Soal(+Jawab):FI1202-01@2016-3 S. Viridi, P. Wulandari, S. Komalasari Prodi Fisika, Institut Teknologi Bandung 2017
Soal(&Jawab):FI1202-01@2016-3 S. Viridi, P. Wulandari, S. Komalasari Prodi Fisika, Institut Teknologi Bandung 2017
PENGANTAR Buku berjudul Soal(+Jawab):FI1202-01@2016-3 ini merupakan kumpulan soal-soal latihan (dengan sebagiannya disertai jawaban) yang diberikan dalam matakuliah FI1202 Fisika Dasar IIB untuk kelas 01 pada semester 3 tahun ajaran 2016/2017. Kelas ideal dengan jumlah peserta kurang dari 25 orang dapat terwujud pada pelaksanaan kuliah ini, sehingga hampir dalam setiap pertemuan semua peserta dapat diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis. Dengan cara ini pemahaman setiap peserta akan materi yang sedang diberikan dapat selalu dipantau. Koreksi dan penjelasan konsep yang belum jelas dapat segera dilakukan. Selain itu, interaksi dengan peserta kuliah dilakukan tidak hanya di kelas melainkan juga dengan memanfaatkan grup WhatsApp, yang sekaligus menjadi sarana pemberian bahan perkuliahan dan informasi terkait kegiatan perkuliahan seperti akan adanya kuis, jadual ujian, pelaksanaan RBL, dan lain-lain. Kumpulan soal dalam buku ini diharapkan dapat pula dimanfaatkan oleh pembaca yang tertarik untuk pembelajaran Fisika Dasar, terutama materi semester 2, dan juga peserta ajar pada semester reguler. S. Viridi Bandung, Agustus 2017
i
ii
ISI Pengantar
i
Isi I II
iii
Muatan listrik, garis-garis medan listrik, gaya Coulomb
1
Medan dan gaya listrik, vektor, susunan titik muatan, sekilas muatan titik, garis, dan permukaan
5
Muatan luas, medan listrik oleh titik muatan, susunan muatan titik 2-d, potensial listrik oleh titik muatan
15
Susunan muatan titik 1- dan 2-d, muatan garis, medan listrik oleh distribusi muatan berukuran tak-hingga
27
Hukum Gauss untuk bola isolator pejal dan berongga, potensial listrik pada bola pejal isolator
31
Medan listrik dan potensial listrik oleh pelat luas bermuatan dan susunannya, energi potensial kapasitor, susunan kapasitor
38
VII
Resistor seri dan paralel, Hukum Ohm, rangkaian RC, jembatan Wheatstone
45
VIII
Hukum Ohm, muatan pada kapasitor, pengisian dan pengosongan kapasitor
48
Gaya Lorentz, pemilih kecepatan, spektrometer massa, gaya antara dua kawat berarus, lintasan partikel
53
Hukum Gauss bola konduktor, medan listrik dan potensial listrik, susunan bola konduktor berongga, susunan resistor
60
Hukum Biot-Savart dan beberapa penerapannya, Hukum Ampere
68
Fluks magnetik, Hukum induksi Faraday-Lenz dan penerapannya, induktor rangkaian RC transien
70
Reaktansi induktif, reaktansi kapasitif, impedansi, rangkaian seri RLC pada arus bolak-balik, fasor, tegangan rms
78
Osilasi, fungsi gelombang, superposisi gelombang, pelayangan, aparatus tali Melde, gelombang stasioner, efek Doppler
87
III
IV
V
VI
IX
X
XI XII
XIII
XIV
XV
Superposisi gelombang yang menghasilkan gelombang stasioner, profil gelombang stasioner sebagai fungsi waktu, superposisi yang menghasilkan interferensi destruktif
XVI
95
Gelombang EM, fungsi gelombang (osilasi vektor medan listrik E, osilasi vektor magnetik B, dan vektor propagasi k), laju rambat gelombang EM, vektor Poynting, pola-pola interferensi-difraksi dua celah iii
102
XVII
Resonansi rangkaian RLC seri arus bolak-balik
106
Catatan
109
iv
I 1 Dengan menggunakan lambang untuk benda ber-muatan positif, untuk benda bermuatan nol, dan untuk benda bermuatan negatif, serta untuk benda tak bermuatan yang terbuat dari bahan logam, dan untuk benda tak bermuatan yang terbuat dari bahan non-logam, gambarkan interaksi antar benda-benda tersebut dengan menggunakan lambang —— untuk tanpa interaksi, ←→ untuk interaksi saling tolak, dan →← untuk iteraksi saling tarik. ←→
←→
——
——
→←
←→
——
——
——
——
——
——
→← —— ←→ Gambar 1.1 Interaksi antara benda bermuatan: positif ( ), nol ( ), negatif ( ); dan antara ketiga benda bermuatan tesebut dengan benda bermuatan nol yang terbuat dari logam ( ) dan non-logam ( ) .
2 Mengapa benda logam yang tak bermuatan dapat berinteraksi dengan benda bermuatan positif dan negatif dan selalu saling tarik? Peristiwa apa yang terjadi? Benda logam memiliki muatan yang tak terikat atau bebas bergerak. Saat didekatkan dengan suatu benda bermuatan, muatan pada logam akan terinduksi sehingga sebarannya berubah. Sebaran ini akan selalu membuat benda logam saling tarik dengan benda bermuatan.
←→
←→
Gambar 2.1 Proses induksi pada benda bermuatan nol yang terbuat dari logam oleh benda bermuatan: positif (kiri) dan negatif (kanan).
3 Gambarkan garis-garis medan listrik E dari satu titik muatan positif. Ingat bahwa garis-garis medan listrik berarah keluar dari muatan positif dan masuk ke muatan negatif.
1
E
Gambar 3.1. Garis-garis medan listrik di sekitar suatu titik bermuatan positif.
4 Gambarkan garis-garis medan listrik E dari satu titik muatan negatif. Ingatlah bahwa garis-garis medan listrik keluar dari muatan positif dan masuk ke muatan negatif. E
Gambar 4.1. Garis-garis medan listrik di sekitar suatu titik bermuatan positif.
5 Gambarkan garis-garis medan listrik E antar dua titik muatan berbeda tanda. Ingat bahwa garisgaris medan listrik selalu berarah keluar dari muatan positif dan masuk ke muatan negatif. Serta antar garis-garis medan listrik tidak pernah berpotongan.
E
Gambar 5.1. Garis-garis medan listrik di sekitar dua titik bermuatan berbeda tanda.
6 Tuliskan hukum Coulomb yang menggambarkan besar gaya antar dua muatan titik q1 dan q2 dengan jarak pisah antar kedua muatan adalah r. Bila perlu gunakan konstanta Coulomb k = (4πε 0 )
−1
agar lebih sederhana dan tentukan satuan dari k.
Hukum Coulomb
F =k
q1q2 . r2
2
(6.1)
Dengan menyamakan satuan pada kedua ruas Persama-an (6.1) dapat diperoleh satuan k adalah N·m2·C–2. 7 Tuliskan rumus medan listrik Ei (r ) yang menggam-barkan medan listrik pada posisi r akibat adanya muatan qi yang berada di ri .
Medan listrik pada posisi r E i (r ) =
qi 1 4πε 0 r − ri
3
(r − ri ) .
(7.1)
yang disebabkan oleh adanya muatan qi yang berada di ri . 8 Pada suatu posisi r , di mana telah terdapat medan listrik E j , diletakkan muatan qi. Tuliskanlah rumusan untuk menghitung gaya listrik (gaya Coulomb) pada muatan qi tersebut. Gaya Coulomb dapat diperoleh dari hubungan
F = qE ,
(8.1)
sehingga dari Persamaan (7.1) dapat diperoleh
Fij = q i E j (r ) =
1 4πε 0
qi q j r − rj
3
(r − r ) , j
(8.2)
dan bila posisi muatan qi yang semula r dinyatakan sebagai ri , maka Persamaan (8.2) akan menjadi
Fij =
1 4πε 0
q j qi ri − r j
3
(r − r ) , i
j
(8.3)
yang telah lebih umum dikenal. Bila hanya perlu besarnya saja, maka Persamaan (6.1) merupakan bentuk skalar (besarnya saja) dari Persamaan (8.3). 9 Jelaskan apa yang dimaksud dengan garis-garis ekipotensial listrik dan kaitannya dengan garisgaris medan listrik. Garis-garis ekipotensial listrik adalah garis-garis khayal yang menghubungkan titik-titik di sekitar suatu muatan yang memiliki potensial listrik yang sama.
Gambar 9.1 Garis-garis ekipotensial listrik di sekitar suatu titik bermuatan positif.
3
Suatu muatan yang bergerak di sepanjang garis ekipotensial tidak akan kehilangan energi potensialnya dan lajunya (lebih tepatnya energi kinetiknya) akan tetap sama.
E
Gambar 9.2 Garis-garis medan listrik selalu tegak lurus dengan garis-garis ekipotensial. 10 Tuliskan hubungan antara gaya listrik F , medan listrik E , potensial listrik V, dan energi potensial listrik U, serta satuan masing-masing. Hubungan keempatnya adalah
F F = qE ⇔ E = , q
∫
U = − F ⋅ dl ⇔ F = −∇U ,
U = qV ⇔ V =
U , q
V = − ∫ E ⋅ dl ⇔ E = −∇V
(10.1) (10.2) (10.3) (10.4)
Satuan dari F adalah N, satuan dari E adalah N/C, satuan dari U adalah J, dan satuan dari V adalah J/C. Satuan J/C dikenal juga dengan satuan V (volt). Ingat bahwa N sama dengan kg·m·s–2 dan J sama dengan kg·m2·s–2.
4
II (
)
11 Dalam suatu ruang terdapat medan listrik dalam bentuk E (x, y ) = 4 yeˆ x − 3 xeˆ y N/C , di mana x dan y dinyatakan dalam m. Pada posisi (1, 1) ditempatkan muatan q = +10 µC. Tentukanlah gaya elektrostatik yang bekerja pada muatan tersebut dalam bentuk vektor, besar gaya tersebut, dan arah gaya tersebut dihitung terhadap arah sumbu x positif. Medan pada posisi (1, 1) adalah
(
)
E (1,1) = 4eˆ x − 3eˆ y N/C
(11.1)
gaya elektrostatik pada muatan q = +10 µC yang diletakkan pada titik (1, 1) tersebut adalah F = qE (1,1) = 40eˆ x − 30eˆ y µN . (11.2)
(
)
Besar gaya diperoleh melalui
2 F = F = 40 2 + (− 30) × 10 −6 = 50 µN . Arah gaya terhadap sumbu x positif dapat dihitung melalui Fy F ⋅ eˆ y − 30 3 = = tan θ = =− , Fx F ⋅ eˆ x 40 4
(11.3)
(11.4)
atau
3 4
θ = atan − ≈ −36.87 ° .
(11.5)
12 Terdapat vektor posisi relatif yang bernilai r − ri = 3eˆ x − 12eˆ y + 4eˆ z . Hitunglah nilai dari r − ri dan vektor satuan darinya (r − ri ) / r − ri . Besarnya vektor adalah
r − ri =
(r − ri ) ⋅ (r − ri )
= 3 2 + (− 12 ) + 4 2 2
(12.1)
= 13, dan vektor satuannya adalah
(r − ri )
(
)
1 3eˆ x − 12eˆ y + 4eˆ z . = r − ri 13
5
(12.2)
13 Bila posisi relatif muatan qi terhadap qj dinyatakan dengan rij = ri − r j , tunjukkan bahwa kedua persamaan Fij =
1 4πε 0
qi q j ri − r j
3
(r − r ) dan i
Fij =
j
qi q j
1
4πε 0 rij2
rˆij sama, di mana rˆij adalah vektor
satuan dari rij . Dari kedua persamaan dalam soal suku yang tersisa setelah keduanya disamakan adalah
1 ri − r j
3
(r − r ) =
2
(r − r ) =
i
j
1 rˆij , rij2
(13.1)
1 rˆij , rij2
(13.2)
yang dapat dituliskan kembali menjadi
1 ri − r j
i
j
ri − r j
di mana sesuai dengan definisi
rij = ri − r j ,
(13.3)
rij = ri − r j ,
(13.4)
(
)
ri − r j rˆij = , ri − r j
(13.5)
maka Persamaan (13.2) adalah benar, sehingga kedua persamaan dalam soal adalah sama. 14 Terdapat dua buah muatan q1 = +Q dan q2 = –Q dalam bidang xy, di mana r1 = eˆx + eˆ y dan r2 = 8eˆ x + 8eˆ y . Hitunglah medan listrik akibat kedua muatan tersebut pada titik (4, 5) dengan terlebih dahulu menghitung E1 (4, 5) dan E 2 (4, 5) , baru kemudian E tot (4, 5) = E1 (4, 5) + E 2 (4, 5) . Dengan menggunakan
Ei (r ) =
qi 1 4πε 0 r − ri
3
(r − ri ) ,
(14.1)
dan
r = 4eˆ x + 5eˆ y ,
(14.2)
dapat diperoleh bahwa
(
) (
r − r1 = 4eˆ x + 5eˆ y − eˆ x + eˆ y = 3eˆ x + 4eˆ y , sehingga
6
)
(14.3)
(r − r1 ) ⋅ (r − r1 )
r − r1 =
(14.4)
= 32 + 4 2 = 5, dan
(
) (
r − r2 = 4eˆ x + 5eˆ y − 8eˆ x + 8eˆ y
)
= −4eˆ x − 3eˆ y ,
(14.5)
sehingga
(r − r2 ) ⋅ (r − r21 )
r − r2 =
(− 4)2 + (− 3)2
=
(14.6)
= 5.
Kemudian
E1 (4, 5) =
1 +Q 3eˆ x + 4eˆ y , 4πε 0 53
(14.7)
1 −Q − 4eˆ x − 3eˆ y , 4πε 0 53
(14.8)
(
)
dan
(
E2 (4, 5) =
)
sehingga
Etot (4, 5) = E1 (4, 5) + E 2 (4, 5) =
+Q 3eˆ x + 4eˆ y 4πε 0 53
(
1
(
)
(
)
Q 4eˆx + 3eˆ y 4πε 0 53 1 Q = 7eˆ x + 7eˆ y 4πε 0 53 1
+
=
) (14.8)
1 7Q 1 2 eˆ y . 2 eˆ x + 3 2 4πε 0 5 2 1
15 Gaya elektrostatik antara dua buat muatan qi dan qj diberikan oleh persamaan
Fij =
1 4πε 0
qi q j ri − r j
3
(r − r ) i
j
(15.1)
Tunjukkan bahwa persamaan tersebut menjelaskan sifat gaya tarik-menarik antara dua muatan berbeda tanda muatan dan gaya tolak-menolak antara dua muatan yang memiliki tanda muatan yang sama dengan mengguna-kan tiga buah gambar: (a) qi > 0, qj > 0, (b) qi < 0, qj > 0, dan (c) qi < 0, qj < 0. Bila perlu gunakan angka-angka untuk membantu.
7
qi q j rˆij
rˆij
qi > 0
rˆij
qj > 0
qi q j rˆij qi < 0
qi q j rˆij
qj > 0
rˆij qi < 0
qj < 0
Gambar 14.1 Vektor satuan rˆij selalu mengarah menuju muatan i (yang sedang ditinjau) dari muatan j (penyebab medan listriknya), arah ini dapat berubah terkait hasil perkalian kedua muatan, yaitu pada suku
qi q j rˆij , seperti pada kasus: qi > 0, qj > 0 (atas), qi < 0, qj > 0 (tengah), dan qi < 0, qj < 0 (bawah). 16 Terdapat dua muatan q1 dan q2 yang terletak di sepanjang sumbu x dengan jarak pisah antara keduanya adalah h. Tentukanlah kemungkinan-kemungkinan titik-titik di sepanjang sumbu x yang memiliki medan listrik resultan Etot (x ) = E1 (x ) + E2 (x ) bernilai nol: (a) q1 = q2, (b) q2 = 4q1, dan (c) q2 = –4q1. Pertama-tama dapat dimisalkan bahwa x2 berada di sebelah kanan x1 pada sumbu x, yaitu
x2 = x1 + h .
(16.1)
Untuk muatan bertanda sama q1 = q2 titik x harus terletak antara x1 dan x2 agar resultan medan listriknya Etot (x ) = 0 , di mana dapat dengan mudah ditentukan
1 1 x = x1 + h = x2 − h . 2 2
(16.2)
Dapat dengan mudah ditunjukkan keberlakuan persama-an dalam soal dengan menggunakan Persamaan (16.2) ini. Selanjutnya untuk kondisi q2 = 4q1 , kembali dikarena-kan tanda muatan yang sama, x berada di antara x1 dan x2 dengan perbandingnnya mengikuti
1 x − x1
2
=
4 x − x2
2
,
(16.3)
yang akan memberikan
1 2 x = x1 + h = x2 − h . 3 3
8
(16.4)
Dan terakhir untuk keadaan dengan q2 = –4q1 akan mengisyaratkan bahwa x < x1 sehingga dapat diperoleh bahwa
1
4
=
,
(16.5)
x = x1 − h = x2 − 2h .
(16.6)
x − x1
2
x − x2
2
sehingga
Cara yang diungkapkan di sini diperoleh dengan terlebih dahulu menggambarkan posisi kedua muatan dan kemungkinan resultan medan listriknya. Pendekatan dengan menggunakan Persamaan (15.1) seharusnya dapat pula memberikan hasil yang sama seperti dalam Persamaan (16.2), (16.4), dan (16.6), akan tetapi dengan tingkat kerumitan lebih tinggi.
17 Dalam suatu kubus ABCDEFGH terdapat muatan-muatan positif +Q pada titik-titik A, C, F, H dan muatan-muatan negatif –Q pada titik-titik B, D, E, G. Bila panjang sisi-sisi kubus adalah a, tentukanlah medan listrik total di pusat kubus. Jarak terhadap pusat kubus O dari setiap muatan adalah
r=
1 3a . 2
(17.1)
Dengan demikian setiap medan listrik pada titik O selalu menggunakan jarak dari Persamaan (17.1), hanya saja dengan arah yang berbeda-beda. Untuk mudahnya titik O dipilih sebagai pusat koordinat sehingga masing-masing koordinat titik-titik sudut kubus ABCDEFGH memiliki vektor normal
rˆA =
1 3
rˆB = −
1
rˆC = −
1
3
3
rˆD =
1
rˆE =
1
3
3
rˆF = −
1
rˆG = −
1
rˆH =
1
3
eˆ x +
1
eˆ x −
1
1
eˆ y +
1
eˆ y +
1
3 1
eˆx +
1
3
3
eˆ x +
1
eˆ x −
1
eˆ x −
1
3
eˆ y +
3
eˆ x −
3
3
1
eˆx +
9
(17.2a)
eˆ z ,
(17.2b)
eˆ z ,
(17.2c)
3 1
eˆ y −
1
3
3
eˆ y −
1
eˆ y −
1
eˆ y −
1
3
eˆ z ,
3
eˆ y +
3
3
3
eˆ z ,
(17.2d)
eˆ z ,
(17.2e)
eˆz ,
(17.2f)
eˆ z ,
(17.2g)
eˆz .
(17.2h)
3
3
3
Dengan demikian dapat dituliskan bahwa 8
E tot (O ) =
1 Qi rˆ 2 i 4 πε i = A.. H 0 r
1
∑ Q rˆ
=
∑
4 4πε 0 3a 2
8
i i
i = A.. H
1 Q 3πε 0 a 2 3 [(1,1,1) − (− 1,1,1) + (− 1,−1,1) − (1,−1,1) =
(17.3)
− (1,1,−1) + (− 1,1,−1) − (− 1,−1,−1) + (1,−1,−1)] =
1
Q
3πε 0 a
2
3
(0,0,0) = 0.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas melalui Gambar 17.1 berikut. C
D A
B
G
H E
F
Gambar 17.1 Medan listrik pada pusat kubus yang berarah dari muatan positif (merah, ) dan menuju muatan negatif (biru, ).
Resultan medan listrik pada muatan yang berseberangan dalam diagonal ruang saling menguatkan akan tetapi kedelapan resultan ini akan membuat jumlah medan listrik nol pada pusat kubus.
18 Tunjukkan bahwa besar medan listrik tegak lurus pada jarak z di sekitar kawat lurus dengan panjang L adalah E =
1
λ
a
4πε 0 z z 2 + a 2
+
(L − a ) 2 z 2 + (L − a )
dengan a adalah posisi dari salah satu
ujung kawat. Medan listrik tegak lurus di sekitar kawat pada jarah h di sepanjang sumbu y di mana kawat terletak pada sumbu x dan membentang dari x = –L1 sampai x = L2 diberikan oleh
E=
1
λ
L2
4πε 0 h h 2 + L2 2
−
(− L1 ) . 2 h 2 + (− L1 )
(18.1)
Dengan terlebih dahulu memilih
L = L2 − (− L1 ) = (L − a ) − (− a ), Persamaan (18.1) dapat dituliskan kembali menjadi
10
(18.2)
E=
λ
1
(L − a ) 2 2 h + (L − a )
4πε 0 h
(− a ) . 2 h 2 + (− a )
−
(18.3)
Selanjutnya dengan membuat h ≡ z maka Persamaan (18.3) akan menjadi
E=
1
λ
4πε 0 z
(L − a ) 2 2 z + (L − a )
+
z 2 + a 2 a
(18.3)
yang tak lain adalah persamaan yang ditanyakan dalam soal.
19 Tunjukkan bahwa medan listrik di sepanjang sumbu yang tegak lurus bidang suatu kawat 1 2πRλz bermuatan berbentuk cincin dengan jejari R adalah E = . 4πε 0 z 2 + R 2 3 / 2
(
)
Elemen muatan pada kawat berbentuk cincin yang terletak pada bidang xy adalah
dq = λdl = λRdθ ,
(19.1)
yang posisinya terletak di
(
)
r ′ = Rrˆ = R cos θ eˆx + sin θ eˆ y .
(19.2)
Posisi di sepanjang sumbu z tempat di mana medan listrik ingin dihitung adalah r = z eˆz .
(19.3)
Dengan Persamaan (19.2) dan (19.3) dapat diperoleh r − r ′ = z eˆz − R cos θ eˆx + sin θ eˆ y
(19.4)
(
)
dan
r − r ′ = z2 + R2 .
(19.5)
Substitusikan Persamaan (19.1), (19.4), (19.5) ke dalam
dE =
dq (r − r′) , 3 4πε 0 r − r ′ 1
(19.6)
sehingga dapat diperoleh
λRdθ 1 4πε 0 z 2 + R 2 3 / 2 ⋅ z eˆz − R cos θ eˆx − R sin θ eˆ y .
(19.7)
dE = dE x eˆx + dE y eˆ y + dE z eˆz
(19.8)
dE =
(
(
)
)
Dengan
dan Persamaan (19.7), dapat dituliskan bahwa 11
dE x = −
dE y = −
1
λR 2
(
4πε 0 z 2 + R 2 1
)
λR 2
(
4πε 0 z 2 + R 2
dE z =
1
3/ 2
cos θ dθ ,
(19.9a)
sin θ dθ ,
(19.9b)
)
3/ 2
λRzdθ
(
4πε 0 z + R 2 2
)
3/ 2
.
(19.9c)
Selanjutnya dapat diperoleh
E x = ∫ dE x =−
1
2π
λR 2
(
4πε 0 z 2 + R
(19.9a)
cosθ dθ = 0 , ) ∫
2 3/ 2
0
E y = ∫ dE y =−
1
2π
λR 2
(
4πε 0 z 2 + R 2
(19.9b)
∫ sin θ dθ = 0 ,
)
3/ 2
0
∫
E z = dE z =
1
(
λRz
2π
dθ ) ∫
(19.9c)
4πε 0 z 2 + R 2 3 / 2 0 1 2πRλz = . 4πε 0 z 2 + R 2 3 / 2
(
)
Persamaan (19.9c) telah medan listrik di sepanjang sumbu yang tegak lurus bidang kawat bermuatan berbentuk cincin.
20 Tunjukkan bahwa medan listrik pada jarak z dari suatu cakram bermuatan dengan jejari R adalah
E=
2πσ 1 − 4πε 0 1
. Tunjukkan pula bagaimana rumusan ini dapat digunakan untuk z2 + R2 z
menghitung medan listrik oleh pelat luas, yang akan akan memberikan E =
σ 2ε 0
.
Medan listrik di sepanjang sumbu z yang tegak lurus bidang cincin bermuatan berjejari R diberikan oleh
E=
1
(
Qz
4πε 0 z + R 2 2
)
3/ 2
.
(20.1)
Untuk suatu cakram maka Persamaan (20.1) baru mewakiliki medan listrik dari elemen melingkar cakram dengan tebal dR
12
dE =
1
zdq
(
4πε 0 z + R 2 2
)
3/ 2
,
(20.2)
di mana
dq = σdA = σ 2πRdR .
(20.3)
Substitusikan Persamaan (20.3) ke Persamaan (20.2) sehingga diperoleh
dE =
1 zσ 2πRdR . 4πε 0 z 2 + R 2 3 / 2
(
(20.4)
)
Selanjutnya dengan menuliskan
(
)
1 d z 2 + R2 , 2
RdR =
(20.5)
Persamaan (20.4) dapat menjadi
dE =
(
)
zσπ d z 2 + R 2 . 4πε 0 z 2 + R 2 3 / 2
(
)
(20.6)
Untuk cakram berlubang berjejari dalam R1 dan jejari luar R2
E = ∫ dE = =
zσπ 4πε 0
zσπ 4πε 0
R2
∫ (z
2
R1
−2 2 z + R 2
1 2πσ − = 4πε 0
(
d z2 + R2 +R
)
)
2 3/ 2
R2
R
(20.7)
1
z z 2 + R22
+
. z 2 + R12 z
Untuk cakram berjejari R maka R1 = 0 dan R2 = R, dengan demikian Persamaan (20.7) akan menjadi
E=
2πσ − 4πε 0 1
+ 1 , z +R z
2
2
(20.8)
yang tak lain adalah persamaan yang ditanyakan dalam soal. Untuk pelat luas terdapat suatu syarat, yaitu
z << R
(20.9)
z << 1 . R
(20.10)
atau
Dengan syarat ini suatu suku dalam Persamaan (20.8) dapat dituliskan menjadi
13
2
z z2 + R2 = R +1 ≈ R 1 = R , R
(20.11)
sehingga Persamaan (20.8) akan menjadi
E=
σ 1 1 2πσ z 2πσ − + 1 ≈ 2πσ (1) = = , πε 4πε 0 R 4 4 πε 2 ε0 0 0
yang merupakan medan listrik yang disebabkan oleh pelat luas.
14
(20.12)
III 21 Terdapat sebuah cakram berjejari R yang memiliki rapat muatan bersatuan luas seragam σ. Tentukanlah medan listrik E pada jarak tegak lurus z dari cakram tersebut. Bagaimana rumusan E bila R → ∞? Umumnya digunakan sistem koordinat sillinder untuk sistem fisis seperti ini, dengan r = ρeˆρ + rφ eˆφ + zeˆ z
(21.1)
di mana kaitannya dengan koordinat kartesian adalah melalui
eˆ ρ = cos φ eˆ x + sin φ eˆ y
(21.2)
eˆφ = − sin φ eˆ x + cos φ eˆ y .
(21.3)
dq = σdA ,
(21.4)
dA = (dρ )(ρdφ ) = ρdρdφ .
(21.5)
r ′ = ρeˆρ
(21.6)
r = zeˆ z ,
(21.7)
r − r ′ = zeˆ z − ρeˆρ
(21.8)
r − r ′ = z z2 + ρ ρ2 .
(21.9)
dan
Elemen muatan memiliki bentuk
dengan
Posisi elemen muatan dq adalah
dan posisi titik pengukuran medan listrik
sehingga
dan
Elemen medan listrik dE yang disebabkan oleh elemen muata dq dirumuskan sebagai dE =
dq (r − r ′) . 3 4πε 0 r − r ′ 1
(21.10)
Substitusi Persamaan (21.4), (21.5), (21.8), dan (21.9) ke Persamaan (21.10) akan memberikan
dE =
1
(
σρdρdφ
4πε 0 z 2 + ρ 2 15
)
3/ 2
(zeˆ
z
− ρeˆ ρ ) .
(21.11)
Agar terlihat kebergantungannya terhadap ϕ, substitusi-kan Persamaan (21.2) ke Persamaan (21.11)
1
dE =
σρdρdφ
(
)
4πε 0 z 2 + ρ 2 3 / 2 zeˆ z − ρ cos φ eˆ x − ρ sin φ eˆ y .
(
)
(21.12)
Persamaan (21.12) dapat dituliskan sedemikian sehingga komponen-komponen vektornya dapat dibedakan
σ dE = 4πε 0
ρdρ 2 z + ρ 2
(
)
3/ 2
(zdφ ) eˆ z
ρ 2 dρ − (cos φdφ ) eˆ x 3/ 2 z 2 + ρ 2
(
)
ρ 2 dρ − (sin φdφ ) eˆ y 3 / 2 z 2 + ρ 2
(
)
(21.13)
= dE z eˆ z + dE x eˆ x + dE y eˆ y . Medan listrik pada masing-masing arah dapat dituliskan kembali sebagai berikut
∫
E z = dE z
σ 4πε 0
=
R
∫ (z
2π
ρdρ 2
0
∫
(21.14)
cos φdφ ) ∫
(21.15)
)
3/ 2
+ ρ2
z dφ 0
R
σ 2πz ρdρ , ∫ 2 4πε 0 0 (z + ρ 2 )3 / 2
=
E x = ∫ dE x =−
σ 4πε 0
R
∫ (z
2π
ρ 2 dρ 2
0
+ ρ2
3/ 2
0
= 0, E y = ∫ dE y =−
σ 4πε 0
R
∫ (z 0
2π
ρ 2 dρ 2
+ ρ2
sin φdφ ) ∫ 3/ 2
(21.16)
0
= 0, setelah digunakan batas-batasnya. Pembuat nol dari Persamaan (21.15) dan (21.16) adalah suku2π
suku
∫ 0
2π
cos φdφ dan
∫ sin φdφ . Persamaan (21.14) akan menjadi 0
16
σ 2πz 1 d (z 2 + ρ 2 ) 4πε 0 2 ∫0 (z 2 + ρ 2 )3 / 2 R
Ez =
σz (− 2) 2 1 2 = 4ε 0 z +ρ
σz =− 2ε 0 =
(
σ 2ε 0
R
ρ =0
(21.17)
1 1 − 2 2 z z +R , z +R
1 −
z
2
2
)
dengan menggunakan d z 2 + ρ 2 = 2 ρdρ . Selanjutnya dengan
E = ∫ dE ,
(21.18)
Persamaan (21.13) dan Persamaan (21.17) akan memberikan
σ E= 1− 2ε 0
eˆ z . z +R z
2
2
(21.19)
Bila cakram memiliki jari-jari yang besar maka
σ 1− E = lim R → ∞ 2ε 0
eˆ z z2 + R2 z
σ = eˆ z . 2ε 0
(21.20)
22 Sebuah pelat luas bermuatan Q memiliki luas A berada pada bidang z = 0. Tentukanlah medan listrik dalam bentuk vektor sebagai fungsi z, misalnya E ( z ) . Rapat muatan pelat diasumsikan seragam bila hanya diketahui Q dan A, yaitu
σ=
Q . A
(22.1)
Dan besarnya untuk pelat luas adalah seperti Persaamaan (21.20)
E=
σ , 2ε 0
(22.2)
yang arahnya bergantung posisi titik yang ditinjau relatif terhadap bidang z = 0. Bila tidak diberitahu nilai dari σ, maka diasumsikan positif sehingga medan listrik berarah ke keluar dari pelat sehingga
σ 1, z > 0, E= eˆz 2ε 0 − 1, z < 0. Ilustrasi dari Persamaan (22.3) dapat dilihat dalam Gambar 22.1 berikut ini. 17
(22.3)
z o
E(z > 0) y
x
E(z > 0) Gambar 22.1 Arah medan listrik di sekitar pelat luas berapat muatan σ.
(
)
23 Muatan q1 = 5µC berada pada r1 = 3eˆx + 3eˆ y m . Dengan terlebih dahulu menghitung r − r1 dan r − r1 , hitunglah E1 pada r = 6eˆx + 7eˆ y m .
(
)
Dapat dituliskan bahwa
(
) (
r − r1 = 6eˆx + 7eˆ y − 3eˆx + 3eˆ y
)
(23.1)
= 3eˆx + 4eˆ y , sehingga
r − r1 = =
(3eˆ + 4eˆ )⋅ (3eˆ + 4eˆ ) (3 ) + (4 ) = 5 m. x
y
2
x
y
(23.2)
2
Medan listrik pada r adalah q1 (r − r1 ) 3 4πε 0 r − r1 1
E1 = =
5 ×10 −6 3eˆx + 4eˆ y 4πε 0 53
=
1 10 −6 4πε 0 5
(
1
)
(23.3)
3 ˆ 4 ˆ −1 ex + e y N ⋅ C . 5 5
(
)
24 Muatan q2 = 10µC berada pada r2 = 8eˆx + 12eˆ y m . Dengan terlebih dahulu menghitung r − r2 dan r − r2 , hitunglah E2 pada r = 16eˆx + 6eˆ y m .
(
)
Dapat dituliskan bahwa
(
) (
)
)(
)
r − r2 = 16eˆ x + 6eˆ y − 8eˆ x + 12eˆ y = 8eˆ x − 6eˆ y ,
(24.1)
sehingga
r − r2 = =
(8eˆ
x
− 6eˆ y ⋅ 8eˆ x − 6eˆ y
(8)2 + (− 6)2 18
= 10 m.
(24.2)
Medan listrik pada r adalah q2 4πε 0 r − r2 1
E2 =
3
(r − r2 )
=
1 10 × 10 −6 8eˆ x − 6eˆ y 4πε 0 10 3
=
1 10 −6 4πε 0 10
(
)
(24.3)
3 4 −1 eˆ x − eˆ y N ⋅ C . 5 5
25 Muatan q3 berada pada r3 = 2eˆx m . Dengan terlebih dahulu menghitung r − r3 dan r − r3 , hitunglah E3 pada r = 5eˆx + 4eˆ y + 12eˆz m .
(
)
Dapat dituliskan bahwa
(
)
r − r3 = 5eˆ x + 4eˆ y + 12eˆ z − (2eˆ x ) = 3eˆ x + 4eˆ y + 12eˆ z ,
(25.1)
sehingga
r − r3 = 3eˆ x + 4eˆ y + 12eˆ z =
(3)2 + (4)2 + (12)2
(25.2)
= 13 m.
Medan listrik pada r adalah E3 =
q3 4πε 0 r − r3 1
3
(
(r − r3 )
=
q3 3eˆ x + 4eˆ y + 12eˆ z 4πε 0 133
=
q3 4πε 0 169
1
) (25.3)
1
4 12 3 ˆ −1 e x + eˆ y + eˆ z N ⋅ C . 13 13 13 Penulisan yang dilakukan ini mengambil bentuk B = BBˆ dari suatu vektor di mana vektor B terdiri dari besarnya B dan vektor satuannya Bˆ .
(25.4)
26 Pada sebuah bujur sangkar ABCD, dengan A berada di barat daya, B di tenggara, C di timur laut, dan D di barat laut terhadap titik pusat bujur sangkar, terdapat tiga muatan qA = +Q, qB = –Q, dan qC = +Q. Sisi bujur sangkar memiliki panjang a. Tentukanlah pada titik D medan listrik akibat masing-masing buatan qA, qB, dan qC, serta medan listrik total akibat ketiga muatan tersebut. Gunakan cara vektor dan konfirmasi hasil perhitungan dengan menggambarkannya. Dengan menetapkan A sebagai pusat koordinat di (0, 0) maka posisi ketiga muatan tersebut adalah
19
rA = 0 ,
(26.1)
rB = aeˆ x ,
(26.2)
rC = aeˆ x + aeˆ y ,
(26.3)
r = aeˆ y .
(26.4)
dan posisi titik D adalah
Akibat muatan qA
EA =
qA 4πε 0 r − rA 1
3
(r − rA )
+Q aeˆ y 4πε 0 a 3 1 Q = eˆ y , 4πε 0 a 2 =
( )
1
(26.5)
( )
akibat muatan qB
EB = = =
qB 1 4πε 0 r − rB
3
(r − rB )
1 −Q aeˆ y − aeˆ x 4πε 0 a 3
(
1
Q 4πε 0 2a 2
)
(26.6)
1 1 2eˆ x − 2eˆ y , 2 2
dan akibat muatan qC
EC =
qC 4πε 0 r − rC 1
3
(r − rC )
1 +Q (− aeˆ x ) 4πε 0 a 3 1 Q (− eˆx ). = 4πε 0 a 2 =
EA
EB
D
a
a
EC
qC = +Q a
a
qB = –Q
qA = +Q 20
(26.7)
Gambar 26.1 Medan listrik pada titik D ditentukan akibat muatan-muatan qA, qB, dan qC.
Medan listrik total di titik D adalah penjumlahan dari Persamaan (26.5) – (2.67) yang akan memberikan E tot = E A + E B + E C
( )
Q eˆ y 4πε 0 a 2 1
=
1 Q 1 1 2eˆ x − 2eˆ y 4πε 0 2a 2 2 2 1 Q + (− eˆ x ) 4πε 0 a 2
+
(
(26.7)
)
1 1 Q eˆ y + 2 eˆ x − eˆ y − eˆ x 4 4πε 0 a 2 1 Q 1 = 2 − eˆ x + eˆ y 1 − 4πε 0 2a 2 4
=
(
(2
1
=
4πε 0
)
)
1 2 −1 Q 1 2eˆ y . 2eˆ x + − 2 2 2a 2
27 Berapakah nilai qB agar medan listrik di titik D bernilai nol? Nyatakan dalam Q (dan juga a bila perlu). D
qC = +Q
a a
a a
qB
qA = +Q Gambar 27.1 Nilai medan di titik D ditentukan oleh nilai muatan-muatan qA, qB, dan qC.
Dengan memanfaatkan jawaban dari soal sebelumnya dapat dituliskan bahwa
EB =
1
( )
Q eˆ y , 4πε 0 a 2
(27.1)
1 qB 1 1 2eˆ x + 2eˆ y , − 4πε 0 2a 2 2 2
(27.2)
1 Q (− eˆx ). 4πε 0 a 2
(27.3)
EA =
EC = Medan listrik total di titik D adalah
21
E tot = E A + E B + E C =
( )
1 Q eˆ y 4πε 0 a 2
qB 1 1 − 2eˆ y 2eˆ x + 2 2 4πε 0 2a 2 1 Q + (− eˆx ) 4πε 0 a 2 1
+
(
(27.4)
)
1 Qeˆ y + 4 2q B eˆ x − eˆ y − Qeˆ x 1 1 1 = 2 q B − eˆ x + eˆ y Q − 4πε 0 2a 2 4 =
1
1 4πε 0 a 2
(
=
(
)
)
1 1 2 2Q − q B 1 2eˆ y . 2eˆ x + − 4πε 0 2 2 2a 2
Agar medan listrik total di titik tersebut bernilai nol maka besarnya vektor harus bernilai nol atau dari Persamaan (27.4) yang dapat membuat nol hanyalah suku
2 2Q − q B = 0 ⇒ q B = −2 2Q ,
(27.5)
yang merupakan jawaban yang dicari.
28 Terdapat susunan dua muatan bernilai dan bertanda sama yang terletak dalam satu garis. Tentukanlah suatu titik yang medan listriknya adalah nol. Dikarenakan tanda dan nilai kedua muatan sama maka titik di mana medan listrik total akibat kedua muatan tersebut berharga nol haruslah terletak di antara kedua muatan tersebut. Bila muatan pertama terletak di x = 0 dan muatan kedua terletak di x = h maka titik di mana medan listrik total bernilai nol adalah pada x = h / 2, seperti dalam Persamaan (16.2) yang telah dibahas sebelumnya.
29 Terdapat susunan tiga muatan pada titik sudut-titik sudut sebuah segitiga sama sisi. Berapakah medan di titik pusat segitiga bila q1 = q2 = q3 dan q1 = q2 = –q3? Misalkan terlebih dahulu bahwa q1 = +Q dan sisi segitiga adalah a sehingga dapat digambarkan sebagai berikut ini, lalu q3 terletak di puncak segitiga. q3
a
q1
o
a
a
q2
Gambar 29.1 Nilai medan di titik o ditentukan oleh nilai muatan-muatan q1, q2, dan q3.
22
Jarak q3 dari garis yang menghubungkan q1 dan q2 atau tinggi segitiga dalam Gambar 29.1 dapat diperoleh melalui 2
1 1 h3 = a 2 − a = 3a 2 2
(29.1)
atau dari
h3 = a sin
π 6
= a⋅
1 3. 2
(29.2)
Dan tinggi titik o diperoleh lewat
ho =
1 π 1 1 a tan = 3a = h3 . 2 6 6 3
(29.3)
Dengan mengambil titik o sebagai titik pusat koordinat maka dapat dituliskan bahwa
1 1 3aeˆ y , r1 = − aeˆ x − 2 6
(29.4)
1 1 3aeˆ y , r2 = aeˆ x − 2 6
(29.5)
1 3aeˆ y . r3 = 3
(29.6)
Perhatikan bahwa posisi ketiga sudut segitiga terhadap o haruslah sama, yaitu
1 r1 = r2 = r3 = 3a . 3 Dengan pusat koordinat pada titik o atau r = 0 maka dapat dituliskan bahwa E1 = =
E2 = =
(29.7)
q1 (r − r1 ) 3 4πε 0 r − r1 1
+Q
1 1 3aeˆ y , aeˆ x + 4πε 0 1 2 6 3a 3 1
(29.8)
3
q2 1 4πε 0 r − r2
3
(r − r2 )
+Q
1 1 3aeˆ y , − aeˆ x + 4πε 0 1 6 2 3a 3 1
3
23
(29.9)
q3 4πε 0 r − r3 1
E3 = =
3
(r − r3 )
+Q
1 3aeˆ y . − 4πε 0 1 3 3a 3 1
(29.10)
3
Dan medan listrik totalnya menjadi E tot = E1 + E 2 + E3
=
1 4πε 0 1 3
1 4πε 0 1 3 1 + 4πε 0 1 3 +
=
1 1 3aeˆ y aeˆ x + 6 2 3a Q 1 ˆ 1 − ae x + 3aeˆ y 3 6 2 3a Q 1 3aeˆ y − 3 3 3a Q
3
1 1 3aeˆ y aeˆ x + 4πε 0 1 6 2 3a 3 1
Q
3
1 1 1 + − aeˆ x + 3aeˆ y + − 3aeˆ y 2 6 3 =
1 1 Q 1 a − a eˆ x 3 4πε 0 1 2 2 3a 3
1 1 1 + 3a eˆ y = 0, 3a − 3a + 3 6 6
(29.11)
yang adalah solusi saat q1 = q2 = q3 = +Q. Untuk q1 = q2 = –q3 = +Q perlu mengubah Persamaan (29.10) menjadi
E3 ==
−Q
1 3aeˆ y , − 4πε 0 1 3 3a 3 1
3
sehingga Persamaan (29.11) akan menjadi
24
(29.12)
E tot = E1 + E 2 + E3 =
1 1 3aeˆ y aeˆ x + 4πε 0 1 6 2 3a 3 1
Q
3
1 1 1 3aeˆ y + 3aeˆ y + − aeˆ x + 6 3 2 =
1 Q 3 4πε 0 1 3a 3
1 1 a − a eˆ x 2 2
1 1 1 + 3a + 3a + 3a eˆ y 6 3 6 2 1 Q 3aeˆ y = 3 4πε 0 1 3 3a 3 1 6Q = eˆ y . 4πε 0 a 2
(29.13)
30 Hitunglah potensial listrik akibat satu titik muatan yang terletak di x = 0 dengan mengambil syarat batas V(∞) = 0. Potensial listrik dihitung melalui
∫
V = − E ⋅ dl ,
(30.1)
sehingga untuk muatan titik yang terletak di x = 0 dipilih
E=
q
1
4πε 0 x
3
xeˆ x =
1
q eˆ x 4πε 0 x 2
(30.2)
dan
dr = eˆ x dx ,
(30.3)
dengan V(∞) = 0, Persamaan (30.1) dapat dituliskan kembali menjadi
V =− =
1
∫ 4πε
0
q q eˆ x ⋅ eˆ x dx = − 4πε 0 x2
q . 4πε 0 x 1
Dengan memasukkan batas-batas integralnya
25
dx
∫x
2
(30.4)
V (x ) − V (∞ ) = − =
x
∫
1 q 4πε 0 x
1
1 q q + V (∞ ) = +0 V (x ) = 4πε 0 x 4πε 0 x =
x
dx q 1 = 2 4πε 0 ∞ x 4πε 0 x ∞ q
1 q . 4πε 0 x
26
(30.5)
IV 31 Terdapat tiga buat muatan q1, q2, dan q3 yang tersusun seperti dalam Gambar 31.1 berikut. q3
P
θ
q1
q2
Gambar 31.1 Susunan tiga buah muatan yang memberikan medan listrik total di titik P.
Diketahui bahwa q2 = q3 = +Q dan θ = π/3. Tentukanlah q1 agar medan listrik total di P bernilai nol. Tentukan pula gaya listrik yang dialami oleh muatan q4 = +2Q apabila diletakkan di titik P. Sisi-sisi jajarang genjang adalah a. Ambil titik q1 terletak di pusat koordinat (0, 0) sehingga r1 = 0 ,
(31.1)
r2 = ae x ,
(31.2)
r3 = a cosθ e x + a sin θ e y ,
(31.3)
dan titik tempat medan listrik total akan dihitung r = a(1 + cos θ ) e x + a sin θ e y .
(31.4)
Dengan mengunakan Persamaan (31.1) – (31.4) dapat diperoleh r − r1 = a(1 + cosθ ) eˆ x + a sin θ eˆ y
2 2 ⇒ r − r1 = a (1 + cos θ ) + (sin θ ) ,
(31.5)
r − r2 = a cos θ eˆ x + a sin θ eˆ y 2 2 ⇒ r − r2 = a (cos θ ) + (sin θ ) = a,
(31.6)
r − r3 = a eˆ x ⇒ r − r3 = a .
(31.7)
Selanjutnya adalah menghitung medan listrik akibat q1, q2, dan q3 di titik P, yaitu
E1 = =
q1 3 (r − r1 ) r − r1
1 4πε 0
q1
[a cosθ eˆ
[
x
+ a sin θ eˆ y
4πε 0 a 3 (1 + cos θ )2 + (sin θ )2
27
]
]
3/ 2
(31.8)
,
E2 =
1 4πε 0
q2 r − r2
3
(r − r2 )
+Q = a cos θ eˆ x + a sin θ eˆ y , 4πε 0 a 3 1
(
E3 =
1
)
4πε 0
q3 r − r3
3
(31.9)
(r − r3 ) (31.10)
+Q a eˆ x . = 4πε 0 a 3 1
32 Terdapat sebuah muatan q yang terletak di titik x = 0. Medan listrik di sepanjang sumbu x diberikan oleh
E=
1 q x eˆ . 4πε 0 x 3
(32.1)
Potensial listrik dapat diperoleh dari medan listrik melalui b V (a ) − V (b ) = − E ⋅ dl ,
∫
(32.2)
a
di mana dalam hal ini digunakan
dl = eˆ x dx .
(32.3)
Hitunglah potensial listrik V(x) apabila digunakan syarat batas V(∞) = 0. .. 33 Terdapat susunan muatan q1, q2, q3, q4, .., seperti dalam Gambar 33.1 berikut ini. a P
q1
q2
q3
q4
Gambar 33.1 Susunan tak hingga muatan dengan keteraturan jarak tertentu yang memberikan medan listrik total di titik P.
Nilai muatan-muatan adalah sama, yaitu +Q. Tentukan posisi dari muatan qn (n = 1, 2, 3, 4, ...) sebagai fungsi dari n dan a dalam bentuk rn = f (n, a )eˆx . (33.1) Kemudian hitunglah medan listrik dari masing-masing muatan qn pada titik P dan medan listrik totalnya. Hitunglah pula potensial listrik di titik P akibat setiap muatan qn dan totalnya, dengan menggunakan syarat batas V(∞) = 0. .. 34 Terdapat kawat lurus yang berapat muatan λ(x) = c, di mana c adalah suatu konstanta. Muatan total kawat tersebut adalah +Q. Kawat membentang dari x = x0 sampai x = x0 + L. Dengan menggunakan dq = λdx hitunglah 28
∫
Q = dq ,
(34.1)
sehingga dapat ditentukan nilai c. Turunkan rumusan medan listrik akibat kawat lurus bermuatan tersebut untuk medan listrik pada x = x0 + L + h. .. 35 Medan listrik pada jarak h dari ujung sebuah kawat lurus dengan panjang L dan berapat muatan λ diberikan oleh
E=
λ 1 1 . − 4πε 0 h h + L
(35.1)
Hitunglah medan listrik akibat kawat lurus dan bermuatan tersebut bila digunakan syarat batas V(2L) = 0. .. 36 Terdapat sebuah kawat lurus dengan panjang L yang berapat muatan seragam λ. Tentukan medan listrik pada jarak h tegak lurus dari kawat pada posisi αL dari salah satu ujung kawat. .. 37 Sebuah kawat lurus panjang berapat muatan seragam λ memberikan medan listrik pada jarak r sebesar
E=
1
λ
2πε 0 r
.
(37.1)
Turunkan Persamaan (37.1) untuk kawat berhingga panjangnya terlebih dahulu sehingga integrasi dilakukan untuk l ∈ [− 12 L, 12 L ] , baru kemudian dicari perumusan untuk l → ∞ untuk kawat lurus panjang. .. 38 Dengan menggunakan Persamaan (37.1) turunkan perumusan medan listrik untuk lempeng luas sehingga dapat diperoleh rumusan
E=
1 σ. 2ε 0
(38.1)
.. 39 Medan listrik oleh muatan titik, muatan garis panjang tak-hingga, dan muatan luas tak-hingga pada jarak r diberikan berturut-turut oleh
E=
q , 4πε 0 r 2
(39.1)
E=
1 2λ , 4πε 0 r 1
(39.2)
1
29
E=
4σ , 4πε 0 r 0
(39.3)
λ=
q , L
(39.4)
σ =
q . L2
(39.5)
1
di mana
Buatlah perumusan umum untuk ketiga persamaan pertama di atas. Dengan melihat Persamaan (39.1)-(39.5) dapat disimpulkan bahwa
En =
2n q 4πε 0 r 2− n Ln 1
,
(39.6)
di mana n = 0 adalah untuk muatan titik, n = 1 untuk muatan garis, dan n = 2 untuk muatan luas. 40 Tunjukkan apakah Persamaan (39.6) juga berlaku untuk n = 3 di mana titik yang ditinjau berada pada jarak r dari suatu permukaan benda berukuran tak hingga (luas dan tebalnya), yang seharusnya memberikan
E3 =
2ρ r
πε 0
..
30
.
(40.1)
V 41 Terdapat sebuah bola isolator pejal dengan jari-jari R dan rapat massa homogen ρ = c, di mana c suatu konstanta. Tentukanlah nilai c bila muatan total bola tersebut adalah Q. Tuliskan terlebih dahulu definisi dari ρ dan elemen volume bola dV, serta kemudian gunakan keduanya untuk mencari Q dan pada akhirnya dapat menentukan nilai c. Rapat massa per satuan volume adalah
dq , dV
ρ=
(41.1)
di mana elemen volume untuk bola adalah
dV = (dr )(rdθ )(r sin θdφ ) .
(41.2)
Untuk bola utuh maka dapat dituliskan bahwa π
2π
∫
∫
dV = r 2 dr sin θdθ dφ = 4πr 2 dr , 0
(41.3)
0
yang merupakan elemen kulit bola. Kemudian, muatan total diperoleh melalui
∫
Q = dq .
(41.4)
Substitusikan Persamaan (41.1) ke dalam Persamaan (41.4) sehingga dapat diperoleh
∫
Q = ρdV ,
(41.5)
dan substitusikan Persamaan (41.4) ke Persamaan (41.5) sehingga
∫
Q = ρ 4πr 2 dr .
(41.6)
Dengan menggunakan informasi dari soal bahwa ρ = c, Persamaan (41.6) akan menjadi
∫
∫
Q = c 4πr 2 dr = 4πc r 2 dr .
(41.7)
Bola berjejari R sehingga dengan menggunakan batas-batas integrasi Persamaan (41.7) menjadi R
R
1 Q = 4πc r 2 dr = 4πc r 3 3 0 0
∫
1 4 = 4πc R 2 − 0 = πR 3 c. 3 3
(41.8)
Persamaan (41.8) akan memberikan
c=
3Q 4πR 3 31
(41.8)
yang dicari. 42 Sebuah bola isolator berongga memiliki rapat massa homogen ρ = c, dengan c suatu konstanta. Bila jari-jari dalam bola adalah R1, jari-jari luarnya R2, serta muatan totalnya Q, tentukanlah nilai c. Dengan menggunakan Persamaan (41.7) dapat ditulikan bahwa
∫
Q = 4πc r 2 dr ,
(42.1)
sehingga dengan batas-batas integrasinya R2
R2
1
1
1 Q = 4πc r 3 dr = 4πc r 3 3 R R
∫
(42.2)
1 1 = 4πc R23 − R13 . 3 3 Dari Persamaan (42.2) dapat diperoleh bahwa
c=
3Q . 4π R23 − R13
(
)
(42.3)
Perhatikan bahwa bila R2 = R dan R1 = 0, maka Persa-maan (42.3) akan kembali menjadi Persamaan (41.8) untuk bola pejal. 43 Sebuah bola isolator pejal memiliki rapat massa tak homogen yang bergantung posisi radial dengan bentuk ρ (r) = cr. Muatan total bola berjejari R tersebut adalah Q. Tentukanlah nilai c. Dengan menggunakan Persamaan (41.6) dapat ditulikan bahwa
Q = ∫ ρ 4πr 2 dr = 4πc ∫ r 3 dr .
(43.1)
Selanjutnya, batas-batas integrasi digunakan R
R
1 Q = 4πc ∫ r dr = 4πc r 4 4 0 0 3
1 = 4πc R 4 − 0 = πR 4 c, 4
(43.2)
sehingga dapat diperoleh bahwa
c=
Q
πR 4
.
(43.3)
44 Tentukan c dari suatu bola isolator berongga yang memiliki rapat massa ρ (r) = cr dengan jarijari dalam R1 dan jari-jari luar R2, serta muatan total Q. Dapat diperoleh bahwa
c=
Q , π R − R14
(
4 2
dengan menggunakan cara yang serupa. 32
)
(44.1)
45 Suatu bola isolator berongga memiliki rapat massa tak homogen ρ (r) = crn, n ≥ 0 dengan jari-jari dalam R1 dan jari-jari luar R2, serta muatan total Q. Tentukan nilai c. Dengan menggunakan cara yang mirip dengan sebelum-nya dapat diperoleh bahwa
c=
(
(n + 3)Q
4π R2n +3 − R1n +3
).
(45.1)
Hati-hati untuk n < 0, perlu dipastikan lebih dahulu dari penurunannya. 46 Suatu bola isolator memiliki rapat massa
3Q1 0 < r < R1 , − 4πR 3 , 1 ρ (r ) = 6Q2 , R1 < r < R2 . 3 3 4 π R 2 − R1
(
(46.1)
)
Hitunglah muatan total bola tersebut. Muatan total diperoleh dari
Q = ∫ dq = 4π ∫ ρr 2 dr .
(46.2)
Substitusi Persamaan (46.1) ke Persamaan (46.2) dan dengan memasukan batas-batasnya akan memberikan R1
3Q1 2 r dr Q = 4π ∫ − 4πR13 0 R2
6Q2 + 4π ∫ 4π R23 − R13 R 1
(
)
(46.3)
2 r dr.
Suku pertama dan kedua ruas kanan Persamaan (46.3) akan memberikan R
1 3Q1 2 3Q r dr = − 31 4π − 3 π 4 R1 R 1 0 = −Q1
∫
∫
R1
1 3 3 r 0
(46.4)
dan R
2 6Q2 4π 3 3 R 4 π 2 − R1 R1
∫
(
2
) r dr R
2 6Q 1 = 3 2 3 r 3 = 2Q2 . R2 − R1 3 R1
(
)
Substitusikan Persamaan (46.4) dan (46.5) ke Persaman (46.3) akan memberikan
33
(46.5)
Q = −Q1 + 2Q2 ,
(46.6)
yang merupakan muatan total bola isolator. 47 Sebuah bola isolator pejal memiliki rapat muatan seragam ρ, jari-jari R, dan muatan total Q. Tentukanlah medan listrik untuk 0 < r < R dan r > R. Untuk 0 < r < R r
4π 3 ρr 3
(47.1)
4π ρR 3 . 3
(47.2)
∫
qin = 4π ρ r 2 dr = 0
dan untuk r > R R
∫
qin = 4π ρ r 2 dr = 0
Persamaan (47.2) memberikan informasi bahwa qin = Q sehingga dapat diperoleh bahwa
ρ=
3Q . 4πR 3
(47.3)
Substitusikan Persamaan (47.3) ke Persamaan (47.1) sehingga secara umum dapat diperoleh bahwa
r3 3 Q, 0 < r < R, R qin = Q, r > R. Selanjutnya untuk bola bermuatan umumnya dipilih E = Erˆ
(47.4)
(47.5)
dan
dA = rˆdA ,
(47.6)
dA = r 2 sin θdθdφ .
(47.7)
dengan
Substitusikan Persamaan (47.7) ke Persamaan (47.6) akan memberikan dA = rˆr 2 sin θdθdφ .
(47.8)
Ruas kanan hukum Gauss
qin
∫ E ⋅ dA = ε
dengan Persamaan (47.5) dan (47.8) akan menjadi
34
0
,
(47.9)
∫ E ⋅ dA = ∫ Erˆ ⋅ rˆr
2
∫
sin θdθdφ = Er 2 sin θdθdφ θ
∫
2π
∫
∫
(47.10)
= Er 2 sin θdθdφ = Er 2 sin θdθ dφ 0
0
= Er 2 (2)(2π ) = 4πr 2 E. Substitusikan Persamaan (47.10) dan (47.4) ke Persama-an (47.9) sehingga diperoleh untuk 0 < r < R
r3 3 Q R ⇒E= 2 4πr E =
ε0
1 Q r 4πε 0 R 3
(47.11)
dan r > R
1 Q , 4πε 0 r 2
(47.12)
1 Q 4πε R 3 r , 0 < r < R, 0 E (r ) = 1 Q r > R. 4πε 2 , 0 r
(47.13)
4πr 2 E =
Q
ε0
⇒E=
sehingga dapat dituliskan
48 Gambarkan kurva medan listrik yang disebabkan oleh sebuah bola isolator pejal memiliki rapat muatan seragam ρ, jari-jari R, dan muatan total Q, untuk daerah 0 < r < R dan r > R. Dengan menggunakan Persamaan (47.13) dapat digam-barkan sebagai berikut. E 1 Q 4πε 0 R 2
~
1 r2
~r 0
R
r
Gambar 48.1. Medan listrik di dalam dan di luar sebuah bola isolator dengan rapat muatan seragam ρ serta muatan total Q.
49 Tentukanlah potensial listrik V yang disebabkan oleh sebuah bola isolator pejal memiliki rapat muatan seragam ρ, jari-jari R, dan muatan total Q, untuk daerah 0 < r ≤ R dan r ≥ R bila digunakan V(∞) = 0 sebagai syarat batas. Telah diketahui bahwa terdapat hubungan
35
E=−
dV ⇔ V = − Edr dr
∫
(49.1)
untuk kasus satu variabel r. Dikarenakan medan listrik merupakan turuan dari V maka V harus kontinu pada titik batas sehingga turunannya ada, atau untuk kasus ini
V0< r < R (R ) = Vr ≥ R (R ) .
(49.2)
Dikarenakan syarat batas terdapat pada daerah r ≥ R maka bahas terlebih dahulu medan listrik pada daerah ini yang diberikan oleh Persamaan (47.13) dan gunakan Persamaan (49.1) yang telah dilengkapi syarat batas
V (∞ ) − V (r ) = −
∞
1
∫ 4πε r
⇒ V (r ) = V (∞ ) +
∞
0
1
∫ 4πε r
∞
=0+
∫ r
Q dr r2 Q dr r2
0
1
Q Q dr = 2 4πε 0 r 4πε 0 ∞
∞
dr
∫r
(49.3)
2
r
1 1 − − − ∞ r
Q 1 Q − = 4πε 0 r r 4πε 0 1 Q = . 4πε 0 r
=
Pada r = R dapat diperoleh
V (R ) =
1 Q . 4πε 0 R
(49.4)
Kembali ke Persamaan (47.13) dan (49.1) dengan syarat batas Persamaan (49.4) yang akan memberikan
V (R ) − V (r ) = −
R
r
⇒ V (r ) = V (R ) +
Q rdr R3
1
∫ 4πε R
0
1
∫ 4πε r
=
0
Q rdr R3
R
Q 1 Q rdr + 4πε 0 R 4πε 0 R 3 r 1
∫
(49.5) R
Q 1 Q 1 2 r = + 4πε 0 R 4πε 0 R 3 2 r 1 Q 1 Q 1 2 1 2 = + R − r 4πε 0 R 4πε 0 R 3 2 2 1
=
Q 3 r2 − 4πε 0 R 2 2 R 2 1
36
.
50 Gambarkan kurva potensial listrik V yang disebab-kan oleh sebuah bola isolator pejal memiliki rapat muatan seragam ρ, jari-jari R, dan muatan total Q, untuk daerah 0 < r < R dan r ≥ R bila digunakan V(∞) = 0 sebagai syarat batas. Dengan menggunakan Persamaan (49.5) dapat diperoleh bahwa
V (0) =
1
3Q . 4πε 0 2 R
(50.1)
Telah terdapat dua titik yang harus ada adalah kurva V(r), yaitu Persamaan (49.4) dan (50.1). Untuk 0 < r ≤ R digambarkan
V ~ −r 2
(50.2)
1 . r
(50.3)
dan untuk r ≥ R digambarkan
V~
V 1
3Q 4πε 0 2 R
~ −r 2
1 Q 4πε 0 R
~
0
1 r
R
r
Gambar 50.1. Potensial listrik di dalam dan di luar sebuah bola isolator dengan rapat muatan seragam ρ serta muatan total Q, di mana digunakan syarat batas V(∞) = 0.
Persamaan (49.5) perlu diturunkan untuk memastikan titik maksimum dari V(r)
dV 1 Q r =− =0, dr 4πε 0 R R 2
(50.4)
yang memberikan r = 0. Perhatikan bahwa dalam Gambar 50.1 kemiringan kurva bernilai nol pada saat r = 0.
37
VI 51 Sebuah pelat luas dengan rapat muatan persatuan luas σ terletak pada bidang x = 0. Tentukan medan listrik E untuk x < 0 dan x > 0 dan gambarkan. Medan listrik di sekitar pelat luas tersebut adalah
σ 2ε , x > 0, 0 E (x ) = σ − 2ε , x < 0. 0
(51.1)
Dengan menggunakan Persamaan (51.1) dapat diperoleh gambar berikut ini. E
σ 2ε 0
0 −
x
σ 2ε 0
Gambar 51.1 Medan listrik sekitar pelat luas berapat muatan seragam σ, yang terletak pada bidang x = 0.
52 Terdapat dua pelat luas, dengan rapat muatan per satuan luas yang homogen +σ dan –σ, yang terletak pada bidang x = –a dan x = a. Gambarkan medan listrik pada masing-masing daerah x < –a, –a < x < a, dan a < x yang disebabkan oleh kedua pelat (warna merah untuk medan listrik oleh pelat +σ dan warna biru untuk medan listrik oleh pelat –σ). Lalu gambarkan medan listrik resultan akibat kedua pelat bermuatan tersebut. Medan listrik akibat kedua pelat bermuatan adalah sebagai berikut ini. E
σ ε0
σ +σ 2ε 0
–a
–σ
0 −
a
x
σ 2ε 0
Gambar 52.1 Dua pelat luas bermuatan yang terletak pada bidang x = –a (+σ) dan x = a (–σ) memberikan medan listrik: oleh pelat +σ (merah), oleh pelat –σ (biru), dan totalnya (hijau).
38
53 Terdapat dua pelat luas, dengan rapat muatan per satuan luas yang homogen +σ dan –σ, yang terletak pada bidang x = –a dan x = a. Tentukan medan listrik E untuk x < –a, –a < x < a, dan a < x yang disebabkan oleh kedua pelat tersebut. Dengan menggunakan Persamaan (51.1) dapat ditulis-kan untuk kedua pelat bahwa
σ 2ε , x > −a, 0 E+σ (x ) = σ − 2ε , x < −a, 0
(53.1)
σ − 2ε , x > a, 0 E+σ (x ) = σ 2ε , x < a. 0
(53.2)
dan
Dengan menggabungkan kedua Persamaan (53.1) dan (53.2) dapat diperoleh bahwa
x < − a, 0, σ E +σ ( x ) = , − a < x < a , ε 0 0, x > a.
(53.3)
Persamaan (53.3) memberikan hasil yang sama seperti telah diberikan dalam Gambar 52.1 sebelumnya. 54 Hitunglah potensial listrik V(z) akibat sebuah pelat luas dengan rapat muatan +σ yang terletak pada bidang z = z0 dengan menggunakan syarat batas V(z1) = V1, di mana z1 > z0. Medan listrik diberikan oleh
σ 2ε , z > z0 , 0 E (z ) = σ , z < z0 . − 2ε 0
(54.1)
Potensial listrik dihitung melalui z1
V (z1 ) − V (z ) = − Edz = −
∫ z
z1
z
σ ⇒ V (z ) = V1 + (z1 − z ). 2ε 0 39
σ
∫ 2ε
dz 0
(54.2)
Dari Persamaan (54.2) dapat diperoleh bahwa syarat batas
V (z 0 ) = V1 +
σ 2ε 0
(z1 − z0 ) ,
(54.3)
sehingga dapat dituliskan z0
z0
V (z0 ) − V (z ) = − ∫ Edz = ∫ z
z
σ 2ε 0
dz
σ (z1 − z0 ) + σ (z − z0 ) 2ε 0 2ε 0 σ = V1 + (z + z1 − 2 z0 ). 2ε 0
⇒ V (z ) = V1 +
(54.4)
Dengan demikian dapat disarikan
σ z > z1 , V1 + 2ε (z1 − z ), 0 V (z ) = σ (z + z1 − 2 z0 ), z < z1. V1 + 2 ε0
(54.5)
55 Gambarkanlah kurva potensial listrik V(z) akibat sebuah pelat luas dengan rapat muatan +σ yang terletak pada bidang z = z0 dengan menggunakan syarat batas V(z1) = V1, di mana z1 > z0. Bandingkan dengan kurva E(z) dari sistem yang sama dengan menggambarkannya di bawah kurva sebelumnya. Dengan menggunakan Persamaan (54.5) kurva V(z) dapat digambarkan dan kurva E(z) diperoleh dari Persamaan (54.1). V
σ (z1 − z0 ) V1 + 2ε 0
V1 +
σ (z1 − 2z0 ) 2ε 0
V1
0 z0
z
z1
E
σ 2ε 0
0
z
z0 z1 −
σ 2ε 0
Gambar 55.1 Sebuah pelat luas dengan rapat muatan seragam +σ, yang terletak pada bidang z = 0 memberikan potensial listrik (atas) dan medan listrik (bawah) di sekitarnya.
40
56 Kapasitor adalah suatu sistem yang terdiri dari dua pelat luas sejajar dengan rapat muatan seragam, di mana masing-masing muatan yang besarnya sama tetapi berbeda tanda. Energi potensialnya dihitung dari energi yang dibutuhkan untuk membawa muatan dari satu keping ke keping lainnya sehingga terjadi beda potensial V dan masing-masing keping bermuatan Q. Bila kapasitansi kapasitor adalah C, tentukanlah energi potensial listrik kapasitor tersebut. Elemen energi potensial kapasitor dU yang tersimpan oleh beda potensial listrik V adalah
dU = Vdq ,
(56.1)
q = CV ,
(56.2)
di mana
sehingga
q dq . C
(56.3)
1 2 Q . 2C
(56.4)
dU = Integral dari Persamaan (56.3) akan memberikan
U=
Persamaan ini menyatakan bahwa pada awal kapasitor tidak bermuatan (q = 0) dan pada akhir bermuatan Q. Dengan menggunakan Persamaan (56.2), maka Persa-maan (56.4) dapat dituliskan kembali menjadi
U=
1 CV 2 . 2
(56.6)
57 Sebuah kapasitor C1 dimuati dengan batere berte-gangan Vi sampai penuh, lalu batere dilepas. Kapasitor ini kemudian digunakan untuk memuati kapasitor lain C2 dengan menyambungkannya dan ditunggu sampai keduanya dalam keadaan setimbang. Tentukan tegangan akhir kedua Vf kapasitor bila C1 = C2 = C dan C1 = nC, C2 = C. Nyatakan tegangan akhir Vf ini dalam salah atua atau beberapa variabel yang diketahui, seperti Vi, dan n, serta C. Saat kapasitor C1 diisi sampai penuh dengan tegangan Vi terdapat muatan
Q = C1Vi .
(57.1)
Jumlah muatan ini harus kekal karena kapasitor tidak lagi dihubungkan dengan batere atau sumber muatan. Kemudian kapasitor ini digunakan untuk mengisi kapa-sitor lain sampai tegangan keduanya sama atau keadaan setimbang tercapai
Vf =
Q1 Q2 = , C1 C 2
(57.2)
di mana
Q = Q1 + Q2 ,
(57.3)
yang merupakan hukum kekekalan energi (muatan). Substitusi Persamaan (57.1) dan (57.2) ke Persamaan (57.3) sehingga dapat diperoleh 41
C1 C1Vi = C1V f + C 2V f ⇒ V f = C1 + C 2
Vi .
(57.3)
Dengan menggunakan C1 = C2 = C maka diperoleh
1 V f = Vi 2
(57.4)
n Vf = Vi . 1+ n
(57.5)
dan untuk C1 = nC dan C2 = C diperoleh
58 Sebuah kapasitor berkapasitansi C dimuati dengan batere bertegangan V1 sampai penuh, lalu batere dilepas. Kapasitor yang telah terisi ini kemudian diisi lagi dengan batere lain yang bertegangan V2. Tentukanlah perubahan muatan yang terjadi dalam kapasitor tersebut. Hitunglah pula perubahan tegangannya. Berapakah berubahan energi potensial listriknya? Bila Vavg rata-rata kedua tegangan tersebut, nyatakanlah perubahan energi potensial listrik dalam tegangan rata-rata dan perubahan muatannya. Saat diisi dengan batere bertegangan V1 muatan yang tersimpan dalam kapasitor adalah
Q1 = CV1
(58.1)
dan saat diisi oleh batere bertegangan V2 adalah
Q2 = CV2 .
(58.2)
∆Q = Q2 − Q1 = C (V2 − V1 ) .
(58.3)
∆V = V2 − V1 .
(58.4)
Perubahan muatan kapasitor adalah
Perubahan tegangannya adalah
Persamaan (58.3) dapat dinyatakan dalam Persamaan (58.4) dalam bentuk ∆Q = C∆V .
(58.5)
U1 =
1 CV12 2
(58.6)
U2 =
1 CV22 . 2
(58.7)
Energi potensial listrik awal adalah
dan akhir adalah
Perubahan energi potensial listriknya adalah
42
∆U = U 2 − U 1 =
(
1 C V22 − V12 2
)
1 = C (V1 − V2 )(V1 + V2 ). 2
(58.8)
Tegangan rata-rata antara dua tegangan
Vavg =
1 (V1 + V2 ) . 2
(58.9)
Persamaan (58.8) dapat dinyatakan dalam Persaman (58.5) dan (58.9) menjadi
∆U = U 2 − U 1 = ∆Q Vavg .
(58.10)
59 Turunkan rumusan kapasitor pengganti dari susunan kapasitor seri dan paralel untuk tiga buah kapasitor dengan nilai kapasitansi C1, C2, dan C3. Jelaskan dulu dalam setiap susunan tersebut besaran fisis apa yang dapat dianggap sama dan besaran fisis apa yang dapat dijumlahkan. Hubungan antara muatan dan tegangan kapasitor adalah Q = CV .
(59.1)
Vs = V1 + V2 + V3
(59.2)
Qs = Q1 = Q2 = Q3 .
(59.3)
Pada susunan seri berlaku bahwa
dan
Persamaan (59.2) dapat dituliskan menjadi
Qs Q1 Q2 Q3 = + + , C s C1 C 2 C3
(59.4)
yang kemduian dengan menggunakan Persamaan (89.3) akan menjadi
1 1 1 1 = + + . C s C1 C 2 C 3
(59.5)
Persamaan (59.5) menggambarkan kapasitor pengganti susunan seri dari tiga kapasitor. Selanjutnya, untuk susunan paralel berlaku bahwa
V p = V1 = V2 = V3
(59.6)
Q p = Q1 + Q2 + Q3 .
(59.7)
dan
Persamaan (59.3) dapat dituliskan kembali menjadi
C pV p = C1V1 + C 2V2 + C 3V3 . Persamaan (59.6) akan membuat Persamaan (89.8) menjadi 43
(59.8)
C p = C1 + C 2 + C3 ,
(59.8)
yang merupakan kapasitor pengganti untuk susunan paralel dari tiga kapasitor. 60 Sebuah kapasitor pelat sejajar memiliki luas pelat A, jarak antar pelat d, dan daerah antara kedua pelatnya hanya berisi udara. Kapasitor diisi muatan sampai penuh dengan menggunakan tegangan Vi dan kemudian sumber tegangan dilepas. Tentukan kapasitansi kapasitor C dan muatannya Qi. Dalam keadaan terisi muatan, kapasitor diubah jarak antara pelatnya menjadi 2d. Tentukanlah tegangan kapasitor setelah jarak pelatnya diubah dan tentukanlah perubahan energi potensial listriknya. Kapasitansi kapasitor adalah
C=
ε0 A
,
d
(60.1)
sehingga muatannya adalah
Q = CVi =
ε0A d
Vi .
(60.2)
Saat jarak antar pelat kedua kapasitor diubah dari d menjadi 2d, jumlah muatan harus tetap sehingga dapat diperoleh bahwa
Q=
ε0 A 2d
Vf ,
(60.3)
atau
V f = 2Vi .
(60.4)
(
(60.5)
Perubahan energi potensial listrik adalah
∆U =
)
1 3 C V f2 − Vi 2 = CVi 2 . 2 2
Atau dengan memodifikasi Persamaan (68.10) dengan
∆Q = C ∆V + V ∆C 1 1 = CVi + Vi − C = CVi , 2 2
(60.6)
dan
∆U = V∆Q + Q∆V =
1 3 CVi 2 + CViVi = Vi 2 . 2 2
(60.7)
Persaman (60.6) dan (60.7) perlu dilakukan mengingat Q = Q(C, V) dan U = U(V, Q), yang kebetulan keduanya berubah.
44
VII 61 Terdapat tiga buah resistor R1, R2, dan R3 yang akan disusun seri lalu paralel. Tentukanlah hambatan peng-ganti susunan seri dan paralel tersebut dengan terlebih dahulu menyatakan sifat besaran fisisnya (yang tetap dan yang merupakan hasil penjumlahan). Hukum Ohm memberikan hubungan antara arus I dan tegangan V melalui
V = IR
(61.1)
Pada susunan seri resistor berlaku bahwa untuk arus yang mengalir
I s = I1 = I 2 = I 3
(61.2)
Vs = V1 + V2 + V3 .
(61.3)
dan untuk tegangan
Substitusi Persamaan (61.1) ke Persamaan (61.3) untuk masing-masing resitor akan memberikan
I s Rs = I 1 R1 + I 2 R2 + I 3 R3 .
(61.4)
Hubungan dalam Persamaan (61.2) akan membuat Persamaan (61.4) menjadi
Rs = R1 + R2 + R3 ,
(61.4)
yang merupakan rumusan yang dicari untuk hambatan penggati susunan seri tiga resistor. Untuk susunan paralel resistor berlaku bahwa untuk arus
I p = I1 + I 2 + I 3
(61.5)
V p = V1 = V2 = V3 .
(61.6)
dan untuk tegangan
Substitusi Persamaan (61.1) ke dalam Persamaan (61.5) untuk masing-masing resistor akan memberikan
Vp Rp
=
V1 V2 V3 . + + R1 R2 R3
(61.7)
Dengan menggunakan Persamaan (61.6), hubungan dalam bentuk
1 1 1 1 = + + . R p R1 R2 R3
(61.8)
dapat diperoleh dari Persamaan (61.7), yang merupakan rumusan hambatan pengganti untuk susunan paralel tiga resistor. 62 Sebuah batang lurus memiliki panjang L, luas penam-pang A, dan hambat jenis ρ. Tentukanlah resistansi ba-tang tesebut. Bila batang tersebut kemudian disambung dengan batang lain yang 45
memiliki luas penampang yang sama akan tetapi dengan panjang 2L, tentukanlah re-sistansi gabungan kedua batang tersebut dengan menya-takannya dalam resistansi batang pertama. Resistansi dapat diperoleh dari
R=ρ
L . A
(62.1)
Resistansi gabungan dapat diperoleh lewat
Ls = L + 2 L = 3 L ,
(62.2)
3L = 3R . A
(62.3)
sehingga
Rs = ρ
Atau dengan menggunakan Persamaan (62.1) untuk batang yang memiliki panjang 2L
R2 = ρ
2L = 2R . A
(62.4)
Susunan seri kedua resistor adalah
Rs = R1 + R2 = R + 2 R = 3R ,
(62.5)
yang memberikan hasil yang sama. 63 Terdapat sebuah rangkaian listrik arus searah seperti tampak dalam Gambar 63.1 berikut ini. a
b S +
ε
C
– R c
d
Gambar 63.1 Rangkaian RC arus searah dengan komponen: batere ε, resistor R, kapasitor C, dan skala S.
Saat saklar S ditutup arus akan mengalir lewat kapasitor C = 1 mF dan resitor R = 1 kΩ, yang berasal dari batere ε = 10 V. Gambarkan rangkaian setara untuk kapasitor saat t = 0 dan saat t →∞. .. 64 Dengan menggunakan hubungan
q = ∫ Idt dan Hukum II Kirchhof turunkanlah rumusan arus I(t) dan tegangan kapasitor VC(t). .. 65 Turunkan rumus kapasitor pengganti dari susunan seri kapasitor atau Cs. .. 46
(64.1)
66 Turunkan rumus kapasitor pengganti dari susunan paralel kapasitor atau Cp. .. 67 Selain dari susunan seri dan paralel, kapasitor memiliki susunan Y dan ∆. Tuliskan rumusan yang mengaitkan resistor-resistor pada susuna Y dengan susunan ∆. .. 68 Gambarkan rangkaian jembatan Wheatstone untuk resistor dan jelaskan bagaimana nilai-nilai resistor dapat membuat rangkaian tersebut dapat menjadi rangkaian paralel. .. 69 Jelaskan bagaimana rangkaian jembatan Wheatstone dapat juga digunakan untuk menggunakan induktor dan kapasitor, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sifat suatu komponen listrik X, apakah bersifat resistif, induktif, ataupun kapasitif. .. 70 Jelaskan rumus kapasitansi dari kapasitor pelat sejajar, kapasitor silinder sesumbu, dan kapasitor bola sepusat. ..
47
VIII 71 Terdapat sebuah resistor yang beda potensial listrik antara kedua ujung-ujungnya bernilai 20 V. Berapakah arus yang mengalir pada resistor tersebut bila hambatannya adalah 5 Ω? Dengan menggunakan hukum Ohm
V = IR ,
(71.1)
dapat diperoleh bahwa
I=
V 20 = = 4A . R 5
(71.2)
72 Sebuah kapasitor dengan kapasitansi 20 mF diberi beda tegangan listrik 10 V pada kedua ujungujungnya sehingga terisi muatan sampai penuh. Berapakah muatan pada masing-masing keping kapasitor tersebut? Muatan pada sebuah kapasitor diberikan oleh Q = CV ,
(72.1)
Q = 20 × 10 −3 ⋅ 10 = 0.2 C .
(72.2)
sehingga dapat diperoleh
73 Bila hubungan antar perubahan muatan dq dan arus listrik I diberikan oleh
dq =I, dt
(73.1)
tuliskan persamaan diferensial rangkaian seri yang terdiri dari batere ε, resistor R, dan kapasitor C. Pada rangkaian seri berlaku hukum Kirchhof II – hukum tegangan yang menyatakan bahwa
∑V = 0 ,
(73.2)
yang dalam hal ini akan memberikan
ε − IR −
q = 0. C
(73.3)
Persamaan (73.1) akan membuat Persamaan (73.3) menjadi
dq q ε + − =0, dt RC R
(73.4)
yang merupakan persamaan diferensial yang dicari. 74 Dalam suatu rangkaian seri yang terdiri dari batere ε, resistor R, dan kapasitor C dapat diperoleh persamaan diferensial dalam bentuk
48
R
dq q + −ε = 0 . dt C
(74.1)
Selesaikanlah persamaan diferensial tersebut sehingga dapat diperoleh solusi muatan dalam kapasitor sebagai fungsi waktu q(t) dan arus yang mengalir dalam resistor sebagai fungsi waktu I(t), bila saat t = 0 kapasitor berada dalam keadaan kosong. Ini merupakan peristiwa pengisian kapasitor. Persaman (74.1) dapat dituliskan kembali menjadi
d (q − Cε ) + 1 (q − Cε ) = 0 , dt RC
(74.2)
d (q − Cε ) 1 =− dt , RC (q − Cε )
(74.3)
yang lebih lanjut menjadi
sehingga dapat diperoleh solusi
ln (q − Cε ) − ln (q0 − Cε ) = −
1 (t − t 0 ) RC
(74.4)
atau
q(t ) = Cε + (q0 − Cε )e
−
1 (t −t 0 ) RC
,
(74.5)
yang dapat lebih disederhanakan menjadi t −t − 0 q(t ) = Cε 1 − e RC
t −t − 0 + (q0 − Cε 0 )e RC .
(74.6)
Konstanta integrasi q0 secara fisis menggambarkan muatan kapasitor saat t = t0 dan ε0 adalah tegangan batere pada saat itu juga. Saat t = 0 kapasitor berada dalam keadaan kosong, maka dipilih t0 = 0, q0 = 0, dan ε0 = 0 (belum memiliki tegangan) sehingga Persamaan (74.6) akan menjadi t − q(t ) = Cε 1 − e RC
.
(74.7)
Saat diperiksa Persamaan (74.7) akan memberikan q(0) = 0. Arus yang mengalir dalam resistor sama dengan arus yang mengalir dalam kapasitor, sehingga dapat diperoleh dari Persamaan (74.7). Dengan menggunakan Persamaan (73.1) dapat diperoleh dari Persamaan (74.7) rumusan
I (t ) =
ε R
e
−
t RC
.
Saat t = 0 arusnya bernilai ε / R (arus maksimum), yang terus meluruh menjadi 0 saat t → ∞. 75 Gambarkan kurva muatan q dan arus I dalam kapasitor sebagai fungsi waktu t.
49
(74.7)
q
I
Cε
ε/R t
t
Gambar 75.1 Kurva muatan q (kiri) dan arus I (kanan) sebagai fungsi waktu t saat pengisian kapasitor.
76 Terdapat sebuah rangakaian seri RC yang terdiri dari batere ε, resistor R, dan kapasitor C. Kapasitor diisi dari keadaan kosong dengan batere tersebut. Tentukanlah waktu kapan resistor terisi setengah dari muatan yang dapat ditampungnya dengan tegangan batere yang digunakan. Apakah nilai ini bergantung dari tegangan batere? Muatan kapasitor setiap saat yang diisi dari keadaan kosong diberikan oleh t − q(t ) = Cε 1 − e RC
.
(76.1)
Saat penuh diberikan oleh
Q = q(∞ ) = Cε .
(76.2)
Waktu untuk kapasitor terisi setengahnya diberikan oleh t − 1/ 2 1 Cε = Cε 1 − e RC 2
t − ⇒ e RC = 1 2 1/ 2
(76.3)
t 1 ⇒ − 1 / 2 = ln ⇒ t1 / 2 = RC ln 2. RC 2 Waktu yang dibutuhkan suatu kapasitor untuk terisi setengahnya tidak bergantung dari tegangan batere yang digunakan untuk mengisinya. 77 Apakah rangkaian setara yang menggambarkan kapasitor saat mulai akan terisi dan yang telah terisi penuh? Jelaskan. Saat mulai terisi kapasitor dapat disetarakan dengan kawat konduktor yang menghubung-singkatkan kedua kaki-kaki kapasitor, sedangkan saat telah terisi penuh kapasitor dapat disetarakan dengan seperti tidak ada hubungan antara kedua kaki-kaki kapasitor (kawat yang terputus). Hal ini dapat dilihat dari kurva arusnya yang pada keadaan pertama bernilai maksimum ~ ε / R, sedangkan pada keadaan kedua bernilai 0, atau digambarkan dari Persamaan (74.7)
I (0) =
ε
,
(77.1)
I (∞ ) = 0 .
(77.2)
R
dan
78 Sebuah kapasitor C yang telah terisi penuh Q dihubungkan dengan sebuah resistor R sehingga perlahan-lahan muatannya meluruh menjadi nol karena digunakan untuk memanasi kapasitor. Rumuskan persamaan diferensialnya serta solusinya kembali dengan menggunakan hukum Kirchhof II – hukum tegangan. Peristiwa ini disebut sebagai pengosongan kapasitor. 50
Dalam kasus ini hukum Kirchhof II akan memberikan
q =0, C
(78.1)
dq q =− dt CR dq dt ⇒ =− . q CR
(78.2)
− IR − yang dapat diubah menjadi
Persamaan (78.2) akan memberikan solusi
ln q − ln Q = −
t , CR
(78.3)
dengan t0 = 0 dan q(0) = Q. Dengan demikian dapat diperoleh dari Persamaan (78.3) bahwa t
ln
− q t =− ⇒ q(t ) = Qe RC , Q CR
(78.4)
yang cocok dengan syarat yang diberikan. Perhatikan bahwa saat t → ∞ muatan kapasitor akan menjadi nol. 79 Gambarkan kurva pengosongan kapasitor untuk muatan q dan arusnya I sebagai fungsi waktu t. Dengan menggunakan Persamaan (78.4) dan (73.1) dapat diperoleh bahwa
I (t ) = −
t
Q − RC e , RC
(79.1)
yang menggambarkan arus pengosongan kapasitor berlawanan arah dengan arah arus pengisiannya. Dari Persamaan (78.4) dan (79.1) dapat diperoleh Gambar 79.1 berikut ini. q
I
Q t
t
–Q/RC Gambar 79.1 Kurva muatan q sebagai fungsi waktu t (kiri) dan arus I sebagai fungsi waktu t (kanan) pada peristiwa pengosongan kapasitor.
80 Sebuah kapasitor C dari keadaan kosong diisi sampai penuh sehingga bermuatan Q1 dengan menggunakan batere ε1. Kemudian kapasitor ini diisi muatan lagi pada t = t1 dengan batere ε2 > ε1. Tulisan muatan kapasitor tersebut sebagai fungsi waktu dengan menggunakan Persamaan (74.6). Dengan memperhatikan syarat awalnya dapat dituliskan bahwa
51
t −t − 1 q(t ) = Q2 1 − e RC
t −t − 1 + Q1e RC ,
(80.1)
di mana
Qi = Cε i , i = 1, 2 .
52
(80.2)
IX 81 Sebuah titik massa m bermuatan q bergerak dengan kecepatan v melewati ruang bermedan magnetik homogen B dan bermedan listrik E . Tuliskanlah gaya magnetik, gaya listrik, dan gaya Lorentz yang dialami oleh muatan tersebut. Gaya magnetik diberikan oleh
FB = qv × B ,
(81.1)
FE = qE ,
(81.2)
FL = FE + FB = qE + qv × B ,
(81.3)
gaya listrik oleh
dan gaya Lorentz
yang merupakan jumlah dari kedua gaya sebelumnya. 82 Sebuah partikel bermuatan q dan bermassa m bergerak dengan laju v melewati medan magnetik homogen B yang selalu tegak lurus arah geraknya. Partikel akan mengikuti gerak melingkar beraturan (GMB) dengan jejari R dan periode T. Formulasikan R dan T dalam variabel-variabel q, m, v, dan B. Pada sistem partikel ber-GMB berlaku gaya sentripetal
∑F
= mω 2 R ,
r
(82.1)
di mana sisi kiri merupakan jumlah semua gaya-gaya pada arah radial yang mengarah ke pusat lintasan, yang dalam hal ini hanya diberikan oleh gaya magnetik
∑F
= qvB .
r
(82.2)
Dengan menyamakan Persamaan (82.1) dan (82.2) akan diperoleh
qvB = mω 2 R ⇒ ω =
qB . m
(82.3)
Terdapat hubungan
ω=
2π , T
(82.4)
sehinngga Persamaan (82.3) dapat memberikan
m , T = 2π qB
(82.5)
yang merupakan periode GMB yang ditanyakan. Jari-jari dapat diperoleh dari informasi bahwa 53
m mv ⇒ R = 2πR = vT = v 2π . qB qB
(82.6)
Atau dari Persamaan (82.3)
qvB = m
mv v2 . ⇒R= qB R
(82.7)
83 Terdapat sebuah sistem yang dikenal sebagai pemilih kecepatan seperti dalam Gambar 83.1 berikut. y
FB o
z
x
B
v
E
m, q > 0
FE
Gambar 83.1 Sistem selektor kecepatan menggunakan medan magnetik B dan medan listrik E yang saling tegak lurus.
Apakah syarat partikel bermassa m dan bermuatan q > 0 yang dapat melewati selektor kecepatan tanpa tanpa terbelokkan? Agar partikel tidak terbelokkan baik ke arah atas (sumbu y+) maupun ke arah bawah (sumbu y–) jumlah gaya-gaya haruslah nol sehingga dapat dituliskan bahwa
qvB = qE ⇒ v =
E , B
(83.1)
yang merupakan syarat yang ditanyakan.
84 Dalam suatu ruang terdapat medan magnetik ke arah B = B eˆ y dengan percepatan gravitasi diberikan oleh g = − g eˆ z , di mana B > 0 dan g > 0. Terdapat sebuah kawat dengan panjang L yang terletak pada sumbu x, dengan arus listrik berarus listrik I = I eˆ x , di mana I > 0. Apakah syarat agar kawat tersebut dapat mengalami levitasi (mengambang) dan diam di udara? Tentukanlah massa kawat m dari besaran-besaran fisis yang diberikan dalam soal. Bila kawat memiliki rapat massa homogen, tentukanlah rapat massa per satuan panjangnya atau λ. Agar kawat dapat mengalami levitasi maka gaya-gaya yang bekerja pada kawat harus berjumlah nol dan agar kawat diam maka kecepatan awal kawat harus nol. Gaya magnetik pada kawat diberikan oleh FB = LI × B = L (I eˆ x ) × B eˆ y = BIL eˆ z . (84.1)
(
)
Gaya gravitasi yang bekerja pada kawat
FG = mg = −mg eˆ z . 54
(84.2)
Hukum I Newton memberikan syarat GLB (v tetap) atau benda diam (v = 0) melalui F =0.
∑
(84.3)
sehingga dapat diperoleh
FG + FB = 0 ⇒ −mg eˆ z + BIL eˆ z = 0 ⇒ (− mg + BIL ) eˆ z = 0 ⇒m=
(84.4)
BIL . g
Dengan menggunakan Persamaan (84.4) rapat massa persatuan panjang dari kawat dapat diperoleh
λ=
m BI = . L g
(84.5)
85 Pada jarak b di sekitar kawat lurus panjang berarus I terdapat medan magnetik dengan besar
B=
µ0 I . 2πb
(84.6)
yang arahnya ditentukan oleh aturan tangan kanan. Bila terdapat dua buah kawat sejajar yang masing-masing dialiri arus I1 dan I2 dan kedua kawat terpisah dengan jarak h, tentukanlah gaya per satuan panjang atau F/L yang dialami oleh masing-masing kawat. Pada kawat kedua akan mengalami medan magnetik yang disebabkan kawat pertama yang berarus I1 dengan besar
B1 =
µ 0 I1 , 2πh
(85.1)
sehingga gaya magnetik pada kawat kedua yang berarus I2 adalah
F21 = B1 I 2 L =
µ 0 I1 I 2 L 2πh
(85.2)
dan gaya per satuan panjangnya
F21 µ 0 I 1 I 2 = . L 2πh
(85.3)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh medan magnetik pada kawat pertama yang disebabkan oleh kawat kedua yang berarus I2, yaitu
B2 =
µ0 I 2 , 2πh
(85.4)
sehingga gaya magnetik pada kawat pertama yang berarus I1 adalah
F12 = B2 I 1 L =
55
µ 0 I 2 I1 L 2πh
(85.5)
dan gaya per satuan panjangnya
F12 µ 0 I 2 I 1 = . L 2πh
(85.6)
F12 = F21 ,
(85.7)
Perhatikan bahwa
yang tak lain merupakan konsekuensi dari Hukum III Newton tentang pasangan gaya aksi-reaksi. Persamaan (85.7) dalam bentuk vektornya adalah F12 = − F21 . (85.8) 86 Terdapat dua buah kawat lurus sejajar yang masing-masing dialiri arus I1 dan I2. Gambarkan gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing kawat bila: (a) arah arus pada kedua kawat sama, dan (b) arah arus pada kedua kawat berlawanan.
B2
B2 F12
F12
I2
I2
y o
x
z
F21
F21
B1
B1
I1
I1
Gambar 86.1 Gaya pada sistem dua kawat lurus sejajar berarus I1 dan I2: arus mengalir searah (kiri) dan arus mengalir berlawanan arah (kanan) pada kedua kawat.
Warna kawat berarus disesuaikan dengan warna medan magnetik yang disebabkannya pada kawat tetangganya, sedangkan warna gaya konsisten disesuaikan pada kawatnya masing-masing. 87 Sebuah titik bermassa m dan bermuatan q > 0 melewati daerah di antara dua keping luas sejajar dengan jarak antar keping h seperti dalam Gambar 87.1 dengan kecepatan awal v. Terdapat beda potensial listrik ∆V antara kedua keping. L
y o z
x
+
v
∆V
h q, m
Gambar 87.1 Sistem titik massa m dan bermuatan q > 0 bergerak dengan kecepatan awal v dalam ruang di antara dua pelat sejajar luas yang berbeda potensial listrik ∆V.
56
Tentukan arah dan besar medan listrik E dalam ruang antara kedua pelat luas dan kecepatan awal titik massa v bila ia dapat melewati ruang antara kedua pelat luas tanpa menumbuk salah satu pelat tersebut. Panjang ruang antar pelat adalah L. Abaikan percepatan gravitasi. Arah medan listrik adalah menuju bawah atau – eˆ y dan besarnya adalah ∆V / h, atau
∆V eˆ y . E=− h
(87.1)
Gaya listrik yang bekerja pada partikel adalah
∆V F = qE = − q eˆ y . h
(87.2)
Dengan Hukum II Newton dapat diperoleh bahwa
1 a= m
q∆V eˆ y . mh
∑ F = −
(87.3)
Waktu untuk melewati jarak horisontal L diberikan oleh
t=
L v
(87.4)
dan waktu ini harus memenuhi syarat gerak pada arah vertikal (y = y0 + ½at2), yaitu
0=
1 q∆V 2 h − t , 2 mh
(87.5)
yang kemudian akan memberikan
v=
2q∆V m
L h
(87.6)
kecepatan awal titik massa (yang hanya memiliki komponen horisontal). 88 Terdapat suatu ruang dengan medan magnetik homogen berarah keluar dari bidang kertas seperti diberikan dalam Gambar 118.1 di bawah ini. Sistem tersebut dikenal sebagai spektrometer massa, di mana sejumlah partikel yang masuk dengan kecepatan tertentu v dapat dipisahkan lintasannya bergantung massa partikel. Pada beberapa tempat berbeda diletakkan detektor partikel sehingga jumlah partikel bermassa mi, i = 1, 2, 3, .. dapat dihitung. q, v
y o z
2R 1 D1
x
D2
2R 2 2R 3
m1 m2 m3
D3
B
Gambar 88.1 Sistem spektrometer massa partikel bermuatan q, kecepatan v, dan massa isotop m1, m2, m3.
57
Tentukan posisi detektor D1, D2, dan D3 dalam bentuk 2R1, 2R2, dan 2R3, di mana Ri, i = 1..3 adalah jari-jari lintasan berbentuk lingkaran dari partikel.
Gambar 88.2 Jumlah partikel yang tercacah (terhitung) pada ketiga detektor pada suatu spektrometer massa.
Hitung pula massa rata-rata partikel yang terdeteksi berdasarkan data dalam Gambar 88.2 di atas. Dengan menggunakan konsep gaya sentripetal dan gaya magnetik dapat diperoleh bahwa
R=
mv , qB
(88.1)
sehingga untuk massa-massa isotop mi dapat diperoleh bahwa
2v mi , i = 1, 2, 3 . 2 Ri = qB
(88.2)
Massa rata-rata partikel dapat diperoleh melalui 3
∑m N i
mavg =
i =1 3
∑N
i
=
12 ⋅ 100 + 13 ⋅ 700 + 14 ⋅ 200 = 13.1 . 100 + 700 + 200
(88.3)
i
i =1
89 Sebuah partikel bermassa m dan bermuatan q > 0 ditembakkan melewati suatu solenoida dengan panjang l, berjumlah lilitan N, dan sedang dialiri arus I. Jelaskan bagaimana kecepatan partikel tersebut dalam solenoida tersebut bila arah kecepatan awal partikel v0 sejajar dengan sumbu solenoida. Partikel akan tetap bergerak dengan kecepatan v0 tanpa berubah arah maupun kecepatannya karena medan magnetik B dalam solenoida sejajar dengan arah kecepatan partikel. Gaya magnetik yang bekerja akan bernilai nol. 90 Terdapat medan magnetik B = − B eˆ z dan medan listrik E = E eˆ z dalam suatu ruang, di mana sebuah partikel bermassa m dan bermuatan q > 0 bergerak dengan kecepatan awal v 0 = v 0 eˆ x . Bagaimanakah bentuk lintasan partikel? Partikel akan bergerak dengan lintasan berbentuk spiral yang dari arah atas (sumbu z) melihat ke bidang xy akan berputar berlawanan dengan arah putar jarum jam dan secara perlahan menuju ke arah sumbu z+ atau semakin lama posisi vertikalnya semakin tinggi. 58
90b Terdapat sebuah bola pejal berjari-jari R yang terbuat dari bahan konduktor. Gambarkan sebaran muatan pada bola tersebut, kurva medan listrik E dan potensial listrik V sebagai fungsi jarak terhadap pusat bola r. Medan listrik E = 0 di dalam konduktor sehingga sebaran muatannya, kurva E(r) dan V(r) dapat digambarkan sebagai berikut. y
FB o
z
x
v
B
E
m, q > 0 FE
Gambar 131.1 Bola pejal konduktor: sebaran muatannya (atas), kurva E terhadap r (tengah), dan kurva V terhadap r (bawah).
Persamaan medan listrik E dan potensial listrik V sebagai fungsi r diberikan oleh FB = LI × B = L (I eˆ x ) × B eˆ y = BIL eˆ z .
(
)
(131.1)
FG = mg = −mg eˆ z .
(131.2)
dan
59
X 91 Terdapat sebuah segitiga sama sisi dengan titik-titik sudutnya diberi nama a, b, dan c. Panjang sisi segitiga tersebut adalah L. Titik a terletak pada (0, 0) dan titik b pada sumbu y+. Tentukanlah koordinat dari titik b dan c. y b
L
0.5L 0.5L α a o
c
β L
x
Gambar 91.1 Segitiga sama sisi dengan titik-titik sudutnya diberi nama a (0, 0), b (0, L), dan c.
Dengan melihat Gambar 91.1 untuk segitiga sama sisi dapat diperoleh bahwa nilai sudut-sudutnya adalah α = π/3 dan β = π/6. Selanjutnya dengan aturan sudut berseberangan atau dengan aturan sudut penyiku dapat dituliskan
sehingga diperoleh c
(
1 2
xc = L cos β ,
(91.1)
yc = L sin β ,
(91.2)
)
3 L, 12 L .
92 Terdapat dua buah muatan qa = +Q dan qb = –Q yang keduanya terletak pada sumbu y dan dipisahkan dengan jarak L. Terdapat titik ketiga c yang terletak sedemikian rupa sehingga titik-titik a, b, dan c membentuk suatu segitiga sama sisi. Tentukanlah medan listrik di titik c akibat muatan qa, medan listrik di titik c akibat muatan qb, dan medan listrik total di titik c akibat kedua muatan. y qb = –Q
E
b
Ea L
Eb c
a o
qa = +Q
x
Gambar 92.1 Muatan qa = +Q dan qb = –Q memberikan medan listrik Ea dan Eb di titik c, serta resultannya E.
Untuk muatan qa = +Q dapat diperoleh bahwa rc − ra = L cos β eˆx + L sin β eˆ y ,
rc − ra = L , sehingga 60
(92.1) (92.2)
Ea =
qa (rc − ra ) 3 4πε 0 rc − ra 1
=
+Q L cos β eˆx + L sin β eˆ y 4πε 0 L3
=
1 Q cos β eˆx + sin β eˆ y . 4πε 0 L2
(
1
(
)
(92.3)
)
Dengan cara yang sama untuk qb = –Q dapat diperoleh rc − rb = L cos β eˆx − L sin β eˆ y ,
(92.4)
rc − rb = L ,
(92.5)
sehingga
Eb = = =
qb 1 (rc − rb ) 4πε 0 rc − rb 3 1 −Q L cos β eˆx − L sin β eˆ y 4πε 0 L3
(
1
(
)
(92.6)
)
Q − cos β eˆx + sin β eˆ y . 4πε 0 L2
Medan listrik total di titik c adalah penjumlahan dari Persamaa (92.3) dan (92.6) yang akan memberikan E = E a + Eb
(
)
(
=
1 Q 1 Q cos β eˆx + sin β eˆ y + − cos β eˆx + sin β eˆ y 4πε 0 L2 4πε 0 L2
=
π 1 Q 1 Q Q eˆ y . 2 sin eˆ y = 2 sin β eˆ y = 2 2 4πε 0 L2 4πε 0 L 6 4πε 0 L
)
(92.7)
1
Bentuk Persamaan (92.7) kadang dinyatakan dengan momen dipol listrik p = qL ,
(92.8)
dengan L mengarah dari muatan positif ke muatan negatif. Untuk kasus ini, Persamaan (92.7) akan menjadi 1 p E=E . (92.9) 4πε 0 L3
93 Terdapat sebuah bola isolator bermuatan dengan rapat muatan seragam ρ = c / R3, dengan c adalah suatu konstanta dan R adalah jari-jari bola isolator bermuatan tersebut. Bila muatan totalnya adalah Q tentukanlah nilai c. Muatan total dapat diperoleh melalui
Q = ∫ dq = ∫ ρdV = 4π ∫ ρr 2 dr . 61
(93.1)
Dengan menggunakan ρ = c / R3, Persamaan (93.1) akan menjadi R
Q = 4π ∫ 0
R
R
c 2 4πc 4πc 1 4πc 1 4πc r dr = 3 ∫ r 2 dr = 3 r 3 = 3 R 3 − 0 = , 3 R3 R 0 R 3 r =0 R 3
(93.1)
yang akan memberikan
c=
3Q . 4π
(93.2)
94 Tentukanlah medan listrik E dan potensial listrik V dari sebuah bola isolator pejal, yang berjarijari R, bermuatan total +Q, dan memiliki rapat muatan seragam ρ, sebagai fungsi r untuk 0 < r < R dan r > R. Gunakan syarat batas V(∞) = 0. Rapat muatan seragam dalam bentuk
3Q 4πR 3
ρ=
(94.1)
dapat diperoleh. Dengan demikian untuk r < R r
r
0
0
qin =
r
3Q 2 r dr 3 4πR 0
2 ∫ ρdV = 4πρ ∫ r dr = 4π
3Q = 3 R
r
r
3Q 1 r 2 dr = 3 r 3 R 3 0 0
∫
∫
r3 =Q 3 R
dan qin = Q untuk r > R. Selanjutnya adalah E ⋅ dA = Erˆ ⋅ rˆdA = Ed A = E dA = E 4πr 2 = 4πr 2 E .
∫
∫
∫
∫
(
)
(94.2)
(94.3)
Dengan menggunakan Hukum Gauss untuk r < R dapat diperoleh
qin
∫ E ⋅ dA = ε
0
r3 R3 1 Q ⇒E= r 4πε 0 R 3 ⇒ 4πr 2 E = Q
(94.4)
dan untuk r > R
∫
q E ⋅ dA = in
ε0
⇒ 4πr E = Q 2
1
Q ⇒E= , 4πε 0 r 2 sehingga
62
(94.5)
1 Q 4πε R 3 r , 0 < r < R, 0 E= 1 Q r > R. 4πε 2 , 0 r
(94.6)
Potensial listrik dapat diperoleh melalui b V (b ) − V (a ) = − E ⋅ dl
∫
(94.7)
a
dan syarat batas V(∞) = 0. Lintasan dipilih dalam bentuk dl = rˆdl
(94.8)
agar mudah dalam menghitung medan listrik yang juga searah dengan rˆ . Untuk r > R (dikarenakan syarat batas terletak dalam rentang r ini)
V (r ) − V (∞ ) = −
r
∞
⇒ V (r ) − 0 = − ⇒ V (r ) =
Q dr r2
1
∫ 4πε
0 r
Q 4πε 0
dr
∫r
(94.9)
2
∞
r
Q 1 Q 1 1 1 Q = . − = 4πε 0 r ∞ 4πε 0 r ∞ 4πε 0 r
Pada pada r = R diperoleh nilai
V (R ) =
1
Q , 4πε 0 R
(94.10)
yang akan menjadi syarat batas untuk menghitung V(r) dalam rentang 0 < r < R, yaitu
V (r ) − V (R ) = −
r
R
⇒ V (r ) − ⇒ V (r ) = =
1
∫ 4πε
0
Q rdr R3 r
Q Q =− rdr 4πε 0 R 4πε 0 R 3 R 1
Q 1 Q − 4πε 0 R 4πε 0 R 3
∫
(94.11) r
(
Q 1 Q 1 2 2 2 2 r = 4πε R − 8πε R 3 r − R R 0 0
Q Q − r2, 3 8πε 0 R 8πε 0 R 3
sehingga
63
)
Q 3Q 2 − 8πε R 3 r + 8πε R , 0 < r < R, 0 0 V = 1 Q r > R. , πε 4 0 r
(94.12)
Persamaan (94.6) dan (94.12) dapat digambarkan sebagai berikut ini. 1
r2 3 − 2 8πε 0 R R Q
1
Q 4πε 0 r 2
Q r 4πε 0 R 3
E
1 Q 4πε 0 r
V 3Q
1 4πε 0
8πε 0 R
Q R2
o
Q 4πε 0 R
R
r
o
R
r
Gambar 94.1 Medan listrik E dan potensial listrik V pada sebuah bola isolator berjari-jari R dan berapat muatan seragam ρ =
3Q . 4πR 3
95 Gambarkan distribusi muatan dari sebuah bola konduktor pejal bermuatan +Q dengan jari-jari R sehingga dapat menjelaskan bahwa dalam konduktor selalu berlaku bahwa E = 0. permukaan Gauss qin = 0 E=0
konduktor Gambar 95.1 Distribusi muatan listrik pada sebuah bola pejal konduktor, di mana muatan berada pada permukaan bola sehingga di dalam bola tidak terdapat muatan atau qin = 0 sehingga E = 0.
Pada konduktor tidak terdapat perbedaan sifat bahan. Dalam Gambar 145.1 perbedaan warna hanya untuk mengilustrasikan daerah di mana muatan berkumpul (abu-abu muda) dan di mana tidak terdapat muatan (abu-abu gelap). 96 Tentukanlah medan listrik E dan potensial listrik V dari sebuah bola konduktor pejal, yang berjari-jari R dan bermuatan total +Q, sebagai fungsi dari r untuk 0 < r < R dan r > R. Gunakan syarat batas V(∞) = 0. Untuk bola pejal konduktor medan listriknya diberikan oleh fungsi 64
0, 0 < r < R, E= 1 Q r > R. 4πε 2 , 0 r
(96.1)
Dengan menggunakan syarat batas V(∞) = 0 dan hubungan potensial listrik dengan medan listrik, dapat diperoleh bahwa
1 4πε 0 V = 1 4πε 0
Q , 0 < r < R, R (96.2)
Q , r
r > R.
Persamaan (96.1) dan (96.2) dapat digambarkan kurvanya sebagai berikut ini.
E
V
1 Q 4πε 0 R 2
o
1 Q 4πε 0 r
Q 4πε 0 R
1 Q 4πε 0 r 2
0
Q 4πε 0 R
R
r
o
R
r
Gambar 96.1 Medan listrik E dan potensial listrik V pada sebuah bola konduktor berjari-jari R dan bermuatan total +Q.
97 Tuliskan rumus dari resistor pengganti Rs dan Rp, untuk susunan seri tiga buah resistor dan susunan paralel lima buah resistor. Rumus resistor pengganti dari susunan seri tiga buah resistor adalah
Rs = R1 + R2 + R3
(97.1)
dan resistor pengganti dari susunan paralel lime buah resistor adalah
1 1 1 1 1 1 = + + + + . R p R1 R2 R3 R4 R5 98 Hitunglah resistor pengganti dari rangkaian resistor berikut ini antara titik a dan d.
65
(97.2)
e d R10 R9
R8
R7
R6 R3
R4
R5
c
R1
R2
a
b
Gambar 98.1 Susunan resistor R1 sampai R10 yang merupakan gabungan dari susunan seri dan paralel.
Dari Gambar 148.1 beberapa resistor dapat dihilangkan karena bila arus mengalir dari a ke d, resistor-resistor tersebut tidak akan dilalui. Setelah proses penghilangan resistor-resistor tersebut akan diperoleh Gambar 98.2 seperti berikut. R9
d R8
R6 R3
R4
R5 R1
a Gambar 98.2 Jalur dari a ke d setelah resistor-resistor yang tidak berperan dalam mengalirkan arus dihilangkan.
Berikutnya adalah penggabungan dari
R415 = R4 + R1 + R5 , yang akan menghasilkan Gambar 148.3 berikut. R9
d R8
a R3
R6 R415
Gambar 98.3 Pembentukan R415 melalui Persamaan (98.1).
66
(98.1)
Dengan sedikit mengubah Gambar 98.3 akan dapat dilihat bahwa resistor yang berperan sebenarnya hanya R3 dan R9. R9
d
a R3
R8
tidak dilalui arus
R6 R415
Gambar 98.4 Penggambaran ulang dan memisahkan resistor yang tidak berperan dalam mengalirikan arus (warna merah).
Dengan melihat Gambar 98.3 maka dapat disimpulkan bahwa hambatan pengganti antara titik a dan d hanyalah
R39 = R3 + R9 .
(98.2)
99 Tuliskan penerapan Hukum Kirchhof I untuk titik-titik a, b, c, dan d. Tuliskan penerapan Hukum Kirchhof II untuk simpul bca, dac, dan bd dengan menggunakan arah arus yang telah digambarkan. a I1
+ –
R1
R2
ε1
I2 ε2
R6 R5
+ –
R4
I6
b
d I5 R3
c I3
I4 ε3
+
–
S Gambar 99.1 Rangkaian tiga simpul dari beberapa hambatan R dan batere ε (abaikan adanya skalar S).
Hukum Kirchhof I
R39 = R3 + R9 .
(99.1)
.. 100 Hitunglah nilai I1, I2, dan I3 bila ε1 = ε2 = ε1 = 3 V dan R1 = R2 = R3 = R4 = R5 = R6 = 1 Ω. Gunakan kembali Gambar 99.1 sebelumnya. ..
67
XI 101 Sebuah kawat tipis lurus, yang membentang di sepanjang sumbu z dari z = –L sampai z = L, dialiri arus I. Dengan menggunakan Hukum Biot-Savart hitunglah medan magnetik pada bidang xy pada jarak r dari pusat koordinat o. z z=L
Idl α o
y r
x
θ
r − r'
r' o
P
r
P
dB
z = –L Gambar 151.1 Medan magnetik pada jarak r di sekitar kawat tipis lurus berarus I yang terletak di sepanjang sumbu z.
Hukum Biot-Savart memberikan hubungan
µ 0 Idl dB = × (r − r ') , 4π r − r '
(151.1)
di mana posisi elemen arus dinyatakan dengan r ' dan posisi titik tempat dB ingin dihitung adalah r. .. 102 Turunkan medan magnetik yang disebabkan oleh kawat lurus panjang. .. 103 Turunkan medan magnetik yang disebabkan oleh kawat berbentuk lingkaran. .. 104 Turunkan medan magnetik yang disebabkan oleh solenoida. Gunakan Hukum Ampere. .. 105 Turunkan medan magnetik yang disebabkan oleh solenoida. Gunakan Hukum Ampere. .. 106 Jelaskan batasan-batasan Hukum Ampere sehingga dapat menentukan kapan digunakan Hukum Biot-Savart dan kapan digunakan Hukum Ampere. 68
.. 107 Hitunglah medan magnetik di tengah simpai kawat berbentuk segitiga sama sisi. .. 108 Hitunglah medan magnetik di tengah simpai kawat berbentuk bujursangkar. .. 109 Hitunglah medan magnetik di tengah simpai kawat berbentuk segienam. .. 110 Hitunglah medan magnetik di tengah simpai kawat berbentuk segibanyak n sisi. ..
69
XII 111 Terdapat sebuah sebuah simpai kawat berbentuk persegi pajang yang terletak pada bidang xy dengan panjang p = 5 cm dan lebar l = 2 cm. Terdapat medan magnetik konstan B = 10 eˆ z mT yang melalui simpul tersebut. Hitunglah fluks magnetik ΦB yang melewati simpai persegi panjang tersebut. tersebut. z B o
y l
p
x
Gambar 111.1 Simpai kawat berbentuk persegi panjang dengan panjang p dan lebar l yang dilalui medan
magnetik B .
Luas simpai kawat adalah
A = pl
(111.1)
∫
(111.2)
Φ B = B ⋅ A = BA cos θ ,
(111.3)
dan fluks magnetik
Φ B = B ⋅ dA , yang apabila B bernilai tetap akan menjadi
dengan θ adalah sudut antara medan magnetik B dan luas simpai kawat A . Untuk kasus ini kedua vektor tersebut telah memiliki arah yang sama sehingga θ = 0, dan sebagai akibatnya cos θ = 1. Dengan demikian fluks magnetik ΦB yang melewati simpai persegi panjang tersebut adalah
(
)(
)(
)
Φ B = BA = Bpl = 10 × 10 −3 ⋅ 5 × 10 −2 ⋅ 2 × 10 −2 = 10 µT .
(111.4)
Satuan medan magnetik adalah tesla atau T. 112 Tentukanlah arah arus induksi yang muncul dalam simpai kawat pada bidang xy bila medan magnetik yang masuk ke dalam bidang gambar bertambah besar dengan bertambahnya waktu. y
y B
o z
B
t=0 x
y
o z
B
t1 > 0 x
o z
t2 > t1 x
Gambar 112.1 Simpai kawat berbentuk persegi yang dilalui medan magnetik B yang masuk dalam bidang keras dan besar semakin besar dengan bertambahnya waktu.
70
Hukum Lenz mengatakan bahwa arah arus, yang diinduksikan dalam suatu konduktor oleh suatu perubahan medan magnetik akibat Hukum induksi Faraday, akan berarah sedemikian rupa sehingga menciptakan medan magnetik yang melawan perubahan medan magnetik yang menyebabkannya. Hukum ini tak lain memberikan tanda negatif dalam Hukum Faraday, sehingga Hukum FaradayLenz dituliskan sebagai
ε ind = −
dΦ B . dt
(112.1)
Medan magnetik induksi Bind yang muncul dan arah arus induksi Iind yang menyebabkannya dapat dilihat dalam Gambar 112.2, yang berlawanan dengan arah putar jarum jam. y
Iind
y B t=0
o z
o z
x
Bind
Iind
y
B
B t1 > 0 x
o z
Bind
t2 > t1 x
Gambar 112.2 Medan magnetik B yang berubah dan medan magnetik induksinya Bind serta arus induksi Iind yang menyebabkannya.
113 Lengkapilah arah arus induksi pada keempat keempat simpai kawat berikut ini dengan menggunakan warna yang sesuai (hitam: medan magnetik, merah: medan magnetik / arus induksi). t0
t2 > t1
t1 > t0
B
(a)
Bind
(b)
Iind
(c)
(d) Gambar 113.1 Medan magnetik B yang berubah melewati suatu simpai kawat berbentuk persegi.
Dengan menggunakan Hukum Lenz dapat diperoleh bahwa arah arus induksi untuk kasus-kasus dalam Gambar 113.1 adalah: (a) berlawanan dengan arah gerak jarum jam, (b) searah dengan arah gerak jarum jam, (c) searah dengan arah gerak jarum jam, dan (d) berlawanan arah dengan arah gerak jarum jam. 71
t0
t2 > t1
t1 > t0
B
(a)
Bind
(b)
Iind
(c)
(d) Gambar 113.2 Medan magnetik B yang berubah dan medan magnetik induksinya Bind serta arus induksi Iind yang menyebabkannya.
Ilustrasi medan magnetik induksi yang muncul dan arus induksi yang menyebabkannya diberikan dalam Gambar 113.2 sebelumnya. 114 Tedapat kawat berbahan penghantar berbentuk huruf c seperti dalam Gambar 114.1 dan batang konduktor bc yang dapat bergerak bebas sehingga simpai tertutup abcd dapat dibentuk oleh sistem tersebut. a
b
B
d
c
Gambar 114.1 Simpai kawat abcd dengan batang bc dapat bebas bergerak.
Tentukanlah arah arus induksi pada batang bc bila kawat bc digerakkan: (i) ke kanan, (ii) ke kiri. Saat (i) batang bc digerakkan ke kanan fluks medan magnetik dalam simpai kawat abcd bertambah karena bertambahnya garis-garis medan magnetik yang melaluinya sehingga medan magnetik induksi akan muncul dengan arah berlawanan, yang merupakan akibat arus induksi berarah dari c ke b atau beralawanan dengan arah gerak jarum jam pada simpai abcd, sedangkan saat (ii) batang bc digerakkan ke kiri fluks medan magnetik dalam simpai kawat abcd berkurang karena berkurangnya garis-garis medan magnetik yang melaluinya sehingga medan magnetik induksi akan muncul dengan arah yang sama, yang merupakan akibat arus induksi berarah dari b ke c atau searah dengan arah gerak jarum jam pada simpai abcd. Ilustrasi kedua hal ini diberikan dalam Gambar 114.2. 72
a
b
b
a
b
Iind
d
a
b
Iind B
Bind c c
b
a
b
B
b
Iind B
Bind
c
Bind c c
d
Iind
d
b
Bind d c
c
B
c
Gambar 114.2 Arus induksi yang muncul akan berarah: (atas, i) c → b bila batang digerakkan ke kanan dan (bawah, ii) b → c bila batang digeser ke kiri.
115 Dengan menggunakan Gambar 114.2 tentukanlah besar arus induksi yang melalui batang bc pada kedua kasus dan gaya magnetik yang dialami oleh batang tersebut, bila batang yang digerakkan dengan kecepatan v tersebut memiliki panjang l dan resistansi R. Besar tegangan induksi εind yang muncul dan arus induksinya Iind adalah
ε ind =
dΦ B d (BA) d (Blab l ) dl = = = Bl ab = Blv , dt dt dt dt I ind =
ε ind R
=
(115.1)
Blv . R
(115.2)
Arus akan mengalir (i) c → b bila batang digerakkan ke kanan, akibatnya gaya magnetik akan berarah ke kiri, berlawanan dengan arah v, dan (i) b → c bila batang digerakkan ke kiri, akibatnya gaya magnetik akan berarah ke kanan, berlawanan dengan arah v. v
a
b
b
a
b
Iind
v b
Iind
FB
d
FB Bind c c
B
B
Bind
d
c
c
Gambar 115.1 Arus induksi yang muncul akan berarah: (i) c → b bila batang digerakkan ke kanan dan (ii) b → c bila batang digeser ke kiri.
73
116 Terdapat sebuah simpai kawat persegi panjang dengan panjang 2L dan tinggi H. Simpai kawat tersebut diletakkan dalam medan magnetik konstan B yang arahnya tegak lurus dengan permukaan yang dibentuk simpai kawat. Sebuah kawat konduktor pq diletakkan ditengah-tengah simpai kawat sehingga membagi dua arah panjang masing-masing sebesar L pagi bagian kiri dan kanannya. Bila medan magnetik berarah keluar dari bidang kertas dan menunju pembaca, bagaimana arah arus pada masing-masing segmen kawat bila kawat konduktor yang semula terletak di tengah atau pada x = L digerakan dengan kecepatan v ke arah kanan. Gambarkan grafik arus induksi pada kawat pq sebagai fungsi waktunya t. a
v
p
b
H
d
q
L
c
L
Gambar 116.1 Batang konduktor pq digeser ke kanan dengan kecepatan v sehingga akan muncul arus induksi Iind pada batang dan simpai kawat.
Dengan menggunakan Hukum Lenz dapat digambarkan medan magnetik induksi Bind yang disebabkan oleh arus induksi Iind pada kawat pq. Pembahasan baik untuk daerah apqd maupun bpqc akan memberikan arah arus induksi yang sama pada kawat pg seperti diberikan oleh Gambar 196.2 a
p
v
p
b
B
B Iind
H
d
Bind
q
L
Bind
q
L
c
Gambar 116.2 Arus induksi dalam simpai kawat apqd berarah berlawanan dengan arah gerak jarum jam dan simpai kawat bpqc berarah searah dengan arah gerak jarum jam.
117 Dalam ruang bermedan magnetik homogen B yang berarah keluar dari bidang kertas sebuah batang konduktor digerakkan tegak lurus dengan arah panjang batang dengan kecepatan v ke arah kiri. Jelaskan bagaimana dapat terjadi beda potensial antar kedua ujung batang konduktor tersebut. Muatan positif pada konduktor saat batang konduktor digerakkan ke kiri akan mengalami gaya magnetik FB = qv × B , (117.1) yang dalam kasus ini v berarah ke kiri (karena batang konduktor digerakkan ke kiri) dan B berarah keluar dari bidang kertas menuju pembaca. Dengan demikian muatan-muatan positif akan
74
mengalami gaya ke atas. Sebaliknya, muatan-muatan negatif akan mengalami gaya ke bawah. Saat kesetimbangan tercapai muatan-muatan positif akan terkumpul pada bagian atas batang konduktor (titik a) dan muatan-muatan negatif akan terkumpul pada bagian bawah batang konduktor (titik b). a B
(i)
q
FB
b
v
B
(ii)
FB v
FB B
FE
(iii)
FB
FB
v B FE
(iv)
FB v B
(v)
Gambar 117.1 Proses bergeraknya muatan dalam batang konduktor yang digerakkan dalam ruang bermedan magnetik luar B: (i) keadaan awal saat konduktor belum digerakkan muatan positif dan negatif tersebar merata dalam bahan, (ii) saat konduktor digerakkan ke kiri muatan positif mendapatkan gaya magnetik ke atas dan muatan negatif mendapatkan gaya magnetik ke bawah, kedua jenis muatan bergerak sesuai dengan arah gaya magnetik yang bekerja, (iii) saat kedua jenis muatan yang berbeda tanda berkumpul pada kedua ujung konduktor, mulai terbentuk medan listrik yang menyebabkan kedua jenis muatan mengalami gaya listrik yang berlawanan arah dengan gaya magnetik, (iv) gaya listrik dan gaya magnetik telah bernilai kira-kira sama besar sehingga kesetimbangan tercapai, dan (v) batang konduktor dapat dipandang sebagai suatu sumber arus llistrik (batere) dengan beda potensial tertentu.
75
118 Tegangan pada induktor dengan induktansi L bergantung dari perubahan arus yang melaluinya, yaitu
VL = L
dI . dt
(118.1)
Tentukanlah tegangan pada suatu induktor berinduktansi 200 mH bila arus yang mengalirinya mengikuti fungsi I(t) = 5t A dengan t dalam s. Dengan menggunakan Persamaan (198.1) dapat diperoleh bahwa
(
V L = 200 × 10 − 3
) dtd (5t ) = (200 ×10 )(5) = 1 V . −3
(118.2)
119 Terdapat suatu rangkaian seri yang tersusun atas batere ε, resistor R, dan induktor L. Turunkan rumusan arus I dan tegangan pada induktor VL sebagai fungsi waktu t. Dengan menggunakan Hukum Kirchhof II mengenai beda potensial listrik dalam satu simpai tertutup
ε −VR −VL = 0 ,
(119.1)
V R = IR ,
(119.2)
Hukum Ohm
dan tegangan pada induktor
VL = L
dI , dt
(119.3)
dapat dituliskan bahwa
ε − RI − L
dI =0 ⇒ dt
ε dI R + I− =0. dt L L
(119.4)
Suatu variabel baru didefinisikan sebagai
X =I−
ε R
,
(119.5)
yang akan membuat Persamaan (119.4) menjadi
dX R + X =0, dt L
(119.6)
dan dapat dipecahkan dengan
dX R =− X dt L
dX R = − dt X L R ⇒ ln X − ln X 0 = − (t − t 0 ) ⇒ L ⇒
X = X 0 e − R (t −t ) / L .
Dengan menggunakan Persamaan (119.5) dapat diperoleh bahwa 76
0
(119.7)
I−
ε R
ε = I 0 − e − R (t −t ) / L . R
(119.8)
0
Bila t0 = 0 maka
ε − t ε I = I0 − e L + . R R R
(119.9)
Kemudian bila I0 = 0 yang artinya saat t = 0 induktor belum menyimpang fluks medan magnetik, maka Persamaan (119.9) akan menjadi
I=
ε
1− e R
R − t L
.
(119.10)
Perhatikan bahwa konstanta arusnya tak lain adalah ε/R yang merupakan arus maksimum yang tercapai saat t → ∞. 120 Gambarkan rangkaian yang setara dengan rangkaian seri yang tersusun atas batere ε, resistor R, dan induktor L pada saat t = 0 dan saat t → ∞. Gunakan asumsi bahwa saat t = 0 induktor belum menyimpan fluks medan magnetik dan t0 diambil saat t = 0 s. Persamaan yang digunakan untuk kondisi awal dalam soal adalah Persamaan (119.10) dan untuk dua keadaan tersebut
I (0) = 0
(120.1)
dan
I (∞ ) =
ε R
.
(120.2)
Dengan demikian dapat digambarkan rangkaian setaranya seperti dalam Gambar 120.1 (tengah) dan (kanan) berikut.
L ε
ε
ε R
R
R
Gambar 120.1 Rangkaian seri batere ε, resistor R, dan induktor L: skema rangkaian (kiri), rangkaian setara saat t = 0 (tengah), dan rangkaian setara saat t → ∞ (kanan).
[Catatan. Ingatlah bahwa rangkaian setara untuk induktor berawalan dengan untuk kapasitor, yang saat awal seakan-akan terhubung singkat (I0 = ε/R) dan saat akhir terbuka/tidak terhubung sama sekali (I∞ = 0)].
77
XIII 121 Tuliskan rumus dari reaktansi induktif XL dan reaktansi kapasitif XC, impedansi rangkaian arus bolak-balik RLC dengan frekuensi sudut ω untuk susunan seri Zs dan paralel Zp. Reaktansi induktif
X L = ωL ,
(121.1)
1 , ωC
(121.2)
reaktansi kapasitif
XC = impedansi rangkaian seri
Z = R 2 + (X L − X C ) , 2
(121.3)
dan impedansi rangkaian paralel 2
2
1 1 1 1 . = + − Z R XL XC
(121.4)
122 Sebuah rangkaian seri RLC, yang dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik bertegangan maksimum Vm = 10 V dan berfrekuesi f = 50/2π Hz, tersusun atas resistor R = 30 Ω, induktor L = 1 H, dan kapasitor C = 1 mF. Tentukanlah reaktansi induktif XL, reaktansi kapasitif XC, impedansi Z, dan arus maksimum yang melalui setiap komponen Im. Dengan Persamaan (121.1)-(121.3) dapat diperoleh bahwa XL = 60 Ω, XC = 20 Ω, Z = 50 Ω, sehingga
Im =
Vm 10 = = 0 .2 A . Z 50
(122.1)
Untuk mendapatkan angka-angka Z yang bulat untuk rangkaian seri RLC yang dihubungkan dengan sumber arus bolak-balik beberapa contoh nilai-niai R, L, dan C diberikan dalam Tabel 122.1 berikut untuk frekuensi sumber f = 50/2π Hz. Tabel 122.1 Beberapa variasi nilai f, ω, R, L, dan C yang memyebabkan nilai bulat Z rangkaian seri RLC pada arus bolak-balik. f (Hz)
ω (rad/s)
R (Ω)
L (H)
C (F)
XL (Ω)
XC (Ω)
Z (Ω)
50/2π
50
30
1.2
0.001
60
20
50
50/2π
50
40
1
0.001
50
20
50
50/2π
50
50
3.2
0.0005
160
40
130
50/2π
50
120
1.2
0.002
60
10
130
50/2π
50
70
8.8
0.0001
440
200
250
50/2π
50
240
1.6
0.002
80
10
250
78
123 Sebuah sumber tegangan arus bolak-balik memiliki fungsi dalam bentuk
V (t ) = Vm sin (ωt ) ,
(123.1)
dengan Vm = 2 V dan ω = 100π rad/s. Gambarkan grafik V terhadap t. Dengan menggunakan
T =
2π
(123.2)
ω
dapat diperoleh bahwa periode T = 0.02 s. Dengan menggunakan informasi ini dan nilai Vm dapat dibuat Gambar 123.2 berikut. 2 1 V
0 -1 -2 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
t
Gambar 123.1 Fungsi tegangan arus bolak-balik V(t) = 2 sin(100π t) V dengan t in s.
124 Turunkan rumus reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif untuk bila arus yang mengalir memiliki bentuk
I = I m sin ωt .
(124.1)
Gunakan selalu hubungan antara tegangan V, arus I, dan reaktansinya X mengikuti Hukum Ohm
V = IX .
(124.2)
Tegangan induktor diberikan oleh
VL = L
dI , dt
(124.3)
yang dengan menggunakan Persamaan (124.1) akan memberikan
VL = L
d (I m sin ωt ) = ωL I m cos ωt = (ωL ) I m sin ωt + π dt 2
π = X L I m sin ωt + ⇒ X L = ωL. 2
(124.4)
Tegangan pada kapasitor diberikan oleh
VC =
1 q, C
79
(124.5)
dengan
dq ⇒ q = Idt , dt
(124.6)
π 1 1 1 I m sin ωt dt = − I cos ωt = I m sin ωt − ωC m 2 C ωC π 1 = X C I m sin ωt − ⇒ X C = . ωC 2
(124.7)
I=
∫
sehingga
VC =
∫
Dengan demikian dapat diperoleh Persamaan (121.1) dan (121.2). 125 Suatu rangkaian seri RLC terdiri dari sumber arus bolak-balik
I (t ) = 500 sin (50t ) mA ,
(125.1)
resistor R = 50 Ω, induktor L = 3.2 H, dan kapasitor C = 500 µF. Hitunglah reaktansi induktif XL, reaktansi kapasitif XC, impedansi Z, tegangan resistor setiap saat VR(t), tegangan induktor setiap saat VL(t), tegangan kapasitor setiap saatVL(t), beda fasa antara tegangan setiap saat dengan arus setiap saat φ, dan tegangan total setiap saat V. Gambarkan pula grafik dari I(t), VR(t), VL(t), VC(t) dan V(t). Dengan menggunakan Persamaan (125.1) dapat diperoleh nilai ω = 50 rad/s sehingga dapat dihitung bahwa XL = 160 Ω, XC = 40 Ω, Z = 130 Ω, dan beda fasa antar V(t) dan I(t)
X L − X C 160 − 40 120 = = = 2.4 R 50 50 ϕ = atan 2.4 = 1.176 rad = 67.38 °.
(125.2)
V R (t ) = R I (t ) = RI m sin (ωt ) = V R , m sin (ωt ) ,
(125.3)
tan ϕ =
Tegangan pada resistor
tegangan pada induktor
V L (t ) = L
π π d I (t ) = X L I m sin ωt + = V L,m sin ωt + , dt 2 2
(125.4)
tegangan pada kapasitor
VC (t ) =
π π 1 I (t )dt = X C I m sin ωt − = VC ,m sin ωt − , C 2 2
∫
(125.5)
dan tegangan total
V (t ) = Z I m sin (ωt + ϕ ) = Vm sin (ωt + ϕ ) .
(125.6)
Koefisien-koefisien dalam Persamaan (205.3)-(205.6) adalah
V x , m = xI m , x = R, X L , X C , Z ,
(125.7)
masing-masing untuk tegangan total (Vz,m = Vm), pada resistor, pada induktor, dan pada kapasitor. 80
0.5 0.25 0
I
-0.25 -0.5 0
0.05
0.1
t
0.15
0.2
0.25
0
0.05
0.1
t
0.15
0.2
0.25
0
0.05
0.1
t
0.15
0.2
0.25
0
0.05
0.1
t
0.15
0.2
0.25
0
0.05
0.1
t
0.15
0.2
0.25
80 40 VR 0 -40 -80
80 40 VL 0 -40 -80
80 40 VC 0 -40 -80
80 40 V
0 -40 -80
Gambar 125.1 Kurva-kurva I(t), VR(t), VL(t), VC(t) dan V(t) rangkaian seri RLC dengan R = 50 Ω, L = 3.2 H, dan C = 500 µF.
Dari soal dapat diperoleh bahwa VR,m = 25 V, VL,m = 80V, VC,m = 20 V, dan Vm = 65 V. 81
126 Tunjukkan bahwa bila pada suatu rangkaian RLC seri yang memiliki arus
I (t ) = I m sin (ωt ) ,
(126.1)
VR (t ) = RI m sin (ωt ) ,
(126.2)
V L (t ) = X L I m sin (ωt + 12 π ) ,
(126.3)
VC (t ) = X C I m sin (ωt − 12 π ) ,
(126.4)
V (t ) = ZI m sin (ωt + ϕ ) ,
(126.5)
Z = R 2 + (X L − X C ) ,
(126.6)
dan
dengan 2
tan ϕ =
XL − XC , R
(126.7)
dapat pula diperoleh bahwa
V (t ) = V R (t ) + V L (t ) + VC (t ) ,
(126.8)
yang akan memberikan hasil sama dengan Persamaan (206.5). Persamaan (126.2)-(126.4) dan (126.8) akan ditunjukkan dalam Gambar 126.1 (atas) dan Persamaan (126.5) dengan (126.6)-(126.7) dalam Gambar 126.1 (bawah). 80 40 V
V(t) VR(t)
0 VC(t)
-40
VL(t) -80 0
0.05
0.1
t
0.15
0.2
0.25
0
0.05
0.1
t
0.15
0.2
0.25
80 40 V
0 -40 -80
Gambar 126.1 Kurva-kurva: VR(t), VL(t), VC(t) dan V(t) = VR(t) + VL(t) + VC(t) (atas) dan V(t) dari Persamaan (126.5)-(126.7) (bawah) untuk rangkaian seri RLC dengan R = 50 Ω, L = 3.2 H, dan C = 500 µF.
82
127 Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan fasor (phasor -- phase vector). Gunakan pula gambar dalam menjelaskannya. Fasor adalah vektor dalam bidang kompleks yang digunakan untuk merepresentasikan simpangan tegangan maupun arus sehingga penjumlahannya dapat dilakukan dengan lebih mudah ketimbang menjumlahkan fungsi-fungsi sinosuoidalnya secara langsung. Umumnya fungsi sinus merupakan proyeksi dari fasor pada sumbu tegak dan fungsi cos merupakan proyeksinya pada sumbu mendatar, yang dalam Gambar 127.1 digambarkan sebagai x(t) dan y(t). y r(t) y(t) A ωt
x x(t)
Gambar 127.1 Fasor r(t) yang dapat diproyeksikan dalam fungsi x(t) pada sumbu mendatar dan y(t) pada sumbu tegak.
Fasor dalam Gambar 127.1 dapat dituliskan dalam bentuk vektor
r (t ) eˆ r = x(t ) eˆ x + y (t ) eˆ y ,
(127.1)
x(t ) = A cos ωt
(127.2)
y (t ) = A sin ωt .
(127.3)
sehingga
dan
Dalam penerapannya, baik Persamaan (127.2) maupun Persamaan (127.3), akan digunakan untuk arus listrik bolak-balik
I (t ) = I m cos ωt
(127.4)
V (t ) = Vm sin ωt .
(127.5)
ataupun tegangan listrik bolak-balik
83
Ingatlah bahwa apakah arus atau tegangan tidak terkait dengan fungsi sin ataupun cos. Kedua besaran fisis tersebut dapat menggunakan kedua fungsi tersebut. 128 Tunjukkan dengan cara fasor bahwa Persamaan (126.8) sama dengan Persamaan (126.5) dengan berbantuan Persamaan (126.6)-(126.7). Fasor dari Persamaan (126.1)-(126.4) dapat diilustrasikan dalam Gambar 128.1 berikut, yang diproyeksikan pada sumbu y dikarenakan fungsi yang dipilih merupakan fungsi sin. y VL(t) VR(t) XL
I(t)
R Im
ωt
x
XC VC(t) Gambar 128.1 Fasor dari arus sumber I(t), tegangan resisotor VR(t), tegangan induktor VL(t), dan tegangan kapasitor VC(t) suatu rangkaian seri RLC.
Resultan dari tangan induktor VL(t) dan tegangan kapasitor VC(t) mudah dihitung dikarenakan keduanya terletak pada satu garis. Setelah keduanya dijumlahkan, hasil resultannya dijumlahkan secara vektor dengan VR(t) untuk mendapatkan tegangan total V(t). Proses ini dijelaskan melalui Gambar 128.2. y
Z = R + (X L − X C )
2
2
VL(t)
V(t) XL – XC
VL(t)
VC(t)
XL – XC
VR(t) XC VC(t)
XL
XL – XC VL(t) – VC(t)
φ
R
I(t)
V(t)
φ
ωt
R
VR(t)
Im x
tan ϕ =
XL − XC R
Gambar 128.2 Proses mendapatkan fasor V(t) dari fasor tegangan resisotor VR(t), tegangan induktor VL(t), dan tegangan kapasitor VC(t) suatu rangkaian seri RLC.
Dengan ini telah jelas bagaimana Persamaan (126.6) dan (126.7) dapat diperoleh dan juga (126.5), dari (126.8).
84
129 Suatu sumber tegangan bolak-balik memberikan teganan dalam bentuk
V (t ) = Vm sin ωt ,
(129.1)
dengan Vm = 220 V dan ω = 100π rad/s. Hitunglah tegangan rata-rata Vavg dan tegangan akar ratarata kuadrat Vrms dari sumber tegangan tersebut. Untuk fungsi berbentuk sinusoidal (sin atau cos) rata-ratanya adalah nol
Vavg = V (t ) = Vm sin ωt = 0
(129.2)
dan
Vrms = [V (t )]
2
=
1 2
Vm ≈ 0.707 ⋅ 220 = 155.540 ≈ 156 V .
(129.3)
130 Tunjukkan bagaimana rata-rata dari suatu fungsi sinsoidal adalah nol dan nilai rms-nya adalah sekitar 0.707 dari nilai maksimumnya, lalu apa kegunaan dari nilai rms ini? Rata-rata dari suatu fungsi sinusoidal dihitung melalui T
Vavg =
1 1 sin ωt dt = [− cos ωt ]Tt=0 = 1 [(− 1) − (− 1)] = 0 . ∫ T 0 ωT ωT
(130.1)
Nilai rms suatu fungsi sinusoidal dihitung melalui
Vrms =
1 T
T
∫ (V
sin ωt ) dt . 2
m
(130.2)
0
Untuk menyelesaikan Persamaan (130.2) digunakan identitas fungsi trigonometri
cos 2 θ + sin 2 θ = 1
(130.3)
cos 2θ = cos 2 θ − sin 2 θ ,
(130.4)
dan
yang dengan bantuan Persamaan (130.3) dapat dituliskan menjadi
cos 2θ = 1 − 2 sin 2 θ ,
(130.5)
sehingga dapat diperoleh
sin 2 θ =
1 (1 − cos 2θ ) . 2
(130.6)
Selanjutnya T T T T 1 1 1 sin 2 θ dt = (1 − cos 2θ ) dt = 1 dt − cos 2θ dt = 1 (T − 0) = 1 , 2T 0 T 0 T 02 2 0 2T
∫
∫
∫
sehingga
85
∫
(130.7)
T
1 sin 2 θ dt = T 0
∫
1 1 1 = = 2 ≈ 0.707 . 2 2 2
(130.8)
Substitusi Persamaan (130.8) ke Persamaan (130.2) akan memberikan hubungan
Vrms = [V (t )]
2
86
=
1 2
Vm .
(130.9)
XIV 131 Sebuah titik yang berosilasi vertikal memiliki fungsi
y (t ) = 0.1sin (0.2π t ) ,
(131.1)
dengan y dalam m. Tentukanlah amplitudo A, frekuensi f, dan periode T osilasi tersebut. Fungsi yang menggambarkan osilasi memiliki bentuk
2π y (t ) = A sin (ωt ) = A sin t == A sin (2πft ) . T
(131.2)
Dengan menyamakan Persamaan (131.1) dan (131.2) akan memberikan A = 0.1 m, ω = 0.2π rad/s, sehingga
T=
2π
2π = 10 s 0.2π
(131.3)
1 1 = = 0.1s . T 10
(131.4)
ω
=
dan
f =
132 Suatu gelombang tali memiliki fungsi gelombang
y (x, t ) = 0.02 sin 2π (5 x − t ) ,
(132.1)
dengan y dalam m, x dalam m, dan t dalam s. Tentukanlah amplitudo A, bilangan gelombang k, panjang gelombang λ, frekuensi sudut ω, frekuensi f, periode T, sudut fase awal φ0, dan laju rambat gelombang v. Fungsi gelombang sinusoidal memiliki bentuk
x t y ( x, t ) = A sin 2π − + ϕ 0 , λ T
(132.2)
dengan
k=
2π
,
(132.3)
ω=
2π , T
(132.4)
f =
1 , T
(132.5)
λ = vT .
(132.6)
λ
Menggunakan Persamaan (132.2)-(132.6) dapat diperoleh bahwa A = 0.02 m, k = 10π rad/m, λ = 0.2 m, ω = 2π rad/s, T = 1 s, f = 1 Hz, dan v = 0.2 m, serta φ0 = 0. 87
133 Tentukanlah besaran-besaran fisis dari gelombang tali yang direkam pada saat empat waktu berurutan tersingkat yang diberikan dalam Gambar 213.1 berikut yang menggunakan satuan SI. Ke arah manakah gelombang pada tali tersebut merambat? 0.06
t=0s
0.04 0.02 y
0 -0.02 -0.04 -0.06 -5.55E-1
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1 t
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0.06
t = 0.5 s
0.04 0.02 y
0 -0.02 -0.04 -0.06 -5.55E-1
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1 t
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0.06
t=1s
0.04 0.02 y
0 -0.02 -0.04 -0.06 -5.55E-1
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1 t
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0.06
t = 1.5 s
0.04 0.02 y
0 -0.02 -0.04 -0.06 -5.55E-1
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1 t
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
Gambar 133.1 Gelombang tali yang direkam pada t = 0, 0.5, 1, dan 1.5 s.
Dari Gambar 133.1 dapat diperoleh bahwa A = 0.06 m, λ = 0.1 m, k = 10π rad/s, T = 2 s, ω = π rad/s, f = 0.5 s, v = 0.05 m/s, dan φ0 = 0. Untuk menentukan T amati pergerakan vertikal suatu titik pada x tertentu, misalnya pada x = 0, dibutuhkan waktu 2 s agar tali kembali ke posisi semula, sehingga periode osilasinya T = 2 s. 88
134 Apa yang dimaksud dengan prinsip superposisi gelombang? Jelaskan dengan singkat menggunakan contoh yang sederhana dan apa saja contoh penerapannya. Prinsip superposisi gelombang berdasarkan prinsip superposisi dalam fisika yang menyatakan bahwa untuk sistem linier renpons total pada suatu tempat dan suatu waktu akibat sejumlah stimulus merupakan penjumlahan dari respons-respons yang disebabkan oleh masing-masing stimulus pada tempat dan waktu tersebut. Dalam gelombang, prinsip superposisi ini digunakan untuk menjumlahan fungsi gelombang atau fungsi yang menggambarkan osilasi pada suatu posisi tertentu. Dengan demikian apabila pada suatu tempat pada x = x3 terdapat osilasi yang bersumber dari sumber gelombang S1
y1 (x 3 , t ) = A1 sin (kx3 − ω1t )
(134.6)
y 2 (x 3 , t ) = A2 sin (kx3 − ω 2 t ) ,
(134.7)
dan juga yang bersumber dari S2
maka pada tempat tersebut (x = x3) simpangan setiap saat dari kedua osilasi dapat dijumlahkan
y tot ( x3 , t ) = y1 ( x3 , t ) + y 2 (x 3 , t ) .
(134.8)
Prinsip superposisi gelombang ini digunakan untuk menjelaskan inteferensi, difraksi, dan pelayangan, serta gelombang stasioner. 135 Pada suatu tempat dapat didengar bunyi yang merupakan hasil superposisi gelombang bunyi dengan frekuensi berbeda. Fungsi tekanan udara pada tempat tersebut untuk masing-masing frekuensi adalah
∆p1 (t ) = ∆p 0 cos 22πt
(135.1)
∆p 2 (t ) = ∆p 0 cos 20πt .
(135.2)
dan
Hitunglah fungsi superposisinya dan tentukan frekuensi pelayangannya. Gambarkan grafiknya. Berdasarkan prinsip superposisi gelombang dapat diperoleh bahwa
∆p tot (t ) = ∆p1 (t ) + ∆p 2 (t )
= ∆p 0 cos 44πt + ∆p 0 cos 40πt = ∆p 0 (cos 44πt + cos 40πt ).
(135.3)
Terdapat hubungan trigonometri untuk penjumlahan dua fungsi sinus
α + β α − β cos α + cos β = 2 cos cos , 2 2
(135.4)
yang apabila digunakan dalam Persamaan (135.3) akan memberikan fungsi superposisi
∆p tot (t ) = 2∆p 0 cos 42πt cos 2πt = 2∆p 0 cos πt cos 42πt .
(135.5)
Umumnya suku dengan frekuensi yang lebih kecil diletakkan di bagian depan sehingga suku 2∆p0 cos πt dapat seakan-akan sebagai suatu amplitudo yang termodulasi dengan frekuensi pelayangan fbeat = 2 Hz. Persamaan (135.1) memberikan f1 = 22 Hz dan f2 = 20 Hz. 89
1 0.5 0
y
-0.5 -1 0
∆p 1(t) 0.25
∆p 2(t)
0.5 t
0.75
1
0.5 t
0.75
1
2
∆p tot(t) 1 y
0 -1 -2 0
0.25
Gambar 135.1 Dua buah belombang dengan frekuensi berdekatan f1 = 22 Hz dan f2 = 20 Hz (atas) dan hasil pelayangannya dengan frekuensi pelayangan (bawah).
Dari Gambar 135.1 dapat diperoleh bahwa Tbeat = 0.5 s sehingga
f beat =
1 Tbeat
=
1 = 2 Hz , 0.5
(135.6)
yang sama dengan prediksi teorinya
f beat = f 1 − f 2 = 22 − 20 = 2 Hz .
(135.7)
136 Frekuensi pelayangan terukur sebesar 5 Hz dari dua buah sumber bunyi yang salah satunya berfrekuensi 150 Hz. Tentukanlah frekuensi sumber bunyi yang lain. Terdapat berapa kemungkinan? Frekuensi pelayangan diperoleh melalui
f beat = f 1 − f 2 ,
(136.1)
yang kemungkinan pertamanya adalah
f 1 − f 2 = f beat
⇒
f 2 = f 1 − f beat
(136.2)
f 1 − f 2 = − f beat
⇒
f 2 = f 1 + f beat .
(136.3)
dan yang kedua
Dengan demikian untuk sumber bunyi yang lain dapat diperoleh dua kemungkinan 145 dan 155 Hz. 90
137 Tuliskan rumus frekuensi bunyi yang diterima pendengar fp sebagai fungsi dari frekuensi sumber bunyi fs, kecepatan pendengar vp, kecepatan sumber bunyi vs, dan kecepatan gelombang bunyi v, dan jelaskan pengaruh dari arah gerak relatif antara pendengar dan sumber bunyi, apakah saling mendekat atau saling menjauh. Menurut efek Doppler frekuensi yang ditangkap pendengar fp adalah
v ± vp f p = v ± vs
fs ,
(137.1)
dengan fs adalah frekuensi sumber bunyi, v kecepatan gelombang bunyi, vp kecepatan pendengar, dan vs kecepatan sumber bunyi. Bila pendengar dalam keadaan diam (vp = 0) dan dan sumber bunyi mendekati pendengar (vs < 0), maka fp > fs. Akan tetapi bila sumber bunyi menjauhi pendengar (vs > 0), maka fp < fs. Untuk sumber bunyi yang diam (vs = 0) berlaku tanda sebaliknya pendengar mendekati sumber bunyi (vp > 0) akan membuat fp > fs dan pendengar menjauhi sumber bunyi (vp < 0) akan membuat fp < fs. Tabel 217.1 akan menggambarkan uraian ini dengan lebih gamblang. Tabel 137.1 Beberapa kemungkinan nilai vs dan vp serta hasil fp / fs akibat efek Doppler.
Kasus
vs
vp
fp / fs
Keterangan
1
0
0
1
2
0
>0
>1
Sumber diam, pendengar mendekati sumber
3
0
<0
<1
Sumber diam, pendengar menjauhi sumber
4
<0
0
>1
Sumber mendekati pendengar, pendengar diam
5
>0
0
<1
Sumber menjauh pendengar, pendengar diam
6
<0
>0
>1
Sumber dan pendengar saling mendekat
7
>0
<0
<1
Sumber dan pendengar saling menjauh
8
>0
>0
?
Sumber menjauhi pendengar, pendengar mendekati sumber
9
<0
<0
?
Sumber mendekati pendengar, pendengar menjauhi sumber
Sumber dan pendengar diam
Tanda ? dalam Tabel 137.1 menunjukkan bahwa baik dalam kasus 8 maupun 9 belum nilai fp / fs belum dapat ditentukan karena masih bergantung dari nilai vs dan vp. Gambar 217.1 memberikan ilustrasi dalam bentuk kontur bagaimana pengaruh dari nilai vs dan vp terhadap rasio fp / fs, di mana dalam gambar tersebut kedua kecepatan dinyatakan dengan us dan up yang memiliki hubungan
vp =
1 up + 6 4
(137.2)
vs =
1 us + 6 . 4
(137.3)
dan
Kesembilan kasus dalam Tabel 137.1 digambarkan dalam Gambar 137.1 dalam kotak bernomor. Lambang →← berarti sumber / pendengar mendekati pendengar / sumber, lambang ←→ berarti sumber / pendengar menjauhi pendengar / sumber, dan lambang ○ berarti sumber / pendengar tidak bergerak. 91
1 fp / fs > 1
9
4
2 3
6
4 5 3
1
2
6
us
7 7
8
8
5
9 10
fp / fs < 1
11 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
up Gambar 137.1 Pengaruh vs dan vp (dalam bentuk us dan up) terhadap rasio fp / fs akibat efek Doppler.
Perhatikan bahwa kasus 8 dan 9 tidak hanya berada pada garis us = up melainkan pada kuadran tersebut. 138 Pada temperatur T = 25 °C dengan densitas udara ρ = 1.1839 kg/m3, diprediksikan nilai kecepatan gelombang bunyi v = 346.13 m/s. Tentukanlah bagaimana kecepatan sumber agar diperoleh bahwa rasio fp / fs = 0.9017. Pendengar menjauhi sumber dengan kecepatan 16 m/s. Rasio frekuensi pendengar terhadap frekuensi sumber memberikan
fp fs
v ± vp
=
v ± vs
.
(138.1)
Dengan rasio 0.9017 dan pendengar menjauhi sumber maka dapat ditentukan bahwa
fp fs
=
v − vp v + vs
⇒ vs =
(
)
fs v − vp − v fp
(138.2)
1 = (346.13 − 16) − 346.13 = 19.99 ≈ 20 m/s. 0.9017 Alasan mengapa pada Persamaan (138.2) digunakan tanda – untuk vp karena menjauhi sumber bunyi dan + untuk vs kare pembilang dalam Persamaan (138.2) bagian kawan sudah lebih kecil dari v sehingga penyebutnya haruslah lebih besar dari v. Bila tanda negatif yang digunakan ada kemungkinan rasionya dapat satu atau lebih. 139 Aparatus tali Melde terdiri dari tali yang membentuk gelombang stasioner dengan panjang 2 m dan massa 200 g dan vibrator dengan frekuensi tertentu fvib. Untuk membuat tegangan tali 92
digunakan beban sebesar 1 kg. Tentukanlah rapat massa tali µ, tegangan tali τ, dan kecepatan rambat gelombang tali v, serta frekuensi vibrator fvib yang diperbolehkan. Dengan massa tali m = 200 g dan panjangnya L = 2 m dapat diperoleh rapat massanya
µ=
m L
(139.1)
yang memberikan nilai µ = 0.1 kg/m. Tegangan tali diperoleh dari massa beban
τ = mg
(139.2)
yang memberikan τ = 10 N. Dengan menggunakan hasil dari Persamaan (139.1) dan (139.2) dapat diperoleh kecepatan rambat gelombang
τ µ
v=
(139.3)
yang memberikan v = 10 m/s. Gelombang stasioner yang terbentuk memilki syarat bahwa
n
λ 2
= L, n = 1, 2, 3, ...
(139.4)
2L , n = 1, 2, 3, .. n
(139.5)
v , f
(139.6)
yang membatasi
λn = Dengan menggunakan hubungan
λ= dapat diperoleh bahwa
fn = n
v , n = 1, 2, 3, .. 2L
(139.7)
sehingga diperoleh bahwa fn = 2.5n Hz, n = 1, 2, 3, ... Dengan demikian frekuensi vibrator yang diperbolehkan fvib = 2.5, 5, 7.5, 10, .. Hz. 140 Turunkan rumusan frekuensi tali fn sebagai fungsi dari massa beban M, panjang tali L, massa tali, dan percepatan gravitasi g pada aparatus tali Melde. Frekuensi dapat diperoleh dari Persamaan (139.7)
fn = n
v , n = 1, 2, 3, .. 2L
(140.1)
yang apabila disubstitukan ke dalamnya Persamaan (139.3)
fn = n
τ /µ 2L
, n = 1, 2, 3, ..
Substitusi Persamaan (139.1) dan (139.2) ke Persamaan (140.2) akan memberikan 93
(140.2)
fn =
n 2
MgL , n = 1, 2, 3, ... m
yang merupakan persamaan yang dicari.
94
(140.3)
XV 141 Pada tali yang berosilasi harmonis dengan kedua ujungnya dibuat tetap terjadi gelombang stasioner yang dapat diturunkan dari parambatan buah gelombang, yaitu yang ke kanan
y + ( x, t ) = A sin (kx − ωt )
(141.1)
y − ( x, t ) = A sin (kx + ωt ) .
(141.2)
dan ke kiri
Dengan prinsip superposisi gelombang tunjukkan bahwa dapat diperoleh gelombang stasioner
y ( x, t ) = B sin kx cos ωt .
(141.3)
Persamaan (141.1) dan (141.2) dapat dijumlahkan dengan menggunakan prinsip superposisi gelombang
y (x, t ) = y + (x, t ) + y − (x, t ) = A sin (kx − ωt ) + A sin (kx + ωt )
= 2 A sin 12 [(kx − ωt ) + (kx + ωt )]cos 12 [(kx − ωt ) − (kx + ωt )]
(141.4)
= 2 A sin kx cos(− ωt ) = 2 A sin kx cos ωt ,
dengan B = 2A. 142 Gambarkan Persamaan (141.3) dalam grafik y terhadap x untuk suatu t tertentu dan tunjukkan bahwa gelombang stastioner yang terbentuk merupakan hasil superposisi (penjumlahan) kedua fungsi gelombang y+(x, t) dan y–(x,t). Dengan menggunakan Persamaan (141.1)-(141.3) dapat diperoleh Gambar 142.1 berikut ini.
2 t = T/4 1 y 0 -1 -2 0
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
Gambar 142.1 Kurva y+(x, t) dengan garis putus-putus biru, y–(x, t) dengan garis titik-titik merah, dan y(x, t) dengan garis utuh jingga untuk waktu t = T/4.
Kurva y+(x, t) dengan garis putus-putus biru dalam menggambarkan fungsi untuk gelombang yang merambat ke kanan, y–(x, t) dengan garis titik-titik merah menggambarkan fungsi untuk gelombang yang merambat ke kiri, dan y(x, t) dengan garis utuh jingga menggambarkan superposisi keduanya. 95
143 Gambarkan gelombang berdiri pada waktu-waktu t = aT/8 dengan a = 0, 1, .., 7, 8. 2
2 t=0
t = T/2
1
1
y 0
y 0
-1
-1
-2
-2 0
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
0
2
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
2 t = T/8
t = 5T/8
1
1
y 0
y 0
-1
-1
-2
-2 0
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
0
2
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
2 t = T/4
t = 3T/4
1
1
y 0
y 0
-1
-1
-2
-2 0
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
0
2
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
2 t = 3T/8
t = 7T/8
1
1
y 0
y 0
-1
-1
-2
-2 0
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
0
2
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
2 t = T/2
t=T
1
1
y 0
y 0
-1
-1
-2
-2 0
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
0
0.25
0.5
0.75
1 x
1.25
1.5
1.75
2
Gambar 143.1 Gelombang stasioner y (x, t ) = 2 sin 2πx cos 2πt untuk waktu-waktu t = 0, T/8, T/4, 3T/8, T/2, 5T/8, 3T/4, dan T.
Pada gelombang stasioner posisi puncak dan lembah gelombang tidak berpindah tempat. 96
144 Dua buah sumber bunyi A dan B dengan fungsi yA(t) = A sin 160πt dan yB(t) = A sin 160πt yang masing-masing terletak pada posisi xA = 0 m dan xB = 10 m dalam suatu sistem yang terisolasi dan diatur sedemikian rupa sehingga gelombang bunyi dapat merambat dengan laju 320 m/s. Tentukanlah frekuensi sumber bunyi dan panjang gelombangnya. Tentukan posisi-posisi x antara xA dan xB di mana terjadi interferensi destruktif. Sumber bunyi memiliki fungsi osilasi dalam bentuk
y = A sin 2πft ,
(144.1)
sehingga dapat diperoleh bahwa fA = 80 Hz dan fB = 80 Hz. Dengan hubungan antara laju rambat gelombang v, frekuensi f, dan panjang gelombang λ dapat diperoleh bahwa
λ=
v 320 = = 4m . 80 f
(144.2)
Posisi x yang menyebabkan interferensi destruktif haruslah memenuhi hubungan
(x − x A ) − (x B − x ) = 2n + 1 λ ,
2
n = 0,1, ... .
(144.3)
yang dapat diatur lebih jauh menjadi
x + x B 2n + 1 x= A + λ = 6 + 2n, n = 0,1, ... . 2 4
(144.4)
Bebeberapa posisi misalnya adalah x = 6 m dan x = 8 m. Posisi-posisi x = 2 m dan x = 4 m juga akan memberikan interferensi destruktif. Untuk mendapatkan nilai-nilai tersebut, x = 0 m dan x = 10 m, Persamaan (144.3) perlu mempertimbangkan suku-suku negatif. Persamaan (144.3) berlaku bila kedua sumber bunyi memiliki frekuensi yang sama. Bila tidak, maka perlu ditinjau fungsi gelombang akibat kedua sumber pada posisi x, yaitu
x − xA t y + (x, t ) = A sin 2π − TA λ
(144.5)
,
(144.6)
dan
x − xB t y − (x, t ) = A sin 2π − − λ TB sehingga hasil superposisinya pada x adalah
y ( x , t ) = y + ( x, t ) + y − ( x , t ) 2 x − (x A + x B ) 1 t (x − x A ) 1 t t t cos 2π . − − = 2 A sin 2π B − + 2 TA TB 2λ 2 TA TB 2λ
(144.7)
Bila kedua sumber memiliki frekuensi yang sama atau TA = TB maka Persamaan (144.7) akan menjadi
97
2 x − (x A + x B ) (x − x B ) t y ( x, t ) = 2 A sin 2π A − cos 2π . 2 2λ λ T
(144.8)
Suku dalam fungsi sin tidak akan pernah menjadi nol pada setiap t untuk mendapatkan interferensi destruktif. Oleh karena itu suku dalam fungsi cos yang harus menjadi nol sehingga
1 2 x − (x A + x B ) 2π = n + 2 π , n = 0,1, 2, ... 2λ
(144.9)
Lebih jauh mengolah Persamaan (144.9) akan memberikan
x + x B 2n + 1 x= A + λ , n = 0,1, 2, ... 2 4
(144.10)
yang sama dengan Persamaan (144.4) sebelumnya. Validasi Persamaan (144.4) dan teks setelahnya dapat dilihat dalam ilustrasi yang diberikan dalam Gambar 144.1 berikut ini.
y
2
2
1.5
1.5
1
1
0.5
0.5
0
y
-0.5 -1
-1
-1.5
-1.5
-2
-2 0
y
0 -0.5
1 y+
2 y-
3 y
4
5
6
7
8
t= 0
9 x
10
0
2
2
1.5
1.5
1
1
0.5
0.5
0
y
-0.5
1 y+
2 y-
3 y
4
1 y+
2 y-
3 y
4
5
6
7
8
9 x
10
7
8
9 x
10
t = 0.125T
0 -0.5
-1
-1
-1.5
-1.5
-2
-2 0
1 y+
2 y-
3 y
4
5
6
7
8
t = 0.25T
9 x
10
0
5
6 t = 0.375T
Gambar 144.1 Posisi interferensi destruktif selalu terjadi pada x = 0, 2, 4, 6, dan 8 dengan sumber bunyi terletak pada xA = 0 dan xB = 10 serta f = 80 Hz.
145 Terdapat sumber osilasi terletak pada posisi r0 yang memiliki fungsi y(t) = Asin(–ωt + φ0). Tentukanlah fungsi gelombang pada sembarang posisi r . Gunakan jawaban ini untuk menjelaskan Persamaaan (144.5) dan (144.6). Fungsi gelombang yang dimaksud adalah y (r , t ) = A sin (k r − r0 − ωt + ϕ 0 ) , yang untuk kasus dalam 1-d akan menjadi 98
(145.1)
y (x, t ) = A sin (k x − x0 − ωt + ϕ 0 ) .
(145.2)
x − x0 , x ≥ x0 , x − x0 = x0 − x, x < x0 .
(145.3)
Telah diketahui bahwa
Persamaan (145.3) akan membuat Persamaan (145.2) dapat dituliskan menjadi
A sin[k (x − x0 ) − ωt + ϕ 0 ], x ≥ x0 , y ( x, t ) = . A sin [− k (x − x0 ) − ωt + ϕ 0 ] x < x0 .
(145.4)
Bagian pertama dari Persamaan (145.4) menggambarkan fungsi gelombang untuk x ≥ x0 atau gelombang yang merambat ke kanan dan bagian kedua untuk x < x0 atau gelombang yang merambat ke kiri. Dengan sumber osilasi terletak pada x0 = xA untuk gelombang yang merambat ke kanan dan x0 = xB untuk gelombang yang merambat ke kiri, dapat dituliskan bahwa
y + (x, t ) = A sin[k (x − x A ) − ωt + ϕ 0 ] .
(145.5)
y (x, t ) = A sin[− k ( x − x B ) − ωt + ϕ 0 ] ,
(145.6)
dan
yang tak lain adalah Persamaan (144.5) dan (144.6) bila digunakan φ0 = 0. 146 Tunjukkan dengan gambar bahwa baik y1(x, t) = A sin(kx – ωt) dan y2(x, t) = A sin(ωt – kx) sama-sama menggambarkan gelombang yang merambat ke kanan. y
1 0.5 0 -0.5 -1
y t= 0
0
y
1 0.5 0 -0.5 -1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 x
1 0.5 0 y -0.5 -1
1
0
2
3
4
5
6
7
8
9
10 x
t = 0.5T
1 0.5 0 y -0.5 -1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
1 0.5 0 y -0.5 -1 2
3
4
5
6
7
8
9
10 x
2
3
4
5
6
7
8
9
10 x
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 x
2
3
4
5
6
7
8
9
10 x
2
3
4
5
6
7
8
9
10 x
t = 0.5T
0
t = 0.5T
0
1 0.5 0 -0.5 -1
10 x
1
t = 0.25T
0
y
0
t= 0
1 0.5 0 y -0.5 -1
t = 0.25T
0
1 0.5 0 -0.5 -1
1
t = 0.75T
0
1
y2(x, t) = A sin(ωt – kx)
y1(x, t) = A sin(kx – ωt)
Gambar 146.1 Fungsi gelombang merambatkan gelombang merambat ke arah kanan baik dengan fasa (kx – ωt) maupun (ωt – kx).
147 Tunjukkan dengan gambar bahwa baik y3(x, t) = A sin(kx + ωt) dan y4(x, t) = A sin(–ωt – kx) sama-sama menggambarkan gelombang yang merambat ke kiri. 99
.. 148 Terdapat dua sumber cahaya yang terletak pada posisi A(0, a/2) dan B(0, –a/2). Tentukanlah nilai-niai y di mana terjadi interferensi konstruktif pada titik-titik (L, y). Bila tan θ = y/d tentukanlah pula nilai-nilai tan θ bila θ bernilai kecil. Misalkan sumber cahaya pada kedua titik adalah identik dan sefasa E(t) = E0 sin ωt. Fungsi gelombang oleh sumber A(0, a/2) pada titik (L, y) adalah
(L − 0)2 + ( y − a / 2)2 − ωt
y A (x, t ) = A sin k
(148.1)
dan oleh sumber B(0, –a/2) adalah
(L − 0)2 + ( y + a / 2)2 − ωt
y B (x, t ) = A sin k
.
(148.2)
Superposisi pada titik tersebut menjadi
y ( x, t ) = y A ( x, t ) + y B ( x, t ) k L2 + ( y − a / 2 )2 + k L2 + ( y + a / 2)2 = 2 A sin − ωt ⋅ 2 k L2 + ( y − a / 2)2 − k L2 + ( y + a / 2 )2 . cos 2
(148.3)
Hanya suku dalam fungsi cos yang dapat bernilai maksimum untuk setiap t, sehingga dicari keadaan
k L2 + ( y − a / 2)2 − k L2 + ( y + a / 2)2 cos 2
=1
(148.4)
k L2 + ( y − a / 2) − k L2 + ( y + a / 2) = nπ . 2
(148.5)
( y − a / 2)2 − L + ( y + a / 2 )2 = − ya . 2 2 L2 + ( y − a / 2 ) − L2 + ( y + a / 2 ) = L + 2L 2L 2L
(148.6)
atau 2
2
Selanjutnya
dengan aproksimasi
a±x ≈ a ±
x
(148.7)
2 a bila x << a. Mengingat Persamaan (148.4) adalah fungsi cos maka negatif dari argumennya juga berlaku sehingga Persamaan (148.6) dapat diambil juga nilai ya/2L. Kemudian dengan anggapan bahwa y/L << 1 sehingga y/L = tan θ ~ sin θ. Selanjutnya Persamaan (148.5) dapat dituliskan kembali menjadi 100
ya = nπ 4L 2π a / 2 y ⇒ = nπ λ 2 L 2π a / 2 sin θ = nπ ⇒ λ 2 a ⇒ sin θ n = nλ , n = 0,1, 2, 3, ... 2 k
(148.8)
Kemudian dengan hubungan y/L ~ sin θ dapat dituliskan
a y Lλ = nλ ⇒ y n = n , n = 0,1, 2, 3, ... . 2L a/2
(148.9)
149 Dalam kasus interferensi oleh dua celah sempit yang berjarak d diperoleh rumusan untuk interferensi konstruktif d sin θ = nλ , n = 0,1, 2, ... .
(149.1)
Turunkan persamaan tersebut dengan menggunakan prinsip superposisi gelombang. Dengan melihat Persamaan (148.8) di mana
d=
a , 2
(149.2)
sehingga dapat diperoleh Persamaan (149.1) yang ditanyakan.
150 Turunkan Persamaan (149.1) dengan menggunakan konsep fasor dan asumsi bahwa berkasberkas yang berasal dari kedua sumber cahaya berarah sejajar sehingga beda jarak tempuh antar keduanya memenuhi
∆s = d sin θ . ..
101
(150.1)
XVI 151 Tuliskan sifat-sifat gelombang EM (elektromagnetik) yang merambat dalam vakum. Dalam vakum suatu gelombang EM akan merambat dengan laju c, dengan
c=
1
µ 0ε 0
= 299 792 458 m/s ≈ 3 × 108 m/s ,
(151.1)
medan listrik E dan medan magnetik B selalu tegak lurus, dan keduanya juga tegak lurus dengan arah rambatnya k ,
arah rambat gelombang EM diperoleh dari
E×B k= , E×B
(151.2)
medan listrik E dan medan magnetik B bervariasi secara sinusoida secara sefasa dan dengan frekuensi yang sama. 152 Berikan beberapa contoh bagaimana bentuk vektor medan listrik E dan medan magnetik B (keduanya lengkap dengan fungsi gelombangnya), serta arah rambatnya k dalam koordinat kartesian. Amplitudo medan listrik dan medan magnetik dinyatakan dengan E0 dan B0. Ingatlah bahwa fasa kedua medan tersebut selalu sama. Tabel 152. Medan listrik E dan medan magnetik B serta arah rambatnya k . E
B
Arah rambat
1
E0 sin (kz − ωt )eˆ x
B0 sin (kz − ωt ) eˆ y
z+
2
E0 sin (kz + ωt )eˆ x
B0 sin (kz + ωt )eˆ y
z–
3
E0 sin (kx − ωt ) eˆ y
B0 sin (kx − ωt ) eˆ z
x+
4
E0 sin (kx + ωt ) eˆ y
B0 sin (kx + ωt ) eˆ z
x–
5
E0 sin (ky − ωt )eˆ z
B0 sin (ky − ωt ) eˆ x
y+
6
E0 sin (ky + ωt ) eˆ z
B0 sin (kx + ωt ) eˆ x
y–
153 Terdapat suatu medium dengan permitivas listriknya ε = 8.854187817×10-12 F·m-1 dan permeabilitas magnetik µ = 4π×10-7 H·m-1. Tentukanlah laju rambat gelombang EM yang merambat melalui medium tersebut. Laju rambat gelombang EM dapat diperoleh melalui
102
v=
1
µε
=
(8.854187817 × 10
1 -12
)(
F ⋅ m -1 4π × 10 -7 H ⋅ m -1
)
(153.2)
= 2.997 924 × 10 m ⋅ s s ≈ 3 × 10 m/s, 8
-1
8
yang menunjukkan bahwa medium tersebut sebenarnya adalah vakum. 154 Tentukanlah indeks bias medium yang memiliki ε = 1.992×10-11 F·m-1 dan permeabilitas magnetik µ = 4π×10-7 H·m-1. Dari nilai ε dan µ dapat diperoleh v = 1.999×108 m·s-1 ≈ 2×108 m·s-1. Kemudian dengan menggunakan hubungan
n=
c , v
(154.1)
dapat diperoleh bahwa indeks bias medium n = 1.5. 155 Sebuah gelombang EM memiliki persamaan medan listrik E (z , t ) = 10 sin 1.05 × 10 7 z − 3.14 × 1015 t eˆ x N ⋅ C −1
(
)
(155.1)
dan medan magnetik
(
)
B( z , t ) = 33.3 sin 1.05 × 10 7 z − 3.14 × 1015 t eˆ y nT .
(155.2)
Tentukanlah arah rambat gelombang EM dan besarnya laju rambatnya. Fasa dalam fungsi sin berbeda tanda antara konstanta pada z dan pada t yang menggambarkan bahwa gelombang EM merambat pada arah z+. Besarnya laju rambat dapat diperoleh dari
v=
ω k
=
3.14 × 1015 = 2.99 × 10 8 ≈ 3 × 10 8 m ⋅ s −1 1.05 × 10 7
(155.3)
atau
v=
E 10 = = 3 × 10 8 m ⋅ s −1 . −9 B 33.3 × 10
(155.4)
Perhatikan bahwa amplitudo medan magnetik bukan 33.3 T tetapi 33.3 nT (nano tesla). 156 Tentukanlah vektor Poynting gelombang EM yang memiliki fungsi medan listrik dan medan magnetik seperti pada Persamaan (155.1) dan (155.2). Hi Vektor Poynting
1 1 S= E×B = E (z , t ) × B( z , t )
µ0
(
µ0
)
(156.1)
= 37.4 sin 1.05 × 10 z − 3.14 × 10 t eˆ z W ⋅ m . 2
7
15
2
157 Seberkas cahaya monokromatik dengan panjang gelombang λ dilewatkan pada dua buah celah sempit yang identik dengan jarak antar celah adalah d. Dengan menggunakan prinsip Huygens kedua celah dapat dianggap sebagai dua buah sumber cahaya yang memiliki frekuensi yang sama (monokromatik) dan koheren (sefasa). Tentukanlah syarat interferensi maksimum dan minimum pada layar yang berjarak L dari celah. 103
Interferensi maksimum diberikan oleh
d sin θ = nλ , n = 0,1, 2, 3, ..
(157.1)
dan interferensi minimum
d sin θ = (n +
1 2
)λ ,
n = 0,1, 2, 3, ..
(157.2)
dengan asumsi sudut kecil maka
sin θ ≈ tan θ =
y , L
(157.3)
sehingga posisi garis-garis terang (interferensi maksimum) di layar diberikan oleh
Lλ yn = n , n = 0,1, 2, 3, .. , d
(157.4)
dan
y n = (n +
1 2
) Lλ , d
n = 0,1, 2, 3, .. ,
(157.5)
adalah posisi garis-garis gelap (interferensi minimum) di layar. 158 Tuliskan syarat posisi gelap difraksi oleh celah tunggal yang memilki lebar a apabila berkas cahaya monokromatik dengan panjang gelombang λ dilewatkan padanya. Posisi gelap difraksi diberikan oleh
a sin θ = mλ , m = 1, 2, 3, ..
(158.1)
dengan saat θ = 0 akan memberikan garis terang. Dengan pendekatan sudut kecil dapat diperoleh posisi garis-garis gelap pada layar yang berjarak L dari celah tunggal
Lλ yn = n , n =1, 2, 3, .. d
(158.4)
159 Bila dua buah celah memiliki lebar yang tidak diabaikan maka akan mencul fenomena interferensi-difraksi. Tentukan posisi garis-garis terang yang hilang bila jarak antar celah d dan lebar celah a memilki hubungan d = 5a. Dengan menggunakan Persamaan (157.1) untuk interferensi maksimum dan Persamaan (158.1) untuk garis gelap difraksi dapat diperoleh bahwa garis-garis terang akan hilang saat
sin θ = n ⇒n
λ
λ d
=m
λ a
, n = 0,1, 2, 3, ... m =1, 2, 3, ..
λ
= m , n = 0,1, 2, 3, ... m =1, 2, 3, .. 5a a ⇒ n = 5m, n = 0,1, 2, 3, ... m =1, 2, 3, .
(159.1)
atau saat terang ke-5, ke-10, ke-15, dan seterusnya. 160 Gambarkan intensitas interferensi-difraksi yang memuhi hubungan dalam Persamaan (159.1). 104
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
2
4
6
8
10
0
2
4
6
8
10
0
2
4
6
8
10
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Gambar 160.1 Pola intensitas interferensi oleh dua celah (atas), difraksi oleh satu celah (tengah), dan difraksiinterferensi oleh dua celah (bahwa) untuk λ = 400 nm, d = 2 µm, dan a = 0.4 µm.
Pada Gambar 160.1 sumbu tegak menggambarkan intensitas I / I0 dan sumbu datar menggambarkan d sinθ / λ.
105
XVII 161 Terdapat suatu rangkaian RLC arus bolak-balik dengan R = 20 Ω, L = 10 mH, dan C = 20 µF, yang dihubungkan dengan sumber arus arus befrekuensi tertentu dan arus maksimum Im = 2 A. Tentukanlah frekuensi resonansi fR rangkaian RLC arus bolak-balik tersebut dan gambarkan fasor tegangan dan arusnya untuk lima data pada frekuensi lebih kecil dari fR dan lima data untuk frekuensi lebih besar dari fR. Frekuensi resonansi diperoleh melalui
fR =
1
,
(161.1)
LC
yang akan memberikan nilai 355.88 Hz. Dengan demikian akan digunakan 11 frekuensi yang yang memenuhi
f n = 300 + 10(n − 1), n = 1, 2, ..,11 ,
(161.2)
dengan nilai-nilai fn dinyatakan dalam Hz, yang akan digunakan untuk membuat Gambar 161.3. 3
60
2
40
1
VL(t)
0
I(t)
-3
-2
-1
20
VR(t)
0
1
2
VC(t)
3
V(t)
-1
0 -60
-40
-20
0
20
40
60
-20
-2
-40
-3
-60
Gambar 161.1 Fasor untuk arus I (kiri) dan tegangan-tegangan VR, VL, VC, serta V (kanan) untuk t = 0.125T dan φ0 = 0.
Untuk selanjutnya fasor arus tidak akan digambarkan karena posisinya akan selalu sama dengan fasor VR. Dalam Gambar 161.2 dapat dilihat bahwa dengan perubahan f, yang bila semakin mendekati fR, fasor V akan semakin mendekati VR (Gambar 161.2e) karena resultan dari VL dan VC akan mendekati nol. Semakin jauh f dari fR maka akan semakin besar sudut antara V dan VR. Bila V mendahului VR maka rangkaian bersifat induktif (XL > XC) dan bila V tertinggal dari VR maka rangkaian bersifat kapasitif (XL < XC). Untuk Gambar 161.3 akan digunakan nilai-nilai dari Persamaan (161.2) ditambah dua buah data dari Gambar 161.2a dan 161.2h.
106
60
60
40
40
20
20
0 -60
-40
-20
0 0
20
40
60
-60
-40
-20 -20
-40
-40
-60
60
40
40
20
20
-20
20
40
60
-60
-40
-20
0
-20
-20
-40
-40
60
40
40
20
20
0 20
40
60
-60
-40
-20
0
-20
-20
-40
-40
-60
-60
60
40
40
20
20
-20
20
40
60
20
40
60
(f)
60
0 -40
60
0 0
(e)
-60
40
(d)
60
-20
20
-60
(c)
-40
60
0 0
-60
-60
40
(b)
60
0 -40
20
-60
(a)
-60
0
-20
0 0
20
40
60
-60
-40
-20
0
-20
-20
-40
-40
-60
-60
(g)
(h)
Gambar 161.2 Fasor tegangan-tegangan VR, VL, VC, dan V untuk t = 0.125T dan φ0 = 0 dengan f: (a) 250 Hz, (b) 300 Hz, (c) 320 Hz, (d) 340 Hz, (e) 360 Hz, (f) 380 Hz, (g) 400 Hz, and (h) 450 Hz.
107
70 65
fR induktif
kapasitif
60 VLmax
55
Vmax
V 50
VRmax
45
VCmax
40 35 30 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 f Gambar 161.3 Amplitudo tegangan-tegangan: pada resistor VRmax, induktor VLmax, pada kapasitor VCmax, dan totalnya atau pada sumber Vmax.
Dalam Gambar 161.3 dapat dilihat bahwa saat f < fR tegangan pada kapasitor akan mendominasi (rangkaian bersifat kapasitif) dan saat f > fR tegangan pada induktor akan mendominasi (rangkaian bersifat induktif). Amplitudo tegangan pada resitor VRmax selalu tetap atau tidak bergantung dari frekuensi sumber.
108
CATATAN Pengguna Addiputra, L H Ananda, D S G Aprodita, E Hanif, F Jainuri, D Khairunnisa, F Mazdy, M T B Meliandika, F F Merung, G B H Nugroho, B A Pamungkas, F M Rachma, S Ramadan, D P Syahputra, W D Kontributor Komalasari, S Wulandari, P Viridi, S
109
110