Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pasal 50 Ayat (3) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Terhadap Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Di Kota Malang Kukuh Chrisnayasa Sunaryo Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendiskripsikan (1) penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional di Kota Malang, (2) dasar permohonan pengujian Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, (3) pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam menjatuhkan putusan, dan (4) implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi terhadap penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian berupa paparan sidang dalam bentuk risalah terkait sidang permohonan pengujian Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara dan observasi. Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa instrument manusia, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan kegiatan trianggulasi data. Kegiatan analisis data dimulai dari tahap penelaahan data, tahap identifikasi dan klasifikasi data, dan tahap evaluasi data. Hasil penelitian adalah: (1) Pemerintah Kota Malang melalui dinas pendidikan Kota Malang telah menyelenggarakan satuan pendidikan yang bertaraf internasional di kota malang. Berada pada fase rintisan yaitu rintisan sekolah bertaraf internasional dan masih dikembangkan untuk menjadi sekolah bertaraf internasional. (2) Dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Konstitusi merupakan peringatan kepada pemerintah agar tidak mengabaikan pendidikan bagi warga Negara indonesia. (3) Dari pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan oleh Hakim-Hakim Konstitusi, yaitu kewajiban Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional akan mengikis dan mengurangi kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional Indonesia karena bahasa pengantar yang digunakan oleh sekolah bertaraf internasional adalah bahasa inggris. (4) Implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah penggunaan kembali sistem pendidikan nasional yang beberapa waktu lalu berada di bawah satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Kata kunci : Implikasi Yuridis, Putusan Mahkamah Konstitusi, Penyelenggaraan RSBI Kota Malang.
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang tersebar mulai Sabang sampai Merauke. Keanekaragaman suku, budaya, bahasa daerah, agama dapat disatukan dan di junjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia. Cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, ”mencerminkan bahwa perjuangan yang telah diraih oleh para pahlawan tidak berhenti
begitu saja, akan tetapi harus dijaga dan dikembangkan oleh generasi penerus bangsa agar tujuan tersebut dapat dipenuhi. Pendidikan menjadi kunci utama dalam menjalankan amanah yang telah diberikan oleh para pemimpin kita terdahulu. Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Di dalam melaksanakan proses pengelolaan pendidikan yang ada di Indonesia, Pemerintah atau Menteri memiliki tanggung jawab dalam menentukan kebijakan nasional dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Sesuai dengan Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pemerintah dan/pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi Satuan Pendidikan Yang Bertaraf Internasional”. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang Bertaraf Internasional, Sekolah bertaraf internasional selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota Organization For Economic Co-Operation And Development (OECD) atau negara maju lainnya. SBI pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diselenggarakan setelah memenuhi seluruh 8 (delapan) unsur SNP yang diperkaya dengan standar pendidikan negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Tujuan penyelenggaraan SBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD atau negara maju lainnya, kemampuan menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional, kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan internasional lainnya, kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan, kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris,
kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup, kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara professional. Akan tetapi, penyelenggaraan Satuan Pendidikan Yang Bertaraf Internasional ini mendapat perhatian khusus dari Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan yang merupakan kuasa hukum dari para orang tua siswa yang bersekolah di Rintisan sekolah bertaraf internasional. Penggunaan istilah “Bertaraf Internasional” dan penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pendidikan menjadi dasar untuk mengajukan permohonan Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi. Akhirnya pada tanggal 8 Januari 2013, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Judisial Review atas Pasal 50 Ayat (3), Undang-Undang No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Putusan dari Mahkamah Konstitusi yang bersifat final membuat Undang-Undang yang selama ini menjadi payung hukum dari progam penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional ini tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum. Oleh karena itu, untuk mengetahui dampak putusan dari Mahkamah Konstitusi, yang berhubungan dengan pendidikan yang ada di Indonesia pada umumnya, dan di Kota Malang setelah Bapak Walikota Malang mempertanyakan kejelasan tentang putusan dari Mahkamah konstitusi, maka peneliti mengambil judul penelitian “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Terhadap Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Di Kota Malang”.
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian berupa paparan sidang dalam bentuk risalah terkait sidang permohonan pengujian Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara dan observasi. Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa instrument manusia, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan kegiatan trianggulasi data. Kegiatan analisis data dimulai dari tahap penelaahan data, tahap identifikasi dan klasifikasi data, dan tahap evaluasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyelenggaraan Satuan Pendidikan Yang Bertaraf Internasional Di Kota Malang Setiap daerah di seluruh Indonesia, berdasarkan Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, yaitu: “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”. Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional melalui dua tahapan atau fase, yaitu Fase Rintisan Dan Fase Kemandirian. di Kota Malang ini penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasionalnya Masih pada fase rintisan, dan masih dikembangkan pada fase kemandirian. Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional di Kota Malang diselenggarakan dengan menggunakan model-model penyelenggaraan yang di anggap paling sesuai atau cocok dengan kebutuhan, kekhasan, keunikan, dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap sekolah, baik untuk penyelenggaraan sekolah yang baru maupun pengembangan sekolah yang sudah ada sebelumnya. Penerapan model penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional ini dimaksudkan agar sekolah dapat memaksimalkan semua komponen yang mendukung proses kegiatan belajar mengajar di sekolah bertaraf internasional ini, sehingga tujuan utama untuk mencetak lulusan yang berdaya saing tinggi dapat terpenuhi. Penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional di kota malang Berada pada fase rintisan, yaitu Rintisan sekolah bertaraf internasional. Diselenggarakan sesuai dengan syarat yaitu telah memenuhi IKKM dan IKKT. Rintisan sekolah bertaraf internasional di Kota Malang menggunakan model penyelenggaraan tidak satu atap beda sistem yaitu penyelenggaraan sekolah/madrasah bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lokasi yang berbeda (terpisah) dengan sistem pengelolaan pendidikan yang berbeda. Pengawasan dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Malang untuk memantau proses penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional yang ada di Kota Malang.
Dasar Permohonan Pengujian Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepada Mahkamah Konstitusi Dalam mengajukan pengujian perkara konstitusi kepada mahkamah konstitusi, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh mahkamah konstitusi yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 24C Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga), pemohon dalam perkara pengujian Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengajukan norma materiil yang diujikan kepada mahkamah konstitusi yaitu Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 : “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi Satuan Pendidikan Yang Bertaraf Internasional”. Alasan-alasan permohonan pengujian Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional oleh pemohon di jadikan dasar untuk melakukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi. Alasan-Alasan yang mendasari para Pemohon untuk menguji Pasal 50 Ayat (3) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bahwa satuan pendidikan bertaraf internasional bertentangan dengan semangar mencerdaskan kehidupan bangsa, jika dilihat dari tujuannya agar indonesia memiliki lulusan yang memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan di Negara maju sangat baik, namun hal ini belum tentu sesuai dengan kondisi bangsa indonesia. Bahwa satuan pendidikan bertaraf internasional bertentangan dengan kewajiban Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menimbulkan dualism sistem pendidikan di indonesia karena dalam pasal 31 ayat (3) undang-undang dasar Negara republik indonesia tahun 1945 terdapat frasa “satu sistem pendidikan nasional” yang dapat diartikan sebagai satu sistem yang digunakan dalam dunia pendidikan di indonesia adalah sistem pendidikan nasional, maka dengan adanya satuan pendidikan bertaraf internasional menurut pasal 50 undang-undang no. 20 tahun 2003 menimbulkan dualism pendidikan.
Bahwa satuan pendidikan bertaraf internasional adalah bentuk liberalisasi pendidikan karena Negara mengabaikan kewajibannya membiayai sepenuhnya pendidikan dasar dan membiarkan sekolah yang menyelenggarakan progam bertaraf internasional untuk memungut biaya pendidikan kepada masyarakat. Bahwa satuan pendidikan bertaraf internasional menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi dalam bidang pendidikan, hal ini melanggar hak bagi warga Negara, terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga yang sederhana atau tidak mampu. Progam ini memang memberikan kuota bagi siswa miskin yang berprestasi, namun hal ini dipertanyakan lagi bagaimana dengan siswa yang tidak berprestasi, mereka juga berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara Pengujian Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Sisdiknas
Menurut mahkamah, pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa indonesia. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya semata-mata sebagai hak warga Negara saja, bahkan Undang-Undang Dasar 1945 memandang perlu untuk menjadikan pendidikan dasar sebagai kewajiban warga Negara. Berdasarkan Pasal 31 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Pemerintah wajib membiayai warga Negara untuk mengikuti pendidikan dasar yang juga merupakan kewajiban dari warga Negara. Selain tanggung jawab untuk memenuhi hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang baik dan berkualitas secara adil, negara juga bertanggung jawab untuk membangun dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang berkarakter sesuai dengan dasar falsafah negara. Pendidikan harus diarahkan dalam rangka memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa serta tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hak warga Negara untuk mendapatkan pendidikan tidak hanya sebatas kewajiban negara untuk menghormati dan melindungi tetapi menjadi kewajiban negara untuk memenuhi hak warga negara tersebut. Karena demikian pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia, menyebabkan pendidikan tidak hanya semata-mata ditetapkan sebagai hak warga negara saja, bahkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memandang perlu untuk menjadikan pendidikan dasar sebagai kewajiban warga negara.
Berdasarkan Pasal 31 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah wajib membiayai warga Negara untuk mengikuti pendidikan dasar yang juga merupakan kewajiban dari warga Negara. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan kebangsaan yang sangat penting yang menjadi tanggungjawab negara. Selain tanggung jawab untuk memenuhi hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang baik dan berkualitas secara adil, negara juga bertanggung jawab untuk membangun dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang berkarakter sesuai dengan dasar falsafah negara. Pendidikan harus diarahkan dalam rangka memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa serta tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional tidak bisa lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa Indonesia. Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada RSBI dan SBI akan menjauhkan pendidikan nasional dari akar budaya dan jiwa bangsa Indonesia. Menurut Mahkamah istilah “berstandar Internasional” dalam Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas, dengan pemahaman dan praktik yang menekankan pada penguasaan bahasa asing dalam setiap jenjang dan satuan pendidikan akan sangat berpotensi mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional Indonesia. Kehebatan peserta didik yang penekanan tolok ukurnya dengan kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa Inggris adalah tidak tepat. Hal demikian bertentangan dengan hakikat pendidikan nasional yang harus menanamkan jiwa nasional dan kepribadian Indonesia kepada anak didik Indonesia. Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi
Dalam perkara pengujian Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, setelah melalui beberapa proses pengujian oleh Mahkamah Konstitusi, akhirnya pada hari selasa tanggal 8 januari 2013 dibacakan putusan pada sidang pleno Mahkamah Konstitusi yang dipimpin langsung oleh ketua mahkamah konstitusi Moh. Mahfud MD yang menyatakan ketentuan terkait satuan pendidikan bertaraf internasional dalam Undang-undang sistem pendidikan nasional bertentangan dengan konstitusi. Dalam amar putusanya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa mengabulkan permohonan dari para Pemohon dalam perkara pengujian pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bersifat final, bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Fatmawati (2005:2) Suatu Undang Undang yang telah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi tidak dapat di terapkan oleh lembaga lembaga yang lain. Dampak dibatalkannya materi ayat pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tersebut adalah dasar hukum penyelenggaraan dan pengembangan sekolah bertaraf internasional yang selama ini dipakai tidak bisa lagi dijadikan dasar untuk menyelenggarakan maupun mengembangkan sekolah bertaraf internasional karena sudah dinyatakan inconstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Menurut Pasal 57 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian Undang-Undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan dikabulkannya permohonan pengujian Undang-Undang sistem pendidikan nasional oleh mahkamah konstitusi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan melalui surat edaran Nomor 017/MPK/SE/2013 yang berkaitan dengan transisi Sekolah Bertaraf Internasional. Dengan adanya surat edaran dari menteri pendidikan dan kebudayaan mengenai transisi sekolah bertaraf internasional ini, dari sisi administrasi pemerintah, keberadaan sekolah bertaraf internasional di seluruh indonesia tidak diperbolehkan memakai label SBI/RSBI. Sekolah harus menarik biaya seperti sekolah regular lainnya, karena biaya pada sekolah bertaraf internasional sangat tinggi. Kualitas sekolah sekolah bertaraf internasional harus dipertahankan agar pendidikan yang sudah baik ini masih bisa berjalan. Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini juga telah diterapkan di Kota Malang yang telah disosialisasikan oleh dinas pendidikan Kota Malang kepada sekolah yang dulunya menyelenggarakan progam bertaraf internasional. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa implikasi putusan mahkamah konstitusi terhadap penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional di Kota Malang pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya adalah penggunaan kembali sistem pendidikan nasional yang beberapa waktu lalu berada di bawah satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Tidak ada lagi sekolah yang mendapatkan perlakuan yang khusus dari pemerintah baik secara fasilitas, kualitas maupun
pembiayaan yang ada pada sekolah bertaraf internasional, agar sesuai dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan, Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional di Kota Malang sudah sesuai dengan yang diamanatkan oleh pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang mewajibkan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional. Sekolah yang menyelenggarakan progam bertaraf internasional di Kota Malang masih pada fase rintisan, yaitu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dimana sekolah masih harus mengembangkan diri untuk menjadi sekolah bertaraf internasional. Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam suatu bangsa. Di indonesia, Negara mewajibkan warga negaranya untuk mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, namun tidak untuk satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Dalam mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi, biaya yang tinggi merupakan salah satu dasar yang disampaikan oleh Pemohon dalam perkara pengujian Pasal 50 Ayat
(3)
Undang-Undang
Nomor
20
Tahun
2003
kepada
Mahkamah
Konstitusi.
Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan terobosan pemerintah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi, akan tetapi dengan kenyataan bahwa masih banyak anak-anak usia sekolah yang tidak bisa menikmati pendidikan yang layak, maka keberadaan sekolah bertaraf internasional yang berkualitas dan “mahal” ini menurut peneliti hanya akan menambah panjang pekerjaan rumah bagi Negara untuk benar-benar mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena pendidikan yang berkualitas hanya dinikmati oleh anak-anak dari keluarga yang mampu, dan tidak menyentuh anak-anak dari keluarga menengah kebawah. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan kesempatan kedua yang diberikan kepada pemerintah untuk membenahi sistem pendidikan yang ada di Indonesia agar semua lapisan masyarakat bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas secara
adil dan dengan biaya yang terjangkau agar generasi penerus bangsa Indonesia ke depan memiliki kemampuan yang merata sehingga pembangunan di Indonesia akan merata di semua wilayah di Indonesia. Tidak ada lagi daerah yang tertinggal, atau bahkan daerah yang masyarakatnya tidak menempuh pendidikan dasar yang merupakan kewajiban warga Negara Indonesia. Dengan adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi, keberadaan satuan pendidikan yang bertaraf interasional akan dikembalikan lagi ke sistem nasional pendidikan. Penggunaan nama sekolah bertaraf internasional maupun rintisan sekolah bertaraf internasional juga tindak diperbolehkan. Akan tetapi proses pendidikan yang berlangsung masih diperbolehkan menggunakan progam bertaraf internasional ini sampai adanya pembaharuan dari pemerintah. Hal ini sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan terkait dengan putusan yang telah dikeluarkan oleh mahkamah konstitusi mengenai Pasal 50 Ayat (3) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memuat proses transisi Sekolah Bertaraf Internasional dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Saran Berdasarkan temuan penelitian mengenai penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional di Kota Malang, dasar permohonan pengujian Pasal 50 Ayat 3 UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kepada Mahkamah Konstitusi, pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam menjatuhkan
putusan
dan
implikasi
dari
putusan
Mahkamah
Konstitusi
terhadap
penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional di Kota Malang, maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut. Bagi Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kota Malang Tetap mengawal sekolah yang pernah menyelenggarakan progam bertaraf internasional dan mengawasinya agar tidak terjadi penyimpangan karena melanggar putusan Mahkamah Konstitusi berarti melanggar hukum. Bagi RSBI di Kota Malang Agar mematuhi putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi dan edaran dari Menteri Pendidikan mengenai transisi Rintisan sekolah bertaraf internasional. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi revisi VI. Jakarta:PT.Rineka Cipta.
Asshiddiqie, Jimly. 2005. Format kelembagaan Negara dan pergesekan kekuasaan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Yogyakarta. Fakultas hukum UII press. Asshiddiqie, Jimly. 2006. Hukum acara pengujian undang-undang, Jakarta pusat. Konstitusi press. Direktorat pembinaan SMP. 2010. Panduan pelaksanaan pembinaan SMP Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SMP-RSBI). Jakarta: kementrian pendidikan nasional (skripsi). Effendi, Mohammad. 2009. Kurikulum dan pembelajaran: pengantar ke arah pemahaman KBK, KTSP, dan SBI. Malang : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang Fatmawati. 2005. Hak menguji yang dimiliki hakim dalam sistem hukum Indonesia.jakarta.PT Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya Narbuko, cholid.Achmadi abu.2003.metodologi penelitian. Jakarta:Bumi Aksara Satori, Djam’an. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Syaodih, Nana. 2007. Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset Thailib, rasyid. A. B. D. Wewenang Mahkamah Konstitusi dan implikasi dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia. Bandung. PT citra aditya bakti Universitas negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas negeri Malang
Perundang-undangan Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. (online) Internet http://www.suaramerdeka.com 2013/01/08 RSBI-Dibubarkan. Di akses tanggal 19 Februari 2013 http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/11/14531526/Wali.Kota.Malang.Anggap.Putusan.MK. Meresahkan. di akses tanggal 4 April 2013