Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
KINERJA SERAT LIMBAH PRODUK INDUSTRI SEBAGAI PENAHAN SUSUT BETON Sholihin As’ad1, Purnawan Gunawan2, Putut Dwi Antoro3, Sandra Wijaya4 1,,2,3,4
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo),Jl. Ir. Sutami 36A, Solo 57126 email:
[email protected]
ABSTRAK Susut umur awal, kurang dari 24 jam, pada beton terjadi akibat kurangnya suplai air dari dalam ke permukaan beton saat hidrasi dan penguapan. Hal ini berakibat munculnya tegangan tarik di permukaan beton yang berpotensi menimbukan retak karena rendahnya kuat tarik beton di umur awal. Setelah beton kering, fenomena susut beton masih terus berlangsung yang didominasi oleh susut kering. Makalah ini membahas kinerja serat limbah produk industri berbahan alumunium, plastik dan karet menghadapi susut pada beton. Serat dibuat dari limbah kaleng minuman, botol plastik dan karet ban mobil dengan ukuran panjang (l) 30 mm dan lebar (d) 2 mm. Serat limbah tersebut dicampur kedalam beton menjadi komposit beton serat. Lima campuran beton disiapkan terdiri dari empat beton serat masing-masing dengan 1 % volume serat alumunium, plastik, ban dan serat hybrid berupa kombinasi 0,5% volume serat alumunium dan 0,5% volume serat plastik dan satu campuran beton tanpa serat sebagai pembanding. Pengamatan uji susut awal dengan umur beton 0 hingga 24 jam dan uji susut kering umur beton 1 hingga 60 hari yang dilanjutkan dengan analisa prediksi susut pada umur beton yang lebih lama dilakukan terhadap semua benda uji. Uji susut awal menggunakan metode susut tertahan metode standar pengujian Austria (Richtlinie fuer Faserbeton) pada benda uji berbentuk lingkaran diameter luar 580 mm, dimeter dalam 240 mm dan tebal 30 mm. Uji susut kering menggunakan benda uji beton kering berbentuk prisma 75 mm x 75 mm x 280 mm dengan strain gauge elektrik. Hasil pengujian menunjukkan serat bekerja menahan susut dengan terjadinya pengurangan retak pada umur awal dan pengurangan nilai susut kering. Serat plastik mencatat kinerja terbaik menahan susut umur awal dengan indikator retak awal, dimana serat ini memperlambat 65 menit munculnya retak pertama dibandingkan beton tanpa serat dan terjadi pengurangan panjang retak, jumlah retak dan lebar retak masing-masing 74%, 50% dan 70% dari retak pada beton tanpa serat pada umur beton kurang dari 24 jam. Serat plastik juga memperkecil 14,7% susut kering.dibandingkan dengan beton tanpa serat dan menunjukkan kinerja terbaik menahan susut kering diantara semua jenis serat yang diuji. Kata kunci: beton serat, susut beton umur awal, susut kering, serat limbah produk industri
1.
PENDAHULUAN
Susut (shrinkage) pada beton merupakah hal yang tidak dapat dihindari. Susut terjadi akibat perubahan volume air pori pada beton sebagai akibat dari proses kimiawi reaksi hidrasi semen-air, migrasi air sebagai respon material terhadap udara lingkungan sekitar dan lain-lain. Susut mengakibatkan deformasi material beton dan berpotensi menimbulkan retak bila tegangan akibat deformasi tersebut melebihi dari kekuatan beton. Menurut Bissonette, B (1999) beberapa faktor yang mempengaruhi susut diantaranya faktor air semen (f.a.s), kandungan semen, kandungan agregat, kelembaban udara, temperatur dan kecepatan angin. Salah satu usaha mereduksi proses susut pada beton adalah pemberian bahan tambah serat. Serat telah terbukti mampu meningkatkan kuat tarik beton. Susut umumnya dipicu oleh proses hilanganya air pori, akibat proses hidrasi semen-air dan migrasi air di dalam dan menguap keluar beton, yang memunculkan tegangan kapiler di sejumlah ruang dalam beton dan di permuakaan beton. Tegangan tersebut berupa tengangan tarik sehingga antar bagian komponen padat beton saling tertarik dan menyebabkan pengurangan volume beton. Serat membantu meningkatkan kuat tarik beton sehingga mampu melawan tegangan tarik selama proses susut (Asad, 2006) (Branch,2002) dan (Ma,2002). Di sejumlah negara maju, penggunaan serat sebagai bahan tambah untuk meningkatkan kinerja konstruktif (struktural) dan non konstruktif (non- struktural) sudah sering dilakukan. Serat dengan berbagai jenis material , misalnya baja, polypropilene dll diproduksi secara komersial dan banyak ditemukan dalam pasar material konstruksi di negara Eropa, Amerika, Jepan , Taiwan dan China. Sebaliknya, di negara berkembang, seperti Indonesia, penggunaan serat sebagai bahan tambah beton masih merupakan hal yang sangat jarang atau bahkan tidak pernah
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 385
Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya
digunakan sebagai bahan bangunan, kecuali untuk penggunaan terbatas pada penelitian berskala laboratorium. Di sejumlah negara berkembang material serat komersial tidak mudah di temukan, disamping penambahan serat akan menambah harga material beton. Di sisi lain, ada banyak material buangan berupa limbah industri namum masih memiliki karakteristik mekanik material yang memadai dan dapat diolah menjadi serat menyerupai serat komersial. Limbah botol minunan dengan material plastik, limbah kaleng alumunium dan ban bekas masih dapat didaur ulang menjadi serat dengan ukuran dan bentuk tertentu dan berpotensi untuk dijadikan bahan tambah beton menjadi material komposit beton serat. Gambar 1 memperlihatkan serat yang dibuat dari limbah industri daur ulang dari botol plastik, kaleng aluminium dan ban karet kendaraan. Pemanfaatan material limbah produk industri ini memberi akan menguntungkan karena (i) adanya keberlanjutan penggunaan material botol plastik, kaleng dan ban, (ii) pengurangan limbah lingkungan dan (iii) diperoleh material serat dengan harga murah dan kompetitif di pasar material konstruksi negara berkembang.
Gambar 1. Limbah botol plastik, kaleng aluminium dan ban bekas dan hasil pengolahannya sebagai serat Makalah ini melaporkan hasil kerja eksperimental di laboratorium tentang kinerja beton serat berbahan serat daur ulang limbah botol plastik, limbah minuman kaleng alumunium dan limbah ban kendaraan dalam menghadapi susut beton. Pengamatan difokuskan pada dua batasan pengertian susut yaitu susut di umur awal, umur kurang dari 24 jam setelah beton dicampurkan dan susut umur lanjut dalam bentuk susut kering setelah 1 hari. Susut di umur awal didominasi oleh hidrasi dan migrasi air di permukaan beton diukur dengan melihat perkembangan retak yang muncul hingga umur beton 24 jam menggunaan standar pengujian susut umur awal metode susut tertahan (restrained shrinkage) metode Austria. Susut umur lanjut berupa susut kering yang diukur dari perubahan panjang dari benda uji prisma pada masa pengamatan satu hari hingga 60 hari dan dilakukan prediksi susut pada umur t menggunakan metode ACI.
2.
MATERIAL DAN PENGUJIAN
Lima campuran beton disiapkan yaitu satu campuran beton normal tanpa serat dan empat campuran lainnya merupakan beton serat. Komposisi campuran beton normal disajikan dalam Tabel 1 dan komposisi campuran beton serat adalah pengabungan campuran beton normal dengan tambahan serat dengan jenis yang berbeda sebanyak 1% volume beton. Satu campuran beton serat dibuat dalam bentuk serat hybrid yaitu gabungan serat plastik dengan serat kaleng dengan volume masing-masing 0.5%. Serat dibuat dari potongan limbah botol plastik, limbah kaleng minuman aluminium dan limbah ban dengan ukuran panjang , l = 30 mm dan lebar d = 2 mm. Tabel 2 menyajikan daftar kelima benda uji dengan jenis serat dan volume kandungan seratnya.
Tabel 1. Komposisi rancang campur (mix design) beton benda uji
S - 386
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kinerja Serat Limbah Produk Industri Sebagai Penahan Susut Beton
Komponen material
Berat per m3 beton
Porsi
[kg] Semen I PCC (Semen Gresik ) Agregat halus Agregat kasar Air superplasticizer (viscocrete 10 Sika)
562.50 567.03 965.48 225.00 1.13
0.2% berat semen
w/c
0.4
Tabel 2. Benda uji Kode Benda Uji BN BSp BSk BSb BSpk
Jenis Beton Beton Normal (tanpa serat) Beton serat limbah plastik Beton serat limbah kaleng Beton serat limbah ban Beton serat hybrid plastik karet
Kandungan Serat [% vol.] 0 1 1 1 1 (0.5 + 0.5)
Sesaat setelah benda uji dicampur, konsisitensi beton segar semua campuran beton dalam ukuran nilai slump diukur dengan menggunakan kerucut abrams berukuran tinggi 30 cm, lingkaran atas 10 cm dan lingkaran dasar 20 cm. Nilai slump adalah besar penurunan permukaan tninggi kerucut beton segar sesaat setelah cetakan kerucut Abrams dilepas dari dudukannya di atas papan uji slump. Pengukuran susut umur awal dilakukan dengan cara merekam perkembangan retak pada benda uji umur awal berbentuk cincin. Retak muncul akibat susut tertahan (restrained shrinkage) pada umur awal beton, 1 s.d. 24 jam dalam cetakan cincin baja diameter luar 540 mm dan diameter dalam 280 mm dengan tebal 30 mm. Lihat Gambar 2. Di permukaan beton segar ditiupkan udara dengan kecepatan sekitar 4 m/detik yang menyebabkan penguapan secara cepat di permukaan benda uji. Tegangan tarik permukaan akibat penguapan dengan kuat tarik beton yang sangat rendah di umur awal berpotensi menimbulkan retak di permukaan beton. Waktu retak pertama dicatat dan perkembangan panjang, jumlah dan lebar retak setiap jam dicatat hingga umur beton 24 jam. Pengujian ini diadopsi dari Rictlinie fuer Faserbeton (standar pengujian beton serat) Austria. Gambar 2 menyajikan pengujian perkembangan retak beton akibat susut pada umur awal pada cetakan cincin restrained shrinkage.
Gambar 2. Pengamatan perkembangan retak benda uji akibat susut di umur awal dalam cetakan cincin restrained shrinkage.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 387
Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya
Gambar 3. Pembacaan susut pada benda uji prisma saat pengujian susut kering
Pengukuran susut kering dilakukan pada benda uji beton kering berbentuk prisma dengan ukuran 75 mm x 75 mm x 280 mm dengan memasang strain gauge pada salah satu sisi benda uji tersebut. Gambar 3. Setiap campuran dibuat tiga benda uji. Nilai susut diukur dari nilai susut rata-rata setiap benda uji pada masa pengamatan dari umur beton satu hari hingga 60 hari. Perubahan panjang beton diplot terhadap waktu pengamatan. Kinierja susut dinyatakan dalam kurva hubungan panjang susut vs. waktu. Kelima kurva benda uji selanjutnya dibandingkan.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Slump Beton Segar Penambahan jenis serat yang berbeda pada beton normal menghasilkan penuruan slump beton yang bervariasi dari nilai slump 12 cm pada beton normal, BN, tanpa serat menjadi 3 cm hingga 10 cm pada beton serat. Gambar 4. Beton serat ban, BSb, mencatat penurunan slump terendah 10 cm karena jumlah serat ban yang ada pada beton segar beton serat ban lebih kecil dari beton serat yang lain. Setiap 1 kg serat, material ban hanya terdiri dari 2000 serat, material plastik dan material kaleng masing-masing terdiri dari 26000 dan 38000 serat . Takaran serat dalam persen volume campuran beton akan memberi kecenderungan perbedaan jumlah yang sama dimana jumlah serat ban adalah paling sedikit dan jumlah serat kaleng adalah paling besar. Jumlah serat yang sedikit memberi efek tambahan luas permukaan material padat yang menyerap air lebih kecil dan member efek friksi antar material beton dengan serat juga lebih sedikit yang pada akhirnya mengurangi nilai slump beton segar yang lebih sedikit. Hubungan antara kandungan serat benda uji beton segar terhadap penurunan nilai slumpnya disajikan dalam Tabel 3.
Gambar 4. Nilai slump beton segar beton normal dan beton serat
S - 388
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kinerja Serat Limbah Produk Industri Sebagai Penahan Susut Beton
Tabel 3. Kandungan serat benda uji beton serat dan nilai slump Benda Uji
Jenis Kandungan Serat
Jumlah serat per kg kandung serat 0
nilai slump [cm] 12
BN
tanpa serat
BSp
Serat plastik
26000
8
BSk
Serat kaleng
38000
3
BSp
Serat ban
2000
10
BSpk
Serat hibrida (kaleng dan plastik)
32000
5
Uji Susut Umur Awal Serat limbah industri secara umum meningkatkan kinerja kuat tarik beton di umur awal yang ditandai dengan penundaan terjadinya retak pada beton dan pengurangan perkembangan panjang retak, jumlah retak dan tebal retak. Gambar 5 menunjukkan bahwa penambahan serat limbah industri ke dalam beton mampu menunda terjadinya retak akibat susut di umur awal dari 120 menit sejak pencampuran pada beton normal tanpa serat menjadi 185 menit hingga 225 menit pada beton serat limbah industri. Lebar retar berkurang sekitar 70%-80% dengan adanya serata pada beton, Gambar 6. Perkembangan panjang retak dapat dikurangi dari sekitar 73 % pada serat kaleng dan 26 % pada beton serat ban, pada Gambar 7(a). Demikian pula, jumlah retak yang mencapai 8 daerah retak pada beton tanpa serat dan pada beton dengan serat umumnya dapat dikurangi menjadi 3 atau 4 daerah retak pada beton dengan serat limbah industri, Gambar 7(b).
lebar retak maksimum [mm]
Gambar 5. Durasi waktu yang dibutuhkan sejak waktu pencampuran hingga retak pertama pada benda uji restrained shrinkage umur awal 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
0.5
0.11
BN
BSp
0.15
0.12
0.12
BSk
BSb
BSpk
Benda uji
Gambar 6. Lebar retak maksimum pada benda uji restrained shrinkage umur awal beton
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 389
Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya
10 BN BSk
BSp BSpk
BSb
BN BSk
9
BSp BSpk
BSb
8
120 jumlah retak
panjang retak [mm]
150
90
60
7 6 5 4 3 2
30
1 0
0 0
200
400
600
800
1000
1200
waktu [menit]
0
200
400
600 800 waktu [menit]
1000
1200
(b) (a) Gambar 7. Evolusi panjang retak dan jumlah retak benda uji restrained shrinkage umur awal beton
Sesaat setelah beton dicampur dan dituang ke dalam cetakan cincin restrained shrinkage, semen dengan air mengalami reaksi hidrasi dan pada saat yang sama terjadi penguapan air dari permukaan beton ke udara sekitarnya. Untuk menjaga kesetimbangan kandungan air, air dari dalam beton bermigrasi ke arah permukaan beton. Kurangnya suplai air dari dalam beton ke permukaan beton, menyebabkan munculnya tegangan tarik di permukaan beton. Tegangan tarik ini akan bertambah seiring dengan waktu penguapan air dari permukaan beton. Di sisi lain, kuat tarik beton saat pengaikatan awal beton, sekitar 45 menit – 90 menit (Mehta, 2006) masih sangat lemah dan belum mampu menahan tegangan tarik di permukaan beton, sehingga terjadi retak pada beton. Panjang retak, lebar dan jumlah retak akan terus bertambah mengikuti pertambahan tegangan tarik dan waktu penguapan dan pengikatan beton. Namun, menjelang pengikatan akhir beton sekitar 5 jam (300 menit) kuat tarik beton meningkat cukup signifikan (Mehta, 2006) dan mampu menahan tegagan tarik pada beton yang menghambat laju evolusi retak. Panjang retak, jumlah retak dan lebar retak cenderung konstran setelah umur beton sekitar 300 menit dari waktu pencampuran awal. Hampir semua jenis serat limbah industri, kecuali serat ban, mencatat peningkatan kinerja yang hampir sama menahan retak di umur awal. Serat ban, mencatat kinerja yang cenderung lebih rendah karena jumlah serat yang ada dalam beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan beton serat yang lain (lihat Tabel 3), akibatnya daerah pengikatan tarik oleh serat juga lebih sedikit.
Susut Kering (Drying Shrinkage) Pada Umur Lanjut Gambar 8a menampilkan hasil pencatan susut kering (drying shrinkage) pada umur lanjut, atau setelah 1 hari, benda uji prisma beton norman tanpa serat dan beton serat limbah industri menggunakan strain gauge. Pengujian dilakukan hingga 60 hari. Kurva tersebut kemudian menjadi acuan untuk melakukan prediksi susut kering pada umur t, Gambar 8b. Kurva prediksi susut kering pada umur t dihitung dengan persamaan (1) yang diambil dari ACI Manual of Concrete Practice (ACI 209R-92, 1994).
ε Dimana
t
sh (t)
=
t 35 + t
ε
sh ( u )
(1)
= umur pengeringan (hari)
ε
sh (t)
= shrinkage umur t (selama pengujian)
ε
sh ( u )
= ultimate shrinkage
Nilai ultimate shrinkage (susut ultimate) diambil dari nilai perkembangan susut setelah waktu yang cukup lama dimana nilai susut tidak bertambah secara lagi, pada pengamatan ini diambil pada umur akhir pengamatan. Pada
S - 390
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kinerja Serat Limbah Produk Industri Sebagai Penahan Susut Beton
pengujian ini digunakan nilai susut pada 60 hari. Menurut Kayali (1999) susut ultimate umumnya dicapai pada umur beton sekitar 100 hari.
(a)
(b)
Gambar 8. Evolusi susut kering (drying shrinkage) benda uji prisma pencatatan strain gauge dan kurva prediksi evolusi susut kering pada umur t Beton dengan serat limbah industri mencatat nilai susut yang lebih rendah sekitar 17% pada beton serat limbah plastik dan 3% pada beton serat limbah ban. Jenis serat limbah plastik, serat limbah kaleng dan gabungan serat limbah kaleng dan serat limbah plastik mencatat nilai yang tidak jauh berbeda. Jumlah serat ban yang sedikit dalam beton memberikan perlawanan menahan susut yang sedikit dalam beton. Proses hidrasi beton dan pengeringan menyebabkan hilangnya air pori yang member dinding kapiler sehingga berapa bagian beton akan tertarik yang menyebabkan volume beton mengecil atau menyusut. Keberadaan serat yang memberi efek angkur di dalam beton akan cenderung menahan gerakan tarik dan mengurangi penyusutan. Semakin banyak jumlah serat yang ada dalam beton akan memberi efek menahan gerak penyusutan yang lebih besar..
4.
KESIMPULAN
Hasil pengujian susut pada umur awal beton dan susut kering menunjukkan bahwa serat limbah industri berupa daur ulang limbah botol plastik, limbah kaleng dan limbah ban mampu meningkatkan kemampuan beton dalam menahan susut. Kinerja beton serat menahan susut beton di umur awal, khususnya beton serat plastik, serat kaleng atau gabungan keduanya mampu menunda terjadinya retak awal dari 120 menit menjadi sekitar 190 menit, mengurangi panjang retak sekitar 73 % , mengurangi jumlah retak sekitar 35%-50% . Kinerja beton serat menahan susut kering juga cenderung lebih baik dibandingkan dengan kinerja beton tanpa serat. Beton serat limbah industri, khusunya limbah botok plastik, mencatat susut beton kering 17 % lebih baik dibandingkan dengan beton normal tanpa serat. Kinerja kemampuan menahan susut beton umur awal dan susut kering beton tergantung dari jumlah serat yang terkandung dalam beton. Pada pengamatan ini, beton serat limbah ban cenderung mencat kinerja yang lebih rendah dari beton serat kaleng, beton serat plastik karena jumlah serat yang digunakan pada campuran beton adalah lebih sedikit sekalipun menggunakan takaran yang sama. Perbedaan jenis material dan ukuran serat memberi efek perbedaan berat material, yang berakibat pada perbedaan jumlah serat pada takaran berat atau volume yang sama.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 391
Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya
UCAPAN TERIMA KASIH Pengujian ini adalah bahagian dari penelitian Pemanfaatan Limbah Gedung Sebagai Agregat Dan Limbah Hasil Industri Sebagai Serat Untuk Pembuatan Beton Serat yang dibiayai oleh program RUKI A-3 Dikti tahun pendanaan 2008. Penulis mengucapan terima kasih atas pemberian hibah penelitian tersebut dan kepada Heri dan Yudi, mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo) yang membantu pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA ACI 209R-92 (1994). Prediction of creep, shrinkage and temperature effects in concrete structures, ACI Manual of Concrete Practice. Part I : Materials and General Properties of Concrete, Detroit Michigan As’ad, S. (2006), Equivalent flexural strength of steel fibre reinforced concrete and its modeling from fibre pullout force and fibre distribution, Disertation, Faculty of Civil Engineering, University of Innsbruck, Austria Branch, J. A. Rawling, D. J. Hannant and Mulheron (2002). “ The effect of fibres on the plastic shrinkage cracking of high strength concrete”. Material and Structures, Vol.35, 189-194. Bissonette, B, P. Pierre dan M. Pigeon (1999). “Influence of key parameters on drying shrinkage of cementitious materials”. Cement and Concrete Research, Vol. 29, 1655-1662. Kayali, O., M.N. Haque dan B. Zhu (1999). “Drying shrinkage of fibre-reinforced lightweight aggregate concrete containing fly ash”. Cement and Concrete Research, Vol. 29, 1835-1840. Ma, Y, M. Tan dan K. Wu (2002). “Effect of different geometric polypropylene fibres on plastic shrinkage crecking of cement mortars, Materials and Structures, Vol. 35, 165-169. Mehta, P. K. dan P. J. M. Monteiro (2006). Concrete, McGraw Hill. New York.
S - 392
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta