Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Perspektif dan Sumbangannya terhadap Produksi dan Ketahanan Pangan1/ Abdul Karim Makarim Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka 147 Bogor 16111
[email protected] Abstrak Inovasi teknologi komoditas pangan (padi, serealia, kacang-kacangan dan ubi-ubian) telah banyak dihasilkan dan diprogramkan Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Hasil penelitian dan fokus program utama tanaman pangan adalah sebagai berikut: (1) Pengkayaan plasma nutfah tanaman pangan sebagai sumber gen untuk pembentukan varietas unggul baru; (2) Perakitan varietas unggul baru untuk tujuan pemecahan masalah produktivitas (lingkungan biotik dan abiotik); (3) Perakitan varietas untuk peningkatan nilai tambah dan mutu spesial (beras fungsional, rendah glikemik untuk penderita diabetes, beras aromatik, dll.); (4) Perakitan varietas untuk ketahanan pangan, seperti jagung pulut, gandum, sorgum, ubi kayu, ubi jalar dan ubi-ubian lainnya untuk diversifikasi pangan langsung atau sebagai bahan baku tepung dsb. (5) Pasca panen untuk berbagai tujuan per komoditas, seperti pakan ternak, industri rumah tangga, bahan baku industri, biodesel, dsb.(6) Teknologi inovasi dalam pemanfaatan limbah/sisa tanaman, pupuk hijau, pupuk hayati, pupuk majemuk, pupuk lepas lambat (slow release), pupuk terlapis material (sulfur coated urea, carbon coated urea dsb.). Selain
perbaikan
varietas,
komponen
teknologi
budidaya
terus
diperbaiki,
dikembangkan dan diinventarisir sebagai teknologi alternatif. Sistem Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) memanfaatkan komponen teknologi terbaik spesifik lokasi secara partisipatif dengan petani. Adanya keragaman lingkungan pertanian, menyebabkan diperlukannya cara penetapan paket teknologi spesifik lokasi menggunakan sistem pakar tanaman pangan. Sistem ini memperhitungkan adanya keterkaitan antara karakteristik lokasi, teknologi, dan partisipatif; juga prinsip hukum -----------------------------------------------------Disajikan pada KIPNAS X, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hotel Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav.71-73. Jakarta, 10 Nopember 2011
minimum Leibig, analisis sistem dan sistem dinamik yang kesemuanya merupakan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. ---------------------------------------------Kata kunci: inovasi, teknologi, tanaman pangan, produksi. Pendahuluan Kementerian Pertanian telah mencanangkan untuk meraih empat sukses sbb: (1) pencapaian dan mempertahankan swasembada pangan; (2) diversifikasi pangan hingga tercapainya ketahanan pangan lestari; (3) meningkatkan nilai tambah produksi pertanian; dan (4) pencapaian kesejahteraan petani. Semua kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi difokuskan ke empat sukses di atas. Indonesia memiliki kondisi lingkungan biofisik pertanian, sosial-ekonomi petani dan masyarakat pedesaan yang beragam. Kondisi demikian dapat mendatangkan keuntungan yaitu berbagai komoditas pertanian (asli maupun introduksi) dapat diusahakan pada wilayah-wilayah tertentu dan pada waktu-waktu tertentu. Tanaman gandum (tanaman asli subtropis) sebagai contoh, masih dapat diusahakan, meskipun sekarang masih terbatas pada lokasi-lokasi tertentu, seperti di Merauke atau di NTT, hanya di dataran tinggi saja dan atau pada bulan-bulan dingin. Beragamnya kondisi lingkungan juga menyebabkan penerapan satu paket teknologi budidaya untuk suatu komoditas tidak cukup (tidak selalu efektif) dalam meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman, bahkan kadangkala tidak efisien atau terjadi pemborosan input pada lokasi-lokasi tertentu. Kendala dan masalah utama dalam penerapan teknik budi daya tanaman pangan spesifik lokasi adalah sebagai berikut: (1) perlu menyusun paket teknologi spesifik untuk lokasi spesifik; (2) terbatasnya kemampuan petani/penyuluh dan peneliti dalam menerjemahkan kondisi lingkungan pertanaman menjadi kebutuhan terhadap komponen teknologi budi daya; (3) belum terbiasa memberikan rekomendasi teknologi untuk skala kecil atau spesifik lokasi; (4) terbatasnya kemampuan penyuluhan; (5) komponen teknologi budi daya yang beragam belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani. Kendala dan masalah tersebut dapat dipecahkan melalui penggunaan sistem pakar atau Expert system tanaman pangan (padi, kedelai, jagung) yang ditunjang oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau IPTEK, termasuk
penggunaan teknologi informasi (IT). Selain itu, pendekatan analisis sistem untuk memecahkan permasalahan pertanian sangat sesuai dan dapat dioperasionalkan dengan sistem pakar. Pengembangan prinsip dan cara di atas merupakan terobosan dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan dalam skala nasional di masa mendatang, sehingga swasembada dan ketahanan pangan nasional dapat dicapai dan dipertahankan. Tujuan dari penyusunan makalah ini.adalah untuk kembali mengingatkan akan pentingnya prinsip-prinsip dasar penelitian, meningkatkan kualitas dan kuantitas inovasi teknologi tanaman pangan, pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian, untuk menunjang pencapaian swasembada dan ketahanan pangan lestari.
Inovasi teknologi unggulan komoditas padi a. Plasma nutfah dan galur harapan padi. Plasma nutfah sebagai sumber gen dan tetua untuk persilangan dalam pemuliaan merupakan dasar pembentukan varietas baru. Beberapa plasma nutfah yang tersedia dengan keunggulan spesifiknya antara lain (a) tanaman padi berumur ultra genjah (80-90 hari) ada 9 aksesi; (b) padi lokal 119 varietas; (c) padi pasang surut lokal 40 varietas; (d) berbagai ketahanan terhadap cekaman abiotik (salinitas, keracunan besi, Al, kekeringan) dan biotik, beras fungsional, dan beras berkualitas tinggi lainnya. b. Varietas padi dengan berbagai keunggulan. Banyak varietas padi yang telah dilepas dengan keunggulan spesifik seperti disajikan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Varietas padi sawah dengan berbagai keunggulan khusus Varietas Inpari 6 Jete Inpari 10, Inpari 12, Inpari 13 Inpari 1 Inpara 4 Inpara 5 Kapuas, Inpara 1 Inpara 2, Inpara 3 Inpari 7, Inpari13 Inpari 8, Inpari 9 Elo Inpari 11
Umur (hari) 118 112 99 108 115 135 131 128 99 125 105
Produktivitas (ton/ha) 7-12 4-7 6-8 7-10 5-7 5-8
Keunggulan Potensi hasil tinggi Toleran kekeringan Umur genjah sampai sangat genjah Toleran rendaman Toleran keracunan besi dan Al
5-6 6-8 6-10 6-9
Toleran wereng cokelat Toleran penyakit Tungro Toleran Hawar Daun Bakteri
Tabel 2. Varietas-varietas padi untuk beras berkualitas khusus Varietas Cempo Merah, Segreng
Umur (hari) 109
Aek Sibundong
108-125
Ciasem, Setail, Ketonggo Lusi Sintanur, Gilirang Celebes, Batang Gadis Cisantana
112-119 120 130-140 115-125 105-110 108-112 118
Cisokan, Batang Lembang Logawa Batang Gadis
110-120 97-120 115 108-112
Dodokan, Gajah Mungkur
100-105 90-95
Produktivitas Keunggulan (ton/ha) 4-5 Beras merah lokal, kaya vitamin dan mineral, Fe tinggi, rasa nasi pulen dan enak 6 Beras merah unggul, mengandung vitamin B3 tinggi 5-7 Beras ketan 5 5-6 6-7 Beras aromatik 5-7 6-8 5-7 Beras kristal, tahan pada sawah irigasi kurang subur 5-6 Beras rendah Glikemik (<56) untuk 6-8 dikonsumsi penderita diabetes 8-9 6-8 Beras kaya Ca dan P, pencegah osteroporosis dan kesehatan tulang 5 Beras mengandung Mg tinggi, baik 2-3 untuk dikonsumsi anak autis .
Varietas Cempo merah, merupakan varietas padi lokal asal Yogyakarta, memiliki warna beras merah, pulen, rasa enak, mengandung vitamin dan mineral lebih tinggi dibandingkan beras putih, memiliki peluang untuk dikembangkan dengan B/C rasio 2,23 (Kristamtini dan Purwaningsih 2009). Varietas padi tertentu seperti Cempo merah dan Segreng mengandung zat besi yang cukup tinggi dalam gabahnya, yaitu masing-masing 16 ppm dan 19 ppm, sedangkan beras putih seperti Ciherang, Cisadane, IR64, Batanggadis, Sintanur dan Pandanwangi mengandung zat besi 3 4 ppm (Indrasari 2006). Zat besi dalam beras ini bermanfaat bagi penderita anemia terutama pada balita hingga remaja, yaitu menurunnya daya tahan tubuh dan kemampuan belajar.
Varietas mengandung kadar Ca dan P yang baik untuk
kesehatan tulang atau yang mempunyai penyakit osteroporosis seperti Batang Gadis. Varietas padi yang mengandung Mg tinggi baik untuk dikonsumsi anak autis seperti Dodokan, Gajah Mungkur dll. Beras berkadar glikemik rendah (<56) baik untuk konsumsi penderita penyakit diabetes seperti Cisokan, Margasari, Martapura,
Batang Lembang dan Logawa (Widowati et al.. 2008; Indrasari et al. 2008a;2008b). Beras aromatik (wangi) teridentifikasi dari kandungan 2-asetil-1-pirolin seperti Pandanwangi mengandung senyawa tersebut sebanyak 493 ppb tertinggi dibandingkan varietas lainnya: Mentekwangi dan Sintanur. c. Perbenihan. Kemurnian benih perlu ditingkatkan, serta menjaga daya kecambahnya selama pendistribusian dan penyimpanan, Benih yang baik dan bermutu merupakan input produksi pertanian pertama penentu keberhasilan pertanaman. Sistem penyebaran dan pengadaannya ke daerah-daerah perlu memperhatikan (a) kesesuaian varietas unggul yang akan ditanam dengan kondisi lingkungan dan preferensi
petani/pasar;
(b)
jumlah
benih
yang
diperlukan
pada
setiap
kabupaten/provinsi perlu tercatat, untuk penyesuaian luas lahan perbanyakan benih. di daerahnya masing-masing. Sebagai contoh benih BS/FS padi dari Balai Besar Penelitian Padi didistribusikan ke BBU, BBI, BUMN, BPTP dan penangkar untuk diperbanyak. d. Pupuk organik. Pupuk dan bahan yang akan diberikan ke tanaman, perlu dingkatkan kualitasnya agar efektif dalam meningkatkan produksi, perbaikan sifat kimia, fisik dan biologi tanah, pemanfaatan sumber alami, pendaur-ulangan, dan zero waste. Bahan organik berkualitas, memiliki nisbah C/N rendah, kandungan hara tinggi, tidak mengandung zat pencemar atau melepas gas-gas rumah kaca, berasal dari sisa panen, kotoran hewan dan pupuk hijau, menggunakan dekomposer yang efektif dan toleran cekaman lingkungan ekstrim (masam, salin, alkalin).
Inovasi teknologi unggulan komoditas serealia a. Plasma nutfah dan galur harapan serealia. Koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman Serealia pada tahun 2009 terdiri dari (a) jagung 515 aksesi; (b) sorgum (83 aksesi); (c) gandum (36 aksesi); (d) jawawut atau milet (Pennisetum glaucum) (58 aksesi); dan (e) jail (Coix lacrymajobi) (5 aksesi) (Yasin 2010).. Plasmanutfah tersebut diperoleh melalu koleksi varietas-varietas jagung lokal dan introduksi dari luar negeri. Plasma nutfah ini diperlukan untuk
mengamankan sumber daya genetik, untuk memanfaatkan keunggulankeunggulan gen dalam pembentukan varietas-varietas unggul baru. b. Varietas baru jagung dengan keunggulan spesifik. Beberapa varietas jagung berumur genjah (<90 hari) dan toleran kekeringan sudah tersedia. seperti Bima-3 Bantimurung dan Anoman-1. Pada periode 2005-2009 Balitsereal telah melepas 5 varietas hibrida, yaitu Bima-2 Bantimurung, Bima-3 Bantimurung, Bima-4, Bima-5, Bima-6 dengan potensi hasil >11 t/ha, dan stay green. Varietas Bima-3 Bantimurung juga toleran penyakit bulai, sedangkan Anoman-1 rasa bijinya enak sehingga dapat sebagai substitusi beras sampai 30%.. Varietas Quality Protein Maize (QPM) memiliki kadar lisin dan tryptophan lebih tinggi daripada jagung biasa, yaitu lisin 0,29-0,39% jagung biasa dan 0,42-0,52% jagung QPM; sedangkan tryptophan jagung biasa 0,058-0,079% dibandingkan jagung QPM 0,085-0,110%. c. Gandum. Merupakan bahan pangan yang banyak dibutuhkan, sehingga Indonesia mengimpor terigu. Tanaman gandum (tanaman subtropik) belum berkembang di Indonesia, baru sesuai untuk dataran tinggi. Namun, lahan di dataran tinggi ini peka erosi dan juga kalah bersaing dengan komoditas sayuran yang lebih bernilai ekonomi. Program perakitan varietas gandum di balitsereal difokuskan untuk daerah dengan ketinggian <400 m dpl..Pada ketinggian 600 m dpl tanaman gandum sudah dapat berproduksi normal, sebab sewaktu pembungaan sering terjadi angin dingin pada Juli-Agustus. Sebanyak 15 galur/varietas gandum yang diuji di dataran rendah Merauke (5 m dpl) pada JuniSeptember 2009 menghasilkan 1,3-2,4 t/ha. Dengan demikian pengembangan gandum di Indonesia tersebar di beberapa wilayah pada bulan-bulan tertentu saja yang memiliki suhu rendah pada periode tertentu. d. Sorgum. Hasil uji lanjutan tanaman sorgum di Enrekang (Sulawesi Selatan) dengan kadar tanin rendah, diperoleh hasil biji tertinggi yaitu 2,71 t/ha pada galur 1090A sedangkan pembandingnya Kawali menghasilkan 2,75 t/ha. Sorgum yang berbiji putih atau keputih-putihan, seperti galur 15006A dan 1090A dapat dimanfaatkan untuk pangan fungsional, nutrisi tinggi sebagai suplemen tepung gandum. Sedangkan sorgum berwarna biji merah tua atau cokelat dapat
dimanfaatkan untuk campuran pakan ternak. Beberapa varietas sorgum menghasilkan bioetanol cukup tinggi dan relative stabil seperti Watar Hammu Putih, 4-138A, 15011A, 15011B, dan 15021A yaitu masing-masing 6.617 liter/ha, 5.000. liter/ha, 5.928 liter/ha, 5.733 liter/ha dan 6.654 liter/ha. e. Pasca panen jagung. Berbagai cara dan alsintan telah dihasilkan dalam penanganan pasca panen jagung oleh Balitsereal, Puslitbang Tanaman Pangan, seperti cara pengeringan tongkol jagung di lapang ataupun dengan alat yang menghasilkan biji jagung yang bersih, terhindar dari infeksi jamur/cendawan; alat pengering benih jagung dengan pengatur suhu. Mesin pengering model PTP-4KBalitsereal berkapasitas 2 ton tongkol sekali proses dapat menghemat tenaga 45 hok dan biaya pengeringan Rp.125.000/ton. Mesin pemipil jagung model PJM5Balitsereal untuk memproses benih dengan kapasitas pemipilan 1,3 ton/jam. Inovasi teknologi unggulan komoditas kacang-kacangan a. Galur harapan kedelai toleran kekeringan.. Kekeringan merupakan kendala utama tanaman di lahan kering yang hingga saat ini belum ada satu varietas pun yang tahan. Namun demikian, teridentifikasi beberapa genotype toleran kekeringan yang dapat digunakan sebagai sumber gen. Pembentukan populasi dasar menggunakan empat sumber gen yang toleran MLG2805, MLG3474, MLG3072, dan MLG2984. Sejumlah galur harapan toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi sudah diperoleh (Nugrahaeni et al. 2009). Pada pengujian toleransi kekeringan di 13 lokasi kisaran hasilnya 1,33-1,91 t/ha. b. Galur harapan kedelai toleran hama. Tanaman kedelai umumnya peka terhadap beberapa hama antara lain ulat grayak. Namun, beberapa galur yang telah dimiliki Balitkabi seperti IAC-100, W/80, G100H, dan IAC-80 mempunyai ketahanan lebih tinggi dibandingkan varietas Ijen.. c. Penggunaan isolat SINPV. Ulat jengkal, hama pelipat daun dan penggerek polong terkenal sebagai hama utama perusak tanaman kedelai. Penggunaan Isolat SINPV JTM 97C yang dikembangkan oleh Balitkabi.mampu membunuh larva ulat jengkal Chrysodeixis chalsites, penggulung daun Lamprosema indicata dan penggerek polong kedelai Etiella zinckernella sebesar 94-96% (Bedjo 2006)
e. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Kedelai. Produktivitas tanaman kedelai dengan PTT lebih tinggi 29,4% dibandingkan tanpa PTT atau cara biasa (Adisarwanto et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi spesifik lokasi, yaitu menyesuaikan pemberian input (macam dan takaran) dengan kondisi lahan dapat meningkatkan hasil biasanya disertai dengan penurunan biaya produksi, sehingga meningkatkan keuntungan. Cara PTT ini telah diterapkan di berbagai komoditi tanaman pangan. Prinsip PTT ini akan diuraikan secara khusus. Masih banyak teknologi inovasi yang belum disajikan dalam makalah ini. Namun pada prinsipnya teknologi yang dihasilkan dan diprogramkan pada komoditas pangan untuk pencapaian dan mempertahankan swasembada pangan, peningkatan produksi dan ketahanan pangan utamanya adalah sebagai berikut: 1. Perakitan varietas unggul baru untuk tujuan pemecahan masalah, misalnya potensi hasil tinggi, toleran kekeringan, umur genjah hingga ultra genjah, toleran kemasaman tanah (pH rendah), toleran salinitas, tahan rendaman (padi) dan tahan genangan (palawija), toleran hama dan penyakit tertentu; 2. Perakitan varietas untuk peningkatan nilai tambah dan mutu spesial, seperti beras fungsional (kaya Fe), beras merah bergizi tinggi, beras rendah glikemik untuk penderita diabetes, beras aromatik, beras bernutrisi tinggi; jagung QPM (berkualitas protein tinggi), 3. Perakitan varietas untuk ketahanan pangan, seperti jagung pulut, gandum, sorgum, ubi kayu, ubi jalar dan ubi-ubian lainnya untuk diversifikasi pangan langsung atau sebagai bahan baku tepung dsb. 4. Pasca panen untuk berbagai tujuan per komoditas, seperti pakan ternak (batang, daun dan biji jagung), industri rumah tangga (kue-kue kacang, minyak goreng, kacang goreng), bahan baku industri (ubi kayu, sorgum) untuk biodesel, industri keramik, dsb. 5. Teknologi inovasi dalam pemanfaatan limbah/sisa tanaman, pupuk hijau, mikroorganisme menjadi kompos berkualitas tinggi, pupuk hayati, pupuk
majemuk, pupuk lepas lambat (slow release), pupuk terlapis material (sulfur coated urea, carbon coated urea dsb.).
Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Pendekatan PTT merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang terus berkembang, memanfaatkan berbagai alternatif teknologi yang telah dihasilkan untuk diterapkan pada lokasi yang paling sesuai (spesifik). Dalam pendekatan PTT, pemilihan cara budidaya yang optimal pada suatu lokasi adalah dengan jalan memaksimalkan komponen-komponen teknologi yang saling sinergis/compatible dan meminimalkan komponen teknologi yang saling antagonis/tidak compatible, sehingga diperoleh net sinergis yang besar dari suatu cara budidaya. Hal serupa juga dilakukan pencocokan antara karakteristik lingkungan dengan berbagai alternatif teknologi dan komponen pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, cara budidaya PTT adalah spesifik untuk tiap lokasi spesifik..Dalam PTT pemilihan komponen teknologi selain disesuaikan dengan karakteristik lingkungan/lokasi pertanaman, juga mempertimbangkan karakteristik dan preferensi petani sebelum diterapkannya teknologi budidaya, sehingga disebut teknologi partisipatif. Prinsip Meningkatkan Efisiensi Input Produksi Hukum Minimum Leibig Respon
tanaman
terhadap
pemberian
input
atau
karakteristik
lingkungan
digambarkan dalam hukum Leibig tahun 1855 (de Wit 1992) sebagai tong kayu berisi air, di mana tinggi permukaan air yang dapat ditampung tong bergantung pada tinggi papan yang terendah (Hukum Minimum). Aplikasi hukum ini bahwa pemberian input yang paling efektif atau karakteristik lingkungan yang paling berpengaruh terhadap hasil tanaman adalah input/karakteristik yang jumlah atau ketersediaannya paling kritis dalam tanah. Aplikasi lainnya adalah pemberian hara lain yang berada di tanah dalam jumlah yang cukup, akan kurang efektif meningkatkan hasil bila diberikan sehingga tidak efisien. Dengan demikian, dalam upaya meningkatkan efisiensi input produksi tanaman pangan, baik pada lahan sawah
maupun
lahan
kering,
perlu
karakterisasi
lokasi/lahan
pertanian,
mengidentifikasi faktor-faktor pembatas pertumbuhan tanaman, dimulai dari yang
paling serius hingga yang kurang serius berdasarkan kriteria batas kritik kahat atau keracunan hara/unsur kimia yang sebelumnya telah· diketahui. Selanjutnya, pemberian input produksi yang paling efisien adalah pemberian input untuk menanggulangi kendala utama atau mencukupi kebutuhan hara yang menjadi prioritas utama, diutamakan input yang dapat menanggulangi dua atau lebih permasalahan sekaligus. Misalnya penggunaan batuan fosfat pada lahan kering masam selain dapat menetralkan Al (meracuni tanaman), juga menyediakan fosfat bagi tanaman dan memiliki efek residu atau bahan organik yang dapat menonaktifkan AI, menambah hara, meningkatkan daya tahan tanah terhadap hara (KTK) dan air. Sebaliknya, input produksi yang diberikan untuk menanggulangi permasalahan atau hara yang tidak/kurang bermasalah, selain tidak efisien karena respon tanaman kurang, juga menimbulkan efek samping yang merugikan tanaman dan lingkungan. Contoh, pemberian pupuk ZA (bersifat masam) dalam jumlah berlebih secara terus menerus untuk mencukupi kahat S justru akan menambah kemasaman tanah (pH tanah turun). Dengan kata lain, kesalahan pengelolaan atau pemberian input yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman, sangat merugikan. Hukum Optimum Liebscher Perkembangan selanjutnya dari Hukum Minimum (leibig) adalah Hukum Optimum oleh liebscher 1895 (de Wit 1992) yang menyatakan bahwa faktor produksi yang paling kurang akan sangat efektif dan efisien diberikan apabila semua faktor produksi lainnya berada dalam keadaan optimum. Dengan demikian, dalam strategi meningkatkan efisiensi produksi, semua faktor produksi yang diperlukan tanaman perlu dioptimalkan. Sebaliknya, semua faktor yang dapat menghambat
pertumbuhan
tanaman
(biotik
dan
abiotik)
seharusnya
ditiadakan/dikurangi. Dalam menerapkan prinsip ke-2 ini perhatian efisiensi input tidak hanya ditujukan terhadap pemberian pupuk saja, namun juga kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Contoh sederhana adalah merawat tanaman, kebersihan lahan, penyiangan gulma,
monitoring
tanaman agar serangan
hamalpenyakit ·tertentu atau gejala kahat hara telah terdeteksi sedini mungkin, sehingga pengendaliannya efisien/mudah.
Hukum Constant Activity Mitscherlich Selanjutnya, Mitscherlich 1924 (de Wit 1992) mengemukakan bahwa berkurangnya respon tanaman terhadap penambahan hara mengikuti persamaan eksponensial negatif, dan koefisien aktivitas suatu hara dalam eksponensial tidak tergantung dari ketersediaan hara lainnya (Hukum Aktivitas Tetap). Dalam aplikasinya, jumlah hara yang
diperlukan
suatu
tanaman
untuk
mencapai
hasil
maksimal
adalah
proporsional, baik hasil maksimal tersebut tinggi ataupun rendah. Dalam hal ini, hasil maksimal adalah potensi hasil, yang besarnya beragam menurut kondisi iklim, terutama radiasi surya dan suhu, serta sifat fisiologik tanaman. Juga tersirat bahwa pemberian pupuk sebanyak apapun tidak akan pernah menyebabkan hasil tanaman pada suatu lokasi/daerah melampaui potensi hasilnya. Potensi hasil tanaman dapat berbeda menurut tempat (lokasi wilayah) dan waktu (musim), meskipun varietas yang digunakan sama. Hal ini disebabkan adanya keragaman radiasi surya, suhu maksimum dan minimum berdasarkan tempat dan waktu. Oleh karena itu, teknologi spesifik lokasi menjadi sangat tepat untuk diterapkan dan sebagai alasan diperlukannya prescription farming. Analisis Sistem Di Bidang Pertanian Pendekatan "Analisis Sistem" digunakan untuk memecahkan berbagai permasalahan dinamis, termasuk di bidang pertanian, khususnya tanaman pangan. Mengacu kepada ketiga hukum yang telah diuraikan sebelumnya. Keterkaitan antara pertumbuhan tanaman, lingkungan (biotik, abiotik) dan pengelolaannya sangat erat. Berbagai faktor dibedakan berdasarkan perannya sebagai peubah tidak bebas (dependent variable), kecepatan perubahan, faktor penggerak, dan faktor pengaruh dalam suatu keterkaitan. Sistem dibagi ke dalam 4 subsistem, yaitu: (1) internal (fisiologik dan morfologik) tanaman; (2) edafik (fisika dan kesuburan tanah); (3) lingkungan abiotik (iklim) dan biotik (hama dan gulma); dan (4) aspek pengelolaan (agronomi). Dengan analisis sistem, trend perubahan produktivitas, produksi dan konsumsi dapat digambar/dihitung secara lebih akurat.
Pustaka/Bahan Bacaan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS). 2010. Dobermann, A., K.G. Cassman, S. Peng, Pham SyTan , Cao Vhan Phung, P.C. Sta. Cruz, J.B. Bajita, M.A.A. Adniento, and D.C. Olk. 1996. Precision Nutrient Management in Intensive Irrigated Rice Systems. Proc. Int. Symp. Maximizing Sustainable Rice Yield Through Improved Soil and Environmental Management. Khon Kaen, Thailand. p.133-154. Ghosh, K. 2003. Overflow irrigation in Bengal: Lessons from the past. In. Takara and Kojima (eds.). Proceedings of the 1st International Conference on Hydrology and Water Resources in Asia Pacific Region. Vol.1:172-178. Pa-lu-lu Plaza, Kyoto, Japan Guimaraes, F.M., I.C.B. Fonseca, M. Brossard, C.M.R. Portella, Osmar, R. Brito, and. J.C. Ritchie. 2008. Monitoring changes in the chemical properties of an Oxisol under long-term no-tillage management in subtropical Brazil. Soil Sci.173(6):408416. Indrasari, S.D. 2006. Kandungan besi varietas Pengembangan Pertanian 28(6):13-14.
padi. Warta Penelitian
dan
Indrasari, S.D., E.Y. Purwani, S. Widowati, dan D.S. Damardjati. 2008a. Peningkatan nilai tambah beras melalui mutu fisik, citarasa dan gizi. Dalam A.A. Daradjat, A. Setyono, A.K. Makarim dan A. Hasanuddin (eds.). Inovasi Teknologi Produksi Padi. Buku 2 hal.565-590. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Indrasari, S.D., E.Y. Purwani, P. Wibowo, dan Jumali. 2008b. Nilai indeks glikemik beras beberapa varietas padi. Jurnal Penelitian Pertanian 27(3):127-134. Kementerian Pertanian. 2011. Road map peningkatan produksi beras nasional (P2BN) menuju surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. Kristamtini dan H. Purwaningsih. 2009. Potensi pengembangan beras merah sebagai plasma nutfah Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian 28(3):88-95 Makarim, A.K. 2003. Modeling pengelolaan tanaman padi. Dalam B. Suprihatno dkk (eds.) Buku 2: Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. ISBN 9798161-85-8. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Halaman 181-191. Makarim, A.K. 2004a. Sistem pakar padi (SIPADI) untuk pemilihan teknologi spesifik lokasi dan peningkatan produksi padi (Manual). Balai Penelitian Tanaman Padi. 11 halaman.
Makarim, A.K. 2004b. Sistem pakar penetapan varietas padi sesuai lokasi (SIPAVAR) (Manual). Balai Penelitian Tanaman Padi. 9 halaman. Makarim, A.K., S. Abdurrachman dan S. Purba. 2000a. Efisiensi Input Produksi Tanaman Pangan Melalui Prescription Farming. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV, hal. 90-103 Makarim, A.K., I. Las, A.M. Djulin dan Sutoro. 1999. Penentuan Takaran Pupuk untuk Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Sistem dan Model Simulasi. Agronomika I(1): 32-29. Makarim, A.K., S. Purba, A. Kartoharjono., I. Las, S. Roechan, dan S. Adiningsih. 2000b. Pengujian sistem prescription farming pada pola IP Padi 300. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan ISSN 0216-9959.Vol 19(3):13-24, Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian. Puslitbangtan. 2010. Reformasi birokrasi dan diseminasi hasil penelitian tanaman pangan. Prosiding Raker 2010. 201 halaman. Sutardi, H., Purwaningsih, dan A. Musofie. 2008. Perimbangan pupuk organik dan anorganik terhadap kualitas hasil beras organik di lahan sawah tadah hujan. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Pencemaran Lingkungan Pertanian melalui Pendekatan Pengelolaan daerah Aliran Sungai (DAS) secara Terpadu. Balai Besar Penelitin dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Sembiring, H. Inovasi teknologi unggulan dan pengelolaan sumberdaya penelitian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Dalam Reformasi birokrasi dan diseminasi hasil penelitian tanaman pangan. Prosiding Raker 2010. Hal 67-75. Subandi, M.J. Mejaya dan Marwoto. 2010. Isu penting penelitian kacang dan ubi. Dalam Reformasi birokrasi dan diseminasi hasil penelitian tanaman pangan. Prosiding Raker 2010. Hal 146-154. Sutrisno, N., P. Setyanto dan U. Kurnia. Perspektif dan urgensi pengelolaan lingkungan pertanian yang tepat. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(4):286-291. Widowati, S. 2008. Karakterisasi mutu dan indeks glikemikberas beramilosa rendah dan tinggi. Dalam B. Suprihatno dkk. (eds.).Prosiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Buku 2:759-773. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Yasin Said, M. 2010. Inovasi teknologi unggulan Balai Penelitian Tanaman Serealia. Dalam Reformasi birokrasi dan diseminasi hasil penelitian tanaman pangan. Prosiding Raker 2010. Hal 81-102.