Kepribadian Entrepreneur Pada Mahasiswa Universitas Airlangga Ahmad Yusuf Saefullah Al-Karim Dr. Seger Handoyo Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. This research was conducted with the aim to reveal the entrepreneur personality of students at Airlangga University. Entrepreneurial personality is a need for achievement, locus of control, tolerance for ambiguity, self-confidence, creativity or innovation, risk-taking propensity and independence or freedom (Bezzina, 2010). The research was conducted at Airlangga University. Subjects in this study are 395 people who are students of Airlangga University. Data were collected by using a questionnaire translated from the entrepreneur's personality measurement tool developed by Frank Bezzina (2010), amounting to 28 aitem. Data analysis was performed using descriptive statistics with the help of software IBM SPSS Statistics 20. From the analysis of the data obtained the result that as many as 91% of the subjects had the personality of the entrepreneur in the medium category. While the remaining 8% are in the high category and 1% are included in the low category. Dimension to the subject of the high category are most numerous on the dimensions of locus of control. Keywords: entrepreneur personality, Airlangga University Abstrak. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kepribadian entrepreneur pada mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya. Kepribadian entrepreneur merupakan kebutuhan untuk berprestasi, locus of control, toleransi terhadap ambiguitas, kepercayaan diri, kreativitas atau inovasi, kecenderungan berani mengambil risiko dan kemandirian atau kebebasan (Bezzina, 2010). Penelitian ini dilakukan di Universitas Airlangga Surabaya. Subjek pada penelitian ini berjumlah 395 orang yang merupakan mahasiswa Universitas Airlangga. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepribadian entrepreneur yang ditranslasi dari alat ukur yang dikembangkan oleh Frank Bezzina (2010) yang berjumlah 28 aitem. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 20. Dari hasil analisis data diperoleh hasil bahwa sebanyak 91% subjek memiliki kepribadian entrepreneur dalam kategori sedang. Sedangkan sisanya sebanyak 8% termasuk dalam kategori tinggi dan 1% termasuk dalam kategori rendah. Dimensi dengan subjek dengan kategori tinggi paling banyak terdapat pada dimensi locus of control. Kata kunci: kepribadian entrepreneur, Universitas Airlangga
Korespondensi: Ahmad Yusuf S A, Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail:
[email protected]
1
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
Ahmad Yusuf Saefullah Al-Karim, Dr. Seger Handoyo
Mahasiswa memiliki arti sebagai orang yang sedang belajar di perguruan tinggi. Bisa diartikan bahwa mahasiswa sama seperti pelajar lain yang menuntut ilmu pengetahuan, namun tempat dimana mahasiswa menuntut ilmu adalah perguruan tinggi atau universitas. Somadikarta (1999, dalam Damar, 2009) berpendapat bahwa mahasiswa merupakan peserta didik dari salah satu perguruan tinggi baik itu berupa akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, maupun universitas. Dari sini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah seorang yang sedang menjalani proses belajar di salah satu perguruan tinggi seperti akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Mahasiswa yang pada umumnya sudah mulai memasuki usia dewasa awal dan sudah mulai terbentuk didalam dirinya rasa tanggung jawab, terutama tanggung jawab pada dirinya sendiri. Seseorang sudah mulai memasuki tahap dewasa dituntut untuk bisa lebih mandiri dan tidak banyak bergantung dengan orang lain. Mahasiswa yang dalam hal ini sudah mulai memiliki tanggung jawab dan mulai belajar untuk lebih mandiri cenderung memiliki dorongan untuk bisa melakukan sesuatu yang lebih berguna untuk dirinya sendiri bahkan sebisa mungkin untuk orang lain. Dari sinilah mahasiswa mulai memiliki dorongan untuk mengikuti kegiatan di luar agenda perkuliahan yang dinilai dapat menggali potensi diri dan menumbuhkan rasa tanggung jawab serta kemandirian, kegiatan itu seperti kepanitiaan suatu acara, organisasi intra maupun ekstra kampus, lomba, dan juga wirausaha. Kegiatankegiatan ini selain bisa meningkatkan soft skill mahasiswa, seringkali juga mendatangkan keuntungan finansial bagi mahasiswa. Tidak sedikit mahasiswa yang mendapatkan keuntungan finansial yang besar dengan berwirausaha, salah satunya adalah seorang mahasiswi kedokteran gigi Universitas Sumatra Utara yang memiliki omzet sekitar 40 juta rupiah (“Mahasiswa Cantik Ini Sukses Bisnis Jualan Boneka Peraga Gigi”, 2013). Contoh lainnya adalah seorang mahasiswa yang sudah memulai bisnis sejak masih kuliah dengan membuka usaha makanan “Krawu Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
Pertumbuhan sebuah kepentingan akademis di dalam entrepreneurship telah dikembangkan bersama perubahan ekonomi yang berbeda, seperti globalisasi (Gummesson, 2002, dalam Gallant, dkk, 2010) dan percepatan perkembangan teknologi (Santoro dan Chakrabarti, 2002, dalam Gallant, dkk, 2010). Entrepreneur berasal dari kosa kata bahasa perancis yaitu entre dan preneur, yang secara harfiah berarti menjalankan (Bird & West, 1997, dalam Zimmerman, 2008). Lumpkin dan Dess (1996, dalam Li, Z.dan Liu, Y. 2011) membagi entrepreneurship menjadi lima bagian, autonomy, innovativeness, risk taking, proactiveness, dan competitive aggressiveness. McClelland (1986, dalam Zimmerman, 2008) telah mengidentifikasikan karakter entrepreneur sebagai kebutuhan yang sangat tinggi akan prestasi, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, memiliki kemampuan penyelesaian masalah, aktif mencari feedback, dan menerima tanggung jawab individu. Karakter entrepreneurship lain yang diidentifikasi oleh para peneliti termasuk toleransi terhadap ambiguitas dan ketidakpastian, inisiatif, kepercayaan diri, sifat agresif, kemampuan untuk memobilisasi dan menggunakan sumber daya secara efisien, melihat uang sebagai ukuran kinerja, kesadaran diri, dan kecenderungan untuk mempercayai orang lain. Peneliti lain mendefinisikan karakteristik entrepreneur menjadi inovator sebagai pemimpin, energik, fleksibel, optimis, berorientasi hasil, dan mandiri (Blawatt, 1995; Hornaday, 1982; Timmons, 1978, dalam Zimmerman, 2008). Peneliti lain telah menunjukkan bahwa pengusaha adalah makhluk sosial, dipengaruhi oleh lingkungan mereka, dan produk-produk dari periode mereka, dan bahkan lebih penting, wilayah atau lokasi mereka (Ellis, 1983; Gibb & Ritchie, 1981; Julien & Marchesnay, 1996, dalam Zimmerman, 2008).
2
Kepribadian Entrepreneur Pada Mahasiswa Universitas Airlangga
Peneliti lain mendefinisikan konsep melalui tugas-tugas ekonomi dan peran seperti asumsi risiko, inovasi, arbitrator, organizer, pemimpin, marketer, atau spekulan (Kirzner, 1983, dalam Zimmerman, 2008). Shane dan Venkataraman (2000, dalam Zimmerman, 2008), mendefinisikan entrepreneurship sebagai, "setiap kegiatan yang melibatkan penemuan, evaluasi, dan eksploitasi peluang untuk memperkenalkan barang dan jasa baru, cara-cara pengorganisasian, pasar, proses, dan bahan baku melalui metode pengorganisasian yang sebelumnya tidak ada". Bezzina (2010) dalam penelitian menyatakan bahwa banyak penelitian seperti penelitian yang dikembangkan oleh Robinson et al., (1991, dalam Bezzina, 2010); dan Steward et al., (2003, dalam Bezzina (2010). telah menunjukkan bahwa entrepreneur memiliki need for achievement yang lebih tinggi dibandingkan dengan nonentreprenenur. Sedangkan penelitian dari Brockaus & Horwitz (1986, dalam Bezzina, 2010) menyatakan bahwa karakteristik internal locus of control bisa membedakan antara entrepreneur yang sukses dan tidak sukses. Banyak penelitian lain juga yang menyatakan bahwa para entrepreneur memiliki kapasitas yang tinggi untuk tahan terhadap situasi ambigu, dan juga telah diyakini bahwa karakteristik ambiguity tolerance merupakan karaktersitik entrepreneur (Koh, 1996; Schere, 1982., dalam Bezzina, 2010). Baum & Locke, 2004; Koh, (1996, dalam Bezzina, 2010) menyatakan bahwa self-confidence sangat penting dalam entrepreneurship karena memulai suatu bisnis dan berusaha untuk sukses dalam bisnis merupakan tugas yang tidak mudah. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa entreprneur itu lebih kreatif, imajinatif, dan inovatif dari non-entrepreneur (Thomas & Mueller, 2000., dalam Bezzina, 2010). Dari sini bisa terlihat bahwa karakteristik-
3
karakteristik diatas merupakan beberapa karakteristik yang bisa menunjang seorang entrepreneur untuk bisa menjadi sukses, dan bisa membedakan seorang yang entrepreneur atau bukan. Setiap tahunnya selalu ada mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi, namun belum tentu semua dari lulusan itu yang langsung memiliki pekerjaan. Dengan semakin bertambahnya lulusan perguruan tinggi, tingkat ketersediaan pekerjaan semakin berkurang, khususnya di tingkat awal pekerjaan, seleksi pekerjaan dan gaji, dan sebagainya. Masalah ketersediaan pekerjaan bagi para lulusan bukan hanya menjadi masalah ekonomi yang menonjol, akan tetapi itu bisa menjadi masalah sosial yang serius dan itu telah menarik perhatian yang besar (Li, Z. dan Liu, Y. 2011). Tercatat pada tabel data pendidikan perguruan tinggi kementrian pendidikan nasional bahwa jumlah mahasiswa perguruan tinggi yang lulus pada tahun 2009-2010 adalah sebanyak 655,012 orang. Menurut data dari badan pusat statistik jumlah penganggur pada tahun 2011 sebanyak 8,12 juta orang, sedangkan tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan universitas adalah 9,95 persen (Berita Resmi Statistik, 2011).Salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa ini adalah pengangguran, dimana pengangguran bukan hanya menjadi masalah ekonomi, tapi juga bisa menjadi masalah sosial yang serius. Dengan bertambahnya jumlah lulusan perguruan tinggi tiap tahun, maka kemungkinan bertambahnya angka pengangguran akan semakin meningkat. Pada tahun 2011 tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan universitas adalah 9,95 persen (Berita Resmi Statistik, 2011). Pada tahun 2010 Kementrian Pendidikan nasional mencatat bahwa di Indonesia ada sekitar 14 juta orang yang lulus dari perguruan tinggi dengan aneka jenjang dan dari jumlah tersebut sedikitnya 2 juta orang atau 14,28 persen yang menjadi penganggur (“Penganggur Akademik Dua Juta Orang”, 2010).
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
Ahmad Yusuf Saefullah Al-Karim, Dr. Seger Handoyo
Entrepreneurship diharapkan dapat menjadi salah satu jalan untuk mengurangi angka pengangguran yang terus bertambah tiap tahunnya. Zimmerman (2008) menyatakan bahwa entrepreneurship adalah salah satu elemen penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi mahasiswa dimana seharusnya mahasiswa bisa menjadi agen perubahan bagi bangsa sangat diharapkan bahwa kedepannya mahasiswa memiliki mindset untuk menciptakan lapangan kerja, karena dengan ini berarti akan mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia dan juga bisa meningkatkan perekonomian bangsa. Wirausaha juga akan membuat nilai tambah suatu produk melalui kerja kreativitas dan inovasi, bahkan terbukti sanggup meningkatkan pendapatan perkapita. Sebagai contoh adalah Singapura yang mempunyai kalangan wirausaha 7% dan pendapatan perkapita 40.920 dolar AS, lalu Malaysia memiliki golongan wirausaha 3% terbukti mempunyai pendapatan perkapita 7.900 dolar AS. Sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,24 wirausahawan dan memiliki pendapatan perkapita 2.580 dolar AS (“Indonesia Butuh Pengusaha Muda”, 2013). Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, tercatat bahwa Indonesia memiliki 3.707.205 wirausaha atau 1,59 persen dari jumlah populasi penduduk Indonesia (“Presiden Janji Dukung Wirausaha”, 2013). Universitas Airlangga merupakan salah satu universitas di Indonesia yang terletak di Ibu Kota Jawa Timur yaitu Kota Surabaya. Universitas Airlangga secara resmi dibuka oleh pemerintahan RI pada tahun 54 oleh presiden RI pertama Dr. Ir. Doekarno. Universitas Airlangga saat ini memiliki 13 fakultas dan 1 program pasca sarjana dan 127 program studi dari berbagai jenjang, meliputi program akademik, vokasi, dan spesialis. Program akademik yang diselenggarakan terdiri dari tiga jenjang pendidikan yaitu : 1. S1 sebanyak 32 prodi 2. S2 sebanyak 34 prodi Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
3. S3 sebanyak 9 prodi Sedangkan untuk program vokasi dan profesi terdiri dari : 1. D3 sebanyak 9 prodi 2. Pendidikan profesi sebanyak 7 program, yaitu Pendidikan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Dokter Hewan, Notariat, Akuntan, dan Psikolog 3. Prodi Spesialis 1 (Sp1) sebanyak 32 program. Universitas Airlangga memiliki Visi untuk “Menjadi universitas yang mandiri, inovatif, terkemuka di tingkat nasional dan internasional, pelopor pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, dan seni berdasarkan moral agama”. Sedangkan misi yang dicanangkan universitas untuk bisa mewujudkan Visi diatas yaitu : 1. Menyelenggarakan pendidikan akademik, vokasional dan profesi; 2. Menyelenggarakan penelitian dasar, terapan, dan penelitian kebijakan yang inovatif untuk menunjang pengembangan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat 3. Mendharmabaktikan keahlian dalam bidang ilmu, teknologi, humaniora dan seni kepada masyarakat; 4. Mengupayakan kemandirian dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui pengembangan kelembagaan manejemen modern yang berorientasi pada mutu dan kemampuan bersaing secara internasional. Adapun Tujuan yang ingin dicapai oleh Universitas Airlangga antara lain : 1. Menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora dan seni, serta dapat bersaing di pasar internasional berdasarkan moral agama;
4
Kepribadian Entrepreneur Pada Mahasiswa Universitas Airlangga
2. Menghasilkan penelitian inovatif yang mendorong pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, dan seni dalam skala nasional maupun internasional; 3. Menghasilkan pengabdian kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu menyelesaikan masalah secara mandiri dan berkelanjutan; 4. Mewujudkan kemandirian universitas yang adaptif, kreatif, proaktif terhadap tuntutan perkembangan lingkungan yang strategis. Untuk mencapai terwujudnya Visi, Misi, dan Tujuan, Universitas Airlangga membentuk Strategi yang dikembangkan untuk keterwujudan visi, keterlaksanaan misi, dan ketercapaian tujuan. Strategi untuk mencapai tujuan tersebut harus didukung oleh faktor pendukung internal maupun eksternal. Arah dan pengembangan Universitas Airlangga telah dirumuskan dalam Renstra Universitas Airlangga. 1. Pola pengelolaan akademik dikembangkan ke arah desentralisasi akademik dan pola pengembangan keuangan di kembangkan ke arah sentralisasi. 2. Jumlah dan kompetensi dosen akan terus ditingkatkan dan didayagunakan agar mampu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. 3. Lahan dan bangunan kampus terus dikembangkan secara efisien dan efektif dalam suatu penataan kampus yang modern dan berwawasan lingkungan, juga perlu direncanakan pengembangan kampus baru di luar kampus yang telah ada sekarang. 4. P e n g e m b a n g a n o r g a n i s a s i d a n kelembagaan diarahkan untuk membangun aliansi strategis dan kerjasama kelembagaan dalam rangka pengembangan universitas. 5. Pola pengembangan pendidikan dan manajemen diarahkan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan teknologi informasi.
5
6. Pola pengelolaan universitas dikembangkan untuk mengeksplorasi semua potensi secara optimal, sinergi, dan berkelanjutan dalam pengembangan pendidikan tinggi. 7. Jumlah fakultas dan jumlah program studi yang ada akan terus ditingkatkan dengan prioritas yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat serta pengembangan ilmu dan teknologi. Keseriusan Universitas Airlangga dalam mengembangkan potensi wirausaha mahasiswa terlihat dari adanya Unit Penunjang Universitas yang berkaitan dengan kewirausahaan yaitu Pusat Pembinaan Karir dan Kewirausahaan (PPKK). PPKK memiliki salah satu program kegiatan yaitu Program M a h a s i s w a Wi r a u s a h a y a n g s e l a l u dilaksanakan tiap tahunnya. Minat yang tinggi terhadap wirausaha ditunjukkan oleh mahasiswa Universitas Airlangga dengan banyaknya peserta yang ikut pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang diselenggarakan oleh PPKK. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah peserta yang lolos untuk maju seleksi tahap pertama pada PMW 2012 sebanyak 227 kelompok. Keseriusan terhadap kewirausahaan juga terlihat dari alumni Universitas Airlangga. Salah satu contoh alumni yang sukses dengan usahanya adalah Andri Firmansyah, alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis jurusan Manajemen yang lulus pada tahun 2008 ini telah memiliki omset milyaran rupiah dari bisnis tambal ban yang dia kelola, dari modal awal sebesar 500 juta rupiah kini bisa berembang hingga mencapai 1 milyar rupiah pertahunnya (“Tukang Tambal Ban Beromset Milyaran Rupiah”, 2013). Penulis tertarik untuk meneliti topik ini karena sangat penting untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah memiliki kepribadian entrepreneur sejak masih kuliah, karena kepribadian ini tidak hanya membentuk mahasiswa untuk bisa menjadi seorang entrepreneur akan tetapi bisa membantu mereka untuk sukses di tempat kerjanya kelak. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
Ahmad Yusuf Saefullah Al-Karim, Dr. Seger Handoyo
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepribadian entrepreneur pada mahasiswa Universitas Airlangga. Landasan Teori Kata entrepreneur sebagai sebuah konstruk menjadi sebuah istilah umum untuk menggambarkan orang-orang yang inovatif, kreatif dan terbuka terhadap perubahan (Reimers-Hild, dkk, 2005, dalam Izedonmi and Okafor, 2008). Sampai sekarang masih belum ditemukan profil entrepreneur yang tepat, namun beberapa karakteristik dan sikap tertentu muncul berulang kali ketika menganalisis kepribadian seorang pengusaha (Gasse & Tremblay, 2009, dalam Bezzina, 2010). Banyak penelitian telah mengidentifikasi banyak karakteristik kepribadian atau psikologis yang unik pada pengusaha. Beberapa karakteristik yang telah menjadi perhatian khusus dalam literatur kewirausahaan adalah: kebutuhan untuk berprestasi, locus of control, toleransi terhadap ambiguitas, kepercayaan diri, kreativitas atau inovasi, kecenderungan berani mengambil risiko dan kemandirian atau kebebasan (Bezzina, 2010). Need for Achievement Teori McClelland (1961, dalam Bezzina, 2010) tentang kebutuhan untuk mencapai prestasi mengusulkan bahwa individu yang memiliki kebutuhan untuk mencapai prestasi berusaha untuk unggul, dan mencapai kemajuan. Orang-orang seperti itu menetapkan target tinggi tetapi memungkinkan untuk diperoleh dan berusaha untuk mencapainya melalui usaha mereka sendiri, mereka lebih peduli dengan pencapaian pribadi ketimbang dengan penghargaan keberhasilan, mereka juga membutuhkan umpan balik secara teratur untuk memantau kemajuan prestasi mereka dan umumnya lebih suka bekerja sendiri atau dengan orang lain yang memiliki tingkat kebutuhan prestasi yang sama tinggi (Bezzina, 2010). Teori ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi lebih cenderung mencari pekerjaan kewirausahaan
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
ketimbang peran lainnya. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pengusaha memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi daripada yang bukan pengusaha (Robinson et al, 1991;.. Steward et al, 2003, dalam Bezzina, 2010). Internal Locus of Control Menurut Rotter (1966, dalam Bezzina, 2010), ada dua aspek locus of control yaitu, internal dan eksternal. Pengendalian terhadap harapan internal terjadi ketika seorang individu telah mendapat kontrol langsung atas hidupnya dan ketika hasil dari tindakannya tergantung pada kinerja atau karakteristiknya sendiri. Pengendalian terhadap harapan eksternal terjadi ketika seorang individu percaya bahwa peristiwaperistiwa hidupnya adalah hasil dari faktor-faktor eksternal seperti nasib, kebetulan atau keberuntungan. Rotter juga berpendapat bahwa locus of control internal terkait dengan proses belajar. Orang-orang dengan locus of control internal lebih cenderung termotivasi dan mengupayakan prestasi dibandingkan dengan orang yang memiliki locus of control eksternal (Bezzina, 2010). Selain itu ada pula penelitian lain yang menyatakan bahwa karakteristik ini dapat membedakan antara entrepreneur dan bukan entrepreneur (Mueller & Thomas, 2000, dalam Bezzina, 2010), antara pengusaha yang sukses dan tidak sukses (Brockhaus & Horwitz, 1986, dalam Bezzina, 2010) serta mahasiswa yang memiliki kecenderungan menjadi entrepreneur dan yang tidak memiliki kecenderungan menjadi entrepreneur (Gurol & Atsan, 2006, dalam bezzina, 2010). Ambiguity Tolerance Karakteristik ini berkaitan dengan kemampuan individu untuk menangani dan mengelola stres yang diciptakan oleh ambiguitas. Wilkinson (2006, dalam Bezzina, 2010) menyebut toleransi terhadap ambiguitas sebagai "ketahanan emosional". Dengan demikian, individu yang mampu membuat keputusan dan mampu mempertahankannya di bawah ketidakpastian dan melihat situasi ini sebagai suatu yang menarik, bukan sesuatu yang membuat tidak nyaman atau mengancam, memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap ambiguitas (Cresson Wood, 2008;Teoh & Foo, 1997, dalam Bezzina, 2010).
6
Kepribadian Entrepreneur Pada Mahasiswa Universitas Airlangga
Banyak penelitian menunjukkan bahwa seorang pengusaha atau entrepreneur cenderung memiliki kapasitas yang secara signifikan lebih besar untuk mentolerir ambiguitas, dan diyakini bahwa toleransi terhadap ambiguitas adalah karakteristik kewirausahaan (Koh, 1996; Schere, 1982, dalam Bezzina, 2010). Self-Confidence Percaya diri adalah keyakinan individu terhadap sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya sendiri. Secara umum, individu yang percaya bahwa mereka mampu dan akan melakukan sesuatu dengan baik lebih cenderung termotivasi dalam hal usaha, ketekunan dan perilaku dibandingkan dengan individu yang tidak percaya pada kemampuannya dan tidak mengharapkan untuk berhasil (Pintrich, 2003, dalam Bezzina, 2010). Percaya diri sangat penting dalam kewirausahaan karena mendirikan suatu bisnis dan berusaha untuk menjadi sukses bukanlah tugas yang mudah untuk dilakukan. Studi menunjukkan bahwa pengusaha dan mereka yang memiliki kecenderungan entrepreneur umumnya memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan yang lain (Baum & Locke, 2004, Koh, 1996, dalam Bezzina, 2010). Creativity or Innovativeness Schumpeter (1942) mendefinisikan pengusaha sebagai individu yang mampu: Mereformasi atau merevolusi pola produksi dengan memanfaatkan penemuan atau, lebih pada umumnya, suatu kemungkinan teknologi yang belum dicoba untuk menghasilkan komoditas baru atau memproduksi satu hal yang lama dengan cara baru, dengan merevolusi industri dan sebagainya. Definisi ini menggarisbawahi karakteristik penting dari seorang pengusaha. Bahkan, pengusaha umumnya dicirikan sebagai individu yang penuh dengan ide kreatif dan inovatif, juga dapat
7
menggabungkan ide-ide tersebut dengan sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan nilai tambah. Inovasi dan pengusaha merupakan istilah yang berdampingan dan pada kenyataannya penelitian menunjukkan bahwa entrepreneur lebih kreatif, imajinatif dan inovatif dari yang bukan entrepreneur (Thomas & Mueller, 2000, dalam Bezzina, 2010). Risk-Taking Propensity Pengambilan risiko adalah karakteristik kewirausahaan yang pertama kali diidentifikasi (cf. Cantillon, 1755, dalam Bezzina, 2010). McClelland (1961, dalam Bezzina, 2010) menjelaskan bahwa orang-orang dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi akan memiliki kecenderungan pengambilan risiko yang cukup tinggi (Bezzina, 2010). Delmar (1994, dalam Bezzina, 2010) berpendapat bahwa pengusaha lebih cenderung untuk mengambil risiko dalam spesifik domain usaha bisnis mereka di mana mereka lebih ahli dan memiliki beberapa tingkat pengendalian. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa seorang entrepreneur lebih cenderung berani mengambil resiko ketika mereka berada pada domain spesifik bisnis mereka, dimana mereka lebih mengetahui dan lebih memiliki kontrol, hal ini menyebabkan seorang entrepreneur khususnya pendiri perusahaan tidak bisa disebutkan memiliki kecenderungan yang tinggi dalam mengambil resiko (Bezzina, 2010). Akan tetapi dalam penelitian lain Moore dan Gergen (1985, dalam Bezzina, 2010) menambahkan bahwa seorang entrepreneur akan cenderung mengambil resiko setelah mereka terlebih dahulu menganalisis situasi secara hati-hati dan sudah mengembangkan strategi untuk bisa meminimalisir dampak dari resiko yang akan diambil (Bezzina, 2010). Self-Sufficiency orFreedom Individu yang mandiri adalah individu yang independen yang ingin menjadi bos bagi diri mereka sendiri, yang dapat membuat pilihan mereka sendiri dan ingin mengatur kendala mereka sendiri, dengan kata lain mereka ingin mengambil keputusan sendiri dan ingin memiliki kebebasan untuk mengambil tindakan (Stoner &Fry, 1982 dalam Bezzina, 2010). Mereka lebih memilih untuk mengambil tanggung jawab atas kehidupan mereka daripada hidup dari usaha orang lain (Shane et al., 2003, dalam Bezzina, Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
Ahmad Yusuf Saefullah Al-Karim, Dr. Seger Handoyo
2010). Entrepreneur merupakan individu yang unik karena mereka ingin menjadi yang pertama dalam melakukan suatu hal atau mereka ingin melakukan hal-hal dengan cara yang berbeda dari yang lain yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam beberapa hal tertentu seorang entrepreneur bahkan bertentangan dengan cara tradisional dalam melakukan sesuatu. Metode Penelitian Alat pengumpul data pada penelitian ini berupa kuesioner kepribadian entrepreneur yang mengacu pada alat ukur Entrepreneurial Charactersitics Questionnaire (ECQ) yang dikembangkan oleh Frank Bezzina (2010). Dalam proses pembuatan alat ukur ini, peneliti melakukan penerjemahan aitem-aitem alat ukur ke dalam bahasa Indonesia yang dibantu oleh penerjemah yang berpengalaman. Setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, aitem-aitem tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh penerjemah yang lain. Setelah itu peneliti meminta bantuan dari 2 orang rater untuk melihat kesesuaian bahasa antara skala yang asli dengan skala yang sudah diadaptasi, dan kesesuaiannya dengan budaya di Indonesia. Dengan bantuan IBM SPSS versi 20.0 peneliti telah melakukan uji reliabilitas. Berdasarkan hasil uji coba, secara keseluruhan, alat ukur ini memiliki koefisien reliabilitassebesar 0,863. Untuk dimensi Need for Achievement didapatkan reliabilitas 0,861, dimensi Self-Sufficiency or Freedom sebesar 0,594, dimensi Self-Confidence sebesar 0,714, dimensi Creativity or Innovativveness sebesar 0,741, dimensi Locus of Control sebesar 0,682, dan dimensi Risk-Taking Propensity sebesar 0,558. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan 395 sampel mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 395 sampel mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya didapatkan nilai rata-rata kepribadian entrepreneur sebesar 71,61 dan nilai tengah Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
sebesar 68. Dari hasil penormaan didapatkan data bahwa Secara keseluruhan dari ketujuh dimensi, 60% lebih subjek memiliki skor kepribadian entrepreneur dengan kategori sedang. Pada dimensi risk-taking propensity terdapat 79% subjek yang masuk kedalam kategori sedang, sedangkan sisanya termasuk kategori rendah dan tinggi.
Dimensi dengan kategori tinggi yang memiliki jumlah subjek terbanyak adalah locus of control yaitu sebanyak 107 orang. Berbeda dengan dimensi self-sufficiency or freedom yang hanya memiliki 19 subjek dengan kategori tinggi. Peneliti juga menggambarkan karakteristik hasil skor subjek berdasarkan jenis kelamin dan divisinya. Dari dapat terlihat bahwa subjek yang memiliki skor kepercayaan organisasi yang rendah berasal dari divisi Operasional Umum dan Pelayanan Pengunjung, dan PU, Kendaraan, Kebersihan, dan Pertamanan. Subjek yang memiliki skor rendah juga hanya didapat dari subjek laki-laki. Pada dimensi need of achievement dijelaskan bahwa individu memiliki kebutuhan untuk menjadi unggul, dan mencapai suatu prestasi. Orang-orang yang memiliki kebutuhan ini biasanya menetapkan target tinggi tetapi memungkinkan untuk diperoleh dan berusaha untuk mencapainya melalui usaha mereka sendiri, mereka lebih peduli dengan pencapaian pribadi ketimbang dengan penghargaan keberhasilan, mereka juga membutuhkan umpan balik secara teratur untuk memantau kemajuan prestasi mereka dan umumnya lebih suka bekerja sendiri atau dengan orang lain yang memiliki tingkat kebutuhan prestasi yang sama tinggi (Bezzina, 2010). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa universitas Airlangga sudah memiliki kebutuhan ini. Robinson et al., (1991, dalam Bezzina, 2010); dan Steward et al., (2003, dalam Bezzina (2010). telah menunjukkan bahwa entrepreneur memiliki need for achievement yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-entreprenenur. Pada dimensi self-sufficiency or freedom yang digambarkan sebagai bentuk kemandirian, bisa menentukan pilihan dan keputusan untuk dirinya sendiri, bebas bertindak sesuai dengan keputusan yang dia buat. Kemandirian seperti ini sudah mulai muncul pada sebagian
8
Kepribadian Entrepreneur Pada Mahasiswa Universitas Airlangga
besar mahasiswa Universitas Airlangga. Bezzina (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sudah banyak dilaporkan bahwa nilai kebebasan pada entrepreneur lebih tinggi dibandingkan dengan nonentrepreneur dan alasan para entrepreneur lebih memilih untuk berwirausaha karena mereka mencari kebebasan. Dimensi ambiguity tolerance berkaitan dengan kemampuan individu untuk menangani dan mengelola stres yang diciptakan oleh situasi yang tidak menentu. Hal ini juga bisa diartikan sebagai ketehanan emosional, dimana individu mampu memandang situasi yang stressful sebagai suatu tantangan bukan sebagai suatu hal yang membuat tidak nyaman. Mahasiswa Uniersitas Airlangga sebagian besarsudah mulai memunculkan kemampuan ini dimana ketika mereka menghadapi hal yang dirasa sulit mereka menganggap bahwa itu merupakan pertanda bahwa mereka harus bisa berusaha lebih keras lagi. penelitian lain juga yang menyatakan bahwa para entrepreneur memiliki kapasitas yang tinggi untuk tahan terhadap situasi ambigu, dan juga telah diyakini bahwa karakteristik ambiguity tolerance merupakan karaktersitik entrepreneur (Koh, 1996; Schere, 1982., dalam Bezzina, 2010). Dimensi self-confidence digambarkan sebagai bentuk keyakinan individu terhadap sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya sendiri. Secara umum, individu yang percaya bahwa mereka mampu dan akan melakukan sesuatu dengan baik lebih cenderung termotivasi dalam hal usaha, ketekunan dan perilaku dibandingkan dengan individu yang tidak percaya pada kemampuannya dan tidak mengharapkan untuk berhasil (Pintrich, 2003, dalam Bezzina, 2010). Hal ini sudah mulai terbentuk pada sebagian besar mahasiswa Universitas Airlangga, mereka cukup yakin dengan kemampuan yang sudah mereka miliki untuk bisa
9
menyelesaikan tugas-tugas. Baum & Locke, 2004; Koh, (1996, dalam Bezzina, 2010) menyatakan bahwa self-confidence sangat penting dalam entrepreneurship karena memulai suatu bisnis dan berusaha untuk sukses dalam bisnis merupakan tugas yang tidak mudah. Sehingga penting adanya karakter ini dalam diri individu untuk bisa memulai bisnis dan mencapai kesuksesan dalam bisnis. Dimensi creativity or innovativeness merupakan dimensi yang mendapatkan respon rendah terbanyak yaitu 129 orang atau 33% dari jumlah seluruh subjek. Dimensi ini digambarkan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu hal dengan cara baru atau cara yang kemungkina belum pernah dicoba. Mahasiswa Universitas Airlangga sebagian besar cukup memiliki kemampuan ini, diamana mereka mau mencoba cara baru untuk melakukan sesuatu atau utuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. Namun mahasiswa yang belum begitu memunculkan karakter inipun bisa dbilang cukup banyak, sehingga masih sangat diperlukan pengembangan untuk karakter ini pada mahasiswa Universitas Airlangga. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa entreprneur itu lebih kreatif, imajinatif, dan inovatif dari non-entrepreneur (Thomas & Mueller, 2000., dalam Bezzina, 2010). Dimensi risk-taking propensity bisa digambarkan sebagai kecenderungan seseorang untk mengambil suatu resiko. Dimensi ini juga dianggap sebagai karakteristik kewirausahaan yang pertama kali diidentifikasi (cf. Cantillon, 1755, dalam Bezzina, 2010). Sebagian besar mahasiswa sudah mulai memunculkan karakter ini, dimana mereka siap untuk mengambil suatu resiko tertentu yang mana mereka anggap bisa menguntungkan mereka, akan tetapi tidak serta merta mengambilnya, namun terlebih dahulu memperhitungkan antara keuntungan yang didapat dengan besar resiko yang akan diambil. Karakter ini penting dimiliki seorang entrepreneur, karena akan selalu ada peluang bisnis yang bisa diketahui, akan tetapi tidak semua orang berani untuk mengambil peluang tersebut karena beberapa dari mereka belum tentu siap menghadapi resiko yang mungkin muncul.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
Ahmad Yusuf Saefullah Al-Karim, Dr. Seger Handoyo
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah bahwa pada sebagian besar mahasiswa Universitas Airlangga sudah mulai terbentuk kepribadian entrepreneur didalam dirinya. Dari tujuh karakteristik entrepreneur yang telah diteliti, tiga karakter mendapatkan skor tertinggi dengan perolehan subjek terbanyak yang memiliki nilai kategori tinggi, karakter tersebut yaitu need for achieement, ambiguity tolerance, dan internal locus of control. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa Universitas Airlangga memiliki motivasi yang tinggi untuk berprestasi, memiliki daya tahan dan keyakinan terhadap kemampuan yang sudah dimiliki. Karakter self-confidence berada pada urutan keempat dengan perolehan subjek dengan skor tinggi sebanyak 19%. Karakter lain mendapatkan skor rendah karena memiliki banyak subjek dengan perolehan rendah dan sedikit subjek yang mendapatkan skor tinggi. Karakteristik tersebut adalah self-sufficiency or freedom dengan perolehan skor tinggi sebanyak 5%, creativity or innovativeness dengan perolehan skor tinggi 6%, dan risk-taking propensity dengan perolehan skor tinggi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa para mahasiswa masih belum memiliki keberanian untuk mengambil peluang bisnis, dan masih sedikit yang bisa menyalurkan kreatifitasnya untuk membuat suatu ide bisnis. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masing-masing dari tujuh karakteristik entrepreneur ini memiliki peranan penting dalam individu ketika memulai bisnis dan pencapaian kesuksesan dalam bisnis.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013
10
Kepribadian Entrepreneur Pada Mahasiswa Universitas Airlangga
PUSTAKA ACUAN
Bezzina, F. (2010) . Characteristics of the Maltese Entrepreneur. International Journal of Arts and Sciences, 3(7), 292-312. Damar, R. A. H. (2009). Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Yang Berkuliah Dengan Jurusan Pilihan Orang Tua. Jakarta: Universitas Gunadarma. Gallant, M., Majumdar, S., & Varadarajan, D. (2010). Outlook of female Students Towards Entrepreneurship. Eucation, Bussiness and Society: Emerald Group PublishingLimited. Indonesia Butuh Pengusaha Muda. (2013, 20 Maret). Republika, Hal. 18. Izedonmi, F., & Okafor, C. (2008). Assessment of the Entrepreneurial Characteristics and Intensions Among Academics. ife PsychologIA Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2011. (2011, 5 Mei). Berita Resmi Statistik. No. 33/05/Th. XIV Li, Z. & Liu, Y. (2011). Entrepreneurship Education And Employment Performance. Journal of Chinese Entrepreneurship: Emerald group Publishing Limited. Mahasiswa Cantik Ini Sukses Bisnis Jualan Boneka Peraga Gigi (2012, 13 Oktober). ID Wirausaha. Diakses pada tanggal 12 Februari 2013 dari http://idwirausaha.com/mahasiswi-cantik-inisukses-bisnis-jualan-boneka-peraga-gigi/ Membuka Pasar dari Dunia Kampus (2013, 20 Maret). Republika, hal 17. Neuman, W.L. (2001). Social Research Methods Qualitative and Quantitative ApproachesFourth Edition. Boston: Pearson Education.Inc. Penganggur Akademik Dua Juta Orang. (2010, 27 September). Kompas (On-line). Diakses pada t a n g g a l 1 3 F e b r u a r i 2 0 1 3 d a r i http://female.kompas.com/read/2010/09/27/09481825/Penganggur.Akademik.Dua.Juta.Oran g Presiden Janji Dukung Wirausaha. (2013, 20 Maret). Republika, hal. 17. Zimmerman, J. (2008). Refining The Definition Of Entrepreneurship. Dissertation Chairperson. UMI Microform 3291609. Pepperdine University.
11
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2 No. 1, April 2013