perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh : Emusti Rivasintha.M S861008010
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)
Disusun oleh Emusti Rivasintha Marjito S861008010
Telah disetujui oleh tim pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Suyatno Kartodirjo NIP : 130324012 Pembimbing II Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum. NIP : 195907081986012001
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Dr. Hermanu Joebagyo, M.Pd NIP : 195603031986031001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH (Studi Kasus Di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)
Disusun oleh
Emusti Rivasintha. M S861008010
Telah disetujui oleh tim penguji
Jabatan
Nama
Ketua
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd
Sekretaris
Dr. Warto, M.Hum
Anggota Penguji 1.
Dr. Suyatno Kartodirdjo
2.
Tanda Tangan
Dra. Sutiyah, M.Pd, M.Hum
Mengetahui Ketua Prodi
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd
Pendidikan Sejarah
NIP 195603031986031001
Direktur Program
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S
Pascasarjana
NIP 196107171986011001
commit to user
Tanggal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Emusti Rivasintha Marjito Nim
: S861008010
Menyatakan dengan sesunguhnya bahwa tesis yang berjudul “Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara)” adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini. Surakarta, Januari 2012 Yang Memuat Pernyataan
Emusti Rivasintha Marjito
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Bismillahirrohmanirohim, v “…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu Dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS AL-Mujadilah : 11) v Kita terlahir bukanlah untuk membaca dan menghapal sejarah orang lain saja. Tetapi kita tercipta untuk membuat sejarah tentang diri kita sendiri !!!
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan segala kecintaanku Kepada-Mu Ya Robbi, Kupersembahkan Karya dan Hasil Perjuanganku untuk : v Papah dan Mamah tersayang, terima kasih atas segala semangat dan doa yang telah diberikan v Suamiku Karel Juniardi, terima kasih atas Motivasi dan dorongan yang tak habis-habisnya agar studi ini terselesaikan v Kakak dan Adikku (Endhang Nilaprapti. M dan Prayogi Pujazuli Erlangga) v Lembaga STKIP PGRI Pontianak Terima kasih atas segala dukungan ,doa, cinta, dan semangat yang telah diberikan Semoga Allah SWT membalasnya dengan segala kebaikkan di Syurga
Amin Yaa Robbalallamin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan yang Maha Kuasa, yang dengan rahmatNya tesis dengan judul “Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)” telah diselesaikan. Disadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, keberhasilan bukan sematamata diraih oleh penulis, melainkan diraih berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan tesis ini. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Prof. Dr. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian. 2. Dr. Hermanu Joebagyo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan dukungan yang berharga dalam penyusunan tesis ini. 3. Dr. Suyatno Kartodirdjo, selaku penasehat Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I tesis yang memberikan motivasi dan petunjuk dalam penyusunan tesis ini. 4. Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus pembimbing II tesis, atas masukan-masukan yang sangat berharga, koreksikoreksi yang kritis, dan bimbingan dengan penuh kesabaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Dosen-dosen pengampu mata kuliah pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan. 6. Lembaga STKIP-PGRI Pontianak yang memberikan dukungan dan dorongan demi selesainya studi ini. 7. Kepala Dinas Pendidikan Kota Singkawang beserta jajarannya yang telah memberikan ijin penelitian guna mempermudah pengumpulan data di lapangan. 8. Kepala Sekolah dan para guru SMP Negeri 8 dan 12 Singkawang yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 9. Teman-tema pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta terutama angkatan 2010 dan 2011 atas kekompakan dan nasehat-nasehatnya pada penulis. 10. Kedua orang tuaku, suamiku tercinta yang telah memberikan motivasi dan dorongan sampai terselesaikannya tesis ini. Pada penyusunannya, tesis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat dibutuhkan sebagai upaya perbaikan. Surakarta,
Januari 2012
Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PEMBIMBING ………………………………………………..
i
SURAT PERNYATAAN ………………………………………………………..
ii
MOTTO …………………………………………………………………………..
iii
PERSEMBAHAN ………………………………………………………………..
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………
ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………
x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….
xi
ABSTRAK ………………………………………………………………………
xii
ABSTRAC ………………………………………………………………………
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………………………………...
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………..
6
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………….
6
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………..
7
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori ………………………………………………………………
8
1. Pendidikan Karakter ………………………………………………….
8
2. Integrasi Pendidikan Karakter ………………………………………..
20
3. Pembelajaran IPS Sejarah ……………………………………………
21
B. Penelitian Yang Relevan …………………………………………………
30
C. Kerangka Pikir ……………………………………………………………
31
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………………..
36
B. Bentuk dan Strategi Penelitian …………………………………………… 37
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Sumber Data ……………………………………………………………… 38 D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………….. 39 E. Teknik Cuplikan ………………………………………………………….
41
F. Validitas Data …………………………………………………………….. 42 G. Teknik Anilisis ……………………………………………………………. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Latar ……………………………………………………….. 46 2. Sajian Data …………………………………………………………… 57 B. Pokok-pokok Temuan 1. Materi Pendidikan Karakter dalam Materi Pembelajaran IPS Sejarah ..118 2. Kegiatan Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan Karakter …………………………………………118 3. Penilaian yang Dilakukan Guru Sejarah dalam Pembelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan Karakter …………………………. 119 C. Pembahasan ……………………………………………………………… 120 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ……………………………………………………………….
138
B. Implikasi ……………………………………………………………….
139
C. Saran ……………………………………………………………………
141
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….
143
LAMPIRAN ……………………………………………………………………
146
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel :
Hlm
1. Jadwal Kegiatan Penelitian …………………………………………….
37
2. Nama Kelurahan di Kecamatan Singkawang Utara Tahun 2007/2008…
46
3. Identitas Guru IPS Sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara ………..
52
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar :
Hlm
1. Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………….
35
2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ………….
45
3. Guru Memeriksa Kerapihan dan Kebersihan Kelas………………
82
4. Suasana Diskusi yang Ramai…………………………………….
85
5. Guru Mengawasi Peserta Didik dalam Kelompok……………….
86
6. Kelompok Mempresentasikan Hasil Diskusi ……………………
86
7. Gaya Guru dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme ……….
90
8. Gaya Guru Bercerita di depan Kelas …………………………….
91
9. Guru Melempar Pertanyaan Saat Diskusi ………………………..
94
10. Guru Memantau Peserta didik Berdiskusi dengan Duduk di Belakang …………………………………………………….
103
11. Guru Memperhatikan Ruangan Kelas ………………………….
111
12. Peserta didik Mengerjakan Tugas secara berkelompok ……….
111
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
Hlm
1. Pedoman Wawancara dan Observasi ………………………………….
146
2. Daftar Informan ……………………………………………………….
153
3. Contoh Silabus, RPP, dan Materi Ajar ………………………………..
155
4. Tugas Peserta Didik ……………………………………………………
184
5. Dokumentasi Penelitian ……………………………………………….
248
6. Surat Izin Penelitian …………………………………………………..
261
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Emusti Rivasintha. M, S861008010. 2012. Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang). Tesis: Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Komisi Pembimbing I: Dr. Suyatno Kartodirdjo dan pembimbing II : Dra. Sutiyah, M.Pd, M.Hum. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang (1) Muatan materi pendidikan karakter dalam materi pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang; (2) Kegiatan pembelajaran mata pelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter; (3) Penilaian yang dilakukan guru sejarah dalam pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri Singkawang Utara, yaitu di SMP N 8 dan SMP N 12 Singkawang, dengan menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data terdiri atas informan (guru-guru IPS sejarah dan peserta didik), dokumen (silabus dan RPP) serta tempat dan peristiwa (kelas dan kegiatan pembelajaran). Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen. Validitas data menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Analisis data menggunakan analisis interaktif dengan tiga tahapan analisis, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Muatan materi pendidikan karakter seperti nasionalisme, rela berkorban, pantang menyerah, demokrasi, dan cinta tanah air tersirat dalam materi pembelajaran IPS sejarah yang diuraikan pada uraian pokok materi ; (2) Kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter dilakukan dengan menyisipkan nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran misalnya pada saat diskusi guru menanamkan sikap kerja sama dan tanggungjawab; (3) Penilaian yang dilakukan guru dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter baru mengarah pada kognitif. Kata Kunci
: Materi pendidikan karakter, pembelajaran IPS sejarah, SMP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Emusti Rivasintha. M, S861008010. 2012. Character Education Material Content In History Social Studies Learning (A Case Study on SMP Negeri Singkawang Utara of Singkawang City). Thesis: History Education Study Program, Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University. First Consultant Commission: Dr. Suyatno Kartodirjo and Second Consultant: Dra. Sutiyah, M.Pd, M.Hum. This research aims to describe (1) the character education material content in History Social Study learning material in Public Junior High Schools in Singkawang Utara of Singkawang City; (2) learning activity of History Social Study learning material in Public Junior High Schools in Singkawang Utara of Singkawang City containing character education; (3) the assessment the history teacher does in History Social Study learning in Public Junior High Schools in Singkawang Utara of Singkawang City containing character education. This study was taken place in the in Public Junior High Schools in Singkawang Utara, namely in SMP N 8 and SMP N 12 Singkawang, using a qualitative method with a single embedded case study. The data source consisted of informant (teachers of history social study and students), document (syllabus and RPP) as well as place and event (class and learning activity). Technique of collecting data used was in-depth interview technique, observation, and document analysis. Data validity used data triangulation and method triangulation. The data analysis was done using an interactive analysis encompassing three stages of analysis: data reduction, data display, and conclusion drawing/verification. The result of research concluded that: (1) the character education material content such as nationalism, self-sacrifice, never surrender, democracy, and love to the homeland was implied in the History Social Study elaborated in the main elaboration of material; (2) the activity of History Social Study learning containing character education was done by inserting the character values into learning activities, for example, during discussion, the teacher instilled the cooperative and responsible attitude; (3) the assessment the teacher did in History Social Study containing character education still focused on the cognitive aspect. Keywords: Character education material, History Social Study learning, Junior High School.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 Undang-undang tersebut secara tegas dinyatakan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan disetiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal itu berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik, sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Jika diperhatikan dengan seksama potensi peserta didik yang harus dikembangkan tersebut berkaitan erat dengan pembentukan karakter bangsa. Ironisnya praktik pendidikan di sekolah-sekolah lebih banyak menekankan pada aspek kecerdasan intelektual. Pembentukan dan pengembangan karakter peserta didik kurang pendapat porsi yang memadai. Pendidikan karakter di sekolah sekarang ini lebih banyak pada aspek pengetahuan untuk memahami norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendidikan karakter di sekolah yang dapat berjalan sebagaimana mestinya, akan mengantarkan setiap peserta didik bukan hanya berkembang dalam hal perilaku moral atau karakternya saja tetapi berdampak juga pada perkembangan akademisnya. Pernyataan ini didasari pada dua alasan. Pertama, jika program pendidikan karakter di sekolah mengembangkan kualitas hubungan antara guru dan peserta didik, serta hubungan antara peserta didik dengan orang lain, maka secara tidak langsung akan tercipta lingkungan yang baik untuk mengajar dan belajar. Kedua, pendidikan karakter juga mengajarkan kepada peserta didik tentang kemampuan dan kebiasaan bekerja keras serta selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam proses belajar mereka (Lickona, 2004). Karakter yang dibangun pada peserta didik tidak semata-mata tugas guru atau sekolah. Mengingat peserta didik beraktivitas tidak hanya di sekolah, melainkan juga menghabiskan waktu di rumah dan sekaligus menjadi anggota masyarakat yang merupakan bagian dari warga negara Indonesia. Dengan tercapainya pendidikan karakter yang berhasil di sekolah, tidaklah logis jika tuntutan itu hanya dialamatkan pada peserta didik. Tanggung jawab yang seharusnya lebih besar lagi justru terletak pada guru yang dalam hal ini adalah guru sejarah, karena bagaimana pun setiap peserta didik yang dibina akan melihat contoh nyata pelaksanaan karakter yang diajarkan. Oleh sebab itu, guru harus menjadi teladan atau pelaku pertama dari karakter yang diajarkan kepada setiap peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan formal menunjuk pada pendidikan sistem persekolahan yang sudah terstandarisasi secara legal formal. Berdasarkan jenjangnya, lama belajar, paket kurikulum, persyaratan unsur-unsur pengelolaannya, persyaratan usia dan tingkat pengetahuan dan prosedur hasil evaluasi belajar. Pendidikan formal juga merujuk pada sistem pendidikan yang terlembagakan secara hirarkis dan terstruktur, mempunyai kelas yang berurutan yang terentang dari sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pembelajaran
sesuai standar kurikulum yang ditetapkan
pemerintah. Pembelajaran yang dilakukan guna mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kepribadian, kecerdasan, pengendalian diri, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Nilai dan karakter peserta didik yang dikembangkan sangatlah berguna bagi dirinya dalam bermasyarakat. Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta keterampilan). Dalam mengembangkan karakter peserta didik, kesadaran akan siapa diri dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui pembelajaran sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Artinya, dalam kurikulum perlu ada pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, dan bangsa. Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Di sekolah pembentukan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPS sejarah. Materi pembelajaran sejarah yang berkaitan dengan norma atau nilainilai perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan seharihari, misalnya pembelajaran IPS sejarah pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kelas VIII semester pertama dengan standar Kompetensi (SK) memahami proses Kebangkitan Nasional dan kompetensi dasar (KD) menjelaskan proses perkembangan
Kolonialisme
dan
Imperialisme
Barat
dan
pengaruh
yang
ditimbulkannya diberbagai daerah. Mata Pelajaran IPS Sejarah adalah salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk karakter dan moralitas bangsa, pembelajaran sejarah di sekolah tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan saja, tetapi lebih dari itu yaitu menanaman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur, dan kepribadian yang mandiri. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan penanaman karakter dalam pembelajaran sejarah. Muatan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak peserta didik yang akan dibangun dalam pendidikan formal. Dengan demikian, pembelajaran IPS sejarah tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyeluruh pada internalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Mata pelajaran IPS sejarah yang dilaksanakan di Kota Singkawang berpedoman pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dengan
menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga guru hanya berperan sebagai fasilisator untuk mengantarkan peserta didik menemukan konsep-konsep materi pembelajaran tersebut. Hal ini membantu peserta didik untuk membangun kemandirian belajar sejarah. Banyak penelitian mengenai pembelajaran sejarah di sekolah, akan tetapi masih jarang penelitian mengenai muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS Sejarah. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba melihat kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran IPS Sejarah yang memuat materi pendidikan karakter, serta bagaimana evaluasi yang dilakukan guru sejarah dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana muatan materi pendidikan karakter dalam materi pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang? 2. Bagaimana kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter? 3. Bagaimana penilaian yang dilakukan guru sejarah dalam pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : 1. Muatan Pendidikan Karakter dalam Materi Pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang. 2. Kegiatan pembelajaran pada Mata Pelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat Pendidikan Karakter. 3. Penilaian yang dilakukan Guru sejarah dalam pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat Pendidikan Karakter.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan mampu memberikan kajian ilmiah mengenai Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang). 2. Manfaat Praktis a) Memberikan masukan bagi guru dalam memilih materi pembelajaran IPS sejarah yang terdapat muatan Pendidikan Karakter. b) Bagi pihak sekolah dan pemerintah dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan suatu kebijakan mengenai pembentukan Karakter peserta didik dalam pembelajaran sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Teori 1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik (Battistich, 2008: 18). Karakter menurut Alwisol (2006: 8) diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personaliy) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
relative permanen dan menuntun, mengarahkan serta mengorganisasikan aktivtas individu. Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne,1991: 11). Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan orang yan berkarakter mulia mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.
b. Prinsip Pengembangan Karakter Tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, serta cenderng memiliki tujuan hidup. Pendidikan karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting (Battistich, 2008: 8). Karakter, menurut Fromm (yang dikutip Via Alwisol, 2006:152) berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting kebinatangan yang hilang ketika manusia berkembang tahap demi tahap. Karakter membuat seseorang mampu berfungsi di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dunia tanpa harus memikirkan apa yang harus dikerjakan. Karakter manusia berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial (social arrangements). Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orangtua agar anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat. Karakter yang dibentuk secara sosial meliputi accepting, preserving, taking, exchanging, dan biophilous (Alwilsol, 2006: 154-155). Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Menurut William Kilpatrick, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai pengetahuannya itu kalau ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter lebih dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral felling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Masnur Muslich, 2011: 130). Yang termasuk dalam moral knowing adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(self knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah kognitif mereka (Masnur Muslich, 2011: 133) Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jadi diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral Action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu: 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will), dan 3) kebiasaan (habit) (Masnur Muslich, 2011: 134). Menurut T. Lickona, E. Schaps & C. Lewis (2003: 102), pendidikan karakter harus didasarkan pada sebelas prinsip yaitu, (1) mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter; (2) mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku; (3) menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter; (4) menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian; (5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik; (6) memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses; (7) mengusahakan tumbuhnya motifasi diri pada para siswa; (8) memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama; (9) adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter; (10) memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membangun karakter; (11) mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa. c.
Karakter dalam Perspektif Pendidikan Secara harfiah karakter artinya “kualitas mental atau moral, kekuatan moral,
nama atau reputasi ” (Hornby dan Pornwell, 1972: 49). Dalam kamus Psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: 29). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah (Masnur Muslich, 2011: 84-85).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah (Masnur Muslich, 2011: 87). Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik (Kemendiknas, 2010: 3) yang antara lain sebagaimana uraian berikut: (1) mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; (2) memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; 3) menunjukkan sikap percaya diri; (4) mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; (5) menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional; (6) mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif; (7) menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; (8) menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; (9) menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; (10) mendeskripsikan gejala alam dan sosial; (11) memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; (12) menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia; (13) menghargai karya seni dan budaya nasional; (14) menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; (15) menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; (16) berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; (17) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; (18) menghargai adanya perbedaan pendapat. d. Hakikat Pendidikan Karakter Pendidikan menurut John Dewey yang dikutip Masnur Muslich, (2011: 67) adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Tujuan pendidikan adalah agar generasi muda sebagai generasi penerus dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma, dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan. Pendidikan karakter, alih-alih pendidikan budi pekerti, sebagai pendidikan nilai moraliras manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Di sini ada unsur proses pembentukan nilai dan sikap yang didasari atas pengetahuan mengapa nilai itu dilakukan. Nilai moralitas yang disadari dan dilakukan bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang membantu manusia menjadi orang yang lebih baik hidup bersama orang lain dan dunianya (learning to live together) untuk menuju kesempurnaan. Nilai itu menyangkut berbagai bidang kehidupan seperti hubungan sesame (orang lain, keluarga), diri sendiri (learning to be), hidup bernegara, alam dunia, dan Tuhan. Dalam penanaman nilai moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesadaran), dan unsur afektif (perasaan) juga unsur psikomotor (perilaku) (Masnur Muslich, 2011: 67). Pada sisi lain, ada ungkapan yang menyatakan bahwa harapan besar masyarakat terletak pada karakter tiap individu. Ungkapan ini bila diartikan secara lebih luas mengandung makna bahwa tiap individu berperan dalam pembangunan peradaban, karena masyarakat terdiri dari individu sehingga untuk membangun masyarakat, peran tiap individu dibutuhkan. Peradaban ini berupa sistem-sistem simbolik (matematika, bahasa, musik), budaya, serta aturan-atran sosial yang dibuat oleh manusia dan mengarahkan tingkah laku manusia dalam beradaptasi dengan lingkungannya yang dalam arti yang sangat luas adalah dunianya (Masnur Muslich, 2011: 68). Menurut Vygotsky dalam Miller, 1999 yang dikutip Masnur Muslich (2011: 68-69) perkembangan dan adaptasi manusia berperan dalam lingkungan tempat tingalnya dan fungsi kognisi manusia berperan di dalamnya. Pengendalian kognisi manusia diatur dalam suatu fungsi mental yang disebut sebagai higher mental function. Higher mental function berkembang melalui proses internalisasi, dimana hal-hal yang ada di luar individu menjadi bagian dari individu itu sendiri. Hal yang diinternalisasi oleh manusia adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup dan internalisasi ini mampu terjadi bila individu di masa awalnya mendapatkan guidance dari orang-orang di sekitarnya. Guidance inilah yang dimanifestasikan dalam pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan demikian, pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradap. Pendidikan bukan sekedar sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Anak harus mendapat pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemausiaan mencakup tiga hal yang paling mendasar, yaitu (1) afektif; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuandan teknologi; (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis (Masnur Muslich, 2011: 69). Dalam mewujudkan pendidikan karakter, tidak dapat dilakukan tanpa penanaman nilai-nilai (Azra, 2002: 175). Terdapat Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1) Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Kemandirian dan tanggungjawab; (3) Kejujuran/ amanah, diplomatis; (4) Hormat dan santun; (5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama; (6) Percaya diri dan pekerja keras; (7) Kepimimpinan dan keadilan; (8) Baik dan rendah hati, dan; (9) Karakter toleransi, kedamaian, dan kesantunan (Masnur Muslich, 2011: 78). Kesembilan pilar itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good mudah diajarkan , sebab pengetahuan bersifat kognitif saja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat suatu kebaikan. Dengan cara demikian akan tumbuh kesadaran bahwa orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan (Masnur Muslich, 2011: 78). Pada tingkat institusi, pendidikan karakter mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak dan cinta sekolah di mata masyarakat luas (Masnur Muslich, 2011: 81). e. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter Membangun
peradaban
sebuah
bangsa
pada
hakikatnya
adalah
pengembangan watak dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Guru adalah profesi yang mulia, mendidik, dan mengajarkan pengalaman baru bagi peserta didik. Guru yang berkarakter memiliki ciri : (1) Mencintai anak; (2) Bersahabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak; (3) Mencintai pekerjaan guru; (4) Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan; dan (5) Tidak mudah berhenti belajar (Masnur Muslich, 2011: 56).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Demikian juga seorang pendidik dikatakan berkarakter, jika memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar dalam arti sempit (transfer pengetahuan /ilmu), melainkan juga harus memiliki kemampuan mendidik dalam arti luas (keteladanan sehari-hari) (Furqon Hidayatullah, 2010: 25). Dalam upaya implementasi pendidikan karakter di sekolah, tentu tidak lepas dari peran guru yang membina dan memberikan contoh keteladanan kepada peserta didik. Menurut Uhar Suharputra (2011: 2) keberhasilan pendidikan karakter salah satunya diwarnai oleh faktor guru itu sendiri, karena guru adalah seseorang yang telah menyerahkan dirinya dalam organisasi sekolah, ia tidak bisa melakukan tindakan dan berprilaku sesuai keinginan sendiri, tetapi harus dapat menyusuaikan diri dengan peran dan tugasnya sesuai peran dan tuntutan tugas serta aturan yang mejadi kewajiban bagi seorang guru. Sesungguhnya guru yang berkarakter bukanlah sesuatu yang bersifat to be or not to be, melainkan a process of becoming. Guru dalam pendidikan karakter adalah orang yang siap untuk terus menerus meninjau arah hidup dan kehidupannya serta menjadikan profesi guru sebagai suatu kesadaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan panggilan hidup. Guru yang berkarakter senantiasa berusaha dan berjuang mengembangkan aneka potensi kecerdasan yang dimilikinya (Uhar Suharputra, 2011: 3). Dalam pendidikan karakter, perlu dikembangkan nilai-nilai etika dan estetika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Guru harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai serta mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Intinya semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti (Furqon Hidayatullah, 2010: 28). Menurut Masnur Muslich (2011: 56) guru adalah profesi yang mulia, mendidik dan mengajarkan pengalaman baru bagi peserta didiknya, guru yang berkualitas dilihat dari bagaimana karakter yang dimiliki peserta didik yang dibina. Adapun peranan guru dalam membina karakter peserta didik sesuai dengan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pendidik yaitu; (1) Menemukan pribadi, yakni guru memfasilitasi peserta didik untuk mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri dan peserta didik menerimanya secara positif dalam rangka mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik; (2) Mengenal lingkungan, yakni guru memfasilitasi peserta didik agar mengenal lingkungannya seperti lingkungan sosial, ekonomi, budaya dan dapat menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif; (3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Merencanakan masa depan, yakni guru memfasilitasi peserta didik agar mereka dapat merencanakan masa depannya (Masnur Muslich, 2011: 59) 2. Integrasi Pendidikan Karakter Ke Dalam Materi dan Proses Pembelajaran a. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter di Sekolah Menurut M. Furqon (2010: 15) fungsi pendidikan Karakter di Sekolah adalah: (1) Pengembangan, pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku baik bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter bangsa; (2) Perbaikan, memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; (3) Penyaring, untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Tujuan pendidikan karakter dalam pembelajaran (Masnur Muslich, 2011: 12) sebagai berikut : (1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang berkarakter; (2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; (3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; (4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; (5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengintegrasian Dalam Mata Pelajaran Pengembangan materi pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Materi pendidikan karakter tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan materi pendidikan karakter itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini, (1) Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah materi pendidikan karakter yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; (2) Menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan karakter dan Indikator untuk menentukan karakter yang akan dikembangkan; (3) Mencantumkankan materi pendidikan karakter dalam tabel itu ke dalam silabus; (5) Mencantumkan karakter yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP; (6) Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; (7) Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku (Lickona, 2007: 18). 3. Pembelajaran IPS Sejarah a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kemudahan (Haryanto, 2003: 2-3). Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padan dari kata instruction yang berasal dari bahasa inggris. Kata instruction memiliki pengertian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lebih luas daripada pengajaran. Jika pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas (ruang) formal, maka pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena itu dalam instruction ditekankan proses belajar, maka terdapat usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik disebut pembelajaran. Pembelajaran juga dapat berarti proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kosasih Djahiri yang dikutip Isjoni, (2007: 78) menyatakan bahwa “ pembelajaran merupakan proses keterlibatan totalitas diri peserta didik dan kehidupannya atau lingkungannya secara terarah, terkendali ke arah penyempurnaan, pembudayaan, pemberdayaan totalitas diri dan kehidupannya melalui proses learning to know, learning to belief, learning to do dan to be serta learning to life together”. Menurut Darsono (2000: 26), pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk membantu peserta didik agar memperoleh pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku bertambah baik dari segi kuantitas. Tingkah laku tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku peserta didik. Berdasar tinjauan pendekatan psikologi humanistik dijelaskan oleh Rusda, K.S. dkk (1996:16), bahwa pembelajaran adalah usaha guru/dosen (pengajar) untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning), yang membuat orang yang belajar agar dapat terpanggil untuk belajar dan kegiatan belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dilakukan pembelajar dirasakan dan disadari sebagai suatu kebutuhan sendiri bukan suatu paksaan dari orang lain. Menurut Lindgren yang dikutip Oemar Hamalik (2007: 17) fokus sistem pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu; (1) Peserta didik, peserta didik merupakan faktor yang paling penting sebab tanpa peserta didik tidak akan ada proses belajar; (2) Proses belajar, proses belajar adalah apa saja yang dihayati peserta didik apabila mereka belajar,bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk mengerjakan materi pembelajaran
melainkan
apa
yang
akan
dilakukan
peserta
didik
untuk
mempelajarinya; (3) Situasi belajar, situasi belajar adalah lingkungan tempet terjadinya proses belajar dan semua faktor yang mempengarui peserta didik atau proses belajar seperti pendidik, kelas dan interaksi di dalamnya. Pembelajaran yang efektif adalah yang berpusat pada siswa yaitu, siswa sebagai subjek pembelajaran yang harus aktif kreatif dan mampu berfikir kritis, dalam hal ini peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator. Guru memiliki peranan penting artinya selain sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa, guru juga harus bertindak secara profesional. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dasar (kompetensi) antara lain sebagai berikut: Menguasai bahan, mengelola program belajar-mengajar, mengelola kelas, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan-landasan kependidikan, mampu mengelola interaksi belajar mengajar, mampu menilai prestasi untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyelenggarakan administrasi sekolah, memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran (W. Gulo, 2002: 37). b. Pengertian IPS Sejarah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, dan
ekonomi). IPS atau studi sosial itu
merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabangcabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi (Sumantri, 2001:89). Mulyono Tj (1980: 8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan Intergrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu Sosial seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1964: 4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti : Geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik. Mata pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, sehingga dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial. Dengan demikian jelas bahwa IPS adalah Fusi dari disiplin-disiplin Ilmu-ilmu sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang dimungkinkan peserta didik baik secara individual
maupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik, Depdikbud yang dikutip Sugiyanto (2008: 118) mengemukakan salah satu di antaranya adalah untuk memadukan kompetensi dasar melalui
pembelajaran terpadu, dengan cara ini peserta didik akan memperoleh
pengalaman langsung, sehingga dapat menambah menyimpan, dan memproduksi
kekuatan
untuk
menerima,
kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya.
Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari. Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran sejarah, seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang dialogis, sehingga terselenggaranya pembelajaran yang aktif. Dengan cara seperti ini, peserta didik akan mampu memahami sejarah secara lebih benar, tidak hanya mampu menyebutkan fakta sejarah. Pemahaman konsep belajar sejarah yang demikian, memerlukan pendekatan dan metode pengajaran yang lebih bervariasi, agar peserta didik benar-benar dapat mengambil manfaat dari belajar sejarah. Hasil belajar yang dimaksud adalah terjadinya perubahan, perbedaan dalam cara berfikir, dan merasakan, serta kemampuan untuk bertindak dan mendapat pengalaman (Abu Suud, 1994: 6). Selanjutnya Isjoni (2007: 13) menyatakan bahwa, Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan guna atau tujuan dari belajar sejarah, melalui pembelajaran sejarah dapat juga dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa lampau.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagai sebuah sistem, pembelajaran merupakan suatu rangkaian yang merupakan suatu kesatuan. Pembelajaran sebagai sistem merupakan interaksi fungsional antar subsistem (Ahmad Sugandi dkk, 2004: 20). Sebagai sistem pembelajaran merupakan suatu kesatuan berbagai unsur/elemen yang memiliki hubungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk mencapai tujuan/fungsi sistem tersebut. Di dalam pembelajaran terdapat komponen-komponen yang menyusun suatu pembelajaran yaitu (a) tujuan, (b) subjek belajar, (c) materi pelajaran, (d) strategi pembelajaran, (e) media pembelajaran, (f) evaluasi, dan (g) penunjang (Ahmad Sugandi dkk, 2004: 28-30). Tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran adalah membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah laku peserta didik bertambah. Tujuan pembelajaran ini mengacu pada ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik. Subjek belajar mencakup pribadi yang ada dalam proses pembelajaran, yakni peserta didik dan guru. Materi merupakan hal/informasi yang diberikan dalam proses pembelajaran. Materi ini telah disesuaikan dengan kurikulum. Strategi pembelajaran merupakan pola umum dalam mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran. Evaluasi merupakan kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur jenjang dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Komponen penunjang dalam pembelajaran antara lain fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk melancarkan dan mempermudah proses pembelajaran. Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran guru perlu mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam pembelajaran, pembuatan perencanaan atau desain pembelajaran berfungsi untuk memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, karena terjadi kegiatan pembelajaran yang terencana dan efektif. Desain pembelajaran atau desain instruksional merupakan proses analisis dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Ahmad Sugandi dkk, 2004: 46). Agar terjadi efektivitas pembelajaran dan agar tujuan bisa terwujud dengan mudah harus ada perencanaan yang matang. Dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah, seorang guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat memberi peluang untuk terjadinya interaksi antara peserta didik dan guru serta antara sesama peserta didik. Di samping faktor kemampuan pengajar, pengembangan strategi pembelajaran sangat berkaitan dengan tersedianya media dalam pembelajaran, baik yang bersifat statis seperti gambar, model, maupun yang bersifat dinamis seperti kehidupan nyata di sekitar peserta didik. Ini berarti pengembangan strategi pembelajaran sejarah harus sudah diperhitungkan pula alokasi waktu yang diperlukan, sebab tanpa memperhitungkan itu semua, strategi yang telah direncanakan dengan baik hasilnya tidak akan efektif (I Gede Widja, 1989: 9).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemilihan materi dan pengembangan tujuan pembelajaran IPS sejarah tidak dapat hanya dipandang sebagai rutinitas. Di samping memerlukan pemahaman mengenai hakekat belajar sejarah dan wawasan mengenai nilai edukatif dalam kaitan dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, guru juga harus mampu memenuhi acuan dalam pencapaian standar isi (SI) yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melalui pembelajaran dalam jenjang dan waktu tertentu, sehingga pada gilirannya mencapai standar kompetensi kelulusan (SKL) setelah menyelesaikan pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu secara tuntas (I Gede Widja, 1989: 60). Untuk membantu peserta didik mencapai berbagai kompetensi yang diharapkan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Analisis terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan bagian yang sangat penting dalam mendukung keseluruhan komponen dari materi pembelajaran (C. Wijaya, 1992: 142). Penjabaran standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Silabus merupakan penjabaran secara umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penilaian. Sebagai bagian dari langkah pengembangan silabus, pengembangan indikator merupakan langkah strategis yang berpengaruh pada kualitas pembelajaran di kelas. Kemampuan guru dan sekolah dalam mengembangkan indikator berpengaruh pada kualitas kompetensi peserta didik di sekolah tersebut (I Gede Widja, 1989: 60). Menurut Wayan Nurkancana (1986: 27) untuk mengetahui derajat efesiensi dan efektifitas pengajaran guru harus melakukan penilaian atau evaluasi pada periode-periode tertentu proses belajar mengajar, karena dengan evaluasi suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi hasil belajar bertujuan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu evaluasi terhadap proses dan hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan peserta didik. Dari hasil evaluasi penilaian tersebut dapat diketahui kompetensi dasar yang belum dikuasai peserta didik (Kunandar, 2007: 335). Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 6-7) evaluasi (penilaian) mempunyai makna bagi peserta didik, guru, maupun sekolah. Bagi peserta didik dengan diadakan evaluasi, maka dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Bagi guru untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah dapat tercapai atau belum. Di samping itu untuk mengetahui seberapa persen materi yang telah diserap oleh peserta didik, dengan kata lain untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki pembelajaran. Bagi sekolah dengan penilaian dapat diketahui apakah kondisi belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum, sebab hasil belajar merupakan cermin dari kualitas sekolah.
B. Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang pendidikan karakter yang berjudul “ Integrasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa pada Kegiatan Pembelajaran” Jurnal Cakrawala Pendidikan Volume 9 Nomor 1tahun 2002 oleh Syukur Ghazali. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sastra. Pendidikan karakter dapat memompa dan membangun karakter manusia menjadi lebih baik. Pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran dapat menimbulkan perubahan pada diri peserta didik yang mengarah pada perbaikan perilaku dan watak yang dapat mencerminkan karakter bangsa. Penelitian yang kedua yang berjudul “ Upaya Penerapan Pendidikan Karakter bagi Mahasiswa (Studi Kasus di Jurusan Teknik Industri UK Petra)” Jurnal Teknik Industri Volume 7 Nomor 1 tahun 2005 oleh Wanda Chrisiana. Pendidikan karakter di beberapa negara sudah mendapatkan prioritas sejak pendidikan dasar dimulai, namun di Indonesia, pendidikan karakter masih dipandang sebagai wacana dan belum menjadi bagian yang terintegrasi dalam pendidikan formal. Penelitian ini membahas tentang pentingnya pendidikan karakter dalam sistem pendidikan formal. Dimulai dengan melihat contoh manfaat pendidikan karakter di negara lain seperti Amerika dan Cina. Kemudian, dilanjutkan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Jurusan Teknik Industri UK Petra untuk merancang pendidikan karakter yang sistematis dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terintegrasi dalam kurikulum bagi mahasiswa sebagai persiapan menuju ke dunia kerja. Usaha tersebut antara lain penetapan pendidikan karakter sebagai salah satu rencana strategis jurusan, penetapan tim, perancangan dan pelaksanaan program pendidikan karakter, evaluasi, serta usaha perbaikan terus menerus. Selain itu juga ada penelitian yang disusun oleh Tadkiroatun Musfiroh, M.Hum, yang berjudul “ Pengembangan Karakter Anak melalui Pendidikan Karakter, dalam Jurnal Nasional pusat studi PAUD lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta. Kesimpulan yang diambil adalah pendidikan karakter sangat baik apabila telah dimulai sejak dini, termasuk dalam wilayah formal, informal, dan nonformal. Pendidikan karakter pada usia ini sangat membutuh contoh (sebagai modelling) dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari (sebagai habit). Pendidikan karakter dapat dilakukan melalui cara-cara seperti, bermain, bercerita, bercakapcakap dan dengan pengalaman nyata. Dalam proses pembentukan manusia berkualitas, pendidikan karakter amat diperlukan agar manusia bukan hanya mengetahui kebajikan (knowing the good), tetapi juga merasakan (feeling the good), mencintai (loving the good), menginginkan (desiring the good) dan mengerjakan kebajikan (acting the good). Dari ketiga penelitian di atas, semuanya berusaha mengkaji bagaimana penerapan atau integrasi pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan relevansi penelitian ini terletak pada aspek bagaimana guru menerapkan pendidikan karakter dalam pengembangan karakter peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. Penelitian ini masih bersifat penelitian dasar untuk mengetahui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagaimana muatan materi pendidikan karakter dalam materi pembelajaran IPS sejarah dan bagaimana penerapannya dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta bagaimana evaluasi yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran yang memuat pendidikan karakter. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatifdeskriptif mengingat penelitian ini lebih menekankan pada kegiatan untuk memperoleh informasi tentang keadaan yang sedang berlangsung.
C. Kerangka Pikir Di era globalisasi sekarang ini fungsi pendidikan tidak lain adalah pembentukan karakter peserta didik, sehingga tercipta kekuatan mental dalam proses pembentukan kepribadian peserta didik. Hal ini dilakukan agar peserta didik sebagai generasi muda bangsa Indonesia memiliki jati dirinya di tengah dunia yang terus berkembang. Melalui pendidikan peserta didik dikembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan , sehingga mampu mengimplementasikan semua gagasan, pandangan, dan nilai-nilai karakter, untuk menjadi generasi yang unggul dan memiliki kompetensi yang kompetitif, dengan ciri-ciri ; (1) memiliki motivasi berfikir dan berkarya; (2) motivasi dalam mengembangkan bakat dan potensi; (3) memiliki daya saing sekaligus daya kerja sama; (4) daya nalar yang tinggi; (5) mampu berprakarsa; (6) mampu menghitung resiko dan; (7) sikap mencapai prestasi dalam persaingan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kurikulum sebagai acuan dalam program pembelajaran dirancang demi terselenggaranya sistem pembelajaran yang menekankan keaktifan peserta didik (student centered), lingkungan yang kondusif, terpusat pada pemecahan masalah, merefleksi cara penggunaan ilmu dalam kehidupan nyata dan sistem pembelajaran yang
berkolaboratif
akan
sangat
berpengaruh
pada
peserta
didik
dalam
kesehariannya. Pendidikan karakter adalah pengajaran atau arahan kepada peserta didik agar menyadari kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses pertimbangan karakter yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Pendidikan karakter ditujukan untuk : (1) Menerapkan pembentukan karakter kepada anak, (2) Menghasilkan sikap yang mencerminkan karakter atau nilai yang diinginkan, (3) Membimbing perilaku yang konsisten dengan karakter tersebut. Pembelajaran IPS sejarah merupakan komponen yang penting dalam upaya membentuk karakter peserta didik. Di dalam bahan pembelajaran sejarah pun terkandung materi-materi pendidikan karakter yang memberikan bimbingan kepada peserta didik untuk bersikap terhadap hal-hal yang baik dan buruk serta hal yang benar dan salah. Sebagai pendidikan yang memuat nilai karakter, Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan yang dicantumkan dalam silabus dan RPP
.
Pembelajaran IPS sejarah memiliki kemampuan untuk mengarahkan pada peserta didik, karena muatan materi pendidikan karakter yang terdapat dalam pembelajaran IPS sejarah dapat membimbing peserta didik untuk berkembang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjadi beradap, penuh rasa susila dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan materi pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam materi pembelajaran pada setiap kompetensi dasar. Muatan materi pendidikan karakter tersebut dicantumkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dijadikan pedoman guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter pada setiap pokok bahasan perlu dikembangkan, dieksplisitkan dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga kegiatan pembelajaran tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi juga agar dapat membentuk karakter peserta didik. Materi pembelajaran sejarah dalam IPS menempati posisi yang sangat penting dalam membentuk karakter peserta didik, sehingga harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran sejarah dipilih seoptimal mungkin agar dapat membantu peserta didik dalam pengembangan karakter.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara singkat kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut ini: Pendidikan Karakter
KTSP Perencanaan Pembelajaran
Pembelajaran IPS Sejarah
Materi
KBM
Muatan Materi Pendidikan Karakter
Penilaian Pembelajaran
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian tentang Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang. SMP dijadikan lokasi penelitian karena pada jenjang ini peserta didik sudah dapat berfikir kritis dan penanaman nilai karakter pada jenjang ini perlu dilakukan, karena peserta didik akan menuju kedewasaan sehingga karakter yang dikembangkan dapat dijadikan bekal moral dikehidupannya. Pemilihan wilayah Singkawang Utara disebabkan pembelajaran di SMP Singkawang Utara sudah menerapkan pendidikan karakter, sehingga penelitian tentang muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS Sejarah dapat dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian ini hanya memfokuskan pada SMP Negeri di Kecamatan Singkawang Utara yaitu SMP Negeri 8 dan SMP Negeri 12 Singkawang. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan sejak bulan Juli – Februari 2012, mulai penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel, di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1. Jadwal Kegiatan
1
POKOK KEGIATAN PENELITIAN Penyusunan Proposal
2
Pengumpulan Data
3
Analisis Data
4
Penyusunan
No
BULAN Jul
Agst
Sep Okt Nov
Des
Jan
Feb
Penelitian
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini mendeskripsikan secara terperinci dan mendalam tentang muatan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS Sejarah. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Jenis penelitian ini mampu mengangkat berbagai informasi kualitatif secara lengkap dan mendalam untuk menjelaskan mengenai proses mengapa dan bagaimana sesuatu terjadi (Sutopo, 2006: 139). Penelitian ini merupakan penelitian dasar karena bertujuan untuk memahami suatu masalah yang mengarah pada manfaat teoritik, tidak pada manfaat praktis (Sutopo, 2006: 135-136). Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang, studi kasus tunggal karena meneliti satu kasus yaitu muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah. Terpancang karena masalah sudah ditetapkan sebelum peneliti terjun ke lapangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Sumber Data 1. Informan Informan merupakan seseorang yang diwawancarai untuk mendapatkan keterangan atau data. Informan dalam penelitian ini adalah guru sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang, serta beberapa peserta didik yang mengikuti pembelajaran IPS Sejarah untuk mengetahui pandangan mereka mengenai kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter. Guru dipilih untuk memperoleh data tentang muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS Sejarah, kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran IPS Sejarah yang memuat materi pendidikan karakter, serta evaluasi yang dilakukan guru dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter. 2. Peristiwa Peristiwa yang dimaksud adalah kegiatan pembelajaran IPS sejarah untuk mendapatkan informasi tentang muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah. Kegiatan pembelajaran digunakan untuk mengetahui bagaimana pembentukan karakter peserta didik dalam pembelajaran IPS Sejarah dilihat dari aspek strategi pembelajaran, media yang digunakan, sistem evaluasi, interaksi guru dan peserta didik dan apresiasi peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung. Secara khusus kegiatan pembelajaran yang diteliti adalah kegiatan pembelajaran dalam kelas, sesuai dengan jadwal dan alokasi waktu yang ditetapkan oleh sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Dokumen Dokumen yang menjadi sumber data untuk mengetahui muatan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah dilihat dalam perencanaan pembelajaran yang dirancang oleh guru. Dokumen yang digunakan meliputi perangkat pembelajaran berupa silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mempunyai materi yang ada muatan pendidikan karakter, tugas yang disusun oleh peserta didik yang memuat pendidikan karakter
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam Wawancara bukan hanya sekedar percakapan seseorang dengan orang lain, melainkan juga upaya untuk pengumpulan data yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in depth interview). Patton yang dikutip Sutopo, (2006: 228) menjelaskan bahwa wawancara ini bersifat lentur dan terbuka, tidak berstruktur ketat, tidak berada dalam suasana formal dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama. Wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS Sejarah. Selain itu wawancara juga dilakukan terhadap peserta didik yang telah mengikuti pembelajaran IPS Sejarah untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter dalam upaya membentuk karakter peserta didik. wawancara dilakukan sesudah kegiatan pembelajaran berlangsung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Observasi Langsung Observasi merupakan metode pengumpulan data yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian secara langsung terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Suharsimi Arikunto, 2002: 133). Pada penelitian ini digunakan observasi langsung berperan pasif untuk mengetahui aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru yang mengandung pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah. Hal-hal yang menjadi objek pengamatan antara lain; tindakan yang dilakukan guru, kata-kata yang diucapkan, materi pembelajaran, metode yang digunakan, serta aktivitas siswa pada saat pembelajaran, meliputi tingkah laku siswa, cara siswa mengungkapkan pendapat, keaktifan dalam diskusi, dan sebagainya observasi langsung dilakukan mulai bulan Juli-September 2011. 3. Analisis Dokumen Kajian dokumen digunakan untuk mengumpulkan dan menyelidiki data tertulis dalam pembelajaran, seperti perangkat perencanaan pembelajaran, catatancatatan insidental pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, jurnal mengajar guru, serta uraian materi dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada penelitian ini, peneliti melakukan content analysis terhadap materi yang terdapat dalam silabus dan RPP. Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana muatan materi pendidikan karakter dalam uraian materi kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang ada muatan pendidikan karakter. Teknik ini digunakan pula sebagai data pembanding untuk data yang telah diperoleh dari observasi dan wawancara terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
guru dan peserta didik tentang muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah.
E. Teknik Cuplikan Pada penelitian ini, teknik cuplikan menggunakan purposive sampling artinya, sumber data dipilih melalui seleksi berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu. Sutopo (2006: 64) menjelaskan bahwa purposive sampling, peneliti memilih informannya berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informasi berdasarkan permasalahan secara mendalam. Guru mata pelajaran IPS sejarah dan peserta didik yang dijadikan sasaran penelitian terlebih dahulu dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam perolehan data. Kota Singkawang terdiri dari lima Kecamatan, dan terdiri dari 20 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri. Penelitian ini difokuskan di Kecamatan Singkawang Utara Kota Singkawang dengan dua sekolah yaitu SMP Negeri 8 dan SMP Negeri 12 Singkawang, selain itu pemilihan lokasi juga dikarenakan SMP Negeri di Kecamatan Singkawang Utara sudah menerapkan pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Validitas Data Validitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik trianggulasi. Lexy J. Moleong (2005: 31) menjelaskan bahwa teknik trianggulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dengan demikian trianggulasi merupakan sebuah pandangan yang bersifat multiperspektif. Patton yang dikutip Sutopo, (2006: 92) mengatakan ada empat macam teknik trianggulasi, yakni (1) trianggulasi data, (2) trianggulasi peneliti, (3) trianggulasi metodologis, dan (4) trianggulasi teoritis. Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi data. Melalui trianggulasi data, peneliti menggunakan beberapa sumber data yang berbeda untuk mengetahui kebenaran suatu permasalahan. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda (Sutopo, 2006, 93). Data yang diambil dari beberapa sumber, seperti guru, peserta didik, dan perangkat perencanaan (silabus dan RPP). Penelitian ini menggunakan sumber dari guru, peserta didik, kegiatan pembelajaran, dan perangkat pengajaran untuk mengetahui muatan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah. Selain menggunakan trianggulasi data, digunakan pula trianggulasi metode. Dalam trianggulasi metode, data sejenis dikumpulkan dengan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda (Sutopo, 2006: 95). Artinya memprediksi satu data digunakan beberapa metode, seperti untuk mengetahui kegiatan pembelajaran IPS
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sejarah yang memuat pendidikan karakter, digunakan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Di dalam proses trianggulasi, informasi-informasi yang diperoleh dari sumber dan metode yang berbeda dibandingkan satu sama lain sebagai upaya konfirmasi. Data yang diperoleh dinyatakan valid atau terpercaya ketika hasil konfirmasi dari data yang berbeda dan melalui metode yang beragam menunjukkan keterangan yang sama. G. Teknik Analisis Pada penelitian kualitatif, analisis data bersifat induktif, artinya penarikan simpulan yang bersifat umum dibangun dari data-data yang diperoleh di lapangan. Sutopo (2006: 115) menjelaskan bahwa dalam prosesnya, analisis penelitian kualitatif dilakukan dalam tiga macam kegiatan, yakni (1) analisis dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data, (2) analisis dilakukan dalam bentuk interaktif, sehingga perlu adanya perbandingan dari berbagai sumber data untuk memahami persamaan dan perbedaannya, dan (3) analisis bersifat siklus, artinya proses penelitian dapat dilakukan secara berulang sampai dibangun suatu simpulan yang dianggap mantap. Dengan demikian analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus (Miles dan Huberman, 1992: 20). Analisis yang dilakukan pada penelitian ini mengunakan analisis model interaktif. Analisis interaktif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992: 16). 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan bagian dari analisis data, yaitu suatu kegiatan analisis data yang dilaksanakan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuat hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dilakukan penarikan simpulan akhir. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Reduksi data pada saat pengumpulan data, berupa kegiatan membuat ringkasan dan catatan data, memusatkan tema dan membuat batas-batas permasalahan. 2. Sajian Data Sajian data merupakan rangkaian kalimat atau rangkaian informasi-informasi yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan penarikan simpulan atau melakukan tindakan lain berdasarkan pemahamannnya. 3. Penarikan Simpulan / Verifikasi Dalam penelitian kualitatif, peneliti dimungkinkan sudah dapat mengerti dan memahami arti dan hal-hal yang ditemui sejak awal pengumpulan data dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, arahan sebab akibat dan berbagai proposisi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk lebih jelasnya, proses model analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :
Pengumpulanan Data
(1)
(2) Sajian Data
Reduksi Data
(3) Penarikan Simpulan / Verivikasi
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Latar Kecamatan Singkawang Utara termasuk ke dalam Pemerintah Kota Singkawang Propinsi Kalimantan Barat, yang terbentuk seiring dengan pembentukan daerah otonom baru Kota Singkawang dan diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2003 tentang Pembentukan dan Perubahan Nama Kecamatan di Kota Singkawang. Kecamatan Singkawang Utara wilayahnya merupakan hamparan berbukit serta pesisir pantai dengan batas-batas wilayah administrasi, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sambas, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Singkawang Tengah, sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Singkawang Timur. Kecamatan Singkawang Utara mempunyai luas wilayah 13,157 ha yang terdiri dari tujuh Kelurahan. Untuk lebih jelasnya mengenai nama dan luas wilayah Kelurahan yang ada di Kecamatan Singkawang Utara dapat dilihat pada tabel: Tabel 2 : Nama Kelurahan di Kecamatan Singkawang Utara Tahun 2007/2008 No Nama Kelurahan 1 Sungai Garam Hilir 2 Naram 3 Sungai Bulan 4 Sungai Rasau 5 Setapuk Kecil 6 Setapuk Besar 7 Semelagi Kecil Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Singkawang, 2010
commit to user
Luas Wilayah (km2) 40,00 25,05 20,22 20,00 10,15 15,12 0,83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa Kelurahan Sungai Garam Hilir memiliki luas wilayah yang cukup besar, selanjutnya Kelurahan Naram, Sungai Bulan, Setapuk Besar, Setapuk Kecil dan terakhir adalah Semelagi Kecil. Luas wilayah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pegawai Kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan terutama penduduk dalam pendidikan. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 penduduk di Kecamatan Singkawang Utara 46,877 jiwa. Kecamatan Singkawang Utara memiliki struktur penduduk yang heterogen dan didominasi oleh etnis Melayu, Cina dan kelompok etnis lainnya yang hidup secara berdampingan. Penduduk di Kecamatan Singkawang Utara pada umumnya sedang dalam tahap proses perkembangan di mana cara berfikir masih tradisional. Artinya dalam memecahkan permasalahan masih ada di antara mereka yang mempergunakan kekerasan (Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Singkawang 2010). Di Kecamatan Singkawang Utara Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya terdapat dua sekolah yang berstatus Negeri yaitu SMP Negeri 8 dan SMP Negeri 12 Singkawang dan tidak terdapat sekolah swasta. Pemerintah Kota Singkawang mempunyai visi membangun masyarakat berpendidikan yang mandiri, unggul, kreatif, inovatif, cerdas emosional dan memiliki kedewasaan sosial. Dalam mewujudkan visi itu didukung oleh berbagai bidang. Dalam bidang pendidikan visi yang ingin disampaikan pemerintah Kota Singkawang tersirat dalam visi dinas pendidikan
Kota
Singkawang
untuk
menumbuh-kembangkan
kemandirian,
kreatifitas, kepercayaan sosial dan inovasi pendidikan dalam menciptakan sumber
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daya manusia yang berkualitas. Dalam mewujutkan visi tersebut didukung oleh visi dan misi sekolah-sekolah di Kota Singkawang. Visi dan misi SMP Negeri 8 Singkawang adalah “Terwujudnya Sekolah yang Berprestasi Berakhlak Mulia dan Berwawasan Lingkungan yang Sehat”, dan misi SMP Negeri 8 Singkawang; (1) Melaksanakan KBM dengan baik, terencana, terprogram, terukur sehingga terlaksana proses belajar mengajar dengan efektif dan efesien dalam rangka untuk meningkatkan prestasi akademik sekolah; (2) Mendorong tumbuhkembangnya semangat beraktivitas sehingga timbul inovasi-inovasi baru dalam rangka peningkatan mutu sekolah; (3) Mendorong dan menumbuhkan semangat berprestasi, belajar dan bekerja keras dalam mewujudkan prestasi non akademik dalam bidang olahraga dan seni; (4) Menumbuhkan kesadaran warga sekolah secara intensif terhadap kepedulian lingkungan sekolah secara terus menerus sehingga tercipta lingkungan sekolah yang asri, indah, bersih, sehat, rindang, sejuk, aman, dan nyaman; (5) Meningkatkan pembinaan dan bimbingan terhadap pengalaman nilai-nilai keagamaan dan budaya, sehingga tercipta masyarakat sekolah yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Visi SMP Negeri 12 Singkawang tidak jauh berbeda dengan visi SMP Negeri 8 Singkawang yaitu : “Mewujudkan SMP Negeri 12 menjadi Sekolah yang Berpresrasi, Kondusif, Kreatif dan Membangun Peserta didik yang mandiri” serta misi SMP Negeri 12 Singkawang; (1) Menyelenggarakan pembelajaran yang berkualitas untuk meningkatkan prestasi akademik peserta didik; (2) Membentuk peserta didik yang berkarakter dalam mewujudkan masyarakat yang kreatif dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berakhlak mulia; (3) Mengembangkan kemandirian dan pengetahuan peserta didik yang inovatif; (4) Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan efektif sehingga tercipta lingkungan yang sehat, bersih dan tenteram. Visi dan misi di SMP Negeri 8 dan SMP Negeri 12 Singkawang sejalan dengan tujuan pendidikan karater di sekolah masing-masing. Tujuan dilaksanakan penerapan pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran di SMP Negeri 8 Singkawang adalah untuk menanamkan nilai karakter pada diri peserta didik dan melakukan pembaharuan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan bertanggungjawab bagi peserta didik dan seluruh warga sekolah. Sedangkan di SMP Negeri 12 Singkawang penerapan pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Singkawang Utara merupakan sekolah yang pertama kali mencoba mengembangkan nilai budaya dan karakter di lingkungan sekolahnya. Kedua SMP Negeri di Singkawang Utara mengembangkan nilai budaya dan karakter yang berbeda, misalnya di SMP Negeri 8 Singkawang nilai karakter yang lebih utama dikembangkan adalah religius, disiplin, cinta tanah air dan peduli lingkungan. Sedangkan di SMP Negeri 12 Singkawang karakter yang utama dikembangkan adalah peduli sosial, kerja sama, semangat kebangsaan dan cinta damai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendidikan di wilayah Kecamatan Singkawang Utara dapat dikatakan maju meskipun dengan wilayah yang relatif kecil. Pendidikan merupakan faktor yang terus ditingkatkan karena dari pendidikan tercipta kualitas sumber daya manusia yang sangat berperan penting dalam pembangunan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, penyediaan sarana prasarana pendukung dan tenaga pendidik terus dipersiapkan secara matang disesuaikan dengan perkembangan yang ada saat ini (www.singkawang.co.id diunduh, tanggal 6 November 2011). Sekolah Menengah Pertama Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang merupakan salah satu sekolah favorit yang ada di Kota itu yang mampu bersaing dengan sekolah-sekolah yang ada di daerah lain. SMP ini mempunyai prestasi yang membanggakan dalam berbagai bidang pada kegiatan di tingkat kota dan nasional, yaitu (1) berhasil meraih juara dua dalam bidang olahraga dan kesenian untuk tingkat Kota Singkawang, (2) terpilih menjadi juara sekolah sehat tingkat Kota Singkawang, (3) juara tiga olimpiade IPA di tingkat Nasional; (4) juara harapan pertama dalam bidang kepramukaan di tingkat Nasional. Berdasarkan
dokumen
penerimaan
peserta
didik
tahun
2009/2010
keseluruhan siswa yang diterima di SMP Negeri Singkawang Utara memiliki rentang Nilai Ebtanas Murni (NEM) dari 33,23 sampai dengan 42,47. Peserta didik di SMP Negeri Singkawang Utara berasal dari beberapa Kelurahan. Jarak antara tempat tinggal peserta didik dan sekolah bervariasi dari yang dekat di sekitar sekolah sampai yang agak jauh sekitar 7 Km. Alat transportasi yang digunakan sebagian besar adalah sepeda dan angkutan umum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Organisasi yang diwajibkan kepada peserta didik adalah OSIS, namun hanya sebagian peserta didik yang aktif dalam berbagai kegiatan OSIS. Kegiatan ekstrakurikuler yang paling banyak diminati adalah pramuka, baca tulis Al-Quran, drum band, dan yang kurang diminati adalah seni tari dan olah raga. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru Bimbingan Konseling (BK) dan beberapa guru lainnya (wawancara tanggal 7 Agustus 2011) kenakalan peserta didik masih dianggap wajar, misalnya membolos, sering terlambat, berpakaian tidak sesuai dengan ketentuan dan berambut gondrong. Kenakalan tersebut masih dapat ditolerir dan dapat diatasi dengan memberikan peringatan melalui berbagai tahap yaitu, (a) peserta didik diberikan peringatan oleh guru BP atau wali kelas, (b) orang tua dipanggil ke sekolah untuk membicarakan kenakalan anak, (c) peserta didik tidak boleh masuk dalam jangka waktu tertentu (skorsing), (d) peserta didik dikembalikan kepada orang tuanya. Tercapainya visi dan misi pendidikan nasional sangat ditentukan oleh kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Kemampuan guru dalam mengajar di kelas dipengaruhi beberapa faktor yaitu; pengalaman mengajar, latar belakang pendidikan, lingkungan dan berbagai kemampuan pendukung lainnya, berikut akan disampaikan identitas guru IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3 : Identitas Guru IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara No
Nama
Unit Sekolah
L/ P
1
Ruri
P
2
Jamilah
3
Eva
4
Fajaratullah
SMP N 8 Singkawang SMP N 8 Singkawang SMP N 8 Singkawang SMP N 12 Singkawang
5
Sari
P
6
Diah
SMP N 12 Singkawang SMP N 12 Singkawang
P P L
P
Latar Belakang Pendidikan SI/ Pendidikan Akutansi SI/ Pendidikan PKn SI/ Pendidikan PKn S1/ Pendidikan Ekonomi SI/ Pendidikan PKn S1/ Pendidikan Ekonomi
Mata Pelajaran yang diampu
Gol
Pengalaman Mengajar
IPS
III A
5 tahun
IPS , PPKN
III C
18 tahun
IPS, PPKN, Mulok IPS, PPKN
III D
17 tahun
III B
8 tahun
IPS
III A
4 tahun
IPS, Kesenian
III B
9 tahun
Sumber : Data guru SMP di SMP Negeri Singkawang Utara tahun 2011 Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa; (1) Dari keenam guru IPS di SMP Negeri Singkawang Utara tidak ada yang berlatar belakang pendidikan sejarah; (2) Keenamnya merupakan guru tetap; (3) Tidak semua guru IPS mengajar IPS, karena ketentuan SK Mendikbud Nomor 0266/U/1994 untuk guru yang telah menjadi pegawai negeri sipil mendapat beban mengajar 18 jam perminggunya, sedangkan jumlah jam mengajar IPS di SMP Negeri Singkawang Utara hanya 40 menit, maka untuk mencapai jumlah 18 jam ada guru yang harus mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Di sisi lain sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah cukup memadai dalam mendukung kegiatan pembelajaran seperti perpustakaan, dan laboratorium. Perpustakaan di SMP Negeri Singkawang Utara pada umumnya tergolong baik dengan luas bangunan antara 12 meter x 8 meter, serta memiliki meja belajar yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat digunakan lebih dari 40 peserta didik. Pemanfaatan perpustakaan tidak hanya pada jam-jam istirahat tetapi juga pada jam-jam kosong. Perpustakaan dibuka pada jam kerja (07.00-13.00), sedangkan jumlah pengunjung rata-rata perhari 60 peserta didik. Koleksi yang sering dibaca dan dipinjam peserta didik adalah karya fiksi dan novel, sedangkan yang biasa dibaca pengunjung adalah koran dan majalah. Peserta didik jarang meminjam buku yang menunjang pelajaran di kelas. Buku yang sering dipinjam guru adalah ensiklopedi, kamus dan buku-buku paket. Administrasi perpustakaan dikelola oleh seorang petugas yang berlatar belakang pendidikan D III, sehingga dapat dikatakan administrasi perpustakaan tergolong baik. Penggandaan koleksi buku sebagian besar merupakan hasil kiriman dari proyek peningkatan mutu SMP Negeri Kalimantan Barat. Koleksi buku yang berkaitan dengan pengajaran IPS sejarah relatif kurang, misalnya Sejarah Indonesia (6 jilid) berjumlah 3 paket, manusia dan kebudayaan Indonesia berjumlah 4 buah buku, sekitar perang kemerdekaan berjumlah 3 buah buku, dan buku paket IPS berjumlah 6 buah buku. Di samping itu di perpustakaan juga tersedia beberapa media pembelajaran, antara lain atlas, globe, peta dan gambar Pahlawan Nasional. Pada umumnya SMP Negeri di Singkawang Utara pada setiap ruangan kelas memiliki peralatan pembelajaran seperti, papan tulis, meja, kursi, foto presiden dan wakil presiden serta beberapa gambar pahlawan. Selain itu juga berkaitan dengan kualitas guru yang sangat mendukung baik dari segi pendidikan maupun pengalaman mengajar. Pihak sekolah juga telah mengirim beberapa guru untuk mengikuti sosialisasi tentang pendidikan karakter di tingkat pusat, guru yang biasa dikirim
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah guru yang baru diangkat menjadi guru tetap (PNS) untuk menambah pengalaman mereka atau guru mata pelajaran tertentu. Dalam rangka mengikuti sosialisasi tersebut pihak sekolah biasanya mengirim tiga orang guru mata pelajaran tertentu, sehingga dapat menambah wawasan mereka mengenai pendidikan karakter dalam pembelajaran di sekolah. Ini juga tidak terlepas dari kerja sama yang baik antara sekolah, dinas pendidikan dan orang tua peserta didik. Di SMP Negeri Singkawang Utara, kurikulum yang digunakan sama dengan sekolah-sekolah yang lain yang ada di Kota Singkawang yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP lebih menekankan struktur pembelajaran peserta didik aktif dalam hal keterlibatan baik secara fisik, mental maupun sosial, sedangkan guru hanya sebagai fasilisator tidak berpenampilan yang serba tahu, instruktif dan penceramah yang monoton. Di SMP Negeri Singkawang Utara menggunakan media berupa peta Indonesia, Asia maupun Dunia, atlas, globe, gambar-gambar tokoh pahlawan seperti Ir Soekarno, Drs. Moh Hatta, Pangeran Diponegoro, Jendral Sudirman dan sebagainya, dan sumber belajar yang utama digunakan misalnya buku paket IPS, artikel-artikel dari internet dan lembar kerja siswa (LKS). Sedangkan metode pembelajaran yang sering digunakan adalah ceramah yang diselingi tanya jawab, diskusi kelompok serta pemberian tugas. Media, sumber dan metode pembelajaran tersebut digunakan untuk lebih membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran dan guru lebih kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di SMP Negeri Singkawang Utara telah menerapkan pembelajaran berbasis pendidikan karakter yang sampai saat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini pelaksanaan dan pengelolaannya dapat dikatakan berjalan dengan lancer. Menurut kepala SMP Negeri 8 Singkawang Sri Haryanti (wawancara 9 Agustus 2011) wilayah Singkawang Utara merupakan kawasan pendidikan, sehingga penanaman nilai budaya dan karakter peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sangat perlu dikembangkan. Pengembangan nilai karakter di sekolah dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan misalnya mengikuti upacara bendera, melaksanakan kebersihan kelas, berpakaian rapi, datang tepat waktu dan sebagainya. Penanaman karakter pada peserta didik juga dilaksanakan pada setiap mata pelajaran yang lebih mengutamakan nilai-nilai karakter tertentu misalnya pada mata pelajaran Agama nilai karakter yang lebih utama dikembangkan adalah sikap toleransi, religius, jujur, cinta damai dan disiplin. Pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) karakter yang dikembangkan misalnya semangat kebangsaan, peduli sosial, dapat dipercaya, dan demokratis. Mata pelajaran matematika lebih mengutamakan karakter teliti, kreatif, pantang menyerah dan rasa ingin tahu. Sedangkan pada mata pelajaran IPS lebih dikembangkan nilai karakter misalnya cinta tanah air, senang membaca, demokratis, peduli sosial, mandiri dan bekerja keras. Materi pembelajaran yang diberikan pada peserta didik di SMP Negeri Singkawang Utara diseragamkan dengan GBPP yang dibakukan melalui kegiatan MGMP Kota Singkawang. Berdasarkan hasil observasi terhadap guru IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara (tanggal 9 Agustus 2011) bahwa dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya guru memilih dan menentukan materi yang mudah dipahami
peserta
didik,
misalnya
“Peranan
commit to user
golongan
terpelajar
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia” untuk SK “Memahami proses Kebangkitan Nasional dan KD “ Menguraikan proses terbentuknya Kesadaran Nasional dan perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia” memilih SK dan KD bertujuan agar guru lebih mudah menyampaikan pesan-pesan moral yang terdapat dalam SK dan KD tersebut, sehingga dalam hal ini guru hanya membimbing dan mengajak peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran, sehingga keberhasilan pembelajaran tidak semata-mata ditentukan oleh bagusnya materi yang disampaikan melainkan proses pembelajaran yang mampu menjadikan peserta didik tertarik dan memiliki semangat untuk belajar. Dengan cara demikian akan mudah untuk mengembangkan nilai dan karakter peserta didik melalui kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam
mengimplementasikan
pendidikan
karakter
pada
kegiatan
pembelajaran, guru di SMP Negeri Singkawang Utara melakukan musyawarah antar guru mata pelajaran untuk menentukan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan kepada peserta didik. Misalnya pada mata pelajaran Agama nilai karakter yang utama dikembangkan adalah religius dan toleransi. Pada mata pelajaran kewarganegaraan karakter yang dikembangkan demokratis dan peduli sosial. Sedangkan pada mata pelajaran IPS nilai karakter yang lebih dikembangkan adalah cinta tanah air dan rajin membaca. Dengan adanya musyawarah antar guru mata pelajaran tersebut, pengembangan nilai karakter pada peserta didik lebih mudah dilakukan karena setiap guru berkewajiban untuk mengembangkan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Sajian Data a. Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Materi Pembelajaran IPS Sejarah Pendidikan karakter merupakan aspek penting dari kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menentukan kemajuan suatu bangsa yang secara sistematis belum dikenal secara luas dalam praktis pendidikan dan pembelajaran di jalur formal di Indonesia. Oleh karena pengembangan karakter masih sangat terbatas di kalangan guru di sekolah, sehingga dapat terjadi perbedaan pemahaman dalam pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran, terutama terhadap materi pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran IPS sejarah. Walaupun masih terdapat masalah keterbatasan pemahaman, materi pendidikan karakter tetap bisa dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran IPS sejarah. Upaya untuk melaksanakan pendidikan karakter sebagai pendekatan dalam pengembangan materi pembelajaran sejarah di kalangan guru IPS sejarah dapat dilihat dari berbagai aspek yang terkandung dalam materi pendidikan karakter. Muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran IPS sejarah dapat diamati dalam beberapa aspek; (1) Ditinjau dari pandangan umum guru IPS sejarah terhadap tujuan pembelajaran sejarah adalah membangun karakter dan mentalitas yang berpengaruh terhadap tumbuhnya rasa nasionalisme peserta didik; (2) Dilihat dari keterkaitan antara tujuan pembelajaran sejarah terkait dengan pengembangan nilai dan karakter peserta didik, pada dasarnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelajaran sejarah telah sejalan dengan upaya mengembangkan karakter dan pola pikir peserta didik karena dalam pembelajaran sejarah terdapat materi yang di dalamnya mengandung pesan-pesan moral yang perlu disampaikan kepada peserta didik; (3) Ditinjau dari tanggapan guru terhadap materi pembelajaran IPS sejarah, semua materi pembelajaran IPS sejarah yang terdapat dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) memiliki peluang untuk menumbuh-kembangkan karakter peserta didik misalnya pada materi mempertahankan kemerdekaan Indonesia peserta didik dapat memahami perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan dari penjajah; (4) Ditinjau dari tanggapan guru terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPS sejarah, tetutama berkaitan dengan metode, sumber belajar dan media pembelajaran yang digunakan, dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah metode yang sering digunakan adalah metode ceramah bervariasi, hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran sangat terbatas, sedangkan media yang sering digunakan dalam kegiatan pembelajaran peta dan lembar kerja siswa (LKS); (5) Ditinjau dari tanggapan guru terhadap pemanfaatan lingkungan dan situasi sekarang terhadap pembelajaran IPS sejarah, lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal karena terbatasnya alokasi waktu pembelajaran sedangkan materi yang harus disampaikan luas; (6) Ditinjau dari peran pemerintah dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah, pemerintah telah berperan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dengan mengadakan pelatihan atau seminar yang berhubungan dengan penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran, hanya dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah pemerintah untuk lebih memperhatikan ketersediaan media dan sumber
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
belajar karena media pembelajaran dapat digunakan untuk meningkatkan minat belajar peserta didik. Melalui pengamatan terhadap beberapa aspek di atas, dapat diketahui bagaimana muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran, terutama pada kegiatan pembelajaran IPS sejarah dan bagaimana pandangan guru IPS sejarah terhadap muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah (observasi tanggal 10 Agustus 2011). Di SMP Negeri 8 Singkawang, muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek pertama terkait dengan materi pendidikan karakter sebagai pengembangan dari materi pembelajaran IPS sejarah adalah tentang bagaimana pandangan guru terhadap tujuan pembelajaran IPS sejarah. Menurut Jamilah (wawancara 10 Agustus 2011), yang mengajar kelas VIII dan kelas IX pendidikan IPS secara umum, khususnya pembelajaran IPS sejarah memiliki tujuan untuk mengembangkan karakter dan mentalitas. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan bahwa karakter dan mentalitas peserta didik menjadi faktor yang berpengaruh terhadap rasa nasionalisme peserta didik. Ia berpandangan bahwa melalui pembelajaran sejarah, peserta didik dapat memahami karakter dan mentalitas, karena pembelajaran sejarah memiliki potensi sebagai sebuah sarana yang dapat mengenal identitas serta asal-usul bangsa Indonesia, sejarah menanamkan pada peserta didik apa sebenarnya jadi diri bangsa Indonesia. Pendapat dari Jamilah didukung pula oleh Ruri (wawancara 12 Agustus 2011), guru IPS yang mengajar kelas VII dan kelas VIII. Menurutnya, pembelajaran sejarah memiliki tujuan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan peserta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
didik ini dapat dilakukan melalui pemberian materi yang menekankan rasa kebanggaan peserta didik terhadap bangsa Indonesia. Materi-materi tentang terbentuknya kesadaran nasional dan perkembangan pergerakan kebangsaan dapat menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa cinta peserta didik terhadap bangsanya. Lebih lanjut terkait dengan tujuan pembelajaran IPS sejarah dijelaskan bahwa materi tentang perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat serta pengaruhnya di berbagai daerah. Materi-materi tersebut menurut Ruri menjadi salah satu materi yang dapat menumbuhkan rasa patriotisme. Rasa cinta tanah air dan patriotisme dapat menjadi landasan untuk mewujudkan nasionalisme di kalangan peserta didik. Terkait dengan muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah, guru berpandangan bahwa pada dasarnya pembelajaran sejarah telah sejalan dengan upaya menumbuhkembangkan karakter, pola pikir dan kesadaran kepada peserta didik. Guru IPS di SMP Negeri 8 Singkawang memandang bahwa pembelajaran IPS sejarah dapat menumbuhkan karakter peserta didik, karena dalam pembelajaran IPS sejarah terdapat materi yang di dalamnya mengandung pesan-pesan moral yang hendaknya disampaikan kepada peserta didik dengan memberikan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian
misi
pembelajaran sejarah untuk mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa dapat terwujud. Misalnya pada materi bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan kolonial, dengan materi tersebut peserta didik dapat memperoleh pemahaman tentang dampak dari kolonialisme yaitu munculnya perlawanan terhadap kolonialisme dan munculnya gerakan-gerakan sosial yang dilakukan rakyat Indonesia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seperti munculnya perlawanan Pattimura yang merupakan pemberontakan rakyat Maluku yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Belanda yang terjadi pada tahun 1817 di bawah pimpinan Thomas Matulesya (Matulessy), selama VOC berkuasa para petingginya tidak ada sedikitpun upaya untuk memajukan budaya setempat yang terjadi justru perusahaan tata ekonomi dan niaga setempat yang berakibat semakin merosotnya kesejahteraan penduduk. Selain itu perlawanan Diponegoro juga merupakan bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan kolonial di Jawa
antara
tahun
1825-1830,
terjadi
karena
banyaknya
penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan Belanda yang merugikan bangsa Indonesia misalnya pencaplokan tanah-tanah milik bangsawan di daerah pesisir yang sudah dikuasai Belanda sebelumnya dan pembayaran sewa pajak tanah yang memberatkan rakyat sehingga untuk mendapatkan uang rakyat menjual murah hasil panen, perlawanan Diponegoro dengan cepat menyebar ke seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pusatnya di kawasan Yogyakarta. Dari uraian materi di atas pendidikan karakter yang tersirat adalah cinta tanah air, rela berkorban, solidaritas, bersikap adil dan pantang menyerah. Menurut Jamilah (wawancara 10 Agustus 2011) semua materi yang terkandung dalam SK dan KD memiliki peluang untuk menumbuh-kembangkan karakter peserta didik menjadi lebih baik. Contohnya adalah materi dalam sejarah pada KD “mengidentifikasi usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia”. KD ini membahas materi pokok faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda karena Belanda Ingin berkuasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kembali di Indonesia dengan uraian materi kedatangan Belanda (NICA) berupaya untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Netherland Indies Civil Ad ministr ation
(NICA)
berusaha
me mpersenjatai
kembali
KNIL
(Koninklijk Nether land Indisch Leger ) yaitu tentara Belanda yang ditempatkan di Indonesia). Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan Bandung mengadakan provokasi sehingga memancing kerusuhan. Pimpinan AFNEI menyadari bahwa untuk melancarkan tugasnya diperlukan bantuan dari pemerintah Republik Indnesia, sehingga diadakan perundingan dengan pemerintah RI, mereka mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia dan tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut status persoalan Negara. Dalam kenyataannya pasukan sekutu sering membuat huru-hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Pasukan NICA sering melakukan terror terhadap pimpinan-pimpinan Indonesia, sehingga bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang memboncengi AFNEI adalah untuk menegakkan kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu bangsa Indonesia berjuang dengan cara diplomasi maupun kekuatan senjata untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia Internasional (PBB) untuk menyelesaikannya (lampiran RPP). Dari uraian materi tersebut mengandung pendidikan karakter seperti, persatuan dan kesatuan, semangat kebangsaan, berani, pantang menyerah, rela berkorban, dan melatih peserta didik
untuk
dapat
melihat
bagaimana
perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Belanda.
commit to user
para
pahlawan
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada materi pendidikan karakter, guru di SMP Negeri 8 Singkawang berpandangan bahwa pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran sejarah. Ruri (wawancara 19 Agustus 2011) berpandangan bahwa pembelajaran sejarah menjadi sarana untuk menumbuh-kembangkan karakter peserta didik. Ketika membahas sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia ia berusaha menunjukan nilai-nilai patriotisme yang dimiliki para pejuang
dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan. Untuk itu para peserta didik diharap dapat mengisi kemerdekaan yang telah dipertahankan dengan cara belajar yang tekun agar nantinya bangsa Indonesia memiliki SDM yang baik dan dapat digunakan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Ruri (wawancara 19 Agustus 2011) mengakui bahwa ia selalu berusaha mengembangkan karakter peserta didik dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah. Pentingnya muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah akan memberikan bekal pada peserta didik untuk lebih berkarakter dalam bersikap dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsanya. Pendapat dari Ruri senada pula dengan pandangan dari Eva (wawancara 19 Agustus 2011) yang menyatakan bahwa muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah merupakan suatu hal yang menarik dalam kegiatan pembelajaran, karena terjadi interaksi aktif antara guru dan peserta didik serta materi pembelajaran tidak hanya terfokus pada buku paket atau lembar kerja siswa (LKS), melainkan peserta didik dilatih untuk lebih mandiri dalam menemukan sumbersumber belajar. Dalam pembahasan perumusan teks proklamasi kemerdekaan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
golongan pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan dilaksanakan secepatnya dan terlepas dari pengaruh Jepang, maka pihak pemuda menculik Ir Soekarno dan Drs. Moh Hatta ke markas Peta di Rengasdengklok, namun atas jaminan Ahmad Subarjo pemuda membawanya kembali ke Jakarta. Setelah sampai di Jakarta terjadilah kesepakatan tentang perumusan teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Di sini ia menekankan betapa pentingnya musyawarah guna mencapai tujuan bersama. Kemudian dalam pejelasannya Eva mengaitkan pentingnya pengendalian emosi pada generasi muda dalam menghadapi berbagai persoalan supaya menghindari kekerasan, misalnya munculnya perkelahian antar pelajar akibat tidak terkendalinya emosi dan tidak adanya komunikasi yang baik. Selain itu Eva juga mengaitkan dengan munculnya demonstrasi yang anarkhis, misalnya dengan merusak rambu-rambu lalu lintas, pertokoan, perkantoran, bahkan pembakaran ini menunjukan tindakan yang tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia, di mana bangsa Indonesia yang selalu mengedepankan musyawarah dan toleransi dalam kehidupan bernegara. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa guru IPS sejarah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran secara tidak langsung telah berusaha mengembangkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia,
misalnya
musyawarah, toleransi, cinta tanah air, disiplin dan
mengutamakan persatuan dan kesatuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terkait dengan pembinaan karakter peserta didik dalam pembelajaran, di SMP Negeri 8 Singkawang guru-guru berpandangan bahwa mereka mengaitkan pembelajaran antara materi yang diajarkan dengan kondisi sekarang, terutama yang berhubungan dengan karakter bangsa Indonesia. Jamilah (wawancara 12 Agustus 2011) mengatakan bahwa ketika memberikan materi kolonialisme dan imperialisme yang muncul di Indonesia, materi tersebut ia kaitkan dengan karakter atau sikap rakyat Indonesia pada masa itu dan perilaku rakyat Indonesia masa saat ini. Karakter yang dapat dikembangkan pada peserta didik melalui materi ini antara lain cinta tanah air, semangat kebangsaan, disiplin dan rela berkorban. Dalam kegiatan pembelajaran Eva (wawancara 12 Agustus 2011) mengintegrasikan
muatan
materi
pendidikan
karakter
ke
dalam
kegiatan
pembelajaran IPS sejarah. Contohnya adalah materi tentang faktor-faktor yang menyebabkan konflik Indonesia-Belanda karena bangsa Belanda ingin berkuasa lagi di Indonesia pada KD “mengidentifikasi usaha-usaha mempertahankan kemerdekaan” kehadiran pasukan sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945 ternyata berakibat konflik yang berkepanjangan antara Indonesia dengan Belanda, untuk itu bangsa Indonesia berjuang dengan cara diplomasi maupun kekuatan bersenjata, pada tanggal 25 Maret 1947 Indonesia dan Belanda menandatangani Persetujuan Linggarjati. Meskipun ditandatangani Persetujuan tersebut hubungan antara Indonesia dengan Belanda semakin memburuk, Belanda melakukan pelanggaran terhadap perjanjian dengan melakukan agresi militer pertama pada tanggal 21 Juli 1947, sikap pasukan sekutu yang tidak menghormati kedaulatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata oleh rakyat dan pemerintah
Indonesia,
di antaranya terjadinya pertempuran
Surabaya dan
pertempuran Ambarawa sebagai perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Dari uraian materi tersebut mengandung muatan pendidikan karakter antara lain pantang menyerah, rela berkorban, cinta tanah air, kerja keras dan disiplin. Sehubungan dengan aspek pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, Ruri menyatakan bahwa lingkungan sekitar masih kurang dimanfaatkan secara optimal. Disadari bahwa pemanfaatan lingkungan sekitar dalam pembelajaran tidak mudah, karena harus disesuaikan dengan SK dan KD yang ada, ditambah lagi alokasi waktu mata pelajaran IPS sejarah sangat terbatas. Dengan demikian, lingkungan sekitar bulum dapat dimanfaatkan secara penuh. Hal ini juga diakui oleh peserta didik (Fery wawancara tanggal 12 Agustus 2011). Mereka masih belum merasa memanfaakan lingkungan sekitar dalam kegiatan pembelajaran, terutama terkait dengan kegiatan pembelajaran yang memuat materi pendidikan karakter. Muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah, terdapat beberapa pandangan guru yang berbeda. Di SMP N 8 Singkawang, guru mengakui bahwa tujuan pembelajaran IPS sejarah terkait dengan upaya pemerintah dalam dunia pendidikan, yakni untuk mengembangkan karakter warga negara yang baik. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara tujuan pembelajaran IPS sejarah dengan harapan yang diinginkan pemerintah. Contoh pada KD “Mendeskripsikan Perang Dunia II (termasuk pendudukan Jepang) serta pengaruhnya terhadap keadaan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia” pada materi pengaruh kebijakan pemerintah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendudukan Jepang dan bentuk-bentuk perlawanan terhadap pasukan Jepang. Terjadinya PD II secara tidak langsung berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi, politik dan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1942 Jepang berhasil mengalahkan Belanda, maka posisi Belanda di Indonesia digantikan oleh Jepang, berbagai kebijakan Jepang di Indonesia diarahkan untuk memperkuat kekuatan militer. Pada zaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat memprihatinkan, lemahnya ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Belanda ketika mengalami kekalahan dari Jepang. Sejak saat itu keadaan ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang, Perang Dunia II juga berpengaruh bagi Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Setelah Jepang menyerah kepada sekutu tanggal 14 Agustus 1945 Indonesia dalam keadaan “vacuum of power” (kekosongan kekuasaan) sementara sekutu belum datang kondisi ini dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan. Adapun bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang misalnya Perjuangan melalui organisasi buatan Jepang yaitu memanfaatkan gerakan PUTERA (pusat tenaga rakyat), barisan pelopor (Syuisyintai) dan perlawanan melalui gerakan bawah tanah yang dilakukan gerakan kelompok Sultan Syahrir, kelompok Amir Syarifuddin serta kelompok persatuan mahasiswa. Materi pendidikan karakter yang tersirat dalam uraian materi di atas adalah semangat kebangsaan, pantang menyerah, cinta tanah air, rela berkorban, solidaritas dan kerja sama. Fajaratullah (wawancara 16 Agustus 2011) guru IPS kelas VIII, mengatakan bahwa tujuan pembelajaran IPS sejarah adalah “ agar peserta didik dapat memaknai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peristiwa masa lalu”. Dengan sejarah peserta didik dapat mengetahui dan mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi. Upaya pemaknaan terhadap peristiwa yang telah terjadi bermanfaat bagi peserta didik agar dapat mengambil pelajaran dan mengetahui dampak yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut, sehingga dapat menimbulkan rasa ingin tahu terhadap penyebab terjadinya suatu peristiwa. Pendapat Fajaratullah tentang tujuan pembelajaran IPS sejarah juga senada dengan Sari, guru IPS di SMP Negeri 12 Singkawang, yang mengatakan bahwa “sesungguhnya tujuan pembelajaran IPS sejarah adalah mengajarkan peserta didik menjadi lebih bijaksana” (wawancara 16 Agustus 2011). IPS sejarah menurutnya adalah sebuah mata pelajaran yang dapat memberikan nilai-nilai karakter bagi peserta didik melalui kisah-kisah perjuangan masa lalu. Contohnya adalah dalam SK “memahami
usaha
mempertahankan
kemerdekaan”
terutama
dalam
KD
“mengidentifikasi usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia”. Pada KD tersebut terdapat materi tentang konflik yang terjadi antara Indonesia-Belanda terhadap keberadaan negara kesatuan Republik Indonesia. Adanya konflik tersebut menyebabkan adanya keterlibatan dunia internasional dalam hal ini PBB untuk membantu penyelesaian konflik Indonesia-Belanda secara damai, maka pemerintah Indonesia menugaskan Sutan Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir mengatakan bahwa untuk mengakhiri konflik Indonesia-Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Pada materi tersebut memuat materi pendidikan karakter cinta damai dan semangat persatuan dan kesatuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sari (wawancara 16 Agustus 2011) menjelaskan bahwa “sebenarnya orang dapat belajar dari pengalaman masa lalu agar hal-hal yang pernah terjadi dulu tidak terulang lagi sedangkan hal-hal yang baik dapat dijadikan contoh sehingga dapat meneladani”, misalnya bangsa Indonesia pernah menjadi bangsa yang disegani yaitu pada masa Sriwijaya dan Majapahit, kerajaan Sriwijaya mengalami puncak kejayaan pada tahun 850 M, masa kejayaan berlangsung selama pemerintahan Raja Balaputradewa di mana rakyat hidup tentram dan makmur, namun kejayaan Sriwijaya mulai surut pada abad ke 11 karena beberapa faktor misalnya, setelah Balaputradewa wafat tidak ada lagu raja yang cakap dalam menjalankan pemerintahan, letaknya yang jauh dari laut sehingga kapal-kapal tidak mau singgah, banyak wilayah bawahan yang melepaskan diri seperti Jawa Tengah dan Melayu serta adanya serangan dari kerajaan lain. Sedangan kerajaan Majapahit yang didirikan pada tahun 1293 oleh raden Wijaya mulai kehilangan pengaruhnya bersamaan dengan kematian cucunya hayam wuruk pada tahun 1389 setelah kematiannya kekacauan politik terjadi di Majapahit, kemunduran Majapahit lainnya adalah terjadinya perang paregreg yang terjadi antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Dari uraian di atas guru dapat menanamkan rasa Nasionalisme dan persatuan dan kesatuan pada peserta dalam menghadapi persoalan bangsa sekarang ini yang mulai terancam oleh disintegrasi. Menurut Diah, guru IPS di SMP Negeri 12 Singkawang “tujuan pembelajaran IPS sejarah adalah menumbuhkembangkan karakter dan rasa nasionalisme peserta didik dengan mengetahui peristiwa masa lampau yang dijadikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
panduan masa kini dan yang akan datang” (wawancara 18 Agustus 2011). Menurutnya, rasa nasionalisme yang sangat ditekankan dalam pembelajaran IPS sejarah dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga peserta didik terhadap bangsanya. Terkait dengan tujuan pembelajaran IPS sejarah dan muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran, bagi guru di SMP Negeri 12 Singkawang, pembelajaran IPS sejarah sangat erat kaitannya dengan pengembangan karakter peserta didik dalam berperilaku sehari-hari. Diah (wawancara 18 Agustus 2011) menjelaskan bahwa pembelajaran IPS sejarah berkaitan dengan pengembangan rasa nasionalisme peserta didik “ karena dengan materi pendidikan karakter yang dikembangkan melalui pembelajaran IPS sejarah, peserta didik akan lebih bijaksana dalam menyelesaikan suatu persoalan pribadi maupun kelompok ”, misalnya pada materi faktor-faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia. Pada tanggal 23 Agustus 1949 berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, dalam konferensi ini hasil utamanya antara lain Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. Hal ini yang memaksa Belanda harus keluar dari Indonesia, selain itu masih terdapat faktor lain yang memaksa Belanda harus keluar dari Indonesia, misalnya faktor dari dalam yaitu (1) Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya, (2) perang yang berkepanjangnya mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-pabrik Belanda, (3) Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia, (4) para pejuang RI terus melakukan perang perilya dan serangan umum. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat memahami
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagaimana usaha-usaha yang dilakukan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan, sehingga peserta didik
dapat berperilku yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia. Pada materi tentang pengaruh kebijakan pemerintah pendudukan Jepang, pada KD “ mendeskripsikan Perang Dunia II termasuk pendudukan Jepang serta pengaruhnya terhadap keadaan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia” pada materi kebijakan pemerintah Jepang di Indonesia, pada awal pendudukan Jepang mereka menyebarkan propaganda yang menarik misalnya mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di samping bendera Jepang, melarang penggunaan bahasa Belanda, mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari dan mengizinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kebijakan Jepang seperti itu ternyata tidak berjalan lama, Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada dibubarkan, sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru untuk kepentingan Jepang sendiri. Dari uraian materi di atas peserta didik dapat mengungkapkan gagasan dan pendapatnya tentang keadaan sosial, ekonomi, dan politik pada saat itu, sedangkan muatan materi pendidikan karakter yang dapat dikembangkan dalam materi tersebut misalnya rela berkorban,disiplin, cinta tanah air dan pantang menyerah. Diah (wawancara 20 Agustus 2011) memberi penjelasan bahwa materi pendidikan karakter yang dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran IPS sejarah diperoleh dengan mengajarkan fenomena-fenomena sejarah yang terjadi pada saat ini, misalnya pada materi yang berhubungan dengan Pemilihan Umum Ia melihat bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan fenomena sejarah yang terjadi akan membangun karakter peserta didik. Secara jelas ia menyebutkan bahwa “ dengan sistem politik dan situasi pemerintahan yang terjadi, peserta didik dapat berfikir dan menilai bagaimana karakter yang dimiliki para pejabat pemerintahan”. Materi-materi pembelajaran IPS sejarah menurut Diah (wawancara 20 Agustus 2011) memiliki potensi untuk menumbuh-kembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Hal ini tampak pada materi tentang proses kembalinya Republik Indonesia sebagai negara kesatuan pada KD “ mendeskripsikan peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi Indonesia pasca pengakuan kedaulatan” di Kelas IX terdapat materi peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan Pemilihan Umum 1955, sejak Indonesia menggunakan sistem kabinet Parlementer keadaan politik menjadi tidak stabil, partai-partai politik tidak bekerja untuk kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan golongan dan wakil-wakil rakyat yang duduk di Parlemen merupakan wakil-wakil partai yang saling bertentangan. Pada materi tersebut peserta didik dilatih untuk dapat menanggapi berbagai peristiwa yang berhubungan dengan Pemilihan Umum 1955 di tingkat pusat dan daerah. Ditinjau dari tanggapan guru terhadap muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah, Diah (wawancara 20 Agustus 2011) mengemukakan pandangan bahwa materi pembelajaran IPS sejarah memiliki peran dalam menumbuhkembangkan nilai karakter peserta didik adalah karena,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Melalui muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah, peserta didik dapat lebih memahami materi pembelajaran yang disampaikan dan dapat menilai suatu fenomena sejarah yang terjadi saat ini berdasarkan pandangan mereka, dengan demikian dapat melatih peserta didik untuk lebih berfikir kritis dan mempunyai keberanian untuk memberikan tanggapan.
Pada materi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, keadaan politik yang tidak stabil membuat Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi Presiden”, namun Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpendapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada konstituante, sehingga terjadi Perdebatan yang semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai Islam yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai non-Islam yang menghendaki dasar negara Pancasila, pihak yang pro dan militer mendesak kepada Presiden Soekarno untuk segera mengumandangkan kembalinya Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit. Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno menyampaikan dekrit kepada seluruh rakyat Indonesia. Dari uraian materi di atas dapat melatih peserta didik dalam berpikir kritis terhadap keadaan politik pada masa itu, sehingga mereka paham betapa pentingnya persatuan dan kesatuan dalam suatu Negara Diah mengakui untuk mengajarkan materi pembelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter, ia terbiasa menyampaikan materi pembelajaran dengan mengkaitkan fenomena-fenomena politik dan pemerintahan yang sedang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjadi saat ini. Selain itu, Sari (wawancara 22 Agustus 2011) berpendapat bahwa materi pembelajaran IPS sejarah memiliki relevansi terhadap pengembangan nilainilai karakter peserta didik karena “ mereka mendapat pelajaran untuk melangkah ke depan menghadapi tantangan menjadi lebih bijaksana”. Misalnya pada materi terbentuknya kesadaran Nasional, yang merupakan suatu sikap yang dimiliki suatu bangsa berkaitan dengan tanggung jawab, hak, dan kewajiban. Kesadaran Nasional ini tumbuh setelah peserta didik memahami sejarah bangsanya, dengan adanya kesadaran Nasional akan mampu menumbuhkan semangat untuk bertindak menentang penjajahan. Salah satu wujud adanya kesadaran itu adalah pertumbuhan organisasi pergerakan nasional seperti BU, SI, Insuline, Indische Partij, dan sebagainya. Di samping itu juga muncul strstegi perjuangan seperti melalui cara kooperasi, non kooperasi. Bangsa Indonesia memperingati hari Kebangkitan Nasionalnya setiap tanggal 20 Mei, hal ini mengingatkan kita akan lahirnya Budi Utomo pada tanggal 20 Mai 1908. Secara tegas Sari (wawancara 22 Agustus 2011) berpendapat bahwa muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah memiliki potensi untuk membangun pola pikir dan karakter peserta didik, pada materi munculnya organisasi pergerakan Nasional guru dapat menjelaskan terbentuknya organisasi Budi Utomo sebagai pelopor Pergerakan Nasional Indonesia yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 yang beranggotakan dari golongan terpelajar (intelektual), organisasi ini bertujuan mengupayakan hubungan kekeluargaan atas segenap bangsa Bumi Putera, memajukan kebudayaan dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam upaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencapai kehidupan yang layak. Dari materi tersebut guru dapat mengembangkan kepada peserta didik rasa Nasionalisme, solidaritas, persatuan dan kesatuan. Melalui pembelajaran IPS sejarah, ia beranggapan bahwa peserta didik dilatih untuk memiliki sikap berani memberikan tanggapan terhadap suatu peristiwa sejarah. Kemudian untuk mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, ia berpendapat bahwa sebaiknya pembelajaran dilakukan dengan dua arah, dengan demikian akan lebih mewujudkan efektivitas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Suasana pembelajaran yang dialogis menurutnya menjadi sebuah syarat untuk mengembangkan karakter peserta didik. Di SMP Negeri 12 Singkawang guru memandang bahwa dalam pembelajaran IPS sejarah guru telah berupaya untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan kejadian-kejadian aktual sekarang ini. Ini bertujuan agar kegiatan pembelajaran lebih menarik dan bermakna. Contohnya pada materi sumpah pemuda dan terbentuknya identitas bangsa, terdapat peranan pemuda dalam pergerakan nasional dimulai sejak berdirinya Budi Utomo dalam perkembangan selanjutnya para pemuda ingin menggalang kekuatan yang merupakan cerminan aktivitas para pemuda, perjuangan untuk menyatukan kehendak para pemuda akhirnya menjadi kenyataan pada tanggal 28 Oktober 1929 dilaksanakan Kongres pemuda Indonesia II yang tujuannya melahirkan cita-cita semua perkumpulan pemuda Indonesia, membicarakan masalah pergerakan pemuda Indonesia dan memperkuat kesadaran kebangsaan Indonesia dengan memperteguh persatuan Indonesia. Dari kongres ini akhirnya melahirkan suatu momentum yang berupa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sumpah pemuda. Uraian materi di atas tersirat materi pendidikan karakter seperti kerja sama, persatuan, solidaritas, cinta tanah air dan kerja keras. Terkait dengan materi pembelajaran dengan kondisi saat ini, guru IPS sejarah di SMP Negeri 12 Singkawang memandang bahwa keterkaitan antara materi pembelajaran dengan kondisi saat ini harus selalu disampaikan. Diah (wawancara 7 September 2011) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, seorang guru harus dapat mengaitkan materi-materi yang terdapat dalam buku teks dengan kehidupan peserta didik saat ini. Pada kelas IX contoh materi yang dapat dikaitkan adalah tentang pemilihan umum 1955 pada KD “mendeskripsikan peristiwaperistiwa politik dan ekonomi Indonesia pasca pengakuan kedaulatan” yang dikaitkan dengan pemilihan umum 2009. Pada materi pemilihan umum I tahun 1955 berjalan secara demokratis, aman, dan tertib sehingga dapat dikatakan suatu prestasi yang luar biasa di mana rakyat telah dapat menyalurkan haknya tanpa adanya paksaan dan ancaman, walaupun pemilu berjalan sukses akan tetapi hasil dari pemilu tersebut belum dapat memenuhi harapan rakyat karena masing-masing partai masih mengutamakan kepentingan partainya daripada kepentingan rakyat. Oleh karena itu pada waktu itu masih mengalami krisis politik dan berakibat lahirnya Demokrasi Terpimpin, Jika dihubungkan dengan pemilihan umum tahun 2009 yang dilaksanakan secara demokratis menggunakan sistem multipartai semua rakyat Indonesia yang merasa memiliki hak pilih untuk dapat menggunakannya secara bijak demi menuju kesejahteraan rakyat. Pada materi tersebut terdapat pendidikan karakter
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dapat dikembangkan pada peserta didik misalnya semangat kebangsaan, pantang menyerah, demokratis dan cinta tanah air.
b. Kegiatan Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan Karakter Kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter dapat dilihat dari beberapa aspek kegiatan belajar mengajar (KBM) faktor-faktor
yang mendukung kegiatan
pembelajaran.
Mengingat
beragamnya nilai-nilai karakter yang perlu ditumbuhkembangkan pada peserta didik, sehingga perlunya peran guru dalam mengembangkan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai setiap guru harus sudah membuat perangkat pembelajaran yang meliputi: (1) Analisis Materi Pelajaran (AMP) merupakan hasil kegiatan yang dilakukan guru mulai dari meneliti kurikulum untuk menjabarkan materi guna menyusun program pembelajaran serta strategi penyajiannya; (2) Penyusunan program tahunan (Prota) yang memuat alokasi waktu untuk setiap pokok bahasan dalam satu tahun pembelajaran; (3) Penyusunan program semester (Promes) merupakan salah satu bagian dari program pembelajaran yang memuat alokasi waktu untuk setiap satuan bahasan pada setiap semester; (4) Silabus merupakan salah satu bagian dari program pembelajaran yang memuat satuan bahasan untuk disajikan beberapa kali pertemuan, dan dapat digunakan sesuai acuan untuk menyusun rencana pelajaran, agar guru dalam melaksanakan tugas lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terarah, efisien dan efektif; (5) Rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) merupakan persiapan mengajar guru untuk setiap pertemuan dan berfungsi sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas (Observasi tanggal 11 Agustus 2011). Di SMP ini, kegiatan pembelajaran pada materi terbentuknya kesadaran nasionalisme dilakukan oleh Eva. Di dalam silabus dan RPP, materi ini dirancang untuk 3 kali pertemuan dengan alokasi keseluruhan 6 × 40 menit. Pertemuan pertama dirancang untuk 2 × 40 menit dengan indikator “ menjelaskan pengertian dan alasan politik etis” pertemuan kedua dengan alokasi 2 × 40 menit untuk indikator “ menjelaskan pendidikan yang diterapkan Belanda di Indonesia”. Pertemuan ketiga dengan alokasi 2 × 40 menit untuk indikator “ mendeskripsikan perkembangan pergerakan nasional yang bersifat etnik kedaerahan, keagamaan sampai nasionalisme Indonesia”. Sebelum memasuki materi pembelajaran terbentuknya kesadaran nasional, guru terlebih dahulu menanyakan materi sebelumnya kepada peserta didik, misalnya: (1) Bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial di Indonesia; (2) Bentuk-bentuk perlawanan rakyat dalam menentang kolonialisme Barat di berbagai daerah di Indonesia. Dari dua pertanyaan tersebut Siti peserta didik mencoba menjawab pertanyaan pertama yaitu, pengaruh kebijakan pemerintah kolonial dalam bidang ekonomi misalnya terjadinya kemiskinan dan kesengsaraan rakyat Indonesia karena tidak memiliki kesempatan untuk mengerjakan sawah dan ladang mereka sendiri, jawaban Siti diteruskan oleh Roni yang menjelaskan pengaruh kebijakan pemerintah kolonial pada bidang politik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
misalnya pemerintahan lokal tidak lagi memiliki kekuasaan besar karena sering dicampuri pemerintah kolonial. Pada pertanyaan kedua guru memberi kesempatan kepada peserta didik yang lain dengan memberikan kata kunci misalnya perang yang terjadi antara kaum adat dan kaum padri, dengan kata kunci yang diberikan guru akhirnya Hamdan selaku ketua kelas yang menyebutkan Perang Padri yang terjadi di Minangkabau, dan Perang Diponegoro merupakan salah satu bentuk perlawanan dalam menentang kolonialisme di Indonesia. Dengan memberikan pertanyaan sebelum memulai kegiatan pembelajaran ini menunjukkan bahwa guru menanamkan karakter disiplin, berani, dan saling menghargai dalam kegiatan pembelajaran. Dua pertanyaan inilah yang mengawali guru untuk kemudian melanjutkan materinya dengan pokok bahasan tentang proses terbentuknya kesadaran nasional dan perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia. Dalam materi ini nilai-nilai karakter yang harapkan pada peserta didik yaitu disiplin, tanggung jawab, mandiri, rasa ingin tahu, cinta tanah air dan persatuan. Pengembangan nilai-nilai karakter tersebut terlihat misalnya pada saat sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, terlebih dahulu guru memeriksa kehadiran peserta didik, memperhatikan kebersihan dan kerapian kelas, sehingga guru telah menanamkan perilaku disiplin dan tanggung jawab kepada peserta didik. Kegiatan guru ini tampak pada gambar 3. Pada apersepsi guru memberikan motivasi pada peserta didik dengan menyampaikan pendidikan merupakan upaya untuk mengangkat derajat bangsa Indonesia dan memberikan pengalaman kepada bangsa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia tentang pentingnya persatuan dalam memperjuangkan nasib sebuah bangsa. Dalam apersepsi tersebut guru menanamkan rasa persatuan dan cinta tanah air kepada peserta didik. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi guru meminta peserta didik untuk menyebutkan siapa saja pahlawan Nasional dan melibatkan peserta didik dalam mencari informasi yang luas mengenai materi yang dibahas. Dalam kegiatan ini guru mencoba melatih peserta didik untuk belajar mandiri dan mengembangkan rasa ingin tahu. (observasi tanggal 11 Agustus 2011).
Gambar 3 : Guru memerikasa Kebersihan dan Kerapihan Kelas Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 11 Agustus 2011 Tatap muka pertama dirancang dengan menggunakan metode ceramah. Kegiatan pembelajaran mengulas tentang alasan terjadinya politik etis. Pertama-tama guru menjelaskan tentang latar belakang kondisi, pengertian, dan tujuan serta pengaruh politik etis terhadap terbentuknya kesadaran nasional. Dalam pembelajaran guru menjelaskan bahwa sebelum masuk pada pembahasan mengenai politik etis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terlebih dahulu perlu dibahas masa sebelum politik etis tersebut direalisasikan, misalnya (1) Era politik konservatif (1800-1948) di mana sistem kompeni dan merkantilisme digunakan secara total dan eksploitasi negeri jajahan adalah usaha utama pemerintahan Belanda, eksploitasi SDA merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemakmuran Negara induk; (2) Era culturstelsel (1830-1870) di mana penjajahan dilakukan dengan mengikuti tradisi lokal yang ada, hanya terjadi perubahan di mana dilakukan penyerahan pajak tanah dengan uang namun diganti dengan pemberian hasil perkebunan yang dapat diekspor dan laku di pasaran internasional; (3) Sebelum dilakukannya politik etis keadaan sosial dan ekonomi di Indonesia begitu buruk dan jauh dari kesejahteraan terutama untuk penduduk pribumi; (4) Pergantian penguasaan dan kebijakan tidak menjadikan bangsa Indonesia membaik. Politik etis sebagai politik balas budi atau politik kehormatan tidak lepas dari tujuan di dalamnya, hal yang awalnya balas budi atau politik kehormatan ternyata tidak sejalan dengan tujuan awal politik tersebut. Terbukti dengan masih adanya suatu keinginan dan kepentingan dalam pelaksanaannya, sebagai contoh adalah transmigrasi yang dibuat sebagai pemerataan penduduk Jawa dan Madura untuk dipindahkan ke daerah Sumatra Utara dan Selatan ternyata masih ada keinginan untuk mencari keuntungan besar dari kebijakan tersebut seperti dibukanya perkebunan-perkebunan baru yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengelolanya dan pengurangan jumlah kemiskinan di Jawa dan Madura, namun dilaksanakannya politik etis ini merupakan suatu pencerahan bagi bangsa Indonesia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena dibangun sekolah-sekolah untuk penduduk pribumi, meskipun sebagian besar adalah untuk kelas bangsawan tetapi untuk penduduk kelas bawah terdapat fasilitas pendidikan kelas dua. Guru menjelaskan bahwa pelaksanaan politik etis merupakan bumerang bagi pemerintah Belanda, karena dengan membuka pendidikan sama halnya mempersenjatai penduduk pribumi dengan pengetahuan, sehingga muncullah golongan terdidik dan terpelajar yang menjadi ancaman bagi pemerintah Belanda misalnya lahirnya Budi Utomo, Sarikat Islam hingga penbentukan Volkskraad adalah respon dari stimulus yang diberikan oleh poltik etis ini dengan memajukan pendidikan (edukasi). Selain yang juga diperbaharui yaitu pengairan dan infrastruktur (irigasi) dan transmigrasi. Dari uraian materi di atas secara tidak langsung guru telah menanamkan kepada peserta didik sikap pantang menyerah, kerja keras dan cinta tanah air. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung sekitar 30 menit, kemudian guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya apa yang kurang jelas, dan pada kesempatan itu tidak ada peserta didik yang bertanya. Pada waktu menutup pelajaran guru memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti (1) Pengaruh politik etis dalam bidang pendidikan; (2) Kehidupan ekonomi masyarakat pada masa politik etis. Fery peserta didik menjawab pengaruh politik etis dalam bidang pendidikan munculnya golongan terpelajar misalnya Budi Utomo dan serikat Islam, sedangkan Novi menjawab kehidupan ekonomi masyarakat pada masa politik etis tanah-tanah masih dikuasai para tuan tanah di mana rakyat biasa hanya sebagai penyewa dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerja saja, sehingga kesengsaraan dan kemiskinan masih melanda rakyat Indonesia. Selain memberikan pertanyaan guru mencoba mengembangkan rasa ingin tahu dan tanggung jawab peserta didik dengan memberikan penugasan dalam bentuk mencari artikel dari internet atau media massa yang berkaitan dengan politik etis yang dikerjakan secara berkelompok dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya,. Dalam
memulai
pembelajaran
guru
tidak
menyampaikan
tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada awal pertemuannya. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran sebelum memulai mengajar akan membuang waktu, sedangkan materi yang harus disampaikan cukup banyak. Pada pertemuan kedua, kelas dibagi dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 1-8 orang, kemudian guru menjelaskan materi yang akan menjadi bahan diskusi yaitu tentang sistem pendidikan yang diterapkan Belanda di Indonesia, kemudian guru meminta peserta didik untuk duduk berkelompok dan membahas materi diskusi yang telah ditentukan. Sebelum kegiatan diskusi dimulai guru meminta peserta didik untuk mencatat hasil diskusinya dalam kertas, kemudian akan ditunjuk satu kelompok untuk mempersentasikan hasilnya di depan kelas. Ketika kegiatan diskusi berlangsung terlihat suasana kelas menjadi sedikit ramai, terlihat peserta didik yang begitu bersemangat ketika berdiskusi dalam kelompoknya, namun terdapat pula peserta didik yang hanya diam tidak mengeluarkan pendapat. Suasana saat diskusi tampak pada gambar 4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4 : Suasana diskusi yang ramai Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 18 Agustus 2011 Pada saat kegiatan diskusi berlangsung terlihat guru mengawasi peserta didik dengan mendatangi masing-masing kelompok. Aktivitas guru tampak pada gambar 5.
Gambar 5 : Guru mengawasi peserta didik dalam kelompok Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 18 Agustus 2011 Kegiatan diskusi antar kelompok berlangsung sekitar 30 menit yang selanjutnya guru memilih salah satu kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Kelompok yang terpilih adalah kelompok Hamdan, yang terdiri atas empat orang peserta didik maju ke depan untuk mempersentasikan hasil diskusinya. Kelompok yang presentasi tampak pada gambar 6.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 6 : Kelompok mempresentasikan hasil diskusi Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 18 Agustus 2011 Kelompok ini menjelaskan pada masa kolonial awalnya pendidikan tidak merata untuk semua orang, terdapat perbedaan antara anak keturunan Eropa dan anak bumiputera misalnya (1) Untuk anak keturunan Eropa didirikan ELS (Europese Legere School); (2) Untuk anak bumiputera kalangan bawah didirikan sekolah kelas dua pendidikan berlangsung selama tiga tahun dengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung; (3) Untuk anak bumiputera kalangan menengah dan atas didirikan sekolah kelas satu pendidikan berlangsung selama tujuh tahun dan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada perkembangan selanjutnya, pemerintah kolonial juga memberikan kesempatan bagi bumiputera untuk mengikuti pendidikan tinggi terutama bagi yang pintar dan mampu secara ekonomi. Pemaparan hasil diskusi disampaikan sekitar 10 menit, selanjutnya guru memberi kesempatan kepada peserta didik kelompok lain untuk bertanya. Pada kesempatan
ini
Riska
bertanya
“apa
tujuan
pemerintah
kolonial
dari
penyelenggaraan pendidikan” dari pertanyaan ini Wulan menjawab: tujuan pemerintah kolonial adalah untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM ) yang terampil dan terdidik guna membantu administrasi mereka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir guru memberikan kesimpulan bahwa politik etis yang dilaksanakan pemerintah kolonial berdampak terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia, dengan lahirnya kalangan terpelajar yang sebagian besar berasal dari golongan menengah ke atas. Lahirnya kelompok terpelajar di tengah masyarakat Indonesia menjadi pelopor perjuangan untuk melawan kolonialisme Belanda, mereka menjadi pelopor gerakan nasionalisme Indonesia. Wawasan pengetahuan yang mereka peroleh selama belajar membuka kesadaran pentingnya persatuan dan kesatuan dalam melawan kolonialisme Belanda. Dalam kegiatan pembelajaran ini guru mengembangkan nilai-nilai karakter berani dalam menyampaikan dan menjawab pertanyaan pada saat diskusi berlangsung, melatih mandiri dan kerja sama pada saat berdiskusi dalam kelompok dan perilaku cinta tanah air serta persatuan dan kesatuan yang tersirat dalam kesimpulan yang diberikan guru (observasi tanggal 18 Agustus 2011). Fitry peserta didik (wawancara 18 Agustus 2011) mengatakan kami sangat senang dengan metode mengajar yang digunakan ibu Eva, karena dengan metode diskusi kami terlatih untuk bisa berfikir kritis,dan berani berbicara di depan kelas. Hal senada disampaikan Fery peserta didik (wawancara 18 Agustus 2011) bagi kami metode diskusi yang digunakan ibu Eva cukup menarik karena dengan metode seperti ini kami tidak ngantuk dan ibu Eva melatih kami untuk berani berpendapat walaupun itu salah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Novi peserta didik (wawancara 18 Agustus 2011) kurang setuju dengan cara guru yang mengajar dengan menggunakan metode diskusi karena dengan metode seperti ini hanya orang-orang tertentu saja yang aktif dan bisa berbicara, sedangkan peserta didik yang tidak paham hanya diam saja saat diskusi berlangsung. Pada pertemuan ketiga, dengan alokasi waktu 2 × 40 menit guru mengulas tentang perkembangan pergerakan nasional yang bersifat etnik kedaerahan, keagamaan sampai nasionalisme Indonesia. Pertemuan dirancang dengan metode ceramah bervariasi. Penggunaan metode ini dimaksudkan agar peserta didik dengan mudah memahami materi yang disampaikan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan dan cara berfikir, serta tujuan pembelajaran dapat tercapai. Guru pada kegiatan pembelajarannya menggunakan beberapa metode pembelajaran, yakni ceramah, diskusi dan penugasan, serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara mandiri. Dari pengamatan yang dilakukan di kelas VIII, pada awal pembelajaran guru telah melakukan apersepsi dengan mengaitkan materi lalu dengan materi saat ini, dengan mengajukan pertanyaan (1) Apakah tujuan didirikannya organisasi Budi Utomo; (2) Dapatkah kalian menyebutkan organisasi pergerakan nasional yang bersifat keagamaan, kedua pertanyaan guru tersebut langsung direspon peserta didik. Fitry peserta didik mencoba menjawab pertanyaan pertama tujuan didirikannya organisasi Budi Utomo adalah mengupayakan hubungan kekeluargaan antara rakyat bumiputera dan memajukan kebudayaan serta menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencapai kehidupan yang layak, jawaban Fitry tersebut dibenarkan oleh bu Eva dan dilanjutkan oleh Hamdan menjawab pertanyaan kedua organisasi Pergerakan yang bersifat keagamaan misalnya Sarikat Islam yang pada awalnya adalah serikat dagang Islam (SDI), Serikat Islam berkembang dengan cepat karena Agama Islam menjadi motivasinya dan Islam menjadi identitas pribumi (observasi tanggal 19 Agustus 2011). Dari kedua jawaban tersebut guru menjelaskan bahwa sebagai rakyat Indonesia harus menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, walaupun bangsa Indonesia terdiri dari beranekaragam suku dan budaya. Dengan rasa nasionalisme dan solidaritas yang dimiliki dapat menghadapi segala ancaman yang ingin memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Dalam apersepsi tersebut guru mencoba mengembangkan sikap persatuan dan kesatuan serta rasa nasionalisme kepada peserta didik. Gaya guru mengembangkan sikap nasionalisme pada gambar 7.
Gambar 7 : Gaya guru dalam mengembangkan sikap nasionalisme Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 19 Agustus 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebelum memasuki kegiatan pembelajaran guru memaparkan sumbersumber yang dapat dijadikan referensi seperti buku IPS Sejarah, karangan Matroji dari penerbit Erlangga hal 67-148 dan IPS Terpadu, karangan Tim Abdi Guru dari penerbit Erlangga hal 107-170. Di dalam kegiatan pembelajaran guru lebih menekankan pada aspek bercerita. Gaya guru bercerita tampak pada gambar 8. Guru menceritakan perkembangan pergerakan nasional yang bersifat etnik kedaerahan, keagamaan sampai nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Indonesia tumbuh pertama kali di kalangan terpelajar dari berbagai daerah yang menyadari persamaan nasib sebagai jajahan Belanda sehingga memunculkan tekat untuk merdeka sebagai satu bangsa, namun upaya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia menghadapi kendala. Kendala utama adalah pengaruh politik kolonialisme Belanda sudah tertanam lama di tengah masyarakat Indonesia dan sebagian besar masyarakat belum menyadari sebagai suatu bangsa, mereka masih terikat pada daerah masingmasing.
Gambar 8 : Gaya guru bercerita di depan kelas Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 23 Agustus 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tumbuhnya berbagai organisasi kebangsaan menandai masa baru dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda, masa baru itu dikenal sebagai masa pergerakan nasional (masa sebelum dikenal sebagai masa perlawanan fisik secara kedaerahan). Pergerakan nasional Indonesia pada awalnya belum langsung memiliki corak yang seragam, misalnya bercorak sosial, budaya, ekonomi dan agama. Sejak tahun 1912 organisasi kebangsaan bercorak politik dengan tujuan utama Indonesia merdeka. Organisasi pergerakan yang bersifat etnik kedaerahan pada umumnya didirikan di daerah masing-masing oleh para pemuda, contohnya Tri koro dharmo, Jong Java, Jong Sumatra, sedangkan organisasi pergerakan yang bersifat keagamaan misalnya serikat dagang Islam (SDI), SI, Muhammadiyyah, dan Nahdatul Ulama (NU). Dalam uraian materi tersebut guru mencoba menanamkan sikap patriotisme dan semangat kebangsaan kepada peserta didik. Pada pembelajaran bercerita, guru memberikan umpan balik kepada peserta didik dengan mengajukan pertanyaan
‘bagaimana
pendapat
kalian
mengenai
peranan
pers
dalam
menumbuhkan kesadaran nasional Indonesia’ Fery peserta didik berpendapat, dalam menumbuhkan kesadaran Nasional pers mampu memperjuangkan objektivitas, sebagai penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan, dengan demikian pers dapat berperan sebagai alat propaganda demi kepentingan bangsa Indonesia, selanjutnya jawaban Fery diperjelas oleh Hamdan yang menjelaskan kedudukan pers amat penting terutama yang berbahasa melayu karena dapat menarik pembaca dari kelompok bumiputera. Kedua jawaban Fery dan Hamdan dibenarkan oleh guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebelum akhir pertemuan guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya (observasi 23 Agustus 2011). Sebagian pertemuan digunakan guru untuk menjelaskan materi dengan, ceramah, diskusi di dalam kelas mengenai sistem pendidikan yang diterapkan pada masa VOC dan sistem pendidikan masa Hindia-Belanda. Metode ceramah yang dilakukan guru membahas tentang pendidikan pada masa kolonial yang diselenggarakan demi kepentingan pemerintah kolonial itu sendiri, berupa kebutuhan akan pegawai terdidik dan terampil, baik di kantor pemerintah maupun di perkebunan. Dalam diskusi guru membagi peserta didik dalam dua kelompok besar yang akan membahas sistem pendidikan yang diterapkan di Hindia-Belanda. Kegiatan
diskusi berlangsung 45
menit
kedua kelompok
masing-masing
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, pada saat diskusi tidak semua peserta didik aktif memberikan tanggapan, masih terdapat peserta didik yang hanya diam mendengarkan. Sedangkan peserta didik yang aktif saat diskusi adalah peserta didik yang mendapat peringkat sepuluh besar di kelas. Diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab terdapat dua pertanyaan yang diajukan oleh Fitry dan Hasna, yaitu (1) Apa tujuan pemerintah kolonial melaksanakan sistem pendidikan di wilayah jajahannya; (2) Perbedaan sistem pendidikan antara golongan atas dan golongan bawah. Sebelum pertanyaan dijawab terlebih dahulu guru melempar pertanyaan tersebut kepada peserta didik yang terlihat diam saat diskusi berlangsung. Lihat gambar 9. Doni (peserta didik) menjawab pertanyaan pertama tujuan pemerintah kolonial dalam melaksanakan pendidikan adalah untuk memenuhi kebutuhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pegawai pemerintahan, perdagangan, perusahaan serta memenuhi kebutuhan pengajaran dikalangan rakyat umum. Sedangkan untuk jawaban pertanyaan kedua guru menjadikan pekerjaan rumah (PR) yang dikerjakan secara individu dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
Gambar 9 : Guru melempar pertanyaan kepada peserta didik yang diam saat diskusi Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 23 Agustus 2011 Dari hasil kegiatan diskusi tersebut guru menjelaskan kepada peserta didik, sebagai generasi penerus bangsa mereka harus bekerja keras dan pantang menyerah untuk mencapai masa depan, karena pendidikan pada zaman sekarang dapat dikatakan maju jika dibandingkan pada masa penjajahan. Diskusi dilakukan pada saat membahas materi tentang sistem pendidikan yang diterapkan di HindiaBelanda. Diskusi dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya tentang sebuah pendapat yang dikemukakan guru, kemudian ditanggapi oleh peserta didik yang lain. Pendapat yang menjadi bahan diskusi adalah sistem pendidikan yang diterapkan di Hindia-Belanda jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dihubungkan dengan sistem pendidikan yang sedang berkembang saat ini. Fery peserta didik berpendapat pendidikan di Indonesia saat ini sudah sangat berkembang terbukti banyak pelajar dari Indonesia yang mencari pengalaman belajar di luar Negeri, sekarang tidak hanya golongan atas saja yang dapat sekolah, melainkan dengan dilaksanakannya wajib pendidikan sembilan tahun oleh pemerintah, masyarakat golongan bawah pun dapat sekolah. Peserta didik Fery (wawancara 23 Agustus 2011) mengatakan lebih bersemangat bila guru menggunakan metode berdiskusi dalam pembelajaran jika dibandingkan dengan metode ceramah, karena suasana kelas lebih ramai dan terlatih untuk berfikir cepat dalam menjawab pertanyaan, sehingga tidak ngantuk pada saat pembelajaran. Pada materi sistem pendidikan pada zaman Belanda yang dilaksanakan guru dengan diskusi kita dapat lebih memahami bagaimana sistem pendidikan pada zaman penjajahan Belanda jika dibandingkan dengan sistem pendidikan saat ini yang jauh berbeda, dalam materi ini guru lebih menanamkan sikap kerja keras dan pantang menyerah dalam mencapai cita-cita. Menurut guru IPS sejarah Ruri (wawancara 23 Agustus 2011) yang masih membutuhkan perhatian adalah faktor alokasi waktu yang terbatas. Hal ini dikarenakan banyak kompetensi dasar dalam mata pelajaran IPS sejarah yang memerlukan waktu yang tidak sedikit, ditambah lagi dalam pembelajaran yang memuat pendidikan karakter guru harus mengaitkan materi pembelajaran dengan fenomena-fenomena sejarah yang sedang berkembang saat ini. Contohnya menurunnya rasa nasionalisme rakyat Indonesia sehingga menimbulkan disintegrasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bangsa, kerusuhan yang terjadi diberbagai daerah misalnya munculnya keinginan rakyat Papua untuk merdeka, kerusuhan yang terjadi di Ambon dan Maluku. Contoh tersebut semua merupakan ancaman untuk memecah belah persatuan Indonesia, oleh karena itu rasa persatuan dan semangat nasionalisme sangat perlu ditanamkan kepada peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Jika dikaitkan dengan materi upaya dalam mempertahankan kemerdekaan guru dapat menjelaskan perjuangan yang dilakukan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan ketika Belanda datang kembali di Indonesia, salah satu bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan adalah dengan diplomasi. Ketika Belanda ingin menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia selalu mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia. Dari materi tersebut terkandung nilai-nilai karakter cinta tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Dalam pembelajaran selain menyampaikan materi guru juga dituntut dapat mengembangkan nilai karakter dan menyampaikan pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi tersebut, dengan demikian dalam melaksanakan pembelajaran guru lebih berperan sebagai fasilisator dan melatih peserta didik untuk belajar mandiri serta berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Materi yang disampaikan guru dalam pembelajaran tersirat materi pendidikan karakter seperti cinta tanah air dan rela berkorban demi kepentingan bersama serta pentingnya persatuan demi keutuhan bangsa. Dalam kegiatan pembelajaran guru meminta peserta didik untuk memberikan tanggapan mengenai pudarnya nasionalisme jika dihubungkan dengan keadaan saat ini. Hamdan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan tanggapannya mengenai keadaan bangsa Indonesia yang saat ini sering terjadi kerusuhan diberbagai daerah, terjadinya demonstrasi mahasiswa yang menolak kebijakan pemerintah dan pisahnya daerah-daerah tertentu dari kesatuan Republik Indonesia itu semua membuktikan pudarnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia, dan sebagai generasi penurus harus lebih giat belajar demi menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas (observasi 23 Agustus 2011) Ditinjau dari aspek peserta didik, kendala yang ditemui menurut Ruri adalah “ mata pelajaran IPS sejarah dianggap menjenuhkan, sehingga peserta didik lebih fokus pada mata pelajaran lain daripada mata pelajaran IPS sejarah, ditambah jadwal mata pelajaran IPS sejarah ada pada jam terakhir atau setelah jam olahraga”. Kondisi ini membuat peserta didik kurang antusias dalam kegiatan pembelajaran, namun dengan adanya tuntutan pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran yang memuat pendidikan karakter, maka peserta didik cenderung lebih antusias karena guru dalam menyampaikan materi pembelajaran selalu mengaitkan dengan keadaan yang sedang terjadi sekarang, sehingga peserta didik dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi di sekitarnya serta mengumpulkan materi dari berbagai sumber yang tersedia misalnya dari internet, majalah, dan buku-buku yang relevan. Hal senada disampaikan Eva (wawancara 23 Agustus 2011) dalam penerapan metode pembelajaran, pada dasarnya tidak terlalu ditemui kendala, karena guru di SMP Negeri 8 Singkawang telah menerapkan beberapa metode dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang memuat pendidikan karakter. Metode
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang sering digunakan adalah ceramah bervariasi dan diskusi, pada saat diskusi peserta didik dilatih untuk bekerja sama dan berani dalam menyampaikan tanggapan di kelas. Di SMP Negeri 12 Singkawang, kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang terkait pada materi usaha mempertahankan kemerdekaan berdasarkan silabus dan RPP 2010 dilaksanakan 8×40 menit atau 4 kali pertemuan. Masing-masing pertemuan terbagi dalam alokasi waktu 2 × 40 menit. Pertemuan pertama mengulas indikator (1) Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda; (2) Mengidentifikasi peran dunia Internasional dalam konflik Indonesia Belanda. Pertemuan kedua mengulas indikator (1) Mengidentifikasi pengaruh konflik Indonesia Belanda terhadap keberadaan NKRI; (2) Menelaah dengan referensi aktivitas diplomasi Indonesia di dunia Internasional untuk mempertahankan kemerdekaan. Pertemuan ketiga dan keempat mengulas indikator (1) Mendeskripsikan perjuangan rakyat dan pemerintah diberbagai daerah dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, (2) Menelaah dengan referensi faktor-faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia (silabus dan RPP 2010). Sebelum memasuki materi usaha mempertahankan kemerdekaan, guru terlebih dahulu menanyakan materi sebelumnya misalnya (1) Jelaskan pengaruh kebijakan pemerintah Jepang terhadap kehidupan ekonomi, sosial dan pergerakan kebangsaan Indonesia, pertanyaan pertama dijawab oleh Eko yang menjelaskan pada masa Jepang, diberlakukan politik penyerahan padi secara paksa, hal ini dilakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi para tentara. Akibat penyerahan padi itu angka kematian meningkat, tingkat kesehatan masyarakat menurun, kelangkaan bahan pangan, dan kesejahteraan sosial sangat buruk. Golongan pemuda, pelajar, dan tokoh masyarakat mengalami peningkatan status sosial, hal itu disebabkan mereka bergabung dalam organisasi bentukan Jepang dan duduk dalam pemerintahan, (2) Bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah pada masa pendudukan Jepang. Pertanyaan kedua dijawab oleh Gilang yang menjelaskan pada masa pendudukan Jepang kehidupan rakyat sangat menderita, karena rakyat dipaksa menjadi romusha dan dibebani kewajiban menyerahkan hasil panennya. Penderitaan yang dialami rakyat menyebabkan munculnya rasa benci terhadap Jepang, akibatnya terjadi perlawanan rakyat Indonesia terhadap kekejaman tentara Jepang. Perlawanan rakyat yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukanlah hadiah dari pemerintah Jepang, misalnya perlawanan rakyat Aceh, perlawanan rakyat Singaparna dan perlawanan prajurit PETA di Blitar (observasi tanggal 7 September 2011). Dari kedua pertanyaan tersebut secara tidak langsung tersirat materi pendidikan karakter, misalnya cinta tanah air yang terletak dalam materi bentukbentuk perlawanan rakyat Indonesia yang menunjukkan kecintaan rakyat Indonesia terhadap tanah airnya dengan melakukan perlawanan pada masa pendudukan Jepang yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, serta rela berkorban demi mempetahankan kemerdekaan Indonesia demi menunjukkan bahwa kemerdekaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia bukanlah hadiah dari pemerintah Jepang, melainkan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Materi tersebut merupakan awal dari kegiatan guru untuk memulai materi tentang usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Muatan materi pendidikan karakter yang dikembangkan dalam materi usaha mempertahankan kemerdekaan adalah cinta damai dan dapat dipercaya yang tersirat pada kegiatan apersepsi ketika guru memberikan motivasi kepada peserta didik agar siap dalam mengikuti pembelajaran. Pada apersepsi guru mengatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, hal itu terbukti sebelum menggunakan perlawanan fisik dengan senjata bangsa Indonesia terlebih dulu melaksanakan diplomasi di meja perundingan dan bangsa Indonesia tidak pernah melanggar hasil perundingan yang telah menjadi kesepakatan (observasi, tanggal 8 September 2011). Pada saat menjelaskan materi yang berhubungan dengan perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan Jepang di berbagai daerah misalnya perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintah militer Jepang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Ia seorang yang tidak mau tunduk terhadap peraturan Jepang. Walaupun pihak Jepang berusaha membujuknya agar berdamai namun usaha itu ditolaknya. Akhirnya pada tanggal 10 November 1942 tentara Jepang menyerang Cut Plieng. Saat itu rakyat sedang melakukan shalat subuh, dengan persenjataan pedang dan renceong rakyat dapat memukul mundur tentara Jepang. Perlawanan rakyat Singaparna
dipimpin oleh K.H. Zainal Mustofa seorang ulama yang teguh
pendiriannya. Ia tidak bersedia melakukan saikerei, yaitu member penghormatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepada Kaisar Jepang yang dianggap keturunan Dewa matahari. Karena sikapnya, hubungan dengan pasukan Jepang semakin tegang. Untuk menghadapi segala kemungkinan serangan Jepang, ia menyiapkan murid-muridnya dengan mempertebal keyakinan agama dan mengajarkan bela diri. Sedangkan perlawanan tentara PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar pada masa pendudukan Jepang di Indonesia yang dipimpin oleh Supriayadi pada tanggal 14 Februari 1945. Latar belakang terjadinya perlawanan ini adalah anggota PETA tidak tahan melihat kesengsaraan rakyat di daerahnya, terutama keluarga prajurit battalion Blitar dan para pekerja romusha. Dengan tujuan yang sama yaitu mempetahankan kemerdekaan Indonesia, dengan segenap usaha dan tenaga rakyat Indonesia berjuang untuk mempertahankan kesatuan Republik Indonesia. Dari penjelasan materi tersebut guru lebih menanamkan rasa cinta tanah air dan rela berkorban kepada peserta didik sebagai generasi penurus bangsa (observasi 8 September 2011). Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama dan kedua dirancang dengan menggunakan perpaduan antara metode ceramah dan diskusi. Metode ceramah digunakan guru untuk menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik Indonesia Belanda dan mengidentifikasi peran dunia Internasional dalam konflik Belanda Indonesia. Metode ini dilakukan pada pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 × 40 menit. Pertemuan kedua guru lebih menekankan pada metode diskusi untuk mengulas pengaruh konflik Indonesia-Belanda terhadap keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan aktivitas diplomasi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan uraian materi keberadaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Negara Kesatuan Republik Indonesia pada waktu agresi militer Belanda pertama, persetujuan linggarjati yang ditandatangani pada 25 Maret 1947 antara IndonesiaBelanda sebagai upaya mengatasi konflik melalui jalur diplomasi. Dari persetujuan ini ternyata Belanda mengingkari dengan melakukan agresi militer pertama pada 21 Juli 1947 dengan tujuan dalam bidang politik untuk mengepung ibu Kota Republik Indonesa dan merebut daerah-daerah penghasil bahan makanan seperti beras di Jawa Barat dan Jawa Timur. Dalam kegiatan pembelajaran guru membagi peserta didik dalam dua kelompok besar dan meminta peserta didik untuk menelaah berbagai referensi baik internet maupun buku-buku yang berhubungan dengan materi yang kemudian hasilnya dipersentasikan di depan kelas. Diskusi berjalan dengan tertip, terlihat peserta didik aktif dalam kegiatan diskusi kelompoknya. Pada saat diskusi berlangsung terlihat guru memantau suasana kelas dengan duduk di kursi belakang, kegiatan diskusi berlangsung 45 menit dan guru menunjuk empat orang peserta didik dari tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kegiatan diskusi tampak pada gambar 10. Dari kegiatan diskusi tersebut terdapat dua pertanyaan yang diajukan peserta didik misalnya (1) Apa isi persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB); (2) Apa alasan terjadinya perlawanan rakyat Surabaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 10 : Guru memantau peserta didik berdiskusi dengan duduk di kursi belakang Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 23 Agustus 2011 Kedua pertanyaan tersebut dilemparkan kepada masing-masing kelompok yang mempresentasikan materi, pertanyaan pertama dijawab oleh kelompok Ita yang menjelaskan isi persetujuan KMB yaitu (1) Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia serikat; (2) Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan; (3) Antara RIS dan kerajaan Belanda akan mengadakan hubungan Uni Indonesia-Belanda yang diketuai Ratu Belanda; (4) Akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda; (5) Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya. Jawaban yang disampaikan kelompok Ita dibenarkan oleh guru. Pertanyaan kedua dijawab oleh kelompok Gilang yang menjelaskan pada awalnya rakyat dan pemerintah Jawa Timur tidak menerima kedatangan sekutu, kemudian terjadi kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dengan Jenderal Mallaby yang isinya (1) Inggris berjanji mengikutsertakan angkatan perang Belanda; (2) Disetujui kerja sama kedua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman; (3) Inggris hanya akan melucuti tentara Jepang. Akan tetapi pasukan sekutu melanggar kesepakatan dengan penyebar pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjatasenjata mereka sehingga rakyat Surabaya berniat mengusir sekutu dari Indonesia (observasi, tanggal 8 September 2011). Dari kegiatan diskusi tersebut guru melatih peserta didik untuk berani berbicara di depan kelas, sedangkan dari materi yang dibahas tersirat nilai karakter nasionalisme yang dimiliki rakyat Indonesia. Pertemuan ketiga dan keempat tentang perjuangan rakyat dan pemerintah dalam mempertahankan kemerdekaan serta faktor-faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah bervariasi yang menjelaskan terdapat dua faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia yaitu faktor dari dalam (1) Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa Republik Indonesia tunduk; (2) Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrikpabrik Belanda; (3) Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia; (4) Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan umum. sedangkan faktor dari luar yang mendorong Belanda keluar dari Indonesia PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Belanda, Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan perekonomian Belanda. Metode ceramah yang digunakan guru diselingi dengan pengisian lembar kerja siswa (LKS) yang dikerjakan secara individu dan akan dibahas pada petemuan berikutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam kegiatan pembelajaran, guru menggunakan beberapa metode pembelajaran, yakni ceramah bervariasi dan diskusi. Pada awal pembelajaran guru telah melakukan apersepsi dengan mengulas secara singkat materi sebelumnya yaitu bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Eko peserta didik memberikan jawaban pada masa pendudukan Jepang keadaan rakyat Indonesia
sangat
menderita
sehingga
menimbulkan
perlawanan
terhadap
pemerintahan Jepang, adapun bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia (1) Perjuangan melalui organisasi bikinan Jepang (kooperatif); (2) Perjuangan melalui gerakan bawah tanah; (3) Perjuangan melalui perlawanan bersenjata; (4) Perlawanan yang dilakukan PETA. Sebagian pertemuan digunakan guru untuk menjelaskan materi dengan metode ceramah dan dilanjutkan dengan metode diskusi kelas . pada diskusi peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5-8 peserta didik. Kegiatan diskusi membahas materi pengaruh konflik Indonesia-Belanda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan aktivitas diplomasi Indonesia di dunia internasional untuk mempertahankan kemerdekaan. Diskusi dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri dengan cara mencari sumber melalui internet dan buku-buku yang terkait hasil kerja kelompok, kemudian peserta didik mengemukakan hasil temuannya di depan kelas, pada saat diskusi berlangsung keadaan kelas menjadi ramai, terlihat peserta didik yang sibuk membolak-balik buku paket atau berdiskusi dengan teman kelompoknya. Kelompok Gilang mempresentasikan hasil temuannya yang menjelaskan pengaruh konflik Indonesia-Belanda terhadap keberadaan NKRI
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
misalnya (1) Wilayah Indonesia secara de facto (Sumatera, Jawa dan Madura); (2) lahirnya pemerintahan darurat Republik Indonesia (PDRI); (3) Negara Boneka bentukan Belanda dan rencana pembentukan Negara Serikat (NIS) untuk memecah belah Indonesia dengan politik adu domba. Sedangkan aktivitas diplomasi Indonesia di dunia Internasional untuk mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan mengadakan perjanjian-perjanjian seperti (1) Perjanjian linggarjati; (2) Perjanjian Renville; (3) Perjanjian Roem-Royen; (4) Komferensi Meja Bundar (KMB). Pada saat mempresentasikan anggota kelompok terlihat gugup dan menjadi bahan tertawaan peserta didik yang lain. Kemudian peserta didik yang lain diberi kesempatan untuk bertanya. Dalam diskusi terdapat dua pertanyaan yang disampaikan Rita dan Febri, yaitu (1) Apa isi perjanjian linggarjati dan KMB; (2) Bagaimana peran dunia Internasional dalam membantu penyelesaian konflik Indonesia-Belanda. Dari kedua pertanyaan itu pertanyaan pertama dijawab oleh Gilang yang menjelaskan isi perjanjian linggarjati (1) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan Sumatra, Jawa dan Madura; (2) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat; (3) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai ketuanya. Sedangkan isi Konferensi Meja Bundar (KMB) dijawab oleh Eko dengan melihat buku ia menyebutkan (1) Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada bulan Desember 1949; (2) Mengenai Irian Barat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedauatan; (3) Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda; (4) Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya. Karakter yang ingin dikembangkan guru dalam kegiatan diskusi yaitu, mandiri, rasa ingin tahu, bekerja keras, dan berani berbicara di depan kelas. Pertanyaan kedua dilemparkan kepada peserta didik dari kelompok lain, namun tidak ada peserta didik yang mencoba menjawab. Akhirnya pertanyaan kedua dijawab oleh guru yang menjelaskan pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia-Belanda kepada Dewan Keamanan PBB, sehingga dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua Negara untuk menghentikan tembakmenembak. Dari resolusi ini PBB berhasil membentuk KTN (Komisi Tiga Negara) tugasnya mengawasi penghentian tembak-menembak. KTN menghasilkan perjanjian Renville, akibat dari perjanjian Renville wilayah Republik Indonesia semakin sempit dan kehilangan daerah-daerah yang kaya sumber daya alam karena diduduki Belanda. Kemudian KTN membentuk UNCI (United Nations Commision for Indonesia) yang menghasilkan perundingan Roem Royen. Dari kegiatan diskusi tersebut guru melatih peserta didik untuk belajar mandiri dan kerja sama dalam kelompok. Pada saat ceramah, guru menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik Indonesia dengan Belanda yang disebabkan karena kedatangan tentara sekutu yang diboncengi NICA, semenjak Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 secara hukum Jepang tidak lagi berkuasa di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia. Pada tanggal 10 September 1945 Jepang mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan kepada sekutu dan tidak kepada pihak Indonesia, pada awalnya kedatangan sekutu disambut dengan senang oleh bangsa Indonesia, akan tetapi setelah diketahui bahwa skutu diam-diam membawa orang-orang Netherland Indies Civil Administr ation (NICA) yakni pegawai-pe gawa i sipil Belanda me mbuat bangsa Indonesia curiga dan menimbu lkan permusuhan. Guru juga menjelaskan peran dunia Internasional dalam konflik IndonesiaBelanda. Kembalinya Belanda ke Indonesia dengan membonceng sekutu ternyata berakibat konflik berkepanjangan antara Indonesia-Belanda, sehingga bangsa Indonesia berjuang secara diplomasi maupun kekuatan senjata. Pada tangga l 25 Maret 1947 Indonesia-Belanda menandatangani perjanjian Lin ggajati, namun hubungan antara Indonesia-Belanda semakin me mburuk. Belanda melakukan pelanggaran terhadap perjanjian Lin ggajati dengan me lancarkan agresi militer terhadap pemerintahan Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia-Belanda ini kepada Dewan Keamanan P BB. Republik Indonesia menugaskan Sutan Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dengan Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam kegiatan pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, pada kesempatan ini tidak terdapat peserta didik yang bertanya karena materi yang disampaikan guru sama seperti ringkasan materi yang terdapat di LKS yang dimiliki hampir setiap peserta didik. Selanjutnya guru memberikan umpan balik berupa pertanyaan yang memancing tanggapan peserta didik, seperti “ bagaimana menurut kalian mengenai berbagai perundingan antara IndonesiaBelanda”. Dari umpan balik yang disampaikan guru tersebut ditanggapi peserta didik yang mengatakan berbagai perundingan yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda pada umumnya semua lebih menguntungkan pihak Belanda. Melalui pertanyaan itu peserta didik diajak untuk berfikir dan menanggapi perjanjian-perjanjian yang dilakukan Indonesia-Belanda dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (observasi tanggal 7 September 2011) Dalam upaya mengembangkan karakter peserta didik, Sari dan Diah (wawancara 7 September 2011) ketika masuk di kelas selalu memperhatikan ruangan kelas, misalnya kertas-kertas yang berserakan untuk dibersihkan, gambar-gambar yang ada didinding yang tidak pada tempatnya untuk dibenahi, meja guru dan meja peserta didik yang tidak rapi untuk dirapikan terlebih dahulu sebelum pelajaran dimulai. Bahkan Sari selalu mengamati peserta didik yang berpakaian tidak sesuai dengan tata tertib untuk dirapikan terdahulu, peserta didik yang memakai kalung atau gelang untuk dilepas. Setelah semuanya siap mengikuti pelajaran barulah dimulai kegiatan pembelajaran, dengan demikian akan terbentuk karakter peserta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
didik yang disiplin dan memiliki kepribadian sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Kegiatan guru ini tampak pada gambar 11.
Gambar 11 : Guru memperhatikan ruangan kelas sebelum memulai pembelajaran Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 7 September 201 Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan pemberian tugas berupa menjawab pertanyaan yang terdapat dibuku paket, tugas dikerjakan secara berkelompok dan dikumpulkan setelah jam pelajaran selesai. Dengan tugas yang diberikan gutu mengembangkan nilai karakter tanggungjawab dan kerja sama (Sari wawancara, tanggal 7 September 2011). Dari tugas yang dikerjakan
secara
kelompok dapat diketahui bahwa peserta didik lebih bersemangat dalam mengerjakan jika dibandingkan dengan tugas yang dikerjakan secara individu. Suasana kelas saat mengerjakan tugas secara kelompok tampak pada gambar 12.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 12 : Peserta didik mengerjakan tugas secara berkelompok Sumber : Dokumentasi Pribadi, tanggal 7 September 2011 c. Penilaian yang Dilakukan Guru Sejarah dalam Pembelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan Karakter Menurut Jamilah (wawancara 19 Agustus 2011) dalam kegiatan pembelajaran yang memuat pendidikan karakter, seorang guru dalam melakukan penilaian guna mengetahui kemampuan peserta didik dengan melakukan tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Tes tertulis pada ulangan harian dalam bentuk esay dan dalam ulangan umum dalam bentuk tes obyektif. Tes lisan dilaksanakan dalam bentuk tanya jawab untuk mendukung tes tertulis sebab dimungkinkan terjadi perbuatan curang (nyontek) ketika tes tertulis. Tes perbuatan merupakan bentuk tes yang digunakan guru untuk melengkapi nilai yang telah terkumpul, khususnya untuk mencapai prinsip ketuntasan belajar, yaitu skor minimal yang dicapai peserta didik 65. Apabila skor yang dicapai kurang dari itu maka seorang guru harus mengadakan remedial baik secara klasikal ataupun secara individual dengan memberikan penugasan dalam bentuk tes perbuatan. Penugasan yang biasa diberikan guru kepada peserta didik untuk mengerjakan soal-soal baru sesuai dengan materi yang telah dibahas adalah pada materi perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat serta pengaruh yang ditimbulkan di berbagai daerah. Pada materi tersebut guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk mengerjakan soal “uraikan kebijakan yang dikeluarkan masa pemerintahan Daendels, Raffles, dan sistem tanam paksa”. Tugas dikerjakan secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkelompok dengan teman sebangku yang dikumpulkan diakhir pelajaran. Di samping itu juga mengerjakan LKS dan mencari artikel di internet yang berhubungan dengan materi. Tugas untuk mencari artikel dari internet berupa 4-5 artikel mengenai pengaruh yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah kolonial dan bentuk-bentuk perlawanan rakyat dalam menentang kolonialisme Barat di berbagai daerah”. Bentuk lainnya adalah mengumpulkan buku catatan ataupun merangkum materi dibuku paket bagi peserta didik yang dianggap belum mencapai KKM. Hal senada disampaikan Eva selaku guru IPS sejarah di SMP Negeri 8 Singkawang (wawancara 19 Agustus 2011) untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik memahami materi pembelajaran seorang guru dapat melihat keaktifan peserta didik selama mengikuti pembelajaran. Apabila peserta didik menunjukkan keaktifan mulai dari
keingintahuannya, dapat
menjawab pertanyaan dengan
benar,
mendengarkan penjelasan guru dengan baik. Hal ini menandai peserta didik memiliki minat untuk belajar sejarah, sedangkan peserta didik yang tidak menyukai mata pelajaran IPS sejarah mereka berpandangan pelajaran sejarah itu membosankan maka akan bersikap acuh tak acuh, mengantuk bahkan membuat kegaduhan di kelas. Sistem penilaian yang diselenggarakan dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran dapat dilihat dari: (1) Hasil ulangan apabila mendapat nilai bagus dan memiliki keaktifan dalam kegiatan pembelajaran maka pemahaman terhadap materi dapat dikatakan baik, sedangkan apabila nilainya jelek dan tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran berarti pemahaman terhadap materi dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikatakan kurang; (2) Ketepatan dan kesungguhan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru yang terbukti peserta didik mengumpulkan tugas yang diberikan guru tepat pada waktu yang telah ditetapkan, walaupun bisanya masih terdapat peserta didik yang telat mengumpulkan dengan berbagai alasan; (3) Pengamatan keseharian peserta didik di kelas, apakah peserta didik memiliki perilaku yang sesuai karakter bangsanya atau tidak (wawancara 7 September 2011) oleh Fajaratullah selaku guru IPS di SMP Negeri 12 Singkawang Sistem penilaian yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter di SMP pada
umumnya sama yakni, guru
memberikan tes tertulis, tes lisan maupun penugasan-penugasan. Pak Fajaratullah yang mengajar di kelas IX (wawancara 8 September 2011) sering memberikan tugas membuat artikel atau kliping secara berkelompok yang beranggotakan 3-5 peserta didik, artikel atau kliping ini dikaitkan dengan materi bahasan misalnya tentang kepahlawanan, penemuan-penemuan fakta sejarah yang terbaru serta perkembangan sosial politik bangsa Indonesia. Dalam membuat kliping tidak hanya menempelkan berbagai tulisan dari media massa maupun internet tetapi juga harus dianalisis atau diberikan komentar, misalnya guru meminta peserta didik untuk menganalisis perkembangan politik masa orde baru sampai reformasi. Dari beberapa tugas yang dikumpulkan komentar yang disampaikan peserta didik terhadap perkembangan politik masa orde baru hanya sekedar menjelaskan orde baru merupakan sebutan bagi pemerintahan masa Soeharto yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada jangka waktu tersebut ekonomi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi sehingga kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin semakin jelas. Tugas yang dikumpulkan peserta didik kebanyakan diambil dari internet sehingga antara kelompok yang satu dan yang lainnya terdapat artikel yang sama (Fajaratullah wawancara tanggal 8 September 2011). Penugasan seperti ini secara tidak langsung peserta didik akan memahami fakta-fakta sejarah, sehingga dapat mengambil sikap atau berperilaku yang sesuai dengan para pahlawan atau tokoh bangsa. Pemberian tugas secara berkelompok ini juga dapat melatih peserta didik untuk bekerja sama dan tanggungjawab dalam menyelesaikan pekerjaan. Menurut Gilang (wawancara 8 September 2011) dari tugas yang diberikan pak Fajaratullah kurang efisien walaupun membuat kami lebih mandiri dalam mencari informasi dari berbagai buku dan internet, tetapi waktu yang diberikan pak Fajaratullah untuk mengumpulkannya sangat singkat hanya satu hari sehingga untuk menganalisis atau memberi komentar tidak maksimal. Di samping itu walaupun tugas dikerjakan secara berkelompok, tetapi tidak semua anggota kelompok ikut mengerjakan. Hal senada disampaikan Jamilah (wawancara 9 September 2011) bahwa dalam penilaian pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter, digunakan penilaian proyek, yakni dengan penugasan untuk pembuatan makalah. Dinyatakan bahwa karena keterbatasan alokasi waktu dan padatnya materi yang harus disampaikan, sehingga ia lebih cenderung melatih peserta didik untuk belajar secara mandiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal sejalan dengan Feny peserta didik (wawancara 9 September 2011) bahwa dalam kegiatan pembelajaran kami dituntut untuk belajar mandiri dan belajar dengan sungguh-sungguh agar kami bisa menjawab pertanyaan yang diberikan bapak/ibu guru pada saat tes tertulis dan dalam mengerjakan tugas, sehingga nilai yang kami peroleh di akhir semester bisa tinggi atau memuaskan. Dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya guru melakukan penilaian dengan dua tahap yakni, (1) tes lisan artinya peserta didik langsung diuji oleh guru setelah kegiatan pembelajaran berakhir, (2) tes tertulis, di mana peserta didik diberikan soal kemudian dikerjakan sendiri dengan contoh soal “ jelaskan faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya konflik Indonesia-Belanda” menurut Rian selaku peserta didik (wawancara 9 September 2011). Sistem penilaian mata pelajaran IPS sejarah di SMP nilainya digabung dengan mata pelajaran ekonomi dan geografi, sehingga nilai yang didapat dalam raport merupakan gabungan dari tiga mata pelajaran, sehingga tidak dapat dijadikan tolak ukur terhadap materi pembelajaran dan peningkatan karakter peserta didik dalam pembelajaran IPS sejarah. Penilaian dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter lebih ditekankan pada pemberian (1) Tes lisan dilakukan sebelum atau sesudah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi, (2) Tes tertulis diberikan guru pada saat pembelajaran namun dikerjakan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, (3) Penugasan-penugasan yang diberikan dalam bentuk membuat makalah, mencari artikel atau mengerjakan soal dalam LKS, (4)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengamatan terhadap perilaku keseharian peserta didik di kelas dan di lingkungan sekolah misalnya keaktifan dalam diskusi, perilaku saat pembelajaran berlangsung, ketepatan waktu dan kerapihan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2010 format penilaian hasil belajar misalnya (1) Lembar pengamatan diskusi dari masing-masing peserta didik aspek yang diamati, (a) inisiatif, (b) keaktifan, (c) kerja sama, (d) presentasi dengan nilai maksimal tiap aspek 25 atau 25 x 4 = 100; (2) Lembar penilaian tugas dari masing-masing peserta didik aspek yang dinilai dalam setiap tugas, (a) ketepatan waktu mengumpulkan dengan skor maksimal 15, (b) kerapihan pekerjaan dengan skor maksimal 10, (3) esensi jawaban dengan skor maksimal 75. Skor keseluruhan dari tugas aspek ketepatan waktu + kerapihan pekerjaan + esensi jawaban atau 15 + 10 + 75 = 100. Dalam menentukan nilai akhir peserta didik guru menentukan bobot dari jenis tes atau penugasan seperti; (1) Setiap ulangan harian (UH) bobotnya dua; (2) Tugas terstruktur (TT) bobotnya satu; (3) Tugas mandiri (TM) bobotnya 1; (4) Ulangan akhir semester bobotnya satu. Sedangkan untuk menentukan nilai akhir setiap peserta didik guru menggunakan cara NA = 2 ( ∑ UH) + ∑ TT + ∑ TMT + UAS 5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pokok-Pokok Temuan 1. Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Materi Pembelajaran IPS Sejarah Materi pendidikan karakter merupakan sebuah pengembangan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang diinternalisasikan dalam pembelajaran disetiap mata pelajaran. Materi pembelajaran IPS sejarah di tingkat SMP memuat materi pendidikan karakter, walaupun belum disampaikan secara eksplisit. Muatan materi pendidikan karakter tersirat dalam uraian dari setiap pokok materi, misalnya pada materi sejarah nasional Indonesia sangat terkait dengan kepribadian bangsa yang bersumber pada karakter bangsa Indonesia yang dapat membentuk perilaku peserta didik. Indikator dan tujuan pembelajaran yang dikembangkan dalam silabus dan RPP belum ditunjukkan secara eksplisit yang menggambarkan pengembangan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran. 2. Kegiatan Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan Karakter Pada dasarnya para guru IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang utara telah mengembangkan materi pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran. Materi pendidikan karakter yang dikembangkan disesuaikan dengan materi pembelajaran yang sedang dibahas. Caranya adalah dengan menyampaikan pesan atau motivasi pada setiap kegiatan awal (saat apersepsi) dan akhir dari kegiatan inti pembelajaran. Selain itu guru juga menghubungkan materi pembelajaran dengan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi saat ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Penilaian yang Dilakukan Guru Sejarah dalam Pembelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan karakter Sistem penilaian yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter di SMP Negeri Singkawang Utara belum dilakukan secara benar dan belum ada acuan sistem penilaian pendidikan karakter. Penilaian hanya dilakukan pada (1) Tes tertulis yang berupa ulangan harian yang dilaksanakan paling sedikit tiga kali dalam setiap semester; (2) Tes lisan berupa tanya jawab yang dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung; (3) Penilaian perbuatan yang berupa tingkah laku peserta didik di kelas maupun di luar kelas. Penugasan yang biasa diberikan kepada peserta didik berupa makalah, kliping dan artikel yang sumbernya didapat melalui internet atau menjawab soalsoal LKS.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Pembahasan
Muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah secara tertulis belum tersirat secara jelas. Hal ini disebabkan masih terdapat beberapa guru yang kurang memahami konsep materi pendidikan karakter yang diinternalisasikan dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah.
Kecenderungan masih terdapat
ketidaktahuan para guru dalam mengembangkan indikator-indikator dan tujuan pembelajaran yang mengarah pada pendidikan karakter. Di samping itu pemerintah tidak memperkenalkan konsep pendidikan karakter dalam bidang pendidikan baik formal maupun nonformal. Oleh karena itu pemerintah melalui menteri pendidikan nasional di tahun 2010 diarahkan untuk menerapkan pendidikan karakter secara intensif di sekolah-sekolah. Pada dasarnya dalam pendidikan formal pembentukan karakter peserta didik sangat dipengaruhi oleh guru melalui kegiatan pembelajaran. Seorang guru harus berani untuk mengeksplorasi pengetahuannya yang terkait dengan materi pembelajaran. Kelemahan guru dalam menyusun indikator dan tujuan pembelajaran yang mengarah pada pendidikan karakter serta kemampuan guru dalam memilih materi pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter. Oleh karena itu guru IPS sejarah harus (1) Menetapkan tujuan pembelajaran yang mengarah pada perubahan perilaku dan pribadi peserta didik; (2) Memilih pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif; (3) Mempertimbangkan langkah-langkah atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prosedur,metode dan teknik pembelajaran; (4) Menetapkan batas minimum kreteria keberhasilan (Zubaedi, 2011: 187). Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran baru yang berdiri sendiri, bukan pula dimasukkan sebagai standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) baru, tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran yang sudah ada (Zubaedi, 2011: 137). Oleh karena itu guru dan sekolah perlu mengintegrasikan materi pendidikan karakter ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. Dalam silabus, integrasi pendidikan karakter dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran misalnya pada
materi
perkembangan
kolonialisme
dan
imperialisme
Barat
guru
mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik dengan mengkaji buku referensi, mengembangkan kemampuan bekerja sama dan mengemukakan pendapat melalui diskusi dan presentasi di kelas. Sedangkan dalam RPP, integrasi pendidikan karakter tersirat dalam tujuan dan uraian materi pembelajaran. Materi yang ada dalam IPS sejarah yang diuraikan pada bagian RPP mengacu pada indikator dan tujuan pembelajaran. Sedangkan kata operasional yang sering digunakan yaitu menyebutkan dan menjelaskan. Apabila dikaitkan dengan taksonomi Bloom. materi pembelajaran yang disampaikan masih mengarah pada tingkat kognitif itupun tingkat 1 & 2 atau 3 sedangkan pada tingkat 4-5 tidak terlihat. Bila mencermati materi ini jelas muatan pendidikan karakter yang tersirat pada materi pembelajaran IPS sejarah ada tetapi kurang jelas. Misalnya pada materi terbentuknya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesadaran nasional dan perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia dapat dikembangkan rasa persatuan dan semangat kebangsaan kepada peserta didik. Kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang dilakukan berpusat pada peserta didik. Pada saat menyampaikan materi pembelajaran guru menyisipkan karakter rela berkorban, pantang menyerah dan cinta tanah air yang akan disampaikan pada peserta didik. Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata (Zubaedi, 2011: 316). Pada umumnya pendidikan karakter bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) mampu secara mandiri meningkatkan pengetahuannya untuk mengkai dan menginternalisasi nilai karakter sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Prinsip yang digunakan dalam pengembangan materi pendidikan karakter, yakni (1) Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan materi pendidikan karakter merupakan proses yang tiada henti mulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun ke masyarakat; (2) Melalui semua mata pelajaran di sekolah termasuk muatan lokal; (3) Materi pendidikan karakter tidak diajarkan tetapi dikembangkan dan dilaksanakan, karena suatu pembelajaran dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan ranah kognitif, afektif dan psikomotor; (4) Guru harus merencanakan kegiatan pembelajaran yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencari sumber informasi dan mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan pembelajaran di sekolah. Materi pendidikan karakter yang dikembangkan dalam pembelajaran IPS sejarah secara konseptual, guru telah memahami urgensi pendidikan karakter dalam upaya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan nilainilai karakter yang baik. Dalam konteks pembelajaran IPS sejarah, materi pendidikan karakter meliputi pula nasionalisme. Sikap nasionalisme merupakan bagian dari nilai karakter karena sikap nasionalisme berhubungan dengan nilai-nilai yang dapat dijadikan patokan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada pembelajaran IPS sejarah dengan materi pengaruh kebijakan pemerintahan kolonial di Indonesia pada masa politik etis yang ditandai dengan lahirnya kalangan terpelajar yang menjadi pelopor perjuangan dengan cara baru untuk melawan kolonialisme Belanda. Sebelumnya perlawanan dilakukan dengan cara fisik, sedangkan cara baru yang ditempuh kalangan terpelajar adalah cara politik, mereka membentuk partai politik dan melancarkan kampanye untuk menyerang pemerintah kolonial dan menarik dukungan rakyat. Dari materi tersebut tampak materi pendidikan karakter pantang menyerah dan cinta tanah air dalam materi yang ada di pembelajaran IPS sejarah Pengembangan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah dapat dilakukan menggunakan pendekatan proses belajar secara aktif dan berpusat pada peserta didik pada kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan yang dirancang sedemikian rupa, pembelajaran yang terjadi akan mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan cara ini pengembangan materi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendidikan karakter seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, cinta tanah air dan gemar membaca dapat dilakukan oleh guru. Dalam kegiatan pembelajaran yang memuat materi pendidikan karakter, harus dikembangkan oleh seorang guru yang menggambarkan perilaku peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran yang dipegang. Indikator yang dirumuskan dapat diamati dan dianalisis peserta didik misalnya pertanyaan dan jawaban yang diberikan peserta didik terhadap pertanyaan guru, demikian juga tugas yang telah diberikan sesuai standar yang telah ditetapkan guru serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah.
Keterkaitan antara materi pendidikan karakter dalam pembelajaran dengan indikator ketercapaian yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam menilai karakter yang dimiliki peserta didik. Misalnya (1) Jujur, indikator yang digunakan tidak menyontek dalam mengerjakan tugas, mengemukakan pendapat tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi dan mengemukakan rasa senang atau tidak senang terhadap pelajaran; (2) Toleransi, indikator yang digunakan tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat dan bersahabat dengan teman dari kelas lain; (3) Disiplin, indikator yang digunakan menaati aturan berbicara yang ditentukan dalam sebuah diskusi di kelas, tertib dalam melaksanakan tugas-tugas kebersihan sekolah; (4) Kerja keras, indikator yang digunakan mengerjakan semua tugas kelas selesai dengan baik pada waktu yang telah ditetapkan, tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan dalam belajar, dan selalu fokus pada pelajaran; (5) Kreatif, indikator yang digunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengajukan pendapat yang berkenaan dengan suatu pokok bahasan, bertanya mengenai teori atau prinsip dari materi lain ke materi yang sedang dipelajari (terdapat pada lampiran). Sikap peserta didik dalam pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara beraneka ragam. Sikap ini dipengaruhi minat, kemampuan guru dalam pembelajaran dan sistem penilaian. Pada umumnya minat peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran
sangat
dipengaruhi
oleh
kemampuan
guru
dalam
menyampaikan materi, bisa karena keterampilan guru dalam mengaitkan fakta-fakta sejarah dengan peristiwa yang sedang terjadi sekarang ini, kemampuan guru dalam menggunakan metode yang bervariasi, metode yang dianggap paling efektif dalam menyampaikan materi pembelajaran adalah metode ceramah, walaupun metode ini cenderung membuat peserta didik bosan dan kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran. Mengingat media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat membantu peserta didik dalam memahami materi pembelajaran dan sebagai daya tarik peserta didik dalam mengikuti pembelajaran di kelas (Syaiful Bahari dan Aswan Zain, 1996: 139). Dengan tersedianya sumber belajar akan semakin mempermudah mengembangkan pembelajaran, tetapi apabila sarana pembelajaran sangat terbatas maka guru kembali pada kegiatan pembelajaran secara klasikal, pada gilirannya akan menurunkan motivasi belajar peserta didik. Media dalam pembelajaran IPS sejarah memegang peranan dan posisi yang penting. Hal ini dikarenakan media membantu dalam menggambarkan dan memberikan informasi tentang materi atau peristiwa yang telah terjadi pada masa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lampau. Peranan media yang lain adalah sebagai pengembang konsep serta membantu mempermudah peserta didik dalam memahami materi pembelajaran. Dengan demikian, untuk mewujudkan efektivitas pembelajaran harus menggunakan media pembelajaran yang tepat artinya media yang digunakan harus sesuai dengan materi yang dibahas dan keadaan sekolah serta didukung dengan kemampuan guru dalam menggunakan media tersebut. Pada pendidikan tingkat dasar dan menengah, peran media yang tepat dalam menyampaikan materi yang disesuaikan dengan keadaan sekolah dan kemampuan guru sangat diperlukan dalam pembelajaran. Hal ini selain mempermudah guru dalam menyampaikan materi, media berfungsi untuk mengembangkan indera peserta didik. Selain itu media pembelajaran membantu menyampaikan pesan-pesan dari guru kepada peserta didik agar dalam diri peserta didik terbentuk karakter yang baik. Tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran yang cukup memang bukan menjadi jaminan terselenggaranya pembelajaran yang baik. Keterampilan dan kemampuan guru dalam pemanfaatan sarana dan prasarana serta kemampuan untuk memotivasi belajar peserta didik merupakan hal yang perlu diperhitungkan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran sejarah di SMP adalah mengajarkan konsep, keterampilan intelektual dan menyampaikan informasi fakta-fakta sejarah kepada peserta didik serta dapat membentuk karakter peserta didik. Hal tersebut senada dengan tujuan pendidikan karakter di sekolah yaitu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kelulusan. Untuk dapat melaksanakan hal tersebut peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya untuk mengkaji dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari (Ali Ibrahim Akbar, 2000: 11). Oleh karena itu, pembelajaran IPS sejarah yang dilaksanakan harus mengarah pada pembentukan karakter peserta didik dengan menciptakan suasana pembelajaran yang dialogis yang terjadi dua arah, sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator dan melatih peserta didik untuk berfikir kritis dan mandiri dalam memecahkan masalah. Berkaitan dengan pembentukan karakter pada peserta didik melalui pembelajaran menurut Ali Ibrahim (2000: 15) guru dituntut dapat membina perilaku peserta didik untuk lebih beretika, bermoral, sapan santun, dan berintegrasi dengan masyarakat. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pengembangan materi pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan seorang guru dalam mengembangkan nilai karakter pada peserta didik dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana telah tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan di tingkat SMP yang meliputi; (1) Mengamalkan ajaran agama yang dianut; (2) Memahami
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kekurangan dan kelebihan diri sendiri; (3) Menunjukkan sikap percaya diri; (4) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; (5) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi; (6) Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis dan kreatif; (7) Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis dan inovatif; (8) Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; (9) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; (10) Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; (11) Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara Kesatuan Republik Indonesia; (12) Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; (13) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; (14) Memahami hak dan kewajibab diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; (15) Menghargai adanya perbedaan pendapat; (16) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana; (17) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 54-55). Di dalam pembelajaran dikenal tiga istilah, yaitu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran. Pendekatan pembelajaran bersifat lebih umum, berkaitan dengan seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan rencana menyeluruh tentang penyajian materi secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Teknik pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam kelas sesuai dengan pendekatan dan metode yang dipilih. Setidaknya terdapat dua pertanyaan mendasar yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pembelajaran yaitu, (1) sejauhmana efektivitas guru dalam melaksanakan pengajaran, (2) sejauhmana peserta didik dapat belajar dan menguasai materi seperti yang diharapkan (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 58). Pembelajaran dikatakan efektif apabila guru dapat menyampaikan keseluruhan materi dengan baik dan peserta didik dapat menguasai substansi tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pengembangan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah merupakan pengenalan nilai-nilai karakter dan diperolehnya kesadaran akan pentingnya karakter yang dilakukan dengan mengintegrasikan materi pendidikan karakter dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran yang memuat pendidikan karakter, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai materi yang diajarkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari, dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam perilaku sehari-hari. Dalam pembelajaran baik guru maupun peserta didik menghendaki berlangsung secara efektif dan efesien, oleh karena itu antara guru dan peserta didik hendaknya dapat terjalin komunikasi yang baik, sehingga dapat tercipta kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk itu seorang guru harus mampu memotivasi peserta didik dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi yang mengacu pada sistem KTSP. Dimana sistem ini merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
strategi pembelajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi peserta didik seoptimal mungkin sehingga mampu mengubah tingkah laku peserta didik secara mental, intelektual maupun karakter. Pembelajaran yang memuat pendidikan karakter lebih cocok dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), hal ini dikarenakan karakteristik pendidikan karakter yang lebih terfokus untuk membangun perilaku peserta didik agar dapat berintegrasi secara sosial dengan keterampilan sosial (soft skill) yang dimiliki. Pembelajaran dengan model kooperatif akan memungkinkan guru dapat mengembangkan nilai-nilai karakter dan akademik secara bersamaan. Pembelajaran yang terjadi akan membentuk karakter peserta didik yaitu, (1) pembelajaran kooperatif mengajarkan nilai-nilai kerja sama, (2) membantu peserta didik mendapat pengetahuan dan peduli terhadap orang lain serta menerima teman sekelas yang berasal dari latar belakang etnik, dan ras yang berbeda, (3) keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran kooperatif
mencakup
mendengar,
berkomunikasi secara efektif, menghargai pendapat orang lain, mengatasi konflik, dan bekerja sama dalam kelompok (Zubaedi; 2011: 215). Kegiatan pembelajaran yang memuat materi pendidikan karakter saat ini sangat tidak memadai jika dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang tradisional yang cenderung didasari asumsi bahwa peserta didik memiliki kebutuhan yang sama, dalam ruang kelas yang tenang, dengan materi pembelajaran yang terstruktur
dan
didominasi
oleh
guru.
Pembelajaran
IPS
sejarah
yang
mengembangkan materi pendidikan karakter lebih tepat jika dilaksanakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdasarkan pada interaksi sosial, sehingga dalam pembelajaran peserta didik dapat terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran, dalam pembelajaran peserta didik dapat mengaitkan materi dengan praktik di lapangan dan lebih meningkatkan keberanian peserta didik dalam menyampaikan tanggapan dalam pembeajaran. Penguasaan materi dan keterampilan menggunakan berbagai metode pembelajaran tidak dapat dipandang sebagai pekerjaan rutinatas, akan tetapi merupakan pekerjaan yang menuntut profesionalitas. Guru juga dituntut untuk memiliki pemahaman tentang pembelajaran sejarah dan memiliki wawasan mengenai nilai-nilai edukatif dari pembelajaran sejarah dalam kaitannya masa kini dan masa yang akan datang juga
memerlukan
kesungguhan
dan
ketekunan dalam
melaksanakannya. Masalah ini semakin rawan jika seorang guru sejarah tidak mempunyai kemampuan penguasaan teori-teori sejarah atau bahkan tidak memiliki latar belakang pendidikan sejarah. Kemampuan guru dilihat dari kemampuan memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dan pemindahan nilai-nilai (transfer of values) (Sardiman, AM, 1997: 52-53), sehingga dapat diterima dan dipahami peserta didik untuk diaplikasikan dalam perilaku sehari-hari. Guru dapat menjalankan tugas dengan baik jika didukung oleh rasa tanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. Seorang guru dapat dikatakan berhasil dalam pembelajaran jika didukung oleh wawasan yang luas, memiliki kompetensi sesuai dengan profesi, berkepribadian, bijak, dan berdedikasi serta memahami karakter peserta didik, sehingga dapat membentuk kepribadian peserta didik. Berkenaan dengan hal tersebut guru di SMP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Negeri Singkawang Utara telah mendapat tambahan pengetahuan melalui penataran yang dilakukan di BPG Depdiknas Kota Pontianak. Tingkat ketercapaian suatu pembelajaran ditentukan melalui sistem penilaian yang mengacu pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dalam pembelajaran yang memuat materi pendidikan karakter penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk melihat ketercapaian peserta didik terhadap materi dan perkembangan karakter yang terlihat dalam aktivitas peserta didik dalam pembelajaran. Penilaian cenderung untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pembelajaran berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil dari penilaian digunakan sebagai umpan balik untuk melakukan perbaikan dalam pembelajaran. Penilaian pembelajaran secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Lebih lanjut secara rinci tujuan penilaian pembelajaran yang memuat pendidikan karakter sebagai berikut; (1) Melakukan pengamatan dan bimbingan secara langsung ketika terlaksananya pembelajaran di kelas; (2) Memperoleh gambaran secara umum tentang kegiatan pembelajaran di kelas; (3) Mengidentifikasi kendala-kendala yang terjadi dalam pembelajaran, dan mencari solusi yang komprehensif agar pembelajaran menjadi lebih baik; (4) Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan sebagai referensi dalam perbaikan pembelajaran ke depan; (5) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang memerlukan pembinaan dalam upaya peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penilaian pada pembelajaran yang memuat materi pendidikan karakter didasarkan pada indikator. Misalnya indikator untuk menilai kejujuran dapat dirumuskan dengan “mengatakan dengan kesungguhannya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari atau dirasakan” maka guru mengamati melalui berbagai cara apakah yang dikatakan peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya, peserta didik dapat menyatakan perasaannya secara lisan, tulisan maupun dengan bahasa tubuh. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat saat guru berada di kelas. Model penilaian yang dapat digunakan dalam pembelajaran yang memuat penddikan karakter adalah model anecdtal recrd merupakan catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan karakter yang dikembangkan, model ini selalu dapat digunakan guru (Zubaedi, 2011: 231). Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan karakter yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan yang telah didapat dari tangan penjajah, memberikan bantuan terhadap negara-negara yang terkena bencana, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya. Dari hasil pengamatan, guru membuat catatan, dan laporan sehingga guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini; (1) BT, Belum Terlihat (apabila peserta didik belum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator), (2) MT, Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tandatanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten), (3) MB, Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten), (4) MK, Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam Indikator secara konsisten). Pernyataan kualitatif tersebut dapat digunakan ketika guru melakukan penilaian pada setiap pembelajaran, sehingga guru memperoleh profil peserta didik dalam satu semester tentang karakter yang terkait misalnya, jujur, kerja keras, peduli, cerdas, tanggungjawab, disiplin, ingin tahu, dan sebagainya . Berdasarkan data yang terkumpul menunjukkan pelaksanaan pembelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter di SMP Negeri Singkawang Utara telah dilaksanakan dengan cukup baik. Pengembangan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah menunjukkan adanya hidden kurikulum dalam pembelajaran, pada kenyataannya dalam menyampaikan materi pembelajaran guru telah mengaitkan dengan contoh-contoh kehidupan nyata di lingkungan peserta didik, sehingga peserta didik mampu memilih contoh mana yang harus ditiru dan yang ditinggalkan. Dalam hal ini peserta didik diberikan keleluasaan untuk memecahkan
masalah dengan
menggali informasi secara
mandiri.
Dalam
pembelajaran ada upaya untuk mengkomodasi gagasan peserta didik melalui diskusi, walaupun intensitasnya belum terlalu sering. Pada aspek kontekstual, pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IPS sejarah yang telah dilakukan dengan mengaitkan antara materi dengan kondisi yang sedang terjadi sekarang. Ditinjau dari sumber belajar, pada dasarnya sumber-sumber yang dimanfaatkan dalam pembelajaran sudah cukup beragam, karena guru tidak hanya menggunakan beberapa referensi sebagai pelengkap. Selain menggunakan buku teks, guru juga memanfaatkan modul dan lembar kerja siswa (LKS) yang memudahkan peserta didik dalam memahami suatu materi karena di dalam LKS terdapat rangkuman materi sekaligus soal latihan dan penugasan yang dapat dikerjakan oleh peserta didik. Dilihat dari cakupan materi, modul dan LKS sudah cukup layak untuk dijadikan buku pendamping sekaligus latihan untuk peserta didik. Modul dan LKS yang digunakan merupakan hasil yang disusun dari MGMP Kota Singkawang. Pemanfaatan sumber belajar berupa buku, diakui guru belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena buku-buku yang terdapat di sekolah maupun di perpustakaan sangat terbatas. Sedangkan sumber lain yang digunakan guru dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter adalah sumber dari internet. Sebagai sumber belajar internet memiliki keunggulan adanya data yang cukup menunjang dan memiliki informasi yang terbaru, sehingga dengan memanfaatkan internet sebagai sumber belajar berbagai informasi dapat diakses dengan mudah, tetapi sebagai sumber belajar, internet juga memiliki kelemahan, terutama tidak sumua tulisan atau artikel yang ada dapat digunakan sebagai sumber. Internet memiliki sifat yang terbuka bagi siapa saja yang akan menggunakannya, sehingga tingkat kepercayaan sumber internet dapat dikatakan lemah. Untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memanfaatkan internet sebagai sumber belajar perlu dilakukan penyeleksian, apakah tulisan atau artikelnya dibuat berdasarkan referensi-referensi tertentu atau hanya sebuah pendapat saja. Sikap peserta didik dalam pembelajaran ada kaitannya pada penguasaan materi ketika guru mengajar di kelas, kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran dan sikap keteladanan yang dimiliki guru misalnya datang tepat waktu, berpenampilan rapi, dan sopan dalam bertutur kata. Apabila seorang guru dapat memenuhi hal tersebut akan berpengaruh terhadap sikap peserta didik dalam pembelajaran di kelas, namun jika guru kurang menguasai materi, tidak mampu mengelola kelas dan tidak memiliki sikap keteladanan yang patut dicontoh maka akan berpengaruh terhadap peserta didik dalam mengikuti pembelajaran peserta didik terkesan acuh tak acuh dan suasana kelas menjadi gaduh. Beberapa hal yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter melalui pembelajaran IPS sejarah adalah pengembangan RPP yang menekankan materi pendidikan karakter dalam perumusan indikator dan tujuan pembelajaran yang mengarah pada pendidikan karakter, tetapi hal ini belum dilakukan sesuai dengan harapan oleh para guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Salah satu cara untuk melaksanakan pendidikan karakter yang sesuai adalah dengan
menginternalisasikan
dalam kegiatan
pembelajaran
di kelas
yang
menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik melalui materi pembelajaran yang dibahas. Muatan materi pendidikan karakter merupakan pengembangan materi pembelajaran yang di dalamnya tersirat nilai karakter yang terkait dengan kepribadian bangsa yang membentuk perilaku peserta didik. Pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter pada dasarnya memiliki potensi untuk menarik minat peserta didik dengan cara menghubungkan materi pembelajaran dengan peristiwa yang sedang terjadi saat ini. Selain itu penyusunan indikator dan tujuan pembelajaran yang mengarah pada pendidikan karakter dapat mempermudah guru dalam mengembangkan nilai karakter pada peserta didik. Upaya pembelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melatih peserta didik belajar mandiri, penugasan (mencari artikel atau membuat makalah dengan memberikan penjelasan atau tanggapan mereka terhadap keadaan yang sedang terjadi di sekitarnya), guru mengembangkan materi pendidikan karakter yang tersirat dalam peristiwa-peristiwa sejarah serta mengaitkanya dengan peristiwa masa lalu dan masa kini, sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelajaran IPS sejarah yang diajarkan tidak hanya pada tingkat kognitif melainkan pada tingkat afektif.
B. Implikasi Pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter belum berjalan seperti yang diharapkan, sehingga menyebabkan belum tercapainya kesadaran, pola pikir dan perlaku yang kritis di kalangan peserta didik. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS sejarah yang belum sesuai merupakan sebuah faktor yang berpengaruh menghambat pencapaian tujuan pembelajaran IPS sejarah. Belum tercapainya pendidikan karakter menyebabkan pengembangan makna dan nilai-nilai karakter dari peristiwa sejarah sulit dilakukan pada peserta didik. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah harus memberi kesempatan pada peserta didik untuk menganalisis secara kritis peristiwa sejarah yang dibahas. Dalam memberikan penjelasan kebanyakan guru hanya terbatas pada materi sesuai pada kurikulum dan masih kurang berani dalam menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, sehingga kegiatan pembelajaran yang terjadi kurang menarik dan cenderung membuat peserta didik merasa bosan. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran adalah metode yang mendukung dan mempermudah penyampaian materi pembelajaran. Metode yang digunakan didominasi metode ceramah yang kurang melibatkan partisifasi peserta didik dalam pembelajaran. Seharusnya guru dapat menggunkan metode yang bervariasi dalam menyampaikan pokok bahasan tertentu sehingga pembelajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjadi lebih menarik. Guna mendukung penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi, maka perlu didukung penggunaan media pembelajaran, namun pada kenyataannya media yang sering digunakan hanyalah buku paket dan LKS sedangkan peta dan atlas jarang digunakan. Kendala dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter merupakan salah satu faktor penghambat tercapainya tujuan pembelajaran IPS sejarah. permasalaan terbatasnya alokasi waktu, kurangnya sumber belajar, media dan kurang bervariasinya metode menjadi suatu permasalahan yang harus segera diselesaikan jika ingin tercapainya tujuan dari pembelajaran IPS sejarah. Pemerintah sebagai pihak yang memegang kendali kebijakan memiliki tanggung jawab untuk memberikan dukungan terhadap perkembangan dalam pendidikan. Kemudian guru IPS sejarah harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Salah satu tolak ukur keberhasilan pembelajaran IPS sejarah di sekolah adalah bagaimana peserta didik dapat menerima dan mewujudkan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS sejarah. hal ini dapat dilihat bagaimana cara peserta didik dalam mengungkapkan nilai-nilai karakter tersebut dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran Guru 1) Guru perlu memperbaiki penyusunan indikator dan tujuan pembelajaran dalam perencanaan pembelajaran yang mengarah pada pendidikan karakter Sekolah 1) Pembelajaran IPS sejarah yang memuat materi pendidikan karakter hendaknya dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi, berwawasan yang luas, memiliki sikap inovatif, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2) Untuk mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik di sekolah melalui pembelajaran maupun berbagai kegiatan ekstrakurikuler ataupun berbagai kegiatan OSIS akan berhasil dengan baik jika didukung dengan peran orang tua, teman sebaya maupun masyarakat setempat. Diknas 1) Perlu adanya sosialisasi atau pelatihan tentang pengembangan materi pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran pada guru-guru agar mereka memahami pendidikan karakter, sehingga terjadi peningkatan keterampilan guru dalam pembelajaran 2) Perlu mengadakan sosialisasi tentang metode-metode pembelajaran terbaru, sistem penilaian dan evaluasi dalam pembelajaran yang memuat pendidikan karakter.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Bagi pemerintah dalam hal ini Depdiknas seharusnya memprogramkan peningkatan kompetensi guru secara merata tidak mengutamakan guru mata pelajaran tertentu saja, dan mengalokasikan dana untuk mencukupi tersedianya buku teks serta sumber belajar yang lain. Masyarakat 1) Perlu keterbukaan pandangan di kalangan masyarakat dalam melihat fenomena sejarah yang saat ini sedang terjadi, sehingga masyarakat dapat mendukung pembinaan karakter peserta didik melalui kegiatan pembelajaran di sekolah
commit to user