KESULITAN BAHASA LISAN PADA ANAK USIA DINI Nilawati Tadjuddin
Abstrak Dalam
komunikasi
informasi
akan
terjadi
interaksi
antara
dua
oraang
atau
lebih.Komunikator akan selalu berusaha agar pekiran dan ide lebih dahulu harus diubah menjadi lambing-lambang berupa gerakan, sinar, suara atau bahasa. Jika ditinjau dalam komunikasi maka wicara adalah alat untuk berkomunikasi jika ditinjau dari keterkaitannya dengan komunikasi maka wicara hanya merupakan bagian atau komponen komunikasi, disamping kemampuan berbahasa, suara dan kelancaran yang normal. Dengan demikian jika salah satu yang tidak normal. Jika salah satu kemampuan berbahasanya terganggu, misalnya kemampuan bahasa terganggu ( contoh penderita afasia), maka orang demikian dapat dikatakan mengalami ganguan komunikasi. Orang yang tidak dapat berkomunikasi secara lisan dapat menggunakan pirantara lain, yakni, bahasa sinyal (sign language). Bahasa ini mempergunakan tangan dan jari-jari untuk membentuk kata dan kalimat. Orang yang tuna rungu. dapat mempergunakan bahasa sinyal untuk berkomunikasi. Karena hernisfir kanan lebih unggul untuk menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan desain dan pola-pola visual maka kita mengharapkan hernisfir inilah yang juga mengurusi bahasa sinyal. Kata Kunci: Bahasa lisan A. PENDAHULUAN Makhluk manusia akan selalu berusaha untuk berkomunikasi dengan sesamanya untuk mengunkapkan perasaan, keinginan, dan pikiran. Tidak semua manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya secara sempurna. Orang yang tidak dapat berkomunikasi dengan sempurna dengan sesamanya disebut mengalami gangguan komunikasi atau wicara. Pengiriman pesan atau informasi dari komunikator( orang yang mengirim pesan) kepada komunikan ( orang tyang menerima pesan). Dalam komunikasi informasi akan terjadi interaksi antara dua oraang atau lebih.Komunikator akan selalu berusaha agar pekiran dan ide lebih dahulu harus diubah menjadi lambing-lambang berupa gerakan, sinar, suara atau bahasa.
1
Komunikasi informasi dapat menggunakan berbagai cara seperti tanda atau isyarat jari, gerak-gerik tubuh, bendera, pluit dan bunyi-bunyian. Dari beebagai cara komunikasi informasi tersebut yang paling efektif dan lengkap adalah dalam bentuk bahasa yang diucapkan atau dartikan. (S. Wodjowasito, 1976). Agar komunikasi informasi dapat berlangsung efektif ada 4 komponen komunikasi yang harus berfungsi dengan baik yaitu (1) suara, (2) artikulasi, (3) Kklancaran, dan (4) kemampuan berbahasa. Jika salah satu dari beberapa komponen tersebut tidak berfungsi dengan baik dapat menyebabakan terjadinya
gangguan komunikasi
(communication disorders). Klasifikasi dan gangguan Wicara Menurut Amirican Speech-Language-Hearing Association (ASHA) seperti dikutip oleh Hallahan dan Kauffman (1991;p220) ada dua macam gangguan komunikasi yaitu gangguan Wicara atau tunawicara (speech disorder) dan (2) gangguan bahasa ( Langgue disorder). Gangguan wicara atau tunawicara terdiri dari tiga macam, yaitu (a) angguan artikulasi ( articulation disorder), (b) gangguan artikulasi (artikulasi disorder), dan (c) gangguan kelancaran bicara ( fluency disorder). Jika ditinjau dalam komunikasi maka wicara adalah alat untuk berkomunikasi jika ditinjau dari keterkaitannya dengan komunikasi maka wicara hanya merupakan bagian atau komponen komunikasi, disamping kemampuan berbahasa, suara dan kelancaran yang normal. Dengan demikian jika salah satu yang tidak normal. Dengan demikian jika salah satu kemampuan berbahasanya terganggu, misalnya kemampuan bahasa terganggu ( contoh penderita afasia), maka orang demikian dapat dikatakan mengalami ganguan komunikasi. Seorang anak yang mengalami gangguan wicara yang tercakip didalamnya ( 1) gangguan wicara pada disaudia atau tunarunggu, (2) gangguan wicara pada dislogia, (3) ganguanwicara pada losia, (4) gangguan wicara pada dissatria, dan ( 5) gangguan wicara pada distalia, maka anak tersebut dapat dikatakan mengalami gangguan komunikasi. Demikian pula dengan anak yang mengalami gangguan dalam bidang suara, misalnya jenis afonia, dan gangguan jelancaran wicara misalnya stuttering. Informasi atau pesan terlebih dahulu harus berobah kedalam bentuk sombol yang terangkai dan tersusun berdasarkan aturan yang berlaku sedemikian rupa sehingga dapat mewakili pengertian. Proses yang terjadi dari pemikiransamoai dengan pengujaran dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu tingkatan 2
psikolinguistik, fisiologik, dan akuistik. Pada tingkatan psikolongoistik masih berupa pesan ( massage) pada tingkatan fisioloik berupa rangsangan- rangsangan darai saraf- saraf otak dana pada tingkat akuatik telah terjadi mekanisme bunyi. Oscar Tossi ( 1979). Secara anotomi dapat dijelaskan bahwa pa tingkat psikolongistik terdapat pada system kortikal di otakm pada tibgkat fisiologis terdapat pada system sarat cranial dan jaras-jarasnya sedangkan pada tingkat akustik terdapat pada system fonasi, resinasnsi dan artikulasi. Piaget menyimpulkan bahwa pengamatan anak-anak akan berkembang dengan sendirinya bahasa berinteraksi dengan pikiran dan merupakan suatu pdari apa yang dipikirkan oleh anak., tetapi bahasa sebagai alat berpikir tidak memerlukan berpikir itu sendiri. Seloanjutnya ia mengatakan bahwa tidak baik orang melatikan bahasa kepada seorang anak dengan mengatur perkembangan , pengamatannya. Lebih baik orang memperhatikan tingkat perkembangan pengamatan anak sebagai suatu refleksi anak dalam menerapkan kemampuan bahasanya ( Glora & Katherina, 1980). Dalam
kaitannya
anatara
pikiran
dengan
bahasa
Piaget
sependapat
dengan
penggunaannistilah inner speech seperti yang dikemukakan oleh Vygisky sebagai hasil pengamatan yang dimulai dari sifat egosentrisme pada anak-anak . Anak-anak dibawah usia sekolah menirukan kata-kata dan frasa yang didengar dari lingkungannya ( echolalia) dan digabungkan ke dalam cara bicara mereka sendiri. Menurut Gloria dan Katheria ( 1980) bahasa memiliki tiga aturan yanag baku, yaitu aturan sematik, aturan sintaksis dan aturan morfologi. Adakalahnya orang gagal untuk mengerti apa yang dikomunikasikan oleh orang lain memalui bahasa dan wicara karena tidak memahami sarana yang digunakan yaitu bahasanya, kata-katanya dan aturan bahasanya, sehingga tujuan komunikasi gagal. (De Vreede Varekamp (1973) mendifinisikan wicara sebagai suatu kemungkinan manusia mengucapkan bunyi-bunyi bahasa memalui organ-organ artikulasi, Wicara adalah perbuatan manusia yang sifatnya individual. Menurut
Eisenson, bahwa wicara adalag suatu aktivitas
manusia yang memerlukan koordinasi yang paling besar, yaitu antara seluruh potensi tubuh, saraf, otot, kelenjer, darah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa wicara adalah
3
suatu perilaku manusia yang bersifat individual, dilandaskan pada pikiran dan perasaan, yang kemudian diekspresikan melalui system bunyi bahasa dengan menggunakan alat-alat artikulasi. Ada lima tahap perkembangan bahasa 1. tahap vokalisasi refleksi (reflexive vocalization ) 2. tahap babbling 3. tahap tailing 4. tahap echolalia 5. tahap wicara yang sesungguhnya (true speech) Perkembangan bahasa selama bayi ; 4 minggu
: tanggisan ketidak senangaan
12 minggu
: mendengkur pulas mendengki kadang, kadang bunyi vocal
20 minggu
: menyatakann ocehan bunyi vocal lebih banyak tapi kadang-kadang hurup mati
6 bulan
: memeperlihatkan ocehan lebih baik bunyi vocal mulai penuh dan banyak hurup mati
12 bulan
: ocehan meliputi nyanyi , nayiian atau intonasi bahasa merupakan intonasi bahasa pertama anak memahami beberapa kata yang sederhana
18 bulan
: mengucapkan kosa kata tiga s/d 50 kata doselinggi dengan kata-kata yang baru dan kalimat
24 bulan
: walaupun tidak semua digunakan denganteliti ocehan
Ganguan wicara atau tunawicara adalah suatu kerusahan atau ganggau dari suara artikulasi dari bunyi wicara dan atau kelancaran wicara gangguan iatau kerusakan –kerusakan tersebut dapat diamati dalam pengiriman dan penggunaan siatem symbol oral. Ada tiga maca,m gangguan wicara, yaitu; - Gangguan suara, yaitu ketiadaan atau abnormalitas produksi kualitas suara. Pada titiknada ( pick) kerasnya suara atau derasi - Gangguan artikulasi, yaitu produksi abnormalisasi dari bunyi bicara
4
-
Ganguan kelancaran bicara, yaitu abnormalisasi aliran ekspresi verbal yang ditandai oleh adanya gangguan atau kerusakan kecepatan atai ritme yang mungkin disertai dengan perilaku perjuangan keras untuk mengatasi ( struggle behavior)
- Gangguan bahasa adalah kerusakkan atau perkembangan yang menyimpang dan pemahamam adan penggunaan bahasa ujaran, bahasa tertulis dan atau system simbolik, kerusakan tersebut meliputi ; a. untuk bahasa yang terdiri dari tiga macam fonologi, metodelogi dan sintaksis b. isi bahasa atau simatik yaitu system psikologistik yang menyusun suatu ucapan Fungsi Bahasa Fungsi Bahasa atau pragmatik yaitu system sosiologuistik yang menyususn atau mempolakan pengunaan bahasa dalam komunikasi yang mungkin duekspresikan secara motoris, secara vocal, atayu secara verbal. Untuk keperluan terapi wicara (speech teherapy) gangguan wicara dibedakan ke dalam lima macam yaitu ;
1. gangguan wicara disuadia 2. gangguan wicara pada dislogia 3. ganguan wicara disglosia 4. gangguan wicara distria 5. gangguan wicara dislalia Adanya ganguan wicara kualitas suara yang disebabkan oleh disfungsi sehingga suara menjadi serak dan bernada rendah serak bernada tinggi atau, hanya berupaya haembusan nafas. Ketidak seimbangan antara resonansi di mulut dengan resonansi di hidung sehingga menimbulkan suara nasal dan hyponasal ( tidak ada resonalisasi di hidung). Suara yang lemah ( tidak nyaring ) atau justru terlalu nyaring . Suara bernada teralalu tinggi atau terlalu rendah dan kenyaringan suara. Adapun cirri-ciri dari anak yang mengalami gangguan kelancaran atau stuttering adalah ; a. adanya suara-suara tambahanpenggulangan-penggulangan perpanjangan intterjektion dan perbaikan-perbaikan 5
b. bicaranya patah-patah dan sering terjadi penghentian-penghentian c. adanya kelainan irama d. intonasi dan tekanan suara kurang bervariasi dan secara keseluruihan kecepatan bicaranya terlalu lambat atau terlalu cepat. Gangguan Wicara Seperti dikatakan sebelumnya, meskipun ukuran otak hanya maksimal 2% dari seluruh ukuran badan manusia, ia menyedot banyak sekali energi - 15% dari seluruh aliran darah dan 20% dari sumberdaya metabolik tubuh. Apabila aliran darah pada otak ticlak cukup, atau ada penyempitan pembuluh darah atau gangguan lain yang menyebabkan jumlah oksigen yang diperlukan berkurang, maka akan te~adi kerusakan pada otak. Penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, tersumbatnya pembuluh darah, atau kurangnya oksigen pada otak dinamakan stroke. Stroke mempunyai berbagai akibat. Karena adanya control silang dari hemisfir kiri dan hemisfir kanan maka stroke yang terdapat pada hemisfir kiri (kalau menyebabkan gangguan fisik) akan menyebabkan gangguan pada belahan badan sebelah Psikolinguistik.- Pemahaman Bahasa Manusia kanan. Sebaliknya, kalau stroke itu terjadi pada hemisfir kanan, maka bagian kiri tubuhlah yang akan terganggu. Akibat penyakit stroke juga ditentukan oleh letak kerusakan pada hemisfir yang bersangkutan. Pada umumnya, kerusakan pada hemisfii kiri mengakibatkan munculnya, gangguan wicara. Gangguan macam apa yang timbul ditentukan oleh persisnya, di mana kerusakan itu terjadi. Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke- dinamakan afasia (aphasia), empat macam
alfsia. Berbagai macam afasia, tergantung pada daerah mana di
hemisfir kita yang kena stroke. Berikut adalah beberapa macam yang umum ditemukan (Kaplan 1994: 1035). Afasia Broca: Kerusakan (yang umumnya disebut lesion) tejadi pada daerah Broca. Karena daerah ini berdekatan dengan jalur korteks motor maka yang sering terjadi adalah bahwa alat-alat ujaran, termasuk bentuk mulut, menjadi terganggu; kadangkadang mulut bisa mencong. Afasia Broca menyebabkan gangguan pada perencanaan dan pengungkapan ujaran. Kalimatkalimat
6
yang diproduksi terpatah-patah. Karena alat penyuara juga terganggu maka seringkali lafalnya juga tidak jelas. Kata-kata dari ketegori sintaktik utama seperti nomina, verba, dan adjektiva tidak terganggu, tetapi pasien kesukaran dengan katakata ftmgsi. Pasien bisa mengingat dan mengucapkan nomina bee atau nomina witch, tetapi dia kesukaran mengingat dan mengatakan be atau which. Kalimat-kalimat dia juga banyak yang tanpa infieksi atau afiks. Berikut adalah contoh bahasa yang diucapkan oleh penderita afasia Broca (Dingwall 1998: 56). Yes ... A ... Monday ... er ... Dad and Peter H... and Dad ... er ... hospital ... and eh .... Wednesday, nine o'clock. Ah doctors ... two ... and doctors ... and er ...teeth ... ya. (Pasien ingin mengatakan bahwa dia datang ke hospital untuk operasi gigi). Afasia Wernicke: Letak kerusakan adalah pada daerah Wernicke, yakni, bagian agak ke belakang dari lobe temporal. Korteks-korteks lain yang berdekatan juga bisa ikut kena. Penderita afasia ini lancar dalam berbicara, dan bentuk sintaksisnya juga cukup baik. Hanya saja, kalimatkalimatnya sukar dimengerti karena banyak kata yang tidak cocok maknanya dengan kata-kata, lain sebelum. dan sesudahnya. Hal ini disebabkan karena penderita afasia ini sering keliru dalarn memilih kata - katafair bisa digantikan dengan chair, carrot dengan cabbage, dsb. Penderita afasia Wemicke juga mengalami jangguan dalam komprehensi lisan. Dia tidak mudah dapat memahami apa yang kita katakan. Berikut adalah contoh bahasa penderita. afasia Wemicke (Dingwall 1998: 56): Well, this is ... mother is away here working her work out here to get her better, but when she's looking, the two boys looking in the other part. One their small tile into her time here. She's working another time because she's getting, too ... (Penderita sedang menggambarkan peristiwa di mana dua anak sedang mencuri kue sementara ibunya sedang menoleh ke arah lain). Afasia Anomik adalah Kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe parietal atau pada batas antara lobe parietal dengan lobe temporal. Gangguan wicaranya tampak pada ketidak-mampuan penderita untuk mengaitkan konsep dan bunyi atau kata yang mewakilinya. Jadi, kalau kepada pasien ini diminta untuk mengambil benda yang bemama gunting, dia akan bisa melakukannya. Akan tetapl, kalau kepadanya ditunjukkan gunting, dia tidak akan dapat mengatakan nama benda itu.
7
Afasia Global: Pada afasia ini kerusakan terjadi tidak pada satu. atau dua daerah saja tetapi di beberapa daerah yang lain; kerusakan bisa menyebar dari daerah Broca, melewati korteks motor, menuju ke lobe parietal, dan sampai ke daerah Wemicke. Luka yang sangat luas ini tentunya mengakibatkan gangguan fisikal dan verbal yang sangat besar. Dari segi fisik, penderita bisa lumpuh di sebelah kanan, mulut bisa mencong, dan lidah bisa mengakibatkan tidak cukup fleksibel. Dari segi verbal, dia bisa kesukaran memahami ujaran orang, ujaran dia tidak. Afasia konduksi: (conduction aphasia): Bagian otak yang rusak pada afasia macam ini adalah fiber-fiber yang ada pada fasikulus arkuat yang menghubungkan lobe frontal dengan lobe temporal. Karena hubungan daerah Broca di lobe frontal yang menangani produksi dengan daerah Wernicke di lobe temporal yang menangani kornprehensi terputus maka, pasien afasia konduksi tidak dapat mengulang kata yang baru saja diberikan kepadanya. Dia dapat memahami apa yang dikatakan orang. Misalnya, dia akan dapat mengambil pena, yang terletak di meja, kalau disuruh demikian. Dia juga akan dapat berkata Pena itu di meja, tetapi dia tidak akan dapat menjawab secara lisan pertanyaan Di mana penanya? Bisa terjadi, dia ditanya tentang A, yang dijawab adalah tentang B, atau C. Di samping keempat macarn afasia di atas, ada pula bentuk-bentuk gangguan wicara yang lain. Disartria (dysarthria) adalah gangguan yang berupa lafal yang tidak jelas, tetapi ujarannya utuh. Gangguan seperti ini tedadi karena bagian yang rusak pada otak hanyalah korteks motor saja sehingga mungkin hanya lidah, bibir, atau rahangya saja yang berubah. Agnosia atau demensia (dementia) adalah gangguan pada pembuatan ide. Penderita tidak dapat memformulasikan ide yang akan dikatakan dengan baik sehingga isi ujaran bisa loncat-loncat ke, sana kernari. Aleksia (alexia) adalah hilangnya kernampuan untuk membaca sedangkan agrafia (agraphia) adalah hilangnya kemampuan untuk menulis dengan hurtif-hurtif yang normal. Kedua, penyakit ini disebut pula sebagai disleksia (dyslexia). Di halaman berikut diberikan contoh tulisan penderiia agrafia dari siswa yang mengambil kursus di Universitas Atma Jaya (14 Oktober 1998). Akibat dari Stroke Pengaruh stoke tidak terbatas hanya pada gangguan wicara, saja. Ada gangguan-gangguan lain yang tidak langsung berkaitan dengan bahasa. Penderita apraksia (apraxia), misalnya, fidak dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu (seperti memindahkan mainan balok dari tempat A ke 8
B), meskipun dia tidak menderita cacat lumpuh tangan. Penderita ataksia (ataxia) kehilangan kemarnpuan untuk melakukan gerakan-gerakan muskuler yang volunter. Orang yang kena stroke juga dapat kehilangan ingatannya. Penderita anterograde amnesia mengalami kerusakan pada bagian otak yang dinamakan hippocampus. Kerusakan ini menyebabkan dia fidak mampu untuk menyimpan informasi. Informasi yang baru hanya dapat disimpan untuk jangka waktu beberapa menit saja; sesudah itu, dia fidak ingat lagi. Kerusakan pada hippocampus juga menyebabkan retrograde amnesia, yakni, penyakit yang membuat dia fidak ingat masa lalu: dia fidak ingat di mana dia finggal, dia fidak ingat di mana barang yang dia simpan beberapa menit yang lalu, dsb. Stroke juga dapat menyebabkan penyakit prosopagnosia, yakni, ketidak-mampun untuk mengenal wajah. Penderita penyakit ini fidak kenal istri, anak, atau siapa pun. Psikoguistik: Pemahaman Bahasa Manusia Dari gambaran di atas dapat difaharni mengapa pada orang yang kena stroke muncul bermacarn-macam penyakit yang berbeda satu dari yang lain. Ini semua tergantung pada persisnya daerah yang terserang. Dalam hal. meres'pon, misaInya, orang yang kena afasia Broca tidak bisa menjawab secara lisan, tetapi kalau daerah untuk tulisannya masih utuh, dia bisa men awab dengan cara menulis. Orang yang korteks pendengarannya terserang, tetapi korteks visualnya masih utuh dapat menerima input lewat tulisan, dst. Hipotesa umur kritis sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan untuk memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif Hal ini tampak terutama pada aksennya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotese Umur Kritis (Critical Age Hypothesis) yang diajukan oleh Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotese ini mengatakan bahwa antara umur 2 sampai dengan 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga Amerika yang tinggal di Jakarta dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai dengan, katakanlah, umur 5-7 tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak Jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya: anak Indonesia yang lahir dan besar di New York dan bergaul dengan
9
orang-orang New York akan berbicara bahasa Inggris New York seperti orang New York yang lain. Hal seperti ini terjadi karena sebelum umur 12 tahun pada anak belum tedadi lateralisasi, yakni, hemisfir kiri dan hemisfir kanan belum "dipisah" untuk diberi tugas sendiri-sendiri. Kedua-duanya masih lentur dan masih dapat menerima tugas apa pun. Itu pulalah sebabnya mengapa orang yang kena stroke pada umur di bawah sekitar 12 tahun akan dapat pulih 100% dalam memperoleh bahasa sedangkan orang dewasa akan kecil ke-mungkinannya untuk sembuh total. Landasan Neurologis pada Bahasa Setelah masa puber mulai, yakni, urnur 12 tahun, lateralisasi te~acli. Otak sudah tidak sefleksibel seperti sebelurnnya. Kemarnpuan untuk bahasa seperti penutur asli sudah berkurang. VOT untuk bunyi vois juga tidak akan Aurat lagi. Hal-hal inilah yang meyebabkan mengapa orang dewasa yang belajar bahasa asing akan harnpir selalu kedengaran seperti orang asing, meskipun orang ini kernudian lama tinggal di negara dimana bahasa itu dipakai sehari-hari. Dia mungkin sekali akan dapat menguasai tatabahasanya dengan sernpurna, tetapi aksen dia tetap akan kentara sebagai aksen asing. Hipotese Urnur Kritis banyak diperbincangkan orang dan dianut banyak orang. Narnun dernikian, ada pula yang menyanggahnya. Krashen (1972), misalnya, beranggapan bahwa lateralisasi itu sudah tejadi jauh lebih awal, yakni, sekitar urnur 4-5 tahun. Mengenai peran hernisfir dalarn pernerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua terdapat perbedaan pendapat. Dari penelitian ada yang menernukan bahwa hernisifir kiri lebih banyak terlibat pada orang yang bilingual sejak kecil daripada yang bilingual setelah dewasa (Genese dkk 1978 dalarn Steinberg dkk 2001: 329). Penelitian Vaid (1987 dalarn Steinberg 2001: 328) menunjukkan hal yang sebaliknya. Dia dapati bahwa bilingual Perancis-Inggris yang mulai sejak urnur 10-14 tahun malah banyak mernakai hernisfir kiri dibandingkan dengan bilingual yang mulai sebelurn urnur 4 tahun. Kekidalan dan Kekananan Manusia ada yang kidal (left-handed) dan ada yang (istilah barunya) kinan (right-handed). Sernentara itu, ada pula orang yang marnpu menggunakan tangan kiri atau kanannya secara 10
imbang. Orang sernacarn ini dinarnakan ambidekstrus (ambidextrous). Menurut penelitian yang telah dilakukan orang ( Klar 1999), jurnlah penduduk dunia yang.kidal hanyalah 9%. Dari jurnlah ini, hanya 30% yang didominasi oleh hernisfir kanan. Hal ini berarti bahwa meskipun seseorang itu kidal, tetap saja hernisfir yang lebih dorninan untuk kebahasaan adalah hernisfir kiri. Psikolinguistik: Pemahaman Bahasa Manusia Untuk kebanyakan orang, bahasa ada pada hemisfir kiri: sekitar 99% dari orang kinan memakai hemisfir kiri untuk berbahasa. Demikian juga -orang kidal: 75% dari mereka juga memakai hemisfir kiri, meskipun kadar dominasi hemisfir ini tidak sekuat seperti pada orang kinan. Di Amerika pemakaian hemisfir kanan untuk bahasa kurang dari 5%. (Damasio dan Damasio 1992). Apakah ada korelasi antara kekidalan dan kekinanan dalam pemakaian bahasa atau pun kemampuan intelektual lainnya? Jawaban untuk pertanyaan ini masih kontroversial: ada yang mengatakan bahwa kadar dominasi hemisfir kiri pada orang kidal yang tidak sekuat seperti pada orang kinan. membuat orang kidal mempunyai masalah dalam hal baca dan tulis (Lamn dan Epstein 1999). Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa orang kidal cenderung mati muda (Halpern dan Coren 1991) sementara peneliti lain berpandangan. lain pula (Salive dkk 1993). Dilihat dari karier para orang kidal, ada yang sangat menonjol. Presiden Amerika Truman, Reagan, Bush Sr., dan Clinton semuanya adalah orang kidal. Orang yang ambidekstrus juga ada yang menonjol seperti Benjamin Franklin, Michaelangelo, dan Leonardo da Vinci. Pada masyarakat tertentu seperti masyarakat Indonesia kekidalan dianggap oleh sebagian besar orang sebagai sesuatu yang negatif Hal ini mungkin sekali berkaitan dengan budaya kita yang menganggap bahwa apa pun yang kiri itu kurang baik. Kita dianggap tidak sopan, misaInya, kalau. memberikan sesuatu dengan tangan kiri. Di kelas kalau. murid mau. bertanya kepada gurunya juga tidak dianggap baik kalau tangan yang diangkat adalah tangan kiri. Dalam bahasa tertentu seperti bahasa Jawa bahkan ada ungkapan-ungkapan yang maknanya' negatif yang dinyatakan dengan kata kiwo 'kiri'. Orang yang selingkuh, misalnya, dikatakan ngiwo; dan tempat buang air dinamakan pekiwan (dari pe-kiwo-an).
11
Dalam masyarakat yang berbudaya seperti ini orang umumnya menghalangi anak untuk menjadi kidal padahal masalah kekidalan dan kekinanan adalah sebenarnya masalah genetik. Dampak apa yang terjadi dengan pemaksaan memakai tangan kanan belum dapat dipastikan. Otak Pria dan Otak Wanita Kalau kita perhatikan kelas yang jurusannya adalah bahasa maka akan kita dapati bahwa mayoritas (maha)siswanya adalah wanita. Dalarn beberapa. kelas jumlah ini bahkan bisa mencapai lebih dari 80%. Bila kelas itu di tingicat SUP atau SLTA, gurunya bisa 50-50% priawanita; begitu juga di tingkat saijana. Akan tetapi, kalau kita lihat di tingicat magister atau dolctor, banyak dosen yang pria daripada yang wanita. PertaAyaan yang menarik adalah apakah ada kaitan antara. otak di satu pihak dengan j enis kelamin di pihak lain. Ada yang berpendapat bahwa ada perbedaan antara otak pria dengan otak wanita dalam hal bentuknya, yakni, hernisfir kiri pada wanita lebih tebal daripada hernisfir kanan (Steinberg dkk 2001: 319). Keadaan seperti inilah yang menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh wanita. Akan tetapi, temuan dari Philip dick (1987 dalam Steinberg 2001: 319) menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam pernrosesan bahasa antara pria dan wanita, perbeclaan ini hanya mengarah pada pengaruh budaya daripada pengaruh genetik. Mengenai otak pria dan wanita ini, ada kecenderungan yang lebih besar bagi wanita untuk dapat sembuh dari penyakit afasia daripada pria. Begitu juga afasia akan lebih sering muncul pada pria daripada. pada wanita saat mereka kena stroke. B. KESIMPULAN Orang yang tidak dapat berkomunkiasi secara lisan dapat menggunakan pirantara lain, yakni, bahasa sinyal (sign language). Bahasa ini mempergunakan tangan dan j ari-j ari untuk membentuk kata dan kalimat. Orang yang tuna rungu. dapat mempergunakan bahasa sinyal untuk berkomunikasi. Bahasa sinyal itu sendiri ada beberapa macarn, yang terkenal di antaranya adalah Bahasa sinyal Amirika dan bahasa sinyal Inggeris. Karena hernisfir kanan lebih unggul untuk menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan desain dan pola-pola visual maka kita mengharapkan hernisfir inilah yang juga mengurusi bahasa sinyal.
12
DAFTAR PUSTAKA
Alien, Shanley E. M dan Martha B. Crago. Early Acquisition of Passive Morphology in Inuktikut. Clark, Eve 2000 Altmann, Gerry T.M.. The Ascent of Babel An Exploration of Understading, oxford: Oxford University Press1997
Langguage Mind, and
Alwi Hasan, Soejono, Darwidjodjojo, Hans Lapoliwa dan Anton Moeliono, Penyusun.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka, 2009 Ariew, Andre, Innateness Is Canalization in Defence of a Developemental account Of Innnateness. DalamHardcastle 2006 Arronoff, Mark. Word Formation in Generative Grammer Cambridge Mars. The MIP Press. 1978 Soedjono Dardjowidjono, Unika Atmajaya. ECHA kisah Perolehan Bahasa Anak Indonesia, PT Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta 2012
13
14