat meningkat pada kondisi tanaman mengalami cekaman kekeringan (Delauney dan Verma 1993). Sintesis prolin melalui jalur Orn dimulai dengan konversi L-ornitin menjadi α-keto-δ-amonivelarat yang dikatalisis oleh enzim ornitin-α-aminotransferase dan secara spontan diubah menjadi ∆1- pyrroline-2-carboxylate (P2C). Akhirnya Lprolin terbentuk dari P2C yang dikatalisis oleh enzim ∆1-pyrroline-2-carboxylate reductase (P2CR). Selain itu, L-ornitin juga dapat diubah menjadi GSA yang dikatalisis oleh enzim ornitin-δ-aminotransferase (OAT) dan selanjutnya dibentuk prolin melalui jalur Glu. Gen P5CS merupakan gen yang menyandi enzim P5CS. Enzim P5CS dianggap sebagai enzim pengatur utama dalam sintesis prolin dan meningkatkan pengaturan produksi prolin pada saat tanaman mengalami cekaman (Aprile et al. 2009). Selain itu, gen P5CS merupakan penyandi enzim yang menjadi faktor pembatas dalam biosintesis prolin pada tanaman tingkat tinggi (Hu et al. 1992). Prolin berfungsi sebagai pelindung enzim sitoplasmik dan pelindung stuktur seluler sebagai saat tanaman mengalami cekaman kekeringan (Gibon et al. 2000). Rodrigues et al. (2009) menganalisis profil ekspresi gen kondisi kekeringan pada tebu toleran kekeringan. Metode yang dilakukan menggunakan microarray
13 membrane yang terdiri atas 3575 klon cDNA dari pustaka daun tebu dan hasilnya dikonfirmasi menggunakan analisis Real Time PCR. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 165 gen yang terekspresi saat stress air, tetapi hanya 94% yang diatur saat stress dan baru 49 gen yang sudah diketahui identitasnya salah satunya adalah gen P5CS.
ornitin-αaminotransferase
α-keto-δ-aminovelarat
L-ornitin
spontan
∆1 -pirolin-2-karboksilat (P2C)
ornitin-δaminotransferase
P2C reduktase
spontan
Asam L-glutamat
L-prolin
Gambar 2 Skema jalur biosintesis prolin pada tanaman (Delauney dan Verma 1993) Ket: P2C P2CR P5C P5CR P5CS GSA
= ∆1-pyrroline-2-carboxylate (∆1-pirolin-2-karboksilat) = ∆1-pyrroline-2-carboxylate reductase (∆1-pirolin-2-karboksilat redutase) = ∆1-pyrroline-5-carboxylate (∆1-pirolin-5-karboksilat) = ∆1-pyrroline-5-carboxylate reductase (∆1-pirolin-5-karboksilat reduktase) = ∆1-pyrroline-5-carboxylate synthetase (∆1-pirolin-5-karbosilat sintetase) = glutamate-γ-semialdehide (glutamat-γ-semialdehid)
Penelitian tembakau dan tebu transgenik yang diintroduksi gen P5CS dengan perlakuan kondisi toleran kekeringan menunjukkan konsentrasi prolin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol (non-transgenik) (Minarsih 2003). Selain itu, transformasi kalus kelapa sawit menggunakan gen P5CS telah berhasil mendapatkan kalus transforman yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan (Usmani 2011). Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS telah berhasil dilakukan secara biologis melalui A. tumefaciens dan secara fisik dengan particle bombardment. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Agrobacterium terbukti lebih efektif dan efisien dalam transfer konstruk transgen P5CS ke dalam kalus tebu daripada metode particle bombrdment. Tebu transforman yang dihasilkan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan kontrol positif, regenerasi planlet tebu transgenik bulai dan memiliki vigor yang lemah (Minarsih 2003). Gen P5CS koleksi BPBPI berada dalam plasmid pBI (Gambar 3) (Kishor et al. 1995). Plasmid pBI berfungsi sebagai vektor yang membawa gen P5CS yang akan ditransformasikan ke tebu. Plasmid pBI-P5CS diperoleh dari cDNA P5CS tanaman V. aconitifolia yang ditempatkan antara promoter (35S-P) CaMV 35s dan
14 daerah NOS-3’. Hasil konstruksi dimasukkan ke dalam EcoRl pada vektor bagian pBI121. Vektor tersebut juga mengandung NPTII dan uidA (GUS) daerah penyandi yang digunakan untuk seleksi tanaman transgenik pada antibiotik kanamisin. Peta restriksi konstruk rekombinan menunjukkan daerah label cDNA P5CS yang ditandai dengan marka oleh ATG pada nukleotida yang ke-37 dan TAA ke-2185 serta daerah lainnya (Kavi Kishor et al. 1995).
NPT II
GUS
Gambar 3 Peta Restriksi Konstruk Rekombinan pBI-P5CS (Kishor et al. 1995)
Plasmid pBI121 telah banyak digunakan untuk transformasi tanaman. Ukuran lengkap sekuen plasmid pBI121 adalah 14758 bp dengan daerah T-DNA 6193 bp yang mengandung batas kanan (right border, RB) gen NPTII sebagai penanda seleksi dan gen GUS sebagai gen reporter di batas kiri (left border, LB) (Chen et al. 2003). Tahap awal penelitian ini adalah menguji keberadaan koleksi pBI-P5CS BPBPI. Konstruk rekombinan pBI-P5CS koleksi diuji untuk mengetahui keberadaan plasmidnya di E. coli atau A. tumefaciens. Pengujian keberadaan plasmid dilakukan pada dua botol kultur dengan media LB sebagai media pertumbuhan. Penambahan antibiotik rifampisin bertujuan untuk menyeleksi pertumbuhan A. tumefaciens. Sedangkan antibiotik kanamisin merupakan penyeleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS, yaitu pengujian keberadaan gen NPTII (Kishor et al. 1995). Botol pertama, media LB cair ditambahkan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm kemudian dikocok pada kecepatan 250 rpm dan suhu 28 oC selama 2 hari tanpa cahaya. Media tersebut merupakan media seleksi untuk pertumbuhan A. tumefaciens (Venkatachalam et al. 2000; Minarsih 2003; Heikal et al. 2008). Sedangkan botol kedua, media LB cair ditambah antibiotik kanamisin 50 ppm dan diinkubasi pada suhu 37 oC hingga 18 jam sambil dikocok pada kecepatan 250 rpm. Botol kedua merupakan media seleksi untuk pertumbuhan E. coli (Chandrasekharaiah et al. 2004). Pengamatan hari pertama belum menunjukkan perubahan warna campuran pada kedua botol kultur. Suspensi biakan masih berwarna coklat tua. Hasil inkubasi hari kedua juga tidak menunjukkan adanya perubahan warna campuran pada botol pertama. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tidak tumbuh. Sedangkan botol kedua terjadi perubahan warna campuran menjadi kuning keruh yang
15 menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Hasil inkubasi mengindikasikan bahwa koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS berada dalam E. coli (Gambar 4).
a
b
Gambar 4 Pertumbuhan bakteri di media seleksi a. Suspensi biakan A. tumefaciens dan b. Suspensi biakan E. coli
Konstruk rekombinan pBI-P5CS dalam E. coli kemudian diisolasi untuk mendapatkan konstruk rekombinan pBI-P5CS yang akan ditransformasi ke A. tumefaciens. Isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS dilakukan dengan menggunakan GeneJETTM Plasmid miniprep kit (Fermantas life science kit). Proses isolasi diawali dengan peremajaan koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS dalam bakteri yang bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang masih muda dan segar. Pengujian kebenaran konstruk rekombinan pBI-P5CS hasil isolasi dianalisis menggunakan PCR dengan primer spesifik P5CS dan elektroforesis gel agarosa yang dibandingkan dengan kontrol positif. Program PCR yang digunakan telah dioptimasi untuk mendapatkan suhu annealing yang optimum yaitu 58 oC. Primer spesifik P5CS yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer yang dirancang untuk mengidentifikasi adanya gen P5CS menggunakan BLASTN 2.1.3 atas dasar daerah terkonservasi dan cDNA utuh gen P5CS V. aconitivolia (Gambar 5) (Minarsih 2003). Hasil analisis BLASTN 2.1.3 menunjukkan perbandingan homologi P5CS V. aconitifolia dengan spesies lainnya. Gen P5CS telah dimiliki tanaman secara alami, termasuk juga tebu. Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS akan meningkatkan ketahanan tebu ketika mengalami cekaman kekeringan. Selain itu, pada proses pengkajian keamanan pangan tidak akan seketat apabila fungsi transgen di dalam tanaman merupakan sesuatu yang baru. Termasuk dalam hal ini adalah pengkajian kemungkinana protein baru terekspresi dari transgen yang dapat menyebabkan alergi atau toksik terhadap konsumen (Minarsih 2003). Pasangan primer untuk cDNA P5CS utuh digunakan untuk verifikasi hasil isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS dari E. coli dan A. tumefaciens transforman. Sedangkan primer dari daerah terkonservasi digunakan untuk verifikasi hasil isolasi DNA tebu transforman.
16
Gambar 5 Hasil database menggunakan BLASTN 2.1.3 (Minarsih 2003) a. Diagram homologi P5CS V. aconitifolia dengan spesies lainnya b. Primer DNA yang dirancang atas dasar daerah terkonservasi dan cDNA utuh
Amplifikasi menggunakan primer spesifik P5CS start stop menghasilkan pita DNA dengan ukuran sekitar 2.4 kb seperti terlihat pada Gambar 6. Satu pita yang terbentuk berukuran besar dan tebal seperti kontrol positif . Kontrol positif yang digunakan adalah DNA plasmid pBI-P5CS koleksi BPBPI. Hal tersebut menyakinkan keberhasilan isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS.
2.4 kb
a
b
Gambar 6 Elektroforegram hasil PCR dengan primer spesifik P5CS start stop a. Kontrol positif dan b. pBI-P5CS konstruk rekombinan pBI-P5CS hasil isolasi
Ukuran pita DNA hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS start stop sangat kecil dibandingkan dengan ukuran plasmid pBI121, yaitu 2400:14758. Hal ini menunjukkan bahwa yang teramplifikasi adalah gen P5CS utuh. Plasmid
17 pBI121 tidak ikut teramplifikasi, sehingga primer P5CS start stop merupakan primer spesifik untuk gen P5CS. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran gen P5CS utuh adalah sekitar 2.4 kb seperti yang dilaporkan Minarsih (2003) dan Soltani et al. (2007). Hal tersebut menyakinkan kembali bahwa gen P5CS telah terisolasi dan siap ditransformasikan ke A. tumefaciens.
A. tumefaciens A. tumefaciens adalah salah satu bakteri tanah gram negatif berbentuk batang (Alonso dan Espinosa 1993). Taksonomi A. tumefaciens sebagai berikut: Bakteria (Domain); Proteobakteria (Filum); Alfaproteobakteria (Kelas); Rhizobiales (Orde); Rhizobiaceae (Famili); Agrobacterium (Genus): A. tumefaciens (spesies) (Young 2008). A. tumefaciens mampu mentransfer bagian DNA tertentu (T-DNA) dari plasmid Ti (tumor inducing) yang kemudian berintegrasi ke genom tanaman target (Riva et al. 1998). Proses transfer gen dari A. tumefaciens ke dalam sel tumbuhan terdiri dari beberapa tahap: (1) kolonisasi bakteri (2) induksi sistem virulen bakteri (3) tahap transfer T-DNA kompleks (4) transfer T-DNA dan (5) integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman (Riva et al. 1998). Mekanisme interaksi A. tumefaciens dapat dilihat pada Gambar 7 (Kakkar dan Verma 2011). Interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (1) sel tumbuhan yang terluka menghasilkan senyawa fenolik asetosiringon, (2) asetosiringon dalam Agrobacterium mengaktivasi gen virulen (vir), (3) protein virulen yang dihasilkan untuk mensintesis T-DNA rantai tunggal, (4) T-DNA rantai tunggal intermediet masuk ke dalam sel tumbuhan , (5) T-DNA kompleks yang terbentuk masuk inti sel dan terintegrasi. T-DNA terintegrasi secara acak di situs kromosom tumbuhan. (6) tahap awal sintesis sitokinin, (7) sitokinin dan sintesis auksin yang kemudian memicu terbentuknya tumor pada tumbuhan yang terinfeksi Agrobacterium dan (8) sintesis opin yang selanjutnya digunakan untuk metabolisme A. tumefaciens. Opin adalah produk kondensasi dari asam amino dengan asam keto atau gula. Opin merupakan sumber utama nitrogen dan karbon untuk pertumbuhan Agrobacterium. A. tumefaciens diklasifikasikan berdasarkan jenis opin. Umumnya A. tumefaciens menghasilkan oktopin yang merupakan senyawa turunan dari asam amino arginin dan alanin. Sedangkan nopalin merupakan senyawa turunan asam amino arginin dan asam glutamat. Selain itu, agropin yang berasal dari asam amino glutamat (Park 2006). Jenis opin yang lain adalah sukinamopin (Hellens et al. 2007). Sukinamopin adalah senyawa asam-N-[(1A)-1-karboksi-2-karbamoiletil]-(R)-glutamat yang mudah berubah menjadi sukinamopin laktam dan akhirnya menjadi sukinopin laktam (Chilton et al. 1984).
18
Gambar 7 Interaksi A. tumefaciens dengan sel tumbuhan (Kakkar dan Verma 2011)
Strain A. tumefaciens yang digunakan pada penelitian ini adalah GV3101, LBA4404 dan AGL1. Tabel 1 menunjukkan karakteristik A. tumefaciens. Adanya perbedaan karakteristik strain A. tumefaciens menyebabkan adanya perbedaan pula dalam optimasi transformasi (Hellens et al. 2000). Ketiga starin yang digunakan juga memiliki jenis opin yang berbeda. GV3101 menghasilkan opin jenis nopalin, LBA4404 oktopin dan AGL1 sukinamopin. Antibiotik yang digunakan dalam media seleksi sesuai dengan karakteristik masing-masing strain A. tumefaciens. A. tumefaciens strain GV3101 dan LBA4404 menggunakan antibiotik rifampisin sebagai seleksi pertumbuhannya. Sedangkan strain AGL1 menggunakan antibiotik rifampisin dan ampisilin. Antibiotik kanamisin yang ditambahkan di media seleksi berfungsi sebagai penanda adanya konstruk rekombinan pBI-P5CS yang mengandung gen NPTII.
Tabel 1 Karakteristik strain A. tumefaciens (Hellens et al. 2000) Strain GV3101 LBA4404 AGL1
Gen penanda Kromosomal Rifampisin Rifampisin Rifampisin, Karbenisilin/ Ampisilin
Gen penanda Ti Plasmid Spektinomisin dan streptomisin -
Opin Nopalin Oktopin Sukinamopin
Transformasi konstruk rekombinan pBI-P5CS ke A. tumefaciens dilakukan dengan metode Wang (2006) yang dimulai dengan pembuatan sel kompeten. Sel
19 kompeten A. tumefaciens dibuat dengan cara menumbuhkan A. tumefaciens dalam media YEP cair hingga mencapai nilai OD600 = 0.55-0.65 agar mendapatkan jumlah bakteri yang optimum pada fase pertumbuhan. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk transformasi adalah 1x106 sel/ mL (Bibiana 1994). Keberhasilan transformasi konstruk rekombinan pBI-P5CS ke dalam A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni pada suhu 28 oC yang diinkubasi di media seleksi (Venkatachalam et al. 2000; Minarsih 2003; Heikal et al. 2008). Media seleksi yang digunakan adalah media LB padat dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm untuk strain GV3101 dan LBA4404 yang diinkubasi selama 2 hari tanpa cahaya. Sedangkan strain AGL1 diinkubasi selama 3 hari tanpa cahaya di media LB padat dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm, ampisilin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm (Gambar 8).
a
b
c
Gambar 8 Pertumbuhan koloni hasil transformasi konstruk rekombinan pBIP5CS ke A. tumefaciens. a. Koloni transforman A. tumefaciens strain LBA4404, b. Koloni transforman A. tumefaciens strain AGL1 dan c. Koloni transforman A. tumefaciens strain GV3101
Pengamatan dilakukan mulai hari pertama setelah transformasi untuk melihat pertumbuhan koloni A. tumefaciens transforman. Pada hari pertama belum tampak pertumbuhan koloni A. tumefaciens transforman. Hari kedua dilakukan pengamatan kembali dan terlihat mulai tumbuh koloni-koloni tunggal, bulat, kecil dan berwarna putih kekuningan untuk strain GV3101 dan LBA4404 seperti terlihat pada Gambar 8. Terlihat adanya koloni yang menyebar merata di permukaan media seleksi. A. tumefaciens strain AGL1 baru terlihat pertumbuhan koloni transforman di media seleksi pada hari ketiga. Terlihat juga adanya kolonikoloni tunggal, bulat, kecil dan berwarna putih kekuningan yang menyebar merata di permukaan media seleksi. Pertumbuhan koloni di media seleksi menunjukkan adanya pertumbuhan A. tumefaciens transforman yang mengandung konstruk rekombinan pBI-P5CS. Apabila dibandingkan waktu kultur A. tumefaciens, maka strain AGL1 (3 hari) membutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama dibandingkan strain GV3101 dan LBA4404 (2 hari). Selain itu, jumlah total koloni yang tumbuh dari ketiga strain yang digunakan terlihat strain LBA4404 menunjukkan pertumbuhan koloni dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa strain LBA4404 memiliki pertumbuhan yang optimum dibandingkan dengan strain GV3101 dan AGL1. Transfomasi A. tumefaciens menggunakan gen P5CS dilakukan sebanyak satu kali dan ditumbuhkan ke media seleksi 3 cawan petri untuk masing-masing strain A. tumefaciens. Sebanyak 10 koloni masing-masing strain A. tumefaciens
20 transforman diuji lebih lanjut dengan analisis PCR koloni untuk memastikan kembali keberadaan konstruk rekombinan pBI-P5CS. Koloni transforman yang dipilih adalah koloni tunggal yang letaknya terpisah dari koloni lain dan diambil dari 10 titik yang berbeda dalam satu cawan petri. Koloni dari ketiga strain A. tumefaciens selanjutnya dianalisis PCR koloni dengan primer spesifik P5CS start stop dan elektroforesis gel agarosa. Elektroforegram menunjukkan adanya pita pada ukuran 2.4 kb sama dengan kontrol positif (Gambar 9). Hal tersebut seperti dilaporkan Minarsih (2003) dan Soltani et al. (2007) bahwa ukuran gen P5CS utuh sekitar 2.4 kb. Ukuran pita DNA menunjukkan ukuran yang sama dengan elektroforegram hasil PCR DNA plasmid rekombinan pBI-P5CS menggunakan primer spesifik P5CS start stop. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konstruk rekombinan pBI-P5CS telah berhasil ditransformasi ke A. tumefaciens.
1
2 3 4 5 6 7
2.4 kb
Gambar 9 Elektroforegram hasil transformasi pBI-P5CS ke A. tumefaciens. 1 kontrol positif, 2 – 3 koloni 1 dan 3 strain AGL1; 4 – 5 koloni 1 dan 2 strain LBA4404 dan 6 – 7 koloni 1 dan 2 strain GV3101
Elektroforegram menunjukkan pita DNA yang tunggal dan cukup tebal pada ukuran yang sama dengan kontrol positif. Kontrol positif yang digunakan adalah DNA plasmid pBI-P5CS koleksi BPBPI. Dari semua koloni yang dianalisis PCR menunjukkan adanya pita pada ukuran 2.4 kb, tetapi memiliki kualitas pita yang berbeda-beda. Elektroforegram tersebut menjadi dasar pemilihan koloni yang selanjutnya akan digunakan untuk transformasi gen P5CS ke eksplan tebu. Pemilihan koloni didasarkan pada pita DNA yang tunggal, tebal dan jelas. Terlihat pita DNA dari strain LBA4404 menunjukkan pita yang jelas dan cukup tebal. Hal ini menunjukkan bahwa analisis PCR dengan menggunakan DNA template asal A. tumefaciens strain LBA4404 paling optimum dibandingkan dengan kedua strain yang lain.
Tebu Transforman Transformasi gen merupakan salah satu metode penggabungan gen asing yang bertujuan untuk mendapatkan organisme dengan sifat-sifat tertentu, sehingga menghasilkan organisme yang lebih baik. Misalnya pada tanaman dengan pembuatan tanaman yang toleran suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten
21 terhadap organisme pengganggu tanaman serta kuantitas dan kualitas hasil yang baik dari tanaman alami. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode transformasi protoplas, biolistik atau microprojectile bombardment dan transformasi biologis menggunakan A. tumefaciens (Hansen dan Wright 1999). Penggunaan A. tumefaciens telah banyak digunakan sebagai media transformasi, antara lain pada tanaman tembakau (Hoekema et al. 1983; Hansen et al. 1994), kapas (Hansen et al. 1994), buncis (Jaiwal et al. 2001), padi dan kedelai (Ke et al. 2001), jagung (Utomo 2004), kopi robusta (Siswanto et al. 2003) dan tebu (Fitranty et al. 2003; Minarsih 2003; Susiyanti et al. 2007; Sugiharto dan Safitri 2011). Penggunaan A. tumefaciens sebagai media transformasi pada berbagai tanaman dikotil dan monokotil telah terbukti karena tingkat keberhasilan dan kestabilan gen yang tinggi, spesifik, mengurangi kimera serta lebih ekonomis dibandingkan dengan metode transformasi yang lain. Kultur jaringan digunakan hampir di seluruh proses transformasi untuk efisiensi transfer gen, seleksi dan regenerasi transforman (Shah et al. 2009). Perkembangan kultur jaringan tebu diawali dengan keberhasilan Hawaiian Sugar Planters Association Experiment Station menginduksi kalus melalui kultur in vitro (Nickell 1964). Selanjutnya, Heinz dan Mee (1969) melaporkan keberhasilan meregenerasi kultur kalus menjadi planlet tebu menggunakan media MS (Murashige dan Skoog 1962) yang telah dimodifikasi. Hal tersebut menjadi titik tolak perkembangan penelitian kultur jaringan tebu yang kemudian diterapkan dalam berbagai aspek seperti mikropropagasi, pemuliaan, konservasi plasma nutfah, eliminasi patogen sistemik dan rekayasa genetik (Lakshmanan et al. 2005). Regenerasi kultur jaringan dapat dilakukan melalui organogenesis dan somatik embriogenesis. Metode somatik embriogenesis merupakan teknologi yang dapat memperbanyak tanaman secara seragam dan dalam jumlah yang sangat banyak karena berasal dari satu sel. Transformasi genetik ke sel-sel embrioid atau embrio somatik saat ini dianggap sebagai metode terbaik untuk menghindari terjadinya kimera (Deo et al. 2010). Dalam transformasi genetik, kimera adalah kondisi di mana transformasi gen yang tidak sempurna pada seluruh bagian transforman atau hanya sebagian yang tertransformasi, misalnya hanya pada daun. Kimera pada transformasi genetik dapat disebabkan karena (1) proses organogenesis tunas saat mulai membentuk asal multiseluler (Zhu et al. 2007), (2) toleransi endogen menyebabkan tidak efektifnya agen selektif lemah dan (3) mekanisme perlindungan diri (cross protection) (Park et al. 1998) Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penanaman pucuk tebu ketiga varietas yaitu KK, PS 881 dan PS 891 yang sudah mengalami dua kali subkultur (Gambar 10). Pucuk tebu merupakan bagian daun muda yang masih menggulung. Kalus dari eksplan meristem daun tersebut dihasilkan dari jaringan parenkimatis yang belum mengalami diferensiasi (Minarsih 2003). Penanaman pucuk tebu dilakukan sebanyak 2-3 kali hingga diperoleh jumlah kalus yang sesuai dengan kebutuhan proses transformasi. Kalus yang tumbuh dari pucuk tebu disubkultur sebanyak 2 kali guna memperoleh kalus asal media padat yang baik, yaitu kalus yang sudah beradaptasi di media kultur, mulai berproliferasi dan berjumlah cukup banyak. Kalus yang tumbuh dari pucuk tebu diseleksi untuk mendapatkan kalus yang berwarna putih
22 dan kering. Selanjutnya, kalus subkultur di media yang sama sebanyak 2 kali hingga diperoleh kalus yang berwarna putih, kering dan sudah mengalami proliferasi. Kalus ini digunakan sebagai eksplan kalus asal media padat dan lebih lanjut digunakan untuk menghasilkan kalus embriogenik dan embrio somatik.
a
b
Gambar 10 Pertumbuhan kalus di media MS a. Pertumbuhan kalus dari potongan pucuk tebu b. Pertumbuhan kalus yang telah disubkultur
Kalus embriogenik dan embrio somatik diperoleh dari kultur cair SPS berturut-turut selama 6 minggu dan 8 minggu. Prinsip kerja SPS adalah bahan tanam hanya terpapar sebentar dalam medium, sehingga paparan dengan udara lebih lama dan kekurangan oksigen yang sering terjadi pada kultur cair dapat diatasi (Sumaryono et al. 2007). Kalus embriogenik umur 6 minggu pada fase globular dan embrio somatik umur 8 minggu (Synman et al. 2000) pada fase embrio awal yang siap digunakan sebagai eksplan target transformasi. Embrio somatik dicirikan adanya bentuk yang lebih besar membulat dan mulai terpisah atau dapat dipisahkan per individu dengan warna lebih jelas dan terang yaitu keputihan atau putih-kekuningan. Selain itu, embrio somatik memiliki 2 titik tumbuh, yaitu calon tunas dan akar. Gambar 11 menunjukkan sumber eksplan yang digunakan dalam penelitian ini. Eksplan tebu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus asal media padat (8 minggu), kalus embriogenik (14 minggu) dan embrio somatik (16 minggu) asal kultur SPS. Selain adanya perbedaan umur eksplan tebu yang digunakan juga terlihat adanya perbedaan morfologi sumber eksplan. Kalus asal media padat yang digunakan diseleksi untuk mendapatkan kalus yang berwarna putih dan kering. Kalus embriogenik juga diseleksi untuk mendapatkan kalus embriogenik yang seragam. Sedangkan embrio somatik diseleksi untuk mendapatkan embrio somatik yang bulat, utuh dan berwana putih kekuningan. Varietas tebu yang digunakan dalam penelitian ini juga menunjukkan perbedaaan proliferasi eksplan. Eksplan tebu varietas KK memiliki tingkat proliferasi yang paling tinggi, selanjutnya varietas PS 881 dan terakhir PS 891. Terlihat sangat jelas di Gambar 11, bahwa tebu varietas KK menghasilkan kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik yang paling banyak dalam waktu yang sama. Oleh karena itu, varietas KK merupakan varietas yang optimum dibandingkan dengan varietas PS 881 dan PS 891.
23 Transformasi ketiga sumber eksplan, ketiga varietas tebu melalui ketiga strain A. tumefaciens dilakukan sebanyak 3 kali. Masing-masing sebanyak sekitar 0.5 gram eksplan ditransformasi dan ditanam dalam botol kultur sekitar 100 buah.
a1
a2
a3
b1
b2
b3
c1
c2
c3
Gambar 11 Sumber eksplan yang siap ditransformasi a. Kalus, b. Kalus embriogenik, c. Embrio somatik dan 1. Varietas KK, 2. Varietas PS 881, 3. Varietas PS 891.
Mula-mula A. tumefaciens transforman disiapkan untuk mendapatkan kultur yang segar agar proses transformasi optimum. Eksplan tebu terlebih dahulu dipisahkan dan sedikit dilukai untuk memacu produksi asetosiringon. Selain itu, asetosiringon 100 ppm juga ditambahkan saat eksplan tebu diinokulasi. Eksplan tebu diinokulasi dengan A. tumefaciens transforman dan ditumbuhkan di media MS padat dengan penambahan asetosiringon 100 ppm selama 2 hari di ruang kultur tanpa cahaya. Penambahan asetosiringon di media kultur dengan konsentrasi 100 ppm atau lebih bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi A. tumefaciens dalam transfer konstruk gen P5CS ke dalam eksplan tebu (Fitranty et al. 2003). Lalu, eksplan disubkultur ke media MS padat dengan penambahan sefotaksim 500 ppm (Hossain et al. 2007; Setyati et al. 2007) selama 7 hari di ruang kultur tanpa cahaya. Sefotaksim merupakan antibiotik yang menghambat pertumbuhan A. tumefaciens. Inokulasi ini bertujuan agar A. tumefaciens tidak mengganggu pertumbuhan tanaman transforman. Mekanisme kerja sefotaksim adalah dengan menghambat sintesa dinding sel A. tumefaciens dengan mengganggu cross-linking akhir peptidoglikan dan mengaktifkan enzim otolitik dinding sel. Seleksi tebu transforman dilakukan di media seleksi yaitu media MS yang telah ditambah antibiotik kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm. Inkubasi
24 tebu transforman di media seleksi dilakukan selama 4 minggu di ruang kultur tanpa cahaya. Subkultur selanjutnya di media MS untuk inisisasi tunas dan akar dengan penambahan antibiotik kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm hingga terbentuk planlet (sekitar 32 minggu). Perlakuan tersebut di atas dilakukan di ruang kultur terang dan disubkultur setiap 4 minggu ke media baru.
Hasil Verifikasi Tebu Transforman Pengujian tanaman hasil transformasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu skrening untuk ekspresi gen reporter (misalnya gen GUS) dan seleksi tanaman transforman yang tahan terhadap agen penyeleksi (antibiotik) (Jouanin et al. 1993). Tebu transforman pada penelitian ini diuji dengan dua cara yaitu skrening untuk ekspresi gen GUS melalui uji histokimia GUS dan seleksi tanaman transforman yang tahan terhadap agen penyeleksi menggunakan antibiotik kanamisin. Uji histokimia GUS diuji menggunakan metode Jefferson (1987) karena sudah umum digunakan dan relatif lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya. Gen GUS mengkode enzim β-glukuronidase (GUS) yang ditandai dengan terbentuknya warna biru pada eksplan transforman, sehingga mengindikasikan bahwa transformasi konstruk gen P5CS telah berhasil dilakukan ke tebu (Gambar 12). Aktivitas enzim tersebut dapat divisualisasikan dengan kehadiran substrat XGluc (5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-glucuronic acid) yang terurai, sehingga membentuk senyawa antara melalui reaksi dimerisasi oksidatif yang menghasilkan senyawa dikloro-dibromoindigo (ClBr-indigo) yang berwarna biru.
aa
bb
c
Gambar 12 Hasil uji histokimia GUS a. Eksplan transforman dalam reagen GUS b. Eksplan transforman berwarna biru
Hasil uji histokimia GUS menunjukkan adanya warna biru yang jelas pada tebu transforman, walaupun tidak merata di seluruh permukaan. Kemungkinan disebabkan oleh proses transformasi yang tidak merata dan belum terintegrasi sempurna ke genom tebu. Selain itu, Chaidamsari et al. (1999) juga melaporkan tidak meratanya atau rendahnya intensitas warna biru pada daun tanaman kakao yang ditransformasi disebabkan rendahnya jumlah GUS atau rendahnya kualitas reaksi perubahan warna oleh GUS dan fenomena ini diduga kimera (Tangapo et al. 2012). Hal ini menunjukkan perlu adanya verifikasi lanjutan untuk mendapatkan tebu transforman khususnya eksplan kalus dan kalus embriogenik yang masih berpeluang berproliferasi. Terlihat juga warna biru dalam larutan
25 pereaksi GUS yang menunjukkan adanya gen GUS yang telarut. Hasil uji histokimia GUS tersebut dapat mengindikasikan bahwa transformasi eksplan tebu telah berhasil dilakukan. Gen GUS hanya akan diekpresikan pada sel tanaman dan tidak pada Agrobacterium, karena adanya intron pada daerah N-terminal dari sekuens gen gusA (Jouanin et al. 1993). Uji GUS merupakan metode untuk melihat ekspresi gen GUS pada tanaman transgenik walaupun sifatnya destruktif (merusak tanaman transforman). Gambar 3 menunjukkan adanya gen GUS yang menyandi enzim β-glukuronidase, sehingga mengindikasikan bahwa konstruk gen P5CS telah tertransformasi ke dalam eksplan. Reaksi pembentukan warna biru dapat dilihat pada Gambar 13. Substrat Xgluc diubah menjadi asam glukoronat dengan diaktivasi enzim β-glukuronidase. Selanjutnya, asam glukoronat mengalami oksidasi dan dimerisasi membentuk senyawa 5,5’-dibromo-4,4’-dikloro-indigo terlarut yang berwarna biru. Warna biru dapat dilihat pada larutan pereaksi GUS dan tebu transforman yang diuji.
Gambar 13 Reaksi pembentukan warna biru
Seleksi tanaman transforman selanjutnya dilihat ketahanannya terhadap agen penyeleksi, antibiotik kanamisin. Antibiotik kanamisin 50 ppm ditambahan di media seleksi MS untuk melihat keberadaan konstruk rekombinan pBI-P5CS yang mengandung gen NPTII di tebu transforman. Selain itu, antibiotik sefotaksim 500 ppm ditambahkan juga di media MS untuk menghambat pertumbuhan A. tumefaciens. Pertumbuhan tebu transforman di media seleksi diamati di ruang terang mulai hari ke-1 hingga terbentuk planlet. Pertumbuhan eksplan tebu yang tidak ditransformasi yang ditanam di media MS sebagai kontrol positif baik. Tebu transforman berfoliferasi dan mulai muncul tunas berwarna hijau (Gambar 14).
26
Gambar 14 Perbandingan pertumbuhan tebu a. Kontol positif, b. Kontrol negatif dan c. Tebu transforman
Eksplan yang tidak ditransformasi ditanam di media MS dengan penambahan antibiotik sefotaksim 500 ppm dan kanamisin 50 ppm sebagai kontrol negatif menunjukkan pertumbuhan yang lambat, bahkan ada yang tidak berkembang, berwarna kuning, coklat, hitam, kering dan akhirnya mati. Hal ini menunjukkan bahwa apabila benar gen P5CS telah tertransformasi ke eksplan, maka akan tumbuh di media seleksi. Pertumbuhan eksplan yang ditransformasi tumbuh cukup baik. Tebu transforman tumbuh dan terbentuk tunas berwarna hijau. Pertumbuhan eksplan di media seleksi menunjukkan keberhasilan proses transformasi karena pada konstruk rekombinan pBI-P5CS terdapat gen NPTII, yaitu gen ketahanan terhadap kanamisin (Gambar 3). Selain itu, kanamisin merupakan antibiotik yang berperan menghambat proses translasi pada bakteri (Smith dan Wood 1991). Oleh karena itu, kanamisin juga membantu sefotaksim menghambat pertumbuhan dan mematikan A. tumefaciens. Keberadaan gen P5CS pada tebu transforman dapat dilihat juga dari pertumbuhan tebu transforman di media seleksi setelah 4 bulan transformasi (Tabel 2). Persentase rata-rata pertumbuhan tebu transforman tertinggi adalah eksplan yang ditransformasi gen P5CS melalui A. tumefaciens strain LBA4404, yaitu mencapai 85.28%. Sedangkan, transformasi gen melalui A. tumefaciens strain AGL1 hanya mencapai 80.83% dan strain GV3101 mencapai 80.55%. Variasi strain A. tumefaciens mempengaruhi persentase pertumbuhan tunas transforman. Hal ini disebabkan karena karakteristik A. tumefaciens ketiga strain yang digunakan. Karakteristik yang mempengaruhi efektifitas transformasi dan perbanyakkan A. tumefaciens adalah variasi kromosomal dan plasmid Ti (Hellens et al. 2000). Terlihat dari optimasi strain yang dilakukan, ketiga strain A. tumefasiens menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
27 Tabel 2 Pertumbuhan tebu transforman (16 minggu) Kalus Embrio Varietas Kalus embriogenik somatik Tebu (%) (%) (%) Strain GV3101 KK
94.02
83.87
83.33
PS 881
88.09
85.71
77.78
PS 891
57.14
75.00
80.00
Rata-rata (%)
80.55
Strain LBA4404 KK
88.00
97.50
80.65
PS 881
87.62
85.00
82.35
PS 891
83.67
72.73
90.00
85.28
Strain AGL1 KK
92.86
88.89
81.50
PS 881
77.78
81.81
76.19
PS 891 Rata-rata (%)
66.67
70.06
91.67
81.76
82.29
82.61
80.83
LBA4404 merupakan strain A. tumefaciens yang paling efektif sebagai media transformasi gen P5CS ke eksplan tebu dibandingkan strain GV3101 dan AGL1. Terbukti strain LBA4404 telah banyak digunakan sebagai media transformasi gen pada tebu seperti yang dilakukan oleh Hoekema et al. (1983), Minarsih (2003), Mitic et al. (2004), Utomo (2004), Ahmed et al. (2007) dan Eldessoky et al. (2011). Selain itu, strain LBA4404 memiliki nilai efisiensi transformasi cukup tinggi yaitu 70% (Tripathi et al. 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa tebu transforman tidak terganggu pertumbuhannya dengan A. tumefaciens strain LBA4404 dibandingkan dengan menggunakan strain GV3101 dan AGL1. Selain itu, pada proses inokulasi di media padat, A. tumefaciens strain AGL1 masih sering tumbuh bahkan sampai ke media seleksi (MS dengan antibiotik sefotaksim dan kanamisin). Hal ini disebabkan karena adanya gen yang resisten terhadap ampisilin (gen yang mengkode enzim β-laktamase), sehingga tidak mudah untuk membersihkan dan membunuh A. tumefaciens strain AGL1 dalam media kultur jaringan (Hellens et al. 2000). Oleh karena itu, untuk meminimalisir pertumbuhan A. tumefaciens dapat ditambahkan kertas saring steril di atas media padat (Gambar 15).
28
Gambar 15 Tebu transforman di media ko-kultivasi
Penggunaan kertas saring berhasil meminimalisir pertumbuhan A. tumefaciens strain AGL1 transforman di media padat. Apabila masih terlihat pertumbuhan, maka tebu transforman harus dicuci terlebih dahulu sebelum disubkultur dengan MS cair atau akuades steril hingga bersih. Persentase pertumbuhan tunas transforman setelah 32 minggu transformasi melalui A. tumefaciens strain LBA4404 juga menunjukkan nilai tertinggi, yaitu 22.17% (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa A. tumefaciens strain LBA4404 merupakan strain yang paling optimum dibandingkan dengan strain GV3101 dan AGL1. Penurunan persentase pertumbuhan tebu transforman terjadi karena dimungkinkan adanya seleksi lanjutan, sehingga diharapkan tebu transforman yang terseleksi merupakan tebu transforman yang stabil. Selain itu, eksplan yang berasal dari kalus dan kalus embriogenik masih berpeluang berproliferasi. Oleh karena itu, seleksi tebu transforman terus disubkultur hingga umur 32 minggu untuk memperoleh tebu transforman yang stabil. Tabel 2 juga menunjukkan persentase pertumbuhan tebu transforman tertinggi berasal dari sumber eksplan embrio somatik, yaitu 82.6%. Penggunaan embrio somatik sebagai eksplan telah banyak digunakan (Snyman et al. 2000; Gill et al. 2004; Khan dan Khatri 2006; Ali et al. 2007; Sani dan Musthapa 2010; Malabadi et al. 2011; Ikram-ul-Haq dan Memon 2012) karena selain pertumbuhannya yang cepat juga memiliki bentuk yang seragam. Penggunaan embrio somatik sebagai target transformasi gen menurunkan frekuensi terbentuknya kimera pada regenerasi transgenik (Deo et al. 2010). Selain itu, embrio somatik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki umur yang lebih dewasa (16 minggu) dibandingkan dengan eksplan tebu yang lain. Oleh karena itu, embrio somatik memiliki persentase pertumbuhan yang tertinggi. Embrio somatik yang dihasilkan dari modifikasi kultur cair SPS apabila dibandingkan dengan kultur padat memiliki beberapa keunggulan antara lain laju pertumbuhan lebih cepat, total biomassa yang dihasilkan lebih banyak, bentuk fisik atau morfologi yang baik, abnormalitas rendah dan keseragaman yang tinggi (Riyadi I 28 Maret 2013, komunikasi pribadi). Metode SPS lebih praktis, cepat dan mengurangi biaya subkultur (Mordocco et al. 2009). Penggunakan kultur cair juga mempengaruhi proses fotosintesis dan transpirasi eksplan. Pertumbuhan eksplan mengalami peningkatan indikator morfologi misalnya tinggi, berat kering dan berat basah. Selain itu, peningkatan indikator fisiologi misalnya jumlah pigmen fotosisntesis (klorofil a, b dan total), transpirasi total dan konduktansi stomata berat daun (Jova et al. 2011).
29 Persentase pertumbuhan tebu transforman umur 16 minggu berdasarkan varietas tebu yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3. Ketiga varietas tebu yang digunakan merupakan varietas tebu unggul, tetapi tidak tahan di lahan kering. Varietas tebu KK memiliki persentase pertumbuhan tertinggi dengan nilai 87.85%. Hal ini juga dapat dibandingkan dengan Gambar 11. Proliferasi kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik menggunakan kultur cair SPS varietas KK menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan varietas PS 881 dan PS 891. Sifat ini terus dipertahankan setelah menjadi tebu transforman.
Tabel 3 Pertumbuhan tebu transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (16 minggu) Kalus Varietas Kalus Embrio somatik Rata-rata embriogenik Tebu (%) (%) (%) (%) Strain GV3101 KK
91.63
90.09
81.83
87.85
87.22
76.33
78.77
82.48
Strain LBA4404 PS 881
69.16
72.60 Strain AGL1
PS 891
84.50
84.17
Persentase pertumbuhan tunas transforman setelah 32 minggu transformasi asal eksplan tebu varietas KK juga menunjukkan nilai tertinggi, yaitu 18.41% (Tabel 5). Tebu varietas KK tetap menjadi sumber eksplan yang memiliki persentase terbaik pertumbuhan tunas sebanding dengan pertumbuhan eksplannya. Oleh karena itu, tebu varietas KK merupakan sumber eksplan yang baik karena memiliki pertumbuhan lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan kedua varietas yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tebu varietas KK merupakan varietas tebu yang paling optimum dalam penelitian ini. Tabel 4 menunjukkan persentase pertumbuhan tunas transforman pada media seleksi yang diamati setelah 8 bulan transformasi (32 minggu). Sedangkan persentase pertumbuhan tunas transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Persentase pertumbuhan tunas transforman tertinggi adalah eksplan yang berasal dari kalus embriogenik yaitu 20.78% asal kultur SPS. Kalus embriogenik merupakan sumber eksplan yang paling baik sebagai target transformasi karena masih berpeluang mengalami perbanyakkan, sehingga jumlah tunas transforman yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan embrio somatik. Kalus embriogenik yang digunakan pada penelitian ini masih dalam tahap awal pembentukan embrio yaitu tahap globular umur 6 minggu (Riyadi I 28 Maret 2013, komunikasi pribadi). Oleh karena itu, kalus embriogenik merupakan sumber eksplan yang paling efektif sebagai target transformasi gen (Borsics et al. 2002; Falco dan Silva-Filho 2003; Liu et al. 2003; Wei et al. 2003; Gilbert et al. 2009).
30 Tabel 4 Pertumbuhan tunas transforman (32 minggu) Kalus Varietas Kalus Embrio somatik embriogenik Tebu (%) (%) (%) Strain GV3101 KK
28.89
5.00
15.65
PS 881
16.67
23.08
34.00
PS 891
22.50
18.92
8.75
Rata-rata (%)
19.27
Strain LBA4404 KK
26.53
40.00
8.33
PS 881
33.33
8.33
14.17
PS 891
25.93
22.92
20.00
22.17
Strain AGL1 KK
7.14
38.02
2.86
PS 881
11.11
15.38
9.21
PS 891 Rata-rata (%)
11.11
15.38
0.74
20.36
20.78
12.63
12.33
Tabel 5 Pertumbuhan tunas transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (32 minggu) Kalus Varietas Kalus Embrio somatik Rata-rata embriogenik Tebu (%) (%) (%) (%) Strain GV3101 KK
20.85
27.67
6.71
18.41
19.13
18.36
9.83
16.25
Strain LBA4404 PS 881
20.37
15.60 Strain AGL1
PS 891
19.85
19.07
Sedangkan embrio somatik merupakan calon satu individu utuh, sehingga tunas yang dihasilkan paling sedikit dibandingkan dengan kalus yang berasal dari media padat dan kalus embriogenik. Embrio somatik yang digunakan dalam penelitian ini sudah tahap lanjut umur 8 minggu (Riyadi I 28 Maret 2013,
31 komunikasi pribadi). Pertumbuhan eksplan yang bersal dari kalus embriogenik dan embrio somatik selanjutnya akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan kalus yang berasal dari media padat. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah akar dan rata-rata pertumbuhan yang tinggi (Arencibia et al. 2008). Terjadi penurunan persentase pertumbuhan tunas transforman (32 minggu) dibandingkan dengan persentase pertumbuhan tunas transforman (16 minggu). Hal ini dimungkinkan karena proses seleksi tebu transforman, sehingga diharapkan tunas transforman yang tumbuh memiliki kestabilan transformasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan verifikasi tunas transforman yang stabil melalui uji histokimia GUS dan analisis PCR. Pengujian keberadaan gen P5CS secara molekuler lebih lanjut dilakukan dengan analisis PCR dan elektoforesis gel agarosa dari DNA tebu transforman setelah 16 minggu transformasi. Program PCR yang digunakan telah dioptimasi dan diperoleh suhu annealing yang optimum adalah 58 oC. Amplifikasi DNA menggunakan primer spesifik P5CS CS menghasilkan pita DNA dengan ukuran sekitar 1.2 kb. Ukuran pita ini sama dengan analisis PCR yang dilaporkan Minarsih (2003), sehingga menunjukkan adanya fragmen gen P5CS dengan ukuran 1.2 kb. Gambar 16 menunjukkan bahwa gen P5CS telah tertransformasi ke dalam eksplan dengan adanya pita yang mempunyai ukuran yang sama dengan kontrol positif. Secara umum, terlihat pada Gambar 16 terbentuk pita DNA yang cukup tegas dan tebal seperti kontrol positif. Kontrol positif yang digunakan adalah konstruk rekombinan pBI-P5CS yang diisolasi dari E. coli. Hal ini menunjukkan reaksi PCR yang baik dengan menggunakan template dari DNA tebu transforman. Selain itu, pita yang dihasilkan elektroforesis gel agarosa cukup bersih. Walaupun masih terdapat smear, tetapi keberadaanya tidak mengganggu pengamatan ukuran pita. M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1.2 kb
a
b
c
Gambar 16 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tebu transforman. A. kalus, B. kalus embriogenik dan C. embrio somatik M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 891 dan 11. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891
Hasil amplifikasi DNA tebu transforman asal kalus media padat dan embrio somatik untuk ketiga varietas yang ditransformasi dengan ketiga jenis strain A.
32 tumefaciens menghasilkan satu pita pada ukuran 1.2 kb. Tetapi pada amplifikasi DNA tebu transforman asal kalus embriogenik, tidak semua teramplifikasi sempurna. Terlihat adanya pita lebih dari satu buah, yaitu pada varietas KK yang ditransformasi dengan ketiga jenis strain A. tumefaciens dan PS 881 yang ditransformasi dengan A. tumefaciens strain GV3101. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh DNA tebu transforman yang kurang murni, sehingga reaksi PCR tidak sempurna. Selain itu, dapat pula diindikasikan proses transformasi kalus embriogenik yang tidak sempurna/ tidak menyeluruh. Hal ini disebabkan kalus embriogenik masih berpeluang berproliferasi, sehingga ada bagian kalus embriogenik baru yang tidak tertransformasi. Keberadaan konstruk gen P5CS dalam tebu transforman diuji juga amplifikasi PCR dengan primer spesifik NPTII untuk menyakinkan keberadaan konstruk gen P5CS yang mengandung gen penyandi ketahanan terhadap antibiotik kanamisin, yaitu gen NPTII (Gambar 3). Secara umum, terlihat satu pita yang tegas dan tebal pada ukuran 700 bp sama dengan kontrol positif (Gambar 17). Walaupun masih terdapat smear yang disebabkan karena DNA tebu transforman belum murni (masih terdapat pengotor), tetapi tidak mengganggu pengamatan ukuran pita. Pada kontrol negatif dan eksplan yang tidak ditransformasi tidak terdapat pita karena tidak mengandung gen P5CS. Verifikasi menggunakan primer spesifik NPTII membuktikan kebenaran adanya konstruk gen P5CS dalam tebu transforman yang tumbuh di media seleksi padat dengan penambahan kanamisin 50 ppm. M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
a
b
c
700 kb
Gambar 17 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII pada tebu transforman. a. Kalus, b. Kalus embriogenik, c. Embrio somatik, M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 891 11. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891 dan 12. Eksplan yang tidak ditransformasi.
Gen NPTII sudah secara luas digunakan untuk seleksi tanaman transforman. Gen ini membawa sifat resisten terhadap antibiotik yang berbeda-beda (neomisin, kanamisin, paronomisin dan genetisin) (Jouanin et al. 1993). Hasil penelitian Lo et al. (2007) dilaporkan bahwa ukuran gen NPTII pada pBI121 antara 385-1179. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ukuran pita DNA 700 bp pada penelitian ini merupakan ukuran fragmen gen NPTII.
33 Hasil Verifikasi Tebu Transforman yang Stabil Kestabilan transformasi gen P5CS diuji setelah terbentuk planlet (32 minggu) melalui uji histokimia GUS dan analisis PCR. Tunas transforman yang terbentuk dari kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik yang sebelumnya telah diuji keberadaannya konstruk gen P5CS terlebih dahulu diisolasi DNA dengan metode Orozco-Castillo et al. (1994). Pengujian histokimia GUS pada tunas transforman umur 32 minggu juga menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna biru pada tunas transforman (Gambar 18). Terdapat warna biru merata di seluruh permukaan tunas transforman, tetapi ada juga yang tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa tidak seluruh bagian tebu tertransformasi seperti yang telah dijelaskan di atas. Tanda panah menunjukkan warna biru yang dominan di bagian ujung tunas transforman.
Gambar 18. Hasil uji histokimia GUS tunas transforman
Uji histokimia GUS merupakan metode yang efektif untuk melihat ekspresi gen GUS pada tanaman transforman (Hossain et al. 2006; Khamrit et al. 2012). Hal ini disebabkan karena cepat, mudah diamati dan langsung dapat disimpulkan bahwa terbentuknya warna biru menunjukkan keberhasilan proses transformasi. Seperti yang dilaporkan Siswanto et al. (1999), ekspresi gen GUS tidak stabil pada eksplan daun. Pengujian secara molekuler dilakukan melalui analisis PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS. Gambar 19 menunjukkan elektroforegram adanya pita pada ukuran 1.2 kb sama dengan kontrol positif. Adanya pita pada ukuran tersebut menunjukkan keberadaan konstruk gen P5CS dalam tunas tebu transforman. Hasil amplifikasi PCR tunas transforman asal kalus media padat varietas PS 881 terbentuk pita lebih dari satu, yaitu yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain AGL1 dan ketiga strain A. tumefaciens pada kalus varietas PS 891. Terlihat juga pada tunas transforman asal kalus embriogenik ketiga varietas yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain LBA4404 dan AGL1 terdapat lebih dari satu pita DNA, tetapi masih terdapat pita yang sama dengan kontrol positif pada ukuran 1.2 kb walaupun tidak tegas. Diindikasikan proses transformasi tetap berhasil karena adanya pita pada ukuran 1.2 kb.
34 M 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 M 1 2 3 4 5 6 7 8 910 11 M 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11
1.2 kb
a
b
c
Gambar 19 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tunas transforman. a. kalus, b. kalus embriogenik dan c. embrio somatik M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 891 dan 11. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891.
Hal ini menunjukkan adanya reaksi amplifikasi PCR yang kurang baik. Terbentuknya pita lebih dari satu menunjukkan adanya proses amplifikasi yang tidak sempurna karena dimungkinkan DNA yang terisolasi tidak hanya mengandung gen P5CS atau DNA hasil isolasi tidak murni. Selain itu, dapat pula disebabkan program PCR yang belum optimum atau primer yang digunakan kurang spesifik untuk DNA tersebut. Sedangkan tunas transforman asal kalus media padat varietas PS 891 yang ditransformasi melalui A. tumefaciens strain GV3101 tidak terbentuk pita sama sekali. Hal ini menunjukkan tidak terjadi amplifikasi PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS, sehingga transformasi kalus asal media padat varietas PS 891 yang ditransformasi melalui A. tumefaciens strain GV3101 tidak stabil. Apabila dibandingkan dengan hasil amplifikasi Gambar 16, maka terdapat satu pita pada ukuran 1.2 kb. Oleh karena itu, transformasi kalus asal media padat varietas PS 891 yang ditransformasi melalui A. tumefaciens strain GV3101 sudah berhasil dilakukan tetapi tidak stabil. Gambar 20 menunjukkan elektroforegram hasil reaksi PCR dengan primer NPTII adanya pita pada ukuran sekitar 700 bp sama dengan kontrol positif. Adanya pita pada ukuran tersebut menunjukkan keberadaan konstruk gen P5CS dalam tunas tebu transforman. Secara umum, terlihat adanya satu pita yang tegas dan tebal seperti pada kontrol positif. Tetapi, transformasi eksplan asal embrio somatik varietas PS 881 melalui A. tumefaciens strain LBA4404 terbentuk pita lebih dari satu. Hal ini dimungkinkan karena DNA tunas transforman tidak murni, tetapi hal tersebut masih tetap menunjukkan adanya pita pada ukuran sekitar 700 bp. Oleh karena itu, masih dapat disimpulkan bahwa tunas transforman masih mengandung konstruk gen P5CS.
35 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
aaa a
bbbb
c c
700 kb
Gambar 20 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII tunas transforman. a. Kalus, b. Kalus embriogenik, c. Embrio somatik, M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 891 dan 11. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891.
Hasil pengujian kestabilan tebu transforman menunjukkan keberhasilan proses transformasi eksplan tebu yang cukup baik. Keberhasilan transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS memerlukan pengujian lebih lanjut untuk melihat kestabilan gen yang telah ditransformasi setelah diaklimatisasi.
Hasil Regenerasi Tebu Transforman Regenerasi tebu transforman perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup tebu transforman. Regenerasi tebu transforman diamati lebih lanjut hingga siap diaklimatisasi. Tebu transforman yang tumbuh di media seleksi selama 8 bulan kemudian dipindahkan ke media MS biasa tanpa penambahan antibiotik dan disubkultur setiap 4 minggu di media baru. Gambar 21 menunjukkan adanya perbedaan warna tunas tebu transforman. Variasi warna tunas transforman yang terbentuk mulai tunas berwarna putih hingga berwarna hijau tua seperti kontrol positif. Selain itu, terdapat tunas yang berwarna belang hijau putih (Gambar 21e). Hal ini menujukkan fenomena kimera (Tangapo et al. 2012). Perbedaan warna tunas transforman diduga akibat terintegrasinya transgen secara acak dalam genom tanaman (Nurkhasanah 2007). Hal ini akan menyebabkan tebu transforman tidak dapat bertahan hidup ketika tahap aklimatisasi.
36 a
b
c
d
e
Gambar 21 Tunas transforman. a. Tunas transforman berwarna putih. b. Tunas transforman berwarna hijau muda. c. Tunas transforman belang hijau putih di media d. Tunas transforman hijauntua dan ada yang kombinasi. e. Tunas transforman belang hijau putih di media MS cair
Tingkat warna hijau daun tunas transforman disajikan pada Tabel 6. Tebu transforman varietas PS 881 yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain GV3101 memiliki warna yang terbaik yaitu hijau tua seperti kontrol baik eksplan kalus asal media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik asal kultur SPS. Tetapi dari sumber eksplan embrio somatik terdapat tunas daun yang kimera (belang hijau tua dan putih). Begitu pula pada varietas PS 881 yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain LBA4404 dengan eksplan kalus embriogenik asal kultur SPS. Selain itu, varietas tebu PS 891 asal kalus media padat dan kalus embriogenik kultur SPS menggunakan A. tumefaciens strain AGL1 memiliki warna tunas hijau tua. Eksplan tebu varietas KK menunjukkan rata-rata warna tunas hijau muda dan hijau putih mendekati albino. Tabel 6 Tingkat hijau daun tunas transforman Kalus embriogenik Varietas Tebu Kalus (SPS) Strain GV3101 KK + + PS 881 +++ +++ PS 891 + + Strain LBA440 KK + + PS 881 + +++ PS 891 ++ + Strain AGL1 KK ++ ++ PS 881 + + PS 891 +++ +++ Ket: +++ ++ + *
= baik (hijau tua seperti kontrol) = cukup (hijau muda) = kurang (hijau putih) = terdapat tunas daun yang kimera (belang hijau tua dan putih)
Embrio somatik (SPS) + +++* + + + ++ + + ++
37 Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata abnormalitas warna daun terjadi pada eksplan transforman paling rendah adalah jenis eksplan kalus embriogenik kultur SPS. Perbedaan efektivitas medote transformasi gen P5CS pada ketiga varietas disebabkan karena variasi genotipe tebu yang unik dari masing-masing varietas tebu yang digunakan (Gilbert et al. 2005). Hal ini akan menghasilkan respon yang berbeda-beda setelah ditransformasi menggunakan gen P5CS. Pertumbuhan tunas transforman albino kemungkinan disebabkan adanya kelainan genetik pada kromosom setelah proses transformasi. Selain itu, ketika proses transformasi gen terjadi penyisipan dalam kloroplas yang menyebabkan gen penyandi pembentukan klorofil terganggu (Wulandari 2005). Terganggunya proses pembentukan zat hijau daun (klorofil) juga dapat disebakan karena adanya antibiotik kanamisin. Secara umum antibiotik kanamisin diketahui menghambat sintesis DNA, RNA, protein dan klorofil serta aktivitas enzim fotosintesis dan nonfotosintesis (Janardhanan 1991). Naik (2001), menyatakan bahwa variasi pada tanaman tebu dapat disebabkan adanya perubahan sekuen nukleotida dan struktur kromosom. Di inti, DNA tersisipi secara acak dengan potensi penyisipan yang berbeda yang dapat saja terjadi pada inti yang sama. Penyisipan ini terjadi dalam urutan berpasangan dan dapat mengganggu DNA inti (Naik 2001). Selain itu, dapat juga disebabkan karena T-DNA tidak terintegrasi ke inti sel tanaman (Sheludko 2008). Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan kadar klorofil tunas transforman adalah dengan menambahkan senyawa poliamin pada media regenerasi. Putresin membantu proses laju proliferasi (perbanyakkan) sel (Yatin 2002). Putresin merupakan salah satu senyawa poliamin yang lebih efisien dalam meningkatkan induksi kalus dan regenerasi tanaman hijau dibandingkan dengan spermidin dan spermin (Dewi et al. 2004). Penambahan putresin pada media regenerasi berperan meningkatkan jumlah dan persentase kalus menghasilkan tanaman, meningkatkan persentase planlet hijau dan menurunkan persentase planlet albino (Mufida 2000). Selain itu, putresin berperan meningkatkan jumlah tanaman hijau, jumlah tanaman total, rasio tanaman hijau terhadap kalus menghasilkan tanaman (Dewi et al. 2004). Regenerasi eksplan tebu transforman dilakukan di media MS tanpa penambahan antibiotik, tetapi dengan penambahan glukosa 1% dan putresin. Gambar 22 menunjukkan pertumbuhan tebu transforman pada media MS dengan penambahan putresin masing-masing dengan konsentrasi 0 ppm, 10 ppm dan 30 ppm. Terlihat perubahan warna tunas menjadi hijau tua dan lebih segar. Pertumbuhan tunas transforman di media regenerasi dengan penambahan putresin 0 ppm menunjukkan hasil yang sama dengan kontrol setelah 2 bulan tumbuh. Tunas transforman tetap bulai, tidak terjadi perubahan tingkat warna hijau tunas traansforman. Sedangkan dengan penambahan putresin 10 ppm menunjukkan peningkatan tingkat warna hijau tunas transforman, tetapi masih lebih rendah kenaikannya dibandingkan dengan penambahan putresin sebanyak 30 ppm. Terlihat tunas transforman menjadi lebih hijau dan segar dengan penambahan putresin sebanyak 30 ppm.
38 a
b
c
Gambar 22 Pertumbuhan tunas transforman di media dengan penambahan putresin (8 minggu). a. Konsentrasi putresin 0 ppm. b. Konsentrasi putresin 10 ppm c. Konsentrasi putresin 30 ppm
Peningkatan vigor tunas tebu transforman dilakukan dengan menambahkan glukosa pada media MS cair sebanyak 1%. Glukosa merupakan gula sederhana yang berfungsi sebagai sumber karbon dan energi yang siap pakai. Selain itu, glukosa membantu sel tebu yang mengalami stress karena infeksi Agrobacterium, mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat. Hal ini mendukung proses pertumbuhan dan regenerasi yang lebih baik serta meningkatkan warna hijau planlet (Minarsih 2003). Gambar 23 menunjukkan adanya perbedaan warna hijau dan vigor tebu. Tebu di media MS cair dengan penambahan glukosa 1% memiliki warna hijau lebih tua dibandingkan tanpa penambahan glukosa. Terlihat pula vigor tebu lebih kuat dibandingkan dengan tebu yang tanpa penambahan glukosa. Oleh karena itu, lebih lanjut media regenerasi perlu ditambahkan glukosa 1% untuk memperbaiki morfologi tebu transforman supaya dapat diaklimatisasi.
a
b
Gambar 23 Planlet tebu di media cair. a. Tebu di media MS cair dengan penambahan glukosa 1%. b. Tebu di media MS cair tanpa penambahan glukosa 1%.
Glukosa sesungguhnya memacu pembentukan dan regenerasi kalus, pembentukan tunas dan akar dalam kultur in vitro melalui energi dan beberapa kerangka karbon yang dihasilkan. Selain itu, glukosa menjadi bahan dasar penting dalam pembentukan berbagai jenis asam amino, asam nukleat, zat pengatur tumbuh, protein dan bahan lain yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro (Winarto et al. 2009). Oleh karena itu, regenerasi tebu transforman perlu menambahkan glukosa 1% di media kultur agar diperoleh vigor yang kuat.
39
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens telah berhasil dilakukan dengan strain yang optimum sebagai media transformasi adalah LBA4404. Pertumbuhan transforman yang optimum menggunakan sumber eksplan embrio somatik asal kultur SPS. Pertumbuhan transforman yang paling baik adalah tebu varietas Kidang Kencana.
Saran Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens telah berhasil dilakukan. Penelitian selanjutnya disarankan untuk optimasi metode regenerasi dan aklimatisasi tanaman transforman serta menguji lanjutan kestabilan tebu transforman.
40
DAFTAR PUSTAKA Ahmed MB, Akhter MS, Hossain M, Islam R, Choudhury TA, Hannan MM, Razvy MA, Ahmad I. 2007. An Efficient Agrobacterium-mediated Genetic Transformation Method of Lettuce (Lactuca sativa L.) With an Aphidicidal Gene, Pta (Pinellia Agglutinin). Middle-East J. Sci. Res. 2(2):155-160 Ali A, Naz S, Iqbal J. 2007. Effect of different explants and media: Compositions for efficient somatic embryogenesis in sugarcane (saccaharum officinarum). Pak. J. Bot. 39(6):1961-1977 Ali S. 2006. Transgenic expression and analysis of cane-borer resistance in sugarcane [tesis]. Lahore (PAK): University of the Punjab, Lahore Alonso JC dan Espinosa M. 1993. Plasmids from Gram-positive bacteria. Di dalam: Hardy KG, editor. Plasmids: A pravtical Approach. Oxford: Oxford University Press. hlm 39-62 Ananda RWU. 2004. Studi transformasi pada tebu dengan perantara Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pMA) serta regenerasi kalus transgenik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Aprile A, Mastrangelo AM, De Leonardis AM, Galiba G, Roncaglia E, Ferrari F, De Bellis L, Turchi L, Giuliano G, Cattivelli L. 2009. Transcriptional profiling in response to terminal drought stress reveals differential responses along the wheat genome. BMC Genomics 10:279-296 Arencibia AD, Bernal A, Yang L, Cortegaza L, Carmona ER, Pérez A, Hu C, Li Y, Zayas CM, Santana I. 2008. New role of phenylpropanoid compounds during sugarcane micropropagation in Temporary Immersion Bioreactors (TIBs). Plant Sci. 175(4):487-496 Benson. 1957. Plant classification. Boston: D.C. Heath and Co. Boston Bibiana WL. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Borsics T, Milhalka V, Oreifig AS, Barany I, Lados M, Nagy I, Jenes B, Toldi O. 2002. Methods for gentic transformation of the parasitic weed dodder (Cuscuta trifolli. Bab. et Gibs) and for PCR-based detection of early transformation events. Plant Sci. 162:193-199 Bray EA. 1997. Plant responses to water deficit. Trends in Plant Sci 2 (2): 48 – 54 Chaidamsari T, Suwanto A, Winata L, Santoso D. 1999. Transformasi dan ekspresi gen GUS pada beberapa jaringan tanaman kakao. J. Bioteknol. Pertan. 4:28-35 Chandrasekharaiah M, Thulasi A, Sampath KT. 2004. Selection of transformants of Escherichia coli containing cellulase gene from Ruminococcus albus isolated from rumen of crossbred steers. Indian J. Biotechnol. 3:431-434 Chen P, Wang C, Soong S, To K. 2003. Complete sequence of the binary vector pBI121 and its application in cloning T-DNA insertion from transgenic plants. Mol. Breeding. 11(4):287-293 Chilton WS, Rinehart KL Jr, Chilton MD. 1984. Structure and stereochemistry of succinamopine. Biochemistry 23(14):3290-3297 Delauney dan Verma. 1993. Proline biosynthesis and osmoregulation in plans. Plant J. 4(2):215-223
41 Deo PC, Tyagi AP, Taylor M, Harding R, Becker D. 2010. Factors affecting somatic embryogenesis and transformation in modern plant breeding. S. Pac. J. Nat. Appl. Sci. 28:27-40 Dewi IS, Purwoko BS, Aswidinnoor H, Somantri IH. 2004. Kultur antera padi pada beberapa formulasi media yang mengandung poliamin. J. Bioteknologi Pertanian 9(1):14-19 Eka S, Untung M, Andika S, Widiyastuti. 1997. Rekayasa Genetik Tebu Tahan Penggerek Dengan Transformasi Gen Toksin Bacillus Thuringiensis. Pasuruan (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia Eldessoky DS, Ismail RM, Abdel-Hadi AA, Abdallah N. 2011. Establishment of regeneration and transformation system of sugarcane cultivar GT54-9 (C9). GM Crops 2(2):126-134 Falco MC, Silva-Filho MC. 2003. Expression of soybean proteinase inhibitors in transgenic sugarcane plants: effects on natural defense against Diatrea saccharalis. Plant Physiol. Biochem. 41:761-766 Fitranty N, Nurilmala F, Santoso D, Minarsih H. 2003. Efektivitas Agrobacterium mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu klon PS 851. Menara Perkebunan 71(1):16-27 Gibon Y, Sulpica R, Larther F. 2000. Proline accumulation in canola leaf discs subjected to osmotic stress is related to the loss of chloropylls and to the decrease of mitochondrial activity. Physiol. plantarum 110(4):469-476 Gilbert RA, Gallo-Meagher M, Comstock JC, Miller JD, Jain M, Abouzid A. 2005. Agronomic evaluation of sugarcane lines transformed for resistance to sugarcane mosaic virus strain E. Crop Sci. 45:2060-2067 Gilbert RA, Glyun NC, Comstock JC, Davis MJ. 2009. Agronomic performance and genetic characterization of sugarcane transformed for resisteance to sugarcane yellow leaf virus. Field Crops Res. 11:39-46 Gill NK, Gill R, Gosal SS. 2004. Factors enhancing somatic embryogenesis and plant regeneration in sugarcane (Saccharum officinarum L.). Indian J. Biotechnol. 3:119-123 Hansen G, Das A, Chilton M. 1994. Constitutive expression of the virulence genes improves the efficiency of plant transformation by Agrobacterium. Proc. Nad. Acad. Sci. USA 91:7603-7607 Hansen G, Wright MS. 1999. Recent advances in the transformation of plant. Trends in Plant Sci. Rev. 4(6):226-231 Heikal AM, Solliman ME, Aboul-Enein AA, Ahmed FA, Abbas A, Taha HS, Handa AK. 2008. Tfg-Mi, a root-knot nematode resistance gene from fenugreek (Trigonella foenum-graecum) confers nematode resistance in tomato. Arab J. Biotech. 11(2):139-158 Heinz DJ, Mee GWP. 1969. Plant differentiation from callus tissue of Saccharum species. Crop Sci. 9:346-348 Hellens R, Mullineaux P, Klee H. 2000. A guide to Agrobacterium binary Ti vectors. Trends in plant Sci. 5(10):446-451 Hoekema A, Hirsch PR, Hooykaas PJJ, Schilperoort RA. 1983. A binary plant vector strategy based on separation of vir- and T-region of the Agrobacterium tumefaciens Ti plasmid. Nature 303:179-180
42 Hossain MA, Shaik MM, Islam N, Faruquee HM, Miah MAS. 2007. Transformation of foreign gene in sugarcane variety Isd 28 using Agrobacterium-mediated method. Bangladesh J. Sugarcane 29:1-6 Hu CA, Delauney AJ, Verma DPS. 1992. A bifunctional enzyme (∆1-pyrroline-5carboxylate synthetase) catalyzes the first two steps in proline biosynthesis in plants. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 89:9354-9358 Ikram-ul-Haq, Memon S. 2012. Efficient plant regeneration through somatic embryogenesis in sugarcane (Saccharum officinarum L.) cultivar CPF-237. Afr. J. Biotechnol. 11(15):3704-3708 Jaiwal PK, Kumari R, Ignacimuthu S, Potrykus I, Sautter C. 2001. Agrobacterium tumefaciens-mediated genetic transformation of mungbean (Vigna L. Wilczek)a recalcitrant grain legume. Plant Science 161:239-247 James GL. 2004. An Introduction to sugarcane. Di dalam: James G, editor. Sugarcane. Ed ke-2. Oxford: Blackwell Publishing. hlm 1-19 Janardhanan J, Nizam J, Khan IA, Farook SA.1991. Genetic improvement of pulse crops (Volume2). India: Primier publishing house Jefferson, R. 1987. Assaying chimeric genes in plants: The GUS gene fusion system. Plant Mol. Biol. Rep. 5:387-405 Jouanin L, Brasileiro ACM, Leple JC, Pilate G, Cornu D. 1993. Genetic transformation: a short review of methods and their application, results and perspectives for forest trees. Ann. Forest Sci. 50:325-336 Jova MC, Kosky RG, Cuellar EE. 2011. Effect of liquid media culture systems on yam plant growth (Dioscorea alata L. ‘Pacala Duclos’). Biotechnol. Agron. Soc. Environ.15(4):515-521 Kakkar A, Verma VK. 2011. Agrobacterium mediated biotransformation. J. Appl. Pharm. Sci.1(7):29-35 Ke J, Khan R, Johnson T, Somers DA, Das A. 2001. High-efficiency gene transfer to recalcitrant plants by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Rep. 20:150156 Khamrit R, Jaisil P, Bunnag S. 2012. Callus induction, regeneration and transformation of sugarcane (Saccharum officinarum L.) with chitinase gene using particle bombardment. Afr. J. Biotechnol. 11(24):6612-6618 Khan IA, Khatri A. 2006. Plant regeneration via organogenesis or somatic embryogenesis in sugarcane: Histological studies. Pak. J. Bot. 38(3):631-636 Kishor PBK, Hong Z, Miao C, Hu C, Verma DPS. 1995. Overexpression of A1Pyrroline-5-CarboxylateS ynthetase lncreases Proline Production and Confers Osmotolerance in Transgenic Plants. Plant Physiol. 108:1387-1394 Lakshmanan P et al. 2005. Sugarcane biotechnology: The challenges and opportunities. In Vitro Cell Dev-Pl 41(4):345-363 Liu D, Oard SV, Oard JH. 2003. High transgene expression levels in sugarcane (Saccahrum officinarum L.) driven by the rice ubiquitin promoter RUBQ2. Plant sci. 165:743-750 Lo C, Chien S, Yang J. 2007. Use of Real-Time Polymerase Chain Reaction (PCR) and Transformation Assay To Monitor the Persistence and Bioavailability of Transgenic Genes Released from Genetically Modified Papaya Expressing npt II and PRSV Genes in the Soil. J. Agric. Food Chem. 55:7534-7540
43 Malabadi RB, Mulgund GS, Nataraja K, Kumar SV. 2011. Induction of somatic embryogenesis in different varieties of sugarcane (Saccharam officinarum L.). Res. in Plant Biol. 1(4):39-48 Manuhara YSW. 2006. Pengembangan metode transformasi genetik tanaman untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Di dalam: Seminar Nasional Biodiversitas; 2006 Juli 22; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): Biologi, FMIPA, UNAIR. hlm 1-11 Minarsih H. 2003. Rekayasa Genetik Tebu (Saccharum officinarum L.) Untuk Toleransi Kekeringan. Bogor (ID): Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Mitic N, Nikolic R, Ninkovic S, Miljus-Djukic J, Neskovic M. 2004. Mediated Agrobacterium-mediated transformation and plant regeneration of Triticum aestivum L.. Biol. Plantarum 48(2):179-184 Mordocco AM, Brumbley JA, Lakshmanan P. 2009. Development of a temporary immersion system (RITA®) for mass production of sugarcane (Saccharum spp. interspecific hybrids). In Vitro Cell. Dev-Pl 45(4):450-457 Mufida A. 2000. Pengaruh poliamin terhadap induksi kalus dan regenerasi tanaman pada kultur antera padi (Oryza sativa) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Murashige T, Skoog F. 1962. Arevised medium for rapid growth and biassays with tobacco tissue culture. Physiol. Plant 15:473-497 Naik GR. 2001. Sugarcane biotechnology. Plymouth: Science Publisher, Inc. Enfield (NH), USA Nickell LG. 1964. Tissue and cell cultures of sugarcane: another research tool. Hawaii Plant Rec. 57:223-229 Nurkhasanah AN. 2007. Penyisipan hen fitase pada tebu (Saccharum officinarum) varietas PS 851 dan PA 198 dengan perantaras Agrobacterium tumefaciens GV 2260 [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Orozco-Castillo, Chalmers CKJ, Waugh R, Powell W. 1994. Detection of genetic diversity and selective gen introgression in coffee using RAPD markers. Theor. Appl. Genet. 8:934-940 Park SH, Rose SC, Zapata C, Srivatanakul M. 1998. Cross-protection and selectable marker genes in plant transformation. In Vitro Cell. Dev-Pl 34(2):117-121 Park S. 2006. Agrobacterium tumefaciens-Mediated Transformation of Tobacco (Nicotiana Tabacum L.) Leaf Disks: Evaluation of The Co-Cultivation Conditions to Increase β-Glucuronidase Gene Activity [tesis]. Louisiana (US): Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College Rifa GA de la, Gonzalez-Cabrera J, Vazquea-Padro R, Ayra-Padro C. 1998. Agrobacterium tumefaciens: a natural tool for plant transformation. Mol.biol. genet. 1(3):118-133 Rodrigues FA, de Laia ML, Zingaretti SM. 2009. Analysis of gene expression profiles under water stress in tolerant and sensitive sugarcane plant. Plant Sci. 176:286-302 Sain SL, Oduro KK, Furtex DB. 1994. Genetic transformation of cocoa leaf cells using Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 37:243-251
44 Sani LA, Mustapha Y. 2010. Effect of genotype and 2,4-D concentration on callogenesis in Sugarcane (Saccharum spp. Hybrids). Bayero J. Pure Appl. Sci.3(1):238-240 Setyati S, Oktaviandari P, Hazmi M, Sugiharto B. 2007. Studi perbandingan metode transformasi DNA menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens pada tanaman tebu (Sacharum hybrid). Berk. Penel. Hayati 13:39-44 Shah AH, Rashid N, Haider MS, Saleem F, Tahir M, Iqbal J. 2009. An afficient, short and cost-effective regeneration system for transformation studies of sugarcane (Saccharum officinarum L.). Pak. J. Bot. 41(2):609-614 Sheludko YV. 2008. Agrobacterium-mediated transient Expression as an approach to production of recombinant proteins in plants. Recent Patents on Biotechnol. 2:198-208 Siswanto, Santoso D, Chaidamsari T. 1999. Transient GUS expression and callus development of cocoa, coffee and tea following Agrobacterium-mediate transformation. Menara Perkebunan 67(2):8-16 Siswanto, Oktavia F, Budiani A, Sudarsono, Priyono, Mawardi S. 2003. Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen kitinase melalui Agrobacterium tumefaciens LBA4404. Menara Perkebunan 71(2):56-69 Smith CA, Wood EJ. 1991. Molecular biology and biotechnology (Molecular and cell biochemistry). Hongkong: Chaman and Hall limited Snyman SJ, Watt MP, Huckett BI, Botha FC. 2000. Direct somatic embryogenesis for rapid, cost effective production of transgenic sugarcane (Saccharum spp. Hybrids). Procs. Afr. Sug. Technol. Ass. 74:186-187 Soltani J, van Heusden GPH, Hooykaas PJJ. 2007. Agrobacterium-mediated Transformation of non-plant Organisms. Di dalam: Tzira T dan Citovsky V, editor. Agrobacterium: From Biology to Biotechnology. New York: Springer Science+Business Media, LLC. hlm 649-675 Sugiharto B, Safitri H. 2011. A Comparison Study for Agrobacterium-mediated transformation Method in Sugarcane (Saccharum spp L.). J. Ilmu Dasar 12(2):140-147 Sumaryono, Riyadi I, Kasi PD, Ginting G. 2007. Pertumbuhan dan perkembangan kalus embriogenik dan embrio somatik kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada sistem perendaman sesaat. Menara Perkebunan 75(1):32-42 Suratman A, Ughude JO, Sismindari. 2013. Detection of nptII gen and 35ScaMV promoter in tomatoes (Solanum lycopersicum L.). J. Food Pharm. Sci. 1:10-13 Susiyanti GA, Wattimena, Surahman M, Purwito M, Santosa DA. 2007. Transformasi Tanaman Tebu (cv. PSJT 94-41) dengan Gen Fitase Menggunakan Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pBinPI-IIEC). Bul. Agron. 35(3):205-211 Tangapo A, Marwani E, Dwivani FM. 2012. Transformasi dan Ekspresi Transien Gen Pelapor Gusa pada Andrographis paniculata (Burm.F.) Wallich Ex Ness. J. Bioslogos 2(1):1-10 Tim Penulis PS. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Jakarta: Penebar Swadaya Tripathi L, Tripathi JN, Hughes Jd’A. 2005. Agrobacterium-mediated transformation of plantain (Musa spp.) cultivar Agbagba. African J. Biotechnol. 4(12):1378-1383
45 Usmani A. 2011. Transformasi Gen P5CS (Pyrroline-5-Carboxylate Synthetase) ke dalam Kalus Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) melalui Agrobacterium tumefaciens AGL0 [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro Utomo SD. 2004. Pengaruh strain Agrobacterium terhadap Efisiensi transformasi genetik jagung genotipe hibrida HiII. Ilmu Pertanian 11(2):1-10 Venkatachalam P, Geetha N, Khandelwal A, Shaila MS, Sita GL. 2000. Agrobacterium-mediated genetic transformation and regeneration of transgenic plants from cotyledon explants of groundnut (Arachis hypogaea L.) via somatic embryogenesis. Curr. Sci. India 78(9):1130-1136 Wang K. 2006. Agrobacterium Protocols Second Edition. Totowa: Humana Press Wei H, Wang M, Moore PH, Albert HH. 2003. Comparative expression analysis of two sugarcane polyubiquitin promoters and flanking sequences in transgenic plants. J. Plant Physiol. 160:1241-1251 Widmer F, Seidler RJ, Donegan KK, Reed GL. 1997. Quantification of transgenic plant marker gene persistence in the field. Mol. Ecol. 6:1-7 Winarto B, Mattjik NA, Purwito A, Marwoto B. 2009. Kultur antera anthurium: pengaruh sukrosa dan glukosa terhadap keberhasilan induksi pembentukan kalus dan regenerasinya. Berk. Penel. Hayati 14:165-171 Wulandari I. 2005. Studi Beberapa Metode Transformasi Genetik Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) dengan Gen Fitase melalui Perantara Agrobacterium tumeficiens GV 2260 [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yatin M. 2002. Polyamines in living organism. J. Cell Mol. Biol. 1:57-67 Young JM. 2008. Agrobacterium-taxonomy of plant-pathogenic Rhizobium species. Di dalam: Tzfira T, Citovsky V, editor. Agrobacterium from biology to biotechnology. New York: Springer Science+Business Media, LLC. hlm 184-221 Yuniswati. 2008. Galur cabai transgenik toleran kekeringan dengan gen P5CS penyandi enzim kunci biosintesis prolina: regenerasi dan karakterisasi regeneran [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Zhu X, Zhao M, Ma S, Ge Y, Zhang M, Chen L. 2007. Induction and origin of adventitious shoots from chimeras of Brassica juncea and Brassica oleracea. Plant Cell Rep. 26(10):1727-1732
46 Lampiran 1
Komposisi media MS untuk induksi kalus dan regenerasi planlet
Induksi Kalus MS 1 (g/L) 1,65
Regenerasi Planlet MS 2 (g/L) 1,65
B. KNO3
1,9
1,9
C. CaCl2.2H2O
0,44
0,44
0,0062
0,0062
0,17
0,17
CoCl2.6H2O
0,000025
0,000025
Na2MoO4.2H2O
0,00025
0,00025
KI
0,00083
0,00083
0,37
0,37
ZnSO4.7H2O
0,0086
0,0086
CuSO4.5H2O
0,000025
0,000025
MnSO4.7H2O
0,0223
0,0223
0,0373
0,0373
0,0278
0,0278
0,0001
0,0001
0,0005
0,0005
Inositol
0,01
0,01
Biotin
0,0002
0,0002
0,0003
-
IAA
-
0,0002
BAP
0,059
0,059
I. Sukrosa
30 g
30 g
J. Agar
2g
2g
100 mL
100 mL
Senyawa A. NH4NO3
D. H3BO3 KH2PO4
E. MgSO4.7H2O
F. Na2EDTA FeSO4.7H2O G. Thiamine Pyridoxine
H. Hormon: 2,4 D-amine
K. Air kelapa
47 Lampiran 2
Komposisi dan Pembuatan Media
1. Media pertumbuhan YEP padat Setiap satu liter larutan, sebanyak 10 gram Yeast Extract, 10 gram Bacto peptone dan 5 gram kristal NaCl dilarutkan dengan akuades hingga pH 7.0. Kemudian, sebanyak 2 gram gelzan ditambahkan ke dalam larutan dan diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121
o
C. Setelah itu, antibiotik
ditambahkan sesuai dengan kebutuhan. Campuran dihomogenkan dan dituangkan dalam cawan petri bertutup. Lalu, media dibiarkan hingga dingin dan siap digunakan. 2. Media pertumbuhan YEP cair Setiap satu liter larutan, sebanyak 10 gram Yeast Extract, 10 gram Bacto peptone dan 5 gram kristal NaCl dilarutkan dengan akuades hingga pH 7.0. Kemudian, larutan diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121 oC. Antibiotik ditambahkan sesuai dengan kebutuhan dan dihomogenkan. Setelah itu, campuran dituangkan dalam botol kecil dan dibiarkan hingga dingin. 3. Media pertumbuhan LB padat Untuk setiap satu liter larutan, sebanyak 5 gram Yeast Extract, 10 gram Yeast Triptone dan 10 gram kristal NaCl dilarutkan dengan akuades hingga pH 7.0. Kemudian, sebanyak 2 gram gelzan ditambahkan ke dalam larutan dan diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121 oC. Setelah itu, campuran dituang ke dalam botol kecil dan dibiarkan hingga dingin. 4. Media pertumbuhan LB cair Untuk setiap satu liter larutan, sebanyak 5 gram Yeast Extract, 10 gram Yeast Triptone dan 10 gram kristal NaCl dilarutkan dengan akuades hingga pH 7.0. Kemudian, larutan diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121 oC. Setelah itu, campuran dituang ke dalam botol kecil dan dibiarkan hingga dingin.
48
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 2 April 1983 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Subechi dan Ibu Dariyah. Menikah dengan Triyono, ST, MT pada tahun 2008. Pendidikan jenjang sarjana penulis tempuh di Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) lulus tahun 2005. Setelah itu, penulis melanjutkan studi pada Program Pengembangan Kemampuan Mengajar (PPKM atau Akta IV) di UNY dan lulus tahun 2007. Penulis bekerja sebagai asisten laboratorium kimia dan guru kimia (bilingual) kelas X dan XI di R-SMA-BI Negeri 1 Kebumen mulai tahun 2007 hingga 2011. Selain itu, penulis juga mengajar kimia dan biologi kelas X di SMA Islam Terpadu Al Kahfi Somalangu, Kebumen hingga tahun 2009. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan studi di Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor Program Pascasarjana dengan biaya sendiri.