REPRESENTASI MAKROSKOPIK, SUBMIKROSKOPIK DAN SIMBOLIK SISWA KELAS XII DI SEBUAH SMA NEGERI KOTA MALANG TERHADAP SISTEM DAN PRINSIP KERJA SEL ELEKTROKIMIA Nanang Sodikin, Sri Rahayu dan Prayitno Universitas Negeri Malang Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik, (2) pola hubungan di antara ketiga tingkat representasi, dan (3) pola pikir siswa terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis fenomenologi. Subyek penelitian adalah 12 siswa di sebuah SMA Negeri Kota Malang yang dipilih secara purposive sampling. Temuan penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut (1) Hanya siswa golongan atas dan sebagian besar siswa golongan tengah yang mampu merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia secara makroskopik, submikroskopik, dan simbolik dengan benar, (2) Pola hubungan antar tingkat representasi yang sering ditunjukkan oleh siswa adalah hubungan representasi makroskopik-simbolik dan submikroskopiksimbolik, (3) Peneliti juga menemukan tujuh pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta serta tiga pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrolisis. Kata-kata Kunci: representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik, elektrokimia, kualitatif
Ilmu kimia sangat bermanfaat dan berhubungan dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Litell (2007: 7) menyatakan bahwa hampir semua fenomena yang terjadi di dunia ini melibatkan perubahan kimia. Oleh sebab itu, setiap siswa harus mampu memahami semua konsep yang terkandung dalam ilmu kimia. Akan tetapi, mayoritas topik yang dikaji dalam ilmu kimia cenderung bersifat abstrak dan kompleks, seperti proses terjadinya reaksi kimia dan arah pergerakan partikel. Taber (dalam Sirhan, 2007: 3) menyatakan bahwa untuk memahami konsep abstrak dalam ilmu kimia diperlukan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi. Siswa harus mampu menggunakan daya imaginasi dan kreatifitasnya untuk memahami konsep kimia secara utuh. Antar konsep kimia memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika satu konsep tidak dapat dipahami dengan baik dan benar, maka akan menghambat pemahaman konsep berikutnya. Hal ini membuat siswa beranggapan bahwa ilmu kimia adalah ilmu yang sulit dipelajari dan dipahami. Carter & Brickhouse (dalam Nahum, dkk, 2004: 301) menyatakan bahwa banyak siswa yang mendapat kesulitan dalam mempelajari konsep kimia. Nakhleh (1992: 7) menyatakan bahwa kebanyakan siswa tidak berhasil mempelajari kimia karena mereka tidak mampu mengkonstruk pemahaman yang mendasari konsep tersebut. Siswa hanya cenderung mengamati dan memahami sebuah sistem serta menghafal simbolsimbol yang terlibat tanpa mengetahui bagaimana prinsip kerja sistem tersebut. Johnstone (dalam Rahayu, 2011: 669) menyatakan bahwa pemahaman konsep dalam ilmu kimia melibatkan kemampuan merepresentasikan konsep tersebut menggunakan tiga tingkat representasi, yaitu representasi makroskopik,
1
2
submikroskopik, dan simbolik. Tingkat representasi makroskopik berkaitan dengan fenomena yang dapat diamati termasuk pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, contohnya fenomena perkaratan besi. Siswa telah mengetahui bahwa jika besi dibiarkan di udara bebas, maka lama-kelamaan permuakaannya akan berubah warna menjadi coklat kemerahan. Tingkat representasi submikroskopik berkaitan dengan proses yang terjadi pada atom, ion ataupun molekul selama fenomena tersebut terjadi. Fenomena perkaratan besi terjadi karena atom besi bereaksi dengan molekul oksigen yang ada di udara membentuk oksida besi yang berwarna coklat kemerahan. Tingkat representasi simbolik berkaitan dengan penggunaan simbol-simbol seperti persamaan reaksi dan notasi untuk menggambarkan fenomena tersebut. Proses perkaratan besi disimbolkan dengan persamaan reaksi 4Fe(s) + 3O2(g) 2Fe2O3(s). Berdasarkan penjelasan tersebut, kemampuan siswa dalam memahami dan menghubungkan ketiga representasi tersebut dapat membantu siswa dalam memahami konsep kimia dengan benar. Berkaitan dengan materi elektrokimia, hasil penelitian Rahayu (2011) menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa SMA di Indonesia dan di Jepang terhadap materi elektrokimia hanya sebesar 40%. Siswa dapat memahami materi elektrokimia hanya pada tingkat makroskopis saja. Mereka mampu memahami bahwa pada sel volta terjadi reaksi kimia yang dapat menghasilkan arus listrik. Akan tetapi, mereka tidak bisa menjelaskan secara detail bagaimana listrik itu dihasilkan berdasarkan aliran elektron maupun aliran ion. Selain itu, siswa masih bingung dalam menentukan polaritas kedua elektroda, baik pada sel volta maupun sel elektrolisis. Ceyhun (2005) melaporkan bahwa siswa kesulitan dalam menggunakan standar potensial reduksi untuk memprediksikan reaksi yang terjadi dan sebanyak 12% siswa menyatakan bahwa jembatan garam berfungsi sebagai tempat aliran elektron. Ogude (dalam Ceyhun, 2005) melaporkan bahwa siswa dapat mengerjakan soal perhitungan elektrokimia dengan baik tetapi hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan konsep elektrokimia dengan baik dan benar. Garnett dan Treagust (1992) menyatakan bahwa miskonsepsi terbesar dalam elektrokimia adalah mengenai aliran listrik yang terjadi, yaitu: elektron dapat mengalir melalui elektrolit dan jembatan garam bersama anion dan kation, perpindahan ion tidak mempengaruhi arus listrik. Berdasarkan hasil beberapa penelitian tentang pemahaman siswa terhadap konsep elektrokimia menunjukkan bahwa secara umum siswa hanya mampu berada pada tingkat representasi makroskopik, sedangkan tingkat representasi submikroskopik dan simbolik masih lemah. Peneliti bermaksud untuk mengkaji representasi siswa pada tingkat makroskopis, mikroskopis, dan simbolik terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah (1) representasi siswa terhadap konsep elektrokimia pada tingkat (a) makroskopik berkenaan dengan cara perangkaian beserta komponen sel volta dan sel elektrolisis, muatan elektrode dan prinsip kerja sel volta dan sel elektrolisis, (b) submikroskopik berkenaan dengan aliran elektron dan ion selama proses sel volta dan elektrolisis berlangsung serta reaksi yang terjadi pada anode dan katode , (c) simbolik berkenaan dengan penulisan persamaan reaksi yang terjadi pada anode dan katode selama proses sel volta dan elektrolisis berlangsung, notasi sel dan perhitungan potensial sel, (2) pola hubungan antara ketiga tingkat representasi, (3)
3
pola berpikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrokimia. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis fenomenologi. Peneliti berkeinginan untuk menggali pemahaman siswa terhadap konsep elektrokimia yaitu mengenai sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia yang telah dipelajari. Peneliti tidak hanya meninjau hasil representasi atau jawaban akhir siswa, melainkan juga berusaha mengetahui bagaimana cara siswa mengungkapkan pemahaman dan pola berfikirnya dalam merepresentasikan fenomena sel elektrokimia. Peneliti mewawancarai setiap partisipan dengan menggunakan protokol wawancara sebagai acuan pertanyaan-pertanyaan induk yang akan ditanyakan kepada siswa. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat bantu berupa recorder untuk merekam proses wawancara dan kertas sebagai lembar kerja siswa. Penelitian dilakukan di sebuah SMA Negeri Kota Malang yang dianggap mewakili sekolah negeri pada umumnya. Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2012. Sumber data penelitian atau partisipan adalah siswa kelas XII di sebuah SMA Negeri Kota Malang tahun ajaran 2012/2013 yang telah menerima materi elektrokimia yang dipilih secara purposive sampling. Partisipan dipilih berdasarkan tingkat pemahamannya, yaitu tingkat A (golongan siswa atas/pintar), B (golongan siswa tengah/sedang), dan C (golongan siswa bawah/kurang pintar). Pengklasifikasian tersebut diperoleh berdasarkan hasil ujian mereka pada materi elektrokimia yang diberikan oleh guru yaitu tingkat A (86100), B (71-85) dan C (< 70). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh tingkat A sebanyak 3 siswa,tingkat B sebanyak 4 siswa dan tingkat C sebanyak 5 siswa. Setelah wawancara dilakukan, peneliti mentranskrip hasil rekaman wawancara. Transkrip tersebut diidentifikasi dan dianalisis tiap jawaban siswa terkait dengan fenomena dan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Transkrip wawancara akan diverifikasi oleh teman sejawat dan partisipan. Kemudian peneliti akan mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan siswa ke dalam 3 tingkat representasi, yaitu tingkat makroskopik, submikroskopik, dan simbolik serta menganalisis pola hubungan antar tingkat dan pola pikir siswa dalam merepresentasikan siste dan prisnip kerja sel elektrokimia. Setelah dilakukan pengkajian, peneliti akan melakukan triangulasi data dengan penelitian terdahulu yang relevan dan penarikan kesimpulan. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui pemahaman siswa terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Temuan penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut. Representasi Makroskopik, Submikroskopik dan Simbolik Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Setiap siswa memiliki pemahaman yang bervariasi dalam merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Berdasarkan hasil wawancara, ditemukan 2 kategori pemahaman siswa, yaitu: pemahaman komperehensif dan pemahaman parsial. Pemahaman komprehensif artinya siswa mampu merepresen-
4
tasikan sistem dan prinsip kerja sel volta dan sel elektrolisis secara makroskopik, submikroskopik dan simbolik dengan benar. Siswa yang memiliki pemahaman komprehensif terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia yaitu siswa dari golongan A (S3, S7 dan S11). Pemahaman parsial artinya siswa mampu merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel elektrolisis secara makroskopik, submikroskopik dan simbolik, tetapi mereka memiliki beberapa pemahaman yang salah seperti fungsi jembatan garam, penyebab muatan elektrode, aliran ion atau aliran elektron. Siswa yang memiliki pemahaman parsial terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia sebanyak 9 siswa, yaitu siswa dari golongan B (S1, S2, S4 dan S12) dan C (S5, S6, S8, S9 dan S10). Kesalahan pemahaman ini menyebabkan adanya miskonsepsi. Pola Hubungan antar Tingkat Representasi Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Pola hubungan antara ketiga tingkat representasi tersebut, diperoleh berdasarkan 2 indikator berikut, yaitu (1) siswa menjelaskan pemahamannya menggunakan lebih dari satu tingkat representasi; (2) siswa menjelaskan pengaruh representasi terhadap representasi lainnnya. Pola hubungan yang sering ditunjukkan oleh siswa adalah hubungan representasi tingkat submikroskopiksimbolik dan makroskopik-simbolik. Siswa dapat merepresentasikan secara submikroskopik reaksi yang terjadi pada anode dan katode, partikel yang ada dalam larutan serta arah aliran partikel dengan menggunakan gambaran submikroskopik walaupun beberapa siswa memberikan representasi submikroskopik yang salah. Siswa juga mampu menghitung potensial sel volta dan sel elektrolisis dengan benar dan menghubungkannya dengan prinsip kerja sel. Hubungan antar tingkat representasi yang jarang ditunjukkan oleh siswa adalah hubungan representasi tingkat makroskopik-submikroskopik dan hubungan antara ketiga tingkat representasi. Secara umum siswa dapat menghubungkan antar tingkat representasinya, tetapi setiap siswa memiliki pemahaman yang bervariasi sehingga mengakibatkan muncul representasi yang bervariasi pula. Terdapat 4 pernyataan yang menunjukkan hubungan antar tingkat representasi yang dinyatakan oleh seluruh siswa, yaitu: Seluruh siswa menggunakan gambaran submikroskopik untuk merepresentasikan arah aliran partikel pada sel volta secara submikroskopik. Namun, masing-masing siswa memiliki pemahaman yang bervariasi sehingga gambaran submikroskopiknya pun juga bervariasi. Seluruh siswa menuliskan persamaan reaksi untuk merepresentasikan reaksi yang terjadi. Namun satu siswa (S6) memiliki pemahaman bahwa ion Zn2+ akan teroksidasi menjadi Zn, sedangkan logam Cu akan mengalami reduksi menjadi ion Cu2+ yang menempel pada logam Cu. Seluruh siswa menuliskan notasi sel berdasarkan reaksi yang terjadi. Namun satu siswa (S6) memiliki pemahaman bahwa ion Zn2+ akan teroksidasi menjadi Zn, sedangkan logam Cu akan mengalami reduksi menjadi ion Cu2+ yang menempel pada logam Cu sehingga notasi sel yang ia tuliskan juga salah. Seluruh siswa dapat menghitung potensial sel volta dengan benar. Potensial sel volta bernilai positif karena sel volta dapat menghasilkan energi listrik.
5
Pola Berpikir Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Antar siswa memiliki pola pikir yang bervariasi dalam merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Pola pikir siswa dapat diidentifikasi ketika siswa merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel volta dan sel elektrolisis secara submikroskopik, khususnya mengenai aliran elektron. Berikut hasil temuan peneliti mengenai pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrokimia. Pola Pikir Siswa dalam Merepresentasikan Aliran Elektron pada Sel Volta Pola 1 (Satu) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 1 (satu) adalah semua siswa golongan A (S3, S7, S11), 25% siswa golongan B (S4) dan 40% siswa golongan C (S6, S8). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta seperti pola 1 (satu) dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut. e-
Anode
Kabel
e-
e-
Katode
Partikel reduksi
Gambar 1.1 Pola 1: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Volta
Pola 2 (Dua) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola berpikir seperti pola 2 (dua) adalah 25% siswa golongan B (S1). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta seperti pola 2 (dua) dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut. Kabel
Anode
Katode
e-
-
e Anion jembatan garam
e-
Larutan
Larutan
e- Anion jembatan garam
e-
Partikel reduksi Gambar 1.2 Pola 2: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Volta
Pola 3 (Tiga) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 3 (tiga) adalah 25% siswa golongan B (S2) memiliki pola pikir seperti ini. Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta seperti pola 3 (tiga) dapat dilihat pada Gambar 1.3 berikut. Anode
e-
Larutan e-
Larutan Jembatan Garam
e-
Partikel reduksi (katode)
Gambar 1.3 Pola 3: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Volta
Pola 4 (Empat) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 4 (empat) adalah 20% siswa golongan C (S9). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan
6
aliran elektron pada sel volta seperti pola 4 (empat) dapat dilihat pada Gambar 1.4 berikut. Kabel Anode
Partikel reduksi Larutan
Larutan
e-
Kation Jembatan Garam
-
e
Jembatan Garam
(katode)
Gambar 1.4 Pola 4: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Volta
Pola 5 (Lima) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 5 (lima) adalah 20% siswa golongan C (S5). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta pola 5 (lima) dapat dilihat pada Gambar 1.5 berikut. Partikel reduksi Anode
e-
Katode
e-
e-
Larutan
Kation jembatan garam Gambar 1.5 Pola 5: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Volta
Pola 6 (Enam) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 6 (enam) adalah 20% siswa golongan C (S10). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta seperti pola 6 (enam) dapat dilihat pada Gambar 1.6 berikut. Anode Kation jembatan garam
Katode
e-
e-
Larutan
Larutan
-
e
Kabel
Kation
e-
garam ejembatan
Partikel reduksi
Gambar 3.8 Pola 6: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Volta
Pola 7 (Tujuh) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 7 (tujuh) adalah 25% siswa golongan B (S12). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta seperti pola 7 (tujuh) dapat dilihat pada Gambar 1.7 berikut. e
Kabel Anode
Larutan
Larutan
-
e-
Jembatan Garam
e
Partikel reduksi
(katode)
Gambar 1.7 Pola 7: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Volta
7
Pola Pikir Siswa dalam Merepresentasikan Aliran Elektron pada Sel Elektrolisis Pola 1 (Satu) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 1 (satu) adalah semua siswa golongan A (S3, S7, S11) dan 40% siswa golongan C (S6, S8). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrolisis seperti pola 1 (satu) dapat dilihat pada Gambar 1.8 berikut. Anode
Kabel
e-
Baterai
e-
Katode
e-
Partikel reduksi
Gambar 1.8 Pola 1: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Elektrolisis
Pola 2 (Dua) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 2 (dua) adalah 50% siswa golongan B (S1,S12). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrolisis seperti pola 2(dua) dapat dilihat pada Gambar 1.9 berikut. Kabel
e-
Baterai
eKatode
Anode
Larutan
Partikel reduksi
Gambar 1.9 Pola 2: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Elektrolisis
Pola 3 (Tiga) Siswa yang memiliki pola berpikir seperti pola 3 (tiga) adalah 50% siswa golongan B (S2, S4) dan 60% siswa golongan C (S5, S9, S10). Gambaran pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrolisis seperti pola 3(tiga) dapat dilihat pada Gambar 1.10 berikut. Anode
e-
Larutan
e-
Partikel reduksi
(Katode)
Gambar 1.10 Pola 3: Pola Pikir Siswa mengenai Aliran Elektron pada Sel Elektrolisis
PEMBAHASAN Representasi Makroskopik, Submikroskopik dan Simbolik Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Berdasarkan hasil penelitian, setiap siswa memiliki pemahaman yang bervariasi dalam merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Berikut akan dibahas mengenai representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik siswa terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Representasi Makroskopik Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Berdasarkan hasil penelitian tentang representasi makroskopik siswa terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar siswa dapat merepresentasikan sel elektrokimia pada tingkat makroskopik dengan benar ditinjau dari cara perangkaian beserta komponen dalam sel volta dan sel elektrolisis, kutub elektrode, fungsi jembatan garam,
8
fungsi baterai serta prinsip kerja sel elektrokimia. Semua siswa mampu mereprentasikan prinsip kerja dan perangkaian sel elektrokimia dengan benar. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Winarko (2011) yang menyatakan bahwa hanya sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami prinsip dasar sel elektrokimia (12,2%) dan fungsi komponen (14,6%). Semua siswa mampu merepresentasikan bahwa jembatan garam berfungsi untuk menetralkan muatan listrik. Namun, setiap siswa memberikan representasi yang bervariasi dalam memahami prinsip kerja jembatan garam. Hal ini timbul karena siswa tidak memahami prinsip kerja sel elektrokimia secara submikroskopik dengan benar. Sebagian besar siswa dapat merepresentasikan kutub elektrode pada sel volta dan sel elektrolisis dengan benar. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahayu (2011) yang menyatakan bahwa 87,7% siswa Indonesia dapat menjawab dengan benar tentang kutub elektrode. Namun, sebanyak 50% siswa golongan B dan 20% siswa golongan C memiliki pemahaman yang salah terhadap penyebab kutub pada elektrode, sedangkan 60% siswa golongan C tidak mampu menjelaskan penyebab kutub pada elektrode. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami proses submikroskopik yang terjadi pada sel volta dengan benar. Selain itu, semua siswa mampu merepresentasikan kutub elektrode pada sel elektrolisis. Namun, semua siswa tidak mampu merepresentasikan penyebab kutub pada elektrode. Hal ini karena mereka tidak memahami fungsi baterai sebagai sumber elektron. Representasi Submikroskopik Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Berdasarkan hasil penelitian tentang representasi submikroskopik siswa terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar siswa dapat membuat gambaran submikroskopik sel volta dan sel elektrolisis mendekati keadaan sebenarnya. Namun, sebanyak 60% siswa golongan C memberikan representasi yang salah terhadap ionisasi larutan. Semua siswa memberikan representasi yang bervariasi dalam merepresentasikan aliran ion dan elektron pada sel elektrokimia. Selain itu, hanya siswa golongan A (S3, S7, S11) yang mampu menjelaskan adanya kompetisi antar partikel dalam sel elektrolisis untuk tereduksi dan teroksidasi. Secara umum, siswa mendapat kesulitan dalam merepresentasikan aliran ion dan elektron secara submikroskopik, sehingga timbul berbagai kesalahan pemahaman. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Winarko (2011) yang menyatakan bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami proses aliran elektron dan ion pada sel volta (58,5%%) serta proses aliran elektron dan ion pada sel elektrolisis (45,13%), sedangkan hasil penelitian Rahayu (2011) menyatakan bahwa hanya sekitar 40% siswa Indonesia memahami konsep sel elektrokimia dengan benar. Representasi Simbolik Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Berdasarkan hasil penelitian tentang representasi simbolik siswa terhadap konsep sel elektrokimia dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh siswa dapat menuliskan persamaan reaksi dengan benar disertai dengan gambaran submikroskopik untuk menjelaskan representasi submikroskopiknya. Hanya ada satu siswa dari golongan C (S6) yang salah menuliskan persamaan reaksi karena
9
ia memiliki kesalahan pemahaman tentang representasi submikroskopiknya. Semua siswa dapat menuliskan notasi sel dengan benar. Semua siswa juga mampu menghitung potensial sel dengan benar walaupun pada awalnya 40% siswa golongan C (S5, S6) menganggap bahwa potensial sel pada sel volta dan sel elektrolisis bernilai positif. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Winarko (2011) yang menyatakan bahwa sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam menuliskan reaksi pada sel elektrokimia (19,5%) serta menghitung potensial sel (9,8%). Pola Hubungan antar Tingkat Representasi Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Pola hubungan yang sering ditunjukkan oleh siswa adalah hubungan representasi tingkat submikroskopik-simbolik dan makroskopik-simbolik. Siswa dapat merepresentasikan secara submikroskopik reaksi yang terjadi pada anode dan katode, partikel yang ada dalam larutan serta arah aliran partikel dengan menggunakan gambaran submikroskopik. Setiap siswa merasa lebih mudah menjelaskan representasi submikroskopik dengan cara menggambar, sehingga siswa tidak berpikir abstrak. Bahkan, ada beberapa siswa yang meralat jawabannya ketika mereka membuat gambaran submikroskopik, khususnya dalam merepresentasikan kutub elektrode dan aliran elektron. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu menghubungkan antara representasi submikroskopik dengan simboliknya. Namun, ada beberapa siswa, khususnya siswa golongan B (tengah/sedang) dan C (bawah/kurang pintar) memiliki pemahaman yang salah dalam merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia secara submikroskopik, sehingga representasi simboliknya pun juga salah. Selain itu, seluruh siswa mampu menghitung potensial sel volta dan sel elektrolisis dengan benar dan menghubungkannya dengan prinsip kerja sel. Seluruh siswa mampu merepresentasikan bahwa potensial sel volta bernilai positif karena sel volta dapat menghasilkan energi listrik. Seluruh siswa juga mampu menghitung potensial sel pada sel elektrolisis dan mendapatkan nilai negatif karena sel elektrolisis membutuhkan listrik. Namun, ada 2 siswa (S5, S6) mengangap bahwa potensial sel selalu bernilai positif. Mereka merasa bingung ketika potensial sel elektrolisis yang telah dihitung bernilai negatif. Mereka menganggap bahwa sel volta dan sel elektrolisis selalu berkebalikan, sehingga potensial sel volta bernilai positif, sedangkan potensial sel elektrolisis bernilai negatif. Hubungan antar tingkat representasi yang jarang ditunjukkan oleh siswa adalah hubungan representasi tingkat makroskopik-submikroskopik dan hubungan antara ketiga tingkat representasi. Siswa merasa kesulitan untuk menghubungkan antara representasi makroskopik dengan submikroskopiknya. Seluruh siswa mampu memahami sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia secara makroskopik. Namun, setiap siswa merasa kesulitan ketika merepresentasikan sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia secara submikroskopik. Bahkan, ada beberapa siswa meralat jawabannya karena representasi makroskopik yang telah dimiliki tidak sejalan dengan representasi submikroskopiknya, sehingga menimbulkan konsepsi yang bervariasi. Hal ini disebabkan siswa hanya mampu memahami sel elektrokimia secara makroskopik tanpa mengetahui bagaimana sel elektrokimia bekerja secara submikroskopik. Hanya siswa golongan A (atas/pintar) yang mampu menghubungkan ketiga tingkat representasi ketika menjelaskan prinsip
10
kerja sel volta dan sel elektrolisis. Namun, seluruh siswa tidak memahami fungsi baterai sebagai sumber elektron. Miskonsepsi Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Berdasarkan hasil penelitian, peneliti juga menemukan beberapa miskonsepsi yang ditunjukkan oleh siswa. Miskonsepsi ini terjadi karena siswa tidak memahami sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia dengan benar, sehingga menimbulkan berbagai alternatif konsepsi. Miskonsepsi yang ditemukan peneliti akan dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan. Tujuan pembandingan hasil penelitian ini untuk mengetahui apakah temuan yang diperoleh peneliti juga pernah ditemukan oleh peneliti lain. Hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan pembanding adalah hasil penelitian Garnet dan Treagust (1992) dan Sanger dan Greenbowe (1997). Kedua penelitian tersebut mengkaji tentang pemahaman siswa terhadap sel volta dan sel elektrolisis. Hasil temuan peneliti yang juga ditemukan oleh kedua peneliti tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Miskonsepsi Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elekrokimia Hasil Temuan Peneliti yang juga Ditemukan oleh Garnet, Treagust, Sanger dan Greenbowe No. Pernyataan Sistem dan Prinsip Kerja Sel Volta Elektron dapat mengalir ke larutan karena tertarik oleh ion positif larutan. (Garnet & 1b. Treagust) Elektron dapat mengalir melalui larutan. (Garnet & Treagust) 2e. Reaksi oksidasi dan reduksi pada sel volta dapat terjadi secara sendiri-sendiri. (Garnet 7. & Treagust) 10a. Elektron mengalir dari katode ke anode melalui jembatan garam. 10b. Anion jembatan garam akan menerima elektron dan bersama-sama mengalir ke anode (Sanger & Grenbowe) 10e. Elektron dapat mengalir melalui larutan dan jembatan garam tanpa tarikan dari ion. (Sanger & Grenbowe) 10f. Hanya anion jembatan garam yang berperan dalam menetralkan muatan listrik pada kedua larutan. (Sanger & Grenbowe) Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrolisis 12b. Tidak terjadi reaksi pada permukaan elektrode inert. (Garnet & Treagust) 13c. Potensial sel elektrolisis bernilai positif. (Garnet & Treagust)
Miskonsepsi siswa hasil temuan peneliti yang tidak ditemukan oleh kedua peneliti tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 1.2 Miskonsepsi Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elekrokimia Hasil Temuan Peneliti yang Tidak Ditemukan oleh Garnet, Treagust, Sanger dan Greenbowe No. Pernyataan Sistem dan Prinsip Kerja Sel Volta Pada sel volta, elektrode dan larutan harus mengandung unsur yang sama, sehingga 1. bisa bereaksi dan menghasilkan listrik. Pada sel volta, anode menjadi kutub negatif karena kelebihan elektron, sedangkan 2. katode menjadi kutub positif karena menarik kation larutan. Pada sel volta, anode menjadi kutub negatif karena menangkap elektron dari anion 3.
11 Lanjutan Tabel 1.2 Miskonsepsi Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elekrokimia Hasil Temuan Peneliti yang Tidak Ditemukan oleh Garnet, Treagust, Sanger dan Greenbowe 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
larutan, sedangkan katode menjadi kutub negatif karena memberikan elektron ke kation larutan. Pada sel volta, anode menjadi kutub negatif karena menangkap elektron dari katode, sedangkan katode menjadi kutub positif karena melepas elektron ke anode. Pada sel volta, anode menjadi kutub negatif karena menerima kation dari katode dan katode menjadi kutub negatif karena memberikan kation ke anode. Pada sel volta, kelebihan kation di anode akan mengalir ke katode dan kelebihan anion di katode akan mengalir ke anode melalui jembatan garam. Pada sel volta, kelebihan kation di anode akan dinetralkan oleh ion negatif jembatan garam sedangkan kelebihan elektron di katode akan dinetralkan oleh kation jembatan garam. Di wadah katode akan kelebihan ion negatif, sehingga ion negatif tersebut akan mendesak dan menggantikan ion negatif jembatan garam. Ion negatif jembatan garam akan mengalir ke anode menetralkan kelebihan ion positif di anode. Pada notasi sel, vertikal dua menandakan jembatan garam, sedangkan vertikal satu menandakan perubahan reaksi. Pada notasi sel, vertikal dua itu menandakan jembatan garam, sedangkan vertikal satu menandakan pemisah antara elektrode dan larutannya. Yang perlu ditulis pada notasi sel hanya zat yang terlibat dalam reaksi.
Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrolisis 12. Pada sel elektrolisis, anode menjadi kutub positif karena dihubungkan dengan kutub positif baterai sedangkan katode menjadi kutub negatif karena dihubungkan dengan kutub negatifnya baterai. Pada sel elektrolisis, elektron akan mengalir dari anode ke katode melalui larutan. 13. Kutub elektrode pada sel elektrolisis merupakan kebalikan dari kutub elektrode pada 14. sel volta. Pada sel volta anode menjadi kutub negatif, katode menjadi kutub positif, sedangkan pada sel elektrolisis anode menjadi kutub positif sedangkan katode menjadi kutub negatif. Pada sel elektrolisis, jenis elektrode tidak mempengaruhi reaksi yang terjadi. 15. Kutub positif baterai berfungsi memberi muatan positif pada anode sedangkan kutub 16. negatif baterai berfungsi untuk memberikan muatan negatif pada katode. Kutub positif baterai berfungsi menarik elektron dari anode ke katode sedangkan kutub 17. negatif baterai berfungsi untuk mendorong elektron dari anode ke katode.
Pola Berpikir Siswa terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia Berdasarkan hasil penelitian, setiap siswa memiliki pola pikir yang bervariasi dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrokimia. Peneliti menemukan 7 pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta dan 3 pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrolisis. Pola pikir siswa yang benar mengenai aliran elektron pada sel volta ditunjukkan oleh pola 1 yang dapat dilihat pada Gambar 1.1, sedangkan pada sel elektrolisis ditunjukkan oleh pola 1 yang dapat dilihat pada Gambar 1.8. Pola 1 pada sel volta menunjukkan bahwa elektron yang berasal dari hasil oksidasi di anode kemudian mengalir melalui kabel menuju katode dan langsung ditangkap oleh partikel yang tereduksi di elektrode katode. Pola 1 ditunjukkan oleh semua siswa golongan A (S3, S7, S11), 25% siswa golongan B (S4) dan 40% siswa golongan C (S6, S8). Hal ini menunjukkan bahwa hanya 50% siswa yang mampu memahami aliran elektron pada sel volta dengan benar bahwa elektron tidak dapat mengalir ke larutan, sedangkan 50% siswa yang lain memiliki
12
pemahaman yang salah mengenai aliran elektron pada sel volta. Kesalahan pemahaman tersebut dapat menimbulkan miskonsepsi. Pola 1 pada sel elektrolisis menggambarkan bahwa elektron yang berasal dari hasil oksidasi di anode mengalir akan mengalir melalui kabel menuju katode dan langsung ditangkap oleh partikel yang tereduksi di elektrode katode. Pola 1 ditunjukkan oleh semua siswa golongan A (S3, S7, S11) dan 40% siswa golongan C (S6, S8). Hal ini menunjukkan bahwa hanya 40% siswa yang mampu memahami aliran elektron pada sel elektrolisis dengan benar bahwa elektron tidak dapat mengalir ke larutan, sedangkan 60% siswa yang lain memiliki pemahaman yang salah mengenai aliran elektron pada sel elekrolisis. Namun, semua siswa tidak memahami fungsi baterai sebagai sumber elektron. Semua siswa hanya memahami secara makroskopik bahwa baterai memberikan muatan kepada elektrode, sehingga reaksi dapat berlangsung. Berdasarkan pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrokimia, dapat disimpulkan bahwa hanya 50% siswa mampu memahami aliran elektron pada sel elektrokimia dengan benar. Hal ini disebabkan siswa tidak mampu memahami sel elektrokimia secara submikroskopik dengan benar, sehingga timbul berbagai pola pikir dan konsepsi. Sebanyak 50% siswa menganggap bahwa elektron dapat mengalir melalui larutan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Garnet dan Treagust (1992) yang menyatakan bahwa miskonsepsi terbesar dalam konsep elektrokimia adalah siswa tidak memahami aliran elektron pada sel elektrokimia. PENUTUP Kesimpulan Representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik siswa terhadap sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia, yaitu: (1) sebagian besar siswa dapat merepresentasikan sel elektrokimia pada tingkat makroskopik ditinjau dari cara perangkaian beserta komponen dan kutub elektrode pada sel volta dan sel elektrolisis dengan benar, (2) semua siswa memberikan representasi yang bervariasi dalam merepresentasikan aliran ion dan elektron pada sel volta dan sel elektrolisis, sehingga ditemukan beberapa miskonsepsi yang ditunjukkan oleh siswa, (3) seluruh siswa mampu menuliskan persamaan reaksi dengan benar disertai dengan gambaran submikroskopik untuk menjelaskan representasi submikroskopiknya. Semua siswa golongan A (S3, S7, S11) memiliki pemahaman komprehensif mengenai sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia, sedangkan siswa golongan B dan C memiliki pemahaman parsial mengenai sistem dan prinsip kerja sel elektrokimia. Mereka tidak paham dalam hal fungsi jembatan garam, muatan elektrode, aliran ion atau aliran elektron. Pola hubungan yang sering ditunjukkan oleh siswa adalah hubungan representasi tingkat submikroskopik-simbolik dan makroskopik-simbolik. Hubungan yang jarang ditunjukkkan oleh siswa adalah hubungan representasi makroskopik-submikroskopik dan hubungan ketiga tingkat representasi. Selain itu, seluruh siswa memiliki pola pikir yang bervariasi. Hasil penelitian menemukan 7 pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel volta serta 3 pola pikir siswa dalam merepresentasikan aliran elektron pada sel elektrolisis.
13
Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka akan dipaparkan beberapa saran yang dapat disampaikan peneliti sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. Saran-saran tersebut yaitu (1) siswa kesulitan merepresentasikan sel elektrokimia pada tingkat submikroskopik sehingga guru perlu mengajak siswa untuk melakukan percobaan secara makroskopik kemudian memberikan video animasi yang dapat menjelaskan konsep sel elektrokimia secara submikroskopik serta menunjukkan representasi simbolik dari fenomena tersebut (2) guru disarankan dalam proses pembelajaran menekankan pembahasan tentang aliran ion dan elektron secara mendalam untuk menghindari kesalahan konsep tersebut, (3) hasil penelitian ini masih terbatas pada 12 orang sehingga diperlukan penelitian lebih luas untuk memperkaya hasil temuan dengan masalah yang sama (4) penelitian yang telah dilakukan masih memiliki banyak kelemahan, khususnya dalam proses wawancara dan protokol wawancara yang digunakan sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan mempersiapkan secara matang wawancara yang akan dilakukan dan memperinci protokol wawancara yang akan digunakan agar proses wawancara dan hasil yang diperoleh lebih maksimal. DAFTAR RUJUKAN Ceyhun, I. & Karagolge, Z. 2005. Chemistry Student’s Misconception in Electrochemistry. Australian Journal of Education Chemistry, 65 (4): 6580. Garnett, P.J & Treagust, D,F. 1992. Conceptual Difficulties Experienced by Senior High School of Electrochemistry: Electrochemical (Galvanic) and Electrolytic Cells. Journal of Research In Science Teaching, 29 (10): 1079-1098. Little, M.D. 2007. World of Chemistry. Boston: Houghton Mifflin Company. Nahum. T.L., Hofstein, A., Naaman, R.M., & Bardov, Z. 2004. Can Final Examination Amplify Students’ Misconception in Chemistry? Chemistry Education: Research and Practice, 5 (3): 301-325. Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Students Don’t Learn Chemistry: Chemical Misconceptions. Journal of Chemical Education, 69 (3): 191-196. Rahayu, S., Treagust, D.F., Chandrasegaran, A.L., Kita, M., dan Ibnu, S. 2011. Assesment of Electrochemical Concept: A Comparative Study Involving Senior High-School Student in Indonesia and Japan. Research in Science & Technological Education, 29 (2): 167-185. Rahayu, S & Kita, M. 2011. An Analysis of Indonesia and Japanese Students’ Understandings of Macroscopic and Submicroscopic Levels of Representing Matter and Its Changes. International Journal of Science and Mathematics Education, 32 (8): 667-688. Sanger, M.J & Greeenbowe, T,J. 1996. Common Student Misconceptions in Electrochemistry: Galvanic, Elctrolytic, and Concentration Cells. Journal of Research In Science Teaching, 34 (4): 377-398. Sirhan, G. 2007. Learning Difficulties in Chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science Education, 4 (2): 2-20. Winarko, S.H. 2011. Analisis Pemahaman Siswa Kelas XII IPA di SMAN 1 Talun Kabupaten Blitar Terhadap Materi Elektrokimia.Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.