MODUL PRAKTIKUM MT 3203 – LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 3
LATAR BELAKANG Berbeda dengan Labtek I dan Labtek II yang fokusnya adalah pada bidang Sifat mekanik, pengujian serta metalurgi dan proses produksi, maka pada Labtek III ini difokuskan terhadap Polimer, Komposit dan Keramik. Dari Labtek III ini, diharapkan mahasiswa memahami dengan baik akan proses pembuatan, karakterisasi serta sifat mekanik dari keramik, polimer dan komposit. MODUL PRAKTIKUM Modul A Modul B Modul C Modul D dan E Modul F
Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Teori Laminat Klasik Proses Pembentukan Keramik X-Ray Difraction dan SEM & EDS Young’s Modulus dan Porositas Keramik
PROSEDUR PRAKTIKUM Prosedur praktikum yang harus ditaati oleh praktikan sebagai berikut : 1. Praktikan mengikuti seluruh modul praktikum 2. Praktikan sudah menyelesaikan dan mengumpulkan tugas pendahuluan satu hari kerja sebelum praktikum dilaksanakan. 3. Praktikan datang 15 menit sebelum praktikum dimulai kemudian memastikan asisten praktikum pada saat itu. 4. Praktikum diawali dengan tes awal dengan alokasi waktu 30 menit. 5. Praktikum dilanjutkan dengan diskusi antara asisten dan praktikan dengan alokasi waktu 90 menit. 6. Praktikan mengikuti percobaan berdasarkan arahan dari asisten dan teknisi. 7. Praktikum diakhiri dengan penjelasan mengenai pengolahan data dan penyusunan laporan praktikum. Laporan praktikum diserahkan selambat-lambatnya satu hari sebelum presentasi laporan praktikum. 8. Presentasi laporan praktikum dilaksanakan selambat-lambatnya satu minggu setelah praktikum. 9. Praktikan mengisi lembar feedback praktikum.
1
FORMAT TUGAS PENDAHULUAN DAN LAPORAN Tugas Pendahuluan terdiri dari : 1. Cover 2. Pertanyaan dan jawaban dari Tugas Pendahuluan. Format Cover :
Tugas Pendahuluan Praktikum Laboratorium Teknik Material 3 Modul A Pembuatan dan Karakterisasi Komposit
Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 3 Modul A Pembuatan dan Karakterisasi Komposit
Oleh :
Oleh:
Nama NIM Kelompok Anggota (NIM)
: : : :
Tgl Praktikum : Nama Asisten ( NIM ) :
Nama NIM Kelompok Anggota (NIM)
: : : :
Tanggal Praktikum : Tanggal Penyerahan Laporan : Nama Asisten (NIM) :
Gambar Ganesha
Gambar Ganesha
Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2011
Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2011
Laporan Praktikum Terdiri dari : COVER BAB I : Pendahuluan (latar belakang dan tujuan praktikum) BAB II : Teori Dasar BAB III : Data Percobaan (data dan pengolahan data) BAB IV : Analisis Data (analisis dan interpretasi data percobaan) BAB V : Kesimpulan dan Saran BAB VI : Daftar Pustaka Lampiran (tugas setelah praktikum,rangkuman praktikum,dan data lain yang mendukung) Untuk format cover seperti tugas pendahuluan, tinggal mengganti Judul serta menambahkan tanggal penyerahan praktikum. ATURAN PRAKTIKUM Peraturan praktikum yang harus ditaati oleh praktikan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Mengerjakan tugas pendahuluan yang terdapat pada modul. Membawa peralatan sesuai dengan modul, dibawa sebelum praktikum. Memakai jas laboratorium, sepatu keds, pakaian rapi berkerah, dan berambut rapi. Datang 15 menit sebelum praktikum dimulai.
2
5. Tidak makan, menggunakan dan mengaktifkan dering handphone, merokok, tidur, dan meninggalkan praktikum tanpa seizin asisten. 6. Tidak merusak dan menghilangkan alat. 7. Membawa modul, buku catatan, dan kartu praktikum(dilengkapi). 8. Membuat surat ijin yang sah apabila tidak dapat mengikuti praktikum. 9. Menjaga sopan santun dan etika selama praktikum. 10. Menjaga kebersihan, keselamatan, dan ketertiban selama praktikum. SANKSI PRAKTIKAN 1. Kehadiran Tidak hadir lebih dari 1 kali (K, NA = 0) Tidak memberikan informasi kehadiran 15 menit setelah praktikum dimulai (K, NAP=0) Tidak memberi surat izin yang sah untuk ketidakhadiran 3 hari setelah praktikum (K, NAP = 0) 2. Keterlambatan Keterlambatan 0 sampai 15 menit (K, A-15, dan wajib melapor pada asisten yang bersangkutan dan koordinator praktikum) Keterlambatan diatas 15 menit (K, NAP= 0) 3. Terlambat mengumpulkan Tugas Pendahuluan (K,NAP=0, tidak diperbolehkan mengikuti praktikum modul yang bersangkutan) 4. Kelengkapan Praktikum Tidak membawa kartu praktikum (K, dipersilahkan pulang namun dapat mengikuti modul yang bersangkutan pada shift lain) Tidak membawa modul, memakai jas laboratorium, memakai pakaian berkerah, dan memakai sepatu tertutup(K, NAP-30, dan praktikan dipersilahkan pulang untuk melengkapi dengan resiko keterlambatan) Tidak melengkapi kartu praktikum (K, NAP-30, dan praktikan dipersilahkan pulang untuk melengkapi dengan resiko keterlambatan) 5. Untuk nilai tes awal < 30 praktikan dipersilahkan pulang dan nilai praktikum yang diperhitungkan hanya nilai tugas pendahuluan 6. Untuk nilai tes awal < 50 praktikan diberikan tugas tambahan oleh asisten yang bersangkutan sehingga nilai tes awal maksimal menjadi 50 7. Merokok pada saat praktikum (NAP=0) 8. Keaktifan Makan atau tidur (K dan A-50) Menggunakan handphone (K dan A-50) Meninggalkan praktikum (K dan A-50) 9. Merusak dan menghilangkan alat dan benda kerja pengujian (K, melapor pada asisten, koordinator praktikum, koordinator asisten, dan teknisi) 10. Sanksi yang bersifat kondisional dan insidental akan ditetapkan oleh asisten yang bersangkutan pada saat praktikum 11. Praktikan yang tercatat 5 kali atau lebih pada buku kasus dinyatakan tidak lulus praktikum ini 12. Apabila kartu praktikum hilang maka praktikan akan dikenakan denda Rp. 100.000,3
Keterangan : K : Tercatat dalam buku kasus A-X : Nilai aktivitas dikurangi X poin NAP : Nilai Aktivitas Praktikum NAP-X : NAP (Nilai Aktivitas Praktikum) dikurangi X poin NA : Nilai Akhir Praktikum NA-X : NA (Nilai Akhir Praktikum) dikurangi X poin ATURAN PENILAIAN Nilai Total Praktikum (NTP ) didasarkan pada 2 aspek penilaian yaitu : 1. Nilai Aktivitas Praktikum Nilai Aktivitas Praktikum dapat diformulasikan dengan : NAP
NMA NMB NMC NMD NME NMF NMG 7
NMA… G adalah Nilai per Modul A sampai Modul G. Penilaian dari masing- masing modul adalah : (20 xTugasPend ahuluan) (20 xTesAwal ) (30 xAktivitas Pr aktikum) (30 xLapo NM ( NilaiModul ) 100 2. Nilai Ujian Labtek (NUP ) Nilai diambil dari ujian tertulis Praktikum Labtek III. Penilai adalah dari 0 s/d 100. Kemudian Untuk Menghitung Nilai Total Praktikum ( NTP ) adalah : NTP
60 xNAP 40 xNUP 100
Nilai Total Praktikum (NTP ) akan dikonversi menjadi nilai dari mata kuliah MT-3203 ini, dengan penilaian sebagai berikut : 80 < NTP <100 :A 65 < NTP <80 :B 50 < NTP <65 :C 40 < NTP <50 :D NTP < 40 :E
4
MODUL A
PROSES PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT 1. Tujuan Praktikum 1. Mempelajari proses pembuatan komposit, khususnya dengan teknik wet hand lay up dan compression molding. 2. Mempelajari teknik-teknik karakterisasi komposit, khususnya karakterisasi sifat mekanik dengan uji tarik dan pengujian fraksi volume. 3. Mempelajari pengaruh metode manufaktur dan pengaruh fraksi volume material penyusun terhadap sifat mekanik komposit. 2. Latar Belakang Material komposit merupakan gabungan secara makroskopis dari dua jenis material atau lebih. Komponen pembentuk material komposit berupa penguat (reinforcement) dan matriks sebagai pengikat. Polymer Matrix Composite (PMC) adalah komposit yang paling dominan digunakan. Keunggulan dari PMC terletak pada sifat mekanik spesifik yang tinggi dan kemudahan proses produksinya. Selain itu, material komposit memiliki sifat tailorability yang berarti orientasi penguat dapat diatur sesuai dengan arah pembebanan sehingga didapatkan konstruksi yang optimum dan efisien. Ada beberapa teknik proses pembuatan material komposit. Teknik wet hand lay up merupakan teknik pembuatan yang tradisional yang relatif sederhana dan mudah dilakukan. Teknik ini dilakukan manual dengan tangan untuk lay up serat penguat yang diimpregnasi oleh cairan resin termoset. Aplikasinya cukup banyak ditemui pada kebutuhan sehari-hari, misalnya tangki penyimpan air, bath up, perahu, dan lain-lain. Metode lain yang bisa digunakan untuk membuat komposit adalah compression molding dimana preform serat diletakkan ke dalam suatu cetakan, kemudian resin di tuangkan secara merata ke lapisan serat dan selanjutnya diberikan tekanan. Teknik ini dapat diterapkan baik pada matriks termoset maupun termoplastik. Pada material komposit yang telah jadi, perlu dilakukan karakterisasi baik itu dilakukan untuk tujuan perancangan ataupun kontrol kualitas. Karakterisasi suatu material komposit mencakup karakterisasi sifat fisik, mekanik, atau termal, dan sifat lain. Sifat yang paling penting dari suatu komposit struktural adalah sifat mekanik, seperti kekuatan tarik, modulus elastisitas dan elongasi. Pengujian-pengujian yang akan dilakukan memerlukan universal testing machine, yang mampu memberikan deformasi pada spesimen dengan beban dan kecepatan tarik yang terkontrol. Cara untuk memperoleh dimensi spesimen adalah dengan mencetak komponen dengan sesuai dengan ukuran standar. Namun seringkali spesimen dibuat dari laminat yang besar yang kemudian dipotong melalui proses pemesinan. Secara umum, sifat mekanik dari komposit dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis dan fraksi volume material penyusun, metode manufaktur, sifat interface dan kualitas impregnasi.
5
Uji Tarik Pada prinsipnya uji tarik dilakukan dengan menarik spesimen dan memonitor respon yang terjadi. Pelaksanaan uji tarik komposit dilakukan dengan membuat spesimen uji tarik seperti Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Spesimen uji tarik Specimen width = 25 mm Spesimen uji tarik ini akan dipegang oleh grip pada mesin uji tarik. Untuk mendapatkan hasil yang valid, sekurang-kurangnya diperlukan tiga buah spesimen. Dari uji tarik akan didapat kurva Gaya vs Pertambahan Panjang untuk selanjutnya diolah dalam memperoleh sifat tariksebagai berikut: 1. Kekuatan Tarik 2. Modulus Elastisitas 3. Regangan Maksimum Uji Fraksi Volume Uji fraksi volume material penyusun dilakukan dengan beberapa tahap sbb.: 1. Mengukur massa serat penguat 2. Mengukur massa komposit 3. Menghitung massa jenis dan volume komposit 4. Hitung fraksi volume material penyusun dan void Perhitungan fraksi volume dilakukan dengan menggunakan data berat jenis serat gelas sebesar 2,58 gr/cm3 dan berat jenis poliester sebesar 1,25 gr/cm3. 3. Percobaan 3.1. Pembuatan Komposit Bahan : 1. serat gelas woven 2. resin unsaturated polyester 3. katalis Alat : 1. papan tripleks 2. plastik mika 3. gunting 4. karton 5. gelas ukur dan pengaduk 6. mesin kompresi 6
7. cetakan Prosedur : Wet Hand Lay Up 1. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar. 2. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata. Buat 50 % berat. 3. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika. 4. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis) dengan menggunakan roller untuk mengimpregnasi serat. 5. Lapisi serat lainnya ditambahkan secara bertahap seperti langkah 4. 6. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika. 7. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured). Compression Molding a. Preform serat gelas dipotong sebesar 30 cm x 15 cm sebanyak 4 lembar. b. Resin dicampur dengan katalis (katalis 0,75% vol) lalu aduk rata. Buat 50 % berat. c. Pada papan tripleks (sebagai landasan), diletakkan kertas mika. d. Serat gelas diletakkan di atas mika lalu dikuaskan resin (+katalis). e. Lapisi bagian atas dengan menggunakan mika. f. Tekan serat gelas dengan menggunakan alat kompresi pada tekanan 25 bar selama 5-10 menit, 50 bar selama 5-10 menit, 75 bar selama 5-10 menit. g. Komposit dibiarkan sampai mengeras (fully cured). 3.2. Uji Tarik Komposit Bahan : 2 spesimen komposit arah serat (00) yang telah dipotong sesuai standar spesimen uji tarik Alat : 1. Mesin uji tarik 2. Jangka sorong Prosedur : 1. Ukur dimensi dari spesimen uji tarik (panjang spesimen, panjang gage length, lebar, dan tebal spesimen) 2. Letakkan spesimen pada grip mesin uji tarik 3. Set kecepatan penarikan pada mesin uji tarik sebesar 2 mm/menit. 4. Catat beban dan pertambahan panjang spesimen selama pengujian berlangsung 5. Konversi menjadi kurva Tegangan dan Regangan. 6. Hitung sifat mekanik. Uji Fraksi Volume Bahan: 1. Spesimen uji tarik setelah uji tarik 2. Preform serat gelas Alat: 1. Timbangan Digital ketelitian 0.0000 gr 2. Penggaris 3. Alat potong komposit
7
Prosedur 1. Sebelum pembuatan komposit, hitung Areal density (Ap) dan jumlah lembaran preform (N) serat gelas yang digunakan 2. Ambil komposit serat gelas yang telah diuji tarik. Potong spesimen dari spesimen uji tarik pada bagian yang tidak mengalami kegagalan dengan ukuran sekitar 2,5cm x 2,5 cm. Hitung luas area komposit (Ak). 3. Ukur massa kering komposit (Mk). 4. Ukur massa komposit ketika terendam air (Ms). 5. Hitung massa jenis dan volume komposit (Vkomposit). Vkomposit = (Mk - Ms) / ρair ρkomposit = Mk / Vkomposit 6. Hitung fraksi volume serat: Vf = (Ap x Ak x N x ρserat gelas ) / Vkomposit 7. Hitung fraksi volume matriks: Vm = ((Mk - (Ap x Ak x N)) x ρ poliester ) / Vkomposit 8. Hitung fraksi volume void: V void = 1 – Vf – Vm 4. Data dan Pengolahan Uji Tarik Komposit
E σ F A E ∆l l lo
l l lo lo lo
: Engineering Stress ( N/mm2 ) : Beban yang diberikan ( Newton ) : luas Penampang ( mm2) : Strain ( tidak bersatuan ), dinyatakan dalam persentase : Perubahan Panjang ( mm ) : Panjang setelah pembebanan (mm ) : Panjang awal spesimen ( mm )
Jenis mesin Kecepatan Tarik (mm/menit) Jumlah Spesimen Load Cell
: : : : Metode Manufaktur
No. Spesimen Panjang uji (gauge length; mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Kekuatan Tarik (Newton) Modulus Elastisitas Regangan Maksimum
1
2
3
4
5
6
8
Uji Fraksi Volume Areal density (gr / cm2)
: Metode Manufaktur
No. Spesimen Massa Kering (gram) Massa Terendam (gram) Volume Komposit (cm3) Fraksi Volume Serat Fraksi Volume Matriks Fraksi Volume Void
1
2
3
4
5
6
5. Tugas Pendahuluan 1. Jelaskan perbedaan proses manufaktur pada komposit dengan matrix termoset dan termoplastik! 2. Jelaskan proses pembuatan komposit matrix termoset dengan metode: wet hand lay up, compression molding, dan Vacuum Assisted Resin Infusion (VARI)! 3. Jelaskan perbedaan spesimen uji tarik antara material baja dan FRP. 4. Jelaskan cara memperoleh fraksi volume material penyusun komposit. 6. Tugas Setelah Praktikum Berdasarkan literatur, jelaskan perbedaan sifat fisik dan mekanik komposit matrix termoset yang diperoleh dari metode berikut: wet hand lay up, compression molding, dan VARI! 7. Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1. ASTM D 3039 – 00. 2. ASTM D 0792 – 00. 3. Astrom, B. T., “Manufacturing of Polymer Composites”, 1 st ed., Chapman and Hall, London, 1997.
9
MODUL B
TEORI LAMINAT KLASIK 1. Tujuan Praktikum 1. Memahami pengaruh dari pemilihan material komposit serta pengaruh cara penyusunannya (stacking sequence) terhadap kekakuan, distribusi tegangan, dan perilaku kegagalan yang terjadi pada komposit laminat. 2. Dapat menggunakan program GENLAM dan mampu menginterpretasikan hasilnya dengan benar. 2. Latar Belakang Material komposit merupakan gabungan dua atau lebih material dimana sifat-sifat dari material pembentuknya masih terlihat secara makro. Komposit matriks polimer (PMC), dengan material pembentuk serat dan matriks, merupakan material komposit yang banyak dipakai. Serat yang banyak dipakai adalah serat karbon dan gelas, sedangkan untuk matriks adalah jenis termoset. Selain memiliki kekakuan dan kekuatan spesifik yang tinggi, material komposit memiliki sifat tailorability yang dapat dimanfaatkan untuk membuat sifat yang mendekati isotrop hingga yang sangat tidak isotrop sesuai dengan beban yang akan bekerja pada suatu konstruksi. Dengan cara ini akan diperoleh konstruksi yang efisien. Pengetahuan tentang mikromekanik dan makromekanik sangat berperan dalam mengarahkan material komposit agar persyaratan konstruksi yang diinginkan tercapai. Teori laminat klasik (CLT) merupakan suatu metode untuk menganalisa material komposit berupa laminat secar makromekanik. 3. Praktikum dan Tugas Latihan 1. sifat-sifat Elastis Bandingkan konstanta-konstanta teknik material dari pelat dengan tebal 1mm yang terbuat dari: 4. Aluminium 5. AS-3501 (02,902)s 6. AS-3501 (0,90)2s (Tugas) 7. Scotch-ply UD (Tugas) 8. Scotch-ply (0,90)2 (Tugas) Tunjukkan perbedaan-perbedaan konstanta teknik diantara material tersebut! Mengapa terjadi perbedaan-perbedaan tersebut? Latihan 2. Pembebanan dan Tegangan 1. Lihat dan perhatikan tegangan yang terjadi pada berbagai material di bawah ini tanpa pembebanan pada temperatur ruang (25oC). a. Al-2024 (isotropic) b. Scotch-ply UD (transversely isotropic) (Tugas) c. IM6-epoxy (0, + 45, 90, 0, + 45, 90) (unsymmetric) Bandingkan tegangan dan regangan yang terjadi (global dan pada setiap lapisan) pada setiap jenis material. 2. Ulangi latihan dengan material yang sama untuk kondisi pembebanan mekanik sebagai berikut : a. Pembebanan tarik biaksial masing-masing sebesar 10 N/mm (0.01 MN/m) 10
b. Pembebanan geser sebesar 10 N/mm (Tugas) c. Momen bending M1 sebesar 10 N d. Momen torsi sebesar 5 N (Tugas) Latihan 3. Kegagalan pada laminat Untuk mempermudah penggambaran, Genlam tidak memperlihatkan nilai R tetapi 1/R. 1. Berikan pembebanan biaksial sebesar 50 N/mm, tarik-tarik, tarik-tekan, tekan-tarik dan tekan-tekan (4 modus pembebanan) untuk laminat berikut ini : a. B-N5505 UD b. B-N5505 (+ 45)s (Tugas) c. IM6-epoxy (+ 30, + 60)s (Tugas) Pertama-tama lihat tegangan yang terjadi dan perkirakan lapisan mana yang akan mengalami kegagalan pertama kali. Periksa rasio tegangan untuk material yang utuh (intact material) dan bandingkan. Tentukan faktor keamanan untuk kegagalan terakhir dari masing-masing laminat. 2. Pergunakan sebuah cross-ply Kevlar-epoxy laminat pada temperatur kamar (250C). Perhatikan faktor R nya. Jelaskan! (perhatikan tegangan pada lapisan)
11
Material Fibre Matrix
CFRP T300 Epoxy N5208
CFRP CFRTP AS AS4 Epoxy 3501 PEEK
Engineering Constants Ex. GPa 181 138 Ey,GPa 10.3 8.96 Vxy 0.28 0.3 E.s, GPa 7.17 7.1 Other ply data Vf 0.7, 0.66 3 ρ (kg/m ) 1600 1600 ho, mm 0.125 0.125 Mmax (%) 0.5 0.5 Tcure (°C) 122 122 DF 0.15 0.15 Strength, MPa X 1500 1447 X’ 1500 1447 Y 40 52 ’ Y 246 206 S 68 93 Fxy * -0.5 -0.5 Hygrothcrmal expansion coefficients αx(10-6oC) 0.02 -0.3 Αy(10-6oC) 22.5 28.1 βx 0 0 Y βy 0.6 0.6
BFRP Boron B4 Epoxy N5505
CFRP IM6 Epoxy
KFRP Kevlar 49 Epoxy
GFRP E-glass Epoxy
CFRP core T300 None Epoxy F934 Foam
134 8.9 0.28 5.1
204 18.5 0.23 5.59
203 11.2 0.32 8.4
76 5.5 0.34 2.3
38.6 8.27 0.26 4.14
148 • 9.65 0.3 4.55
1 E-10 1 E-10 0 1 E-11
0.66 1600 0.125 0 310* 0.07
0.5 2000 0.125 0.5 122 0.2
0.66 1600 0.125 0.5 200 0.04
0.6 1460 0.125 0.5 62 0.02
0.45 1800 0.125 0.5 122 0.04
0.6 1500 0.1 0.5 i22 0.15
0 0 5 0 —• 0
2130 1100 80 200 160 -0.5
1260 2500 61 202 67 -0.5
3500 1540 56 150 98 -0.5
1400 235 12 53 34 -0.5
1062 610 31 118 72 -0.5
1314 1220 43 168 48 -0.5
1 1 1 1 1 -0.5
-0.3 28.1 0 0
6.1 30.3 0 0.6
-0.3 28.1 0 0.6
-4 79 0 0.6
8.6 22.1 0 0.6
-0.3 28.1 0 0.6
0 0 0 0
12
4. Tugas sebelum praktikum 1. Apakah yang dimaksud dengan lapisan (ply atau lamina)? Apa perbedaannya dengan laminat (laminates)? 2. Apakah yang dimaksud dengan laminat simetri, laminat tidak simetri dan laminat cross ply? 3. Apakah yang dimaksud dengan sistem koordinat lapisan (ply coordinate system) dan sistem koordinat laminat (laminate coordinate system)? Bagaimana cara mengubah dari satu sistem koordinat ke sistem koordinat lainnya? Jelaskan secara singkat! 4. Gambarkan skema perhitungan dalam Teori Laminat Klasik dimulai dari sifat-sifat material, cara memperoleh konstanta teknik, pemberian beban sampai pada tegangan dan regangan yang terjadi pada setiap lapisan. Jelaskan dengan ringkas! 5. Jelaskan dengan ringkas perbedaan pembebanan mekanik dan pembebanan higrotermal! 6. Apakah yang dimaksud dengan First Ply Failure dan Last Ply Failure? Jelaskan! 5. Tugas Setelah Praktikum 1. Buat dua buah komposit T300 epoxy yang memiliki susunan laminat berbeda tetapi mempunyai konstanta teknik bidang (in-plane engineering constants) yang sama? Dapatkah Anda membuat suatu laminat dengan konstanta teknik bending (flexural engineering constants) yang sama? 2. Sebuah laminat (02, + 45, 90)s AS-3501 diberi tiga jenis pembebanan yang berbeda. Distribusi tegangan, untuk setiap kondisi pembebanan tersebut, kemudian dihitung dan diperlihatkan dalam tiga gambar di bawah ini. Tentukan dari ketiga gambar tersebut jenis kondisi pembebanan yang telah diberikan!
26
27
3. Untuk laminat (02, + 45, 90) AS 3501 didapatkan data tegangan sebagai berikut: Load Case No.1 PLY STRESSES IN MPa Ply No Sigma-1
Sigma-2
Sigma-6
Sigma-x
Sigma-y
Sigma-s
10Top
515.41
-41.24
127.67
515.41
-41.24
127.67
10Bot
412.98
-34.21
102.14
412.98
-34.21
102.14
9Top
412.98
-34.21
102.14
412.98
-34.21
102.14
9Bot
310.55
-27.18
76.60
310.55
-27.18
76.60
8Top
358.99
284.61
366.49
688.30
-44.69
-37.19
8Bot
239.32
189.99
246.54
461.19
-31.89
-24.67
7Top
-227.49
-276.82
255.64
-51780
13.49
24.67
1Bot
-113.76
-138.04
129.51
-255.40
3.61
12.14
6Top
-2.34
-127.00
25.53
-127.00
-2.34
-25.53
6Bot
-6.45
10.72
0.00
10.72
-6.45
-0.00
5Top
-6.45
10.72
0.00
10.72
-6.45
-0.00
5Bot
-10.55
148.44
-25.53
148.44
-10.55
25.53
4Top
113.69
139.53
-142.77
269.38
-16.16
-12.92
4Bot
227.42
278.31
-278.91
531.77
-26.04
-25.44
3Top
-239.39
-188.50
-233.28
-447.22
19.33
25.44
3Bot
-359.06
-233.12
-353.23
-674.32
32.14
37.97
2Top
-304.03
14.98
-76.60
-304.03
14.98
-76.60
2Bot
-406.46
22.00
-102.14
-406.46
22.00
-102.14
1Top
-406.46
22.00
-102.14
-406.46
22.00
-102.14
1Bot
-508.89
29.03
-127.67
-508.89
29.03
-127.67
28
LOAD CASE No. 3 PLY STRESSES IN MPa. Ply No
sigma-1
sigma-2
sigma-6
sigma-x
sigma-y
sigma-s 10Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
10Bot
38.93
-19. 17
52.19
38.93
-19.1.7
52.19
9Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
9Bot
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
8Top
203.61
178. 51
227.83
-118.89
-36.73
-1255
8Bot
203.61
178.51
227.83
418.89
-36.78
-12.55
7Top
-273.45
-298.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
7Bot
-273.45
-290.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
6Bop
-8.02
-201.63
52.19
-201.63
-8.02
52.19
5Tot
-8.02
-201.63
52.19
-201.63
-8.02
52.19
5Bot
-8.02
-201.63
52.19
-201.63
-8.02
-52.19
4Top
-273.45
-298.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
4Bot
-273.45
-298.55
295.59
-581.59
9.60
12.55
3Top
203.61
178.51
227.84
418.89
-36.78
-12.55
3Bot
203.61
178.51
227.84
418.89
-36.78
-12.55
2Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
2Bot
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
1Top
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
1Bot
38.93
-19.17
52.19
38.93
-19.17
52.19
29
Load Case No 1 Ply Angle Mat. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
0.0 0.0 45.0 -45.0 90.0 90.0 -45.0 45.0 0.0 0.0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
h*1000
R-int/t
R-int/b
R-deg/t
R-deg/b
0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125
0.8 1 1.63 1.53 3.23 1.61e+007 4.57 1.43 1.01 0.754
1 1.33 2.45 3.07 1.61e+007 3.75 2.28 0.953 0.754 0.603
1.62 2.03 1.78 1.06 3.3 4.31e+007 3.13 1.39 1.53 1.14
2.03 2.7 • . j 2.66 2.13 4.31e+007 4 .34 1.57 0.925 | 1.14 0.915
Ply
Angle
Mat.-
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
0.0 0.0 45.0 -45.0 90.0 90.0 -45.0 45.0 0.0 0.0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Load Case No 3 h*1000 R-int/t R-int/b
R-deg/t
R-deg/b
2.07 2.07 2.83 1.7 1.85 1.85 1.7 2.83 2.07 2.07
5.65 5.65 3.12 1.43 3.34 3.34 1 .43 3.12 5.65 5.65
5.65 5. 65 3.12 1.43 3.34 3.34 1.43 3.12 5. 65 5.65
0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125
2.07 2.07 2.83 1.7 1.85 1.85 1.7 2.83 2.07 2.07
Berapakah FPF untuk masing-masing kondisi pembebanan, lapisan mana yang gagal pertama kali dan komponen tegangan mana yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan? Berapa kekuatan ultimate dari laminat untuk masing-masing kondisi pembebanan dan lapisan yang mana yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan terakhir dari laminat? 6. Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1. Tsai, S.W., Hahn, H.T., Introduction to Composite Material, Westport, Technomic Publishing Co., Inc., 1980. 2. Eupoco, Module 4, Composite Science and Technology. 3. Tsai, S.W., Composite Design.
30
MODUL C
KONDUKTIFITAS DAN DIFUSIFITAS TERMAL REFRAKTORI 1. Tujuan Praktikum 1. Memahami konduktifitas dan difusifitas termal kaitannya dengan sifat isolasi termal refraktori. 2. Menentukan nilai koefisien konduktifitas, difusifitas termal, dan kapasitas panas spesifik dari refraktori Alumino-Silicate. 2. Dasar Teori Refraktori didefinisikan sebagai material konstruksi yang mampu mempertahankan bentuk dan kekuatannya pada temperatur sangat tinggi dibawah beberapa kondisi seperti tegangan mekanik (mechanical stress) dan serangan kimia (chemical attack) dari gas-gas panas, cairan atau leburan dan semi leburan dari gelas, logam atau slag [Hancock, 1988]. Adapun jenis-jenis refraktori antara lain: Berdasarkan komposisi kimia: 1. Asam (contoh: silika, firebrick, alumino silika). 2. Netral (contoh: chromite, silicon carbide, carbon, Alumina). 3. Basa (contoh: Magnesit, Forsterite Magnesit-chromit, Dolomit). 4. Spesial (contoh: Zirconia, spinel, boran nitride) Berdasarkan bentuk: 1. Bricks Contoh: fireclay, silimanit (alumina silika), magnesit, dolomit, krom-magnesit, silika, periclase. 2. Monolith Contoh: Castable refractories, Plastic refractories, Ramming refractories, Patching refractories, Coating refractories, Refractoy mortars, Insulating castables Material refraktori banyak digunakan dan dibutuhkan di industri yang menggunakan Furnace, Kiln atau dapur peleburan, seperti industri gelas, kaca, steel, aluminium dan pembakaran seperti industri keramik, sebagai bahan penyekat antara produk yang bersuhu tinggi dengan udara luar, atau sebagai wadah tempat produk mengalami proses peleburan. Material refraktori sangat terkait dengan sifat termalnya, antara lain: Konduktifitas: kemampuan material untuk menghantarkan panas melalui kontak langsung dengan atom-atom atau molekul penyusunnya, dari daerah temperatur tinggi ke daerah temperatur rendah (satuan SI: Wm-1K-1). Difusifitas: perbandingan konduktifitas termal terhadap kapasitas panas volumetrik (satuan SI: m2 s-1). Kapasitas panas: kapasitas panas per satuan massa per derajat K atau kapasitas panas per mol per derajat K (satuan SI: J kg-1 K-1). Kapasitas panas dapat juga dinyatakan sebagai kemampuan dari suatu material untuk menyimpan/ menahan panas dari lingkungan luar. Merepresentasikan sejumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan peningkatan temperatur.
31
Ekspasi termal: Perubahan dimensi pada suatu material yang diakibatkan oleh adanya perubahan panas. Perubahan dimensi dapat terjadi karena dengan adanya perubahan panas, maka atom-atom akan bervibrasi makin cepat yang berakibat pada berubahnya jarak antar atom.
Persamaan yang menghubungkan antara konduktifitas termal (k) dengan laju panas (q) yang mengalir pada suatu material didasarkan pada hukum konduksi panas Fourier. Untuk konduksi panas pada arah x (dimensi 1), maka persamaan Fourier-nya adalah: ,dengan qx = laju konduksi panas pada arah x (Watt). k =konduktifitas termal material (Wm-1K-1) . A = luas terhadap arah aliran panas (m2). = gradien temperatur (K/m).
Model Percobaan. Proses perambatan panas pada praktikum ini menggunakan model silinder dan hanya melihat konduksi panas pada arah radial dari sumber panas, sehingga persamaan (2.1) menjadi:
Perhatikan laju konduksi panas pada silinder konsentris berjari-jari R dan panjang l dengan sumber panas di dalamnya berjari jari r dan ketebalan radial r. Laju konduksi panas ketika melewati permukaan dalam silinder adalah:
dan laju konduksi panas ketika meninggalkan permukaan luar silinder adalah:
Persamaan neraca panas total dari silinder adalah: Laju Akumulasi = (Laju masuk – Laju keluar) + Laju generasi panas.......(2.3) Dimana selisih antara laju masuk dan laju keluar merupakan laju penyimpanan panas dari material. Perlu diingat bahwa laju akumulasi dan generasi panas berkaitan dengan volume material, sehingga persamaan neraca panas total dibuat per satuan volume material.
32
Asumsi yang digunakan dalam percobaan ini adalah tidak ada generasi panas dan berubah terhadap waktu (unsteady state) sehingga persamaan (2.3) menjadi:
dimana
merupakan difusifitas termal dari material. Persamaan (2.4) harus
dipenuhi di seluruh waktu selama aliran panas terjadi dan dipecahkan berdasarkan kondisi masukan panas yang diangggap konstan. Temperatur T di setiap titik merupakan fungsi dari r, t, dan . Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dibuat hubungan tanpa dimensi, yaitu dan
. Anggap
dengan A sebagai konstanta sehingga
.
Persamaan (2.4) dapat ditulis kembali menjadi:
----------------------------------------------- :
------------------------------------------------------------------------- :
---------------------------------------------- : 4
33
Jika kita pilih A = ¼, maka
sehingga terbentuk persamaan diferensial homogen
orde kedua dengan u sebagai variabel dan dapat disusun menjadi:
Solusi dari persamaan (2.5) diperoleh dengan cara mengintegrasikannya, yaitu: dimana B = 1+u Untuk mencari nilai B, kita mengetahui bahwa laju aliran panas melalui permukaan silinder pada radius r adalah
Dari persamaan (2.6), dimana
Jika kita menganggap permukaan silinder sangat dekat dengan pemanas (r 0) maka q -u
merupakan laju produksi panas total ketika r 0, u 0, dan e 1 sehingga persamaan (2.6) dan (2.7) menjadi Dengan mengunakan (2.6):
34
dimana
Dengan mengambil logaritmanya, maka persamaan terakhir dapat ditulis kembali menjadi:
Pengukuran dilakukan terhadap T versus t yang diperoleh pada radius r. Jika q dan l diketahui maka k dan dapat dicari dengan memplot kurva persamaan (2.8), yaitu versus
sebagai persamaan garis linear.
3. Prosedur Percobaan Pada percobaan ini akan ditentukan konduktifitas dan difusifitas termal dari salah satu jenis material refraktori, yaitu refraktori Alumino-Silicate dengan menggunakan pemanas lurus yang ditanam di dalam refraktori Alumino-Silicate. Skema percobaan yang akan Termokopel dilakukan seperti diilustrasikan dalam gambar berikut: A
Refraktori Alumina-Silika HEATER
A
Termokopel
A
r A Gambar . Skema Percobaan Pertama-tama pastikan kawat dari pemanas sudah terpasang di soket catu daya. Selipkan termokopel digital di dalam lubang yang berjarak 2 cm dari pemanas. Pastikan ujung termokopel kontak dengan ujung dari lubang. Sebelum pemanasan dimulai, ukur hambatan kawat pemanas () dengan menggunakan Ohm-meter. Prosedur selanjutnya, antara lain: a.) Ukur temperatur saat t=0 (sebelum pemanasan dimulai) b.) Periksa dengan teliti bahwa VARIAC diatur pada nol sebelum menekan tombol “on”. Sesaat setelah “on”, putar VARIAC secara cepat ke tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan arus 4,5 A dan waktu nol dimulai (jalankan stopwatch).
35
c.) Gunakan tabel 4.1.1 yang ada dalam modul, catat pembacaan temperatur dari termokopel (oC) setiap 10 detik untuk 5 menit pertama, dan selanjutnya setiap ½ menit sampai 30 menit berikutnya. d.) Catat juga temperatur pada permukaan panas (selipkan termokopel pada lubang yang berjarak sangat dekat dengan pemanas atau r 0) serta tegangan dan arus yang digunakan dalam percobaan. e.) Setelah selesai pengamatan dan pencatatan, atur VARIAC ke nol sebelum menekan tombol “off”. 4. Data dan Pengolahan 4.1 Bata Alumino-Silicate Tegangan VARIAC Hambatan kawat pemanas Arus Temperatur permukaan panas Panjang silinder (l) Daya (q)
= = = = = =
Volt Ampere o C m Watt
Tabel 4.1.1 Data pengamatan Alumino-Silicate. Waktu t T (oC) Waktu t T (oC) 0 0 – 10 0 – 20 0 – 30 0 – 40 0 – 50 1 – 00 1 – 10 1 – 20 1 – 30 Dst
Waktu t
T (oC)
Tabel 4.1.2 Data plot grafik Alumino-Silicate. t (min)
4.2 Pengolahan Data Langkah-langkah dalam pengolahan data antara lain sebagai berikut: a) Plot grafik antara pembacaan temperatur termokopel (T) versus waktu t (menit) b) Hitung c) Plot grafik
pada waktu t tertentu yang terlihat di dalam tabel data. versus
(lihat persamaan 2.9), dengan T dan dalam K dan min -
1
. 36
d) Dari gradien dan interceptkurva cari nilai k (dalam W/m.K) dan (dalam m2/s) e) Hitung nilai kapasitas panas spesifik Cp(dalam J/K.kg) dari material refraktoriAluminoSilicate. Diketahui densitas untuk beberapa refraktori adalah sebagai berikut: Alumino-Silicate = 2.2 – 2.3 x 103 kg m-3 Fireclay = 2.16 x 103 kg m-3 Magnesite = 2.90 x 103 kg m-3 f) Hitung berat atom rata-rata dari masing-masing SiO 2, Al2O3, dan MgO (yaitu massa 1 mol untuk masing-masing senyawa tersebut). Alumino-Silicate dan Fireclay tersusun dari senyawa Al2O3 dan SiO2 sedangkan Magnesite utamanya tersusun dari MgO. Berat atom untuk unsur Si = 28, Al = 27, Mg = 24, dan O = 16. g) Ubah nilai kapasitas panas spesifik yang anda peroleh menjadi nilai kapasitas panas per mol atom. Nilai kapasitas panas per mol untuk semua solid menurut Dulong dan Petit (klasik) adalah 3R = 24.94 J/K.mol 5. Tugas Setelah Praktikum Bandingkan dan diskusikan hasil percobaan yang anda peroleh dengan data literatur. Apakah pembacaan waktu yang lebih lama akan menyebabkan penyimpangan dari plot garis lurus pada grafik
versus ? Jika ya, kenapa hal ini bisa terjadi?
6. Tugas Pendahuluan 1. Jelaskan persyaratan umum suatu material keramik dapat dikatakan sebagai refraktori! 2. Tuliskanpengertian refraktori dan klasifikasi refraktori Alumina-Silika (Al2O3 - SiO2) beserta koefisien sifat-sifat termalnya! 3. Berdasarkan diagram fasa SiO2-Al2O3. Manakah komposisi di bawah ini yang lebih sesuai untuk dijadikan pertimbangan sebagai material refraktori? Sertakan alasannya! 20 wt% Al2O3–80 wt% SiO2 25 wt% Al2O3–75 wt% SiO2 4. Dinding komposit seperti terlihat pada gambar di bawah, akan dijadikan sebagai dinding tungku,yang tersusun dari 20 cm refraktori sebagai material 1, kemudian 4 cm polystyrene (k= 0.025 W/m.K) sebagai material 2, dan 1 cm baja (k= 41 W/m.k) sebagai material 3. Diketahui Ti= 500 oC, hi= 15 W/m2.K dan To= 20 oC, ho= 20 W/m2.K, sertaheat rate qx= 252.8 W/m2. Tentukan nilai konduktifitas termal (k1)material refraktori! qx
qx 1
2
3
Ti, hi
x1 x2 5. Jelaskan prinsip kerja Termokopel!
To, ho
x3
37
7. Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1) Callister, W. D., “Materials Science and Engineering: An Introduction”, John Wiley & Sons, New York, 2000 2) Gaskell, David R., “An Introduction to Transport Phenomena in Materials Engineering”, Macmillan Publishing Company, New York, 1992 3) Charles A., Schacht, “Refractories Handbook”, Marcel Dekker, Inc., New York, 2004 4) Chesters, J. H., “Refractories: Production and Properties”, The Metals Society, London, 1983
38
MODUL D
DIFRAKSI SINAR X 1. Tujuan Praktikum a. Mengetahui berbagai teknik karakterisasi material b. Memahami prinsip kerja dan kegunaan X-ray diffraction (XRD) sebagai satu dari berbagai teknik karakterisasi material c. Mengetahui bagaimana mengidentifikasi fasa/senyawa dari kurva XRD yang didapat 2. Teori Dasar Sinar X merupakan salah satu radiasi elektromagnetik yang sering dimanfaatkan dalam metode karakterisasi material. Sinar X adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang kurang dari 10 Angstrom atau 10-8 cm. Medan elektromagnetik yang diproduksi oleh sinar X ini akan berinteraksi dengan elektron yang ada di permukaan sebuah bahan dengan cara dihamburkan. Prinsip kerja dari karakterisasi dengan difraksi sinar X adalah mengukur hamburan sinar X dari kristal non amorf dengan struktur kristal spesifik. Dalam hal ini digunakan hukum Bragg yang menyatakan bahwa panjang gelombang sinar sama dengan dua kali jarak interplanar dalam struktur kristal dikalikan sin θ (teta). n = 2d sin Ket: n = order of reflection (n = 1, 2, 3, ….) = panjang gelombang sinar X d = jarak interplanar = setengah dari sudut difraksi Untuk lebih jelasnya mengenai difraksi sinar X yang berdasarkan hukum Bragg, dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Difraksi sinar X Terdapat beberapa data yang mengandung model difraksi beberapa material, baik yang umum maupun tidak umum. Setiap model dilengkapi dengan informasi mengenai spesifikasi bahan seperti temperatur leleh, indeks refraktif, informasi kristalografi, model difraksi, dan jarak difraksi. Untuk menentukan karakteristik material dapat melalui puncak yang terbentuk hasil difraksi sinar X. Untuk mengidentifikasi bahan yang dianalisis dapat dilakukan dengan cara membandingkan puncak hasil percobaan difraksi sinar X dengan model difraksi teoritis tersebut.
39
Dalam mengidentifikasi fasa bahan yang dilakukan pertama kali adalah membandingkan dengan karakteristik bahan lain sehingga dapat diketahui secara kasar bahan yang terkandung di dalamnya. Karakteristik tersebut meliputi warna, kilau logam, densitas, dan tekstur. Pertama, difraksi sinar X ditembakkan pada sampel sehingga akan dihasilkan puncak difraksi. Kemudian harga 2 dan intensitas dibandingkan dengan data teoritis untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam sampel. Harga intensitas yang didapatkan secara eksperimen biasanya berbeda dengan harga intensitas yang didapatkan dari eksperimen lainnya. Plot antara intensitas dengan panjang gelombang akan memberikan hasil kurva yang mempunyai kemiringan yang tajam pada bagian awalnya, kemudian dengan peningkatan harga panjang gelombang, kurva akan turun setelah mencapai titik tertentu. Karena tegangan naik, variasi intensitas sinar X dengan panjang gelombang juga naik, ketika tegangan sudah sampai pada tegangan kritik, akan terlihat puncak intensitas. Intensitas puncak tersebut merupakan karakteristik bahan yang akan digunakan atau disebut juga karakteristik radiasi. Hal tersebut membentuk model difraksi yang akan dibahas lebih lanjut pada modul ini. Salah satu alat karakterisasi yang memanfaatkan sinar X adalah X-Ray Diffraction (XRD). Kegunaan X-ray Diffraction secara umum adalah : a. Identifikasi fasa kristalin yang terkandung dalam spesimen b. Penentuan kandungan fraksi berat fasa kristalin secara kuantitatif dalam material yang memiliki banyak fasa (multiphase) c. Karakterisasi transformasi fasa dalam keadaan padat (solid-state phase transformation) d. Menentukan parameter latis (lattice-parameter) dan tipe latis (lattice-type) Contoh aplikasi X-Ray Powder Diffraction yang akan ditekankan pada praktikum ini adalah mengidentifikasi unsur atau senyawa (fasa kristalin) secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis Kuantitatif Difraksi sinar X dapat digunakan untuk menentukan fraksi berat senyawa-senyawa penyusun suatu bahan secara kuantitatif. Hal ini dilakukan dengan membandingkan intensitas gabungan dari puncak-puncak yang telah diketahui. Meskipun terdapat satu fasa amorf, proses difraksi tetap menghasilkan jumlah relatif setiap fasa. Untuk menghasilkan keakuratan yang tinggi, perlu dilakukan kalibrasi standar. Gambar 2 menunjukkan hasil difraksi sinar X untuk Y 2O, ZnO, dan 50%/50% campuran keduanya. Untuk memperjelas, skala vertikal campuran (gambar paling atas) diperbesar. Analisis kuantitatif ditunjukkan dengan menentukan intensitas gabungan hasil difraksi setiap bagian dan dibandingkan dengan intensitas komponen yang murni. Misalnya, intensitas gabungan Y2O pada campuran adalah 9380, sedangkan intensitas murninya adalah 14280, sementara intensitas gabungan ZnO pada campuran adalah 6825, sedangkan intensitas murninya adalah 17736.
40
Gambar 2. Model Difraksi ZnO, Y2O3, dan campuran 50%/50% Untuk menentukan fraksi berat tiap komponen dapat digunakan persamaan Klug:
(I1campuran / I1murni ) A 2 f1 = A1 (I1campuran / I1murni ) (A1 - A 2 ) Dimana I1mix dan I1pure adalah intensitas campuran dan intensitas murni bahan, A1 dan A2 adalah koefisien absorbsi massa . Sehingga untuk Y2O pada contoh sebelumnya: f1 =
(0.657) 50.75 102.42 (0.657) (102.42 - 50.75)
= 48.7%
Hasil yang diperoleh mendekati 50%. Dari hasil tersebut dapat diperoleh fraksi ZnO, yaitu 52,3% karena fraksi total adalah 100%. Metode yang digambarkan pada contoh sebelumnya hanya berlaku untuk campuran yang terdiri dari dua fasa kristalin. Untuk kasus yang umum diperlukan metode yang lebih kompleks, misalnya RIR (reference intensity ratio). Teknik ini menampilkan model yang sesuai untuk mengidentifikasi komponen penyusun campuran. Seperti contoh yang ditunjukkan pada gambar 3, model difraksi sinar X dari campuran terlihat setelah penyingkiran noise dengan FFT filtering, substraksi dasar, dan stripping K2. Fase campuran ditunjukkan oleh prosedur perhitungan yang sederhana. Pada contoh ini, fraksi masing-masing komponen (63,7% Al2O3 / 14,7% Y2O3 / 21,6% Mo) yang didapatkan harganya mendekati harga fraksi komponen pada kondisi nyatanya (63,3% Al2O3 / 14,9% Y2O3 / 21,9% Mo). Cara sederhana untuk memvisualisasi perhitungan fraksi berat adalah dengan perbedaan plot (bagian paling atas dari Gambar 3), yang menunjukkan kesalahan (error) kesesuaian baik pada posisi maupun setiap puncak.
41
Sebelum metode model keseluruhan dapat diterapkan, fase-fase dalam campuran harus diidentifikasi. Harga RIR yang memberikan rasio intensitas antara material yang dimaksud dengan standar (harga standar, misalnya korondum harus diketahui). Jika kedua kondisi tersebut ada, analisis metode keseluruhan (full pattern) dapat digunakan sebagai metode analisis kuantitatif yang akurat
Gambar 3. Model Difraksi untuk Campuran Tiga Komponen 3. Prosedur Percobaan 1. Siapkan dua hasil XRD dan tabel-tabel yang diberikan. 2. Mulai dari puncaks pada hasil difraksi. Catat nilai 2 dan puncak intensity dari lima puncak tertinggi. 3. Hitung d-spacing menggunakan Hukum Bragg dengan = 1.542 Angstrom. 4. Bandingkan harga d dari puncak tertinggi sampai ketiga tertinggi dengan tabeltabel pada hanawalt index. 5. Tentukan material apakah yang Anda dapatkan untuk 2 hasil XRD tersebut. 6. Dapatkan reference intensity radio atau intensity scale factor untuk materialmaterial tersebut dari asisten. 7. Hitung persen komposisi untuk setiap material dengan membagi peak count tertinggi untuk material tersebut (pada hasil experimental, bukan pada database) dengan RIR material itu. Peak count / RIR (W/RIR) (X/RIR) (Y/RIR) Total : Z
Persen berat (W/RIR)/Z*100 (W/RIR)/Z*100 (W/RIR)/Z*100
8. Hitung lower dan upperlimit persen komposisi dengan mengulang hitungan seperti pada nomor 7. Perbedaannya, tambahkan atau kurangi akar kuadrat peak count untuk mendapatkan upper limit dan lower limit.
42
(peak count peak count)/RIR (W W)/RIR (X X)/RIR (Y Y)/RIR Total : Zupper dan Zlower 9. Laporkan error sebagai perbedaan yang lebih besar antara upper atau lower limit dengan persen komposisi yang didapatkan di nomor 7. 4. Data dan Pengolahan Data yang dilaporkan adalah data puncak tertinggi untuk setiap komponen/phase yang teridentifikasi. Identified phase
2
Identified phase
Identified phase
Identified phase
D (Angstrom)
Peak Count
Peak Count
Lower limit
Peak Count
RIR
Peak Count
Intensity %
RIR
Peak Count / RIR
% komposisi (% berat)
Lower limit
Upper limit
Persen berat
Upper limit
5. Tugas Sebelum Praktikum 1. Jelaskan Pengertian karakterisasi dan apa perbedaan karakterisasi dengan pengujian mekanik? 2. Jelaskan dengan singkat x-ray diffraction! Informasi apa yang bisa didapat tentang suatu material menggunakan XRD? 3. Gambarkan skematik dan jelaskan proses XRD! 4. Apakah XRD bisa digunakan untuk mengkarakterisasi semua material? 5. Mengapa x-ray diffraction dilakukan dengan menggunakan filter? 6. Tugas Setelah Praktikum Dalam laporan praktikum, sertakan tabel data seperti di atas dan jawablah pertanyaanpertanyaan berikut:
43
1. Deskripsi atau ringkasan prosedur bagaimana Anda bisa mendapatkan komponen– komponen yang Anda cari menggunakan data dan puncak XRD (manual maupun dengan X-Powder). Apakah kesulitan terbesar dalam melakukan ini? Apa yang bisa dilakukan dengan software sehingga mempermudah proses analisis? 2. Apa saja alasan untuk adanya error dalam perhitungan Anda? Mengapa ada lower dan upper limit untuk persen komposisi? 3. Diskusikan x-ray diffraction sebagai salah satu cara untuk mengkarakterisasi suatu material. Material apa saja yang bisa dikarakterisasi dengan XRD? Informasi apa yang bisa didapatkan? Dengan sekitar 1-2 Angstrom, apakah XRD terhitung bulk atau surface analysis? 4. Apa saja limitasi pada metode karakterisasi XRD? 7. Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1. Ruth E. Whan, (coordinator) ”ASM Handbook”, volume 10: Materials Characterization, 9th ed, ASM International, USA, 1992. 2. Cullity, B. D, ”Elements of X-Ray Diffraction”, 2th ed, Addison Wesley Publishing, Philippines, 1978. 3. Mayo, W. “X-Ray Diffraction”, Class Lecture and Handouts, Ceramics Laboratory II, Spring 2001, Rutgers University Department of Ceramics and Mateials Engineering.
44
MODUL E
SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) DAN ENERGY DISPERSIVE SPECTROMETRY (EDS) 1.
Tujuan Praktikum Mengetahui perbedaan prinsip kerja mikroskop optik, SEM, dan TEM. karakterisasi material
1. 2.
2. Teori Dasar SEM yang dilengkapi dengan fasilitas EDS banyak digunakan untuk mengkarakterisasi material (logam, keramik dan polimer). SEM merupakan perkembangan dari mikroskop optik (max pembesaran 1000) sehingga dapat mencapai perbesaran maximum sampai 150000 x (tergantung pada kondisi spesimen dan SEM pada saat itu). SEM banyak digunakan untuk aplikasi sebagai berikut : 1. Pemeriksaan struktur mikro spesimen metalografi dengan magnifikasi (perbesaran) yang jauh melebihi mikroskop optik biasa. 2. Pemeriksaan permukaan patahan dan permukaan yang memiliki kedalaman tertentu yang tidak mungkin diperiksa dengan mikroskop optik. 3. Evaluasi orientasi cristal dari permukaan spesimen metalografi seperti, butir individual, fasa presipitat, dan dendrit (struktur khas dari proses pengecoran logam). 4. Analisis unsur pada objek dalam range micron pada permukaan bulk spesimen. Misalnya, inklusi, fasa presipitat. 5. Distribusi komposisi kimia pada permukan bulk spesimen sampai jarak mendekati 1 micron. Persyaratan spesimen SEM untuk di Lab. Teknik Metalurgi, Dept. MS-ITB:
Bentuk: Padat Ukuran: Umumnya spesimen sekitar 2-3 cm dengan tebal ½ cm. Persiapan : Untuk material konduktif diperlukan persiapan metalografi standar seperti sudah dipolish dan dietsa. Untuk non-konduktif harus dicoating terlebih dahulu dengan karbon dan emas supaya terbentuk lapisan tipis yang konduktif.
Keterbatasan : 1. Kualitas gambar spesimen yang permukaannya relatif rata kurang baik bila dibandingkan dengan mikroskop optik pada perbesaran dibawah 300-400 x 2. Resolusi gambar jauh lebih baik dibandingkan dengan mikroskop optik, tetapi masih kurang bila dibandingkan dengan TEM.
45
Gambar 1. Perbandingan Mikroskop Optik, TEM, dan SEM (Sumber : Introduction to Electron Microscope Phillips)
Gambar 2. Perbandingan Mikroskop Optik dengan TEM (Sumber : Introduction to Electron Microscope Phillips)
46
Gambar 3. Skematika SEM (Sumber: ASM Handbook Vol 9. Metallography and Microstructures) Di Laboratorium Teknik Metalurgi terdapat SEM Philips XL-20 yang dilengkapi dengan EDS DX40. 3. Cara Kerja 1. Electron gun yang dilengkapi dengan filamen tungsten (6-12 V DC) berfungsi untuk menembakkan elektron
Gambar 4. Electron Characterization)
Gun
(Sumber:
ASM
Handbook
Vol
10.
Materials
47
2. Elektron yang ditembakkan karena terdapat beda potensial (1-30 kV) akan menumbuk benda kerja
Gambar 5. Tumbukan Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol 10. Materials Characterization) 3. Ketika menumbuk spesimen akan terjadi interaksi antara primary electron dengan specimen sehingga menghasilkan x-ray dan elektron (secondary electron, backscattered electron, dan juga auger electron).
Gambar 6. Interaksi antara Elektron dengan Benda Kerja (Sumber : ASM Handbook Vol 9. Metallography and Microstructures) 4. Hasil interaksi yang keluar dari dalam material ditangkap oleh tiga detektor : a. Detektor SE (Secondary Electron) : menghasilkan image b. Detektor BSE (Back Scattered Electron) : menghasilkan image dan menampilkan perbedaan kontras berdasarkan perbedaan berat massa atom.
48
Gambar 7. Perbedaan Image antara SE dengan BSE (Sumber : Introduction to Electron Microscope Phillips) c. Detektor X-ray : Identifikasi unsur kimia (EDS) yang terdapat dalam material. EDS (Energy Dispersive Spectrometry) dapat digunakan untuk mengidentifikasi komposisi elemental (per unsur) dari material yang dapat terlihat oleh SEM (Scanning Electron Microscopy). EDS dapat digunakan untuk analisa semikuantitatif unsur-unsur dari material. Jadi secara umum EDS dapat digunakan untuk: Menganalisis Kontaminan Analisa inklusi, antarmuka, analisis partikel, pemetaan unsur (Elemental mapping), analisis deposit korosi, analisis ketidakmurnian (sampai ketelitian diatas 2% berat). Kontrol Kualitas Verifikasi material, Analisa pelapisan, banyaknya inklusi pada suatu produk. Prinsip Kerja EDS EDS merupakan suatu sistim peralatan dan software tambahan yang dipasangkan pada suatu mikroskop elektron. Teknik ini memanfaatkan X-ray yang dihasilkan oleh spesimen selama spesimen dibombardir oleh primary electron, hal ini digunakan untuk mengkarakterisasi komposisi unsur pada volume tertentu. Saat spesimen dibombardir oleh elektron, maka mengakibatkan adanya elektron yang keluar dari atom penyusun permukaan material sehingga terjadi kekosongan. Karena terjadi kekosongan elektron pada kulit/orbital elektron tadi maka elektron dari kulit terluar akan mengisi kekosongan tersebut. Untuk menjaga kesetimbangan energi antara dua elektron (elektron yang keluar dari orbital atom dan elektron pengisi kekosongan dari kulit orbital yang lebih berada diluar) akan dihasilkan X-ray Fluorescense. Detektor dari EDS akan mengukur jumlah X-ray Fluorescence yang dihasilkan versus energinya. Energi dari X-ray Fluorescence merupakan karakteristik khusus suatu elemen atau unsur tertentu. Spektrum energi vs perhitungan relatif X-ray Fluorescence yang terdeteksi didapatkan dan dapat dievaluasi untuk menentukan secara kualitatif dan semikuantitatif elemen yang ada pada spesimen.
49
Gambar 8. Eksitasi Elektron Pada Orbital dan Ka, La dan Ma (Sumber : Introduction to Electron Microscope Phillips)
Gambar 9. Image Hasil SEM-EDS (Sumber : Introduction to Electron Microscope Phillips)
50
4. Tugas Sebelum Praktikum 1. Sebutkan dan jelaskan metoda-metoda karakterisasi lain yang kamu ketahui selain SEM, EDS dan XRD! 5. 1.
Bahan Bacaan Sebelum Praktikum Ruth E. Whan, (coordinator) ”ASM Handbook”, volume 10: Materials Characterization, 9th ed, ASM International, USA, 1992.
51
MODUL F
MODULUS YOUNG DAN POROSITAS KERAMIK PORSELEN 1. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui pengaruh porositas pada sifat keramik 2. Memahami hubungan antara modulus elastisitas dan porositas dalam produk keramik. 3. Mengetahui jenis-jenis pemrosesan keramik konvensional 2. Teori Dasar Triaxial Body Composition Triaxial Body Composition adalah komposisi suatu material keramik yang terdiri dari 3 komponen penyusun utama yaitu binder, flux, dan filler. Ketiga komponen ini memilki sifat dan fungsi yang berbeda dalam keramik sehingga akan menghasilkan sifat dan struktur keramik yang berbeda tergantung pada jumlah setiap komponen.
Flux
Binder
Fillers
1. Binder Berguna untuk memberikan sifat plastis sehingga memudahkan proses pembentukan. Selain itu, binder juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan body terhadap pembakaran sehingga meningkatkan keamanan dalam handling komponen diantara proses shaping dan firing. Contoh: kaolin 2. Flux Pada saat pembakaran, flux ini akan mencair dan akan mengikat clay dengan filler dalam keadaan liquid phase. Kemudian flux ini akan menjadi fasa gelas. Fasa gelas inilah yang berfungsi sebagai matriks pengikat. Contoh: feldspar 3. Filler
52
Berfungsi sebagai pengontrol ekspansi termal saat diproses. Filler juga berfungsi sebagai komponen pengisi dalam suatu body keramik karena memiliki kadar yang paling tinggi dibandingkan kedua komponen lainnya. Pemrosesan Keramik Konvensional 1. Slip Casting Teknik pembuatan keramik dengan menggunakan slurry (adonan) yang terdiri dari dry mix dan liquid yang dituangkan kedalam gypsum (plaster of paris) sebagai cetakannya. Air yang ada kemudian akan terserap ke dalam cetakan akibat adanya gaya kapilaritas. Beberapa contoh produk dengan teknik ini adalah piring. 2. Plastic Forming Teknik pembuatan keramik dengan menggunakan slurry (adonan) yang dibentuk dari dry mix dan liquid yang kemudian dicetak melalui proses filter press sehingga membentuk produk sementara berupa filter cake. Selanjutnya dapat dilakukan proses mekanik untuk memperoleh produk akhir dengan memanfaatkan putaran mesin (shearing) untuk membentuk orientasi partikel yang berbentuk lingkaran. Beberapa tipe yang tergolong teknik ini adalah jiggering, jolleying, roller head, dll. Pada produk dengan teknik pemrosesan ini biasanya memiliki kadar 10-20 % air. Teknik ini banyak diterapkan pada beberapa perusahaan pembuatan piring terkenal seperti Royal Doulton, Wedgwood, dll dalam membuat piring berkualitas mereka yang mengandung bone china dan porselen. 3. Powder Press Teknik pembuatan keramik dengan memanfaatkan spray drying untuk mengontrol orientasi partikel sehingga membentuk droplet-droplet berupa granula yang berongga. Biasanya produk pada teknik pemrosesan ini memiliki kadar air yang relatif rendah mencapai 5 %. Hal tersebut menyebabkan produknya menjadi lebih dense akibat penyusutan yang terjadi lebih homogen. Beberapa contoh produk dengan teknik ini antara lain tegel, penampang busi, dll.
Modulus Elastisitas Modulus elastisitas berhubungan dengan tegangan normal dan regangan normal, dan merepresentasikan ketahanan suatu material terhadap deformasi elastis. Hubungan ini dapat dirumuskan sebagai E = / , yang lebih dikenal dengan hukum Hooke. Modulus geser berhubungan dengan tegangan geser dan regangan geser yang dapat dirumuskan sebagai G = / . Sedangkan hubungan antara modulus elastisitas dan modulus geser material dapat dirumuskan sebagai E = 2G (1+), dimana adalah Poisson’s ratio yang bernilai spesifik untuk setiap material. Reaksi terhadap beban yang diberikan tergantung pada karakteristik mekanik dan properti setiap material. Modulus elastisitas dari sebuah material adalah ukuran kekakuannya. Semakin besar Modulus Young, maka material semakin bersifat getas 53
(misalnya, alumina), semakin rendah harga Modulus Young, material semakin bersifat ulet (misalnya, aluminium). Sama halnya dengan modulus elastisitas, modulus geser suatu material merupakan tahanan material tersebut terhadap gaya geser, semakin besar harga modulus geser, material tersebut semakin bersifat getas. Gambar 1 menunjukkan kurva tegangan – regangan beberapa tipe material.
Gambar1. Kurva Tegangan – Regangan Beberapa Tipe Material Porositas Material keramik dibangun oleh struktur kristalin, struktur amorf, kombinasi keduanya, dan pori-pori. Porositas selalu menjadi bagian dari keramik, dan sangat memberikan efek yang signifikan terhadap sifat-sifat keramiknya, misalnya, dari densitas sampai konduktivitas, dari fracture strength sampai pada crack resistance. Jenis- jenis porositas dibagi menjadi 2 tipe: - Open pore, terjadi karena imperfect packing dari partikel- partikelnya serta gas yang keluar saat keramik dikeringkan dan di bakar. - Closed pore/sealed pore, terjadi saat proses firing saat gas- gas yang ada dalam keramik terperangkap dan tidak dapat keluar. Pada keramik dapat ditemukan interconnected pore yang merupakan open pore yang membentuk “saluran” dalam body keramik. Terkadang, keramik konvensional dapat dikategorikan berdasarkan persentase porositasnya : produk yang mempunyai porositas lebih dari 6% disebut porous product, sedangkan produk yang mempunyai porositas kurang dari 6% disebut dense product. Terdapat beberapa cara untuk mengkarakterisasi porositas dalam campuran keramik (ceramic bodies). Distribusi ukuran pori dapat ditentukan menggunakan mercury intrusion porosimetry atau water expulsion, dimana tekanan diberikan untuk menyebabkan penetrasi ke dalam pori-pori. Observasi dengan menggunakan mikroskop juga bisa dilakukan, dengan “memotong” bulk sampel dan mengobsevasi porositas pada patahan atau permukaan dalam sampel. Teknik ini biasanya tidak teliti, sampel yang akurat harus diperoleh dengan banyak sekali pemotongan bulk sampel. Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur porositas adalah metode Archimedes, yaitu dengan mensaturasi
54
sampel keramik dengan air dan menggunakan data yang didapatkan untuk menentukan porositas dan densitas material. Prosedur metode Archimedes dapat ditemukan di ASTM standard C 37356. 3. Prosedur Percobaan 1. modulus elastisitas diukur dengan perangkat yang sama dengan three-point loading, atau three point bending, yang digunakan untuk mengukur modulus of rupture. Termasuk perbedaan utamanya yaitu adanya satu titik yang deformasinya akan diukur. 2. Modulus elastisitas E dihitung dengan rumus sebagai berikut: E = WiL3 / 4bd3 W = gaya akibat reaksi material pada penekanan (lbs) = deformasi (in) L = length of span (jarak antar penumpu, in) b = lebar spesimen di bagian tengah (in) d = ketebalan spesimen di tengah (in) 3. Ambil sampel porselen yang telah disediakan, timbang beratnya (dry mass). 4. Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam gelas pyrex yang telah berisi air. Pastikan bahwa semua bagian keramik terendam oleh air. 5. Panaskan air sampai mendidih, biarkan selama paling tidak setengah jam. 6. Siapkan timbangn. 7. Timbang setiap potongan selama masih dalam air (suspended mass). 8. Keluarkan potongan keramik dari air, gunakan tissue yang sudah dibasahi dan diperas untuk mengeringkan air pada permukaan potongan tersebut. Timbang berat potongan tersebut (saturated mass). 9. Hitung porositas berdasarkan metode Archimedes-“apparent porosity”. 10. Bandingkan apparent porosity dan E. Buatlah grafik yang menghubungkan keduanya. 4. Data dan Pengolahan Pengujian Porositas Keramik
No
D (dry mass, g)
M (saturated mass, g)
S (suspende d mass, g)
V (exterior vol, M-S)
Vop (open pores, MD)
Vip (impervious portions, D-S)
1 2 3 4 5 6 No
P (apparent porosity, %, (M-D)/V*100)
A (water absorption, %, (M-D)/D*100)
T (apparent specific gravity, D/(D-S))
B (bulk density, g/cc, D/V) 55
1 2 3 4 5 6 Pengujian Modulus Young Keramik D (dry mass, g)
No
M (saturated mass, g)
S (suspende d mass, g)
Vop (open pores, MD)
V (exterior vol, M-S)
Vip (impervious portions, D-S)
1 2 3 P (apparent porosity, %, (MD)/V*100)
No
A (water absorption, %, (M-D)/D*100)
T (apparent specific gravity, D/(D-S))
B (bulk density, g/cc, D/V)
1 2 3 No 1 2 3
b
D
L 10 10 10
E
5. Tugas Sebelum Praktikum 1. Sebutkan dan jelaskan secara singkat jenis-jenis pemrosesan keramik konvensional! 2. Berdasarkan ASTM C 328-56, jelaskan secara singkat prosedur untuk menentukan modulus of elasticity! 3. Jelaskan penurunan rumus untuk mencari porositas berdasarkan Hukum Archimedes! 4. Sebutkan dan jelaskan aplikasi porositas pada material keramik! 6. Tugas Setelah Praktikum Dalam laporan praktikum sertakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Apakah gunanya mengetahui porositas suatu material keramik? 2. Apakah gunanya mengetahui E suatu material keramik? 3. Apa hubungan antara porositas dan E? Mengapa demikian? 4. Apa implikasi hubungan antara porositas dan E terhadap karakteristik keramik tersebut? Jelaskan apa yang terjadi jika, misalnya porositas diturunkan- dan apa implikasinya terhadap performance keramik tersebut!
56
7. Bahan Bacaan Sebelum Praktikum 1. ASTM C 674-88, C 373-88. 2. Callister, W. D., “Materials Science and engineering: An Introduction”, 2000, New York: John Wiley and Sons. 3. Reed, J.S., “Principles of Ceramics Processing”, 1995, New York : John Wiley and Sons, 4. Ryan, W.. Whitewares Production, Testing and Quality Control. 5. Rado, An Introduction to the Technology of Pottery.
57