Januari 2009
Mengungkap Potensi Masyarakat Adat di PAPUA
©ILO/T. Muhamad
Peluang dan Tantangan
Sebagai
sebuah kawasan yang luas, Papua terdiri dari dua provinsi yaitu provinsi Papua dan Papua Barat. Papua yang mencakup sebagian besar pulau Nugini sebelah barat, luasnya mencakup 22% dari total luas Indonesia dan memiliki salah satu dari kekayaan terbesar dari segi keanekaragaman biologi dan lingkugan hidup. Dengan lebih dari 250 kelompok etnis, di mana masing-masing kelompok ini mempunyai bahasa dan gaya hidup mereka sendiri, Papua memiliki perbedaan karakter sosial dan budaya yang sangat unik. Masyarakat adat Papua diperkirakan berjumlah sekitar 66% (1,46 juta) dari total penduduk Papua yang berjumlah 2,3 juta. Sedangkan sisanya 34% adalah masyarakat non adat yang datang untuk menetap di kawasan ini atas keinginan sediri ataupun diundang masuk melalui program transmigrasi yang disponsori pemerintah dari Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Timur (BPS, 2003). Kekayaan alam Papua yang besar dalam hal kesuburan tanah, hutan, sumber daya mineral serta perikanan memang tidak dapat disangkal lagi. Dilaporkan bahwa pada tahun 2003, pendapatan pemerintah dari ekspor sumber daya alam Papua terutama mineral, minyak, hasil hutan dan perikanan mencapai angka USD 1.5 milyar, di mana sebagian dari pendapatan ini dikembalikan ke pemerintah daerah untuk mendukung berbagai program yang dilaksanakan di kawasan ini. Kendati Papua memiliki sumber daya alam yang kaya serta pendapatan pemerintah yang terbilang tinggi, masyarakat setempat masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Papua (2006-2011), kemiskinan diidentifikasi sebagai tantangan pembangunan yang utama.
BUDAYA DAN PEMBANGUNAN: Masyarakat adat Papua menyambut para pengunjung di komunitas mereka dengan tari-tarian adat.
Ada enam faktor utama yang membuat kemiskinan tersebar luas di kawasan ini, yaitu: 1) Isolasi dan jurang pemisah antardaerah; 2) Rendahnya mutu sumber daya manusia; 3) Rendahnya pendapatan akibat keterbatasan produksi; 4) Hambatan budaya; 5) Rendahnya komitmen politik terhadap pengembangan masyarakat secara berkelanjutan; dan, 6) Kebijakan dan program yang tidak terintegrasi.
Respons Pemerintah Dalam upaya Pemerintah Indonesia untuk mengatasi tantangan pembangunan di provinsi Papua dan Papua Barat, yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat asli Papua, pemerintah telah memberlakukan UU No. 21/2001, yang menjamin Otonomi Khusus (Otsus) daerah dalam menjalankan pemerintahan serta proses pembangunannya. Otsus ini mengakui perlu dan pentingnya sebuah kerangka kerja pembangunan yang sesuai dengan budaya, karakteristik dan sumber daya masyarakat adat Papua serta
EDISI KHUSUS
peka terhadap kebutuhan pengembangan sosio-ekonomi, budaya dan politik mereka. Sebagai tindak lanjut atas UU Otsus ini, Instruksi Presiden (Inpres) No. 5/2007 baru-baru ini dikeluarkan untuk ‘mempercepat proses pembangunan di provinsi Papua dan Papua Barat’. Inpres ini menyediakan panduan khusus bagi pembangunan Papua dan Papua Barat dalam satu “kebijakan tentang kesepakatan baru” yang mencakup lima prioritas strategis berikut ini: 1. Meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan; 2. Meningkatkan mutu pendidikan; 3. Meningkatkan mutu layanan kesehatan; 4. Mengembangkan prasarana dasar untuk meningkatkan akses ke daerah-daerah terpencil dan daerah-daerah di
sepanjang garis perbatasan negara; dan 5. Mengambil tindakan tepat yang dapat meningkatkan mutu sumber daya masyarakat adat Papua. Sebuah inisiatif besar untuk mengatasi akar masalah kemiskinan di Papua oleh Pemerintah Provinsi Papua adalah program pembangunan desa atau Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) yang mencakup bidangbidang dasar pembangunan seperti gizi, kesehatan, pendidikan, pemberdayaan perempuan dan prasarana. Program ini didukung oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pemerintah pusat. Strategi ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan pembangunan di tingkat desa dengan menyediakan bantuan langsung melalui lembaga-lembaga adat berbasis desa, kelompok gereja serta badan pemerintah.
Memberdayakan Masyarakat Adat Papua
Menciptakan Mata Pencaharian yang Berkelanjutan
Untuk
membantu pembangunan provinsi Papua/Papua Barat, ILO telah memprakarsai Program Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua (PIPE) yang dimaksudkan untuk memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat adat Papua serta mempromosikan hak-hak mereka. Program ini menyediakan layanan bantuan yang bersifat fasilitatif melalui kegiatan pengembangan keterampilan yang dapat membantu masyarakat adat dalam memikul tanggung jawab dan kepemimpinan yang lebih besar dalam proses pembangunan mereka sendiri serta dalam konteks dan kerangka Otsus. Program PIPE ini mencerminkan prioritas pembangunan pemerintah pusat, yang menekankan pada penciptaan lapangan pekerjaan sebagai upaya penting dalam mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan lokal. Didanai pemerintah Jepang melalui UN Trust Fund for Human Security, proyek ini berupaya meningkatkan kapasitas masyarakat adat Papua untuk mengurangi kemiskinan di desa mereka serta mempromosikan kesetaraan jender dan memperkuat mekanisme pembangunan dan perdamaian tradisional, bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait serta penyedia layanan lainnya.
2
Dirancang untuk beroperasi selama tiga tahun (2006 – 2008), proyek ini bekerjasama dengan masyarakat mitra di empat kabupaten yang dipilih pemerintah daerah sebagai lokasi percontohan, yaitu:
Kota/Kabupaten Jayapura Jayapura, Provinsi Papua 1. Kabupaten Muara Tami Jumlah desa: 7 Penduduk: 10,548 Organisasi Mitra: Reba A’ling
Manokwari
2. Kabupaten Kemtuk Gresi Jumlah desa:: 15 Population: 5,427 Organisasi Mitra: Dewan Konsultasi Dumtru
Kabupaten Manokwari Manokwari, Provinsi Papua Barat 1. Kabupaten Tanah Rubuh Jumlah desa: 24 Penduduk: 3,552 Organisasi Mitra: Win Hamo
Jayapura
2. Kabupaten Kebar Jumlah desa: 11 Penduduk: 3,251 Organisasi Mitra: Ventori
Lokasi percontohan PIPE dengan jumlah desa, penduduk dan organisasi masyarakat mitra
Program PIPE ©ILO/T. Muhamad
Keistimewaan Program PIPE ini adalah strategi utamanya dalam memperkuat kemandirian secara individu maupun kolektif di kalangan masyarakat adat Papua melalui proses peningkatan kapasitas yang memanfaatkan prakarsa, pengetahuan tradisional, lembaga dan sumber daya mereka sendiri (materi maupun tenaga) untuk mencapai tujuan proyek. Pengalaman demonstratif, praktik yang baik serta pelajaran yang diperoleh dalam pelaksanaan proyek ini dijadikan contoh dan masukan dalam memperbaiki kebijakan dan program terkait. Strategi ini dilaksanakan melalui metodologi pembangunan partipasi kemandirian masyarakat (P2KM) di mana masyarakat mitra secara sistematis diberikan sarana dan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka serta memenuhi aspirasi pembangunan mereka sendiri. Terinspirasi oleh Agenda Pekerjaan yang Layak ILO dan Konvensi (No. 169) tentang Masyarakat Hukum Adat, pendekatan P2KM menekankan pada pentingnya upaya untuk memperkuat kemandirian masyarakat adat baik secara individu maupun kolektif. Upaya ini mencakup semangat dan tujuan program PNPM dan RESPEK pemerintah. Pada praktiknya, pendekatan P2KM mempromosikan pengembangan keterampilan terutama melalui kegiatan pelatihan secara langsung menggunakan pengetahuan, lembaga, mata pencaharian serta sumber daya lokal yang ada sebagai daya tariknya. Tergantung seberapa besar minat masyarakat mitra untuk meningkatkan kapasitas mereka, penerapan pendekatan P2KM ini umumnya melalui
MITRA-MITRA PEMBANGUNAN: Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, bersama dengan perwakilan pemerintah setempat, menyerahkan fasilitas dan peralatan penunjang mata pencaharian kepada para masyarakat mitra di wilayah-wilayah percontohan PIPE.
enam tahap pelaksanaan proyek, yaitu: a) Penyusunan kerangka kerja lembaga; b) Survei dasar masyarakat secara partisipatif; c) Identifikasi dan perencanaan kegiatankegiatan proyek masyarakat; d) Pelaksanaan kegiatankegiatan proyek masyarakat; e) Evaluasi diri dan evaluasi eksternal masyarakat; dan, f) Mengaitkan pengalaman masyarakat dengan penyusunan kebijakan dan program. Hingga saat ini, sudah lebih dari 2.000 anggota dan pemuka masyarakat yang mengikuti berbagai kegiatan pelatihan secara langsung, yang sebagian besar terkait dengan upaya meningkatkan kelangsungan mata pencaharian seperti pertanian, perikanan, hortikultura, pengelolaan koperasi dan kewirausahaan. Hasilnya adalah peningkatan pendapatan para penerima manfaat langsung yang berkisar antara 30-35 persen serta peningkatan kewirausahaan. Yang lebih penting, masyarakat mitra telah mulai memperkuat kemandirian mereka secara kolektif dalam mengurangi kemiskinan melalui penyusunan mekanisme bantuan mata pencaharian masyarakat, misalnya melalui pusat layanan masyarakat, fasilitas umum, pembibitan dan sistem pemasaran. Mekanisme-mekanisme ini dikelola oleh beberapa lembaga adat dengan bantuan beberapa fasilitator pembangunan masyarakat yang juga merupakan anggota masyarakat mitra.
3
EDISI KHUSUS
Pembangunan Partisipasi Kemandirian Masyarakat P2KM
adalah pendekatan terhadap pembangunan masyarakat di mana aspek partisipasi dalam proses pembangunan ini diprakarsai dan dikelola oleh masyarakat setempat. Sementara
PELATIHAN LANGSUNG: Para nelayan di Kabupaten Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, memperkuat keterampilan kerja mereka melalui pemanfaatan peralatan dan fasilitas penangkapan ikan.
©ILO/T. Muhamad
lembaga-lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah serta elemen-elemen sektor swasta lainnya hanya berfungsi sebagai penyedia layanan. Dalam penerapannya, proses dan hasil memiliki peran yang sama pentingnya. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan-pendekatan lain yang biasanya diterapkan di Papua, seperti metodologi partisipatif di mana aspek partisipasi dari proses pembangunan ini diprakarsai dan dikelola oleh lembagalembaga dari luar, bukan langsung dari masyarakat. Pendekatan ini pun berlawanan dengan pendekatan “dari atas ke bawah”, “bantuan” dan “satu pendekatan untuk semua” yang telah terbukti sangat tidak efektif dan kontraproduktif, terutama dalam konteks Papua. Pendekatan P2KM mengakui dan menerapkan “dua– tahap yang saling terkait”, di mana tahap pertama berupa proyek masyarakat untuk melaksanakan pembangunan mereka sendiri baik secara individu maupun kolektif, sedangkan tahap kedua berupa penyedia layanan untuk menyediakan layanan bantuan fasilitatif yang dibutuhkan masyarakat. Tahap pertama merupakan upaya yang berkelanjutan, sedangkan tahap kedua umumnya berupa kegiatan jangka pendek atau menengah. Konsep dua tahapan ini mempromosikan kepemilikan dan tanggung jawab masyarakat atas proses pembangunannya. Konsep ini dimaksudkan untuk menghapus praktik yang lazim dilakukan, yaitu program kegiatan yang diawali dan diakhiri di lokasi yang sama
4
dengan masyarakat yang sama – praktik ini telah terbukti menjadi sebuah lingkaran setan dan kontraproduktif di berbagai tempat. Alhasil, pendekatan P2KM ini pun mendapat sambutan baik dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, kalangan akademisi, LSM setempat, dan yang terpenting, dari masyarakat adat Papua.
Metodologi P2KM ter diri dari tujuh (7) prinsip yang terdiri saling terkait satu sama lain yaitu:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Memperkuat kapasitas anggota dan pemuka masyarakat dalam hal pengembangan diri. Membantu para tokoh dan anggota masyarakat dalam melaksanakan proses perubahan. Menyediakan bantuan langsung kepada masyarakat melalui organisasi mereka sendiri. Mengenali kapasitas dasar masyarakat di desa dalam hal pengaturan diri dan tata kelola pemerintahan. Membuat persyaratan yang lebih fleksibel dalam memberikan bantuan pembangunan untuk masyarakat. Memperlakukan organisasi masyarakat adat sebagai mitra pembangunan desa yang utama. Merasionalisasikan makna bantuan pembangunan untuk memastikan kelangsungannya.
Program PIPE ©ILO/T. Muhamad
Domingo Nayahangan, Kepala Penasihat Teknis Proyek PIPE
“
MASYARAKAT ADAT PAPUA perlu memperkuat kapasitas
guna memimpin proses pembangunan mereka sendiri
Mengapa pendekatan P2KM merupakan bagian strategi yang utama dalam Program PIPE ILO? Pendekatan P2KM sangat sesuai dengan kerangka pembangunan berorientasi budaya dari masyarakat adat dan karenanya pendekatan ini merupakan sarana yang efektif untuk mempromosikan pemberdayaan mereka. Salah satu alasan yang penting adalah pendekatan P2KM memberi peluang yang besar bagi masyarakat adat untuk menentukan sendiri arah dan kecepatan proses pembangunan mereka dengan mempertimbangkan sistem, praktik dan pengetahuan tradisional mereka.
Apa peran Program PIPE ILO dalam mempromosikan pendekatan P2KM? Program PIPE ILO memprakarsai pengujian terhadap pendekatan P2KM di Papua dan Papua Barat. Berdasarkan inisiatif ini, beberapa penyesuaian besar telah dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pendekatan ini dalam konteks Papua dan Papua Barat. Untuk mereplikasi dan menerapkan pendekatan P2KM ini di Papua dan Papua Barat, pengalaman, pelajaran yang diperoleh serta praktikpraktik terbaik yang dihasilkan di beberapa lokasi percontohan didokumentasikan dan diberikan kepada para penyedia layanan multi-sektoral, terutama lembagalembaga pemerintah terkait, sebagai masukan dalam menyusun kebijakan dan program. Menjelang berakhirnya proyek ini, semua penyesuaian dalam proses P2KM yang dilakukan selama masa pelaksanaan proyek akan segera dirangkum ke dalam “buku acuan” tentang penerapan pendekatan P2KM di Tanah Papua.
Jenis penyesuaian apa yang dilakukan dalam konteks Papua? Penyesuaian terhadap pendekatan P2KM dalam konteks Papua adalah proses berkelanjutan yang dimulai sejak awal pelaksanaan program PIPE pada Januari 2006
”
lalu. Beberapa penyesuaian penting dilakukan sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat mitra di lokasi-lokasi percontohan. Salah satu contohnya adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap kecepatan pelaksanaan. Dalam pendekatan P2KM, masyarakat mitra diharapkan mulai melaksanakan kegiatan peningkatan mata pencaharian secara substantif sekitar satu bulan setelah dilakukan orientasi proyek dan perencanaan masyarakat. Namun, dalam konteks Papua, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk kegiatan persiapan. Tujuan dari masa persiapan yang lebih lama ini untuk mencapai tingkat penerimaan yang wajar dari para anggota masyarakat dan pemuka adat tentang sifat, tujuan serta pemanfaatan bantuan pembangunan masyarakat. Hal ini bertolak belakang dengan pemikiran yang ada sekarang di mana sebagian masyarakat biasanya menganggap bantuan pembangunan tidak lebih dari sekedar bantuan keuangan secara perorangan.
Apa tantangan utama dalam menerapkan pendekatan P2KM di Papua dan Papua Barat? Seperti halnya di berbagai kalangan masyarakat adat yang lain, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana kita dapat secara efektif membantu masyarakat adat memperoleh kembali dan memperkuat kapasitas alami mereka untuk mencapai tingkat kemandirian secara individu dan kolektif dalam konteks lingkungan mereka yang mengalami perubahan. Di samping itu, akibat wajar dari tantangan ini adalah perlunya mengidentifikasi faktor-faktor penting yang mengakibatkan dan akan terus mengakibatkan melemahnya kapasitas alami masyarakat adat Papua serta menentukan langkah-langkah perbaikan yang sesuai. Kapasitas yang sama ini diperlihatkan melalui sejarah panjang mereka dalam menjalani hidup secara kolektif di sejumlah daerah serta mengelola lingkungan dan sumber daya secara berkesinambungan selama berabad-abad lamanya.
“
Masyarakat adat Papua, seperti halnya masyarakat adat lain di dunia ini, memiliki kapasitas untuk memprakarsai dan memimpin proses pembangunan mereka sendiri sebagaimana yang diindikasikan, misalnya melalui mutu sistem dan praktik pengetahuan adat mereka yang beraneka ragam
”
5
EDISI KHUSUS
Aspirasi Papua: Absallom Retto:
Manfaat
Investasi untuk Masa Depan
Jamak diketahui, mata pencaharian sebagian
Setahun lalu, ia hanya mampu memanen kebun semangkanya seluas 1,5 hektar empat atau lima kali setahun. Setiap kali panen, ia hanya memperoleh sebesar Rp 500 ribu atau Rp. 2 – 2,5 juta per tahun. Namun, tahun ini keberuntungan Retto berubah dan pendapatannya melonjak tajam. Hingga akhir bulan Oktober, ia memperoleh hasil panen berlimpah mencapai Rp 31 juta.
petani, maka Anda perlu mengolah tanah setiap hari. Perubahan yang telah saya lakukan hanya sesederhana itu, tapi memberikan hasil yang luar biasa,” ujar dia. ©ILO/G. Lingga
besar masyarakat adat Papua tergantung pada tanah dan sumber daya alam yang berlimpah-ruah. Mereka umumnya masih terlibat dalam kegiatankegiatan mata pencaharian tradisional, seperti pastoralisme, berburu serta bertani secara bersama dan berpindah. Demikian pula dengan Absallom Retto, seorang petani dari Kabupaten Muara Tami, Papua, selama hampir 25 tahun. Bagi dia, tanahnya adalah hidupnya.
Retto juga mengikuti pelatihan kewirausahaan mikro ILO di mana ia memperoleh pengetahuan praktis tentang cara menginvestasikan tabungannya serta memperluas kebunnya. “Biasanya saya langsung menghabiskan penghasilan saya dan tidak punya tabungan. Tapi, sekarang saya bukan lagi Retto yang dulu. Saya selalu menabung sebagian penghasilan saya dan bahkan membuka rekening tabungan untuk semua anak saya yang jumlahnya enam orang,” katanya bangga, dan menambahkan bahwa semua anaknya bersekolah dan bahkan tiga anaknya yang tertua mampu masuk ke bangku kuliah.
Untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depan, ia telah menginvestasikan penghasilannya Absallom Retto dengan bangga memperlihatkan traktor dengan membeli sebuah motor dan tangan yang dipergunakan tidak hanya untuk produksi pertanian tapi juga pengelolaan barang secara kolektif. Retto menjelaskan bahwa kebun baru seluas 1,5 hektar. penghasilannya saat ini benar“Memperoleh penghasilan yang lebih benar jauh di luar dugaannya. “Kehidupan saya jauh berubah besar adalah anugerah, tapi saya harus mempersiapkan diri dalam sejak dipilih para anggota dan tokoh di desa saya untuk menghadapi masa depan,” katanya bijaksana. Motor tersebut, menjadi salah satu fasilitator masyarakat dalam Program PIPE lanjut dia, tidak saja memberinya akses yang lebih baik ke kota ILO di Kabupaten Muara Tami. Saya beruntung diberi dan pasar, tapi juga membantunya berhemat karena ongkos kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan transportasi di Papua sangat tinggi. produksi pertanian yang difasilitasi ILO ini,” kata dia. Untuk memanfaatkan fasilitas masyarakat dan peralatan Sebelumnya, ia menggarap tanahnya dengan yang disediakan ILO sebaik mungkin, Retto telah memfasilitasi menanam berbagai jenis komoditas pertanian secara penyusunan satu sistem untuk memastikan fasilitas dan peralatan tradisional. “Saya tidak pernah merawat kebun saya. Setelah ini dapat digunakan dengan baik oleh semua orang yang ada di menanam benih, saya biarkan tanaman tersebut tumbuh daerah ini. “Kami telah mengembangkan sistem sewa, dan sendiri selama dua bulan atau lebih. Saya hanya kembali saat sebagian biaya sewa ditabung untuk merawat dan memperbaiki panen dan seperti yang bisa Anda bayangkan, hasilnya tidak peralatan tersebut,” jelas Retto, yang juga merupakan Ketua memuaskan,” imbuhnya. Kelompok Tani di Kabupaten Muara Tami. Peralatan masyarakat ini terdiri dari dua unit traktor tangan, satu unit pompa, gergaji mesin Dari serangkaian kegiatan pelatihan ini, ia memperoleh serta beberapa unit pemotong rumput dan sebagainya, yang kini berbagai informasi dan pelajaran tentang teknik produksi tersimpan rapi di sebuah ruang penyimpanan, yang terletak persis pertanian, pembasmian hama, pemakaian benih di samping pusat layanan masyarakat yang dibangun masyarakat bersertifikasi, dan sebagainya. “Pelajaran terbaik yang saya setempat dengan bantuan dari Proyek PIPE ILO. pelajari adalah kita tidak dapat begitu saja menanam berbagai jenis tanaman di satu tempat dan kita harus merawat kebun secara teratur. Seperti halnya profesi lain manapun, kita harus bekerja setiap hari. Jika Anda seorang
6
Belajar dari keberhasilan ini, beberapa petani lain mengikuti jejaknya. “Saya senang berbagi pengetahuan dan keberhasilan saya. Saya katakan kepada petani lainnya bahwa mereka perlu
Program PIPE
yang Diperoleh John Lensru:
Mempromosikan
Pengetahuan dan Praktik Lokal ©ILO/G. Lingga
Adat adalah pondasi kemandirian masyarakat adat secara kolektif. Masyarakat setempat mematuhi dan setia kepada lembaga adat. Itulah sebabnya mengapa pemberdayaan anggota masyarakat lebih efektif bila dilakukan melalui lembaga adat,” kata Lensru. DKD dibentuk dan dihidupkan kembali pada 2007 dengan bantuan Program PIPE. Bekerjasama dengan para fasilitator masyarakat di bawah naungan program ini, DKD mengumpulkan informasi tentang aspirasi masyarakat setempat, terutama mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Mereka juga mengunjungi desa-desa untuk mengidentifikasi pembangunan yang dibutuhkan masyarakat setempat. “Kita perlu mengidentifikasi kebutuhan pembangunan aktual dari masyarakat agar mereka sendiri dapat menjalankan sejumlah inisiatif untuk "Pemerintah daerah pengembangan diri,” menyambut baik penerapan kata dia. John Lensru berdiri di depan kantor DKD dan Pusat Pelayanan yang baru, sebuah mekanisme pemberdayaan bagi organisasi adat.
Sebagai
ketua Dewan Konsultasi Dumtru (DKD), John Lensru secara aktif terlibat dalam upaya mempromosikan pendekatan P2KM bagi pembangunan desa di Kabupaten Kemtuk Gresi/Gresi Selatan, Papua. DKD adalah lembaga adat di daerah ini. Salah satu prinsip pendekatan P2KM adalah memperkuat dan melibatkan lembaga-lembaga adat dalam proses pembangunan. “Lembaga adat adalah lembaga yang memiliki wewenang besar dari sudut pandang masyarakat setempat. merawat kebun mereka dengan rajin. Sesibuk apapun kita dengan kegiatan gereja atau lainnya, kita perlu merawat kebun setiap hari. Kita harus bekerja keras untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar,” kata Retto. Retto tidak saja membantu para petani setempat, ia pun meluangkan waktunya mengajar anak-anak di desa. Saat ia menjumpai beberapa murid kelas tiga yang masih buta huruf, ia bertekad untuk tidak membiarkan hal ini terjadi. “Mereka adalah generasi mendatang. Kehidupan seperti apa yang akan mereka miliki jika mereka buta huruf,” tegas dia. Setiap hari, setelah berkebun, ia menyisihkan waktunya bersama anak-anak tersebut dan menggunakan beberapa materi dasar yang disediakan Program PIPE, untuk mengajari mereka cara membaca. “Pengetahuan adalah kekuatan, dan saya adalah salah satu contoh hidupnya,” ia menambahkan.
pendekatan P2KM serta
Di bawah koordinasi peran yang lebih aktif dari DKD sebagai mitra organisasi-organisasi pembangunan desa yang masyarakat dalam utama, Lensru berkata menentukan dan bahwa masyarakat telah memutuskan untuk mengoordinir partisipasi meningkatkan produksi penyedia layanan dari coklat karena coklat pemerintah dan sektor merupakan mata swasta dalam proses pencaharian utama pembangunan desa" mereka. Masyarakat juga telah memutuskan secara bersama untuk menggunakan benih-benih coklat yang diproduksi secara lokal, dan bukan benih hibrida yang sebelumnya diharuskan. “Ketika masyarakat diberi kesempatan untuk memimpin proses pembangunan, mereka sebenarnya sudah mengetahui hal terbaik apa yang perlu mereka lakukan untuk memperbaiki hidup mereka. Sebagai contoh, masyarakat mengambil keputusan yang tepat saat mereka memiliki benih coklat lokal karena jenis benih ini terbukti memiliki kualitas yang lebih baik daripada benih hibrida. Ini menunjukkan pentingnya kita menghargai dan mengakui pengetahuan dan kearifan lokal,” kata Lensru. Untuk memastikan kelangsungan pendekatan P2KM, ia menjelaskan bahwa DKD terus memperkuat kapasitasnya sendiri serta menyosialisasikan secara aktif pendekatan kepada pihak berwenang setempat.
7
EDISI KHUSUS
Meningkatkan
©ILO/T. Muhamad
MEMBERDAYAKAN KAUM PEREMPUAN: Kaum perempuan di Kecamatan Tanah Rubuh, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, menjalani pelatihan pengembangan keterampilan kecakapan hidup dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Walaupun
lingkungan sosio-budayanya sangat patrilineal, jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam proses pengembangan keterampilan di tingkat desa semakin meningkat, terutama dalam hal peningkatan penghasilan dan penciptaan lapangan kerja. “Beberapa perempuan diberi kesempatan untuk bekerja sebagai fasilitator pengembangan masyarakat di kabupaten” kata
Kegiatan
Program ILO-PIPE dalam
Gambar
Prograp PIPE ILO terfokus pada upaya membantu anggota masyarakat untuk memperkuat kemampuan mereka baik secara perorangan maupun kolektif melalui proses pembangunan kapasitas, termasuk pelatihan keterampilan kecakapan hidup untuk meningkatkan pendapatan dan kewirausahaan, memperkokoh lembaga adat dan mempromosikan peran perempuan dalam kegiatan pembangunan setempat. Di bawah ini adalah foto-foto sejumlah kegiatan program PIPE ILO:
8
Program PIPE
Peran Perempuan Yohana Yaru, salah seorang fasilitator perempuan di kabupaten Kemtuk Gresi/Gresi Selatan. Di samping itu, atas dorongan yang diberikan Program PIPE ILO, semua kelompok perempuan mulai melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi seperti usaha produksi sayur, pengolahan buah-buahan serta wirausaha mikro. Sebagai hasilnya, sekitar 273 perempuan telah terlibat secara aktif dalam upaya pengurangan kemiskinan di wilayah-wilayah sasaran proyek. Mereka berperan memimpin promosi kewirausahaan melalui pelatihan Gender and Entrepreneuship Together (GET Ahead) bagi para pelatih dan calon pengusaha. Salah satu dari kelompok perempuan ini adalah Ikatan Perempuan Kemtuk Gresi (IPKG). Kelompok ini baru saja didirikan di Kemtuk Gresi/Gresi setelah melalui serangkaian langkah persiapan. Dengan jumlah anggota awal sebanyak 25 orang, IPKG berupaya antara lain untuk meningkatkan
dalam Proses Pembangunan Desa produksi para anggota serta keterampilan kewirausahaan mereka. “Kelompok ini mencakup semua perempuan yang memiliki kepedulian terhadap Kemtuk Gresi, tidak hanya masyarakat adat Papua tapi juga para pendatang. Tujuan utamanya adalah untuk lebih memberdayakan perempuan agar mereka dapat terlibat secara lebih aktif dalam kegiatan masyarakat,” kata Yohana, salah seorang pendiri kelompok ini. Kelompok ini telah merencanakan untuk memprakarsai beberapa kegiatan pengembangan sosio ekonomi, seperti membuat kue, perkebunan coklat, pengelolaan kios (usaha mikro yang bergerak dalam bidang jual beli) serta mengelola dana bergulir. “Kami masih dalam proses awal, tapi kami percaya bahwa kami mampu mewujudkannya. Kami punya impian besar bahwa setiap perempuan punya kesempatan untuk membantu memperbaiki kehidupan keluarga dan masyarakatnya,” imbuh Yohana.
“
...atas dorongan yang diberikan Program PIPE ILO, semua kelompok perempuan mulai melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi seperti usaha produksi sayur, pengolahan buah-buahan serta wirausaha mikro
”
©ILO/G. Lingga/T. Muhamad
9
EDISI KHUSUS
Paskalina Baru:
Mendobrak
14 Pelaja
Hambatan
“Dulu,
saya pemalu dan tertutup. Tapi sekarang saya sudah berubah. Setelah menjadi salah satu fasilitator pengembangan masyarakat di bawah Program PIPE ILO, saya belajar berbicara dan berkomunikasi dengan masyarakat dan secara terbuka mempromosikan penerapan program pembangunan partisipasi kemandirian masyarakat di kampung saya di Kabupaten Kebar, Papua Barat. Bersama para fasilitator lain, saya membawahi tiga kelompok suku: Ireret, Mpur dan Miyah. Selama bertahun-tahun, masyarakat setempat telah terbiasa dengan sistem pendekatan pembangunan dari atas ke bawah. Namun pendekatan-pendekatan ini telah menciptakan budaya ketergantungan. Masyarakat setempat, terutama lembagalembaga adat, tidak pernah diberi kesempatan untuk memainkan peran aktif dalam pembangunan desa mereka sendiri. Lembaga adat di daerah ini disebut Ventori. Awalnya, memang tidak mudah bagi saya meyakinkan masyarakat setempat tentang pendekatan ini. Mereka menolak saya dan fasilitator lain. Mereka enggan bertemu dan berbicara dengan kami. Bahkan, sebagai satu-satunya fasilitator perempuan, saya memiliki tugas yang lebih berat, yaitu melaksanakan kampanye perubahan terhadap pandangan masyarakat tentang penerimaan bantuan tanpa tanggung jawab. Kami juga berusaha menghapus hambatan patrilineal. Tapi, saya tidak mau menyerah walaupun saya menghadapi banyak kendala karena saya tahu pendekatan ini tidak saja memberikan manfaat kepada masyarakat tapi juga kepada keluarga, saudara serta teman-teman saya. Karenanya, secara teratur saya mengunjungi beberapa desa, serta membantu masyarakat setempat untuk memperkuat kapasitas mereka serta memprakarsai inisiatif-inisiatif pembangunan mereka sendiri. Biasanya dibutuhkan waktu satu hari penuh untuk mengunjungi satu desa, karena setiap desa terpisah oleh jarak yang sangat jauh. Karena minimnya transportasi, saya harus berjalan berkilo-kilometer melalui medan yang sulit untuk mengunjungi satu desa. Di desa-desa ini, saya berusaha mempromosikan pendekatan P2KM tidak saja dalam pertemuan-pertemuan, tapi juga saat mengunjungi rumah-rumah penduduk serta kebun-kebun mereka. Di sini, saya belajar lebih jauh tentang keluarga mereka, mata pencaharian serta kebutuhan mereka. Ini semua memicu saya untuk bekerja lebih keras agar dapat memberikan layanan fasilitasi yang lebih baik. Kini, masyarakat setempat di Kebar telah merasakan manfaat dari pendekatan ini. Mereka lebih terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan, menjadi lebih mandiri, serta bekerjasama di bawah satu wadah organisasi masyarakat adat. Organisasi ini telah menjadi mitra pemerintah dan organisasi lain dalam proses pembangunan. Harapan saya di masa mendatang adalah bahwa masyarakat setempat di Papua, terutama di Kebar/Senopi, dapat terus lebih produktif serta memainkan peran yang lebih penting dalam segala aspek pembangunan mereka sendiri.”
10
Sebagai proyek percontohan, Program PIPE telah melahirkan pengalaman, pelajaran serta praktik yang baik, yang dapat memberikan acuan tambahan bagi para praktisi pembangunan, pembuat kebijakan dan pemberi layanan dalam memfasilitasi kompleksitas pembangunan masyarakat adat, khusus di tingkat pedesaan. Sebagian dari pelajaran dan praktik yang baik, yang dinilai sangat terkait dengan pengembangan masyarakat secara berkelanjutan, terutama dalam konteks Papua/Papua Barat, adalah sebagai berikut:
Pembangunan P artisipasi Partisipasi Kemandirian Masyarakat
1
Tantangan pembangunan di Papua/Papua Barat bukanlah diakibatkan kurangnya sumber daya, namun lebih diakibatkan bagaimana bantuan pembangunan dilaksanakan. Program pembangunan, yang seringkali diberikan dalam bentuk bantuan langsung dibandingkan dengan memfasilitasi proses pembangunan ternyata tidak menghasilkan hasil yang berkelanjutan. Sebagai mekanisme pemberian bantuan, pendekatan P2KM, yang memberikan kesempatan bagi masyarakat mitra untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dan memimpin proses pembangunan, telah menjadi sebuah praktik yang dapat dicontoh. Pendekatan ini dapat meningkatkan keefektivan inisiatif pembangunan di tingkat deesa, khususnya Program PNPM dan RESPEK.
Mengikutsertakan suku
2
Di desa-desa Papua/Papua Barat, suku adalah unit pembangunan dasar yang kuat. Dalam suku ini, kepemimpinannya jelas dan kepentingan umumnya juga kuat. Suku juga merupakan tempat bagi budaya adat. Wewenang dan peraturan adat yang berbasis suku mempunyai dampak yang besar terhadap kelangsungan program-program pembangunan di tingkat desa.
PIPE Program Programme PIPE
aran Kunci 3
6
dan Praktik Baik yang Dihasilkan
Lembaga adat sebagai mitra pembangunan Bagi masyarakat adat, lembaga adat merupakan bagian terpenting dalam kehidupan mereka. Lembaga ini pun merupakan bagian dari identitas mereka. Kendati mengalami sejumlah perubahan, lembaga ini pada dasarnya masih memainkan peran yang sama – sebagai sistem pemerintahan masyarakat adat. Lembaga adat, seperti Dumtru, serta lembaga-lembaga adat lainnya, memiliki potensi yang besar untuk menjadi mitra pembangunan di tingkat desa. Dibandingkan dengan lembaga masyarakat, lembaga adat lebih memiliki peluang yang besar dalam keberlanjutan program.
3
Mengantisipasi peluang dan hambatan budaya
4
Memfasilitasi pembangunan partisipasi kemandirian masyarakat serta memahami implikasi budaya dari setiap jenis bantuan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat mitra selalu merupakan praktik yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kejutankejutan yang dapat menimbulkan kerusakan dalam proses pelaksanaan proyek.
Menyeimbangkan kepentingan perorangan dan bersama Program pembangunan di Papua/Papua Barat perlu melihat baik kebutuhan pembangunan bersama maupun perorangan (keluarga, suku). Dalam konteks sistem pemerintahan adat, kepentingan bersama sama pentingnya dengan kepentingan keluarga dan suku. Program pembangunan dapat dirancang untuk secara sistematis memberikan kesempatan bagi lembaga adat untuk mencapai tujuan pengembangan sosio-ekonomi bersama, misalnya melalui fasilitas bersama seperti peralatan produksi dan pemasaran, pusat layanan komunitas, pembibitan, dan sebagainya. Sementara bagi keluarga dan suku untuk menyadari potensi sosioekonomi mereka sendiri dan meningkatkan status mereka melalui bantuan keuangan mikro berorientasi keluarga.
5
Memberikan bantuan tanpa tujuan membahayakan
6
Pembangunan nyata masyarakat tidak dapat dicapai melalui pemberian bantuan langsung. Ketika bantuan pembangunan diberikan tanpa menuntut adanya keberhasilan, seperti tanggung jawab dan akutanbilitas serta membayar kembali atau penggunaan yang berkelanjutan, bantuan akan menjadi kontraproduktif. Dalam jangka panjang, hal ini menghasilkan lebih banyak keburukan ketimbang kebaikan bagi masyarakat, seperti ketergantungan ketimbang proaktif dan melakukannya sendiri. Jika kegiatan pembangunan masyarakat dilaksanakan secara serius, bantuan dalam bentuk bantuan langsung harus dihentikan atau diubah.
Mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi perubahan lingkungan Sebagian besar masyarakat Papua tidak menganggap diri miskin, mengingat luasnya tanah dan berlimpahnya sumber daya. Namun, migrasi yang terus berdatangan dari sejumlah wilayah di negara ini dan pengerukan sumber daya memberikan tekanan yang lebih besar kepada tanah dan sumber daya lainnya serta memperbesar kebutuhan masyarakat Papua akan pendapatan yang mandiri. Dalam kondisi ini, bantuan langsung yang diberikan kepada masyarakat adat untuk membantu mereka mengembangkan beragam kemampuan dapat membantu mereka menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam lingkungan sosio-ekonomi dan lingkungan yang terus berubah.
7
Kecepatan spesifik lokasi
8
Kecepatan pemberian layanan bantuan fasilitatif sesuai dengan kebutuhan masyarakat mitra di daerah-daerah tertentu merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pembangunan desa. Hal ini membutuhkan sebuah perspektif perencanaan bergulir (roll-on planning) di mana satu kegiatan melahirkan satu kegiatan lain dalam aliran yang logis.
EDISI KHUSUS
Memanfaatkan inisiatif masyarakat yang nyata untuk aksi bersama
9
Inisiatif-inisiatif masyarakat yang nyata terhadap upaya pengurangan kemiskinan serta aspek-aspek lain dari pembangunan desa adalah titik awal yang efektif untuk menjalin hubungan antara organisasi masyarakat dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait serta penyedia layanan yang lain. Inisiatif-inisiatif ini mencerminkan upaya masyarakat untuk meningkatkan kepercayaan diri serta pemberdayaan masyarakat yang dapat menarik perhatian dari lembaga-lembaga pemerintah terkait serta penyedia layanan yang lain.
Memanfaatkan bakat yang ada di desa
10
Peran fasilitator pengembangan masyarakat, yang dipilih dari kalangan masyarakat mitra merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pembangunan desa. Oleh karena itu, standar kualifikasi yang khusus, proses pemilihan, pelatihan dan uraian pekerjaan perlu ditentukan dan diawasi oleh para perwakilan masyarakat mitra serta penyedia layanan.
Tidak ada pembangunan tanpa komitmen yang menghasilkan perubahan
11
Hanya dengan berbekal kemauan anggota dan pemuka masyarakat untuk melakukan perubahan, program pembangunan partisipasi kemandirian masyarakat dapat berjalan. Program pembangunan ini hanya efektif dalam satu lingkungan di mana anggota masyarakat mitra memiliki sikap dan pandangan yang positif. Jika terjadi hambatan-hambatan yang terkait dengan sikap masyarakat, hambatan-hambatan tersebut harus terlebih dahulu diperbaiki sebelum mengatasi hambatan lain. Melakukan perubahan ini harus menjadi fokus utama dalam melaksanakan proses pembangunan.
12
Kesempatan dapat meningkatkan kapasitas Memberi kesempatan kepada anggota masyarakat mitra untuk memikul tanggung jawab dan kepercayaan secara kolektif atas pengelolaan dana pembangunan dalam jumlah tertentu adalah sarana yang kuat untuk memperoleh pelajaran dari pengalaman. Ini juga dapat menjadi cara alternatif yang efektif untuk sistem dana bantuan dan untuk mencegah terjadinya korupsi.
Perlunya melakukan intervensi berproses
13
Pentingnya melakukan intervensi yang melalui tahapan proses dalam pembangunan desa merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi. Kegiatan pembangunan yang tersebar luas dan terpisah-pisah, tanpa memandang sebaik apa kegiatan tersebut direncanakan dan dilaksanakan secara teknis, akan tetap tidak efektif. Kegiatan-kegiatan ini hanya melahirkan lingkaran “kegiatan pembangunan” yang tak berujung, serta tidak bermanfaat dan berkelanjutan bagi masyarakat mitra.
Membangun peran tradisional perempuan masyarakat adat
14
Kendati berada di bawah sistem patriarkal yang kental, kaum perempuan tidak hanya sekadar mengabdikan diri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak, tapi juga melaksanakan berbagai peran penting dalam beragam kegiatan yang terkait dengan ekonomi dan budaya. Dalam mengerjakan tugas mereka baik di rumah maupun di lapangan, kaum perempuan adat telah membuktikan kemampuan dan tanggung jawabnya. Kegiatan ekonomi yang mereka lakukan dapat menjadi langkah efektif untuk semakin memberdayakan mereka dan mempromosikan mata pencaharian dan kewirausahaan masyarakat yang berkelanjutan.
‘PIPE sangat terkait dengan kebutuhan dan peluang pembangunan di Papua pada saat ini. Respons yang diberikan para fasilitator pengembangan masyarakat, organisasiorganisasi masyarakat adat serta anggota masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan yang nyata selama ini sangat positif; dalam banyak hal, ini merupakan bentuk bantuan ‘nyata’ pertama yang pernah diterima masyarakat atau yang pernah mengikutsertakan masyarakat. (Cukilan dari laporan evaluasi, Juli 2007)
Hubungi: Kantor ILO Jakarta Menara Thamrin Lantai 22 Jl. M.H. Thamrin Kav Kav.. 3 | Jakarta 10250 Telp. 021 3913112 | Faks. 021 310 0766 g|W ebsite: www .ilo.or g/jakarta Email:
[email protected] www.ilo.or .ilo.org/jakarta
[email protected] Website: