MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI JALUR PENDIDIKAN NON FORMAL DI KECAMATAN GAJAHMUNGKUR KOTA SEMARANG Sungkowo Edy Mulyono Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil masyarakat miskin, strategi pemberdayaan masyarakat miskin dan model pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendidikan nonformal. Penelitian ini menggunakan metode mixed method, yakni gabungan dari dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui angket (kuesioner), FGD. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian adalah masyarakat miskin yang menganggur adalah seseorang yang tidak memiliki penghasilan atau uang, sedang pengangguran adalah orang yang tidak bekerja atau berdiam diri di rumah. Kriteria miskin dibedakan secara fisik dan non fisik. Secara fisik terdiri dari status kepemilikan tanah, status kepemilikan rumah, asset yang dimiliki, sedang non fisik terdiri dari pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, potensi dan pengangguran. Ada tiga formulasi strategi pemberdayaan masyarakat yaitu pertama apabila supply lebih kecil dari demand, strategi ini difokuskan dari pelatihan dasar sampai warga belajar mampu usaha mandiri atau bekerja, kedua supply sama dengan demand, strategi ini difokuskan pada skill kewirausahaan, dan strategi yang ketiga apabila supply lebih tinggi dari demand, strategi ini difokuskan pada fasilitasi usaha atau fasilitasi pencarian alternatif pengembangan. Model strategi pemberdayaan masyarakat adalah mendukung kinerja agen pembaharu dalam melaksanakan program kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kata Kunci: Model pemberdayaan, masyarakat miskin, pendidikan non formal Menurut Thohir (2008), miskin adalah kondisi yang secara umum menggambarkan seseorang atau suatu rumahtangga atau komunitas yang berada dalam serba kekurangan, terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan yang paling dasar. Akibat dari itu, yang bersangkutan mengalami berbagai keterbatasan baik terhadap peran-peran yang secara sosial, ekonomi, politik, maupun budaya yang harus dilakukan. Keterbatasan-keterbatasan seperti itu timbul, bias karena akibat dari internal individu atau rumahtangga yang gagal beradaptasi terhadap lingkungan atau di dalam merespon perubahan. Pada saat yang sama, dapat saja terjadi sebaliknya, yaitu lingkunganlah yang melahirkan kemiskinan (Alan, 2001). Selanjutnya Thohir (2008), menyatakan bahwa, dalam fakta sosial, orang miskin bisa terjadi karena berbagai alasan. Bisa karena kemiskinan adalah pilihan, tetapi yang terbanyak adalah karena keterpaksaan. Orang miskin dari tipologi ini, bisa banyak penjelasannya. Dari sudut kepribadian, biasanya karena tidak memiliki orientasi hidup, cita-cita hidup, dan
1
rencana-rencana masa depan yang memadai. Pekerjaan (jika sudah bekerja) ditempatkan semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan dasar hari ini. Masa depan adalah soal nanti. Orang-orang seperti ini biasanya tidak memiliki potensi untuk mengantisipasi apalagi melakukan proaktif terhadap perubahan. Mereka biasanya pasif atau sekedar reaktif terhadap perubahan, sehingga hampir selalu menjadi pihak yang kalah dalam persaingan atau tergilas oleh perubahan itu sendiri. Tahun 2006 tercatat sekitar 39,05 juta penduduk Indonesia berada dibawah garis kemiskinan, padahal tahun 1996 penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan hanya sekitar 22,5 juta orang. Menurut data dari BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2006, jumlah penduduk tercatat 31,9 juta jiwa dan 3,9 juta. Sementara penduduk Kota Semarang mencapai 1.453.549 jiwa dan yang miskin mencapai 152.436. Sedangkan penduduk miskin di Kecamatan Gajahmungkur mencapai 1654 orang. Terkait dengan digulirkannya program pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada life skills dari pemerintah. Rancangan program pendidikan nonformal ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan masyarakat miskin. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah profil masyarakat miskin di Kecamatan Gajah Mungkur? (2) Bagaimanakah strategi pemberdayaan masyarakat miskin? (3) Bagaimanakah model pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendidikan non formal di Kecamatan Gajah Mungkur?. Tujuan penelitian adalah: Mendeskripsikan profil masyarakat miskin, strategi pemberdayaan masyarakat miskin dan model strategi pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendidikan non formal di kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang. Pengangguran dan kemiskinan pada gilirannya merupakan fenomena yang berkaitan satu sama lain. Angka kemiskinan yang pada kurun waktu 27 tahun, yaitu dari tahun 1970 sampai tahun 1997, telah turun dari 70 juta menjadi 21 juta, dan kembali meningkat secara spektakuler pada tahun 1998 hingga menjadi 79,4 juta jiwa (BPS, 2000). Angka pengangguran terbuka menurut catatan BPS mencapai 15 juta jiwa pada tahun 1998. Bahkan akibat krisis yang berkepanjangan hingga tahun 2000, laju angka pengangguran semakin cepat, dari 90 juta angkatan kerja, terdapat 26 juta pengangguran dan 10 juta setengah pengangguran atau pengangguran terselubung. Pengangguran terbuka meliputi pengangguran : Struktural, normal, dan konjungtur. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang disebabkan oleh perubahan struktural dan perubahan ekonomi, kemerosotan kemitraan, peralihan teknologi yang dipergunakan sebagai alat produksi, kebijakan produksi dari padat karya menjadi padat modal dan 2
mekanisme produksi. Dengan terjadinya perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan diberhentikannya sebagian tenaga kerja. Pengangguran normal adalah pengangguran yang disebabkan oleh terjadinya perkembangan ekonomi yang membaik, dengan demikian seseorang tenaga kerja yang berada pada posisi kerja tertentu merasa kurang puas dengan pendapatan yang diperoleh. Sedang pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang disebabkan oleh terjadinya perubahan-perubahan dalam kegiatan ekonomi yang bersifat negatif. Terjadinya kemunduruan seperti pengurangan kegiatan produksi, pengurangan jam kerja, yang kemudian berakibat pada pengurangan konsentrasi tenaga kerja pada jam tertentu atau pada jam produksi. Akibat yang lebih parah adalah dengan mengurangi tenaga kerja dengan cara diberhentikan sementara, dan diberi masa tunggu untuk dipanggil kembali jika ada load kerja yang banyak, atau bahkan sama sekali diberhentikan (Asare, 1997). Pemberdayaan dan partisipasi merupakan proses strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya . Proses ini pada akhirnya, akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Salah satu agen internasional, Bank dunia misalnya, percaya bahwa partisipasi masyarakat di dunia ketiga merupakan sarana efektif untuk menjangkau masyarakat termiskin melalui upaya membangkitkan semangat hidup untuk dapat menolong diri sendiri (Jane. 2006). Dalam hal ini cara terbaik untuk mengatasi masalah pembangunan adalah membiarkan semangat wiraswasta tumbuh dalam kehidupan masyarakat, berani mengambil resiko, berani bersaing, menumbuhkan semangat untuk bersaing dan menemukan hal-hal baru (inovasi) melalui partisipasi masyarakat. Strategi pembangunan meletakkan partisipasi masyarakat sebagai fokus isu sentral pembangunan saat ini. Partisipasi masyarakat di negaranegara dunia ketiga merupakan strategi efektif untuk mengatasi masalah urbanisasi dan industrialisasi. Bank Dunia meletakkan pemberdayaan sebagai salah satu obyek utama dalam partisipasi masyarakat (Geraint, 2006.) Salah satu bentuk pelaksanaan pendidikan nonformal adalah upaya pemberdayakan masyarakat. Upaya pemberdayaan (mengembangkan masyarakat dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) yang bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (Harry, 2001). Melihat bahwa pengertian mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka, Shardlow (dalam Isbandi, 2001).
3
METODE Penelitian ini menggunakan metode mixed method, yakni gabungan dari dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Campbell dan Fisk, 1959). Lokasi penelitian ini adalah Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Teknik pengumpulan data merupakan data primer, karena diambil langsung oleh peneliti dan berdasarkan refrensi. Data tidak hanya diperoleh melalui angket (kuesioner) tetapi juga melalui FGD agar mendapatkan gambaran dan hasil yang lengkap. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Profil Kemiskinan Kecamatan Gajahmungkur Kepemilikan rumah bagi masyarakat miskin di kecamatan Gajahmungkur adalah 84,62 % milik sendiri,dan itu berasal dari warisan atau hibah dari orang tua. Sedang 15,38 % adalah milik orang lain (kontrak rumah). Dari hasil penelitian terhadap masyarakat miskin di kecamatan Gajahmungkur memiliki anggapan bahwa kondisi rumahnya sebagian responden mengatakan sudah layak 41,67% dan sebagian lagi mengatakan belum layak 58,33% Status Kepemilikan Tanah, Status tanah yang ditempati berstatus Hak Milik (HM), tetapi ada juga yang menempati tanah milik Negara 23,08%. Bagi yang rumahnya yang berstatus Hak Milik 79,92%, karena ia orang kelahiran asli semarang yang memiliki warisan dari orang tuanya. Tetapi bagi mereka yang menempati di tanah negara (tinggal dibantaran sungai) adalah pendatang yang sudah menjadi penduduk Kota Semarang, Kebutuhan air bersih sehari-hari 90% berasal dari sumur, mereka menganggap bahwa air sumur layak untuk dikonsumsi setiap hari, itu terbukti tidak ada masalah atau menimbulkan penyakit dalam dirinya dan keluarga, tetapi 10% untuk mencukupi kebutuhan air bersih sepetti mandi, mencuci, air minum mereka dari PAM, Aset yang dimiliki oleh keluarga miskin cukup sederhana, terdapat 84,62% memiliki meja kursi tamu sederhana, 92,31% memiliki TV ada yang berukuran berukuran 14 inci, dan ada juga yang memiliki TV 21 inci. Selain itu 100% memiliki almari sederhana, yang terbuat dari papan Kalimantan atau dari bahan triplek (bukan dari bahan kayu jati), Masyarakat miskin yang memiliki pekerjaan tetap mencapai 15%, sedangkan 85% tidak memiliki pekerjaan tetap, apa yang dilakukan setiap harinya tidak menentu, kadang bekerja kandang tidak, seperti buruh bangunan, buruh srabutan serta hanya membantu tetangga bila dibutuhkan. Sedang untuk mencukupi kebutuhan pokok dibantu oleh istri, ada yang bekerja di pabrik, sebagai pembantu atau berjualan seperti nasi pecel keliling, warungan
4
sederhana. Selain itu untuk mencukupi kebutuhan hidup dibantu oleh saudara yang agak mampu bahkan hutang kepada tetangga, Pendapatan rata-rata keluarga miskin dari 40 responden dalam setiap bulannya yaitu (a) pendapatan Rp. 400.000 pengeluaran Rp. 500.000, (b) pendapatan Rp.500.000 pengeluaran Rp.600.000, (c) pendapatan Rp.600.000 pengeluaran Rp.700.000, Pengangguran adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali atau bekerja tidak tetap. Pengangguran terbuka mencapai 65,52%, sedang yang setengah pengangguran mencapai 34,48%. 100% responden mengatakan menganggur dikarenakan sulitnya mencari lapangan kerja atau tidak memiliki jaringan kerja. Responden juga mengatakan bahwa, menganggur bukan karena berpendidikan rendah (80%, berpendidikan SMK/SMA) dan menganggur juga bukan karena tidak memiliki keterampilan. Ia juga berpendapat mereka tidak berusaha mandiri bukan karena tidak memiliki jiwa wiraswasta, melainkan ketiadaan modal untuk berusaha. Orang yang menganggur dan miskin bukanlah orang yang notabenenya tidak berpotensi, tetapi mereka beranggapan memiliki potensi, karena dilihat dari usia mereka berusia produktif antara 15-45 tahun, pendidikan 86% SMK/SMA sederajat, 14% SD dan SMP. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Strategi pemberdayaan masyarakat dirumuskan berdasarkan hasil FGD, wawancara mendalam dengan keyperson. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapatkan tiga strategi pemberdayaan masyarakat, yaitu: (1) Suplly lebih kecil dari Demand, Pelatihan ini adalah memberikan keterampilan kepada warga belajar yang dimulai dari dasar (keterampilan dasar) atau sesuai kemampuan yang sudah dimiliki sampai dengan masyarakat miskin yang menganggur memiliki ketrampilan yang memadai sesuai dengan kebutuhan pasar, (2) Suplly sama dengan Demand, Pelatihan ini diberikan kepada warga belajar terutama untuk menumbuhkembangkan
skill
kewirausahaan
karena warga belajar telah memiliki
keterampilan sesuai dengan kebutuhan pasar, (3) Suplly tidak sama dengan atau lebih tinggi Demand, Pelatihan ini diberikan kepada warga belajar terutama untuk memfasilitasi peningkatan usaha atau memfasilitasi pencarian alternative pengembangan di luar kota Semarang karena warga belajar telah memiliki keterampilan tidak sama atau lebih tinggi dengan kebutuhan pasar (Todaro, 2000; Elchanan, 1979). Model Strategi Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian, model strategi pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan usaha mandiri bagi masyarakat miskin menganggur yang belum maksimal. 5
Untuk itu perlu disusun model strategi pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat miskin. Model strategi pemberdayaan masyarakat disusun berdasarkan hasil studi dan berdasarkan refrensi dari buku atau jurnal, model pemberdayaan masyarakat yang telah dilakasanakan oleh pemerintah. Pembahasan Profil Masyarakat Miskin Secara umum masyarakat miskin di Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang pada dasarnya serba kekurangan, baik papan, pangan maupun sandang. Tidak hanya itu untuk keperluan lainnya seperti pendidikan juga ikut terabaikan. Hal ini dilihat dari pendidikan masyarakat miskin maksimal adalah lulusan SMA/SMK sederajat. Namun apa yang menjadi kelebihan masyarakat miskin adalah walaupun rumahnya kelihatan sangat sederhana dan boleh dibilang belum layak, mereka dapat menerima apa adanya, bahkan mereka lebih jauh mengatakan rumah ini memang belum memenuhi standart rumah sehat, tetapi baginya sudah layak dengan alasan kalau hujan tidak kehujanan dan kalau panas tidak kepanasan Dari profil kemiskinan di wilayah penelitian yaitu Kecamatan Gajahmungkur memberikan suatu gambaran sebagai berikut : Pengeluaran makanan non makanan rata-rata untuk keluarga miskin di kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang sebagai kepala rumah tangga dalam setiap minggunya seperti dalam Tabel 1. Tabel 1. Pengeluaran Makanan Keluarga Miskin/minggu di Kecamatan gajahmugkur Kota Semarang No.
Kecamatan
Nasi
Sayur
LP
Buah
Air B
lain
1.
Gajahmungkur
33,68%
23,25%
34,77%
0,99%
1,64%
5,66%
Sumber data : Primer 2010, diolah
Masyarakat miskin di Kecamatan Gajahmugkur Kota Semarang, untuk pengeluaran makanan baru difokuskan pada nasi, sayur dan lauk, sedang untuk keperluan buah-buah belum dipikirkan sama sekali, hal itu dapat dilihat dengan keperluan buah hanya berkisar 1,34%. Pengeluaran non makanan rata-rata untuk keluarga miskin di Kota Semarang sebagai kepala rumah tangga dalam setiap bulannya seperti dalam Tabel 8. Tabel 2. Pengeluaran Non Makanan Keluarga Miskin/bulan di Kecamatan gajahmugkur Kota Semarang No
Kecamatan
Sandang
Papan
Penddk
Keseht
Listrik
Sosial
5.
Gajahmungkur
7,76%
0,00%
17,15%
0,00%
17,15%
4,74%
Sumber data : Primer 2010, diolah
6
Pengeluaran makanan bagi masyarakat miskin di Kecamatan gajahmugkur Kota semarang baru difokuskan pada Sandang, Papan dan pendidikan, sedang untuk keperluan kesehatan dan rekreasi belum dipikirkan sama sekali, hal itu dapat dilihat untuk keperluan kesehatan hanya 1,34 dan rekreasi 0,00%. Dilihat dari kepemilikan serta kondisi rumah diwilayah penelitian yaitu Kecamatan Gajahmungkur, menunjukkan bahwa tentang kepemilikan rumah sebagai tempat tinggal yang berasal dari warisan orang tua, semuannya berukuran kecil antara 6x8M2 dan yang terkecil berukuran 3x8M2. Selain itu bagi yang rumahnya kontrak juga berukuran kecil. Untuk kondisi rumah, dindingnya sebagian besar terbuat dari separuh tembok dan separuh papan, namun ada juga yang dindingnya hanya dari papan bahkan tripleks. Kelayakan rumah, sebagian besar beranggapan bahwa rumah tempat tinggalnya belum layak karena bila hujan bocor dan kalau malam hari anginnya masuk, sehingga terasa sangat dingin. Tetapi ada sebagian lagi yang beranggapan bahwa rumah tempat tinggalnya sudah layak, karena bila panas sudah tidak kepanasan dan bila hujan sudah tidak kehujanan. Status kepemilikan tanah sebagian besar milik sendiri, ini berasal dari warisan atau hibah dari orang tua, sedang yang lain statusnya adalah milik Negara, karena mereka menempati tanah dibantaran sungai. Aset yang dimiliki rata-rata sangat sederhana, yaitu meja kursi tamu sederhana, TV, dan almari yang sederhana pula. Untuk keperluan air bersih sebagain besar memanfaatkan air sumur dan yang lainnya beli atau ada sebagian kecil yang berasal dari PAM. Responden yang berada diwilayah penelitian rata-rata tidak memiliki pekerjaan tetap, tetapi ada sebagian yang memiliki pekerjaan tetap namun dari hasil pekerjaan tatapnya juga tidak mencukupi untuk kebutuhan pokok hidupnya, sehingga mereka harus dibantu oleh istri atau keluarga, dan bahkan harus berhutang. Pendapatan yang dihasilkan dalam satu minggunya atau dalam satu bulan, rata-rata tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan pokok hidupnya, karena yang didapat sangat kecil. Sedang pengeluaran untuk mencukupi kehidupan keluarga dirasa cukup besar, dari kebutuhan pokok seperti sandang, papan, pangan serta pendidikan anak-anaknya selalu mengalami kekurangan. Untuk menutupi kekuarangan tersebut dibantu oleh istri yang rata-rata bekerja sebagai pembantu rumah tangga serta bekerja di pabrik. Tingkat pengangguran terbuka cukup tinggi, meraka berasal dari usia produktif yaitu antara 15 sampai 25 tahun, sedang yang menjadi setengah pengangguran adalah mereka yang statusnya sudah berkeluarga, tetapi tidak memilki pekerjaan tetap.
7
Dari hasil penelitian, sebagian besar mereka berpotensi, dilihat dari tingkat pendidikan rata-rata lulusan SMA/SMK sedrajat, sedang yang berpendidikan SMP dan SD prosentasenya cukup kecil. Sedang dilihat dari keterampilan rata-rata sudah memiliki keterampilan yang didapatkan dari bangku sekolah maupun yang didapat dari pengalaman disaat ia pernah bekerja. Sedang untuk usia rata-rata usia produktif yaitu antara 15 tahun sampai 45 tahun. Untuk mengatasi persoalan kemiskinan maka perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat miskin dengan memformulasikan Strategi pemberdayaan Masyarakat yang baik serta membangun model pemberdayaan masyarakat agar dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat tidak keliru serta tidak sia-sia . Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dari ketiga setrategi di atas terdapat perbedaan. Adapun perbedaan yang paling esensial terletak pada tingkat pelaksanaan, yaitu pertama; demand lebih kecil dari supply dalam pelaksanaan pelatihan dimulai dari dasar yang membutuhkan waktu selama 6 bulan. Kedua, demand sama dengan supply dalam pelaksanaan pelatihan langung dimulai dari pengembangan skills kewirausahaan. Ketiga, demand tidak sama dengan supply atau lebih tinggi dari supply dimulai dari penngkatan usaha atau mencari alternatif pengembangan di luar daerah penelitian. Model Pemberdayaan Masyarakat Model strategi pemberdayaan masyarakat yang selama ini telah dilakukan baik oleh pemerintah, agen pembaharu masih memiliki beberapa kelemahan, sehingga peneliti mengajukan skenario dalam rangka memperbaiki dan mengoptimalkan model pemberdayaan masyarakat (Gada, 2004). Pelaksanaan Model Strategi Pemberdayaan Masyarakat Model strategi pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk mempermudah para agen pembaharu dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat serta usaha mandiri bagi masyarakat miskin, menganggur dan memiliki potensi. Karena model strategi pemberdayaan tersebut merupakan sebuah proses dimana kegiatan dilaksanakan sesuai dengan model strategi yang telah dibentuk. Akibat belum terbangunnya model strategi pemberdayaan masyarakat maka, banyak program pemberdayaan yang tidak sesuai dengan sasaran serta tujuan yang diharapkan (Sihombing. 2005). Model stategi ini berlaku di wilayah perkotaan yang masyarakatnya memiliki tingkat ekonomi lemah (miskin) untuk diberdayakan agar memiliki keterampilan, pengetahuan dan
8
sikap yang lebih baik, sehingga masyarakat miskin memiliki mata pencaharian dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. (Sunyoto, 2000; David, 2001) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persepsi responden terhadap profil masyarakat miskin yang menganggur adalah seseorang yang tidak memiliki penghasilan atau uang, sedang pengangguran adalah orang yang tidak bekerja atau berdiam diri di rumah. Adapun kriteria miskin terbagi menjadi dua yaitu secara fisik dan non fisik, secara fisik terdiri dari status kepemilikan tanah, status kepemilikan rumah, asset yang dimiliki, sedang non fisik terdiri dari pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, potensi dan pengangguran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tiga formulasi strategi pemberdayaan masyarakat di Kota Semarang yaitu pertama apabila supply lebih kecil dari demand, strategi ini difokuskan dari pelatihan dasar sampai warga belajar mampu usaha mandiri atau bekerja, kedua supply sama dengan demand, strategi ini difokuskan pada skill kewirausahaan, dan strategi yang ketiga apabila supply tidak sama dengan atau lebih tinggi dari demand, strategi ini difokuskan pada fasilitasi usaha atau fasilitasi pencarian alternatif pengembangan. Model strategi pemberdayaan masyarakat untuk mendukung kinerja agen pembaharu dalam melaksanakan program kegiatan pemberdayaan masyarakat. Saran Bagi masyarakat miskin karena pengangguran disarankan untuk mengevaluasi diri dimanakah letak kapasitas kemampuan untuk bekerja yang dimiliki? Hasil evaluasi diri selanjutnya dapat menentukan strategi pemberdayaan yang hendak ditempuh, apakah strategi pertama, kedua atau ketiga. Strategi pemberdayaan membutuhkan agen pembaru yang sudah mengenali kharakteristik profil kebudayaan masyarakat miskin, agar program pemberdayaan dapat diterima dalam waktu yang lebih cepat.
9
DAFTAR RUJUKAN Alan, Burton Jones. 2001. The Knowledge Supply Model. Jurnal: Associates Australia Asare, Margaret. 1997. Empowering women Through Microfinace. Sinapi Aba Trust.
BPS Kota Semarang. 2007. Kota Semarang dalam Angka, Semarang Teguh S, Ambar , 2004, Kemitraan dan Model-model pemberdayaan. Gava Media: Yogyakarta.
BPS Provinsi Jawa Tengah. 2008. Jawa Tengah dalam Angka. Semarang Damien, Garrity dan Thomas Garavan. 1997. Implication For Education and training in Small Economy. Jurnal: University Of Limerick Deberin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillon Publiching Company: New York. Depdiknas. 2007. Panduan Kursus Wirausaha Kota. Direktorat Pembinaan Kursus: Jakarta. -------------. 2008. Pedoman Program Kursus. Direktorat Pengembangan Kursus dan Kelembagaan: Jakarta. David Pollitt, 2001. Education and Training, A Flexible Workforce for the Modern economic. Jurnal: University Press. Elchanan, Cohn. 1979. The Economics Of Education. Columbia: South Carolina. Gada, Semabada. 2004. Pengembangan Model Pelatihan Berbasis Potensi Lingkungan Sosisl ekonomi. Disertasi: UPI. Geraint, Johnes. 2006. Education and Economic Growth. Jurnal: Lancaster University management school Harry, Hikmat. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Humaniora Utama Press. Hatimah, Ihat. 2007. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Universitas Terbuka. Jane S. Lopus. 2006. Human Subjects Requirements and Economic Education. Jurnal: Word Kank. Sihombing. 2005. Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Sunyoto, Usman. 2000. Pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Pelajar. Todaro, Michael. 2000. Ekonomi Pembangunan (edisi ketujuh). Jakarta: Erlangga. Tohir Mudjahirin. 2008. Perseptif Kemiskinan. UNDIP.
10