358
Hukul1l dan Pembangunan
Menyambut Berlakunya UU No.5 Tahun 1999: Beberapa Harapan dalam Penerapannya oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha' Hikmahanto Juwana Artikel illi membahas berlakunya UU No. 5/1999 dall pellerapallllya oleh KOlllisi PellgalVas Persaingan Usaha. Menuru( penu!isnya, munculnya l.ll1dang-undang /Ill merupakan puncak dari berbagai lIpaya yang mengatur masalah persaingall alllar pelaku lIsaha dall larangan melakllkan praktek monopoli. Kehadiran llndang-Ulldang illi lllerUpakall kebutulwll yang sangat mendesak di tengah lIpaya Indonesia Illellujll negara industri.
1. Pengantar Saat ini Indonesia telah memiliki sebuah Undang-undang yang mengatur secara khusus dan rinci tentang larangan praktek monopoli dan larangan persaingan tidak sellat antar pelaku usaha. ' Undang-undang ~Tulisail
ini merupakan penyempurnaan makalah dengan judul "Menyambul Berlakunya UU No.5 Tahun 1999 (entang Antimonopoli: InterprClasi UU No.5 Tahun 1999 dengan
Mengg unakan Standar Internasional ," yang di sampaikan pada Seminar Sehari "Persaingan
Sellat untuk Memajukan Kesejah[eraan Rakya t yang di selenggarakan oleh CINLES hekerjasama dengan GTZ-Competition Support Project (Depperi ndag RI) pada tangga l 6
Desember 1999. 'Sebelum ini persa ingan ,lIUal" pelaku usaha tidak diatul" seca ra khusus dan terfrgmentasi. bahkan dalam beberapa hal dicari-cari cantolan hukumnya. Sehagai contoll dalam Kitah Undang-undang Hukum Pidana terdapat pasal 382 hi s yang mengalur tentang persaingall curang (oneerlijke concurrcntie) . Demikian pula dal ~lm Undang-undang No.5 TalJUn 1984 temang Perindustrian di singgung tentang persl.l ingan yang hai k dan sehal dan juga persai ngan yang tidak jujur. Disamping itu. kerap dikemukakan hi.lh wa kerugian yang diderit
OklOber - Desember 1999
Mellyamblll Berlakullya UU NO.5 Ta"ull 1999
359
tersebur dikenal dengan Undang-undang No. 5 Talmn 1999 tenrang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat (selanjutnya dalam makalah ini disebut "UU No. 5/ 1999") 2 Walaupun UU No. 5/1999 telah diundangkan pada rangga1 5 Maret 1999 yang lal u, namun da1am Pasal 53 diseburkan bahwa keberlakuannya akan dimulai saw rahun sejak diundangkannya yang berarti baru akan mulai berlaku pada tanggal 5 Maret 2000 3 Apabila dihitung sejak bulan lanuari maka pember1akuan UU No. 5/1999 kurang lebih tinggal 2 bulan lagi. Hanya saja perlu diingar bahwa dalam Pasal 52 ayar (2) ditentukan bahwa ada renggang waktu 6 bulan, sejak UU No. 5/ 1999 diberlakukan, bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri 4 Tulisan ini hendak mengungkapkan harapan-harapan pad a Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya dalam tulisan ini disebut "KPPU") dalam menerapkan UU No. 5/1999. KPPU adalah suatu lembaga yang dibenruk berdasarkan UU No. 5/ 1999 yang bertugas unruk menangani penegakan hukum UU No. 5/1999 5 2. UU No. 5/1999 dalam Perpektif Hukum Persaingan Munculnya UU No. 5/ 1999 merupakan puncak dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan amar pelaku usaha dan larangan melakukan praktek monopoli. Dalam sejarahnya upaya unluk membentuk hukum persaingan telah dimu1ai sejak tahun I 970-an. Berbagai rancangan Undang-undang dan naskah akademis telah dimunculkan. namun baru pada tahun 1998, sebagian karena desakan International Moneta/Y Fund, pembicaraan untuk membentuk UU yang mengatur masalah persaingan secara serius dilakukan. Diterbitkan UU No. 5/ 1999 walaupun terkesan agak terlambat, namun perlu disambut. Kehadiran hukum yang mengatur persaingan antar pelaku usaha bagi bangsa Indonesia merupakan kebutuhan yang sangat ~ Lell1baran
Negara RI Tahun 1999 Nomor 33 dan Tamball
~ Dalam
UU No. 511999 masalall KPPU diatur dalam Bab VI yang beljudul Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sel<:tnjutnya pembentukan KPPU diatur dalam Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 lel1tang Komisi Pengawas Pel'saingan Usaha.
Nomor 4 Tahull
xxrx
360
Hllkum dan Pembangunan
mendesak mengingat Indonesia adalah seb uah negara yang sedang menuju proses industrialisas i.' Hukum persa ingan pada dasarnya Illempunyai tuj uan pokok menjaga (a) aga r persaingan antar pelaku usaha tetap hidup , (b) agar persaingan yang dilakukan amar pelaku usaha dilakukan seeara sehar. dan (e) agar konsumen tidak dieksploitasi aleh pe laku usaha-' Tiga tujuan tersebut mempunyai Illaksud untuk Illendukung sistelll ekonomi pasar (markec ecoll omy) yang dianut di suatu negara. Tanpa adanya hukum persaingan da lam sistem ekonomi pasar tidak akan dapat dihindarkan persaingan yang tidak sehat dan mellluneulkan praktek monopoli , oligopoli, penetapan harga dan lain sebagainya. 8 Mengingat hukUIll persaingan mengatur tentang pelaku usaha dalam " bersaing" maka terdapat pala-pola yang mirip antara satu negara dengan nega ra lain dalam pengaturan hukulll pe rsa ingan. Berdasarkan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan di beberapa negara maka ada tiga kataogori utama yang dilarang dalalll hukum persa ingan. ' Pertama adalah larangan yang dikatagorikan sebaga i tindakan yang dapat menghambat perdagangan (reslrainc Oil (rade). Selanjumya adalah katagori larangan yang berakibat pad a berkurangnya persall1gan (lessen cOlllpetitioll). Terakhir adalah katagori larangan yang Illelllungkinkan para pelaku usaha untuk tidak Illelllberi "p ilihan " bagi konsumen. Apabila diperhatikan seeara seksama ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5/1999 Illaka ketiga katagor i yang dilarang dalam hukum persai ngan di ban yak negara telah diakomodas i secara penuh . Meskipun secara ullluni dari seg i substansi dapat dita rik suatu kesalllaan, nalllun delllikian ada beberapa ketentuan yang Illenunj ukan perbedaan antara satu negara dengan negara lainnya. Perbed aan ini lebih mengakomodasi asp irasi yang hidup dalam Illasyarakat di suatu negara. (, Lihl.ll : Hikmahanto Juwaml. "A Survey on the Inlluence of Internati onal Economic Po!i cy on Indones ian Laws: Implementation ami Problems. " In: Koesnadi Hardjasoemantri dan Naoyu ki Sakumoto (etl .), The Current Development nn Indonesia n La\\,. ( Yogyakart;'l: Inst itute of Deve lopi ng Economies & Japan Externa l Trade Orga niz
Oktober - Desember 1999
MenyallllJlIl 8erlakllllya UU No. 5 Tahlln 1999
361
praklek-praklek yang spes ifik terjadi di sualu negara, bahkan kompromikompromi dalam pembualan peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh dalam UU No. 5/1 999 dalam Pasal 3 yang mengalur lemang tujuan pembentukan UU disebulkan bahwa salah salU lujuan pembemukan UU No. 5/ 1999 adalah "unlUk menjaga kepemingan umum dan meningkalkan efi siens i ekonomi nasional sebagai salah salU upaya unluk meningkatkan kesejahteraan rakyal," In lujuan yang demikian lidak terdapal dalam hukum persaingan AS. Di AS penekanan lujuan hukum persaingan adalah dalam rangka menjaga persa ingan yang sehal umuk lelap eksis." Comoh lain adalah prinsip larangan yang dianul oleh UU No. 5/1999. Dalam hukum persaingan dikenal ada dua prinsip larangan, yaitu larangan lerhadap perilaku pelaku usaha (restrictive business pracrices) dan larangan terhadap slruktur pasar (market structure reslrainr). Dalam UU No. 5/1 999 kedua prinsip larangan ini digabungkan , paling lid ak larangan lerhadap slruklur pasar diakomodasi. " 3. Adakah Standar Illternasional dalam Mengillterpretasikall UU No.
5/1999? Walaupun diatas lelah diuraikall bahwa pad a lingkal 'apa yang dilarang' dalam hukum persaingan di salU negera lerdapal kemiripan dengan negara lain, namun pad a lingkal penerapannya kemungkinan besar lerjadi perbedaan. Hal ini terjadi karena pad a setiap aturan tertulis terbuka ruang unruk melakukan imerpretasi. Interpretasi dapat dilakukan oleh pihak yang menyangka dan disangka melakukan persai ngan tidak sehat serta lembaga yang harus mengambil putusa n. Namun demikian imerpretasi yang mengikat secara hukum adalah interpretasi yang dilakukan oleh lembaga pengambil pUlUsan.
"'Pasai 3 huru!" (a) UU No. 511999. 11 Misa[nya ualam amar putusCl n Nat ional Soc iety of Professional Engineers v. US (1978) di sebul ka n bahwil "(1)11 either evellllhe purpose (?f Ibe analysis is to form a jud;.:ement about tfle compelilive significance of II/e reslraim; it is 1101 to decide whether a policy favorin g competition is ill the public interest. " ':Hal ini tid ak terlepas dari pemhahasan alHa!'a OPR dan Pemerintall. OPR meng hendaki prinsip ia rangan ya ng dianu[ adala h larangan t~rhadar struktur rasar. Selll~llta ra Pemerintah lllengh ~ lldakj agar prinsi p larangi.1Jl yang di all ut ada lah larangan terhadap peril aku relaku usaha. Sehagai kom prom i mUllcul perUlllUS
Nomo.' 4 Tail"" XXIX
362
Hukum dan PembangullQn
Dalam kaitan ini permasalahan yang muncul adalah adakah suatu interpretasi terhadap UU No. 511999 yang dilakukan dengan menggunakan standar internasional? Sebelum menjawab secara tuntas pertanyaan ya ng diajukan diatas. ada satu pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu . yaitu apa kah yang dimaksud dengan 'standar internasional. ' Hal ini perlu dipertanyakan mengingat hukum persaingan terkait dengan hukum (nasiona!) suatu negara . Menurut hemal penulis. tidak ada sualU standar inrernasional yang dapat dilerapkan dalam menafsirkan UU No. 511999. Selanjulnya penggunaan istilah "standar" seolah-olah ada suatu patokan baku. Pada kenyataannya lidak ada suatu patokan baku dalam menafsirkan ketentuan dalam hukum persaingan. Bahkan d i AS interpretasi terhadap ketentuan hukum persaingan dapat berubah dari waktu ke waktu dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Dengan demikian jawaban dari pertanyaan 'Adakah Standar Internasional dalam Menginterpretasikan UU No. 511999?' adalah ' tidak ada. ' Berdasarkan hal tersebut diatas adalah lebih tepat apabila dikatakan bahwa interpretasi yang dilakukan terhadap UU No. 511999 mengacu pad a pengalaman dari beberapa negara maju (walaupun inipun masih su lit dilakukan mengingat suatu negara tidak [erikat dengan negara lain dalam menginterpretasikan ketentuan dalam hukum persaingannya). Dengan ac uar. tersebut maka KPPU dalam melakukan inrerpretas i terhadap ketentuan-ketentuan dalam UU No. 511999 tidak melenceng jauh dari penerapan hukum persaingan yang dilakukan di beberapa negara . Interpretasi yang dilakukan oleh KPPU diharapkan tidak keluar dari re i tujuan hukum persamgan , yaitu perlindungan terhadap eksistensi persaingan amar pelaku usaha. pe rsa ingan yang dil akuka n oleh pelaku us aha adalah suatu persaingan yang sehat dan tidak dieksp loitasinya konsumen oleh pelaku usaha.
S. Faktor-faktor yang Hams Dihindari oIeh KPPU dalam Melakukall Interpretasi Dalam kaitan pemberlakuan UU No. 511999. lembaga yang paling berwenang untuk melakukan interpre tasi dan inrerpretasi tersebut mempunyai kekuatan hukum adalah KPPU. Oleh karenanya KPP U harus menghindarkan hal-hal sebagai berikut dalam menginterpretasi UU No. 5/ 1999 pada kasus-kasus yang ditangani sehingga tidak keluar dari tujuan hukum persaingan : OklOber - Desember 1999
Mellyambu( Berlaklillya UU NO.5 Tahun 1999
363
A. Interpretasi yang Mengakomodasi Pel"asaan Ewuh Pakewuh Dalam mentalitas masyarakat Indones ia dikenal apa yang disebut perasaan elVuh pakelVuh. Perasaan elVuh pakelVuh ini dapat menghalllbat pemberian keadilan tanpa pandang bulu kepada peneari keadilan. Dengan adanya perasaan ewuh pakelVuh biasanya akan diearikan interpretasiinterpretasi dalam penerapan hukum . Pada akhirnya ini akan berdalllpak pada rusaknya sistem hukum yang hendak dibangun. Menyadari akan lIlentalitas yang ada dalalll masyarakat Indonesia tersebur, yang tentunya sedikit banyak tertanalll pada para anggota KPPU. perlu diantisipasi sejak dini eara-eara untuk menghilangkan perasaan elVuh pakelVuh. Deng:m demikian ketentuan dalam hukum persaingan betul-betul dapat ditegakan tanpa interpretasi yang "aneh-aneh." B. Interpretasi yang Tidak Konsisten Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah kemungkinan ketidak konsisten-an satu putusan dengan putusan lainnya yang mempunyai kemiripan-kemiripan. Memang harus diakui bahwa dalam sistem hukum Indonesia tidak dianut asas stare decisis. namun demikian ketidakkonsistensian interpretasi antara satu putusan dengan putusan yang lain akan menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty). Ketidakpastian hukum dapat berakibat pad a sultinya memprediksi suatu putusan dan membuka peluang praktek suap antara peneari dan pemberi keadilan. Padahal salah satu kunei dalam dunia usaha adalah adanya predicrability. Tanpa bisa diprediksi outcome dari suatu perkara akan berakibat fatal yaitu ketidakpereayaan pelaku usaha pad a lembaga yang memberi keadilan Namun delllikian tidak berarti bahwa semua interpretasi dalalll putusan harus konsisten. Bisa saja pad a suatu saat ada interpretasi dalalll putusan yang ridak konsisten dengan interpretasi dalam putusan sebelumnya sepanjang interpretasi tersebut dapat diargumentas ikan bahwa perkembangan dan tuntutan masyarakat menghendaki demikian. C. Interpretasi terhadap Praktek Monopoli di Indonesia Perlu dikemukakan disini bahwa praktek monopoli yang hingga saat lIli dominan terjadi di Indonesia adalah praktek monopoli yang muneul sebagai pember ian fasilitas oleh negara . . Bahkan kondisi di Indonesia Nomor 4 Tahull XXIX
364
Hllku/JI dan Pelllbangul1{lIl
menunjukan bahwa praktek monopo li sela lu terkait dengan nepotisme dan hubungan pertemanan " . Dengan kat a lain praktek monopoli yang terjadi sangat jarang muneul sebagai pcrsaingan yang tidak sehat amar pelaku usaha. Pemberian fasilitas oleh negara yang berakibat pad a praktek monopoli ini dilegitimasi dengan peraturan perundang-undangan (umumnya Keputusan Presiden ke bawah). Sehubungan dengan ini, apabila dieermati ketentuan yang terdapat dalam l'U No. 5/1999, masalah ini tidak diatur seeara komprehensif dan substam if. Rujukan ya ng dapat ditemukan dalam UU No. 5/1999 adalah ketemuan dalam Pasal 51. Pasal 51 menyebutkan bahwa "( M)onopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta eabang-cabang produksi ya ng penting bagi negara"' (/1([lIya boleh dilakukall apabila) "diatur dengan undang-undang clan diselenggarakan oleh Baclan l'saha Milik Negara dan atau baclan atau lembaga yang dibemuk mau dirunjuk oleh Pemerintah. ,," Sehingga fasilitas yailg diberikan oleh Negara kepada BUMN atau badan swasta dengan Keputusan Presiden ke bawah, pad a saatnya nanti. harus dieabut atau dinyatakan batal demi hukum oleh KPPU.
5, Interpretasi yang Diharapkan dari KPPU Adapun interpretasi yang diharapkan keluar dari KPPU sehubungan dengan penerapan UU No. 5/1999 adalah sebagai berikur:
A, Keputusan yang Memberikan Rasa Keadilan KPPU dalam melakukan imerpretasi terhadap ketentuan dalam U U No. 5/1999, cepat atau lamba!' aka n menghadapi sebuah dil ema. Di satu pihak imerpretasi yang diharapkan keluar dari KPPU oleh masyarakat luas adalah interpretasi UU No. 5/1999 yang berpihak pada rakyat kecil, namun dilain pihak imerpretasi terseo ut akan mengkhawatirkan pengusahaengusaha besar karena seo lah \'ang besar hendak dikeeilkan. Untuk itu KPPU harus dapat melakukan imerpretasi terhadap UU No. 5/1999 baik L' Litu)t Mende sak
HiklllahanlO Juwana. ··P::r]u nya Umlang-undang AllIimollopoli: Agenda Umuk Masa Dcpan Inu nn;::-l
Menyalllbul Berlakunya UU No . 5 Tahun 1999
365
dalam penyelidikan suatu kasus maupun dalam bentuk putusannya yang dapar memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak. Hanya saja ridak berarti bahwa interpretasi tersebut merupakan interpretasi yang kompromistis yang tenrunya tidak akan membanru bagi penegakan hukum persaingan di Indonesia. Dalam menangani perkara KPPU harus melakukan interpretasi yang sesuai dengan tujuan diadakannya hukum persaingan. Dengan interpretasi yang mell1enuhi rasa keadilan olehKPPU maka diharapkan pengusaha merasa ridak harus dibatasi ruang geraknya sejauh mereka melakukan persaingannya secara sehat. Demikian pula rakyat harus bisa menerima interpretasi yang dilakukan oleh KPPU yang bertujuan unruk menegakan persaingan sehat dalam mekanisme pasar. walaupun interpretasi terse but tidak berpihak sepenuhnya pada rakyat.
B. Intel'pl'etasi yang Memberikan dan Mellillgkatkan Kewibawaall KPPU Sebagai satu~satunya lembaga yang berwenang untuk melakukan inrerpretasi terhadap UU No. 511999 , KPPU diharapkan memberi inrerpretasi yang mendorong bagi terciptanya kewibawaan yang ringgi dari KPPU. KPPU diharapkan dapat ll1enjadi contoh bagi insransi atau badan lain yang mempunyai lingkup rugas untuk memberi putusan. Dengan kara lain jangan sampai KPPU dalam melakukan inrerpretasi terhadap UU No. 511999 dicemari oleh masalah uang, korupsi. kolusi maupun nepotisme.
6, Penutup Diberlakukannya UU No. 511999 tidak serra merta akan I11en~ datangkan kesejahreraan bagi rakyat dan, pad a saat yang bersamaan, tidak harus diartikan sebagai pengkebirian terhadap pelaku usaha besar. Agar UU No. 5/1999 dapat berlaku secara efektif dan sesuai harapan ll1aka KPPU harus mengall1bil peran yang sangat sentra!. [nrerpretasi KPPU dalam pembuatan peraturan pelaksanaan, penanganan perkara maupun pell1berian putusan akan menjadi sorotan ll1asyarakar. Kita semua berharap agar seluruh anggota KPPU, pad a waktunya, dapat memikul beban yang maha berat ini . Selanjurnya kita semua juga berharap dengan berlakullya UU No. 5/ 1999, iklim dunia usaha di Indonesia menjadi sel1lakin kondusif dan bukan malah sebaliknya: mematikan iklim dunia usaha .
Nomor 4 Tahun XXIX