Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 2 No.3, Juni 2004 ISSN 1693-248X
METODE UPFLOW ANAEROBIC SLUDGE BLANKET (UASB) SEBAGAI SISTIM PENGOLAHAN AIR LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KECIL : ARTIKEL REVIEW Elfiana*) Abstrak Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) merupakan suatu metode pengolahan limbah secara anaerob di dalam bioreaktor aliran sumbat (PFR, Plug Flow Reactor) yang melibatkan dua kelompok bakteri, yaitu bakteri penghasil asam dan bakteri penghasil metana. Metode ini digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi organik 3.000–25.000 mg/L berdasarkan parameter COD. Keistimewaan metode ini adanya sludge blanket yang aktif pada bagian dasar reaktor dan dilengkapi dengan sistim pemisahan gas dan padatan (separator gassolid), sehingga metode ini mempunyai cost relatif lebih murah dan sederhana dibanding metode lain. Oleh karena itu metode UASB sangat cocok diterapkan sebagai sistim pengolahan air limbah organik dari industri kecil. Kata Kunci : UASB, anaerob, sludge blanket, Limbah Organik, COD PENDAHULUAN Beberapa dari industri dengan bahan baku yang kaya akan karbohidrat dan protein seperti industri tahu, tempe, kecap, pati dan mie tidak melakukan proses pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan, melainkan hanya dengan perlakuan alam, misalnya dibuang ke badan air atau tanah. Limbah industri tersebut mengandung zat organik yang cukup tinggi dan dapat diurai oleh jasad renik sehingga dapat menimbulkan bau apabila tidak dikelola secara tepat. Kenyataannya, bau yang dihasilkan merupakan masalah yang serius untuk pemukiman yang berada di sekitar lokasi industri. Oleh karena itu perlu difikirkan sistem pengolahan air limbah yang paling ekonomis untuk mengatasi pencemaran lingkungan tersebut. Tabel 1 menunjukkan karakteristik air limbah karbohidrat dan protein dari beberapa industri pangan yang diperoleh dari beberapa hasil penelitian.
Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa air limbah yang dihasilkan oleh industri pangan tersebut memiliki konsentrasi COD berkisar 3000 – 25000 mg/L, sehingga perlu dilakukan pengolahan limbah yang tepat. Salah satu metode praktis yang dapat ditawarkan untuk pengolahan air limbah organik tersebut adalah pengolahan secara anaerobik. Eckenfelder, W.W.Jr (1995) melaporkan bahwa pengolahan secara anaerobik dapat digunakan untuk menangani air limbah yang memiliki konsentrasi COD antara 1500 mg/L – 30.000 mg/L. Sistim pengolahan secara anaerobik mempunyai keuntungan, yaitu gas metana yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber energi dan sludge yang relatif sedikit. Sedangkan kerugiannya antara lain; pembebanan organik yang mampu diterapkan rendah, membutuhkan waktu yang relatif lama pada tahap startup dan sulitnya dalam pemisahan sludge dari effluent.
29
Elfiana, Metode Upflow Anaerobic Sludge Blanket (Uasb) Sebagai Sistim Pengolahan Air Limbah Organik Industri Kecil : Artikel Review
Tabel 1. Karakteristik Air Limbah Karbohidrat dan Protein dari beberapa Industri Pangan (Industri pati, tahu dan mie) Parameter Ph Zat padat terlarut Zat padat tersuspensi NH3-N NO3-N NO2-N Oxygen terlarut Turbidity Acidity (as CaCO3) Total Fosforous BOD COD
Satuan mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L NTU mg/L mg/L mg/L mg/L
Pati Kacang Hijau (**) 4,5 - 5,4 4000 - 5500 1000 - 1600 20 - 30 110 - 250 30 – 45 2250 - 3000 3000 - 5000
Air Limbah Tahu (**) 4,0 – 5,5 2082 - 6058 1160 - 2956 0,003 – 0,049 0,000 – 0,067 0,197 – 0,434 0,0 – 0,5 3000 – 6500 4000 – 9000
Tapioka
(***)
3,8 – 4,5 6000 - 8000 2200 – 4000 280 1800 8100 - 15000 13500 - 25000
(*) Dilaporkan oleh Tatang Irianti, 1993 (**) Dilaporkan oleh Elfiana, 1997 (***) Dilaporkan oleh Prasanna Lal Atmatya, 2001
Untuk mengatasi hal-hal yang kurang menguntungkan tersebut maka dikembangkan metode pengolahan air limbah dengan metode UASB. Karena metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain; memiliki konstruksi alat yang sederhana dan murah, tidak memerlukan pengadukan secara mekanik yang khusus, dapat diterapkan dengan kapasitas pembebanan yang tinggi, aktivitas methanogenic tinggi, dan keluaran hasil olahannya tidak memerlukan recycle. Yang paling menguntungkan dalam metode ini adalah tidak memerlukan waktu tinggal yang lama serta efisiensi pengolahan yang dihasilkan tinggi berdasarkan persentase reduksi COD. Tatang Irianti (1993) melaporkan bahwa efisiensi pengolahan air limbah pati kacang hijau dengan menggunakan metode UASB diperoleh 60%-97%, sedangkan untuk air limbah tahu 60%84,5% (dilaporkan oleh Elfiana, 1997), dan reduksi air limbah tapioka 95% (dilaporkan oleh Prasanna Lal
Amatya, 2001) Hal ini menunjukkan keberhasilan UASB dalam pengolahan limbah sehimgga metode ini dapat diterapkan untuk jenis limbah organik lainnya. PROSES ANAEROBIK Proses anaerobik pada hakikatnya adalah proses yang terjadi karena aktivitas mikroba dilakukan pada saat tidak terdapat oksigen bebas, kemudian mengkonversi bahan organik yang ada menjadi metana (CH4). Proses ini merupakan kelanjutan dari teknologi pengolahan dan pengetahuan proses mikrobiologi kemudian diterapkan mejadi suatu teknik pengolahan limbah. (McCarty and Smith, 1986) Beberapa metode pengolahan limbah secara anaerobik antara lain Anaerobic Contact Process, Anaerobic Filter (AF), Down Flow Anaerobic Fixed Film (AAF), Fluidized Bed (FB) Anaerobic Attach Film Expanded Bed (AAFEB) dan Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB).
30
Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 2 No.3, Juni 2004 ISSN 1693-248X
propionat, dan bakteri acetogenic (acetogenic bakteria) untuk menghasilkan asam asetat dan hidrogen. Sedangkan bakteri penghasil metana terbagi atas acetoclastic methane bacteria (acetophilic) dan methane bakteria (hydrogenophilic). Tahapan proses degradasi anaerob disajikan pada Gambar 1.
Mekanisme Proses Degradasi Anaerob Pada dasarnya proses fermentasi secara anaerob dibentuk oleh dua kelompok bakteri, yaitu bakteri penghasil asam dan bakteri penghasil metana. Bakteri penghasil asam terbagi atas bakteri pembentuk asam (acid forming bacteria) untuk menghasilkan asam butyrat dan asam
Gambar 1. Tahapan proses degradasi anaerob (Sumber : Vigneweran,S., Balawijaya,B.L.N., dan Viraghasan,T., 1994)
C6H12O6 + 2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + …… 1)
Tahap Pertama: Proses Hidrolisa dan Fermentasi Pada proses ini, mikroorganisme yang berperan adalah acid forming bakteria. Bakteri ini pertumbuhannya cepat (minimum dua kali 30 menit). Mengubah senyawa organik kompleks (seperti protein, poly carbonate, lemak, dll) menjadi senyawa organik sederhana (misalnya asam format, asam asetat, asam propionat, asam butyrat, etanol, dll), hidrogen dan carbon dioksida. Reaksi fermentasi glukosa oleh acid forming bakteria adalah sebagai berikut:
4H2 Asam
asetat
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 …… 2) Asam butirat
C6H12O6 CH3CH2COOH …… 3)
+
2H2O +
2H2O
Asam propionat
Tahap Kedua: Syntropic Acetogenesis Mikroorganisme syntropic acetogenic berperan dalam mengubah produk metabolik (asam propionat dan
31
Elfiana, Metode Upflow Anaerobic Sludge Blanket (Uasb) Sebagai Sistim Pengolahan Air Limbah Organik Industri Kecil : Artikel Review
butirat) menjadi asetat dan hidrogen (atau format). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH3CH2COOH + 2H2O CH3COOH + CO2 + 3H2 …… 4)
campuran asam yang dihasilkan oleh acid-forming bacteria. Hidrogen juga mengontrol laju asam propionat dan butirat yang terkonversi kembali menjadi asam asetat. Bakteri hidrogen utilizing methane juga mengatur proses pembentukan asamasam volatil.
Asam propionat
CH3CH2CH2COOH + 2H2O 2CH3COOH + 3H2 …… 5)
Faktor-faktor Lingkungan yang Berpengaruh dalam Proses Anaerobik Untuk mendapatkan hasil pengolahan air limbah secara anaerobik pada tingkat tertentu, beberapa faktor lingkungan proses harus dikendalikan. Faktor-faktor lingkungan utama yang mempengaruhi proses anaerobik adalah komposisi air limbah, temperatur, pH dan alkalinitas, nutrien, senyawa toxic, waktu retensi, dan asam-asam volatil. (Betty, S.L.J, 1993).
Asam butirat
Tahap Ketiga: Methanogenesis Bakteri yang berperan adalah bakteri acetoclastic methane dan bakteri hydrogen-utilizing methane. Bakteri acetoclastic methane berperan dalam menguraikan asam asetat menjadi karbon dioksida dan metana, yang mana mengikuti reaksi berikut ini: CH3COOH CH4 + CO2 …………6) Asam asetat
Terbentuknya metana dari asam asetat oleh bakteri methanogenik merupakan hasil akhir dari proses metabolisme, walaupun tidak semua bahan organik yang ada dalam substrat terdegradasi menjadi metana, diperkirakan sekitar 75-85%. Bakteri hydrogen-utilizing methane merupakan bakteri yang memanfaatkan hidrogen hasil metabolisme. Energy untuk pertumbuhannya diperoleh berdasarkan reaksi berikut: H2 + CO2 CH4 + 2H2O …………7) Hampir semua hidrogen yang ada dalam sistem digunakan oleh bakteri ini. Pertumbuhan mereka sangat cepat dengan waktu minimum enam jam. Sisa hidrogen yang tertinggal diatur dengan laju total asam dan
Komposisi Air Limbah Perbedaan substansi yang dimetabolisme oleh mikroorganisme anaerob dapat menyebabkan laju yang berbeda. Bakteri anaerob mengolah karbohidrat dan protein dengan waktu generasi lebih kurang satu hari. Sedangkan bakteri mendegradasi asam lemak sangat lambat dengan waktu generasi sekitar lima hari. Hal ini menjadi salah satu faktor pembatas laju pembentukan metana.(Vignewaran,S., 1994) Temperatur Temperatur berpengaruh terhadap aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme. Tabel 2 menunjukkan range temperatur untuk aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme.
32
Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 2 No.3, Juni 2004 ISSN 1693-248X
Tabel 2. Range temperatur untuk jenis mikroorganisme Mikroorganisme Rang Temperatur -2 – 300C 20 – 450C 45 – 750C
Cryophilic Mesophilic Thermophilic Sumber: Prasanna Lal Atmatya, 1998
Biasanya kebutuhan nutriennya berdasarkan ratio COD : N : P = 300 : 5 : 1 sebagai fungsi dari pembebanan organik. Nutrien selain nitrogen dan phospor juga dibutuhkan sejumlah kalsium, potassium, magnesium dan trace mineral seperti besi, mangan, molybdenum, zink, copper, cobalt,selenium, tungsten dan nickel.
pH dan Alkalinity Bakteri metana sangat sensitif terhadap harga pH. Range pH untuk aktivitas bakteri tersebut adalah 6,5 – 7,8 sedangkan pH optimum untuk bakteri pembentuk asam adalah 5 – 6. Oleh karena proses pembentukan metan merupakan tahap pembatas proses, maka pH harus dijaga sekitar 7. Aktivitas bakteri pembentuk metana dpat terganggu jika pH turun menjadi 4,2 (disebabkan oleh produksi asam meningkat) dan pH meningkat menjadi 8 (kemungkinan disebabkan oleh pembentukan ammonia selama proses degradasi protein). Oleh karena itu, pH untuk sistem anaerobik dikontrol oleh interaksi antara karbon dioxida (dari sistem buffer bicarbonat) dan basa kuat, penjumlahan semua asam, basa, termasuk asam lemak dan ammonia. Jika pH turun maka ke dalam sistem dapat ditambahkan sodium karbonat atau calsium hidroksida untuk mempertahankan agar pH tetap berada dalam range optimum yang dibolehkan.
Senyawa Toxic Semua proses biologik bisa terganggu dengan kehadiran senyawa toxic seperti hidrokarbon halogen, cyanida, logam berat, senyawa sulfur, ammonia, dll dalam konsentrasi yang tinggi. Sulfid sebagai senyawa toxic biasanya dinyatakan dengan konsentrasi hidrogen sulfida. Hal ini dapat terjadi jika pH sistem rendah (pH<6,5), sehingga meningkatkan toksisitas. Trace mineral besi (sebagai nutrien) mampu mereduksinya menjadi endapan ferrosulfida. Tabel 3 menunjukkan tebaran konsentrasi senyawa toxic di dalam proses pengolahan secara anaerob. Jenis Metode Pengolahan Limbah secara Anaerob Beberapa jenis sistim pengolahan limbah secara anaerobik dapat dilihat pada Gambar 2.
Nutrien Kebutuhan nutrien pada sistem biologik harus seimbang dengan aktivitas bakteri, sehingga dapat diperoleh hasil yang diharapkan.
Tabel 3. Senyawa Toxic di dalam Pengolahan Secara Anaerob Parameter Asam Volatil
Konsentrasi Inhibitor (mg/L) > 2000 (sebagai asam asetat *)
33
Parameter Sodium
Konsentrasi Inhibitor (mg/L) 3000 – 5500 ; 8000 inhibitor sangat kuat
Elfiana, Metode Upflow Anaerobic Sludge Blanket (Uasb) Sebagai Sistim Pengolahan Air Limbah Organik Industri Kecil : Artikel Review
Ammonium nitrogen
Sulfida (soluble)** Calcium Magnesium Potassium
1500 – 3000 (at pH>7,6)
Copper
> 200 ; > 3000 toxic 2500 – 4500 ; > 8000 inhibitor sangat kuat 1000 – 1500 ; 3000 inhibitor sangat kuat 2500 – 4500 ; 12000 inhibitor sangat kuat
Cadmium
0,5 (logam soluble) 150 ***
Iron
1710 ***
Cr+6
3
Cr+3
50
yang
Ni **** 2 Sumber : Prassana Lal Amatya, 1998 * Dibawah range pH 6,6 – 7,4 dan dengan kapasitas adequate buffering, konsentrasi asam volatil 6000-8000 mg/L mungkin ** Konsentrasi gas lepas dari 6% toxic. *** Milimole logam per kg padatan kering (millimoles of metal per kg of dry solids). **** Nickel mempromosi pembentukan methane pada konsentrasi rendah. Hal ini dibutuhkan oleh proses methanogenic
Anaerobic Contact Process
Anaerobic Filter
Fluidized Bed Reactor
Fixed Film Reactor
Upflow Anaerobic Sludge Blanket
Gambar 2. Jenis sistim pengolahan limbah secara anaerob (Sumber : Vigneweran,S., Balawijaya,B.L.N., dan Viraghasan,T., 1994)
300C. Biaya peralatan dan operasi mahal, sehingga metode ini tidak cocok untuk pengolahan limbah organik industri kecil Metode Upflow Anerobic Filter pertama sekali dikembangkan oleh Young and McCarty (1969) dan telah diaplikasikan di sejumlah aliran air limbah industri. Walaupun metode ini memiliki HRT yang pendek, tetapi metode ini sangat tidak ekonomis untuk pencucian filternya karena
Metode Anaerobic Contact Process dalam sistemnya memerlukan agitator, sangat sulit untuk memisahkan SRT (solid retention time) dan HRT (hydraulic retention time) , memerlukan reaktor yang besar, memerlukan sistem pemisahan antara effluen dan solid waste dengan cara sedimentasi dan memerlukan unit recycle untuk waste solid. Metode ini tidak menguntungkan untuk mengolah air limbah yang berkonsentrasi lebih kecil dari 6000 mg/L pada temperatur
34
Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 2 No.3, Juni 2004 ISSN 1693-248X
biomassa tumbuh dan berkembang di biomassa yang terikut. Metode ini media filter itu juga. tidak memerlukan agitator karena pola Fixed Film Reactor aliran di dalam reaktor mampu dikembangkan oleh National Research membuat pencampuran yang merata Council di Ottawa (van den Berg et di setiap arah. Reaktor ini merupakan al., 1980). Biomassa aktif tumbuh di reaktor aliran sumbat. Harga permukaan yang tetap dan melekat peralatannya relatif lebih murah, tidak seperti lapisan film. Material yang membutuhkan area yang luas, waktu biasa digunakan adalah glass, fired tinggal yang lebih singkat dan tidak clay, atau plastic. Keuntungan reaktor memerlukan unit pengendapan untuk ini untuk pencucian dapat dilakukan effluentnya. Efesiensi pengolahan dengan hydroulic shock loading. yang diperoleh rata-rata 60-95%. Kerugiannya effluen keluar dari Sehingga metode ini sangat cocok bagian bawah sehingga dikhawatirkan diterapkan untuk industri biomassa sebagian terikut sehingga kecil.(S.Vigneswaran, 1994). efisiensi pengolahan limbahnya Tabel 4 memperlihatkan hasil rendah. pengolahan limbah dengan Untuk menyempurnakan fixed menggunakan metode UASB untuk film reactor maka dikembangkan air limbah tapioka dan pati kacang metode UASB dimana pada aliran hijau. effluen diperkirakan tidak ada Tabel 4. Hasil laboratorium untuk pengolahan air limbah dengan metode UASB Limbah cair Jenis Air Limbah
COD
VFA
(mg/L)
(mg/L)
Beban (Load) COD Max Space Sludge Load Load (kg/m3.d)
(kg/kgVSS.d)
Reaktor UASB HRT (hr)
COD Reduksi (%)
Temp (0C)
Volume (liter)
Tinggi (cm)
Tapioka*
13500 s/d 25000
200
16
0,1 – 1,1
24
95
30-35
21,5
300
Pati Kacang Hijau **
3000 s/d 5000
500
8
0,1 – 0,4
12
60-95
30-33
2,9
100
* Dilaporkan oleh Prasanna Lal Atmatya, 1998 ** Dilaporkan oleh Tatang Irianti, 1993
mikroorganisme dan membentuk kembali sludge blanket. Dalam prosesnya, air limbah dilewatkan pada bagian bawah dan melewati bed sludge yang kemudian akan dikonversi atau diubah menjadi metana dan karbon dioksida. Gas yang terbentuk dapat menyebabkan adanya pengadukan yang cukup, hal ini berguna untuk menjaga pergerakan partikel bed sludge dan menjaga agar terjadi pencampuran yang sempurna dalam bed sludge. Kemungkinan sebagian partikel akan terangkat ke atas dari sludge blanket, tetapi hal ini
UPFLOW ANAEROBIC SLUDGE BLANKET (UASB) Keistimewaan utama reaktor ini adalah adanya sludge blanket yang sangat aktif pada bagian dasar reaktor (40-100 kg VSS/m3). Dalam sistemnya, mikroba-mikroba atau partikel-partikel kecil (diameter 1–2 mm)yang berbentuk suspensi akan membentuk satu kesatuan atau granular. Keistimewaan lainnya dari reaktor ini adalah berhubungan dengan penghilangan gas tanpa mengganggu pengendapan
35
Elfiana, Metode Upflow Anaerobic Sludge Blanket (Uasb) Sebagai Sistim Pengolahan Air Limbah Organik Industri Kecil : Artikel Review
akan hilang pada putaran gas dan akhirnya akan mengendap lagi. Reaktor UASB dilengkapi dengan sistim pemisahan gas dengan padatan (separator gas-solid) pada bagian teratas dari reaktor. Pemisahan ini dimaksudkan untuk memisahkan gas yang dihasilkan oleh reaksi
pembentuk metana, dari pendispersian partikel sludge. Hal ini penting untuk waktu tinggal sludge di dalam reaktor. (S.Vignesweran, 1994). Contoh skema reaktor UASB untuk pengolahan air limbah konsentrasi 3000-5000 mg/L ditunjukkan pada Gambar 3.
(a)
(b)
Gambar 3. (a) Skema Reaktor UASB dan (b) Unit Penampungan Gas (Sumber: Tatang Irianti, 1993)
berikut menunjukkan kondisi proses start up reaktor UASB dengan menggunakan air selokan sebagai bibit (starter).
Start Up untuk Reaktor UASB Untuk mendapatkan sludge anaerobik yang baik di dalam reaktor UASB, proses start up harus dilakukan secara hati-hati. Tabel 5
Tabel 5. Panduan proses start up untuk metode UASB dengan menggunakan digested sewage sebagai seed (starter) Jumlah dari seed sludge: 10 - 15 kg VSS/m3 (VSS=Volatile Suspended Solid) Beban sludge awal: 0,05 – 0,1 kg COD/kg VSS-day Tidak boleh menambah beban sludge kecuali semua VFA (Volatile Fat Acid) lebih dari 80% terdegradasi 4. Diperbolehkan untuk mencuci (wash out) sejumlah besar sludge (sedikit pengendapan) 5. Retain/tahan bagian berat dari sludge Sumber : Prasanna Lal Amatya, 2001 1. 2. 3.
36
Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 2 No.3, Juni 2004 ISSN 1693-248X
Oleh karena itu, untuk mendapatkan Faktor-faktor yang Berperan pada laju pertumbuhan yang tinggi Proses Granulasi untuk Metode sebaiknya dilakukan pada temperatur UASB +400C dibanding 300C. Hubungan Kondisi Lingkungan Temperatur: Umumnya dilakukan antara temperatur dengan specific 0 pada suhu 30 C, tetapi sebenarnya activity (g COD/gVSS.d) untuk temperatur optimum untuk kapasitas design reaktor UASB 0 pertumbuhan mesophilic sekitar 40 C. ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Hubungan temperatur dengan kapasitas design reaktor UASB Temperatur (0C) 40 30 20 15 10 Sumber: S.Vingeswaran, 1994
Kapasitas Design Kg COD/m3 . d 15 - 25 10 - 15 5 - 10 2-5 1-3
pH : pH optimal untuk pertumbuhan bakteri 6,5 – 7,5. Untuk hasil yang baik maka pH harus dipertahankan berada pada range tersebut. Faktor Pertumbuhan Essensial (nutrien, dan trace mineral): Nutrisi yang paling penting adalah N dan P. Jumlah minimum nutrien yang dibutuhkan sebagai nitrogen ammonium dan phospat dapat diperkirakan dari komposisi bacterial matter dan bacterial growth. Dan tidak diragukan bahwa ragam trace mineral seperti Zn, Ni, Co, Mn dan Mo memiliki peranan penting dalam pertumbuhan mikroorganisme. Senyawa Toxic Inhibitory: Senyawa ini sebaiknya tidak ada pada consentrasi inhibitor, dan atau pada saat proses inoculum tahap start up.
pertumbuhan log dengan menyupplay phospor untuk meningkatkan proses granulasi. Jumlah seed sludge biasanya 12 – 15 kg VSS/m3.(Shin, H, 1993) Organic Loading: organik loading yang dianjurkan 15 kg COD/m3.d pada 300C, tetapi untuk beban yang lebih besar masih bisa digunakan tetapi tidak boleh lebih 25 kg COD/m3.d Hydroulic Retention Time (HRT): berada pada range 4 - 24 jam. HRT sangat tergantung pada karakteristik effluent dan tujuan sistim pengolahan. HRT yang singkat (3-8 jam) dapat diaplikasikan untuk air limbah berkonsentrasi sedang (1-3 kg/ m3of soluble COD). Untuk air limbah konsentrasi tinggi (10-50 kg/ m3of soluble COD) memerlukan HRT yang besar (>1 hari) dan dapat menghasilkan reduksi COD 80 – 98%.
Karakteristik Sludge Dapat direkomendasikan bahwa seed (bibit) sludge yang digunakan jenisnya sama dengan air limbah yang digunakan di dalam phase
Metode Analisa dalam Sistim UASB
Tabel 7. Parameter Analisa, Metode Analisa, dan Frekwensi Pengambilan Data Parameter Analisa
Titik Pengambilan Sample
Metode Analisa
COD VFA Alkalinitas
Influent and effluent Influent and effluent Influent and effluent
Closed Dichromate Reflux Titrimetric/GC Titrimetric
37
Frekwensi Pengambilan Sample Tiap hari Tiap hari Tiap hari
Elfiana, Metode Upflow Anaerobic Sludge Blanket (Uasb) Sebagai Sistim Pengolahan Air Limbah Organik Industri Kecil : Artikel Review
pH SS
Influent and effluent Influent and effluent
Produksi Gas Komposisi Gas
Influent and effluent Influent and effluent
pH meter Vacuum Filtration and Evaporation Water Displacement GC Vacuum Filtration, Evaporation and Ismition
TSS/VSS Bagian Sludge Sumber: Prassana Lal Atmatya, 2001
Tiap hari Tiap hari Tiap hari sesekali Tiap bulan
Menggunakan Reaktor UASB”, Fakultas Teknik Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh McCarty, P.L., and Smith, D.P., 1986, Anaerobic Wastewater Treatment Environmental Sciece and Technology. Prasanna Lal Amatya, 2001, Anaerobic Treatment of Tapioca Starch Industry Wastewater by Bench Scale Up Flow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) Reactor, Bangkok, Thailand.
KESIMPULAN Metode UASB sanga cocok dan tepat diterapan untuk sistem pengolahan limbah organik industri kecil dengan konsentrasi COD 3000 - 25000 mg/l , karena konstruksi alat yang sederhana, tidak memerlukan areal yang luas, harganya relatif murah di banding dengan sistem pengelolaan limbah yang lain, serta efesien reduksi COD yang dihasilkan tinggi 80-98%. Halhal yang perlu diperhatikan dalam metode UASB adalah pH optimal 6,57,5, temperatur 300C – 400C organik loading 15 – 25 kg/m3 dan HRT 4-24 jam.
www.ucalgary/ppal~matya/ MEngthesis.pdf Tatang Irianti, 1993, “Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob dengan Metode UASB”, Majalah Farmasi Indonesia, Vol 4, No.1, Yogyakarta. Vigneweran,S., Balawijaya, B.L.N., dan Viraghasan, T., 1994, “Anaerobic Wastewater Treatment-Attached Growth and Sludge Blanket Process”, Environmental Sanitation Reviews.
DAFTAR PUSTAKA Betty, S.L.J., dan Winiaty, P.R., 1993, “Penanganan Limbah Industri Pangan”, Pen.Kanisius, Yogyakarta. Eckenfelder, W.W.Jr., Jerzy Patocka, Andrew T.Watkin., 1995, “Wastewater Treatment”, Chemical Engineering. Elfiana, 1997, “Penurunan Kandungan Bahan Organik Limbah Cair Tahu-Tempe dengan
38
Elfiana, Metode Upflow Anaerobic Sludge Blanket (Uasb) Sebagai Sistim Pengolahan Air Limbah Organik Industri Kecil : Artikel Review
32