LAPORAN AKHIR PENELITIAN ANALISIS LANJUT 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BALITA DI TIGA PROVINSI
TIM PENGUSUL
Aidinil Zetra, SIP, MA (0010027006) (Ketua) Dr. Ferra Yanuar, MSc (0030057505) (Anggota) Ade Suzana Eka Putri, M. Comm. Health (Anggota)
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS DESEMBER 2014
: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BALITA DI TIGA PROVINSI
1. MJUDUL PENELITIAN 2.MSUSUNAN TIM PENELI Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. NIDN c. e. f. g.
Jabatan Fungsional Nomor HP Alamat surel (e-mail) Nama Instansi
Anggota Peneliti (1) a. Nama Lengkap b. NIDN c. Nama Instansi a. Anggota Peneliti (2) a. Nama Lengkap b. NIDN c. Nama Instansi b.
: Aidinil Zetra, SIP, MA : : : : :
0010027006 Lektor 082382347119
[email protected] Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas
: Dr. Ferra Yanuar, MSc : 0030057505 : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas : Ade Suzana Eka Putri, M. Comm. Health : 0005068102 : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas
ii
4. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT peneliti telah dapat melaksanakan kajian tentang “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Tiga Propinsi”. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model status gizi balita di Sumatera Barat, Bali dan NTT. Meskipun substansi dan teknis pelaksanaan penelitian dalam laporan kemajuan ini dilakukan oleh tim peneliti Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LPPM) Universitas Andalas, namun keberhasilan penelitian ini sangat dipengaruhi oleh peran Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI di Jakarta yang telah membantu peneliti dalam menyediakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kepala Litbangkes RI dan kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam menyediakan data, memberikan informasi maupun fasilitas penelitian. Semoga kerjasamanya tetap akan terjalin pada masa yang akan datang. Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi dalam pengembangan khasanah akademik. Peneliti juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang bermanfaat bagi kesempurnaan penelitian ini di masa yang akan datang. Terima kasih. Padang, Desember 2014 Ketua Peneliti Aidinil Zetra, MA
iii
5. ABSTRAK Fokus penelitian ini adalah pada penemuan model faktor status gizi balita yang sesuai untuk wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia yang diwakili oleh tiga provinsi yang prevalensi gizinya baik, sedang dan buruk, yaitu di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah teknik structural equation modeling (SEM) dan modifikasinya, karena dianggap paling sesuai untuk mencapai fokus penelitian dan juga sesuai dengan model dan jenis data penelitian. Di samping itu akan dilakukan pengujian kompatibalitas teknik SEM terhadap kompleksitas permasalahan gizi balita dalam mendesain model faktor status gizi balita. Metode penelitian ini adalah eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Tujuan penelitian ini adalah: (i) Menjelaskan hubungan antara faktor Asupan Zat Gizi, Sumber Daya Pengasuh, Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan sebagai faktor-faktor penentu model status gizi balita di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali, (ii) Menghasilkan model status gizi balita sebagai acuan untuk mengevaluasi kebijakan kesehatan di Indonesia pada umumnya dan di provinsi provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang tinggi atau sangat tinggi terhadap prevalensi gizi buruk pada balita di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali. Kata Kunci : Status Gizi Balita, modifikasi teknik SEM, metode kuantitatif eksplanatif.
iv
6. DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1.mJudul Penelitian 2.mSusunan Tim Peneliti 3. Surat Keputusan Penelitian 4. Kata Pengantar 5.mRingkasan Eksekutif 6. Abstrak 7. Daftar Isi 8. Daftar Tabel/Gambr/Grafik/Peta 9. Daftar Lampiran Isi Laporan Penelitian 1.MPendahuluan 2. Tinjauan Pustaka 3. Tujuan dan Manfaat 4.MHipotesis 5.Mmetode 6. Hasil 7. Pembahasan 8. Kesimpulan dan Saran 9. Ucapan Terima Kasih 10. Daftar Kepustakaan 11. Lampiran
ii ii iii iv
1 2 3 6 7
v
1.mPENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah gizi buruk masih merupakan persoalan utama dalam tatanan kependudukan
dunia. (UNICEF, 2009).1 Persoalan ini menjadi salah satu poin penting yang menjadi kesepakatan global dalam Milleneum Development Goals (MDGs). Setiap negara secara bertahap harus mampu menguranggi jumlah balita yang bergizi buruk atau gizi kurang sehingga mencapai 15 persen pada tahun 2015. Di Indonesia, persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Dilihat dari kecenderungan data statistik, masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita gizi kurang. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa masalah gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia bahkan mendekati prevalensi tinggi (Laporan Riskesdas 2013), sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, di antaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, di antaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Prevalensi gizi kurang ini pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013).
2.2mPerumusan Masalah Penelitian
Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang berada di atas 20,0-29,0
persen (WHO,
2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013
menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Di antara 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen.2 Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada 1
Pengertian gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely underweight. 2 Deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dapat dilakukan dengan pemeriksaan BB/U untuk memantau berat badan anak. Selain itu pamantauan tumbuh kembang anak dapat juga menggunakan KMS (KartuMenuju Sehat).
1
anak balita sebesar 19,6 persen. Jika tidak di atasi, hal ini akan menyebabkan dampak yang buruk bagi balita, antara lain kematian dan infeksi kronis. Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali, adalah tiga propinsi yang mewakili prevalensi tinggi menengah dan rendah di Indonesia. Terdapat beberapa kajian yang berhubungan dengan faktor-faktor penentu gizi buruk pada balita, di antaranya: Mazarina (2010), Cheah et al (2010), Jesmin et al (2011), Babatunde et al. (2011) dan Ijarotimi (2013). Mazarina (2010) meneliti faktor-faktor penentu gizi buruk pada balita yang tinggal di pedesaan. Faktor yang menjadi variabel independen terdiri dari umur anak, jenis kelamin anak, usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anggota
keluarga, dan lama menyusui, sedangkan
faktor
dependen adalah status gizi berdasarkan antropometri. Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui uji chi square dan multivariat. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi status gizi adalah jenis pekerjaan ayah dan jenis pekerjaan ibu. Jesmin et al (2011) melakukan kajian tentang prevalensi dan determinan gizi buruk untuk anak usia pra sekolah umur 1 sampai 5 tahun di Daka, Bangladesh. Mereka menemukan bahwa faktor sosioekonomi dan faktor demografi adalah dua faktor yang paling menentukan anak-anak berpostur pendek (stunting). Anak-anak akan cenderung memiliki tinggi badan normal jika tinggi ibu di atas 148 cm, ayah dan ibu berpendidikan tinggi, berat lahir normal, asupan makanan bergizi lebih dari 6 kali per hari dan tidak menderita penyakit apapun sejak 6 bulan terakhir. Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik regresi multivariat. Sementara itu Babatunde et al. (2011) juga melakukan kajian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prevalensi gizi buruk pada anak di bawah umur 5 tahun di Kwara, Nigeria. Dengan menggunakan analisis regresi mereka menemukan bahwa determinan gizi buruk adalah jenis kelamin, usia anak, pendidikan ibu, indek massa tubuh ibu, asumsi kalori keluarga, akses pada pengambilan air bersih dan keberadaan toilet di rumah tangga. Kajian ini merekomendasikan untuk melakukan program peningkatan pendidikan ibu dan pengadaan sumber air bersih termasuk terciptanya lingkungan yang bersih dikawasan pedesaan. Penelitian terkait pemodelan gizi buruk juga dilakukan oleh Ijarotimi (2013) di Nigeria juga dengan menggunakan analisis regresi multivariat. Ia menuliskan dalam artikelnya bahwa faktor yang signifikan dalam menentukan prevalensi gizi buruk adalah kemiskinan, kurang pengetahuan tentang makanan bergizi, kurang asupan makanan bergizi, pola asuh yang salah dan terinfeksi penyakit. 2
Penelitian terkait pembuatan model status gizi balita dengan menggunakan teknik analisis SEM belum banyak dilakukan. Salah satunya adalah kajian yang dilakukan oleh Cheah et..al (2010) yaitu kajian dalam membuat model tentang faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk anak-anak di daerah Kelantan, Malaysia. Mereka menggunakan faktor biologis, faktor lingkungan dan faktor prilaku ibu sebagai variabel laten (tersembunyi) yang diasumsikan mempengaruhi status gizi balita. Dengan menggunakan teknik structural equation modeling (SEM) mereka menemukan bahwa variabel indikator yang dominan dalam mempengaruhi asupan gizi balita adalah faktor lingkungan dengan variabel indikatornya adalah pendapatan keluarga, rata-rata pengeluaran keluarga dalam sebulan, banyaknya ruangan dalam rumah dan status sosio-ekonomi ibu, sedangkan faktor biologis dan faktor perilaku ibu tidak signifikan dalam mempengaruhi gizi balita. Sesuai dengan kerangka konsep UNICEF (1998), bahwa masalah kurang gizi terjadi karena penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan pokok masalah di masyarakat. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu merupakan pokok permasalahan di masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi. Kurangnya pengetahuan tentang gizi, kesehatan, sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar dan tidak cukupnya persediaan pangan maka akan memengaruhi pola asuh anak. Penelitian bidang kesehatan telah pernah dilakukan beberapa kali oleh tim peneliti, di antaranya yaitu oleh Aidinil dan Ferra (2009) tentang Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pemerintah di Sumatera Barat, Ferra dan Aidinil (2010 dan 2013) membuat model indeks kesehatan dengan menggunakan pendekatan teknik SEM pada dua daerah kajian yang berbeda. Pada artikel Ferra et al. (2010) dihasilkan bahwa faktor sosio-demografi saja yang terbukti secara signifikan dapat memberi pengaruh terhadap indeks kesehatan, sedangkan pada Ferra et al. (2013) selain faktor sosio-demografi, faktor gaya hidup juga memiliki hubungan yang signifikan dengan indeks kesehatan. Dalam Ferra et al. (2013), mereka menggabungkan teknik SEM dengan teknik Bayesian dalam membuat model yang lebih informatif dan model yang lebih baik dibanding menggunakan teknik SEM klasik. Berdasarkan rumusan masalah dan kajian-kajian sebelumnya seperti diuraikan di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi status gizi pada balita di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali?
3
(2) Bagaimana model hubungan antara Asupan Zat Gizi, Sumber Daya Pengasuh, Pelayanan
dan Lingkungan Kesehatan pada balita serta pengaruhnya terhadap prevalensi gizi buruk pada balita di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali?
2. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan kajian terdahulu seperti telah diuraikan di bagian perumusan masalah maka secara teoretis dapat digambarkan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, di antaranya adalah status sosial ekonomi, meliputi tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu dan penghasilan ibu per bulan. Perilaku atau kebiasaan ibu ketika merawat anak termasuk ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan anak. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Selain pendidikan, pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap terjaga baik. Selain status sosial ekonomi, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini dikarenakan bayi yang mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang matangnya organ, menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita. Sumber lain menyebutkan status kepemilikan tempat tinggal yang ditempati juga menjadi faktor penentu asupan gizi balita. Menurut Mazarina (2010) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita yang tinggal di pedesaan seperti umur anak, jenis kelamin anak, usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga, dan lama menyusui. Faktor yang paling dominan mempengaruhi status gizi menurut Mazarina (2010) adalah jenis pekerjaan ayah dan jenis pekerjaan ibu. Jesmin et al (2011) mengatakan bahwa bahwa faktor sosioekonomi dan faktor demografi adalah dua faktor yang paling menentukan anak-anak berpostur pendek (stunting). Anak-anak akan cenderung memiliki tinggi badan normal jika tinggi ibu di atas 148 cm, ayah dan ibu berpendidikan tinggi, berat lahir normal, asupan makanan bergizi lebih dari 6 kali per hari dan tidak menderita penyakit apapun sejak 6 bulan terakhir. Babatunde et al. (2011) menemukan bahwa faktor-faktor seperti jenis 4
kelamin, usia anak, pendidikan ibu, indek massa tubuh ibu, asumsi kalori keluarga, akses pada pengambilan air bersih dan keberadaan toilet di rumah tangga berpengaruh terhadap yang berpengaruh terhadap prevalensi gizi buruk pada anak di bawah umur 5 tahun di Kwara, Nigeria. Ijarotimi (2013) juga mengemukakan bahwa faktor yang signifikan dalam menentukan prevalensi gizi buruk adalah kemiskinan, kurang pengetahuan tentang makanan bergizi, kurang asupan makanan bergizi, pola asuh yang salah dan terinfeksi penyakit.
Cheah et al (2010) menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk balita adalah faktor biologis, faktor lingkungan dan faktor perilaku ibu sebagai variabel laten (tersembunyi). Dengan menggunakan teknik structural equation modeling (SEM) mereka menemukan bahwa variabel indikator yang dominan dalam mempengaruhi asupan gizi balita adalah faktor lingkungan dengan variabel indikatornya adalah pendapatan keluarga, rata-rata pengeluaran keluarga dalam sebulan, banyaknya ruangan dalam rumah dan status sosioekonomi ibu, sedangkan faktor biologis dan faktor perilaku ibu tidak signifikan dalam mempengaruhi gizi balita. UNICEF (1998), mengemukakan bahwa masalah kurang gizi terjadi karena penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan pokok masalah di masyarakat. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu merupakan pokok permasalahan di masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi. Kurangnya pengetahuan tentang gizi, kesehatan, sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar dan tidak cukupnya persediaan pangan maka akan memengaruhi pola asuh anak. Penilaian Status Gizi Anak Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : a. Umur. Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah
adanya
kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 5
1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004). b. Berat Badan Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan
berat badan pada saat pengukuran
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990). c. Tinggi Badan Tinggi badan memberikan gambaran
fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan
kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004). Berat badan dan tinggi badan
adalah salah satu parameter penting untuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
6
Tabel 2.1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS Indeks yang Batas No Sebutan Status Gizi dipakai Pengelompokan 1 BB/U < -3 SD Gizi buruk - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih 2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi 3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk 4 IMT/U < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk Sumber : Depkes RI 2010.
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relative baik (wellnourished), sebaiknya digunakan “presentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990). Tabel 1.2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS) Indeks yang digunakan No Interpretasi BB/U TB/U BB/TB 1
Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++ Rendah Normal Rendah Sekarang kurang + 2 Normal Normal Normal Normal Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang 3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal Tinggi Rendah Tinggi Obese Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) : Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS 7
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Sumber : Depkes RI 2010. Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :
Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada Tabel 1.1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat pada Tabel 1.2. Definisi Operasional Status Gizi Sebenarnya untuk mendefinisikan operasional status gizi ini dapat dilakukan di klinik kesehatan swasta maupun pemerintah yang menyediakan pengukuran status gizi, namun demikian yang perlu diketahui masyarakat adalah pengertian dan pemahaman dari status gizi anak, selanjutnya ketika mengunjungi klinik gizi hasilnya dapat segera diketahui termasuk upaya-upaya mempertahankan status gizi yang baik. Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antroppometri ( Suharjo, 1996), dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh : 1. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran Tinggi Badan (TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi sesuai dengan syarat-syarat penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan benar penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise) 2. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan Pengukuran TB, kemudian dikurangi dengan tanggal kelahiran yang diambil dari data identitas anak pada 8
sekolah masing-masing, dengan ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan. a. Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z score simpang baku (SSB) induvidu dan kelompok sebagai presen terhadap median baku rujukan (Waterlow.et al, dalam, Djuamadias, Abunain, 1990) Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus : Skor Baku Rujukan
Dimana : NIS
NIS NMBR NSBR
: Nilai Induvidual Subjek
NMBR
: Nilai Median Baku Rujukan
NSBR
: Nilai Simpang Baku Rujukan
Hasil pengukuran dikategorikan sbb 1. BB/U a. Gizi Kurang b. Gizi Baik c. Gizi Lebih 2. TB/U a. Pendek b. Normal c. Tinggi 3. BB/TB a. Kurus b. Normal c. Gemuk
Bila SSB < - 2 SD Bila SSB -2 s/d +2 SD Bila SSB > +2 SD Bila SSB < -2 SD Bila SSB -2 s/d +2 SD Bila SBB > +2 SD Bila SSB < -2 SD Bila SSB -2 s/d +2 SD Bila SSB > +2 SD
Status gizi diinterpretasikan berdasarkan tiga indeks antropomteri, (Depkes, 2010). Dan dikategorikan seperti yang ditunjuukan pada Tabel 1.3 Tabel 1.3 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS) Interpretasi Normal, dulu kurang gizi Sekarang kurang ++ Sekarang kurang + Normal Sekarang kurang Sekarang lebih, dulu kurang Tinggi, normal Obese Sekarang lebih, belum obese
BB/U Rendah Rendah Rendah Normal Normal Normal Tinggi Tinggi Tinggi
Indeks yang digunakan TB/U BB/TB Rendah Normal Tinggi Rendah Normal Rendah Normal Normal Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Normal Rendah Tinggi Normal Tinggi
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) : Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
9
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber: Depkes RI, 2010
3.3. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Menjelaskan hubungan antara faktor Asupan Zat Gizi, Sumber Daya Pengasuh, Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan sebagai faktor-faktor penentu model status gizi balita di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali. 2) Menghasilkan model status gizi balita sebagai acuan untuk mengevaluasi kebijakan kesehatan di Indonesia pada umumnya dan di provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang tinggi atau sangat tinggi. 3) Mengidentifikasi faktor-faktor penentu status gizi pada balita di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat dan Bali dan menghasilkan model Status Gizi diketiga propinsi tersebut.
Adapun hasil dari penelitian dapat bermanfaat bagi : 1) Pemangku kebijakan (stakeholders) seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengevaluasi kebijakan di bidang kesehatan dan menyusun program penanggulangan prevalensi gizi buruk kurang balita yang tinggi atau sangat tinggi 2) Organisasi masyarakat sipil seperti LSM, Ormas, Tim Penggerak PKK dan masyarakat luas yang peduli terhadap kesehatan balita dalam melakukan advokasi kebijakan dan menyusun perencanaan pembangunan di bidang kesehatan masyarakat. 3) Bagi kalangan masyarakat ilmiah (perguruan tinggi, lembaga riset) sebagai masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kajian ini memberikan beberapa sumbangan besar dalam berbagai disiplin ilmu untuk melengkapi analisis yang sudah dilakukan oleh para sarjana lain sebelum ini, yaitu: Pertama, Secara teoretis banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi masyarakat. Faktor-faktor penyebab ini perlu dianalisis secara mendalam dengan tidak hanya menampilkan data deskriptif dan mengandalkan teknik analisis klasik saja seperti analisis regresi atau korelasi. Pendekatan multidisiplin dalam penelitian dan pengembangan kesehatan diperlukan untuk menghasilkan pengembangan kebijakan yang relevan, valid dan akurat dalam rangka meningkatkan status gizi masyarakat. 10
Untuk itu perlu di-review sejumlah variabel yang menjelaskan status gizi masyarakat sehingga ditemukan model baru status gizi yang lebih sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang diwakili oleh propinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk sangat tinggi yaitu NTT, propinsi dengan prevalensi gizi buruk tinggi yaitu Sumatera Barat dan propinsi dengan prevalensi gizi buruk yang rendah yaitu Bali. Kedua, disparitas prevalensi balita gizi kurang antara daerah perkotaan dan pedesaan masih menjadi persoalan utama di Indonesia. Angka balita gizi kurang di perkotaan mencapai 15,9 persen lebih rendah dibanding di daerah perdesaan yang mencapai 20,4 persen. Oleh karena itu kebijakan yang dihasilkan haruslah berbasis bukti yang dikembangkan dan didasarkan dari sebuah model hasil kajian yang komprehensif dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan masyarakat perkotaan dan pedesaan. Ketiga, penelitian ini juga akan memberi manfaat kepada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal pengembangan teknik analisis regresi yang selalu digunakan dalam analisis pemodelan. Penelitian ini akan menunjukkan penerapan dan pengembangan teknik structural equation modeling (SEM) yang terbukti paling sesuai digunakan untuk pemodelan yang melibatkan variabel terukur dan tidak terukur secara langsung seperti dalam kasus pemodelan status gizi ini (Bollen, 1989; Boniface & Tefft, 1997; Ullman, 2006; Ferra et al., 2010 & 2013). Akan dilakukan juga kajian teoritis untuk pengembangan teknik SEM yang diperlukan dalam membuat tren perubahan model status gizi balita. 4MHIPOTESIS Pada bagian ini akan dijelaskan model hipotesis yang digunakan dalam membuat model status gizi balita dimana hipotesis-hipotesis berikut dibuat berdasarkan kajian-kajian terdahulu. 1. Model Konstruk Asupan Zat Gizi Variabel indikator yang dipilih sebagai variabel pengukur dari variabel laten ini adalah produksi makanan, pendapatan bersih, pendapatan dalam bentuk barang. 2. Model Konstruk Sumber Daya Pengasuh. Variabel laten ini diukur dari variabel indikator seperti: Kontrol pengasuh sumber makanan, status mental dan fisik pengasuh, keyakinan dan pengetahuan pengasuh. 3. Model Konstruk Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan. Sedangkan model Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan ini diukur oleh variabel seperti Pasokan air 11
bersih, Sanitasi yang memadai, ketersediaan pelayanan kesehatan, keamanan lingkungan / tempat tinggal 4. Model Konstruk Status Gizi Model status gizi sebagai respon dari model berstruktur disini diukur oleh variabel berat badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan dan tinggi badan menurut umur. Adapun hipotesis-hipotesis yang akan diuji dalam model ini adalah : H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Asupan Zat Gizi terhadap Status Gizi balita H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Sumber Daya Pengasuh terhadap Status Gizi balita H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor pelayanan dan lingkungan kesehatan terhadap status gizi balita.
5. METODE 5.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai bagian dari kerangka teori yang akan diteliti, akan mendeskripsikan secara jelas variabel yang dipelajari (variabel dependent) dan variabel faktornya (variabel independent). Kerangka konsep ini dikembangkan dari suatu kerangka teori, permasalahan yang akan diteliti dalam hubungannya dengan masalah, pertanyaan, tujuan, hipotesis, variabel dan disain penelitian. Diagram yang merupakan kerangka konsep penelitian, seperti pada Gambar 5.1 dibawah ini.
12
Gambar 5.1. Kerangka Konsep Penelitian
5.2 Disain Penelitian Disain penelitian ini adalah desain survey analitik. Survei analitik merupakan survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2002:145). Dalam penelitian ini survey analitik mencoba menggali bagaimana dan mengapa stutus gizi buruk terjadi di Indonesia. Dalam penelitian survei analitik ini, penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh objek yang diteliti (populasi), tetapi hanya mengambil sebagian dari populasi tersebut (sampel). Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian case control yaitu penelitian survey analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan restrospektive (Notoatmodjo, 2002:150). Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yaitu dengan melakukan pengukuran variabel independent (bebas) yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor biologis dan variabel dependen yaitu status gizi balita. Jenis desain penelitian ini dipilih karena studi analisis cross sectional memiliki beberapa kelebihan antara lain: a) Memungkinkan menggunakan populasi dari masyarakat, sehingga generalisasi lebih baik; 13
b) Relatif mudah, murah dengan hasil yg cepat; c) Dapat untuk meneliti banyak variabel sekaligus; d) Jarang terancam drop out; e) Dapat digunakan untuk tahap awal penelitian kohort/eksperimen; f)
Dpt digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya;
5.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Karena data yang digunakan oleh penelitian ini adalah data data Riskesda 2013 maka kriteria inklusi dan eksklusi dari populasi disesuaikan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Riskesda 2013. Kriteria inklusi iaitu persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek agar dapat diikutsertakan dalam penelitian Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh rumah tangga biasa yang mewakili 33 provinsi. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas 2013 dipilih berdasarkan listingSensus Penduduk (SP) 2010. Proses pemilihan rumah tangga ditentukan oleh BPS yang memberikan daftar bangunan sensus terpilih yang berasal dari Blok Sensus terpilih. Daftar 12.000 BS berikut dengan 300.000 daftar Bangunan Sensus (bangsen) yang telah dilengkapi dengan nama-nama kepala rumah tangga saat SP 2010 dilakukan. Nama-nama kepala rumah tangga tersebut dilakukan pemutakhiran oleh enumerator sebelum melakukan pencacahan. 5.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan yang terdapat model kerangka konsep seperti
Gambar 5.1. Pada penelitian ini variabel dependen
merupakan variabel laten yaitu variabel yang tidak diukur langsung dari subjek penelitian tetapi diukur dari dua atau lebih variabel bebas (variabel indikator). Berikut variabel laten dan variabel indikator untuk setiap variabel laten berdasarkan model hipotesis: 1. Model Konstruk Asupan Zat Gizi Variabel indikator yang dipilih sebagai variabel pengukur dari variabel laten ini adalah produksi makanan, pendapatan bersih, pendapatan dalam bentuk barang. 2. Model Konstruk Sumber Daya Pengasuh. Variabel laten Perawatan Ibu dan Anak ini diukur dari variabel indikator seperti: Kontrol pengasuh sumber makanan, status mental dan fisik pengasuh, keyakinan dan pengetahuan pengasuh. 3. Model Konstruk Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan. Sedangkan model Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan ini diukur oleh variabel seperti Pasokan air bersih, Sanitasi
14
yang memadai, ketersediaan pelayanan kesehatan, keamanan lingkungan / tempat tinggal 4. Model Konstruk Status Gizi Model status gizi sebagai respon dari model berstruktur disini diukur oleh variabel berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. 5.5 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data Untuk menguji model hipotesis digunakan data sekunder hasil Riskesdas 2013 tentang informasi sampel yang berhubungan dengan variabel-variabel yang terdapat di dalam model hipotesis. Data sekunder ini direncanakan akan diambil dari data hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 di Propinsi NTT, Sumatera Barat dan Bali yang dapat diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), Kementerian Kesehatan di Jakarta.
5.6 Bahan dan Prosedur Kerja Karena penelitian ini hanya memanfaatkan data Riskesda 2013 maka ia tidak membutuhkan lagi bahan penelitian berupa zat, obat, alat dan suplai. Begitu juga prosedur kerja dalam pengumpulan data juga menggunakan metoda baku yang dilakukan oleh Riskesda 2013. Tahapan kerja Riskesda 2013 dalam pengambilan sampel untuk pengukuran biomedis, pada BS yang terpilih, rumah tangganya dan anggota rumah tangganya selain dikumpulkan variabel kesehatan masyarakat juga dilakukan pengambilan spesimen darah dan urin. Spesimen darah dikumpulkan pada sampel umur ≥1 tahun untuk pemeriksaan malaria, anemia, diabetes mellitus, kolesterol, dan kreatinin. Urin dikhususkan untuk menilai status iodium pada sampel anak usia 6-12 tahun. Selain pengambilan urin, dilakukan juga pengambilan garam dan air untuk pemeriksaan iodium rumah tangga. Semantara untuk prosedur atau langkah-langkah penelitian dilakukan sebagai berikut: a) Persiapan : studi literatur, mempelajari berbagai teori tentang pemodelan status gizi, kebijakan publik khususnya evaluasi kebijakan kesehatan, serta teori tentang regresi klasik dan SEM. Selain itu dilakukan ijin etik jika ada dari data Riskesdas 2013 yang perlu diverivikasi, ijin lokasi ke kesbangpol setiap propinsi dan
kabupaten
kota, pengadaan bahan penelitian termasuk perangkat lunak
komputer. 15
b) Pengumpulan data: a. Pengumpulan
data
utama
dilakukan
dengan
menghubungi
Litbang
Kementerian Kesehatan RI di Jakarta untuk mendapatkan Riskesdas 2007, 2010 dan 2013 Untuk lebih jelasnya mengenai prosedur penelitian ini, dapat dilihat pada diagram berikut:
Gambar 5.2: Diagram Alir Tahapan Penelitian
16
Khusus untuk langkah-langkah Pemodelan dengan teknik SEM akan dilakukan empat tahapan sebagai berikut: a. Model Spesifikasi Untuk melakukan tahap pertama, SEM melibatkan dua komponen model utama, iaitu model pengukuran dan model berstruktur. Ekspresi secara matematik untuk model pengukuran adalah:
dimana
=
+
, = 1, … , .
(2.1)
adalah × 1 vektor variabel indikator yang dihubungkan dengan q × 1 vektor yang diasumsikan berdistribusi
variabel laten eksogen
koefisien regresi yang diperoleh dari regresi setiap
vektor acak untuk galat pengukuran. Vektor acak diasumsikan berdistribusi
0,
0,
,
terhadap
adalah
, serta
×
matrik
adalah
×1
diasumsikan saling bebas dan
serta tidak berkorelasi dengan variabel laten
.
Hubungan antara variabel laten diterangkan dalam model berstruktur, formula umum secara matematiknya adalah sebagai berikut:
dimana
=
+
+
, = 1, … , .
(2.2)
× 1 vektor acak dari variabel laten endogen, B adalah
adalah
matrik yang menghubungkan antara variabel laten endogen,
adalah
×
×
koefisien koefisien
matrik yang menghubungkan variabel laten endogen dan eksogen dalam model berstruktur, dan (0,
i
× 1 vektor acak untuk galat berstruktur dan diasumsikan bertaburan N
adalah
) dimana
adalah diagonal dari matriks kovarian. Variabel
berkorelasi dengan ditulis sebagai
i.
Misalkan
=
+
b. Model Estimasi
i.
=
,
dan
=
,
diasumsikan tidak
maka persamaan (2.2) dapat
Tujuan umum dari teknik SEM adalah menguji hipotesis apakah matriks varian kovarian untuk observasi yang diperoleh dari beberapa variabel indikator sama dengan matriks varian kovarian dari model hipotesis. Tujuan tersebut dapat diformulasikan sebagai :
dimana
=
( )
(2.3)
merupakan matriks varian kovarian populasi dari beberapa variabel indikator dan
( ) merupakan matriks varian kovarian populasi sebagai fungsi dari
juga dengan matriks hipotesis.
atau biasa disebut
adalah sebuah vektor yang terdiri dari parameter-parameter
yang akan diestimasi nilainya dalam model, seperti nilai-nilai min, varian dan kovarian, koefisien regresi dan galat atau faktor pengganggu.
17
Dalam model estimasi,
diestimasi oleh matriks varian kovarian sampel,
dilambangkan dengan S, iaitu matriks pengestimasi yang konsisten dan tidak bias dari
.
Sehingga tujuan dari model estimasi adalah untuk meminimumkan perbedaan antara matriks S dan Σ
c.
dengan fungsi pemadanan
Penilaian Model
,Σ
.
Penilaian model bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya masalah pengidentifikasian berdasarkan penilaian terhadap hasil estimasi yang dilakukan program SEM. Beberapa indikator kebaikan model yang sering digunakan adalah nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Aproximation), TLI (Tuckey Lewis Index) dan CFI (Comparative Fit Index) (Hu & Bentler, 1999; Ullman, 2006). Ketiga indikator kebaikan model ini dapat dihitung langsung dengan menggunakan software SEM yang dipakai. d. Modifikasi Model Model perlu dimodifikasi jika matriks varian kovarian yang diestimasi oleh model tidak dapat menghasilkan matriks varian kovarian sampel yang memenuhi indikator kebaikan model.
5.7 Manajemen dan Analisis Data Manajemen data utama dalam penelitian ini tidak dilakukan sejak masa persiapan yakni sebelum data dikumpulkan karena data utama yang digunakan adalah data sekunder hasil Riskesdas 2013.
Untuk mengolah dan menganalisis data yang ada peneliti telah
mempersiapkan perangkat lunak berupa SPSS 21 dan soft ware structural equation modeling serta perangkat
keras,
seperti personal computer. Sedangkan untuk data pelengkap
manajemen data dilakukan dengan mempersiapkan panduan wawancara dan panduan observasi untuk menjaga ketepatan pengumpulan data. Proses manajemen data pelengkap ini dimulai dari verifikasi dan editing data yaitu untuk memeriksa kelengkapan dan konsistensi data yang dikumpulkan, mentranskip hasil wawancara, memverifikasi sampai data siap untuk diolah dan dianalisis. Data
yang diperoleh
dianalisis sesuai dengan
prinsip metode
kuantitatif
eksplanatif yaitu dengan mendiskripsikan variabel-variabel yang terlibat yang diperoleh dengan menelaah seluruh data dan informasi yang tersedia dari berbagai sumber serta menjelaskan hubungan antar variabel tersebut. Di samping perolehan data dari pelaporan
18
“on the pot”, data yang banyak tersebut juga harus direduksi dengan jalan membuat abstraksi sebagai sebuah rangkuman yang inti. Di sini akan diidentifikasi faktor-faktor penentu
status kesehatan
yang
sesuai
untuk
perkotaan
dan
pedesaan
dengan
menggunakan structural equation modeling dan akhirnya terbentuk varian yang berbeda pada tiap jenis kawasan tersebut. Sedangkan analisis data kualitatif hasil wawancara dan observasi akan dianalisis berdasarkan pandangan-pandangan informan (analisis emik) yang sudah di validasi dengan menggunakan metode triangulasi. Kesimpulan dari analisis yang dilakukan terkait pada gabungan data yang didapat dari informan (emik) dan interpretasi peneliti (analisis etik) terhadap data lapangan, baik data primer maupun data skunder.
6. HASIL PENELITIAN Pada bagian ini akan ditampilkan hasil dari penelitian ini. Pada penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2013 untuk propinsi Sumatera Barat, NTT dan Bali dimana responden yang diambil sebagai sampel adalah responden yang menjawab semua variabel yang dimasukkan dalam model hipotesis. Setelah melakukan proses cleaning terhadap data, diperoleh sampel yang menjawab semua variabel dalam model hanya sebanyak 1701. Dalam analisis SEM memerlukan ukuran sampel besar, dengan ukuran sampel yang hanya sebanyak 1701, maka tidak memungkinkan untuk dilakukan analisis per propinsi karena ukuran sampelnya akan semakin kecil dan akan sulit dihasilkan model yang konvergen. Dengan demikian analisis model status gizi yang dilakukan pada penelitian ini adalah model untuk tiga propinsi. Berikut disajikan deskripsi untuk setiap variabel penelitian yang dilibatkan dalam model kajian ini. Tabel 6.1. Distribusi Data Model Status Gizi Berdasarkan Data Riskesdas 2013 No. 1
2
Variabel Faktor 1 Banyaknya anggota rumah tangga
Ketersediaan pelayanan kesehatan
Kategori
Frekuensi Prosentase
3 sd 4 orang 5 sd 6 orang 7 sd 8 orang 9 sd 11 orang
647 765 230 59
38.0 45.0 13.5 3.5
9-10 pelayanan 11-12 pelayanan 13-14 pelayanan > 14 pelayanan
601 405 458 237
35.3 23.8 26.9 13.9
19
3
4
Menguras bak mandi dalam seminggu
Status kepemilikan bangunan yang ditempati?
Tidak pernah Tidak berlaku (jika tidak menggunakan bak) Sekali Lebih dari sekali
83
4.9
703
41.3
576 339
33.9 19.9
Milik sendiri Kontrak Sewa Bebas sewa (milik orang lain) Bebas sewa (milik orang tua/sanak/saudara Rumah dinas Lainnya
1217 167 68 22
71.5 9.8 4.0 1.3
185
10.9
40 2
2.4 .1
1425 142 81 53
83.8 8.3 4.8 3.1
338
19.9
359
21.1
1004
59.0
5
Kelengkapan imunisasi
5 sd 13 kali 14 sd 21 kali 22 sd 29 30 sd 40
6
Mengikuti Program KB
Tidak/belum menggunakan Ya, pernah tetapi tidak menggunakan lagi Ya, sekarang menggunakan
7
Minum pil zat besi/ tablet tambah darah selama kehamilan
1 sd 50 hari 51 sd 100 hari 101 sd 150 hari di atas 150 hari
478 497 109 617
28.1 29.2 6.4 36.3
8
Pendidikan
Tidak/belum pernah sekolah Tidak tamat SD/MI tamat SD/MI Tamat SLTP/MTS Tamat SLTA/MA Tamat D1/D2/D3 Tamat PT
37 146 403 323 556 120 116
2.2 8.6 23.7 19.0 32.7 7.1 6.8
9
Kondisi kesehatan secara umum
Buruk Cukup Baik
8 244 1449
.5 14.3 85.2
10
Kondisi mental pengasuh
Buruk Agak buruk Kurang baik Baik
7 38 203 1453
.4 2.2 11.9 85.4
11
Berat Badan Menurut Tinggi Badan
Sangat Kurus Kurus Tinggi Normal
151 121 1186 243
8.9 7.1 69.7 14.3
12
IMT menurut Umur
Sangat kurus
155
9.1
20
13
Berat Badan Menurut Umur
Kurus Gemuk Normal
133 1180 233
7.8 69.4 13.7
Gizi buruk Gizi kurang Gizi lebih Gizi baik
162 307 1198 34
9.5 18.0 70.4 2.0
Berikut dilakukan analisis korelasi antara variabel-variabel model yang dilibatkan dalam analisis ini. Tujuan dari analisis korelasi ini adalah untuk mengetahui variabel-variabel mana saja yang memiliki hubungan secara signifikan. Analisis pendahuluan ini perlu dilakukan untuk memudahkan dalam analisis lanjutan (analisis SEM). Hasil analisis korelasi dditampilkan pada Tabel 6.2.
21
Tabel 6.2. Matrik Korelasi Antara Variabel Model Berdasarkan Data Riskesdas 2013 Menguras Status Layanan Program bak kepemili Imunisasi Kesehatan KB mandi kan rumah
Minum Fe/tablet tambah darah
Pendidi kan
Kondisi kesehatan
Kondisi mental pengasuh
BB/TB
Variabel Model
Banyak anggota RT
Banyak anggota RT
1.000
.110**
-.087**
-.240**
.020
-.052*
.005
-.102**
-.018
-.061*
.014
.018
-.053*
Lay-Kes
.110**
1.000
-.237**
-.167**
.031
-.015
-.110**
-.235**
-.054*
-.109**
-.032
-.031
-.076**
Menguras bak mandi
-.087**
-.237**
1.000
.048*
-.022
-.033
.005
.281**
.098**
.082**
.028
.028
.095**
Status kepemili kan rumah
-.240**
-.167**
.048*
1.000
.027
.082**
.018
.132**
.000
-.006
.004
-.015
.003
Imunisasi
.020
.031
-.022
.027
1.000
-.119**
.017
-.047
-.047
.004
.068**
.018
-.060*
Program KB
-.052*
-.015
-.033
.082**
-.119**
1.000
.048*
-.022
.016
-.011
-.005
.029
.030
Minum Fe/tablet tambah darah
.005
-.110**
.005
.018
.017
.048*
1.000
.015
.045
.042
.017
.031
.049*
Pendidikan
-.102**
-.235**
.281**
.132**
-.047
-.022
.015
1.000
.013
.083**
.035
.025
.106**
Kondisi kesehatan
-.018
-.054*
.098**
.000
-.047
.016
.045
.013
1.000
.208**
.043
.036
.010
22
IMT/U BB/U
Kondisi mental pengasuh
-.061*
-.109**
.082**
-.006
.004
-.011
.042
.083**
.208**
1.000
.008
-.010
.043
BB/TB
.014
-.032
.028
.004
.068**
-.005
.017
.035
.043
.008
1.000
.875**
.449**
IMT/U
.018
-.031
.028
-.015
.018
.029
.031
.025
.036
-.010
.875**
1.000
.475**
.003
-.060*
.030
.049*
.106**
.010
.043
.449**
.475**
1.000
BB/U -.053* -.076** .095** * Signifikan pada tingkat kepercayaan 95% ** Signifikan pada tingkat kepercayaan 90%
23
Berdasarkan Tabel 6.2 di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa variabel yang berkorelasi satu sama lain (pada tingkat kepercayaan 95% dan 90%) dan terdapat juga beberapa variabel yang tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan variabel yang lain. Variabel yang memiliki hubungan paling kuat sesamanya adalah IMT menurut umur dengan Berat badan menurut Tinggi badan, dimana nilai koefisien Spearmannya sebesar 0.875. Sedangkan variabel yang memiliki hubungan signifikan yang paling kecil adalah Program KB dengan Minum Fe/tablet tambah darah, nilai koefisien Spearmannya sebesar 0.048. Selanjutnya akan dilakukan analisis untuk membuat pemodelan faktor-faktor yang dominan dalam menentukan Status Gizi pada Balita pada tiga propinsi tersebut. Untuk melakukan analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik Structural Equation Modeling (SEM). Metode ini dipilih karena merupakan satu-satunya teknik analisis secara statistika yang paling tepat digunakan untuk melakukan pemodelan yang melibatkan kedua jenis variabel secara serentak, yaitu variabel laten dan variabel indikator. Pada penelitian ini awalnya peneliti merencanakan untuk melakukan analisis SEM konfirmatori faktor analisis, yaitu model hipotesis dibangun berdasarkan kajian literatur dan model cadangan dihasilkan dengan menyesuaikan model hipotesis dengan data kajian. Tetapi setelah dilakukan proses tersebut, peneliti tidak menemukan model yang konvergen walaupun sudah melakukan modifikasi terhadap model hipotesis. Oleh karena itu peneliti akhirnya melakukan analisis SEM eksploratori faktor analisis yaitu dengan melakukan proses pengidentifikasian model hipotesis yang diawali dengan analisis faktor. Uraian berikut ini merupakan proses analisis SEM eksploratori faktor analisis yang peneliti lakukan. Berdasarkan analisis faktor dihasilkan nilai Chi-Square 4199 (derajat kebebasan = 78) dan nilai signifikansi = 0,000 < 0.05 menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas sehingga dapat dilakukan analisis komponen utama. Di samping itu, Nilai KMO yang dihasilkan adalah sebesar 0.613 serta p-value sebesar 0,000 (<0,05), nilai tersebut jatuh dalam kategori “lebih dari cukup” layak untuk kepentingan analisis faktor. Oleh karena itu, variabel– variabel dapat dianalisis lebih lanjut (Goldstein,1984). Hasil analisis faktor disajikan pada beberapa tabel berikut. Pada Tabel 6.3 menampilkan banyaknya faktor atau komponen utama hasil mereduksi tigabelas variabel. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa terdapat lima faktor yang dapat dihasilkan dari analisis data ini dan juga dapat dilihat besarnya variansi yang diterangkan oleh setiap faktor. Peneliti boleh saja memutuskan untuk memilih jumlah faktor yang lebih sedikit dari yang disarankan. Untuk menentukan berapa banyaknya faktor yang dapat dipilih, dapat berpandukan kepada scree plot, disajikan pada Gambar 6.1 berikut ini. 24
Tabel 6.3 Total Keragaman yang Dapat Diterangkan oleh Setiap Komponen Utama Total Variance Explained Extraction Sums of Squared Loadings
Initial Eigenvalues Compon ent 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Total 2.325 1.666 1.218 1.148 1.080 1.019 .843 .811 .801 .755 .676 .571 .088
% of Variance 17.883 12.817 9.367 8.830 8.309 7.837 6.483 6.237 6.162 5.806 5.198 4.390 .680
Cumulative % 17.883 30.700 40.068 48.897 57.206 65.043 71.526 77.762 83.925 89.731 94.930 99.320 100.000
% of Variance
Total 2.325 1.666 1.218 1.148 1.080 1.019
Cumulative %
17.883 12.817 9.367 8.830 8.309 7.837
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Gambar 6.1. Scree Plot
25
17.883 30.700 40.068 48.897 57.206 65.043
Rotation Sums of Squared Loadings Total 2.305 1.499 1.246 1.241 1.117 1.048
% of Variance 17.728 11.530 9.584 9.549 8.590 8.061
Cumulative % 17.728 29.258 38.842 48.391 56.981 65.043
Scree Plot adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membantu peneliti menentukan berapa banyak faktor terbentuk yang dapat mewakili keragaman peubah – peubah asal. Bila kurva masih curam itu menandakan dapat ditambah komponen baru. Bila kurva sudah landau menandakan untuk menghentikan penambahan komponen, walaupun penilaian curam/landai bersifat subjektif peneliti. Dari scree plot pada Gambar 6.1 di atas, terlihat pada saat satu komponen terbentuk, kurva masih menunjukkan kecuraman, begitu juga pada saat di titik ke-2, garis kurva masih tajam, di titik ke-3 garis kurva masih tajam namun sedikit berbeda dari pola kedua garis sebelumnya. Setelah melewati titik ke-3, garis kurva sudah mulai landai, semakin ke kanan akan semakin landai. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen atau faktor yang dapat dipilih karena sudah mewakili keragaman variabel asal. Dengan demikian dilakukan analisis faktor lagi dengan terlebih dahulu mengeliminasi variabel-variabel yang tidak termasuk di dalam tiga komponen utama pertama, yaitu Kelengkapan Imunisasi, Program KB, Minum zat besi selama hamil, Kondisi kesehatan umum orang tua, Kondisi mental orang tua. Output SPSS dari matriks komponen utama yang telah dirotasi ditampilkan pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Loading faktor untuk Setiap Komponen Utama setelah di Rotasi Komponen 1 2 .002 -.138 -.006 .000 -.029 -.632 .028 .740 .037 .698 .939 -.028 .947 -.036 .722 .162
Banyaknya anggota RT Status kepemilikan rumah Layanan Kesehatan Menguras bak mandi Pendidikan BB menurut TB IMT menurut Umur BB menurut Umur
3 .721 -.803 .166 .105 -.107 -.003 .014 -.001
Tabel 6.4 di atas menampilkan nilai faktor pemberat (loading factor) setelah dirotasi untuk setiap faktor. Dapat dilihat bahwa setiap variabel hanya berkorelasi kuat dengan salah satu faktor saja (tidak ada variabel yang korelasinya < 0,5 di ketiga faktor). Berdasarkan Tabel 6.4 di atas dapaat dilihat bahwa komponen utama pertama, disebut dengan istilah Status Gizi, terdiri dari variabel Berat badan menurut Tinggi badan, IMT memurut Umur dan Berat badan menurut Umur. Komponen utama kedua, disebut dengan Faktor I diukur oleh Layanan kesehatan, Berapa kali menguras bak mandi dalam seminggu, tingkat pendidikan ayah. Sedangkan komponen utama kedua atau diistilahkan dengan Faktor 2, terdiri dari 26
Banyaknya anggota rumah tangga dan Status kepemilikan rumah yang sedang ditempati. Konstruksi hasil analisis faktor setelah disesuaikan dengan data Riskesdas 2013 ini berarti berbeda dengan model hipotesis yang diasumsikan pada kerangka konsep penelitian di awal penelitian, seperti yang digambarkan pada Gambar 5.1 sebelumnya. Jika peneliti tetap menggunakan model seperti pada gambar 5.1 di atas, tidak ditemukan model yang konvergen , apalagi model yang memenuhi kriteria kebaikan model. Dengan demikian ilustrasi model Status Gizi yang telah disesuaikan dengan data digambarkan pada Gambar 6.2 berikut ini.
Layanan Kes Anggota klrg
Faktor I
Faktor II
Kuras bak
Status rumah Pendidikan
Status Gizi
Balita
BB/TB
BB/Umur
TB/Umur
Gambar 6.2. Ilustrasi Model Status Gizi
Selanjutnya berdasarkan ilustrasi model Status Gizi tersebut, dilakukan analisis SEM dengan menggunakan bantuan software Mplus Versi 5.2. Gambar 6.3 di bawah ini adalah hasil analisis SEM tersebut.
27
Layanan Kes Anggota klrg
0.516*
0.499*
Faktor I
Kuras bak
Faktor II -0.465*
Status rumah -0.642*
-0.553* 0.074
Pendidikan
-0.144*
Status Gizi
Balita
0.953*
0.668*
1.019*
BB/TB
IMT/Umur
BB/Umur
* signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Gambar 6.3. Model Status Gizi Adapun nilai kebaikan model untuk kasus ini adalah nilai CFI = 0.985, TFI = 0.979 sedangkan nilai RMSEA = 0.041. ketiga nilai kebaikan model tersebut telah memenuhi indikator yang telah ditetapkan, dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa model cadangan yang dihasilkan adalah baik dan dapat diterima. Interpretasi yang diperoleh dari model Status Gizi di atas adalah bahwa Faktor Status Gizi dipengaruhi secara signifikan oleh Faktor II saja yaitu sebesar -0.144. Adapun Faktor II diukur secara signifikan oleh banyaknya layanan kesehatan yang tersedia, frekuensi menguras bak mandi dalam seminggu dan tingkat pendidikan orang tua. Berdasarkan nilai koefisien regresi setiap variabel indikator dengan Faktor II dan dikaitkan dengan koefisien regresi dari Faktor II terhadap Status Gizi, interpretasi yang dapat diperoleh adalah bahwa semakin banyak layanan kesehatan yang dapat diakses oleh orang tua balita akan menurunkan status gizi dari balita tersebut, semakin sering kegiatan menguras bak mandi dilakukan maka akan meningkatkan status gizi balita serta semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua balita maka akan cenderung meningkatkan status gizi balita berkenaan. Adapun koefisien regresi antara Faktor I terhadap Status gizi tidak signifikan maka tidak dapat ditarik kesimpulan apapun. Hasil lainnya adalah bahwa Status Gizi itu sendiri diukur secara signifikan oleh variabel berat badan menurut umur, IMT menurut umur dan Berat badan menurut umur. 28
7. PEMBAHASAN Hasil analisis dalam kajian ini secara keseluruhan tidak begitu sesuai dengan teori status gizi yang telah pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itulah ketika peneliti menyesuaikan model hipotesis awal yang dibuat berdasarkan kerangka konsep teori yang ada, tidak ditemukan model yang konvergen. Untuk mensiasati ini peneliti menggunakan metode analisis faktor yang dapat membantu peneliti dalam mengelompokkan faktor-faktor. Dengan demikian analisis SEM yang dilakukan pada penelitian ini merupakan analisis SEM Eksploratori Faktor Analisis bukan Konfirmatori Faktor Analisis seperti yang direncanakan di awal penelitian. Setelah model Status Gizi diperoleh, didapatkan nilai koefisien regresi (loading) antara variabel juga ada yang tidak signifikan dan bertentangan dengan teori yang ada. Peneliti juga menelusuri kenapa hal ini bisa terjadi. Peneliti kemudian melakukan analisis regresi logistik ordinal dimana yang menjadi responnya adalah masing-masing variabel indikator dari Status gisi. Adapun variabel bebasnya adalah semua variabel indikator dari Faktor I dan Faktor II. Peneliti menemukan bahwa untuk respon Berat badan menurut Umur hanya beberapa kategori dari Pendidikan yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon (Berat badan menurut umur). Untuk Berat badan menurut Tinggi badan, tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh terhadap respon tersebut. Sedangkan untuk respon IMT menurut umur juga tidak ditemukan variabel indikator yang memberi pengaruh signifikan terhadap respon tersebut. Temuan ini semakin mengukuhkan bahwa variabel dari Faktor I dan Faktor II tidak berpengaruh terhadap Status Gizi. Analisis dari korelasi pada bagian Hasil juga mendukung hasil analisis SEM ini.
8. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan model Status Gizi yang diperoleh dari kajian ini ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap Status Gizi adalah Faktor II dengan variabel indikatornya adalah banyaknya layanan kesehatan yang tersedia, frekuensi menguras bak mandi dalam seminggu dan tingkat pendidikan orang tua. Sedangkan Faktor I dengan variabel indikatornya jumah anggota dalam keluarga dan status kepemilikan rumah tidak signifikan memberi pengaruh terhadap Status Gizi. Model cadangan ini telah memenuhi indikator kebaikan model, yaitu dilihat dari nilai CFI = 0.985, TFI = 0.979 sedangkan nilai RMSEA = 0.041. Model cadangan ini pun telah melalui proses modifikasi model yang berulang-ulang kali. 29
Interpretasi yang diperoleh dari model Status Gizi hasil kajian ini adalah bahwa Faktor Status Gizi dipengaruhi secara signifikan oleh Faktor II saja yaitu sebesar -0.144. Berdasarkan nilai koefisien regresi setiap variabel indikator dengan Faktor II dan dikaitkan dengan koefisien regresi dari Faktor II terhadap Status Gizi, interpretasi yang dapat diperoleh adalah bahwa semakin banyak layanan kesehatan yang dapat diakses oleh orang tua balita akan menurunkan status gizi dari balita tersebut, semakin sering kegiatan menguras bak mandi dilakukan maka akan meningkatkan status gizi balita serta semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua balita maka akan cenderung meningkatkan status gizi balita berkenaan. Adapun koefisien regresi antara Faktor I terhadap Status gizi tidak signifikan maka tidak dapat ditarik kesimpulan apapun. Hasil lainnya adalah bahwa Status Gizi itu sendiri diukur secara signifikan oleh variabel berat badan menurut umur, IMT menurut umur dan Berat badan menurut umur.
9. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih diucapkan kepada pihak Kementerian Kesehatan RI atas bantuan dana hibah Analisis Lanjut 2014, pihak LPPM Universitas Andalas dan berbagai pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
10. DAFTAR PUSTAKA UNICEF. 2009. Achieving MDGs through RPJMN Nutrition Workshop, Jakarta: Bappenas. Asian Development Bank. 2006. Draft design and monitoring framework: Project number 38117: Nutrition improvement through community empowerment. Manila: Asian Development Bank. Aries M, Martianto D. 2006. Estimasi kerugian ekonomi akibat status gizi buruk dan biaya penanggulangannya pada balita di berbagai provinsi di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(2):26-33. Babatunde, R.O., Olagunju, F.I., Fakayode, S.B., & Sola-Ojo, F.E. 2011. Prevalence and Determinants of Malnutrition among Under-five Children of Farming Households in Kwara State, Nigeria. Journal of Agriculture Science ; 3 (3) Bollen, K.A. 1989. Structural Equations with Latent Variables. John Wiley and Sons, New York, NY. Cheah, W.L., Manan, W.A., & Zabidi-Hussin. 2010. A structural equation model of the determinants of malnutrition among children in rural Kelantan, Malaysia Rural and Remote Health 10: 1248 (Online). 30
Dinas Kesehatan Sumatera Barat. 2011. Kaleidoskop Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat 2011. http://www.slideshare.net/indrasutanmudo/bahan-kleideskop-dinaskesehatan-edisi-1 [14-03-2013]. Dinas Kesehatan Sumatera Barat. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011. Data Primer. Ferra, Y., Kamarulzaman, I. & Abdul, A.J. 2010. On an application of structural equation for modeling of health index. Environmental Health and Preventive Medicine, 15: 285291. Ferra, Y., Kamarulzaman, I. & Abdul, A.J. 2013. Bayesian structural equation modeling for the health index. Journal of Applied Statistics, 40(6): 1254-1269. Griffiths P, Madise N, Whitworth A, Matthews Z. 2004. A tale of two continents: a multilevel comparison of the determinants of child nutritional status from selected African and Indian regions. Health & Place; 10: 183-199. Hu, L. & Bentler, P. M. 1999. Cutoff criteria for fit indexes in covariance structure analysis: Conventional criteria versus new alternatives. Structural Equation Modeling 6: 1-55. Ijarotimi, O.S. 2013. Determinants of Childhood Malnutrition and Consequences in Developing Countries. Current Nutrition Report, 2: 129-133. Jesmin, A., Yamamoto, S.S., Malik, A.A., & Haque, M.A. 2011. Prevalence and Determinants of Chronic Malnutrition Among Preschool Children: A Cross-sectional Study in Dhaka City, Bangladesh. Journal of Health, Population and Nutrition : 29 (5) : 494-499 Kementerian Kesehatan RI. 2012. Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Tahun 2011. http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/08/Buku-Laptah-2011.pdf [14-032013]. Lee, S.Y., Song, X.Y., Skeviton, S. & Hao, Y.T. 2005. Application of structural equation models to quality of life. Structural equation modeling 12(3): 435-453. Mazarina, D. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Balita Di Pedesaan. Teknologi dan Kejuruan, 33 (2): 183-192 Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Razak, A.A, Gunawan, I.M.A, Budiningsari, R.D. 2009. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita. Jurnal Gizi Klinik Indonesia : 6(2): 95-103. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 2014. Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di Masa Depan. Diakses 10 Mei 2014 dari http://www.depkes.go.id /index.php/berita/press-release/1346-anak-dengan-gizi-baikmenjadi-aset-dan-investasi-bangsa-masa-depan.html Ullman, J. B. 2006. Structural equation modeling: reviewing the basics and moving forward. Journal of Personality Assessment 87: 35-50.
31
1