[35] Jangan Semuanya Meniru Amerika Sunday, 18 July 2010 10:40
Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri.
Selain Amerika, Italia pun termasuk salah satu negara penganut paham liberal. Tidak sedikit pejabatnya bangga menjadi homo bahkan melegalkan perkawinan sejenis. Bahkan presidennya pun terbiasa berzina. Apakah Indonesia pun akan mengarah ke sana? Itu pulakah yang dikhawatirkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sehingga dengan kewenangannya mensyaratkan kontestan yang maju dalam pilkada harus bermoral? Temukan jawabannya dalam perbincangannya dengan wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo, di bawah ini.
Mengapa Anda ingin menambahkan syarat dalam revisi UU tentang Kepala Daerah nanti bahwa peserta pilkada harus bermoral?
Moral itu menjadi sesuatu yang sangat penting dalam nilai sosial bangsa kita. Sebenarnya masalah moral ini pernah diatur dalam UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Namun ternyata masalah moral ini hilang dalam UU No 12 tahun 2008 yang merupakan revisi terhadap UU 32 tersebut.
Mengapa hilang?
Saya juga tidak tahu mengapa dihilangkan. Tapi ada yang mengatakan bahwa moral tidak bisa diukur. Ada yang mengatakan juga serahkan saja kepada masyarakat. Karena moral bukan domain pemerintah.
Tapi bagi saya begini, kita ini bukan orang Amerika. Kita orang Indonesia, orang Timur, orang yang sistemnya berbeda dengan sistem lain. Kemudian perasaan sosialnya juga berbeda dengan orang lain.
1/5
[35] Jangan Semuanya Meniru Amerika Sunday, 18 July 2010 10:40
Kita tidak boleh mengadopsi seratus persen apa yang ada di Amerika lalu kita pindahkan ke sini karena itu bisa mengganggu perasaan dan nilai-nilai sosial di sini. Oleh karena itu moral itu menjadi sesuatu yang sangat penting dalam nilai sosial di sini.
Apakah Anda melihat saat ini terjadi fenomena kepala daerah dan calon kepala daerah yang cacat moral?
Revisi ini akan dibuat bukan karena hanya fenomena yang selama ini terjadi tetapi juga untuk pencegahan ke depan. Kalau itu tidak jadi dicantumkan yang saya khawatirkan siapa saja bisa jadi kepala daerah. Apakah kita mau seperti Italia yang sampai-sampai presidennya pun doyan main perempuan dan melegalkan perkawinan sejenis?
Benarkah moral tidak bisa diukur atau dirumuskan standarnya?
Saya bisa merumuskan moral. Cacat moral itu kan tergantung kepada apa yang kita anggap sebagai cacat moral. Diskusi kita terakhir cuman kepada, seolah-olah, kalau kita bicara cacat moral itu seputar zina saja.
Padahal cacat moral itu banyak sekali, misalnya pemabuk, pemakai narkotika, judi. Cacat moral lainnya ya masih banyak, ya tergantung kita, kita mau merumuskan apa saja yang mau kita masukkan sebagai cacat moral. Ada yang mengatakan korupsi sebagai cacat moral, oke akan kita masukkan ke dalam UU yang baru nanti.
Karena memang cacat moral dalam UU No 32 tahun 2004 itu bukan hanya zina, malah juga disebut mabuk, narkotika, dan judi. Eh dalam UU No 12 tahun 2008 malah keempat-empatnya hilang! Jadi begitu ayat itu dihapus, bolehlah sekarang. Apakah kita mau dipimpin oleh orang semacam itu?
Apa dampaknya bila kepala daerah itu tidak bermoral?
2/5
[35] Jangan Semuanya Meniru Amerika Sunday, 18 July 2010 10:40
Ya banyak! Pimpinan itu suri teladan. Kecuali kita menempatkan pemimpin itu sekadar jabatan formalitas saja. Tetapi kalau menempatkan pemimpin sebagai teladan yang harus ditiru dan dituruti, dia harus menjadi contoh. Kalau sekadar formalitas saja kan
kalau dia nyuruh ya biarkan saja rakyat mau nurut atau tidak. Didengar ya silakan, tidak didengar ya tidak apa-apa.
Padahal partisipasi akan tumbuh kalau ada respek dari rakyat kepada pemimpinnya. Untuk seorang pemimpin agar bisa direspeki tentu dia adalah pemimpin yang sosoknya layak diteladani.
Semuanya ini akhirnya kita harap bisa mendorong kemajuan daerah dan percepatan pembangun. Saat ini dana dan kewenangan sangat besar diberikan kepada daerah. Sekarang pun sudah banyak berbagai urusan yang diurus pemerintah daerah sehingga tidak lagi diurus pemerintah pusat.
Dengan berbagai pertimbangan inilah akhirnya saya katakan rasanya masih diperlukan peranan pemerintah untuk menentukan orang cacat moral tidak boleh dicalonkan menjadi kepala daerah.
Bagaimana Anda meyakinkan kepada pihak yang kontra agar setuju moral dijadikan syarat? Mereka mengatakan biarkan rakyat yang menentukan, di Amerika juga ketika ketahuan publik, berzina, mengundurkan diri…
Mereka selalu merujuk ke Amerika. Tapi kalau di sini, pejabatnya tidak mau mundur-mundur bagaimana? Kan tidak ada UU yang mengharuskannya mundur! Jadi jangan samakan semuanya dengan Amerika. Banyak bangsa-bangsa lain yang juga maju tidak meniru Amerika. Kita ini seperti bangsa yang tidak percaya diri, semua kita anggap liberalis itu yang terbaik.
Padahal berkembangnya liberalisme membuat rakyat cenderung tidak bermoral dan memilih pemimpin pun tidak mempertimbangkan aspek moral?
3/5
[35] Jangan Semuanya Meniru Amerika Sunday, 18 July 2010 10:40
Nah itu yang kita khawatirkan sehingga campur tangan pemerintah ini sangat diperlukan. Kalau pandangan-pandangan orang liberal yang memahami demokrasi liberal sebagai satu-satunya pilihan, ia tidak akan mau pemerintah turut campur.
Mereka mengatakan serahkan kepada rakyat. Padahal kalau kita lihat dalam bangsa ini banyak nilai yang berkembang. Ada nilai agama, ada nilai Barat, ada nilai Timur Tengah, ada nilai Asia. Artinya, banyak nilai yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Apakah kita memang hanya akan menganggap nilai Eropa dan liberal itu sebagai satu-satunya jalan keluar? Jadi segala persoalan memakai nilai tersebut? Kan tidak bisa begitu karena perasaan dan nilai sosial kita itu berbeda dengan mereka, berbeda dengan Amerika.
Belum lagi kalau kita berbicara nilai agama. Saya tidak tahu dengan agama lain ya… Dalam Islam, Rasulullah SAW saja pernah melarang seorang shahabat yang baik, yang zuhud, yakni Abu Dzar Al Ghifari.
“Abu Dzar, engkau tidak boleh jadi pemimpin!” kata Rasul. Mengapa ya Rasulullah?” tanya Abu Dzar. “Engkau lemah!” jawab Rasulullah. Nah, lemah saja sudah tidak lolos jadi kepala daerah. Apalagi yang cacat moral. Berat tanggungjawabnya di akhirat nanti. Jadi memang mereka saat ini maunya liberal saja, selalu menganggap negatif paternalistik.
Paternalistik itu tidak bisa selalu dianggap negatif. Karena kalau orang yang dijadikan “bapak” itu orang yang baik, terus diikuti, apa salahnya? Rasulullah pun mengatakan shalatlah sebagaimana aku shalat. Itu paternalistik! Tapi apa salahnya paternalistik kepada Rasulullah?
Ingat, masyarakat kita kan biasanya masyarakat yang taat kepada pemimpin. Masyarakat yang menjadikan pemimpin sebagai contoh. Dengan kata lain masih berpikir paternalistik. Bagaimana bisa mengharapkan rakyatnya baik, kalau pemimpinnya tidak baik?
Bagaimana pula agar setelah duduk jadi kepala daerah tetap menjaga moralitasnya bukan pada saat maju saja?
4/5
[35] Jangan Semuanya Meniru Amerika Sunday, 18 July 2010 10:40
Ya dirumuskan juga peraturannya! Bagi kepala daerah yang ketahuan berselingkuh, misalnya, ya harus melepaskan jabatannya.Jadi ketika maju harus memenuhi syarat ketika duduk juga harus memenuhi syarat. Nah, sekarang ini kan belum ada aturannya kalau orang itu diberhentikan kalau melakukan perbuatan cacat moral. Coba baca di pasal-pasal tentang kepala daerah, tidak ada itu![]
5/5