MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
KATA SAMBUTAN
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Buku “Pemikiran Mengenai Pembangunan Pasar Induk dan Pasar Penunjang” ini, sebagai salah satu upaya dalam melakukan perbaikan jaringan distribusi/pemasaran produk hasil pertanian . Kehadiran buku ini perlu kiranya disambut baik sebagai bahan acuan dan sosialisasi guna mendapatkan dukungan dan komitmen dari para stake holder yang berkepentingan agar pembangunan Pasar Induk dan Pasar Penunjang dapat lebih berdaya guna sesuai dengan fungsinya. Mengingat cakupannya yang sangat luas, Pasar Induk yang pada umumnya dibangun di tengah lingkungan masyarakat konsumen/perkotaan, maka keberadaan Pasar Induk harus didukung oleh sejumlah Pasar penunjang yang dibangun di sentra-sentra produksi/pedesaan, sehingga membentuk jaringan pemasaran terintegrasi barang, khususnya komoditi hasil pertanian. Keberadaan jaringan pemasaran terintegrasi tersebut diharapkan dapat membantu para petani/kelompok tani produsen yang jauh dari sentrasentra konsumsi memperoleh akses informasi pasar dan harga yang lebih baik, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani produsen di sentra-sentra produksi. Disamping itu, melalui integrasi jaringan pemasaran antara pasar induk dan pasar penunjang, diharapkan akan meningkatkan efisiensi sistem distribusi komoditi pertanian serta mewujudkan margin distribusi produk pertanian menjadi lebih proporsional. Untuk mewujudkan hal tersebut, berbagai kebijakan dan upaya pembinaan telah dan akan terus dilakukan, antara lain melalui program pembangunan, rehabilitasi dan pendampingan terhadap petani dan kelompok tani di sentra produksi serta penyediaan tempat usaha bagi petani/kelompk tani di beberapa pasar induk yang ada. Demikian, mudah-mudahan upaya kita bersama ini mendapatkan hasil yang optimal. Menteri Perdagangan ttd Mari Elka Pangestu
PEMIKIRAN MENGENAI PASAR INDUK DAN PASAR PENUNJANG
DAFTAR ISI I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Pengertian
II.
PEMBANGUNAN PASAR INDUK 2.1. Tujuan 2.2. Kriteria 2.3.Yang diperlukan dalam pembangunan pasar induk
III.
PEMBANGUNAN PASAR PENUNJANG 3.1 Tujuan 3.2. Kriteria 3.3. Yang diperlukan dalam pembangunan pasar penunjang
IV.
MANAJEMEN PASAR INDUK 4.1. Aspek pengelolaan 4.2. Mekanisme penempatan pedagang 4.3. Perencanaan fisik 4.4. Mekanisme pengendalian kegiatan operasional
V.
MANAJEMEN PASAR PENUNJANG 5.1. Aspek pengelolaan 5.2. Mekanisme penempatan dan pengendalian kegiatan operasional 5.3. Proses penempatan kelompok tani & evaluasi
VI.
USULAN PEMBANGUNAN PASAR 2006-2009
VII. PENUTUP LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Mayoritas penduduk Indonesia hidup di sektor pertanian, karena itu diperlukan berbagai pemikiran dan aktivitas untuk mendukung usahanya sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraannya. Selain membantu dalam hal kegiatan produksinya, juga yang tidak kalah pentingnya adalah membantu mereka dalam hal memasarkan hasil produksinya. Agar ada kelangsungan usaha dan kehidupannya, petani sangat mengharapkan agar dapat dengan mudah menjual produksinya dengan harga yang wajar pada setiap musim panen. Atas dasar pertimbangan tersebut maka usulan agar dilakukan perbaikan jaringan pemasaran produk pertanian yang terintegrasi melalui Pembangunan Pasar Induk dan Pasar Penunjang harus disambut baik. Sebagai realisasinya, telah dilakukan kerjasama dengan pihak lain membangun Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang yang telah beroperasi sejak awal tahun 2001 dan Pasar Induk Jakabaring Palembang yang telah beroperasi Juli 2004. Sekarang ini sedang direncanakan untuk membangun beberapa pasar induk lagi di beberapa tempat lainnya di Indonesia. Agar bisa lebih berdaya guna, Pasar Induk yang dibangun di wilayah yang cakupannya sangat luas, akan ditopang oleh sejumlah Pasar Penunjang yang juga akan dibangun di sentra-sentra produksi. Pasar penunjang akan membantu para petani yang berjarak jauh dari pasar induk untuk mendapatkan akses pasar yang lebih dekat dan akses informasi yang lebih mudah dan lebih cepat. Guna memperluas dan memperlancar realisasi program ini lebih lanjut, dingharapkan partisipasi semua pihak, terutama pihak pemerintah pusat dan daerah dan dibantu oleh pihak swasta serta pihak lainnya yang selama ini sangat peduli dengan pengembangan ekonomi masyarakat. Partisipasi dari pemerintah antara lain berupa koordinasi dan dukungan lintas sektoral antar departemen yang terkait langsung dengan kegiatan ini. Sedangkan partisipasi pihak swasta dan pihak lainnya antara lain dalam hal pengadaan pasar, pengembangan jaringan informasi pasar serta kegiatan operasional pasar. Besar harapan bahwa semua Pasar Induk dan Pasar Penunjang di Indonesia akan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan tercipta suatu kondisi di mana kegiatan pasar di seluruh Indonesia menjadi terintegrasi. Jika kondisi ini tercipta maka dalam kerangka otonomi daerah, margin distribusi justru akan menjadi lebih rendah dan ekonomi akan menjadi lebih efisien.
1.2. Pengertian Pasar Induk •
Merupakan pusat distribusi yang menampung hasil produksi petani dalam jumlah partai besar yang dibeli oleh para pedagang tingkat grosir. Komoditi pertanian tersebut kemudian dilelang atau dijual kepada para pedagang tingkat eceran untuk selanjutnya diperdagangkan di pasar-pasar eceran yang tersebar di berbagai tempat mendekati lokasi para konsumen.
•
Pasar Induk menempati area yang besar yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti pergudangan, tempat pelelangan, pusat infomasi pasar, perkantoran, bongkar muat dan parkir yang lapang.
Pasar Penunjang •
Pasar ini adalah bagian dari pasar induk yang membeli dan menampung hasil produksi petani yang berlokasi jauh dari pasar induk. Pasar ini bertugas sebagai penampung sementara karena komoditi yang berhasil titampung akan dipindahkan ke pasar induk untuk selanjutnya dilelang ke pedagang tingkat eceran.
BAB II
PEMBANGUNAN PASAR INDUK
2.1. TUJUAN •
Untuk membantu pedagang grosir komoditi pertanian (sayur mayur dan buah-buahan) mendapatkan tempat berdagang yang layak.
•
Untuk membina pedagang grosir menjadi pedagang yang tumbuh menjadi besar namun lebih profesional yang bisa memelihara mekanisme perdagangan yang sehat.
•
Menciptakan akses pasar dan transparansi harga bagi petani produsen sehingga mereka bisa lebih mengetahui kualitas yang dibutuhkan pasar serta lebih meningkatkan produksi dan pendapatannya.
•
Untuk membantu pemerintah kota / daerah dalam menata tata ruang wilayah serta membina pelaku usaha menjadi pelopor pembangunan ekonomi rakyat.
•
Untuk membantu pemerintah dalam menciptakan pasar dalam negeri yang terintegrasi antar wilayah. Disparitas harga antar wilayah menjadi kecil dan dengan cepat bisa di hilangkan. Ini bisa terwujud karena sistem distribusi menjadi lebih baik dan tersedia informasi yang lebih akurat tentang dinamisme kebutuhan konsumen dan dinamisme produksi para petani.
•
Membantu agar margin distribusi menjaid lebih rendah dan tingkat fluktuasi harga konsumen lebih mudah dikendalikan.
2.2. KRITERIA ADA KEBUTUHAN •
Telah terjadi embrio pasar induk di tempat yang sudah strategis.
•
Dianggap perlu untuk mengembangkan pasar tersebut karena adanya kebutuhan yang semakin meningkat.
•
Mekanisme perdagangan komoditi pertanian semakin tidak terintegrasi dan terstruktur sehingga margin distribusi menjadi tinggi.
•
Diperlukan adanya informasi pasar yang lebih akurat dan kerkesinambungan.
PERTIMBANGAN MENGENAI LOKASI •
Berlokasi dekat dengan letak para pedagang eceran / pasar tradisional dan mudah diakses dengan sarana transportasi umum.
•
Di areal yang luas dengan tempat parkir yang cukup.
•
Di kota besar dengan jumlah penduduk yang relatif besar (di atas 3 juta jiwa)
2.3. YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMBANGUNAN PASAR INDUK 1. KETERSEDIAN LAHAN Ini merupakan faktor krusial karena memerlukan persetujuan berbagai pihak sebelum diputuskan untuk digunakan. Jika dimiliki oleh pemerintah daerah, maka diperlukan adanya persetujuan dari DPRD dan penyesuaian terhadap RUTR yang umumnya memakan waktu yang lama. Jika merupakan milik pemerintah pusat, maka dibutuhkan persetujuan instansi yang bersangkutan dan Departemen Keuangan untuk memanfaatkan lahan tersebut. Ini juga biasanya menempuh jalan dan waktu yang lama LUAS LAHAN YANG DIBUTUHKAN Patokan dasar adalah lapak seluas 1 m2 bisa digunakan untuk menjajakan komoditi buah buahan dan sayur-sayuran seberat 180 kg. Sebagai ilustrasi, jika jumlah penduduk yang harus dilayani sebanyak 1,5 juta, berarti diperlukan sekitar 400 ton komoditi pertanian untuk diperdagangkan per hari. Luas lapak yang dibutuhkan adalah 400.000/180 = 2.200 m2. Luas bangunan yang dibutuhkan adalah 2.220 x 2 = 4.400 m2. Dengan demikian luas keseluruhan arael yang dibutuhkan adalah minimal sekitar 4.400 m2/0.4 = 11.000 m2. 2. KEBIJAKAN PEMERINTAH a.
Diperlukan adanya kesamaan visi dan misi diantara para pemangku kepentingan di jajaran pemerintah tentang konsep pengembangan pasar induk dan pendukungnya serta peranannya dalam meningkatkan integrasi pasar dalam negeri dan mempercepat peningkatan kesejahteraan penduduk dan pembangunan ekonomi wilayah.
b.
Diperlukan adanya kebijakan yang dapat membentuk komitmen bersama diantara seluruh pemangku kepentingan dalam suatu format yang jelas untuk mendukung penerapan konsep pasar induk. Mengapa, karena pada kenyataaannya, pemda dan wakil rakyat masih berada pada posisi yang sulit dalam mengambil kata sepakat menyangkut pengembangan pasar, terutama dalam hal pemindahan tempat transaksi dan para
pedagang dari lokasi lama yang tidak layak dan strategis lagi ke tempat yang lebih layak dan sangat strategis. c.
Dalam tahap implementasi kebijakan, pelaksanaan komitmen juga sangat diperlukan. Terutama yang terkait dengan masalah kesesuaian tata ruang dan peruntukan lahan untuk pembangunan pasar induk. Dalam kaitan ini, persyaratan untuk berdirinya pasar induk perlu mendapatkan perhatian supaya bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
e.
Perlu diperhatikan bahwa seringkali dianggap bahwa Pasar Induk harus berada jauh di luar kota supaya tidak mengganggu ketertiban lalu lintas di dalam kota. Padahal Pasar Induk adalah tempat para pedagang eceran dari pasar tradisional untuk membeli barang dagangannya. Sehingga untuk menghindari biaya tinggi dan keterlambatan persediaan di pasar tradisional, pasar induk harus berlokasi tidak terlalu jauh dan mudah diakses dengan alat angkutan umum.
f.
Diperlukan adanya kebijakan Pemerintah Daerah yang mendukung berfungsinya pasar induk secara optimal. Perlu ada penetapan bahwa hanya pasar induk yang boleh berfungsi sebagai pusat perdagangan grosir sayur-mayur dan buahbuahan. Perlu ada Perda yang melarang aktivitas perdagangan grosir sayur-mayur dan buah-buahan di luar Pasar Induk. Hal ini diperlukan untuk mempermudah pendataan kebutuhan konsumen di suatu daerah. JIka jaringan informasi antara Pasar Induk dan Pasar Penunjang terbentuk, maka informasi kebutuhan pasar dapat menjadi panduan bagi daerah produsen untuk mengatur volume dan pola tanam sayur-mayur dan buahbuahannya sehingga fluktuasi harga yang terjadi karena oversupply bisa dikurangi dan para petani bisa menikmati harga yang wajar.
g.
Perlu perhatian yang serius dari Pemerintah Daerah dan DPRD untuk pengadaan peraturan untuk diberlakukan di lingkungan pasar, seperti peraturan perburuhan di lingkungan pasar, pembatasan tenaga kerja, peraturan pembatasan kendaraan angkutan, dan peraturan sewa dan kepemilikan lapak: a) Peraturan perburuhan untuk mengatur agar para buruh memperhatikan diri dan keluarganya dengan keharusan untuk menabung 15% dari penghasilan harian untuk keperluan Asuransi Kesehatan, Tunjangan Akhir Tahun, Tunjangan Hari Tua dan Kematian. Ini diperlukan untuk menciptakan kegairahan bekerja dan suasana tenang di pasar; b) Pembatasan jumlah tenaga kerja diperlukan untuk menyesuaikan jumlah buruh dengan kebutuhan di Pasar Induk. Dengan demikian penghasilan buruh yang bekerja di Pasar Induk bisa mencukupi. Tentunya setelah memperhatikan kecepatan pelayanan di pasar. Buruh yang bekerja di Pasar Induk harus tercatat dan memiliki nomor anggota; c) Pembatasan jumlah kendaraan diperlukan agar jumlah
kendaraan yang memasuki areal pasar induk sesuai dengan kapasitas sehingga tidak menimbulkan antrian yang panjang dan menghalangi pelayanan operasional Pasar Induk; d) Peraturan sewa dan kepemilikan lapak diperlukan karena pedagang besar seringkali melakukan praktek perdagangan tidak sehat dengan mematikan pedagang-pedagang yang lebih kecil dengan tujuan menguasai pasar. Jika ini terjadi, maka harus ada sanksi yang tegas berupa tidak diperpanjangnya sewa lapak terhadap para pelanggar pada periode berikutnya. 3. PERMODALAN Dalam hal permodalan, pihak swasta diharapkan untuk ikut berpartisipasi. Struktur permodalan Pasar Induk pada umumnya adalah: • 30 % Investor swasta • 70 % Lembaga Keuangan Agar pihak Lembaga Keuangan mau berpartisipasi memberikan kredit untuk pembangunan Pasar Induk, dibutuhkan dukungan Pemerintah dalam bentuk kebijakan yang jelas mendukung keberadaan Pasar Induk. 4. PENDAMPINGAN Untuk membantu manajemen Pasar Induk menerapkan fungsifungsinya dengan baik sesuai konsepnya, diperlukan adanya kegiatan pendampingan dengan tugas utama sebagai berikut: a. Sosialisasi Tenaga pendamping membantu pihak manajemen dalam memberikan pengertian kepada para pelaku pasar tentang kebaikan/keuntungan bila mereka berusaha di pasar yang baru dengan sistem yang lebih pasti dan lebih baik. b. Penempatan/penggunaan lapak. Tenaga pendamping membantu pihak manajemen dalam proses seleksi dan penempatan pedagang di pasar, dimana prioritas diberikan kepada pedagang lama untuk ditempatkan. Ini untuk mencegah penguasaan monopoli lapak lapak oleh segelintir pedagang bermodal besar. c. Penerapan sistem perjanjian yang baik Tenaga pendamping membantu pihak manajemen menyusun format perjanjian yang baik dengan memperhatikan pertimbangan dari kedua sisi. Tujuan utamanya adalah menjamin agar los dalam pasar tidak menjadi obyek spekulasi oleh orang-orang yang bermodal besar. Dengan demikian biaya yang akan dikeluarkan oleh pedagang untuk berusaha di dalam pasar adalah biaya yang wajar dan resmi, serta diupayakan seringan mungkin. d. Penerapan pengaturan sistem perburuhan
Demi ketertiban dan kemudahan barang yang masuk dan keluar pasar, buruh pasar sebaiknya di atur manajemen. Dalam hal ini, tenaga pendamping bertugas menjembatani kepentingan pihak manajemen dan pihak buruh agar dapat bertemu dalam suatu penerapan sistem hubungan kerja yang baik. Dari sisi kepentingan buruh, sistem harus mampu memberi kesejahteraan yang lebih baik kepada para buruh. e. Operasional pasar Tenaga pendamping membantu pihak manajemen melakukan sosialisasi sistem pengelolaan pasar agar segala sesuatunya berjalan dengan baik. f. Menciptakan akses pasar bagi produsen Tujuannya adalah menciptakan posisi tawar yang lebih baik bagi produsen. Kegiatan pendampingan dalam hal ini berupa sosialisasi kepada petani di daerah produsen tentang kesempatan yang dibuka bagi mereka untuk dapat memasarkan langsung produksinya di pasar induk.
BAB III PEMBANGUNAN PASAR PENUNJANG
3.1. TUJUAN •
Untuk membantu petani yang berada di wilayah sentra-sentra produksi mandapatkan akses pasar yang lebih dekat dan lebih transparan.
•
Merupakan sarana pengumpulan hasil produksi petani dari berbagai sentra produksi untuk kemudian diangkut ke pasar induk.
•
Untuk membantu petani di sentra produksi mendapatkan akses permodalan karena di pasar penunjang ditempatkan lembaga keuangan mikro.
•
Untuk membantu petani meningkatkan kualitas produksinya karena pasar penunjang menyediakan pusat informasi dan tenaga pendamping yang dapat memberikan edukasi kepada petani tentang berbagai pengetahuan teknis yang perlu diketahui para petani.
•
Untuk menyediakan data yang lebih akurat tentang kapasitas produksi suatu sentra produksi.
•
Untuk menyediakan informasi tentang pola tanam petani sehingga diharapkan dapat diantisipasi lebih awal kemungkinan terjadinya over supply atau lack of supply yang dapat menyebabkan harga menjadi tidak stabil.
3.2. KRITERIA Pasar Penunjang dibangun di daerah yang mempunyai potensi besar sebagai sentra produksi pertanian yang berkapasitas komoditi yang diperdagangkan lebih 30 ton/hari. Berlokasi di tengah daerah produsen dan memiliki akses jalan yang cukup baik dan sarana transportasi yang cukup. Transaksi umumnya dilakukan dengan partai besar oleh para petani dengan pedagang antar daerah. 3.3. YANG DIPERLUKAN PENUNJANG
UNTUK
PEMBANGUNAN
PASAR
A. KETERSEDIAAN LAHAN Seperti halnya dengan pembangunan pasar induk, pembangunan pasar penunjang juga membutuhkan ketersediaan lahan yang cukup dan telah mendapatkan persetujuan berbagai pihak untuk peruntukannnya. Pihak pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) telah sepakat menggunakan lahan tertentu untuk
ditempati bangunan pasar penunjang. Diharapkan agar proses persetujuannya berjalan lebih cepat. LUAS LAHAN YANG DIBUTUHKAN Patokan dasarnya adalah setiap 1 m2 lapak dapat digunakan untuk ditempati komoditas pertanian (sayur dan buah buahan) seberat 100 kg. Untuk aktivitas perdagangan komoditas seberat 30 ton/hari, dibutuhkan lapak seluas (600.000/100 m2) X 2 = 600 m2. Luas bangunan adalah 1.200 M2 (termasuk MCK, fasilitas kantor di Pasar Penunjang). Karena itu luas lahan keseluruhan yang dibutuhkan adalah 1.200 M2 / 0.6 = 2.000 m2 (termasuk jalan, saluran, dan tempat parkir) B. DUKUNGAN PEMERINTAH DAERAH Membantu pembinaan petani/kelompok tani, terutama dalam masalah legalitas hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, misalnya dengan Lembaga Keuangan Mikro yang ada di pasar penunjang. Kalau bisa, pendanaan petani melalui Lembaga Keuangan Mikro di Pasar Penunjang dilakukan secara kelompok dan tanggung-renteng. Memantau, mengawal dan mengarahkan pelaksanaan aturan main yang diberlakukan di Pasar Penunjang, seperti retribusi Pasar Penunjang, dimana diharapkan agar dari para pedagang yang memanfaatkan Pasar Penunjang bisa dipungut retribusi sebesar Rp 30/kg komoditas (digunakan untuk keperluan operasional Pasar Penunjang dan biaya pendampingan). Membina petani agar dengan adanya bantuan Pasar Penunjang dengan segala fasilitasnya, mereka bisa menjadi petani yang produktif dan menghasilkan produk pertanian yang berkualitas tinggi. C. PERMODALAN Permodalan untuk membangun Pasar Penunjang, dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau oleh Pemerintah Daerah dengan dibantu oleh Pemerintah Pusat. Untuk para petani, permodalannya disediakan oleh Lembaga Keuangan Mikro. Agar lembaga keuangan mikro bersedia membantu petani, maka dibutuhkan dukungan Pemerintah Daerah dalam bentuk kebijakan yang jelas dalam mendukung keberadaan Pasar Penunjang. Dengan demikian ada jaminan bahwa Pasar Penunjang tersebut dapat beroperasi dengan optimal dan petani akan mendapatkan kepastian harga dan pasar yang lebih baik sehingga kredit yang diberikan ke petani bisa dipertanggungjawabkan secara komersial. D. PENDAMPINGAN Pendampingan sangat penting bagi Pasar Penunjang di awal pengoperasiannya. Tujuannya adalah agar dapat membantu
manajemen pasar dalam menerapkan fungsi-fungsinya dengan baik sesuai yang diharapkan. Kegiatan pendampingan antara lain adalah: 1. Mempersiapkan para petani/kelompok tani menjelang pembangunan Pasar Penunjang dan mengkondisikan petanipetani/kelompok tani sedemikian rupa agar mampu memanfaatkan Pasar Penunjang secara optimal. Aktivitasnya adalah berupa: a) Sosialisasi konsep yang menjelaskan manfaat Pasar Penunjang dan prospek petani ke depan dengan adanya Pasar Penunjang; b) Pembinaan kelompok tani agar mampu mengelola dirinya dalam memanfaatkan Pasar Penunjang; c) Mengkaji situasi/kondisi lokasi dan kendala/permasalahan untuk dapat diantisipasi dalam sistem pengaturan hubungan antara petani/kelompok tani dengan Pasar Penunjang. 2. Membuka akses kepada petani/kelompok tani untuk mendapatkan berbagai fasilitas, seperti : a) Pembiayaan; tenaga pendamping bertugas memfasilitasi LKM agar dapat membantu kebutuhan keuangan petani secara berkelompok; b) Saprotan; tenaga pendamping bertugas membantu petani/ kelompok tani dalam kemudahan masalah distribusi pupuk, benih yang baik dan input-input produksi lainnya; c) Informasi dan teknologi; tenaga pendamping bertugas membantu petani/kelompok tani agar bisa mendapatkan penyuluhan dan bimbingan dari ahli-ahli pertanian. Misalnya dengan meminta perusahaan benih, pupuk atau pestisida membuat demplot yang dapat dijadikan percontohan di daerah tersebut agar hasil optimal; d) Pemasaran; tenaga pendamping bertugas membantu petani/kelompok tani untuk mendapatkan akses ke Pasar Induk melalui Pasar Penunjang; e) Sosialisasi; kepada para tengkulak agar dapat berfungsi sebagai pengumpul yang dapat memberi harga lebih baik bagi petani karena risiko pemberian pinjaman kepada petani di periode tanam telah dialihkan ke LKM; f). Sosialisasi; bahwa fungsi lain dari pasar penunjang adalah untuk memberikan nilai tambah bagi produk petani/kelompok tani seperti; sortir, grading yang lebih baik sesuai permintaan pasar yang dituju.
BAB IV MANAJEMEN PASAR INDUK
4.1.
Aspek Pengelolaan a)
b)
c)
d)
Perencanaan tata barang harus mampu memberikan pelayanan yang lancar dan memudahkan operasional pasar induk Sistem retribusi harus dibuat sederhana; Retribusi per-kg dari barang yang didagangkan harus sudah mencakup biaya-biaya lain seperti listrik, keamanan, kebersihan . Sistem bongkar muat harus menjamin kelancaran operasional dan berkeadilan serta mampu memberi jaminan kesejahteraan bagi para buruh yang bekerja. Ada jaminan keamanan dan kebersihannya di dalam pasar.
4.2. MEKANISME PENEMPATAN PEDAGANG
TENTUKAN VOLUME PERDAGANGAN EXISTING (DALAM TONASE)
STUDI AWAL DESAIN
LUAS PASAR YANG DIBUTUHKAN
PRA-OPERASIONAL
-
PENDAFTARAN PENEMPATAN PEDAGANG PENENTUAN LOKASI BERDAGANG
OPERASIONAL
EVALUASI BERKALA
4.3. PERENCANAAN FISIK TENTUKAN VOLUME PERDAGANGAN (EXISTING) DALAM TONASE
KAPASITAS 1M2 LAPAK ~ 180 KG Sehingga 1 LAPAK (2,5 x 3 = 7,5 M2 ~ 1,5 TON
BUAT PERENCANAAN UNTUK 125 % DARI VOLUME PERDAGANGAN EXISTING
60 %
VOLUME EXISTING
20 %
20 %
CADANGAN
LUAS AREAL YANG DIBUKA UNTUK PERDAGANGAN PADA TAHAP PERTAMA ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
60 %
UNTUK PENDAFTAR RESMI (YANG MEMBAYAR UANG PENDAFTARAN & SUDAH MENDAPAT PENEMPATAN)
20 %
20 %
DISIAPKAN UNTUK CADANGAN JIKA YANG DAFTAR > TARGET; DENGAN TIDAK / BELUM MEMBAYAR UANG PENDAFTARAN PADA
Penentuan tempat lokasi berdagang : 1. Ditentukan lewat kocokan 2. Dengan prioritas/ketentuan penempatan : Komoditas Utama (cabe, bawang) dibagi merata (untuk pemerataan lokasi) Komoditas Umum dibagi merat setelah komoditas utama ILUSTRASI PENENTUAN PENEMPATAN PEDAGANG : LOS 1
LOS 2
LOS 1
SEHARUSNYA
Keterangan : : Komoditas Utama
: Komoditas Lainnya
LOS 2
4.4. Mekanisme Pengendalian Kegiatan Operasional Proses Penempatan Pedagang dan Evaluasi : 1 BULAN
1 BULAN
1 BULAN
- Pendaftaran - TTD SP - Penentuan Lokasi
1 BULAN
1 BULAN
3 BULAN
1-2 BULAN
MULAI BEROPERASI
1 BULAN
PENINJAUAN KEMBALI - 1
1 BULAN
1 BULAN
1 BULAN
DST
3 BULAN
PENINJAUAN KEMBALI – 2 Terhadap Konsistensi Berdagang
PENINJAUAN / EVALUASI PERIODIK Per – 3 Bulan
Bayar Uang Sewa Rp. 250 Rb/Lapak Untuk 3 Bulan
Bayar Uang Sewa Rp. 250 Rb/Lapak Untuk 3 Bulan
TTD SPPL (Surat Tanda Perjanjian Penggunaan Los)
Untuk dapat lapak sesuai dengan kebutuhan vol. perdagangannya (180 Kg/M2)
Bayar Uang Pendaftaran Rp. 500 Rb/ Lapak
Bayar Uang Sewa Rp. 250 Rb/Lapak Untuk 3 Bulan
Bayar Per – Hari Uang Administrasi Penggunaan Lapak Sebesar Rp. 75,-/Kg Komoditi
Keterangan : SP : Surat Pemesanan, di dalamnya tercantum persyaratan a.l : a. Uang Pendaftaran (Rp. 500.000), dapat hangus jika : - Lapak/Los tidak ditempati paling lama setelah 2 minggu beroperasi - Volume perdagangan yang terjadi tidak mencapai target/ tidak sesuai dengan volume yang dilaporkan pada saat pemesanan tempat. b. Pembayaran Administrasi penggunaan lapak Rp. 75,-/Kg komoditas
Pembayaran rutin setelah beroperasi : a. Untuk barang masuk : Biaya Administrasi sebesar Rp. 75,-/Kg. Terdiri dari : -
Biaya Administrasi Pengelola (Termasuk sewa los dan Biaya Prasarana) Rp. 65,-
-
Biaya Buruh (Biaya Bongkar ) Rp. 10,-
Biaya Jasa Timer Bongkar untuk mengatur ketertiban jalur kendaraan bongkar. Biaya Parkir. b. Untuk Barang Keluar : Biaya Jasa Muat barang belanjaan Biaya timer kendaraan muat untuk mengatur ketertiban jalur kendaraan muat.
Perletakan parker yang demikian menyebabkan arus pembeli dari satu arah, sehingga kesempatan bagi pedagang yang merah dan yang kuning berbeda, hal ini menyebabkan pedagang kuning akan membawa barang dagangannya ke depan/ke tempat parker untuk menjemput pembeli & los-nya ditinggalkan kosong. Ini sangat sulit ditertibkan karena pedagang berusaha untuk mempertahankan hidupnya.
Perletakan parkir yang demikian menyebabkan arus pembeli MERATA, sehingga kesempatan berusaha bagi pedagang yang merah dan yang kuning SAMA.
BAB V MANAJEMEN PASAR PENUNJANG 5.1. Aspek Pengeloaan Tersedia Lembaga Keuangan Mikro yang bisa membantu petani (secara berkelompok) di periode tanam. Perencanaan tata barang yang mampu memberikan pelayanan yang adil dan memudahkan operasional pasar penunjang Tersedia kendaraan operasional untuk menjemput hasil panen petani dari sawah ke pasar penunjang. Penentuan lapak-lapak di pasar penunjang yang dipergunakan oleh kelompok tani daerah di produsen
dapat
Sistem retribusi harus dibuat sederhana; retribusi per-kg (Rp. 30,/kg) dari barang yang diperdagangkan dan sudah mencakup biaya-biaya lain seperti listrik, keamanan, kebersihan dan sistem informasi. Sistem bongkar muat yang menjamin kelancaran operasional dan berkeadilan. Harus bisa memberikan informasi harga yang terjadi di pasar induk. Pada saatnya, harus dapat memberi informasi pola tanam kepada para petani. Terjamin keamanan dan kebersihannya.
5.2. Mekanisme Penempatan Pengendalian Kegiatan Operasional
TENTUKAN VOLUME PERDAGANGAN EXISTING (DALAM TONASE)
STUDI AWAL DESAIN
LUAS PASAR YANG DIBUTUHKAN
PRA-OPERASIONAL
-
PENDAFTARAN PENEMPATAN PEDAGANG PENENTUAN LOKASI BERDAGANG
OPERASIONAL
EVALUASI BERKALA
5.3. Proses Penempatan Kelompok Tani dan Evaluasi 1 Bulan
1 Bulan
1 Bulan
1 Bulan
1 Bulan
1 Bulan
1 Bulan
1 Bulan
1 Bulan
DST
MULAI BEROPERASI
PENINJAUAN BERKALA (Per Bulan)
- Pendaftaran - TTD SP - Penentuan Lokasi Bayar uang Rp. 500 rb /Kelompok Tani/Lapak
BAYAR PER - HARI Uang Administrasi Penggunaan lapak sebesar Rp. 30,-/Kg komoditas
BAB VI USULAN PEMBANGUNAN PASAR (tahun 2006-2009)
USULAN PEMBANGUNAN PASAR INDUK PENDANAAN LOKASI PASAR INDUK (PI)
Perkiraan Biaya
Swasta (30%)
Lembaga Keu / Perbankan (70%)
Pemerintah
PENDAMPINGAN
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
KEBIJAKAN LAIN
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
TAHUN 2006 Jatim (Surabaya)
100 M
Aceh Besar
-
-
Pemerintah
TAHUN 2007 Semarang
30 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Cirebon
30 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Bali – Denpasar
30 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Meulaboh
-
-
Pemerintah
Bekasi
30 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Solo
20 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Kediri
15 M
-
-
Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Banyuwangi
15 M
-
-
Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Purwokerto
15 M
-
-
Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Depok
30 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Serang
30 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Malang
20 M
-
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Tegal
15 M
-
-
Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Jambi
15 M
-
-
Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Pakanbaru
15 M
-
-
Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Padang
15 M
-
-
Pemerintah
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
Bandar Lampung
20 M
Danamon / BRI / Lainnya
Ketersediaan Lahan + Kebijakan Pemerintah
-
USULAN PEMBANGUNAN PASAR PENUNJANG PENDANAAN THN
LOKASI PASAR
PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH DAERAH
PENDAMPINGAN
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
KEBIJAKAN LAIN
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
-
Dep. Perdagangan Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Pagaralam
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jabar (4 buah)
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jatim (4 buah)
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jateng (2 buah)
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Sumatera (2 buah)
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Ciawitali-Garut
-
Majalengka Sragen
2006
2007
Jabar (4 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jateng (2 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jatim (3 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Sumatera (3 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jatim (4 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jateng (2 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Sumatera (4 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
Jabar (2 buah)
-
Dep. Perdagangan
Danamon / BRI / Lainnya
Dukungan Pemda
2008
2009
BANDA ACEH
TAHUN 2006
MEULABOH
PI : JAWA TIMUR ACEH BESAR
DANAU TOBA
P. S U M A T E R A
PP : CIAWITALI MAJALENG KA LEMBANG SRAGEN
TAHUN 2009
PI : PI : BEKASI MALANG SOLO TEGAL KEDIRI JAMBI BANYUWANGI PEKANBARU PURWOKERTO PADANG DEPOK BANDAR-LAMPUNG SERANG
PI : SEMARA NG CIREBON BALI MEULABO H
MEDAN
P. SIMEULUE
TAHUN 2008
TAHUN 2007
PP : JABAR ( 4) JATIM (4) JATENG (2) SUMATERA (2)
PP : JABAR ( 4) JATIM (3) JATENG (2) SUMATERA (3)
P. NIAS
PP : JABAR ( 2) JATIM (4) JATENG (2) SUMATERA (4)
PEKANBARU
PADANG
JAMBI P. SIBERUT
P. SIPURA PALEMBANG
BENGKULU
PAGARALAM
TANJUNG KARANG
utara P. J A W A
DKI JAKARTA SERANG TANGERANG
tanpa skala
BEKASI DEPOK BOGOR
LEMBANG
CIREBON
BANDUNG
P. MADURA TEGAL
SEMARANG
MAJALENGKA GARUT CIAWI TALI
PURWOKERTO
SURABAYA
SOLO SRAGEN KEDIRI
PETA USULAN PEMBANGUNAN PASAR INDUK DAN PASAR PENUNJANG TAHUN 2006-2009
YOGYAKARTA
MALANG
BANYUWANGI
P. B A L I DENPASAR
PETA RENCANA PEMBANGUNAN PASAR PETA PEMBANGUNAN PARAMITA GROUP PASAR PERIODE 2002 - 2006
BANDA ACEH
MEDAN SKEMA HUBUNGAN ANTARA PASAR INDUK PASAR PENUNJANG ANTAR WILAYAH
P. SIMEULUE
DANAU TOBA
SUM ATERA
KETERANGAN :
P. NIAS
PASAR INDUK PASAR PENUNJANG
PAKANBARU
JALUR NIAGA JALUR NIAGA & INFORMASI JALUR INFORMASI
PADANG
JAMBI P. SIBERUT
P. SIPURA
PALEMBANG BENGKULU
TANJUNG KARANG
utara J AWA
DKI JAKARTA
TANGERANG CIREBON
BOGOR
tanpa skala
P. MADURA
BANDUNG
SEMARANGSURAKARTA
SURABAYA
YOGYAKARTA MALANG
BALI DENPASAR
PASAR PENUNJANG - 2005 2003- 2004
PASAR PENUNJANG 2003
2002- 2004 2000 ( TELAH SELESAI ) ( TELAH SELESAI )
PASAR PENUNJANG - 2005
PASAR PENUNJANG 2005
2005- 2006
2005- 2006
BAB VII PENUTUP
Dengan adanya Pasar Induk dan Pasar Penunjang maka petani akan sangat terbantu dalam memasarkan dan meningkatkan produksinya serta mandapaktan pendapatan yang wajar. Konsumen juga akan menikmati produk pertanian yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Para pedagang dan pengusaha akan lebih bergairah karena mendapatkan tempat yang layak dan sehat untuk berusaha. Pemerintah dapat mengendalikan harga dengan mudah karena pasar di dalam negeri menjadi lebih terintegrasi dan margin distribusi menjadi lebih rendah. Kondisi seperti ini telah lama menjadi impian bangsa ini. Dengan demikian, Pasar Induk dan Pasar Penunjang mutlak harus dikembangkan di berbagai wilayah di tanah air agar semua penduduk bisa menikmati manfaatnya. Dengan adanya contoh keberhasilan yang sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya, diharapkan bahwa pembangunan Pasar Induk dan Pasar Penunjang hingga tahun 2009 akan menjadi lebih lancar dengan hasil yang lebih baik. Namun demikian, keberhasilan hanya dapat diraih jika semua pihak yang berkompeten ikut berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusinya secara terkordinasi dan berkelanjutan. Dalam kaitan ini, peranan pemerintah daerah sangatlah penting dan strategis.
LAMPIRAN : CASH FLOW
ANALISA BIAYA PEMBANGUNAN PASAR INDUK * Definisi Biaya Pembangunan Pasar Induk Biaya Pembangunan Pasar Induk (di luar biaya tanah) terdiri dari : A = Biaya Konstruksi + Biaya Sosial B = Biaya operasi tahun pertama dicadangkan sebesar 17,5 % dari A Pada tahun pertama , penghasilan masih kecil karena masih dalam masa pemantapan C = Kapitalisasi biaya pembangunan (beban bunga bank) selama 1 tahun pertama operasional pasar dicadangkan sebesar 17,5 % dari A Sehingga Biaya Pembangunan Pasar Induk = A + 35% * A
* Contoh Cash Flow : untuk pasar induk dengan kapasitas (sekarang) 300 ton/hari; yang dipersiapkan untuk 500 ton/hari Biaya Pembangunan Pasar Induk = Rp. 24 M (untuk tahun 2006) Pembiayaan Proyek ini : - 30 % oleh sektor swasta - 70 % oleh perbankan Dengan ketentuan/aturan bahwa dana dari perbankan dikembalikan dahulu; baru kemudian pengembalian modal sektor swasta Sehingga biaya dalam analisa Cash Flow adalah = Biaya Pembangunan Pasar Induk x 70 % = 16.800.000.000,-
Rp. 24 M x 70 % = Rp.