Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA): Antara Peluang, Tantangan dan Harapan Riyanto (Dosen STEI Bina Cipta Madani Karawang) ABSTRAK
Pendahuluan Dalam kesempatan pertemuan dengan beberapa pelaku usaha hampir di seluruh Provinsi di tanah air selalu mengemuka tema diskusi atau seminar mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ada yang melihat sebagai suatu ancaman tetapi juga tidak sedikit yang melihat sebagai suatu peluang, tantangan dan harapan untuk memperluas cakupan pemasaran terutama di kawasan ASEAN. MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Menghadapi persaingan yang ketat pada MEA ini seharusnya kita semakin bersiap diri dalam berbagai aspek Setidaknya ada empat hal yang akan menjadi fokus MEA yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan ECommerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil serta terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation dan meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online. Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisasi UKM akan ditingkatkan dengan
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global. Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN. Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negeri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri. Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Beberapa hal yang perlu juga untuk dikritisi adalah Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung. Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakerjaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika Online, 2013). Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang baik antara otoritas negara dan para pelaku usaha dan para pemangku kepentingan lainnya sangatlah diperlukan. Infrastrukur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri. Bagi entitas dunia usaha perlu untuk selalu proaktif, meningkatkan efisiensi usaha, inovasi, dan tetap mempertahankan meningkatkan kualitas produk, mengembangkan networking, meningkatkan promosi produk, proaktif membangun komunikasi dengan lembaga informasi dan selalu beradaptasi dengan perkembangan dan trend bisnis di kawasan ASEAN. Sedangkan bagi tenaga kerja perlu menguasai bahasa asing baik bahasa Inggris maupun bahasa asing lainnya, meningkatkan ketrampilan melalui pelatihan dan sertifikasi bertaraf ASEAN dan Internasional dan memperluas networking, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di ASEAN.
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
Bagi masyarakat perlu pada umumnya hendaknya juga proaktif meningkatkan pemahaman tentang MEA agar dapat mengidentifikasi peluang yang dapat diambil, terus proaktif meningkatkan potensi, ketrampilan serta tetap memprioritaskan penggunaan produk-produk Dalam Negeri. Aspek penting yang perlu disiapkan dengan cepat dari bangsa kita terkait dengan MEA ini adalah SDM yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan kita dalam berkompetisi. Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA. Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN. Selain meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pula pada penguasaan IPTEK untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif. Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai IPTEK, akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Apabila sasaran di atas bisa dipenuhi, akan semakin memperkuat basis industri dan perekonomian di Indonesia. Dengan demikian pula kita menjadi lebih siap menghadapi MEA. Soliditas Dunia Usaha Peningkatan aktivitas perekonomian juga merupakan fokus peran dari asosiasi / entitas bisnis mengingat dengan meningkatkan aktivitas ekonomi akan menjamin keberlangsungan bisnis. Untuk itu, ada kepentingan bersama bagi Pengusaha dan Pekerja / Buruh untuk bekerjasama meningkatkan aktivitas usaha untuk menjamin keberlangsungan usaha dan sumber pekerjaan. Maka dalam relasi Bipartit Pengusaha-Pekerja/Buruh, ada beberapa kata kunci mestinya yang menjadi pedoman bersama yaitu: Produktivitas, Profit, dan Upah Layak. Dengan Produktivitas yang tinggi menghasilkan daya kompetisi untuk bersaing di pasar yang sudah terintegrasi secara global. Biaya untuk setiap Unit Produksi dari Produktivitas yang tinggi akan menjadi kompetitif sehingga memungkinkan bersaing di pasar lokal maupun global. Dengan daya/tingkat kompetitif yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan Profit yang sangat dibutuhkan bagi memperluas bisnis /menambah investasi yang pada akhirnya karena semakin besarnya skala ekonomi/usaha akan membuat usaha menjadi semakin kompetitif. Dengan tingkat produktivitas dan profit yang tinggi maka akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memberikan Upah Layak bagi para Pekerja/Buruh-nya – yang dengan upah layak tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya maupun keluarganya. Soal mana yang lebih harus
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
didahulukan antara Produktivitas atau Upah Layak untuk menghasilkan Profit ibarat soal ayam dan telor. Barangkali kita bisa berkaca dari pengalaman Tiongkok yang saat ini meningkat pesat tingkat upahnya mengikuti peningkatan produktivitasnya. Tiongkok merupakan negara yang sejalan antara peningkatan upah dengan produktivitasnya, dan saat ini sudah berhasil untuk masuk ke kelas yang lebih tinggi dengan bergeser dari produksi kualitas bawah menjadi produksi kualitas menengah atas disertai peningkatan upah pekerja/buruhnya. Patut untuk direfleksikan dan faktual yang terjadi di Indonesia upah yang meningkat tidak diikuti dengan kenaikan tingkat produktivitas sebagaimana ditulis oleh berbagai ahli ekonomi dalam dan luar negeri. Refleksi dan introspeksi atas peran dari setiap pemangku kepentingan sejauh mana kontribusi Pengusaha dan kontribusi Pekerja, untuk membuat bisnis terus berkembang sehingga menjamin kelangsungan usaha dan kelangsungan pekerjaan. Di berbagai kesempatan internal di lingkungan asosiasi usaha – dalam soal upah, seringkali kita tekankan ‘jangan bayar gaji rendah namun juga jangan terlalu mahal’ … semangatnya adalah upah yang adil – bagi Pekerja maupun bagi Pengusaha, keduanya mesti mendapat manfaat ekonomi dari aktivitas usaha. Dalam soal upah ini, melalui mekanisme Tripartit, kita berharap Pemerintah konsisten dalam memastikan mekanisme dan kondisi perundingan yang sehat antara Pengusaha dengan Pekerja dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penentuan Upah Minimum – yang selalu diikuti penyesuaian upah Pekerja secara keseluruhan, atau yang dikenal dengan Upah Sundulan – mesti secara cermat memenuhi kepentingan para pihak yakni: Pekerja/Buruh – Pengusaha – dan Pencari Kerja. Dengan jumlah pengangguran terbuka saat ini yang lebih dari 7 juta orang dan penambahan angkatan kerja di kisaran 8 juta dalam 5 tahun ke depan yang diprediksi oleh berbagai ahli ekonomi – mensyaratkan kita untuk menciptakan paling sedikit 3 juta lapangan kerja per tahun! Kita harus secara arif menimbang kemampuan ekonomi / perusahaan, tidak saja untuk meningkatkan kesejahteraan Pekerja / Buruh namun juga untuk memberi kesempatan pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak. Khusunya bagi Industri Padat Karya, kita berharap adanya kearifan semua pihak untuk memberikan kesempatan kerja seluas mungkin bagi rakyat Indonesia, mengingat alternatif mekanisasi dengan memanfaatkan hasil teknologi benarbenar menjadi pilihan dilematis bagi Pengusaha – yang disatu sisi ingin produktifkompetitif, namun di sisi lain melihat masih banyaknya angkatan kerja yang perlu mendapatkan pekerjaan untuk penghidupan yang lebih baik. Persoalan hubungan Industrial tentu bukan hanya soal Upah namun terkait berbagai aspek lainnya seperti K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang harus
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
terus kita tingkatkan, karena kondisi K3 yang baik kita yakini akan meningkatkan Produktivitas. Dalam skala yang lebih luas, dunia usaha menghadapi tantangan berupa tidak kompetitifnya dukungan infrastruktur kita yang mengakibatkan Biaya Logistik yang jauh di atas negara competitor kita (ref. biaya logistik Indonesia 27% dari PDB sedangkan Malaysia 15% dan Jepang 10%), Biaya Energi (listrik, BBM) yang tidak lagi murah dan bahkan semakin langka, Biaya (opportunity cost) Birokrasi dimana Tata Kelola Ekonomi kita dinilai rendah. Tantangan MEA Selain yang telah dipaparkan sebelumnya dari hasil Focus Group Discussion (FGD) tahun 2015 di beberapa Daerah masih menunjukkan adanya permasalahan yang turut menghambat iklim investasi di saat kita menghadapi MEA ini antara lain : 1. Kinerja / Pelayanan Birokrasi yang masih buruk 2. Proses Perizinan yang lambat dan kompleksitas atau banyaknya item perizinan 3. Politisasi ketenagakerjaan (masalah upah, outsourcing, dll) 4. Infrastruktur yang tidak memadai (jalan rusak, ketiadaan fly over yang memperparah kemacetan, pelabuhan / bandara yang buruk/tidak proporsional atau tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini, listrik yang sering mati, dll) 5. Mahalnya harga gas industri, 6. Tiadanya kepastian dan penegakkan hukum (aksi anrkhis, sweeping) 7. Ekonomi biaya tinggi seperti pungutan liar, suap dan berbagai bentuk korupsi 8. Mahalnya biaya logistik 9. Otonomi Daerah yang tidak jelas 10. Keamanan (kriminalitas) 11. Mahalnya biaya verifikasi kelayakan lingkungan setahun 2 x (per item Rp. 5 juta) 12. PERDA yang memberatkan dunia usaha, dan lain-lain Berbagai masalah tersebut diatas menjadi salah satu penyumbang lambannya investasi untuk masuk ke Indonesia yang berakibat pula pada lambannya penciptaan lapangan kerja. Dengan semakin banyaknya pengangguran akan berpengaruh pada naiknya angka tindak kejahatan / kriminalitas dan memunculkan berbagai keresahan sosial. Memang tidak mudah mengatasi berbagai persoalan tersebut karena banyaknya kepentingan ekonomi dan politik. Diperlukan kerja keras dan kerja cerdas sebagai pengejawantahan dari revolusi mental yang menjadi jargon Pemerintahan Kabinet Kerja.
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
Bagaimana solusinya menghadapi para birokrat sumber daya manusia di Pemerintah Pusat atau Daerah yang Kinerja / Pelayanan Birokrasinya masih buruk ? Dalam Teori Pembelajaran Behavioristik,1 hukuman dan hadiah juga dapat digunakan untuk memperkuat dan melemahkan respon positif atau respon negatif. Maka dalam konteks pembelajaran dan guna melihat output pelayanan publik yang optimal, pada hemat saya hadiah atau hukuman perlu diterapkan bagi para birokrat tersebut. Reward and punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Yamin,Moh.2009.Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan.Yogyakarta: DIVA Press Achmady,Z.A.1993.Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
Reward and Punishment dalam Organisasi Dalam berorganisasi misalnya, pemberlakuan metode Reward and Punishment merupakan hal yang penting untuk membentuk pribadi dari warga organisasi tersebut. Jika Punishment menghasilkan efek jera, maka Reward akan menghasilkan efek sebaliknya yaitu ketauladanan. Untuk membuat Reward dan Punishment dapat berjalan dengan baik diperlukan konsistensi yang dapat menjamin bahwa reward yang diberikan haruslah bersifat konkrit (bermanfaat), dan Punishment yang diberikan bersifat keras dan tidak pandang bulu. Secara teori, penerapan reward and punishment secara konsekuen dapat membawa pengaruh positif, antara lain: 1. Mekanisme dan sistem kerja di suatu organisasi menjadi lebih baik, karena adanya tolok ukur kinerja yang jelas. 2. Kinerja individu dalam suatu organisasi semakin meningkat, karena adanya sistem pengawasan yang obyektif dan tepat sasaran. 3. Adanya kepastian indikator kinerja yang menjadi ukuran kuantitatif maupun kualitatif tingkat pencapaian kinerja para individu organisasi. Tata cara implementasi Reward dan Punishment. Ada beberapa cara yang dapat mengurangi tingkat kesalahan pegawai, maupun pemimpin dalam system pemberian penghargaan dan hukuman. Cara mengurangi tingkat kesalahan pegawai yang dapat dilakukan oleh pemimpin organisasi baik dalam lingkup Pemerintahan maupun sawasta antara lain : 1. Pemimpin harus berani memberikan peringatan lisan kepada pegawainya yang melakukan kesalahan. 2. Teguran keras diberikan jika pegawainya tetap melakukan kesalahan yang sama. 3. Memberikan peringatan tertulis 4. Pengurangan tanggung jawab 5. Pergantian posisi jabatan 6. Penurunan pangkat 7. Penundaan peningkatan gaji/promosi jabatan 8. Serta pemberhentian kerja. Dari kesalahan pegawai, pemimpin pun bisa saja melakukan kesalahan terhadap pegawainya, maka pegawai dapat menuntut penghargaan dari sang pemimpin, seperti: 1. Meminta hak atas upah yang adil 2. Memohon kenaikan gaji
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
3. Memohon hak istimewa bila sewaktu-waktu pegawai melakukan pekerjaan yang dapat memajukan organisasi / lembaga. Kompleksitas dan lambannya Proses Perizinan Pada masa Orde Baru ada anekdot yang cukup dikenal oleh masyarakat, kalau bisa dipersulit, mengapa mesti dipermudah artinya kalau segala sesuatu mau mudah konsekuensinya adalah memberi uang atau upeti. Hampir semua urusan apalagi terkait dengan bisnis mesti menggunakan suap atau gratifikasi, ini salah satu yang mengakibatkan hight cost economic yang pada gilirannya akan merugikan konsumen / masyarakat. Apakah cara-cara seperti ini sudah hilang di masa reformasi ? Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan (birokrasi) di daerah ternyata masih ada walaupun jumlahnya relative berkurang. Oleh karena itu Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang menjadi concern Pemerintah dalam hal ini BKPM / BKPMD harus terus diawasi / di monitoring oleh seluruh lapisan masyarakat. Politisasi ketenagakerjaan Iklim investasi suatu negara tak terlepas dari kondusivitas keamanan dan proses tatakelola ketenagakerjaan yang baik. Semakin baik tatakelola ketenagakerjaan dan hubungan industrial akan semakin menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Di Indonesia masih sering sekali terjadi politisasi ketenagakerjaan terutama di beberapa daerah industri, seperti di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kota Batam Kepulauan Riau. Tarik ulur kepentingan dengan cara pemaksaan kehendak seperti aksi sweeping, penutupan jalan tol dan lemahnya penegakkan hukum disertai kebijakan dari Kepala Daerah yang kemudian “terpaksa” menerima desakan / tekanan dari aksi demo tentu dirasakan tidak adil bagi para pelaku usaha. Perlu dicatat bahwa kegiatan usaha memiliki klasifikasi yang berbeda-beda baik dari sisi kemampuan modal / investasi maupun akses pasar baik di dalam maupun di luar negeri. Sebaliknya juga perlu kita kritisi sejauhmana tingkat produktifitas kerja tenaga kerja Indonesia bila dibandingkan dengan tenaga kerja di kawasan ASEAN. Idealnya pengupahan itu diukur berdasarkan skill dan produktifitas kerja. Perbaikan kesejahteraan tenaga kerja yang berkelanjutan dan bersumber dari peningkatan produktifitas perlu untuk lebih didorong, dibandingkan dengan yang berasal dari kenaikan upah minimum yang rawan untuk dipolitisasi serta sangat merugikan dunia industry dan pencari kerja di masa depan.
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
Terkait dengan alih daya atau outsourcing sesungguhnya telah jelas diatur dalam UU No.13 tahu 2003 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi tak terlepas dari peran pengawasan dari kemenetrian tenaga kerja yang masih lemah dan permissive terhadap kekurangan yang ada. Maka memang diperlukan revolusi mental dari para pemangku kepentingan ketenagakerjaan untuk menjalankan alih daya ini secara baik, taat aturan dan tetap menghargai dan memanusiakan manusia. Pekerja layak mendapat kepastian kesejahteraan baik diri, keluarga dan masa depannya. Bila ada tuntutan perbaikan adalah suatu kewajaran maka semestinya para pemangku kepentingan mendorong terwujudnya harmonisasi dari No. UU 13 tahun 2003 ini. Menurut hemat saya beberapa masalah diatas harus secara simultan dicarikan jalan keluarnya agar semua merasakan manfaat dari dinamika perekonomian nasional dan internasional. Salah satu upaya untuk itu misalnya perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal yang diharapkan outputnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan industri atau pemberi kerja. Bila produktifits tenaga kerja meningkat maka daya saing nasional juga diharapkan meningkat. Dengan demikian pekerja, pemberi kerja dan negara akan merasalkan manfaatnya termasuk dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Infrastruktur yang tidak memadai Keterbatasan infrastruktur seperti jalanan yang mudah rusak, ketiadaan fly over yang memperparah kemacetan, pelabuhan / bandara yang buruk / tidak proporsional atau tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini, termasuk dalam hal pengelolaannya, listrik yang sering mati, dll) juga akan sangat menghambat dinamika perekonomian suatu Negara. Keterbatasan infrastruktur logistik menyandera rantai pasok (supply chain) industry manufactur nasional, bahkan kalah dibandingkan Vietnam. Logistic Performance Index (LPI) Bank Dunia menunjukkan Indonesia saat ini di peringkat 53 dari 160 negara. Meski mengalami perbaikan, LPI Indonesia berada dibawah Vietnam yang menjadi pesaing kuat, bagi proses produksi sector manufactur di kawasan ASEAN. Masalah utama dari masih lambatnya peningkatan LPI Indonesia dikarenakan persepsi perbaikan infrastruktur yang kalah cepat dibandingkan dengan negaranegara lain terutama di kawasan ASEAN. Dibawah ini ada beberapa kendala utama dibidang infrastruktur logistik yang mengancam sector manufaktur Indonesia, antara lain :
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
1.
Keterbatasan prasarana dan masalah tata kelola infrastruktur (tranportasi) multi moda. Hal tersebut menyebabkan inefisiensi pengiriman barang dan biaya pengelolaan logistik. Tidak hanya itu keterbatsan tersebut juga membatasi minat investasi transportasi skala besar yang lebih efisien dan memperpanjang rantai pasok antara industri manufaktur dan konsumennya.
2.
Keterbatasan infrastruktur akses ke pelabuhan. Keterbatasan akses ke pelabuhan dapat mengurangi frekuensi pengiriman barang dan pengembalian investasi alat transportasi. Pengiriman barang dari sentra produksi menuju pelabuhan sangat tidak efisien di Indonesia, jika dibandingkan dengan Negara tetangga di ASEAN. Sebagai contoh di Malaysia pengiriman dari sentra produksi pasir gudang ke pelabuhan Tanjung Pelepas yang berjarak 56,4 km memakan waktu 1-2 jam dan membutuhkan biaya sebsar 450 USD per container. Sedangkan di Indonesia , pengiriman dari sentra produksi Cikarang menuju Pelabuhan Tanjung Priuk yang berjarak hanya 54,4 km menempuh waktu yang jauh lebih lama yaitu 4 – 8 jam dan memakan biaya yang lebih besar, 600 USD per container.
Masih kurangnya kepastian dan ketepatan waktu pengiriman input dan produksi. Pelaku industri manufaktur umumnya menghadapi ketidakpastian ketepatan pengiriman input dan produk. Ketidakpastian pengiriman ini umumnya menyebabkan pelaku manufaktur dan rantai pasok menanggung biaya inventori yang lebih besar. Mahalnya harga gas industri seperti yang terjadi di Sumatera Utara misalnya sangat berpengaruh terhadap daya saing industri di daerah tersebut. 3.
Kepastian Hukum Jaminan kepastian hukum sangat sentral peranannya dalam menjaga stabilitas investasi dan industry di tanah air. Tanpa regulasi dan peraturan yang kuat dan pasti investor akan kehilangan kepercayaannya dan produksi manufaktur pun terkendala. Masih sering terjadi praktek=praktek yang menyebabkan Ekonomi biaya tinggi seperti pungutan liar, suap dan berbagai bentuk korupsi lainnya, mahalnya biaya verifikasi kelayakan lingkungan setahun harus 2 kali, PERDA yang memberatkan dunia usaha, dan lain-lain. Otonomi Daerah pun seringkali tidak jelas dalam implementasinya yang tak jarang “menciptakan” raja-raja kecil yang tidak ramah terhadap iklim investasi. Beberapa masalah diatas sekali lagi bila tidak segera dibenahi terutama oleh Pemerintah Pusat maupun daerah secara terpadu lintas instansi (bersinergi)
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
tentu akan sangat berpengaruh terhadap daya saing bangsa Indonesia dalam menghadapi MEA. Pencapaian MEA haruslah melalui rencana aksi sebagaimana yang tertuang dalam 4 pilar MEA antara lain : 1. Pasar Tunggal dan Basis Produksi Regional: arus barang, jasa, dan investasi yg bebas, tenaga kerja yang lebih bebas, arus modal yang lebih bebas, Priority Integration Sectors (PIS), serta pengembangan sektor food-agricultureforestry; 2. Kawasan Berdaya-saing Tinggi: kebijakan persaingan, perlindungan konsumen, HKI, pembangunan infrastruktur, kerjasama energi, perpajakan, e-Commerce; 3. Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Merata: pengembangan UKM, prakarsa bagi integrasi ASEAN; 4. Integrasi dengan Perekonomian Dunia: pendekatan koheren terhadap hubungan ekonomi eksternal, partisipasi yang semakin meningkat dalam jaringan suplai global Manfaat dan Peluang MEA : 1. 2.
3.
4.
5.
Terintegrasikannya ekonomi ASEAN akan memperkuat posisi ASEAN dalam percaturan ekonomi dunia; Integrasi Ekonomi ASEAN meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak bergabung dengan ASEAN telah meningkat dari 1,1% menjadi 6,2% di tahun 2012. Setelah penerapan AFTA (2003), rata-rata share ekspor Indonesia ke Negara Anggota ASEAN lainnya meningkat terutama ke Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Share impor Indonesia setelah AFTA mengalami penurunan khususnya dari Thailand, Vietnam, Filipina dan Myanmar; Integrasi ASEAN akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat seluruh Negara Aggota ASEAN. Pendapatan per Kapita Indonesia sebelum tergabung dengan ASEAN sebesar US$ 57 dan meningkat sebanyak 63 kali pada tahun 2012 sebesar US$ 3,557; MEA akan membuka peluang kerja yang lebih luas bagi tenaga kerja terampil Indonesia. Penyerapan tenaga kerja baru di Indonesia meningkat menjadi 5.409 pada rentang waktu 2004-2012 (setelah implementasi AFTA) dari 1.347 di rentang waktu 2001-2003 (sebelum implementasi AFTA); Meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Nilai Tambah Bruto (NTB) Indonesia meningkat dari Rp 160.201 milyar di tahun 2001-2003 menjadi Rp 575.415 milyar tahun 2004-2012;
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
6.
Sektor Jasa memberikan kontribusi sekitar 47% terhadap GDP ASEAN dan 47,2% terhadap GDP Indonesia tahun 2012. Dengan semakin terbukanya kesepakatan di sektor jasa, ditargetkan peningkatan kontribusi sebesar 70% pada tahun 2025. Penyerapan Tenaga Kerja Nasional sebesar 15% (2012). Total ekspor jasa ASEAN sebesar US$ 319,7 Milyar dan total impor jasa ASEAN sebesar US$ 306,5 Milyar tahun 2012; Total investasi Jasa ASEAN sebesar USD$108, 21 Milyar (2012); 7. Aliran investasi intra ASEAN mencapai US$ 26.27 milyar pada tahun 2011 dan sebesar US$ 5.8 milyar atau 22,23% masuk ke Indonesia. Peran Akademisi diharapkan untuk semakin proaktif dalam meningkatkan pemahaman akan MEA, proaktif dalam membangun opini publik yang berimbang dan cerdas serta proaktif dalam meningkatkan kontribusi positif terhadap upaya memajukan kepentingan nasional Indonesia menghadapi MEA seperti: studi empiris, dan sebagainya Dunia Usaha diharapkan juga proaktif meningkatkan efisiensi usaha, inovasi, dan kualitas produk, terus mengembangkan network di kawasan terutama ASEAN, meningkatkan promosi produk, proaktif membangun komunikasi dengan lembaga informasi dan beradaptasi dengan perkembangan dan trend bisnis di kawasan ASEAN. Sedangkan Tenaga Kerja kedepan ditantang untuk menguasai bahasa asing baik bahasa inggris maupun bahasa asing lainnya, meningkatkan ketrampilan melalui pelatihan dan sertifikasi bertaraf ASEAN dan internasional, memperluas networking, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di ASEAN dan memahami berbagai kebijakan yang terkait dengan MEA. Masyarakat hendaknya juga proaktif meningkatkan pemahaman tentang MEA agar dapat mengidentifikasi peluang yang dapat diambil, proaktif meningkatkan potensi SDM dan tetap memprioritaskan untuk menggunakan produk-produk asli Indonesia. Kesimpulan MEA telah menjadi kesepakatan bersama negara-negara di kawasan ASEAN yang tidak bisa kita hindari. Kita harus berani menatap kedepan dengan berbagai harapan diatas dan bagi Pemerintah khususnya setidaknya diperlukan 6 S, antara lain : 1. Stroong Leadership, kepemimpinan yang kuat di semua tingkatan
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
2. System, diperlukan system yang jelas dan terpadu (tidak overlapping) di lapangan 3. Strategic Planning, perencanaan strategis dan tata kelola Pemerintahan yang baik 4. Speed, kecepatan dalam hal pengambilan keputusan sebagai daya tarik investasi 5. Skill, dari semua birokrasi Pemerintahan di semua tingkatan, dan 6. Synergi antara semua sektor di Pemerintahan dan para pemangku kepentingan usaha Semoga dengan MEA ini, kita tidak hanya jadi penonton di negeri sendiri.
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)
Jurnal Tijaroh Ekonomi ISSN: 2356-4059 STEI Bina Cipta Madani (Volume 3 No. 2 Tahun 2015)
DAFTAR PUSTAKA 1. Hasil FGD Roadmap Perekonomian APINDO; 2. Yamin,Moh.2009.Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan.Yogyakarta: DIVA
Press Achmady,Z.A.1993.Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 3. UU 13 TAHUN 2003; 4. Bahan Ajar Hubungan Industrial dan Investasi, APINDO Training Centre – Fakultas Hukum UI;
Masyarakat Ekonomi Asean (Mea): Antara Peluang, Tantangan Dan Harapan (Riyanto)