MODEL STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN TIME LAG DATA GLOBAL CIRCULATION MODEL UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN
SITTI SAHRIMAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Statistical Downscaling dengan Time Lag Data Global Circulation Model untuk Peramalan Curah Hujan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Sitti Sahriman NIM G15212023
RINGKASAN SITTI SAHRIMAN. Model Statistical Downscaling dengan Time Lag Data Global Circulation Model untuk Peramalan Curah Hujan. Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA. Sebagai negara kepulauan, Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim. Perubahan iklim menjadi ancaman serius pada berbagai bidang, khususnya pada bidang pertanian. Naiknya suhu permukaan bumi menyebabkan terjadinya perubahan pola musim yang berdampak pada menurunnya produktivitas pertanian. Curah hujan merupakan unsur iklim dengan keragaman cukup besar di Indonesia. Oleh karena itu, pendugaan curah hujan memberikan kontribusi positif bagi bidang pertanian. Statistical downscaling merupakan model statistik yang digunakan untuk menduga data curah hujan (berskala lokal) dengan memanfaatkan informasi global berupa data presipitasi (berskala global) dari luaran global circulation model climate model intercomparison project (GCM CMIP5). Namun umumnya, data luaran GCM berdimensi besar sehingga memungkinkan terjadinya multikolineritas pada data presipitasi. Oleh karena itu, model statistical downscaling yang dapat mengatasi masalah tersebut adalah regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP) dan regresi komponen utama (RKU). Umumnya, korelasi antara data curah hujan dengan data presipitasi GCM harus kuat untuk menjelaskan dengan baik keragaman iklim lokal. Penentuan pergeseran waktu (time lag) dibutuhkan terhadap data presipitasi GCM untuk menghasilkan korelasi yang kuat antara kedua peubah. Time lag ditentukan berdasarkan korelasi silang tertinggi antara data curah hujan dengan data presipitasi GCM. Korelasi silang dihitung menggunakan fungsi korelasi silang (CCF). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan time lag data presipitasi GCM dan membangun model statistical downscaling menggunakan metode RKTP dan RKU dengan time lag data presipitasi GCM. Data Curah hujan di Kabupaten Indramayu digunakan sebagai peubah respon dan data presipitasi GCM digunakan sebagai peubah predictor pada periode 1979-2008. Data periode 1979-2007 digunakan untuk membangun model dan data periode 2008 digunakan untuk validasi model. Pemodelan dengan menggunakan metode RKTP pada data GCM-lag (GCM dengan time lag) memberikan nilai R2 sekitar 71.7% dan nilai RMSE (root mean square error) sekitar 57.93. Berdasarkan pendugaan data curah hujan periode 2008, model RKTP menghasilkan nilai korelasi sekitar 0.93 dengan nilai root mean square error of prediction (RMSEP) sekitar 75.26. Selain itu, metode RKTP menunjukkan 5 kelompok data curah hujan berdasarkan plot antara skor ๐ dan skor ๐. Pengelompokan ini digunakan sebagai peubah boneka dalam model RKU. Model RKU mampu memberikan R2 berkisar 62%โ63% dan nilai RMSE berkisar 66.21โ67.14. Nilai korelasi yang dihasilkan berkisar 0.88โ0.91 dengan RMSEP berkisar 71.91 โ 77.29. Hal ini berarti bahwa model RKTP lebih baik dalam menjelaskan keragaman data dibandingkan model RKU. Pola sisaan model RKU menunjukkan kondisi ragam yang heterogen. Hal ini diatasi dengan mengalikan pembobot ke dalam model RKU (RKUB). Pembobot ditentukan berdasarkan keragaman setiap bulan. Pembobot dapat meningkatkan nilai R2 model RKU
sekitar 8.78% dengan nilai RMSE, korelasi, dan RMSEP yang relatif sama dengan model RKU. Akan tetapi, sisaan model RKUB masih heterogen. Masalah ini diatasi dengan menambahkan peubah boneka ke dalam model RKU (RKUK). Hasilnya menunjukkan bahwa model RKU dengan peubah boneka memberikan nilai R2 (berkisar 92.9%โ93.4%) dan korelasi (0.99) yang lebih tinggi daripada model RKU, RKTP, dan RKUB. Nilai RMSE berkisar 28.06โ29.09 dan RMSEP berkisar 28.48โ31.04. Model RKU dengan bobot dan peubah boneka (RKUBK) memberikan hasil yang sama dengan model RKUK. Penambahan peubah boneka ke dalam model RKUB mampu meningkatkan nilai R2 sekitar 30.1% dan menurunkan nilai RMSE sekitar 37.83. Penambahan peubah boneka ke dalam model RKU maupun RKUB mampu menghasilkan model dengan sisaan yang lebih homogen. Secara umum, model RKUK menunjukkan performa yang lebih baik daripada model RKU, RKTP, RKUB, maupun RKUBK. Dengan nilai R2 dan korelasi yang relatif sama dengan model RKUBK, model RKUK lebih sederhana. Model RKUK dengan satu komponen merupakan model statistical downscaling terbaik. Model tersebut memiliki nilai RMSEP (28.48) yang lebih kecil dan nilai korelasi (0.99) yang tinggi serta ragam sisaan yang lebih homogen daripada model lainnya. Analisis juga dilakukan terhadap data presipitasi GCM tanpa time lag. Model statistical downscaling dengan prediktor GCM-lag mempunyai nilai R2 yang lebih tinggi dan RMSEP yang lebih rendah daripada model statistical downscaling dengan GCM tanpa time lag. Kata kunci: fungsi korelasi silang, global circulation model, peubah boneka, regresi kuadrat terkecil parsial, regresi komponen utama, statistical downscaling
SUMMARY SITTI SAHRIMAN. Statistical Downscaling Model with Time Lag of Global Circulation Model to Forecast Rainfall. Supervised by ANIK DJURAIDAH and AJI HAMIM WIGENA. As an archipelago country, Indonesia is more vulnerable to the climate change impacts. Climate change can be a serious threat to many fields, especially agriculture. Rising temperatures on the earth surface may alter the weather patterns thus cause declining in agricultural productivity. Rainfall is one of fundamental element of climate which has large variability. Therefore, the estimation of rainfall give an essential contribution to the agriculture development. Statistical downscaling is a statistical model used to estimate rainfall data (local-scale) by using global information such as the precipitation data (globalscale) from global circulation model climate model intercomparison project (GCM CMIP5). However, the GCM produces large dimensions of data output that enables multicollinearity in the precipitation data. Therefore, the statistical downscaling model which can solve this problem is partial least squares regression (PLSR) and principal component regression (PCR). In general, the correlation between rainfall and precipitation data of GCM should be strong enough to explain the local climate variability. Time shift (time lag) determination was needed on the GCM precipitation data to produce strong correlation between these two varibles. Time lag was determined based on the highest cross-correlation between rainfall and GCM precipitation data. Crosscorrelation was calculated using the cross-correlation function (CCF). The objectives of the research were to determine the time lag of precipitation GCM data and build SD model using PCR method with time lag of the GCM precipitation data. Rainfall data in Indramayu were used as response variable and the GCM precipitation were used as predictor variables from 1979 to 2008. Data from 1979 to 2008 were used to construct the model and data period 2008 were used for model validation. The modeling using the PLSR method on GCM-lag (GCM with time lag) gave 71.7% of R2 and 57.93 of RMSE (root mean square error). Based on the estimation of rainfall data in 2008, the correlation of the PLSR model was 0.93 and the root mean square error of prediction (RMSEP) was 75.26. In addition, the PLSR method shown 5 groups on the rainfall data based on a score plot between ๐ and ๐ scores. This grouping was used as a dummy variable in the PCR model. PCR model can produce R2 ranged from 62% to 63% and RMSE ranged from 66.21 to 67.14. The resulting correlation ranged from 0.88 to 0.91 and the RMSEP ranged from 71.91 to 77.29. It means that the PLSR model produced a better result in explaining the variability of data than the PCR model. The error pattern in PCR model shown heterogeneous variance. This can be solved by multiplying weights into the PCR models (PCRW). Weighting was determined by the variability in every month. Weighting increased the R2 of the PCR models become 8.78% with RMSE, correlation, and RMSEP were relatively similar to PCR model. However, these number are still considered as heterogeneous error. This problem was solved by adding dummy variables in PCR models (PCRD). The results indicated that the PCR models with dummy variables gave higher R 2
(ranged from 92.9% to 93.4%) and correlation (0.99) than PCR, PLSR, and PCRW models. The RMSE ranged from 28.06 to 29.09 and RMSEP ranged from 28.48 to 31.04. The PCR models with weights and dummy variables (PCRWD) gave similar results to PCRD. The addition of dummy variables in the PCRW models can increase the R2 into 30.1% and decrease the RMSE become 37.83. The addition of dummy variables in the PCR and PCRW models produced a model with more homogeneous error. Generally, the PCRD models produce better performance than PCR, PLSR, PCRW, and PCRWD models. As the R2 and the correlation were relatively similar with the PCRWD models, PCRD were considered as simpler models. In this study, the PCRD model with one component was concluded as the best statistical downscaling model. The model had the smallest RMSEP (28.48), highest correlation (0.99), and the error variance was more homogeneous than the other models. Analyses were also conducted on the GCM precipitation without the time lag. The statistical downscaling model with lag-GCM predictors had higher R2, correlation, and lower RMSEP than statistical downscaling with GCM without time lag. Keywords: cross correlation function, global circulation model, dummy variable, partial least square regression, principal component regression, statistical downscaling
ยฉ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN TIME LAG DATA GLOBAL CIRCULATION MODEL UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN
SITTI SAHRIMAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
Judul Tesis Nama NIM
: Model Statistical Downscaling dengan Time Lag Data Global Circulation Model untuk Peramalan Curah Hujan : Sitti Sahriman : G152120231
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Anik Djuraidah, MS Ketua
Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Indahwati, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 17 Juli 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Bismillahirrohmanirrohim. Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah subhanahu wa taโala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shalallahu โAlaihi Wassallam beserta keluarga Beliau, para Shahabat, para tabiโin, tabiโut tabiโin dan para penerus perjuangan Beliau hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini berjudul โModel Statistical Downscaling dengan Time Lag Data Global Circulation Global untuk Peramalan Curah Hujanโ. Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada: 1. Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing I dan Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi kepada penulis selama penyusunan karya ilmiah ini. 2. Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan kritikan, masukan, dan arahan yang sangat membangun dalam penyusunan karya ilmiah ini. 3. Seluruh staf pengajar pascasarjana Departemen Statistika IPB yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan selama perkuliahan sampai dengan penyusunan karya ilmiah ini. 4. Teman-teman statistika angkatan 2012 atas kebersamaan, kekompakannya, bantuan dan masukannya selama bersama-sama menempuh kuliah. 5. Teman-teman seperjuangan, Wirnancy Julia sari, Sitti Masyitah, dan Ade Ayu Putrigati yang selalu menemani disaat senang maupun susah, terima kasih atas perhatian, bantuan dan kerjasama, dan kekompakannya. 6. Tante Sitti Fatima dan Om Madisaeni yang dengan sabar dan ikhlas merawat penulis, khususnya pada saat penulis beberapa kali mengalami sakit. 7. Kedua orangtua, Ayahanda H La Hamidi dan Ibunda Hj Wa Raeda, yang telah banyak memberikan dukungan moril, materi, doa, dan kasih sayang yang tulus kepada penulis. 8. Kakekku tersayang H ABD Salam, kakakku tercinta Sitti Darahlina, adikku tercinta Sahmudin, dan seluruh keluarga besar atas dukungan semangatnya serta doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan buat penulis. 9. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Atas segala bantuan yang diberikan, penulis hanya bisa berdoa dengan harapan semoga semua kebaikan yang penuh keikhlasan tersebut dicatat sebagai amal ibadah dan mendapatkan balasan berupa pahala di sisi Allah Subhanahu wa taโala, Aamiin Ya Rabbal Alamin. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Namun, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Wassalam. Bogor, September 2014 Sitti Sahriman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian
1 1 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Statistical Downscaling Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Regresi Komponen Utama
2 2 4 5
3 METODE PENELITIAN Data Metode Analisis
9 9 9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Time Lag Data Presipitasi GCM Variance Inflation Factors Model Statistical Downscaling Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Regresi Komponen Utama RKU Terboboti RKU dengan Peubah Boneka RKU Terboboti dan Peubah Boneka Peramalan Data Curah Hujan dan Pemilihan Model Terbaik
11 11 11 11 12 12 14 15 17 18 19
5 SIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Time lag data presipitasi ๐1 โ ๐64 Komponen terekstrak pada model RKTP Nilai akar ciri dan proporsi keragaman 5 KU pada data GCM-lag Nilai R2 dan RMSE model awal RKU Nilai R2 dan RMSE model RKUB Nilai R2 dan RMSE model RKUK Nilai R2 dan RMSE model RKUBK Nilai korelasi dan RMSEP setiap model pada data GCM-lag dan GCM
12 13 15 15 16 17 18 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Statistical downscaling Plot skor ๐ dan skor ๐ Uji kehomogenan ragam data presipitasi GCM-lag Plot sisaan model R1KU Uji kehomogenan ragam kelompok bulan untuk data presipitasi GCM-lag Plot sisaan model R1KUB Plot sisaan model R1KUK Plot sisaan model R4KUBK Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKTP dan RKU periode 2008 dengan data GCM-lag 10 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKUB periode 2008 dengan data GCM-lag 11 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKUK periode 2008 dengan data GCM-lag 12 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKUBK periode 2008 dengan data GCM-lag
3 13 14 15 16 16 17 18 21 21 21 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabulasi data curah hujan dan presipitasi GCM periode 1979-2008 2 Diagram alir analisis data 3 Penentuan time lag data presipitasi ๐1 , ๐6 , dan ๐31 4 Korelasi antara curah hujan dengan presipitasi GCM dan GCM-lag 5 Nilai variance inflation factors data presipitasi GCM-lag 6 Koefisien regresi model RKU, RKUB, RKUK, dan RKUBK 7 Diagnostik sisaan model awal RKU 8 Uji kesamaan ragam tiap kelompok bulan data curah hujan 9 Diagnostik sisaan model RKUB 10 Diagnostik sisaan model RKUK 11 Diagnostik sisaan model RKUBK 12 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan pada periode 2008 dengan data GCM
26 27 28 30 31 32 33 34 35 36 37 38
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia terletak pada 6ยฐLU โ 11ยฐLS dan beriklim tropis dengan curah hujan tinggi pada setiap tahun. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17000 pulau dan 80.000 km garis pantai. Posisi geografis Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim. Umumnya perubahan iklim yang terjadi di Indonesia ditandai dengan adanya perubahan temperatur rata-rata harian, pola curah hujan, tinggi permukaan laut, dan variabilitas iklim (misalnya el-nino, la-nina, indian dipole). Perubahan ini memberi dampak serius terhadap berbagai sektor, misalnya kesehatan, pertanian, perekonomian (Supangat 2013). Provinsi Jawa Barat adalah salah satu sentra produksi padi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi beras nasional, yakni sebesar 17.6%. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat mengharapkan Jawa Barat tetap menjadi pemasok tertinggi untuk beras nasional. Namun, upaya pemerintah untuk mempertahankan swasembada beras yang telah dicapai semakin sulit disebabkan oleh dampak perubahan iklim (Raharjo 2011). Naiknya suhu permukaan bumi menyebabkan terjadinya perubahan pola musim, yakni musim kemarau lebih panjang dan musim hujan yang lebih intensif namun lebih pendek, meningkatnya siklus anomali musim kering dan musim hujan, serta berkurangnya kelembaban tanah. Hal ini berdampak pada menurunnya produktivitas pertanian. Pada skala yang ekstrim, perubahan iklim berakibat pada kegagalan panen berkepanjangan sehingga dapat mengancam ketahanan pangan nasional (Eduzon 2011). Iklim mempunyai dua unsur utama, yakni suhu dan curah hujan. Indonesia sebagai daerah tropis mempunyai keragaman suhu yang kecil, sementara keragaman curah hujan cukup besar. Oleh karena itu, curah hujan merupakan unsur iklim yang penting untuk diamati terkait dengan dampak perubahan iklim (Hermawan 2010). Berkaitan dengan iklim di Indonesia, proses pembentukan hujan di kawasan tropis merupakan proses yang paling sukar disimulasikan. Hingga saat ini belum ada satu model iklim yang mampu mensimulasikan pola curah hujan di Indonesia dengan baik. Topografi dan interaksi laut, darat, dan atmosfir yang sangat kompleks menambah kerumitan simulasi dan prediksi curah hujan di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, model-model iklim resolusi tinggi perlu dikembangkan dalam skala lokal dengan mempertimbangkan informasi dari sirkulasi atmosfir global, seperti presipitasi yang dapat diperoleh dari global circulation model (Notodiputro et al. 2005). Global circulation model (GCM) adalah suatu model berbasis komputer yang berorientasi spasial dan temporal. GCM mensimulasi peubah-peubah iklim global pada setiap grid (berukuran ยฑ2.5ยฐ atau ยฑ300 km2) untuk setiap lapisan atmosfir yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi pola-pola iklim dalam jangka waktu tahunan (Wigena 2006). Namun, informasi dari luaran GCM masih berskala global dan tidak untuk fenomena skala lokal sehingga sulit untuk memperoleh langsung informasi berskala lokal dari GCM. Resolusi GCM terlalu rendah untuk memprediksi iklim lokal yang dipengaruhi oleh sirkulasi atmosfir dan parameter lokal, seperti topografi dan tataguna lahan. Akan tetapi, statistical downscaling dapat digunakan untuk memperoleh informasi iklim yang berskala lokal dari luaran GCM. Statistical downscaling adalah model statistika yang dapat
2 menghubungkan peubah iklim luaran GCM yang berskala global (presipitasi) dengan peubah iklim yang berskala lokal (curah hujan) (Fernandez 2005). Data GCM umumnya berdimensi besar dan memiliki korelasi yang tinggi antar gridnya. Oleh karena itu, metode yang sering digunakan dalam statistical downscaling adalah regresi komponen utama (RKU) (Notodiputro et al. 2005). Serupa dengan RKU, regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP) juga dapat digunakan untuk mengatasi korelasi yang tinggi antar peubah prediktor. Metode ini telah digunakan oleh Bergant dan Kajfez-Bogataj (Wigena 2011). RKU berdasarkan pada analisis komponen utama (AKU), sedangkan RKTP berdasarkan pada kuadrat terkecil parsial (KTP). AKU berfokus pada keragaman dalam peubah prediktor, sedangkan KTP berfokus pada keragaman antara peubah prediktor dengan peubah respon (Sutikno et al. 2010). Model statistical dowscaling membutuhkan korelasi yang kuat antara data GCM dengan curah hujan untuk menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik (Busuioc et al. 2001). Korelasi yang kuat menghasilkan pola yang sama antara kedua peubah. Oleh karena itu, terlebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya pergeseran waktu (time lag) pada data presipitasi GCM yang dapat mengakibatkan perbedaan pola dengan data curah hujan. Time lag dapat ditentukan melalui korelasi silang tertinggi antara data curah hujan dengan data GCM menggunakan fungsi korelasi silang (CCF). Wigena (2011) menggunakan metode RKTP multi respon untuk statistical dowscaling pada peramalan curah hujan di kabupaten Indramayu. Estiningtyas dan Wigena (2011) menggunakan RKU dan RKTP untuk memprediksi curah hujan pada kondisi el-nino, la-nina, dan normal di kabupaten Indramayu. Warawati (2013) membandingkan antara metode RKTP, Regresi Kuadrat Terkecil Terboboti (RKTT), dan RKU dalam peramalan curah hujan di stasiun Sukadana dengan teknik statistical downscaling berdasarkan data satelit tropical rainfall measuring mission. Penelitian sebelumnya belum menentukan time lag data GCM. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan CCF dalam menentukkan time lag data luaran GCM. Metode yang digunakan dalam model SD adalah RKTP dan RKU.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menentukan time lag data GCM. 2. Memodelkan statistical downscaling menggunakan metode RKTP dan RKU dengan time lag data presipitasi luaran GCM.
2 TINJAUAN PUSTAKA Statistical Downscaling Menurut Zorita dan Storch (1999), GCM adalah salah satu alat yang penting dalam studi keragaman iklim dan perubahan iklim. Model ini menggambarkan sejumlah subsistem-subsistem dari iklim di bumi, seperti prosesproses di atmosfir, lautan, daratan, maupun mensimulasi kondisi iklim berskala global. Meskipun GCM dapat mensimulasi dengan baik perubahan iklim berskala
3 global, GCM tidak dapat melakukan simulasi dengan baik untuk peubah iklim yang berskala lokal (Huth dan Keysely 2000). Oleh karena itu, GCM tidak dapat langsung digunakan untuk merepresentasikan keadaan iklim yang berskala lokal (Zorita dan Storch 1999). Bergant et al. (2002) menyatakan bahwa statistical downscaling (SD) dapat digunakan untuk mengatasi masalah perbedaan skala antara peubah prediktor dan peubah respon. SD merupakan suatu fungsi transfer yang menggambarkan hubungan fungsional sirkulasi atmosfir global (luaran GCM) dengan unsur-unsur iklim lokal. Ide dasar dari SD adalah mencari hubungan antara parameter iklim skala global dengan parameter iklim skala lokal dan menggunakan hubungan ini untuk proyeksi hasil simulasi GCM pada iklim masa lalu, sekarang, atau masa depan yang berskala lokal. SD menggunakan model statistik dalam menggambarkan hubungan antara data pada grid berskala global (prediktor) dengan data pada grid berskala lokal (respon) untuk menterjemahkan anomali-anomali skala global menjadi anomali dari beberapa peubah iklim lokal (Zorita dan Storch 1999). Pendekatan ini mencari informasi skala lokal berdasarkan pada informasi skala global melalui hubungan fungsional antara kedua skala tersebut. Namun, keadaan skala lokal tersebut bisa beragam atau adanya regionalisasi untuk kondisi skala global yang sama. Dengan kata lain, keadaan skala lokalnya bisa beragam untuk keadaan skala global yang sama. Persamaan umum SD adalah sebagai berikut (Sailor et al. 2000; Trigo dan Palutikof 2001 dalam Wigena 2006): ๐ = ๐(๐ฟ) (2.1) dengan ๐(๐กร1) adalah peubah-peubah iklim lokal (misalnya: curah hujan), ๐ฟ(๐กร๐) adalah peubah-peubah luaran GCM (misalnya: presipitasi), ๐ก adalah banyaknya waktu (misalnya: harian atau bulanan), ๐ adalah banyaknya grid domain GCM. SD diilustrasikan dalam Gambar 1 yang menghubungkan data GCM berskala global dengan data hasil observasi di permukaan bumi yang berskala lokal.
Gambar 1 Statistical downscaling (Sutikno 2008) Model SD akan memberikan hasil yang baik jika memenuhi tiga syarat utama, yakni hubungan antara respon dengan prediktor harus kuat untuk menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik, peubah prediktor harus disimulasikan dengan baik oleh GCM, dan hubungan antara respon dengan
4 prediktor tidak berubah dengan adanya perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim di masa depan (Busuioc et al. 2001). Oleh karena itu, penentuan time lag pada data presipitasi GCM membantu dalam meningkatkan keeratan hubungan antara kedua peubah. Selain itu, pemilihan peubah-peubah prediktor dan penentuan domain (lokasi dan jumlah grid) perlu dilakukan karena kedua hal tersebut juga merupakan faktor kritis yang dapat mempengaruhi kestabilan peramalan (Wilby dan Wigley 1997 dalam Wigena 2006). Dengan demikian, pemilihan peubah prediktor (data GCM) sebaiknya berdasarkan pada korelasi yang kuat antara peubah tersebut dengan curah hujan (Wigena 2006). Metode yang umum digunakan dalam pemodelan SD untuk mengatasi masalah dimensi data atau multikolinieritas antar peubah prediktor adalah RKU yang berdasarkan AKU. Serupa dengan RKU, metode lain yang sering digunakan adalah RKTP (Estiningtyas dan Wigena 2011; Huth dan Keysely 2000).
Regresi Kuadrat Terkecil Parsial RKTP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas pada peubah prediktor. Metode RKTP mengkombinasikan antara AKU dengan regresi linier. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memprediksi suatu gugus peubah respon ๐ฆ berdasarkan gugus peubah prediktor ๐ (Wigena 2011). Metode RKTP dapat diterapkan pada pendugaan satu respon maupun multi respon. Metode RKTP memproyeksikan data ke sejumlah faktor utama dan kemudian memodelkan faktor-faktor tersebut dengan regresi linier (Djuraidah 2003). Faktor tersebut disebut sebagai skor. Skor dalam RKTP dihitung berdasarkan kriteria memaksimalkan peragam antara peubah ๐ dan ๐ . Perhitungan nilai skor dalam RKTP menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT) dan dilakukan secara parsial (Ismah et al. 2009). Misalkan ๐ฟ berukuran ๐ก ร ๐, dengan ๐ก adalah banyaknya pengamatan dan ๐ adalah banyaknya peubah prediktor, terdiri dari vektor ๐๐ , ๐ = 1,2, โฆ , ๐, dan ๐ berukuran ๐ก ร ๐, dengan ๐ adalah banyaknya peubah respon, terdiri dari vektor ๐๐ , ๐ = 1,2, โฆ , ๐. Metode RKTP menghasilkan sejumlah komponen baru yang akan memodelkan ๐ฟ terhadap ๐ sehingga diperoleh hubungan antara ๐ฟ dan ๐. Komponen-komponen baru tersebut disebut sebagai skor ๐ฟ dan dapat dituliskan sebagai ๐ก๐ dengan ๐ = 1,2, โฆ , ๐ด. Setiap skor ๐ก๐ yang dihasilkan saling orthogonal sehingga RKTP dapat mengatasi masalah multikolinieritas pada peubah prediktor. Skor ๐ฟ merupakan kombinasi linier peubah-peubah asal ๐๐ dengan koefisien pembobot ๐๐๐ . Proses tersebut dapat diformulasikan sebagai (Wold et al. 2001): ๐ก๐๐ = โ๐ ๐๐๐ ๐ฅ๐๐ , ๐ = 1,2, โฆ , ๐ก ๐ป = ๐ฟ๐ซ (2.2) Skor ๐ฟ (๐๐ ) digunakan sebagai prediktor untuk respon ๐ dan model dari ๐ฟ. Skor tersebut mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Skor ๐ฟ dikalikan dengan loading ๐๐๐ sehingga sisaannya (๐๐๐ ) kecil. ๐ฅ๐๐ = โ๐ ๐ก๐๐ ๐๐๐ + ๐๐๐ โน ๐ฟ = ๐ป๐ดโฒ + ๐ฌ Pada kondisi ๐ > 1 , skor ๐ ( ๐๐ ) dikalikan dengan pembobot ๐๐๐ sehingga sisaannya (๐๐๐ ) kecil. ๐ฆ๐๐ = โ๐ ๐ข๐๐ ๐๐๐ + ๐๐๐ โน ๐ = ๐ผ๐ชโฒ + ๐ฎ (2.3)
5 2. Skor ๐ฟ adalah prediktor bagi ๐, yakni: ๐ฆ๐๐ = โ๐ ๐๐๐ ๐ก๐๐ + ๐๐๐ โน ๐ = ๐ป๐ชโฒ + ๐ญ (2.4) Sisaan ๐ ( ๐๐๐ ) merupakan simpangan antara respon pengamatan dengan respon dugaan. Berdasarkan persamaan (2.2) dan persamaan (2.4) dapat dituliskan sebagai model regresi ganda dengan formula sebagai berikut: ๐ฆ๐๐ = โ๐ ๐๐๐ โ๐ ๐๐๐ ๐ฅ๐๐ + ๐๐๐ = โ๐ ๐๐๐ ๐ฅ๐๐ + ๐๐๐ ๐ = ๐ฟ๐ซ๐ชโฒ + ๐ญ = ๐ฟ๐ฉ + ๐ญ Koefisien model RKTP, ๐๐๐ , adalah sebagai berikut: ๐๐๐ = โ๐ ๐๐๐ ๐๐๐ โน ๐ฉ = ๐ซ๐ชโฒ Prediksi bagi data pengamatan yang baru dapat diperoleh berdasarkan data ๐ฟ dan matriks koefisien ๐ฉ. Regresi Komponen Utama Peubah-peubah data GCM umumnya memiliki dimensi yang besar sehingga memungkinkan adanya multikolinieritas atau korelasi yang tinggi antar grid GCM. Selain RKTP, metode lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinieritas adalah RKU. Metode RKU diawali dengan AKU untuk mereduksi dimensi data atau mengatasi multikolinieritas. AKU adalah suatu prosedur untuk mereduksi dimensi data dengan mentransformasi peubah-peubah asal yang saling berkorelasi menjadi sekumpulan peubah baru yang tidak berkorelasi dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin keragaman data yang mampu dijelaskan. Peubah-peubah baru itu dikenal sebagai komponen utama (KU) (Johnson dan Wichern 2007). KU dapat diperoleh dari pasangan nilai akar ciri dan vektor ciri matriks ragam-peragam atau matriks korelasi. Matrik ragam-peragam dari peubah ๐ digunakan apabila tidak terdapat perbedaan satuan antar peubah prediktor. Sebaliknya, matriks korelasi dari peubah ๐ digunakan pada saat terdapat perbedaan satuan antar peubah prediktor. Selain itu, matriks korelasi juga digunakan jika terdapat keragaman yang besar dalam matriks peubah predictor. Standardisasi data dilakukan terlebih dahulu jika menggunakan matriks korelasi. Standardisasi data perlu dilakukan supaya dominansi satu atau lebih peubah prediktor dalam KU dapat dihindari. Jika ๐ฟโฒ = [๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ ] mempunyai matriks ragam-peragam ๐บ dengan nilai akar ciri ๐1 โฅ ๐2 โฅ โฏ โฅ ๐๐ โฅ 0, maka diperoleh ๐๐ yang merupakan kombinasi linier peubah asal (Johnson dan Wichern 2007), yakni: ๐1 = ๐1 โฒ ๐ฟ = ๐11 ๐1 + ๐12 ๐2 + โฏ + ๐1๐ ๐๐ ๐2 = ๐2 โฒ ๐ฟ = ๐21 ๐1 + ๐22 ๐2 + โฏ + ๐2๐ ๐๐ โฎ ๐๐ = ๐๐ โฒ ๐ฟ = ๐๐1 ๐1 + ๐๐2 ๐2 + โฏ + ๐๐๐ ๐๐
(2.5)
KU (๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ ) merupakan kombinasi linear dari peubah asal ๐ yang tidak berkorelasi dan mempunyai ragam maksimum. Syarat membentuk KU agar mempunyai ragam maksimum adalah dengan memilih vektor ciri, ๐โฒ yang terdiri
6 dari ๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ sedemikian rupa sehingga ๐๐๐(๐๐ ) = ๐๐ โฒ ๐บ ๐๐ maksimum dengan fungsi kendala ๐๐ โฒ ๐๐ = 1. ๏จ KU pertama adalah kombinasi linear ๐1 โฒ ๐ฟ yang memaksimumkan ๐๐๐(๐1 โฒ ๐ฟ) dengan fungsi kendala ๐1 โฒ ๐1 = 1. ๏จ KU kedua adalah kombinasi linear ๐2 โฒ ๐ฟ yang memaksimumkan ๐๐๐(๐2 โฒ ๐ฟ) dengan fungsi kendala ๐2 โฒ ๐2 = 1 dan ๐ถ๐๐ฃ(๐1 โฒ ๐ฟ, ๐2 โฒ ๐ฟ) = ๐1 โฒ ๐บ ๐2 = 0. ๏จ KU ke-j adalah kombinasi linear ๐๐ โฒ ๐ฟ yang memaksimumkan ๐๐๐(๐๐ โฒ ๐ฟ) dengan fungsi kendala ๐๐ โฒ ๐๐ = 1 dan ๐ถ๐๐ฃ(๐๐ โฒ ๐ฟ, ๐๐โฒ โฒ ๐ฟ) = ๐๐ โฒ ๐บ ๐๐โฒ = 0 untuk ๐โฒ < ๐. KU mempunyai ragam yang sama dengan nilai akar ciri dari matriks ๐บ sehingga untuk persamaan KU ke-j, ๐๐ = ๐๐ โฒ ๐ฟ = ๐๐1 ๐1 + ๐๐2 ๐2 + โฏ + ๐๐๐ ๐๐ (2.6) โฒ mempunyai nilai ๐๐๐(๐๐ ) = ๐๐ ๐บ ๐๐ = ๐๐ ๐ = 1,2, โฆ , ๐ โฒ ๐ถ๐๐ฃ(๐๐ , ๐๐โฒ ) = ๐๐ ๐บ ๐๐โฒ = 0 ๐ โ ๐ โฒ = 1,2, โฆ , ๐ Matriks ragam-peragam dari ๐ dapat dituliskan sebagai berikut: ๐1 0 โฏ 0 0 ๐2 โฏ 0 ๐บ=[ ] โฑ โฎ โฎ โฎ 0 0 โฆ ๐๐ Dengan demikian, total keragaman peubah asal sama dengan total keragaman yang dijelaskan oleh KU dan dapat dituliskan sebagai berikut: ๐1 2 + ๐2 2 + โฏ + ๐๐ 2 = ๐1 + ๐2 + โฏ + ๐๐ โ๐๐=1 ๐๐๐(๐๐ ) = ๐ก๐(๐บ) = โ๐๐=1 ๐๐๐(๐๐ )
(2.7)
Jika total keragaman populasi adalah ๐1 2 + ๐2 2 + โฏ + ๐๐ 2 = ๐1 + ๐2 + โฏ + ๐๐ , maka kontribusi keragaman relatif yang mampu dijelaskan oleh KU ke-j adalah: ๐๐ ๐1 2 +๐2 2 +โฏ+๐๐ 2
=๐
๐๐
1 +๐2 +โฏ+๐๐
(2.8)
Jika KU yang diambil sebanyak r komponen, dengan ๐ < ๐ , maka besarnya keragaman kumulatif untuk r buah KU adalah sebagai berikut: โ๐๐=1 ๐๐ ๐
โ๐=1 ๐๐
ร 100%
(2.9)
Selain menggunakan matriks ragam-peragam, KU juga dapat dibentuk menggunakan matriks korelasi. Matriks korelasi digunakan ketika peubah-peubah prediktor yang diamati memiliki perbedaan satuan atau memiliki keragaman yang besar dalam matriks peubah prediktor. Penurunan KU menggunakan matriks korelasi terlebih dahulu dilakukan dengan mentransformasi peubah asal ๐ menjadi bentuk baku ๐ dengan formula sebagai berikut: ๐๐ =
(๐๐ โ๐๐ ) โ๐๐ 2
(2.10)
7 Notasi matriksnya dapat dituliskan sebagai โ1
๐ = (๐ฝ1/2 ) (๐ฟ โ ๐)
(2.11)
dengan ๐ฝ1/2 = ๐๐๐๐(โ๐1 2 , โ๐2 2 , โฆ , โ๐๐ 2 ) ๐ธ(๐) = ๐ ๐ adalah matriks peubah asal ๐ yang telah dibakukan. Keragaman ๐ dapat dituliskan sebagai berikut: โ1
๐ถ๐๐ฃ(๐) = (๐ฝ1/2 ) ๐บ(๐ฝ1/2 )
โ1
=๐
(2.12)
dengan ๐ adalah matriks korelasi peubah asal ๐ . KU ke-j, yang dibentuk berdasarkan peubah-peubah yang dibakukan ๐โฒ = [๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ ], dapat ditentukan dari vektor ciri yang diperoleh melalui matriks korelasi peubah asal ๐ dengan formula KU sebagai berikut: ๐๐ = ๐๐ โฒ ๐ = ๐๐1 ๐1 + ๐๐2 ๐2 + โฏ + ๐๐๐ ๐๐ Proporsi total keragaman yang dapat dijelaskan oleh KU ke-j dari ๐ adalah: ragam yang dapat dijelaskan oleh KU ke-j =
๐๐ ๐
(2.13)
dengan ๐๐ adalah nilai akar ciri dari matriks ๐ . Teras matriks korelasi sama dengan p. Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah KU yang akan digunakan dalam analisis RKU adalah sebagai berikut (Fekedulegn et al. 2002): ๏จ Membuang komponen yang memiliki nilai akar ciri terkecil. Alasannya adalah bahwa KU dengan nilai akar ciri terkecil mengandung sedikit informasi. Dengan menggunakan prosedur ini, KU dieliminasi sampai komponen yang tersisa menjelaskan beberapa persentase keragaman (yang dipilih sebelumnya) dari total keragaman (misalnya 80% atau lebih). ๏จ Beberapa peneliti menggunakan aturan memilih KU yang memiliki nilai akar ciri lebih besar dari satu. Setelah dilakukan AKU, langkah selanjutnya adalah meregresikan KU yang terpilih terhadap peubah respon menggunakan RKU. Terdapat dua cara untuk menentukan KU dalam RKU sehingga terdapat dua bentuk pendugaan koefisien regresi, yakni berdasarkan matriks ragam-peragam dan matriks korelasi. Misalkan mariks ๐ท adalah matriks ortogonal berisi vektor ciri dari ๐บ peubah asal ๐ yang memenuhi persamaan ๐ทโฒ ๐ท = ๐ท๐ทโฒ = ๐ฐ. Proses pembentukan RKU dari regresi linier berganda dengan ๐พ = ๐ฟ๐ท dan ๐ถ = ๐ทโฒ ๐ท adalah (Jollife 2002): ๐ = ๐ฟ๐ท + ๐บ = ๐ฟ๐ฐ๐ท + ๐บ = ๐ฟ๐ท๐ทโฒ ๐ท + ๐บ
8 ๐ = ๐พ๐ถ + ๐บ
(2.14)
yang mengganti peubah prediktor dengan KU pada model regresi. Model RKU hasil reduksi menjadi r komponen adalah sebagai berikut: ๐ = ๐ผ0 ๐ + ๐พ๐ ๐ถ๐ + ๐บ
(2.15)
dengan ๐บ~๐(0, ๐ 2 ๐ฐ) merupakan vektor sisaan berukuran ๐ก ร 1 , ๐ฟ merupakan matriks peubah prediktor berukuran ๐ก ร (๐ + 1) , ๐ merupakan vektor peubah respon berukuran ๐ก ร 1 , ๐ผ0 adalah intersep, ๐ adalah vektor bernilai satu berukuran ๐ก ร 1, ๐พ๐ adalah matriks KU berukuran ๐ก ร ๐, dan ๐ถ๐ adalah vektor berisi koefisien KU berukuran ๐ ร 1. Persamaan RKU yang dibentuk berdasarkan matriks korelasi hampir sama dengan yang dibentuk berdasarkan matriks ragam-peragam, yakni cukup dengan mengganti peubah-peubah ๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ menjadi peubah-peubah baku ๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ . Model RKU yang dibangun berdasarkan matriks korelasi sama dengan persamaan (2.15) dengan ๐พ = ๐๐ท. Pendugaan koefisien regresi pada RKU menggunakan metode kemungkinan maksimum dengan koefisien ๐ผฬ0 , ๐ผฬ1 , โฆ , ๐ผฬ๐ merupakan penduga bagi koefisien ๐ผ0 , ๐ผ1 , โฆ , ๐ผ๐ dalam model RKU. Fungsi kepekatan peluang bagi ๐๐ ~๐(0, ๐ 2 ) dapat dirumuskan sebagai berikut: 2
1
๐(๐๐ ) = ๐โ2๐ ๐
๐ โ ๐2 2๐
(2.16)
Jika diambil contoh acak sebanyak ๐ก, maka fungsi kepekatan peluang bersamanya dapat dirumuskan sebagai, 1
๐(๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ก ; ๐ 2 , ๐ถ) = โ๐๐=1 ๐โ2๐ ๐ 1
= (2๐)๐โ2 ๐๐ ๐
โ
โ
1 โฒ ๐บ๐บ 2๐2
1 (๐โ๐พ๐ถ)โฒ (๐โ๐พ๐ถ) 2๐2
(2.17)
dengan fungsi kemungkinan dapat dirumuskan seperti pada persamaan (2.18). 1 (๐โ๐พ๐ถ)โฒ (๐โ๐พ๐ถ) 2๐2
1
โ
= (2๐)๐โ2 ๐๐ ๐
1
โ
1 (๐โฒ โ๐ถโฒ ๐พโฒ )(๐โ๐พ๐ถ) 2๐2
1
โ
1 (๐โฒ ๐โ๐๐ถโฒ ๐พโฒ ๐+๐ถโฒ ๐พโฒ ๐พ๐ถ) 2๐2
๐ฟ(๐ถ|๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ ) = (2๐)๐โ2 ๐๐ ๐
= (2๐)๐โ2 ๐๐ ๐ ๐
1
(2.18)
ln ๐ฟ(๐ถ|๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ ) = โ 2 ln(2๐) โ ๐ ln ๐ โ 2๐2 (๐โฒ ๐ โ ๐๐ถโฒ ๐พโฒ ๐ + ๐ถโฒ๐พโฒ๐พ๐ถ) ๐ ln ๐ฟ(๐ถ|๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ ) 1 ฬ) = 0 = โ 2 (โ2๐พโฒ ๐ + ๐๐พโฒ ๐พ๐ถ ๐๐ถ 2๐
9 sehingga diperoleh, ฬ = (๐พโฒ ๐พ)โ1 ๐พโฒ ๐ ๐ถ
(2.19)
Hasil yang sama dengan persamaan (2.19) juga dapat diperoleh dengan ฬ ๐ = [๐ผฬ1 , ๐ผฬ2 , โฆ , ๐ผฬ๐ ] adalah penduga bagi koefisien menggunakan MKT. Jika ๐ถ RKU dengan r komponen, maka persamaan (2.19) menjadi, ฬ ๐ = (๐พ๐ โฒ ๐พ๐ )โ1 ๐พ๐ โฒ ๐ ๐ถ
(2.20)
dengan ๐พ๐ = ๐ฟ๐ท๐ jika menggunakan matriks ragam peragam peubah ๐ dan ๐พ๐ = ๐๐ท๐ jika menggunakan matriks korelasi peubah ๐ฟ . ๐ท๐ adalah matriks berukuran ๐ ร ๐ yang elemen-elemennya merupakan vektor ciri, dan ๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ merupakan vektor ciri yang masing-masing berukuran ๐ ร 1.
3 METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data presipitasi GCM climate model intercomparison project (CMIP5) dalam satuan mm/bulan dan data curah hujan di Kabupaten Indramayu pada periode 1979-2008. Tabulasi data disajikan dalam Lampiran 1. Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan rata-rata curah hujan pada 15 stasiun di Kabupaten Indramayu (Bangkir, Bulak, Cidempet, Cikedung, Losarang, Sukadana, Sumurwatu, Tugu, Ujunggaris, Lohbener, Sudimampir, Juntinyuat, Kedokan Bunder, Krangkeng, dan Bondan). Data GCM CMIP5 diperoleh dari situs web http://www.climatexp.knmi.nl/ yang dikeluarkan oleh KNMI Belanda. Data presipitasi luaran GCM yang berskala global digunakan sebagai peubah prediktor dan data curah hujan stasiun di Kabupaten Indramayu digunakan sebagai peubah respon. Musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau terjadi pada bulan April hingga September. Domain GCM yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumah grid berbentuk persegi berukuran 8 ร 8 grid (2.5ยฐ ร 2.5ยฐ untuk setiap grid) pada 98.75ยฐBT s.d 116.25ยฐBT dan โ16.25ยฐLS s.d 1.25ยฐLU di atas sekitar wilayah Indramayu. Penggunaan ukuran domain 8 ร8 grid di atas wilayah Indramayu memberikan hasil yang lebih stabil atau konsisten serta tidak sensitif terhadap data pencilan (Wigena 2006).
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah RKU dan RKTP. RKU diawali dengan AKU untuk mereduksi dimensi data presipitasi dan menghasilkan sejumlah KU. Selanjutnya, sejumlah KU dari hasil AKU digunakan sebagai peubah prediktor dari data curah hujan. Pereduksian data pada metode RKTP selain melibatkan data presipitasi juga melibatkan data curah hujan sehingga diperoleh penduga model.
10 Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir pada Lampiran 2 dengan rincian sebagai berikut: 1. Menentukan time lag data GCM menggunakan CCF yang dapat dirumuskan sebagai berikut: ๐๐๐ (๐) = ๐ถ๐๐ (๐)โ๐๐ ๐๐ dengan ๐๐๐ (๐) adalah korelasi silang antara deret ๐ dan ๐ pada time lag ke-l, ๐ถ๐๐ (๐) adalah peragam antara ๐ dan ๐ pada time lag ke-l, ๐๐ dan ๐๐ berturutturut adalah simpangan baku deret ๐ dan ๐. 2. Membagi data menjadi dua kelompok, yakni data pemodelan (periode 19792007) dan data validasi (periode 2008). 3. Mengidentifikasi multikolinearitas pada data presipitasi menggunakan variance inflation factors (VIF). 4. Menerapkan teknik SD menggunakan metode RKTP dan RKU. Algoritma pendugaan parameter RKTP yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-linear iterative partial least squares (NIPALS) dengan tahapan sebagai berikut (Wold et al. 2001): a) Mendapatkan nilai vektor awal ๐ . Pada umumnya nilai vektor awal ๐ diperoleh dari nilai vektor tunggal ๐0 , yakni ๐ = ๐0 dengan ๐0 merupakan vektor peubah respon yang telah diskalakan. b) Menghitung pembobot โ๐ ( ๐ ) menggunakan formula ๐ = ๐ฟโฒ๐โ๐โฒ๐ dan mengortonormalkan vektor ๐ dengan formula ๐ = ๐โโ๐โฒ๐ sehingga โ๐โ = 1. ๐ฟ0 merupakan matriks peubah prediktor yang telah diskalakan c) Menghitung skorโ๐, ๐ = ๐ฟ0 ๐. d) Menghitung pembobotโ๐, ๐ = ๐0 โฒ๐โ๐โฒ๐. e) Memperbaharui skorโ๐, ๐ = ๐0 ๐โ๐โฒ๐. f) Menghitung nilai ๐ฟ1 dan ๐1 dengan ๐ = ๐ฟ0 โฒ๐โ๐โฒ๐ merupakan loading faktor dari peubah prediktor. ๐ฟ1 = ๐ฟ0 โ ๐๐โฒ ๐1 = ๐0 โ ๐๐โฒ g) Melanjutkan ke komponen berikutnya (kembali ke langkah (b)) hingga validasi silang mengindikasikan tidak ada lagi informasi yang nyata dari ๐ฟ terhadap ๐. h) Menduga vektor koefisien regresi pada analisis RKTP dengan formula sebagai berikut: ๐ฉ = ๐ซ๐ชโฒ Tahapan analisis metode RKU yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2011): a) Menguji kehomogenan ragam data presipitasi luaran GCM. b) Jika ragam data presipitasi homogen, maka matriks ragam-peragam peubah ๐ digunakan dalam AKU. Akan tetapi, jika ragam data presipitasi heterogen, maka peubah prediktor ๐๐ ditransformasi terlebih dahulu menjadi bentuk baku ๐๐ . Selanjutnya, matriks ragam-peragam peubah ๐ (matriks korelasi peubah ๐) digunakan dalam AKU. c) Menghitung nilai akar ciri (๐๐ ) dan vektor ciri (๐๐ ), serta skor KU (๐๐ ). d) Meregresikan ๐ dengan ๐๐ yang terpilih. e) Mentransformasi persamaan regresi dari ๐๐ ke ๐๐ (jika menggunakan matriks korelasi). f) Mentransformasi persamaan regresi dari ๐๐ ke ๐๐ .
11 5. Pemeriksaan asumsi kehomogenan ragam sisaan menggunakan plot antara nilai sisaan dengan curah hujan dugaan. Jika plot sisaan membentuk pola tertentu maka mengindikasikan terjadi pelanggaran asumsi kehomogenan ragam sisaan. 6. Validasi model pada data periode 2008. Alat validasi model yang digunakan adalah nilai korelasi dan root mean squared error of prediction (RMSEP).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Time Lag Data Presipitasi GCM Time lag data presipitasi luaran GCM ditentukan berdasarkan nilai korelasi silang tertinggi antara data presipitasi dengan data curah hujan. Nilai korelasi tersebut dihitung dengan menggunakan CCF. Berdasarkan Lampiran 3(a), plot curah hujan di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi rata-rata terjadi pada bulan Januari dan Februari. Serupa dengan Lampiran 3(a), plot presipitasi ๐6 juga menunjukkan presipitasi tertinggi rata-rata terjadi pada bulan Januari dan Februari (Lampiran 3(f)). Hal ini berarti bahwa tidak terjadi pergeseran waktu pada data presipitasi ๐6 . Sebaliknya, terjadi pergeseran waktu pada data presipitasi ๐1 dan ๐31 . Lampiran 3(c) dan 3(h) menunjukkan bahwa presipitasi tertinggi rata-rata terjadi pada bulan Maret untuk presipitasi ๐1 dan bulan Desember untuk presipitasi ๐31 . Hal ini mengakibatkan korelasi yang rendah antara data curah hujan dengan data presipitasi ๐1 dan ๐31. Oleh karena itu, CCF digunakan untuk menentukan time lag data presipitasi. Hasil pada Lampiran 3(b), 3(e), dan 3(g) menunjukkan bahwa presipitasi ๐1 , ๐6 , dan ๐31 memiliki korelasi silang tertinggi (time lag) dengan curah hujan ๐ berturut-turut pada time lag ke-2, ke-0, dan ke-(-1). Curah hujan bulan Januari terjadi di bulan Maret pada data presipitasi ๐1 dan terjadi di bulan Desember pada data presipitasi ๐31 . Oleh karena itu, data presipitasi ๐1 dilakukan penundaan 2 bulan, sedangkan data presipitasi ๐31 dilakukan pergeseran 1 bulan ke depan. Presipitasi ๐6 tidak dilakukan penundaan maupun pergeseran karena mempunyai korelasi silang tertinggi pada time lag ke-0. Pola tebaran data presipitasi ๐1 dan ๐31 dengan penundaan mengikuti pola curah hujan (Lampiran 3(d) dan 3(i)). Pergeseran terjauh data presipitasi terjadi pada time lag ke-10. Namun, time lag data presipitasi umumnya terjadi pada time lag ke-1 (Tabel 1). Hasil perhitungan pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa presipitasi GCM dengan penundaan mempunyai korelasi yang lebih tinggi daripada presipitasi GCM tanpa penundaan. Jumlah grid GCM dengan penundaan (GCM-lag) yang memiliki korelasi lebih dari 0.7 dengan data curah hujan adalah sebanyak 73%. Sementara itu, korelasi antara data curah hujan dengan data presipitasi tanpa penundaan (GCM) yang lebih dari 0.7 hanya mencapai 9%. Variance Inflation Factors Multikolinieritas ditandai dengan adanya korelasi yang kuat antar peubah prediktor dan nilai VIF yang besar. Hasil perhitungan pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa data presipitasi GCM-lag memiliki nilai VIF berkisar 5.56โ1252.11. Hal ini mengindikasikan adanya multikolinieritas atau hubungan yang kuat antar grid data GCM-lag yang saling berdekatan.
12 Tabel 1 Time lag data presipitasi ๐1 โ ๐64 Grid Time GCM lag 2 ๐1 2 ๐2 2 ๐3 2 ๐4 1 ๐5 0 ๐6 -1 ๐7 10 ๐8 2 ๐9 2 ๐10 2 ๐11 1 ๐12 1 ๐13 0 ๐14 -1 ๐15 10 ๐16
Grid Time GCM lag 2 ๐17 2 ๐18 2 ๐19 1 ๐20 1 ๐21 0 ๐22 -1 ๐23 10 ๐24 2 ๐25 2 ๐26 2 ๐27 1 ๐28 1 ๐29 0 ๐30 -1 ๐31 10 ๐32
Grid Time GCM lag 2 ๐33 2 ๐34 1 ๐35 1 ๐36 1 ๐37 0 ๐38 -1 ๐39 10 ๐40 2 ๐41 2 ๐42 1 ๐43 1 ๐44 1 ๐45 0 ๐46 0 ๐47 -1 ๐48
Grid Time GCM lag 2 ๐49 1 ๐50 1 ๐51 1 ๐52 1 ๐53 1 ๐54 1 ๐55 1 ๐56 1 ๐57 1 ๐58 1 ๐59 1 ๐60 1 ๐61 1 ๐62 0 ๐63 10 ๐64
Model Statistical Downscaling Regresi Kuadrat Terkecil Parsial RKTP merupakan salah satu pendekatan dalam model SD untuk mengatasi masalah multikolinearitas pada data luaran GCM. Metode RKTP menghasilkan sejumlah komponen baru yang memodelkan ๐ terhadap ๐ . Jumlah komponen yang digunakan dalam RKTP ditentukan berdasarkan nilai statistik prediction residual sum of squares (PRESS). PRESS merupakan suatu pendekatan yang dipertimbangkan untuk prosedur kestabilan penduga koefisien regresi. Nilai PRESS yang minimum memberikan kestabilan pendugaan yang lebih tinggi terhadap model jika ada data baru. Berdasarkan Tabel 2, nilai PRESS memperlihatkan bahwa cukup menggunakan satu komponen dalam model RKTP meskipun terdapat dua komponen yang memiliki nilai akar rataan PRESS terkecil (komponen yang memiliki nilai peluang>0.05). Satu komponen terekstrak dapat menjelaskan sebesar 83.1% keragaman data presipitasi GCM-lag dan sebesar 62.1% keragaman data curah hujan (Gambar 2). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa metode RKTP dengan nilai R2 sebesar 71.7% cukup baik dalam menjelaskan keragaman data dengan nilai root mean square error (RMSE) yang dihasilkan sebesar 57.93. Metode RKTP menghasilkan beberapa keluaran berupa plot antara nilai skor ๐ dan skor ๐. Gambar 2 merupakan plot antara skor ๐ dan skor ๐ yang dihasilkan dari komponen pertama. Gambar 2 memberikan informasi bahwa amatan dengan curah hujan tinggi cenderung lebih beragam dibandingkan dengan amatan dengan curah hujan rendah. Amatan ke-25 merupakan amatan dengan nilai skor ๐ tertinggi. Hal ini sesuai dengan kondisi sebenarnya, yakni amatan ke-25 adalah
13 amatan dengan curah hujan tertinggi. Amatan ke-25 merupakan curah hujan bulan Januari 1981 dengan nilai sebesar 582.6 mm/bulan. Gambar 2 juga menggambarkan kondisi sisaan dari model RKTP. Semakin tinggi nilai skor ๐, maka nilai sisaan semakin besar yang mengindikasikan sisaan model RKTP tidak homogen (membentuk pola divergen). Gambar 2 menunjukkan 5 kelompok data curah hujan berdasarkan kelompok warna dominan pada data curah hujan ๐ yang bersesuaian dengan nilai skor ๐. Kelompok 1 umumnya terjadi pada bulan Mei hingga Oktober dengan intensitas 0โ110.53 mm/bulan, kelompok 2 umumnya terjadi pada bulan Maret, April, dan November dengan intensitas 110.54โ235.07 mm/bulan, kelompok 3 umumnya terjadi pada bulan Desember dengan intensitas 235.08 โ 353.73 mm/bulan, kelompok 4 umumnya terjadi pada bulan Februari dengan intensitas 353.74โ454.73 mm/bulan, dan kelompok 5 umumnya terjadi pada bulan Januari dengan intensitas lebih dari 454.73 mm/bulan. Pengelompokan ini dilakukan secara subjektif dengan mempertimbangkan warna dominan yang terbentuk. Jika menggunakan analisis diskriminan, maka diperoleh persentase ketepatan pengelompokan sebesar 94.8%. Tabel 2 Komponen terekstrak pada model RKTP Jumlah komponen terekstrak 0 1 2 3
Akar rataan PRESS
Peluang > PRESS
1.02 0.63 0.63 0.64
Gambar 2 Plot skor ๐ dan skor ๐
<.00 0.36 1.00 0.01
14
GCM-lag
Regresi Komponen Utama Pemodelan pada metode RKU diawali dengan AKU untuk mereduksi dimensi atau mengatasi masalah multikolinieritas dalam data. Penentuan matriks yang digunakan untuk mereduksi dimensi data dipilih berdasarkan hasil uji kehomogenen ragam data GCM-lag yang menggunakan uji Levene. Pemeriksaan kehomogenan ragam menggunakan statistik uji Levene dengan hipotesis: H0: ragam data GCM-lag homogen H1: ragam data GCM-lag tidak homogen Berdasarkan Gambar 3, nilai peluang yang dihasilkan oleh uji Levene lebih kecil dari taraf 5% yang digunakan. Hal ini berarti bahwa data presipitasi ๐1 โ ๐64 dari GCM-lag secara nyata memiliki ragam yang heterogen. Oleh karena itu, AKU dibentuk berdasarkan matriks korelasi untuk mereduksi dimensi data. Jumlah KU yang digunakan untuk membangun model RKU ditentukan berdasarkan proporsi kumulatif keragaman total berkisar 80% โ 95%. Tabel 3 menunjukkan bahwa 4 KU pertama (KU1-KU4) dapat menjelaskan keragaman data presipitasi GCM-lag sebesar 95%. Dengan demikian, terdapat 4 model awal RKU berdasarkan jumlah KU yang digunakan. Model awal RKU dibangun dengan meregresikan KU terpilih dengan data curah hujan. Hasilnya menunjukkan bahwa model awal RKU kurang baik dalam menjelaskan keragaman data dibandingkan model RKTP. Nilai R2 yang dihasilkan berkisar 62%โ63% dengan RMSE yang cukup besar, yakni berkisar 66.21โ67.14 (Tabel 4). Hal ini berarti bahwa model awal RKU hanya mampu menjelaskan keragaman data sekitar 62.58%. Nilai dugaan koefisien regresi disajikan dalam Lampiran 8. Hasil pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa peningkatan nilai koefisien regresi model RKU (R1KU, R2KU, R3KU, dan R4KU) tidak berbeda nyata sehingga mengakibatkan nilai R2 model-model RKU juga tidak berbeda jauh. Diagnosis sisaan dilakukan terhadap keempat model RKU. Model R1KU menunjukkan kondisi ragam sisaan yang tidak homogen (Gambar 4). Tebaran sisaan model R1KU membentuk pola divergen. Tebaran sisaan pada curah hujan tinggi lebih beragam dibandingkan dengan curah hujan rendah. Serupa dengan itu, tebaran sisaan model R2KU, R3KU, dan R4KU juga menunjukkan kondisi yang tidak homogen (Lampiran 7). Oleh karena itu, analisis dilanjutkan dengan mengalikan pembobot dalam model RKU. Pembobot ditentukan berdasarkan keragaman setiap bulan. x1 x10 x11 x12 x13 x14 x15 x16 x17 x18 x19 x2 x20 x21 x22 x23 x24 x25 x26 x27 x28 x29 x3 x30 x31 x32 x33 x34 x35 x36 x37 x38 x39 x4 x40 x41 x42 x43 x44 x45 x46 x47 x48 x49 x5 x50 x51 x52 x53 x54 x55 x56 x57 x58 x59 x6 x60 x61 x62 x63 x64 x7 x8 x9
Uji Levene Statistik uji Nilai-P
1.0
1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 Selang kepercayaan 95% bagi simpangan baku
92.60 0.000
4.0
Gambar 3 Uji kehomogenan ragam data presipitasi GCM-lag
15 Tabel 3 Nilai akar ciri dan proporsi keragaman 5 KU pada data GCM-lag
Nilai akar ciri Proporsi keragaman Proporsi kumulatif
KU1 KU2 KU3 KU4 KU5 53.16 3.81 2.68 1.15 0.66 0.83 0.06 0.04 0.02 0.01 0.83 0.89 0.93 0.95 0.96
Tabel 4 Nilai R2 dan RMSE model awal RKU Model R1KU R2KU R3KU R4KU
Komponen KU 1 KU 1, KU 2 KU 1, KU 2, KU 3 KU 1, KU 2, KU 3, KU 4
R2 RMSE 62.0% 67.14 62.3% 66.86 63.0% 66.29 63.0% 66.21
300
Sisaan
200
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
250
300
Curah hujan dugaan
Gambar 4 Plot sisaan model R1KU RKU Terboboti Perkalian bobot ke dalam model RKU (RKUB) bertujuan untuk menangani masalah keheterogenan sisaan. Pembobotan ditentukan berdasarkan keragaman setiap bulan. Hal ini dilakukan dengan mengelompokkan data curah hujan ke dalam kelompok bulan. Selanjutnya, bulan yang memiliki ragam yang sama dikelompokkan ke dalam satu kelompok. Simpangan baku dihitung pada setiap kelompok yang terbentuk. Nilai pembobotnya adalah satu per nilai simpangan baku masing-masing kelompok. Gambar 5 memperlihatkan bahwa data curah hujan dalam kelompok bulan memiliki lebar selang kepercayaan yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa ragam data curah hujan dalam kelompok bulan tidak homogen. Oleh karena itu, pengelompokan dilakukan terhadap data curah hujan yang memiliki ragam sama. Hasil uji kesamaan ragam menunjukkan bahwa terdapat 3 kelompok yang memiliki ragam yang homogen (Lampiran 8). Kelompok 1 yang terdiri dari bulan Agustus dan September mempunyai bobot 0.0515, kelompok 2 yang terdiri dari bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, Oktober, dan Desember mempunyai bobot 0.0131, dan kelompok 3 yang terdiri dari bulan November, Januari, dan Februari mempunyai bobot 0.0081.
16 Tabel 5 memberikan informasi bahwa model RKUB memberikan hasil yang lebih baik daripada model awal RKU, namun relatif sama dengan model RKTP. Perkalian bobot ke dalam model RKU menghasilkan nilai R2 berkisar 70.9%โ71.7% dan nilai RMSE berkisar 66.26โ67.23. Hal ini berarti bahwa nilai R2 meningkat sekitar 8.78% dari model RKU dengan nilai RMSE yang relatif sama. Nilai R2 model RKUB (R1KUB, R2KUB, R3KUB, dan R4KUB) dalam Tabel 5 tidak berbeda jauh yang juga digambarkan dari nilai koefisien regresinya (Lampiran 6). Peningkatan nilai koefisien regresi model RKUB hanya sedikit jika menggunakan lebih dari satu KU. Selain itu, plot sisaan pada Gambar 6 dan Lampiran 9 menunjukkan bahwa perkalian bobot tidak dapat mengatasi masalah keheterogenan sisaan model RKU. Plot sisaan membentuk pola divergen. Analisis selanjutnya adalah dengan menambahkan peubah boneka dalam model RKU. Agu Apr Des Feb
Bulan
Jan Jul Jun Mar Mei Nov Okt Sep 0
50
100
150
200
Selang kepercayaan 95% bagi simpangan baku
Gambar 5 Uji kehomogenan ragam kelompok bulan data untuk presipitasi GCM-lag Tabel 5 Nilai R2 dan RMSE model RKUB R2 70.9% 71.1% 71.7% 71.7%
RMSE 67.23 66.97 66.32 66.26
300
200
Sisaan
Model R1KUB R2KUB R3KUB R4KUB
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
250
Curah hujan dugaan
Gambar 6 Plot sisaan model R1KUB
300
17 RKU dengan Peubah Boneka Penambahan peubah boneka pada model awal RKU (RKUK) juga dilakukan dengan tujuan untuk menangani masalah keheterogenan sisaan. Peubah boneka ditentukan berdasarkan hasil pengelompokan model RKTP (Gambar 2). Plot antara skor ๐ dengan skor ๐ memperlihatkan 5 kelompok data curah hujan berdasarkan kelompok warna dominan sehingga terdapat 4 peubah boneka yang ditambahkan ke dalam model RKU. Hasil pada Tabel 6 memberikan informasi bahwa model RKUK mampu menghasilkan model yang lebih baik daripada model RKU, RKUB, maupun RKTP. Nilai RMSE yang dihasilkan relatif kecil, yakni berkisar 28.06โ29.09. Penambahan peubah boneka mampu menangani keragaman sisaan dengan menurunkan nilai RMSE sekitar 38.01. Selain itu, nilai R2 yang diperoleh berkisar 92.9% โ 93.4. Hal ini berarti bahwa model RKUK lebih baik dalam menjelaskan keragaman data. Penambahan peubah boneka mampu meningkatkan nilai R2 sekitar 30.53%. Ketepatan dalam mengelompokkan data curah hujan menghasilkan model yang lebih memadai dan akurat berdasarkan nilai R2 dan RMSE yang dihasilkan. Selain itu, jumlah KU yang digunakan dalam model RKUK tidak mempengaruhi nilai R2 model karena nilai R2 yang diperoleh tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena nilai koefisien regresi setelah penambahan KU dalam model RKUK hanya sedikit (Lampiran 6). Tabel 6 Nilai R2 dan RMSE model RKUK Model R1KUK R2KUK R3KUK R4KUK
R2 92.9% 92.9% 93.2% 93.4%
RMSE 29.09 28.92 28.40 28.06
100
Sisaan
50
0
-50
0
100
200
300 400 Curah hujan dugaan
500
600
Gambar 7 Plot sisaan model R1KUK Diagnostik sisaan model R1KUK pada Gambar 6 menunjukkan 5 kelompok sisaan. Pengelompokan ini disebabkan oleh penggunaan peubah boneka dalam model RKU. Kondisi sisaan yang sama juga ditunjukkan oleh plot sisaan model R2KUK, R3KUK, dan R4KUK yang tercantum pada Lampiran 10. Akan tetapi,
18 pola tebaran sisaan masing-masing kelompok pada Gambar 7 dan Lampiran 10 lebih homogen daripada pola tebaran sisaan model awal RKU, RKUB, dan RKTP. Penambahan peubah boneka pada model RKU mampu menghasilkan model dengan tebaran sisaan yang lebih homogen. Analisis selanjutnya adalah dengan menambahkan peubah boneka ke dalam model RKUB. RKU Terboboti dan Peubah Boneka Penambahan peubah boneka ke dalam model RKU terboboti (RKUBK) dilakukan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas. Hasilnya menunjukkan bahwa model RKUBK mampu menghasilkan nilai R2 berkisar 92.4%โ92.9% (Tabel 7). Nilai R2 model RKUBK yang menggunakan satu atau lebih KU tidak berbeda jauh karena penambahan jumlah KU hanya meningkatkan nilai koefisien regresi sekitar 1โ4 satuan (Lampiran 6). Penambahan peubah boneka ke dalam model RKUB dapat meningkatkan nilai R2 sekitar 30.1%. Selain itu, nilai RMSE yang dihasilkan berkisar 28.16 โ29.38. Penambahan peubah boneka ke dalam model RKUB menurunkan nilai RMSE sekitar 37.83. Diagnostik dilakukan terhadap sisaan model RKUBK. Gambar 8 memperlihatkan 5 kelompok sisaan pada model R4KUBK. Plot sisaan untuk model R1KUBK, R2KUBK, dan R3KUBK tercantum pada Lampiran 11. Plot sisaan pada Lampiran 11 juga memperlihatkan 5 kelompok sisaan. Namun, pola tebaran sisaan masing-masing kelompok pada Gambar 8 dan Lampiran 11 relatif lebih homogen daripada pola tebaran sisaan model awal RKU, RKUB, maupun RKTP. Hal ini berarti bahwa penambahan peubah boneka ke dalam model RKUB juga mampu menghasilkan model dengan sisaan yang lebih homogen. Tabel 7 Nilai R2 dan RMSE model RKUBK R2 RMSE 92.4% 29.38 92.6% 29.12 92.8% 28.52 92.9% 28.16
80 60 40 20
Sisaan
Model R1KUBK R2KUBK R3KUBK R4KUBK
0 -20 -40 -60 -80 0
100
200
300 400 Curah hujan dugaan
500
Gambar 8 Plot sisaan model R4KUBK
600
19 Peramalan Data Curah Hujan dan Pemilihan Model Terbaik Hasil pemodelan data curah hujan menunjukkan bahwa metode RKTP, RKU, dan RKUB tidak dapat mengatasi masalah keheterogenan ragam sisaan. Akan tetapi, metode RKUK dan RKUBK dapat mengatasi masalah tersebut. Selain itu, keragaman data yang mampu dijelaskan oleh model RKUK dan RKUBK cukup baik daripada model RKTP, RKU, dan RKUB. Namun, model RKUK lebih baik daripada model RKUBK karena lebih sederhana dengan nilai R2 dan RMSE yang relatif sama. Model RKUK juga konsisten pada hasil validasi model sebagai model terbaik. Peramalan data curah hujan untuk validasi model menggunakan data curah hujan periode 2008. Tahap validasi model menghitung RMSEP dan korelasi antara curah hujan aktual dengan curah hujan dugaan. Nilai korelasi menggambarkan kesesuaian antara model dugaan dengan data baru dan RMSEP menggambarkan keakuratan model dalam menduga data baru. Tabel 8 menyajikan nilai korelasi dan RMSEP hasil dugaan data curah hujan yang menggunakan data presipitasi GCM-lag dan GCM. Hasil dugaan data curah hujan yang menggunakan data GCM-lag lebih unggul daripada menggunakan data GCM. Model RKTP pada data GCM-lag menghasilkan dugaan curah hujan dengan nilai korelasi (0.93) yang lebih tinggi dan nilai RMSEP (75.26) yang lebih rendah daripada korelasi (0.84) dan RMSEP (84.22) dari model RKTP pada data GCM. Lebih lanjut, pendugaan data curah hujan yang menggunakan model RKU dan RKUB pada data GCM-lag (RMSEP berkisar 71.91โ77.29 dan korelasi berkisar 0.88โ0.91) lebih baik daripada model RKU dan RKUB pada data GCM (RMSEP berkisar 79.58โ103.98 dan korelasi berkisar 0.74โ0.90). Selain itu, model RKUK dan RKUBK mampu memberikan hasil dugaan dengan nilai RMSEP berkisar 26.64 โ 31.04 pada data GCM-lag dan RMSEP berkisar 30.48 โ 35.06 pada data GCM, sedangkan nilai korelasinya berturut-turut berkisar 0.99 dan 0.97โ0.98. Secara umum, model RKUK pada data GCM-lag mampu melakukan pendugaan data curah hujan yang lebih akurat dibandingkan model lainnya dengan model yang lebih sederhana. Model RKUK yang melibatkan KU1 merupakan model yang memberikan hasil dugaan terbaik berdasarkan nilai RMSEP (28.48) terkecil dan korelasi (0.99) lebih tinggi. Gambar 9 dan Gambar 10 memperlihatkan bahwa model RKU, RKTP, dan RKUB pada data GCM-lag menghasilkan dugaan curah hujan yang lebih rendah dari curah hujan aktual pada periode Januari hingga Maret. Akan tetapi, dugaan curah hujan lebih tinggi dari curah hujan aktual pada bulan April hingga Desember. Model RKU dan RKUB tidak mampu menangkap pola curah hujan dengan baik, khususnya periode Februari, Juni, dan Juli. Model RKTP mampu melakukan pendugaan curah hujan yang lebih baik daripada model RKU dan RKUB, kecuali pada periode April. Jarak antara nilai aktual dengan nilai dugaan dari model RKU, RKTP, maupun RKUB cukup jauh, khususnya periode JanuariโMaret. Hal ini berarti bahwa model RKU, RKTP, dan RKUB tidak dapat menduga curah hujan dengan baik pada musim hujan (JanuariโMaret). Walaupun demikian, model RKU, RKTP, dan RKUB pada data GCM-lag mampu memberikan dugaan curah hujan yang lebih baik dibandingkan pada data GCM. Lampiran 12(a) dan 12(b) menunjukkan bahwa model RKU, RKTP, dan RKUB pada data GCM gagal dalam menangkap pola curah hujan dengan baik. Selain itu, jarak antara nilai aktual dengan nilai dugaan model pada data GCM cukup jauh, khususnya dugaan pada model R1KU.
20 Tabel 8 Nilai korelasi dan RMSEP setiap model pada data GCM-lag dan GCM Prediktor
Model
๐1 โ ๐64
RKTP R1KU R2KU R3KU R4KU R1KUB R2KUB R3KUB R4KUB R1KUK R2KUK R3KUK R4KUK R1KUBK R2KUBK R3KUBK R4KUBK
KU
KU & bobot
KU & peubah boneka KU, bobot, & peubah boneka
GCM-lag RMSEP Korelasi 75.26 0.93 74.95 0.90 77.29 0.88 71.91 0.91 73.02 0.91 76.51 0.90 78.74 0.88 72.54 0.91 73.44 0.91 28.48 0.99 29.33 0.99 30.29 0.99 31.04 0.99 26.64 0.99 28.42 0.99 29.72 0.99 30.60 0.99
GCM RMSEP Korelasi 84.22 0.84 103.74 0.74 91.87 0.81 89.62 0.82 79.93 0.90 103.98 0.74 93.77 0.81 90.56 0.82 79.58 0.90 35.06 0.97 31.51 0.98 31.73 0.98 31.81 0.98 33.96 0.97 30.48 0.98 30.74 0.98 31.06 0.98
Model RKUK dan RKUBK pada data GCM-lag menghasilkan pola curah hujan dugaan yang relatif sama (Gambar 11 dan Gambar 12). Model RKUK dan RKUBK mampu melakukan pendugaan curah hujan yang mengikuti pola curah hujan aktual dibandingkan model RKU, RKTP, dan RKUB. Selain itu, jarak antara curah hujan aktual dengan curah hujan dugaan yang dihasilkan lebih dekat daripada jarak yang dihasilkan model RKU, RKTP, maupun RKUB. Serupa dengan model RKUK dan RKUBK pada data GCM-lag, pola curah hujan dugaan hasil dari model RKUK dan RKUBK pada data GCM juga menunjukkan pola yang sama dengan curah hujan aktual (Lampiran 12(c) dan 12(d)). Jarak antara curah hujan aktual dengan curah hujan dugaan model RKUK dan RKUBK pada data GCM yang ditunjukkan relatif dekat. Namun secara rata-rata, model RKUK dan RKUBK pada data GCM-lag menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan model RKUK dan RKUBK pada data GCM. Nilai dugaan curah hujan dari model RKUK dan RKUBK pada data GCM-lag lebih mendekati dan mengikuti pola curah hujan aktual (RMSEP berkisar 26.64 โ 31.04 dan korelasi sebesar 0.99) dibandingkan dengan hasil dugaan model RKUK dan RKUBK pada data GCM (RMSEP berkisar 30.48โ35.06 dan korelasi berkisar 0.97 โ 0.98). Secara umum, model RKU yang melibatkan komponen pertama dengan penambahan peubah boneka (R1KUK) pada data GCM-lag merupakan model terbaik karena dapat menghasilkan dugaan curah hujan yang lebih akurat (RMSEP sebesar 28.49 dan korelasi sebesar 0.99) dengan model yang lebih sederhana daripada model lainnya pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan peubah boneka ke dalam model RKU dapat memperbaiki dugaan data curah hujan.
21 500
Y ak tual RKTP R1KU R2KU R3KU R4KU
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Nov-08
Bulan
Gambar 9 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKTP dan RKU periode 2008 dengan data GCM-lag 500
Y ak tual R1KUB R2KUB R3KUB R4KUB
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Nov-08
Bulan
Gambar 10 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKUB periode 2008 dengan data GCM-lag 500
Y ak tual R1KUK R2KUK R3KUK R4KUK
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Nov-08
Bulan
Gambar 11
Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKUK periode 2008 dengan data GCM-lag
22 500
Y ak tual R1KUBK R2KUBK R3KUBK R4KUBK
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Nov-08
Bulan
Gambar 12
Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan model RKUBK periode 2008 dengan data GCM-lag
5 SIMPULAN Korelasi silang antara data curah hujan dan presipitasi luaran GCM berperan penting dalam pemodelan statistical downscaling. Korelasi silang tertinggi menentukan time lag yang dapat mengoptimakan keeratan hubungan antara data curah hujan dan presipitasi luaran GCM sehingga dapat meningkatkan ketepatan pendugaan data curah hujan. Pendugaan data curah hujan yang menggunakan presipitasi GCM dengan time lag memberikan hasil yang lebih akurat daripada menggunakan presipitasi GCM tanpa time lag. Model terbaik adalah hasil pemodelan dari metode RKU yang ditambahkan peubah boneka pada data presipitasi GCM dengan time lag berdasarkan bentuk model yang lebih sederhana dengan nilai R2 yang lebih tinggi dan RMSE yang lebih rendah. Peubah boneka didasarkan pada hasil pengelompokan metode RKTP. Model RKU dengan penambahan peubah boneka mampu memperbaiki hasil dugaan data curah hujan. Model RKU yang hanya melibatkan satu komponen utama dengan penambahan peubah boneka merupakan model terbaik berdasarkan nilai korelasi (0.99) yang tinggi dan RMSEP (28.48) yang dihasilkan. Model statistical downscaling terbaik dapat dituliskan sebagai berikut: ๐ฆ = 503.86 + 3.89 ๐พ๐1 โ 441.97 ๐ท1 โ 354.79 ๐ท2 โ 246.73 ๐ท3 โ 145.71 ๐ท4 dengan, ๐ฆ adalah curah hujan, ๐พ๐1 adalah komponen utama, dan secara berturutturut ๐ท1, ๐ท2, ๐ท3, ๐ท4 merupakan peubah boneka.
DAFTAR PUSTAKA Bergant K, Kajfez-Bogataj L, Crepinsek Z. 2002. The use of EOF analysis for preparing the phenological and climatological data for statistical downscalingcase study: The beginning of flowering of the dandelion (Taraxacum officinale) in Slovenia. Developments in Statistics. 17:163-174.
23 Busuioc A, Chen D, Hellstrom C. 2001. Performance of statistical downscaling models in GCM validation and regional climate change estimates: application for Swedish precipitation. Int J Climatol. 21:557-578. Djuraidah A. 2003. Penerapan model nonlinear PLS dengan jaringan syaraf tiruan dalam kalibrasi. Jurnal Matematika, Aplikasi dan Pembelajarannya. 2(1):339345. Eduzon. 2011. Dampak perubahan iklim terhadap pertanian. Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Apr 23]. Tersedia pada: http://sosek-agribisnis.blogspot.com/2011/02/dampak-perubahan-iklimterhadap.html. Estiningtyas W, Wigena AH. 2011. Teknik statistical downscaling dengan regresi komponen utama dan regresi kuadrat terkecil parsial untuk prediksi curah hujan pada kondisi el nino, la nina, dan normal. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 12(1):65-72. Fekedulegn BD, Colbert JJ, Hicks RR Jr, Schuckers ME. 2002. Coping with multicollinearity: An example on application of principal components regression in dendroecology. United States Department of Agriculture. 721:143. Fernandez E. 2005. On the influence of predictors area in statistical downscaling of daily parameters. Norwegia Meteorological Institute. 9:1-21. Hermawan E. 2010. Pengelompokan pola curah hujan yang terjadi di beberapa kawasan P. Sumatera berbasis hasil analisis teknik spektral. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 11(2): 75-84. Huth R, Keysely J. 2000. Constructing site-specific sliate change scenarios on a monthly scale using statistical downscaling. Theoretical and Applied Climatolgy.66:13-27. Ismah, Wigena AH, Djuraidah A. 2009. Pendekatan Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Robust Multirespons dalam Model Kalibrasi. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta: UNY. Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey (NJ): Pearson Prentice Hall. Ed ke-6. Jollife IT. 2002. Principal Component Analysis. New York (NY): Springer-Verlag. Ed ke-2. Mardikyan S, Cetin E. 2008. Efficient choice of biasing constant for ridge regression. Int J Contemp Math Sciences. 3(11):527-536. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda.Bogor (ID): IPB Pr. Notodiputro KA, Wigena AH, Fitriadi. 2005. Pendekatan regresi komponen utama dan ARIMA untuk statistical downscaling. IPTEK. 11(3):137-142. Raharjo IB. 2011. Sekolah lapangan pengelolaan tanaman terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat [Internet]. [diunduh 2013 Nov 28]. Tersedia pada: http://jabar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/programlitbang/slptt/30-slptt. Supangat A. 2013. Perubahan iklim di Indonesia. DNPI [Internet]. [diunduh 2013 Nov 27]. Tersedia pada: http://sains.kompas.com/read/2013/04/01/11290330/ Perubahan.Iklim.di.Indonesia. Sutikno. 2008. Statistical downscaling luaran GCM dan pemanfaatannya untuk prediksi produksi padi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
24 Sutikno, Setiawan, Purnomoadi H. 2010. Statistical downscaling output GCM modeling with continuum regression and pre-processing PCA approach. Journal for Technology and Science. 21(3):109-118. Warawati AD. 2013. Prakiraan curah hujan stasiun Sukadana dengan teknik statistical downscaling berdasarkan data satelit TRMM [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Wigena AH. 2006. Pemodelan statistical downscaling dengan regresi projection persuit untuk peramalan curah hujan bulanan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wigena AH. 2011. Regresi kuadrat terkecil parsial multi respon untuk statistical downscaling. Forum Statistika dan Komputasi. 16(2):12-15. Wold S, Sjostrom M, Eriksson L. 2001. PLS-regression: a basic tool of chemometrics. Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems. 58:109-130. Zorita E, Storch HV. 1999. The analog method as a simple statistical downscaling technique: comparison with more complicated methods. J Clim. 12:2474-2489.
25
LAMPIRAN
26 Lampiran 1 Tabulasi data curah hujan dan presipitasi GCM periode 1979-2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360
Waktu Jan-79 Feb-79 Mar-79 Apr-79 Mei-79 Jun-79 Jul-79 Agu-79 Sep-79 Okt-79 Nov-79 Des-79 Jan-80 Feb-80 Mar-80 Apr-80 Mei-80 Jun-80 Jul-80 Agu-80
Jul-07 Agu-07 Sep-07 Okt-07 Nov-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agu-08 Sep-08 Okt-08 Nov-08 Des-08
๐ 301.40 182.67 200.93 125.80 114.27 53.40 4.80 6.80 66.00 68.00 128.80 214.53 320.40 179.67 110.53 109.27 37.67 17.07 25.93 48.13
๐1 2.09 3.55 4.48 4.34 3.61 2.18 1.69 1.31 0.81 0.73 0.60 0.81 1.47 3.03 4.22 4.45 3.05 2.12 1.40 1.17
๐2 3.73 5.47 6.51 6.47 5.85 3.46 2.66 2.04 1.33 1.08 1.25 1.59 2.99 5.16 6.39 6.93 5.15 3.28 2.47 1.64
๐3 5.84 7.33 7.62 7.61 7.57 5.62 4.44 3.07 2.34 1.76 2.81 3.06 4.81 6.89 7.74 8.27 7.45 5.07 4.33 2.59
โฏ
๐62 10.69 9.27 8.72 8.17 7.84 8.01 6.56 5.36 4.86 4.71 5.65 8.46 10.79 10.04 8.67 8.56 9.06 7.99 7.23 6.20
๐63 11.45 10.66 10.11 10.47 9.04 8.76 8.86 8.92 8.94 9.01 10.07 10.85 10.94 10.19 10.23 11.07 9.99 9.12 9.31 9.45
โฎ
โฎ
โฎ
โฎ
18.20 0.73 0.00 100.80 78.60 312.87 351.47 439.33 260.87 97.13 19.73 23.47 0.00 7.33 2.20 68.00 136.47 198.40
1.66 1.16 0.95 0.69 0.71 1.04 2.42 4.30 4.71 4.14 3.37 2.22 1.43 1.29 0.87 0.70 0.79 1.04
2.60 1.72 1.39 1.32 1.56 2.26 4.29 5.96 6.89 6.14 5.47 3.73 2.22 1.86 1.34 1.26 1.75 2.27
4.12 2.94 2.11 2.28 2.93 3.96 5.92 8.07 7.87 7.12 7.38 5.88 3.95 2.64 2.15 2.13 3.33 4.00
โฏ
7.68 5.94 5.56 5.28 5.83 8.87 9.99 10.15 9.32 8.90 9.67 8.54 7.87 5.94 5.18 4.73 5.77 9.23
10.20 9.61 9.21 9.91 10.53 10.92 9.98 10.84 10.53 10.73 10.24 9.26 9.85 9.80 9.23 9.04 10.69 11.50
๐64 10.30 9.76 9.44 10.04 8.57 7.35 8.21 8.69 10.18 10.79 10.27 9.52 8.67 9.45 9.91 9.74 8.96 7.91 7.83 8.40
8.43 8.65 9.28 10.58 10.73 9.48 8.84 9.76 9.58 9.83 9.45 8.21 8.17 9.17 9.56 10.39 10.56 9.87
27 Lampiran 2 Diagram alir analisis data
Mulai
Data curah hujan stasiun di Indramayu
Data presipitasi GCM
DATA Data pengujian
Data pemodelan
Eksplorasi data Mereduksi dimensi data presipitasi dengan KTP
Mereduksi dimensi data presipitasi dengan AKU
RKU
RKTP
Nilai curah hujan dugaan hasil RKU
Nilai curah hujan dugaan hasil RKTP
Validasi data
Validasi data
Perbandingan metode RKU dengan metode RKTP menggunakan RMSEP dan korelasi
Selesai
28 Lampiran 3 Penentuan time lag data presipitasi ๐1 , ๐6 , dan ๐31 Presipitasi ๐1 600
1.0 0.8
500
0.6 0.4 Korelasi silang
Curah hujan
400 300 200
0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6
100
-0.8 -1.0
0 Jan Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul
-12 -10
Agu Sep Okt Nov Des
-8
-6
-4
-2
2
4
6
8
10
Okt
Nov Des
12
(b) CCF ๐1
(a) Curah hujan 5
5
4
4
Presipitasi
Presipitasi
0
Time lag
Bulan
3
2
3
2
1
1
0
0 Jan
Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu Sep
Okt
Jan
Nov Des
Feb Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu Sep
Bulan
Bulan
(c) Presipitasi ๐1
(d) Presipitasi ๐1 tunda
Presipitasi ๐6 12
1.0 0.8
11
0.6
10
0.2
Presipitasi
Korelasi silang
0.4
0.0 -0.2 -0.4
9 8 7
-0.6
6
-0.8 -1.0
5 -12 -10 -8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Jan
Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu Sep Okt
Time lag
Bulan
(e) CCF ๐6
(f) Presipitasi ๐6
Nov Des
29 Lampiran 3 Penentuan time lag data presipitasi ๐1 , ๐6 , dan ๐31 (Lanjutan) Peubah ๐31 1.0 0.8 0.6 Korelasi silang
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -12 -10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Time lag
(g) CCF ๐31 12 12
11
11
10
9
Presipitasi
Presipitasi
10
8 7
9 8 7
6
6
5
5 4
4 Jan
Feb Mar Apr
Mer
Jun
Jul
Agu Sep Okt
Bulan
(h) Presipitasi ๐31
Nov Des
Jan Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agu Sep Okt Nov Des
Bulan
(i) Presipitasi ๐31 tunda
30 Lampiran 4 Korelasi antara curah hujan dengan presipitasi GCM dan GCM-lag Peubah ๐1 ๐2 ๐3 ๐4 ๐5 ๐6 ๐7 ๐8 ๐9 ๐10 ๐11 ๐12 ๐13 ๐14 ๐15 ๐16 ๐17 ๐18 ๐19 ๐20 ๐21 ๐22 ๐23 ๐24 ๐25 ๐26 ๐27 ๐28 ๐29 ๐30 ๐31 ๐32
Curah hujan GCM-tunda GCM 0.76 0.20 0.76 0.28 0.74 0.36 0.70 0.42 0.71 0.53 0.71 0.71 0.63 0.57 0.49 -0.06 0.76 0.21 0.76 0.29 0.74 0.38 0.72 0.47 0.76 0.61 0.74 0.74 0.61 0.53 0.59 0.18 0.76 0.22 0.76 0.31 0.74 0.42 0.75 0.53 0.78 0.66 0.72 0.72 0.71 0.54 0.69 0.24 0.76 0.25 0.75 0.34 0.73 0.47 0.77 0.58 0.78 0.70 0.72 0.72 0.62 0.43 0.59 0.23
Peubah ๐33 ๐34 ๐35 ๐36 ๐37 ๐38 ๐39 ๐40 ๐41 ๐42 ๐43 ๐44 ๐45 ๐46 ๐47 ๐48 ๐49 ๐50 ๐51 ๐52 ๐53 ๐54 ๐55 ๐56 ๐57 ๐58 ๐59 ๐60 ๐61 ๐62 ๐63 ๐64
Curah hujan GCM-tunda GCM 0.78 0.31 0.76 0.42 0.74 0.53 0.77 0.61 0.77 0.72 0.70 0.70 0.61 0.47 0.68 0.34 0.78 0.40 0.75 0.50 0.76 0.59 0.78 0.65 0.75 0.72 0.68 0.68 0.64 0.64 0.68 0.61 0.76 0.49 0.76 0.57 0.78 0.62 0.78 0.65 0.76 0.68 0.72 0.62 0.64 0.58 0.32 0.39 0.77 0.58 0.78 0.63 0.78 0.66 0.79 0.68 0.76 0.67 0.70 0.59 0.60 0.60 0.57 0.27
31 Lampiran 5 Nilai variance inflation factors data presipitasi GCM-lag No Prediktor VIF 1 414.34 ๐1 2 660.06 ๐2 3 394.59 ๐3 4 67.05 ๐4 5 87.77 ๐5 6 37.25 ๐6 7 17.49 ๐7 8 34.22 ๐8 9 863.10 ๐9 10 1252.11 ๐10 11 697.41 ๐11 12 218.90 ๐12 13 235.09 ๐13 14 162.07 ๐14 15 60.59 ๐15 16 85.56 ๐16 17 1044.13 ๐17 18 1175.31 ๐18 19 728.64 ๐19 20 613.75 ๐20 21 463.53 ๐21 22 120.98 ๐22 23 77.04 ๐23 24 128.68 ๐24 25 1058.23 ๐25 26 985.06 ๐26 27 412.71 ๐27 28 847.99 ๐28 29 526.02 ๐29 30 121.64 ๐30 31 90.57 ๐31 32 125.58 ๐32
No Prediktor VIF 33 914.33 ๐33 34 945.79 ๐34 35 417.10 ๐35 36 952.68 ๐36 37 594.49 ๐37 38 180.29 ๐38 39 42.25 ๐39 40 50.12 ๐40 41 647.95 ๐41 42 430.75 ๐42 43 932.97 ๐43 44 1109.04 ๐44 45 755.59 ๐45 46 160.59 ๐46 47 33.04 ๐47 48 23.56 ๐48 49 236.24 ๐49 50 418.42 ๐50 51 1055.41 ๐51 52 1024.86 ๐52 53 1056.74 ๐53 54 208.76 ๐54 55 43.13 ๐55 56 14.88 ๐56 57 139.08 ๐57 58 646.02 ๐58 59 922.18 ๐59 60 834.77 ๐60 61 590.63 ๐61 62 148.20 ๐62 63 5.56 ๐63 64 5.86 ๐64
32 Lampiran 6 Koefisien regresi model RKU, RKUB, RKUK, dan RKUBK Model R1KU R2KU R3KU R4KU R1KUB R2KUB R3KUB R4KUB R1KUK R2KUK R3KUK R4KUK R1KUBK R2KUBK R3KUBK R4KUBK
Konst. 122.24 122.24 122.24 122.24 119.61 120.31 120.42 120.59 503.86 502.24 510.65 513.67 497.31 496.19 506.56 510.23
KU1 KU2 11.78 11.78 3.11 11.78 3.11 11.78 3.11 11.45 11.35 2.55 11.63 2.82 11.59 2.73 3.89 3.87 1.63 3.78 1.52 3.84 1.44 4.47 4.32 2.31 4.05 2.08 4.03 1.87
Koefisien regresi KU3 KU4 D1 -
-5.35 -5.35 -
-5.25 -5.15 -
3.49 3.58 -
3.37 3.62
-
-2.97 -
-1.93 -
-4.15 -
-3.16
D2
D3
D4
-
-
-
-
-441.97 -440.73 -449.50 -451.81 -436.75 -435.47 -446.55 -449.41
-354.79 -352.51 -361.84 -365.91 -350.91 -348.42 -359.77 -364.10
-246.73 -244.57 -249.81 -253.93 -246.07 -243.36 -250.17 -254.39
-145.71 -146.04 -148.20 -149.65 -145.06 -145.58 -148.05 -149.60
33 Lampiran 7 Diagnostik sisaan model awal RKU 300
Sisaan
200
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
250
300
Curah hujan dugaan
(a) Model R2KU 300
Sisaan
200
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
250
300
250
300
Curah hujan dugaan
(b) Model R3KU 300
Sisaan
200
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
Curah hujan dugaan
(c) Model R4KU
34 Lampiran 8 Uji kesamaan ragam tiap kelompok bulan data curah hujan
(a) Kelompok 1 Uji Lev ene
Apr
Statistik uji Nilai-P
1.80 0.100
Des
Bulan
Jul Jun Mar Mei Okt 20
30
40
50
60
70
80
90
100
Selang kepercayaan 95% bagi simpangan baku
(b) Kelompok 2 Uji Lev ene Statistik uji Nilai-P
Bulan
Feb
Jan
Nov
50
75
100
125
150
175
Selang kepercayaan 95% bagi simpangan baku
(c) Kelompok 3
200
2.50 0.088
35 Lampiran 9 Diagnostik sisaan model RKUB
300
Sisaan
200
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
250
300
Curah hujan dugaan
(a) Model R2KUB 300
Sisaan
200
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
250
300
Curah hujan dugaan
(b) Model R3KUB 300
Sisaan
200
100
0
-100
-200 0
50
100
150
200
Curah hujan dugaan
(c) Model R4KUB
250
300
36 Lampiran 10 Diagnostik sisaan model RKUK 100
Sisaan
50
0
-50
0
100
200
300
400
500
600
500
600
500
600
Curah hujan dugaan
(a) Model R2KUK 100
Sisaan
50
0
-50
0
100
200
300
400
Curah hujan dugaan
(b) Model R3KUK 80 60 40
Sisaan
20 0 -20 -40 -60 -80 0
100
200
300
400
Curah hujan dugaan
(c) Model R4KUK
37 Lampiran 11 Diagnostik sisaan model RKUBK 100
Sisaan
50
0
-50
-100 0
100
200
300
400
500
600
500
600
500
600
Curah hujan dugaan
(a) Model R1KUBK 100
Sisaan
50
0
-50
0
100
200
300
400
Curah hujan dugaan
(b) Model R2KUBK 100
Sisaan
50
0
-50
0
100
200
300
400
Curah hujan dugaan
(c) Model R3KUBK
38 Lampiran 12 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan pada periode 2008 dengan data GCM 500
yaktual RKTP R1KU R2KU R3KU R4KU
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Nov-08
Bulan
(a) Model awal RKU dan RKTP
500
yaktual R1KUB R2KUB R3KUB R4KUB
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Bulan
(b) Model RKUB
Nov-08
39 Lampiran 12 Plot nilai curah hujan aktual dan curah hujan dugaan pada periode 2008 dengan data GCM (Lanjutan) 500
yaktual R1KUK R2KUK R3KUK R4KUK
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Nov-08
Bulan
(c) Model awal RKUK
500
yaktual R1KUBK R2KUBK R3KUBK R3KUBK
Curah hujan
400
300
200
100
0 Jan-08
Mar-08
May-08
Jul-08
Sep-08
Bulan
(d) Model RKUBK
Nov-08
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tomia pada tanggal 18 oktober 1988 dari pasangan H La Hamidi dan Hj Wa Raeda. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Bau-Bau pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Hasanuddin pada Program Studi Statistika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan menamatkannya pada tahun 2012. Selama kuliah di Universitas Hasanuddin, penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Matematika Dasar pada tahun 2010โ2012. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Statistika Terapan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
41