OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA
Oleh : GUNAWAN KISWOYO F14104104
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA
Oleh :
Gunawan Kiswoyo F14104104
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh :
Gunawan Kiswoyo F14104104 Dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1985 di Pati Tanggal lulus: Menyetujui, Bogor, September 2008 Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Suroso, M.Agr. NIP. 131 878 500 Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. NIP. 131 671 603
Gunawan Kiswoyo. F14104104. Optimasi Jarak dan Kecepatan Rol pada Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Suroso, M.Agr. RINGKASAN Keberhasilan proses penggilingan padi dapat dilihat dari dua parameter, yaitu efisiensi pengupasan dan persentase beras patah. Efisiensi pengupasan menggambarkan banyaknya gabah yang berhasil dikupas. Sedangkan persentase beras patah, menggambarkan banyaknya beras patah yang terjadi selama proses penggilingan. Penggilingan bertujuan untuk mengupas gabah sebanyak mungkin dan mengurangi beras patah sekecil mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dilakukan optimasi dengan menggunakan program jaringan syaraf tiruan dan genetika algoritma. Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu metode pemprograman, dimana algoritmanya mampu mempelajari pola pasangan input dan output yang dimasukkan ke program (training). Untuk selanjutnya melalui tahap validasi, dapat dilakukan pendugaan nilai output dengan memasukkan nilai inputnya saja. Sedangkan untuk mencari parameter input yang paling optimal sehingga didapatkan kombinasi efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang paling baik, digunakan genetika algoritma. Parameter-parameter input yang akan dioptimasi yaitu kadar air gabah kering giling (GKG), jarak antar rol dan kecepatan putar rol utama pada penggilingan padi (RMU). Untuk mendapatkan data parameter-parameter input tersebut, terlebih dahulu dilakukan penggilingan gabah dengan RMU tipe rubber roll dengan sekali lintasan. Sedangkan varietas gabah yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu jenis, yaitu padi varietas ciherang. Penelitian ini, hanya dilakukan sampai pemutuan beras pecah kulit. Setelah didapatkan data dari proses penggilingan dengan RMU, data dimasukkan ke dalam program jaringan syaraf tiruan untuk mencari hubungan antara parameter hasil giling dengan parameter hasil pendugaan dengan JST. Keberhasilan proses training JST dapat dilihat dari besarnya nilai standard error of calibration (SEC). Sedangkan tingkat keberhasilan untuk proses validasi, dapat dilihat dari besarnya nilai standard error of prediction (SEP) dan coefficient of variation (CV). Dari hasil pemprograman dengan JST didapatkan hasil pendugaan yang terbaik, dimana untuk efisiensi pengupasan didapatkan nilai SEC 1.21, SEP 1.36, dan CV 1.46%. Sedangkan untuk persentase beras patah didapatkan nilai SEC 0.88, SEP 1.75, dan CV 23.57%. Hasil optimasi proses penggilingan untuk gabah Ciherang adalah digiling dengan kadar air 13.1% bb, dengan mengatur jarak antar rol RMU sebesar 0.64 mm dengan kecepatan putar rol utama 1065 rpm. Dengan parameter gabah dan RMU tersebut, maka akan dihasilkan persentase beras patah 5.7% dan efisiensi pengupasan 95.8%. Akan tetapi, untuk penggunaan di lapangan diperlukan penyesuaian terhadap kondisi RMU itu sendiri. Untuk kadar air 13.1%, penyetelan yang optimum yaitu pada jarak antar rol 0.6 mm dan kecepatan putar rol utama 1065 rpm. Dengan parameter gabah dan RMU tersebut didapatkan persentase beras patah 5.7% dan efisiensi pengupasan 95.7%.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah, 14 Februari 1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Sutar dan Ibu Mujayatmi. Tahun 1998 penulis lulus dari SDN 2 Trimulyo, kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1 Juwana. Tahun 2004 penulis berhasil menamatkan studinya di SMUN 2 Pati. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum di mata kuliah Mekanika Fluida, Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik, serta Teknik Pengolahan Pangan. Selain itu penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) 2005/2006. Penulis pernah melakukan praktek lapangan di PG. Trangkil. Pengalaman kerja penulis selama kuliah yaitu kerja proyek sebagai enumerator di ICRAF (World Agroforestry Center) tahun 2008.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, semangat, dan nikmat sehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi penelitian. Skripsi penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, IPB. Skripsi penelitian ini berjudul Optimasi Jarak dan Kecepatan Rol pada Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Suroso, M. Agr selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar telah memberikan bimbingan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji skripsi. 3. Keluarga penulis tercinta, terima kasih atas doa dan dukungannya. 4. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, Pak Abas, Pak Parma, Mas Firman, Mas Darma, dan Pak Totok atas bantuan tenaga dan waktunya selama penulis melakukan penelitian. 5. Teman satu bimbingan penulis, Tiara Windasari. Terima kasih atas dukungan semangat dan kebersamaannya. 6. Teman-teman seperjuangan penulis : Mas Aris, Harritz Rizaldi, M Ali Maksum, TPPHPer 41 (Shohib, Anan, Asep, Eko, Lia, Ismi M, Anggi, Nurul, Emma, Boris, Salamun, Indra L, Ida, Firly, dan Almarhum Ega Andriawan), Teman-teman Mapol (Bayu, Agung, Lukman, Frima, Anes, Ilham, Nami, Udin, Onal, Septian, Manan, dll..), serta semua teman-teman TEP 41 terima kasih atas segala doa dan kebersamaannya. Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih terdapat kekurangan, sehingga saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ................................................................
i
RINGKASAN EKSEKUTIF ..............................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ........................................................................
v
DAFTAR ISI .......................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ............................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
ix
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................
3
1.3. Manfaat Penelitian ......................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras ..........................................
5
2.2. Penggilingan Padi ....................................................................... 10 2.3. Standar Mutu Gabah dan Beras ................................................. 19 2.4. Jaringan Syaraf Tiruan ............................................................... 21 2.5. Algoritma Genetika ...................................................................
25
2.6. Penelitian Sebelumnya ............................................................... 28 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 29 3.2. Bahan dan Alat ........................................................................... 29 3.3. Metode Penelitian ....................................................................... 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Penggilingan Dengan RMU ............................................ 36 4.2. Pendugaan Efisiensi Pengupasan dan Persentase Beras Patah Dengan Jaringan Syaraf Tiruan .................................................. 37 4.3. Optimasi Efisiensi Pengupasan dan Persentase Beras Patah Dengan Algoritma Genetika ....................................................... 40 4.4. Aplikasi Program ........................................................................ 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...............................................................................
48
5.2. Saran ..........................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
50
LAMPIRAN .......................................................................................
52
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hubungan kecepatan putar rol dengan efisiensi pemecahan sekam..
2
Tabel 2. Hubungan kapasitas pengupasan dengan kadar air gabah................
3
Tabel 3. Karakteristik padi varietas Ciherang ................................................
10
Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit ......................................................
14
Tabel 5. Standar mutu gabah berdasarkan SNI .............................................
20
Tabel 6. Komponen fisik beras ......................................................................
20
Tabel 7. Komponen fisik gabah hasil giling ..................................................
35
Tabel 8. Data selang parameter giling selama proses giling...........................
35
Tabel 9. Uji keberhasilan hasil pengdugaan dengan JST ..............................
37
Tabel 10. Parameter-parameter algoritma genetika ........................................ 39 Tabel 11. Hasil optimasi parameter input dan output dengan AG.................
43
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur fisik butiran gabah .......................................................... 6 Gambar 2. Diagram Sankey............................................................................
11
Gambar 3. Sistem penggilingan padi .............................................................
13
Gambar 4. Skema pengupasan sekam dengan handmill ................................
15
Gambar 5. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg ...........................................
16
Gambar 6. Skema pengupasan sekam dengan rubber roll ............................
17
Gambar 7. Skema pemecahan kulit tipe impeller husker ..............................
19
Gambar 8. Diagram alir umum pemprograman .............................................
32
Gambar 9. Model JST yang dikembangkan ..................................................
34
Gambar 10. Diagram alir Algoritma Genetika ..............................................
35
Gambar 11. Tampilan saat proses pembelajaran JST ...................................
39
Gambar 12. Tampilan program AG untuk optimasi parameter giling ..........
42
Gambar 13. Nilai efisiensi pengupasan selama proses regenerasi ................
42
Gambar 14. Nilai beras patah selama proses regenerasi ...............................
43
Gambar 15. Nilai jarak antar rol selama proses regenerasi ...........................
43
Gambar 16. Nilai kadar air selama proses regenerasi ...................................
43
Gambar 17. Nilai kecepatan putar rol utama .................................................
44
Gambar 18. Hubungan kadar air dengan jarak antar rol hasil optimasi ........
47
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data hasil giling untuk input proses training JST......................
52
Lampiran 2. Data hasil giling untuk proses validasi JST. ..............................
53
Lampiran 3. Hasil proses training JST ..........................................................
54
Lampiran 4. Data hasil proses validasi JST ...................................................
55
Lampiran 5. Nilai pembobot hasil keluaran proses training JST...................
56
Lampiran 6. Hasil optimasi program AG berdasarkan nilai kadar air ……..
57
Lampiran 7. Sortasi gabah menggunakan winower .......................................
58
Lampiran 8. Peralatan giling dan sortasi beras ..............................................
59
Lampiran 9. Sortasi beras pecah kulit secara manual ....................................
60
Lampiran 10. Penimbangan beras pecah kulit ...............................................
61
Lampiran 11. Tampilan program AG yang siapdigunakan ...........................
62
Lampiran 12. Algoritma program AG ...........................................................
63
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang bercorak agraris dengan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Meskipun memiliki potensi daerah pertanian yang luas, dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, Indonesia setiap tahunnya mengalami permasalahan mengenai ketersediaan pangan. Permasalahan pangan tersebut akibat kebiasaan masyarakat Indonesia yang kurang melakukan diversifikasi pangan. Hampir 90% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok, sedangkan 10% nya mengkonsumsi sagu, jagung, singkong dan kentang. Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun 2008. Produksi Gabah Kering Giling sampai bulan September 2008 mencapai 59 877 219 juta ton. Tapi tingginya tingkat produksi tidak didukung dengan konsumsi per kapita beras yang sangat tinggi yaitu mencapai 139 kg/kapita/tahun (Anonimous, 2008). Konsumsi beras tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan konsumsi negara lain, semisal Jepang yang konsumsi beras per kapitanya hanya 85 kg/kapita/tahun. Indonesia juga tercatat sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia antara tahun 19982001. Menurut Badan Pusat Statistika (2008), jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 220 juta jiwa dan akan menjadi 300 juta jiwa tahun 2015. Kebutuhan beras akan melonjak 1.5 kali lipat dari sekarang. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat lahan pertanian Indonesia yang tinggal 7 juta ha, dan terus berkurang karena konversi lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk. Untuk menanggulangi masalah tersebut, beberapa alternatif solusi telah dipersiapkan
pemerintah.
Diantaranya
menghentikan
konversi
lahan,
meningkatkan produktivitas dengan teknologi inovatif baik di sektor budidaya maupun pascapanen, dan dilakukannya diversifikasi pangan. Sampai saat ini beras masih menjadi fokus utama pemerintah dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional. Pertumbuhan produktivitas padi di Indonesia cukup tinggi, tahun 2006-2007 mencapai
4.96%. Meskipun
produktivitas tinggi, namun usaha meningkatkan produktivitas harus terus dilakukan mengingat pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi. Usaha
optimasi sebaiknya bukan hanya dari segi budidaya padi, tetapi juga dari segi teknologi pascapanen. Sektor pascapanen memiliki kontribusi besar dalam mengamankan produksi beras nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (1996), kehilangan hasil panen dan pascapanen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pascapanen mencapai 20%, dimana kehilangan saat pemanenan 9.5%, perontokan 4.8%, pengeringan 2.1%, penggilingan 2.2%, penyimpanan 1.6%, dan pengangkutan 0.2%. Angka ini jika dikonversikan terhadap produksi padi nasional tahun 2007 yang mencapai 57.05 juta ton GKG, setara dengan Rp 26 triliun. Selain dari segi kuantitas, segi kualitas juga harus diperhitungkan karena akan mempengaruhi nilai jual dari beras tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diterima petani. Semakin tinggi mutu dari beras, maka semakin tinggi pula harga jualnya. Mutu beras ditentukan berdasarkan sifat fisik beras tersebut, seperti ukuran beras dan derajat sosohnya. Mutu dari beras selain disebabkan oleh gabah yang akan digiling, juga dapat dipengaruhi oleh kondisi mesin penggilingan padi itu sendiri. Mutu beras pecah kulit bergantung pada beberapa faktor, seperti jenis padi, kualitas padi, kadar air gabah, karakteristik mesin dan penyetelannya (kekerasan karet, kecepatan putaran rol, tekanan rol, lebar rol, jarak rol, jumlah bahan yang masuk, pengaturan saringan), dan keahlian operator (Waries, 2006). Hubungan antara kecepatan putaran rol dengan efisiensi pengupasan diperlihatkan oleh Tabel 1. Sedangkan data mengenai pengaruh kadar air terhadap mutu pengupasan ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 1. Hubungan kecepatan putar rol dengan efisiensi pemecahan sekam (Waries, 2006) Putaran (rpm) 700 800 900 1000
Efisiensi Pengupasan (%) 79 85 87 89
Tabel 2. Hubungan kapasitas pengupasan dengan kadar air gabah (Waries, 2006) Kadar air (%)
Tenaga (HP)
Rasio pengupasan (%)
18 16 14 12
2.1 1.8 1.6 1.5
65 74 80 82
Kemampuan kg/jam kg/jam 830 390 880 480 900 560 910 610
Jaringan syaraf tiruan (artificial neural networks) dan algoritma genetika (genetic algorithm) merupakan metode komputasi yang mampu memecahkan masalah untuk menghasilkan solusi yang optimal atau mendekati optimal dalam waktu yang dapat diterima. Jaringan syaraf tiruan (JST) dan algoritma genetika (AG) digunakan untuk menyelesaikan masalah yang rumit dan tidak dapat dipecahkan dengan teknik-teknik konvesional. Dengan menggunakan kedua metode tersebut, diharapkan dapat dilakukan optimasi terhadap proses penggilingan padi menggunakan rice milling unit (RMU). 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Menduga persentase beras patah dan efisiensi pengupasan sekam dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. 2. Menentukan jarak antar rol, kecepatan putaran rol utama, dan kadar air gabah yang optimum pada operasi penggilingan. 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberi solusi terhadap permasalahan yang menyangkut pengoptimalan kualitas beras hasil giling. Proses penggilingan yang saat ini sebagian besar hanya berdasarkan pada pengalaman operator dari proses trial and error, dengan program jaringan syaraf tiruan dan algoritma genetika akan didapatkan penyetelan yang optimal untuk mendapatkan kualitas beras pecah kulit yang terbaik. Program JST dan AG tersebut akan memberikan nilai kadar air GKG, jarak antar rol dan kecepatan putar rol utama yang paling optimum untuk mendapatkan kombinasi efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang optimal. Sehingga, pada akhirnya program ini diharapkan
mampu memberikan sumbangsih kepada petani Indonesia dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman bijibijian yang berasal dari benua Asia. Biji padi disebut gabah, dan gabah yang sudah tua, akan diolah menjadi beras. Dewasa ini, beras telah menjadi bahan makanan pokok masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi : Regnum
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Famili
: poaceae
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa L.
Tanaman padi biasanya ditanam di areal persawahan, namun ada juga jenis padi yang ditanam di ladang, seperti padi gogo. Tanaman padi siap dipanen ketika berumur tiga bulan. Yaitu ketika butiran gabahnya seragam berwarna kuning kecoklatan. Gabah hasil panen kemudian diproses lebih lanjut menjadi beras, melalui proses penggilingan. Tahapan pascapanen tanaman padi meliputi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan. Salah satu tahapan pascapanen yang penting yaitu proses penggilingan. Pada tahapan ini, gabah yang sudah siap digiling atau Gabah Kering Giling (GKG) akan diproses menjadi beras putih yang siap dikonsumsi. Untuk mengoptimalkan hasil penggilingan, maka sangat baik jika diketahui terlebih dahulu karakteristik dari gabah. 2.1.1. Karakteristik Fisik Gabah Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam, tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi jenis
indica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Butiran gabah dapat diuraikan menjadi bagian-bagian seperti ditunjukan pada Gambar 1. Secara garis besar, bagianbagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron. Sedangkan lapisan yang paling dalam disebut endosperm.
Keterangan : 1. Palea
7. Testa
2. Lemma
8. Aleuron
3. Glume
9. Endosperm
4. Lapisan luar
10. Lembaga (Bakal tunas padi)
5. Lapisan tengah
11. Lapisan dalam
6. Lapisan silang Gambar 1. Struktur fisik butiran gabah (Waries, 2006). Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin B2 terdapat dalam lapisan bekatul. Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras kepala dan derajat keputihan butiran. Kadar protein yang tinggi membuat butiran
menjadi keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan. Di samping itu, butiran beras juga tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah. Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling seperti ditunjukan pada Persamaan 1. Rendemen giling =
Wsosoh x 100% Wgabah
......................................... (1)
Dimana : Wsosoh = Berat beras sosoh (kg) Wgabah = Berat gabah (kg) Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen (GKP), memiliki kadar air antara 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu dengan cara dikeringkan sampai kadar air maksimum 18%. Pada kadar air ini gabah disebut gabah kering
simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan lagi hingga kadar air sekitar 13-15%. 2.1.2. Karakteristik Fisik Beras a. Beras Pecah Kulit Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Struktur butiran beras PK tersusun atas endosperm, lapisan aleuron, testa, dan Lapisan dalam. Lapisan-lapisan tersebut secara ringkas disebut lapisan endosperm dan bekatul. Beras PK mempunyai rasa yang kurang enak jika langsung dikonsumsi. Untuk itu, masih diperlukan proses lanjutan yaitu proses penyosohan. b. Beras Sosoh Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap. Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras PK serta memiliki warna yang menarik. Pada zaman dahulu petani menumbuk padi sampai pada tahap menghasilkan beras sosoh yang disebut dengan istilah beras las. Namun beras yang dihasilkan tidak bisa seputih beras yang dihasilkan oleh mesin penggilingan padi. Dengan menumbuk, lebih sedikit lapisan bekatul yang terlepas. Karena masih berwarna kecoklatan maka dikenal dengan nama beras coklat. Rasa beras coklat memang kurang enak daripada beras slyp, namun lebih kaya zat gizi karena lapisan katul mengandung protein, lemak, dan vitamin B2. Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran yaitu beras kepala, beras patah, dan beras menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk nasi. Menir memiliki bentuk yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi karena ukurannya yang kecil. Oleh sebab itu, menir lebih umum dimasak menjadi bubur untuk kue, atau diolah menjadi tepung beras sebagai bahan baku untuk bihun atau kue.
c. Beras Patah Pada proses penggilingan, beras patah tidak dikehendaki. Namun timbulnya beras patah tidak dapat dihindari. Timbulnya beras patah terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan lapisan bekatul. Terjadinya beras patah, disamping ditentukan oleh kinerja mesin penggiling, juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang tepat gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, bahkan telah patah sebelum digiling. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah mengkerut dan mengembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat. 2.1.3. Padi Varietas Ciherang Padi varietas Ciherang termasuk dalam padi golongan cere. Padi ini merupakan persilangan antara IR 64 dengan IR 64. Karakteristik padi Ciherang dapat dilihat pada Tabel 3. Padi varietas Ciherang menempati urutan pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan beras varietas IR 64, terutama di daerah Jawa Barat. Menurut Hermanto (2006), padi varietas ciherang unggul dengan luas tanam 0.73 juta ha, atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64. Padi varietas Ciherang banyak ditanam karena nasinya yang pulen, selain itu juga produktivitasnya tinggi. Potensi hasil Ciherang 5-7 ton/ha GKG lebih tinggi dari pada produktivitas padi jenis IR 64 yang rata-rata 5 ton/ha GKG.
Tabel 3. Karakteristik padi varietas Ciherang. Asal
Subjek
Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Gabah isi per malai Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Muka daun Warna daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Bobot 1000 butir Kadar amilosa Potensi hasil Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit Anjuran tanam Sumber : Deptan (2000).
Keterangan Persilangan IR 18349-53-1-3-1-3/IR19661-1313-1//IR 19661-131-3-1-3///IR 64////IR 64 Cere 116-125 hari Tegak 107-115 cm 14-17 batang Hijau Hijau Putih Putih Kasar pada sebelah bawah daun Hijau Tegak Tegak Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 27-28 gram 23 % 5-7 ton/ha Tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 2 dan 3 Tahan hawar daun bakteri strain III & IV -Sawah irigasi dataran rendah <500 mdpl -Cocok pada musim hujan dan kemarau
2.2. Penggilingan Padi Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan sampai penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun dalam proses penggilingan, tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah akibat adanya gesekan dan tekanan.
Gambar 2. Diagram Sankey (Waries, 2006). Diagram Sankey menunjukan besarnya susut yang terjadi selama proses penggilingan. Nilai-nilai numerik di dalam diagram Sankey dapat berbeda-beda bergantung pada varietas padi yang digiling serta sistem penggilingan padi yang digunakan. Nilai-nilai yang ditunjukan pada Gambar 2, adalah nilai-nilai untuk padi yang berasal dari Amerika yang berbutir panjang (long grain). Gabah kering panen yang memiliki kadar air sekitar 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14%. Apabila tidak langsung digiling, gabah terlebih dahulu disimpan dalam bentuk gabah kering giling. Gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang merupakan masukan terhadap proses penggilingan. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berjumlah kira-kira 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah mengalami proses pemecahan kulit, dimana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah, dan akan tersisa beras pecah kulit sebanyak 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk
mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 52%. Persentase sekam dan bekatul semata-semata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai. Dalam proses penggilingan, yang disebut hasil utama yaitu beras sosoh. Beras sosoh yaitu gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Jumlah yang dihasilkan dapat diperkirakan dari diagram Sankey pada Gambar 2, yaitu sekam sebanyak 20%, bekatul 10%, dan menir 2% dari berat gabah awal yang digiling. Hasil-hasil samping tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sekam dipakai sebagai bahan bakar atau media tumbuh tanaman hidroponik, bekatul dipakai sebagai bahan pakan ternak, makanan manusia, minyak bekatul (bran oil), dan menir biasanya diolah lebih lanjut menjadi tepung beras atau pakan ternak. Untuk mengerjakan rangkaian tahapan penggilingan padi di atas diperlukan rangkaian mesin/alat yang keseluruhannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian mesin-mesin tersebut berfungsi mulai dari mengupas kulit gabah (sekam), memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit), melepas lapisan bekatul dari beras pecah kulit, dan terakhir memoles beras sehingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik. Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya berupa rangkaian beberapa buah mesin. Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir hasil penggilingan. Untuk menghasilkan hasil gilingan yang baik, sistem penggilingan padi seharusnya terdiri dari rangkaian mesin-mesin yang lengkap. Namun dengan adanya keterbatasan modal untuk pengadaan mesin-mesin secara lengkap, maka suatu sistem penggilingan padi dapat mengurangi rangkaian mesin yang dipakai. Hal ini tentu saja akan mengurangi kuantitas dan kualitas beras hasil penggilingan.
Keterangan gambar : 1. Bak penampang gabah 2. Klep pengumpanan 3. Rol karet 4. Aspirator 5. Saluran pengeluaran sekam 6. Saluran
pengeluaran
beras
pecah kulit dan gabah utuh 7. Saluran pengeluaran gabah muda Gambar 3. Sistem penggilingan padi (Waries, 2006). Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi telah berkembang dari rancangan sederhana hingga menjadi modern. Perbedaan rancangan umumnya ditandai dengan perbedaan pada aliran biji-bijian, perbedaan teknologi yang digunakan serta perbedaan kapasitas.
2.2.1. Pemecahan Kulit Pemecahan atau pengupasan kulit bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruh bagian tersebut dinamai kulit gabah atau sekam. Istilah lain yang dipakai untuk pemecahan kulit adalah husking, hulling, atau shelling. Sedangkan mesin yang dipakai untuk menggiling disebut mesin pemecah kulit atau disebut juga husker, huller, atau sheller. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit akan terkupas, dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Gabah yang belum terkupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecahan kulit.
Proses pengupasan akan berjalan dengan baik apabila gabah memiliki kadar air yang sesuai, yaitu antara 13-15% (Waries, 2006). Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sulit dipecahkan. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran padi akan mudah pecah atau patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Tinggi
rendahnya
tingkat
pengupasan
ditunjukan
oleh
efisiensi
pengupasan yang merupakan persentase bobot butiran yang terkupas terhadap bobot butiran gabah awal. Disamping efisiensi pengupasan, kualitas pengupasan kulit juga ditunjukkan oleh persentase beras patah. Beras PK yang baik yaitu beras PK yang memiliki efisiensi pengupasan sekam yang tinggi dan persentase beras patahnya kecil. Untuk mendapatkan kualitas pengupasan dengan efisiensi pengupasan yang tinggi dan efisiensi beras patah yang rendah, penyetelan mesin pemecah kulit perlu dilakukan secara tepat. Mesin pemecah kulit yang digunakan di masyarakat beraneka ragam. Berbagai jenis mesin pengupas kulit ditunjukan pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit (Waries, 2006). Friksional
Kelompok
Sentrifugal
Tipe Hand mill Engelberg Under runner disk husker Rubber roll husker Impact husker Impeller husker Vacum husker
2.2.2. Jenis-Jenis Mesin Pemecah Kulit a. Hand Mill Hand mill merupakan alat pemecah kulit paling tua, dimana untuk memecah kulit gabah digunakan alu dan lesung. Gerakan alu yang menumbuk butiran-butiran gabah akan memberikan tegangan geser pada sisi-sisi gabah yang menyebabkan sekam menjadi robek dan terkupas. Gaya yang diterima oleh butiran gabah berupa dua gaya gesekan dengan arah berlawanan seperti ditunjukan pada Gambar 4.
Keterangan : 1. Alu 2. Lesung 3. Gabah
Gambar 4. Skema pengupasan sekam dengan handmill (Waries, 2006). Gerakan alu ke bawah akan menggesek sisi gabah yang ditumbuk oleh alu, sedangkan sisi gabah yang lain tertahan oleh gabah yang terletak di sebelahnya. Kedua gaya ini mengakibatkan adanya tegangan geser berlawanan yang bekerja pada sisi-sisi gabah yang berseberangan. Sebagai akibatnya, sekam akan terpuntir ke dua arah berlawanan sehingga robek. Gabah yang berada di sebelahnya juga mengalami pola tegangan geser serupa namun tidak sebesar gabah pertama. Apabila puntiran cukup besar, gabah itu pun akan terkupas. b. Engelberg Husker Ciri utama mesin pemecah kulit tipe Engelberg yaitu adanya silinder besi yang digunakan untuk mengupas sekam. Tipe ini dibuat dan mulai digunakan pada akhir abad 19 di Amerika Serikat, kemudian menyebar ke negara-negara penghasil beras di berbagai penjuru dunia. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg, pada awalnya dirancang untuk dapat melakukan kegiatan pemecahan kulit dan penyosohan. Namun, dalam perkembangannya, pemecah kulit tipe Engelberg lebih banyak digunakan untuk kegiatan penyosohan. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg bekerja dengan prinsip pemberian dua tegangan geser berlawanan pada sisi-sisi gabah. Tegangan dihasilkan sebagai akibat dari adanya gesekan silinder yang berputar. Pada sisi luar silinder terdapat tonjolan-tonjolan besi sebanyak 5 sampai 6 buah yang dipasang membujur di sepanjang sisi silinder. Tonjolan-tonjolan inilah bersama dengan pisau pengupas yang akan menjepit gabah dan menggesek gabah pada waktu silinder berputar.
Keterangan : 1. Bak penampungan 2. Pengatur pengumpanan 3. Tutup bagian atas 4. Silinder besi 5. Ruang pengupasan 6. Ulir pendorong
Gambar 5. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg (Waries, 2006) Dalam perkembangannya mesin pemecah kulit tipe Engelberg ini dianjurkan oleh pemerintah untuk tidak digunakan dalam proses penggilingan padi, karena beras patah yang dihasilkan banyak dan beras pecah kulit yang keluar lebih panas daripada yang dihasilkan oleh tipe-tipe mesin pemecah kulit yang lain. c. Under-Runner Disc Husker Mesin under-runner disc husker memecahkan sekam dengan dua buah piringan. Kedua piringan dipasang bersusun satu di atas yang lain. Piringan yang terletak di atas dipasang stasioner, sedangkan piringan yang terletak di bawah berputar. Karena piringan memiliki permukaan gesek yang terbuat dari batu, mesin ini juga disebut dengan stone disc husker atau pelmolen. Di Indonesia, mesin ini dikenal dengan nama gilingan monyet. Apabila dibandingkan dengan mesin pemecah kulit tipe rol karet, under runner disc husker memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Under runner disc husker menghasilkan beras retak, memar, dan patah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemecah kulit tipe rol karet. Energi yang diperlukan untuk mengupas per satuan berat gabah lebih rendah daripada mesin tipe rol karet skala besar, namun lebih tinggi daripada mesin tipe rol karet skala kecil. Dalam hal biaya, under runner disc husker lebih murah daripada mesin tipe rol karet, baik dalam biaya pengadaan mesin maupun biaya operasi. Namun demikian, tipe rol karet lebih populer daripada under runner disc husker karena persentase beras patahnya lebih kecil. Saat ini under runner disc husker telah jarang digunakan.
d. Rubber Roll Husker Mesin pemecah kulit tipe rol karet (rubber roll husker) memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Menurut Waries (2006), untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antara rol diatur 0.5 sampai 0.8 mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Rol yang berputar dengan kecepatan tinggi disebut rol utama, sedangkan rol lainnya disebut rol pembantu. Rol utama juga disebut fixed roll karena dipasang pada suatu poros stasioner sedangkan rol pembantu disebut dengan movable roll karena posisinya dapat digeser untuk mengatur jarak antara kedua rol. Pada waktu gabah dimasukkan di antara kedua rol, gabah tersebut akan ditekan oleh lapisan karet yang elastis. Butir gabah akan memiliki kontak lebih panjang pada rol yang berkecepatan tinggi dan memiliki kontak lebih pendek pada rol berkecepatan rendah. Ditambah dengan adanya tekanan, perbedaan kecepatan ini menyebabkan gabah akan terpuntir sehingga kulitnya menjadi robek. Kapasitas rubber roll husker dan kualitas pengupasan tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis padi, kualitas padi, kadar air gabah, karakteristik mesin dan penyetelannya (kerapatan karet, kecepatan putaran rol, tekanan rol, lebar rol, jarak rol, jumlah bahan yang masuk, pengaturan saringan), dan keahlian dari operator. Skema pengupasan gabah diperlihatkan oleh Gambar 6.
Gambar 6. Skema pengupasan sekam dengan rubber rol (Waries, 2006).
e. Impact Husker Impact husker atau mesin pemecah kulit tipe benturan, memakai prinsip pengupasan dengan aplikasi gaya gesekan pada satu sisi gabah. Untuk memberikan gerakan yang cepat kepada gabah, gabah diputar dengan piringan berbentuk lingkaran. Blade-blade karet dipasang miring di luar sisi piringan dengan sudut 450 yang akan berlaku sebagai permukaan gesek. Pada waktu terlempar ke luar dari piringan, butiran gabah telah memiliki kecepatan dan gaya sentrifugal yang cukup. Selanjutnya butiran gabah akan membentur permukaan gesek dengan sudut 450. Akibat adanya benturan, terdapat gaya gesekan antara sisi yang berbenturan dan gaya inersia yang tetap bekerja pada pusat masa butiran. Akibat adanya gaya gesekan yang menahan butiran gabah pada sisi benturan dan gaya inersia yang mendorong butiran gabah tetap bergerak, gabah akan terpuntir sehingga kulitnya terkupas. Pemecah kulit tipe ini memberikan efisiensi pengupasan yang lebih tinggi daripada pemecah kulit tipe rol karet, namun terjadi lebih banyak beras patah dan kerusakan pada bagian kecambah. Karena adanya kekurangan tersebut, tipe ini sudah jarang dipakai. f. Impeller Husker Pemecah kulit tipe impeller merupakan penyempurnaan dari tipe benturan. Bagian yang disempurnakan adalah permukaan geseknya. Dimana, butiran gabah diputar dengan piringan yang memiliki kisi-kisi berupa blade. Kumpulan blade berputar berlaku sebagai impeller. Bagan pemecah kulit tipe impeller ditunjukan pada Gambar 7. Apabila dibandingkan dengan tipe benturan, hasil pengupasan yang diberikan oleh tipe impeller lebih baik. Beras patah dan retak lebih kecil, namun kerusakan lembaga tetap terjadi pada waktu benturan dengan bantalan. Karena adanya gesekan pada blade, terjadi beras memar lebih banyak daripada yang terjadi pada tipe benturan.
Keterangan : 1. Bak penampungan 2. Klep pengumpanan 3. Piringan Q
4. Blade 5. Bantalan 6. By pass ke separator 7. By pass ke separator
Gambar 7. Skema pemecahan kulit tipe impeller husker (Waries, 2006). g. Vacuum Husker Mesin pemecah kulit vakum memiliki prinsip kerja mirip dengan tipe impact (benturan). Gabah diputar dengan kecepatan tinggi dan kemudian dibenturkan dengan kuat pada dinding karet di pinggiran piring pemutar. Hal ini terjadi pada ruang pecah kulit (2). Setelah sekam pecah, seluruh butiran dihisap keluar oleh hisapan udara yang sangat kuat. Ini membuat butiran-butiran tertarik, dan sekam yang belum terlepas dari butiran beras akan terlepas karena kuatnya hisapan. Karena kuatnya hisapan ini, tipe ini disebut tipe vakum. 2.3. Standar Mutu Gabah dan Beras Sebagai komoditas makanan pokok, gabah dan beras telah dilakukan standarisasi berdasarkan mutunya. Pemberian standar mutu tergantung dari instansi yang bersangkutan. Di Indonesia, salah satu standar yang umum digunakan yaitu standar mutu berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia). Untuk pemutuan gabah digunakan standar mutu SNI tahun 1999. Dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan standar mutu beras dapat dilihat di Tabel 6. Persyaratan standar mutu beras berdasarkan SNI No. 01-6127-1999 terdiri dari komponen umum dan komponen fisik beras. Komponen umum standar mutu beras yaitu : a. Bebas hama dan penyakit b. Bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya c. Bebas dari campuran bekatul
d. Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan Tabel 5. Standar mutu gabah berdasarkan SNI (1999). Persyaratan Mutu Kadar air Gabah hampa
Mutu I
Butir rusak + butir kuning Butir mengapur + gabah muda Butir merah Benda asing Gabah varietas lain
Mutu II
14 1
Mutu III 14 3
14 2
2
5
7
1
5
7
1 2
2 0.5 5
10 4 10
Tabel 6. Komponen fisik beras No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Komponen Mutu Satuan Derajat sosoh (%) (min) Kadar air (maks) (%) Beras kepala (%) (min) Butir utuh (min) (%) Butir patah (%) (maks) Butir menir (%) (maks) Butir merah (%) (maks) Butir kuning/rusak (%) (maks) Butir mengapur (%) (maks) Butir asing (%) (maks) Butir gabah (%) (maks) Campuran varietas lain (maks)
Sumber : SNI (1999).
Mutu I
Mutu II
Mutu III Mutu IV Mutu V
100
100
100
95
85
14
14
14
14
15
100
95
84
73
60
60
50
40
35
35
0
5
15
25
35
0
0
1
2
5
0
0
1
3
3
0
0
1
3
5
0
0
1
3
5
0
0
0.02
0.05
0.2
0
0
1
2
3
5
5
5
10
10
2.4. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Networks) adalah salah satu cabang ilmu kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan merupakan alat untuk memecahkan
masalah
terutama
di
bidang-bidang
yang
melibatkan
pengelompokan dan pengenalan pola (pattern recognition) (Puspitaningrum, 2006). Jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan salah satu representasi dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran. JST diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Metode JST merupakan metode matematik dengan mensimulasikan suatu teknologi intelegensi atau kecerdasan buatan. Sistem JST meliputi basis data, model sistem dan fungsi optimasi (Kusumadewi, 2003). Jaringan syaraf tiruan mampu mempelajari pasangan input dan output yang diberikan, kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan metode komputasi konvensional. Selain itu JST mampu memecahkan masalah dimana hubungan input dan output tidak diketahui. Pada umumnya JST tersusun dari tiga jenis lapisan noda, yaitu lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer). Noda merupakan suatu unit komputasi yang paling sederhana pada setiap lapisan yang dihubungkan dengan setiap noda pada lapisan berikutnya. Hubungan antar noda diekspresikan oleh suatu bilangan yang disebut pembobot (weight). Setiap noda pada suatu layer akan menjadi masukan pada lapisan berikutnya sampai akhirnya menghasilkan keluaran pada output layer. Metode
yang
populer
digunakan
dalam
JST
yaitu
metode
backpropagation. Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhitung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobot dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus
dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivitasi sigmoid, yaitu : f(x) =
1 ..........................................................(2) 1 + e−x
(
)
Algoritma propagasi balik dapat dibagi ke dalam dua bagian : 1. Algoritma pelatihan Terdiri dari tiga tahap: tahap umpan maju pola pelatihan input, tahap pemropagasi balikan error, dan tahap pengaturan bobot. 2. Algoritma aplikasi (validasi) Pada tahap ini hanya terjadi tahap umpan maju saja. Algoritma Pelatihan a. Inisialisasi awal Tahapan ini meliputi, penentuan angka pembelajaran ( ) dan penentuan syarat kondisi berhenti. Jika dalam penentuan kondisi berhenti menggunakan nilai ambang, maka perlu ditetapkan nilai toleransi error. Jika digunakan banyaknya epoch sebagai kondisi berhenti, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu nilai epoch maksimum. Bobot awal sebaiknya diambil nilai random yang cukup kecil. Nilai laju pelatihan (learning rate) harus dipilih antara 0-0.9. Nilai laju pelatihan menentukan kecepatan pelatihan sampai sistem mencapai keadaan optimal. Prinsip dasar algoritma backpropagation adalah memperkecil galat hingga mencapai minimum global dan menghindari minimum lokal. Minimum lokal merupakan suatu keadaan, dimana galat sistem turun tetapi bukan merupakan solusi yang baik untuk jaringan tersebut. Pemilihan nilai learning rate yang besar akan membuat sistem jaringan melompati nilai minimum lokalnya dan akan ber-osilasi sehingga tidak tercapai konvergensi. Sebaliknya nilai learning rate yang kecil menyebabkan sistem jaringan terjebak dalam minimum lokal dan memerlukan waktu yang lama selama proses pelatihan. Untuk menghindari keadaan tersebut maka ditambahkan suatu nilai konstanta momentum antara 0-0.9 pada sistem
tersebut. Pada kondisi demikian nilai learning rate dapat ditingkatkan dan osilasi pada sistem dapat diminimumkan. Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi berhenti bernilai FALSE: b. Laju pembelajaran Feedforward : 1. Tiap-tiap unit input (Xi, i=1,2,3,...,n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi). 2. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,.....,p) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot : n
z_inj = v0j +
i =1
xi vij
..................................... (3)
untuk menghitung sinyal outputnya menggunakan fungsi aktivasi : zj = f(z_inj) ...................................................... (4) sinyal tersebut akan dikirimkan ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output). 3. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,....,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot dari lapisan tersembunyi. y_ink =w0k +
p i =1
z i w jk .................................... (5)
fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya: yk= f(y_ink) ..................................................... (6) sinyal tersebut dikirimkan ke semua unit output. Backpropagation 4. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,.....,m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, informasi errornya dihitung : k
= (tk – yk) f’ (y_ink) ………………………. (7)
kemudian menghitung koreksi bobot yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wjk: wjk=
k zj
………………………………… (8)
penghitungan koreksi bias yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w0k:
w0k= kirimkan
k
k
………………………………….. (9)
ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya.
5. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,....,p) akan menjumlahkan delta inputnya, yaitu delta input dari lapisan output : m
_inj =
k =1
δ k w jk ……………………………. (10)
mengkalikan nilai hasil penjumlahan delta input dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error : j
= _inj f’(z_inj) ………………………….. (11)
menghitung koreksi bobot yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai vij : vjk =
j xi ………………………………..
(12)
menghitung koreksi bias yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v0j : v0j =
j .....................................................
(13)
6. Tiap-tiap unit output (Yk, k= 1,2,3,....,m) memperbaiki bias dan bobotnya (j=0,1,2,3,..., p): wjk(baru) = wjk (lama) + wjk ...................... (14) Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j = 1,2,3,....,p) memperbaiki bias dan bobotnya (i = 0,1,2,...,n): vij (baru) = vij (lama) + vij .......................... (15) c. Tes kondisi berhenti. Jika syarat berhenti program terpenuhi, maka iterasi akan dihentikan secara otomatis. Kinerja jaringan dapat dinilai berdasarkan nilai RMSE (Root Mean Square
Error) pada proses generalisasi terhadap contoh data input-output baru, nilai RMSE sesuai dengan persamaan berikut (Fu, 1994) : RMSE =
(p-a)2/n ..................................... (16)
Dimana : p = nilai prediksi jaringan a = nilai target yang diberikan pada jaringan
n = jumlah contoh data pada set validasi Setelah JST terlatih untuk memecahkan suatu masalah, kemudian harus dilakukan validasi yang merupakan proses pengujian kinerja jaringan terhadap contoh yang belum diberikan selama proses pelatihan. Proses validasi dilakukan dengan memasukkan suatu set contoh input-output yang hampir sama dengan contoh set input-output yang diberikan selama proses pelatihan. Kinerja JST yang dihasilkan selama proses selama proses pelatihan diperoleh dari nilai galat yang dihasilkan pada proses validasi. Proses validasi hanya dilakukan untuk 1 epoch. Jika JST telah berhasil selama proses pelatihan dan validasi maka sistem tersebut sudah dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya.
2.5. Algoritma Genetika Algoritma genetika atau genetic algorithms adalah algoritma pencarian
heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi biologis. Algoritma genetika merupakan teknik pencarian dan optimasi yang meniru proses evolusi dan perubahan genetika pada struktur mahkluk hidup (Goldberg, 1989). Pada algoritma genetika (AG), teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang dikenal dengan istilah populasi. Individu yang terdapat pada satu populasi disebut dengan istilah kromosom. Kromosom ini merupakan suatu solusi yang masih berbentuk simbol. Populasi awal dibangun secara acak, sedangkan populasi berikutnya merupakan evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang disebut dengan istilah generasi. Pada setiap generasi, kromosom akan melalui proses evolusi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi
fitness. Proses seleksi merupakan proses pemilihan beberapa kromosom untuk dijadikan
kromosom
induk
bagi
generasi
berikutnya.
Proses
seleksi
menggambarkan aspek yang sangat penting dalam algoritma genetika, yaitu bagaimana memperoleh kromosom dengan tingkat kelayakan yang tinggi. Kromosom-kromosom tersebut akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dipilih dan direproduksi di dalam generasi berikutnya (Wahab, 2000). Salah satu teknik seleksi dalam AG adalah teknik cakram rolet (roulette
wheel selection) yang diperkenalkan oleh Goldberg (1989). Teknik ini diilustrasikan sebagai teknik pemutaran cakram rolet. Setiap kromosom dalam
populasi menempati suatu slot pada cakram rolet. Besarnya ukuran slot sama dengan rasio antara fitness (kelayakan) suatu kromosom dengan total nilai fitness semua kromosom. Semakin besar ukuran slot suatu individu, maka semakin besar kemungkinan individu tersebut untuk bertahan. Reproduksi adalah proses dimana rangkaian individu menyalin secara tepat untuk nilai fungsi yang obyektif. Reproduksi dapat dilakukan dengan cara
crossover (penyilangan) dan mutasi. Crossover adalah penyilangan antara nilai-nilai yang ada menjadi nilai yang baru. Penyilangan ini bekerja pada sepasang kromosom induk untuk menghasilkan dua kromosom anak dengan cara menukarkan beberapa gen yang dimiliki masing-masing kromosom induk. Setelah reproduksi, crossover sederhana dapat diproses dengan dua langkah, yaitu : a. Anggota rangkaian yang baru diproduksi pada kelompok pasangan secara acak. b. Setiap pasangan rangkaian yang mengalami crossover diikuti sebuah posisi
integer k sepanjang rangkaian diseleksi keseragamannya pada pengacakan antara 1 dan rangkaian panjang dikurang satu (1.1-1). Tingkat penyilangan (crossover ratio) adalah rasio antara jumlah kromosom yang diharapkan mengalami penyilangan dalam setiap generasi dengan jumlah kromosom total dalam populasi. Tingkat penyilangan yang tinggi menyebabkan semakin besarnya kemungkinan AG mengeksplorasi ruang pencarian sekaligus mempercepat ditemukannya solusi optimum. Tetapi apabila tingkat penyilangan yang terlalu tinggi, maka hal ini sama artinya dengan membuang-buang waktu mencari solusi pada daerah yang mungkin saja kurang menjanjikan. Penentuan peluang penyilangan yang tepat sangat tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Beberapa metode penyilangan yang dapat dilakukan antara lain metode PMX (Partially Mapped Crossover), metode OX (Order Crossover) dan metode modifikasi. Metode PMX pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg dan Lingle (1985). Metode PMX menghasilkan anak (offspring) dengan memilih sepenggal gen dari induk (parent) yang lain kemudian sisanya diisi dari induknya sendiri
secara berurutan yang tidak sama dengan sepenggal gen yang sudah ada sebelumnya. Batas penggal ditentukan secara acak. Metode OX menghasilkan offspring dengan memilih sepenggal gen dari induknya sendiri kemudian sisanya diisi dari induk yang lain secara berurutan yang tidak sama dengan sepenggal gen yang ada sebelumnya. Batas penggal ditentukan secara acak. Sedangkan metode modifikasi merupakan modifikasi dari metode
crossover yang umum, yaitu bahwa jika diketahui satu batas crossover maka offspring yang dihasilkan bagian kiri berisi penggal gen dari induknya sendiri sampai batas crossover, sedangkan bagian kanan tidak dapat semata-mata mengambil penggal bagian kanan dari induknya yang lain, tetapi mengambil gen dari induk yang lain tersebut secara berurutan yang tidak sama dengan penggal gen yang sudah ada pada offspring. Proses mutasi merupakan perubahan kromosom-kromosom yang akan menghasilkan kromosom anak dengan hanya melakukan satu atau beberapa perubahan terhadap kromosom induk. Mutasi merupakan operator sekunder pada proses reproduksi. Karena itu variabel offspring dimutasi dengan menambahkan nilai random yang sangat kecil, dengan probabilitas rendah (0.001-0.2). Mutasi berperan untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi akibat proses seleksi yang memungkinkan munculnya kembali gen yang tidak muncul pada inisialisasi populasi. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukan kualitas kromosom dalam populasinya. Fungsi fitness merupakan suatu fungsi yang obyektif yang dapat dinyatakan dalam bentuk dan banyak variabel. Semakin besar nilai fungsi
fitness dalam populasi, maka semakin besar pula kemungkinan kromosom tersebut untuk tetap survive pada generasi berikutnya. Fungsi fitness dapat sama atau hasil modifikasi terhadap fungsi tujuan masalah yang hendak diselesaikan. Jika masalahnya adalah masalah optimasi maka fungsi fitnessnya sama atau berbanding lurus dengan fungsi tujuan, sedangkan untuk masalah minimasi, fungsi fitnessnya berbanding terbalik dengan fungsi tujuannya.
2.6. Penelitian JST dan AG di Bidang Teknik Pertanian Penggunaan JST dan AG untuk penelitian sudah banyak dilakukan. Dalam bidang pertanian sudah banyak penelitian yang memanfaatkan JST atau AG atau kombinasi dari keduanya. Program JST dan AG banyak dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan metode konvesional. Suroso (1999), menggunakan metode finite element dan AG untuk optimasi lingkungan mikro pada wadah kultur jaringan. M Khamsi Purnama (2002), menggunakan AG untuk penjadwalan pasokan larutan nutrisi pada media tanam paprika (Capsicum annum L.) dalam hidroponik substrat. Chusnul Arif (2003), menggunakan JST dan AG bersama-sama untuk penjadwalan pasokan larutan nutrisi pada sistem hidroponik substrat tanaman mentimun (Cucumis
sativus L). Dalam penelitian yang lain, Esti Khotifah (2005), melakukan penjadwalan pasokan larutan nutrisi untuk tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada sistem hidroponik substrat menggunakan JST dan AG. Sedangkan Slamet Widodo (2007), menggunakan JST dan AG untuk optimasi komposisi media pembesaran plantlet anggrek Dendrobium Kanayao secara in-vitro.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian mulai dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2008.
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah gabah varietas Ciherang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rice milling unit (RMU) tipe
rubber roll, winower, round perforation, kett mouisture tester, timbangan, tachometer, jangka sorong, ember plastik, terpal, kalkulator dan personal komputer.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Penggilingan gabah a. Gabah kering panen (GKP) dengan kadar air kurang lebih 25% dibeli dari petani sebanyak 7 kwintal, dibagi menjadi 3 gelombang pembelian. b. Gabah kering panen kemudian dikeringkan dengan sinar matahari sampai kadar air yang sudah ditentukan. Selama proses pengeringan, gabah dibersihkan dari kotoran seperti serat daun yang ikut tercampur secara manual. Setelah kadar airnya mencapai kira-kira 18 sampai 20%, gabah dibersihkan dengan winower. Winower merupakan sebuah alat yang mempunyai bilahbilah, yang dapat berputar dengan bantuan motor listrik. Bilah-bilah yang berputar tersebut, akan menghasilkan angin yang alirannya diatur melewati sebuah ruangan bersekat. Sehingga apabila ada gabah yang dilewatkan, maka gabah tersebut akan terpisah sesuai dengan beratnya. Gabah yang sudah dibersihkan diusahakan memenuhi syarat GKG SNI yaitu, jumlah kotoran dan gabah hampa maksimal 3%. c. Gabah yang sudah bersih, kemudian dikeringkan kembali. Selama pengeringan, kadar air diukur dengan menggunakan kett moisture tester. Dalam penelitian ini, kadar air target gabah dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu kadar air 12, 14, dan 16%. Setelah kadar air gabah sesuai dengan kadar air target, maka gabah didiamkan dalam suhu kamar selama satu malam dan siap digiling keesokan harinya. Pendiaman dalam suhu kamar dimaksudkan untuk meratakan kadar air, sehingga tidak terjadi gradien suhu yang tidak merata yang dapat mengakibatkan banyak timbulnya beras patah. d. Sebelum digiling, gabah dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam plastikplastik sampel. Setiap sampel beratnya kurang lebih 10 kg. Setelah ditimbang, maka gabah yang sudah siap digiling dihitung kadar airnya kembali. e. Rice milling unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe rubber roll. Jarak antar rol diatur dengan jarak 0.4, 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8 mm. Sedangkan kecepatan putar rol utama diatur pada kecepatan 1035, 1050, dan 1065 rpm. Gabah yang akan digiling sebanyak 60 sampel, dimana sampel gabah untuk input pada proses training JST sebanyak 45 buah dan sampel gabah untuk input pada proses validasi berjumlah 15 sampel. f. Dari penggilingan 10 kg gabah pada masing-masing sampel, diambil 100 g beras pecah kulit secara acak. Dari 100 g beras pecah kulit tersebut, akan dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan data persentase beras patah dan efisiensi pengupasan. Persentase beras patah dapat dihitung dengan rumus :
WBP x100% .......................................... WPK
BP =
(17)
Dimana : BP = Persentase beras patah (%) WBP = Bobot beras patah (g) WPK = Bobot beras pecah kulit (g) Sedangkan nilai efisiensi pengupasan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 18. EP =
W0 − W1 x100% ..................................... W0
Dimana : EP = Efisiensi pengupasan (%) W0 = Bobot gabah awal (g) W1 = Bobot beras tidak terkupas (g)
(18)
g. Hasil perhitungan efisiensi pengupasan dan persentase beras patah, serta data
input penggilingan seperti kadar air gabah, jarak antar rol, dan kecepatan putar rol utama akan digunakan sebagai input dalam program JST. Untuk selanjutnya pembobot hasil output dari JST digunakan sebagai input pada progam AG. Diagram Alir umum pemprograman dapat dilihat pada Gambar 8.
Mulai
Inisialisasi nilai kecepatan rol utama, jarak antar rol dan kadar air gabah
JST untuk menduga efiisiensi pengupasan dan persentase beras patah
Seleksi
Crossover
Mutasi
Tidak
Generasi Selesai
Ya
Efisiensi pengupasan dan persentase beras patah optimal
Selesai
Gambar 8. Diagram alir umum pemprograman.
3.3.2. Pengembangan jaringan a. Jaringan syaraf tiruan (JST) untuk pendugaan persentase beras patah dan efisiensi pengupasan Hubungan antara faktor-faktor penggilingan dengan persentase beras patah dan efisiensi pengupasan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Belum ada persamaan matematika yang menjelaskan hubungan tersebut. JST dapat digunakan untuk mencari hubungan antara faktor-faktor dalam penggilingan dengan persentase beras patah dan efisiensi pengupasan. Program JST yang akan digunakan yaitu program JST yang dibangun oleh Rudiyanto et al (2003). Model JST yang digunakan terdiri dari tiga layer yaitu
input layer, hidden layer, dan output layer. Data input yang dimasukkan dalam program JST sebanyak empat noda yaitu kecepatan putar rol utama, jarak antar rol, kadar air gabah, dan bias. Sedangkan pada output layer terdapat dua noda yaitu persentase beras patah dan efisiensi pengupasan. Data yang didapatkan dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu set data untuk proses training dan satu set data untuk proses validasi. Untuk menguji kinerja training atau kalibrasi, Osborne et al (1993) menggunakan standard error
of calibration (SEC). SEC dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : SEC =
( y − yˆ )2 nk − 1
…………………………………………… (19)
dimana y adalah efisiensi pengupasan atau persentase beras patah hasil giling. Sedangkan yˆ adalah efisiensi pengupasan dan persentase beras patah hasil pendugaan dengan JST. Keberhasilan proses validasi dapat dilihat dari standard error of prediction (SEP) dan coefficient of variation (CV). Osborne (1993), menghitung SEP dengan persamaan : SEP =
( yi − yˆ i )2 nv − 1
……………………………………….. (20)
Dimana yi adalah efisiensi pengupasan atau persentase beras patah hasil giling untuk proses validasi. Sedangkan yˆ i adalah efisiensi pengupasan atau persentase
beras patah hasil proses validasi JST. Dan nv adalah banyaknya data validasi. CV dihitung dengan formula (Chan et al, 2002;Xiccato et al, 1999) berikut : CV =
SEP x100% ……………………………………………………. (21) y
Dimana y adalah rata-rata efisiensi pengupasan dan persentase beras patah hasil giling. Semakin rendah nilai dari SEC, SEP dan CV, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan dari proses training dan testing pada JST.
b. Algoritma genetika untuk optimasi mutu beras pecah kulit. Program AG ini dibuat dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Program ini bertujuan untuk mengoptimasi parameter mutu beras pecah giling yaitu persentase beras patah dan efisiensi pengupasan. Untuk itu perlu diketahui parameter penggilingan, yaitu kecepatan putar rol utama, jarak antar rol, dan kadar air gabah yang paling baik. Input dari AG ini adalah nilai pembobot (weight) yang menunjukan hubungan input dan output pada proses JST dan parameter penggilingan yang berpengaruh dalam penggilingan gabah.
1 4 2
5
3
Bias
Bias
Keterangan gambar : 1
= RPM rol utama
2
= Jarak antar rol
3
= Kadar air gabah
4
= Efisiensi Pengupasan
5. Beras Patah
Gambar 9. Model JST yang dikembangkan.
Mulai
Input Training
Inisialisasi Pembobot
Perhitungan Nilai Output dan Nilai Kesalahan
Perubahan Nilai Pembobot
Tidak
Error tercapai
ya
Pembobot
Selesai Gambar 10. Diagram alir Backpropagation Neural Network.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Penggilingan Dengan RMU Sebelum memulai proses penggilingan, terlebih dahulu dilakukan analisis kelayakan gabah yang akan digiling. Dari hasil pengamatan diperoleh data seperti pada Tabel 7. Berdasarkan SNI mutu gabah yang akan di giling termasuk dalam gabah mutu I. Tabel 7. Komponen fisik gabah hasil giling. Komponen Mutu
GKG
Kadar Air
13.9 %
Butir hampa/kotoran
1.5 %
Butir kuning/rusak
4%
Butir hijau/mengapur
4.8 %
Butir merah
0%
Setelah diketahui kondisi gabah yang akan digiling, maka GKG siap untuk digiling. Dari hasil penggilingan diperoleh selang nilai data sebagai berikut : Tabel 8. Data selang parameter giling selama proses giling. Layer Input
Output
Parameter Kadar air Kecepatan putar rol utama Kerapatan antar rol Efisiensi pengupasan Persentase beras patah
Selang 11.3-15.6 1035-1065 0.4-0.8 85.2-97.3 4.6-12.3
Satuan % bb rpm mm % %
Kadar air merupakan sebuah besaran yang menunjukkan kandungan air yang terkandung dalam sebuah benda. Untuk penggilingan padi, kandungan kadar air gabah sangat berpengaruh. Semakin rendah kadar airnya, maka gabah tersebut semakin mudah dikupas. Sedangkan gabah yang kadar airnya masih tinggi lebih sulit untuk dikupas. Meskipun bisa dikupas, masih banyak butir padi yang tidak terkupas sempurna. Menurut Waries (2006), kadar air yang optimal untuk dilakukan penggilingan adalah 13 sampai 15%.
Dalam penelitian ini, gabah dibeli dari petani dalam keadaan basah (GKP) yaitu pada saat kadar airnya 20 sampai 27%. Kemudian gabah dikeringkan dengan cara dijemur dengan memanfaatkan sinar matahari. Secara garis besar sampel gabah yang akan digiling, dipisahkan menjadi tiga kelompok, yaitu kadar air 12, 14, dan 16%. Akan tetapi, menentukan tingkat kadar yang tepat sesuai rencana sangat sulit. Kesulitan terutama pada tingkat kadar air 12% dan 16%, karena tingkat kadar air tersebut bukan kadar air keseimbangan untuk gabah, sehingga sifatnya cenderung labil. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kualitas beras pecah kulit hasil gilingan yaitu penyetelan RMU. Pada penelitian ini, penyetelan yang diamati yaitu pada penentuan kecepatan putar rol utama dan jarak antar rol. RMU dengan rubber roll memiliki dua rol. Rol utama dan rol pembantu dihubungkan oleh
sabuk, sehingga berapapun kecepatan rol utama, maka rol pembantu akan menyesuaikan dengan pebandingan kecepatan yang tetap. Kecepatan putar rol utama diatur pada kecepatan 1035, 1050, dan 1065 rpm. Jarak antar rol dapat diatur dengan menggeser rol pembantu. Untuk mengetahui besarnya jarak antar rol, digunakan plat tipis yang sudah diketahui terlebih dahulu ketebalannya. Menurut Waries (2006), Jarak antar rol yang baik untuk mendapatkan kualitas hasil gilingan yang optimum berkisar antara 0.5-0.8 mm. Akan tetapi untuk penelitian ini, digunakan jarak antar rol 0.4-0.8 mm. Kombinasi antara kadar air, jarak antar rol, serta kecepatan putar rol utama untuk masukan proses training JST ditunjukkan oleh Lampiran 1. Sedangkan, untuk proses validasi, kombinasi parameter inputnya dapat dilihat di Lampiran 2.
4.2. Pendugaan Efisiensi Pengupasan dan Persentase Beras Patah dengan Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan digunakan untuk mencari hubungan antara parameter input yang dimasukkan dengan parameter output. Dalam hal ini, parameter input yang akan diproses yaitu kecepatan putar rol utama (rpm), jarak antar rol (mm), dan kadar air gabah yang siap digiling (% bb). Sedangkan parameter output hasil gilingan yang akan dicari yaitu efisiensi pengupasan (%) dan persentase beras patah (%). Hubungan antar parameter input dan parameter output tersebut direpresentasikan dengan nilai pembobot dari masing-masing
noda. Semakin besar nilai pembobot sebuah noda maka, semakin besar pula pengaruhnya terhadap nilai outputnya. Sebaliknya semakin kecil nilai bobot sebuah noda, maka semakin kecil pengaruhnya terhadap nilai output. Pada penelitian ini, jenis JST yang digunakan adalah backpropagation network. Metode ini sangat baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola
yang kompleks. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Sebelum memulai pembelajaran dengan JST, pasangan input dan output yang diperoleh dari pengamatan dibagi menjadi dua bagian terlebih dahulu. Kelompok pertama, digunakan untuk data training, sedangkan kelompok ke dua digunakan untuk proses validasi. Jumlah data untuk proses training harus lebih banyak dari pada data untuk proses validasi. Persentase yang biasa digunakan yaitu untuk data training 75%, sedangkan untuk data testing 25% dari keseluruhan data. Selain itu, data training harus mencakup nilai data maksimum dan minimum. Hal ini penting, untuk menjamin kebenaran saat proses validasi. Proses selanjutnya yaitu menentukan jumlah generasi dan parameter pembelajaran yang akan digunakan. Parameter pembelajaran dalam JST meliputi konstanta laju pembelajaran yang bernilai 0.1 sampai 0.9, konstanta momentum yang bernilai 0.1 sampai 0.9, dan konstanta persamaan sigmoid yang bernilai 1 untuk semua fase. Pada penelitian ini, dilakukan metode trial and error dalam menentukan kombinasi jumlah generasi dan parameter laju pembelajaran untuk mendapatkan nilai SEC, SEP dan CV terkecil. Hasil pencarian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Uji keberhasilan hasil pendugaan dengan JST Ulan gan 1 2 3 4
Jumlah iterasi 31000 30000 31000 35000
Jumlah noda Efisiensi pengupasan hidden layer SEC SEP CV 5 1.21 1.36 1.46 5 1.39 1.32 1.42 6 1.38 1.29 1.39 5 1.36 1.15 1.23
Persentase patah SEC SEP 0.88 1.75 0.95 1.79 0.90 1.8 0.94 1.74
beras CV 23.57 24.05 24.23 23.46
Data pada Tabel 9, didapatkan dengan terlebih dahulu menetapkan nilai learning rate 0.6, konstanta momentum 0.6, konstanta persamaan sigmoid 1.
Untuk proses selanjutnya dipilih data pada ulangan pertama, karena memiliki kombinasi SEC, SEP, dan CV terbaik dibandingkan ulangan yang lain. Tampilan program JST dapat dilihat di Gambar 11.
Gambar 11. Tampilan saat proses pembelajaran JST (Rudiyanto et al, 2003). Selain menghasilkan pendugaan nilai output, JST juga menghasilkan nilai pembobot tiap-tiap noda. Dalam penelitian ini dihasilkan pembobot sebanyak 25 nilai. Dimana nilai pembobot ini akan diteruskan ke program algoritma genetika untuk mencari nilai parameter input yang terbaik untuk menghasilkan kombinasi efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang optimal.
4.3. Optimasi Efisiensi Pengupasan dan Persentase Beras Patah dengan Algoritma Genetika Algoritma genetika (genetic algorithm) digunakan untuk mendapatkan kombinasi yang paling optimal antara kecepatan putar rol utama, jarak antar rol, dan kadar air gabah sehingga dihasilkan kombinasi efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang optiimal. Sebelum melakukan proses optimasi, terlebih dahulu harus memasukkan parameter-parameter algoritma genetika. Nilai parameter-parameter yang dimasukkan ke program AG, dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Parameter-parameter algoritma genetika
Parameter
Nilai
Target generasi
40
Jumlah individu dalam populasi
20
Jumlah gen dalam satu kromosom
3
Crossover rate
40%
Mutation rate
1%
Target generasi bisa ditentukan menurut kebutuhan, melihat konvergensi dari kurva masing-masing data yang akan ditampilkan. Jumlah individu dalam populasi ditentukan 20 individu. Penentuan jumlah individu lebih dari satu dalam suatu populasi, bertujuan untuk memberikan alternatif kepada programmer atau pengguna untuk memilih salah satu individu, untuk dijadikan data untuk pembuatan kurva hasil. Jumlah gen, menunjukan banyaknya variabel input yang akan dilakukan optimasi. Crossover rate ditentukan 40%, sehingga diharapkan 40% individu baru
berasal dari proses pindah silang. Sedangkan untuk mutasi ditentukan jumlahnya sebesar 1% dari jumlah individu dalam populasi untuk setiap proses regenerasi. Mutasi bertujuan untuk simulasi efek error yang bisa terjadi dengan tingkat probabilitas yang rendah. Mutasi akan melahirkan gen-gen baru yang hilang akibat adanya proses seleksi. Dalam program AG yang berfungsi untuk menyeleksi kromosom adalah fungsi fitness. Dalam penelitian ini, fungsi tujuannya adalah efisiensi pengupasan
dan persentase beras patah. Dimana, untuk efisiensi pengupasan diharapkan didapatkan nilai setingi-tingginya, dan nilai persentase beras patah diharapkan kromosom yang survive memiliki nilai serendah-rendahnya. Untuk itu, diperlukan fungsi fitness yang sesuai, sehingga didapatkan kombinasi efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang optimal. Derajat prioritas efisiensi pengupasan dan persentase beras patah ditentukan sama pentingnya. Untuk itu perlu ditambahkan suatu konstanta penyeimbang. Dalam hal ini, nilai kontantanya adalah 610. Fungsi fitness program dapat dilihat pada Persamaan 22. Fitness = EP +
610 ................................................ BP
(22)
Dimana : EP = fungsi obyektif efisiensi pengupasan (%) BP = fungsi obyektif persentase beras patah (%) Setelah parameter-parameter AG dan data pembobot dari JST dimasukkan ke program AG, maka program siap untuk dijalankan. Tampilan program AG saat dijalankan dapat dilihat pada Gambar 12. Grafik efisiensi pengupasan, persentase beras patah, jarak antar rol, kecepatan putar rol utama, dan kadar air hasil optimasi dapat dilihat pada Gambar 13 sampai 18. Dari grafik-grafik tersebut, dapat dilihat bahwa program AG telah berhasil melakukan optimasi terhadap kecepatan putar rol utama dan jarak antar rol RMU, serta kadar air gabah. Keberhasilan optimasi dapat dilihat dari konstannya grafik dimulai pada nilai tertentu, sampai akhir generasi. Kecepatan putar rol utama konvergen paling cepat diantara parameter yang lain, hal ini terjadi karena jumlah variasi data kecepatan putar rol utama yang lebih sedikit dibandingkan parameter yang lainnya. Program AG juga berhasil menentukan nilai efisiensi pengupasan dan persentase beras patah yang optimal. Efisiensi pengupasan dan persentase beras patah mulai konvergen pada nilai tertentu pada generasi ke-11 dari total 40 generasi. Hasil optimasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Gambar 12. Tampilan program AG untuk optimasi parameter giling.
Gambar 14. Nilai beras patah selama proses regenerasi.
Jarak Antar Rol (mm)
0.7
0.6
0.5
0.4 0
10
20
30
40
Generasi
Gambar 15. Nilai jarak antar rol selama proses regenerasi.
Kadar Air (%)
14.2
13.8
13.4
13 0
10
20
30
Generasi
Gambar 16. Nilai kadar air selama proses regenerasi.
40
Gambar 17. Nilai kecepatan putar rol selama proses regenerasi. Tabel 11. Hasil optimasi parameter input dan output dengan AG.
Hasil keluaran program
Nilai
Satuan
Jarak antar rol
0.64
mm
Kecepatan putar rol utama
1065
rpm
Kadar air
13.1
% bb
Efisiensi pengupasan
95.8
%
Persentase beras patah
5.7
%
Nilai efisiensi pengupasan menggambarkan persentase gabah yang berhasil dikupas saat proses penggilingan. Hasilnya bagus jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu sebesar 95.8% gabah berhasil dikupas dengan sekali ulangan (satu lintasan). Persentase beras patah dalam penelitian ini, nilainya cukup tinggi 5.7% untuk beras PK. Beras PK ini masih harus disosoh, dimana berdasarkan pemutuan beras oleh SNI, beras PK hasil optimasi maksimal hanya akan masuk pada kelas mutu II.
Tingginya nilai
persentase beras patah disebabkan karena kualitas gabah yang digiling, meskipun termasuk mutu I, tetapi mendekati mutu II. Selain itu juga kondisi RMU yang sudah lama tidak digunakan untuk menggiling gabah. Jarak antar rol, sangat berpengaruh terhadap kualitas giling. Semakin rapat jarak antar rol, maka semakin besar kemungkinan beras untuk patah. Tapi di satu
sisi, efisiensi pengupasannya semakin tinggi. Jika jarak antar rol semakin lebar, maka efisiensi pengupasan akan rendah, tapi beras patah akan lebih sedikit. Jarak rol gilingan yang bagus, kerapatannya harus lebih kecil dari diameter gabah. Lebar dari gabah varietas Ciherang yaitu 2.72 mm, sedangkan ketebalannya 2.15 mm. Menurut Waries (2006), jarak antar rol yang optimal untuk penggilingan gabah 0.5-0.8 mm. Jadi jarak antar rol 0.64 mm hasil optimasi program AG, sesuai dengan literatur. Kecepatan putar rol, berpengaruh juga terhadap efisiensi pengupasan dan persentase beras patah. Dalam program ini, kecepatan putaran rol hanya diwakili oleh kecepatan putar rol utama saja. Hal itu dilakukan karena perputaran rol utama dan rol pembantu memiliki rasio putaran yang tetap, karena kedua rol dihubungkan dengan sabuk. Terkupas tidaknya gabah dipengaruhi oleh seberapa lama gabah tersebut kontak dengan rol dan seberapa besar tekanan yang diterima gabah, sehingga sekamnya bisa terkupas. Untuk bisa mengupas sekam gabah, diperlukan dua putaran rol yang berlawanan arah, dimana besar kecilnya tekanan dipengaruhi oleh kecepatan putar rol. Semakin cepat putaran rol, maka semakin besar tekanan yang diterima butir gabah. Tapi semakin cepat kecepatan putar rol, maka semakin kecil waktu kontak dengan butir gabah, dan jika tekanannya terlalu besar maka ada kemungkinan butir gabah akan rusak. Menurut Waries (2006), semakin cepat putaran rol maka semakin tinggi nilai efisiensi pengupasan, tapi di satu sisi semakin tinggi pula persentase beras patahnya. Pengaruh kadar air gabah terhadap mutu penggilingan akan sangat berpengaruh pada rendahnya efisiensi pengupasan. Gabah yang digiling pada kadar air tinggi (>16%) akan cenderung sulit untuk dikupas. Kalaupun bisa dikupas, hasilnya kurang begitu bagus. Masih banyak dijumpai beras yang separuh terkupas. Sehingga akan menggangu pada proses selanjutnya yaitu pada proses penyosohan. Menurut Waries (2006), pengupasan yang optimal adalah ketika gabah yang akan digiling memiliki kadar air 13-15%. Sesuai dengan hasil optimasi program AG yaitu pada kadar air 13.1%. Kadar air juga berpengaruh pada persentase beras patah. Gabah akan baik mutu gilingnya jika digiling mendekati kadar air kesetimbangannya. Jika terlalu
rendah kadar airnya maka semakin tinggi persentase beras patahnya. Begitu juga jika kadar airnya terlalu tinggi.
4.4. Aplikasi Program Hasil optimasi dari program AG yang diperlihatkan pada Tabel 11, pada kenyataanya sangat sulit diterapkan di masyarakat. Kesulitan utama terletak pada pengaturan jarak antar rol. Di masyarakat, pengaturan jarak antar rol dilakukan secara manual dengan memutar sebuah tuas. Tuas tersebut sangat sederhana, hanya dilengkapi dengan grid-grid sebagai penanda. Jarak antar grid sama dengan 0.1 mm jarak antar rol. Parameter giling lain yang harus disesuaikan, yaitu penentuan nilai kadar air gabah. Hasil optimasi dengan program AG, ditetapkan jika kadar air optimal untuk penggilingan padi Ciherang sekali lintasan yaitu sebesar 13.1%. Akan tetapi, prakteknya sangat sulit mendapatkan nilai kadar air tersebut. Maka dari itu, perlu dilakukan modifikasi pada program, agar pengoptimasian bisa dilakukan dengan berbagai nilai kadar air. Hasil modifikasi program AG, dapat dilihat pada Gambar18. Kadar air dimasukkan dalam frame input, sehingga pengguna tinggal memasukkan nilai kadar air gabah yang akan digiling. Dengan memasukkan kadar air pada frame input, maka pengguna tidak lagi terpatok pada kadar air optimal yaitu 13.1%, tapi
pengguna bebas melakukan optimasi pada berbagai tingkat kadar air, tergantung dari gabah yang akan digiling. Hasil keluaran jarak antar rol pada program AG juga disesuaikan dengan kenyataan di lapangan, dimana hasil yang dikeluarkan hanya satu digit di belakang koma menyesuaikan dengan grid pada tuas pengaturan jarak antar rol di RMU. Hasil optimasi program AG termodifikasi ditunjukan oleh Tabel 12 dan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 6. Dari hasil optimasi tersebut diketahui jika parameter giling yang paling berpengaruh terhadap mutu giling yaitu kadar air gabah dan jarak antar rol. Kecepatan putar rol utama hasil optimasi konstan untuk berbagai penggilingan dengan kadar air yang berbeda, yaitu sebesar 1065 rpm. Perbandingan antara nilai kadar air dan jarak antar rol ditunjukkan oleh Gambar 18.
Tabel 12. Hasil optimasi jarak dan kecepatan putar rol pada berbagai tingkat kadar air. Kadar air (%)
Jarak antar rol (mm)
Kecepatan putar rol utama (rpm)
Efisiensi pengupasan (%)
12 13 14 15
0.7 0.6 0.6 0.6
1065 1065 1065 1065
95.9 95.8 95.4 94.1
Persentase beras patah (%) 5.8 5.7 5.8 5.9
Jarak antar rol (mm)
0,8
0,7
0,6
0,5 11
11,5
12
12,5
13
13,5
14
14,5
15
15,5
16
Kadar air (%)
. Gambar 18. Hubungan kadar air dengan jarak antar rol hasil optimasi
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Mutu dari beras pecah kulit dapat dilihat dari nilai efisiensi pengupasan dan persentase beras patahnya. Beras pecah kulit yang baik, memiliki nilai efisiensi pengupasan sekam tinggi sedangkan persentase beras patahnya rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu beras pecah kulit yaitu kondisi dari GKG yang akan digiling, kadar air gabah, serta penyetelan RMU oleh operator. Penyetelan yang dimaksud adalah jarak antar rol, dan kecepatan putar rol. Dalam penelitian ini, parameter yang diteliti pengaruhnya terhadap mutu beras pecah kulit yaitu kadar air gabah, jarak antar rol, dan kecepatan putar rol. Jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk menduga parameterparameter input giling seperti kadar air, jarak antar rol, dan kecepatan putar rol utama. Selain itu juga dapat menduga besarnya efisiensi pengupasan dan persentase beras patah. Keberhasilan tingkat pendugaan dapat dilihat dari nilai SEC, SEP, dan CV. Dari hasil beberapa kali percobaan, didapatkan nilai yang paling baik yaitu untuk efisiensi pengupasan didapatkan nilai SEC 1.21, SEP 1.36, dan CV 1.46%. Sedangkan untuk persentase beras patah didapatkan nilai SEC 0.88, SEP 1.75, dan CV 23.57%. Dari proses optimasi dengan AG, diketahui dengan input gabah varietas Ciherang mutu I, digiling menggunakan RMU tipe rubber roll dengan sekali lintasan menghasilkan efisiensi pengupasan optimum 95.8%, dan persentase beras patah minimum 5.7%. Nilai optimum tersebut dicapai dengan melakukan penggilingan gabah dengan kadar air 13.1% bb, dengan mengeset jarak antar rol 0.64 mm dan kecepatan putar rol utama 1065 rpm. Akan tetapi, dalam kenyataan di lapangan sangat sulit mendapatkan nilai jarak antar rol 0.64 mm dan kadar air 13.1%. Untuk itu, perlu dilakukan modifikasi program AG untuk mendapatkan hasil optimasi yang bisa diterapkan di masyarakat. Dari hasil optimasi diketahui jika gabah digiling dengan kadar air 13.1%, maka jarak antar rol dan kecepatan putar rol utama paling optimal untuk RMU tipe rubber roll milik Departemen Teknik Pertanian IPB harus disetel pada 0.6 mm dan 1065 rpm. Dari program AG juga diketahui jika parameter giling yang paling berpengaruh terhadap mutu giling yaitu kadar air dan jarak antar rol.
Sedangkan kecepatan putar rol utama pada penggilingan dengan berbagai tingkat kadar air cenderung konstan pada 1065 rpm. Penggilingan dengan kadar air 11.312.5% optimal digiling dengan jarak antar rol 0.7 mm, sedangkan penggilingan dengan kadar air 12.6-15.6% optimal digiling pada jarak antar rol 0.6 mm.
5.2. Saran Kualitas beras hasil gilingan akan berpengaruh terhadap nilai jual beras tersebut. Semakin baik kualitas beras hasil gilingan, maka semakin tinggi juga harganya. Jadi dengan semakin tinggi kualitas beras hasil gilingan maka semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan petani. Untuk mendapatkan kualitas giling yang optimal, maka RMU tipe rubber rol yang dimiliki Departemen Teknik Pertanian IPB, sebaiknya dalam melakukan
penggilingan pada input gabah 13.1% dengan penyetelan jarak antar rol 0.6 mm dan kecepatan putar rol utama 1065 rpm. Untuk kedepannya masih diperlukan lagi penelitian-penelitian yang lain, yang berorientasi pada peningkatan mutu hasil gilingan. Seperti optimasi mutu gilingan dengan menggunakan jenis RMU yang lain, penggilingan dengan menggunakan dua atau tiga lintasan, optimasi dengan varietas padi yang lain atau optimasi sampai tahap beras sosoh. Jadi sangat diharapkan peran aktif dari pihak mahasiswa dan peneliti untuk terus meningkatkan kesejahteraan petani dengan menemukan metode-metode baru yang mampu meningkatkan mutu beras hasil giling.
DAFTAR PUSTAKA Adrizal. 2007. Pendugaan Komposisi Nutrien Tepung Ikan dengan Jaringan Syaraf Tiruan Berdasarkan Absorbsi Near Infrared. Disertasi. Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonimous. 2008. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk. Data Statistik Indonesia. http:// www.datastatistik-indonesia.com/content/view/919/934. [28 Agustus 2008] Anonimous.2008. Produksi Padi Maret-April Diperkirakan 19.3 juta ton. http:// www.Kompas.com/bisnis dan keuangan/ekonomi. [28 Agustus 2008] Arif, C. 2003. Penjadwalan Pasokan Larutan Nutrisi Pada Sistem Hidroponik Substrat Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Menggunakan Artificial Neural Network dan Genetic Algoritms. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Budiastra, I. Wayan. 2005. Teknologi Penanganan Pasca Panen Padi. Diktat Kuliah. Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Chan DE, Walker PN, Mills EW. 2002. Predicting of pork quality characteristics using visible and near infrared spectroscopy. Trans. ASAE 45(5):15191527. Fu, G. 1994. Neural Networks in Computer Intelligence. McGraw-Hill Inc. Singapore. Goldberg, D. E. 1989. Genetic Algorithms in Search, Optimization, and Machine Learning. Addison-Wesley, Reading, MA. Hermanto.2006.Warta Penelitian dan Pengembangan PertanianVol.28,No.2. [Artikel]Hal:14-15. Khotifah, E. 2005. Penjadwalan Pasokan Larutan Nutrisi Untuk Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Pada Sistem Hidroponik Substrat Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kusumadewi, Sri. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Graha Ilmu, Yogyakarta. Listyawati.2007.Kajian Susut Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah Terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang.Skripsi.Program Studi Ilmu Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Osborne BG, Fearn T, Hindle PH. 1993. Practical NIR spectroscopy with Aplications in Food and Beverage Analysis. Singapore: Longman Publishers.
Purnama, M. Khamsi. 2002. Penjadwalan Pasokan Larutan Nutrisi Pada Media Tanam Paprika (Capsicum annum L.) dalam Hidroponik Substrat Menggunakan Genetic Algorithms. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Puspitaningrum, 2006. Pengantar Jaringan Saraf Tiruan. Penerbit Andi, Yogyakarta. Rudiyanto, Budi I. Setiawan, Suroso.2005. Estimation of Soil Hydraulic Properties from Particle Size Distribution Using Artificial Neural Network. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 19: 127-137. Suroso, 1999. Optimization of Temperature Distribution inside the Culture Vessel. Disertasi. Osaka Prefecture University, Japan. Suyanto. 2005. Algoritma Genetika dalam MATLAB. Penerbit Andi, Yogyakarta. Wahab, Wahidin. 2000. Algoritma Genetik : Suatu Terobosan untuk Masalah Optimasi Sistem. Makalah. Jurusan Elektro Universitas Indonesia, Jakarta. Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widodo, S. 2007. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetik Untuk Optimasi Komposisi Media Pembesaran Plantlet Anggrek Dendrobium Kanayao Secara In-Vitro. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Data hasil giling untuk input proses training JST. No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Kecepatan putar rol (rpm)
797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065
Kadar air (%)
11.29 13.99 15.25 11.79 13.69 15.6 11.59 13.99 15.55 11.59 14.09 15.4 12.09 13.84 15.3 12.27 12.79 15.25 12.09 12.85 15.5 12.04 12.99 15.3 11.99 12.99 15.25 12.04 13.29 15.2 12.04 14.14 15.5 12.11 14.34 15.48 12.09 14.39 15.45 12.09 14.19 15.45 12.06
Jarak antar rol (mm)
0.8 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4 0.4 0.4 0.8 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4 0.4 0.4 0.8 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4
Efisiensi pengupasan (%)
93.56 85.22 88.22 94.62 89.93 88.73 95.47 93.84 92.6 95.24 95.87 92.43 96.51 95.54 94.54 91.37 89.26 88.09 92.13 93.11 87.5 94.77 93.59 89.26 96.42 95.87 92.92 94.97 95.06 94.22 94.29 91.05 89.14 94.44 96.09 89.34 96.54 94.81 95.44 97.17 93.87 95.44 97.29
Persentase beras patah (%)
11.48 8.86 6.97 12.34 7.89 7.65 8.83 6.77 5.62 9.85 7.84 7.58 9.58 7.3 5.90 9.72 6.45 9.35 5.89 6.72 5.89 6.69 6.67 5.28 6.49 6.82 6.65 6.11 6.71 6.13 6.13 4.93 6.55 5.96 5.53 6.30 7.08 5.26 6.04 6.89 4.61 7.33 7.74
44 45
820-1065 820-1065
14.09 15.5
0.4 0.4
95.34 91.6
6.73 7.31
Lampiran 2. Data hasil giling untuk proses validasi JST. No
Kecepatan putar rol (rpm)
Kadar air (%)
Jarak antar rol (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 797.72-1035 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 807.73-1050 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065 820-1065
13.57 13.39 13.19 14.39 14.64 14.64 15.1 15.35 13.17 13.04 13.09 14.8 13.09 15.15 15
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4
Efisiensi pengupasan (%)
89.85 89.68 93.44 94.07 94.09 88.64 92.27 91.55 95.45 94.69 93.77 92.96 94.66 94.17 95.6
Persentase beras patah (%)
7.35 5.71 7.6 6.44 7.04 7.53 8.08 6.18 6.38 8.78 9.21 8.06 5.74 8.64 8.58
Lampiran 3. Hasil proses training JST. No
EP JST (%)
EP aktual (%)
BP JST (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
93.33 88.066 87.22 93.568 90.15 89.113 95.421 92.031 91.617 96.572 94.067 93.927 96.815 95.473 95.327 91.132 90.046 86.568 93.184 91.848 88.447 94.884 93.609 90.827 96.023 95.005 92.525 96.509 95.235 93.131 93.884 91.74 89.652 95.349 93.525 91.815 96.352 94.881 93.37 96.613 95.523 93.858
93.56 85.22 88.22 94.62 89.93 88.73 95.47 93.84 92.6 95.24 95.87 92.43 96.51 95.54 94.54 91.37 89.26 88.09 92.13 93.11 87.5 94.77 93.59 89.26 96.42 95.87 92.92 94.97 95.06 94.22 94.29 91.05 89.14 94.44 96.09 89.34 96.54 94.81 95.44 97.17 93.87 95.44
11.734 8.894 7.808 10.706 8.429 6.993 10.295 7.407 6.442 9.868 6.851 6.109 9.006 6.999 6.128 7.546 7.336 7.201 7.103 6.821 6.738 6.782 6.456 6.377 6.835 6.468 6.313 7.181 6.842 6.707 6.028 6.146 6.458 5.818 5.885 6.121 5.889 5.824 6.005 6.362 6.15 6.281
BP aktual (%) 11.48 8.86 6.97 12.34 7.89 7.65 8.83 6.77 5.62 9.85 7.84 7.58 9.58 7.3 5.9 9.72 6.45 9.35 5.89 6.72 5.89 6.69 6.67 5.28 6.49 6.82 6.65 6.11 6.71 6.13 6.13 4.93 6.55 5.96 5.53 6.3 7.08 5.26 6.04 6.89 4.61 7.33
Kecepatan rol utama (rpm) 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1050 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065
Kadar air (%)
11.29 13.99 15.25 11.79 13.69 15.6 11.59 13.99 15.55 11.59 14.09 15.4 12.09 13.84 15.3 12.27 12.79 15.25 12.09 12.85 15.5 12.04 12.99 15.3 11.99 12.99 15.25 12.04 13.29 15.2 12.04 14.14 15.5 12.11 14.34 15.48 12.09 14.39 15.45 12.09 14.19 15.45
Jarak antar rol (mm)
0.8 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4 0.4 0.4 0.8 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4 0.4 0.4 0.8 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5
43 44 45
96.464 95.24 93.29
97.29 95.34 91.6
7.048 6.891 7.012
7.74 6.73 7.31
1065 1065 1065
12.06 14.09 15.5
0.4 0.4 0.4
Lampiran 4. Data hasil proses validasi JST. Efisiensi pengupasan pendugaan JST (%)
Efisiensi pengupasan hasil giling (%)
Persentase beras patah pendugaan JST (%)
Persentase beras patah hasil giling (%)
Kecepatan putar rol utama (rpm)
1
88.572
89.85
9.373
7.35
1035
2 3
90.534 92.823
89.68 93.44
8.769 8.231
5.71 7.6
1035 1035
4
93.967
94.07
6.637
6.44
1035
5
95.296
94.09
6.455
7.04
1035
6
87.085
88.64
7.186
7.53
1050
7
88.719
92.27
6.732
8.08
1050
8
90.791
91.55
6.377
6.18
1050
9
94.793
95.45
6.434
6.38
1050
10 11
95.525 93.072
94.69 93.77
6.88 6.002
8.78 9.21
1050 1065
12 13
92.861 96.051
92.96 94.66
5.973 5.758
8.06 5.74
1065 1065
14 15
94.301 94.052
94.17 95.6
6.241 6.959
8.64 8.58
1065 1065
No
Kadar air (%)
13.57 13.39 13.19 14.39 14.64 14.64 15.1 15.35 13.17 13.04 13.09 14.8 13.09 15.15 15
Jarak antar rol (mm)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4
Lampiran 5. Nilai pembobot hasil keluaran proses training JST. No
Nilai pembobot
1
-1.01 3.99 1.13 1.55 -2.57 1.06 1.96 0.69 0.031 2.43 -0.24 -2.63 -3.76 0.99 -3.24 1.61 2.41 -4.66 3.05 0.58 -1.48 -0.79 1.7 -0.96 2.63
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Lampiran 6. Hasil optimasi program AG berdasarkan nilai kadar air. Kadar air (%) 11.3 11.4 11.5 11.6 11.7 11.8 11.9 12 12.1 12.2 12.3 12.4 12.5 12.6 12.7 12.8 12.9 13 13.1 13.2 13.3 13.4 13.5 13.6 13.7 13.8 13.9 14 14.1 14.2 14.3 14.4 14.5 14.6 14.7 14.8 14.9 15 15.1 15.2 15.3 15.4 15.5 15.6
Jarak antar rol (mm) 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6
Kecepatan putar rol utama (rpm) 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065 1065
EP (%)
BP (%)
95.8 95.8 95.9 95.9 95.9 95.9 95.9 95.9 95.9 95.9 95.9 95.8 95.8 96.3 95.9 96.3 96.2 95.8 95.7 95.8 95.7 95.9 95.9 95.8 95.4 95.4 95.3 95.4 95.3 95 94.8 95 94.6 94.5 94.6 94.4 94.3 94.1 93.9 93.7 93.7 93.5 93.4 93.2
6 6 5.9 5.9 5.9 5.9 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 5.7 5.8 5.7 5.8 5.8 5.7 5.7 5.7 5.7 5.8 5.8 5.8 5.7 5.7 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 5.9 5.9 5.9 5.9 5.9 6 6 6 6 6
Lampiran 7. Sortasi gabah menggunakan winower.
a. Pemasukkan gabah pada hopper winower.
b. Pemisahan gabah berdasarkan berat jenis
Lampiran 8. Peralatan giling dan sortasi beras.
a. RMU tipe rubber roll.
b. Round perforation untuk memisahkan beras kepala dan beras patah.
Lampiran 9. Sortasi beras pecah kulit secara manual.
a. Pemisahan beras kepala, beras patah, dan gabah tak terkupas.
b. Hasil sortasi beras pecah kulit hasil giling.
Lampiran 10. Penimbangan beras pecah kulit.
Lampiran 11. Tampilan program AG yang siap digunakan.
Lampiran 12. Algoritma program AG. ' Open File Data Optimasi GA Sub Openfile(Filename) Open Filename For Input As #1 ' Identifikasi Jumlah Layer Input #1, nl ' Form2.Print nl ' Identifikasi Jumlah Unit masing-masing Layer (1,2,3) For ii = 1 To nl Input #1, nn(ii) Next ii ' Form2.Print nn(1) ' Form2.Print nn(2) ' Form2.Print nn(3) ' Identifikasi Sampai Jumlah Unit Layer 1 (Layer Input) For ii = 1 To nn(1) Input #1, maxi(ii) Input #1, mixi(ii) Next ii ' Identifikasi Sampai Jumlah Unit Layer Terakhir (Layer Output) For ii = 1 To nn(nl) Input #1, maxo(ii) Input #1, mixo(ii) Next ii ' Identifikasi Nila Eta, Alpha, Temp Input #1, eta Input #1, alpha Input #1, temp For ii = 1 To nl ' Identifikasi Layer For kk = 1 To nn(ii) ' Identifikasi Masing-2 Unit pada Layer For jj = 1 To nn(ii - 1) Input #1, w(ii - 1, jj, kk) ' Identifikasi Nilai Weight Next jj Next kk Next ii Input #1, ite ' Identifikasi jumlah Iterasi Input #1, erx ' Identifikasi Error terakhir Close #1 Exit Sub errhandler: MsgBox "Error encountered while trying to open file, please retry.", 48, "Back Propagation" Exit Sub End Sub
Private Sub Form_Load() VScroll1.Min = 0 VScroll1.Max = 100 VScroll1.SmallChange = 5 VScroll2.Min = 0 VScroll2.Max = 4000 VScroll2.SmallChange = 5 End Sub Private Sub mnuexit_Click() Unload Me End Sub Private Sub mnuopbobot_Click() On Error GoTo errhandler Select Case Index 'Check index value of selected menu item. Case 0 'If index = 1, the user chose "Open..." 'Set filters CommonDialog1.Filter = "Training Data Files (*.trn)|*.trn|All Files (*.*)|*.*" 'Specify default filter CommonDialog1.FilterIndex = 1 'display the File Open dialog CommonDialog1.Action = 1 Filename = CommonDialog1.Filename Openfile (Filename) End Select errhandler: 'user pressed cancel button Exit Sub End Sub Private Sub Mnureset_Click() Text1.Text = " " Text2.Text = " " Text3.Text = " " List1.Clear List2.Clear List3.Clear List4.Clear List5.Clear End Sub
Private Sub mnurun_Click() Dim bs$ Dim cn$ Dim muta$(50, 50) Dim an(50, 50) Dim binary$(100, 100) Dim bn$(50) Dim PARA1(50, 50) Dim PARA(50, 50) Dim ER(50, 50) Dim RND1(51) Dim RND2(51) Dim WW(20) Dim mm Dim adeci Dim km, b6 '================================== ' ++++++++++ input for GA ++++++++++ ' =================================== ' ng = Val(Text1.Text) ' pr = Val(Text2.Text) ' exc = Val(Text3.Text) ' itr = Val(Text4.Text) ' pmut = Val(Text13.Text) ' ******************************* ' ****** GENETIC ALGORITHM ****** ' ******************************* ' ng = InputBox("How many genes (stings)do you want ","NG",20) ' If ng <= 0 Or ng > 50 Then ng = 50 ' pr = InputBox("Crossover changes (less than 30%)[0,30]","PR",25) ' If pr <= 0 Or pr > 30 Then pr = 30 ' cut = InputBox("No. of cuts for the genes(2,4,8,16)","CUT",4 ' If cut<>2 And cut<>4 And cut<>8 And cut<>16 Then cut = 16 ' exc = InputBox("Magnification crossover ratio[0,1.66]","EXC",1.2) Dim RD(20): RD(0) = itr Dim ORD(100), CT$(100, 100), ACM$(50, 50) rr = Val(Mid$(Time$, 7, 2)) * Val(Mid$(Time$, 4, 2)) + Val(Mid$(Time$, 7, 2)) ' =============================== ' OPTIMIZING BY GENETIC ALGORITHM ' =============================== ' Cls Randomize rr GoSub TRAIN
Open "D:\Kak Gun\Program GA\Efisiensi Pengupasan.TXT" For Output As #2 Open "D:\Kak Gun\Program GA\Beras Patah.txt" For Output As #9 Open "D:\Kak Gun\Program GA\RPM.txt" For Output As #5 Open "D:\Kak Gun\Program GA\Jarak Rol.txt" For Output As #3 Open "D:\Kak Gun\Program GA\Kadar Air.txt" For Output As #4 nf = 3 exc = 1 ng = 20 cut = 2 pr = Val(Text1.Text) itr = Val(Text2.Text) pmut = Val(Text3.Text) pr = Int(pr * ng / 100) For iCount = 1 To itr ' GoSub BINA: ' *BINA If FLG = 0 Then GoTo CONT1 Else GoSub DNAX ' *DNAX CONT1: GoSub DECI ' *DECI GoSub EVAL ' *EVAL GoSub PRLF ' *PRLF GoSub OPT ' *OPT FLG = 1 ' Initial random input Next iCount For i = 1 To 10 Beep Next i Close GoTo finish: ' ' BINARY TRANSLATION ' ' SUBROUTINE*BINA BINA: For k = 1 To nf For i = 1 To ng binary$(i, k) = "" Next i Next k For k = 1 To nf For i = 1 To ng If FLG = 0 Then an(i, k) = Int(63 * Rnd) b6 = an(i, k) For j = 1 To 6 bn$(j) = b6 Mod 2 b6 = Int(b6 / 2)
Next j For j = 6 To 1 Step -1 binary$(i, k) = binary$(i, k) + bn$(j) Next j Next i Next k Return ' ' CROSSOVER ' ' SUBROUTINE *DNAX DNAX: L=1 For i = 1 To Int(pr * exc) ' crossover point poc = Int(Rnd * 5) + 1 For k = 1 To nf CT$(i, k) = Mid$(binary$(i, k), poc, 6 + 1 - poc) ACM$(i, k) = Mid$(binary$(i, k), 1, poc) Next k L=L+1 Next i For i = 1 To L - 1 CONT2: ORD(i) = Int((L - 1) * Rnd) + 1 If i = 1 Then GoTo CONT3 For j = i - 1 To 1 Step -1 If ORD(i) = ORD(j) Then GoTo CONT2 Next j CONT3: Next i L=1 For i = 1 To pr For mm = 1 To nf: binary$(i, mm) = ACM$(i, mm) Next mm For k = 1 To nf binary$(i, k) = binary$(i, k) + CT$(ORD(L), k) Next k L=L+1 Next i ' Mutation For i = 1 To pr For k = 1 To nf muta$(i, k) = binary$(i, k) Next k Next i For i = 1 To pr If Rnd < pmut Then For k = 1 To nf
nmm = Int(Rnd * 6 + 0.5) For j = 1 To 6 If j = nmm Then mut(i, j, k) = Str(1 - Val(Mid$(muta$(i, k), j, 1))) Else mut(i, j, k) = Mid$(muta$(i, k), j, 1) End If Next j Next k Else For k = 1 To nf For j = 1 To 6 mut(i, j, k) = Mid$(muta$(i, k), j, 1) Next j Next k End If Next i For i = 1 To pr For k = 1 To nf For j = 1 To 6 binary$(i, k) = binary$(i, k) + mut(i, j, k) Next j Next k Next i Return ' ' DECIMAL TRANSLATION ' ' SUBROUTINE*DECI DECI: For i = 1 To ng For j = 1 To nf cn$ = binary$(i, j): PARA(i, j) = 0 For k = 6 To 1 Step -1 adeci = Val(Mid$(cn$, k, 1)) PARA(i, j) = PARA(i, j) + adeci * 2 ^ (6 - k) Next k If j = 1 Then PARA(i, j) = 30 * (PARA(i, j) / 63!) + 1035 ' RPM If j = 2 Then PARA(i, j) = 0.4 * (PARA(i, j) / 63!) + 0.4 ' Jarak rol If j = 3 Then PARA(i, j) = 4.31 * (PARA(i, j) / 63!) + 11.29 ' Kadar air Next j List1.AddItem PARA(i, 1) Print #5, PARA(i, 1) List2.AddItem PARA(i, 2) Print #3, PARA(i, 2) List5.AddItem PARA(i, 3) Print #4, PARA(i, 3) Next i
Return ' ' ERROR CALCULATION ' ' SUBROUTINE * EVAL EVAL: For j9 = 1 To ng For i9 = 1 To 3 ' nf=3 WW(i9) = PARA(j9, i9) Next i9 ER(j9, 1) = 0 ' every case X(1, 1) = WW(1) X(1, 2) = WW(2) X(1, 3) = WW(3) For j = 1 To nn(1) X(1, j) = (X(1, j) - mixi(j)) / (maxi(j) - mixi(j)) Next j ' forward (calculating output of each PE) For ii = 2 To nl For kk = 1 To nn(ii) u(ii, kk) = 0 For jj = 1 To nn(ii - 1) u(ii, kk) = u(ii, kk) + w(ii - 1, jj, kk) * X(ii - 1, jj) Next jj X(ii, kk) = 1 / (1 + temp * Exp(-u(ii, kk))) Next kk Next ii ' Form1.Print mixo(2) For ii = 3 To 3 For kk = 1 To nn(3) hsl(kk, ii) = (X(ii, kk) - 0.2) * (maxo(kk) - mixo(kk)) / 0.6 + mixo(kk) If kk = 1 Then List3.AddItem hsl(kk, ii) Print #2, hsl(kk, ii) ElseIf kk = 2 Then List4.AddItem hsl(kk, ii) Print #9, hsl(kk, ii) End If Next kk Next ii ' fungsi fitness ER(j9, 1) = hsl(2, 3) + 610 / hsl(1, 3): ER(j9, 2) = j9 ' ER(j9, 1) = 250 - ER(j9, 1) Next j9 MAXX = 0 For i9 = 1 To ng For j9 = i9 To ng
If ER(j9, 1) > MAXX Then MAXX = ER(j9, 1): CHK1 = j9: CHK2 = ER(j9, 2) Next j9 ER(CHK1, 1) = ER(i9, 1): ER(CHK1, 2) = ER(i9, 2): ER(i9, 1) = MAXX ER(i9, 2) = CHK2: MAXX = 0 Next i9 Return ' ' SELECTION OF GOOD GENES ' ' SUBROUTINE*PRLF PRLF: For i = 1 To pr ruin = ER(i, 2): BORN = ER(ng - i + 1, 2) For j = 1 To nf PARA(ruin, j) = PARA(BORN, j) Next j Next i For i = 1 To ng For j = 1 To nf PARA1(i, j) = PARA(ER(i, 2), j) Next j Next i For i = 1 To ng: For j = 1 To nf PARA(i, j) = PARA1(i, j) Next j: Next i For i = 1 To ng For j = 1 To nf If j = 1 Then an(i, j) = Int((PARA(i, j) - 1035) / 30 * 63) If j = 2 Then an(i, j) = Int((PARA(i, j) - 0.4) / 0.4 * 63) If j = 3 Then an(i, j) = Int((PARA(i, j) - 11.29) / 4.31 * 63) Next j Next i Return ' ' RESULT ' ' SUBROUTINE*OPT OPT: Return ' ' GOSUB TRAIN TRAIN: ' limp(1) = Val(Text5.Text) Return ' ' FINISH finish:
Close #1 Close #2 Close #9 Screen.MousePointer = 0 End Sub Private Sub VScroll1_Change() Text1.Text = Format(VScroll1.Value, "###") End Sub Private Sub VScroll2_Change() Text2.Text = Format(VScroll2.Value, "#####") End Sub