Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN KAPITAL SOSIAL PERSPEKTIF TEORI PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA Neka Fitriyah Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
[email protected] ABSTRAK Pengembangan pembangunan merupakan usaha bersama yang terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. pengembangan Sumber Daya Manusia diarahkan pada pembentukan profesionalisme. Profesionalisme mengandung pengertian kecakapan, kehlian, dan disiplin. Pengembangan SDM merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, keahlian dan ketrampilan, serta kemampuan orang-orang dalam suatu masyarakat. Ada dua hal yang harus dibedakan satu sama lainnya dalam mengembangkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu ketrampilan atau keahlian disatu sisi dan etika kerja atau budaya kerja pada sisi yang lainnya. pertama lebih berhubungan dengan pendidikan, training dan usaha kerja, sedangkan yang kedua lebih merupakan prinsip moral kemasyarakatan dan merupakan warisan budaya yang diturunkan dari generasi kegenerasi. Dalam pengembangan masyarakat terdapat prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari perspektif ekologi dan keadilan sosial. Masalah mendasar yang biasa dijumpai di negara berkembang pada umumnya adalah; (1) kekurangan tenaga ahli dengan keahlian-keahlian yang kritis (the sortage of pearson with critical skill) di sektor modernnya dan (2) kelebihan tenaga kerja (surplus labor) disektor tradisional maupun sektor modern. Kata kunci: Pengembangan Masyarakat, Sumber Daya Manusia, Budaya Masyarakat ABSTRACT The development is a joint venture development is planned to improve the quality of human life. Development areas typically include multiple sectors, namely economic, educational, health and socio-cultural. Human resources development is directed to the formation of professionalism. Professionalism implies skill and discipline. Human Resource Development is a process to increase human knowledge, expertise and skills, and the ability of people in a society. There are two things that should be distinguished from each other in improving the quality of human resources, the skills or expertise on the one hand and the work ethic or work culture on the other side. The first is more related to education, training and work effort, while the second is more of social and moral principles is a cultural heritage passed down from generation. In community development are the principles that the elaboration of ecological and social justice perspective. The fundamental problem that is common in developing countries in general are; (1) shortage of skilled personnel with critical skills (the sortage of Pearson with critical skills) Modern sector and (2) the excess labor (surplus labor) and the traditional sector of the modern sector. Keywords: Community Development, Human Resources, Public Culture.
1
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
Pendahuluan Sumberdaya manusia merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa. Modal fisik dan sumberdaya alam hanyalah faktor produksi yang bersifat pasif, sedang manusia adalah agen-agen yang aktif yang mengumpulkan modal, mengeksploitasi sumber-sumber daya alam, membangun organisasi-organissai sosial, ekonomi dan politik serta pelaku pembangunan nasional. Suatu negara yang tidak dapat mengembangkan pengetahuan dan keahlian rakyatnya dan tidak dapat menggunakan mereka secara efektif dalam ekonomi nasional, maka untuk selanjutnya tidak akan dapat mengembangkan apapun. Pengembangan sumberdaya manusia akhirakhir ini menjadi perhatian para pakar ilmu ekonomi. Teori-teori ekonomi tentang investasi dan kapital mulai mengalami perubahan setelah terbukti bahwa sumberdaya manusia memainkan peranan paling vital dalam pembangunan ekonomi. Banyak negara industri maupun negara industri baru memusatkan perhatiannya pada investasi sumberdaya manusia karena terbukti merupakan faktor yang signifikan. Harry Oshima (dalam Rachbini, 2001) bahwa negara-negara Timur berkembang lebih pesat dibandingkan dengan negaranegara Asia Tenggara (kecuali Singapura) disebabkan oleh perbedaan tingkat kualitas sumberdaya manusianya. Satu sisi negaranegara Asia Timur relatif lebih miskin dalam hal sumberdaya alam bahkan dalam perang Dunia Kedua dan perang Perang Korea sejumlah infrastruktur sosial dan barangbarang modal mengalami kehancuran, tetapi dalam pertumbuhan ekonominya ternyata kawasan ini berada pada beberapa tahap didepan. Keterbelakangan suatu negara dapat diterangkan dengan ciri utamanya adalah besarnya kuantitas sumberdaya manusianya, tetapi kualitasnya sangat memprihatinkan. rendahnya efisiensi pekerja, keterbatasan spesialis, kelangkaan entrepreneurship, hambatan nilai-nilai
tradisional dan perkembangan pengetahuan masyarakat yang lambat. Semua faktor ini sangat erat kaitannya dengan masalah kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia, khususnya yang berkenaan dengan ketrampilan dan pengetahuan, sering tidak dipandang sebagai bentuk kekayaan. Karena hal itu pulalah sumberdaya manusia belum secara total menjadi perhatian utama. Misalnya bila kita menyusuri pinggir-pinggir jalan raya di pedesaan, banyak orang tidak bekerja, malas, dan hanya duduk termangu didepan rumahnya. Semuanya ini adalah sumberdaya manusia yang tidak terinvestasikan. Betapa besar potensi sumberdaya yang hilang karena tidak ada mobilisasi sumberdaya manusia secara kreatif. Padahal, menurut Schultz 2002 di lingkungan bangsa-bangsa Barat setiap orang mampu menginvestasikan dirinya sendiri sehingga mereka mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan pembangunan. Masalah mendasar yang biasa dijumpai di negara berkembang pada umumnya adalah; (1) kekurangan tenaga ahli dengan keahlian-keahlian yang kritis (the sortage of pearson with critical skill) disektor modernya dan (2) kelebihan tenaga kerja (surplus labor) disektor tradisional maupun sektor modern. Kekurangan dan kelebihan tenaga kerja berkaitan satu sama lain dan merupakan produk dari proses pembangunan yang inheren. Kekurangan sumberdaya manusia dengan keahlian yang sangat diperlukan adalah salah satu sebab dari kelebihan tenaga kerja tanpa pekerjaan (Harbison, 1974). Teori-Tteori dalam Pengembangan SDM Sumberdaya manusia (SDM) atau human resoucer adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasional. dalam ilmu kependudukan, konsep ini dapat disejajarkan dengan konsep 2
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
tenaga kerja (man power) yang meliputi angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja yang bekerja disebut pekerja. Potensi atau energi yang digunakan seseorang pekerja untuk bekerja bermacam-macam, biasanya jika ia mengandalkan energi kekuatan fisik saja dengan ketrampilan yang sederhana, ia disebut buruh atau pekerja kasar dan biasanya merupakan tenaga lepas (tidak organik). Istilah karyawan digunakan terhadap tenaga organik tataran rendah, sementara istilah pegawai digunakan terhadap tenaga organik tingkat menengah (white collar) ke atas. Istilah karyawan lazim disektor privat , sementara pegawai lazim dikenal di lingkungan publik (Ndraha, 2002) Pengembangan sumberdaya manusia dari perspektif mikro menurut Jewell dan Siegall (1998) mengacu pada aktifitas organisasi yang berguna untuk membantu individu tertentu sukses dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitan dengan karier dan menghilangkan halangan untuk mencapai sukses. Aktivitas ini mungkin termasuk beberapa pelatihan untuk mempertinggi ketrampilan pada pekerjaan pada saat ini, tetapi dalam lingkup pengembangan karyawan, pelatihan demikian adalah untuk mempersiapkan individu bergerak maju. Namun pelatihan kerja teratur adalah untuk mencapai unjuk kerja secara keseluruhan yang lebih baik bagi organisasi dengan meningkatkan ketrampilan karyawan. Meskipun beberapa orang ahli mendebat pendapat tesebut di atas, tapi posisi yang diambil oleh Jewell dan Siegall adalah bahwa pengembangan karyawan yang benar bersifat individual, melihat kedepan dan tertentu. Dari perspektif ini, pengiriman semua supervisor untuk lokakarya (misalnya lokakarya komuniksi) adalah dengan anggapan bahwa “semua dapat menjadi orang yang dapat berkomunikasi lebih baik” tidaklah memenuhi syarat. Tidak diragukan lagi
program tersebut berguna bagi beberapa peserta, tetapi program tersebut tidak dilakukan berdasarkan penilaian mengenai kebutuhan pengembangan dari individu yang terlibat. Aktivitas demikian lebih tepat dinamakan Pengembangan Sumberdaya Manusia, karena tujuannya adalah meningkatkan ketrampilan dan kemampuan sebuah segmen dari tenaga kerja organisasi. Alternatif lain dari strategi pembangunan sumberdaya manusia adalah apa yang disebut Korten (1981) sebagai people-centered development atau putting people first. Artinya sumberdaya manusia (masyarakat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia sebagai sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan yang seperti ini jelas lebih luas daripada sekedar pembentukan manusia profesional dan trampil sehinga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya. Menurut Rachbini (2001) Pengembangan SDM merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, keahlian dan ketrampilan, serta kemampuan orang-orang dalam suatu masyarakat. Dalam ilmu ekonomi, hal ini dijabarkan sebagai proses akumulasi sumberdaya manusia dan investasi secara efektif dalam pembanguanan ekonomi suatu bangsa. Secara politis, pengembangan SDM dimaksudkan untuk mempersiapkan partisipasi masyarakat dalam proses kehidupan politik, khususnya dalam kehidupan demokrasi. Sementara itu, ditinjau dari sudut budaya dan sosial pembangunan manusia akan membantu kehidupan yang tentram, kaya tradisi dan kehidupan yang penuh arti bagi masyarakat. Dengan kata lain, pengembangan SDM adalah upaya peningkatan kualitas diri manusia dengan demikian mereka dapat 3
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
berperan maksimal dalam berbagai bidang kehidupan. SDM yang berkualitas tinggi adalah SDM yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif, generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti intelegence, creativity, dan imagination; tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar seperti tenaga / otot dan sebagainya (Ndraha, 2002). Kualitas sumberdaya manusia berhubungan dengan kompetensinya untuk menghasilkan jasa untuk dapat memenuhi kebutuhan diri dan lingkungannya. Gilley dan Eggland (1989) mengatakan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya. Dalam implementasinya, pengembangan kualitas SDM secara umum diarahkan pada pengembangan tingkat pendidikan, motivasi, harga diri, kepribadian dan kompetensi. Menurut Anoraga (1998), pengembangan SDM diarahkan pada pembentukan profesionalisme. Profesionalisme mengandung pengertian kecakapan, kehlian, dan disiplin. Mengacu pada kamus Webster Amerika menegaskan profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan corak suatu “professi” (the conduct aims or qualities, that characterize a profession). Profesionalisme juga mengandung pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sumber penghidupan. Selanjutnya Anoranga (1998) mengatakan profesi adalah suatu jenis pekerjaan karena sifatnya menuntut adanya standar keahlian serta dukungan prilaku tertentu. Orang yang profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi serta punya
komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaan tersebut. Komitmen pribadi melahirkan tanggung jawab yang besar dan mendalam atas pekerjaannya itu. Seorang profesional dituntut memiliki ketekunan, keuletan, disiplin, komitmen dan irama kerja yang pasti, karena pekerjaan itu melibatkan secara langsung pihak-pihak lain. Untuk bisa melibatkan seluruh dirinya, keahliannya dan ketrampilannya demi keberhasilan pekerjaannya maka seseorang profesional harus mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Perilaku profesional harus selalu dalam kerangka moral dan pertanggung-jawaban integritas moral, kredibilitas dan hormat pada orang lain, merupakan konsep sentral prilaku profesional (Herry, 1990 dalam Puspadi, 2003). Menurut Harbison (1974) strategi pengembangan sumberdaya manusia harus memperhatikan dua pokok persoalan dalam : (a) pengembangan ketrampilan dan (b) penyediaan kesempatan kerja yang produktif bagi sumberdaya manusia yang masih belum termanfaatkan secara optimal. Yang sangat diperlukan adalah bagaimana mengembangkan proses akumulasi sumberdaya manusia (human capital formation) dalam arti menambah jumlah dan kualitas orang-orang yang ahli , berketrampilan, berpendidikan dan berpengalaman pada bidang-bidang yang sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi. Hal ini akan menjadi investasi pemerintah dalam jangka panjang. Pendekatan dalam pengembangan Sumberdaya Manusia Menurut Oshima (dalam Rachbini, 2001), ada dua hal yang harus dibedakan satu sama lainnya dalam mengembangkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu ketrampilan atau keahlian disatu sisi dan etika kerja atau budaya kerja pada sisi yang lainnya. Yang pertama lebih berhubungan dengan pendidikan, training dan usaha kerja, sedangkan yang kedua lebih merupakan 4
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
prinsip moral kemasyarakatan dan merupakan warisan budaya yang diturunkan dari generasi kegenerasi. Komponen kedua ini paling penting untuk ditekankan karena masalahnya lebih mendasar, sedangkan yang pertama dapat dibangun kemudian setelah ada landasannya. Faktor yang lebih banyak menerangkan pertumbuhan cepat dari ekonomi Jepang Pasca Perang Dunia adalah faktor manusia (manpower factor). Pendekatan yang paling umum digunakan dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah pendidikan. Pendidikan, baik formal maupun non formal, merupakan investasi nasional. Pendidikan formal dapat diperoleh disekolah umum maupun disekolah kejuruan. Pendidikan yang bertujuan untuk membangun kualitas manusia ini juga bisa dilakukan dilingkungan kerja (on the job training) serta melalui berbagai organisasi profesi. Selanjutnya juga dapat dicapai melalui pencarian pengetahuan dan keahlian secara otodidak (pencarian sendiri). Menurut Alfred Marshall dalam buku monumentalnya, Principle of Economics, pendidikan dan investasi sumberdaya manusia merupakan investasi yang paling berharga (the most valuable capital), yang amat menentukan keberhasilan modernisasi ekonomi suatu bangsa. Proses pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses pemberdayaan, yaitu suatu proses untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada keberdayaan masyarakat lokal, kepada masyarakat bangsa dan pada akhirnya pada masyarakat global. Fungsi pendidikan bukan hanya menguak potensi-potensi yang ada dalam diri manusia, tetapi juga bagaimana manusia itu dapat mengontrol potensi yang telah dikembangkan itu agar dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia itu sendiri.
Menyadari akan pentingnya pendidikan bagi pengembangan kualitas sumberdaya manusia, maka Indonesia menginvestasikan sejumlah dana yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Alasannya bermacam-macam, seperti; petani yang “melek huruf” yang sekurang-kurang mengenyam pendidikan dasar, dianggap akan lebih produktif dan lebih tanggap dalam menerima teknologi pertanian baru dibandingkan dengan petani-petani yang buta huruf. Tenaga ahli dan mekanik yang dilatih secara khusus dan dapat membaca dan menulis, dianggap lebih mudah menyesuaikan diri dengan produk-produk dan material-material yang terus berubah. Tamatan perguruan tinggi dengan latihan yang lebih maju diperlukan untuk mengisi kebutuhan terhadap keahlian managerial yang profesional dalam organisasi-organisasi modern milik swasta dan pemerintah. Dan tentu masih banyak alasan-alasan lainnya. Selain alasan-alasan tersebut di atas, masyarakat sendiri baik yang kaya maupun yang miskin telah melakukan tekanantekanan politis yang sangat hebat bagi penyediaan/perluasan sekolah. Hal ini terdorong karena orang tua semakin menyadari bahwa dalam zaman dimana tenaga ahli sangat langka, semakin berpendidikan dan banyak sertifikat yang dimiliki oleh anak-anak mereka, semakin baik pula kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan berpendapatan tinggi dan terjamin. Bagi golongan miskin, pendidikan dianggap sebagai jalan satusatunya untuk mengangkat anak-anak mereka dari kemiskinan. Sesuai dengan pendapat Oshima, bahwa untuk mengembangkan SDM juga dapat didekati dengan pengembangan budaya kerja atau etika kerja. Budhi Paramita (dalam Ndraha, 1997) mendefenisikan budaya kerja secara umum sebagai “sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan 5
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”. Temuan berbagai penelitian menunjukan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikansi antara budaya organisasi, lebih-lebih budaya kuat, dengan prestasi kerja (performance) karyawannya. Selanjutnya menurut Budhi Paramita, budaya kerja dapat dibagi menjadi: 1. sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lainnya, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. 2. prilaku pada waktu bekerja, seperi rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, berkemauan kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama atau sebaliknya. Secara etimologi etos kerja sama dengan etika kerja. Istilah “etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata etos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti; kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentu jamak (to etha) artinya adalah adat kebiasaan. Kata yang paling dekat dengan “etika” adalah “moral “ yang berasal dari bahasa latin mos (jamak mores) berarti kebiasaan atau adat. Dalam pengertian etika yang berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, etos berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan (Puspadi, 2003). Prilaku profesional dan etis merupakan salah satu bentuk etos kerja dan merupakan roh kehidupan modern dan demokrasi. Prinsip-prinsip etika dalam lingkungan kerja mempengaruhi suasana
kerja suatu organisasi. Preiffer dan Ralph (dalam Puspadi, 2003) mengatakan beberapa prinsip dalam lingkungan kerja antara lain; prinsip kejujuran, prinsip tidak merugikan diri orang lain, prinsip loyalitas, prinsip otonomi, prinsip kerahasiaan dan prinsip ketaatan pada aturan. Prospek Pengembangan Sumberdaya Manusia Modernisasi dengan berbagai konotasinya baik positif maupun negatif, telah melahirkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan (Yunani dan Romawi) yang menjadi biang dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Diakui atau tidak, dewasa ini tidak ada satu negarapun yang tidak melihat peranan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di dalam kemajuan kehidupan. Bahkan bangsabangsa di dunia saling berlomba untuk menguasai dan menerapkan IPTEK. Industrialisasi dan modernisasi telah menjadikan manusia terus menerus membutuhkan yang lebih baik, lebih murah, lebih praktis dan lebih menyenangkan. Sejalan dengan revolusi industri munculah pemikiran-pemikiran yang optimistik terhadap kehidupan manusia. Salah satu pemikiran tersebut ialah lahirnya kepercayaan baru terhadap kemajuan. Bury (dalam Tilaar, 1997) dalam bukunya The Idea of Progress, menggambarkan pandangan optimisme mengenai kemajuan yang didorong oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Iptek akan berkembang pesat dan pasti akan mengubah kehidupan manusia ke arah kebaikan. Namun disisilain IPTEK tidak dapat memberikan penjelasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan. Di antara optimisme ilmu pengetahuan dan teknologi, ditengah-tengah kekayaan rohaniah manusia yang diekspresikan dalam kesusastraan dan filsafat, manusia menyadari bahwa ilmu pengetahuan akan membawa manusia kesegala arah, ke arah yang baik juga ke arah yang buruk. Disinilah letaknya peranan 6
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
moral dan agama yang akan mengarahkan ilmu pengetahuan dan teknologi ke arah yang benar. IPTEK dan moral bukalah dua hal yang bertentangan (sebagaimana paham kaum sekularime) tetapi saling mengisi satu sama lain. Ilmu pengetahuan perlu untuk mencerahkan, akal manusia mencari dan menggali berbagai kemungkinan yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta kepada umat manusia di atas bumi. Dengan akalnya manusia dapat mengeksplorasi berbagai kemungkinan yang tersembunyi. Eksplorasi dan pemanfaatan ilmu pengetahauan dan teknologi bukan hanya memberikan kehidupan yang lebih baik, tetapi juga lebih mendekatkan manusia itu kepada Sang Pencipta akan kebenaran Khalik langit dan bumi. Inilah yang disebut model yang hidup di dalam kebudayaan Keempat (the fourth culture) dimana hidup dan berkembang suatu tanggung jawab moral dari para intelektual, yaitu manusia yang menguasai iptek yang juga takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Tilaar (1997) abad XXI akan melahirkan para intelektual Kebudayaan Keempat. Para intelektual itu akan melahirkan suatu quadrangle yang meminta dialog antara para intelektual dalam bidang pengetahuan, sastra dan filsafat, moral dan agama. Seperti yang diramalkan oleh Jhon Naisbitt pada abad XXI akan lahir kembali kepedulian manusia terhadap moral dan agama sebagai suatu keharusan. Dalam era globalisasi saat manusia lebih mementingkan memperbaiki kehidupan dari pada peperangan, serta keinginan manusia untuk membangun suatu masyarakat madani (civil society), dengan sendirinya akan membawa manusia itu kepada kebutuhan perlunya pertimbangan-pertimbangan moral yang dapat mengatur ketentraman dan kemantapan hidup manusia. Moral berinduk pada keyakinan, dan keyakinan manusia terhadap kekuatan yang supernatural, yaitu
Tuhan yang mengatur seluruh kehidupan seluruh umat manusia di jagat raya ini. Dalam upaya bangsa Indonesia untuk memicu pembangunan nasional ditengah arus globlisasi, Bur Rasuanto (dalam Tilaar, 1997) menggambarkan perlu adanya “gerakan moral” dengan mengatakan bahwa “ Sasaran perjuangan moral adalah kesadaran moral manusia sendiri. Kekuatan bersenjata mampu merebut wilayah, kekuatan politik mampu merebut penduduk, kekuatan ekonomi mampu menguasai tentara dan politik; tetapi hanya kekuatan moral yang mampu merebut hati nurani”. Peran Komunikasi dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia Komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran informasi, penerangan, pendidikan dan ketrampilan, rekayasa dan perubahan perilaku. Sebagai proses penyebaran informasi dan penerangan kepada masyarakat, titik pandang komunikasi pembangunan di arahkan pada usaha penyampaian dan pembagian (sharing) ide, gagasan, dan inovasi pembangunan antara pemerintah dan masyarakat. Pada proses tersebut informasi dibagikan dan dimanfaatkan bersama sebagai sesuatu yang berguna untuk kehidupannya. Wilbur Schramm (dalam Nasution, 1996) melalui studinya yang berjudul Mass Media and National Development; The Role of Information In Developing Countries, mengkaji peranan komunikasi dalam pembangunan nasional dan mengatakan bahwa media massa dapat berperan dalam beberapa hal 1. Menyampaikan kepada masyarakat informasi tentang pembangunan nasional,agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana
7
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
2.
3.
4.
perubahan dan membangkitkan aspirasi nasional. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan, Memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas. Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan sejak orang dewasa hingga anak-anak, sejak baca pelajaran baca tulis hingga ketrampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.
Selanjutnya Menurut Schramm, dengan kemampuan yang dimiliki, media massa mempunyai potensi membuka dan meluaskan cakrawala pemikiran masyarakat agar menjadi masyarakat maju. Dalam hal ini media massa mempunyai kekuatan pengendali pengetahuan khalayak melalui pesan-pesannya. Dengan mengorganisasikan isi pesan, media massa pada dasarnya dapat membantu masyarakat memusatkan perhatian pada masalahmasalah pembangunan, dapat mengajarkan melek huruf serta ketrampilan lainnya yang memang dibutuhkan untuk membangun masyarakat dan dapat menjadi penyalur suara masyarakat agar mereka turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan di negaranya Sebagai proses pendidikan dan ketrampilan bagi masyarakat, titik pandang komunikasi pembangunan difokuskan pada penyediaan model pembelajaran publik yang murah dan mudah dalam mendidik dan mengajarkan ketrampilan yang bermanfaat. Pelajaran yang dimaksud menyangkut semua aktifitas manusia yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari melalui pengalaman yang dilaluinya. Dengan bekal pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki, masyarakat dapat lebih kritis dan mandiri memahami posisi serta lingkungannya. Melalui interaksi, informasi, komunikasi dan sosialisasi dalam berbagai saluran, proses komunikasi pembangunan kemudian dianggap sebagai bentuk pencerahan, penguatan dan pembebasan dari keterbelakangan dan ketergantungan sehingga mempermudah menerima suatu inovasi yang ditujukan kepada mereka. Hal tersebut di atas sesuai dengan temuan Inkeles dan Smith (Nasution 1996) yang berjudul becoming Modern; Individual Change In Six Developing Countries (1962 – 1964) mereka berkesimpulan bahwa institusi pemodrenan seperti sekolah, pabrik dan media massa telah menciptakan manusia modern yang dapat mengisi peran karir diberbagai institusi modern yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi. Kedua ahli ini menyusun ukuran pengaruh media massa yang ekstensif menghasilkan efek yang sama atau lebih kuat. Perubahan yang ekstensif ini mendukung pandangan bahwa perubahan kepribadian yang agak mendasar dapat terjadi pada kehidupan orang dewasa. Sementara sebagai proses rekayasa sosial, komunikasi pembangunan dipandang sebagai bentuk pengembangan tindakan komunikasi yang sistematis, terencana dan terarah, dalam melakukan transformasi ide, gagasan, atau inovasi melalui informasi yang disebarluaskan dan diterima sehingga menimbulkan partisipasi masyarakat dalam melakukan perubahan. Pada tingkat ini intervensi komunikasi dalam mengarahkan bentuk rekayasa sosial yang diinginkan dapat berwujud interaksi, partisipasi, dan dukungan atas informasi yang mereka terima. Sedangkan sebagai proses perubahan prilaku, komunikasi pembangunan dipandang sebagai proses psikologis, proses sebagai tindakan komunikasi berkesinambungan, terarah, dan 8
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
bertujuan. Proses ini berhubungan dengan aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental, dalam melakukan perubahan. Daniel Lerner (dalam Nasution, 1996). Studi ini dikenal sebagai studi yang pertama kali menjelaskan hubungan komunikasi dengan pembangunan. Hasil analisisnya menyatakan bahwa terdapat hubungan tingkat urbanisasi, tingkat melek huruf dan penggunaan media massa, serta tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik. Desakan urbanisasi menuntut orang mampu berkomunikasi lisan dan tulisan, hal tersebut dimungkinkan dengan kehadiran media massa pada masyarakat. Kemampuan mengubah menurut Lerner, menuntut adanya proses adaptasi dan empati hingga kesediaan berinovasi. Pembentukan pribadi atau masyarakat yang tertarik pada perubahan, membutuhkan peran komunikasi (massa) sehingga berwawasan luas dan terbuka. Kesimpulannya Lerner menyatakan bahwa sistem komunikasi merupakan indikasi sekaligus agen dari proses perubahan sosial. Akibatnya, perubahan pada masyarakat akan disesuaikan dengan sisitem komunikasi masyarakat (tidak bermedia (oral), bermedia (mediated) atau tradisionalmodern). Problematikan Komunikasi dan Media Informasi Di antara sekian banyak ahli yang memberi apresiasi terhadap peran komunikasi pembangunan baik dalam pengembangan individu maupun dalam pembangunan masyarakat, terdapat pula beberapa kritik terhadap peran yang telah dimainkan oleh komunikasi pembangunan ini. Dilla (2007) dalam bukunya Komunikasi Pembangunan mengatakan bahwa penerapan komunikasi pembangunan di berbagai Dunia Ketiga termasuk di Indonesia, secara umum belum bergeser
dari pengaruh paradigma dominan pembangunan yang berideologi kapitalis. Hingga kini pengaruh tersebut terus berlangsung mencengkram kuat sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat dan negara. Selain membawa konsekwensi politis pada ketergantungan diberbagai bidang (pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan) hal ini telah menimbulkan kesenjangan di berbagai bidang, sehingga menimbulkan fenomena kemiskinan dan pengangguran yang besar. Walaupun diakui sejak awal masa pembangunan ekonomi (kapitalis) hingga kini, penerapan komunikasi dalam pembangunan mengalami perkembangan dalam penggunaan dan pemanfaatannya. Namun tidak cukup untuk disebut berubah substansi masalahnya Selanjutnya menurut Dilla secara historis, ide pembangunan paradigma awal yang disampaikan kepada khalayak lebih mementingkan isi pesan ketimbang bentuk komunikasi. Hal tersebut membawa implikasi pada hilangnya arti dan makna pesan. Namun pada periode selanjutnya bentuk komunikasi yang digunakan sebagai sarana penerusan pesan dan tindakan mempengaruhi (to persuade). Dari sini kita mengenal periklanan, public relation, kampanye propaganda dan jurnalistik. Sedangkan pada periode dimana ekonomi dunia menjadi panglima perubahan, komunikasi dipandang sebagai instrumen kunci suksesnya pembangunan ekonomi. Pada tahap ini sumberdaya komunikasi digunakan untuk saluaran informasi sehingga kajian komunikasi selalu dikaitkan dengan sosiologi, termasuk perubahan sosial. Tehranian dalam Nasution, (1996) mengemukakan tiga tinjauan teoritis tentang pengaruh paradigma dominan terhadap konsep komunikasi pembangunan di negaranegara Dunia Ketiga; 1. Melihat pembangunan hanya sebagai konsep pluralisasi masyarakat politik dan ekonomi dari suatu negara yang melaksanakan pembangunan. 9
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
2.
3.
Pandangan ini dianut oleh para ekonom dan politisi liberal. Mereka berpendapat bahwa hal yang paling penting dalam pembangunan adalah peningkatan kelompok tenaga kerja berdadarkan struktur dan fungsi yang jelas, dan penganeka-ragaman kelompok berdasarkan kepentingan serta keseimbangan dinamis antar kelompok. Peningkatan pada peningkatan rasionalisasi sebagai unsur kunci proses pembangunan. Penganut aliran ini ada yang menekankan peranan rasio dalam perkembangan sejarah, dan yang lain mementingkan rasionalisasi kebudayaan dan birokrasi dari suatu proses sosial, yang kemudian dikenal sebagai mendewakan negara sebagai sumber segala kemenangan dan keabsahan Menekankan pada prinsip melakukan pembebasan. Teori ini sangat dipengaruhi oleh pemikian NeoMarxis yang lahir dari kesadaran diri masyarakat Dunia Ketiga.
Di atas semua itu, hal yang tidak kalah penting untuk dipahami adalah pemikiran yang berhubungan dengan paradigma komunikasi pembangunan. Pemikiran negara-negara besar dan maju ternyata ikut andil dalam merumuskan konsep komunikasi pembangunan di negaranegara berkembang. Sehingga paradigma komunikasi pembangunan yang sejatinya menjadi roh pembangunan masyarakat, terpengaruh dan terbawa arus paradigma dominan pembangunan negara-negara maju. Paradima ini secara sepihak melihat perkembangan masyarakat sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan sosialnya, atau berdiri sendiri. Hal ini membawa akibat pada hilangnya kajian aspek sosial budaya masyarakat. Kegagalan pembangunan di berbagai Dunia Ketiga disebabkan dua alasan ; (1) perbedaan yang mencolok secara konseptual
dan praktis dari para ilmuan bidang komunikasi dan bidang sosial lainnya dalam melihat persoalan nilai budaya yang berlaku dan (2) hilangnya semangat kretifitas para ilmuan sosial yang berujung pada melemahnya daya ktitis terhadap proses pembangunan. Sejatinya aspek komunikasi yang mendukung perubahan dalam proses pembangunan menciptakan perubahan sosial yang terarah, terencana, dengan baik dan bermanfaat bagi mereka yang terlibat dalam proses tersebut. Semangat, jiwa dan pandangan hidup masyarakat setempat harus tercermin dalam pembangunan untuk melakukan perubahan (Dilla, 2007). Di Indonesia, berbagai perubahan pada bidang ekonomi-kerakyatan, budaya, politik pendidikan, kesehatan dan pemerintahan masih jauh dari harapan masyarakat luas. Sebagai contoh penanganan arus urbanisasi dan pedagang kaki lima yang menyesakan kota-kota besar, menyiratkan strategi komunikasi pembangunan yang berpihak kepada rakyat belum signifikan dilakukan. Penggusuran dan pengusiran warga masyarakat dan pedagang kaki lima yang menuai protes dari masyarakat dilakukan pemerintah tanpa komunikasi persuasif. Banyak pihak menuding bahwa kagagalan ini lebih disebabkan minimnya informasi, komunikasi, dan sosialisasi dari pemerintahan sehingga tingkat partisipasi masyarakatpun menjadi berkurang. Sementara lembaga media komunikasi atau media publik yang diharapkan mampu memberikan alternatif pemikiran, pengetahuan dan ketrampilan kepada masyarakat, justru sibuk melakukan dekontekstualisasi, dramatisasi dan trivialisasi pada isi pemberitaannya sehingga melahirkan hiperialitas media. Pada konteks ini pemerintah bertindak sebagai pelaku dan pemeran pembangunan secara sepihak tanpa melibatkan pihak lain. Kesimpulan (1) Pengembangan SDM merupakan proses untuk meningkatkan 10
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
(2)
(3)
pengetahuan manusia, keahlian dan ketrampilan, serta kemampuan orangorang dalam suatu masyarakat. Dalam ilmu ekonomi, hal ini dijabarkan sebagai proses akumulasi sumberdaya manusia dan investasi secara efektif dalam pembanguanan ekonomi suatu bangsa. Secara politis, pengembangan SDM dimaksudkan untuk mempersiapkan partisipasi masyarakat dalam proses kehidupan politik, khususnya dalam kehidupan demokrasi. Sementara itu, ditinjau dari sudut budaya dan sosial pembangunan manusia akan membantu kehidupan yang tentram, kaya tradisi dan kehidupan yang penuh arti bagi masyarakat. Dengan kata lain, pengembangan SDM adalah upaya peningkatan kualitas diri manusia dengan demikian mereka dapat berperan maksimal dalam berbagai bidang kehidupan. Ada dua hal yang harus dibedakan satu sama lainnya dalam mengembangkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu ketrampilan atau keahlian disatu sisi dan etika kerja atau budaya kerja pada sisi yang lainnya. Yang pertama lebih berhubungan dengan pendidikan, training dan usaha kerja, sedangkan yang kedua lebih merupakan prinsip moral kemasyarakatan dan merupakan warisan budaya yang diturunkan dari generasi kegenerasi. Komponen kedua ini paling penting untuk ditekakan karena masalahnya lebih mendasar, sedangkan yang pertama dapat dibangun kemudian setelah ada landasannya. Sistem pendidikan, terutama ditingkat sekolah lanjutan dan tinggi, memperluas ketidamerataan dan bahkan melanggengkan kemiskinan. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa keadaan ini tidaklah semata-mata disebabkan oleh sistem pendidikan
(4)
saja. Kiranya perlu diperhatikan pula struktur dan kelembagaan tempat sistem pendidikan tersebut berfungsi. Khususnya, selama perbedaan upah antar pekerja dengan pendidikan yang berbeda tetap dipertahankan tinggi walaupun tingkat pengangguran meningkat, atau selama cara memperoleh pekerjaan semata-mata didasarkan kepada kepercayaan yang berlebihan terhadap pendidikan tanpa mengindahkan prestasi kerja, dan selama pendapatan keluarga menjadi kriteria dasar bagi seseorang untuk dapat menaiki tangga pendidikan yang lebih tinggi sebagai jaminan untuk medapat pekerjaan yang bergaji tinggi, maka sistem pendidikan yang didukung oleh dana masyarakat tersebut hanya akan menghasilkan kembali struktur ekonomi dan sosial yang tidak merata, yang menurut teori justru berusaha dihilangkan oleh sistem pendidikan tersebut Secara praktis, penerapan komunikasi dalam upaya pembangunan dari masa ke masa mengalami pasang surut akibat pengaruh kekuatan besar yang bergejolak sehingga terjebak pada posisi ketergantungan, baik secara politik, ekonomi maupun sosialbudaya. Akibat pengaruh paradigma dominan pembangunan, seringkali pengkajian mendalam terhadap aspekaspek budaya masyarakat bukan suatu keharusan. Perencanaan pembangunan yang diwakili penguasa dan penerima manfaat pembangunan dalam hal ini masyarakat berjalan sendiri-sendiri. Di Indonesia permasalahan pokok yang melingkupi pembangunan masyarakat dan negara, menimbulkan kesan bias dan menimbulkan jurang pemisah antara masyarakat miskin dan kaya. Hal ini disebabkan karena kurangnya apresiasi
11
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
terhadap sumber-sumber lokal dimiliki masyarakat.
kearifan
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. 1998. Psikologi Kerja. PT. Rineka Cipta. Jakarta Dilla, Sumadi. 2007. Komunikasi Pembangunan. Simbiosa Rekatama Media. 2007 Gilley, JW dan Eggland, Steven A. 1989. Principle of Human Resources Development. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. In Association With University. Associetes, Inc. Harbison, F.H. dan C. Myers. 1974. Education, Man Power and Economic Growth : Strategis of Human Resource Development. New Delhi : Oxford, IBH Publishing Jewell, L.N dan Siegall, Marc. 1998. Psikologi Industri / Organisasi Modern. Penerbit Arcan. Jakarta. Korten, David C. 1981. Pembangunan Yang Memihak Rakyat. Lembaga Studi Pembangunan. Jakarta Nasution, Zukkariemein. 1996. Komunikasi Pembangunan Pengenalan teori dan Praktek. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ndraha, Talizuduhu. 2002. Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Puspadi, Ketut. 2003. Kualitas SDM Penyuluh Pertanian dan pertanian Massa Depan di Indonesia. IPB Press. Bogor Rachbini, Didik J. 2001. Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia. Grasindo. 2001 Rhoda, Richard. 1982. Rural Development and Urban Migration. International Migration Review 17. No. 61. Ritzen, J.J.M. 1977. Economic Growth and Incomeme Distribution. Amsterdam ; North-Hollan,.
Simmons, Jhon, ed. 1980. The Education Dilemma; Policy Issues for Development Countries in the 1980s. Oxford; Pergamon, Tilaar, H.A.R. Pengembangan Sumberdaya Manusia Dalam Era Globalisasi. Penerbit Grasindo. Jakarta. 1997 Todaro, Michael P. 1991. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerjemah Burhanuddin Abdullah . Penerbit Erlangga. 1991.
12