Deutsches Asienforschungszentrum Asian Series Commentaries Vol. 2/No.5 - 2013
LSM Lingkungan: Kampanye Damai sampai Aksi Militan ‘Tentara’ Lingkungan, ‘Pesawat tempur’aktivis lingkungan (Drones) – Pesawat tanpa awak/ unmanned aerial vehicles (UAVs) --, penjahat lingkungan, koruptor hutan, ancaman, aktivis militant, dan kecaman publik. Aksi jitu menyelamatkan bumi atau potensi eco-terorisme? Tren aktivis lingkungan hidup telah berkembang secara global dalam beberapa tahun terakhir –termasuk di Indonesia. Berbagai prediksi ‘kiamat’ dari para ahli dan sumber lainnya sebagai dampak ekstrim dari kerusakan lingkungan terhadap masa depan bumi sering kali ditanggapi secara emosional lengkap dengan perdebatan ideologi yang terkadang tanpa mempertimbangkan fakta-fakta ilmiah lainnya secara berimbang. Gerakan-gerakan peduli lingkungan yang diwadahi oleh kelompok peduli lingkungan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan juga menjadi semakin marak. Hanya saja, benang merah perjuangan untuk melindungi lingkungan dalam beberapa kasus mulai bergeser kearah pertumbuhan counterculture baru di Indonesia. Pertumbuhan counterculture tersebut memancing aktivis militan, dengan agenda yang baru, melakukan aksi-aksi kekerasan bahkan radikal. Dari sekian banyak agenda yang dijalankan oleh LSM lingkungan dan kelompok aktivis peduli lingkungan, yang paling utama adalah untuk mendapat perhatian bahkan komitmen pemerintah dan publik secara luas untuk turut berjuang menghentikan perusakan bumi dari berbagai aspek. Upaya yang memakan waktu tidak sebentar tersebut membuahkan sambutan hangat dari berbagai kalangan baik mengenai isu-isu perlindungan hutan dan binatang langka, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, pemanasan global, efek rumah kaca dan isuisu lainnya yang terkait. Namun, penerimaan ini yang terkadang menjadi alasan pembenar bagi aktivis lingkungan untuk melakukan tindakan kekerasan, anarkis bahkan radikal sebagai upaya lanjutan ketika seruan mereka tidak didengar atau ketika visi dan misi organisasi sangat sulit tercapai. Sehingga, femomena yang muncul tersebut memicu lahirnya aktivis militan lingkungan hidup. Aktivis militan memang bukan merupakan hal yang baru. Tetapi, aktivis militan yang dilatarbelakangi peduli lingkungan hidup masih jarang di jadikan bahan penelitian terutama di Indonesia. 1 Commentaries are intended to provide timely and, where appropriate, policy relevant background and analysis of contemporary developments. The views of the authors are their own and do not represent the official position the DAFZ. Commentaries may be reproduced electronically or in print with prior permission from the DAFZ. Recognition must be given to the author or authors and the DAFZ. Please email to the editor at:
[email protected]
Deutsches Asienforschungszentrum Asian Series Commentaries Vol. 2/No.5 - 2013
Fenomena aktivis lingkungan yang cenderung menggunakan jalur kekerasan, anarkis dan bahkan radikal seperti menjadi ‘adik sepupu’ dari aksi terorisme yang dilatarbelakangi oleh fundamentalist agama. Walaupun aktivis lingkungan hidup menampik menggunakan kekerasan dalam aksi mereka, terdapat beberapa kasus yang di tetapkan sebagai tindakan kriminal bahkan aksi terorisme dimana aktivis lingkungan hidup terlibat didalamnya.
Metamorfosa LSM Lingkungan Umumnya, tipikal LSM Lingkungan berupa kampanye damai seperti; penyuluhan dan demonstrasi damai. Terkadang mereka juga menggunakan aksi boikot sebagai tindakan yang lebih tegas untuk pihak yang dianggap sebagai penjahat lingkungan. Namun dalam perkembangannya, gerakan peduli lingkungan mulai menggunakan tindak kekerasan dalam menyuarakan ideologi mereka. Bahkan ada yang cenderung fundamentalis tentunya dengan alasan ‘menyelamatkan lingkungan’. Fundamentalis lingkungan ini –melihat beberapa contoh organisasi fundamentalis baratcenderung mengarah kepada grup radikal sayap kiri, seperti; anarchists, EarthFirst!, the Earth Liberation Front (ELF). Walaupun belum ada gerakan peduli lingkungan yang dianggap grup teroris di Indonesia, beberapa tindakan anarkis dan propaganda yang dilakukan oleh gerakan peduli lingkungan dan grup sosialis Indonesia menunjukan kecenderungan yang serupa yaitu ‘gejala klasik’ menjadi grup sayap kiri. Dan, seperti halnya grup terroris, mereka secara alami mendapatkan relawan atau pengikut dari berbagai spektrum karena adanya persamaan ideologi. Kekhawatiran sepertinya muncul bukan hanya dari fundamentalis lingkungan dan kecenderungannya menjadi leftist, tetapi juga bahkan dari LSM lingkungan konservatif seperti World Wildlife Fund (WWF). Platform penyelamat lingkungan sekarang dibekali ‘ala militer’ lengkap dengan pesawat pemantau (drone) yang sebagian dilengkapi dengan amunisi. Salah satu pendukung program yang membutuhkan biaya besar ini adalah Google (Walsh, 2012). Dikawasan Asia, Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjadi fokus awal pelaksanaan program yang juga dikenal dengan sebutan anti-poaching ini. WALHI, salah satu organisasi gerakan peduli lingkungan di Indonesia, telah mencoba pesawat tanpa awak ini di Jakarta-area dengan penduduk terpadat. Namun, terjadi kerusakan pada saat uji coba karena gangguan transmisi radio lokal. 2 Commentaries are intended to provide timely and, where appropriate, policy relevant background and analysis of contemporary developments. The views of the authors are their own and do not represent the official position the DAFZ. Commentaries may be reproduced electronically or in print with prior permission from the DAFZ. Recognition must be given to the author or authors and the DAFZ. Please email to the editor at:
[email protected]
Deutsches Asienforschungszentrum Asian Series Commentaries Vol. 2/No.5 - 2013
Mekanisme ‘tentara’ lingkungan dan peralatan militer canggih yang mendukung tentunya mengundang kritik dari berbagai pihak terutama analis kajian pertahanan dan strategis mengenai sistem kontrol dan pertanggungjawabannya. Tidak hanya menimbulkan kerancuan terhadap kedaulatan suatu Negara namun juga memungkinkan untuk menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan publik. Isu ini tentu menjadi lebih besar dari sekedar ‘memburu’ pemburu liar. Karena, masih dalam perdebatan, bahwa platform ini memungkinkan non-state actor atas nama gerakan peduli lingkungan dapat mengambil tindakan langsung seperti halnya misi pertahanan dan menerobos kedaulatan suatu Negara (Walsh, 2012). Dan dengan alasan tersebut, mereka seperti mendapat ‘wewenang’ untuk melakukan extra-judicial killings, ketika merasa tindakan tersebut memang harus diambil (BBC News Africa, 2011). Di Asia, basis militan gerakan peduli lingkungan mulai bermunculan -salah satunya di Thailand. Grup kombatan ini menggunakan system operasi layaknya sistem operasi militer dalam menangani kejahatan lingkungan terutama pemburu ilegal. Tentunya skema basis militan tersebut menjadi perhatian khusus sebagai potensi ancaman regional. Oleh karena itu, sebelum mendukung suatu bentuk kampanye, perlu dianalisa dan dipelajari terlebih lanjut mengenai tujuan, mekanisme, resiko yang mungkin terjadi dan aturan hukum untuk menghindari kemungkinan terjadi penyelewengan wewenang. Para pengamat, peneliti, atau sektor lain yang terkait juga dapat mempertanyakan berbagai potensi adanya alasan strategis lain yang menjadi driver pengucuran dana yang sangat besar dan seberapa jauh supervisi yang diberikan untuk program yang mereka danai tersebut. Lebih lanjut, tendensi konflik sosial yang mungkin terjadi karena menurunnya kepercayaan terhadap hukum nasional melihat adanya kelompok yang bukan merupakan instrument Negara namun memiliki wewenang untuk menindak langsung.
LSM Lingkungan, counterculture, Militan lingkungan hidup dan eco-terorisme Program anti-poaching merupakan salah satu program peduli lingkungan yang mendapatkan sponsor secara besar-besaran. Seperti memiliki koin keberuntungan, aktivis lingkungan mendapat keuntungan pada kedua sisi koin tersebut. Bukan saja bantuan dana yang sangat besar, mereka juga seperti mendapat imunitas hukum atas tindakan yang diambil atas nama ‘menyelamatkan’ lingkungan. Tentunya hal ini menjadi dilema yang seharusnya mendapat perhatian serius karena ‘perasaan kebal hukum’ tersebut dapat memicu lahir dan maraknya 3 Commentaries are intended to provide timely and, where appropriate, policy relevant background and analysis of contemporary developments. The views of the authors are their own and do not represent the official position the DAFZ. Commentaries may be reproduced electronically or in print with prior permission from the DAFZ. Recognition must be given to the author or authors and the DAFZ. Please email to the editor at:
[email protected]
Deutsches Asienforschungszentrum Asian Series Commentaries Vol. 2/No.5 - 2013
counterculture dengan agenda peduli lingkungan namun cenderung kriminal dan radikal. Analisis ini dikuatkan oleh beberapa kasus kriminal yang terjadi pada beberapa tahun terakhir, dimana beberapa aktivis lingkungan terkait didalamnya. Pada bulan juli 2011, terjadi insiden pembakaran alat berat PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang mengakibatkan salah satu operatornya meninggal secara mengenaskan dengan posisi terikat. Seperti mendukung angenda Marxist, insiden ini cederung mengarah kepada ideologi sayap kiri. Investigasi kasus memakan waktu yang cukup lama hingga pada tahun 2013, pihak kepolisian menetapkan dua tersangka yang ternyata merupakan aktivis Serikat Tani Riau (STR) -organsisasi yang dikenal selalu memperjuangkan isu-isu lingkungan dan sosial (Albasit, 2013). Salah satu tersangka dalam kasus ini adalah Muhammad Ridwan – pimpinan STR. Di Palembang, sebuah aksi demonstrasi damai para petani berubah menjadi rusuh dan berakhir dengan aksi kekerasan aparat terhadap para demonstran pada tanggal 29 Januari 2013 (Ichsan, 2013). Aksi tersebut terkait dengan konflik tanah dengan salah satu perusahaan perkebunan nasional –PT Perkebunan Nusantara VII. Pihak kepolisian menangkap Anwar Sadat, Pimpinan WALHI/FOEI Sumatera Selatan, dan dua rekannya (Subagja, 2013). Pada tanggal 16 Mei 2013, pengadilan memutuskan enam bulan penjara untuk Sadat sebagai pertanggungjawaban atas keterlibatannya pada aksi yang berakhir rusuh tersebut.1. Contoh lain adalah sebuah aksi sabotase pemadaman listrik yang terjadi di ladang minyak PT Energi Mega Persada (EMP) -salah satu perusahaan milik Bakrie. Pimpinan STR juga dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan pihak kepolisian atas keterlibatannya pada kasus sabotase tersebut. (Riau Reportase, 2013, Setiawan, GoRiau.com, 2013)2. Tidak hanya kasus-kasus kriminal, aksi terorisme yang terkait dengan aksi peduli lingkungan pun mulai bermunculan di Indonesia. Terorisme memang bukan hal yang baru di Indonesia. Namun, beberapa kasus sejak 2011 yang dinyatakan sebagai aksi terorisme, diklaim oleh salah satu fundamentalis lingkungan sebagai pelakunya –The Earth Liberation Front (ELF)Indonesia Fraction(325, 2013). Aksi-aksi mereka antara lain, pembakaran mesin ATM di beberapa tempat; Makasar di bulan Maret; Manado di bulan April; Bandung dibulan Juni; dan Yogyakarta di bulan Oktober. 1
http://www.mongabay.co.id/2013/05/18/advokasi-petani-dua-aktivis-lingkungan-sumsel-divonis-7-bulanpenjara/ - 18 May 2013 2 ibid
4 Commentaries are intended to provide timely and, where appropriate, policy relevant background and analysis of contemporary developments. The views of the authors are their own and do not represent the official position the DAFZ. Commentaries may be reproduced electronically or in print with prior permission from the DAFZ. Recognition must be given to the author or authors and the DAFZ. Please email to the editor at:
[email protected]
Deutsches Asienforschungszentrum Asian Series Commentaries Vol. 2/No.5 - 2013
Organisasi ini juga menyatakan bertanggung jawab atas aksi pembakaran terhadap mobil dan rumah Wakil Sekretaris DPD Demokrat. ELF merupakan fundamentalis lingkungan yang tergabung sejak 1996. Sejak eksistensinya, Federal Bureau of Investigation (FBI) telah mengusut tak kurang dari 1200 insiden terror yang dilakukan oleh gerakan ‘peduli bumi’ ini. Oleh karena itu, pada tahun 2005 FBI menyatakan bahwa ELF adalah eco-terrorist dan merupakan ancaman yang serius bagi negara (Frieden, 2005). Melihat kasus-kasus tersebut, walaupun tidak bisa di generalisir, gerakan peduli lingkungan mempunyai tendesi menciptakan konflik sosial dan terkadang berujung pada aksi kekerasan. Protes ‘jalur keras’ pun menjadi pilihan terakhir sebagai bentuk ‘bahasa’ yang lebih keras ketika kampanye damai gagal mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun pihak lainnya. Hal inilah yang cenderung menjadi latar belakang metamorfosa kelompok peduli lingkungan menjadi kelompok anarkis dan radikal. Bahkan, sel teroris seperti mendapat celah dengan menjadikan aksi peduli lingkungan sebagai kendaraan ‘baru’ untuk menjalankan agendanya. Dapat disimpulkan bahwa ‘ladang’ cikal bakal lahirnya fundamental socialist, anarchist, extremist bahkan grup teroris sudah ‘tergarap’ dan siap untuk menunggu masa ‘panen’. Tren aksi kekerasan yang melibatkan aktivis lingkungan, gerakan peduli lingkungan dan LSM lingkungan seharusnya mulai menjadi perhatian semua pihak. Bukan hanya terkait dengan reputasi gerakan peduli lingkungan dan LSM lingkungan secara umum, namun juga menyangkut hal yang lebih strategis.
Kesimpulan Tidak diragukan lagi bahwa kampanye damai dapat di terima di masyarakat selama tidak melanggar aturan hukum yang berlaku. Namun pelanggaran terhadap koridor kampanye damai, tidak bisa di pungkiri, marak terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Sehingga, gejala tersebut memberi angin segar bagi kelompok teroris untuk melakukan tindakan radikal atas nama peduli lingkungan. Tipisnya garis pembatas antara agenda aktivis lingkungan, kombatan peduli lingkungan, tindakan anarkis pembela lingkungan bahkan aksi militan, eco-terrorisme dan fundamentalis lingkungan membuat tindakan mereka terkadang saling melintas batas (Wimmer, 2013). Oleh 5 Commentaries are intended to provide timely and, where appropriate, policy relevant background and analysis of contemporary developments. The views of the authors are their own and do not represent the official position the DAFZ. Commentaries may be reproduced electronically or in print with prior permission from the DAFZ. Recognition must be given to the author or authors and the DAFZ. Please email to the editor at:
[email protected]
Deutsches Asienforschungszentrum Asian Series Commentaries Vol. 2/No.5 - 2013
karena itu, dukungan terhadap tindakan ‘main hakim sendiri’ oleh gerakan peduli lingkungan dan LSM lingkungan membutuhkan studi lebih lanjut dan harus ditinjau kembali. Karena, tindakan tersebut melibatkan non-state actors, organisasi internasional dan kedaulatan suatu Negara. Disamping itu, masih tebuka perdebatan bahwa wewenang untuk menindak langsung tersebut dapat menstimulasi lahirnya organisasi radikal, ekstrimis, atau bahkan teroris lingkungan jika tidak ada kontrol dari pihak yang terkait dan negara.
Mitta Azmi is a graduate of the Indonesian Defence University and research assistant for the German Asian Research Centre specializing in national security, community violence, and the emergence of counterculture in Indonesia.
6 Commentaries are intended to provide timely and, where appropriate, policy relevant background and analysis of contemporary developments. The views of the authors are their own and do not represent the official position the DAFZ. Commentaries may be reproduced electronically or in print with prior permission from the DAFZ. Recognition must be given to the author or authors and the DAFZ. Please email to the editor at:
[email protected]