Menyelidiki faktor determinan aborsi yang tidak aman : memperbaiki evidence base di Meksiko
Latar Belakang Walaupun aborsi yang tidak aman telah diketahui sebagai sebuah masalah kesehatan global, data yang dapat dipercaya sulit ditemukan, khususnya pada negara negara dimana aborsi itu ilegal. Estimasi untuk kebanyakan negara berkembang berdasarkan pada sumber data yang terbatas dan tidak lengkap. Di Meksiko, penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki estimasi aborsi terancana, tetapi determinan dari aborsi yang tidak aman masih belum diteliti.
Metode Kami menganalisa data dari 2006 Mexican National Demographic Survey. Sampelnya terdiri dari laporan kehamilan 14859 ibu yang berusia antara 15 sampai 55 tahun, dimana 966 laporan tersebut telah menjalani aborsi 5 tahun sebelum survei. Kami menggunakan regresi logistik untuk menyelidiki hubungan antara aborsi yang tidak aman dengan berbagai macam karakteristik sosioekonomi dan demografi.
Hasil Temuan Kami mengestimasikan bahwa 44% aborsi merupakan aborsi yang diinduksi dan 16,5% nya merupakan aborsi yang tidak aman. Kami menemukan 3 variabel yang terbukti positif dan secara signifikan berpengaruh terhadap kemungkinan dilakukannya aborsi : (1) wanita tersebut melaporkan bahwa kehamilan tersebut tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan (OR = 4.5, 95% CI = 1.95 – 10.95); (2) wanita tersebut melaporkan kehamilan yang tidak diinginkan (OR = 2.86, 95% CI = - 1.40 – 5.88); dan (3) jika wanita tersebut memiliki 3 atau lebih anak pada saat dilakukannya aborsi (OR = 3.73, 95% CI = 1.20-11.65). Ada perbedaan sosioekonomi yang besar terhadap dilakukannya aborsi yang tidak aman: wanita yang lebih miskin cenderung melakukan aborsi yang tidak aman jika dibandingkan dengan wanita yang lebih kaya (OR = 2.48, 95% CI = 1.09-5.63); wanita dengan
masa pendidikan 6-9 tahun (OR = 0.30, 95% CI = 0.11-0.81) dan yang pendidikannya lebih dari 13 tahun lebih jarang untuk melakukan aborsi yang tidak aman (OR = 0.065, 95% CI = 0.01-0.43), dan wanita pribumi memiliki kemungkinan yang lebih untuk melakukan aborsi (OR 5.44, 95% CI = 1.91-15.51). Jadi, kemungkinan seorang wanita pribumi miskin dengan pendidikan < 5 tahun untuk melakukan aborsi 9 kali lebih tinggi dari wanita non pribumi yang kaya dan berpendidikan. Kami juga menemukan ketimpangan geografis bahwa wanita yang tinggal di daerah yang sangat miskin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melakukan aborsi yang tidak aman.
Interpretasi Analisis ini menyelidiki faktor determinan aborsi yang tidak aman dan menunjukkan bahwa ada perbedaan sosio-ekonomi yang besar serta ketimpangan geografis terhadap dilakukannya aborsi yang tidak aman di Meksiko. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memperbaiki pengukuran dan monitoring kecenderungan dilakukannya aborsi yang tidak aman pada negara-negara berkembang.
Kata kunci Aborsi yang tidak aman, ketimpangan sosio-ekonomi, ketimpangan, kesehatan ibu, Meksiko
Pesan utama Penelitian ini merupakan yang pertama yang mengukur ketimpangan sosioekonomi dan geografis pada aborsi yang tidak aman di Meksiko. Jumlah kasus aborsi yang tidak aman paling banyak dilakukan oleh wanita pribumi miskin yang kurang berpendidikan. Wanita yang tinggal di daerah miskin memilkiki resiko yang lebih tinggi untuk melakukan aborsi yang tidak aman.
Latar belakang
Hubungan antara aborsi yang tidak aman dengan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) telah dibicarakan pada penelitian terakhir (Fathalla et al, 2006; Glasier et al, 2006; Ronsmans dan Graham, 2006). Mengurangi jumlah aborsi yang tidak aman dan kompliasi yang terjadi karenanya tidak hanya berhubungan dengan MDGs kesehatan seperti penurunan mortalitas maternal, tetapi juga MDGs yang berhubungan dengan aspek perkembangan lain, termasuk pengurangan kemiskinan, kesamaan gender, dan emansipasi wanita. Tren monitoring praktik aborsi yang tidak aman dan juga berbagi pengalaman negara tentang politik dan intervensi yang telah berhasil dalam mengurangi jumlah aborsi yang tidak aman adalah penting, karena hal tersebut merupakan setengah jalan menuju tercapainya MDGSs. Diestimasikan bahwa sekitar 22% kehamilan di seluruh dunia berakhir dengan dilakukannya aborsi terencana – sekitar 50 juta tiap tahunnya pada tahun 2000 (Guttmacher Institure 1999). Sekitar 20 juta dari aborsi ini diperkirakan dilakukan dalam keadaan tidak aman, dan hampir semuanya (97%) dilakukan di negara berkembang. Setiap tahunnya jumlah wanita yang meninggal karena aborsi yang tidak aman diestimasikan sekiter 68.000, 13% dari semua kematian ibu di seluruh dunia, dan 17% di Amerika Latin, dengan rasio mortalitas rata-rata aborsi yang tidak aman adalah 34 per 100.000 kelahiran hidup di negara bagian dimana aborsi itu illegal. Di Meksiko, aborsi terencana adalah ilegal. Pada beberapa negara bagian, aborsi legal jika wanita tersebut diperkosa, hidup atau kesehatannya dalam bahaya, atau ketika ada defek fetus, dan sesuai permintaan dalam waktu 12 minggu pertama kehamilan di distrik Federal (dimana aborsi di legalkan). Namun, bahkan dalam keadaan tersebut, akses ke aborsi yang aman tidak dapat dijamin, karena dokter pada fasilitas publik dapat menolak untuk melakukan prosedur tersebut. Berdasarkan data statistik dari pemerintah, komplikasi terkait aborsi pada rumah sakit umum merupakan penyebab utama ke 3 rawat inap bagi wanita usia reproduktif dan menyumbanga sekitar 7.3% dari semua kematian ibu. Mengurangi mortalitas dan morbiditas kehamilan di Meksiko merupakan prioritas pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini. Aborsi yang tidak aman dan komplikasinya telah diketahui sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
penting, tetapi data yang terpercaya untuk memonitor dan mengevaluasi efeknya sulit untuk ditemukan. Penelitian sebelumnya di Meksiko menggunakan metode tidak langsung untuk mengestimasikan jumlah aborsi, bervariasi antara 110.000 dan 533.000 pada tahun 1990. Namun, metode tidak langsung tersebut dikritik karena adanya kesalahan pengukuran. Penelitian lain di Meksiko yang menggunakan survei berbasis populasi dianggap sebagai sumber informasi yang lebih baik untuk penelitian insidensi dan prevalensi aborsi terencana. Penelitian terakhir mengestimasikan tingkat prevalensi aborsi terencana pada tahun 2005 sebesar 16.3% untuk wanita usia 15 sampai 55 tahun. Walaupun penelitian ini mempelajari dan mengidentifikasi lebih jauh karakteristik wanita yang melakukan aborsi terencana di Meksiko, mereka tidak memberikan informasi mengenai tempat dan keamanan dari prosedur yang dilakukan atau karakteristik dari wanita yang melalukan aborsi yang tidak aman. Pada tahun 2006, National Demographic Survey (ENADID) memasukkan pertanyaan mengenai aborsi kedalam kartu kehamilan. Ini merupakan pertama kalinya sebuah survei berbasis populasi di Meksiko memasukkan pertanyaan langsung tentang aborsi. Informasi dikumpulkan untuk mencari laporan aborsi yang baru dilakukan untuk setiap responden berdasarkan tipe penyedia layanan aborsi, fasilitas, dan teknik, dan apakah kehamilannya tersebut diinginkan atau tidak. Informasi juga dikumpulkan tentang karakteristik sosio-ekonomi dan demografi responden. Pada laporan ini kami mempelajari survei ENADID untuk mengidentifikasi faktor faktor determinan dilakukannya aborsi yang tidak aman.
Medote Data Data dari penelitian ini berasal dari survei ENADID (Encuesta National de Dinamica Demografica) yang dilakukan pada tahun 2006. ENADID merupakan survei rumah tangga berdasar interview yang dilakukan pada tingkat negara bagian. Dirancang untuk medapatkan informasi detail pada wanita usia 15 sampai 55 tahun berdasarkan karakteristik sosial dan demografi, kesehatan anak, dan masalah kesehatan reproduksi lainnya, termasuk perencanaan keluarga, kesuburan, serta pengetahuan dan pemakaian alat kontrasepsi. Sebagai tambahan, juga
dikumpulkan data karakteristik rumah tangga, termasuk kepemilikan barang konsumsi, pelayanan rumah tangga, dan tempat tinggal. Didalam kuisioner wanita tersebut, responden yang sudah pernah hamil diminta untuk melaporkan semua kehamilan mereka. Untuk setiap kehamilan, wanita tersebut diminta untuk memberikan informasi apakah kehamilan tersebut berujung kepada dilakukannya aborsi (dalam survei ini diatrikan sebagai terminasi kehamilan hingga masa gestasi 5 bulan), tanggal dilakukannya aborsi, dan usia gestasi pada saat dilakukan aborsi. Wanita yang melaporkan telah melakukan aborsi diberikan pertanyaan yang lebih detail tentang aborsi yang terakhir dilakukan. Responden ditanya mengenai : (1) apakah aborsi tersebut karena kehamilan pada waktu yang tidak tepat atau kehamilan yang tidak diinginkan, (2) apakah aborsi tersebut terjadi spontan, terencana oleh medikasi, terencana dengan injeksi atau prosedur lain, (3) tipe penyedia jasa yang melakukan aborsi (dokter, perawat, pekerja tambahan, bidan, responden sendiri, atau lainnya), dan (4) tempat dimana aborsi tersebut dilakukan (keamanan sosial, klinik atau rumah sakit swasta/pemerintah, rumah bidan, atau di rumah responden). Survei tidak mengumpulkan informasi mengenai alasan terminasi kehamilan atau metode kontrasepsi yang digunakan pada saat siklus kehamilan. Total sampel adalah 38.661 wanita berusia 15 sampai 55 tahun. Kami membatasi analisisnya kepada wanita yang melaporkan melakukan aborsi selama 5 tahun sebelum survei untuk mencegah masalah recall bias karena melaporkan suatu kejadian yang telah lama terjadi. Dari 14.859 kehamilan yang dilaporkan wanita berusia 15-55 tahun dalam 5 tahun terakhir, 999 berakhir dengan aborsi dan informasi lengkap mengenai karanteristik sosio-ekonomi dan demografi digunakan dalam analisis. Dari 999 aborsi tersebut, 966 merupakan aborsi terbaru yang dilakukan, menunjukkan bahwa sisanya (33 aborsi) menunjuk kepada wanita dengan lebih dari 1 aborsi. Gamabr 1 menunjukkan diagram alur dari informasi tersebut.
Definisi aborsi yang tidak aman Aborsi yang tidak aman dikarakteristikkan dengan tidak ada atau kurangnya kemampuan penyedia jasa aborsi, teknik yang berbahaya, dan/atau tempat yang
tidak bersih. WHO mendefinisikan kehamilan tidak aman sebagai sebuah prosedur terminasi kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh individu yang tidak memiliki keahlian yang diperlukan, atau dilakukan di lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal, atau keduanya. Tipe pekerja kesehatan yang memiliki keahlian yang diperlukan dapat bervariasi tergantung standar legal dan medis di masing masing negara. Di Meksiko hanya dokter yang dilatih secara formal untuk melakukan aborsi dan untuk menangani komplikasi dari aborsi yang tidak sempurna. Menggunakan definisi dari WHO, kami mengklasifikasikan aborsi terencana sebagai aborsi yang tidak aman jika dilakukan oleh orang yang tidak ahli (wanita itu sendiri, perawat atau orang lain selain dokter) dan/atau jika dilakukan pada fasilitas yang tidak bersih (rumah wanita tersebut, rumah bidan, atau lainnya) dan/atau jika dilakukan dengan teknik yang berbahaya (menelan zat berbahaya, trauma atau luka karena jatuh). Aborsi terencana yang dilakukan di fasilitas publik diklasifikasikan aman karena tidak ada informasi untuk membuktikan bahwa aborsi tersebut pernah dilakukan di tempat lain dimana terjadi komplikasi sehingga harus ditangani di fasilitas publik.
Analisis Kami membandingkan distribusi kehamilan yang diakhiri berdasarkan usia gestasi pada saat terminasi kehamilan pada sampel kami dengan distribusi yang ada dalam penelitian Shapiro dkk. Mereka menemukan, sesuai dengan beberapa penelitian lainnya, bahwa kebanyakan mortalitas intrauterin terjadi pada mingguminggu pertama gestasi. Secara umum, kamu menemukan bahwa dari sampel kami, aborsi paling banyak terjadi pada bulan ketiga dan keempat gestasi, 7% sampai 12% lebih banyak dari penelitian Shapiro. Kami berpendapat bahwa perbedaan ini mungkin karena misreporting mengenai aborsi terencana. Under-reporting dan misreporting aborsi terencana umum terjadi pada negara negara dimana aborsi illegal. Pada sebuah penelitian terhadap 118 wanita yang melaporkan aborsi spontan di Merida, Meksiko, 77% kemudian mengaku bahwa aborsinya tersebut telah direncanakan. Beberapa strategi yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya untuk mengidentifikasi aborsi yang kemungkinan
sudah direncanakan, walaupun tidak ada metode gold standar. WHO mengajukan sebuah skema untuk mengkategorikan kasus rawat inap aborsi. Berdasarkan klasifikasi WHO tersebut, aborsi terancana adalah aborsi terencana yang dilaporkan oleh wanita tersebut sendiri. Jumlah aborsi terencana yang benar adalah jumlah dari kasus aborsi terencana ditambahkan dengan kasus yang kemungkinan merupakan aborsi terencana. Pada analisis ini kami menggunakan 2 model regresi logistik. Model pertama digunakan untuk mengidentifikasi kasus yang dicurigai sebagai aborsi terencana dan yang dilaporkan sebagai aborsi spontan. Model kedua adalah yang digunakan untuk mengestimasikan kemungkinan aborsi tidak aman diantara jumlah aborsi terencana tersebut. Pada model pertama, kami menyelidiki kemungkinan adanya aborsi terencana diantara semua aborsi (spontan dan terencana) dengan menggunakan regresi logistik. Variabel penjelasan adalah umur pada saat dilakukannya aborsi, jumlah anak pada saat aborsi, apakah kehamilan tersebut diinginkan, tidak sesuai waktunya, atau tidak diinginkan, apakah aborsi ini adalah yang pertama yang dilakukan oleh wanita tersebut, umur gestasi, dan status perkawinan. Dalam analisis kami, kami juga menambahkan apakah keadaan rumah tangganya baik atau tidak (diketahui melalui pengukuran kekayaan rumah tangga yang akan dijelaskan di lampiran), tinggal di daerah kota atau desa, lama pendidikan, dan asal daerah. Kami menggunakan variabel yang positif berhubungan signifikan terhadap kemingkinan dilakukannya aborsi terencana pada model pertama untuk mengklasifikasikan ulang beberapa aborsi spontan yang dilaporkan yang kemungkinan adalah aborsi terencana. Jumlah aborsi terencana yang sudah diubah tersebut adalah jumlah laporan kasus aborsi terencana dan kemuungkinan aborsi terencana (diidentifikasi pada model regresi pertama). Pada model kedua, kami menyelidiki determinan aborsi tidak aman diantara jumlah aborsi terencana juga dengan menggunakan regresi logistik. Variabel penjelasan dari model ini adalah apakah rumah tangga tersebut miskin atau tidak, tinggal di daerah kota/desa, lama pendidikan, daerah asal, umur pada saat melakukan aborsi, status perkawinan, jumlah anak pada saat melakukan aborsi
dan apakah aborsi tersebut merupakan yang pertama yang dilakukan oleh wanita tersebut. Berdasarkan hasil model regresi logistik ini dan menggunakan Clarify (sebuah program komputer untuk simulasi data), kami memprediksikan kemungkinan dilakukannya aborsi tidak aman, dan memeriksa kecenderungan diantara determinan tersebut. Tabel 1 menunjukkan indikator yang digunakan pada analisis ini, ukuran sampel dari ENADID (lihat juga gambar 1 untuk diagram alur informasi) dan pertanyaan yang digunakan didalam survei. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan STATA (versi 9.2) dan dipresentasikan pada bagian berikut.
Hasil Tabel 2 menunjukkan jumlah dan presentase wanita berusia 15-55 tahun yang hamil selama 5 tahun terakhir, wanita yang melaporkan aborsi selama 5 tahun terakhir, wanita yang melaporkan aborsi baru selama 5 tahun terakhir, wanita yang melaporkan aborsi terencana, dan jumlah aborsi terencana oleh karakteristik sosio-ekonomi dan demografi. Dalam penelitian kami 6,5% sampel wanita berusia 15-55 tahun yang telah hamil melaporkan telah melakukan aborsi dalam 5 tahun terakhir. Dari 966 wanita yang melaporkan melakukan aborsi selama 5 tahun terakhir, 7,6% (73 kasus) melaporkan bahwa aborsi terakhirnya adalah aborsi terencana. Tabel 3 menunjukkan
model
regresi
logistik
pertama
untuk
mengestimasikan
kemungkinan adanya aborsi terencana dari semua aborsi. Setelah mengontrol karakteristik sosio-ekonomi lainnya, kemungkinan dilakukannya aborsi terencana secara signifikan berhubungan dengan apakah wanita tersebut melaporkan kehamilan yang tidak tepat waktu atau kehamilan yang tidak diinginkan, dan jika wanita tersebut memiliki 3 atau lebih anak pada saat aborsi. Aborsi karena kehamilan yang tidak tepat waktu memiliki kecenderungan 4.5 kali lebih besar untuk berakhir dengan aborsi terencana daripada kehamilan yang tidak diinginkan (OR – 45, 95% CI = 1.95-10.95); kehamilan yang tidak diinginkan memiliki kecenderungan 3 kali lebih besar untuk dilakukan aborsi terencana dibandingkan dengan kehamilan yang diinginkan (OR = 2.86, 95% CI = -1.40-5.88); dan aborsi
pada wanita yang memiliki 3 atau lebih anak memiliki kecenderungan 4 kali lebih besar untuk diaborsi dibanding dengan wanita yang belum memiliki anak pada saat aborsi (OR = 3.73, 95% CI = 1.20-11.65). Tabel 3 juga menunjukkan status sosio-ekonomi dan lama pendidikan berpengaruh signifikan secara negatif dengan kemungkinan dilaporkannya aborsi terencana. Wanita miskin 58% lebih kecil kemungkinanta untuk melakukan aborsi terencana daripada wanita kaya (OR = 0.42, 95% CI = 0.19-0.92). Hampir sama, wanita dengan lama pendidikan 10-12 tahun 72% lebih kecil kemungkinan untuk melakukan aborsi terencana daripada wanita yang tidak mengenyam pendidikan (OR = 0.28, 95% CI = 0.09-0.88). Baerdasarkan hasil model regresi ini, kami mengklasifikasikan aborsi sebagai ‘kemungkinan terencana’ jika dilaporkan spontan atau kehamilan dilaporkan tidak tepat waktu atau tidak diinginkan jika wanita tersebut memiliki 3 anak atau lebih pada saat dilakukannya aborsi. Dari 893 kasus yang dilaporkan sebagai aborsi spontan, 39% (352 kasus) diklasifikasikan sebagai kemungkinan terancana. Kami membuat pengukuran jumlah aborsi terencana (73 kasus) dan kemungkinan terencana (352 kasus). Kemudian jadi jumlahnya 425 yang termasuk 44% dari semua aborsi. Sejalan dengan penemuan kami, sebuah penelitian terbaru di Peru, dimana aborsi adalah illegal, 53% aborsi adalah terencana. Analisis yang merujuk kepada aborsi terencana tersebut menggunakan estimasi penyesuaian. Pada sampel kami, 16,5% (70 kasus) dari 425 kasus aborsi terencana merupakan aborsi tidak aman. Diantara aborsi yang tidak aman tersebut, 23% (16) menggunakan teknik yang berbahaya dan 77% (54) dilakukan di tempat yang dianggap tidak aman dan/atau dilakukan oleh orang yang tidak ahli. Gambar 2 menunjukkan proporsi aborsi terencana (425 kasus) yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli dengan usia gestasi pada saat terminasi kehamilan. Sekitar setengah dari aborsi yang dilakukan oleh orang tidak ahli selama 4 bulan pertama kehamilan dilaporkan dilakukan oleh responden itu sendiri. Aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli paling sering terjadi pada 4 bulan pertama kehamilan. Aborsi terencana pada 5 bulan pertama kehamilan (4,5%) semuanya dilakukan oleh bidan.
Tabel 4 menunjukkan hasil regresi logistik kemungkinan dilakukannya aborsi yang tidak aman diantara aborsi terencana (425 kasus). 3 faktor yang berhubungan signifkan terhadap kemungkinan dilakukannya aborsi yang tidak aman : apakah rumah tangganya termasuk miskin, lama pendidikan, dan asal daerah wanita tersebut. Wanita miskin 2,5 kali lebih cenderung melakukan aborsi daripada wanita kaya (OR = 2.48, 95% CI = 1.09-5.63). Secara umum, ada perbandingan negatif antara kecenderungan dilakukannya aborsi tidak aman diantara kategori pendidikan yang dicapai. Wanita dengan lama pendidikan 6-9 tahun memiliki kecenderungan 70% lebih kurang untuk melakukan aborsi tidak aman dibandingkan dengan wanita tidak mengenyam pendidikan (OR = 0.30, 95% CI 0.11-0.81). Wanita dengan pendidikan lebih
dari 13 tahun
memiliki
kecenderungan 93.5% lebih kurang untuk melakukan aborsi tidak aman dibandingkan dengan wanita tidak mengenyam pendidikan (OR = 0.065, 95% CI 0.01-0.43). Namun, tidak ada hubungan yang signifikan antara kelompok wanita dengan pendidikan 10-12 tahun. Wanita pribumi 5 kali lebih mungkin untuk melalukan aborsi yang tidak aman dibandingkan wanita non pribumi (OR = 5.44, 95% CI 1.91-15.51). Menarik untuk dicatat bahwa usia pada saat melakukan aborsi, status pernikahan, jumlah anak pada saat melakukan aborsi, jumlah aborsi yang telah dilakukan, usia gestasi, dan tempat tinggal di desa/kota tidak berhubungan signifikan terhadap peningkatan kemungkinan dilakukannya aborsi yang tidak aman. Kami memprediksi kemungkinan dilakukannya aborsi yang tidak aman melalui tingkat deprivasi semua negara bagian (lihat lampiran untuk penjelasan tingkat deprivasi di negara bagian di Meksiko). Kami menemukan bahwa negara bagian dengan indeks deprivasi yang tinggi (negara bagian paling miskin) memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk dilakukannya aborsi yang tidak aman (sekitar 22%) dibadingkan dengan negara bagian dengan indeks deprivasi yang rendah (negara bagian yang lebih kaya, dengan probabilitas sekitar 15%); perbedaan ini cukup signifikan secara statistik. Pada saat yang bersamaan kami menemukan bahwa negara bagian dengan tingkat deprivasi yang tinggi memiliki proporsi tertinggi jumlah wanita yang melakukan sex dan tidak pernah
menggunakan metode kontrasepsi modern (27%) atau mendengar tentang hal tersebut (9%). Koefisien model regresi logistik ditunjukkan pada tabel 4 dan digunakan untuk mengestimasikan kemungkinan dilakukannya aborsi yang tidak aman oleh kelompok wanita pada populasi tersebut. Tabel 5 menunjukkan bahwa kemungkinan dilakukannya aborsi tidak aman oleh wanita pribumi yang masa pendidikannya < 5 tahun 9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak miskin, non pribumi, dan berpendidikan. Hasil pada tabel 5 juga menunjukkan bahwa diantara para wanita pribumi miskin, mereka yang masa pendidikannya > 5 tahun memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk melakukan aborsi yang tidak aman dibanding dengan yang masa pendidikannya < 5 tahun.
Diskusi Analisis ini menunjukkan bahwa kebanyakan determinan yang signifikan untuk dilakukannya aborsi terencana adalah apakah kehamilan tersebut diinginkan / tidak tepat waktu adau tidak dan apakah wanita tersebut memiliki 3 anak atau lebih pada saat dilakukannya aborsi. Sesuai dengan penemuan kami, Lara et al menemukan bahwa di Meksiko, wanita yang memiliki kehamilan yang tidak diinginkan lebih rentan melakukan aborsi terencana. Mereka juga menemukan bahwa besar dikota dan belum pernah melahirkan berhubungan positif dengan kemungkinan dilakukannya aborsi terencana. Namun, kami menemukan bahwa di Amerika Serikat wanita yang memiliki banyak anak lebih cenderung untuk melakukan aborsi terencana. Kami menemukan bahwa aborsi yang tidak aman secara signifikan berhubungan dengan status ekonomi yang lebih rendah, daerah asal wanita tersebut dan lamanya pendidikan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian dari negara lain dimana aborsi itu illegal. Sebagai contoh di Amerika Serikat, ketika aborsi masih illegal, wanita miskin dan minoritas terpaksa melakukan prosedur yang tidak aman dibandingkan dengan wanita dengan kemampuan finansial yang mampu mendapatkan prosedur yang aman. Hasil kami menunjukkan bahwa ada akses yang buruk terhadap metode perencanaan keluarga di Meksiko. Hal ini mungkin terjadi kerena kurangnya
pengetahuan, penyalahgunaan atau kegagalan metode kontrasepsi, atau karena ekonomi dan penghalang lain yang menghalangi wanita tersebut mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Sebagai hasilnya, dengan kombinasi fakta bahwa aborsi illegal di Meksiko, wanita memerlukan pelayanan yang sembunyi sembunyi. Pelayanan illegal ini berkontribusi terhadap ketimpangan sosioekonomi, dan juga membuat wanita yang berkemampuan mencari dan membayar aborsi yang aman sementara wanita yang kurang mampu terpaksa melakukan aborsi yang tidak aman dan konsekuensi jangka panjangnya. Pemerintah Meksiko telah menggunakan beberapa cara untuk memperbaiki pelayanan ibu selama 10 tahun terakhir, termasuk Program for the Extension of Coverage (PAC), Oportunidades dan Fair Start in Life (Arrangue parejo en la vida). Namun, usaha lebih lanjut dibutuhkan untuk memastikan bahwa semua wanita usia reproduktif tahu dan memiliki akses terhadap metode kontrasepsi modern. Analisis ini menunjukkan bahwa wanita yang tinggal di negara bagian paling miskin memiliki resiko yang lebih besar untuk melakukan aborsi yang tidak aman dan dalam waktu yang bersamaan memiliki pengetahuan tentang metode kontrasepsi modern yang lebih rendah. Usaha diperlukan untuk memberikan akses ke pelayanan aborsi yang aman untuk mengurangi beban yang diakibatkan oleh aborsi yang tidak aman. Ada kebutuhan mendesak untuk mengeliminasi penghalang institusional dan legal untuk menyediakan pelayanan aborsi yang aman untuk semua wanita, khususnya bagi korban perkosaan. Usaha juga dibutuhkan untuk mengedukasi populasi tentang adanya layanan aborsi yang aman karena 54% dari semua orang Meksiko tidak mengetahui kalau aborsi itu legal dalam beberapa keadaan tertentu, termasuk perkosaan. Sebagai tambahan, tenaga kesehatan tingkat menengah harus dilatih untuk menyediakan layanan aborsi dan post-aborsi. Dengan meningkatkan jumlah penyedia layanan yang terampil, batasan yang terjadi karena dokter menolak memberikan pelayanan aborsi dapat dikurangi. Di Meksiko, diantara para pekerja kesehatan yang melaporkan bahwa mereka percaya sistem kesehatan masyarakat harus menyediakan layanan aborsi untuk indikasi legal, beberapa diantara mereka secara personal setuju untuk menyediakan layanan tersebut.
Pada April 2007, aborsi terencana di kota Meksiko dilegalkan pada 12 minggu pertama kehamilan. Oleh karena itu, kemungkinan tingkat aborsi terencana di Meksiko akan meningkat, karena sekarang wanita akan melaporkan aborsi yang sebelumnya ditutupi karena illegal. Kemungkinan terjadinya aborsi yang tidak aman juga menurun karena telah diketahui bahwa pada negara yang melegalkan aborsi, prosedur tersebut cenderung aman, dan pada negara negara dimana aborsi ilegal, prosedur tersebut cenderung dilakukan di tempat yang tidak aman. Namun, kecuali wanita tersebut memiliki informasi tentang kemungkinan dilakukannya aborsi yang aman, belum pasti bahwa para wanita miskin yang tidak mengenyam pendidikan akan segera menikmati keuntungan teraksesnya layanan aborsi yang aman. Argumen ini didukung penemuan kami, yang menunjukkan bahwa sekelompok besar wanita masih belum pernah mendengar tentang metode kontrasepsi. Kami juga menemukan bahwa wanita pribumi, yang kebanyakan tinggal di daerah pedesaan, lebih rentan untuk melakukan aborsi tidak aman. Keuntungan dari aborsi yang aman yang didapatkan di kota Meksiko akan tertutupi oleh prosedur tak aman yang masih akan terjadi di negara bagian yang aborsinya masih illegal. Sama seperti di AS ketika liberalisasi hukum aborsi terjadi di beberapa negara bagian; wanita yang membutuhkan aborsi akan pergi ke kota Meksiko untuk mendapatkan prosedur yang aman. Beberapa konsekuensi yang akan terjadi karena hal tersebut : (1) hanya wanita dengan finansial yang mencukupi yang dapat pergi untuk mendapatkan aborsi yang aman; (2) perpindahan dari negara bagian yang jauh akan memperlambat didapatkannya aborsi yang dapat memingkatkan resiko komplikasi karena masa gestasi yang lebih lama; (3) bagi beberapa wanita waktu akan menjadi penentu karena mungkin mereka akan melewati batas masa gestasi untuk melakukan aborsi legal; dan (4) wanita yang bepergian memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk tidak mendapatkan follw up dan perawatan yang memadai jika komplikasi terjadi saat ingin kembali ke daerah asalnya. Melegalisasi aborsi merupakan sebuah langkah penting untuk mengurangi beban dari aborsi tidak aman, tetapi hanya secukupnya. Seperti yang telah ditunjukkan di India, dimana aborsi itu legal, beban karena aborsi yang tidak aman tidak
berkurang kecuali pelayanan tersebut ditingkatkan untuk memastikan akses ke aborsi yang aman bagi semua wanita. Di seluruh dunia, 48% dari seluruh aborsi terancana adalah aborsi tidak aman, di negara maju 92% aborsi adalah aman, sementara di negara berkembang 55% adalah tidak aman. Pada penelitian ini kami menggunakan klasifikasi WHO tentang aborsi tidak aman. Batasan pengguaan klasifikasi ini adalah semua aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak kompeten dikategorikan tidak aman apapun prosedurnya. Ada peningkatan penggunaan obat seperti misoprostol untuk melakukan aborsi yang sangat umum digunakan di kebanyakan negara Amerika Latin dimana aborsi ilegal. Sebagai contoh di Brazil, misoprostol digunakan pada 66% aborsi terencana. Beberapa alasan berkontribusi terhadap peningkatan penggunaan misoprostol untuk melakukan aborsi medis : (1) diketahui sebagai obat aborsi yang efektif dan memiliki mortalitas terkait aborsi yang rendah; (2) obat yang tidak mahal; (3) biasanya tidak membutuhkan resep; dan (4) biasanya tersedia di apotik. Oleh karena itu banyak aborsi yang dilakukan sendiri dan aborsi yang dilakukan oleh perawat atau orang lain yang dilaporkan oleh ENADID diinduksi dengan misoprostol dan diklasifikasikan sebagai aborsi tidak aman sesuai dengan klasifikasi WHO. Namun, kami ingin menunjukkan bahwa walaupun klasifikasi WHO cenderung salah mengklasifikasikan aborsi yang dilakukan sendiri sebagai aborsi yang tidak aman, penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail tentang penggunaan misoprostol. Telah diketahui bahwa di Amerika Latin, banyak wanita, staff farmasi, dan penyedia layanan aborsi tidak mengetahui dosis rekomendasi misoprostol untuk membuat efek aborsi yang efektif atau komplikasi serta efek samping yang dapat muncul dari penggunaan obat tersebut. Batasan penelitian ini harus diperhatikan ketika menginterpretasi hasil temuannya. ENADID merupakan sebuah survei yang tidak didesain spesial untuk mengumpulkan data tentang aborsi, jadi hanya sedikit informasi yang tersedia. Akan menguntungkan mempunyai informasi mengenai alasan kenapa aborsi ingin dilakukan, apakah karena ada komplikasi, atau faktor lain. Hanya wanita yang melaporkan pernah hamil yang diberikan pertanyaan tentang aborsi. Wanita tersebut mungkin enggan untuk melaporkan telah melakukan aborsi pada
wawancara tatap muka karena aborsi yang ilegal di Meksiko. Selain itu, ENADID merupakan survei cross-sectional yang bergantung kepada data retrospektif, jadi rentan terhadap recall bias karena aborsi di masa lalu lebih jarang dilaporkan daripada yang baru dilakukan. Kami mencoba untuk mengatasi masalah ini dengan menggunakan survei 5 tahun terakhir. Dalam wawancara tatap muka, under-reporting aborsi (baik yang terencana atau spontan) umum terjadi pada wanita dengan karakteristik sosioekonomi tertentu, tidak bergantung kepada status aborsi yang legal. Contohnya di AS, wanita Hispanic berkulit hitam yang miskin cenderung lebih kurang untuk melaporkan aborsi. Pada penelitian kami, kami menganalisis data dari survei tatap muka untuk mengumpulkan informasi riwayat kehamilan. Oleh karena itu penelitian kami rentan mendapatkan masalah under-reporting. Hal ini terjadi karena efek yang besar dari aborsi yang tidak aman diantara kelompok tertentu dalam populasi, seperti wanita single atau wanita di daerah pedesaan, kategori dimana kami tidak menemukan hubungan signifikan dengan kemungkinan dilakukannya aborsi yang tidak aman. Namun, kami menemukan hubungan yang positif dan signifikan dengan kemungkinan dilakukannya aborsi yang tidak aman diantara wanita yang diharapkan melaporkan lebih sedikit aborsi, seperti wanita pribumi miskin dan tidak mengenyam pendidikan. Walaupun hasil kami tidak menunjukkan bahwa remaja (dalam hal ini sampel kami yang berusia 15-19 tahun) berada dalam resiko tinggi melakukan aborsi yang tidak aman, kami menemukan bahwa 42,5% wanita pada kelompok usia tersebut yang telah melakukan hubungan sex tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi modern dan 8% belum pernah mendengar hal tersebut. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk memfokuskan kepada wanita berusia 15-19 tahun mengenai pajanan mereka terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, pelatihan dan penggunaan metode kontrasepsi, dan pajanan terhadap aborsi yang tidak aman karena kami percaya mereka beresiko tinggi terhadap aborsi yang tidak aman. Walaupun ada keterbatasan yang berhubungan dengan data survei, analisis ini telah menunjukkan beberapa masalah penting untuk kesehatan ibu dan hubungan antara faktor lain dalam perkembangan, seperti kemiskinan, emansipasi wanita,
dan pendidikan. Pada negara seperti Meksiko, dimana aborsi ilegal, tindakan aborsi masih tetap berjalan, dengan konsekuensi dilakukannya aborsi yang tidak aman yang terjadi pada wanita pribumi, miskin, dan kurang berpendidikan. Melanjutkan usaha untuk memonitor kesehatan ibu akan menjadi hal yang penting dalam beberapa tahun kedepan.
Pengakuan Kami berterima kasih kepada Kenneth Hill atas sarannya nya yang berguna terhadap penelitian ini. Kami juga berterima kasih kepada 2 orang yang tidak disebutkan namanya atas saran mereka yang membantu kami memperbaiki penelitian ini.