Konferensi Tingkat Tinggi Association of South East Asia Nations (ASEAN) ke-9 tahun 2003 menyepakati Bali Concord II yang memuat 3 pilar untuk mencapai vision 2020 yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan politik keamanan. Terkait dengan ekonomi, diwujudkan dalam bentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Tanggal 20 November 2007 disepakati Piagam ASEAN dan menjadikan ASEAN organisasi berbadan hukum dengan fokus perhatian pada proses integrasi ekonomi menuju MEA
Kerjasama regional negara-negara Asia Tenggara dibidang ekonomi menjadi satu kesatuan dalam wadah pasar tunggal maupun produksi. Fokus dalam 4 aspek yang saling terkait yaitu: 1. 2. 3. 4.
Pasar tunggal dan berbasis produksi Kawasan ekonomi yang berdaya saing Pembangunan ekonomi yang merata, dan Integrasi dengan ekonomi global
Meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara (ASEAN)
Mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara anggota ASEAN
Menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan ekonomi yang berdaya saing dan terintegrasi
5 Sektor jasa antara lain: Kesehatan Pariwisata Logistic Transportasi udara Komunikasi dan informatika 7 Sektor profesi berbasis produksi antara lain: Agro Perikanan Tekstil Elektronika Karet Kayu Otomotif
Meningkatkan perlindungan terhadap konsumen Memberikan bantuan modal bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah Memperbaiki kualitas produk-produk dalam negeri Memberi label Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai penyempurnaan Standar Industri Indonesia (SII) bagi produk dalam negeri Meningkatkan kualifikasi pekerja, meningkatkan mutu pendidikan serta pemerataan dan memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat. Memberikan sertifikasi halal terhadap produk manufaktur dan jasa
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Negara wajib memberikan kepastian produk halal (makanan dan minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimia dan biologis, produk rekayasa genetik, produk gunaan, dan produk jasa).
Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Negara wajib melindungi pelaku usaha dalam era MEA maupun pasar global, karena pelaku usaha memerlukan kepastian untuk tetap hidup dan memiliki daya saing, termasuk negara memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memperoleh sertifikat halal.
UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Pasal 4 “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal”. Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melakukan sertifikasi halal untuk setiap produk yang dipasarkan di Indonesia.
UU Nomor 33 Tahun 2014 dapat digunakan sebagai entry barrier menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean guna memenangkan persaingan global di kawasan ASEAN.
Indonesia Halal Watch melakukan persuasi agar pelaku usaha melakukan sertifikasi halal, karena produk halal saat ini menjadi trend global.
Produk halal adalah sehat dan wholesome.
Produk-produk yang beredar di Indonesia: › Makanan & minuman › Obat-obatan › Kosmetik
› Produk kimia & biologis › Produk rekayasa genetik › Produk Jasa
› Produk Gunaan
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)
Syarat dan prosedur pelaku usaha dalam sertifikasi JPH
Pengawasan terhadap produk halal
Penegakan hukum ( law enforcement) terhadap penyelenggaraan JPH
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH ) & Lembaga Penjamin Halal (LPH) Menginspeksi dan/atau menguji kehalalan suatu produk
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sertifikat audit halal, penentuan status halal suatu produk, akreditasi dari LPH dan memberikan sertifikasi produk halal
Lembaga Penjamin Halal (LPH) Didirikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat keagamaan. LPH oleh masyarakat harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam yang berbadan hukum
Bahan yang digunakan mencakup: › Bahan mentah › Bahan olahan › Bahan-bahan tambahan
Sumber bahan ini berasal dari: › Hewan › Tanaman › Mikroba › Bahan olahan kimia, biologis / rekayasa genetik
Lokasi & peralatan antara yang halal dan tidak halal harus dipisahkan: › Penyembelihan › Proses › Penyimpanan › Pengemasan
› Distribusi › Penjualan › penyajian
Produk jasa meliputi:
Perbankan Pariwisata Kesehatan Transportasi Arsitektur Lawyer Notaris Dll
Produk gunaan meliputi:
Barang-barang aksesoris yang dipergunakan sehari-hari. Baju Tas Sepatu Ikat pinggang Gelang Kalung Pengikat rambut Dompet Dll
Pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal wajib: › Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur › Memisahkan lokasi, tempat, dan peralatan › Mempunyai pengawas untuk produk halal › Memberikan laporan perubahan komposisi bahan kepada
BPJPH
1. 2.
3. 4. 5.
Mencantumkan label halal pada produk yang telah memperoleh sertifikat halal Mempertahankan kondisi kehalalan produk Memisahkan lokasi, tempat, dan peralatan Memperbaharui sertifikat halal yang sudah tidak berlaku berkala 4 tahun sekali Memberikan laporan perubahan komposisi (ingredient) bahan kepada BPJPH
6. 7.
Pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan non halal wajib mencantumkan label HARAM. Untuk produk impor, harus memiliki sertifikat halal dari asal negaranya LABEL HALAL DI BERBAGAI NEGARA
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan sertifikat halal : › Informasi bisnis › Nama dan jenis produk › Daftar produk
› Bahan yang digunakan › Proses produksi
Business/ Company
2 3
1
MUI (Ulama Council)
LPPOM MUI 5
4
6
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perusahaan mendaftarkan permohonan sertifikasi halal ke LPPOM MUI LPPOM MUI mengaudit perusahaan LPPOM MUI memberikan laporan ke MUI untuk mendapat Fatwa Halal MUI menerbitkan Fatwa Halal LPPOM MUI menerbitkan Sertifikat Halal Perusahaan mendapatkan izin untuk memberikan label Halal pada produknya
Business/ Company
3
Halal Audit Institution (LPH)
4 1
2 Halal Products Assurance Agency (BPJPH)
5 6
7
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Perusahaan membuat permohonan untuk mendapatkan sertifikat Halal ke BPJPH BPJPH menunjuk LPH untuk mengaudit Perusahaan LPH mengaudit Perusahaan LPH memberikan laporan ke BPJPH BPJPH menanyakan hasil kepada MUI MUI menerbitkan Fatwa Halal ke BPJPH BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal dan Label kepada Perusahaan
MUI (Ulama Council)
Setelah mendapatkan Sertifikat Halal, Label Halal wajib dipasang memenuhi ketentuan:
Mudah dilihat dan dibaca
Tidak mudah dihapus
Tidak mudah diambil
Tidak mudah dirusak
Apabila tidak sesuai, akan dikenakan sanksi administratif dan pencabutan Sertifikat Halal
UU No. 33 Tahun 2014 Pasal 25 huruf b: “Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.
Pasal 43: “Setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan proses JPH yang tidak menjaga kerahasiaan formula yang tercantum dalam informasi yang diserahkan Pelaku Usaha dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”. (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal BAGIAN IX KETENTUAN PIDANA)
Pelaku usaha dan masyarakat diberikan keleluasaan untuk menyesuaikan dengan UU JPH sampai dengan September 2017. Sertifikasi produk halal masih bersifat voluntary. Setelah 2017, maka pelaku usaha wajib melakukan sertifikasi halal kepada semua produk sebelum dipasarkan (mandatory). Sertifikat Halal yang sudah dikeluarkan oleh LPPOM MUI akan tetap berlaku sampai tanggal yang tertera. Sebelum kewajiban bersertifikat halal berlaku, jenis Produk yang bersertifikat halal diatur secara bertahap, dari Pelaku Usaha besar hingga Pelaku Usaha kecil
Peraturan Pemerintah: › Kewenangan BPJPH › Agen yang berhubungan, LPH dan MUI › Lebih lanjut mengatur tentang LPH › Proses produksi halal, sertifikat halal › Kerjasama internasional › Prosedur registrasi sertifikat halal
› Supervisi dan tipe dari produk sertifikat halal
Dengan adanya advokasi tentang proses sertifikasi produk halal diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga prinsip-prinsip syariah didalam kehidupan sehari-hari Masyarakat dapat memberi informasi kepada pihak yang berwenang tentang adanya produk halal yang beredar di pasaran yang tercampur dengan produk tidak halal. Dapat menghasilkan produk pangan yang halal dan thoyib (wholesome) yakni aman dan sehat bagi masyarakat yang mengkonsumsi Sehingga dengan proses sertifikasi halal ini, masyarakat memperoleh ketentraman batin sekaligus juga sehat secara fisik dan terhindar dari bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan dalam mengkonsumsi produk-produk yang telah mendapat sertifikasi halal tersebut Masyarakat juga dapat meminta penjelasan kepada LP POM MUI jika diketemukan adanya produk yang diragukan kehalalannya atau melaporkan adanya dugaan penyalahgunaan tanda halal.
Namun sertifikat dan label hanya sebagian kecil dari Sistem Jaminan Halal, yang terpenting ada dalam proses produksi sehari-hari adalah tanggung jawab yang melibatkan semua pelaku internal dan eksternal, pengawasan oleh penyedia yang profesional, serta penerapan hukum oleh pemerintah selaku agen regulasi Pemerintah harus selalu melakukan sosialisasi sertifikasi halal dalam setiap kesempatan Tantangan terbesar adalah membangun sistem beserta kelengkapan sarana dan prasarana serta penegakan hukum yang berkeadilan tak diskriminatif UUJPH perlu disempurnakan agar tidak terjadi kendala dalam menjamin kehalalan produk yang didambakan umat muslim, terjangkau, dan tidak menjadikan Indonesia terkucil dari dunia global yang kian menurunkan daya saing
SEKIAN & TERIMAKASIH