UNIVERSITAS INDONESIA
KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DI DAS SEKAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG TAHUN 1995 - 2010
ANGGUN CITRA PUTRINDA 0606071191
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI GEOGRAFI DEPOK JULI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DI DAS SEKAMPUNG, PROVINSI LAMPUNG TAHUN 1995 - 2010
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
ANGGUN CITRA PUTRINDA 0606071191
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI GEOGRAFI DEPOK JULI 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.
Nama
: Anggun Citra Putrinda
NPM
: 0606071191
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 13 Juli 2012
iii
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Sarjana Geografi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari awal perkuliahan hingga pada penyusunan skripsi ini, penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: a)
Bapak Drs. Sobirin, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko, M.S selaku pembimbing II yang telah membantu penulis baik waktu, tenaga, dan pikiran dalam penyusunan skripsi ini;
b)
Bapak Drs. Hari Kartono, M.S selaku penguji I dan Bapak Tito Latif Indra, S.Si, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan banyak masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini;
c)
Ibu Dra. Astrid Damayanti (selaku penguji proposal), dan Bapak Adi Wibowo, S.Si, M.Si selaku Koordinator Penelitian Departemen Geografi yang telah memberikan masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
d)
Segenap karyawan dan staf dosen Departemen Geografi yang sudah banyak memberikan ilmu, bantuan dan dorongan kepada penulis dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini;
e)
Ibunda dan Bapak tercinta yang telah merawat, menyayangi, mendo’akan ananda selama ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia yang berlimpah serta kebahagiaan kepada kalian, namun kita tetap dapat bersyukur. Amin.
f)
Suamiku tercinta yang telah memberikan do’a, dorongan, dan saran yang tak ternilai kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
g)
Para sahabatku Siti Tenricapa, Riza Amelia, , Stevira Stani, Citra Maida H, Rizki Fitrahadi, Chintya Dewi dan Ida Siti Sya’diah yang selalu mengisi v
masa-masa perkuliahan dengan canda dan tawa, serta motivasi yang selalu diberikan. Semoga kita selalu mendapatkan yang terbaik, Amin; h)
Budi Wibowo, Anggi Kusumawardani, Zulfikri Arzi, Herlina A P, Laila Amirah, Siti Aulia, Siti Tenricapa, Eka Wirda dan Stevira Stani, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi, sukses selalu untuk kita semua;
i)
Teman-teman Geografi angkatan 2006 yang tidak dapat penulis sebut satu per satu. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya; Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, amin.
Depok, 13 Juli 2012
Penulis
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Anggun Citra Putrinda NPM : 0606071191 Program Studi : Geografi Departemen : Geografi Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Koefisien Aliran Permukaan di DAS Sekampung, Provinsi Lampung Tahun 1995 - 2010 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 13 Juli 2012
Yang menyatakan
( Anggun Citra Putrinda )
vii
ABSTRAK
Nama : Anggun Citra Putrinda Program Studi : Geografi Judul : Koefisien Aliran Permukaan di DAS Sekampung, Provinsi Lampung Tahun 1995 - 2010
Koefiesien aliran permukaan memberi gambaran tentang bagaimana kondisi biofisik DAS dalam merespon curah hujan jatuh di DAS. Semakin besar koefisien aliran akan memberikan konsekuensi semakin tingginya bagian curah hujan yang menjadi aliran permukaan dan sebaliknya. Koefisien aliran permukaan di DAS Sekampung berkisar antara 6,9 - 64,7. Variabel penelitian yang mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan adalah curah hujan, penggunaan tanah tegalan, hutan, perkebunan dan kebun campuran, daerah terbangun, lereng serta bentuk DAS. Dari nilai koefisien aliran permukaan DAS Sekampung yang ada, menunjukkan bahwa sebagian besar dari air hujan yang turun menjadi aliran permukaan, dan sisanya akan terserap ke dalam tanah untuk menjadi aliran bawah permukaan atau tersimpan menjadi air tanah.
Kata kunci : curah hujan, penggunaan tanah, koefisien aliran permukaan xiv + 90 halaman : 30 gambar; 26 tabel; 12 lampiran; Daftar Referensi : 28 (1949-2010)
viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Anggun Citra Putrinda Study Program: Geography Title : Surface Flow Coefficient in the Sekampung Watershed, Lampung Province in 1995 - 2010 Surface flow coefficient gives an idea of how the biophysical conditions in the watershed response to precipitation falling in the watershed. The greater the consequences to flow coefficient the higher the rainfall becomes runoff and vice versa. Surface flow coefficient in the watershed Sekampung ranges from 6,9 to 6,47%. Research variables that affect the value of the coefficient is rainfall, dry land, forest, garden and mix garden, building area, slope and form of the watershed. Surface flow coefficient values indicate that most of the rainfall that occurs will be surface flow and little part will be get into the ground and become base flow or stored become groundwater. Keyword : rainfall, land use, surface flow coefficient xiv + 90 page : 30 picture; 26 table; 12 attachment; Reference : 28 (1949-2010)
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
LEMBAR ORISINALITAS ………………………………………………..…….... iii LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….………….. iv KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………….. vii ABSTRAK ……………………………………………………………………….….... viii ABSTRACT ………………………………………………………………….…….... ix DAFTAR ISI ………………………………………………………………..……...... x DAFTAR TABEL ………………………………………………………..…….…… xii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..…………… xiii DAFTAR PERSAMAAN ……………………………………………..….………… xiii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..…………… xiv BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang 1 ………………………………………...…….……..……. 1.2 Masalah …………………………………………….………….………. 3 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………….……… 3 1.4 Batasan Penelitian 3 …………………………………………….……….… BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 6 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) …………………………………………… 6 2.1.1 Pengertian DAS…………………………………..….……..…….. 6 2.1.2 Siklus Hidrologi…………………………………………………… 7 2.1.3 Hidrologi DAS ………………………..…………………..……… 8 a. Presipitasi (Hujan) ………………………..…………………. 8 b. Intersepsi, Evapotranspirasi dan Infiltasi …………………… 11 c. Aliran Permukaan ………………………..………………….. 14 2.1.4 Morfologi DAS …………………….…………………................. 15 2.1.5 Ekosistem DAS ……………………………….…………….……. 16 2.1.6 Morfometri DAS ……………………………….……................... 18 2.1.6.1 Bentuk DAS ……………………..………………..………... 19 2.1.6.2 Kerapatan Jaringan Sungai ………………….…...…….……. 19 2.1.6.3 Pola Aliran Sungai …………………………………..….…… 21 2.2 Penggunaan Tanah ……………………………………………......... 22 2.3 Tingkat Kekritisan Suatu DAS…………………..……………..…. 23 2.4 Koefisien Aliran Permukaan (runoff coefficient) …………………. 23 x
Universitas Indonesia
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………... 25 3.1 Kerangka Teori …………………………………………...……..…….. 25 3.2 Variabel-Variabel Penelitian …………………………………..……… 25 3.3 Pengumpulan Data ………………………………………….…………. 26 3.4 Pengolahan Data ……………………………………….…….……….. 26 3.5 Analisis Data……………………………………………........................ 27 BAB IV FAKTA WILAYAH ……………………………………………..…..28 4.1 Pembagian DAS di Propinsi Lampung ……………………………..… 28 4.2 Lokasi Penelitian …………………………………………………..……29 4.3 Topografi …………………………………………………...…….……. 32 4.3.1 Wilayah Ketinggian ………………………………..………..…….32 4.3.2 Wilayah Lereng ……………………………………….…..………34 4.4 Penggunaan Tanah ………………………………………………..…….. 36 4.4.1 Hutan …………………………………………………….…….. 39 4.4.2 Kebun Campuran. …………………………………………..……. 40 4.4.3 Tegalan ……………….…………………………….…….……... 41 4.4.4 Perkebunan .………………………………………………..……...42 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN …………………………………..43 5.1 ANALISIS …………………………………………………….…….... 47 5.1.1 Gambaran Bagian-bagian DAS Sekampung …………………….…… 43 5.1.2 Morfometri DAS Sekampung ……………………………………….. 47 5.1.3 Curah Hujan …………………………………………………….… 50 5.1.4 Aliran Permukaan ………………………………………………… 53 5.1.5 Koefisien Aliran Permukaan …………………………………….… 56 5.2 PEMBAHASAN ……………………………………………………….. 59 5.2.1 Keterkaitan Variabel Penelitian dengan Koefisien Aliran Permukaan………………………………………………….………59 5.2.1.1 Keterkaitan Curah Hujan dengan Koefisien Aliran Permukaan 59 5.2.1.2 Keterkaitan Penggunaan Tanah dengan Koefisien Aliran Permukaan …………………………………………………….. 60 5.2.1.3 Keterkaitan Bentuk DAS dengan Koefisien Aliran Permukaan 66 5.2.1.4 Keterkaitan Lereng dengan Koefisien Aliran Permukaan ……...66 5.2.1.5 Keterkaitan Luas Daerah Terbangun dengan Koefisien Aliran Permukaan ……………………………………………………….68 BAB VI KESIMPULAN…………………………………………….….……….71 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..…..72 LAMPIRAN …………………………………………….……….…………..…. 74
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2.1 Tabel 4.2.2
Pembagian Sub DAS beserta Luasannya ..................... 29 Luas Kabupaten yang Tercakup di DAS Sekampung …. 31
Tabel 4.2.3 Tabel 4.3.1 Tabel 4.3.2 Tabel 4.4.1 Tabel 4.4.2 Tabel 5.1.2a Tabel 5.1.2b
Pembagian Sub DAS Sekampung untuk Dianalisis ..... 32 Luas Wilayah Ketinggian Masing-masing Sub DAS (Ha)………33 Luas Wilayah Lereng Masing-masing Sub DAS (Ha) ………… 35 Luas Penggunaan Tanah di Sub DAS Sekampung (Ha) ……. 38 Persentase PT Vegetasi terhadap Total PT tiap Sub DAS …… 37 Nilai Rc bentuk Sub DAS di DAS Sekampung ………….….... 48 Panjang dan Kerapatan Jaringan Sungai Masing-masing Sub DAS …………………………………………….………….... 49 Pola Aliran Sungai Masing-masing Sub DAS Sekampung …..…50 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Sub DAS Sekampung Tahun 1995 - 2010 ………………….…….………………………….…51 Curah Hujan Tahunan Sub DAS Sekampung .………….…..……52 Nilai Aliran Permukaan Bulanan Tahun 1995-2010 …………..... 53 Nilai Aliran Permukaan Tahunan Sub DAS Sekampung …....….55 Nilai Koefisien Aliran Permukaan Tahunan pada Sub DAS Sekampung………………………………………………...….57 Keterkaitan Curah Hujan dengan Koefisien Aliran Permukaan ..……………………………………………….. 59 Keterkaitan Penggunaan Tanah Hutan dengan Koefisien Aliran Permukaan …………………………………………… 60 Keterkaitan Penggunaan Tanah Perkebunan dengan Koefisien Aliran Permukaan .…………………………..…..…..….……... 61 Keterkaitan Penggunaan Tanah Kebun Campuran dengan Koefisien Aliran Permukaan ……………………………….... 63 Keterkaitan Penggunaan Tanah Tegalan dengan Koefisien Aliran Permukaan ……………………………………….…... 64 Keterkaitan Bentuk DAS dengan Koefisien Aliran Permukaan ………………………………………………....…66 Keterkaitan Lereng dengan Koefisien Aliran Permukaan…… 66 Keterkaitan Luas Daerah Terbangun dengan Koefisien Aliran Permukaan …………………………………………………….. 68 Matriks Hasil Overlay Keterkaitan Variabel Penelitian dengan Koefisien Aliran Permukaan ………………………………. 70
Tabel 5.1.2c Tabel 5.1.3a Tabel 5.1.3b Tabel 5.1.4a Tabel 5.1.4b Tabel 5.1.5 Tabel 5.2.1.1 Tabel 5.2.1.2a Tabel 5.2.1.2b Tabel 5.2.1.2c Tabel 5.2.1.2d Tabel 5.2.1.3 Tabel 5.2.1.4 Tabel 5.2.1.5 Tabel 5.2.2
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.2a Gambar 2.1.2b Gambar 2.1.2c Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2.1 Gambar 4.2.3 Gambar 4.3.1 Gambar 4.3.2 Gambar 4.4 Gambar 4.4.2 Gambar 4.4.4 Gambar 5.1.1.a1 Gambar 5.1.1.a2 Gambar 5.1.1.a3 Gambar 5.1.1.a4 Gambar 5.1.1.b1 Gambar 5.1.1.b2 Gambar 5.1.1.c1 Gambar 5.1.1.c2 Gambar 5.1.3b Gambar 5.1.4 Gambar 5.1.5 Gambar 5.2.1.2a Gambar 5.2.1.2b Gambar 5.2.1.2c Gambar 5.2.1.2d Gambar 5.2.1.4 Gambar 5.2.1.5 Lampiran 2
Siklus Hidrologi ……………………………………………… 7 Proses Evapotranspirasi ……………………………………… 12 Proses Infiltrasi ……………………………………………… 14 Alur Pikir Penelitian ……………………………………….... 26 Satuan Wilayah Sungai Provinsi Lampung ……..………..… 28 Pembagian Sub DAS Sekampung ………………………..…. 30 Pembagian Sub DAS Sekampung untuk Dianalisis....... 31 Wilayah Ketinggian Sub DAS Sekampung ………….... 34 Wilayah Lereng Sub DAS Sekampung………………... 36 Penggunaan Tanah di DAS Sekampung ………………..… 39 Kebun campuran kakao dan tanaman kelapa ……………….41 Tanaman Perkebunan Karet PTPN IX di Tanjung Bintang Lampung Selatan…………………………………………. 42 Bendungan Batutegi Tampak Depan …………………..… 43 Bendungan Batutegi …………………………………….… 44 Bendungan Batutegi Tampak Atas ………………………. 44 Way Jelai Kabupaten Tanggamus ………………………… 45 Sungai Indah Umbul Kunci, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung ……………………………………………….… 45 Sungai Indah Umbul Kunci II, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung ………………………………………… 46 Salah satu sungai di Lampung Timur …………………….. 46 Waduk Way Jepara ……………………………………….. 47 Curah Hujan Tahunan Sub DAS Sekampung …………………. 52 Aliran Permukaan ………………………………...………..….56 Koefisien Aliran Permukaan ……………………...………….. 58 Grafik Luas Hutan dengan Koefisien Aliran Permukaan ……. 60 Grafik Luas Perkebunan dengan Koefisien Aliran Permukaan 62 Grafik Luas Kebun Campuran dengan Koefisien Aliran Permukaan …………………………………………………….63 Grafik Luas Tegalan dengan Koefisien Aliran Permukaan ……65 Grafik Luas Lereng dengan Koefisien Aliran Permukaan …… 67 Grafik Luas Daerah Terbangun dengan Koefisien Aliran Permukaan …………………………………………………….68 Lokasi Stasiun Pengamat Hujan dan Debit ……………………79
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan 2.1 Persamaan 2.4 Persamaan 3.1 Persamaan 3.2
Circularity Ratio (Bentuk DAS) ……………………………19 Kerapatan Jaringan Sungai ………..………………………..19 Aliran Permukaan ……………………..………………….....27 Koefisien Aliran Permukaan ………….……………………27
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12
Nilai Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Sekampung …... 75 Daftar Stasiun Hujan dan Pos Duga Air ………………...…… 79 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Bulok 1, PDA.147 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) …………...…………………..… 80 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Bulok 2, PDA.148 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) ………...………………….…… 81 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Kandis, PDA.150 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) …………………………….…… 82 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Ketibung, PDA.149 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) ………………………….…..… 83 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hilir 1, PDA.146 dan PDA.124 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) ………. 84 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hilir 2, PDA.151 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) ………………………. 85 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hilir 3, PDA.153 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) ………………..…….. 86 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hulu 1, PDA.145 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) ……………………… 87 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hulu 2, PDA.144 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) ………………………. 88 Rata-rata Debit Harian Sub DAS Semah, PDA.126 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) …………………………………. 89
xiv
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya yang terdiri atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak, 2002). Sosrodarsono dan Takeda (1980)
mendefinisikan
DAS
sebagai
daerah
tempat
presipitasi
yang
mengkonsentrasi ke sungai. Merujuk definisi/pengertian DAS di atas, maka DAS dapat dipandang sebagai sistem hidrologi, sistem ekologi, sistem sumberdaya, sistem sosial ekonomi, dan sistem tata ruang pembangunan. Jadi DAS dapat juga dikatakan sebagai suatu ekosistem, dimana di dalam DAS tersebut diidentifikasi komponen-komponen penyusun DAS, serta ditelaah bagaimana interaksi antar komponen tersebut. Selain itu, DAS juga merupakan suatu bioregion yang memiliki wilayah hulu, tengah, dan hilir serta terdapat keterkaitan antar wilayah tersebut. Dalam suatu ekosistem tidak ada komponen yang berdiri sendiri. Antara komponen yang satu selalu bergantung kepada komponen yang lain. Adanya aktivitas dan atau perubahan pada salah satu komponen, akan berpengaruh kepada komponen yang lain. Demikian juga dalam ekosistem DAS, manusia sebagai salah satu komponen dalam DAS berperan sangat menentukan, karena aktivitasnya
dapat
merubah
kondisi
1
tanah
dan
vegetasi.
Universitas Indonesia
2
Perubahan kondisi tanah dan vegetasi, misalnya karena aktivitas pembukaan lahan hutan untuk pertanian, akan mengakibatkan perubahan komponen tata air, terutama hasil air (water yield) yang dihasilkan, sebagai respon kondisi tanah dan vegetasi DAS tersebut terhadap air hujan yang jatuh. Dalam kaitannya dengan variabel DAS ini, khususnya yang terkait dengan proses hidrologi dalam DAS, Seyhan (1995) mengelompokkan variabel-variabel DAS ini menjadi empat kategori yaitu: a.
Variabel iklim
b. Variabel fisik permukaan lahan c.
Variabel output
d. Variabel proses. Variabel iklim meliputi curah hujan dan variabel meteorologis lainnya. Variabel fisik permukaan lahan meliputi variabel morfometri DAS, variabel vegetasi dan penggunaan lahan serta variabel tanah. Aktivitas perubahan tata guna lahan dan/atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya akan memberikan dampak di daerah dimana kegiatan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya. Sebagai contoh, erosi yang terjadi di daerah hulu akibat praktek bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air atau akibat pembuatan jalan yang tidak direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan dampak di daerah dimana erosi tersebut berlangsung (a.l. penurunan produktivitas lahan), tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk penurunan kapasitas tampung waduk dan/atau pendangkalan sungai dan saluransaluran irigasi yang pada gilirannya akan meningkatkan risiko banjir, menurunkan luas lahan irigasi atau bahkan mengganggu jalannya operasi listrik tenaga air (Asdak, 2002).
Universitas Indonesia
3
Lokasi DAS yang dibahas dalam penelitian ini adalah DAS Sekampung, yang secara administratif terletak di Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan, Pesawaran, Pringsewu, Lampung Timur, kota Bandar Lampung dan kota Metro. Adapun dasar penentuan DAS Sekampung sebagai wilayah studi, adalah: 1. DAS Sekampung merupakan DAS yang terbesar kedua setelah DAS Seputih di Provinsi Lampung, DAS ini melintasi tujuh kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan, Pesawaran, Pringsewu, Lampung Timur, kota Bandar Lampung dan kota Metro. 2. DAS Sekampung banyak terdapat bangunan-bangunan vital, yaitu bendungan Batutegi yang berfungsi sebagai sumber air irigasi serta pembangkit listrik, bendungan Argoguruh dan sarana irigasi teknis. 3. Bagian Hulu DAS Sekampung didominasi oleh lahan kritis, sehingga saat ini DAS Sekampung masuk dalam kategori DAS Prioritas I (Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Way Seputih - Way Sekampung, 2006). 1.2 Masalah Bagaimana pengaruh koefisien aliran permukaan dengan jenis penggunaan tanah, bentuk DAS dan curah hujan di DAS Sekampung antara tahun 19952010?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh jenis penggunaan tanah, bentuk DAS dan curah hujan terhadap koefisien aliran permukaan.
1.4 Batasan Penelitian a) Penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentuk alami maupun buatan manusia. b) Hujan adalah air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap di atmosfer.
Universitas Indonesia
4
c) Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh pada suatu wilayah yang tercatat dalam stasiun pengamat hujan selama periode tertentu yang diukur dengan satuan milimeter (mm). d) Lereng adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang datar. Nilainya merupakan perbedaan jarak vertikal untuk setiap jarak horizontal dalam satuan yang sama. e) Pola aliran sungai adalah pola yang terbentuk oleh suatu jaringan aliran sungai satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar. Pola aliran sungai dipengaruhi oleh struktur batuan dasarnya. f) Pola aliran sungai dendritik adalah pola sungai yang sungai-sungainya membentuk susunan seperti tulang-tulang daun. g) Hulu sungai adalah bagian alur sungai yang terdekat dengan titik tertinggi dari alur sungai. Dengan ciri lereng curam (>15%), debit relatif kecil, sungai relatif sempit dan ukuran material relatif besar. h) Hilir sungai adalah bagian alur sungai yang tedekat dengan muara sungai. Dengan ciri lereng landai (<8%), debit relatif besar, sungai relatif lebar dan ukuran material halus. i) Tengah sungai memiliki karakteristik diantara hulu dan hilir. j) Aliran permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran langsung (direct runoff). Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu singkat, sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utama terjadinya banjir. k) Debit air (water discharge, Q) adalah volume air yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan m³/detik. l) Debit puncak atau debit banjir (Qmaks) adalah besarnya volume air maksimum yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu, dalam satuan m³/detik.
Universitas Indonesia
5
m) Debit minimum (Qmin) adalah besarnya volume air minimum yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu, dalam satuan m³/detik. n) Koefisien aliran permukaan merupakan bilangan yang menunjukan perbandingan antara besarnya nilai aliran permukaan dalam satuan millimeter (mm) terhadap besarnya nilai curah hujan dalam satuan mm. o) DAS Sekampung dalam penelitian ini dibagi menjadi enam (6) Sub DAS, yaitu Sub DAS Sekampung Hulu, Sub DAS Sekampung Hilir, Sub DAS Bulok, Sub DAS Semah, Sub DAS Kandis dan Sub DAS Ketibung. p) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam Sub DAS - Sub DAS. q) Wilayah Sungai (WS) atau wilayah DAS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air sebagai hasil penggabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai.
Universitas Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) 2.1.1 Pengertian DAS Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya yang terdiri atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak, 2002). Sosrodarsono dan Takeda (1980)
mendefinisikan
DAS
sebagai
daerah
tempat
presipitasi
yang
mengkonsentrasi ke sungai. Sandy (1985b) mendefinisikan DAS sebagai bagian dari muka bumi, yang airnya mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan, apabila hujan jatuh; sebuah pulau selamanya terbagi habis ke dalam DaerahDaerah Aliran Sungai. Aliran DAS adalah satu kesatuan yang di mulai dari hulu, tengah sampai ke hilir. Hulu sungai/DAS adalah bagian alur sungai yang terdekat dengan titik tertinggi dari alur sungai (Sandy, 1985b). Secara biogeofisik, bagian hulu dicirikan dengan merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya berupa tegakan hutan (Asdak, 2002) serta memiliki nilai debit relatif kecil, alur sungai relatif sempit dan ukuran material/sedimen relatif besar. Bagian tengah DAS/sungai memiliki karakteristik diantara hulu dan hilir, dengan kata lain bagian tengah merupakan daerah transisi dari hulu dan hilir (Asdak, 2002). Dengan nilai kelerengan umumnya antara 8-15%.
6
Universitas Indonesia
7
Hilir sungai/DAS menurut Sandy (1985b) adalah bagian alur sungai yang tedekat dengan muara sungai. Sedangkan menurut Asdak (2002), bagian hilir memiliki ciri merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan bakau/gambut; serta memiliki nilai debit relatif besar, sungai relatif lebar dan ukuran material halus.
2.1.2 Siklus Hidrologi Daerah aliran sungai sebagai ekosistem alami terjadi proses-proses biofisik hidrologis di dalamnya, dimana proses-proses tersebut merupakan bagian dari suatu siklus hidrologi (lihat Gambar 2.1.2a).
Gambar 2.1.2a Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses sirkulasi air bumi yang terjadi secara terus-menerus, dimulai dari penguapan, uap air menjadi awan, awan terkondensasi menjadi presipitasi, presipitasi ini bisa dalam bentuk salju, hujan es, hujan dan embun. Air hujan yang jatuh terkadang tertahan oleh tajuk vegetasi, Universitas Indonesia
8
biasa disebut sebagai intersepsi, air hujan yang jatuh ke permukaan bumi menjadi aliran permukaan dan air tanah lalu mengalir ke laut dan menguap kembali. Pemanasan sinar matahari akan menyebabkan penguapan air yang berada di lautan ataupun di daratan. Air yang menguap dari daratan dan lautan akan berubah menjadi awan dan kemudian mengembun dan jatuh sebagai hujan ataupun salju ke permukaan tanah dan lautan. Sebagian air sebelum jatuh ke permukaan tanah atau lautan segera menguap kembali, sebagian air jatuh akan tertahan oleh tumbuhan, sebagian menguap dan sebagian mengalir terus hingga tiba di permukaan tanah. Air hujan yang jatuh ke daratan, sebagian mengalir sebagai air permukaan (sungai, danau dan genangan air), sebagian meresap ke dalam tanah sebagai air tanah yang mengisi rongga dan pori lapisan tanah/batuan mengalir menuju ke laut/danau atau muncul di permukaan sebagai mata-air, dan sebagian lagi menguap langsung ataupun melalui tumbuhan (intersepsi dan transpirasi). Pada kondisi tertentu air tanah dapat tertahan dan tersimpan membentuk waduk air tanah. Sirkulasi air terjadi secara terus-menerus mulai dari penguapan, presipitasi dan jatuh sebagai hujan, mengalir di daratan melalui sungai, air tanah, terus ke laut, dan begitu seterusnya. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
2.1.3 Hidrologi DAS DAS yang mencakup hulu sampai hilir merupakan unit wilayah pengamatan siklus hidrologi di darat yang berbatas tegas dan terukur dengan rangkaian pokok kejadian, meliputi: a.
Presipitasi (Hujan) Sandy, (1985b) menyatakan banyak sedikitnya jumlah hujan yang jatuh di
suatu daerah di Indonesia sangat bergantung pada hal-hal di bawah ini:
Universitas Indonesia
9
(a) Letak Daerah Konfergensi Antar Tropik (DKAT) DKAT ini merupakan suatu “zone”, atau daerah yang lebar, di mana suhu udara sekitarnya adalah yang tertinggi. Karena itu pula DKAT ini disebut juga ekuator termal. Suhu tinggi ini menyebabkan tekanan udara di atas zone itu rendah. Untuk keseimbangan, udara dari daerah yang bertekanan tinggi, bergerak ke daerah dengan tekanan udara rendah ini. Karena daerah bertekanan udara rendah itu adalah juga daerah dengan suhu udara tertinggi, gerakan udara dari daerah dengan tekanan udara tinggi ke daerah dengan tekanan udara rendah itu disertai pula dengan gerakan udara naik, sebagai akibat daripada pemanasan. Gerakan naik daripada udara itu, membawa akibat menurunnya kembali suhu udara tersebut. Udara atau angin yang dalam perjalanannya menuju DKAT melalui perairan yang banyak, banyak pula mengandung uap air, lebih-lebih pada saat suhunya tinggi. Dengan menurunnya suhu udara tersebut, yang diakibatkan oleh gerakan naiknya di DKAT, sebagian dari uap air yang dikandung akan jatuh sebagai hujan, jenis hujan ini dinamakan sebagai hujan konveksi. (b) Bentuk medan Medan berbukit atau bergunung akan memaksa udara atau angin bergerak naik untuk bisa melintasi punggung pegunungan. Bentuk medan juga mengakibatkan suhu udara turun dan bersama dengan turunnya suhu itu pula kemampuannya untuk mengandung uap air turun. Tiap naik 100 m, suhu akan turun 0,5 0C. Sebagian dari uap air akan jatuh sebagai hujan, jenis hujan ini disebut dengan hujan orografi. (c) Arah lereng medan (exposure) Lereng medan yang menghadap arah angin akan mendapat hujan lebih banyak daripada lereng medan yang membelakangi arah angin (bayangan hujan) seperti kota Palu dan Bandung. Kedua kota ini terletak di balik “bukit” dari arah datangnya angin pembawa hujan.
Universitas Indonesia
10
(d) Arah angin sejajar dengan arah garis pantai Kadang-kadang ada terdapat, arah angin itu sejajar dengan arah garis pantai. Akibatnya, suhu udara tidak berubah, dan karena itu pula hujan tidak jatuh. (e) Jarak perjalanan angin di atas medan datar Angin yang membawa hujan, adalah angin yang berhembus dari atas perairan ke arah daratan. Kalau medan datar yang dilalui angin itu lebar, serta sifat permukaannya tidak berubah, hujan mungkin turun ada pada bagian medan dekat pantai, dan selanjutnya tidak lagi ada hujan. Hujan adalah air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap di atmosfer (Seyhan, 1995). Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagian aliran air tanah (groundwater flow). Agar terjadi proses pembentukan hujan, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi: 1) Tersedia udara lembab, 2) Tersedia sarana, keadaan yang dapat mengangkat udara tersebut ke atas sehingga terjadi kondensasi.
Udara lembab biasanya terjadi karena adanya gerakan udara mendatar, terutama sekali yang berasal dari atas lautan, yang dapat mencapai ribuan kilometer. Terangkatnya udara ke atas dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu: 1) Konvektif, bila terjadinya ketidakseimbangan udara karena panas setempat dan udara bergerak ke atas dan berlaku proses adiabatik. Hujan yang terjadi disebut hujan konvektif, dan biasanya merupakan hujan dengan intensitas tinggi, dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat dan di daerah yang relatif sempit. Di Indonesia hujan jenis ini terjadi umumnya pada sore hari. Universitas Indonesia
11
2) Hujan siklon, bila gerakan udara ke atas terjadi akibat adanya udara panas yang bergerak di atas lapisan udara yang lebih padat dan lebih dingin. Hujan jenis ini biasanya terjadi dengan intensitas sedang, mencakup daerah yang luas dan berlangsung lama. 3) Hujan orografik, terjadi karena udara bergerak ke atas akibat adanya pegunungan. Akibatnya, terjadi dua daerah yang disebut daerah hujan dan daerah bayangan hujan. Sifat hujan ini dipengaruhi oleh sifat dan ukuran pegunungan.
b.
Intersepsi, Evapotranspirasi dan Infiltrasi Setelah air hujan jatuh, rangkaian kejadian yang selanjutnya dapat
berlangsung adalah intersepsi, evapotranspirasi dan infiltrasi. (i)
Intersepsi Intersepsi air hujan adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan atau kemudian mengalir melalui batang serasah atau permukaan tanah. Di samping itu juga ada yang langsung jatuh ke bumi tanpa melalui media perantara (troughfall). Hilangnya sebagian air hujan oleh proses intersepsi pada prinsipnya merupakan proses evaporasi, dan karena dalam proses ini hanya tersedia sejumlah energi (matahari) dalam periode waktu tertentu, maka energi tersebut akan dimanfaatkan untuk berlangsungnya penguapan air dari dalam vegetasi (transpirasi) atau berlangsungnya penguapan air hujan dari permukaan daun (intersepsi). Hasil penelitian para pakar hidrologi hutan menunjukkan bahwa intersepsi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jumlah air hujan yang akan menjadi air tanah (infiltrasi) dan atau aliran permukaan. Sementara hasil penelitian dari beberapa daerah hutan hujan tropis Amazon, Afrika dan Asia menunjukkan besarnya air hujan yang terintersepsi oleh vegetasi hutan bervariasi antara 10 - 35% dari total hujan yang turun di daerah tersebut (Asdak, 2002). Universitas Indonesia
12
Proses intersepsi secara umum dipengaruhi oleh dua hal, yaitu vegetasi dan iklim. Vegetasi dalam hal ini luas vegetasi hidup dan mati, bentuk dan ketebalan daun serta cabang vegetasi. Iklim dalam hal ini jumlah, jarak dan lama waktu antar kejadian hujan, intensitas hujan, kecepatan angin, dan beda suhu permukaan tajuk dan suhu atmosfer. (ii)
Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang diuapkan ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, vegetasi serta tutupan lahan lainnya oleh adanya
pengaruh
faktor-faktor
iklim
dan
fisiologis
vegetasi.
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi (proses penguapan dari perubahan wujud air menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan bumi kecuali vegetasi), intersepsi (penguapan air dari permukaan vegetasi ketika hujan berlangsung) dan transpirasi (perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun dan akhirnya menguap ke atmosfer). Untuk lebih jelasnya mengenai proses evapotranspirasi, lihat Gambar 2.1.2b.
Gambar 2.1.2b Proses Evapotranspirasi
Universitas Indonesia
13
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya evapotranspirasi antara lain faktor meteorologi (radiasi matahari, suhu udara dan suhu permukaan, kelembaban, angin dan tekanan atmosfer, faktor geografi, karakter dan lengas tanah, tipe dan kerapatan vegetasi serta ketersediaan air). Penentuan besarnya evapotranspirasi dapat dilakukan dengan pengukuran langsung menggunakan panci evaporasi atau lysimeter, dapat juga diperkirakan dengan
menggunakan
metoda
Thornthwaite,
Blaney-Criddle
atau
Pennman. (iii) Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya aliran air (umumnya berasal dari air hujan) ke dalam tanah. Aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat dari gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Gaya gravitasi mempengaruhi laju infiltrasi, laju infiltrasi ini dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Isilah infiltrasi ini hampir mirip dengan perkolasi, perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, setelah lapisan tanah bagian atas jenuh akibat infiltrasi, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat dari gaya gravitasi bumi (lihat Gambar 2.1.2c). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju infiltrasi selain gaya gravitasi bumi adalah karakteristik hujan (jumlah dan intensitas), kondisi tanah (jenis tekstur, struktur, permeabilitas, kepadatan dan kelembaban) dan vegetasi penutup (perakaran dan serasah). Vegetasi selain sebagai sarana intersepsi yang dapat mengatur air hujan agar tidak mencapai tanah secara langsung (bergantung pula pada intensitas hujan yang terjadi) sehingga dapat memberikan waktu pada tanah untuk menampung infiltrasi yang lebih bertahap dan berangkai dengan perkolasi sehingga permukaan tanah tidak lekas jenuh (yang bergantung pada karakteristik tanahnya). Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
Universitas Indonesia
14
(a) Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume limpasan permukaan pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan. (b) Menggunakan Infiltrometer (c) Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.
Gambar 2.1.2c Proses Infiltrasi c.
Aliran Permukaan Air hujan yang mengalami proses intersepsi atau yang langsung jatuh ke bumi
(throughfall) tetapi tidak mengalami evapotranspirasi atau infiltrasi akan langsung dialirkan menuju saluran drainase daerah tangkapan air (sungai) dan atau danau serta laut, disebut limpasan permukaan atau aliran permukaan. Besar kecilnya limpasan permukaan ditentukan antara lain oleh curah hujan yang meliputi jumlah, durasi dan intensitasnya serta karakter daerah aliran sungai yang meliputi bentuk, ukuran, topografi, geologi, tanah dan tata guna lahan (jenis dan kerapatan vegetasi) DAS.
Universitas Indonesia
15
Limpasan permukaan bersama dengan air bawah permukaan yang keluar ke permukaan akan membentuk aliran permukaan yang terakumulasi membentuk aliran sungai. Aliran bawah permukaan yang keluar ke permukaan yang mengalir ke badan sungai disebut sebagai aliran dasar. Air bawah permukaan pada dasarnya dapat berasal dari air hujan yang terinfiltrasi. Air bawah permukaan dapat muncul ke permukaan karena pengaruh faktor geologi, faktor manusia yang sengaja mengambil air bawah permukaan, faktor vegetasi (namun sebagian besar ditranspirasikan), serta perpaduan dengan perbedaan tekanan air bawah tanah permukaan yang dapat mengakibatkan kemunculannya di permukaan. Debit air sungai secara umum akan meningkat jika hujan turun pada daerah tangkapannya, besar kecilnya peningkatan debit bergantung pada jumlah limpasan permukaan yang dihasilkan. Sementara itu, pada musim kemarau besar kecilnya debit air sungai akan bergantung pada aliran dasar.
2.1.4 Morfologi DAS DAS dibagi menjadi wilayah hulu, tengah dan hilir. Hulu sungai/DAS adalah bagian alur sungai yang terdekat dengan titik tertinggi dari alur sungai (Sandy, 1985b). secara biogeofisik, bagian hulu dicirikan dengan merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya berupa tegakan hutan (Asdak, 2002), serta memiliki nilai debit relatif kecil, alur sungai relatif sempit dan ukuran material/sedimen relatif besar. Bagian tengah DAS/sungai memiliki karakteristik di antara hulu dan hilir, dengan kata lain bagian tengah merupakan daerah transisi dari hulu dan hilir (Asdak, 2002). Dengan nilai kelerengan umumnya antara 8-15%.
Universitas Indonesia
16
Hilir sungai/DAS menurut Sandy (1985b) adalah bagian alur sungai yang tedekat dengan muara sungai. Sedangkan menurut Asdak (2002), bagian hilir memiliki ciri merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan bakau/gambut; setrta memiliki nilai debit relatif besar, sungai relatif lebar dan ukuran material halus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wilayah hulu merupakan wilayah yang berbukit atau bergunung, wilayah tengah merupakan wilayah dataran yang bergelombang dan wilayah hilir merupakan wilayah dataran relatif landai. Kelerengan yang besar pada wilayah hulu mengakibatkan air akan berpotensi bergerak lebih cepat dibandingkan pada wilayah datar di hilir. Dengan energi kinetik air yang lebih besar dari daerah hilir, daerah hulu merupakan daerah yang potensial untuk dikikis karena kemiringannya dan material kikisan tersebut akan diendapkan di daerah hilir yang datar. Mempertimbangkan cepatnya pergerakan air pada daerah hulu, maka akan meningkatkan potensi untuk kehilangan air, dalam arti tanah tidak akan menyerap sebaik pada wilayah datar, disesuaikan dengan jenis dan karakteristik fisik terutama jenis tanah dan batuan, jika tidak dibantu dengan penahan air dari intersepsi dan infiltrasi melalui serasah. Dengan bantuan penahan air tersebut, diharapkan masih ada kemungkinan untuk mendapatkan cadangan air yang tersimpan dalam tanah dan mengalir sebagai aliran dasar.
2.1.5 Ekosistem DAS DAS sebagai ekosistem adalah DAS yang terdiri dalam dua komponen, yaitu komponen fisik wilayah dan komponen hayati serta kehadiran manusia sebagai pengelola. Komponen fisik wilayah bersifat relatif konstan dan hayati yang relatif dinamik serta rentan terhadap gangguan. Komponen ini memiliki peran dalam perlakuan terhadap air pada siklus hidrologi yang terjadi. Dalam
Universitas Indonesia
17
ekosistem akan terjadi suatu keterkaitan antar komponen yang menyusunnya dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi satu sama lain. Karena DAS merupakan suatu ekosistem, maka terhadap setiap masukan yang terjadi ke dalam ekosistem tersebut dapat dilakukan evaluasi dari proses yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat output dari ekosistem tersebut. Input berupa curah hujan sedangkan output berupa debit air sungai dan/atau muatan sedimen. Komponen-koponen ekosistem DAS di kebanyakan daerah di Indonesia terdiri atas manusia, vegetasi, tanah dan sungai. Hujan yang jatuh di suatu DAS akan mengalami interaksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS tersebut, yang pada gilirannya akan menghasilkan output berupa debit, muatan sedimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai (Asdak, 2002) . Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena memiliki fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Asdak, 2002). Seiring pertumbuhan jumlah manusia Indonesia yang semakin meningkat pesat, beserta berbagai kebutuhan untuk memenuhi hajat hidupnya terutama ruang untuk tempat tinggal dan tempat mencari nafkah, maka tak dapat dipungkiri jika pada akhirnya campur tangan manusia dengan kemajuan ilmu pengetehuan dan teknologi (iptek) yang dikuasainya menjadi faktor yang cukup dominan dalam manentukan berbagai proses terutama proses hidrologis dalam DAS.
Universitas Indonesia
18
2.1.6 Morfometri DAS Parameter morfometri DAS perlu diidentifikasi sebagai karakteristik DAS terutama dalam kaitannya dengan proses pengaturan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS tersebut. Proses-proses yang terjadi antara lain adalah banyaknya air hujan yang dialirkan secara langsung atau tertahan di dalam DAS, cepat atau lambatnya air hujan tersebut dialirkan atau tertahan di dalam DAS, dan waktu tempuh air hujan yang jatuh dari tempat terjauh dalam DAS menuju outlet (waktu konsentrasi). Semua parameter tersebut sangat mempengaruhi terjadinya fluktuasi banjir, baik banjir yang berbentuk genangan (inundasi) maupun banjir bandang yang mungkin terjadi di DAS tersebut. Morfometri DAS merupakan karakteristik DAS yang bersifat kuantitatif. Parameter morfometri DAS merupakan karakteristik DAS yang sangat penting, dalam kaitannya dengan respon air hujan yang jatuh di dalam DAS tersebut menjadi runoff. Dalam kaitannya dengan analisis hubungan hujan yang jatuh dengan runoff yang terjadi, informasi morfometri DAS umumnya diperlukan untuk menggambarkan adanya
hubungan
atau
keterkaitan antara runoff yang terukur sebagai debit atau tersaji dalam bentuk hidrograf dengan parameter morfometri tersebut. Sebagai contoh parameter bentuk DAS berhubungan erat dengan bentuk hidrograf suatu DAS. Kerapatan
jaringan
sungai,
gradien
sungai
dan
lain-lain
akan
mempengaruhi banyaknya air hujan dialirkan secara langsung atau tertahan di dalam DAS. Cepat atau lambatnya air hujan tersebut dialirkan atau tertahan di dalam DAS, dan waktu tempuh yang digunakan oleh air hujan yang jatuh dari tempat terjauh dalam DAS menuju outlet (waktu konsentrasi). Semua parameter tersebut sangat mempengaruhi terjadinya fluktuasi banjir. Berikut adalah komponen morfometri DAS yang dikaji dalam penelitian ini:
Universitas Indonesia
19
2.1.6.1 Bentuk DAS Koefisien corak/bentuk DAS merupakan perbandingan antara luas DAS dengan panjang sungainya. Bentuk DAS ini mempunyai pengaruh terhadap pola aliran sungai dan ketajaman puncak debit banjir, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya aliran. Setelah Daerah Aliran Sungai ditentukan batasnya, maka bentuk DAS dapat diketahui. Bentuk DAS ini sukar untuk dinyatakan secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi DAS, dapat dibuat suatu indeks yang didasarkan pada circularity ratio DAS. Umumnya bentuk DAS dapat dibedakan menjadi bentuk : memanjang, radial (membulat), paralel (elips) dan kompleks. Berdasarkan Miller (1953 dalam Seyhan, 1977), penentuan bentuk DAS dapat menggunakan rumus circularity ratio sebagai berikut:
..…….(2.1) Keterangan: A : Luas DAS ( km2 ) P : Keliling (perimeter) DAS (km) 2.1.6.2 Kerapatan Jaringan Sungai Kerapatan jaringan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan 2.2 :
…….. (2.2) Keterangan: Dd : indeks kerapatan jaringan sungai (km/km2) L : jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km) A : luas DAS (km2) Universitas Indonesia
20
Adapun klasifikasi indeks kerapatan jaringan sungai tersebut adalah : -
Dd: < 0,25 km/km 2 : Rendah
-
Dd: 0,25 - 10 km/km2 : Sedang
-
Dd: 10 - 25 km/km2 : Tinggi
-
Dd: > 25 km/km2 : Sangat tinggi
Berdasarkan indeks tersebut di atas, dapat diperkirakan suatu gejala yang berhubungan dengan aliran sungai, yaitu : - Jika nilai Dd rendah, maka alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur sungai yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang mempengaruhinya sama. - Jika nilai Dd sangat tinggi, maka alur sungainya melewati batuan yang kedap air. Keadaan ini akan menunjukan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu daerah dengan Dd rendah melewati batuan yang permeabilitasnya besar. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977), biasanya indeks kerapatan jaringan sungai adalah 0,3 - 0,5, dan dianggap sebagai indeks yang menunjukan keadaan topografi dan geologi dalam DAS. Indeks kerapatan jaringan sungai akan kecil pada kondisi geologi yang permeabel, di pegunungan-pegunungan dan di lereng-lereng curam, tetapi besar untuk daerah yang banyak curah hujannya. Menurut Lynsley (1949), jika nilai kerapatan jaringan sungai lebih kecil dari 1 mile/mile2 (0,62 km/km2), maka DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan jaringan sungai lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,10 km/km2), maka DAS akan sering mengalami kekeringan.
Universitas Indonesia
21
2.1.6.3 Pola Aliran Sungai Sungai dalam suatu DAS mengikuti aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk pola tertentu. Pola tersebut tergantung dari kondisi topografi, geologi, iklim, dan vegetasi yang terdapat di dalam DAS yang bersangkutan. Secara keseluruhan kondisi tersebut menentukan karakteristik sungai dalam hal pola alirannya. Menurut Soewarno (1991), terdapat beberapa pola aliran yang ada, yaitu: a. Dendritik, pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas, misalnya suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah. Penampakan dari pola aliran ini seperti percabangan pohon dengan cabang yang tidak teratur dengan arah dan sudut beragam. b. Radial, pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan topografi berbentuk kubah. c. Rektangular, terdapat di daerah batuan kapur. d. Trelis, biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan. Penampakan dari pola aliran ini yaitu percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus dan sungai utama hampir sejajar. Pada pola aliran dendritik yang mencirikan sebagian besar sungai-sungai di Indonesia, dapat dijumpai dalam kondisi yang berbeda-beda menurut batuannya. Kombinasi pola aliran dendritik dan trelis dapat dijumpai pada rangkaian pegunungan yang sejajar dan terdapat pada batuan struktural terlipat dengan tekstur halus sampai sedang. Pada topografi dengan lereng seragam, pola aliran yang terbentuk adalah denditrik medium, sedangkan pada topografi berteras kecil, pola aliran denditrik yang terbentuk adalah dendritik halus. Universitas Indonesia
22
Bentuk pola dendritik yang lain adalah kombinasi dendritik rektangular yang terdapat pada batuan metamorf dengan puncak membulat. Pola ini memiliki saluran yang hampir sejajar, dalam dan bertekstur halus hingga sedang. Bentuk ini terjadi pada daerah basah. Pada batuan metamorf dengan bentuk topografi berpuncak sejajar, dapat membentuk pola dendritik rektangular halus dan terjadi pada daerah kering. Pada batuan beku, bentuk pola aliran yang terbentuk sedikit berbeda, yaitu pada topografi yang menyerupai bukit membulat di daerah basah, pola aliran yang terbentuk adalah dendritik medium. 2.2 Penggunaan Tanah Sandy (1985a) menyatakan bahwa penggunaan tanah merupakan indikator dari aktivitas masyarakat di suatu tempat. Ini berarti tindakan manusia terhadap tanahnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan nampak dari penggunaan tanah yang ada di sekitarnya. Penggunaan tanah pada hakikatnya merupakan perpaduan dari faktor sejarah, fisik, sosial budaya, ekonomi terutama letak (Sandy, 1985b). Ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah secara umum, yaitu: 1. Faktor lingkungan fisik, sebagai faktor pembatas manusia dalam menggunakan tanah. Sandy (1985a) menyatakan dua unsur kunci yang mempengaruhi penggunaan tanah adalah lereng dan ketinggian. Namun demikian yang menentukan penggunaan tanah untuk suatu bidang usaha bukan sifat fisik tanahnya, melainkan manusianya. 2. Faktor lokasi dan aksesibilitas, merupakan faktor pembatas penggunaan tanah yag mempengaruhi penduduk untuk menetap dan melakukan kegiatan ekonomi. Semakin jauh suatu tempat dari pusat usaha maka semakin berkurang penggunaan tanah non pertaniannya.
Universitas Indonesia
23
3. Faktor manusia, merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi penggunaan tanah suatu wilayah. Dalam hal ini aspek-aspek manusia yang berpengaruh adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertambahan penduduk dan penyebarannya. Pada umumnya semakin tinggi tingkat faktor-faktor tersebut, maka akan semakin tinggi pula ragam intensitas penggunaan tanahnya. Interaksi dari vegetasi, tanah, air serta intervensi manusia melalui penggunaan teknologi akhirnya membentuk berbagai karakteristik penggunaan tanah baik berupa hutan maupun non hutan, seperti pertanian, perkebunan, permukiman, perikanan, pertambangan dan sebagainya. Setiap penggunaan lahan tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan tanggapan terhadap air hujan yang jatuh di atasnya sehingga menghasilkan keragaman output dari komponen hidrologi, seperti meningkatnya debit banjir, tingginya perbedaan antara debit maksimum dan minimum, menurunnya indeks produktivitas air tanah, dan menurunnya frekuensi presipitasi.
2.3 Tingkat Kekritisan Suatu DAS Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau.
2.4 Koefisien Aliran Permukaan (runoff coefficient) Koefisien
aliran
permukaan
(C)
merupakan
bilangan
yang
menunjukkan nisbah (perbandingan) antara besarnya aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan penyebabnya (Asdak, 2002). Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 yang artinya 10% dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan.
Universitas Indonesia
24
Angka koefisien aliran permukaan merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS sudah mengalami gangguan (fisik). Nilai C yang besar menunjukkan lebih banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan. Hal ini kurang menguntungkan dari segi pencagaran sumberdaya air, karena besarnya air yang akan menjadi air tanah berkurang. Kerugian lainnya adalah dengan semakin besarnya jumlah air hujan yang menjadi aliran permukaan, maka ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar. Angka C berkisar antara 0 - 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedang nilai C = 1, menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Di lapangan, angka koefisien aliran permukaan biasanya lebih besar dari 0 dan lebih kecil dari 1. Koefisien aliran permukaan berkaitan erat dengan debit air sungai. Bertambahnya jumlah lahan terbangun berarti sebagian besar air hujan akan mengalir ke saluran drainase dan berakhir di sungai. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya debit maksimum sungai dan debit minimum sungai mengalami penurunan karena semakin sedikit porsi air hujan yang tersimpan dalam tanah. Hal ini berakibat menurunnya debit aliran dasar (base flow) sungai, perbedaan antara debit maksimum dan debit minimum semakin besar, dan aliran sungai sangat bergantung pada jumlah presipitasi (tidak stabil). Pada akhirnya, hal ini akan mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Upaya untuk mempertahankan kondisi penggunaan tanah agar tetap terjaga baik, harus ditingkatkan. Kondisi penggunaan tanah memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap meningkatnya nilai C, karena faktor fisik yang lain (lereng, infiltasi dan kerapatan aliran) sudah memberikan kontribusi yang sangat tinggi terhadap nilai C, sehingga konversi sedikit saja dari penggunaan tanah hutan menjadi penggunaan tanah lain, akan meningkatkan nilai C secara drastis, yang berarti semakin tinggi kemungkinan terjadinya banjir.
Universitas Indonesia
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori Koefisien aliran permukaan merupakan bahasan utama penelitian ini dengan menempatkan curah hujan dan aliran permukaan sebagai unit analisis dari koefisien aliran permukaan tersebut. Koefisien aliran permukaan, curah hujan, penggunaan tanah dan aliran permukaan memiliki kesamaan dalam faktor yang mempengaruhinya yaitu lereng dan ketinggian. Lereng dan ketinggian berperan secara langsung terhadap laju aliran permukaan dan penggunaan tanah. Koefisien aliran permukaan dipengaruhi oleh iklim, tanah, vegetasi, manusia dan topografi. Iklim mempengaruhi terjadinya jumlah dan intensitas hujan, tanah mempengaruhi tekstur dan struktur tanah, vegetasi mempengaruhi vegetasi penutup tanah dan penggunaan tanah serta pengelolaan tanaman, manusia berpengaruh terhadap pengelolaan dan pemanfaatan tanah/penggunaan tanah, dan topografi mempengaruhi perbandingan panjang dan kemiringan lereng serta ketinggian. Koefisien aliran permukaan didapatkan melalui perbandingan laju aliran permukaan dalam satuan milimeter (mm) dengan jumlah curah hujan dalam mm. Ketinggian, lereng dan penggunaan tanah berperan untuk mempengaruhi besar kecilnya laju aliran permukaan yang terjadi pada saat hujan turun. Penjabaran mengenai alur pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. 3.2 Variabel-Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1) Curah hujan 2) Aliran Permukaan 3) Penggunaan tanah hutan, tegalan, perkebunan dan kebun campuran. 4) Lereng > 25% 5) Bentuk DAS
25
Universitas Indonesia
26
DAS Sekampung
Curah Hujan Bentuk DAS
Lereng > 25%
Aliran Permukaan
Penggunaan tanah: - Hutan - Perkebunan - Kebun Campuran - Tegalan
Koefisien Aliran Permukaan Di DAS Sekampung
Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian
3.3 Pengumpulan Data Sesuai dengan tujuan penelitian, data-data sekunder yang dibutuhkan adalah: a.
Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000 yang didapat dari Bakosurtanal.
b.
Peta Batas DAS dan Sub DAS yang didapat dari Departemen Kehutanan Lampung.
c.
Data curah hujan bulanan tahun 1995 - 2010 yang didapat dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung.
d.
Data debit sungai bulanan tahun 1995 - 2010 yang didapat dari BBWS Mesuji Sekampung.
3.4 Pengolahan Data a. Melakukan proses digitasi pada peta administrasi dan pola aliran sungai untuk menentukan batas administrasi wilayah penelitian. b. Membuat peta wilayah ketinggian dan lereng dari hasil analisis kontur yang bersumber dari data Digital Elevation Model (DEM).
Universitas Indonesia
27
c. Manajemen data numerik, antara lain berupa: -
Tabulasi data curah hujan yang diolah menjadi data curah hujan bulanan.
-
Tabulasi data aliran permukaan (AP) bulanan yang diperoleh dari data debit. Data aliran permukaan ini merupakan selisih dari debit rata-rata total dengan debit rata-rata minimum (dalam satuan m3/dtk). Untuk mengubah nilai aliran permukaan dari m3/dtk menjadi mm, menggunakan rumus berikut:
(
)= (3.1)
-
Mengolah data koefisien aliran permukaan dengan melakukan perbandingan antara nilai aliran permukaan dengan curah hujan menjadi data koefisien aliran permukaan bulanan. ( )=
( (
) )
(3.2)
3.5 Analisis Data Analisis yang digunakan untuk menjawab masalah adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis deskriptif komparatif dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan teknik cross table untuk menghasilkan keterkaitan antara variabel penelitian dengan koefisien aliran permukaan. Variabel-variabel yang memiliki domain keruangan (curah hujan, lereng, ketinggian, penggunaan tanah) disajikan dalam bentuk peta. Dengan sajian informasi dalam bentuk peta akan sangat bermanfaat untuk bisa melihat pola sebaran keruangan dari objek yang dipetakan. Di samping itu informasi juga disajikan dalam bentuk tabel, terutama untuk data non spasial dan atribut luasan peta.
Universitas Indonesia
BAB IV FAKTA WILAYAH
4.1 Pembagian DAS di Propinsi Lampung Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.11a/PRT/ M/2006 dijadikan dasar untuk membedakan lima sungai besar di Lampung, yaitu Way Mesuji, Way Tulang Bawang, Way Seputih, Way Sekampung dan Way Semangka menjadi tiga Satuan Wilayah Sungai (SWS), yaitu WS Mesuji - Tulang Bawang; WS Seputih - Sekampung; dan WS Semangka untuk mempermudah pengelolaan wilayah sungai tersebut. Wilayah Sungai Seputih - Sekampung dibagi kembali menjadi empat DAS, yaitu DAS Seputih, Sekampung, Kambas - Jepara dan Bandar Lampung Kalianda. Pembagian Wilayah Sungai dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Satuan Wilayah Sungai Provinsi Lampung
28
Universitas Indonesia
29
4.2 Lokasi Penelitian Secara geografis DAS Sekampung terletak antara 104°31’00” 105°49’00” BT dan 05°10’00” - 05°50’00”LS. Luas DAS Sekampung luas lebih kurang 477.439 ha atau 4.774,39 km2. Secara administratif, DAS Sekampung melintasi 7 kabupaten/kota, yaitu kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan, Lampung Timur, Pesawaran, Pringsewu, kota Bandar Lampung dan kota Metro. Dalam identifikasi karakteristik DAS Sekampung, DAS Sekampung dibagi ke dalam enam Sub DAS. yaitu Sub DAS Sekampung Hulu, Sub DAS Sekampung Hilir, Sub DAS Bulok, Sub DAS Semah, Sub DAS Kandis dan Sub DAS Ketibung. Secara rinci masing-masing wilayah dan proporsinya disajikan pada Tabel 4.2.1.
Tabel 4.2.1 Pembagian Sub DAS beserta Luasannya No 1 2 3 4 5 6
Nama Sub DAS Sub DAS Sekampung Hulu Sub DAS Sekampung Hilir Sub DAS Bulok Sub DAS Semah Sub DAS Kandis Sub DAS Ketibung Total
Luas (Ha) 80.630 184.749 88.737 25.358 43.783 54.182 477.439
Luas (Km2) 806,30 1.847,49 887,37 253,58 437,83 541,82 4.774,39
Persentase (%) 16,89 38,7 18,58 5,31 9,17 11,35 100
Sumber: Pengolahan data, 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa Sub DAS paling luas adalah Sekampung Hilir, kemudian diikuti oleh Sub DAS Bulok dan Sub DAS Sekampung Hulu, masing-masing mencakup 38,7%, 18,58% dan 16,89% dari total luas DAS Sekampung. Adapun pembagian sub DAS dapat dilihat pada Gambar 4.2.1.
Universitas Indonesia
30
Gambar 4.2.1 Pembagian Sub DAS Sekampung
Ditinjau dari batas administrasi, DAS Sekampung melintasi beberapa kabupaten dan kota. Wilayah kabupaten terluas yang berada dalam DAS Sekampung adalah Kabupaten Lampung Selatan yaitu mencakup kurang lebih 30,46%. Dua kabupaten lain yang memiliki cakupan cukup besar di DAS Sekampung adalah Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Tanggamus yaitu berturut-turut memiliki proporsi 22,97% dan 21,91%, Secara rinci luas kabupaten yang tercakup dalam DAS Sekampung disajikan pada Tabel 4.2.2.
Universitas Indonesia
31
Tabel 4.2.2 Luas Kabupaten yang tercakup di DAS Sekampung No 2 3 4 5 6 7
Nama Sub DAS Kota Bandar Lampung Kota Metro Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Timur Kab. Pesawaran Kab. Pringsewu Kab. Tanggamus Total
Luas (Ha) Persentase (%) 11.538 1.136 145.418 109.685 56.438 48.588 104.636 477.439
2,42 0,24 30,46 22,97 11,82 10,18 21,91 100,00
Sumber: Pengolahan data, 2012
Agar lebih mudah menganalisis variabel koefisien aliran permukaan, enam Sub DAS di atas dibagi kembali menjadi sepuluh Sub DAS berdasarkan posisi stasiun pengamat hujan, pos duga air (debit) dan jaringan sungai. Pembagian Sub DAS ini dijabarkan pada Gambar 4.2.3 dan Tabel 4.2.3.
Gambar 4.2.3 Pembagian Sub DAS Sekampung untuk Dianalisis Universitas Indonesia
32
Tabel 4.2.3 Pembagian Sub DAS Sekampung untuk Dianalisis No
Sub DAS
1 2
Bulok 1 Bulok 2 Bulok (tidak dianalisis) Kandis Kandis (tidak dianalisis) Ketibung Ketibung (tidak dianalisis) Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hilir (tidak dianalisis) Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Sekampung Hulu (tidak dianalisis) Semah Jumlah
3 4 5 6 7 8 9 10
Luas (km2)
Luas (Ha) 77.518 3.715 7.504 17.418 26.364 25.812 28.370 41.700 55.937 74.909 12.203 41.752 22.433 16.444 25.358 477.439
775,18 37,15 174,18 258,12 417,00 559,37 749,09 417,52 224,33 253,58
Sumber: Pengolahan data, 2012
4.3 Topografi Dari hasil interpretasi Peta Rupa Bumi, umumnya topografi wilayah DAS Sekampung beragam, mulai dari dataran rendah hingga bukit terjal. Ketinggian di wilayah penelitian sangat beragam, mulai dari 100 m dpl hingga 3.300 m dpl, yang merupakan puncak dari Gunung Tanggamus dengan lereng bervariasi mulai dari 0-8% hingga > 40%. 4.3.1 Wilayah Ketinggian Wilayah ketinggian di wilayah penelitian dibagi menjadi lima kelas klasifikasi, yaitu ketinggian < 200, 200-500, 500-1000, 1000-1500 dan > 1500 m dpl (lihat Tabel 4.3.1 dan Gambar 4.3.1).
Universitas Indonesia
33
Wilayah ketinggian < 200 m dpl merupakan wilayah ketinggian yang terluas yaitu sebesar 346.351 ha atau 71% dari total luas wilayah DAS Sekampung, sedangkan wilayah ketinggian dengan luas terkecil yaitu ketinggian > 1500 m dpl sebesar 781 ha atau 0,18% dari total luas wilayah DAS. Tabel 4.3.1 Luas Wilayah Ketinggian Masing-masing Sub DAS (Ha)
No
Sub DAS
< 200 m dpl
1 2
200 500 - 1000 > 500 m 1000 m 1500 1500 dpl dpl m dpl m dpl 33.320 12.325 1.154 164 29 1.369 1.869 404 1.517 -
Bulok 1 30.560 Bulok 2 3.686 Bulok (tidak dianalisis) 3.877 3 Kandis 15.902 Kandis (tidak dianalisis) 26370 4 Ketibung 25.694 118 Ketibung (tidak dianalisis) 27.792 578 5 Sekampung Hilir 1 41.700 6 Sekampung Hilir 2 55.828 115 7 Sekampung Hillir 3 73.473 1.024 Sekampung Hilir (tidak dianalisis) 12.203 8 Sekampung Hulu 1 313 16.273 9 Sekampung Hulu 2 466 12.217 Sekampung Hulu (tidak dianalisis) 9.325 4.120 10 Semah 19.144 4.482 Jumlah 346.351 75.162 Persentase (%) 71 16
Jumlah 77.523 3.715 7.519 17.419
-
-
-
26.370 25.812
413
-
-
28.370 41.700 55.943 74.910
20.009 8.486
4.866 979
292 286
12.203 41.753 22.434
1.953 1.588 46.643 11,02
955 144 8.502 1,8
39 16.392 - 25.358 781 477.439 0,18 100
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
34
Gambar 4.3.1 Wilayah Ketinggian Sub DAS Sekampung 4.3.2 Wilayah Lereng Wilayah lereng pada wilayah penelitian dibagi menjadi lima kelas klasifikasi, yaitu 0-8%,8-15%, 15-25%, 25-40%, dan >40% (lihat Tabel 4.3.2 dan Gambar 4.3.2). Wilayah lereng 0-8% merupakan wilayah terbesar yaitu 345.956 ha atau 83,4% dari luas DAS Sekampung, sedangkan wilayah lereng > 40% memiliki luas terkecil sebesar 5.371 ha atau 1,3% dari luas DAS Sekampung.
Universitas Indonesia
35
Tabel 4.3.2 Luas Wilayah Lereng Masing-masing Sub DAS (Ha)
No 1 2
Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Bulok (tidak dianalisis) 3 Kandis Kandis (tidak dianalisis) 4 Ketibung Ketibung (tidak dianalisis) 5 Sekampung Hilir 1 6 Sekampung Hilir 2 7 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hilir (tidak dianalisis) 8 Sekampung Hulu 1 9 Sekampung Hulu 2 Sekampung Hulu (tidak dianalisis) 10 Semah Jumlah Persentase (%)
< 8% 8-15% 52.547 15.252 3.715 -
1525% 4.571 -
2540% 4.233 -
> 40% 916 -
Jumlah 77.518 3.715
5.104 16.365
1.102 528
413 459
331 67
554 -
7.504 17.419
26.364 24.624
1.078
110
-
-
26.364 25.812
27.058 41.700 55.595 72.977
910 287 1.038
402 56 505
244
146
28.370 41.700 55.938 74.910
12.203 14.907 11.682 14.016 5.129
6.464 875
5.471 3.228 1.538 876
12.203 41.752 22.434
13.444 1.436 235 552 775 16.442 22.455 1.903 488 306 205 25.357 403.074 40.345 14.578 12.742 6.700 477.439 84,4 8,5 3,1 2,7 1,4 100
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
36
Gambar 4.3.2 Wilayah Lereng Sub DAS Sekampung
4.4 Penggunaan Tanah Penggunaan tanah di masing-masing Sub DAS di DAS Sekampung sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiografi dan bentuk lahan. Sub DAS di DAS Sekampung sebagian besar memiliki fisiografi dataran dengan bentuk wilayah berupa dataran dan daerah bergelombang. Aksesibilitas lokasi ini relatif lebih mudah dijangkau. Kondisi ini mempengaruhi tingkat pemanfaatan lahan. Wilayah Sub DAS di DAS Sekampung telah dimanfaatkan secara intensif untuk berbagai jenis pemanfaatan lahan komersial seperti lahan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan lain-lain. Pada wilayah hutan sekunder karena aksesibilitasnya mulai terbuka, yang ditandai dengan fragmentasi hutan tersebut oleh jalan, maka terdapat kecenderungan adanya konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan.
Universitas Indonesia
37
Penggunaan tanah pada Sub DAS Sekampung dapat dilihat pada Tabel 4.4.1 dan Gambar 4.4. Di antara berbagai tipe penggunaan tanah sebagaimana tertera pada Tabel 4.4.1, sebagian besar berupa vegetasi perkebunan, tegalan, sawah, hutan, semak dan kebun campuran. Data pada Tabel 4.4.1 menunjukkan bahwa tipe vegetasi yang paling luas adalah perkebunan dengan luas mencapai 114.501 ha atau 23,98% dari luas keseluruhan DAS Sekampung. Tabel 4.4.2 berisi luas penggunaan tanah vegetasi pada DAS Sekampung, terlihat bahwa luas hutan terbesar terdapat pada Sub DAS Sekampung Hulu 1 sebesar 40,25%, diikuti Sekampung Hulu 2 sebesar 15,19%. Luas perkebunan terbesar terdapat pada Sub DAS Sekampung Hulu 2 sebesar 82,8%, diikuti Sekampung Hulu 1 dan Bulok 1 masing-masing sebesar 58,8% dan 42,6%. Luas kebun campuran terbesar terdapat pada Sub DAS Sekampung Hilir 1 sebesar 57,6%, diikuti Ketibung dan Semah masing-masing sebesar 52,3% dan 38,8%. Luas tegalan terbesar terdapat pada Sub DAS Sekampung Hilir 3 sebesar 54,3%, diikuti
Sekampung Hilir 2 dan Ketibung masing-masing sebesar 48,7% dan
28,1%. Tabel 4.4.2 Persentase PT Vegetasi terhadap Total PT tiap Sub DAS
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sub DAS
Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Persentase (%) Kebun Hutan Perkebunan Sawah Campuran
Semak
Tegalan
5,11 -
42,6 8,7
19,9 -
25,02 70,4
-
-
2,50 4,50 40,25 15,19 3,08
28,3 3,64 0,9 11,2 11,2 58,8 82,8 27,2
41,7 68,7 80,9 16,2 10,1 0,29 38,8
0,99 33,7 6,08 37 13,7
2,77 -
2,7 10,2 60,71 54,3 21,4 5,1
Keterangan : PT = Penggunaan Tanah
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
38
Tabel 4.4.1 Luas Penggunaan Tanah Sub DAS Sekampung (Ha)
No
Sub DAS
1 2
Hutan
Bulok 1 3.963 Bulok 2 Bulok (tidak dianalisis) 968 3 Kandis 43 Kandis (tidak dianalisis) 4 Ketibung Ketibung (tidak dianalisis) 533 5 Sekampung Hilir 1 6 Sekampung Hilir 2 7 Sekampung Hillir 3 3.374 Sekampung Hilir (tidak dianalisis) 8 Sekampung Hulu 1 16.803 9 Sekampung Hulu 2 3.407 Sekampung Hulu (tidak dianalisis) 3.855 10 Semah 782 Jumlah 33.728 7,06 Persentase (%)
Kebun Campuran Permukiman Perkebunan 5.739 773 581 4.706 3.278 4.224 2.929 5.570 6.836 9.784 3.164 239 451 889 3.054 52.217 10,94
33.012 324 2.677 4.933 870 942 257 310 6.255 8.369 24.586 18.575 6.492 6.899 114.501 23,98
15.402 160 7.263 1.476 17.752 10.598 12.308 9.064 7.569 970 124 1.753 9.834 94.273 19,75
Sawah 19.401 2.618 3.118 3 257 1.420 5.983 3.401 27.690 6.543 3.384 3.476 77.294 16,19
Semak Tegalan Tambak -
2.083 2.083 0,44
Sumber: Pengolahan data, 2012 Universitas Indonesia
954 20.739 2.638 12.632 17.529 30.380 16.041 71 1.312 102.296 21,43
-
1047 1.047 0,22
Jumlah 77.517 3.715 7.504 17.899 26.366 25.812 28.370 41.700 55.936 74.910 11.724 41.752 22.433 16.444 25.357 477.439 100
39
Gambar 4.4 Penggunaan Tanah di DAS Sekampung 4.4.1 Hutan Hutan merupakan tipe vegetasi atau komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon. Artinya sebagaian besar penyusun komunitas tersebut adalah pohon, yaitu tumbuhan berkayu. Penutupan hutan di DAS Sekampung relatif sempit, hanya meliputi 33.728 ha atau 7,06% dari luas DAS Sekampung. Vegetasi hutan umumnya tersebar di Sub DAS Sekampung Hulu, Sekampung Hilir, dan Bulok. Vegetasi hutan di DAS Sekampung terdiri atas Hutan Lahan Kering Primer dan Hutan Lahan Sekunder. Hutan Lahan Kering Primer merupakan hutan yang relatif masih utuh belum terganggu. Vegetasi ini sebagian besar terdapat di Sub DAS Sekampung Hulu menempati lokasi-lokasi yang sulit dijangkau dan termasuk dalam Kawasan Hutan. Hutan Lahan Kering Sekunder merupakan hutan yang sudah terganggu tetapi sudah berkembang kembali menjadi hutan.
Universitas Indonesia
40
4.4.2 Kebun Campuran Data pada Tabel 4.4.1 menunjukkan bahwa penutupan atau penggunaan lahan paling dominan di DAS Sekampung adalah kebun campuran, yaitu seluas 94.273 ha atau 19,75% dari luas DAS Sekampung. Tipe vegetasi ini menyebar secara merata, baik di bagian hulu, tengah maupun hilir. Kebun campuran merupakan tipe vegetasi yang tersusun oleh tanaman kayu dengan fungsi utama sebagai penghasil buah dan di antaranya terdapat tanaman penghasil kayu. Tanaman buah yang banyak ditemui di kebun campuran antara lain adalah n a n g k a , d u r e n , r a m b u t a n , m angga, sukun, pet ai , j e n g k o l , k a r e t , k o k o a ( c o kl a t ) da n k e l a p a . Jenis tanaman ini ditemui hampir merata dari hulu sampai ke hilir, kecuali kelapa yang terlihat dominan di daerah tengah dan hilir. Selain itu, jenis tanaman buah yang juga ditemui adalah duku dan manggis, walaupun populasinya kecil
dan
penyebarannya
terbatas. Di
samping tanaman
yang
digolongkan sebagai pepohonan Multi Purpose Tree Species (MPTS) tersebut, tanaman yang paling banyak ditemui adalah kopi dan kakao. Tanam an kopi um umnya domi nan di daerah hulu (walaupun populasinya mulai tergantikan oleh kakao), sedangkan kakao lebih dominan di daerah tengah dan hilir. Kedua jenis tanaman tersebut berperan penting dalam perekonomian masyarakat. Jenis-jenis tanaman kehutanan (penghasil kayu) yang banyak ditemui adalah jati, mahoni, akasia, sengon, afrika, wareng, bayur, bungur dan waru gunung. Jenis tanaman tersebut umumnya ditanam sebagai tanaman sela di antara tanaman buah. Banyak masyarakat menanam tanaman kehutanan sebagai tanaman pembatas kepemilikan lahan atau menyebar secara sporadis. Masyarakat mulai menyadari pentingnya pohon penghasil kayu karena saat ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tingginya nilai kayu tersebut terutama disebabkan oleh kelangkaan sumberdaya tersebut. Dengan semakin tingginya harga kayu, saat ini masyarakat mulai tertarik untuk menanam pohon penghasil kayu, terutama jenis sengon dan tanaman-tanaman cepat tumbuh lainnya.
Universitas Indonesia
41
Gambar 4.4.2 Kebun campuran kakao dan tanaman kelapa. (Inset: buah kakao yang bernilai ekonomi relatif tinggi sehingga banyak disukai masyarakat sebagai komoditas pertanian). [Sumber: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Way Seputih - Way Sekampung. 2008]
4.4.3 Tegalan Tegalan adalah pertanian dengan komoditas utama tamanan pangan atau palawija yang dilakukan di lahan kering (tanpa irigasi). Jenis tanaman yang banyak ditanam pada tegalan adalah ketela pohon, jagung, padi, dan kedelai. Luas tegalan sebesar 102.296 ha atau 21,43% dari luas DAS Sekampung. Jenis penggunaan tanah tegalan di DAS Sekampung berperan dalam menentukan karakteristik DAS ini. Cara-cara pertanian yang dipraktekkan masyarakat umumnya belum memperhatikan aspek konservasi tanah dan air. Usaha pertanian yang mereka lakukan umumnya masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jangka pendek, belum memperhatikan aspek penggunaan tanah berkelanjutan. Akibatnya terjadi erosi dan degradasi lahan yang berlangsung cepat.
Universitas Indonesia
42
4.4.4 Perkebunan Perkebunan adalah pertanian dengan komoditas utama seperti karet, kopi, kelapa, kelapa sawit dan kopi. Dengan luas sebesar 104.463 ha atau 25,18% dari luas DAS Sekampung.
Gambar 4.4.4 Tanaman Perkebunan Karet PTPN IX di Tanjung Bintang Lampung Selatan [Sumber: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Way Seputih - Way Sekampung. 2008]
Universitas Indonesia
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 ANALISIS 5.1.1 Gambaran Bagian-bagian DAS Sekampung a. Bagian Hulu Hulu DAS adalah bagian alur sungai yang terdekat dengan titik tertinggi dari alur sungai (Sandy, 1985b). Secara biogeofisik, bagian hulu dicirikan dengan merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya berupa tegakan hutan (Asdak, 2002) serta memiliki nilai debit relatif kecil, alur sungai relatif sempit dan ukuran material/sedimen relatif besar. Berikut adalah beberapa foto yang menggambarkan keadaan bagian hulu DAS Sekampung:
Gambar 5.1.1.a1 Bendungan Batutegi Tampak Depan [Sumber: www.pu.go.id/satminkal/dit_sda/profil/balai/bbws/mesuji.pdf]
43
Universitas Indonesia
44
Gambar 5.1.1.a2 Bendungan Batutegi [Sumber : http://www.pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan-detail.asp?id=171]
Gambar 5.1.1.a3 Bendungan Batutegi Tampak Atas [Sumber: http://plta-batutegi.blogspot.com/2011_03_01_archive.html]
Bendungan atau Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batutegi terletak di Kabupaten Tanggamus, 90 km sebelah barat daya Kota Lampung. PLTA Batutegi berkapasitas 2 x 14,3 MW.
Universitas Indonesia
45
Gambar 5.1.1.a4 Way Jelai, Kabupaten Tanggamus [Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/02/mereka-tak-butuh-pln]
Way Jelai memiliki aliran air yang deras sehingga bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik oleh warga Pekon Teratas, Kecamatan Kotaagung, Kabupaten Tanggamus. Sungai ini membatasi kebun dan tanah marga dengan Hutan Lindung Register 30 Gunung Tanggamus. b. Bagian Tengah Bagian tengah DAS/sungai memiliki karakteristik di antara hulu dan hilir, dengan kata lain bagian tengah merupakan daerah transisi dari hulu dan hilir (Asdak, 2002). Dengan nilai kelerengan umumnya antara 8-15%. Berikut adalah beberapa foto yang menggambarkan keadaan bagian tengah DAS Sekampung:
Gambar 5.1.1.b1 Sungai Indah Umbul Kunci, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung [Sumber: http://www.panoramio.com/photo/50833614] Universitas Indonesia
46
Gambar 5.1.1.b2 Sungai Indah Umbul Kunci II, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung [Sumber : http://www.panoramio.com/photo/50833631]
c. Bagian Hilir Hilir sungai/DAS menurut Sandy (1985b) adalah bagian alur sungai yang tedekat dengan muara sungai. Sedangkan menurut Asdak (2002), bagian hilir memiliki ciri merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan bakau/gambut; setrta memiliki nilai debit relatif besar, sungai relatif lebar dan ukuran material halus. Berikut adalah beberapa foto yang menggambarkan keadaan bagian hilir DAS Sekampung:
Gambar 5.1.1.c1 Salah Satu Sungai di Lampung Timur [Sumber : http://tebinglampungtimur.blogspot.com/2011/11/sawah-dan-sungai.html] Universitas Indonesia
47
Gambar 5.1.1.c2 Waduk Way Jepara [Sumber : http://www.publikrakatau.com/2012/06/lampung-timur-melirik-waduk-way-jepara.html]
Danau Jepara salah satu danau di kabupaten Lampung Timur, yang kini berfungsi sebagai waduk irigasi.
5.1.2 Morfometri DAS Sekampung
a. Bentuk DAS Faktor
bentuk
DAS
dihitung
dengan
menggunakan
metode
nisbah/perbandingan kebulatan (circularity ratio/Rc), nilai ini sangat terkait dengan waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi dan sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Tabel 5.1.2a menyajikan bentuk dari masing-masing Sub DAS yang terdapat pada DAS Sekampung.
Universitas Indonesia
48
Tabel 5.1.2a Nilai Rc bentuk Sub DAS di DAS Sekampung No
Sub DAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas Sub Keliling DAS (Km2) (Km) 775,18 121,33 37,15 47,27 174,18 62,44 258,12 75,07 416,99 141,1 559,37 176,85 749,09 181,97 417,52 100,38 224,33 76,72 253,58 67,68
Rc 0,66 0,21 0,56 0,60 0,26 0,22 0,28 0,50 0,48 0,70
Bentuk Sub DAS Membulat Memanjang Membulat Membulat Memanjang Memanjang Memanjang Elips Memanjang Membulat
Keterangan : Rc > 0,5 membulat ; Rc < 0,5 memanjang ; Rc = 0,5 elips
Sumber: Pengolahan data, 2012
b.
Kerapatan Jaringan Sungai Besarnya kerapatan jaringan sungai dalam DAS juga mempengaruhi respon
DAS terhadap curah hujan yang jatuh di atasnya. Gambaran mengenai kerapatan jaringan sungai di DAS Sekampung dikaji dengan menghitung kerapatan jaringan sungai per Sub DAS yaitu dengan cara membagi total panjang jaringan sungai pada suatu Sub DAS dengan luas Sub DAS yang bersangkutan. Kerapatan jaringan sungai menggambarkan depression storage, yaitu simpanan air permukaan yang ada pada cekungan-cekungan seperti danau atau rawa dan badan sungai yang mengalir di DAS tersebut. Semakin tinggi tingkat kerapatan jaringan sungai, semakin tinggi depression storage, berarti ketika hujan turun akan semakin banyak air yang tertampung di badan-badan sungai. Namun hal ini memberikan konsekuensi semakin tingginya tingkat aliran pada DAS tersebut. Kerpatan jaringan sungai sebuah DAS memberikan informasi tentang sifat litologi batuan, terutama kemampuan meresapkan air (permeabilitas batuan)
Universitas Indonesia
49
Berdasarkan klasifikasi indeks kerapatan jaringan sungai, nilai kerapatan jaringan sungai di DAS Sekampung berkisar antara 0,64 - 3,16 dan masuk dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa di DAS Sekampung terdapat sedikit simpanan permukaan, laju pengeringan (drainase) yang baik, dan tidak dijumpai danau atau yang sejenisnya. Secara rinci kerapatan jaringan sungai di Sub DAS yang terdapat di DAS Sekampung disajikan pada Tabel 5.1.2b.
Tabel 5.1.2b Panjang dan Kerapatan Jaringan Sungai Masing-masing Sub DAS
No
Sub DAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Panjang Sungai Total (km) 1.474,4 110 458 165,6 354,4 1.147,6 1740 1.319,6 639,2 709,6
Luas (Km2) 775,18 37,15 174,18 258,12 416,99 559,37 749,09 417,52 224,33 253,58
Kerapatan Jaringan Sungai Keterangan (km/km2) 1,90 sedang 2,96 sedang 2,63 sedang 0,64 sedang 0,84 sedang 2,05 sedang 2,32 sedang 3,16 sedang 2,85 sedang 2,80 sedang
Keterangan: Dd < 0,25 rendah; 0,25 - 10 sedang; 10 - 25 tinggi; > 25 sangat tinggi
Sumber: Pengolahan data, 2012
c.
Pola Aliran Pola aliran menunjukkan karakteristik jenis bahan induk yang
membangun sistem lahan dalam suatu DAS bersangkutan. Hal ini menggambarkan mudah tidaknya jenis bahan induk tersebut tergerus oleh aliran air dan pada akan akhirnya membentuk pola aliran sungai. Secara umum pola aliran Sub DAS Sub DAS yang ada di DAS Sekampung berbentuk dendritik, hal ini menggambarkan cepat tidaknya air hujan yang jatuh di atasnya untuk mencapai aliran utama. Pola dendritik menujukkan bahwa hujan yang jatuh akan cepat mencapai outlet utama, sehingga aliran air di DAS bersangkutan akan c e pat . Universitas Indonesia
50
Berdasarkan analisis kualitatif dari peta jaringan sungai DAS Sekampung, secara umum bahwa aliran sungai utamanya adalah berpola dendritik. Namun ketika dilihat lebih detail khusus untuk sub DAS yang berada di daerah hilir, pola alirannya merupakan gabungan antara pola aliran dendritik dan meander. Rincian pola aliran Sub DAS yang ada di DAS Sekampung selengkapnya disajikan pada Tabel 5.1.2c.
Tabel 5.1.2c Pola Aliran Sungai masing-masing Sub DAS Sekampung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Pola Aliran Dendritik Trelis Dendritik Dendritik Dendritik Dendritik Dendritik Dendritik Dendritik Trelis Dendritik Dendritik
Sumber: Analisis peta RBI
5.1.3 Curah Hujan Untuk mendapatkan nilai curah hujan dan aliran permukaan, terlebih dahulu melakukan penarikan batas Sub DAS yang akan dianalisis dengan memperhatikan posisi stasiun hujan, pos duga air dan jaringan sungai. Tabel 5.1.3a menunjukkan data curah hujan bulanan masing-masing sub DAS Sekampung. Tabel 5.1.3b dan Gambar 5.1.3b menunjukkan nilai curah hujan tahunan masing-masing Sub DAS, sub DAS Sekampung Hulu 1 memiliki nilai curah hujan tahunan tertinggi, yaitu sebesar 3.964 mm/tahun, diikuti sub DAS Sekampung Hulu 2 dengan nilai 3.161 mm/tahun dan nilai curah hujan terendah terdapat pada sub DAS Semah bernilai 1515 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi nilai curah hujan tahunan, terdapat kelas < 2.200, 2.200 - 3.000 dan > 3.000.
Universitas Indonesia
51
Tabel 5.1.3a Rata-rata Curah Hujan Bulanan sub DAS Sekampung Tahun 1995-2010 Bulan
Bulok 1
Bulok 2
Kandis
Ketibung
S.Hilir 1
S.Hilir 2
S.Hilir 3
S.Hulu 1
S.Hulu 2
Semah
Januari
241
256
303
308
327,5
329
319
737
332
248
Februari
236
247
302
267
287,5
303
333
614
357
263
Maret
206
181
331
295
313,5
275
243
559
317
178
April
176
139
195
225
173,5
241
160
348
210
142
Mei
121
139
163
221
155,5
188
162
295
203
104
Juni
79
97
163
225
115
142
149
295
156
63
Juli
95
83
143
182
94,5
111
150
210
263
53
Agustus
67
79
116
171
79,5
76
97
90
225
37
September
65
84
122
142
80
99
86
147
173
45
Oktober
118
109
134
132
99
127
101
197
227
69
November
152
137
217
186
145
151
143
205
366
129
Desember
200
180
330
188
197
264
233
267
332
184
1.756
1.731
2.519
2.542
2.068
2.306
2.176
3.964
3.161
1.515
Total
Sumber: BBWS Mesuji Sekampung, Pengolahan data 2012
Universitas Indonesia
52
Tabel 5.1.3.b Curah Hujan Tahunan Sub DAS Sekampung Sub DAS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
CH (mm/thn) 1.756 1.731 2.519 2.542 2.068 2.306 2.176 3.964 3.161 1.515
Klas CH < 2.200 < 2.200 2.200 - 3.000 2.200 - 3.000 < 2.200 2.200 - 3.000 < 2.200 > 3.000 > 3.000 < 2.200
Sumber: Pengolahan data, 2012
Gambar 5.1.3b Curah Hujan Tahunan Sub DAS Sekampung
Universitas Indonesia
53
5.1.4 Aliran Permukaan Tabel 5.1.4a menunjukkan nilai aliran permukaan bulanan tiap sub DAS dan konversi nilai aliran permukaan dari satuan m3/detik menjadi mm. Nilai aliran permukaan dengan satuan mm yang akan digunakan untuk menghitung nilai koefisien aliran permukaan pada Sub DAS - Sub DAS Sekampung. Tabel 5.1.4b dan Gambar 5.1.4 menunjukkan nilai aliran permukaan tahunan pada sub DAS Sekampung. Untuk mendapatkan nilai aliran permukaan yang valid, maka luas sub DAS Bulok 2 ditambah dengan luas sub DAS Bulok 1; Luas sub DAS Sekampung Hilir 2 ditambah dengan luas sub DAS Sekampung Hilir 1; Luas Sub DAS Sekampung Hilir 3 ditambah dengan luas sub DAS Sekampung Hilir 1 dan 2; Luas Sub DAS Sekampung Hulu 2 ditambah dengan luas Sekampung Hulu 1. Tabel 5.1.4a Nilai Aliran Permukaan Bulanan Tahun 1995 – 2010 Sub DAS Luas (km2) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahunan
Bulok 1 775,18 3 m /dt mm 19,2 66,3 5,3 47,7 20,8 71,9 2,4 8 6,2 21,4 2,9 9,7 3,3 11,4 1,3 4,5 1,1 3,7 1,2 4,1 3,6 12 4,9 16,9 82,2 277,79
Bulok 2 812,33 3 m /dt mm 10,8 35,6 11,4 34 9,4 31 4,1 13,1 3,4 11,2 3,1 9,9 2,3 7,6 2,4 7,9 1,8 5,7 1,3 4,3 2,5 8 4,4 14,5 56,9 182,74
Kandis 174,18 3 m /dt mm 3,3 50,7 1,6 22,2 2,1 32,3 0,7 10,4 0,9 13,8 0,6 8,9 0,5 7,7 0,3 4,6 0,3 4,5 0,4 6,2 1 14,9 1,1 16,9 12,8 193,14
Ketibung 258,4 mm m3/dt 1,3 13,47 1,82 17,04 1,64 17 1,3 13,04 0,84 8,71 2,25 22,57 0,39 4,04 0,18 1,87 0,38 3,81 1,63 16,9 2,39 23,97 4,51 46,57 18,6 189,17
Keterangan: Luas Sub DAS Bulok 2 adalah penjumlahan antara luas Bulok 2 dengan Bulok 1
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
54
Tabel 5.1.4a Nilai Aliran Permukaan Bulanan Tahun 1995 - 2010 (Lanjutan) Sub DAS, Luas (km2) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahunan
S. Hilir 1, 416,99 3 m /dt mm
S. Hilir 2, 976,36 3 m /dt m3/dt
S. Hilir 3, 1.725,45 mm m3/dt
19,9 17,1 15,8 7,1 12,3 2,1 2,8 3,1 1,6 3,6 8,5 9,5 103,4
44,69 122,60 81,73 202,51 43,62 119,66 57,08 151,53 44,16 121,14 39,90 105,92 20,98 57,55 19,51 53,52 11,65 30,93 21,32 58,49 16,16 42,90 52,16 143,09 453,0 1209,84
30,1 21,3 32,9 20,8 19,4 15,0 42,4 13,8 18,8 14,6 10,1 16,7 255,9
127,82 99,21 101,49 44,13 79,01 13,05 17,98 19,91 9,95 23,12 52,84 61,02 649,53
46,72 29,86 51,07 31,25 30,11 22,53 65,82 21,42 28,24 22,66 15,17 25,92 390,77
Keterangan:
-
Luas Sub DAS Sekampung Hilir 2 adalah penjumlahan antara luas Sekampung Hilir 1 dan 2 Luas Sub DAS Sekampung Hilir 3 adalah penjumlahan antara luas Sekampung Hilir 1, 2 dan 3
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
55
Tabel 5.1.4a Nilai Aliran Permukaan Bulanan Tahun 1995 - 2010 (Lanjutan) Sub DAS, Luas (km2) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahunan
S. Hulu 1, 417,52 3 m /dt mm 4,4 28,23 5,2 30,13 6,1 39,13 7 43,46 5,7 36,57 3,8 23,59 4,1 26,3 6,5 41,7 5,3 32,9 3,1 19,89 6,7 41,59 4,1 26,3 62 389,79
S. Hulu 2, 641,85 3 m /dt mm 17 12,6 12,8 13,3 12,5 9 8,5 4,5 2,3 8,4 3,5 30,6 135
Semah, 253,58 3 m /dt mm
70,94 47,49 53,41 53,71 52,16 36,34 35,47 18,78 9,29 35,05 14,13 127,69 554,46
10,7 15,1 14,2 9,4 3,9 3,4 4,5 3 3,6 5,6 6 6,8 86,2
113,02 144,06 149,99 96,08 41,19 34,75 47,53 31,69 36,8 59,15 61,33 71,82 887,41
Keterangan : Luas Sub DAS Sekampung Hulu 2 ditambah dengan luas Sekampung Hulu 1
Sumber: Pengolahan data, 2012
Tabel 5.1.4b Nilai Aliran Permukaan Tahunan Sub DAS Sekampung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas DAS (Km2) 775,18 812,33 174,18 258,4 416,99 976.36 1.725,45 417,52 641,85 253,59
Total Aliran Permukaan (mm) 277,79 182,74 193,14 189,17 649,53 1.209,84 390,77 389,79 554,46 887,41
Kelas Aliran Permukaan < 500 < 500 < 500 < 500 500 - 1000
> 1.000 < 500 < 500 500 - 1.000 500 - 1.000
Sumber: Pengolahan data, 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai aliran permukaan tertinggi terdapat pada sub DAS Sekampung Hilir 2 bernilai 1.209,84 mm, diikuti sub DAS Semah dengan nilai 887,41 mm dan nilai aliran permukaan terendah terdapat pada sub DAS Bulok 2
Universitas Indonesia
56
bernilai 182,74 mm. Berdasarkan klasifikasi nilai aliran permukaan, terdapat kelas < 500, 500 - 1.000 dan > 1.000.
Gambar 5.1.4 Aliran Permukaan 5.1.5 Koefisien Aliran Permukaan Nilai
koefisien
aliran
permukaan memberi
gambaran tentang
bagaimana kondisi biofisik DAS dalam merespon air hujan yang jatuh di DAS. Koefisien aliran permukaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu sebagai indikator aliran permukaan dalam DAS dan dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi aliran dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS. Aliran permukaan biasanya dipakai dalam menentukan debit puncak suatu banjir, sedangkan sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi pengelolaan DAS, koefisien aliran permukaan dipakai sebagai salah satu indikator pengaruh pengelolaan DAS terhadap penurunan besarnya aliran permukaan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam bab terdahulu bahwa semakin besar nilai koefisien aliran permukaan akan memberikan konsekuensi semakin tingginya bagian curah hujan yang menjadi aliran permukaan dan Universitas Indonesia
57
sebaliknya. Nilai koefisien aliran permukaan ini didapat dari perbandingan nilai aliran permukaan dengan nilai curah hujan pada masing-masing Sub DAS. Tabel 5.1.5 dan Gambar 5.1.5 menunjukkan nilai koefisien aliran permukaan tahunan pada sub DAS Sekampung.
Tabel 5.1.5 Nilai Koefisien Aliran Permukaan Tahunan pada Sub DAS Sekampung
No
Sub DAS
Luas DAS (Km2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
775,18 37,15 174,18 541,82 341,35 559,37 749,09 417,52 224,33 253,59
Total Curah Aliran Hujan Permukaan Tahunan (mm) (mm/thn) 277,79 182,74 193,14 189,17 649,53 1.209,84 390,77 389,79 554,46 887,41
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%)
1.756 1.731 2.519 2.542 2.068 2.306 2.176 3.964 3.161 1.515
13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Kelas Koefisien Aliran Permukaan < 20 < 20 < 20 < 20 20 - 40 > 40 20 - 40 < 20 < 20 > 40
Sumber: Pengolahan data, 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata koefisien aliran permukaan tertinggi terdapat pada sub DAS Semah bernilai 64,70% diikuti sub DAS Sekampung Hilir 2 dengan nilai 52,64% dan nilai koefisien aliran permukaan terendah terdapat pada sub DAS Kandis bernilai 6,90%. Berdasarkan klasifikasi nilai rata-rata koefisien aliran permukaan, terdapat kelas < 20%, 20 - 40%, dan > 40%.
Universitas Indonesia
58
Gambar 5.1.5 Koefisien Aliran Permukaan
Secara spasial nilai koefisien aliran permukaan > 40% berada pada bagian tengah DAS, sedangkan nilai 20 - 40% berada pada bagian hulu DAS dan tengah DAS bagian selatan. Koefisien C suatu DAS/Sub DAS, misalnya: menunjukkan nilai sebesar 0,4 maka berarti 40 % dari air hujan yang jatuh di DAS/Sub DAS menjadi aliran permukaan langsung (direct runoff). Jika DAS/Sub DAS tersebut seluruhnya dibeton atau diaspal maka nilai koefisien C DAS/Sub DAS tersebut besarnya 1 (satu) yang artinya 100% air hujan yang jatuh di DAS/Sub DAS menjadi aliran permukaan langsung. Berdasarkan beberapa stasiun pengamatan muka air, tampak bahwa koefisien aliran permukaan DAS Sekampung berkisar antara 6,90 – 64,70 % hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar curah hujan yang terjadi akan menjadi aliran permukaan, dan tidak masuk kedalam tanah. Konsekuensi logis dari hal ini adalah DAS Sekampung selalu mengalami kekurangan air pada saat musim kemarau.
Universitas Indonesia
59
5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Keterkaitan Variabel Penelitian dengan Koefisien Aliran Permukaan Koefisien aliran permukaan dipakai sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi pengelolaan DAS, yaitu salah satu indikator pengaruh pengelolaan DAS terhadap penurunan besarnya aliran permukaan. 5.2.1.1 Keterkaitan Curah Hujan dengan Koefisien Aliran Permukaan Tabel 5.2.1.1 Keterkaitan Curah Hujan dengan Koefisien Aliran Permukaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
CH (mm) 1.756 1.731 2.519 2.542 2.068 2.306 2.176 3.964 3.161 1.515
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Sumber: Pengolahan data, 2012
Koefisien aliran permukaan tinggi bila nilainya lebih dari 30%. Tabel di atas memperlihatkan bahwa nilai curah hujan kurang mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Sub DAS Semah yang memiliki nilai curah hujan terkecil nyata memiliki nilai koefisien tertinggi, sub DAS Sekampung Hilir 2 yang memiliki nilai CH rendah memiliki nilai koefisien aliran permukaan tinggi sub DAS Bulok 2 yang memiliki nilai curah hujan rendah juga memiliki nilai koefisien aliran permukaan rendah.
Universitas Indonesia
60
5.2.1.2 Keterkaitan Penggunaan Tanah dengan Koefisien Aliran Permukaan Tabel 5.2.1.2a Keterkaitan PT Hutan dengan Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hillir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas Hutan Ha % 5,11 3.963 2,5 43 3.374 16.803 3.407 782
4,5 40,25 15,19 3,08
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Keterangan: % luas hutan adalah luas hutan di suatu Sub DAS terhadap luas Sub DAS bersangkutan PT = Penggunaan Tanah
Sumber: Pengolahan data, 2012
70 60 50 40 30 20 10 0
% Luas Hutan
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%)
Gambar 5.2.1.2a Grafik Luas Hutan dengan Koefisien Airan Permukaan
Universitas Indonesia
61
Koefisien aliran permukaan tinggi bila nilainya lebih dari 30%. Tabel 5.2.1.2a dan Gambar 5.2.1.2a memperlihatkan bahwa ada pengaruh antara luas hutan dengan koefisien aliran permukaan. Sub DAS Sekampung Hulu 1 yang memiliki luas hutan terbesar nyata memiliki nilai koefisien rendah dan sub DAS Semah yang memiliki luas hutan rendah memiliki nilai koefisien aliran permukaan tinggi.
Tabel 5.2.1.2 b Keterkaitan PT Perkebunan dengan Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hilir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas Perkebunan Ha % 42,6 33.012 8,7 324 28,3 4.933 3,64 942 0,9 310 11,2 6.255 11,2 8.369 58,8 24.586 82,8 18.575 27,2 6.492
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Keterangan: % luas perkebunan adalah luas perkebunan di suatu Sub DAS terhadap luas Sub DAS bersangkutan PT = Penggunaan Tanah
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
62
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
% Luas Perkebunan
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%)
Gambar 5.2.1.2b Grafik Luas Perkebunan dengan Koefisien Airan Permukaan
Koefisien aliran permukaan tinggi bila nilainya lebih dari 30%. Tabel 5.2.1.2b dan Gambar 5.2.1.2b memperlihatkan bahwa ada pengaruh antara luas perkebunan dengan koefisien aliran permukaan. Sub DAS Sekampung Hulu 2 yang memiliki luas perkebunan tinggi nyata memiliki nilai koefisien rendah dan sub DAS Semah yang memiliki luas perkebunan rendah memiliki nilai koefisien aliran permukaan tinggi.
Universitas Indonesia
63
Tabel 5.2.1.2c Keterkaitan PT Kebun Campuran dengan KAP Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hilir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas Kebun Campuran Ha % 19,9 15.402 41,7 7.263 68,7 17.752 80,9 12.308 16,2 9.064 10,1 7.569 0,29 124 38,8 9.834
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Keterangan: % luas perkebunan adalah luas kebun campurann di suatu Sub DAS terhadap luas Sub DAS bersangkutan PT = Penggunaan Tanah KAP = Koefisien Aliran Permukaan
Sumber: Pengolahan data, 2012
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
% Luas Kebun Campuran
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%)
Gambar 5.2.1.2c Grafik Luas Kebun Campuran dengan Koefisien Airan Permukaan
Universitas Indonesia
64
Koefisien aliran permukaan tinggi bila nilainya lebih dari 30%. Tabel 5.2.1.2c dan Gambar 5.2.1.2c memperlihatkan bahwa ada pengaruh antara luas kebun campuran dengan koefisien aliran permukaan. Sub DAS Ketibung yang memiliki luas kebun campuran tinggi nyata memiliki nilai koefisien rendah dan sub DAS Sekampung Hilir 2 yang memiliki luas kebun campuran rendah memiliki nilai koefisien aliran permukaan tinggi.
Tabel 5.2.1.2d Keterkaitan PT Tegalan dengan Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hilir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas Tegalan % Ha 2,7 954 10,2 2.638 60,71 17.529 54,3 30.380 21,4 16.041 5,1 1.312
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Keterangan: % luas tegalan adalah luas tegalan di suatu Sub DAS terhadap luas Sub DAS bersangkutan PT = Penggunaan Tanah
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
65
70 60 50 40 30 20 10 0
% Luas Tegalan
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%)
Gambar 5.2.1.2d Grafik Luas Tegalan dengan Koefisien Airan Permukaan
Koefisien aliran permukaan tinggi bila nilainya lebih dari 30%. Tabel 5.2.1.2d dan Grafik 5.2.1.2d memperlihatkan bahwa ada pengaruh antara luas tegalan dengan koefisien aliran permukaan. Sub DAS Sekampung Hilir 1 yang memiliki luas tegalan tinggi nyata memiliki nilai koefisien rendah dan sub DAS Semah yang memiliki luas tegalan rendah memiliki nilai koefisien aliran permukaan tinggi.
5.2.1.3 Keterkaitan Bentuk DAS dengan Koefisien Aliran Permukaan Bentuk DAS mempengaruhi kecepatan terpusatnya aliran. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi dan sebaliknya semakin memanjang (elips) bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah.
Universitas Indonesia
66
Tabel 5.2.1.3 Keterkaitan Bentuk DAS dengan Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hilir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Bentuk DAS Membulat Memanjang Membulat Membulat Memanjang Memanjang Memanjang Elips Memanjang Membulat
Sumber: Pengolahan data, 2012
Dari tabel di atas terlihat bahwa bentuk DAS mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan, bentuk DAS elips memiliki nilai koefisien yang rendah, sedangkan bentuk membulat dan memanjang memiliki nilai koefisien yang tinggi.
5.2.1.4 Keterkaitan Lereng dengan Koefisien Aliran Permukaan Tabel 5.2.1.4 Keterkaitan Lereng dengan Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hilir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas Lereng > 25% Ha 5.149 67 390 8.699 2.414 511
% 6,64 0,38 0,52 20,8 10,7 2,01
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Sumber: Pengolahan data, 2012
Universitas Indonesia
67
70 60 50 40 30 20 10 0
% Luas Lereng
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%)
Gambar 5.2.1.4 Grafik Luas Lereng dengan Koefisien Airan Permukaan Dari Tabel 5.2.1.4 dan grafik di atas terlihat bahwa luas lereng pada masing-masing sub DAS tidak terlalu mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Koefisien aliran permukaan tinggi bila nilainya lebih dari 30%. Pada sub DAS Ketibung yang tidak memiliki wilayah lereng > 25% nilai koefisiennya rendah, Sekampung Hilir 2 yang tidak memiliki wilayah lereng > 25% nilai koefisiennya tinggi, sedangkan Semah yang memiliki wilayah lereng > 25% rendah nilai koefisiennya tinggi.
Universitas Indonesia
68
5.2.1.5 Keterkaitan Luas Daerah Terbangun dengan Koefisien Aliran Permukaan Tabel 5.2.1.5 Keterkaitan Luas Daerah Terbangun dengan Koefisien Aliran Permukaan No
Sub DAS
1 2 3 4 5 6 7 9 10 11
Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hilir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah
Luas DAS (Km2) 77.518 3.715 17.418 25.812 41.700 55.937 74.909 41.752 22.433 25.358
% Daerah Terbangun 7,4 20,81 26,29 16,36 14,2 12,22 13,06 0,57 2,01 12,04
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%) 13,45 9,69 6,90 7,74 28,40 52,64 20,07 14,17 17,59 64,70
Keterangan: % luas daerah terbangun adalah luas daerah terbangun di suatu Sub DAS terhadap luas Sub DAS bersangkutan
Sumber: Pengolahan data, 2012
70 60 50 40 30 20 10 0
% Daerah Terbangun
Rata-rata Koefisien Aliran Permukaan (%)
Gambar 5.2.1.5 Grafik Luas Daerah Terbangun dengan Koefisien Airan Permukaan
Universitas Indonesia
69
Dari Tabel 5.2.1.5 dan Grafik 5.2.1.5 terlihat bahwa luas daerah terbangun pada masing-masing sub DAS mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Pada sub Sekampung Hilir 1 dan Sekampung Hilir 2 yang memiliki persentase daerah terbangun tinggi nilai koefisien aliran permukaannya tinggi, sedangkan sub DAS Sekampung Hulu 1 yang memiliki persentase daerah terbangunnya rendah nilai koefisien aliran permukaannya rendah.
Tabel 5.2.2 menjelaskan hasil overlay variabel penelitian dan sub DAS. Variabel penelitian mempengaruhi 50% hingga 100% nilai koefisien aliran permukaan masing-masing sub DAS, nilai koefisien aliran permukaan sub DAS Bulok 1, Sekampung Hilir 3, Sekampung Hulu 1 dan Sekampung Hulu 2 dipengaruhi oleh semua variabel penelitian, sedangkan sub DAS Sekampung Hilir 2 dan Semah hanya dipengaruhi oleh 4 variabel penelitian (50%). Nilai koefisien aliran permukaan masing-masing Sub DAS dipengaruhi 50% hingga 100% oleh variabel penelitian, Hutan dan Kebun Campuran mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan seluruh sub DAS sedangkan Daerah Terbangun mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan lima sub DAS (50%).
Universitas Indonesia
70
5.2.2 Matriks Hasil Overlay Keterkaitan Variabel Penelitian dengan Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS
Ht
Pk
KC
Tl
BD
CH
Lr
DT
Bulok 1 Bulok 2 Kandis Ketibung Sekampung Hilir 1 Sekampung Hilir 2 Sekampung Hilir 3 Sekampung Hulu 1 Sekampung Hulu 2 Semah Hasil Overlay Sub DAS
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada 10
Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada 8
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada 10
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada 9
Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada 7
Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada 8
Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada 7
Ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada 5
Keterangan: Ht = Hutan Pk = Perkebunan KC = Kebun Campuran Tl = Tegalan BD = Bentuk DAS CH = Curah Hujan Lr = Lereng DT = Daerah Terbangun
Hasil Overlay Variabel 8 6 6 7 5 4 8 8 8 4
Over lay Variabel 4 = 50% variabel yang dipakai mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan suatu Sub DAS 5 - 7 = 50 - 90% variabel yang dipakai mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan suatu Sub DAS 8 = 100% variabel yang dipakai mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan suatu Sub DAS Overlay Sub DAS 5 = 50% sub DAS yang terpengaruh oleh variabel tertentu 7 - 9 = 70 - 90% sub DAS yang terpengaruh oleh variabel tertentu 10 = 100 % sub DAS yang terpengaruh oleh variabel tertentu
Sumber: Pengolahan data, 2012 Universitas Indonesia
BAB VI KESIMPULAN
Nilai koefisien aliran permukaan DAS Sekampung menunjukkan bahwa sebagian besar dari air hujan yang turun menjadi aliran permukaan, hanya sedikit yang terserap ke dalam tanah untuk menjadi aliran bawah permukaan atau tersimpan menjadi air tanah. Konsekuensi logis dari hal ini adalah DAS Sekampung selalu mengalami kekurangan air pada saat musim kemarau. Variabel penelitian yang mempengaruhi nilai koefisien adalah curah hujan, penggunaan tanah hutan, perkebunan, tegalan dan kebun campuran, daerah terbangun, lereng serta bentuk DAS.
71
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002. Badan Pusat Statistik. Lampung dalam Angka. 2010 Bahri, Saipul. “Sawah dan Sungai”. http://tebinglampungtimur.blogspot.com/2011/11/sawah-dan-sungai.html (2 Ags 2012, pukul 09.21 WIB.) Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung. Profil Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung. Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. www.pu.go.id/satminkal/dit_sda/profil/bbws/mesuji.pdf (13 Apr. 2011, pukul 14.58 WIB.) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Way Seputih - Way Sekampung. 2008. “Penyusunan Karakteristik Daerah Aliran Sungai Sekampung”. (Tidak dipublikasikan) Batutegi Hydro Electrical Power Plant. “Bendungan Batutegi.” http://pltabatutegi.blogspot.com/2011_03_01_archive.html (1 Ags 2012, pukul 13.32 WIB.) Kartono, et.al. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana. Jakarta: Departemen Geografi FMIPA UI, 1989. “Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai, No:P.04/VSET/2009, Tanggal 5 Maret 2009”. http://www.dephut.go.id/files/L_P04_09_RLPS.pdf (4 Okt. 2011, pukul 15.55 WIB.) Ludiro, D., et.al. Geomorfologi Terapan. Jakarta: Departemen Geografi FMIPA UI, 1985. Lynsley, et.al. Applied Hydrology. New York: McGraw Hill Book, 1949. 72
Universitas Indonesia
Nazar, Ndang. “Photo of Sungai Indah Umbul Kunci.” http://www.panoramio.com/photo/50833614 (1 Ags 2012, pukul 16.42 WIB.) -------------. “Photo of Sungai Indah Umbul Kunci II.” http://www.panoramio.com/photo/50833631 (1 Ags 2012, pukul 16.19 WIB.) Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum . Direktori Data dan Informasi Kementerian Pekerjaan Umum » Direktori Infrastruktur » Bendungan/ Bendung/ Embung/ Situ. “Bendungan Batutegi”. http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan-detail.asp?id=171 (1 Ags 2012, pukul 13.25 WIB.) Rustanto, Andry. Variabilitas Debit Sehubungan Dengan Perubahan Penggunaan Tanah dan Kerapatan Tajuk Vegetasi di DA Citarum Hulu Tahun 1980 2002. Skripsi Sarjana. Depok: Departemen Geografi FMIPA UI, 2005. Sandy, I Made. Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Jakarta: Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri, Publikasi No. 75 Cetakan Ketiga, 1985a. -------------. Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta: Departemen Geografi FMIPA UI, 1985b. -------------. Iklim Regional Indonesia. Jakarta: Departemen Geografi FMIPA UI, 1987. Seponada, Firman. “Mereka Tak Butuh PLN!” http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/02/mereka-tak-butuh-pln (1 Ags 2012, pukul 14.01 WIB.) Seyhan, Ersin. Watershed As An Hydrologic Unit. Utrecht: State University of Utrecht, 1977. -------------. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995. Sidik. “Daerah Aliran Sungai, Nasibmu Kini…” http://jernihairwayseputih.blogspot.com/2011_05_01_archive.html (1 Ags. 2012, pukul 15.38 WIB.)
73
Universitas Indonesia
-------------.”Lampung Timur; Melirik Waduk Way Jepara.” http://www.publikrakatau.com/2012/06/lampung-timur-melirik-waduk-wayjepara.html (1 Ags 2012, pukul 20.49 WIB.) Soewarno. Hidrologi (Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai). Bandung: Nova, 1991. Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita, 1980. -------------. Bendungan Tipe Urugan. Jakarta: Pradnya Paramita, 1977. Sri Harto Br. Analisis Hidrologi. Jakarta: Gramedia, 1993. Sukardi, Selo. Variabilita Curah Hujan di DA Cisadane. Skripsi Sarjana. Depok: Departemen Geografi FMIPA UI, 1997. Wangsaatmaja, S., Sabar, Arwin., & Prasetiati, Maria Angela Novi. “Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung”. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 3 September 2006: 163-171. http://www.bgl.esdm.go.id/publication/index.php/dir/article_detail/174 (14 Feb. 2011, pukul 11.20 WIB.)
74
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Nilai Koefisien Aliran Permukaan (AP) Sub DAS Sekampung 1. Sub DAS Bulok 1, 775,18 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan 66,34 241 0,275 27,5
Feb Mar Apr Mei Jun 47,75 71,87 8,02 21,42 9,7 236 206 176 121 79 0,202 0,349 0,046 0,177 0,123 20,2 34,9 4,557 17,7 12,2
Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 11,4 4,49 3,68 4,15 12,04 16,93 277,79 23,15 95 67 65 118 152 200 1756 0,12 0,067 0,057 0,035 0,079 0,085 1,61 0,13 12 6,7 5,6 3,5 7,9 8,4 161 13,4
2. Sub DAS Bulok 2, 812,33 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan 35,61 256 0,139 13,9
Feb 33,95 247 0,137 13,7
Mar Apr Mei Jun Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 30,99 13,08 11,21 9,89 7,58 7,91 5,74 4,29 7,98 14,51 182,74 15,23 181 139 139 97 83 79 84 109 137 180 1731 0,171 0,094 0,081 0,102 0,091 0,1 0,068 0,039 0,058 0,081 1,16 0,1 17,1 9,4 8,1 10,2 9,1 10 6,8 3,9 5,8 8,1 116 10
Keterangan : Luas Sub DAS Bulok 2 adalah penjumlahan antara luas Bulok 2 dengan Bulok 1
3. Sub DAS Kandis, 174,18 km2 Parameter Jan Feb Mar Apr AP 50,74 22,22 32,29 10,42 CH 303 302 331 195 Koef AP 0,167 0,074 0,098 0,053 Koef (%) 16,7 7,4 9,8 5,3
Mei Jun Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 13,84 8,93 7,69 4,61 4,46 6,15 14,88 16,91 193,14 16,1 163 163 143 116 122 134 217 330 2519 0,085 0,055 0,054 0,04 0,037 0,046 0,069 0,051 0,83 0,07 8,5 5,5 5,4 4 3,7 4,6 6,9 5,1 83 7
Sumber: Pengolahan data, 2012 76
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Nilai Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Sekampung (Lanjutan) 4. Sub DAS Ketibung, 258,4 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 13,47 17,04 17,00 13,04 8,71 22,57 4,04 1,87 3,81 16,90 23,97 46,75 189,17 15,76 308 267 295 225 221 225 182 171 142 132 186 188 2542 0,044 0,064 0,058 0,058 0,039 0,1 0,022 0,011 0,027 0,128 0,129 0,249 0,93 0,08 4,4 6,4 5,8 5,8 3,9 10 2,2 1,1 2,7 12,8 12,9 24,9 93 7,74
5. Sub DAS Sekampung Hilir 1, 416,99 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 127,82 99,21 101,49 44,13 79,01 13,05 17,98 19,91 9,95 23,12 52,84 61,02 649,53 54,13 327,5 287,5 313,5 173,5 155,5 115 94,5 79,5 80 99 145 197 2068 0,39 0,345 0,324 0,254 0,508 0,113 0,19 0,25 0,124 0,234 0,364 0,31 3,41 0,28 39 34,5 32,4 25,4 50,8 11,3 19 25 12,4 23,4 36,4 31 341 28
6. Sub DAS Sekampung Hilir 2, 976,36 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 122,6 202,51 119,66 151,53 121,14 105,92 57,55 53,52 30,93 58,49 42,90 143,09 1209,84 100,82 329 303 275 241 188 142 111 76 99 127 151 264 2306 0,373 0,668 0,435 0,629 0,644 0,746 0,518 0,704 0,312 0,461 0,284 0,542 6,32 0,53 37,3 66,8 43,5 62,9 64,4 74,6 51,8 70,4 31,2 46,1 28,4 54,2 632 53
Keterangan : Luas Sub DAS Sekampung Hilir 2 adalah penjumlahan antara luas Sekampung Hilir 1 dan 2
Sumber: Pengolahan data, 2012 77
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Nilai Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Sekampung (Lanjutan) 7. Sub DAS Sekampung Hilir 3, 1.725,5 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan Feb Mar Apr Mei 46,72 29,86 51,07 31,25 30,11 319 333 243 160 162 0,146 0,09 0,210 0,195 0,186 14,6 9 21 19,5 18,6
Jun 22,53 149 0,151 15,1
Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 65,82 21,42 28,24 22,66 15,17 25,92 390,77 32,56 150 97 86 101 143 233 2176 0,439 0,221 0,328 0,224 0,106 0,111 2,41 0,2 43,9 22,1 32,8 22,4 10,6 11,1 241 20
Keterangan : Luas Sub DAS Sekampung Hilir 3 adalah penjumlahan antara luas Sekampung Hilir 1, 2 dan 3
8. Sub DAS Sekampung Hulu 1, 417,52 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul 28,23 30,13 39,13 43,46 36,57 23,59 26,3 737 614 559 348 295 295 210 0,038 0,049 0,07 0,125 0,124 0,08 0,125 3,8 4,9 7 12,5 12,4 8 12,5
Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 41,7 32,9 19,89 41,59 26,3 389,79 32,48 90 147 197 205 267 3964 0,463 0,224 0,101 0,203 0,099 1,7 0,14 46,3 22,4 10,1 20,3 9,9 170 14
9. Sub DAS Sekampung Hulu 2, 641,85 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 70,94 47,49 53,41 53,71 52,16 36,34 35,47 18,78 9,29 35,05 14,13 127,69 554,46 46,21 332 357 317 210 203 156 263 225 173 227 366 332 3161 0,214 0,133 0,168 0,256 0,257 0,233 0,135 0,083 0,054 0,154 0,039 0,385 2,11 0,18 21,4 13,3 16,8 25,6 25,7 23,3 13,5 8,3 5,4 15,4 3,9 38,5 211 18
Keterangan : Luas Sub DAS Sekampung Hulu 2 adalah penjumlahan antara luas Sekampung Hulu 1dan 2
Sumber: Pengolahan data, 2012 78
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Nilai Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Sekampung (Lanjutan) 10. Sub DAS Semah, 253,58 km2 Parameter AP CH Koef AP Koef (%)
Jan Feb 113,02 144,06 248 263 0,456 0,548 45,6 54,8
Mar Apr Mei Jun 149,99 96,08 41,19 34,75 178 142 104 63 0,843 0,677 0,396 0,552 84,3 67,7 39,6 55,2
Jul Agsts Sept Okt Nov Des Jumlah Rata2 47,53 31,69 36,8 59,15 61,33 71,82 887,41 73,95 53 37 45 69 129 184 1515 0,59 0,897 0,856 0,818 0,857 0,475 0,39 7,76 0,65 89,7 85,6 81,8 85,7 47,5 39 776 65
Sumber: Pengolahan data, 2012
79
Universitas Indonesia
80
Lampiran 2. Daftar Stasiun Hujan dan Pos Duga Air No Sub DAS 1 Bulok 1
Pos Hujan PH.015, PH.016; PH.009, PH.010, PH.011, 2 Bulok 2 PH.020, R.017 3 Kandis PH.005, PH.032 4 Ketibung R.019 5 Sekampung Hilir 1 R.106 PH.183 6 Sekampung Hilir 2 PH.035, R.074 7 Sekampung Hillir 3 PH.031. PH .151, R.127, R.233, R.285 8 Sekampung Hulu 1 R.067 9 Sekampung Hulu 2 R.072 10 Semah PH.008 Sumber: Pengolahan data, 2012
Pos Duga Air PDA.147 PDA.148 PDA.150 PDA.149 PDA.146 PDA.124 PDA.151 PDA.153 PDA.145 PDA.144 PDA.126
Lokasi Stasiun Pengamat Hujan dan Debit
Universitas Indonesia
81
Lampiran 3. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Bulok 1, PDA.147 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jan
Feb
9,2 10 9,3 20,5 15,3 13,4 11,8 23,3 26,3 29,8 28,9 31,9 26,9 30,2 20,9 14,3 24,9 19 14,9 17,9 27,6 30,8 30,2 31,8 51,8 52,4 57,3 51,2 27 83,7 38,7 28,4
25,5 25,1 24,2 30,1 29,5 33 35,1 39,7 35,3 33,2 32,7 17,8 32,2 33,9 35,7 23,3 22,1 24,3 32,8 34,7 25,3 51,4 49,2 42,4 47,1 45,3 26,5 26,3 45,6
Mar
36,4 54,3 56,2 47,8 54,6 238,1 33,9 41 24 17,9 22,9 28,1 42,7 21,3 22,8 21,3 19,4 20,4 24,1 15 16,9 17,9 15,3 13 11,2 13,1 12,4 11,1 11,3 12,5 11,1 33,1 31,9
Rata2 Harian 9,2 17,8 11,1 Rata2 Harian Minimum 19,2 15,3 20,8 AP
April Mei Juni Juli Agsts Sept Okt
Nov Des
8,6 12,3 9,7 9 9,5 8,8 8,4 8,4 8,6 8,2 8,6 9,8 9 8 7,3 6,4 7,3 8,8 8,1 8,4 8,5 7,2 6,7 6,7 6,2 6,3 5,9 7,2 12,7 7,9
5,2 5,1 4,8 4,6 4,5 6 5,7 5,7 8,2 7,4 6,2 6,2 6,5 5,8 6,3 9,4 7,1 6,8 6,1 6 6,3 10,4 14,4 16,6 16,7 14,4 10,1 12,3 10,3 9,1 8,1
6,6 6,1 6,1 5,8 6,7 9,1 9,1 9,8 8 7,8 6,9 8,6 10,2 9,7 7,6 8,3 8,4 7,8 7,9 7,7 7,3 7,7 23,2 20,9 16,7 17,9 18,4 14,7 15,6 15,3 15,4 10,7
9 8,8 5,7 5,8 8,9 7,7 6,7 5,8 6 6 5,4 9,2 23,2 6,7 5,2 5,6 5,4 6,4 8,4 9 8,5 8,7 6,1 5 5,1 4,6 4,3 4,2 4,6 6,4
8,3
7,4 8,2 13 15,5 14,9 22,7 26,5 22,3 16,9 14,2 14,4 27 21,7 19,5 16,5 15,2 16,2 15,2 7,5 8 7,5 7,5 8 7,9 7,2 7,2 7,3 8,3 10,1 10,1 10,5 13,4
3,6 3,5 3,6 3 2,9 2,7 2,5 2,2 2,7 2,5 2,8 3,2 2,9 2,8 2,9 3,2 3 4,5 3,5 3,2 3,5 3,5 4 3,7 3,8 3,4 4,9 8,6 5,7 3,6 4,1 3,5
3,4 3,5 3,4 4,1 3,8 3,7 3,9 3,9 3,5 3,4 3,2 3,2 4,3 3,1 2,9 5,1 5,1 4,7 4,6 4,9 5 4,6 4,3 4,3 4,3 4,4 4,4 4,5 4,4 3,7
7,1
8 5,7 10,7 14,1 14,3 15,8 13,4 7,9 4,7 3,8 4,5 3,8 3,9 3,9 5,7 5,4 5,5 6,3 5,8 8,9 9,5 7,3 6,7 4,4 4,2 3,9 4,8 4,2 3,8 3,7 3,4 6,7
4
5,2 6 5,3 5,5 5,5 5,3 4,8 4,8 4,7 4,7 4,7 4,9 6,2 5,4 4,6 4,9 5,1 6,7 5,6 5,1 5,3 5,2 5,3 5,4 5,8 7 8,1 9 11,7 8,9 5,7 5,9
5,9
7,2
4,2
3,4
2,2
2,9
4,6
4,5
5,8
2,4
6,2
2,9
3,3
1,3
1,1
1,2
3,6
4,9
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
82
Lampiran 4. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Bulok 2, PDA.148 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 18,2 16,3 16,3 16,6 16,8 14,9 14,9 18,5 27,2 24,1 26,1 22,6 18,7 18,2 21,1 19,4 21,4 20,9 20,1 21,2 38,2 28,6 30,8 45,8 34,3 37,6 31,6 29,8 25,9 63,1 39
Feb 31,8 27,9 25,6 28,6 31 24,2 31,2 34,1 32,3 28,2 28,6 26,2 38,2 34,1 30,4 34,1 37,7 42,4 38,7 34,4 42,4 40,2 37 44,6 45,1 37,7 73,4 38,6 35,5
Mar April 42,5 19,7 40,5 21 34,7 15,8 29,7 16,9 33,6 21,2 60,9 18,9 34,2 17,1 34 16,5 26,9 15,2 26,3 16 25,5 16,6 27 15,7 35,7 16,2 36,9 16,1 30,8 14,9 26,7 13,1 28,2 13,1 26,8 13,9 25 13,6 25,8 13,3 29,4 13 30 12,4 28,3 13,6 21,4 12,9 19,9 11,8 20,1 11,1 20,3 10,8 21,8 10,8 21,1 13,6 22,2 12,3 21,4
25,7 35,7 29,3
14,9
14,9 24,2 19,9 10,8 11,4 9,4
10,8 4,1
Mei 14,8 13,6 14,6 15,2 14,8 18 15,3 14,9 16 14,6 15,8 18,2 15,4 13 12,1 11,4 10,3 11,2 10,4 11,2 10,2 11,2 10,9 11,2 10,9 12,2 12,2 13,1 13 11,5 9,7
Juni 11,7 11 10,9 10 11,5 19 11,7 12,3 11,7 12,9 13,1 18,3 10,8 9,9 10,4 10,1 10,6 12,1 10,6 11,5 11,3 12,4 10,8 10,2 9,5 9 8,2 8,1 9,3 9
13,1 11,3
9,7 3,4
8,1 3,1
Juli Agsts Sept 9,6 7,1 8,1 8,8 6,5 7,1 11,4 7,1 7,6 12 7,1 8,3 11,1 6,2 7,5 9 6 6,5 10,1 5,1 7,1 8,1 5,6 6,6 7,2 6,7 7 7,1 7,4 7,4 6,9 7,9 7,1 7,8 7,6 6,3 6,8 6,9 6,3 6,7 6,6 5,8 7,5 7,1 7,2 7,5 7,2 8,1 8,3 7 7,7 9,8 9,3 7,2 10,2 12,1 7,3 11,8 8,8 6,8 9,2 7 7 8,2 8 8,8 7,3 8,6 9 6,6 9 8,3 6,1 7,1 8,1 6,3 7,2 8,6 7,7 9,3 9,5 9,5 9 9,4 8,6 9,4 9,4 8,2 8,2 8,5 7 6
Okt 8,7 9,1 8,7 9,1 9,2 9,7 9,1 8,8 8,1 7,7 7,6 7,3 8,4 8,8 9 8,6 8,5 8,2 8,3 7,9 8,2 7,9 7,6 7,7 7,8 8,2 9,6 9,1 12,4 10,5 7,8
Nov 7,8 7,8 8,9 9,3 8,7 8,7 8,9 10 9,6 9,9 10 9 10,6 9,8 11,2 10,6 11,1 10,4 10,7 9,7 9,4 8,8 10,3 11 12,1 12,4 14,7 14,2 12,5 11,5
Des 10,1 11 11,2 11,9 11,9 12,7 11,8 10,7 10,7 9,9 9,2 10,9 11,2 11,2 13 13,6 13,3 14,4 14 13,2 14,8 12,8 12,1 20,3 17,4 17,3 17,8 17,2 17,2 15,5 22,2
8,5
7,5
7,6
8,6 10,3 13,6
6,1 2,3
5,1 2,4
5,8 1,8
7,3 1,3
7,8 2,5
9,2 4,4
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
83
Lampiran 5. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Kandis, PDA.150 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agsts Sept Okt Nov Des 5,4 8,9 7,4 3 2,9 2,5 2,3 1,9 1,6 1,7 2,1 4,3 3,8 8,3 7,8 2,7 3,9 2,4 3,5 1,8 1,9 1,6 1,9 3,8 3,5 7,7 6,1 4,4 5,4 2,3 2,8 1,8 1,9 1,6 1,9 3,6 3,4 8,9 8,2 3,8 3,3 2,1 2,6 1,6 2 1,6 1,7 3,7 3,1 8,2 7,7 3,3 2,8 2,3 2,5 1,9 2,3 1,7 1,7 3,9 3,1 7,4 5,1 3,3 3 2,4 2,5 1,9 2 1,5 1,8 3,6 3,1 7,5 4,5 4,4 3,5 2,6 2,4 1,9 1,9 1,6 2 4,4 5,1 6,6 4,5 3,5 3,9 3 2,3 1,8 1,9 1,9 2,1 4,2 14,7 5,6 4,7 3,3 3,7 3,1 2,2 1,7 2 2 2,2 3,8 11,6 5,4 6,7 3 3,4 2,8 2,3 1,8 2 1,8 1,8 4,3 6,3 5,5 8 2,9 3 2,9 2,1 1,7 1,9 1,9 1,8 4 5,4 5,5 7,2 2,8 3,9 3,1 2,2 2,1 1,9 1,6 1,8 4 4,4 5,8 7,2 2,8 3,3 2,8 2,1 1,9 1,8 1,6 1,9 4 4,9 5,2 5,3 2,6 3,2 2,4 2,2 2,3 1,8 1,7 2,1 4 5,6 5,7 5,9 3 3,2 2,4 2,3 2,1 1,8 1,6 2,1 4 4,5 5,4 5,7 2,7 3,2 2,5 2,5 2 2 1,5 3,1 4 4,6 5,2 5,4 2,1 2,8 2,2 2,5 2 2,3 1,4 3,6 5,2 5,5 6,7 5 2,3 3 2,6 2,4 2,1 2 1,5 3,5 6,4 5,6 6,5 5,3 2,1 2,9 2,8 2,6 2,2 2 1,6 3,4 6,2 6,5 6 4,5 2,3 2,8 3 2,7 2,1 2 1,7 3,4 5,8 6,9 6,2 4,2 2,5 2,6 3,6 2,4 2,1 1,9 1,8 3,3 5,6 6,8 6,5 4,3 2,6 2,4 3 2,1 2 2,2 1,6 3,1 5,3 8,1 6,4 4,8 2,3 2,5 2,5 2 2 1,9 1,6 3 5,3 7,5 6,3 4,2 2,3 2,3 2,4 2 1,8 1,9 1,7 2,9 5,3 6,6 6,1 4,6 2,2 2,5 2,3 1,9 1,7 1,9 1,9 4,3 4,9 7,9 10,2 4,1 2,1 3,2 2,5 2,2 1,9 2,1 2 4,2 6,2 8,2 7,3 3,7 2,1 3,2 2,1 2,2 2 2 2,3 2,8 5,2 8,6 8,7 3,8 2,3 2,9 2,7 1,8 1,9 1,8 2,3 3,4 4,8 9,3 6,3 3,7 2,8 3,7 4,1 1,8 1,8 1,7 2,6 4,7 4,3 9,6 3,6 2,9 3,5 2,4 1,9 1,6 1,7 2,4 4,1 4,8 8,4 3,3 2,7 2 1,8 2,3 5,3 6,4
6,8
5,4
2,8
3,2
2,7
2,3
1,9
1,9
1,8
2,7
4,7
3,1 3,3
5,2 1,6
3,3 2,1
2,1 0,7
2,3 0,9
2,1 0,6
1,8 0,5
1,6 0,3
1,6 0,3
1,4 0,4
1,7 1
3,6 1,1
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
84
Lampiran 6. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Ketibung, PDA.149 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 1,51 1,46 1,25 1,38 1,12 1,09 1,38 2,11 2,67 3,65 3,27 2,16 0,84 2,16 2,53 2,03 2,13 1,11 1,37 1,62 1,99 4,49 2,35 2,12 1,43 2,25 3,42 2,04 1,76 5,72 1,94
Feb Mar April 4,45 3,37 1,73 1,88 10,65 0,99 2,45 3,47 1,9 2,72 3,13 14 2,55 2,52 3,33 1,75 6,64 1,36 1,26 5,92 0,81 2,23 1,7 2,33 1,79 1,68 2,31 1,57 2,07 1,36 2,58 2,87 1,47 2,02 2,59 1,09 1,23 3,57 1,62 1,9 2,11 4,14 2,04 3,63 3,37 2,37 2,84 1,53 3,61 2,16 0,86 5,83 1,29 1,76 4,43 1,98 1,36 5,61 2,34 1,82 5,85 1,36 0,66 3,37 1,03 0,65 2,43 1,89 1,37 4,9 1,88 0,83 3,73 1,07 0,84 3,26 1,69 0,67 1,59 1,7 0,94 5,86 2,08 0,87 3,07 1,07 1,50 1,24 1,01 1,13
Mei 0,58 0,51 1,16 1,19 1,02 2,61 1,61 1,34 1,29 1,48 2,02 6,31 1,56 1,79 3,06 1,45 0,86 0,94 0,81 0,61 0,65 0,57 0,46 0,83 0,67 0,51 0,47 0,55 0,77 1,97 0,7
Juni 1,38 0,82 9,19 2,36 0,91 0,93 0,94 1,91 3,95 1,58 1,07 10,93 11,5 5 2,14 1,55 1,44 1,74 1,47 0,91 0,77 6,44 1,87 1,7 1,24 1,77 1,03 0,5 1,15 4,36
Juli Agsts 1,1 0,36 1,13 0,69 0,7 0,39 1,32 0,33 1,25 0,25 0,65 0,28 0,59 0,24 0,51 0,4 0,46 0,99 0,85 0,38 0,71 0,27 0,54 0,64 0,53 0,34 0,61 0,37 0,56 0,35 0,53 0,31 0,56 0,51 0,48 0,34 1,82 0,59 0,57 0,33 0,46 0,27 0,33 0,26 0,27 0,43 0,24 0,43 0,28 0,6 0,33 0,58 0,73 0,7 0,36 0,46 0,33 0,44 0,37 0,3 0,5 0,33
Sept 0,22 0,27 0,48 0,34 0,27 0,3 0,31 0,26 0,52 0,33 0,27 1,25 1,14 0,23 0,36 4,39 0,48 0,32 0,34 1,33 0,26 0,23 0,21 1,39 0,42 0,29 0,22 0,21 0,4 0,54
Okt Nov 2,45 0,50 0,48 0,38 0,29 0,26 0,42 0,28 0,3 0,52 0,31 1,44 1,88 0,76 0,36 0,37 4,88 18,42 0,24 0,83 0,23 0,57 0,33 0,39 0,3 13,78 0,3 0,85 0,2 2,83 0,73 0,64 0,52 1,43 22,65 3,31 1,02 0,59 2,7 3,25 1,01 3,26 3,74 0,93 0,47 0,76 0,3 8 0,88 2,38 1,92 0,99 5,18 0,66 0,84 0,63 0,6 6,6 0,59 3,96 0,48
2,14
3,05
2,67
1,95 1,30
2,75 0,63
0,42 0,59
1,83
2,65
4,89
0,84 1,3
1,23 1,82
1,03 1,64
0,65 0,46 1,3 0,84
0,5 0,24 2,25 0,39
0,24 0,21 0,18 0,38
0,2 1,63
0,26 2,39
0,38 4,51
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
Des 0,94 0,72 0,83 0,68 0,66 0,38 1 0,98 1,23 0,7 0,83 0,57 3,96 24,19 5,36 1,26 1,05 0,71 0,72 1,19 37,31 1,94 0,88 8,06 2,73 3,95 28,38 1,22 0,94 15,42 2,87
85
Lampiran 7. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hilir 1, PDA.146 dan PDA.124 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 51,2 53,3 44,3 45,9 44 38,4 37,7 48,4 45,3 46,4 44,5 43,6 42,3 45,2 39,9 47,3 48 51,4 73,1 74 62,7 62,3 109,7 79,7 69,5 74 73,4 63,9 71,3 74,1 75
Feb 62,7 48,4 44,2 75,3 53,7 47,7 42,6 43,6 41,9 39,7 35,7 35,5 41 59,3 46,1 45,1 71,2 80,8 67,4 69,4 60,2 57,5 56,4 48,3 41,2 38,1 39,4 47,7 83,7
Mar April Mei Juni Juli Agsts Sept 65,7 37 19,2 14,1 12,2 11,9 10,2 67,1 35,5 22,4 14,2 19,6 11,5 8,3 61,7 36,4 23,2 14,5 26,2 11,2 9,3 64,5 37,4 26,1 14,6 16,1 12,6 8,2 67,7 37,6 24,3 15,3 16,1 12,3 8 63,7 39,4 23,2 13,8 14,2 11,9 8 64,2 38,8 43 15,3 12,6 11,1 7,8 68,8 37,3 33,3 18,1 12,7 10 8 66,9 44 57,5 16 10,8 11,4 8,1 60,4 42,3 34,8 16 12,5 11,1 7,6 59,6 47,6 32,9 17 12,2 11,1 8,4 48,9 42,6 54,2 18 13 11,2 8,9 51,5 41,3 40,1 17,8 12,2 11,4 7,9 59,5 32,5 34,8 15,9 11,9 11,4 7,4 59,7 34,2 24,5 16,1 12,9 11,1 7,7 53,4 31,1 23,4 16,6 12,2 11,9 8 55,2 30,1 22,6 17 12,3 11,4 13,7 46,5 33,6 21,7 25 11,9 11,5 10,5 57,9 40,2 21,6 15,8 13,1 10,4 9,8 66,5 43,9 19,8 15,2 14,3 9,6 9,6 61,1 39,2 19,3 15,1 13,3 11 9,7 67,3 34,9 16,8 15,1 12,6 10,5 8,5 70,3 39,4 15,3 14,9 12,5 10,8 8,1 65,1 34,2 16,9 14,8 11,8 10,9 8,6 67,1 35,5 15,4 15,2 11,1 9,6 8,1 70,7 33,3 17,4 15,1 11,9 7,8 9,4 46,5 33,1 18,8 14,2 13,4 9,9 9,7 43,9 30 17,2 15,2 12,7 11,2 10,1 52,3 33,2 16,3 15,6 13,4 9,8 10,6 48,9 37,1 13,1 16,7 14 10,2 10,3 47,7 15,6 15 9
57,4 52,5
59,7
37,1 25,3 15,9 13,6
10,9
37,7 35,5 19,7 17,1
43,9 15,8
30 13,1 13,8 10,8 7,1 12,3 2,1 2,8
7,8 3,1
Okt 11,9 14,4 15,3 13,5 12,6 13,1 14,9 14,4 13 17,8 17,3 19,1 21,4 12,5 13,9 13,8 17,1 17,3 13,1 14,3 17 16,1 13,4 15 17,1 16,8 18,6 18,1 17,7 14,9 16,4
Nov 18,8 17 17,2 19,3 19,1 21,9 19,2 19 20,6 19,4 19,6 19,4 19 26,5 23,4 28,7 23,1 28,4 29,3 24,4 26,4 22,4 26,1 32,4 40,8 39,4 30,3 45 36,8 32,7
Des 28,6 28,8 29,6 28,5 27,3 28,8 36,8 33,6 33,4 36,5 28,8 28,5 36,7 30,5 31,9 30,1 27,2 42,5 52,6 35,6 36,3 40,9 52 31,8 35 44,6 41,5 48,6 41,2 54,8 52,9
8,9 15,5 25,5 36,6
7,4 11,9 1,6 3,6
17 27,2 8,5 9,5
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
86
Lampiran 8. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hilir 2, PDA.151 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 124,3 131,7 143 144,5 157,3 134,3 123 116,4 113,8 143,8 176,7 175,7 179,8 170,7 159,9 164,3 158,9 159,1 155,3 145,3 128,8 121,1 115,7 104,8 93,7 87,2 89,9 92,8 90,5 91,3 95,8
Feb 129,9 142,8 157,5 138 151,5 142,4 174,7 217,3 232,8 206,2 187,5 168,9 166,4 184,4 205,3 215,9 234,6 233,5 222,1 242,9 209,1 249,8 270,6 290,9 308,1 250,3 297,2 296,3
Mar 301,1 292,1 266,5 242 234,9 231,2 229,5 215,1 202 192 181,5 184,5 174,6 181,9 173,4 165,2 180,9 181,2 194,4 202,6 192,7 195,3 194,9 204,6 204,6 186,5 190,2 196,6 214,7 218,8 246,9
April Mei Juni Juli Agsts Sept Okt Nov Des 142,8 112,3 125 45 69,9 41 66,1 51,9 38,7 142,5 113,7 68,6 52,4 67,5 35,1 66 54,6 35,5 150,1 92,3 54,5 51,9 66,1 36 65,2 56,6 48,5 173,7 92,1 101,4 53,9 68,5 41,2 71,6 58 65,7 195,4 82,6 36,2 54,7 65,9 46,5 72,3 50,1 73,2 199,4 78,1 40,8 49,4 63,5 46 70,5 44,1 79,1 216 94,9 39,2 44,4 66,6 41,6 70,1 39,6 91 177,4 77,8 37,7 38,5 63,9 36,7 69,9 43,1 104,8 172,7 73,2 34,5 30,2 64,6 41,5 66,7 48 114,4 158 84,7 34,6 28,7 63,4 42,4 57,9 50,9 117,6 151,9 97,2 43,3 30,3 64,8 39 52,4 49,9 108,7 157 96,7 56,2 31,5 65,1 35,3 46,7 44,8 89,6 126,9 82,5 80,9 31,4 61,5 33,1 43,2 47,9 67 108,8 86,6 72,9 31,8 61,4 32,1 60,5 55,9 51,4 69,9 91,1 60,5 35,9 59 30,1 64,6 61,6 54,2 87,5 86,3 54,7 40,3 60,2 29 59 64 80,1 80,6 87,1 62,8 57,9 63,4 35 51,4 67,3 85,4 77,7 74,6 60,7 68,2 63 39,4 45,3 69,2 81,2 62,6 84,8 55,2 70,5 62,2 35,1 40 68,6 80,5 87,7 73,7 136,9 70,2 70 31,4 39,4 66,3 77,9 91,9 87 121,3 66 66,2 31,2 40,6 60,5 77,6 94,5 76,2 118,1 64,4 67,5 30,1 39,8 48,1 87,6 89,8 75,6 119,2 67,2 68,6 37,8 37,6 41,7 103,3 93,4 38,1 122,2 52 66,6 42,1 34,8 36,6 96,4 95,5 35,2 108,8 38,8 65,2 46,1 32,8 37,2 97,6 97,5 36,6 94 29,7 58 52,7 41,3 53,8 113,8 66,4 40,6 87 37,1 60 54,3 54,9 56,9 132 67,3 59,8 79,7 63,7 63,2 58,6 55,9 56,8 144 61,7 71,1 80,6 65,3 48,2 64,6 53,4 55,8 155,2 65,4 31,6 44,9 66,4 43,6 54,7 52,8 44,2 76,7 34,1 71,4 58,1 56,2 89,9
131,9 211,7 208,8 118,7
87,2 129,9 165,2 44,7 81,7 43,6
61,7 57,1
75,7
74,4 49,6
63,1
40,6 54,2 52,8
87,7
31,6 44,2
34,5 28,7 39,9 21
43,6 19,5
29 32,8 36,6 11,6 21,3 16,2
35,5 52,2
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
87
Lampiran 9. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hilir 3, PDA.153 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 82,1 71,1 89 91,2 100,8 102,8 95,5 112,3 87 88,7 81 85,6 92 98 90,9 75,9 86,6 100,7 97,3 98,4 109,2 109,4 112,1 119,1 109,6 106 132,3 140,7 119,7 120 130,1
Feb 128,3 121,5 164,1 131,7 130,1 127,3 134,4 138,7 127 134,4 131,3 154,3 155,3 161 158,3 149,2 148,9 144,9 147,9 148,7 148,9 152,6 156,6 145,3 142,8 131,6 139,5 144,8 -
Mar 168,8 170,6 172,8 162,2 149,9 141,4 134,2 133 135,5 133 122,6 119 113,2 107,2 112,2 122,3 122,8 132,1 111,9 111,3 105,5 95,4 92,4 102,4 118,5 106,1 97,7 134,4 106,9 120,3 127,2
April 117,3 115,1 115,5 113,5 119,3 138,9 140,2 138,4 133,6 126 121,9 131,9 139,7 150 146,3 155,8 162,7 145 124,3 128,1 128,8 119,7 112,8 125,7 115,8 107,9 114,2 115,5 130,4 126,2
Mei 93,9 95,2 104,2 109,8 100,8 105,7 107,9 105 106,8 108,7 103,2 101,4 106,7 110,3 112,5 116,1 126,9 125,2 127,1 130,9 122,5 140,1 126,3 135,8 124,1 118,1 108,5 100,8 107,5 114,6 113,4
Juni 106 96,2 99,7 94,5 91,1 92,2 95,9 95,6 84,9 92 95,1 93,2 90,2 89 82,2 93,4 95,6 80,9 79,8 85,5 84,8 84,1 81,2 83,4 84,9 82,2 77,6 76,2 79,1 73
101,1 142,8 125,2 128,7 113,2 88
71,1 30,1
121,5 92,4 21,3 32,9
107,9 93,9 20,8 19,4
73 15
Juli 98,8 90 93 93,4 93,1 93 89,9 92,9 85,7 85,6 77,6 77,1 79,1 82,9 83 91,4 93 86,3 160,5 90,6 89,3 93,3 85,9 94,9 95,9 94,9 97,8 93,6 95 929,7 95,9
Agsts 93,3 92,9 95,6 98,7 80,3 79 78,3 77,2 77,8 77,7 74,2 79,6 72 75,4 86 82,8 79,8 77,2 83,8 91,1 93 95,1 92,8 91,3 94,4 91,9 88,4 82,5 91,9 90,4 94,9
Sept 96,2 92,3 88,9 81,6 78,8 78,9 85,3 74,8 70,9 75 76 87,5 80,7 81,6 86,6 90,6 85,7 83,8 86,4 91,1 91,7 91,5 100 106,2 111,9 102,7 101,1 106,3 104,2 104,2
Okt 117,7 125,3 118,9 118,1 121,9 122,8 118 118,5 115,9 114,6 115,4 115,4 116,3 118,3 119,4 124,6 123,6 129 126,4 114,4 108,5 105,7 102,1 106,3 104 112,9 116,4 114 117,7 117,4 120
119,5 85,8
89,7
116,8 110,5 101,9
77,1 42,4
70,9 18,8
102,1 100,4 85,3 14,6 10,1 16,7
72 13,8
Nov 117,3 115,5 110,4 110,6 108,4 118,1 117,7 116,1 117,5 126,2 118,9 117,2 115,1 109,4 103,1 103,3 107,2 102,1 107,2 114,4 112,2 104,6 105,5 105,2 111,5 101,6 104,4 101,1 100,4 111 111,5
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
Des 100 104,1 104,3 105,1 103 102,5 106,6 100,5 110,8 108 94,8 95,4 98,1 106,9 103,9 104,7 107,2 98,6 102,8 103,3 101,9 90,5 85,3 88,1 92,4 105,3 108,9 103,1 103,5 108,5 111,5
88
Lampiran 10. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hulu 1, PDA.145 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 20,7 20,1 20,1 21,8 20,1 19,8 20,9 20,7 16,8 17,1 15,9 16,1 17 19,1 23,4 21,6 23,4 18,7 19,6 20,3 19,1 22,7 22,4 21,5 21,1 23,7 17,3 20,5 23 22,4 20,2 20,2
Feb 19,1 17,1 19,9 17,4 17,9 18,8 15,1 15,8 15,5 15,7 13,8 17,1 22,6 19,4 22,3 21,4 21,9 25,3 22,1 21,3 22,4 20 15,8 14,6 19,2 17,6 18,9 18 24,4
Mar April Mei Juni Juli Agsts 18,9 20,3 25,5 24,7 39,7 21,4 17,9 17,7 24,2 24,4 28 20,7 19,7 23,5 24,6 24,5 28,6 20,7 23,1 18 25,6 27,9 28,5 19 24,9 22,5 37,3 26,5 28,6 20,2 18,9 23,9 28 26 32,2 20 15,2 19,2 27,1 23,1 28,2 20,6 17,9 24,7 38 24,3 27,2 18,2 16,7 24,5 33,7 24,7 25,7 19,3 24,1 23,1 28,9 24 25,2 19,2 21,7 29,4 38,7 21,5 28 23,1 22,8 25,2 32,2 27 28,1 19,9 21,6 28,1 30,6 23,8 26,8 20,7 21,3 26,9 26,3 25,5 26,4 19,5 22,4 25,4 27,6 24,1 27 21 21,1 24,7 26,9 23,3 25,3 20,9 21,7 30,3 23,8 24,1 23,9 17,2 21,1 28,1 24,2 24,9 22,2 19,7 30,1 26,3 22,6 28,3 22,2 47,2 24,2 28 24,2 27 23,2 16,8 28,8 27,8 24,9 24,1 22,9 16,4 23,3 25,7 22,3 23,1 22 16,8 25,6 27 25,8 22,8 22,6 16,1 21,4 25,2 25,2 21,4 21,9 16,7 22,4 25 22,6 22,9 22,1 14,5 19,2 24,2 23,7 22,9 22,2 14,6 20,6 24,6 23,6 22,8 22,8 17,2 18,8 24,3 22,1 22,4 23 13,9 18,4 22,8 22,6 21,7 23,4 12,6 19,5 26 21 20,4 21,7 13,7 20 20,9 21,5 13,4
Sept 16,7 15,4 15,8 16 16 18,6 17 17 16,2 16,9 15,9 14,8 18 17,6 16,5 17 16,8 16,5 16,5 15,3 15 15,8 15,5 16 16,1 15,2 16,7 16,1 10,9 10,6
Okt 11,8 11,3 10,9 11,4 10,7 10,6 12,3 12 11,5 11,7 12,7 12,6 12,5 12 12,1 13,1 12,5 12,8 13 13,5 14,6 18,8 17,1 17,8 18,8 17,5 16,9 15,7 15,2 17,7 13,4
Nov 16,1 18,6 17,9 16,7 15,9 15,4 15,8 17,7 16,8 16,2 15,7 19,3 21,5 25 21,8 22,7 24,6 22,6 21,9 21,5 19,7 29,2 29,5 28,8 34,5 27,3 27,3 36 24,1 23,4
Des 22,4 21,7 21,3 20,6 24,7 26,9 24,6 25,4 25,3 24,9 22,3 20,1 20,7 20,3 21,4 22,5 23,9 25,7 25,8 25,5 26,6 26,5 25,8 25 24,8 25 24,1 23,3 23,9 23,8 19,6
19 21,4
24,7 26,6 24,1 25,5
19,1
15,9 13,7 22,1 23,7
15,9 13,8 15,2 4,4 5,2 6,1
17,7 20,9 20,4 21,5 7 5,7 3,8 4,1
12,6 6,5
10,6 10,6 15,4 19,6 5,3 3,1 6,7 4,1
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
89
Lampiran 11. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Sekampung Hulu 2, PDA.144 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 33,7 35,1 34,3 60,3 42,7 41,3 40,5 43,3 43,5 40,1 39,6 38,2 35,8 44,4 39,5 42,9 42,4 44 67,2 168,2 42,6 38,6 103,9 83 42,1 55,3 39,8 40,1 48,1 61,3 40,1
Feb 34,1 34,2 31,8 31,4 32,9 30 28 27,3 27,5 36,7 32 31,9 30,5 30,4 32,8 32,1 32,7 43,2 38,4 47 58,3 50,3 46,2 43,8 48,3 49 42,1 50,9 103,6
Mar April Mei Juni Juli Agsts 41,1 36,3 46,2 36,3 44,9 35,8 53,7 37,8 45,7 37,1 44,7 33,8 40,6 36 46,6 38,8 53,7 35 51,6 36,2 47,2 37,4 43,8 33,1 53,7 41,1 48,5 38,2 35,8 34,9 47,1 49,3 47,6 40,5 37,5 35 48,7 49,1 65,8 43,1 37,3 35,5 44,7 49,2 53,1 33,3 47,1 26,8 39 59,8 48 43,4 46,4 27 42,3 41,5 47,1 43 45,8 25,3 38,6 39,6 44,6 44,6 46,2 26,8 33,3 36,9 44 42,6 45,9 24,9 30,7 34,9 43,8 43 42,9 25,8 42,8 29,7 43,4 44,1 51 30,8 49 26,2 44,1 44 37,8 29,4 47,7 26,4 45,2 44,4 36,5 31 43,6 40,3 44,4 44,4 35,7 32 44,8 40,5 42,6 71,7 34,7 28 45 39,2 43,5 41,8 35,3 26,1 45,5 38,7 43,2 42,4 36,2 27,6 34,4 39 31,1 36,3 35,8 29 36,1 39,8 31 38,6 32,3 30,9 40,4 41 37 35,5 31,1 29,9 44,6 41,1 39,2 42,8 31,8 28,9 49,7 39,6 39,1 42,1 33 27,2 47,4 39,9 40,2 44,4 38,2 27,7 45,2 40,1 48,1 44,3 42,3 24,8 45 39,9 39,8 43,9 34,6 24,8 40 37,7 40 44 35,7 27,7 36,8 38 35,7 43,9 37,1 25,8 44,4 34 36,4 25,9
Sept 20,4 19,2 18,3 18,3 18,2 17,9 17,9 17,9 17,6 18,5 22,4 21,9 22,8 23,9 22,9 19,6 21,5 19 20 18,6 17,6 18,3 18,4 19,5 21 20,9 21,3 22 21,6 21
Okt 18,3 17,8 18 18,4 19 19,7 20,7 20,6 20,2 20,4 21,8 21,3 22,1 20,8 20,1 20 19,1 19,8 19 20 19,3 18,7 18,4 18,7 18,9 18,8 19 18,7 18,6 19,1 10,9
Nov Des 25,2 30,4 27,2 35,3 28,9 39,6 29,3 37 29,9 33,7 25,5 36,6 26,8 43,4 27,7 56,4 27,7 49,4 27,9 43,9 27,6 43,4 28 43,7 27,7 44,9 29 49,6 29,8 63,2 29,5 54,5 30,3 55,5 29,6 58,5 29,2 59,5 30 55,8 28,9 106,5 25,9 75,5 27,5 65 30,1 49,4 34,4 87,5 30,3 111,6 29,4 76,9 28,6 101,1 28,5 88,7 29,3 80,2 114,3
50,7
39,9 43,5
39,5 43,5 42,3 39,6
29,3
19,9 19,2 28,7
61
33,7 17
27,3 30,7 12,6 12,8
26,2 31 33,3 31,1 13,3 12,5 9 8,5
24,8 4,5
17,6 10,9 25,2 2,3 8,4 3,5
30,4 30,6
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum
Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia
90
Lampiran 12. Rata-rata Debit Harian Sub DAS Semah, PDA.126 Tahun 1995-2010 (m3/dtk) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Rata2 Harian Rata2 Harian Minimum AP
Jan 58,3 56,4 39,1 44,5 47,7 47,8 44,3 43,7 44,5 56,5 49,4 49,2 49,7 49,7 47,3 48,6 48,6 51,3 51,6 49,6 49,2 55,1 51,6 66,2 49 48,3 50,5 51,7 52,2 48,3 44,7 49,8
Feb 61,5 64,7 48,1 45,9 46,1 48,2 46,1 48,3 47,8 54,6 48,8 47,5 52,7 81,7 79 74,3 75 71,1 77,8 84,2 84,1 66,3 64,5 60,1 60,2 60,6 62,5 47,6 -
Mar April Mei Juni Juli Agsts 51,2 52,1 34,4 25,1 25,6 26,8 53 52,8 35,4 22,2 24,9 26,7 54,1 51,5 28,7 26,8 23,7 27,4 50,3 53,1 32,5 29,1 24,2 27,2 53 36,4 29,7 27,7 26 27,3 45,9 41,5 24,7 24,2 26,1 26,5 47,7 37,5 25,1 23 27 26,3 51,6 47,7 22,8 23 27,8 25,2 65,3 52,7 24,6 25 27,8 27 68,3 37,6 23,4 25,6 26,5 27,3 52,7 36,7 24 23,9 27,2 27,3 47,6 41,2 24,1 23,7 29,2 25,3 52,5 38,4 23,7 25,8 28,6 24,3 53,4 39,3 25,4 22,9 28,5 25,7 46,6 37,3 21,7 24,4 32,8 28 44,6 33,5 22,8 23,8 32,3 26,3 46,2 51,1 22,8 24,9 31,6 28 64,2 48,8 21,6 26,9 30 26,5 66,3 41,2 27,9 27,2 30,4 26,6 59,7 44,5 22,9 28,3 30,8 26 42,7 38,6 24,6 25,8 26,2 25,8 47,7 45,4 20,9 24,9 29,7 25,9 45,1 46 24,2 27,3 29,3 26,3 47,5 43 23,5 25 29,4 25 80,4 43,3 22,3 25,8 27,3 24,2 86,2 40,1 22,2 27,2 24,5 24,3 80,9 38,4 22,1 27,4 27,5 24,4 63,3 36,4 22,4 26,5 29 23,8 78,5 37,7 20,8 27 28,9 23 57,1 43 21,5 22 28 24,6 58,3 21,4 23,4 -
Sept 24,8 24,2 24,1 23 24,2 20 21,3 22,5 23,5 22,5 22,5 25 23,7 22,5 23,6 24,1 24,6 26,7 23 23,5 23,8 23 25,3 25,3 25,6 23,8 24,4 23,4 20,7 24,9
Okt 24,2 20,5 24 24,2 23,9 24,4 24,4 23,4 24,9 22,5 23 24,5 23,9 22,2 26,1 28,7 26,8 27,5 30,2 25,4 25,2 23,1 22,9 21,6 31,1 32,8 31,2 31,3 30,9 34 30,9
Nov 30,8 29,3 31,6 24,4 25,9 19,9 25,3 29,2 27,5 22,8 27 26,3 27,4 23 22,1 20,8 22,8 25,8 25,6 28,8 31,7 23,2 25,3 21,5 21,6 23,5 25,5 30,6 29,4 29,6
Des 22,3 24,4 26,6 27,6 23,4 31,4 30,5 31,3 30,1 31,9 30,2 31,7 33,5 34,4 27,2 28,8 27,3 29,2 29,1 34,1 34,1 31,3 28 27,1 28,6 26,5 25,9 25,5 27 30,6 30,1
61 56,8
42,9 24,6 25,4 27,9
26
23,6 26,1 25,9 29
39,1 45,9 42,7 10,7 15,1 14,2
33,5 20,8 22 23,4 9,4 3,9 3,4 4,5
23 20 20,5 19,9 22,3 3 3,6 5,6 6 6,8
Keterangan: Aliran Permukaan (AP) = Debit Rata2 Harian - Debit Rata2 Harian Minimum Sumber: Pengolahan data 2012 Universitas Indonesia