PERANAN PEMBINA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM (ROHIS) DALAM MENINGKATKAN SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA DI SMK SALATIGA
oleh MUSHBIHAH RODLIYATUN NIM. M1.11.034 Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
PERANAN PEMBINA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM (ROHIS) DALAM MENINGKATKAN SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA DI SMK SALATIGA
oleh MUSHBIHAH RODLIYATUN NIM. M1.11.034
Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM LEMBAR PERSETUJUAN TESIS Nama
: Mushbihah Rodliyatun
NIM
: M1.11.034
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi
: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Tanggal Ujian
: 23 Agustus 2013
Judul Tesis
: Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) Dalam Meningkatkan Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga
PERNYATAAN KEASLIAN
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah diajukan untuk gelar atau ijasah pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga atau perguruan tinggi lainnya.”
ABSTRACT Thesis Title: The Role of Islamic Spiritual Coaches Extracurricular Activities (Rohis) in Improving Students’ Religious Attitude in SMK Salatiga The purpose of this thesis is to find out the effort of Islamic Spiritual extracurricular coaches (Rohis) to increase the religious attitude of students in vocational schools in Salatiga, represented by students of SMK Negeri 01, SMK Negeri 02, SMK Pelita and SMK Islam Sudirman Salatiga. This is a qualitative research with sociological approach. The source of data is obtained from primary and secondary data source. The data is gathered through observation, interview and documentation. Data is analized through data reduction technique, data display and conclusion making. The problems discussed in this thesis include various forms of Rohis extracurricular activities, the dinamics of the activity and the role of the coaches as well as the sociological relation of the extracurricular coaches influence on the increase of students’ religious attitude. The result shows that coaches of Rohis extracurricular activity play significant role in improving students’ religious attitude in vocational schools in Salatiga as motivator, creator, inovator, integrator and sublimator. This is proven by students’ awareness to pray and behave according to morals toward Allah swt, elders, teachers, peers and their surroundings. Key words: Extracurricular; Religious attitude; Islamic spiritual; School
iv
ABSTRAK Judul Tesis: Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) dalam Meningkatkan Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan pembina ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga yang diwakili oleh SMK Negeri 01, SMK Negeri 02, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman Salatiga. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Sumber data yang diperoleh yaitu sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data melalui teknik observasi, interview, dan dokumentasi. Teknik analisis datanya dengan cara mereduksi data, display data dan mengambil kesimpulan. Permasalahan yang dibahas meliputi berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler Rohis, dinamika aktivitas dan peran pembina Rohis serta hubungan sosiologis pengaruh pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis terhadap peningkatan sikap keberagamaan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis mempunyai peranan yang sangat besar dalam peningkatan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga yaitu sebagai motivator, creator dan inovator, integrator, serta sublimator. Hal ini terbukti dengan adanya kesadaran siswa untuk beribadah dan berakhlak mulia terhadap Allah swt, orang tua, guru, sesama teman dan lingkungan sekitar. Kata kunci: Ekstrakurikuler; Sikap keberagamaan; Rohani Islam; Sekolah
iv
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah swt yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad saw, keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Tanpa adanya bantuan serta dorongan dari berbagai pihak yang secara moril maupun materiil, dimungkinkan tesis ini tidak akan dapat selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Dr. H. Sa’adi, M. Ag, selaku Direktur Pascasarjana. Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag, selaku Asisten Direktur 1 dan Bapak Asfa Widiyanto, M. A., Ph. D, selaku Asisten Direktur 2. 3. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag dan Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag, selaku dosen pembimbing tesis yang dengan sabar serta tulus ikhlas memberikan waktu serta ilmunya dalam membimbing penulis dan juga memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan tesis ini. 4. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M. Ag, selaku dosen pembimbing akademik. 5. Staf pegawai program Pascasarjana beserta para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal kuliah hingga selesainya tesis ini. 5. Pimpinan serta Staf Perpustakaan STAIN Salatiga yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam penyelesaian tesis. 6. Kepala SMK Negeri 1 Salatiga, SMK Negeri 2 Salatiga, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman Salatiga, serta para guru dan karyawan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian.
v
7. Ayahanda, Ibunda, suamiku, adik dan kakakku tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa materiil maupun do’a sehingga
penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. 8. Sahabat terbaik penulis, teman Pascasarjana kelas B angkatan 2011/2012 STAIN Salatiga yang selalu memberikan keceriaan dan dorongan kepada penulis. 10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu Dengan memohon ridha dan mengucapkan syukur alhamdulillah, karena hanya Allah swt jualah penulis memohonkan semoga amal baik yang telah diberikan menjadi amal sholeh dan dapat diterima disisiNya. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi masyarakat. Semoga Allah swt selalu memberikan rahmat kepada kita semua. Amiin. Salatiga, 21 Agustus 2013 Penulis Mushbihah Rodliyatun
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ..............................................................................iii ABSTRAK ............................................................................................................iv PRAKATA ............................................................................................................v DAFTAR ISI .........................................................................................................vii DAFTAR TABEL .................................................................................................ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang........................................................................................ 1 B. Rumusan dan Batasan Masalah.............................................................. 3 C. Signifikansi Penelitian............................................................................ 5 D. Kajian Pustaka........................................................................................ 6 E. Metode Penelitian................................................................................... 9 F. SistematikaPenulisan ............................................................................14 BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................15 A. Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis).................................. 15 1. Pengertian Ekstrakurikuler Rohani Islam........................................ 15 2. Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam.............................. 17 3. Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam.................................. 19 B. Peran Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam...................... 24 C. Sikap Keberagamaan............................................................................ 29 1. Pengertian Sikap Keberagamaan..................................................... 29 2. Pembentukan Sikap.......................................................................... 33 3. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat terbentuknya sikap keberagamaan...................................................................................... 35 4. Manfaat Sikap Keberagamaan......................................................... 39 5. Indikator Sikap Keberagamaan........................................................ 44 BAB III DINAMIKA AKTIVITAS DAN PERAN PEMBINA EKSTRAKURIKULER ROHIS DI SMK SALATIGA...................................................47 A. Gambaran Umum SMK Salatiga.......................................................... 47 1. SMK Negeri 1 Salatiga.................................................................... 47 2. SMK Negeri 2 Salatiga.................................................................... 55 3. SMK Pelita Salatiga......................................................................... 58 vii
4. SMK Islam Sudirman Salatiga......................................................... 65 B. Bentuk Aktivitas Rohis di SMK Salatiga............................................. 68 C. Keanggotaan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga......................... 74 D. Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis............................... 77 BAB IV HUBUNGAN SOSIOLOGIS PENGARUH PEMBINA EKSTRAKURIKULER
ROHIS TERHADAP PENINGKATAN SIKAP KEBERA-
GAMAAN SISWA .................................................................................88 A. Kondisi Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga........................ 88 B. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam di SMK Salatiga........................................................................ 115 C. Efek (Hasil) dari Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam Terhadap Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga...........117 BAB V PENUTUP..............................................................................................122 A. Simpulan..............................................................................................122 B. Saran....................................................................................................124 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................126 LAMPIRAN ........................................................................................................130 BIOGRAFI PENULIS.........................................................................................154
viii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1.1.
Sikap siswa yang minim dalam hal aqidah................................................92
1.2.
Sikap siswa yang aktif melaksanakan ibadah shalat zhuhur berjamaah....94
1.3.
Ibadah puasa ramadhan siswa....................................................................95
1.4.
Hubungan sosial siswa terhadap guru........................................................98
1.5.
Sikap siswa dalam mengucapkan salam..................................................100
1.6.
Hubungan komunikasi siswa terhadap guru............................................101
1.7.
Sikap siswa dalam berakhlakul karimah..................................................102
1.8.
Sikap siswa terhadap teman yang butuh pertolongan..............................104
1.9.
Sikap siswa dalam bertutur kata...............................................................107
1.10. Sikap siswa dalam bersedekah di bulan ramadhan..................................108 1.11. Sikap siswa dalam membaca al-Qur’an...................................................109 1.12. Pengamalan siswa dalam berdo’a setelah shalat fardhu..........................113
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
3.1. Struktur Organisasi di SMK Negeri 1 Salatiga...............................................53 3.2. Struktur Organisasi di SMK Negeri 2 Salatiga...............................................57 3.3. Struktur Organisasi di SMK Pelita Salatiga....................................................64 3.4. Struktur Organisasi di SMK Islam Sudirman Salatiga...................................67
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Pedoman Wawancara......................................................................................130 2. Pedoman Dokumentasi....................................................................................131 3. Pedoman Observasi.........................................................................................131 4. Catatan lapangan.............................................................................................132 5. Nota Pembimbing............................................................................................141 6. Lembar Konsultasi Pembimbing.....................................................................142 7. Surat Ijin Penelitian.........................................................................................145 8. Surat Bukti telah Melakukan Penelitian..........................................................149 9. Foto Kegiatan Rohis........................................................................................153
xi
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan agama menjadi sorotan tajam masyarakat. Banyaknya perilaku menyimpang peserta didik dan remaja pada umumnya yang tidak sesuai dengan norma agama akhir-akhir ini mendorong berbagai pihak mempertanyakan efektivitas pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Rendahnya kualitas Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah bukan merupakan satu-satunya faktor penyebab terjadinya penyimpangan perilaku peserta didik, namun peran PAI harus menjadi agent of change dalam mengubah perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik. Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) se-Kota Salatiga terdapat 19 sekolah yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 16 SMK Swasta dengan jumlah siswa tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 8.941 siswa.1 Adapun dalam pembelajaran PAI hanya 2 jam dalam seminggu belumlah efektif, sebagian siswa lebih terfokus pada pengembangan kemampuan kognitif dan minim dalam pembentukan sikap (afektif), pembiasaan dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan (psikomotor). Selain itu, indikasi adanya perilaku peserta didik yang mengarah pada religious culture dan kontras dengan deskripsi remaja umumnya di kota Salatiga. Hal ini
1
Kamaruddin, Data Disdikpora Hasil MKKS SMK se-Kota Salatiga, 5 April 2012.
1
2
memperkuat alasan penulis untuk menjadikan SMK di Salatiga sebagai obyek yang layak diteliti. Realitas sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga mengalami kemunduran, ini dapat terlihat dari sikap siswa yang tidak sesuai dengan nilainilai agama antara lain: siswa sering lalai melaksanakan kewajibannya kepada Allah swt terutama shalat, mengucapkan kata-kata kasar dan jorok dalam pergaulan dengan temannya, pada saat bertemu dengan guru siswa enggan mengucapkan salam terutama kepada guru yang tidak mengajar di kelasnya. Sikap keberagamaan yang dikaji dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan dimensi atau pokok-pokok Islam yang secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu Aqidah, Ibadah atau praktik agama (Syari’ah), dan Akhlak. Sikap keberagamaan bermacam-macam nilainya tergantung pada pelaksanaan dari setiap manusia itu sendiri. Hal ini tercermin pula dalam pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2 Bentuk usaha yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa adalah dengan memberikan wadah kerohanian Islam. Ekstrakurikuler Rohis merupakan salah satu dari ekstrakurikuler yang menjadi suatu kegiatan yang berbasiskan agama. Dalam kegiatan ekstrakurikuler ini terdapat 2
program-program
yang
diusahakan
dapat
menciptakan
dan
Mar’at, Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, 9.
3
membangun sikap keberagamaan siswa diantaranya adalah pengajian, bakti sosial, pesantren kilat,
peringatan hari besar Islam (PHBI), seni baca al-
Qur’an, praktik pengamalan ibadah dan kreasi remaja muslim (krem). Kegiatan keagamaanpun berjalan dengan didasari sikap toleransi antar umat beragama. Bahkan menurut Muhaimin, diperlukan pula kerjasama yang harmonis dan interaktif diantara para warga sekolah dan para tenaga kependidikan yang ada di dalamnya.3 Dengan adanya kerjasama seluruh komponen di sekolah, diharapkan akan melahirkan suatu budaya sekolah yang kuat dan bermutu. Ekstrakurikuler Rohis sebagai suatu wadah keagamaan yang bergerak secara independen di mana wadah tersebut dikelola dan dikembangkan oleh siswa serta pembina Rohis, sehingga secara struktural dan operasionalnya sudah dapat dikatakan sebagai suatu lembaga yang mempunyai kepengurusan, tujuan yang hendak dicapai secara jelas dan dapat memberikan dukungan terhadap pelajaran agama Islam. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, PAI harus dijadikan tolak ukur dalam membentuk watak dan pribadi peserta didik, serta membangun moral bangsa (nation character building).4 Berdasarkan uraian di atas, maka mendorong penulis untuk mengungkap tesis lebih jauh tentang upaya dan strategi yang dilakukan pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga.
3
Muhaimin, Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2009, 59. 4 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, 8.
4
B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan peranan pembina ekstrakurikuler Rohis terhadap sikap keberagamaan siswa cukup besar pengaruhnya dalam lingkungan sekolah, maka terdapat berbagai masalah yang dapat diidentifikasikan. Pertama, kurang adanya kedisiplinan oleh pihak sekolah dalam menangani siswa yang bermasalah
khususnya
perilaku
menyimpang
siswa
terhadap
sikap
keberagamaan. Kedua, kerjasama antara orang tua siswa dengan guru dalam hal pembinaan iman dan taqwa siswa tidak berjalan dengan baik. Ketiga, kesadaran siswa akan pentingnya iman dan taqwa masih minim. Keempat, kurangnya partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK. Untuk memperjelas serta memberi arah yang tepat dalam pembahasan ini, maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Fokus penelitian diarahkan hanya pada bentuk kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga yang diwakili oleh SMK N1, SMK N2, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman. 2. Peranan Pembina kegiatan
ekstrakurikuler Rohis dalam meningkatkan
sikap keberagamaan siswa SMK. 3. Pengaruh peranan pembina ekstrakurikuler Rohis terhadap sikap keberagamaan siswa berkaitan dalam pelaksanaan ibadah dan perilaku terhadap manusia yang bisa di lihat dengan bagaimana cara bersosialisasi atau berinteraksi yang baik antara siswa dengan lingkungan sekolah. Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat mengemukakan rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
5
a.
Bagaimana bentuk kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga?
b.
Apa peranan pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga?
c.
Bagaimana pengaruh peranan pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis terhadap peningkatan sikap keberagamaan siswa?
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui bentuk kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga. b. Mengetahui peranan pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga. c. Mengetahui pengaruh peranan pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis terhadap peningkatan sikap keberagamaan siswa. 2.
Manfaat Penelitian 1). Manfaat Teoretik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan literatur tentang peranan pembina ekstrakurikuler Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa di sekolah. 2). Manfaat Praktis a. Bagi sekolah, sebagai masukan yang konstruktif bagi pengembangan kegiatan pembinaan sikap keberagamaan siswa dan menambah khazanah ilmiah tentang keadaan keberagamaan siswa sehingga
6
dapat merencanakan dan melaksanakan kegiatan keagamaan yang bersifat pembinaan. b. Bagi guru dan pembina Rohis, dapat memudahkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan ekstrakurikuler Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa. c. Bagi masyarakat umum, sebagai salah satu wawasan akan pentingnya Rohis khususnya dalam membina sikap keberagamaan.
D. Kajian Pustaka Terkait dengan pembinaan sikap keberagamaan siswa di sekolah, terdapat beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini bahwa kegiatan keagamaan di sekolah sudah ada dengan berbagai variasi dan model dalam pelaksanaannya. Penelitian Ririn Astuti membahas tentang peran Rohis bidang dakwah melalui kegiatan mentoring keagamaan dan pengajian, bidang pendidikan dan sosial yang dapat membentuk perilaku keberagamaan siswa. Dalam penelitian ini belum membahas tentang kegiatan ekstrakurikuler oleh pembina Rohis serta kondisi sikap keberagamaaan seperti yang akan di teliti di SMK Salatiga.5 Penelitian Ida Ristiya, hasil penelitiannya bahwa kerjasama antara Rohis dengan Alumni sangat membantu dalam melaksanakan kegiatan Rohis yaitu dengan mengadakan mentoring keagamaan bagi kelas X melalui metode
5
Ririn Astuti, “Peran Organisisasi Kerohanian Islam Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan Siswa Di SMA Negeri 1 Godean Sleman Yogyakarta”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010, 15-72.
7
bervariasi dan evaluasi sebulan sekali, sehingga ada perubahan sikap dan perilaku keagamaan siswa.6 Penelitian Afdiah Fidiyanti bahwa kegiatan sie kerohanian Islam dapat berjalan dengan baik sehingga dapat memotivasi siswa dalam melaksanakan ibadah dan muamalah, memberi suatu wadah atau sarana bagi siswa untuk menambah wawasan tentang ajaran agama Islam dalam mengamalkan ajaranajaran agama Islam baik dilingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Penelitian ini belum membahas tentang ekstrakurikuler, hubungan sosiologis, dan pembentukan sikap keberagamaan.7 “Mengartikulasikan Pendidikan Nilai” karya Rohmat Mulyana berisi gagasan dan bahan diskusi ahli pendidikan nilai yang sering memikirkan diskursus nilai dan para guru yang berkewajiban untuk melakukan penyadaran nilai di lembaga pendidikan formal. Sekalipun belum menguraikan pendidikan nilai secara komprehensif namun setidaknya mampu memberikan gambaran betapa urgennya pendidikan nilai khususnya etika tanpa melupakan logika dan estetika. Buku ini juga mengungkapkan tentang pengelolaan PAI dalam intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kultur sekolah.8 “Implementasi Nilai-nilai Tasawuf dalam Pendidikan Islam: Solusi Mengantisipasi Krisis Spiritual di Era Globalisasi” karya Muh. Room
6
Ida Ristiya, “Kerjasama Organisasi Kerohanian Islam Dengan Alumni Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan Siswa Di SMA Negeri 3 Yogyakarta”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006. 7 Afdiah Fidiyanti, “Peran Sie Kerohanian Islam Dalam Upaya Meningkatkan Perilaku Keberagamaan Siswa di SMA N1 Sidoarjo”, Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2009,1297. 8 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004, 262276.
8
membahas dalam hal pendidikan Islam dengan memperkuat spiritualisme keagamaan dan mengantisipasi berbagai problem sosial di era globalisasi dewasa ini yang menjelaskan bahwa implementasi nilai tasawuf dalam pendidikan Islam memiliki arti penting, Langkah-langkah strategis yang harus diupayakan adalah menerapkan nilai tasawuf dalam berbagai jalur pendidikan seperti keluarga, masyarakat dan sekolah.9 Hasil penelusuran buku
Muh.
Room mempunyai kemiripan dengan Abdurrahman An Nahlawi yang membahas perbandingan antara karakter pendidikan Barat dan pendidikan Islam, memaparkan keistimewaan pendidikan Islam yang menjadikan keluarga, sekolah serta masyarakat sebagai mitra dalam pembinaan pendidikan. Dampak kegiatan ekstrakurikuler juga disinggung dalam buku ini.10 Selanjutnya penelusuran buku Asmaun Sahlan memberikan tawaran alternatif bagaimana ploblematika Pendidikan Agama Islam yang dilakukan di sekolah selama ini dapat dicarikan solusinya yaitu dengan mewujudkan budaya religius di sekolah. Hal ini berkaitan dengan penelitian yang ada di SMK Salatiga untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa khususnya untuk meningkatkan sikap keberagamaan siswa.11 Dari beberapa buku dan hasil penelitian yang dideskripsikan di atas, memang cukup banyak tulisan ilmiah yang senada dengan tema rohani Islam sehingga dapat saling melengkapi satu sama lain, akan tetapi penulis belum 9
Muh. Room, Implementasi Nilai-nilai Tasawuf dalam Pendidikan Islam: Solusi Mengantisipasi Krisis Spiritual di Era Globalisasi, Makassar: YAPMA, 2006, 189-199. 10 Abdurrahman An Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fil Baiti wal Madrasati wal Mujtama’, Terjemahan Shihabuddin dengan judul “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat”, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, 187-203. 11 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Pengembangan PAI dari Teori ke Aksi), Malang: UIN Maliki Press, 2010, 20-42.
9
menemukan kajian secara khusus yang meneliti tentang peranan pembina kegiatan ekstrakurikuler rohani Islam (ROHIS) dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga. Dengan demikian, penelitian ini sangat penting untuk dilakukan mengingat fokusnya untuk melihat respon siswa dari berbagai macam pembinaan yang dilakukan di lembaga pendidikan.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap objek yang dituju untuk memperoleh data yang benar dan terpercaya tentang peranan pembina ekstrakurikuler Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga. Penelitian yang dilaksanakan di lapangan adalah meneliti masalah yang sifatnya kualitatif, yakni prosedur data penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.12 Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif artinya penulis menganalisis dan menggambarkan penelitian secara objektif dan detail untuk mendapatkan hasil yang akurat. 2. Lokasi Penelitian Kota Salatiga memiliki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 19 sekolah yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 16 SMK Swasta.13 Adapun
12
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, 36. Kamaruddin, Data Disdikpora..., 5 April 2012.
13
10
peneliti mengambil sampel 4 SMK yang terletak di kota dan desa yaitu 2 SMK Negeri seperti SMK Negeri 1 Salatiga yang terletak di Jalan Nakula Sadewa Kembangarum dan SMK Negeri 2 Salatiga yang terletak di Jalan Parikesit Warak Salatiga. Sedangkan 2 SMK Swasta yaitu SMK Pelita Salatiga yang terletak di Jalan Hasanuddin gang mangga dan SMK Islam Sudirman yang terletak di Jalan Pos Tingkir Suruh 15km. Sekolah tersebut merupakan lembaga yang representatif untuk dijadikan penelitian sehingga dapat dijadikan contoh bagi lembaga lainnya. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data utama yang berupa kata-kata dan tindakan atau pengamatan, serta sumber data tambahan yang berupa dokumen-dokumen. Peneliti memperoleh beberapa data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi sumber data utama (primer) diantaranya adalah kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK, sikap keberagamaan siswa dan peran pembina Rohis. Sedangkan sumber data tambahan (sekunder) yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari
dokumen data umum seperti gambaran umum
SMK Salatiga dan data
khusus seperti struktur organisasi kegiatan SKI dan program kerja kegiatan ekstrakurikuler Rohis. 4. Pendekatan Beberapa pendekatan modern yang digunakan oleh para sarjana Muslim dan Barat dalam mengkaji agama-agama termasuk Islam adalah pendekatan sosiologis. Pendekatan ini memang penting untuk mengkaji
11
agama-agama, namun juga salah jika kita memandang bahwa pendekatan ini diyakini dapat menjadikan kunci untuk memahami fenomena keagamaan.14 Pendekatan sosiologis digunakan peneliti untuk mengkaji apakah kegiatan ekstrakurikuler Rohis yang dilaksanakan mampu memberikan efek positif bagi lingkungan sekolah dan sekitar khususnya. Sikap keberagamaan siswa yang merupakan salah satu gejala sosial apakah berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui peranan pembina Rohis dengan cara menanamkan dan membangkitkan keyakinan beragama, menanamkan etika pergaulan, kebiasaan yang baik, ibadah ritual, dan hubungan sosial. 5. Teknik pengumpulan data Dalam suatu penelitian ilmiah banyak cara yang dipakai untuk pengumpulan data. Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode antara lain sebagai berikut: a. Metode Observasi Metode
ini
digunakan
untuk
melihat
pelaksanaan
kegiatan
ekstrakurikuler di SMK Salatiga yang berlangsung di luar jam pelajaran. Kegiatan ini di samping dilaksanakan di sekolah, dapat juga dilaksanakan di luar sekolah dengan cara mendatangi langsung ke Musholla melihat kegiatan yang dilakukan oleh pembina SKI (Sie Kerohanian Islam) meliputi: pengajian, bakti sosial, pesantren kilat, peringatan hari besar Islam (PHBI), seni baca al-Qur’an, praktek pengamalan ibadah sehari-
14
Zakiyuddin Baidhawy, Studi Islam Pendekatan dan Metode, Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka Abadi (BiPA), 2011, 264.
12
hari dan kreasi remaja muslim (Krem) seperti rebana guna memperluas wawasan pengetahuan dan keterampilan siswa. b. Metode Interview Metode ini penulis gunakan untuk mengukur kedalaman sikap keberagamaan siswa, melalui performan yang ditampilkan oleh semua lingkup akademik dengan melihat indikator-indikator seperti dimensi keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama, serta pengamalan atau konsekuensi. Data ini diperoleh bersumber pada pembina ekstrakurikuler Rohis yang berjumlah empat orang, guru agama yang berjumlah empat orang, dan siswa perwakilan dari kelas X, XI, XII yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis ataupun yang tidak. Adapun pelaksanaannya dengan interview bebas terpimpin, karena akan memberi kebebasan pada pihak yang akan diteliti dalam memberikan jawaban sehingga akan memperoleh data yang lebih mendalam. c. Metode Dokumentasi Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data tertulis yang diinginkan peneliti untuk mencari tahu rancangan program pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis dengan mengumpulkan data dan informasi tentang pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah berupa buku-buku untuk pelajaran Rohis seperti tarikh Islam, keadaan lembaga/ objek penelitian yaitu data personal sekolah, aspek manajerial kegiatan iman dan taqwa serta catatan lain yang berhubungan dengan kegiatan
13
yang dilaksanakan di SMK Salatiga baik catatan mengenai program bimbingan, maupun catatan kegiatan keagamaan rohani Islam di sekolah. 6. Teknik Analisis data Menurut Bodgan & Biklen (1982) yang dikutip Lexy J. Moleong Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.15 Untuk menganalisis data agar lebih mudah dalam mengambil kesimpulan maka dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan secara berkesinambungan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Tahap pertama adalah melakukan reduksi data, yaitu suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian untuk menyederhanakan data kasar yang diperoleh di lapangan. Kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan sejak awal kegiatan hingga akhir pengumpulan data. Dalam penelitian ini nantinya dilakukan reduksi data menyangkut kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga. Tahap kedua adalah melakukan penyajian data. Penyajian data yang dimaksudkan adalah menyajikan data yang sudah diedit dan diorganisasi secara keseluruhan dalam bentuk naratif deskriptif. 15
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005, 248.
14
Tahap ketiga adalah melakukan penarikan kesimpulan yaitu merumuskan kesimpulan setelah melakukan tahap reduksi dan penyajian data. Penarikan kesimpulan dilakukan secara induktif, dalam hal ini penulis mengkaji sejumlah data spesifik mengenai masalah yang menjadi objek penelitian, kemudian membuat kesimpulan secara umum.
F.
Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan. Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Pada bab ini lebih banyak memberikan tekanan pada kajian atau landasan teoretis dalam menunjang permasalahan yang berisikan konsep kegiatan ekstrakurikuler rohani Islam (Rohis), peran pembina dan Sikap keberagamaan serta indikatornya. BAB III Pada bab ini akan dikemukakan tentang bentuk gambaran umum SMK Salatiga, bentuk aktivitas Rohis dan peranan pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis. BAB IV Pada bab ini berisi pemaparan data beserta analisis kritis tentang pengaruh peranan pembina ekstrakurikuler Rohis terhadap peningkatan sikap keberagamaan siswa. BAB V Penutup. Dalam bab ini, penulis mengambil kesimpulan dari hasil penelitian ini yang disertai rekomendasi sebagai implikasi dari sebuah penelitian.
15
BAB II KAJIAN TEORI A. Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) 1. Pengertian Pendidikan pada hakikatnya bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Mengenai pendidikan di sekolah, proses pendidikannya tertuang dalam satuan pendidikan yang lebih dikenal dengan sebutan kurikulum. Kegiatan pendidikan yang didasarkan pada penjatahan waktu bagi masing-masing mata pelajaran sebagaimana tercantum dalam kurikulum sekolah lebih dikenal dengan sebutan kurikuler. Sedangkan kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran tatap muka dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah agar lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum disebut kegiatan ekstrakurikuler.1 Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran (tatap muka) baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah
dimiliki
oleh
peserta
didik
1
dari
berbagai
bidang
studi.2
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, 271. Moh. Uzer Usman dan Lilis Setyowati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, 22. 2
15
16
Ekstrakurikuler di sekolah merupakan kegiatan yang bernilai tambah yang diberikan sebagai pendamping pelajaran yang diberikan secara intrakurikuler. Bahkan menurut Suharsimi Arikunto, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan di luar struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan.3 Kerohanian Islam berasal dari kata dasar “Rohani” yang mendapat awalan ke- dan akhiran -an yang berarti hal-hal tentang rohani,4 dan “Islam” adalah mengikrarkan dengan lidah dan membenarkan dengan hati serta mengerjakan dengan sempurna oleh anggota tubuh dan menyerahkan diri kepada Allah swt dalam segala ketetapanNya dan dengan segala qadha dan qadarNya.5 Menurut Koesmarwanti dan Nugroho Widiyantoro, kata “kerohanian Islam” ini sering disebut dengan istilah “Rohis” yang berarti sebagai suatu wadah besar yang dimiliki oleh siswa untuk menjalankan aktivitas dakwah di sekolah.6 Jadi kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar jam sekolah yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk lebih mengaitkan pengetahuan yang diperoleh dalam program kurikuler dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah guna
3
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Jakarta: CV. Rajawali, 1988, 57. Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Balai Pustaka,1995, 1132. 5 Hasbi Al- Shiddieqy, Al-Islam Jilid 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, 34. 6 Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah di Era Baru, Solo: Era Inter Media, 2000, 124. 4
17
memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan atau kemampuan meningkatkan nilai sikap dalam rangka penerapan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dan kurikulum sekolah. Ekstrakurikuler Rohis adalah sekumpulan orang-orang atau kelompok orang atau wadah tertentu dan untuk mencapai tujuan atau cita-cita yang sama dalam badan kerohanian sehingga manusia yang tergabung di dalamnya dapat mengembangkan diri berdasarkan konsep nilai-nilai keislaman dan mendapatkan siraman kerohanian. 2. Tujuan kegiatan ekstrakurikuler rohani Islam (ROHIS) Kegiatan ekstrakurikuler tidak terbatas pada program untuk membantu ketercapaian tujuan kurikuler saja, tetapi juga mencakup pemantapan dan pembentukan kepribadian yang utuh termasuk pengembangan minat dan bakat peserta didik. Dengan demikian program kegiatan ekstrakurikuler harus di rancang sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan kurikuler, maupun pembentukan kepribadian yang menjadi inti kegiatan ekstrakurikuler. Sebagai suatu ilmu tentu saja bimbingan rohani Islam mempunyai tujuan yang sangat jelas. Secara singkat tujuan bimbingan rohani Islam itu dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Tujuan Umum a) Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
18
b) Memberikan pertolongan kepada setiap individu agar sehat secara jasmaniah dan rohaniah. c) Meningkatkan kualitas keimanan, ke-Islaman, keihsanan dan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata. d) Mengantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa dengan esensi diri dan citra diri serta dzat yang Maha Suci yaitu Allah swt.7 2) Tujuan Khusus a) Membantu individu agar terhindar dari masalah. b) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. c) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.8 Bagaimanapun tujuan bimbingan rohani Islam adalah untuk menuntun seseorang
dalam
rangka
memelihara
dan
meningkatkan
kualitas
keagamaannya baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah. Dari sisi ini dapat dikatakan bahwa tujuan program kegiatan ekstrakurikuler adalah untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antar berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya.9
7
Handani Bajtan Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002, 18. 8 Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001, 36. 9 Departemen Agama R.I., Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah; Panduan Untuk Guru dan Siswa , Jakarta: Depag RI, 2004, 10.
19
Di sisi lain, pembinaan manusia seutuhnya dalam kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah diharapkan mampu mendorong pembinaan sikap dan nilai-nilai dalam rangka penerapan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum, baik program inti maupun program non inti.10 Rohmat Mulyana mengemukakan bahwa inti dari pengembangan kegiatan ekstrakurikuler adalah pengembangan kepribadian peserta didik. Karena itu, profil kepribadian yang matang atau kaffah merupakan tujuan utama kegiatan ekstrakurikuler.11 Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa tujuan kegiatan ekstrakurikuler Rohis adalah untuk memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan, pembinaan sikap dan nilai serta kepribadian yang pada akhirnya bermuara pada penerapan akhlak mulia. 3. Jenis kegiatan ekstrakurikuler rohani Islam (ROHIS). Rohis mempunyai tugas yang cukup serius yaitu sebagai lembaga dakwah. Hal ini dapat di lihat dari adanya kegiatan-kegiatan yang tidak hanya diikuti oleh anggotanya saja melainkan semua jajaran yang ada di sekolah. Dakwah secara kelembagaan yang dilakukan Rohis adalah dakwah aktual, yaitu terlibatnya Rohis secara langsung dengan objek dakwah melakui kegiatan-kegiatan bersifat sosial keagamaan.12
10
Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan di Sekolah, Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990, 98. 11 Rohmat Mulyana, Mengartikulasi Pendidikan Nilai , Bandung: Alfabeta, 2004, 214. 12 Manfred Oepen dan Walfgang Karcher, Dinamika Pesantren, Dampak Pesantren Dalam Pendidikan, Jakarta: P3M, 1987, 92.
20
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan menurut Koesmarwanti, dkk, antara lain adalah dakwah di sekolah yang dibagi menjadi dua macam, yakni bersifat ammah (umum) dan bersifat khashah (khusus). a. Dakwah Ammah (Umum) Menurut Koesmarwanti dan Nugroho Widiyantoro, dakwah ammah adalah dakwah yang dilakukan dengan cara yang umum. Dakwah ammah dalam sekolah adalah proses penyebaran fitrah Islamiyah dalam rangka menarik simpati, dan meraih dukungan dari lingkungan sekolah. Karena sifatnya demikian, dakwah ini harus dibuat dalam bentuk yang menarik, sehingga memunculkan objek untuk mengikutinya.13 Dakwah Ammah (umum) meliputi: 1. Penyambutan Siswa Baru Program ini khusus diadakan untuk penyambutan adik-adik yang menjadi siswa baru, target program ini adalah mengenalkan siswa baru dengan berbagai kegiatan dakwah sekolah, para pengurus, dan alumninya. 2. Penyuluhan Problem Remaja Program penyuluhan problematika remaja seperti narkoba, tawuran, dan seks bebas. Program seperti ini juga menarik minat para siswa karena permasalahan seperti ini sangat dekat dengan kehidupan mereka dan dapat memenuhi rasa ingin tahu mereka secara positif.
13
Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah di Era Baru, Solo: Era Inter Media, 2000, 139-140.
21
3. Studi Dasar Islam Studi dasar Islam adalah program kajian dasar Islam yang materinya antara lain tentang akidah, makna syahadatain, mengenal Allah, mengenal Rasul, mengenal Islam, dan mengenal al-Qur’an, peranan pemuda dalam mengemban risalah, ukhuwah urgensi tarbiyah Islamiah, dan sebagainya. 4. Perlombaan Program perlombaan yang biasanya diikutkan dalam program utama PHBI merupakan wahana menjaring bakat dan minat para siswa di bidang keagamaan, ajang perkenalan (ta’aruf) silaturrohmi antar kelas yang berbeda, dan syiar Islam. 5. Majalah Dinding Majalah dinding memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai wahana informasi keislaman dan pusat informasi kegiatan Islam, baik internal sekolah maupun eksternal. 6. Kursus Membaca Al-Qur’an Program ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak guru agama Islam di sekolah, sehingga mereka turut mendukung dan menjadikannya sebagai bagian dari penilaian mata pelajaran agama Islam.14
14
Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah ..., 142-151.
22
b. Dakwah Khashah (khusus) Menurut Koesmarwanti dan Nugroho Widiyantoro, dakwah khashah adalah proses pembinaan dalam rangka pembentukan kader-kader dakwah di lingkungan sekolah. Dakwah khashah bersifat selektif dan terbatas
dan
lebih
berorientasi
pada
proses
pengkaderan
dan
pembentukan kepribadian, objek dakwah ini memiliki karakter yang khashah (khusus), harus diperoleh melalui proses pemilihan dan penyeleksian. Dakwah khashah meliputi:15 1. Mabit Mabit yaitu bermalam bersama, diawali dari magrib atau isya’ dan di akhiri dengan sholat shubuh. 2. Diskusi atau Bedah Buku (mujaadalah) Diskusi atau bedah buku ini merupakan kegiatan yang bernuansa pemikiran (fikriyah) dan wawasan (tsaqaafiyah) kegiatan ini bertujuan untuk
mempertajam
pemahaman,
memperluas
wawasan
serta
meluruskan pemahaman peserta tarbiyah. 3. Daurah/pelatihan (daurah) Daurah/pelatihan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada siswa, misalnya daurah al-Qur’an (bertujuan untuk membenarkan bacaan al-Qur’an), daurah bahasa arab (bertujuan untuk penguasaan bahasa arab), dan sebagainya.
15
Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah..., 159-161.
23
4. Penugasan Penugasan yaitu suatu bentuk tugas mandiri yang diberikan kepada peserta halaqoh, penugasan tersebut dapat berupa hafalan al-Qur’an, hadist, atau penugasan dakwah. Selain itu, metode dakwah pada pembinaan rohani Islam adalah suatu cara yang dipakai dalam menyampaikan ajaran materi dakwah Islam, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Nahl ayat 125:
Artinya : “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Dari ayat di atas, Menurut M. Munir metode dakwah ada tiga, yaitu: a) Bi al-hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. b) Mau’izatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasehatnasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasehat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.
24
c) Wajadilhum billati hiyya ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar fikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah.16
B. Peran Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam Dalam kamus bahasa Indonesia, istilah peran menurut bahasa adalah fungsi, kedudukan, bagian kedudukan. Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang diharapkan oleh seseorang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat.17 Emiel Durkheim memberikan sebuah analisis tentang peran sosial agama dengan jalan mempelajari bentuk-bentuknya yang paling sederhana. Ia berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu tingkat realitas yang tidak dapat diinterpretasikan dalam hubungan karakteristik individu. Ia menempatkan agama sebagai integrator kemasyarakatan di mana agama dapat menyatukan orang-orang dengan seperangkat kepercayaan, nilai, dan ritual bersama.18 Max Weber dan Emile Durkheim dikenal sebagai dwi tunggal penggagas sosiologi modern. Mereka berpandangan bahwa agama memiliki posisi sentral dalam masyarakat. Weber misalnya, memandang agama memiliki peran signifikan dalam proses perubahan sosial. Dalam karyanya The Protestant 16
M. Munir, Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Pranada Media, 2006, 33-34. Depdiknas, Kurikulum 2004, Jakarta: Depdiknas, 2003, 5. 18 Muhammad Fauzi, Agama dan Realitas Sosial Renungan & Jalan Menuju Kebahagiaan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007, 74. 17
25
Ethics and the Spirit of Capitalism, melihat hubungan antara komitmen keagamaan dengan perkembangan kapitalisme di Eropa. Dalam konteks ini, Weber menunjukkan bahwa etika kerja dan orientasi hidup rasional Protestan merupakan faktor kuat yang kondusif bagi pertumbuhan kapitalisme.19 Senada dengan Weber, Durkheim yang selalu memusatkan penelitian dan kajiannya terhadap perubahan sosial, ia mengambil agama sebagai kategorikategori dasar untuk memahami transformasi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Durkheim agama sangat berperan penting dalam memberikan perspektif yang luas untuk memahami aktivitas manusia dan lingkungannya. Lebih lanjut Durkheim menjelaskan agama pada dasarnya bersifat sosial. Agama dituntut adanya demi identitas dan integritas dalam masyarakat, untuk mengeratkan kohesi dan solidaritas sosial. Selain itu, agama juga dilihat sebagai sistem interpretasi atas dunia semesta. Agama menentukan perspektif di mana orang melihat dirinya, hubungan dengan masyarakat dan alam lingkungannya.20 Peranan agama terhadap perkembangan masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Agama sebagai motivator. Agama memberikan dorongan batin/motif, akhlak atau moral manusia yang mendasari dan melandasi cita-cita dan perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk segala usaha dalam pembangunan. 19
Max Weber, The Protestan Ethics and the Spirit of Capitalism, Trans. By Talcott Pearson, London: George Allen & Co., 1971, 180. 20 Doyle Johnson, Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Perspektives (tej), Jakarta: Gramedia, 1986, 199.
26
2. Agama sebagai creator dan inovator. Memberikan dorongan semangat untuk bekerja kreatif dan produktif dengan penuh dedikasi untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang baik pula. Oleh karena itu, disamping bekerja kreatif dan produktif, agama mendorong pula adanya pembaruan dan penyempurnaan (inovatif). 3. Agama sebagai integrator, baik individual maupun sosial. Agama mengintegrasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai orang-seorang maupun anggota masyarakat, yaitu integrasi dan keserasian sebagi insan yang taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta integrasi dan keserasian antara manusia sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan sesama dan lingkungannya. Dengan kata lain, integrasi dan keserasian antara mengejar kebaikan dunia dan akhirat. Sebagai integrator-individual, agama dapat menghindarkan manusia dari situasi kepribadian yang goyah dan pecah, sehingga kembali kepada kepribadiannya yang utuh, mampu menghadapi berbagai tantangan, gangguan serta cobaan hidup dan kehidupan, yang tidak jarang dapat memporak-porandakan kehidupan manusia. Sebagai integrator-sosial, agama mempunyai fungsi sebagai perekat/fungsi kohesif antara manusia terhadap sesamanya, didorong oleh rasa kemanusiaan, cinta-mencintai, kasih sayang terhadap sesamanya, tenggang rasa, dan lain-lain. Dalam fungsinya sebagai faktor sosial integratif ini, agama mengajarkan
27
kehidupan rukun tentram damai dan bekerja sama dalam mencapai kesejahteraan lahir batin.21 4. Agama sebagai sublimator. Agama berfungsi menyandukan dan mengkuduskan segala perbuatan manusia, sehingga perbuatan manusia bukan saja yang bersifat keagamaan saja, tetapi juga setiap perbuatan dijalankan dengan tulus ikhlas dan penuh pengabdian karena keyakinan agama, bahwa segala pekerjaan yang baik merupakan bagian pelaksanaan ibadah insan terhadap Sang Pencipta/Tuhan Yang Maha Esa. 5. Agama sebagai sumber inspirasi budaya bangsa Indonesia. Melahirkan hasil budaya fisik berupa cara berpakaian yang sopan dan indah, gaya arsitektur, dan lain-lain, serta hasil budaya non fisik seperti seni budaya yang bernafaskan agama, kehidupan beragama yang jauh dari syirik dan musyik.22 Menurut Zuhairini muatan-muatan kegiatan rohani Islam yang di rancang oleh pembina antara lain: a. Peran dalam bidang Aqidah Aqidah adalah bersifat I’tiqod batin, mengajarkan keEsaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur, dan meniadakan alam ini.23
21
Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia-UMM Press, 2000, 59. 22 Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, Malang: UIN Maliki Press, 2010, 54. 23 Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama I, Solo: Ramadhani, 1993, 61.
28
Yang perlu dikembangkan dalam pembinaan aqidah
kerohanian Islam
adalah bagaimana mengintegrasikan muatan dan pendekatan belajar sebagai wilayah hati (alqalb) agar dapat benar-benar terarah. b.Peran dalam bidang Syari’ah Syariah adalah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.24 Melalui peningkatan sikap keberagamaan siswa dalam bidang syariah dapat membentuk siswa mengetahui, memahami dan mengamalkan hukumhukum Islam yang telah disyariatkan agama Islam melalui al-Qur’an dan Sunnah dalam kehidupan sehari-hari. Ibadah juga merupakan perwujudan dari sikap keberagamaan seseorang dalam kehidupan. c. Peran dalam bidang Akhlak Menurut Bisri M. Jaelani akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada manusia, yang pada dirinya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran dan pertimbangan.25 Salah satu unsur dasar akhlak pendidikan yang penting adalah bahwa siswa sebagai individu yang merupakan inti dalam pembangunan masyarakat. Atas dasar itu, tercapainya kesempurnaan insani merupakan tujuan tertinggi dalam pembinaan kerohanian Islam. Berdasarkan tujuan
24
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan..., 61. Bisri M. Jaelani, Ensiklopedi Islam, Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007, 48.
25
29
tertinggi, peran pembinaan akhlak kerohanian Islam dalam peningkatan sikap keberagamaan yang baik dan saleh dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Dengan melaksanakan konsep ibadah, siswa dapat menumbuh dan mengembangkan potensi jiwa siswa dan memperoleh mental yang sehat, agar selalu berperilaku baik. 2. Ajaran Islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan yang baik, baik hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan orang lain, maupun alam lingkungan dengan pengembangan kesadaran akan kesatuan kehidupan sosial. 3. Agama Islam berperan mendorong siswa untuk berbuat baik dan taat, serta mencegahnya dari berbuat jahat dan maksiat. Individu bertingkah laku sesuai dengan baik, kapanpun dan dimanapun.26
C. Sikap Keberagamaan 1. Pengertian Mengenai pengertian sikap seperti halnya dengan pengertian-pengertian lain, terdapat beberapa pendapat diantara para ahli. Menurut M. Ngalim Purwanto, Sikap atau attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang, suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang terjadi.27
26
A.F Jaelani, Penyucian Jiwa (Tazkiyat al-Nafs) dan Kesehatan Mental, Jakarta: Amzah, 2000, 88-90. 27 M. Ngalim Purwanto. MP, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT.Remaja Rosda Karya, 1990, 141.
30
Menurut kamus Chaplin bahwa sikap adalah suatu predisposisi atau kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku atau untuk bereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek atau lembaga atau persoalan tertentu.28 Di samping itu Rokeach memberikan pengertian tentang sikap sebagai berikut: “An attitude is a relatively enduring organization of beliefs around an object or situation predisposing one to respond in some preferential manner.”29 Dari batasan tersebut dapat dikemukakan bahwa dalam pengertian sikap telah terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespons, untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku.30 Attitude dapat juga diterjemahkan dengan sikap terhadap obyek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan obyek itu. Jadi, attitude bisa diterjemahkan dengan tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude mungkin terarahkan pada benda-benda, orang-orang, tetapi juga peristiwa-peristiwa,
28
J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995, 43. Rokeach, Belief, Attitude, and Values. A Theory Of Organization and Change, San Fransisco: Jossey-Bass Inc. Publisher, 1968, 112. 30 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Yogyakarta: Andi Offset, 1994, 108. 29
31
pemandangan-pemandangan, lembaga-lembaga, norma-norma, nilai-nilai, dan lain-lain.31 Secara umum dalam studi kepustakaan diuraikan bahwa sikap sebagai salah satu dimensi yang dapat dijadikan sebagai penilaian dalam pelaksanaan keberagamaan seseorang. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam hal ini agama menjadi tiang kehidupan yang harus ditegakkan. Hanya dengan agama yang menganjurkan pemeliharaan keseimbangan antara dunia dan akhirat, manusia yang mempunyai dua dimensi akan mampu menetapkan pilihannya dan melaksanakan tanggung jawabnya di dunia ini dan di akhirat kelak.32 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap manusia adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap suatu obyek. Sikap itu berupa yang mendukung (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) yang mempunyai tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan behavioral. Sedangkan keberagamaan berasal dari kata dasar agama. Menurut Harun Nasution yang dikutip Jalaluddin, istilah agama atau religion dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin “religio” yang berarti agama, kesucian, kesalehan, ketelitian batin. Agama mempunyai arti: Percaya kepada Tuhan atau kekuatan super human atau kekuatan yang di atas dan di sembah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta, Ekspresi dari kepercayaan di atas berupa amal ibadah, dan suatu keadaan jiwa atau cara 31
Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: Refika Ditama, 2004,160. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, 27. 32
32
hidup yang mencerminkan kecintaan atau kepercayaan terhadap Tuhan, kehendak dan perilakunya sesuai dengan aturan Tuhan seperti tampak dalam kehidupan kebiaraan.33 Agama bersumber pada wahyu Allah swt. Oleh karena itu, keberagamaan pun merupakan perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada wahyu Tuhan juga. Keberagamaan memiliki beberapa dimensi. Dimensi tersebut antara lain dimensi pertama adalah aspek kognitif keberagamaan, dua yang terakhir adalah aspek behavioral keberagamaan dan aspek afektif keberagamaan.34 Menurut Durkheim agama harus mempunyai fungsi karena agama bukan ilusi tetapi fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial.35 Menurut Glock & Stark, agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.36 Dari uraian di atas dapat disimpulkan sikap keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang di mana setiap melakukan atas aktivitasnya selalu bertautan dengan agamanya. Semua aktivitas yang dilakukan berdasarkan keyakinan hatinya yang dilandasi dengan keimanan.
33
Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Perilaku Keagamaan dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, 25. 34 Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, ed. Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar , Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989, 93. 35 Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosiologi Agama, Ciputat: Logos wacana Ilmu, 1997, 31. 36 Robert H. Thoules, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo, 2003, 10.
33
2. Pembentukan Sikap Seseorang akan menampakkan sikapnya dikarenakan adanya pengaruh dari luar atau lingkungan. Manusia tidak dilahirkan dengan kelengkapan sikap, akan tetapi sikap-sikap itu lahir dan berkembang bersama dengan pengalaman yang diperolehnya. Jadi sikap bisa berkembang sebagaimana terjadi pada pola tingkah laku yang bersifat mental dan emosi lainnya, sebagai bentuk reaksi individu terhadap lingkungannya. Terbentuknya sikap melalui bermacam-macam cara, antara lain: a. Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik). b. Melalui Imitasi Peniruan dapat terjadi tanpa disengaja, dapat pula dengan sengaja. Individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, di samping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal model yang hendak ditiru. c. Melalui Sugesti Seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, tapi semata-mata karena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya.
34
d. Melalui Identifikasi Di sini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi tertentu didasari suatu keterikatan emosional sifatnya, meniru dalam hal ini lebih banyak dalam arti berusaha menyamai, identifikasi seperti siswa dengan guru.37 Dari uraian di atas jelaslah bahwa aspek afektif pada diri siswa besar peranannya dalam pendidikan, oleh karena itu tidak dapat kita abaikan begitu saja. Pengukuran terhadap aspek ini amat berguna dan lebih dari itu kita harus memanfaatkan pengetahuan mengenai karakteriktik-karakteristik afektif siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Adapun beberapa metode kognitif dipergunakan untuk mengubah sikap antara lain: 1. Dengan mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan. Caranya dengan memberi informasi baru mengenai objek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas. 2. Dengan cara mengadakan kontak langsung dengan objek sikap. Cara ini paling sedikit akan merangsang orang-orang yang bersikap anti untuk berpikir lebih jauh tentang objek sikap yang tidak mereka senangi itu. 3. Dengan memaksa orang menampilkan tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap-sikap yang sudah ada.38 Sikap memberikan kemungkinan yang besar untuk suksesnya usaha seseorang sebagaimana gagalnya suatu kehidupan. Sikap merupakan kondisi 37
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995, 189. 38 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., 191.
35
intern dalam subyek yang berperan terhadap tindakan yang diambilnya, dan aspek yang paling penting adalah kerelaan untuk bertindak. Pembentukan sikap dan perasaan merupakan faktor non intelektual, khususnya berpengaruh terhadap semangat belajar. Dengan melalui perasaannya, siswa mengadakan penilaian yang agak spontan terhadap pengalaman belajar di sekolah. Penilaian yang positif akan tertangkap dalam perasaan senang yaitu rasa puas, gembira, simpati dan sebagainya. Sedangkan penilaian yang negatif akan terungkap dalam perasaan tidak senang yaitu rasa segan, benci, rasa takut dan sebagainya. Penilaian yang agak spontan dan tanpa banyak refleksi, melalui perasaan ini dapat di perkuat dengan menemukan alasan-alasan rasional yang mendukung. Penilaian dan memainkan perasaan sebagai unsur atau aspek kognitif dalam penbentukan suatu sikap.39 3. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat terbentuknya sikap keberagamaan. Pembentukan sikap keberagamaan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor pendukung dan penghambat. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikannya sebagai berikut: a. Faktor pendukung terbentuknya sikap keberagamaan 1. Faktor yang berasal dari dalam diri (Internal) meliputi: a. Kebutuhan manusia terhadap agama. Secara kejiwaan manusia memeluk kepercayaan terhadap sesuatu yang menguasai dirinya. 39
31.
Ws. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1984,
36
Menurut Robert Nuttin, dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang ada dalam diri manusia, yang menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia mendapat kepuasan dan ketenangan, selain itu dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya dari gabungan berbagai faktor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan.40 b. Adanya dorongan dalam diri manusia untuk taat, patuh dan mengabdi kepada Allah swt. Manusia memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya kepada zat yang ghaib, selain itu manusia memiliki potensi beragama yaitu berupa kecenderungan untuk bertauhid. Faktor ini disebut sebagai fitrah beragama yang dimiliki oleh semua manusia yang merupakan pemberian Tuhan untuk hambaNya agar mempunyai tujuan hidup yang jelas yaitu hidup yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri yakni menyembah (beribadah) kepada Allah. Melalui fitrah dan tujuan inilah manusia menganut agama yang kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan dalam bentuk sikap keberagamaan. 2. Faktor Eksternal (dari luar) meliputi: a. Lingkungan keluarga. Kehidupan
keluarga
menjadi
fase
sosialisasi
pertama
bagi
pembentukan sikap keberagamaan seseorang karena merupakan gambaran kehidupan sebelum mengenal kehidupan luar.
40
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, 97-98.
37
b. Lingkungan sekolah Sekolah menjadi lanjutan dari pendidikan keluarga dan turut serta memberi pengaruh dalam perkembangan dan pembentukan sikap keberagamaan seseorang. Pengaruh itu terjadi antara lain: 1. Kurikulum dan anak, yaitu hubungan (interaksi) yang terjadi antara kurikulum dengan materi yang dipelajari murid. 2. Hubungan guru dengan murid, yaitu bagaimana seorang guru bersikap terhadap muridnya atau sebaliknya yang terjadi selama di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas. 3. Hubungan antara anak, yaitu hubungan antara murid dengan sesama temannya. Melalui kurikulum yang berisi materi pelajaran, sikap keteladanan guru sebagai pendidik serta pergulatan antar teman sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan dan pembentukan sikap keberagamaan siswa. b. Faktor penghambat terbentuknya sikap keberagamaan meliputi: 1. Faktor Internal Dalam bukunya, Jalaluddin menjelaskan bahwa penyebab terhambatnya perkembangan sikap keberagamaan yang berasal dari dalam diri (faktor internal) adalah:
38
a. Tempramen adalah salah satu unsur yang membentuk kepribadian manusia dan dapat tercermin dari kehidupan kejiwaannya. b. Gangguan jiwa. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. c. Konflik dan keraguan. Konflik kejiwaan pada diri seseorang dalam hal keberagamaan akan mempengaruhi sikap seseorang akan agama seperti taat, fanatik atau agnostik sampai pada ateis. d. Jauh dari Tuhan. Orang yang hidupnya jauh dari agama, dirinya akan merasa lemah dan kehilangan pegangan ketika mendapatkan cobaan dan
hal
ini
dapat
berpengaruh
terhadap
perubahan
sikap
keberagamaan pada dirinya.41 Keadaan
jiwa
seseorang
sangat
berpengaruh
dalam
pembentukan sikap. Jiwa yang resah, penuh dengan konflik, keraguan bahkan kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan sangat terhambat untuk terbentuknya sebuah sikap keberagamaan. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dapat menghambat pembentukan sikap keberagamaan di antaranya adalah: a. Lingkungan keluarga Lingkungan keluarga yang dapat menghambat yaitu lingkungan keluarga yang di dalamnya tidak terdapat pendidikan agama khususnya dari orang tua. Hal ini dapat menghambat perkembangan
41
Jalaluddin, Psikologi Agama..., 120-121.
39
sikap keberagamaan anak karena didikan dalam keluarga terutama pendidikan agama sangat berperan untuk perkembangan selanjutnya. b. Lingkungan sekolah Seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dapat menghambat pembentukan sikap keberagamaan seseorang. Misalnya: Siswa yang salah memilih teman di sekolah sehingga mereka terjerumus dalam pergaulan bebas. c. Lingkungan masyarakat Lingkungan
masyarakat
sangat
besar
pengaruhnya
terhadap
pembentukan sikap keberagamaan seseorang. Karena sebagian besar waktunya banyak dihabiskan dalam masyarakat sehingga segala sesuatu yang ada dalam masyarakat, baik yang langsung terlihat ataupun yang disajikan melalui media, koran, televisi ataupun media lain yang dapat mempengaruhi seseorang.42 4. Manfaat sikap keberagamaan Sikap keberagamaan mempunyai manfaat dalam aspek kehidupan, yaitu: a. Aspek Aqidah Manfaat sikap keberagamaan dalam aspek aqidah merupakan hal yang krusial, yaitu menambah kuatnya aqidah atau sebuah pemahaman. Dengan adanya sikap keberagamaan yang merupakan realisasi dari sebuah pemahaman maka akan terjadi keseimbangan yang baik antara ranah teoritis dengan ranah empiris.
42
Zakiyah Darajat, Remaja, Harapan dan Tantangan, Jakarta: CV Ruhma, 1994, 84.
40
Menurut Imam Al Ghazali ada tiga cara untuk memantapkan aqidah yaitu: 1. Membaca al-Qur’an dengan mempelajari arti dan tafsirnya. 2. Membaca hadits dengan memahami maknanya. 3. Konsekuensi menegakkan segala tugas ibadah Menurut Imam Al Ghazali bahwa dengan tekun mengerjakan tiga macam ibadah tersebut aqidah akan semakin bertambah mantap dan ini memang bisa kita rasakan sendiri, asal kita melakukannya dengan hati yang ikhlas, bukan karena ingin di puji.43 Ciri aqidah yang benar berdasarkan keterangan dalam al-Qur’an dan hadits bahwa di antara ciri-ciri aqidah yang benar terhadap Allah swt itu adalah sebagai berikut: a). Yakin akan keeasaan Allah swt, Tuhan yang sebenarnya dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu. Allah swt memerintahkan Ummat manusia untuk menyembahNya dan melarang manusia mempersekutukannya dengan sesuatu. Kita harus yakin bahwa Allah swt itu Esa, tidak ada dua Nya. Penegasan semacam itu sudah ada sejak Nabi Adam hingga Nabi-Nabi sesudahnya, sampai Nabi dan Rasul terakhir Muhammad saw. b). Tidak ada rasa takut kepada selain Allah swt, karena patuh kepada perintah dan larangan Allah swt.
43
28.
Abubakar Muhammad, Pembinaan Manusia dalam Islam, Surabaya: Al Ikhlas, 1994,
41
c). Berani menegakkan kebenaran dan keadilan sesusai dengan ajaran Agama Islam, karena yakin bahwa barang siapa yang membela kebenaran dan keadilan sesuai dengan agama Allah itu pasti akan di tolong oleh Allah swt. d). Orang yang betul-betul beriman kepada Allah swt pasti tidak akan tunduk begitu saja kepada kehendak orang-orang kafir dan munafik maupun sesama Islamnya bila bertentangan dengan aqidahnya. Mereka lebih mengutamakan kepatuhannya kepada Allah dan Rasulnya dari pada kepada manusia. Memang Allah swt melarang orang-orang yang beriman tunduk kepada mereka. e). Orang yang beriman kepada Allah swt itu tidak akan berani angkuh dan sombong di kala ia kuat, baik kuat dalam arti fisik maupuan kuat dalam arti mempunyai kekuasaan. Adanya larangan untuk bersikap angkuh dan sombong itu adalah demi kemaslahatan dan kebahagiaan manusia itu sendiri, sehingga seandainya masih juga tidak mau memperhatikan larangan itu, maka berarti orang itu sudah nekat untuk masuk neraka jahanam. f). Orang yang benar dan baik imannya kepada Allah swt tidak akan berani bersikap pura-pura baik di hadapan orang, karena yakin bahwa niat hatinya pasti diketahui oleh Allah swt.44
44
Abubakar Muhammad, Pembinaan Manusia ...,536-542.
42
b.Aspek diri pribadi Manfaat sikap keberagamaan dalam kehidupan seseorang berpengaruh biasanya pada saat ia sudah mengerti atau dewasa. Dalam hal ini secara pribadi atau individual diri paham akan kesehatan sebagai anugrah dari Tuhan dan harus dijaga, dengan adanya sikap keberagamaan ia akan berpikir untuk tidak merusak kesehatan atau tubuhnya dengan melakukan hal hal yang buruk sehingga mengakibatkan kerusakan atas tubuhnya, meningkatkan kualitas psikologi substansi psikologis (kejiwaan atau rohaniah). Kualitas jasmaniah berhubungan dengan bidang kesehatan dipengaruhi oleh jenis dan kualitas makanan sejak dilahirkan, pada masa kanakkanak, remaja dan bahkan setelah dewasa. Kualitas jasmaniah ini sejak masa konsepsi dalam kandungan, lahir dan hingga dewasa sangat ditentukan oleh orang tua, yang pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas diri atau individu secara keseluruhan setelah dewasa.45 Kualitas kejiwaan atau rohaniah bersifat abstrak yang hanya berfungsi dalam kesatuannya dengan jasmani (tubuh). Perwujudan fungsinya itu dikongkritkan dalam perkataan yang mengambarkan sikap, hasil berpikir dan berupa perilaku dalam merespon perangsang (stimulus) dari dalam dan luar diri manusia. Kualitas psikologis di ukur dari tingkat pengembangan
45
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Manusia berkualitas, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Pers, 1994, 49.
43
dan pendayagunaan potensi-potensi yang terdapat didalamnya seperti kemampuan berpikir, pengendalian emosi, kepedulian sosial, dan lain-lain.46 Dengan adanya sikap keberagamaan dalam jiwanya potensi-potensi yang ada akan dapat lebih meningkatkan kualitas kehidupan psikologisnya. c. Aspek rasa tanggung jawab sosial Di dalam al-Qur’an dan Sunnah sudah terdapat prinsip -prinsip umum tentang pembinaan masyarakat yang harus kita jadikan landasan. Ada beberapa kaidah sosial atau prinsip-prinsip kemasyarakatan yang perlu diperhatikan oleh manusia dalam menyusun konsepsi bagi masyarakat, bangsa dan negara. Prinsip-prinsip sosial itu adalah sebagai berikut: 1) Baik dan buruknya masyarakat tergantung kepada baik dan buruknya akhlaq individu masyarakat. 2) Rusaknya masyarakat banyak disebabkan oleh rusaknya moral para pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat. Kaidah sosial yang kedua ini menegaskan bahwa penyebab utama kerusakan moral masyarakat adalah karena meniru pemimpin dan tokohnya yang sudah rusak. 3) Hanya kepada orang-orang yang shaleh yang bisa dipercayakan untuk memperbaiki keadaan dunia. Kaidah sosial yang ketiga ini penting sekali diperhatikan dan direnungkan oleh generasi sekarang untuk dijadikan landasan dalam usaha
46
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Manusia berkualitas ...,52.
44
pembinaan kualitas generasi muda yang nantinya akan memegang estafet kepemimpinan bangsa dan negara. Pembinaan kualitas manusia tidak hanya dinilai dari segi intelektual, keterampilan dan kesehatan jasmaninya, akan tetapi yang paling penting adalah kualitas rohaninya, kualitas akhlaqnya atau dengan kata lain harus mengusahakan generasi penerus ini menjadi manusia-manusia yang shaleh.47 Dalam pemeliharaan lingkungan hidup, alam lingkungan di sekitar kita adalah ciptaan Allah swt untuk menjadi sumber kebahagiaan hidup manusia di dunia. Dia akan dapat dijadikan alat untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat bilamana kita dapat memanfaatkannya sesuai dengan petunjuk Allah swt dan RasulNya. Oleh karena kita harus memelihara lingkungan hidup ini dengan penuh rasa tanggung jawab, demi kebahagiaan hidup kita sendiri. Untuk memelihara lingkungan hidup kita harus memelihara keseimbangannya dan memperbaiki yang sudah rusak.48 5. Indikator sikap keberagamaan Glock & Stark berpendapat bahwa untuk mengetahui tingkat religius (keberagamaan) seseorang dapat di pakai kerangka konsep sebagai berikut: a. Keterlibatan ritual (Ritual Involvement) yaitu sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual dalam agama. b. Keterlibatan ideologis (Ideological Involvement) yaitu sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agama. 47
Abubakar Muhammad, Pembinaan Manusia ..., 266 -276. Abubakar Muhammad , Pembinaan Manusia ..., 561.
48
45
c. Keterlibatan intelektual ( Intelectual Involvement) yang menggambarkan seberapa jauh seseorang mengetahui ajaran agamanya dan aktivitasnya untuk menambah pengetahuan agama. d. Keterlibatan pengalaman (Eksperimental Involvement), apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. e. Keterlibatan konsekuen (Consequetial Involvement) yaitu sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya.49 Sejalan
dengan
tingkat
perkembangan
usianya,
maka
sikap
keberagamaan pada orang dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:50 1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. 2. Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. 3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. 4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
49
Masri Singarimbun dan Sopian Efendi, Metodologi Penelitian Survei, Jakarta: LP3S , 1987, 126-127. 50 Jalaluddin, Psikologi Agama..., 107-108.
46
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani. 7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya. 8. Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang. Berdasarkan hal di atas dapat diketahui bahwa sikap keberagamaan itu merupakan keadaan di dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keberagamaan ini merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.
BAB III DINAMIKA AKTIVITAS DAN PERAN PEMBINA EKSTRAKURIKULER ROHIS DI SMK SALATIGA A. Gambaran Umum SMK Salatiga 1. SMK Negeri 1 Salatiga a. Sejarah berdirinya SMK Negeri 1 Salatiga. Pada tahun 1967 di Salatiga belum ada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri, konon pada tahun itu pula di bentuk panitia pendiri SMEA perpisahan Negeri yang diketahui oleh Bapak Wali kota madya Salatiga (Bp. Letkol S. Soegiman pada waktu itu), dan di dukung oleh bapak-bapak Muspida. Dengan izin kepala kantor perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah No. IDPE/435/D/67, tanggal 17 Januari 1967, maka berdirilah SMEA yang berstatus persiapan di Salatiga. Atas dasar surat Bapak Kepala Kantor Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah tersebut, maka kami tingkatkan permohonan kami ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta agar kiranya ditingkatkan status SMEA persiapan Negeri No. M/30/115 tanggal 25 Mei 1968, yang dilampiri rekomendasi dari IDPE Provinsi Jawa Tengah, alhasil turunlah surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 191/UUK-3/1969 tanggal 25 Mei 1968, yang memberi peningkatan status persiapan menjadi Negeri. Turunnya surat keputusan Menteri tersebut membuat hati Kepala Sekolah, guru dan staf tata usaha serta para siswa-siswi menjadi gembira
47
48
bercampur bangga. Namun di balik kegembiraan tersebut masih prihatin, sebab SMEA Negeri pada waktu itu belum memiliki gedung sekolah sendiri. Atas dasar jasa dan budi baik dari Kepala SMEP Negeri Salatiga (walaupun pada waktu itu SMEP Negeri juga masih menumpang di asrama SPG Negeri Salatiga) dipinjamilah SMEA Negeri ini sebanyak 4 lokal dan masuk pada siang hari, pimpinan sekolah pada waktu itu di tunjuk Bapak Sri Sadana, B. A.(Almarhum). Pada tahun berikutnya SMEA Negeri Salatiga di beri kesempatan untuk menempati gedung bangsal kesenian milik SPG Negeri Salatiga dan masuk pagi hari. Perlu diketahui bahwa bangsal tersebut masih terbuka, tanpa penyekat dan tanpa pintu. Oleh karena itu ruang yang luasnya kirakira 300 m2 di bagi lima dalam ruangan dekat sekat dinding bambu yang berlubang-lubang, sehingga sering terjadi keributan bila murid-murid sedang di beri pelajaran. Untuk mengatasi polusi suara itu lalu diadakan semacam konsensus oleh para guru, yaitu bila kelas yang satu gurunya mengajar, kelas yang lain harus menulis. Namun sesekali juga terjadi terpaksa semua guru mengajar lisan, sehingga suara guru itu tumpang tindih saling mengisi, menyebabkan murid-murid sering bingung untuk membedakan mana suara guru kelasnya dengan suara guru di kelas lain. Pada tahun 1970 SMEA Negeri Salatiga mendapat pinjaman 4 lokal milik SMA Negeri di Jalan Kemiri walaupun dengan syarat masih harus menyelesaikan bangunannya terlebih dahulu. Jalannya proses belajar mengajar boleh dikatakan lancar, gangguan atau
49
polusi suara dari kelas yang berhimpitan sudah dapat teratasi. Yang menjadi problem baru ialah masalah transportasi guru. Mereka harus mondar-mandir dari kelas yang berada di SPG Negeri ke kelas yang ada di SMA Kemiri kurang lebih 2 km dengan mengayuh sepeda. Kiranya Tuhan memperhatikan do’a dari para guru dan staf tata usaha dan siswa-siswi. Angin segar pun datang meniupkan suasana baru bagi SMEA Negeri yang masih diliputi dengan penuh perjuangan. Pada tahun 1973 SMEA Negeri atas perkenan Bapak Walikota madya Salatiga, yang pada saat itu di jabat oleh Bapak Letkol. S. Soegiman diberi izin untuk menempati gedung bekas sekolah Cina milik BAPERKI yang digunakan proses belajar mengajar. Mula-mula gedung yang hanya terdiri dari enam lokal di sebelah barat beserta aula yang sekarang digunakan untuk menyimpan barang inventaris (meja kursi guru), awal mulanya aula tersebut di sekat-sekat 3 lokal untuk mencukupi ruang belajar dan sebagian untuk ruang guru/ ruang Tata Usaha (TU). Setahun kemudian didirikan ruang belajar di sebelah timur oleh BP3 di bantu oleh Pemda setempat. Ruang-ruang belajar tersebut pernah di rehab dengan dana pelita pada tahun 1983 sehingga menjadi baik, dan dapat digunakan keterangan belajar. Selain ruang tersebut juga ruangan belajar di sebelah utara serta ruangan perpustakaan pernah di rehab dengan dana pelita tahun 1984. Beberapa tahun kemudian setelah jumlah kelas menjadi 15 lokal dengan diikuti perkembangan alat-alat teori maupun praktik siswa serta tempat sepeda, lapangan volley ball, rehab lapangan tennis dan pagar
50
keliling. Tanah lapangan dan bangunan SMEA Negeri Jl. Jend. A. Yani 14 Salatiga pada saat ini masih dalam proses penyertifikatan. Pada akhirnya SMEA Negeri Salatiga telah selesai dibangunkan oleh Negara. Gedung yang baru di lokasi Desa Kembangarum kurang lebih 15.000 m2 (tanahnya) dan ruang teori ada 18 kelas biaya pembangunan dari ADB (Asean Development Bank), menghabiskan dana sekitar 1,7 Milyar dan termasuk voced II (Second Vocational Education). Demikian pula perabot dan peralatan praktiknya dilengkapi juga dengan dana ADB sekitar 2 milyar. Sejak tanggal 1 Agustus 1992 SMEA Negeri Salatiga beserta alatalatnya dengan upacara yang dihadiri pula Bapak Kakanwil Depdikbud Provinsi Jateng beserta ibu dan para pejabat setempat. Pada saat boyongan kelas 1 dan II yang pindah ke lokasi baru, adapun kelas III tetap di Jl. A. Yani 14 Salatiga hingga akhir Maret 1993. Gedung baru memiliki alat teori dan alat praktik yang lengkap terdiri dari ruangan pertemuan dll. Dengan lengkapnya peralatan teori dan praktik, maka SMEA Negeri Salatiga dituntut untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menghasilkan tenaga siap pakai. Pada awal tahun 2000 jumlah peralatan praktik berupa komputer yang dapat digunakan untuk KBM hanya 10 unit, sehingga konsentrasi pada tahun ajaran tersebut adalah usaha untuk pengadaan komputer sebagai alat praktik siswa. Secara terhadap dari tahun ke tahun dimintakan sumbangan kepada orang rua siswa kelas I. Kepala Sekolah bersama 1 orang Wakil Kepala Sekolah di undang workshop di PPPG Jakarta selama 1 minggu, dan di minta memaparkan bagaimana keadaan
51
SMK 1 Salatiga meliputi kemampuan yang ada, tantangan, hambatan serta peluang. Berawal dari workshop pada tahun 2000 berlanjut pada tahun 2001 SMK 1 Salatiga di undang Direktorat untuk angkatan 1. Sekolah Standar Nasional berjumlah 40 SMK. Berdasarkan kesepakatan rapat staf pimpinan program keahlian penjualan disepakati untuk di angkat mewakili SMK 1 sebagai program keahlian berstandar Nasional. Asistensi manajemen sebanyak 3 kali selama tiga tahun berturut-turut, yakni pada tahun 2001, 2002, dan 2003. Petugas yang hadir adalah instruktur (Widya Iswara) program keahlian penjualan dari PPPG Sawangan Jakarta. Pada awal tahun pelajaran 2003-2004 Kepala Sekolah di undang ke Jakarta oleh Dir Dik Menjur untuk mengikuti workshop SMK Besar se-Indonesia. Jumlah sekolah yang di undang pada tahap 1 tersebut 40 sekolah. Dari hasil kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa saat itu Direktur Dikmenjur mengharap bagi SMK yang memungkinkan di lihat dari letak geografis bangunan, animo pendaftar serta fasilitas sarana prasarana agar dapat dikembangkan menjadi SMK besar. Apalagi Pemda setempat mendukung maka dari pusat disediakan dana Rp. 250.000.000,- (Dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk tiap tahun selama tiga tahun berturut-turut. Pengembangan SMK 1 menjadi SMK Besar pada tahun pertama 2004-2005 menerima 10 kelas, terdiri dari Akuntansi 2 kelas, Tata Boga 2 Kelas, dan Tata kecantikan 1 kelas. Pada tahun kedua dan ketiga (2005-2006 dan 20062007) penerimaan siswa baru sebanyak 12 kelas, masing-masing program
52
keahlian 2 kelas, sehingga komposisi kelas saat ini, kelas III 10 kelas, kelas II 12 kelas dan kelas I 12 kelas, total kelas di SMK Negeri saat ini 34 kelas. b. Visi dan Misi SMK Negeri 1 Salatiga Visi: “Menghasilkan lulusan yang beriman, kompeten, dan kompetitif serta berwawasan lingkungan” Misi: 1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik. 2. Mendidik peserta didik menjadi warga Negara yang bertanggung jawab dan berkarakter. 3. Mendidik peserta didik, mampu menerapkan hidup sehat, memiliki wawasan pengetahuan, lingkungan dan seni. 4. Mendidik dan melatih peserta didik memiliki keterampilan sesuai kompetensi keahliannya. 5. Menumbuhkan jiwa dan semangat wirausaha. 6. Membekali
peserta
didik
dengan
ilmu
pengetahuan
dan
keterampilan sebagai bekal bagi yang berminat untuk melanjutkan pendidikan. c. Jenis Program Keahlian 1. Program Keahlian Jasa Boga 2. Program Keahlian Tata kecantikan 3. Program Keahlian Tata Busana 4. Program Keahlian Akuntansi 5. Program Keahlian Administrasi Perkantoran 6. Program Keahlian Pemasaran
53
d. Struktur Organisasi Gambar 3.1 STRUKTUR ORGANISASI SMK NEGERI 1 SALATIGA TAHUN AJARAN 2012/2013 Kepala SMK Bambang HD, M. Pd Dunia usaha/Industri
Komite Sekolah
Koordinator TU Dra. Budiarti
Waka Kurikulum Victor Haruman, SP
KKH akuntansi Sri Makmuri S. Pd
KKH Adm. Perkantoran Dra. Lina A
Manajemen Mutu Martana, S.Pd
Waka Kesiswaan Drs. Sensus Sumartono
KKH Pemasaran Gendi D, S.Pd
KKH Normatif & Adaptif Tedjo S, S.Pd
Waka Humas Drs. Niam abadi
KKH B. Butik Winarsih, S. Pd
Waka sarpras Suripan, S.Pd
Waka Ketenagaan M. syafi’i, S. Ag, S.H, M. Kn
KKH Tata boga S Manzuzatun, M. Par
KKH Tata Kecantikan Rias Yustina, S.Pd
54
e. Struktur Kepengurusan Organisasi Kerohanian Islam (Rohis) Penanggung Jawab umum
: Kepala SMK Negeri 1 Salatiga (Bambang Dwi H, M.Pd)
Penanggung Jawab Operasional: Waka Kesiswaan SMK Negeri 1 Salatiga Koordinator
: Hj. Mutmainnah, S. PdI
Pembina
: Drs. Untoro, M.Pd
Ketua Umum
: M. Riza
Wakil Ketua
: Yahfi Almira PW
Sekretaris Umum
: Ajeng R
Wakil Sekretaris
: Mar’atus Sholihah
Bendahara Umum
: Tri Suryani
Wakil Bendahara
: 1. Mifathul Jannah 2. Widyawati
Sie-Sie Jum’atan
: Agus, Wahyu, Ismoe, Fais Akbar
An Nisa’
: Wulan, Alfiatur Rohmah, Alisa
Perpustakaan
: Gangga Widya, Siwi Ayu W, Nita Putri
Rebana
: Barur Nur, Supriyono, Devi Ardiyani
Tilawah
: Fitri Okta, Amanda, Wulan, Siti Arifah
Pembantu Umum
: Sie Rohani Islam Kelas X, XI, dan XII
55
2. SMK Negeri 2 Salatiga a. Sejarah berdirinya SMK Negeri 2 Salatiga Sejak dikembangkannya kurikulum SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) tahun 1994, pemerintah sangat memperhatikan perkembangan dan eksistensi Sekolah Menengah Kejuruan. Harapan pemerintah adalah agar sekolah kejuruan mampu mencetak tamatan yang siap bersaing untuk mendapatkan peluang bekerja di berbagai sektor di dalam dunia kerja (DU/DI ). Usaha pemerintah memajukan sekolah kejuruan tidak hanya memperbaiki kurikulum dan perangkat-perangkatnya saja, namun juga dengan mendirikan unit-unit gedung baru di berbagai pelosok tanah air. Salatiga, kota yang sejuk dan tenang ternyata menjadi salah satu pilihan pemerintah dalam bidang pendidikan kejuruan. Maka pada tahun 2000, awal dari era globalisasi yang penuh tantangan dan tuntutan, berdirilah dengan megah dan membanggakan: SMK Negeri 2 SALATIGA. Pembangunan SMK Negeri 2 Salatiga yang menelan biaya besar ini tidak terlepas dari proyek bantuan luar negeri sebagai komitmen dalam mencetak tenaga trampil tingkat menengah, yaitu dari Pemerintah Jepang melalui proyek peningkatan mutu Sekolah Menengah Kejuruan lewat LOAN OECF INP-21. b. Visi dan Misi Visi: Menyiapkan tamatan yang mampu bersaing di era global dan ber Imtaq tinggi.
56
Misi : 1.Menyiapkan tamatan yang menguasai IPTEK dan mempunyai iman dan taqwa. 2. Menyiapkan tamatan siap masuk kerja. 3. Menyiapkan tamatan yang mempunyai jiwa kewirausahaan. 4. Menyiapkan tamatan yang cerdas, jujur dan bermoral. 5. Menyiapkan tamatan dengan kompetensi bertaraf internasional. 6. Menyelenggarakan sekolah dengan pelayanan bertaraf internasional. c. Bidang Keahlian: 1. Teknik Bangunan: Teknik Konstruksi Kayu, Teknik Konstruksi Batu dan Beton, Teknik Gambar Bangunan 2. Teknik Elektro: Teknik Audio Video, Teknik Elektronika Industri 3. Teknik Mesin: Teknik Mekanik Otomotif, Teknik Pemesinan 4. Teknik Informatika: Teknologi Komputer dan Jaringan SMK Negeri 2 Salatiga berusaha semaksimal mungkin menghasilkan tamatan yang mempunyai ciri-ciri antara lain: Siap memasuki lapangan kerja serta dapat mengembangkan sikap profesional dalam lingkup bidang keahlian yang dipilihnya, Mampu memilih karier, mampu berkompetensi dan mampu mengembangkan diri dalam lingkup bidang keahlian yang dipilihnya, Siap menjadi tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia usaha dan industri (DU/DI) saat ini maupun masa yang akan datang dalam lingkup bidang keahlian yang dipilihnya dan dapat menjadi
warga
negara
yang
produktif,
adaptif
dan
kreatif.
57
d. Struktur Organisasi Gambar 3.2 STRUKTUR ORGANISASI SMK NEGERI 2 SALATIGA TAHUN AJARAN 2012/2013 Du/DI
WMM
Ko. RSBI & Tata Usaha Edy Andriyat, S.Pd
Haris Wahyudi, S.Pd, M.Pd
WKS 1 Ghrozali Kabul, S.Pd
KPSK T. Bangunan Drs. Darta
KPSK T.Elektronika Kristiyono, S.Pd
Komite Sekolah
Kepala SMK Negeri 2 Salatiga Drs. Hadi Sutjipto, MT
WKS 2 Sodiq, S.Pd
WKS 3 Asdiqo`,S.Pd
KPSK T. Otomotif Sartono, S.Pd
Guru/ Wali Kelas
KPSK T. Mesin W. Pontjo H, S.Pd
WKS 4 Drs. Eko Sudaryanto
KPSK T.Informatika Mara T, S.Pd, T, M.Pd
Ko.Normatif/Adaptif Dedik Wahono, S.Pd,MM
58
e. Struktur Kepengurusan Organisasi Kerohanian Islam (Rohis) Penanggung Jawab : Kepala SMK Negeri 2 Salatiga (Drs. Hadi Sutjipto, M.Pd) Pembina
: H. Muh. Sholihin, M.PdI dan M. Rovi’i, M.PdI
Ketua
: Fiki Kurnia Rachman
Wakil
: Imam S
Sekretaris
: 1. Anggreani Puspitaningrum 2.Risa Nindia Ristiyanti
Bendahara Wakil Bendahara
: 1. Yulida Asriyati : Puput Dwi C.
Sie-Sie
3.
Sie Humas
: Muammad Bagas, M.Aklis, Yusuf
Sie Jum’at Amal
: M. Fauzi, M. Nur Rohman, Robi SR
Sie PHBI
: M. A. Krisnawan
SMK Pelita Salatiga
a. Sejarah Berdirinya SMK Pelita Salatiga Seperti permasalahan yang sedang dihadapi beberapa daerah lainnya, di Salatiga juga mengalami keterbatasan lembaga pendidikan menengah kejuruan jenjang atas. Dengan keterbatasan daya tampung tersebut, banyak lulusan SMP dan anak-anak drop out yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih atas baik kejuruan maupun umum di beberapa kota sekitarnya. Berangkat dari kenyataan tersebut, Bapak Drs. R. Soekamto
59
yang sekarang menjadi ketua yayasan “PELITA” Salatiga, mempunyai gagasan untuk mendirikan Sekolah Menengah Ekonomi Atas agar dapat menekan permasalahan tersebut. Untuk itu tepatnya pada hari jum’at kliwon tanggal 2 Mei 1969 berdirilah SMEA (Sesuai kurikulum 1994 namanya menjadi SMK) PELITA Salatiga, dengan: ●Watak satria Gatutkaca (Pahlawan Amerta) yang mempunyai pepatah “sepi ing pamrih rame ing gawe” (gugur di medan perang Barathayudha). ● Filsafat Tri Ratno yaitu: - Lahir pada hari pendidikan Nasional yaitu 2 Mei. - Nama PELITA (Pembangunan Lima Tahun) dengan maksud mendapatkan filsafat Negara Republik Indonesia. - lambang lilin menyala di apit oleh kapas artinya membuat terang dan membuat kemakmuran. ● Semboyan: SUSILA ASTINA yang berarti berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan melakukan kemasyarakatan. Sungguh gembiranya saat itu walaupun belum memiliki gedung sendiri namun sekolah tersebut mendapat perhatian yang banyak dari Masyarakat. Terbukti dengan banyaknya siswa-siswi yang memasuki sekolah ini. Begitu lahir sekolah ini disebut pahlawan, maksudnya begitu lahir langsung memiliki tiga kelas dengan jumlah sebanyak 115 siswa yang terdiri dari: Kelas I: 60 Siswa, Kelas II: 23 Siswa, dan Kelas III: 32 Siswa.
60
Dipimpin Bapak Drs. R. Soekamto pada tanggal 16 April 1970 mendapat status tercatat dari Pemerintah. Adapun program kerjanya sebagai berikut: ● Tahun 1969-1974 disebut masa menanam. ● Tahun 1974-1979 disebut masa memelihara. ● Tahun 1979-1984 disebut masa tuntas. ● Tahun 1984-1989 disebut masa pembangunan tahap ke 1 ● Tahun 1989 – 1994 disebut masa pembangunan tahap ke II ●Tahun 1994- 1999 disebut masa pembangunan tahap ke III Kemudian pada tanggal 19 Februari 1970 Bapak Drs. R. Soekamto mendirikan Yayasan Pendidikan PELITA (YPP) yang berlandaskan pendidikan, kebudayaan dan kesejahteraan, berdasarkan pancasila, bertujuan membentuk masyarakat adil dan makmur di bidang pendidikan serta mendapat pengesahan dari Pemerintah dengan akte notaris No. 1 Tanggal 6 Maret 1970. Berikut adalah daftar nama Kepala Sekolah SMK PELITA Salatiga: 1. Drs. R. Soekamto, pada saat berdiri sampai dengan bulan Agustus 1970. 2. Assok Kadjarso, BA. Mulai Agustus 1970 sampai September 1972. Programnya membuat kursi dan meja. Dengan adanya kemajuankemajuan pendidikan di sekolah ini, pada tanggal 1 Januari 1972 statusnya dinaikkan menjadi terdaftar. 3. Goenadi, BA. Mulai September 1972 sampai Januari 1973. 4. Soekirni, BA. Mulai Januari 1973 sampai bulan Maret 1976. Programnya
membuat kursi kayu.
61
5. Soekakdi, BA. Mulai bulan Maret 1976 sampai April 1977. Programnya membeli mesin ketik 1 buah dan membuat kursi dari besi. 6. Isaac Sabuna Bth. Mulai April 1977 sampai Februari 1978. Pada saat itu mengalami kritikan, Kepala Sekolah membangun Sekolah kembali dan merintis membeli mesin ketik, berakhir bulan Juli 1980. 7. Soetrisno, MS. Mulai Juli 1980 sampai Juli 1982. Programnya memperbaiki kursi bekas STM. 8. Isaac Sabuna Bth. Mulai Juli 1982 sampai 1985. Programnya merintis membeli tanah walaupun sekolah mengalami krisis namun sekolah ini masih mempertahankan mutu pendidikannya, sehingga pada tanggal 10 Februari 1983 statusnya dinaikkan menjadi diakui. 9. St. Arry Maryono, BA. Mulai Juni 1985 sampai 1993. Programnya membangun sekolah tahap 1. Di lihat dari bangunannya semakin menanjak maka tahun kemudian tepatnya 10 Februari 1986 setelah diakreditasi dapat mempertahankan statusnya, diakui. Dengan melihat kenyataan tersebut maka pemerintah tidak segan-segan memberi bantuan baik berupa dana maupun tenaga pengajar kepada SMK PELITA Salatiga. 10. Drs. Sutikno. Mulai Januari sampai 1996. 11. Goenadi, BA. Mulai Agustus 1996. 12. Wibisono, Bsc. Mulai 1998 sampai 2000 13. Drs. Sutikno, M.Pd. Mulai 2000 sampai dengan sekarang.
62
Sekolah ini mengalami perpindahan tempat selama 5 kali yaitu: 1. Pada awal berdirinya menempati gedung SPG Negeri Salatiga di Jalan Kartini Salatiga dengan masuk sore. 2. Menempati gedung SMA Negeri 1 Salatiga di Jalan Kemiri 1 Salatiga dengan masuk sore. 3. Menempati gedung SMEA Negeri 1 Salatiga di Jalan Ahmad Yani Salatiga dengan masuk sore. 4. Mendapat kontrakan di Jalan Hasanuddin Salatiga, sebagian masuk pagi dan sebagian lagi masuk sore. 5. Sekarang menempati gedung sendiri di Jalan Hasanuddin Gang Mangga Salatiga yang telah diresmikan oleh Bapak Walikota madya Salatiga pada tanggal 18 Februari 1989. Demikian sekilas tentang sejarah dan perkembangan SMK Pelita Salatiga sejak berdiri hingga sekarang. b. Visi dan Misi SMK Pelita Salatiga Visi: “Menjadi lembaga penyedia tenaga kerja unggul yang berkompeten di bidang Perhotelan, Pemasaran retail, Teknik Komputer dan Jaringan, serta praktisi Akuntansi pada era global.” Misi: 1. Mutu pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan IPTEK. 2. Menghasilkan sumber daya manusia yang terampil, profesional dan siap pakai dalam dunia kerja.
63
3. Mutu tamatan yang berorientasi pada pasar kerja. c. Program keahlian yang dibuka Izin pertama kali sekolah diselenggarakan adalah untuk dua program keahlian yaitu program studi Akuntansi dan program studi Manajemen Bisnis. Setelah adanya kesempatan sekolah bisa membuka program keahlian yang baru dengan diadakan uji kelayakan. Pada tahun pelajaran 2006-2007 SMK Pelita Salatiga mempunyai 4 program keahlian. Ditambah dengan 2 program keahlian baru yaitu Perhotelan dan Teknik Komputer Jaringan. d. Struktur Kepengurusan Organisasi Kerohanian Islam (Rohis) Penanggung Jawab
: Kepala SMK Pelita Salatiga (Drs. Sutikno, M.Pd)
Pembina Rohis
: Mulyono, S.PdI
Penanggung Jawab Operasional: Waka Kesiswaan SMK Pelita Salatiga Ketua
: Ariansyah
Wakil
: Sartini
Sekretaris
: 1. Faizah 2. Messy
Bendahara
: Miyati
Sie-Sie: Sie Humas
: Reza Faleva
Sie PHBI
: Darmanto
64
e.
Struktur Organisasi Gambar 3.3 STRUKTUR ORGANISASI SMK PELITA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Kepala SMK Pelita Drs. Sutikno, M. Pd
BP3/Yayasan
Ka.Urs. TU
Anon
Gunawan
Madrasah
Wakil Kepala Sekolah Urs. Kurikulum
Urs.Sarana Prasarana
Urs. Humas
Urs. Kesiswaan
Rita Permana K, SH
Istiyanto, S. Pd
Singgih Pujiyanto, S. Pd
Agustinus SN, S.Pd
Koordinator BK Guru BK
Koordinator Guru Mapel
Pem. Peng Pel Perpustakaan
Wali Kelas
Guru
Siswa
65
4. SMK Islam Sudirman a. Sejarah berdirinya SMK Islam Sudirman Penyelenggaraan
pendidikan
dan
kesejahteraan
sosial
yang
bersendikan ajaran agama Islam akan sangat menunjang terciptanya manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu perlu adanya suatu Yayasan yang dapat menjadi wadah untuk menghantarkan umat manusia kepada kecerdasan, keterampilan, berani berwiraswasta dan sehat jasmani serta rohaninya dengan bertaqwa kepada Allah swt, di bentuk Yayasan Islamic Centre Sudirman di bawah naungan GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam). Yayasan ini didirikan tanggal 1 September 1977 dan berkedudukan di Ambarawa dan mendirikan cabang di tempat lain yang di pandang perlu salah satunya di Jalan Pos Tingkir Suruh 15 Km. Tujuan Yayasan ini adalah membentuk manusia Muslim Indonesia seutuhnya yang bertaqwa kepada Allah swt dengan menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal yang ada yaitu dari tingkat TK sampai dengan perguruan tinggi salah satunya adalah didirikannya SMK Islam Sudirman tepatnya Juni 1990 dengan satu program keahlian yaitu Akuntansi yang letaknya satu lokasi dengan SMP Islam Sudirman Tingkir. Meskipun jumlah kelasnya sedikit, akan tetapi sekolah ini masih tetap ada sampai sekarang yang dengan tujuannya adalah untuk menciptakan Muslim Indonesia yang cakap, cerdas, terampil, tangkas, berwibawa serta mampu berwiraswasta.
66
Membebaskan Muslim Indonesia pada khususnya, bangsa Indonesia pada umumnya dari segala macam kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. b. Visi dan Misi Visi: Menjadikan SMK Islam Sudirman Tingkir sebagai lembaga pendidikan menengah kejuruan yang unggul sesuai dengan kompetensinya berlandaskan akidah Islamiah yang peduli terhadap peningkatan keimanan dan akhlak mulia generasi muda. Misi: 1. Mengembangkan kegiatan belajar mengajar dengan landasan Standar Nasional Pendidikan berdasarkan iman dan taqwa. 2. Mencetak tenaga terampil tingkat menengah di bidang Akuntansi yang berakhlakul karimah. 3. Mengembangkan
potensi
dan
kreatifitas
siswa
dalam
kegiatan
ekstrakurikuler yang bersendikan moral agama. 4. Memanfaatkan potensi keunggulan lokal sebagai sarana menumbuh kembangkan sikap wirausaha. c. Bidang Keahlian: Akuntansi d. Struktur Kepengurusan Organisasi Kerohanian Islam (Rohis) Penanggung Jawab
: Kepala SMK Islam Sudirman (Dra. Sri Widyastuti)
Pembina Rohis
: Siri Muhtariyah, S.Ag
Ketua
: Abdurrahman
Sekretaris
: Kusfitri
Bendahara
: Dwi Wulan
67
e. Struktur Organisasi Gambar 3.4 STRUKTUR ORGANISASI SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2012/201
Kepala Sekolah Dra. Sri Widyastuti
MS
Waka. Kurikulum Drs. Akhsin B.
BP Kurnia Tri H, S.Pd
Ka. TU M. Andi A.
P. Prakerin Nur Hidayati Keuangan Titn Suryani, S.Pd Wrg. Sekolah Aminatus Sakdiyah
OSIS Suwanto, S.Pd
Perpustakaan Sutoro, S.Pd
BP – 3 ( Komite )
Guru / Instruktur
Siswa
Statistik/lab Aminatus sakdiyah
68
B. Bentuk Aktivitas Rohis di SMK Salatiga Pada dasarnya kegiatan ekstrakurikuler Rohis di koordinir oleh sebuah wadah di bawah OSIS. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang pembina ekstrakurikuler Rohis sekaligus sebagai ketua MGMP PAI SMK Salatiga Untoro, Ia mengatakan bahwa sekalipun Rohis berada di bawah OSIS, namun pembina tetap mengikuti setiap kegiatan untuk membimbing dan mengawasi serta memberikan evaluasi setiap kegiatan.1 Bentuk aktivitas Rohis di SMK Salatiga yang diwakili oleh SMK Negeri 1 Salatiga, SMK Negeri 2 Salatiga dan 2 SMK Swasta yaitu SMK Pelita Salatiga dan SMK Islam Sudirman, di antaranya antara lain: 1. Latihan Dasar Kepemimpinan Kegiatan ekstrakurikuler PAI di SMK Salatiga tidak lepas dari sebuah lembaga khusus yang mengkoordinir teknis pelaksanaan kegiatan agar berjalan dengan baik. Lembaga ini bernama Rohis di SMK Negeri 1 Salatiga, SMK Negeri 2 Salatiga, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman yang pengurusnya adalah siswa Muslim dengan Pembina Guru PAI dibantu oleh guru lainnya yang beragama Islam. Guna menambah wawasan peserta didik Muslim dalam berorganisasi, maka dibuat program kegiatan LDK ini. Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) di SMK Salatiga dilaksanakan untuk melatih peserta didik dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan. Di samping itu juga untuk mempersiapkan regenerasi kepemimpinan Rohis. Teknis pelaksanaan LDK adalah dengan menyaring peserta didik yang 1
Untoro, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Negeri 1 Salatiga, Wawancara, tanggal 07 Juni 2013.
69
duduk di kelas XI dan menyiapkan mereka sebagai generasi pelanjut dalam kepengurusan Rohis. 2. Pesantren kilat pada waktu bulan Ramadhan Guna mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa religius, Rohis di SMK Salatiga merancang beberapa kegiatan, antara lain: a). Buka Puasa Bersama. Kegiatan ini diprogramkan sebanyak tiga kali selama Ramadhan dengan pembagian penanggung jawab pelaksana per kelas, yakni kelas X, XI, dan XII. Teknis pelaksanaannya, masing-masing kelas membentuk kepanitiaan untuk persiapan buka puasa bersama. Selanjutnya ditentukan waktu dan tempat pelaksanaan. Sesuai dengan program kerja yang dirumuskan oleh Rohis, kegiatan ini dilaksanakan setiap sekolah dengan hari yang telah ditentukan oleh panitia dengan melibatkan warga sekolah dan selebihnya disesuaikan dengan lingkungan peserta didik masingmasing dan penanggung jawabnya. b). Pesantren Kilat Dalam pelaksanaan pesantren kilat, siswa SMK Negeri 1 Salatiga berada di Aula karena jumlah siswanya banyak, SMK Negeri 2 Salatiga berada di Masjid, sedangkan SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman Salatiga berada di Musholla karena jumlah siswa yang lebih sedikit dari pada sekolah Negeri. Kegiatan ini dilaksanakan sesuai jadwal per program studi dan per kelas agar memudahkan dalam absensi siswa. Adapun panitianya adalah pengurus Rohis. Sebagai pemateri pada kegiatan ini
70
adalah guru pendidikan agama Islam selaku pembina Rohis dan pemateri dari luar salah satunya adalah Mahasiswa STAIN. Beberapa nilai yang diharapkan dari pelaksanaan pesantren kilat yaitu: Pertama, adanya penanaman nilai moral, keimanan dan ketaqwaan serta akhlakul karimah. Kedua, penerapan disiplin kebersamaan dan mengembangkan kreativitas, diarahkan pada kemandirian peserta didik. Ketiga, mengembangkan solidaritas sosial dan kesetiakawanan sosial. Selain itu, juga diupayakan adanya hubungan kekerabatan antara pembina dan siswa.2 3. Pengajian rutin
yang dilakukan dalam bentuk mingguan, bulanan dan
seminar. Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin sebagai suatu bentuk silaturrahim dan komunikasi antar peserta didik muslim di luar sekolah, juga antara peserta didik dengan pembina ekstrakurikuler Rohis bahkan antara pembina dengan orang tua. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan di SMK Negeri 1 dan SMK Negeri 2 Salatiga sangat variatif, mulai dari pengajian biasa dengan mengundang penceramah dari berbagai kalangan, nonton bareng film-film bernilai edukatif dan Islami hingga kegiatan outbond dan games yang tidak lepas dari materi-materi keislaman. Variasi materi dan metode yang dilakukan menjadikan kegiatan tazkir tidak monoton dan membosankan, sedangkan di SMK Swasta seperti SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman hanya melakukan pengajian rutin dengan 2
Muh. Sholihin, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler PAI di SMK Negeri 2 Salatiga, Wawancara, tanggal 12 Juni 2013.
71
materi keislaman yang di bimbing oleh Guru Agama Islam di bantu oleh pengurus Rohis karena berkaitan dengan dananya yang minim untuk mengadakan kegiatan yang variatif seperti yang ada di SMK Negeri. Salah satu program yang juga diminati oleh siswa adalah pelaksanaan tazkir akbar. Kegiatan ini melibatkan siswa Muslim SMA/SMK se-Kota Salatiga. Waktu pelaksanaannya setiap dua atau tiga bulan sekali yang di koordinir langsung oleh Pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI SMA/SMK Kota Salatiga atau digabungkan dalam kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) agar memiliki nilai dakwah bagi masyarakat di Kota Salatiga. Pelaksanaan tazkir akbar selain menjadi ajang silaturrahim antar siswa Muslim se-Kota Salatiga juga menjadi forum komunikasi bagi pembina ekstrakurikuler PAI. Para pembina, khususnya guru PAI yang tergabung dalam wadah MGMP PAI SMA/SMK se-Kota Salatiga bisa memanfaatkan momen ini untuk saling bertukar informasi tentang hal-hal yang baru tentang berbagai permasalahan dan perkembangan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah masing-masing. 4. Baca Tulis al-Qur’an (BTA) Kondisi siswa di SMK Salatiga dalam hal kemampuan membaca al-Qur’an sangat beragam. Jika dikelompokkan tingkat kemampuannya maka terdapat tiga kelompok besar yaitu ada yang sangat mampu, mampu dan tidak mampu dalam membaca al-Qur’an.
72
Kategori sangat mampu adalah mereka yang bisa membaca dengan lancar dan fasih sesuai tajwid bahkan bisa membacanya dengan lagu. Kategori mampu adalah mereka yang bisa lancar membaca meskipun kadang kala tajwidnya kurang tepat, dan kategori tidak mampu adalah mereka yang belum lancar atau bahkan yang belum mengenal huruf alQur’an. Berdasarkan pengelompokan kemampuan tersebut, diadakan program belajar membaca al-Qur’an untuk peserta didik yang belum lancar atau belum mampu membaca al-Qur’an. Mereka yang mampu membaca alQur’an diberikan tanggung jawab untuk membimbing yang kurang lancar dan belum mampu membaca al-Qur’an. Menurut Mulyono selaku pembina ekstrakurikuler Rohis SMK Pelita Salatiga mengungkapkan bahwa kami sebenarnya cukup prihatin dengan kondisi seperti ini. Di satu sisi kompetensi al-Qur’an merupakan salah satu hal yang harus di capai dalam pembelajaran, namun di sisi lain masih banyak juga peserta didik yang belum lancar membaca al-Qur’an. Kami, pembina di sini tetap berupaya agar siswa bisa membaca al-Qur’an. Setidaknya mereka mau mempelajarinya dengan serius.3 Bagi peneliti, kondisi tersebut bukan hanya di alami oleh SMK Pelita Salatiga, namun hampir di setiap SMK di Kota Salatiga baik di SMK Negeri 1 Salatiga, SMK Negeri 2 Salatiga, SMK Islam Sudirman mengalami hal yang sama. Persoalan peserta didik mampu membaca al-Qur’an dengan lagu 3
Mulyono, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Pelita Salatiga, Wawancara, tanggal 13 Juni 2013.
73
yang baik adalah berkaitan dengan bakat yang dimilikinya. Tidak semua peserta didik memiliki modal suara yang bagus dan kemampuan untuk itu. Namun yang terpenting adalah mereka mampu membaca al-Qur’an dengan baik (lancar dan sesuai tajwid). 5. Kreasi Remaja Muslim Bentuk ekstrakurikuler di SMK Salatiga salah satunya adalah Krem (Kreasi remaja Muslim) yang meliputi rebana atau nasyid, pidato, kaligrafi, tilawah al-Qur’an. Kegiatan yang paling sedikit peminatnya adalah tilawah alQur’an. Seperti dikatakan oleh Muh. Sholihin
bahwa kurangnya minat
siswa dalam kegiatan Rohis terutama tilawah al-Qur’an. Di semua SMK kegiatan ini berjalan dengan baik, oleh karena itu diadakan perlombaan yang diselenggarakan oleh Kemenag Salatiga, dengan tujuan untuk mencari juara yang terbaik dari setiap siswa yang diwakili oleh sekolah masingmasing se-Kota Salatiga. Contohnya: - SMK Negeri 1 Salatiga sering memenangkan kejuaran lomba Rohis antara lain: Juara 1 lomba MTQ Pelajar tingkat Kota Salatiga, juara 1 lomba kreatifitas pawai ta’aruf dan juara 1 lomba tartil pelajar tingkat Kota Salatiga. - SMK Negeri 2 Salatiga yang termasuk dalam sekolah RSBI sering memenangkan kejuaran lomba Rohis antara lain: Juara 1 lomba tilawah tingkat kota, juara 1 lomba MTQ tingkat kota dan juara 2 lomba pawai ta’aruf.
74
- SMK Pelita setiap mengikuti perlombaan kreasi remaja muslim belum pernah sebagai juara akan tetapi selalu menjadi juara sampai di tingkat Provinsi dalam lomba menyanyi. - SMK Islam Sudirman pernah memenangkan lomba tartil tingkat Kota Salatiga juara 1 dan 2 sehingga masuk ke tingkat Provinsi. 6. PHBI (Peringatan Hari Besar Islam) Peringatan Hari Besar Islam di antaranya adalah memperingati Maulid Nabi Muhammad saw, Isra’ Mi’raj, Tahun Baru Hijriyah, dan lainnya. Ada yang dilaksanakan di sekolah dengan melibatkan semua unsur sekolah (Kepala Sekolah, guru-guru, pegawai), ada juga yang dilaksanakan di lingkungan siswa masing-masing atau digabungkan di tingkat Kecamatan atau Kota. Pelaksanaan Hari Besar Islam di lingkungan sekolah bisa menjadi ajang dakwah sekolah. Inilah saat yang tepat bagi siswa Muslim menunjukkan bahwa mereka mampu untuk berkarya dan menampilkan kreasinya. Selain bentuk kegiatan di atas, SMK Negeri 1 Salatiga dan SMK Negeri 2 Salatiga juga masih mengadakan aktivitas Rohis lainnya antara lain: Infaq Jum’at, infaq pada waktu jam pelajaran pendidikan agama Islam (PAI), Jum’atan, kajian an nisa’, Majelis do’a dan santunan anak yatim.
C. Keanggotaan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga Dalam kepengurusan Rohis terdiri dari anggota Rohis yang sudah memenuhi kriteria, dipilih melalui Musyawarah Besar (MUBES) anggota untuk masa
75
jabatan selama satu tahun sedangkan keanggotaan kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga terdiri dari: 1. Anggota biasa yaitu anggota Rohis hasil perekrutan melalui proses seleksi yang terdiri dari kelas X (sepuluh) dan kelas XII (sebelas). Masa keanggotaan pada umumnya selama 4 (empat) semester. SMK Negeri 1 Salatiga yang termasuk anggota biasa terdiri dari: kelas X jumlah siswa Muslim ada 393, yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis sebanyak 380 siswa sedangkan yang tidak aktif hanya 13 siswa. Kelas XI jumlah siswa Muslim ada 380, yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis sebanyak 370 siswa dan yang tidak aktif hanya 10 siswa. SMK Negeri 2 Salatiga yang termasuk anggota biasa terdiri dari: kelas X jumlah siswa Muslim ada 488, yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis sebanyak 468 siswa dan yang tidak aktif hanya 20 siswa. Kelas XI jumlah siswa Muslim ada 433, yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis sebanyak 418 siswa dan yang tidak aktif hanya 15 siswa. SMK Pelita Salatiga yang termasuk anggota biasa terdiri dari: kelas X jumlah siswa Muslim ada 77, yang aktif mengikuti kegiatan Rohis sebanyak 55 siswa dan yang tidak aktif hanya 22 siswa Kelas XI jumlah siswa Muslim ada 58, yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis sebanyak 40 siswa dan yang tidak aktif hanya 18 siswa.
76
SMK Islam Sudirman yang termasuk anggota biasa terdiri dari: kelas X jumlah siswa 33 semua beragama Islam, dan aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis. Kelas XI jumlah siswa 25 semua beragama Islam dan aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis, karena sekolah ini di bawah Yayasan Islam dengan nama “Yayasan Islamic Centre Sudirman.” 2. Anggota luar biasa (anggota kehormatan) yang terdiri dari aktivis Rohis senior (kelas XII) yang masih turut aktif dalam ekstrakurikuler Rohis. SMK Negeri 1 Salatiga yang termasuk anggota luar biasa dari kelas XII dengan jumlah siswa Muslim ada 340, yang masih aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis sebanyak 330 sedangkan yang tidak aktif hanya 10 siswa. SMK Negeri 2 Salatiga yang termasuk anggota luar biasa dari kelas XII dengan jumlah siswa Muslim ada 443, yang masih aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis sebanyak 426 sedangkan yang tidak aktif hanya 17 siswa. SMK Pelita Salatiga yang termasuk anggota luar biasa yaitu kelas XII dengan jumlah 67 siswa, yang masih aktif dalam ekstrakurikuler Rohis sebanyak 47 sedangkan yang tidak aktif hanya 20 siswa. SMK Islam Sudirman yang termasuk anggota luar biasa yaitu kelas XII dengan jumlah 29 siswa, semua juga masih aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis.
77
D. Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga Peranan pembina dalam rangka mengantarkan siswa-siswinya untuk peningkatan sikap keberagamaan dilakukan dengan cara memberikan suatu wadah kerohanian Islam (Rohis). Tujuannya supaya siswa dapat termotivasi untuk bertingkah laku yang baik terhadap dirinya sendiri, terhadap penciptaNya (Allah swt) dan terhadap sesamanya. Cara yang dilakukan oleh pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis baik di SMK Negeri 1, SMK Negeri 2, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman yaitu dengan menggunakan pendekatan dalam menciptakan suasana religius, Oleh karena itu peran pembina ekstrakurikuler Rohis antara lain: 1. Peran pembina sebagai Motivator Hal ini telah di ungkap oleh Untoro selaku ketua MGMP PAI SMK se-Kota Salatiga sekaligus sebagai pembina kegiatan Rohis di SMK Negeri 1 Salatiga. Ia bertugas mengarahkan dan membimbing siswa dalam kegiatan Rohis. Kegiatan sie kerohanian Islam sangat berperan sekali dalam pembinaan mental siswa, seperti meningkatkan rasa beribadahnya, dan muamalahnya.4 Menurut Muh. Sholihin selaku pembina kegiatan Rohis di SMK Negeri 2, peranan pembina yaitu mengawasi dan mengarahkan jalannya kegiatan siswa serta membimbing kegiatan yang dilakukan siswa dalam
4
Untoro, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler ..., Wawancara, tanggal 07 Juni 2013
78
kegiatan ekstrakurikuler Rohis.5 Demikian juga di SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman, peranan pembina di sini sebagai pembimbing, memberi pengarahan, nara sumber dan sekaligus sebagai motivator. Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Siswa akan mengerjakan ekstrakurikuler Rohis dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang siswa akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (movitasi). Dalam kaitan ini pembina dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi keberagamaan siswa. Cara yang dilakukan pembina Rohis dalam memotivasi siswa untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yaitu dengan memberikan suri tauladan, menjelaskan manfaat dan tujuan dari kegiatan Rohis, memiliki bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan siswa, memilih cara penyajian materi yang bervariasi, memberikan sasaran dan kegiatan yang jelas untuk meningkatkan sikap keberagamaan, memberikan kesempatan, kemudahan dan bantuan kepada siswa dalam belajar, memberikan pujian, ganjaran dan hadiah serta penghargaan terhadap pribadi anak. Disinilah peran pembina kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat memberi motivasi agar ajaran Islam atau nilai-nilai akhlak mulia itu diamalkan dalam kehidupan siswa dan tampak dalam perilaku mereka.
5
Muh, Sholihin, Pembina Kegiatan..., Wawancara, tanggal 12 Juni 2013
79
Sebagai motivator, pembina Rohis harus memberikan contoh-contoh penerapan praktis dan konkret kepada siswa, mampu menunjukkan akhlaknya yang positif bukan hanya sekadar sebagai transformer materi akhlak semata. Hal ini lebih efektif dan akan menimbulkan efek kepada siswa dari pada ia hanya “mahir” dalam memberikan segudang materi pembelajaran akhlak. Pembina Rohis harus mampu mendorong meningkatkan kegiatan pengembangan belajar. Ia juga menjadi transmitter, yakni penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan, menciptakan kondisi yang merangsang siswa dari dalam diri siswa sendiri maupun dari luar diri siswa sendiri sehingga dapat mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas), menimbulkan minat dan semangat belajar siswa yang dilakukan secara terus menerus sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar. 2. Peran pembina sebagai Creator dan Inovator Pembina Rohis harus mampu menciptakan daya cipta (kreativitas) siswa, menghargai dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan kreasi seni, mengembangkan bakat dan kemampuan siswa ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai. Peran pembina
juga berusaha membentuk seluruh
pribadi siswa menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan, meningkatkan sikap keberagamaan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia.
80
Setiap siswa tentu memiliki bakat dan minat yang berbeda. Setidaknya, potensi yang terakomodir apalagi hingga berprestasi akan membawa pengaruh positif dalam proses pembinaan selanjutnya. Ada tiga bentuk kreativitas yang dikembangkan oleh pembina Rohis, yaitu: Mading (majalah dinding), teater dan band Islam. Pengembangan kreativitas siswa tersebut tidak lepas dari misi dakwah sekolah yang diemban. Artinya, setiap penampilan dari siswa akan memberikan gambaran kepada warga sekolah lainnya tentang ajaran Islam. Pada hakekatnya siswa belajar sambil melakukan aktivitas, oleh karena itu siswa perlu diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan sendiri, mengembangkan kemampuan sosial dengan melakukan interaksi dengan siswa lain, guru dan masyarakat, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi. Pembina Rohis harus menjembatani pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi siswa dengan memberikan inovasi baru dalam penyampaian materi dan alat pendidikan serta pengajaran. Contohnya, inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan Rohis. Dengan demikian metode atau cara baru dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
81
Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Fungsi Inovator diterapkan dalam hal penyampaian materi. Metode yang digunakan dalam pengajaran sebaiknya tidak terbatas pada satu metode atau beberapa metode saja tetapi harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan pelajaran yang disampaikan sehingga metode yang digunakan dapat mewujudkan tujuan pendidikan dengan baik. Oleh karena itu, pembina Rohis mendorong dan mengajak siswa untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain dalam melakukan inovasi dan penemuan baru. Selama ini yang dilakukan para guru pendidikan agama biasa mengupayakan, pada jam intra kurikuler 5 menit sebelum pelajaran di mulai, agar para siswa berdo’a dan membaca al-Qur’an atau membaca alasmaul khusna. Pembina Rohis yang sekaligus sebagai guru PAI juga sudah menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran, contohnya dalam membaca al-asmaul khusna dengan cara dilagukan agar siswa mudah dalam menghafalkannya. Tidak banyak siswa non Muslim yang ikut mendengarkan ketika pembelajaran PAI. Selanjutnya guru memberi tugas kurikuler yakni untuk mengisi LKS sebagai pendalaman terhadap materi yang di ajarkan dan memberikan tugas kepada siswa Muslim untuk menghafal sedikit demi sedikit ayat al-Qur’an sampai hafal 1 juz dan hasilnya dapat di laporkan pada guru PAI, sebagai persyaratan kelulusan sekolah. Dengan diadakannya
82
kegiatan Rohis ini akan memberi wadah keagamaan bagi siswa Muslim untuk mendalami pemahaman tentang Islam”.6 Hal senada di ungkap oleh Mulyono selaku pembina SKI : “Upaya kegiatan keagamaan untuk meningkatkan sikap keberagamaan, maka di gunakan metode pelatihan, pembiasaan, serta keteladanan. Siswa dibiasakan untuk berdo’a terlebih dahulu dan membaca al-asmaul khusna, apabila sudah terbiasa seperti ini dalam mengerjakan pekerjaan lain pun diharapkan tidak lupa untuk berdo’a terlebih dahulu.7 Selain itu di SMK Negeri 2 Salatiga yang mayoritas siswanya lakilaki, diwajibkan untuk mengikuti shalat jum’at di Masjid sekolah (bagi anak laki-laki) dengan tujuan supaya siswa tidak lalai dalam menjalankan kewajibannya, adapun bagi anak perempuan tidak diwajibkan mengikuti jamaah shalat jum’at di Masjid sekolah, akan tetapi sebagai gantinya siswa dituntut untuk membaca buku agama Islam kemudian diresum dan dikumpulkan pada guru PAI. Dengan begitu pembelajaran PAI memberikan kesempatan pada siswa untuk memahami materi PAI, menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, hingga mengamalkan dalam masyarakat.”8 Rohis merupakan wadah penyalur kompetisi dan kreativitas diri. Tidak selamanya kurikulum sekolah bisa menyalurkan bakat yang dimiliki para remaja. Semisal membaca al-Qur’an, pengetahuan Islam, dan dakwah. Sekolah memiliki keterbatasan dalam menyalurkan bakat para siswanya. 6
Siti Muhtariyah, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis Di SMK Islam Sudirman, Wawancara, tanggal 8 Juni 2013. 7 Mulyono, Pembina Kegiatan..., Wawancara, tanggal 11 Juni 2013 8 Muh. Sholihin & M. Rovi’i, Pembina Kegiatan..., Wawancara, tanggal 12 Juni 2013
83
Kegiatan-kegiatan tersebut secara otomatis dapat membentuk sikap religius bagi siswa yang terlibat. 3. Peran pembina sebagai Integrator Peranan pembina Rohis adalah mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam pembelajaran setiap mata pelajaran yang dibinanya dengan memberikan uraian yang mengaitkan topik-topik pelajaran yang diajarkan dengan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, mengembangkan sikap siswa dengan baik, mencegah tingkah laku yang tidak baik, melaksanakan pembinaan disiplin beribadah dan kegiatan keagamaan di lingkungan sekolah. Pembina Rohis harus menyusun program kegiatan dan suasana yang dapat merangsang terwujudnya proses belajar siswa dengan bertingkah laku yang baik di lingkungan sekitarnya. Untuk membina tingkah laku yang dikehendaki, ia harus memberi penguatan positif (memberi stimulus positif sebagai ganjaran), atau penguatan negatif (menghilangkan hukuman suatu stimulus yang negatif). Penguatan positif (Positif reinforcement), diartikan sebagai respon terhadap suatu tingkah laku untuk mendorong berulang kembali tingkah laku positif. Di sini peran pembina Rohis adalah melakukan penguatan yang mendorong siswa untuk belajar dengan baik. Pemberian penguatan (reinforcement) ini dilakukan pada saat siswa berhasil melak-sanakan aktivitas atau kegiatan belajar yang dikehendaki, supaya terulang kembali tingkah laku yang dikehendaki tersebut.
84
Penguatan Negatif (negative reinforcement), yaitu pengurangan tingkah laku yang tidak menyenangkan di dalam kelas, harus diberi sanksi atau hukuman yang menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari. Misalnya dengan memberikan tugas pada siswa yang datang terlambat pada saat mengikuti ekstrakurikuler Rohis. Kegiatan ekstrakurikuler Rohis tidak terlepas dari kurikulum sekolah, karena masih bersifat formal. Hal ini di ungkap oleh Untoro: “Untuk program kegiatan ekstrakurikuler Rohis ini tidak terlepas dari kurikulum, misalnya dengan adanya kegiatan BTQ, Fiqih, Aqidah, Studi Islam dll. Semua ini untuk membantu proses intra pendidikan agama Islam.”9 Upaya yang dilakukan oleh pembina Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa pada kegiatan ekstrakurikuler Rohis adalah dengan cara memecahkan persoalan dan membatasi bahan, membimbing siswa kearah tujuan yang diharapkan, tanpa kehilangan kepercayaan terhadap dirinya. Pengalaman pribadi dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat memberi sumbangan yang besar bagi pembina Rohis. Latar belakang kebudayaan, sikap dan kebiasaan, minat perhatian dan kesenangan berperan pula terhadap pelajaran yang akan diberikan. Peranan pembina akan terwujud apabila dapat mengintegrasikan dan menyerasikan segenap aktivitas siswa di sekolah dengan cara meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan
9
Untoro, Pembina Kegiatan..., Wawancara, tanggal 07 Juni 2013.
85
kesadaran berbangsa dan bernegara, cinta tanah air, serta meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur. 4. Peran pembina sebagai Sublimator Peran pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis berfungsi untuk menyadarkan siswa bahwa segala perbuatan harus dijalankan dengan penuh pengabdian dan memunculkan citra positif yang berlandaskan iman. Dakwah itu harus dilakukan dengan meringankan dan tidak memberatkan, memudahkan dan tidak mempersulit, memberi kabar gembira dan tidak menakut-nakuti. Siswa diarahkan untuk menjadi pelaku agama yang loyal, memiliki sikap keperpihakan dan dedikasi (pengabdian yang tinggi terhadap agama yang dipelajarinya). Sementara itu, kajian-kajian keilmuan yang bersifat empiris, rasional, analitis-kritis dianggap dapat menggoyahkan iman sehingga perlu ditindih oleh pendekatan keagamaan yang bersifat normatif dan doktriner. Muh. Sholihin mengatakan bahwa: “Upaya merekrut siswa dilakukan melalui cara pendekatan individual yaitu lebih mudah dalam memberi arahan. Pendekatan ini didasarkan pada azas tolong menolong, nasihatmenasihati, melalui pelatihan dan pembiasaan. Contohnya: keteladanan dan kegiatan sosial.”10 Siswa di latih untuk terbiasa melaksanakan ibadah dan mua’amalah, seperti sholat dhuha, sholat dhuhur, membaca al-Qur’an serta mengucapkan salam jika bertemu teman, guru, maupun jika memasuki ruangan (kelas,
10
Muh. Sholihin, Pembina Kegiatan...,Wawancara, tanggal 12 Juni 2013
86
kantor dan lain-lain). Pelatihan dan pembiasaan merupakan cara yang cukup efektif untuk meningkatkan sikap keberagamaan siswa. Karena suatu pembiasaan dalam beragama dapat menciptakan kesadaran dalam beragama. Seorang pembina Rohis harus mampu meningkatkan sikap keberagamaan siswa. Masing-masing siswa mempunyai perbedaan dalam pengalaman, kemampuan dan sifat-sifat pribadi yang lain, sehingga dapat memberikan kebebasan dan kebiasaan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan penuh inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan sikap keberagamaan di sekolah. Pembina ekstrakurikuler Rohis yang dalam perannya sebagai motivator, creator
dan
inovator,
integrator
serta
sublimator
perlu
senantiasa
menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan mampu mengembangkan nilai-nilai akhlak dalam pembinaan siswa. Peranan pembina kegiatan ekstrakurikuler ini dibutuhkan dalam berbagai interaksi baik dengan siswa, sesama guru maupun dengan staf lain. Mengingat peran pembina Rohis di SMK Salatiga yang cukup besar, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan kinerja Rohis dapat dilakukan secara menyeluruh. Pertama, perlunya perhatian khusus dari para pengurus Rohis agar mampu mengembangkan program-program kegiatannya. Kedua, sekolah perlu memberikan ruang gerak yang luas kepada Rohis agar dapat merealisasikan programnya, misalnya dengan memberikan dukungan fasilitas, dana dan waktu. Ketiga, dukungan dari orang tua kepada putra-putrinya untuk mengembangkan kemampuan berorganisasi dengan memberikan kepercayaan
87
bahwa berorganisasi di Rohis akan membentuk sikap yang baik dan bermanfaat. Ringkasnya, pembina Rohis hendaknya merupakan pribadi-pribadi yang memiliki kedalaman wawasan, ilmu, dihiasi dengan tingkah laku akhlak mulia yang patut menjadi panutan siswa. Apalagi bagi pembina yang nota bene beragama Islam, tentu perlu memunculkan nilai-nilai keislaman di antaranya melalui keteladanan dan pembiasaan dalam berakhlak mulia.
BAB IV PENGARUH PERANAN PEMBINA EKSTRAKURIKULER ROHIS TERHADAP PENINGKATAN SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA A. Kondisi Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Salatiga Dalam gerak langkah hidup terutama di lingkungan sekolah, terbentuklah ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) di SMK Salatiga yang khusus ditujukan untuk menggali dan dapat memberi motivasi siswa di bidang keagamaan seperti di SMK Negeri 1, SMK Negeri 2 Salatiga, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman. Hal tersebut dapat berfungsi sebagai katalisator yang mampu menciptakan suatu suasana kondusif kehidupan agamis di sekolah sehingga tercipta insan yang bertaqwa dengan tetap memegang teguh norma-norma agama terutama pada era yang sudah mengglobal seperti sekarang ini. Suasana yang lebih maju tidak jarang menjerumuskan seseorang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Kegiatan ini pun harus ditujukan untuk membangkitkan semangat, dinamika dan optimisme siswa sehingga mereka mampu untuk mencintai sekolahnya dan menyadari posisinya di tengah-tengah masyarakat. Menurut M. Riza, dalam pembelajaran agama perlu digunakan beberapa pendekatan, antara lain: pendekatan pengalaman yakni memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan,
88
89
dan pendekatan pembiasaan yakni memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya dan atau akhlak mulia.1 Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa strategi penanaman nilainilai agama pada siswa oleh pembina Rohis dilakukan dengan cara mengadakan suatu pendekatan secara langsung, yaitu pengalaman dan pembiasaan melakukan khatmi al-Qur’an, mujahadah, salat berjama’ah dan kegiatankegiatan keagamaan lainnya secara terprogram dan rutin pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Persiapan sebelum pelaksanaan kegiatan Rohis sangat menentukan keberhasilan kegiatan tersebut karena dilaksanakan di luar jam pelajaran dan melibatkan banyak siswa. Menurut Siti Muhtariyah, proses pelaksanaan program kegiatan Rohis dalam pembinaan sikap keberagamaan siswa, perlu ada persiapan. Persiapan yang di maksud di sini adalah dilibatkan semua guru yang ada di sekolah yang masing-masing sebagai pengontrol kehadiran siswa pada saat kegiatan Rohis, ada yang menjadi petugas sesuai dengan jadwal, ada yang mengawasi siswa pada saat berlangsung kegiatan dan yang paling utama adalah dilibatkan semua wali kelas.2 Rumusan Glock dan Stark yang membagi keberagaman menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu mempunyai kesesuaian dengan Islam. Keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tetapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Islam mendorong
1
M. Riza, Ketua SKI SMK Negeri 1 Salatiga, Wawancara, 10 Juni 2013. Siti Muhtariyah, Pembina Ekstrakurikuler Rohis SMK Islam Sudirman, Wawancara, 8 Juni 2013. 2
90
pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh. Dimensi religiusitas Islam di SMK Salatiga dapat diuraikan dengan indikator-indikator sebagai berikut. 1. Dimensi keyakinan Dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan aqidah yang menunjukkan kepada tingkat keimanan seorang Muslim terhadap kebenaran Islam, terutama mengenai pokok-pokok keimanan dalam Islam yang menyangkut keyakinan terhadap Allah swt, para Malaikat, kitab-kitab, Nabi dan Rosul Allah swt, hari kiamat serta qadha dan qadar. Dalam pembinaan nilai-nilai aqidah ini memiliki pengaruh yang luar biasa pada kepribadian siswa, pribadi anak tidak akan didapatkan selain dari orang tuanya. Pembinaan tidak dapat diwakili dengan sistim pendidikan yang matang. Dimensi ini merupakan bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai dan menjadi sistem keyakinan (creed). Doktrin mengenai kepercayaan atau keyakinan adalah yang paling dasar yang bisa membedakan agama satu dengan lainnya. Dalam Islam, keyakinan-keyakinan ini tertuang dalam dimensi aqidah. Aqidah Islam dalam istilah al-Qur’an adalah iman. Iman tidak hanya berarti percaya melainkan keyakinan yang mendorong munculnya ucapan dan perbuatanperbuatan sesuai dengan keyakinan tadi. Keseluruhan dari implementasi aqidah itu akan terlihat pada ibadah siswa. Setiap pembina Rohis dan guru di sekolah harus menanamkan nilainilai ibadah tersebut kepada siswa agar dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
91
Ibadah tersebut memiliki pengaruh yang luar biasa dalam diri anak, pada saat anak melakukan salah satu ibadah, secara tidak langsung akan ada dorongan kekuatan yang terjadi dalam jiwa anak tersebut. Jika anak tersebut tidak melakukan ibadah seperti biasa yang ia lakukan seperti biasanya maka dia merasa ada suatu kekurangan yang terjadi dalam jiwa anak tersebut, hal ini karena di latar belakangi oleh kebiasaan yang dilakukan anak tersebut. Di sinilah dapat kita katakan bahwa anak seperti inilah yang mencemaskan orang tua, kalau para orang tua tidak dapat memberikan bimbingan dan pembinaan agama yang mantap. Menurut Rohmat Kurniawan, sebelum mengikuti kegiatan rohani Islam ia dalam memahami nilai-nilai keimanan sangat minim, sehingga ia sering melanggar norma agama diantaranya adalah sering melanggar tata tertib sekolah seperti merokok di area sekolah dan bolos sekolah pada waktu mata pelajaran yang tidak disukainya.3 Dimensi keyakinan atau aqidah Islam menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di SMK Negeri 1 dan SMK Negeri 2 siswa yang minim dalam hal aqidah jumlahnya 5% dibandingkan SMK Pelita karena lingkungan sekolah yang mayoritas non Muslim sehingga siswa yang belum memahami ajaran Islam jumlahnya 25%. Di SMK Islam Sudirman 90% siswa lebih memahami tentang aqidah
3
Rohmat Kurniawan, Siswa SMK Pelita Kelas XI Prodgi Perhotelan, Wawancara, 13 Juni 2013.
92
Islam yang mayoritas siswanya tinggal di pondok pesantren. Hal tersebut sebagaimana terlihat dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Sikap siswa yang minim dalam hal aqidah No
Nama Sekolah
1 2 3 4
SMK Negeri 01 SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga SMK Islam Sudirman
N 1113 1364 202 87
Frekuensi (siswa) 56 68 50 8
Prosentase (%) 5,0 5 25 10
Setelah diadakan kegiatan ekstrakurikuler Rohis maka siswa di SMK Negeri 1, SMK Negeri 2, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman, kesadaran dalam beraqidah sudah baik yang dapat dibuktikan dengan banyaknya kegiatan keagamaan di sekolah yang dilakukan oleh pembina Rohis seperti kajian al-Nisa, pengajian rutinan dengan pembina Rohis setelah kegiatan pembelajaran selesai sehingga lebih memahami dan meyakini tentang Allah swt, para Malaikat, Nabi dan Rasul, Kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar. Dalam menanamkan kepercayaan maka pembina Rohis berperan sebagai motivator memiliki tanggungjawab yang berat agar nilai-nilai aqidah terimplementasi melalui rukun iman sehingga dapat dipahami dan diyakini oleh siswa. 2. Dimensi praktik agama Dimensi praktik agama disejajarkan dengan syariah yang di dalamnya meliputi pengamalan ajaran agama dalam hubungannya dengan Allah swt
93
secara langsung dan hubungan sesama manusia. Dimensi ini lebih dikenal dengan ibadah sebagaimana yang disebut dalam kegiatan rukun Islam seperti shalat, zakat dan sebagainya serta ritual lainnya yang merupakan ibadah yang dilakukan setiap personal dan mengandung unsur transendental kepada Allah swt. Dimensi pengalaman agama berhubungan dengan perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang, atau pengalaman religius (dalam hal ini agama Islam) sebagai suatu komunikasi dengan Tuhan, dengan realitas paling sejati (ultimate reality) atau dengan otoritas transendental. Dimensi pengamalan adalah ukuran sejauhmana perilaku siswa dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan. Misalnya menyedekahkan hartanya, membantu orang yang kesulitan, dan sebagainya. Setiap kegiatan ritual mempunyai konsekuensi logis berupa pahala dan dosa bagi yang melakukannya. Dalam kaitannya dengan hal ini, Islam mengenal konsep amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf diaplikasikan berbuat kebaikan pada sesama manusia, saling menghargai dan membantu sesama.
Sedangkan
nahi
munkar
diaplikasikan
dengan
menjauhi
kemaksiatan, pergaulan bebas, tawuran, minum minuman keras, penggunaan obat terlarang, membantah orang tua dan seterusnya. Konsep ini mengajarkan keseimbangan antara unsur vertikal (hablum minallah) dan unsur horizontal (hablum minannas) dalam diri setiap siswa. Dimensi peribadatan (praktik agama) atau syariah menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan
94
ritual sebagaimana diperintahkan dan diajarkan oleh agamanya yang menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca al-Qur’an, ibadah kurban, i’tikaf di Masjid pada bulan puasa dan sebagainya. Di SMK Salatiga sekalipun dengan keterbatasan yang ada, pembina ekstrakurikuler Rohis berupaya untuk membiasakan siswa melaksanakan ibadah shalat khususnya shalat zhuhur berjamaah di sekolah. Teknis pelaksanaannya sebagaimana dijelaskan pembina Rohis
bahwa ketika
masuk waktu salat zhuhur, khusus bagi siswa Muslim diberikan dispensasi untuk melaksanakan shalat zhuhur. Hanya saja perlu dilaksanakan secara bergiliran karena Musholla hanya cukup untuk menampung siswa dengan jumlah per kelas. Tabel 4.2 Sikap siswa yang aktif melaksanakan ibadah shalat zhuhur berjamaah
No
Nama Sekolah
N
Frekuensi (siswa)
Prosentase (%)
1
SMK Negeri 01
1113
1000
90
2 3 4
SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga SMK Islam Sudirman
1364 202 87
1125 101 87
90 50 100
Berdasarkan tabel tersebut, Di SMK Negeri 1 dan 2 Salatiga terdapat 90% siswa yang melaksanakan salat zhuhur berjamaah di sekolah secara rutin. Sedangkan SMK swasta seperti SMK Pelita jumlahnya 50% siswa yang aktif mengikuti shalat berjamaah dibandingkan SMK Negeri karena
95
kesadaran siswa dalam beribadah kurang maksimal dan pendiri yayasan serta gurunya banyak yang beragama Nasrani. Berbeda dengan SMK Islam Sudirman meskipun swasta semua siswa melaksanakan sholat berjamaah karena merupakan yayasan Islam. Hasil pengamatan peneliti terhadap shalat siswa menunjukkan bahwa di setiap kelas masih ada yang belum melaksanakan shalat, baik karena malas melaksanakannya maupun tidak bisa membaca kaifiyat-kaifiyat shalat. Kenyataan ini terlihat pada saat ujian praktik pendidikan agama Islam di akhir tahun kelas XII. Menurut Muh. Sholihin, siswa yang tidak bisa melaksanakan shalat setiap tahun tetap ada tetapi prosentasenya kecil dibandingkan siswa yang sudah bisa melaksanakan shalat.4 Dimensi praktik agama yang berkaitan dengan ibadah puasa siswa tampak dalam tabel berikut: Tabel 4.3 Ibadah Puasa Ramadhan siswa No
Nama Sekolah
N
Frekuensi
Prosentase
(siswa)
(%)
1
SMK Negeri 01
1113
1000
90
2 3
SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
1364 202
1125 182
90 90
4
SMK Islam Sudirman
87
78
90
4
Muh. Sholihin, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Negeri 2 Salatiga, Wawancara, 12 Juni 2013.
96
Berdasarkan hasil wawancara peneliti, Pengamalan ibadah puasa ramadhan siswa di SMK Negeri 1 dan 2 serta SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman hampir seluruhnya (90%) siswa menyatakan selalu berpuasa. Dapat disimpulkan bahwa kesadaraan siswa melaksanakan puasa wajib sangat baik. Pada bulan Ramadhan siswa di wajibkan untuk mengikuti kegiatan pesantren kilat dengan tadarus al-Qur’an, tausiyah, berzikir dan berdo’a bersama tanpa ada kegiatan belajar mengajar sesuai dengan jadwal yang di buat oleh sekolah. Selain pesantren kilat, siswa juga diwajibkan untuk membayar zakat fitrah di sekolah, yang di kelola oleh panitia yaitu pengurus Rohis dan pembinanya. Dengan penuh kesadaran para siswa di SMK Negeri 1 dan 2, serta SMK Islam Sudirman langsung datang ke panitia tanpa ada unsur paksaan, ada yang membawa beras ada juga yang berupa uang. Akan tetapi berbeda dengan SMK Pelita kesadaran siswa kurang dalam memahami ajaran Islam dengan lingkungan sekolah yang mayoritas non Muslim, kalau tidak diperingatkan oleh panitia yang hampir setiap hari memasuki kelas untuk mendata siswa yang membayar zakat, siswa tidak membayarnya meskipun hanya 10% yang masuk kategori ini. Pada saat hari raya Idul Adha, di SMK Negeri 1 dan 2 sekolah mengadakan ibadah qurban yang berasal dari iuran para siswa dan guru. Menurut Untoro, di sekolah ini setiap tahunnya rata-rata jumlah hewan qurbannya ada 5-7 ekor kambing karena jumlah siswanya yang sangat
97
banyak. Daging qurban di sembelih di sekolah dan dibagikan kepada anggota keluarga siswa yang kurang mampu dan lingkungan sekitarnya.5 Berbeda dengan SMK Islam Sudirman, Menurut Siti Muhtariyah, jumlah hewan qurban rata-rata 3 ekor kambing karena jumlah siswanya hanya 3 kelas walaupun semuanya Muslim. Sekolah ini sering mendapat sumbangan daging qurban dari luar karena yayasan ini terdapat panti asuhan yang menampung anak yatim piatu, sehingga jumlahnya menjadi lebih dari cukup.6 Dalam melaksanakan ibadah qurban, di SMK Pelita setiap tahunnya rata-rata 2 ekor kambing yang berasal dari iuran para siswa dan guru beragama Islam karena yayasan, guru, dan karyawan banyak yang beragama non Muslim. Hewan qurban tersebut disalurkan ke panti asuhan dan Masjid lingkungan sekitar sekolah. Lembaga-lembaga pendidikan di SMK Salatiga terutama para pembina Rohis harus mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam pembelajaran (integrator) dan memberikan motivasi, membimbing, dan memberikan contoh kepada siswanya untuk menjalankan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan qurban sesuai dengan perintah agama. Ini terlihat dari hasil temuan yang menjadikan sekolah sebagai pusat memperoleh pengetahuan keagamaan dan tentu saja akan dijadikan pusat pembiasaan dalam pembinaan sikap keberagamaan. 5
Untoro, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Negeri 01 Salatiga, Wawancara, 16 Juli 2013. 6 Siti Muhtariyah, Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis di SMK Islam Sudirman Salatiga, Wawancara, 18 Juli 2013.
98
3. Dimensi pengamalan Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan Muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya terutama dengan manusia lainnya. Dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum minuman yang memabukkan, mematuhi norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam dan sebagainya. Hal ini dapat terlihat di SMK Salatiga melalui: a. Sikap siswa terhadap guru Sikap sosial yang ditunjukkan oleh siswa Muslim di SMK Salatiga berkaitan dengan hubungan siswa terhadap guru tampak dalam tabel berikut: Tabel 4. 4 Hubungan sosial siswa terhadap guru No
Nama Sekolah
N
Frekuensi (siswa)
Prosentase (%)
1
SMK Negeri 01
1113
55
5
2 3
SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
1364 202
68 50
5 25
4
SMK Islam Sudirman
87
22
25
99
Berdasarkan tabel tersebut, di SMK swasta seperti di SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman terdapat 25% siswa kurang memperhatikan tugas yang diberikan oleh gurunya. Hal ini dapat diketahui dengan indikasi adanya siswa yang tidak mau mengerjakan tugas rumah yang diberikan kepadanya, tetapi jumlah kelompok ini di SMK Negeri 1 dan 2 lebih sedikit yaitu 5%. Untuk menghadapi siswa yang tidak memiliki akhlakul karimah ini, ada baiknya gurunya mengkomunikasikan secara berkala terhadap kelompok-kelompok yang mempunyai tingkat
moralitas
rendah. Hal ini terkait dengan faktor emosional dan jiwa sosial. Kebiasaan siswa dalam bergaul dengan gurunya tercermin dari sikap siswa yang senang dan aktif dalam mengikuti seluruh mata pelajaran di sekolah. Perasaan siswa terhadap mata pelajaran sesuai dengan kemampuan siswa dan tingkat kesulitan pelajaran yang diikuti. Terbukti tidak semua mata pelajaran yang diikuti siswa di sekolah. Siswa yang tidak senang mengikuti pelajaran adalah siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang minim. Febri Ardiyansyah menjelaskan bahwa dalam mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris ia sering tidak masuk karena pelajaran tersebut sangat sukar dan sulit dipahami.7 Lain lagi pendapat Innes Sadam Agustina, kalau dirinya sering tidak masuk waktu pelajaran Pendidikan Agama Islam takutnya ketika di 7
Febri Ardiyansyah, Siswa SMK Pelita Salatiga Kelas XI progdi TKJ, Wawancara, 14 Juni 2013.
100
minta untuk membaca dan menghafalkan ayat al-Qur’an karena malu tidak bisa mengaji.8 Tabel 4.5 Sikap siswa dalam mengucapkan salam No
Nama Sekolah
N
Frekuensi (siswa)
Prosentase (%)
1
SMK Negeri 01
1113
1000
90
2 3 4
SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga SMK Islam Sudirman
1364 202 87
1125 182 79
90 90 90
Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 90% siswa di SMK Negeri 1 dan 2, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman selalu membiasakan diri memberi salam ketika bertemu dengan guru di mana pun mereka berada terutama pada saat guru masuk dan ketika memulai pelajaran di kelas. Bentuk pembiasaan itu merupakan wujud keberhasilan siswa setelah mendapat materi tentang akhlak pada kegiatan Rohis. Dalam sosialisasi antara siswa terhadap guru yang mengajar cukup baik, walaupun sebagian kecil siswa belum mampu mengenal secara mendetail seluruh guru yang ada di sekolah tersebut. Menurut Anggraeni Puspitaningrum, “kalau saya hanya mengenal guru yang pernah mengajar
Innes Sadam Agustina, Siswa SMK Pelita Salatiga Kelas XI, Wawancara, 12 Juni
8
2013.
101
saja, sementara guru yang lain jarang bertemu dan kalau bertemu saya hanya menganggukkan kepala.”9 Tabel 4.6 Hubungan komunikasi siswa terhadap guru
No
Nama Sekolah
1 2 3
SMK Negeri 01 SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
4
SMK Islam Sudirman
N
Frekuensi (siswa)
Prosentase (%)
1113 1364 202
890 1098 162
80 80 80
87
70
80
Berdasarkan tabel tersebut, hubungan komunikasi siswa terhadap guru di SMK Salatiga prosentasenya sebanyak 80%. Hal ini memberikan indikasi antara siswa dengan guru memiliki hubungan yang harmonis artinya dalam berinteraksi di sekolah sudah berjalan dengan baik. Ada pun siswa yang jarang berkomunikasi dengan guru mempunyai alasan tertentu, data tersebut diperkuat oleh pernyataan Heni, “Rumah saya jauh dari
sekolah
sehingga
saya
tidak
pernah
mengikuti
kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah dan dengan guru pun saya jarang bertemu. Saya hanya belajar di kelas setelah selesai saya langsung pulang ke rumah.”10 Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diadakan kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga, secara umum siswa bersikap 9
2013.
Anggraeni Puspitaningrum, Siswa SMK Negeri 02 Salatiga, Wawancara, 12 Juni
10
Heny, Siswa SMK Pelita Salatiga Progdi Perhotelan, Wawancara, 14 Juni 2013.
102
sopan kepada guru serta mengikuti nasihatnya. Mereka memiliki kesopanan dalam berbicara, tata krama kepada guru, menghormati, menghargai dengan mengikuti tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Kalau bertemu guru yang di kenal maupun tidak di kenal selalu mengucapkan salam kadang mencium tangan gurunya. Ketika gurunya sedang marah mereka diam dan segera memohon maaf, berjanji tidak mengulanginya lagi. b. Sikap siswa terhadap teman Menurut Nur Rohman,”teman-teman ini mempunyai tabiat masingmasing, pada umumnya saya senang bergaul dengan teman-teman di sekolah, tetapi kalau ada yang suka usil dan mengganggu, saya lebih memilih menjauhinya karena membuat sakit hati saja.”11 Sikap sosial yang ditunjukkan oleh siswa di SMK Salatiga berkaitan dengan hubungan siswa dengan teman lainnya tampak dalam tabel berikut: Tabel 4.7 Sikap siswa dalam berakhlakul karimah
No
Nama Sekolah
N
Frekuensi (siswa)
Prosentase (%)
1
SMK Negeri 01
1113
1000
90
2 3
SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
1364 202
1125 142
90 70
4
SMK Islam Sudirman
87
79
90
11
Nur Rohman, Siswa SMK Negeri 2 Salatiga, Wawancara, 12 Juni 2013
103
Berdasarkan tabel tersebut, di SMK Negeri 1, SMK Negeri 2, dan
SMK Islam Sudirman, 90% siswa dapat menahan diri dari perbuatan terlarang karena mereka mengerti bahwa perbuatan yang terlarang tidak akan membawa manfaat bagi dirinya, apalagi telah ditanamkan nilai-nilai ajaran agama sejak kecil. Di SMK Pelita 70% siswa dapat menahan diri dari perbuatan terlarang karena mereka tidak sepenuhnya memahami materi akhlak yang telah diajarkan sehingga belum sepenuhnya dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap pergaulan dengan teman-temannya kadang emosi tidak terkendali, banyak hal yang menyebabkan munculnya kesalah fahaman di antara mereka. Hal ini memicu permusuhan dan pertikaian. Seringkali siswa mengucapkan kata-kata yang jorok terhadap temannya sendiri, sehingga menyebabkan perkelahian, khususnya di SMK swasta seperti di SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman. Akan tetapi di SMK Negeri 01 dan SMK Negeri 02 Salatiga, siswa ketika bergaul dengan temannya selalu mengutamakan kebersamaan. Menurut Muhammad Bagas, “kebanyakan teman-teman saya sangat akrab dan tidak punya masalah dengan yang lain, kalaupun ada yang bermusuhan karena mereka salah faham atau tersinggung dengan ulah temannya yang suka mengganggu.”12
12
Muhammad Bagas, Siswa SMK Islam Sudirman Kelas XI Progdi Akuntansi, Wawancara, 8 Juni 2013.
104
Tabel 4.8 Sikap siswa terhadap teman yang butuh pertolongan
No
Nama Sekolah
1 2 3 4
SMK Negeri 01 SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga SMK Islam Sudirman
N 1113 1364 202 87
Frekuensi (siswa) 1000 1125 122 52
Prosentase (%) 90 90 60 60
Berdasarkan tabel tersebut, di SMK Negeri 1 dan 2, 90% siswa selalu menolong teman apabila terkena musibah karena siswa mengerti bahwa manusia hidup tidak lepas dari pertolongan orang lain di sekitar, dan siswa memiliki sifat kebersamaan dan kesetiakawanan terhadap sesama. Di SMK Islam Sudirman dan SMK Pelita 60% siswa menyatakan sering peduli terhadap sesama karena keadaannya mampu dan menolong teman yang tertimpa musibah dengan situasi yang tidak memungkinkan. Keakraban antar siswa di sekolah melahirkan suatu perilaku menolong temannya yang sedang sakit sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Ini menunjukkan bahwa rasa solidaritas siswa terhadap siswa yang lainnya cukup baik. Menurut Enggar Destia, kalau ada teman yang sakit ketua kelas memberitahukan kepada teman-teman lainnya. Kemudian ketua meminta
105
kepada semuanya mendo’akan dan diharapkan juga besoknya membawa uang untuk disumbangkan kepada teman yang sakit.13 Setelah ada pembinaan Rohis, kalaupun ada perkelahian hanya bersifat perselisihan, dan salah faham antara satu dengan yang lainnya. Semuanya dapat diselesaikan dan tidak sampai diteruskan di luar sekolah. Termasuk pergaulan dengan teman yang beda agama berjalan dengan baik dan teratur sesuai dengan peraturan sekolah. Kemampuan siswa menyesuaikan diri dengan suasana hati teman lainnya seperti berempati terhadap temannya yang sakit, dan bersabar menerima perlakuan tidak bersahabat dari temannya yang kadang mengganggunya. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa di SMK Salatiga berakhlak baik sesama temannya. Keadaan ini disebabkan koordinasi suasana hati yang merupakan inti hubungan sosial yang baik. c. Sikap siswa dalam membiasakan untuk melakukan hubungan sosial Sebagai bagian dari anggota masyarakat, siswa pun tidak bisa lepas dari hubungan sosial dengan lingkungannya. Dalam lingkungan pendidikan formal, setidaknya ada beberapa unsur yang senantiasa tetap di jaga keharmonisannya, seperti hubungan antara siswa dengan pembina ekstrakurikuler atau guru lainnya dan hubungannya dengan sesama teman. Keharmonisan hubungan yang dimaksudkan adalah dalam konotasi positif yaitu saling menghormati antara siswa yang satu dengan
13
Enggar Destia, Siswa SMK Pelita Salatiga kelas XI Progdi Pemasaran, Wawancara, 11 Juni 2013.
106
yang lain, tidak bermusuhan dan menimbulkan kesenjangan diantara keduanya. Kesadaran untuk berbuat baik sebanyak mungkin kepada orang lain, melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselarasan, dan keseimbangan dalam hubungan manusia baik pribadi maupun masyarakat lingkungannya. Adapun kewajiban setiap orang untuk menciptakan lingkungan yang baik adalah bermula dari diri sendiri. Jika tiap pribadi mau bertingkah laku mulia maka terciptalah masyarakat yang aman dan bahagia. Maka dari itu, yang termasuk cara berakhlak kepada sesama manusia adalah menghormati perasaan orang lain, memberi salam dan menjawab salam, pandai berterima kasih, memenuhi janji, tidak boleh mengejek, tidak mencari-cari kesalahan, tidak menawarkan sesuatu yang sedang ditawarkan orang lain. Usaha penanaman nilai religius dihadapkan pada berbagai tantangan baik secara internal maupun eksternal. Sebagai individu manusia tidak dapat memisahkan diri dari masyarakat yaitu tugas yang dilaksanakan untuk keselamatan dan kemaslahatan masyarakat tersebut, serta tangung jawab atas kelakuannya di masyarakat dan dihadapan TuhanNya. Pada hakekatnya orang yang berbuat baik atau berbuat tercela terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri karena orang lain akan senang berbuat baik kepada kita jika kita berbuat baik kepadanya. Ketinggian budi pekerti yang di dapat seseorang menjadikannya dapat
107
melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik sehingga orang itu dapat hidup bahagia, maka hal itu sebagai pertanda keserasian dan keharmonisan dalam pergaulan sesama manusia. Tabel 4.9 Sikap siswa dalam bertutur kata
No
Nama Sekolah
N
Frekuensi (siswa)
Prosentase (%)
1
SMK Negeri 01
1113
1000
90
2 3
SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
1364 202
1125 142
90 70
4
SMK Islam Sudirman
87
70
80
Hasil data pada tabel tersebut memberikan informasi bahwa sebanyak 90% siswa di SMK Negeri 01 dan SMK Negeri 02 Salatiga selalu berkata benar karena mereka telah memahami materi pelajaran yang diberikan di sekolah dan juga orang tua mereka menganjurkan untuk selalu berkata benar, sehingga apa-apa yang di lakukan oleh guru maupun orang terdekatnya mereka tidak segan-segan untuk menirunya. Di SMK Pelita 70% siswa sering berkata benar baik terhadap orang tua, guru atau teman diwujudkan dalam pergaulan di lingkungan masyarakat. Sebanyak 20% siswa di SMK Islam Sudirman terkadang dan hampir tidak pernah berkata benar, dimungkinkan mereka belum sepenuhnya memahami materi tentang Pendidikan Agama Islam sehingga tidak diwujudkan dalam kesehariannya atau bisa jadi karena
108
faktor keluarga yang kurang memperhatikan akhlak atau tingkah laku sehingga dibiarkan melakukan apa saja yang disukainya. Tabel 4. 10 Sikap siswa dalam bersedekah di bulan Ramadhan
No
Nama Sekolah
1 2 3
SMK Negeri 01 SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
4
SMK Islam Sudirman
N
Frekuensi (siswa)
Prosentase (%)
1113 1364 202
895 1090 112
80 80 55
87
48
55
Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa pengamalan siswa dalam bersedekah di bulan Ramadhan di SMK Negeri 1 dan SMK Negeri 2 sebanyak 80%, sedangkan di SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman lebih dari setengah (55%) menyatakan kadang-kadang dan tidak ada yang menyatakan tidak pernah. Ini menandakan jiwa dermawan siswa sudah mulai kelihatan, karena sebagian kecil selalu dan sering, sedangkan lebih dari setengah yang kadang-kadang bersedekah, ini sudah baik walaupun bersedekahnya kadang-kadang. Sikap sosial yang ditunjukkan oleh siswa Muslim di SMK Salatiga berkaitan dengan hubungan siswa dengan guru dan teman lainnya tampak tidak ada yang memiliki hubungan yang kurang baik apalagi hubungan yang buruk dengan guru. Hal ini memberikan indikasi bahwa antara siswa dan guru di SMK Salatiga memiliki hubungan yang harmonis. Jika kondisinya demikian, maka akan lebih mudah bagi pembina ekstra-
109
kurikuler Rohis dalam melakukan upaya peningkatan sikap keberagamaan siswa. 4. Dimensi pengetahuan Pengetahuan keagamaan (religious knowledge) disejajarkan dengan ilmu sebagai dimensi intelektual. Dimensi ini mengacu pada pengetahuan siswa atas dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci dan tradisi-tradisi agama Islam. Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman Muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama sebagaimana termuat dalam kitab sucinya yang menyangkut tentang pengetahuan isi al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun iman dan rukun Islam), hukum-hukum Islam, sejarah Islam dan sebagainya. Dimensi ini dapat dilihat melalui sikap siswa dalam memahami isi kandungan dalam al-Qur’an. Tabel 4.11 Sikap siswa dalam membaca al-Qur’an
No
Nama Sekolah
N
Frekuensi
Prosentase
(siswa)
(%)
1
SMK Negeri 01
1113
895
80
2 3
SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
1364 202
1090 122
80 60
4
SMK Islam Sudirman
87
79
90
Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa pengamalan siswa dalam membaca al-Qur’an di SMK Negeri 01 dan SMK Negeri 02 sebanyak
110
80%, SMK Islam Sudirman Salatiga sebanyak 90% sedangkan SMK Pelita sebanyak 60 % siswa yang rutin membaca al-Qur’an. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa sudah dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim dalam hal membaca al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah risalah yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw, dari zaman dahulu hingga sekarang masih terjaga keasliannya dan merupakan pedoman hidup orang Islam. Menurut Fuad Ahsani, “ada beberapa alasan mengapa saya tidak bisa membaca al-Qur’an yaitu buta baca tulis al-Qur’an, tidak ada keluarga di rumah yang mengajari baca al-Qur’an, dan malu belajar al-Qur’an karena sudah besar.”14 Siswa lain mempunyai pengalaman yang berbeda dengan Fuad, menurut Mohammad Asrofi, setelah shalat Magrib di rumah, “saya dan orang tua selalu berusaha membaca al-Qur’an dan hal ini sudah menjadi kebiasaan di keluarga saya.”15 Usaha yang dilakukan orang tua jika siswa belum pandai membaca alQur’an yaitu memperhatikan keadaan anaknya dengan menyuruh mereka mempelajari al-Qur’an. Ini mengindikasikan bahwa semangat orang tua untuk mendorong anaknya dalam mempelajari al-Qur’an sangat besar yang pada dasarnya siswa sudah mampu membaca al-Qur’an, namun karena sering tidak membacanya, kadang menjadi lupa atau minimal kurang lancar
14
Fuad Ahsani, Siswa SMK Pelita Kelas XI Teknik Komputer Jaringan, Wawancara, 12 Juni 2013. 15 Mohammad Asrofi, Siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan, Wawancara, 12 Juni 2013.
111
dalam membaca. Kebiasaan membaca al-Qur’an akan melahirkan sikap yang positif bagi kehidupannya. Oleh karena itu kontinuitas pembinaan membaca al-Qur’an perlu dilakukan di sekolah atau di rumah bersama orang tua. Penciptaan suasana religius di SMK Salatiga dimulai dengan mengadakan berbagai kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Kegiatan keagamaan seperti khatmi al-Qur’an dan mujahadah, dapat menciptakan suasana ketenangan dan kedamaian di kalangan civitas akademika sekolah. Berdasarkan temuan ini, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan keagamaan di SMK dimulai dengan adanya peristiwa dan ceritacerita yang unik dan adanya ketenangan batin. Kegiatan tersebut juga dapat menciptakan suasana ketenangan, kedamaian, persaudaraan, persatuan serta silaturrahmi antar sesama pimpinan, para guru, karyawan dan para siswa. Untuk meningkatkan sikap siswa dalam memahami isi kandungan alQur’an, terlebih dahulu harus bisa membaca al-Qur’an dan mengetahui artinya. Pada saat kegiatan ekstrakurikuler Rohis diadakanlah materi Baca Tulis al-Qur’an (BTA), di samping itu guru agama ketika mulai pelajaran menyuruh siswa membaca al-Qur’an dan al-Asmaul Khusna. Jadi usaha ini merupakan pembiasaan bagi siswa untuk mencintai dan senang membaca serta mendengarkan bacaan al-Qur’an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang tidak mampu membaca al-Qur’an ternyata karena kurang adanya perhatian orang tua. Orang tuanya tidak memperhatikan kemampuan anaknya dalam beribadah
112
sehingga anak tidak mengetahui akan pentingnya mempelajari al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 5. Dimensi pengalaman Dimensi pengalaman, disejajarkan dengan ihsan atau penghayatan, menunjuk pada seberapa jauh tingkat Muslim dalam merasakan dan mengalami
perasaan-perasaan
dan
pengalaman-pengalaman
religius.
Dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah swt , do’a, shalat, puasa, kurban dll,
perasaan tenteram, perasaan bertawakal (pasrah diri
secara positif) kepada Allah swt, perasaan khusu’ ketika melaksanakan shalat dan do’a, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat alQur’an, perasaan bersyukur kepada Allah swt, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah swt. Tentang kebiasaan berdo’a siswa merupakan suatu upaya memohon kepada Allah swt agar maksud dan tujuan seseorang tercapai. Tentu saja tujuan tersebut tidak hanya dicapai dengan do’a melainkan harus didahului oleh usaha yang maksimal. Sebanyak 90% siswa selalu membiasakan untuk berdo’a kepada Allah swt, baik sebelum atau sesudah mereka belajar di kelas serta apa saja yang mereka kerjakan selalu di mulai dengan berdo’a karena dengan do’a yang tulus dan ikhlas, insya Allah apa yang diinginkan akan tercapai. Dapat
113
disimpulkan bahwa siswa menyatakan suka berdo’a, ini menandakan bahwa siswa siap untuk belajar dan sedikit sekali yang tidak siap.16 Tabel 4. 12 Pengamalan siswa dalam berdo’a setelah shalat fardhu
No
Nama Sekolah
1 2 3
SMK Negeri 01 SMK Negeri 02 SMK Pelita Salatiga
4
SMK Islam Sudirman
N
Frekuensi
Persentase (%)
1113 1364 202
1000 1090 142
90 80 70
87
79
90
Dari hasil penelitian di SMK Salatiga lebih dari 50% siswa menyatakan selalu berdo’a setelah shalat fardhu. Ini menandakan bahwa siswa sadar akan perkara sunnah yaitu berdo’a setelah shalat fardhu atau pun melakukan zikir dan lain-lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa prosentase perasaan siswa yang senang berdo’a banyak di lakukan oleh siswa yang aktif mengikuti kegiatan Rohis, karena memahami betul makna dari do’a dibandingkan siswa yang pasif dalam kegiatan Rohis. Apalagi do’a yang mereka lakukan sebagian besar setelah melaksanakan shalat. Sikap berdo’a siswa ini membuktikan bahwa di dalam jiwa siswa tertanam akan keagungan Allah swt kepada hambaNya yang lemah. 16
2013.
Fiki Kurnia Rachman, Anggota SKI SMK Negeri 2 Salatiga, Wawancara, 12 Juli
114
Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan sikap keberagamaan siswa tersebut, terdapat beberapa temuan dari hasil penelitian antara lain: bahwa penciptaan suasana religius di SMK Salatiga dimulai dengan mengadakan berbagai kegiatan keagamaan yang pelaksanaannya di lingkungan sekolah. Kegiatan keagamaan seperti baca tulis al-Qur’an, kreasi remaja Muslim, PHBI, Jum’atan, pengajian rutinan, kajian Al-Nisa’, pesantren kilat tersebut dapat menciptakan suasana ketenangan dan kedamaian di kalangan civitas akademika sekolah. Dimensi keberagamaan di atas dan implikasinya dalam kegiatan Rohis di SMK Salatiga membutuhkan perencanaan, persiapan dan skill yang matang dari peranan pembina serta dukungan yang cukup dari sekolah, orang tua serta masyarakat. Penerapan Competency Based Curriculum merupakan acuan awal yang cukup mendukung untuk mengimplementasikan Pendidikan Agama yang kaffah yang bisa menyentuh berbagai dimensi keberagamaan. Keberadaan kegiatan keagamaan sangat membantu terbentuknya akhlak yang baik. Pembina Rohis mempunyai peran dalam memotivasi siswa melakukan ibadah dan mua’malah. Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan. Adapun motivasi untuk melaksanakan ibadah meliputi kegiatan-kegiatan yang berupa sholat dhuha, sholat zhuhur, Jum’atan, membaca al-Qur’an. Sedangkan motivasi dalam mua’malah terlihat dari hal-hal sebagai berikut: mengucapkan salam jika masuk kelas dan bertemu dengan guru, menghormati guru dan menghargai teman.
115
Pembina Rohis sangat berpengaruh terhadap peningkatan sikap keberagamaan siswa yang tujuannya untuk melaksanakan ajaran agama Islam secara baik dan benar. Karena kurangnya alokasi pelajaran Pendidikan Agama Islam, maka perlu adanya tambahan dari luar. Siswa perlu wawasan keagamaan, bukan hanya dari guru agama di sekolahnya saja tetapi para pakar keagamaan dari luar akan menambah wawasan keagamaan dari berbagai pengalaman. Alasan digunakannya kelima dimensi tersebut karena cukup relevan dan mewakili keterlibatan keagamaan pada setiap orang dan bisa diterapkan dalam sistem agama Islam untuk diujicobakan dalam rangka menyoroti lebih jauh kondisi keagamaan siswa Muslim. Kelima dimensi ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait satu sama lain dalam memahami religiusitas atau keagamaan dan mengandung unsur aqidah (keyakinan), spiritual (praktik keagamaan), ihsan (pengalaman), ilmu (pengetahuan), dan amal (pengamalan). Keteladanan yang diberikan oleh pembina Rohis melalui kegiatankegiatannya mampu membentuk siswa yang berkepribadian Muslim, sehingga perilakunya dapat dijadikan contoh bagi orang lain. Dalam hal ini Rohis mempunyai peranan untuk meningkatkan sikap keberagamaan yang sesuai dengan ajaran dan norma agama.
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam di SMK Salatiga 1. Faktor pendukung kegiatan kerohanian Islam di SMK Salatiga antara lain:
116
a. Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam menyadarkan nilai IMTAQ Kerja sama antara Kepala Sekolah dan para Guru ini sangat penting dalam menyadarkan nilai iman dan taqwa sehingga terciptanya suasana religius di sekolah. b. Siswa Dukungan dari siswa SMK Salatiga sangat baik dengan terciptanya kegiatan Rohis, terbukti bahwa anggota yang mengikuti ekstrakurikuler selalu meningkat. Kegiatannya pun bermacam-macam yang tidak hanya dilakukan di dalam sekolah, melainkan juga ada di luar sekolah sehingga dapat menarik para siswa Muslim untuk mengikuti kegiatan. Siswa SMK Negeri 1 dan SMK Negeri 2 Salatiga sangat antusias untuk mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah dibandingkan dengan siswa SMK swasta seperti di SMK Pelita yang mayoritas hampir seimbang antara guru yang beragama Muslim dan non Muslim, sehingga menjadi tantangan besar bagi pembina Rohis untuk meningkatkan sikap keberagamaan siswa, berbeda juga dengan SMK Islam Sudirman walaupun sekolah swasta akan tetapi kesadaran siswa tentang sikap keberagamaan sangat di dukung oleh siswa yang semuanya beragama Islam khususnya dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis. c. Sarana dan Prasarana Dukungan yang terakhir adalah sarana prasana, tanpa adanya sarana atau tempat untuk kegiatan keagamaan di sekolah maka kurang lengkap. SMK Negeri 1 dan SMK Negeri 2 Salatiga tempat untuk kegiatan keagamaan
117
berada di Masjid lingkungan sekolah serta mempunyai fasilitas kantor khusus pengurus dan anggota Rohis yang terletak di samping Masjid tersebut, sedangkan SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman bertempat di Musholla. 2. Faktor penghambat kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga antara lain: Kurangnya koordinasi siswa dengan pembina, pada waktu belum diadakannya kegiatan syuro sharing banyak acara yang terbengkalai, kurangnya menjalin ukhuwah dengan semua siswa SMK Salatiga dan kurangnya kesadaran sebagian siswa yang minim dalam pengetahuan agama terlebih kurangnya terhadap pengamalan agama Islam.
C. Efek (Hasil) dari Peranan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam Terhadap Sikap Keberagamaan Siswa Menurut Untoro, Hasil dari kegiatan ekstrakurikuler Rohis dari tiap tahun meningkat yang mengikuti kegiatan ini. Dengan adanya keberadaan Rohis banyak siswa bersikap baik, sopan kepada semua guru, bahkan jika yang perempuan cara bersalaman pada guru laki-laki hanya menempelkan kedua telapak tangannya, menutup aurat, dan tertib dalam beribadah.17 Siswa yang mengikuti Rohis kebanyakan di hormati oleh teman-teman pada umumnya, karena mempunyai power tersendiri. Para guru memilih pengurus kerohanian Islam tidak sembarang siswa yang di pilih tetapi dengan
17
Untoro, Pembina Ekstrakurikuler Rohis di SMK Negeri 01 Salatiga, Wawancara, 07 Juni 2013.
118
melihat dari segi mental siswa, prestasi yang unggul dan mempunyai wawasan keagamaan yang baik. Hasil pembinaan kegiatan ekstrakurikuler Rohis adalah menciptakan iklim yang kondusif di sekolah sehingga menghasilkan perubahan sikap pada diri siswa seperti: 1. Kesadaran menutup aurat Perubahan sikap siswa yang berkaitan dengan penampilan siswa nampak dengan bertambahnya jumlah siswa perempuan yang beragama Islam (muslimat) yang berkerudung. Kesadaran mereka untuk menutup aurat selain disebabkan oleh peningkatan komitmen beragama pada diri mereka juga karena tata tertib yang tidak mempersalahkannya. 2. Peningkatan pengetahuan agama dan beribadah. Peningkatan pengetahuan siswa tampak dalam kemampuan menjadi mentor dalam kegiatan kepada adik tingkatnya. Mereka yang menjadi mentor adalah siswa yang notabene sudah lulus membaca tulis al-Qur'an, menguasai beberapa ayat al-Qur'an, memiliki pengetahuan keIslaman yang lumayan. Hasil dari pembinaan di sekolah, tampak pula dalam komitmen beberapa siswa untuk melakukan ibadah shalat. Setiap istirahat tepatnya pukul 9.30 kurang lebih 50% siswa membiasakan diri melakukan shalat sunat dhuha. Siswa juga terbiasa mengucapkan salam jika masuk ruangan atau bertemu teman.
119
3. Setelah diadakan kegiatan syuro sharing, kendala di rasa tidak ada, semuanya sudah di atur dan berjalan dengan sempurna, baik itu meliputi waktu, tempat sudah didiskusikan terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan atau acara. Dalam tataran nilai, budaya agama di sekolah berupa: semangat persaudaraan (ukhuwah), semangat saling menolong (ta’awun) dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam tataran sikap berupa: tradisi saling menyapa, gemar membaca al-Qur’an, relaksasi fisik mengikuti kegiatan keagamaan, memiliki ikatan emosional kepada sesama, dan shalat yang dapat meningkatkan spiritualisasi (membangun kestabilan mental), dan perilaku yang mulia lainnya. Dengan demikian, budaya agama di sekolah pada hakikatnya adalah terwujudnya tindakan dan sikap yang bersumber dari nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam bertingkah laku dan berbudaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama. Untuk mengembangkan budaya agama di sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah, pembiasaan senyum dan salam, penambahan pembelajaran seni baca alQur’an, gemar memperingati hari-hari besar Islam (PHBI), melaksanakan kegiatan keagamaan melalui badan da’wah Islam di sekolah, serta
120
melaksanakan tradisi dan perilaku warga sekolah secara kontinue dan konsisten, sehingga tercipta religion culture tersebut dalam lingkungan sekolah. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler Rohis yang ada di sekolah juga harus memperluas kerjasama dengan pihak-pihak luar sekolah seperti keluarga (orang tua siswa) dan masyarakat, karena keberagamaan anak tidak mungkin diukur hanya pada saat anak di sekolah saja. Ekspresi anak pada kehidupan yang sebenarnya, yaitu ketika mereka berada di luar sekolah justru obyek yang cukup representatif untuk melihat tingkat keberagamaan anak. Rohis mempunyai peran yang penting dalam kegiatan pengembangan dan bimbingan keagamaan yang dapat meningkatkan kompetensi agama Islam dan kualitas keimanan dan ketaqwaan siswa agar bisa diamalkan dalam kehidupan pribadinya, baik di sekolah, rumah atau keluarga, maupun di masyarakat sekitar. Peran pembina Rohis yang melibatkan seluruh siswa Muslim di sekolah itu akan lebih terasa ketika seluruh warga sekolah dapat berinteraksi atau melakukan hubungan timbal balik yang baik dengan unsur Rohis, sebagai ikhtiar bersama dengan tetap menampilkan akhlak mulia sesuai ajaran Islam. Penerapan sikap keberagamaan ini diharapkan menjadi school culture dan membentuk karakter budaya bangsa. Di sinilah peran pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis diharapkan dapat memberi motivasi, mengintegrasikan ajaran Islam, melakukan pembaharuan, kreasi, menyadarkan siswa (sublimator) dan mendidik agar ajaran Islam atau nilai-nilai akhlak mulia itu diamalkan dalam kehidupan
121
dan perilaku siswa. Setelah ditelusuri lebih jauh ternyata mereka yang bergabung dalam ekstrakurikuler Rohis cenderung bersikap terpuji, tidak pernah memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang menyimpang, seperti remaja pada umumnya.
122
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan deskripsi pada beberapa bab sebelumnya dan pengamatan yang penulis lakukan di SMK Salatiga yang diwakili oleh SMK Negeri 1,SMK Negeri 2, SMK Pelita dan SMK Islam Sudirman Salatiga, dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut. Bentuk kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMK Salatiga meliputi: latihan dasar kepemimpinan, pesantren kilat pada waktu bulan ramadhan, pengajian rutin yang dilakukan dalam bentuk mingguan, bulanan dan seminar, baca tulis al-Qur’an (BTA), kreasi remaja Muslim, peringatan hari besar Islam (PHBI). Upaya pembina Rohis dalam meningkatkan sikap keberagamaan siswa yaitu dengan melalui pendekatan secara individual, pelatihan dan pembiasaan, contoh (keteladanan), serta kegiatan sosial yang dinamakan Sie Kerohanian Islam. Kegiatan ini memberikan wadah atau sarana bagi siswa untuk menambah wawasan tentang ajaran agama Islam dan pengamalannya baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis memiliki peranan yang amat penting yaitu sebagai motivator, creator dan inovator, integrator, serta sublimator. Kegiatan Rohis dapat menjadi media pendukung Pelajaran Agama Islam dan memberikan suatu pemahaman-pemahaman tentang keIslaman yang baik sehingga menjadikan siswa dapat memahami makna Islam tidak hanya dari segi teoretis juga dari aspek praktiknya. 122
123
Pengaruh
peranan
pembina
kegiatan
ekstrakurikuler
Rohis
terhadap
peningkatan sikap keberagamaan siswa dapat dilihat dalam lima dimensi dari rumusan Glock dan Stark yaitu dimensi keyakinan yang disejajarkan dengan aqidah, praktik agama (syariah), pengamalan (akhlak), pengetahuan (ilmu) dan pengalaman (ihsan atau penghayatan). Kondisi sikap keberagamaan siswa di SMK Salatiga sebelum ada kegiatan ekstrakurikuler Rohis, dilihat dari pengamalan agamanya sangat minim atau kurang, sekolah merasa kesulitan dalam menangani kasus siswa, tidak hanya akhlak tetapi juga pengetahuan tentang agama Islam yang semakin kurang terpelihara dengan baik. Aplikasi kegiatan ekstrakurikuler di sekolah cenderung kurang menunjukkan hubungan signifikan dengan tujuan-tujuan yang tertera di dalam kurikulum, akibatnya siswa sering kali menganggap bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan hanya sebuah wadah atau tempat bagi mereka untuk bersenang-senang. Sesudah ada kegiatan ekstrakurikuler Rohis, kondisi sikap keberagamaan siswa mengalami perkembangan dalam pengamalan agama Islam. Oleh karena itu, peran pembina kegiatan ekstrakurikuler Rohis ini sangat penting dalam hubungannya dengan peningkatan sikap keberagamaan siswa yaitu hubungan sebagai mitra sehingga pembina Rohis tidak canggung dalam melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Setelah mengadakan penelitian di SMK Salatiga, maka dapat dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler
Rohis dapat berjalan dengan baik karena
adanya kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat. Kegiatan
124
ekstrakurikuler Rohis yang sejak lama tumbuh di SMK Salatiga bukan merupakan benih tumbuhnya terorisme dan radikalisme. Dengan sikap fundamentalistis yang eksklusif dan fanatisme tinggi, penyebaran faham itu terbukti kerap terjadi di institusi-institusi pendidikan non formal agama tertentu karena aktivitas kerohanian itu memiliki andil besar dalam membangun moralitas keberagamaan. Kegiatan Rohis memberikan pembinaan terhadap para siswa, yang nantinya ia akan menjadi orang-orang yang bermanfaat, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi keluarga serta untuk masyarakat lingkungan sosialnya.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di SMK Salatiga, maka penulis dapat memberikan saran yang mungkin dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler Rohis tersebut. 1. Hendaknya setiap sekolah memperhatikan dan memberi dukungan untuk terselengarakannya kegiatan Rohis di sekolah. Karena kegiatan tersebut mempunyai peranan yang berpengaruh dalam pembinaan siswa dalam meningkatkan sikap keberagamaan. 2. Upaya maksimal yang telah dilakukan pembina ekstrakurikuler Rohis juga perlu inovasi dengan semakin menggali potensi-potensi sumber daya pendidikan yang tersedia guna pembinaan yang berkelanjutan. Kaderisasi kepengurusan Rohis perlu diperhatikan mengingat kondisi remaja Muslim yang rentan dengan pengaruh lingkungan.
125
3. Hendaknya kegiatan-kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) diprogramkan secara menarik dan bervariasi, sehingga dapat memotivasi siswa dan tidak merasa jenuh untuk mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah.
126
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syamsuddin. Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosiologi Agama. Ciputat: Logos wacana Ilmu, 1997. Abdullah, Taufik dan Karim, ed. M. Rusli. Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989. Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam, Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Adz-Dzaky, Handani Bajtan. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002. A.F Jaelani. Penyucian Jiwa (Tazkiyat al-Nafs) dan Kesehatan Mental. Jakarta: Amzah, 2000. Agama R.I, Departemen. Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah; Panduan Untuk Guru dan Siswa. Jakarta: Depag RI, 2004. Al- Shiddieqy, Hasbi. Al-Islam Jilid 1. Jakarta: Bulan Bintang, 1977. An Nahlawi, Abdurrahman. Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fil Baiti wal Madrasati wal Mujtama’, Terjemahan Shihabuddin dengan judul “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat.” .Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Arikunto, Suharsimi. Pengelolaan Kelas dan Siswa. Jakarta: CV. Rajawali, 1988. Astuti, Ririn. “Peran Organisisasi Kerohanian Islam Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan Siswa Di SMA Negeri 1 Godean Sleman Yogyakarta.” Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010. Baidhawy, Zakiyuddin. Studi Islam Pendekatan dan Metode. Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka Abadi (BiPA), 2011. Darajat, Zakiyah. Remaja, Harapan dan Tantangan. Jakarta: CV Ruhma, 1994. Daud Ali, Mohammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Depdiknas. Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas, 2003.
127
Faqih, Ainur Rohim. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: UII Press, 2001. Fauzi, Muhammad. Agama dan Realitas Sosial Renungan & Jalan Menuju Kebahagiaan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007. Fidiyanti, Afdiah. “Peran Sie Kerohanian Islam Dalam Upaya Meningkatkan Perilaku Keberagamaan Siswa di SMA N1 Sidoarjo.” Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2009. Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Ditama, 2004. Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia-UMM Press, 2000. H. Thoules, Robert. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo, 2003. Jalaluddin. Psikologi Agama Memahami Perilaku Keagamaan dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Johnson, Doyle. Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Perspektives (tej). Jakarta: Gramedia, 1986. J.P Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995. Kamaruddin. Data Disdikpora Hasil MKKS SMK se-Kota Salatiga. 5 April 2012. Koesmarwanti, Widiyantoro, Nugroho. Dakwah Sekolah di Era Baru. Solo: Era Inter Media, 2000. Mar’at. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982. M. Jaelani, Bisri. Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007. M. Munir, Ilahi, Wahyu. Manajemen Dakwah. Jakarta: Pranada Media, 2006. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005. Mubaraq, Zulfi. Sosiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press, 2010.
128
Muhaimin. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2009. Muhammad, Abubakar. Pembinaan Manusia dalam Islam. Surabaya: Al Ikhlas, 1994. Mulyana, Rohmat. Mengartikulasi Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta, 2004. Nawawi, Hadari dan Martini, Mimi. Manusia berkualitas. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Pers, 1994. Purwanto. MP, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 1990. Ristiya, Ida. “Kerjasama Organisasi Kerohanian Islam Dengan Alumni Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan Siswa Di SMA Negeri 3 Yogyakarta.” Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006. Rokeach. Belief, Attitude, and Values. A Theory Of Organization and Change. San Fransisco: Jossey-Bass Inc. Publisher, 1968. Room, Muh. Implementasi Nilai-nilai Tasawuf dalam Pendidikan Islam: Solusi Mengantisipasi Krisis Spiritual di Era Globalisasi. Makassar: YAPMA, 2006. Sahlan,
Asmaun. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Pengembangan PAI dari Teori ke Aksi). Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Salim, Peter dan Salim, Yenni. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Balai Pustaka,1995. Singarimbun, Masri dan Efendi, Sopian. Metodologi Penelitian Survei. Jakarta: LP3S , 1987. Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995. S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Sukardi, Dewa Ketut dan Sumiati, Desak Made. Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990. Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
129
Oepen, Manfred dan Karcher, Walfgang. Dinamika Pesantren, Dampak Pesantren Dalam Pendidikan. Jakarta: P3M, 1987. Usman, Moh. Uzer dan Setyowati, Lilis. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993. Walgito, Bimo. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset, 1994. Weber, Max. The Protestans Ethic and the Spirit of Capitalism. Trans. By Talcott Pearson, London: George Allen & Co., 1971. Ws. Winkel. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia, 1984. Zuhairini dkk. Metodologi Pendidikan Agama I. Solo: Ramadhani, 1993.
130
PEDOMAN WAWANCARA
Pembina Rohis: 1. SMK Negeri 01 Salatiga: Untoro 2. SMK Negeri 02 Salatiga: Muh. Sholihin dan M. Rovi’i 3. SMK Pelita Salatiga
: Mulyono
4. SMK Islam Sudirman
: Siti Muhtariyah
Pertanyaan: 1. Kapan di Sekolah ini mulai ada kegiatan ROHIS (SKI)? 2. Bagaimana kondisi sikap keberagamaan siswa sebelum ada kegiatan ROHIS dan sesudah ada kegiatan ROHIS? 3. Apa saja bentuk kegiatan ekstrakulikuler ROHIS yang ada di SMK ini? 4. Apa saja peranan anda selaku pembina kegiatan ekstrakulikuler ROHIS? 5. Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler ROHIS?Sebutkan! 6. Berapakah jumlah siswa baik kelas X,XI,XII yang aktif maupun yang pasif dalam mengikuti kegiatan ROHIS?atau bisa juga dalam bentuk % ! 7. Bagaimana bentuk struktur organisasi ROHIS yang ada di SMK ini? 8. Apa saja wujud hasil perubahan sikap keberagamaan yang diperoleh dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler Rohis? Ketua Rohis. 1. Bagaimana hasil dari pelaksanaan program Rohis tersebut? 2. Apa saja program kerja Rohis?
131
3. Selain agenda rutin, adakah agenda untuk kegiatan jangka panjang misalnya bakti sosial dll? 4. Selama ini adakah hambatan dalam melaksanakan kegiatan Rohis? 5. Apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut? Siswa SMK 1. Bagaimana pandangan siswa tentang kegiatan ekstrakurikuler Rohis? 2. Apa saja kendala dalam kegiatan keagamaan yang diikuti siswa? 3. Apa saja yang dirasakan siswa setelah mengikuti kegiatan pembinaan sikap keagamaan di sekolah? 4. Bagaimana bentuk hubungan sosial siswa terhadap guru dan sesama teman?
PEDOMAN DOKUMENTASI 1. Sejarah berdirinya SMK dan proses perkembangannya 2. Visi dan Misi 3. Tujuan sekolah 4. Struktur Organisasi Sekolah 5. Struktur organisasi kepengurusan Rohis PEDOMAN OBSERVASI 1. Mengamati kegiatan ekstrakurikuler Rohis 2. Mengamati sikap keberagamaan siswa
132
Catatan lapangan 1 Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Jum’at, 07 Juni 2013 Pukul
: 09.00 WIB
Lokasi
: Kantor Pembina Rohis di SMK Negeri 1 Salatiga
Sumber Data : Untoro Deskripsi Data: Informan adalah merupakan salah satu pembina Rohis. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut apa saja kegiatan Rohis, bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana kondisi sikap keberagamaan siswa, faktor pendukung dan penghambat kegiatan Rohis, siswa yang aktif mengikuti Rohis, apa saja peran pembina Rohis, apa saja fasilitas yang diberikan sekolah untuk kegiatan Rohis di SMK Negeri 1Salatiga. Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa Rohis mempunyai banyak kegiatan, akan tetapi kegiatan Rohis belum semuanya berjalan karena lebih memprioritaskan kegiatan yang lebih penting dan ada faktor pendukung serta penghambatnya. Contohnya: di sekolah ini setiap tahunnya rata-rata jumlah hewan qurbannya ada 5-7 ekor kambing karena jumlah siswanya yang sangat banyak. Daging qurban di sembelih di sekolah dan dibagikan kepada anggota keluarga siswa yang kurang mampu dan lingkungan sekitarnya. Rohis berada di bawah OSIS. Kegiatan ekstrakurikuler Rohis ini tidak terlepas dari kurikulum misalnya dengan adanya kegiatan BTQ, fiqih, aqidah, studi Islam dll. Pembina mengikuti setiap kegiatan untuk membimbing dan mengawasi serta memberikan evaluasi setiap kegiatan. Sekolah memberikan fasilitas-fasilitas seperti sarana dan prasarana (Musolla), buku penunjang kegiatan Rohis dan dana untuk kegiatan Rohis. Interpretasi: Banyak kegiatan atau program Rohis dan dinilai sudah berjalan dengan baik melihat berbagai kegiatan keagamaan yang ada di SMK Negeri 1 Salatiga. Sekolah mendukung adanya kegiatan Rohis, salah satunya dengan memberikan sarana dan prasarana. Hasil dari kegiatan ekstrakurikuler Rohis dari tiap tahun meningkat yang mengikuti kegiatan ini.
133
Catatan lapangan II Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Rabu, 12 Juni 2013 Pukul
: 08.30 WIB
Lokasi
: Kantor Guru di SMK Negeri 2 Salatiga
Sumber Data : Muh. Sholihin dan M. Rovi’i Deskripsi Data: Informan adalah merupakan salah satu pembina Rohis. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut apa saja bentuk kegiatan Rohis, bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana kondisi sikap keberagamaan siswa, faktor pendukung dan penghambat kegiatan Rohis, siswa yang aktif mengikuti Rohis, apa saja peranan pembina Rohis di SMK Negeri 2 Salatiga. Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa Rohis mempunyai banyak kegiatan, diantaranya adalah pesantren kilat pada waktu bulan Ramadhan. Selain itu siswa diwajibkan untuk mengikuti shalat Jum’at di Masjid sekolah karena mayoritas siswa di SMK Negeri 2 adalah laki-laki, bagi anak perempuan yang tidak diwajibkan mengikuti shalat Jum’at sebagai gantinya siswa dituntut untuk membaca buku agama Islam dan di resum. Siswa yang tidak bisa melaksanakan shalat setiap tahun tetap ada tetapi prosentasenya kecil dibandingkan siswa yang sudah bisa melaksanakan shalat Upaya merekrut siswa dalam kegiatan Rohis dilakukan melalui cara individual, contohnya keteladanan dan kegiatan sosial. Peranan pembina yaitu mengawasi dan mengarahkan jalannya kegiatan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler Rohis. Interpretasi: Banyak kegiatan atau program Rohis dan sudah dinilai cukup berjalan dengan baik melihat berbagai kegiatan keagamaan yang ada di SMK Negeri 2 Salatiga. Nilai yang diharapkan dalam kegiatan Rohis adalah adanya penanaman moral, keimanan dan ketakwaan serta akhlakul karimah, penerapan disiplin kebersamaan, dan mengembangkan solidaritas sosial.
134
Catatan lapangan III Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Kamis, 13 Juni 2013 Pukul
: 10.00 WIB
Lokasi
: Musholla An Nur di SMK Pelita Salatiga
Sumber Data : Mulyono Deskripsi Data: Informan adalah merupakan salah satu pembina Rohis. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut apa saja bentuk kegiatan Rohis, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana kondisi sikap keberagamaan siswa, faktor pendukung dan penghambat kegiatan Rohis, siswa yang aktif mengikuti Rohis, apa saja peran pembina Rohis di SMK pelita Salatiga. Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa Rohis mempunyai banyak kegiatan, akan tetapi kegiatan Rohis belum semuanya berjalan lancar contohnya dalam kompetensi al-Qur’an, siswa masih banyak yang belum lancar dalam membacanya. Peran pembina sebagai motivator, creator dan inovator, integrator, serta sublimator,upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sikap keberagamaan dengan menggunakan metode pelatihan, pembiasaan, serta keteladanan. Interpretasi: Banyak kegiatan atau program Rohis yang dinilai kurang berjalan dengan baik karena kurang adanya kesadaran siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis. Oleh karena itu perlu adanya kerja pembina Rohis yang maksimal contohnya siswa dibiasakan berdo’a, shalat berjamaah, dan menghafal al-asmaul khusna sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.
135
Catatan lapangan IV Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Sabtu, 08 Juni 2013 Pukul
: 08.00 WIB
Lokasi
: Kantor guru di SMK Islam Sudirman Salatiga
Sumber Data : Siti Muhtariyah Deskripsi Data: Informan adalah merupakan salah satu pembina Rohis. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut apa saja bentuk kegiatan Rohis, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana kondisi sikap keberagamaan siswa, faktor pendukung dan penghambat kegiatan Rohis, siswa yang aktif mengikuti Rohis, apa saja peran pembina Rohis di SMK Islam Sudirman Salatiga. Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa Rohis mempunyai banyak kegiatan yang sudah berjalan dengan baik karena sekolah ini merupakan yayasan Islamic center. Proses pelaksanaan program kegiatan Rohis dalam pembinaan sikap keberagamaan siswa, perlu ada persiapan. Persiapan yang di maksud di sini adalah dilibatkan semua guru yang ada di sekolah yang masing-masing sebagai pengontrol kehadiran siswa pada saat kegiatan Rohis, ada yang menjadi petugas sesuai dengan jadwal, ada yang mengawasi siswa pada saat berlangsung kegiatan dan yang paling utama adalah dilibatkan semua wali kelas. Dengan diadakannya kegiatan Rohis akan memberi wadah keagamaan bagi siswa Muslim untuk mendalami pemahaman tentang Islam.Semua siswa baik kelas X, XI, dan XII aktif mengikuti kegiatan Rohis. Interpretasi: Banyak kegiatan atau program Rohis sudah berjalan dengan baik karena kebanyakan siswa tinggal di panti asuhan dan pondok pesantren. Sebagai pendalaman materi yang diajarkan, pembina Rohis memberikan tugas kepada siswa Muslim untuk menghafal sedikit demi sedikit ayat al-Qur’an sabagai persyaratan kelulusan sekolah
136
Catatan lapangan V Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Senin, 10 Juni 2013 Pukul
: 09.00 WIB
Lokasi
: Ruang kelas SMK Negeri 1 Salatiga
Sumber Data : M. Riza Deskripsi Data: Informan adalah merupakan salah satu ketua Rohis. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut bagaimana pelaksanaannya kegiatan Rohis dan apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam kegiatan Rohis? Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa dalam kegiatan Rohis perlu digunakan beberapa pendekatan, antara lain: pendekatan pengalaman yakni memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan, dan pendekatan pembiasaan yakni memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya atau akhlak mulia. Interpretasi: Hasil dari beberapa pendekatan adalah minat siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Rohis semakin tinggi dengan melalui pengalaman keagamaan dan pembiasan.
137
Catatan lapangan VI Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Kamis- Jum’at, 13-14 Juni 2013 Pukul
: 09.00 WIB
Lokasi
: Unit 2 Gedung Progdi Perhotelan SMK Pelita Salatiga
Sumber Data : Rohmat Kurniawan, Heny, dan Enggar Destia Deskripsi Data: Informan adalah merupakan salah satu siswa kelas XI Progdi Perhotelan dan pemasaran. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut bagaimana pandangan siswa tentang kegiatan ekstrakurikuler Rohis, bentuk sikap keberagamaan siswa dan apa saja kendala dalam kegiatan keagamaan yang diikuti siswa? Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa sebelum mengikuti kegiatan rohani Islam ia dalam memahami nilai-nilai keimanan sangat minim, sehingga ia sering melanggar norma agama diantaranya adalah sering melanggar tata tertib sekolah seperti merokok di area sekolah dan bolos sekolah pada waktu mata pelajaran yang tidak disukainya. Salah satu contoh sikap keberagamaan siswa adalah kalau ada teman yang sakit ketua kelas memberitahukan kepada teman-teman lainnya kemudian ketua meminta kepada semuanya mendo’akan dan diharapkan juga besoknya membawa uang untuk disumbangkan kepada teman yang sakit. Salah satu kendala dalam mengikuti kegiatan Rohis adalah Rumah yang jauh dari sekolah sehingga tidak pernah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan dengan guru pun jarang bertemu. Oleh karena itu hanya belajar di kelas dan setelah selesai langsung pulang ke rumah Interpretasi: Kondisi sikap keberagamaan siswa mengalami perubahan yang signifikan setelah diadakan ekstrakurikuler Rohis oleh pembina.
138
Catatan lapangan VII Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Jum’at, 14 Juni 2013 Pukul
: 08.30 WIB
Lokasi
: Unit 1 Gedung Progdi Teknik komputer Jaringan SMK Pelita
Sumber Data : Febri Ardiyansyah, Fuad Ahsani, Asrofi dan Innes Sadam A. Deskripsi Data: Informan adalah merupakan siswa kelas XI Progdi Teknik komputer Jaringan. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut bagaimana bentuk hubungan sosial siswa terhadap guru di sekolah? Dari hasil wawancara tersebut terungkap febri bahwa ketika mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris ia sering tidak masuk karena pelajaran tersebut sangat sukar dan sulit dipahami, sedangkan innes sering tidak masuk waktu pelajaran Pendidikan Agama Islam takutnya ketika di minta untuk membaca dan menghafalkan ayat al-Qur’an karena malu tidak bisa mengaji. Ada beberapa alasan mengapa ada siswa tidak bisa membaca al-Qur’an yaitu buta baca tulis alQur’an, tidak ada keluarga di rumah yang mengajari baca al-Qur’an, dan malu belajar al-Qur’an karena sudah besar. Interpretasi: Hubungan sosial siswa terhadap guru terdapat bermacam-macam bentuk sehingga peran pembina Rohis penting sekali untuk meningkatkan sikap keberagamaan siswa.
.
139
Catatan lapangan VIII Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Rabu, 12 Juni 2013 Pukul
: 08.30 WIB
Lokasi
: Halaman sekretariat SMK Negeri 2 Salatiga
Sumber Data : Anggraeni Puspitaningrum, Nur Rohman dan Fiki Kurnia R. Deskripsi Data: Informan adalah merupakan siswa SMK Negeri 2 Salatiga. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut Bagaimana hubungan sosial atau sikap siswa terhadap guru dan sesama teman di sekolah ? Dari hasil wawancara tersebut terungkap kalau ia hanya mengenal guru yang pernah mengajar saja, sementara guru yang lain jarang bertemu dan kalau bertemu hanya menganggukkan kepala. Selain itu menurut Nur Rahman “temanteman ini mempunyai tabiat masing-masing, pada umumnya saya senang bergaul dengan teman-teman di sekolah, tetapi kalau ada yang suka usil dan mengganggu, saya lebih memilih menjauhinya karena membuat sakit hati saja.” Sikap siswa menyatakan suka berdo’a, ini menandakan bahwa siswa siap untuk belajar dan sedikit sekali yang tidak siap. Interpretasi: Dalam sosialisasi antara siswa terhadap guru yang mengajar cukup baik, walaupun sebagian kecil siswa belum mampu mengenal secara mendetail seluruh guru yang ada di sekolah tersebut.
140
Catatan lapangan IX Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ tanggal : Sabtu, 08 Juni 2013 Pukul
: 08.30 WIB
Lokasi
: Depan kantor guru SMK Islam Sudirman Salatiga
Sumber Data : Muhammad Bagas Deskripsi Data: Informan adalah merupakan siswa kelas XI SMK Islam Sudirman Salatiga. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut bagaimana hubungan sosial atau sikap siswa terhadap teman di sekolah? Dari hasil wawancara tersebut terungkap kebanyakan teman-teman sangat akrab dan tidak punya masalah dengan yang lain, kalaupun ada yang bermusuhan karena mereka salah faham atau tersinggung dengan ulah temannya yang suka mengganggu. Interpretasi: Dalam sosialisasi antara siswa terhadap guru yang mengajar cukup baik, walaupun sebagian kecil siswa belum mampu mengenal secara mendetail seluruh guru yang ada di sekolah tersebut.
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
FOTO KEGIATAN ROHANI ISLAM
Halal Bi Halal (Pentas Rebana)
Pembagian Zakat Fitrah
Penyaluran Hewan Kurban
Kegiatan Pesantren Kilat
Kegiatan BTA
PHBI
154
BIOGRAFI PENULIS Nama
: Mushbihah Rodliyatun
NIM
: M1. 11. 034
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat dan tanggal lahir
: Batang, 21 Desember 1986
Alamat
: Clowok, RT.06,RW 02, Ds. Polobogo Kec.Getasan, Kab.Semarang, Kode Pos 50774
Email
:
[email protected].
Program studi
: Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi
: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Riwayat Pendidikan
:
1.
SD Negeri 01 Kenconorejo Batang
Lulus tahun 1997
2.
MTs Negeri Subah Batang
Lulus tahun 2000
3.
MAN 02 Pekalongan
Lulus tahun 2003
4.
S1 PAI STAIN Salatiga
Lulus tahun 2007
5.
Pascasarjana STAIN Salatiga
Lulus tahun 2013
155