Lies Nur Intan Pahrizal
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 05/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN Lies Nur Intan Pahrizal
Abstract This study aims to describe and analyze the implementation of the operation and maintenance of networks of tidal marsh Ogan Komering Ilir in Provinsi Sumatera Selatan and analyze the factors enabling and inhibiting the process of policy implementation operation and maintenance of networks of tidal marsh Ogan Komering Ilir in Provinsi Sumatera Selatan. This study used a design or descriptive qualitative research design. Instrument research using interviews, observation and documentation. Informants in this study is an observer irrigation, irrigation clerk, clerk floodgates, farmer groups, village leaders in Desa Air Sugihan Ogan Komering Ilir. Results showed Implementation of policy implementation on the operation and maintenance of networks of tidal marsh in Ogan Komering Ilir running well enough for officers to understand the contents of the policy so that they are able to execute well and proper implementation Supporting Factors and Inhibiting the policy implementation process of the operation and maintenance of networks of tidal marsh in Ogan Komering Ilir are (a) communication, indirect communication goes a portrait not having problems (b) Resources, there is a shortage of personnel in the field, when continue to cause a decrease in performance. The ability of officers in training needs to be improved (c) The attitude, the head of the village, farmer groups and the community to support the implementation of policies concerning the operation and maintenance of networks of tidal marsh in Ogan Komering Ilir (d) The bureaucratic structure, in accordance with the procedures of activities. Should the number of personnel from the field should be added with how to ask a direct supervisor to replace the field officers who have mutations due to lack of resources can lead to degraded performance.
Keywords: Policy Implementation, Tidal Swamp Reclamation
Lies Nur Intan Pahrizal
PENDAHULUAN Pembangunan adalah tujuan penting bangsa Indonesia dalam memajukan dan mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Otonomi daerah dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata diseluruh wilayah yang memberi banyak kesempatan bagi daerah untuk berkembang. Otonomi daerah yang memberi dampak yang cukup signifikan bagi perkembangan pembangunan secara menyeluruh, adil, dan merata diseluruh wilayah Indonesia khususnya didaerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan mengurus rumah tangganya sendiri dan bebas menggali potensi daerahnya masing-masing untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini memberi dampak yang cukup besar bagi daerah untuk ikut serta dalam pembangunan nasional. Pembangunan daerah berarti usaha daerah untuk melakukan perubahanperubahan menuju kondisi yang lebih baik dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kewenangan yang lebih luas yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah membutuhkan kesiapan masyarakat dan aparat untuk meningkatkan kualitas, baik itu kualitas sumber daya manusia maupun sumber daya lain, yang akan berdampak bagi terciptanya kualitas program pembangunan di daerah. Menurut Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tugas pemerintah adalah untuk menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. Salah satu program pembangunan pemerintah Daerah adalah melakukan pengembangan daerah perkotaan. Menurut Elan (2008:1) Indonesia memiliki daerah rawa yang cukup luas yaitu ± 33,4 juta hektar, sedangkan daerah yang potensial untuk dikembangkan sebagai usaha budidaya seluas ± 11 juta hektar yang tersebar di beberapa pulau antara lain Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Sejak tahun 1970 pemerintah memulai pelaksanaan reklamasi rawa untuk mendapatkan perluasan lahan yang layak untuk pengembangan pertanian dan pemukiman. Tercatat sekitar 2 juta hektar lahan rawa telah di reklamasi di sepanjang pesisir timur Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung) dan di bagian pesisir barat dan pesisir selatan Kalimantan Pengembangan Rawa di Provinsi Sumatera Selatan secara besar-besaran oleh Pemerintah telah dimulai sejak tahun 1969/1970. Sebelumnya rawa hanya diusahakan oleh rakyat baik oleh penduduk asli maupun pendatang dari Sulawesi (Bugis) yang terbatas pada pinggiran sungai besar saja. Sumatera Selatan memiliki rawa yang cukup luas baik rawa pasang surut maupun rawa lebak yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang pertanian, perikanan, perkebunan bahkan pariwisata. Pembukaan lahan secara besar-besaran untuk pertanian dimulai di Delta Upang 8.420 ha, Delta Saleh 19.090 ha, Sugihan Kiri 14.600 ha Karang Agung 19.000 ha, Karang Agung II 30.000 ha, dan Pulau Rimau 22.600 Ha.
Lies Nur Intan Pahrizal
Rawa pasang surut di Sumatera Selatan luas bakunya 383.945 Ha, luas potensial 379.450 Ha dan luas fungsional 156.763 Ha. Rawa non pasang surut luas bakunya 135.002 Ha, potensial 129.062 Ha dan fungsional 49.992 Ha. Rawa memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan. Rawa pasang surut yang telah dibuka untuk tambak terletak di Kabupaten Ogan Komering Ilir seluas 9.328 Ha. Reklamasi rawa adalah suatu upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatannya untuk kepentingan masyarakat luas terutama yang bermukim didaerah sekitar. Usaha pembukaan lahan ini dengan maksud antara lain meningkatkan produksi pangan, meratakan penyebaran penduduk, mempercepat pembangunan didaerah, ketahanan nasional. Untuk meningkatkan produksi pangan, tanaman pangan yang telah dikembangkan di daerah rawa adalah padi, palawija, sayuran, dan buah-buahan. Tanaman perkebunan yaitu kelapa hybrida, kelapa sawit, kopi. Perikanan yaitu tambak udang, tambak ikan bandeng. Pariwisata yaitu fauna, flora dan wisata air. Daerah rawa tersebut harus memiliki jaringan reklamasi rawa pasang surut berupa saluran, bangunan air, bangunan pelengkap dan tanggul yang merupakan salah satu kesatuan fungsi pengelolaan air di daerah reklamasi pasang surut. Rawa yang tidak memiliki jaringan reklamasi pasang surut mengurangi resapan air karena lahan rawa mempunyai fungsi sebagai kolam penampungan air yang seharusnya tidak ditutup oleh bangunan karena akan mengganggu kestabilan tata air. Pengurukan dapat membuat air yang sebelumnya dapat tertampung di rawa, akan beralih ke jalanan atau kawasan lain yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir di lokasi-lokasi tertentu. Kondisi ini didukung dengan topografi yang datar yang sangat berpotensi terjadinya genangan atau banjir. Jaringan reklamasi pasang surut harus dilakukan pemeliharaan agar dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar operasi dan mempertahankan kelestariannya, setiap tahun atau lima tahunan tergantung pada kondisi bangunan dan saluran. Upaya pemerintah dalam melakukan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut dengan membuat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010 yang mengatur tentang Pedoman operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut. Kemudian pemerintah membuat Surat Edaran Nomor 02/SE/M/2011 Perihal Pedoman Penilaian Kinerja Jaringan Reklamasi Rawa. Meskipun Pedoman operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut telah dibuat dan adanya Penilaian Kinerja Jaringan Reklamasi Rawa tetapi pada kenyataannya masih ada yang tidak berfungsi dengan baik. Menurut Agmalinda (2002), yang melakukan penelitian di Desa Sumber Rejeki Primer 9 Karang Agung Hilir dan Desa Tirta Mulya Primer 2 Delta Upang Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Di daerah tersebut perlu diadakan perbaikan serta pemeliharaan
Lies Nur Intan Pahrizal
jaringan untuk memperlancar pengeluaran air yang tergenang di lahan usaha tani, mempercepat proses pembilasan hasil oksidasi (kemasaman tanah) sehingga dapat menghindari bahaya pirit, penahanan air di petakan atau di saluran, mengendalikan pembuangan air, serta untuk mengendalikan penurunan muka air tanah agar tetap berada di atas lapisan pirit. Pada tahun 2006 Direktorat Rawa dan Pantai Ditjen Sumber Daya Air, melakukan studi-studi inventarisasi data daerah rawa wilayah barat dan wilayah timur, diperoleh kesimpulan bahwa dari 1,8 juta rawa yang telah di reklamasi terdapat 0,8 juta ha lahan yang terlantar atau lahan tidur. Hal itu disebabkan oleh berbagai hal, antara lain jaringan tata air yang ada kurang optimal karena sistem aliran yang ada belum sesuai, kondisi saluran dan bangunan air yang sudah lama tidak direhabilitasi ditambah lagi belum optimalnya pemeliharaan saluran. Disamping itu yang menyebabkan terhambatnya pembangunan pertanian di daerah rawa antara lain modal petani yang rendah, kelembagaan perdesaan kurang berkembang, jaringan infrastruktur tata air yang terbatas, dan kurangnya perhatian pemerintah dalam pemeliharaan dan rehabilitasi tata air makro. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti yang relevan dengan mata kuliah kebijakan publik yaitu mengenai implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010 tentang operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010 tentang operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten Ogan Komering Ilir ? REFERENSI Kebijakan Publik Menurut William N Dunn (2003:65), Kebijakan publik adalah serangkaian panjang pilihan-pilihan yang kurang lebih berhubungan, termasuk keputusan untuk tidak berbuat, yang dibuat oleh kantor-kantor atau badan-badan pemerintah. Setelah memahami pengertian dari kebijakan publik yang telah diuraikan diatas, kebijakan publik timbul melalui serangkaian proses yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan pengertian proses adalah serangkaian tindakan yang secara definitif berkaitan dengan tujuan. Artinya, kebijakan publik tidak timbul secara mendadak, melainkan melalui suatu proses tertentu yang berkaitan dengan tujuan-tujuan kebijakan. Proses yang dilalui oleh kebijakan publik merupakan suatu rangkaian yang saling berkaitan, pada setiap tahap prosesnya akan mempengaruhi tahap-tahap lainnya.
Lies Nur Intan Pahrizal
Analisa Kebijakan Definisi Analisa Kebijakan menurut William N Dunn adalah aktivitas intelektual dan praktisi yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan. Selanjutnya, definisi Analisa Kebijakan menurut Weimer – Vining dalam Nugroho (2011:297-298) adalah kegiatan yang mengandung tiga nilai, pragmatis (client – oriented), mengacu pada keputusan (kebijakan) publik, dan tujanya melebihi kepentingan atau nilai – nilai klien, melainkan kepentingan atau nilai – nilai sosial. Secara karakteristik, menurut Dunn (2003), setiap tahapan atau fase pembuatan kebijakan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tahap penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan yang akhirnya beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. 2. Tahap formulasi kebijakan Masalah yang masuk agenda kebijakan dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi di identifikasi untuk dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada untuk dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini masing-masing aktor akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 3. Tahap adopsi kebijakan Dari berbagai alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4. Tahap implementasi kebijakan Keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang membilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap ini berbagai kepentingan akan bersaing untuk mendukung dan menolak. 5. Tahap evaluasi kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Implementasi Kebijakan Definisi Implementasi Kebijakan menurut Winarno (2012:147) adalah tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana berbagai aktor, organisasi,
Lies Nur Intan Pahrizal
prosedur dan teknik bekerja sama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome). Tugas dan kewajiban pejabat dan badan-badan pemerintah bukan hanya dalam perumusan kebijakan negara, tetapi juga dalam pelaksanaan kebijakan. Keduanya samasama penting, tetapi dalam kenyataannya banyak pejabat dan badan-badan pemerintah lebih dominan peranannya dalam perumusan kebijakan, kurang dalam implementasi kebijakan, dan masih lemah sekali dalam menyebarluaskan kebijakan-kebijakan baru kepada masyarakat. Hal tersebut menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan kebijakan. Jeleknya proses komunikasi akan menjadi titik lemah dalam mencapai efektivitas pelaksanaan kebijaksanaan Negara. Pendekatan-Pendekatan Dalam Implementasi Kebijakan Publik Beberapa pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Publik adalah Pendekatan secara top-down, yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke bawah. Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar, pada pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah para pembuat keputusan merupakan aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat, sehingga para pembuat keputusan meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah maupun subsistem-subsistem kebijaksanaan yang lain. Yang kedua adalah pendekatan secara bottom-up, yaitu pendekatan yang berasal dari bawah (masyarakat). Dalam penelitian ini pendekatan yang paling sesuai adalah pendekatan secara partisipatif dimana kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dapat direspon dengan baik oleh masyarakat. Satu hal yang paling penting adalah implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektifan dari kebijakan itu sendiri. Menurut Nugroho (2011) pada prinsipnya harus memenuhi ’empat tepat’ dalam rangka keefektifan implementasi kebijakan, yaitu : 1. Apakah kebijakannya sendiri sudah tepat 2. Ketepatan pelaksana 3. Ketepatan target implementasi 4. Apakah lingkungan implementasi sudah tepat
Model Implementasi Kebijakan Dalam implementasi kebijakan publik dikenal beberapa model, antara lain: Model George C. Edwards III Menurut George C. Edwards, keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 4 variabel, yaitu (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, (4) struktur birokrasi.
Lies Nur Intan Pahrizal
Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Menurut Edward III, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu : 1. Komunikasi. Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. 2. Sumber-sumber. Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik. 3. Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku. Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekunsi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. 4. Struktur birokrasi. Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Agustino 2006 : 149-150). Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu : 1. Isi kebijakan. Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, saranasarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia. 2. Informasi. Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.
Lies Nur Intan Pahrizal
3. Dukungan. Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut. 4. Pembagian potensi. Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Sunggono, 1994:149153). Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010 Definisi rawa, reklamasi rawa, jaringan reklamasi, Operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut, dan Pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010 adalah sebagai berikut : Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi dan biologis. Reklamasi rawa adalah metode pengembangan rawa melalui teknologi hidrolika dalam bentuk jaringan reklamasi rawa. Jaringan reklamasi rawa adalah saluran, bangunan air, bangunan pelengkap dan tanggul yang merupakan satu kesatuan fungsi yang diperlukan untuk pengelolaan air di darah reklamasi rawa. Operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut adalah upaya pengaturan dan pembuangan air dengan tujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan manfaat jaringan reklamasi rawa pasang surut. Pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan reklamasi rawa pasang surut agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar operasi dan mempertahankan kelestariannya. Tahapan Reklamasi Rawa Pasang Surut Reklamsi dalam rangka pengembangan rawa pasang surut dilakukan secara bertahap yaitu : a. Tahap pertama : membangun saluran terbuka tanpa pintu sehinggga muka air tidak dapat dikendalikan b. Tahap kedua : melengkapi saluran sekunder dan tersier dengan bangunan pintu pengatur (muka air dapat dikendalikan sebagian)
Lies Nur Intan Pahrizal
c. Tahap ketiga
: melengkapi prasarana jaringan reklamasi rawa sehingga muka air dapat dikendalikan penuh
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Menyusun Rencana Operasi a. Iklim b. Topografi c. Tanah d. Gerakan pasang surut dan intrusi air asin e. Hidrologi sungai f. Satuan lahan dan kesesuaian lahan METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan mengantarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek. Penelitian pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Secara teoritis penelitian kualitatif dianggap melakukan pengamatan melalui lensalensa lebar, mencari pola-pola hubungan antara konsep yang sebelumnya tidak ditentukan. Sumber Data Penelitian Berkaitan dengan jenis data yang diperlukan dalam penelitian, maka sumber data utama penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan informan. Berkaitan dengan itu sumber data penelitian ini diambil dari Informan. Penetapan informan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu peneliti menetapkan informan berdasarkan anggapan bahwa informan dapat memberikan informasi yang diinginkan sesuai dengan permasalahan penelitian. Dengan kata lain informan yang dipilih adalah informan kunci (key informan) yang baik pengetahuan ataupun keterlibatan mereka dengan permasalahan yang akan diteliti tidak diragukan lagi. Kesemua informan diwawancarai secara mendalam (Indepth Interview) untuk mendapatkan informasi yang valid, relevan dan memadai. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan triangulasi data, yang dilakukan dengan menggabungkan antara wawancara, observasi dan studi pustaka. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam proses analisis data yaitu perolehan data, reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Artinya data-data yang terdiri dari deskripsi dan uraiannya adalah data yang dikumpulkan,
Lies Nur Intan Pahrizal
kemudian disusun pengertian dengan pemahaman arti yang disebut reduksi data, kemudian diikuti penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis, selanjutnya dilakukan usaha untuk menarik kesimpulan dengan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Apabila kesimpulan-kesimpulan dirasakan masih kurang mantap, maka dilakukan penggalian data kembali. Hal tersebut dilakukan secara berlanjut, sampai penarikan kesimpulan dirasa sudah cukup untuk menggambarkan dan menjawab fokus penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010 Tentang Operasi Dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan Dalam penelitian ini, peneliti memakai definisi implementasi dari George Edwards III yang mengatakan implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak bisa mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan tersebut diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Berdasarkan wawancara dengan para informan dan data yang diperoleh di lapangan maka dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten Ogan Komering Ilir sudah berjalan secara maksimal. Hal ini dikarenakan : 1. Petugas mengetahui tujuan kegiatan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut, dari hasil wawancara terhadap pengamat pengairan dan juru pengairan dapat disimpulkan bahwa tujuan kegiatan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut adalah untuk menjamin kelestarian fungsi jaringan reklamasi rawa pasang surut selama mungkin sesuai dengan masa pelayannan yang direncanakan dengan cara pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala. Hal ini sesuai pula dengan Peraturan Menteri Pekerjaan PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut. 2. Kegiatan operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut sesuai dengan sasaran atau kebutuhan, dari hasil wawancara terhadap pengamat pengairan, juru pengairan, kepala desa, kelompok tani dan masyarakat setempat dapat disimpulkan bahwa kegiatan operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut sudah sesuai dengan sasaran atau kebutuhan kelompok tani dan masyarakat setempat. Bagi petani kegiatan operasi berguna untuk kebutuhan pengairan sawah mereka dan bagi
Lies Nur Intan Pahrizal
3.
4.
5.
6.
masyarakat desa kegiatan operasi berguna untuk kebutuhan sehari-hari misalnya mencuci, masak mandi dan lain-lain. Petugas mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan dalam pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala, Dari hasil wawancara terhadap juru pengairan dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang dilakukan dalam pemeliharaan rutin pembersihan sampah, pemotongan rumput, pembersihan saluran dari tumbuhan air, pemeliharaan tanggul, pemeliharaan bangunan air, pemeliharaan jembatan dermaga, pemeliharaan jalan, pemeliharaan kantor dan kalibrasi alat ukur. Dalam pemeliharaan berkala, hal-hal yang dilakukan adalah pengangkatan lumpur, perbaikan tanggul, perbaikan bangunan air, perbaikan jembatan dan dermaga, perbaikan jalan, perbaikan kantor atau rumah dinas dan rambu-rambu pengaman jaringan. Hal ini sesuai pula dengan Peraturan Menteri Pekerjaan PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut. Petugas mengetahui kapan pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala dilakukan. Dari hasil wawancara terhadap juru pengairan dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan rutin yaitu pembersihan sampah pada saluran dilakukan 2 kali sebulan, untuk pemotongan rumput dilakukan 4 bulan sekali atau 6 bulan sekali. Pembersihan saluran dari tumbuhan air, pengecetan, pelumasan bangunan air dilakukan 2 kali pertahun. Sedangkan pemeliharaan berkala untuk normalisasi saluran sekunder dan perbaikan jembatan dan dermaga dilaksanakan setiap 5 tahun sekali untuk saluran tersier 2 tahun sekali. Untuk perbaikan bangunan pintu air dan fasilitas pengaman jaringan lainya misalnya rambu-rambu dilaksanakan bila ada kerusakan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut. Petugas mengetahui alat-alat yang diperlukan untuk menunjang kegiatan OP berdasarkan kebutuhan nyata dilapangan, dari hasil wawancara terhadap pengamat pengairan dan juru pengairan dapat disimpulkan bahwa alat-alat yang diperlukan untuk menunjang kegiatan OP berdasarkan kebutuhan nyata dilapangan sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut. Petugas pintu air mengetahui kapan harus membuka atau menutup pintu air. Dari hasil wawancara terhadap petugas pintu air dapat disimpulkan bahwa petugas pintu air mengetahui kapan pintu air harus dibuka dan kapan harus ditutup. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut bahwa petugas pintu air bertugas membuka dan menutup pintu air sesuai kebutuhan.
Lies Nur Intan Pahrizal
7. Petugas pintu air megetahui hal-hal apa saja yang dilakukan dalam pemeliharaan pintu air, Dari hasil wawancara terhadap petugas pintu air dapat disimpulkan bahwa petugas pintu air mengetahui kapan pintu air harus dibuka dan kapan harus ditutup. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut bahwa petugas pintu air bertugas melumasi pintu air agar tidak berkarat, dan melakukan pengecatan setiap 6 bulan sekali. 8. Petugas pintu air mengetahui kapan harus membersihkan sampah dan rumput disekitar bangunan, dari hasil wawancara terhadap petugas pintu air dapat disimpulkan bahwa petugas pintu air mengetahui tugas pokok sebagai petugas pintu air, dimana dia harus memnbersihkan sampah dan rumput disekitar bangunan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut bahwa petugas pintu air bertugas membersihkan sampah dan rumput di sekitar bangunan. Berdasarkan hasil penelitian, implementasi kebijakan berjalan dengan baik karena setiap petugas cukup memahami isi kebijakan sehingga mereka mampu melaksanakan implementasi dengan baik dan tepat serta adanya sinergi antara petugas satu dengan yang lain. Yang akhirnya menyatukan tujuan dan gerak langkah dalam melaksanakan implementasi kebijakan karena pelaksana implementasi harus menaruh perhatian yang sama terhadap kebijakan tersebut. Kekurangpahaman pelaksana kebijakan terhadap isi kebijakan akan membuat pelaksana berjalan sendirisendiri sesuai dengan persepsinya masing-masing diluar koridor yang seharusnya sehingga dapat berakibat pelaksanaan tidak sesuai dengan amanat kebijakan. Idealnya suatu kebijakan dapat dipahami oleh semua komponen yang menjadi subyek dari kebijakan itu sendiri, dimana tugas implementasi adalah membentuk suatu hubungan yang memungkinkan arah kebijakan publik direalisasikan sebagai hasil dari aktivitas pemerintah. Fakta yang ditemukan di lokasi penelitian adalah pemahaman petugas tentang implementasi kebijakan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten Ogan Komering Ilir cukup memahami sehingga mereka mampu melaksanakan implementasi dengan baik dan tepat. a. Komunikasi Jika kebijakan-kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestiya, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan juga informasi mengenai kebijakan tersebut harus jelas. Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa secara tidak langsung mengambarkan komunikasi yang berjalan tidak mengalami kendala. Hal ini dikarenakan :
Lies Nur Intan Pahrizal
1. Adanya pembinaan terhadap kelompok tani atau rapat rutin yang dilakukan untuk mengetahui permasalahan Operasi dan Pemeliharaan. Dari hasil wawancara terhadap pengamat pengairan, juru pengairan, kepala desa, dan kelompok tani dapat disimpulkan bahwa dilakukan pembinaaan terhadap kelompok tani yang dilaksanakan bersamaan dengan petugas Operasi dan Pemeliharaan dan stake holders terkait yaitu juru pengairan, petugas penjaga pintu air untuk membahas penanganan dan permasalahan yang terjadi pada wilayah kerja masing-masing. 2. Adanya pembinaan terhadap kelompok tani atau rapat rutin dilakukan seminggu sekali. Dari hasil wawancara terhadap pengamat pengairan, juru pengairan, kepala desa, dan kelompok tani dapat disimpulkan bahwa pembinaaan terhadap kelompok tani yang dilaksanakan bersamaan dengan petugas OP dan stake holders terkait yaitu juru pengairan, petugas penjaga pintu air dilakukan seminggu sekali, setiap hari selasa. b. Sumber Daya Sumber Daya Manusia atau kemampuan pegawai merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi karena mereka merupakan faktor penggerak roda organisasi. Untuk itu, maka diperlukan kemampuan yang memadai terutama bagi pelaksana suatu program atau kebijakan. Menurut Edward III menyatakan bahwa : “sumber daya meliputi (1) staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan (2) informasi yang relevan dan cukup tentang tata cara mengimplementasikan kebijakan dan penyesuaian lainnya yang terlibat dalam implementasi (3) kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan dilakukan semuanya (4) sumber daya yang tidak cukup akan menyebabkan tidak berlakuknya undang-undang, pelayanan tidak akan diberikan dan peraturan-peraturan yang layak tidak akan dikembangkan. Hal ini dikarenakan : 1. Jumlah personel yang diturunkan dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut tidak sesuai dengan isi kebijakan. Dari hasil wawancara terhadap pengamat pengairan, juru pengairan, dapat disimpulkan bahwa personel diturunkan mengalami kekurangan dikarenakan ada petugas yang mutasi. Kurangnya sumberdaya dapat mengakibatkan menurunnya kinerja. 2. Kemampuan pengamat pengairan dalam memberikan pembinaan pada kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut. Dari hasil wawancara terhadap kelompok tani dapat disimpulkan bahwa pembinaaan terhadap kelompok tani yang dilaksanakan membosankan petani, karena pembinaan yang dilakukan monoton. Sebaiknaya dilakukan pembinaan dengan materi yang menarik. 3. Kemampuan pengamat pengairan dalam berkomunikasi mengenai operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut cukup jelas. Dari hasil wawancara terhadap kelompok tani dapat disimpulkan bahwa pengamat
Lies Nur Intan Pahrizal
pengairan dalam berkomunikasi mengenai operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut terhadap kelompok tani cukup jelas tapi membosankan petani, karena pembinaan yang dilakukan monoton. Sebaiknya dilakukan pembinaan dengan materi yang menarik. c. Disposisi / Sikap Disposisi atau sikap kepala desa, kelompok tani dan masyarakat desa terhadap kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut. Dari hasil wawancara terhadap kepala desa, kelompok tani dan masyarakat setempat dapat disimpulkan bahwa kepala desa, kelompok tani dan masyarakat setempat mendukung kegiatan operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut, karena dapat memenuhi kebutuhan mereka. d. Struktur Birokrasi Sebelum melakukan pekerjaan OP, ada koordinasi dengan kelompok tani, kepala desa atau petugas terkait menyangkut jadwal operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut. Dari hasil wawancara terhadap pengamat pengairan, juru pengairan, petugas pintu air, kepala desa, dan kelompok tani dapat disimpulkan bahwa ada koordinasi dengan kelompok tani, kepala desa atau petugas terkait yaitu PPL dari dinas pertanian menyangkut jadwal operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi kebijakan tentang operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kebijakan tentang operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut di Kabupaten Ogan Komering Ilir berjalan dengan baik karena petugas cukup memahami isi kebijakan sehingga mereka mampu melaksanakan implementasi dengan baik dan tepat. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Proses implementasi kebijakan tentang operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut di Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah komunikasi, sumber daya dan sikap : a. Komunikasi Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa secara tidak langsung mengambarkan komunikasi yang berjalan tidak mengalami kendala. b. Sumber Daya
Lies Nur Intan Pahrizal
c.
d.
Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa terdapat kekurangan jumlah personel dilapangan, bila keadaan tersebut terus berlanjut dapat menyebabkan menurunnya kinerja. Kemampuan petugas dalam pembinaan perlu ditingkatkan. Sikap Sikap kepala desa, kelompok tani dan masyarakat mendukung dalam pengimplementasian kebijakan tentang operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut di Kabupaten Ogan Komering Ilir Struktur birokrasi Struktur birokrasi yang dijalankan sesuai dengan prosedur kegiatan.
Saran 1. Petugas yang memberikan pembinaan terhadap kelompok tani harus memiliki kemampuan dalam penyampaian materi dengan suasana yang berbeda dan jauh dari kesan formil sehinggga kelompok tani yang dibina tidak merasa bosan 2. Jumlah personel yang turun kelapangan harus segera di tambah dengan cara mengajukan kepada atasan langsung untuk segera mengganti petugas lapangan yang telah mutasi karena kurangnya sumber daya dapat mengakibatkan menurunnya kinerja.
Lies Nur Intan Pahrizal
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta. Bungin, Burhan. 2003. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta: Hanindita. Elan, Alva. 2008. Kajian Potensi Pengembangan Daerah Rawa Lebak di Desa Burai Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Pendidikan Profesional. Bandung: Bidang Teknik Konstruksi Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi Departemen Pekerjaan Umum. Miles B. Matthew, Huberman, A Michall. 1992. Analisis Data Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosadakarya. Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya. Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo Gramedia Jakarta. Peraturan Menteri Pekerjaaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010 Tahun 2010 Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut Subagyo, H. 2006. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian : Departemen Pertanian