KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SENGETI NOMOR 22/Pid.B/2016/PN Snt BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
JUNUS IVAN HARIS. S B10013008
Pembimbing: Hj Andi Najemi, S.H., M.H. Yulia Monita, S.H., M.H.
JAMBI 2017 1
2
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Karya tulisan saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di universitas maupun di perguruan tinggi lainnya. 2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing skripsi. 3. Dalam karya tulisan ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Jambi, 20 Maret 2017 Yang membuat pernyataan
Junus Ivan Haris S NIM. B10013008
3
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Sengeti Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt ditinjau berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Putusan Pengadilan Negeri Sengeti Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt ditinjau berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus Putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penjatuhan vonis terhadap Terdakwa dalam Putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN Sn t sudah tepat dengan didasarkan pada terbuktinya perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur pada Pasal 362 KUHP dan sebagai dasar pertimbangan Hakim dalam pemberian berat atau ringannya pidana yaitu dalam penjatuhan pidananya harus sebanding dengan bobot kesalahan terdakwa dan pemidanaan tidak boleh mencerminkan kesewenang-wenangan dari hukuman itu sendiri akan tetapi penulis juga memberikan contoh putusan yang dalam penyelesaian terhadap perkara tindak pidana ringan dibawah Rp 2.500.000 dimana Hakim menggunakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yaitu pada Putusan Nomor 68/Pid.C/2016/PN Sim menggunakan Pasal 364 KUHP Jo Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dalam menangani perkara tindak pidana ringan dibawah Rp 2.500.000,- yaitu tindak pidana pencurian ringan. Saran dari penelitian ini adalah: 1) bagi DPR dan Pemerintah sebaiknya mengamandemen nilai objek dalam perkara tindak pidana ringan; 2) bagi Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian lebih giat mensosialisasikan kesepakatan tentang Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012; 3) bagi masyarakat untuk memahami bahwa pelaku tindak pidana ringan tidak ditahan namun lebih mengedepankan kepada bersama-sama dalam mencari penyelesaian yang adil.
Kata Kunci: Analisis Putusan, Tindak Pidana Ringan, Denda.
4
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM PERSETUJUAN SKRIPSI Skripsi ini diajukan oleh Nama
: JUNUS IVAN HARIS S
Nomor Mahasiswa
: B10013008
Program Kekhususan
: Hukum Pidana
Judul Skripsi
: Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sengeti Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum Universitas Jambi
Jambi, 20 Maret 2017 Pembimbing I
Pembimbing II
Hj. Andi Najemi, S.H., M.H. NIP. 19660909 199103 2 002
Yulia Monita, S.H., M.H. NIP. 19740705 200604 2 001
5
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi ini diajukan oleh Nama
: JUNUS IVAN HARIS. S
Nomor Mahasiswa
: B10013008
Program Kekhususan
: Hukum Pidana
Judul Skripsi
: Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sengeti Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji Fakultas Hukum Universitas Jambi pada tanggal 09 Mei 2017 dan dinyatakan LULUS TIM PENGUJI NAMA
JABATAN
Dr. H. Usman, S.H., M.H
Ketua Penguji
_________________
Dheny Wahyudi, S.H., MH
Sekretaris
_________________
Sri Rahayu, S.H., M.H
Penguji Utama
_________________
Hj. Andi Najemi, S.H., M.H
Anggota
_________________
Yulia Monita, S.H., M.H
Anggota
_________________
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi
Dr. Helmi, S.H., M.H NIP. 19710606 199803 1 001
TANDA TANGAN
6
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan
judul
“Analisis
Putusan
Pengadilan
Negeri
Nomor
22/Pid.B/2016/PN Snt Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan akhir akademik guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jambi. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh keikhlasan penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, hingga tersusunnya skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Helmi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi yang juga selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Kerjasama dan Sistem Informasi Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam fasilitas perkuliahan; 2. Ibu Retno Kusniati, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran selama perkuliahan;
7
3. Bapak Dicky Azwan, S.H., M.H, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah membantu dalam bidang kemahasiswaan; 4. Ibu Sri Rahayu, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan Bapak Dheny Wahyudi, S.H., M.H., selaku sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah banyak membantu dalam proses administrasi mulai dari pengajuan judul, persetujuan judul, seminar hingga sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 5. Ibu Hj Andi Najemi, S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan Ibu Yulia Monita, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang dengan sabar telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini; 6. Bapak Arfa’i, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis mengenai studi dan berbagai persyaratan akademik; 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah tulus memberikan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Jambi; 8. Seluruh staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah banyak membantu penulis dalam bidang administrasi; 9. Kepada kedua orang tua penulis Ayahanda Jonar P Sihombing dan Ibunda Masdiana Sitinjak yang tiada henti memberikan kasih sayang, selalu mendoakan, memberi motivasi, nasihat dan pengorbanannya baik dari segi moril dan materil kepada penulis serta kakak-adikku tersayang Irma Marista
8
Sihombing, Tenri Arif Rianto Sihombing dan Tiurma Helena Sihombing yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama masa perkuliahan hingga sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Jambi; 10. Kepada Ade Kurnia Sari, S.H, Ahmad Syukri Basuni, S.H, Andi Octa, S.H Ana Romasi Sigiro, Dwi Putri Sirait, Ebiet F, S.H, Estrid, S.H, Hadi Marendra, S.H, Bripda Heriyadi Sianturi, Lisa Erianti, S.H, Luther Marchel Purba, Nadia Tiara, S.H, Novriandi D P, S.H, Rola, S.H, Syairozi, Takkas Siregar, Vinod Mehra, S.H serta teman-teman angkatan 2013 Fakultas Hukum Universitas Jambi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik, semoga Tuhan Yesus memberkati. Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, maka dari itu penulis menerima setiap kritikan maupun saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat.
Jambi, 20 Maret 2017 Penulis,
Junus Ivan Haris S B10013008
9
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................i PERNYATAAN .................................................................................................ii ABSTRAK .........................................................................................................iii HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..........................................................v KATA PENGANTAR .......................................................................................vi DAFTAR ISI ......................................................................................................viii BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G.
BAB II
Latar Belakang Masalah ............................................................1 Perumusan Masalah ..................................................................13 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................13 Kerangka Konseptual ................................................................14 Landasan Teoretis .....................................................................15 Metode Penelitian......................................................................20 Sistematika Penulisan ...............................................................23
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, TINDAK PIDANA PENCURIAN, TINDAK PIDANA RINGAN DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG A. Tinjauan Tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit ...............24 B. Tinjauan Tentang Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dalam Bentuk Pokok .......................................................................27 2. Tindak Pidana Pencurian dengan Unsur-Unsur yang Memberatkan ...............................................................30 3. Tindak Pidana Pencurian dengan Unsur Kekerasan .............35 4. Pencurian dalam Kalangan Keluarga ...................................39 C. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Ringan 1. Pengertian Tindak Pidana Ringan ........................................40 2. Mekanisme Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan.......................................................................48 D. Tinjauan Tentang Peraturan Mahkamah Agung 1. Pengertian Kekuasaan Kehakiman .......................................49 2. Kewenangan Mahkamah Agung dalam Membuat Peraturan ..............................................................51
10
BAB III
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SENGETI NOMOR 22/PID.B/2016/PN.Snt BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP A. Posisi Kasus Putusan Perkara Pidana Nomor 22/Pid.B/2016/ PN.Snt .......................................................................................57 B. Posisi Kasus Putusan Perkara Pidana Nomor 68/Pid.C/2016/ PN.Sim ......................................................................................66 C. Analisis Penulis .........................................................................70
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................76 B. Saran ..........................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA
11
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Sebagai negara hukum, untuk menjalankan suatu negara dan perlindungan hak asasi harus berdasarkan hukum.1 Hal ini menjadikan hukum sebagai alat untuk mengatur setiap perbuatan-perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuklah didalamnya mengenai tindak pidana ringan. Dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) secara jelas menyebutkan bahwa suatu perkara dapat dikatakan tindak pidana ringan (Tipiring) jika menyangkut nilai uang dibawah Rp 250,00 (Dua Ratus Lima Puluh Rupiah) seperti yang tercantum didalam Pasal 364 (pencurian ringan), Pasal 373 (penggelapan ringan), Pasal 379 (penipuan ringan), Pasal 384 (perbuatan curang oleh penjual), Pasal 407 (perusakan barang) dan Pasal 482 (penadahan ringan) KUHP. Maraknya kasus tindak pidana ringan (Tipiring) menjadikan kasus ini tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia baik dari kalangan bawah, menengah hingga ke atas. Tekanan ekonomi dan kemiskinan disinyalir menjadi faktor penyebab yang melatarbelakangi maraknya kasus tindak pidana ringan.
1
Prasetyo Teguh, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Nusamedia, Bandung, 2010, hal 1.
12
Proses penanganan perkara kasus tindak pidana ringan, khususnya tindak pidana pencurian ringan sering kali menarik perhatian masyarakat umum dikarenakan proses penangananya sudah tidak sesuai dengan tingkat pidana yang diatur. Adapun yang menjadi pokok permasalahannya adalah tidak adanya pembaharuan lagi mengenai batasan tindak pidana tersebut sejak tahun 1960. Dikatakan oleh Syamsul Fatoni didalam Pembaharuan Sistem Pemidanaan bahwa : “Proses hukum/penyelesaian hukum terhadap kasus-kasus ringan dalam hal ini adalah kasus pencurian ringan dengan nilai kerugian kecil sering kali menimbulkan keprihatinan karena melibatkan orangorang miskin dan kurang mampu sehingga kesulitan mendapatkan “acces’ keadilan. Berdasarkan laporan Evaluasi Akhir Tahun LBH ( Lembaga Bantuan Hukum ) Surabaya, dalam kurun waktu 2009-2010, wajah penegakan hukum di Jawa Timur tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di pusat, terutama pada tahun 2009 yang menjadi tahun “ tanpa keadilan bagi masyarakat miskin””.2 Berikut ini beberapa kasus yang dapat dijadikan sebagai contoh untuk melihat ketidakadilan hukum bagi masyarakat miskin dalam proses penyelesaian kasus tindak pidana ringan dengan nilai kerugian kecil yaitu: (1) dalam nomor perkara 413/Pid.B/2009/PN.Kdr pada tahun 2009 telah terjadi kasus pencurian satu buah semangka, adapun total nilai kerugian untuk kasus ini ditaksir sebesar Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah), dimana Cholil dan Basar Suyanto didakwa dan telah terbukti secara sah melanggar Pasal 363 ayat (1) bagian ke-4 KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum dan dipidana penjara masing-masing 15 hari dengan masa percobaan 1 bulan; (2) dalam nomor
2
Syamsul Fatoni, Pembaharuan Sistem Pemidanaan, Setara Press, Malang, 2016, hal.1
13
perkara 965/Pid.B/2010/PN.Kepanjen pada tahun 2010 telah terjadi kasus pencurian lima belas barong atau rumpun tanaman tebu, adapun total nilai kerugian untuk kasus ini ditaksir sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), dimana Sumardjono didakwa dan terbukti secara sah melanggar Pasal 363 ayat (1) bagian ke-4 KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum dan dipidana penjara 6 bulan; (3) dalam nomor perkara 190/Pid.B/2010/PN. Bangkalan pada tahun 2010 telah terjadi kasus pencurian helm, adapun total nilai kerugian untuk kasus ini ditaksir sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah), dimana Syarif dan Slamet didakwa dan terbukti secara sah melanggar Pasal 363 ayat (1) bagian ke-3 dan ke-4 KUHP dan dipidana penjara 2 bulan 15 hari.3 Dari contoh kasus diatas dapat dipahami bahwa dalam uraiannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa para pelaku dengan Pasal 363 ayat (1) bagian ke-3 dan ke-4 KUHP dalam surat dakwaanya dan dijadikan sebagai dasar putusan hakim dalam menjatuhkan vonis kepada pelaku tindak pidana ringan, khususnya pelaku pencurian ringan. Dikatakan Adam Chazawi dalam bukunya Kejahatan terhadap Harta Benda bahwa: Pencurian ringan (gepriviligeerde diefstal) dimuat dalam Pasal 364 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 butir 4 begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada kediamannya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah) diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 900,00 (sembilan ratus rupiah).4 Jika ditinjau kembali uraian kasus yang menimpa Cholil, Basar, 3
Ibid., hal. 1-2, 52-55. Adam Chazawi, Kejahatan terhadap Harta Benda, cet. 2, Media Nusa Creative, malang, 2004, hal.40. 4
14
Sumardjono, Syarif dan Selamet diatas dengan isi rumusan Pasal 364 KUHP sebelum diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP maka terdapat ketidaksesuaian isi rumusan pasal dimana nilai harga barang yang dicuri para pelaku tersebut jauh diatas batasan rumusan Pasal 364 KUHP yaitu: jika harga barang kurang dari Rp 250,00, dengan perbandingan sebagai berikut: (1) total kerugian kasus pencurian semangka ditaksir Rp 20.000,00 dalam hal ini nilai harga barang yang di curi jauh diatas isi rumusan Pasal 364 KUHP yaitu: nilai harga barang yang dicuri kurang dari Rp 250,00 sehingga tidak terpenuhinya isi rumusan pasal tersebut, (2) total kerugian kasus pencurian lima belas rumpun tanaman tebu ditaksir Rp 1.000.000,00 dalam hal ini nilai harga barang yang dicuri jauh diatas isi rumusan Pasal 364 KUHP yaitu: nilai harga barang yang dicuri kurang dari Rp250,00 sehingga tidak terpenuhinya isi rumusan pasal tersebut, (3) total kerugian kasus pencurian helm ditaksir Rp 300.000,00 dalam hal ini nilai harga barang yang dicuri jauh diatas isi rumusan Pasal 364 KUHP yaitu: nilai harga barang yang dicuri kurang dari Rp250,00 sehingga tidak terpenuhinya isi rumusan pasal tersebut. Dari uraian kasus diatas dapat dipahami bahwa para pelaku didakwa dengan Pasal 363 ayat (1) bagian ke-3 dan ke-4 KUHP, oleh karena isi dari rumusan Pasal 364 KUHP mengenai batasan pencurian ringan sudah tidak sesuai lagi yaitu nilai barang yang dicuri dibawah Rp 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Pada saat ini nilai tersebut sudah tidak sesuai lagi, hampir
15
sudah tidak ada lagi harga barang dibawah Rp 250,00. Sejak diundangkannya PERPPU No 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam Kitab Undang Hukum Pidana hingga tahun 2011 angka Rp 250,00 yang ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR belum mengalami perubahan sehingga apabila terjadi kasus pencurian ringan pada saat ini maka Pasal 364 KUHP sudah tidak dapat diterapkan lagi. Untuk dapat dipergunakan kembali Pasal 364 KUHP dalam menangani perkara pencurian ringan maka perlu adanya perubahan secara substansi, khususnya mengenai nilai-nilai rupiah yang termuat didalam KUHP yang mana perubahan ini dilakukan oleh Pemerintah dan DPR, dikarenakan dalam proses pengubahannya memakan waktu yang cukup lama inilah Mahkamah Agung memandang perlu membuat kebijakan dengan menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung yang isinya mengatur tentang nilai uang yang menjadi batasan tindak pidana ringan, sebagaimana diatur dalam Pasal 364 (pencurian ringan), Pasal 373 (penggelapan ringan), Pasal 379 (penipuan ringan), Pasal 384 (perbuatan curang oleh penjual), Pasal 407 (perusakan barang) dan Pasal 482 (penadahan ringan) KUHP. Diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP dan selanjutnya disebut PERMA No 2 Tahun 2012 yang memuat ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung menyebutkan bahwa kata-kata “dua ratus lima puluh” dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu
16
rupiah). Adapun yang menjadi dasar pedoman Mahkamah Agung dalam menyesuaikan kenaikan nilai rupiah tersebut dengan berpedoman pada harga kenaikan harga emas yaitu “Menaikan sebanyak 10.000 ribu kali berdasarkan kenaikan harga emas,” kata Harifin.5 Dalam Pasal 2 ayat (1): Dalam menerima pelimpahan perkara Pencurian, Penipuan, Penggelapan, Penadahan dari Penuntut Umum, Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara dan memperhatikan Pasal 1 diatas. Ayat (2): Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. Ayat (3): Apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan. Pasal 3: Tiap jumlah maksimum denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan (2), dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali. Pasal 4: Dalam menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib memperhatikan Pasal 3 diatas. Dengan diterbitkannya Perma ini diharapkan apabila terjadi penanganan perkara pencurian ringan maupun tindak pidana ringan lainnya tidak dikenakan Pasal 362, 363, 372, 378, 383, 406 dan 480 KUHP namun 5
Leonardo O.A Pandensolang, “Kajian Terhadap Tindak Pidana Ringan Dalam Proses Peradilan Pidana,” Lex Crimen Vol. IV. No.1, Jan-Mar 2015, hal. 26.
17
mengacu kepada pasal-pasal yang tercantum didalam Perma tersebut dan apabila pengadilan menemukan dalam proses penanganan perkara tipiring untuk segera membebaskan terdakwa dari penahanan karena tidak sesuai dengan Pasal 21 KUHAP serta menetapkan Hakim tunggal dalam penyelesaian perkara Tipiring melalui Acara Pemeriksaan Cepat menurut Pasal 205-210 KUHAP. Tercatat sepanjang tahun 2016 terdapat 1 kasus pencurian biasa yang di dakwa dengan Pasal 362 KUHP di Pengadilan Negeri Sengeti. Kasus Tindak Pidana pencurian yang penulis kaji dalam skripsi ini adalah kasus dalam putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN.Snt. Bahwa dalam kasus ini terdakwa (Eliyas Pikal alias Elek Bin Fauzi) pada hari Jumat 25 Desember 2015 sekira pukul 09.00wib di kecamatan Kumpeh Ulu. Bermula terdakwa melintasi kolam lele milik saksi Fauzi kemudian timbul niat untuk mengambil ikan lele tersebut, lalu terdakwa memancing ikan lele tersebut satu per satu dengan menggunakan senar pancing setelah dirasa cukup banyak lalu terdakwa membawa karung yang berisi ikan lele tersebut dan menyimpannya kedalam bak dikamar mandi yang berada didekat bedeng yang tidak jauh dari kolam, kemudian terdakwa melihat pohon rambutan milik saksi anwar berbuah lebat yang tidak jauh dari kolam lalu timbul niat untuk mengambil rambutan itu dengan cara memetik setelah dirasa cukup kemudian rambutan tersebut terdakwa simpan disamping bedeng yang tidak jauh dari lokasi kemudian terdakwa pulang kerumah dan sesampai dirumah terdakwa meminta saksi zamzami untuk menemani terdakwa mengambil ikan lele dan rambutan
18
dengan menggunakan 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat Nomor Polisi BH 3861 YS dengan posisi terdakwa membawa motor dan membonceng saksi Zamzami lalu mengangkut dan membawa karung berisi ikan lele dan rambutan kerumah terdakwa dan kemudian dikonsumsi bersama keluarga terdakwa dan selanjutnya terdakwa diamankan oleh Polsek Kumpeh Ulu untuk pemeriksaan lebih lanjut; Akibat dari perbuatan terdakwa Eliyas Pikal alias Elek bin Fauzi tersebut, dalam keterangannya dipersidangan, saksi korban Fery Iswanto bin Diono selaku pemilik kolam lele mengalami kerugian berupa 5 (lima) kilogram lele dengan harga sekira Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dan saksi korban Anwar Mansyur bin Alm Mansyur selaku pemilik pohon rambutan mengalami kerugian berupa 7 (tujuh) kilogram rambutan dengan harga Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah). Dalam surat dakwaannya, terdakwa dikenakan pasal 362 KUHP oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal, yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 1. Barang siapa. 2. Mengambil sesuatu barang. 3. Yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain. 4. Dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak. Dalam tuntutannya, Penuntut Umum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Eliyas Pikal bin Elek bin Fauzi dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dikurangi selama terdakwa berada didalam tahanan sementara dan
19
dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Dalam
putusan
Nomor
22/Pid.B/2016/PN.Snt
Majelis
Hakim
menyatakan bahwa: 1. Terdakwa Eliyas Pikal alias elek Bin Fauzi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian” sebagaimana dalam dakwaan tunggal yaitu Pasal 362 KUHP. 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 15 (lima belas) hari. 3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4. Menetapkan terdakwa tetap ditahan. 5. Menetapkan barang bukti berupa: - 1 (satu) unit sepeda motor Merk Honda beat warna putih orange nomor polisi BH 3861 YS dikembalikan kepada Eliyas Pikal alias Elek bin Fauzi - 1 (satu) buah karung putih. - 1 (satu) gulung senar pancing berikut mata pancing Dimusnahkan. 6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah). Berdasarkan uraian-uraian perkara diatas dan dalam Putusan Hakim tersebut terlihat jelas bahwa pelaku dikenakan dengan Pasal 362 KUHP dan apabila ditinjau dari Pasal 364 KUHP junto Perma No 2 Tahun 2012 Tentang
20
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP sangat tidak sesuai dan berbeda dari apa yang diharapkan oleh Perma yaitu apabila terjadi penanganan perkasa kasus tindak pidana pencurian ringan tidak dikenakan Pasal 362 KUHP dan bila mengacu kepada putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.68/Pid.C/2016/PN.Sim dimana dalam putusannya yang menangani perkara tindak pidana ringan dibawah Rp. 2500.000,00-, Hakim masih mengenakan Pasal 364 KUHP dengan memperhatikan Perma No 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Bahwa dalam kasus ini, pada tanggal 22 Juli 2016 sekira pukul 21.00 wib Terdakwa yang bernama Marlon Sitorus membenarkan keterangan saksi Edi Sinaga, saksi Burju Sitorus dan Saksi Birman Manurung sedang melakukan kontrol lapangan di Afdeling III Blok 03 Kebun PTPN IV Mayang melihat 2 (dua) cahaya lampu sepeda motor yang datang dari arah depan saksi, sehingga saksi curiga, lalu menghentikan motor setelah motor berhenti dan saksi mendekati dan menemukan 2 (dua) zak pupuk sedangkan pengendara sepeda motor tersebut melarikan diri, namun terdakwa berhasil ditangkap oleh saksi, dimana terdakwa membawa 1 (satu) zak pupuk Merk NPK Kebomas. Selanjutnya setelah diinterogasi para saksi, terdakwa mengakui perbuatannya telah mengambil pupuk pada saat karyawan kebun memupuk pokok sawit di Afd III Blok 03 Kebun PTPN IV Mayang. Selanjutnya terdakwa dibawa ke Polsek Bosar Maligas untuk diproses secara hukum. Akibat dari perbuatan terdakwa pihak kebun PTPN IV Mayang mengalami kerugian sejumlah Rp.
21
1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) dengan rincian 3 (tiga) zak pupuk Merk NPK Kebomas dengan harga pupuk Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah)/zak. Bahwa terdakwa tidak mempunyai izin dari kebun PTPN IV Mayang. Dalam persidangannya, Hakim menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat, Hakim tunggal dan menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksisaksi dan keyakinan Hakim, Pengadilan Negeri berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian ringan denga mengingat Pasal 364 KUHPidana jo Perma No.2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP mengadili bahwa Terdakwa Marlon Sitorus terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian ringan, menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan, menyatakan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari berdasarkan ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap Terdakwa dihukum telah melakukan tindak pidana dalam masa percobaan selama 3 (tiga) bulan, menetapkan barang bukti berupa: 3 (tiga) zak pupuk Merk NPK Kebomas dikembalikan kepada Pihak Kebun PTPN IV Mayang, 1 (satu) unit sepeda motor Merk Honda Revo warna Hitam tanpa nomor polisi dengan nomor mesin HB62 E1101401 dan 1 (satu) unit sepeda motor Merk jenis Supra Fit tanpa nomor polisi dengan nomor mesin HB32E1246883 dikembalikan kepada terdakwa Marlon Sitorus serta membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 3.000 (tiga ribu rupiah).
22
Berdasarkan uraian-uraian dalam putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt dan putusan Nomor 68/Pid.C/2016/PN Sim yang penulis uraikan terdapat perbedaan pasal yang digunakan dalam menangani perkara tindak pidana ringan yang dalam hal ini adalah tindak pidana pencurian ringan dibawah Rp 2.500.000 (dua juata lima ratus rupiah), dimana dalam putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt menggunakan Pasal 362 KUHP sedangkan dalam putusan Nomor 68/Pid.C/2016/PN Sim menggunakan Pasal 364 KUHP Jo Perma No 2 Tahun 2012. Melihat perbedaan pasal tersebutlah, penulis tertarik untuk menganalisa putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt meninjau berdasarkan putusan lain yang menggunakan Pasal 364 KUHP Jo Perma No 2 Tahun 2012. Apabila putusan hakim yang dibuat dengan mendasarkan PERMA RI tersebut kemudian menjadi yurisprudensi karena diikuti oleh hakim-hakim berikutnya di dalam memutus perkara yang serupa, maka adalah sangat logis untuk mengatakan bahwa dasar yang melahirkan suatu yurisprudensi (PERMA RI) juga merupakan sumber hukum.6 Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dengan melakukan analisis yuridis putusan hakim ditinjau dari Perma kedalam suatu skripsi dengan judul “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sengeti Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP” 6
Ronald S Lumbuun, PERMA RI Wujud Kerancuan Antara Praktik Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan, cet.1, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 82.
23
B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka disusunlah permasalahan dengan rumusan sebagai berikut: Bagaimanakah tindak
pidana
dalam
putusan
Pengadilan
Negeri
Sengeti
Nomor
22/Pid.B/2016/PN Snt ditinjau berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP dalam penyelesaian kasus tindak pidana ringan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dan maanfaat penelitian yaitu: Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana tindak pidana dalam putusan Pengadilan Negeri Sengeti Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt ditinjau berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP dalam penyelesaian kasus tindak pidana pencurian ringan. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat secara teoritis atau akademik, yaitu untuk mengetahui dan memberikan sumbangan pemikiran dan juga pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum yang khususnya hukum pidana dan hukum acara pidana. b. Manfaat secara parktis, diharapkan dapat dijadikan sebagai bagan pertimbangan atau masukan dalam penelitian hukum bagi pembaca
24
umumnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi pada khususnya. D. Kerangka Konseptual Agar tidak menimbulkan salah penafsiran dalam skripsi ini, penulis akan memberikan penjelasan istilah-istilah yang digunakan dalam skripsi ini terutama istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini, sebagai berikut: 1. Analisis. Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan/Perbuatan) dan untuk mengetahui sebab-sebab (duduk perkaranya).7 Uraian, kupasan mengenai suatu soal.8 2. Putusan. Hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu pemeriksaan perkara. Hasil atau kesimpulan
suatu
pemeriksaan
perkara
yang
didasarkan
pada
pertimbangan yang menetapkan apa yang sesuai dengan hukum.9 3. Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri adalah Badan yang berwenang mengadili perkara pada tingkat pertama.10 4. Tindak Pidana Ringan. Dalam Pasal Pasal 205 ayat (1) Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni: “Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan
7
M Firdaus Sholihin & Wiwin Yulianingsih, Kamus Hukum Kontemporer, cet 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal. 11. 8 J.C.T Simorangkir, Rudy T Erwin dan J.T Prasetyo, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, Cet.13, 2009, hal. 8. 9 M. Marwan & Jimmy P, Kamus Hukum, cet. 1, Reality Publisher, Surabaya, 2009, hal. 517. 10 Andi Hamzah, Op.Cit., hal.4.
25
ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan”. Berdasarkan dari uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa maksud dari tujuan proposal skripsi ini adalah menyelidiki atau menguraikan suatu kesimpulan akhir dari suatu putusan perkara tindak pidana pencurian dilihat dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dalam proses penyelesaian tindak pidana ringan. E. Landasan Teoretis 1. Teori Pertanggung jawaban Pidana Pertanggung jawaban pidana dalam bahasa asing disebut sebagai “toereken-baarheid”, “criminal responsibility”, “criminal liability”, yang dimaksud pertanggung jawaban disini adalah untuk menentukan kemampuan seseorang dapat atau tidaknya bertanggung jawab atas perbuatan atau tindakan yang dilakukannya itu.11 Untuk dapat menentukan seseorang dapat bertanggung jawab menurut Roeslan Saleh ditentukan oleh akal yaitu dapat atau mampu untuk bisa membedakan mana perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang tidak dilarang.12 Bila dilihat dari keadaan batin seseorang untuk dapat bertanggung jawab haruslah mempunyai jiwa yang normal sehingga dapat menjadi
11
S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni, Jakarta, 1996, hal. 245. 12 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Pidana, cet. 3, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hal. 80.
26
dasar untuk menentukan adanya kesalahan, sebab hanya orang yang normal jiwanya lah dapat mengatur tingkah lakunya sesuai aturan-aturan yang dianggap baik oleh masyarakat.13 Sedangkan bagi orang yang tidak normal jiwanya, aturan-aturan tersebut tidak berlaku dan tidak berguna sehingga tidak dapat diberikaan pertanggungjawaban, sebagaimana tertulis di dalam Pasal 44 KUHP telah dinyatakan bahwa: 1. Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana 2. Jikat ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. 3. Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri. Apabila seseorang telah melakukan perbuatan pidana, tetapi dalam hal pertanggungjawabannya memenuhi unsur yang disebutkan dalam Pasal 44 KUHP tersebut, maka tidak dapat dipidana. 2. Teori Tujuan Pemidanaan Pidana pada hakikatnya merupakan suatu nestapa atau penderitaan yang dibuat oleh negara dan diberikan kepada subjek hukum (orang atau badan hukum) yang telah melakukan perbuatan tindak pidana dan penjatuhan pidana kepada subjek hukum yang melakukan perbuatan tindak pidana merupakan salah satu bentuk untuk mencapai tujuan dari hukum pidana tersebut, berkaitan dengan penjatuhan pidana terdapat tiga 13
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, cet. 10, Jakarta, 1987, hal. 163.
27
teori pemidanaan dalam ilmu hukum pidana yaitu: a. Teori absolut atau teori pembalasan Pidana itu merupakan suatu akibat hukum yang mutlak harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Pidana itu merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Yang menjadi dasar pembenaran pidana dalam teori ini yaitu pada terjadinya kejahatan itu. Oleh karena kejahatan yang dilakukannya mengakibatkan orang lain menderita. Jadi berdasarkan teori absolut atau teori pembalasan, maka penderitaan itu harus dibalas dengan penderitaan dalam bentuk sanksi pidana kepada orang yang melakukan kejahatan tersebut.14 b. Teori relatif atau teori tujuan Teori ini mencari dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan akibatnya, tujuan pidana untuk prevensi terjadinya kejahatan. Wujud pidana ini berbeda-beda, yaitu menakutkan, memperbaiki atau membinasakan. Menurut teori relative (relatief theori en) atau teori tujuan (doel theorien) (utilitarian theory) menyatakan pidana itu bukanlah untuk melakukan pembalasan kepada si pembuat kejahatan, melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat (dengan demikian dasar pembenaran pidana menurut teori ini terletak pada tujuan pemidanaan itu sendiri), sehubungan dengan tujuan pidana ada beberapa beberapa pendapat yaitu: a. Tujuan pidana adalah untuk menentramkan masyarakat yang gelisah karena akibat dari telah terjadinya kejahatan. b. Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan yang dapat dibedakan atas pencegahan umum (generale preventive) dan pencegahan khusus (special preventive).15 c. Teori Gabungan Pellegrino Rosi ialah orang yang pertama kali mengajukan teori gabungan, ia berpendapat bahwa pembalasan sebagai asas dari pidana bahwa beratnya pidana tidak boleh melebihi suatu pembalasan yang adil, namun dia berpendirian bahwa pidana mempunyai pengaruh antara lain memperbaiki sesuatu yang rusak dalam bermasyarakat dan prevensi general. Jadi, dasar pembenaran pidana dari teori gabungan adalah penggabungan dari dasar pembenaran pidana dari teori pembalasan dan teori tujuan yaitu tujuan dari pemidanaan selain untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana juga memulihkan keseimbangan dan mendatang kan rasa damai dalam masyarakat, membebaskan rasa bersalah pada terpidana serta memaafkan terpidana tersebut.16 14
Tolib Setiady, Pokok-pokok Hukum Panintensier Indonesia,cet. 1, Alfabeta, Bandung, 2010, hal 53. 15 ibid 16 ibid., hal.58
28
3. Kekuatan Hukum Peraturan Mahkamah Agung Dalam melihat produk-produk hukum Mahkamah Agung (MA), dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur dan memberi wewenang kepada MA. Sesuai dengan Pasal 24 A Undang-Undang Dasar RI 1945 (UUD RI 1945) mengatur MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dan mempunyai wewenang lain yang diberikan undang-undang. Dalam hal ini bahwa peraturan perundang-undangan hanya dapat dibentuk oleh lembaga-lembaga yang memperoleh kewenangan perundang-undangan (wetgevingsbevoegheid) yaitu kekuasaan untuk membentuk hukum (rechtsvorming).17 Adapun Undang-Undang (UU) yang dimaksud adalah UndangUndang yang mengatur Mahkamah Agung dimulai dari UU No.14 Tahun 1985 dan mengalami perubahan hingga 2 kali yaitu UU No.5 Tahun 2004 dan UU No.3 Tahun 2009 yang selanjutnya disebut UUMA. Dalam literatur kewenangan dan tugas yang disebut sebagai fungsi pengaturan dalam Pasal 79 UUMA yaitu mengatur “ MA dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelengaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam hal ini bahwa produk hukum MA yaitu sebagai berikut: 1. PERMA, 2. SEMA, 3. Fatwa dan 4. SK KMA.18
17
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar Pembentukannya, Kansius, Yogyakarta, 1998, hal. 54. 18 Henry P.Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung, Sinar Harapan, cet.1, Jakarta, 2001, hal. 143.
29
Keabsahan produk-produk hukum MA, penulis mengacu pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) yang dalam Pasal 8 ayat 1 dijelaskan: Jenis-jenis peraturan perundang-undangan selain yang disebut dalam pasal ayat
(1)
mencakup
peraturan
yang
ditetapkan
oleh
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas Perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Dalam Pasal 8 ayat (2) UU No 12/2011 dijelaskan bahwa Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan PerundangUndangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Jimly Asshiddiqie
dalam
bukunya
yang
berjudul
Konstitusi
dan
Konstitusionalisme Indonesia memasukkan Peraturan MA sebagai peraturan yang bersifat khusus sehingga tunduk pada prinsip lex specialis derogat lex generalis.19 dan Perma No 2 Tahun 2012 diperkuat pula dengan adanya Nota Kesepakatan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan 19
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 288-289.
30
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, serta Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). F. Metode Penelitian Untuk mengetahui dan memahami secara terperinci metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini, berikut ini penulis menguraikan unsur-unsur sebagai berikut: 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum dan doktrin-doktrin hukum.20 Penelitian hukum normatif dapat dilakukan terutama terhadap bahan hukum primer dan sekunder, sepanjang bahan-bahan itu mengandung kaidah-kaidah hukum. 2. Pendekatan yang digunakan Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pendekatan perundang-undangan (Statuta Approach). Yakni Ilmuan hukum menyebutnya dengan pendekatan yuridis, yaitu penelitian terhadap produk-produk Hukum.21 b. Pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum seperti: sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan sebagainya.22
20
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cet.1, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal.90. 21 Ibid., hal.92 22 Ibid.,
31
c. Pendekatan kasus (Case Approach). Penulis menggunakan Pendekatan kasus (Case Approach) dengan meneliti kasus Putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN.Snt. 3. Pengumpulan Bahan Hukum a. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, terdiri dari: 1)
Norma Dasar yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2). Peraturan Perundang-Undangan a)
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
b)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
c)
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.
3).
Peraturan
Perundang-undang
selain
sebagaimana
yang
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang kemudian diperjelas dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor
12
Tahun
2011
Tentang
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yaitu: Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
32
b. Bahan Hukum Sekunder Buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan, jurnal hukum, internet, artikel dan lain-lain yang dapat digunakan sebagai literatur dalam penelitian. c. Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier yaitu Bahan Hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Hukum. 4. Analisis Bahan Hukum Sebagai hasil dari pengumpulan bahan hukum yaitu suatu analisis dalam bentuk uraian-uraian yang menggambarkan permasalahan serta pemecahan secara jelas dan lengkap berdasarkan bahan hukum yang diperoleh. Analisis dilakukan dengan cara: a. Menginterprestasikan semua peraturan perundang-undangan sesuai masalah yang diteliti. b. Menilai bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. c. Mengevaluasi
perundang-undangan
masalah yang akan diteliti.
yang
berhubungan
dengan
33
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 4 Bab dan dari bab-bab tersebut terbagi lagi dalam sub-sub dan selanjutnya sub-sub itu terbagi lagi menjadi bagian-bagian terkecil. Adapun isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I:
Pendahuluan dalam bab ini menguraikan permasalahan yang melatarbelakangi masalah, Perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Kerangka konseptual, Kerangka teoritis, Metode penelitian dan Sistematika penulisan.
BAB II:
Pada bab ini merupakan Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana, Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Ringan dan Tinjauan Umum tentang Peraturan Mahkamah Agung .
BAB III:
Pada bab ini merupakan bab pembahasan sesuai dengan perumusan masalah yang mengenai Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt ditinjau berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Ringan.
BAB IV:
Merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dari apa yang telah diuraikan penulis dalam bab-bab sebelumnya dan juga berisikan saran-saran untuk mendukung pihak-pihak yang berkaitan dalam menerapkan Perma No 2 Tahun 2012.
34
35
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi ini, kesimpulan yang dapat diambil yaitu penjatuhan pidana terhadap terdakwa dalam putusan Nomor 22/Pid.B/2016/PN Snt sudah tepat dengan didasarkan pada terbuktinya perbuatan Terdakwa memenuhi unsur-unsur pada Pasal 362 KUHP yaitu tindak pidana pencurian dan Hakim dalam menjatuhkan vonisnya sebanding dengan bobot kesalahan terdakwa akan tetapi terkait dengan pencurian ringan penulis juga memberikan contoh putusan dimana yang dalam penyelesaian terhadap perkara tindak pidana ringan dibawah Rp 2.500.000 dimana Hakim menggunakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yaitu pada Putusan Nomor 68/Pid.C/2016/PN Sim yang menggunakan Pasal 364 KUHP Jo Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yaitu tindak pidana pencurian ringan. B. Saran 1. Dalam kewenangannya membentuk Undang-undang sudah seharusnya DPR dan Pemerintah mengamandemen nilai objek yang menjadi perkara dalam kualifikasi tindak pidana ringan dan terjadinya pro dan kontra mengenai
kedudukan
Perma
dalam
peraturan
perundang-undangan
sebaiknya Pemerintah mengambil alih dan mengubah Perma Nomor 2 Tahun 2012 menjadi PERPPU agar Pengadilan tidak menjadi “korban” dari aturan hukum yang sudah tertinggal.
36
2. Terbentuknya Nota Kesepakatan Bersama antara lembaga penegak hukum (Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI) sebaiknya lebih giat melakukan sosialisasi kesepakatan ini kepada Instansinya masing-masing, pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan masyarakat guna memberikan pemahaman
tentang
kesepakatan ini. 3. Bagi Masyarakat Terbitnya Perma Nomor 2 Tahun 2012 bukan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pelaku tindak pidana ringan tidak ditahan namun lebih mengedepankan kepada bersama-sama untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.