7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perbankan Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Bank Islam atau selanjutnya disebut bank syariah, adalah bank yang beroperasidengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Antonio dan perwata atmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan
syariah
Islam,
khususnya
yang
menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No.101 (2007:101.1) mengemukakan: Entitas Syariah adalah entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya.
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Sedangkan menurut Ascaraya (2007:30) mengemukakan bahwa: Bank Islam atau di Indonesia disebut bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi,jual beli atau lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan pejanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilainilai syariah yang bersifat makro maupun mikro. Sesuai dengan undang-undang No.10 tahun 1998, “Bank Islam yaitu bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Secara operasional, bank Islam menggunakan teknik dan metode investasi seperti kontrak mudharabah, yaitu seorang pemilik modal memberikan kecakapan teknik dan keterampilan, sedangkan laba dibagi antara keduanya sesuai dengan presentase yang telah disepakati. Jadi, definisi dari Bank Syariah adalah Bank Umum dan BPR dalam operasionalnya sesuai dengan syariah Islam, baik transaksi maupun produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu ciri yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah bahwa bank syariah tidak mengenal bunga sebagaimana dilakukan oleh bank konvensional, namun kelompok bank ini memberlakukan imbalan seperti bagi hasil atau sistem mark up (marjin) jual beli sesuai dengan jenis produk atau transaksi yang dilakukan nasabah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
2. Tujuan Bank Islam (Bank Syariah) Tujuan Bank Islam menurut Tim Pengembangan Perkembangan Syariah Institut Bankir Indonesia (2001:23) dapat dilihat dari kata kunci misi-misi Bank Islam yang ada seperti dirangkum dibawah ini : a. Sesuai
Syariah,
Pelayanan
jasa
keuangan,
kemitraan
yang
menguntungkan (Faysal Islamic Bank of Bahrain). b. Sesuai Syariah, Transaksi komersial yang menguntungkan, tumbuh dan berkembang (Bank Islam Malaysia Berhad). c. Menciptakan kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan pada semua aktivitas ekonomi (Islam Bank Bangladesh Limited) d. Sesuai Syariah, Jasa perbankan dan investasi (Kuwait Finance House) e. Mempromosikan, memelihara dan mengembangkan prinsip-prinsip syariah; menggalakan investasi dan enterpreneur yang halal (Faysal Islamic Bank of Bahrain) f. Sesuai syariah, penyediaan jasa perbankan, finance dan investasi (Jordan Islamic Bank) g. Sesuai syariah, profitable, social concern (Bank Muamalat Indonesia) 3. Perbedaan akuntansi Bank Konvensional dengan akuntansi Bank Syariah Pengertian bank menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) adalah lembaga
yang
berperan
sebagai
perantara
keuangan
(financial
intermediary) antara pihak yang memilki dana dan pihak-pihak yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Pengertian bank menurut UU no. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah: “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Siamat (2005) mengemukakan bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah sistem perbankan yang dalam usahanya didasarkan pada prinsipprinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu kepada al-Qur’an dan al-Hadits, beroperasi dengan mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya menyangkut tata cara bermuamalat misalnya dengan menjauhi praktik-praktik yang mengandung unsur-unsur riba dan melakukan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil pembiayaan. a. Karakteristik bank konvensional Anonimous (2001) menjelaskan bahwa karakteristik bank konvensional meliputi beberapa hal: 1) Merupakan
industri
yang
kegiatan
usahanya
mengandalkan
kepercayaan masyarakat sehingga tingkat kesehatan bank perlu dipelihara. 2) Pengelola bank dalam usahanya dituntut untuk senantiasa menjaga keseimbangan antara pemeliharaan likuiditas yang cukup dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
pencapaian rentabilitas yang wajar serta pemenuhan kebutuhan modal yang memadai sesuai dengan jenis penanamannya. 3) Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan bagian dari sistem moneter mempunyai kedudukan yang strategis sebagai penunjang pembangunan ekonomi. b. Karakteristik bank syariah Ikatan
Akuntan
Indonesia
(2004)
menyebutkan
bahwa
karakteristik bank syariah adalah: 1) Berdasarkan prinsip syariah 2) Implementasi prinsip ekonomi Islam dengan ciri: a) Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya b) Tidak mengenal konsep time-value of money c) Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan 3) Beroperasi atas dasar bagi hasil 4) Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa 5) Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan 6) Azas utama : kemitraan, keadilan, transparansi dan universal 7) Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil, dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil. c. Tabel Perbedaan bank konvensional dan Bank Syariah Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan, dan sebagainya. Akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan-perbedaan itu dapat disimpulkan dalam tabel di bawah ini: TABEL PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL Permasalahan Risiko akad
Bank syariah
Bank konvensional
1. akad jual-beli
1. akadnya
al murabahah
kredit
2. akad bagi hasil
uang
adalah /
pinjam sehingga
al musyarakah
angsuran tidak bisa
al mudharabah
dijamin akan tetap
3. akad sewa
ijaroh mutlaq
ijaroh
muntahiyah
bitamlik Sesuai sehingga
dengan
akadnya
angsuran
akan
selalu tetap, sesuai dengan kesepakatan di muka Landasan
operasional
tidak bebas nilai (berdasarkan prinsip syariah islam) uang sebagai alat tukar bukan komoditi bunga dalam berbagai bentuknya dilarang menggunakan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas transaksi riil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bebas nilai (berdasarkan prinsip materialistis) uang sebagai komoditi yang dipertahankan bunga sebagai instrument imbalan teradap pemilik uang yang ditetapkan dimuka
13
Fungsi dan peran
agen investasi/manajer
penghimpun dana
investasi
masyarakat
investor
meminjamkan
penyediaan
jasa
lalu
pembayaran
masyarakat dalam
(tidak
bertentangan
kredit
dengan
imbalan bunga dana
pengelola
penyedia jasa/lalu lintas pembayaran
kebajikan, ZIS
kepada
lintas syariah)
kembali
dan
hubungan
dengan
hubungan
dengan
nasabah
adalah
nasabah
adalah
hubungan
debitur
hubungan kemitraan
kreditur Risiko usaha
dihadapi bersama antara
risiko bank tidak
bank dengan nasabah
terkait
langsung
dengan prinsip keadilan
dengan
debitur,
dan kejujuran
dan sebaliknya
tidak
mengenal
kemungkinan
kemungkinan terjadinya
terjadi
selisih
selisih negatif (negative
negatif
antara
spread) karena sistem
pendapatan
yang digunakan
beban bunga
Sistem pengawasan Adanya Dewan Pengawas Aspek Syariah untuk memastikan seringkali operasional
bank
dan
moralitas terlanggar
tidak karena tidak adanya
menyimpang dari syariah nilai-nilai religius yang disamping
tuntutan mendasari operasional
moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul karimah Sumber: The Sharia Banking Training Center
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001:34) perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional antara lain terlihat dalam tabel berikut ini : Bank syariah
Bank konvensional
1. Melakukan investasi-investasi Investasi yang halal dan haram yang halal saja. 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, Memakai perangkat bunga jual beli, sewa. 3. Profit dan falah oriented. 4. Hubungan
nasabah Profit oriented
dengan
dalam bentuk kemitraan. 5. Penghimpunan dan penyaluran Hubungan dana
harus
fatwa
sesuai
Dewan
dengan
nasabah
dengan dalam bentuk debitur-kreditur
Pengawas Tidak ada Dewan Sejenis
Syariah Sumber: Bank Syariah dari Teori ke Praktik 4. Perbedaan antara bunga dan bagi hasil Bagi seorang muslim, sumber nilai dan sumber hukum adalah AlQuran dan Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan perilaku ekonomi harus bersandar pada kedua sumber nilai tersebut. Ini tercermin dari pandangan Islam mengenai bunga. Uniknya, di kalangan ulama dan cendekiawan Islam masih terjadi polemik apakah bunga sama dengan riba. Riba menurut bahasa arab berarti tambahan, peningkatan, ekspansi atau pertumbuhan. Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan (premium) sebagai syarat yang harus dibayarkan oleh peminjam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
kepada pemberi pinjaman selain pinjaman pokok. Dalam hal ini, riba memiliki arti yang sama dengan bunga sebagaimana konsensus para fuqaha (Kuncoro 2002:588). Antonio (2004) menjelaskan bahwa menurut Al-Quran, pandangan Islam mengenai riba dapat dilihat pada kutipan 4 surat dengan beberapa ayat, yang diturunkan dalam empat tahap berikut ini: Surat Ar-Rum ayat 39 menyatakan ”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”. Tahap pertama ini menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati taqarrub kepada Allah. Masih menurut Antonio (2004), ia menyatakan bahwa dalam tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 160-161: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman dalam surat Ali imran ayat 130: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu (Antonio,2004). Antonio (2004) mengemukakan bahwa pada tahap terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba yaitu Surat Al-Baqarah 278-279: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba.
Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana,
namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam tabel berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
TABEL 1 PERBEDAAN ANTARA BUNGA DAN BAGI HASIL BUNGA
BAGI HASIL
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu a. Penentuan
besarnya
rasio/nisbah
akad dengan asumsi harus selalu
bagi hasil dibuat pada waktu akad
untung
dengan
berpedoman
pada
kemungkinan untung rugi b. Besarnya
persentase
berdasarkan b. Besarnya
rasio
bagi
pada jumlah uang (modal) yang
berdasarkan
dipinjamkan.
keuntungan yang diperoleh
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang c. Bagi dijanjikan
tanpa
hasil
pada
hasil jumlah
bergantung
pada
pertimbangan
keuntungan proyek yang dijalankan.
apakah proyek yang dijalankan oleh
Bila usaha merugi, kerugian akan
pihak nasabah untung atau rugi.
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
d. Jumlah pembayaran bunga tidak d. Jumlah pembagian laba meningkat meningkat
sekalipun
jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan
sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
ekonomi sedang “booming” e. Eksistensi bunga diragukan (kalau e. Tidak tidak dikecam) oleh semua agama,
ada
yang
meragukan
keabsahan bagi hasil.
termasuk Islam. Sumber: M. Syafi’i Antonio (2004)
B. Kegiatan Operasional Bank Bagi Hasil Berdasarkan peraturan Bank Indonesia nomor: 62/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
berdasarkan prinsip syariah (Siamat, 2005), kegiatan usaha bank syariah dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Penghimpunan Dana (Funding) Penghimpunan dana atau disebut juga funding adalah kegiatan penarikan dana atau penghimpunan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi berdasarkan prinsip syariah. Berkaitan dengan kegiatan tersebut, dalam prinsip syariah dibedakan antara simpanan yang tidak memberikan imbalan dan simpanan yang mendapatkan imbalan. Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip al-wadi’ah dan almudharabah. Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat disebutkan sebagai berikut: a. Giro berdasarkan prinsip al-wadi’ah b. Tabungan berdasarkan prinsip al-wadi’ah dan atau al- mudharabah; atau c. Deposito berjangka berdasarkan prinsip al-mudharabah a. Prinsip Al -Wadi’ah Produk pendanaan pada bank syariah pada prinsipnya tidak berbeda dengan produk pendanaan bank konvensional. Namun yang membedakan adalah penggunaan prinsip syariah yang menyertai masing-masing produk pendanaan, misalnya bahwa giro dan tabungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip al- wadi’ah. Giro dan tabungan al wadi’ah adalah simpanan atau titipan yang kedua-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
duanya dapat ditarik sewaktu-waktu. Al-wadi’ah berarti titipan murni dari nasabah kepada bank atau pihak lain yang harus dijaga dan dikembalikan kepada penitip (penabung) kapan saja ia inginkan (Siamat, 2004). Siamat (2004) menjelaskan bahwa prinsip al-wadiah yang berlaku baik untuk simpanan dalam bentuk giro maupun tabungan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Berdasarkan karakteristik giro dan tabungan menggunakan prinsip syariah
al-wadiah
yad
dhamamah.
Artinya
bank
dapat
memanfaatkan dan menyalurkan kedua jenis sumber dana tersebut serta menjamin simpanan dapat ditarik setiap saat oleh pemilik dana (penabung). 2) Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak memperoleh imbalan atau menanggung kerugian 3) Manfaat yang diperoleh pemilik dana (penabung) adalah jaminan keamanan terhadap dana titipannya serta fasilitas-fasilitas pelayanan giro dan tabungan lainnya. 4) Pada dasarnya bank dapat memberikan bonus kepada pemilik dana namun tidak ada perjanjian di muka. 5) Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
6) Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan biaya administrasi. Untuk menghindari riba, maka biaya administrasi harus dinyatakan dengan nominal, bukan persentase. 7) Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. b. Prinsip Al-Mudharabah Al-Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Antonio (2004) mendefinisikan
al-mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Apabila terjadi kerugian, hal tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Produk pendanaan yang dapat menggunakan prinsip almudharabah adalah tabungan dan deposito berjangka. Selanjutnya, Siamat (2004) mengemukakan bahwa berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana (penabung), prinsip al-mudharabah dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
1) Mudharabah Muthlaqah adalah kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan mudharib (bank) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan wilayah bisnis. Artinya, pemilik dana memberikan bank kekuasaan yang sangat besar dalam penggunaan dana simpanannya kepada mudharib. Dalam kegiatan penghimpunan dana, prinsip mudharabah mutlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan dan deposito berjangka. 2) Mudharabah Muqayyadah Jenis mudharabah al-muqayyadah merupakan simpanan dana khusus dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank. Mudharabah al-muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah mutlaqah dimana mudharib (bank) dibatasi jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. 2. Penyaluran Dana Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan bank syariah harus tetap berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan bank
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
syariah dalam melaksanakan operasinya menurut Siamat (2004) secara garis besar dapat dibedakan ke dalam 4 kelompok sebagai berikut : a.
Prinsip jual beli (Bai’)
b. Prinsip bagi hasil c.
Prinsip sewa menyewa (ijarah)
d. Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad qardh a. Prinsip Jual Beli (Bai’) Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 jenis prinsip jual beli (bai’) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu bai’ almurabahah, bai’ as-salam dan bai’ al-istishna. Bai’ al-murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau angguhan. Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan. Adapun bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
produksi agribisnis atau hasil pertanian atau hasil industri lainnya. Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicil, atau ditangguhkan. Untuk melaksanakan skim bai’ al-istishna kontrak dilakukan di tempat pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai spesifikasi pesanan yang disebutkan dalam kontrak kemudian menjualnya kembali kepada pembeli. Prinsip bai’ alistishna ini menyerupai bai’ as-salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan di muka, dicicil, atau ditangguhkan. Sementara dalam skim bai’ assalam dilakukan secara tunai (Siamat, 2004). b. Prinsip bagi hasil Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari empat jenis akad, yaitu al-mudharabah, almusyarakah, al-muzara’ah, dan al-musaqah (Siamat, 2004). Namun yang paling banyak diimplementasikan dalam perbankan syariah adalah dua prinsip bagi hasil pertama, yaitu al-mudharabah dan almusyarakah. Oleh karena itu, yang akan dibahas hanyalah prinsip bagi hasil dengan akad al-mudharabah dan al-musyarakah. 1) Al-Musyarakah Antonio (2004) mendefinisikan al-musyarakah secara singkat namun jelas, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana
atau
keahlian
dengan
kesepakatan
bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. An-Nabhani (1996) mengemukakan bahwa menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. Musyarakah dalam perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Modal yang disetor bisa berupa uang, barang perdagangan (trading asset), property, equipment, atau intangible asset (seperti hak paten dan goodwill), dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Semua modal digabung untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Prinsip al-musyarakah (al-musyarakah aqad) menurut Siamat (2004) dapat dibagi ke dalam beberapa jenis, sebagai berikut: a) Syirkah al’inan Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak menyerahkan suatu bagian/porsi modal dan ikut aktif dalam usaha/kerja. Porsi setoran modal masing-masing dibagi sesuai kesepakatan, dan tidak harus sama besar. Demikian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
pula keuntungan atau kerugian yang terjadi jumlahnya tidak harus sama dan dilakukan berdasarkan kontrak atau perjanjian. b) Syirkah Mufawadhah Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak menyerahkan bagian modal yang jumlahnya sama besar dan ikut berpartisipasi dalam pekerjaan. Demikian pula tanggung jawab dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak. c) Syirkah A’mal (Syirkah Abdan atau Sanaa’i) Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang memiliki keahlian atau profesi yang sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana keuntungan dibagi bersama. d) Syirkah Wujuh Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memiliki reputasi dan kredibilitas (kepercayaan) dalam melakukan suatu usaha. e) Syirkah Al-Mudharabah Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang satu menyediakan menyediakan
tenaga
atau
dana
keahlian.
dan pihak lainnya Beberapa
ahli
fiqih
berpendapat bahwa al-mudharabah tidak dikelompokkan ke dalam prinsip al-musyarakah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
2) Al- Mudharabah Al-Mudharabah pada dasarnya adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih di mana salah satu pihak menyediakan dana dan pihak lainnya menyediakan tenaga atau keahlian. Antonio (2004) mendefinisikan al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerjasama antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik modal atau shahibul maal) menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha yang diperoleh akan dibagi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan. Sebaliknya apabila usaha mengalami kerugian yang disebabkan bukan karena kesalahan atau kelalaian pihak pengelola (mudharib), kerugian tersebut merupakan tanggung jawab pemilik modal (shahibul maal). Siamat (2004) mengemukakan bahwa prinsip al- mudharabah dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu al-mudharabah muthlaqah dan al-mudharabah muqayyadah. Implementasi konsep al-mudharabah muthlaqah dalam perbankan syariah diatur sebagai berikut: a) Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus berupa uang tunai. Apabila modal diserahkan secara bertahap, tahapannya harus jelas dan disepakati bersama. b) Hasil
dari
pengelolaan
modal
pembiayaan
diperhitungkan dengan cara:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mudharabah
27
1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) 2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing) c) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan
pihak
nasabah,
seperti
penyelewengan,
kecurangan, dan penyalahgunaan dana. d) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban, atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi. Karakteristik mudharabah muqayyadah dalam penerapannya di dalam perbankan syariah pada dasarnya sama dengan persyaratan mudharabah mutlaqah bagi perbankan syariah yang telah dijelaskan di atas. Perbedaannya adalah penyediaan modal yang hanya untuk kegiatan tertentu dan dengan syarat yang sepenuhnya ditetapkan oleh bank sebagai shahibul maal. c. Prinsip Sewa Menyewa Sewa menyewa pada dasarnya merupakan transaksi sewa guna usaha atau leasing. Oleh karena itu sebagaimana dalam praktek, sewa guna usaha bisa dalam bentuk sewa guna usaha dengan hak opsi atau financial lease dan sewa guna usaha tanpa hak opsi atau operating
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
lease. Dalam syariah Islam prinsip sewa menyewa ini dibedakan berdasarkan akad, yaitu al-ijarah dan al-ijarah al-muntahiya bit-tamlik (Siamat, 2004). Al-Ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Al-Ijarah al-Muntahiya Bittamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual-beli dan sewa-menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah di mana nasabah (penyewa) diberi hak untuk membeli atau memiliki obyek sewa pada akhir akad (Siamat, 2004). d. Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad al-Qardh Antonio (2004) memberikan pengertian al-qardh sebagai pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Penerapan prinsip al-qardh dalam perbankan syariah biasanya dilakukan kepada orang atau nasabah yang sangat memerlukan dana, terutama kepada nasabah yang kurang mampu atau usaha kecil. Pinjaman yang diberikan tidak disertai tambahan. namun biasanya bank mengenakan uang administrasi yang nilainya relatif kecil dan meminta jaminan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
C. Perlakuan Akuntansi untuk Pendapatan Bagi Hasil 1. Definisi Pendapatan Bagi Hasil Berdasarkan uraian definisi pendapatan yang telah dibahas pada landasan teori, dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik pendapatan terdiri dari dua hal, yaitu: a. Pendapatan merupakan aliran masuk yang berasal dari manfaat ekonomi yang menambah aktiva atau mengurangi kewajiban b. Pendapatan yang berupa aliran masuk aktiva tersebut berasal dari aktivitas normal. Pendapatan bagi hasil yang diperoleh oleh PT BMI
adalah
pendapatan dalam bentuk nisbah (proporsi) sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan mudharib (pihak pengelola). Pendapatan ini diperoleh dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah. PT BMI menerima pendapatan ini dalam bentuk kas pada saat nasabah menyerahkannya pada akhir periode akad untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah. Kegiatan utama PT Bank Muamalat Indonesia
sebagai lembaga
perbankan adalah kegiatan penyimpanan dana, yang terdiri dari tabungan, giro, deposito, serta kegiatan penyaluran dana yang terdiri dari pembiayaan murabahah, mudharabah, musyarakah, istishna, dan rahn. Pembiayaan
mudharabah
dan
musyarakah di
sini
menghasilkan
pendapatan bagi hasil yang merupakan kegiatan operasi normal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
perusahaan sebagai produk penyaluran dana dan bukanlah kegiatan yang insidental. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pendapatan bagi hasil dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah tersebut dapat memenuhi definisi sebagai pendapatan. Hal ini didasarkan pada dua alasan, pertama: pendapatan bagi hasil merupakan pendapatan yang memberikan/menyebabkan penambahan aktiva dalam bentuk kas atau adanya aliran masuk aktiva dalam bentuk kas ke dalam kesatuan usaha. Kedua: aliran masuk aktiva dalam bentuk kas tersebut merupakan aliran masuk aktiva yang berasal dari kegiatan normal sebagai sebuah bank. 2. Pengakuan Pendapatan Bagi Hasil Pengakuan pendapatan bagi hasil yang diperoleh dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah telah diatur dalam PSAK No. 105-106 a. Pengakuan Pendapatan Mudharabah PT Bank Muamalat Indonesia mengakui pendapatan bagi hasil dari pembiayaan mudharabah atas dasar kas (cash basis) yaitu sebesar sejumlah uang kas yang telah diterima dari nasabah yang dihitung berdasarkan nisbah yang telah disepakati. Adapun jika pembiayaan tersebut melewati satu periode pelaporan maka keuntungan pembiayaan diakui pada saat terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati. Penggunaan dasar kas ini dilandasi oleh suatu dasar pemikiran. Pendapatan bagi hasil akan dihitung dari persentase tertentu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
dari keuntungan nyata dari sebuah proyek atau usaha yang didanai pihak bank. Keuntungan nyata ini mengandung unsur ketidak pastian. Ada kemungkinan nasabah memperoleh keuntungan dan kemungkinan pula terjadi kerugian. Ada kemungkinan keuntungan yang didapatkan berbeda-beda antar satu periode dengan periode yang lain bahkan antara bulan yang satu dengan bulan yang lain. Unsur ketidakpastian dalam keuntungan usaha atau proyek inilah yang membuat PT BMI tidak mengakui pendapatan secara aktual. Aliran aktiva yang masuk berupa kas hanya dapat diketahui apabila nasabah benar-benar telah menyetorkannya atau ketika keuntungan tersebut sudah menjadi hak shahibul maal sewaktu diperhitungkan. Penggunaan dasar kas ini sejalan dengan konsep konservatif dalam akuntansi yang menyatakan bahwa pendapatan tidak diakui sesegera mungkin untuk menjamin bahwa laporan keuangan mendekati realisasi sesungguhnya. Untuk mengantisipasi agar bank tidak mengalami kerugian, maka sebelum merealisasikan pembiayaan bank terlebih dahulu membuat proyeksi yield untuk memperhitungkan perkiraan pendapatan bagi hasil yang akan diperoleh. Apabila besar kemungkinan proyek yang akan didanai
tersebut
merealisasikan
memberikan
pembiayaan
keuntungan,
tersebut.
maka
Akan tetapi
bank jika
akan setelah
diperhitungkan ternyata diperkirakan proyek tidak bisa memberikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
keuntungan yang diharapkan, maka bank tidak akan memberikan pembiayaan. b. Pengakuan Pendapatan Musyarakah Seperti halnya pada pendapatan mudharabah,
pengakuan
pendapatan musyarakah juga diakui pada saat kas diserahkan kepada pihak bank, sehingga walaupun pembiayaan musyarakah melewati suatu periode pelaporan, maka pendapatan tersebut tetap diakui pada saat periode terjadinya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati. jika pada saat akad diakhiri, pihak pengelola memperoleh laba dan belum diserahkan kepada pihak bank, maka laba yang belum diterima tersebut akan diakui sebagai piutang kepada mitra.
D. Jasa-jasa Bank Syariah Jenis jasa yang diberikan perbankan syariah kepada nasabah berdasarkan akad dengan mendapatkan imbalan atau fee, antara lain alwakalah, hawalah, kafalah, rahn. Dalam aplikasi perbankan, al-wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkaso, dan transfer uang. Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (debitur) kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Transaksi ini pada dasarnya merupakan pemindahan beban utang dari debitur menjadi tanggungan pihak lain yang berkewajiban menanggung pembayaran utang. Al-Kafalah adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
penanggung kepada pihak ketiga untuk menanggung kewajiban pihak kedua (tertanggung) apabila tertanggung tidak dapat memenuhi kewajibannya. Sebagaimana halnya dalam praktek bank konvensional, perbankan syariah pada dasarnya dapat memberikan jaminan berupa garansi bank kepada nasabahnya. Al-Rahn adalah harta atau aset yang harus diserahkan oleh peminjam (debitur) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya dari bank. Tujuan pemberian fasilitas ini oleh bank adalah untuk membantu nasabah dalam pembiayaan usahanya (Siamat, 2004).
E. Konsep Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Bank Syariah 1. Pengakuan dan pengukuran pendapatan Ikatan Akuntan Indonesia (2004) mendefinisikan pendapatan sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengkibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. FASB melalui SFAC No. 6
(Nasrullah, 2001:20) memberikan definisi
pendapatan sebagai aliran masuk atau peningkatan lain suatu aktiva sebuah entitas atau pelunasan utang (atau kombinasi dari keduanya) dari pengiriman atau produksi barang, pemberian jasa atau aktivitas lainnya yang merupakan kegiatan utama dan masih berlangsung dari entitas tersebut. Ikatan Akuntan Indonesia (2004)
menjelaskan tentang definisi
pengakuan, bahwa pengakuan merupakan proses pembentukan suatu pos
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dibawah ini, dalam neraca dan laporan laba rugi: a. Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan; dan b. Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yag dapat diukur dengan handal. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau laporan laba rugi. Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melalui catatan atau materi penjelasan. Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar. Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran tertentu. Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan, dikurangi jumlah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan (IAI, 2004). 2. Pengakuan dan Pengukuran pembiayaan mudharabah IAI (2003) menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah sebagai berikut: a. Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diakui pada saat pembayaran sebesar jumlah uang yang diberikan bank kepada pengelola dana. b. Pembiayaan mudharabah yang diberikan dalam bentuk aktiva non kas dinilai sebesar nilai wajar aktiva non kas. Selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan kepada pengelola dana. c. Pembiayaan mudharabah yang diberikan secara bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran. d. Biaya yang terjadi akibat akad mudharabah tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan mudharabah kecuali telah disepakati bersama. e. Pembayaran kembali pembiayaan mudharabah oleh mudharib akan mengurangi pembiayaan mudharabah. f. Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang sebelum dimulainya pekerjaan/proyek karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pihak mudharib, maka kerugian tersebut mengurangi pembiayaan mudharabah dan diakui sebagai kerugian bank. Apabila kehilangan tersebut terjadi setelah dimulainya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
pekerjaan,
hal
itu
tidak
mempengaruhi
penilaian pembiayaan
mudrahabah . g. Apabila seluruh pembiayaan mudrahabah hilang dan bukan disebabkan oleh
kelalaian
atau
kesalahan
mudharib,
maka
pembiayaan
mudharabah diakhiri dan kerugian yang timbul diakui sebagai beban bank. h. Apabila akad mudharabah diakhiri sebelum jatuh tempo dan saldo pembiayaan mudharabah tidak langsung dibayar oleh mudharib, maka pembiayaan mudharabah diakui sebagai piutang mudharabah jatuh tempo. i. Penyisihan penghapusan pembiayaan mudharabah harus dibentuk sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. j. Pengakuan keuntungan/laba pembiayaan mudharabah diakui pada periode terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati. k. Pengakuan kerugian pembiayaan mudrahabah diakui pada saat terjadinya kerugian tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. l. Kerugian yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib diakui sebagai piutang mudharabah jatuh tempo. 3. Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Musyarakah IAI (2004) menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah sebagai berikut: a. Pengakuan dan pengukuran awal pembiayaan musyarakah:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
1) Pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva non kas kepada mitra musyarakah 2) Pengukuran pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: a) Pembiayaan musyarakah dalam bentuk: kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan dan aktiva non kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan. b) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah
kecuali
ada
persetujuan
dari
seluruh
mitra
musyawarah. b. Pengukuran bagian bank atas pembiayaan musyarakah setelah akad 1) Bagian bank atas pembiayaan musyarakah permanen dinilai sebesar nilai historis (jumlah yang dibayarkan atau nilai wajar aktiva nonkas pada saat penyerahan modal musyarakah) setelah dikurangi dengan kerugian, apabila ada. 2) Bagian bank atas pembiayaan musyarakah menurun dinilai sebesar nilai historis sesudah dikurangi dengan bagian pembiayaan bank yang telah dikembalikan oleh mitra (yaitu sebesar harga jual yang wajar) dan kerugian, apabila ada. Selisih antara nilai historis dan nilai wajar bagian pembiayaan musyarakah yang dikembalikan diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada periode berjalan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
3) Jika akad musyarakah yang belum jatuh tempo diakhiri dengan pengembalian seluruh atau sebagian modal, maka selisih antara nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba atau rugi pada periode berjalan. 4) Pada saat akad diakhiri, pembiayaan musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra. c. Pengakuan laba atau rugi musyarakah 1) Laba pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian bank sesuai dengan nisbah yang disepakati atas hasil usaha musyarakah. Sedangkan rugi pembiayaan musyarakah diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. 2) Apabila pembiayaan musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan, maka laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati dan rugi diakui dalam periode terjadinya
kerugian
tersebut
dan
mengurangi
pembiayaan
musyarakah. 3) Apabila pembiayaan musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan dan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh pembiayaan, maka laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah yang disepakati, dan rugi diakui dalam periode terjadinya secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
4) Pada saat akad diakhiri, laba belum diterima bank dari pembiayaan musyarakah yang masih performing diakui sebagai piutang kepada mitra. Untuk pembiayaan musyarakah yang non performing diakhiri maka laba yang belum diterima bank tidak diakui tetapi diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. 5) Apabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat kelalaian atau kesalahan mitra pengelola usaha musyarakah, maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha musyarakah. Rugi karena kelalaian mitra musyarakah tersebut diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra pengelola usaha, kecuali jika mitra mengganti kerugian tersebut dengan dana baru.
F. Komponen Pendapatan PT. BMI Komponen pendapatan yang terdapat pada laporan laba rugi PT BMI terdiri dari pendapatan operasional utama dan pendapatan di luar operasi. Pendapatan operasional utama merupakan pendapatan yang diperoleh PT BMI sehubungan dengan pengelolaan dana dari investasi nasabah baik yang dikelola sendiri oleh pihak BMI maupun yang disalurkan oleh PT BMI kepada pihak yang membutuhkan dana. Pendapatan operasional utama terdiri dari pendapatan yang berasal dari kegiatan jual beli, sewa menyewa, bagi hasil, dan penyertaan. Pendapatan yang berasal dari kegiatan jual beli terdiri dari pendapatan margin murabahah, salam paralel, dan ishtishna paralel. Pendapatan yang berasal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
dari kegiatan sewa-menyewa terdiri dari pendapatan sewa ijarah, sedangkan pendapatan yang berasal dari kegiatan bagi hasil terdiri dari pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Dalam kaitannya dengan pembiayaan musyarakah dan mudharabah, bank di sini bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Dana yang digunakan bank untuk membiayai proyek adalah dana yang berasal dari simpanan nasabah dalam bentuk penanaman dana. Bank akan menyalurkan dana kepada pihak pengelola dana yang membutuhkan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini secara administratif hampir sama dengan syaratsyarat peminjaman pada bank konvensional, akan tetapi Bank Muamalat lebih menekankan pada persyaratan yang bebas maghrib (maksiyat, gharar, riba). Sebelum memberikan pembiayaan, bank melakukan fungsi proyeksi untuk menilai kelayakan sebuah usaha dan menilai sejauh mana proyek tersebut dapat memberikan tingkat pengembalian serta menetapkan nisbah bagi hasil yang akan diterima. Secara umum, prosedur perolehan pembiayaan mudharabah dan musyarakah di Bank Muamalat adalah sebagai berikut: a. Calon nasabah mengajukan permohonan pembiayaan dengan mengisi formulir, dilengkapi identitas pemohon serta surat jaminan. b. Petugas melakukan survei terhadap usaha yang akan dibiayai. Perbedaan dengan
bank
konvensional
adalah
bank
konvensional
tidak
mempermasalahkan jenis usaha yang akan dibiayai, sedangkan pada bank syariah, sangat memperhatikan jenis usaha apa yang akan dibiayai dimana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
usaha tersebut harus merupakan usaha yang halal dan baik sepanjang hasil survey yang dilakukan petugas. c. Petugas menganalisis data-data usaha yang akan dibiayai. d. Petugas mengajukan hasil analisa kepada pimpinan untuk mendapatkan persetujuan realisasi pembiayaan. e. Petugas menyiapkan akad perjanjian realisasi pembiayaan setelah menerima surat asli jaminan. f. Penandatanganan akad perjanjian pembiayaan oleh nasabah dengan pimpinan g. Pembayaran pembiayaan oleh teller/kasir. Proyek yang dibiayai oleh Bank Muamalat baik musyarakah maupun mudharabah rata-rata mempunyai jangka waktu proyek yang tidak lebih dari satu tahun. Pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengelola dana adalah pembiayaan dalam bentuk kas dan bukan dalam bentuk aktiva non kas. Pelaksanaan pembiayaan mudharabah pada Bank Muamalat dibagi dalam dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat). Pada mudharabah muthlaqah, pemilik dana memberikan kebebasan kepada bank dalam mengelola investasi. Sedangkan pada mudharabah muqayyadah, bank menyalurkan dananya sesuai dengan permintaan dan persyaratan dari pemilik dana dalam hal ini adalah nasabah atau investor yang memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek investasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Laba mudharabah dibagi antara pihak pengelola dana dengan pihak bank secara proporsional sesuai dengan kesepakatan nisbah yang telah ditentukan di muka. Sedangkan rugi dibebankan seluruhnya kepada bank sepanjang kerugian tersebut bukan terjadi karena kelalaian dari pihak pengelola modal. Secara lebih rinci, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Mudharabah ini, perlakuannya kurang lebih sebagai berikut: a. Bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh, dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha; b. Jangka
waktu
pembiayaan,
pengembalian
dana,
dan
pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah; c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah; d. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai e. Pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; f. Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha; g. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
h. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad; i. Pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi pendapatan (revenue sharing); j. Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib sesuai dengan laporan hasil usaha dari usaha mudharib; k. Pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah; dan l. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian dan/atau kecurangan. Secara garis besar, pelaksanaan pembiayaan mudharabah muqayyadah dan mutlaqoh hampir sama, perbedaannya terletak pada: a. Bank bertindak sebagai agen penyalur dana investor (channelling agent) kepada nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk kegiatan usaha dengan persyaratan dan jenis kegiatan usaha yang ditentukan oleh investor; b. Jangka
waktu
pembiayaan,
pengembalian
dana,
dan
pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank; c. Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor tidak menanggung risiko kerugian usaha yang dibiayai, resiko sepenuhnya ditanggung oleh investor d. Bank sebagai agen penyaluran dana dapat menerima fee (imbalan) yang perhitungannya diserahkan kepada kesepakatan para pihak;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Pelaksanaan pembiayaan musyarakah juga hampir sama dengan mudharabah. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usulan proyek atau usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Kebanyakan yang dilakukan pada Bank Muamalat adalah mitra mengembalikan modal tersebut secara bertahap setiap bulannya. Musyarakah ini dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra, sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut. Musyarakah yang dilaksanakan oleh Bank Muamalat adalah musyarakah menurun. Akad yang disepakati dapat berubah-ubah sesuai dengan kebijakan dan kesepakatan antara kedua belah pihak. Laba musyarakah dibagi secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (yaitu berupa kas) atau sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan bank.
http://digilib.mercubuana.ac.id/