KEBIJAKAN PENGELOLAAN PENCEMARAN UDARA Pb, debu dan CO DARI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT Abstrak Dalam rangka merencanakan kebijakan pembangunan moda transportasi yang tepat di masa akan datang, salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah pengendalian lingkungan wilayah dampak pencemaran udara di Jakarta. Penyusunan kebijakan pengelolaan pencemaran udara Pb, debu dan CO dari sektor transportasi darat diharapkan bisa menjadi masukan dalam membuat suatu kebijakan yang tepat di masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kebijakan manajemen lingkungan wilayah dampak pencemaran udara. Metode analisis dilakukan melalui pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process). Alternatif kebijakan yang dapat dipilih dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di Jakarta ke depan adalah pembatasan usia kendaraan penyebab polusi. Aspek mempertahankan Ruang Terbuka Hijau (RTH) perlu mendapat prioritas kedua dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di Jakarta ke depan. Faktor yang paling berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di Jakarta ke depan adalah keberadaan vegetasi untuk menyerap polutan. Aktor yang dianggap memiliki peranan paling penting dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di Jakarta adalah Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan Darat. Keyword: Kebijakan pengelolaan lingkungan udara, AHP (Analytical Hierarchy Process). Pendahuluan Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda-benda lainnya, sehingga udara merupakan sumber daya alam yang perlu dilindungi dan pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana. Untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting dilakukan. Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya yang akhirnya tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan fungsinya. Seiring dengan pesatnya laju pembangunan di Kota DKI Jakarta, maka frekuensi kendaraan di jalan raya juga semakin tinggi, yang menyebabkan laju emisi gas buang dari kendaraan juga semakin meningkat. Dengan demikian kadar
104
105
gas-gas tersebut di udara di jalan raya semakin meningkat dan akan menyebar ke wilayah di sekitarnya dan sebagai akibatnya dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Kebijakan pembangunan transportasi yang kurang baik serta tidak memperhatikan aspek kesehatan masyarakat tentu akan memperburuk dampak negatif yang ditimbulkan. Dalam rangka merencanakan kebijakan pembangunan transportasi yang tepat di masa akan datang, salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah pengendalian lingkungan wilayah dampak pencemaran udara di DKI Jakarta. Perencanaaan kebijakan pengendalian pencemaran udara tersebut tentunya memerlukan berbagai masukan dan informasi dari berbagai pihak yang terkait. Pengkajian dan perumusan kebijakan ini tentunya akan dikaitkan dengan kegiatan pembangunan di berbagai sektor lainnya. Penyusunan kebijakan manajemen lingkungan wilayah dampak pencemaran udara ini diharapkan bisa menjadi masukan dalam membuat suatu kebijakan yang tepat di masa yang akan datang. Penelitian bertujuan untuk kebijakan manajemen lingkungan wilayah dampak pencemaran udara di Kota Jakarta yang berasal dari kendaraan bermotor khususnya Pb, debu dan CO. Metode yang digunakan dalam menyusun kebiakan pengelolaan pencemaran udara ini adalah Analisis Hirarki Proses (AHP). Menurut Saaty (1980), teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Jika responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan pendapat (judgement). Struktur Hirarkhi AHP Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Wilayah Dampak Pencemar Udara di Jakarta tersaji pada Gambar 21.
106
Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Pb dan debu dari sektor transportasi darat Fokus
Kesehatan Masyarakat
Masyarakat
Kesadaran Masyarakat
Dinas Perhub
DLHK
Pemanfaatan Kend. Layak Pakai
Regulasi Kendaraan yang Rendah emisinya Untuk Masuk Kota
Keberadaan RTH
Pengawasan Secara Berkala
Kepolisian
Penertiban Sumber Pencemar
Pembatasan Usia Kendaraan Penyebab Polutan
Jumlah Kendaraan Bermotor
Dinas Kesehatan
Mempertahankan RTH
Perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Faktor
Aktor
Memperketat Perijinan Kend
Pemberian Insentif & Disinsentif Pengusaha Angkutan Umum
Aspek
Alternatif Kebijakan
Gambar 21. Hirarkhi AHP kebijakan pengelolaan pencemaran udara Pb, debu dan CO dari sektor transportasi darat. Pembahasan Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Udara Pb, debu dan CO Dari Sektor Transportasi Darat Alternatif Keputusan Untuk Menyusun Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Udara Pb, debu dan CO Dari Sektor Transportasi Darat Di Jakarta Kendaraan bermotor sebagai salah satu sarana transportasi di daerah, merupakan salah satu penyebab terjadinya pencemaran udara. Emisi gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara yang berasal dari sumber yang bergerak. Oleh karena itu emisi gas buang kendaraan bermotor harus dikendalikan agar tidak mencemari udara. Begitu juga dengan pencemaran udara yang diakibatkan dari sumber tidak bergerak yang berasal dari kegiatan industri atau usaha lain. Masing-masing sumber pencemaran menghasilkan bahan pencemar yang berbeda-beda baik jumlah, jenis dan pengaruhnya bagi kehidupan. Pencemaran udara yang terjadi sangat ditentukan oleh mutu bahan bakar yang digunakan, teknologi yang digunakan, serta pengawasan yang dilakukan.
107
Agar dapat melindungi mutu udara ambient diperlukan upaya-upaya pengendalian terhadap sumber-sumber pencemaran udara yang berguna untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup, mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana untuk mencapai mutu udara yang memenuhi syarat bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pengendalian pencemaran udara ini dilakukan baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan yang meliputi upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara dan upaya pencegahan terhadap sumber pencemar. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa pembatasan usia kendaraan penyebab polutan memberikan nilai skoring tertinggi yaitu sebesar 0,38 dan selanjutnya perluasan areal RTH, mengatur rute kendaraan berpolutan untuk masuk kota dan pemberian insentif dan disinsentif pengusahan angkutan umum kota dengan nilai skoring masing-masing 0,228 ; 0,219 dan 0,173 seperti terlihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Hirarkhi AHP Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Udara Pb, debu dan CO Dari Sektor Transportasi Darat di Jakarta.
108
Apabila dilihat dari nilai skoring masing-masing alternatif kebijakan, maka alternative kebijakan yang dapat dipilih dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di Jakarta ke depan adalah pembatasan usia kendaraan penyebab polusi karena memberikan nilai skoring yang paling tinggi dibandingkan alternative kebijakan lainnya. Alternatif ini bisa menjadi alternative kebijakan yang dapat dilakukan dalam menanggulangi dampak pencemaran udara di Jakarta akibat kendaraan bermotor. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kor Lalu-lintas dan Angkutan Jalan Raya, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Direktorat LLAJR Ditjen Hubdar 1998) yang menyebutkan bahwa jumlah gas buang yang diemisikan oleh kendaraan menurutnya ditentukan oleh kecepatan kendaraan, umur kendaraan dan perawatan kendaraan. Dari hasil analisis Hirarki Proses dapat memberikan pilihan atau pendapat kepada skenario: 1. Pengurangan mobil bertimbal dengan regulasi kendaraan bremisi rendah di ijinkan masuk kota DKI Jakarta. 2. Perluasaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). 3. Pembatasan usia pakai kendaraan. 4. Regulasi pemberia insentif dan disinsetif kepada pengusaha angkutan yang menggunakan kendaraan beremisi rendah. Menurut Takashi moguchi (1999) ada beberapa pertimbangan yang mendasari bahwa alternative kebijakan pembatasan usia kendaraan ini menjadi prioritas utama, yaitu tingkat kelayakan dan umur dari kendaraan sangat mempengaruhi kualitas udara dalam hal ini asap kendaraan (knalpot) yang dihasilkan. Selain itu pembatasan umur kendaraan bermotor dilakukan dalam rangka mengurangi jumlah kendaraan bermotor, sehingga kebijakan ini dapat mengurangi kemacetan di kota Jakarta, khususnya di lokasi penelitian. selain dapat menekan jumlah kendaraan bermotor, cara itu dapat menstabilkan jumlah kendaraan bermotor dalam kurun waktu tertentu. Terutama jika cara itu bisa diberlakukan untuk angkutan umum. Jika jumlah kendaraan stabil atau bahkan bisa dikurangi, dengan sendirinya asap akan berkurang.
109
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemaran udara di Jakarta adalah pemanfaatan kendaraan layak pakai, melakukan pengawasan secara berkala, melakukan penertiban pada sumber
pencemaran,
Mempertahankan
Ruang
Terbuka
Hijau
(RTH),
Memperketat Perijinan Kendaraan dan industry. Berdasarkan hasil analisis AHP, memperlihatkan bahwa Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup memegang peranan sangat penting dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di DKI Jakarta. Hal ini terlihat dari nilai skoring yang tertinggi pada kedua aktor ini yaitu sebesar 0,2225. Selanjutnya diikuti oleh Masyarakat, Dinas Perhubungan dan Polisi dengan nilai skoring masing-masing 0,201; 0,141; 0,108. Pencemaran udara merupakan masalah yang dapat bersifat lokal, nasional dan bahkan internasional. Untuk mengendalikannya perlu pendekatan yang meliputi berbagai lintas sektor. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian yang pokok dalam usaha dibidang kesehatan seperti dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan antara lain perlu dilakukan di tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom pasal 2, ayat (3) bidang kesehatan dalam hal pengendalian dampak pencemaran udara merupakan salah satu upaya pengawasan epidemiologi dan pemberantasan penyakit yang berbasis lingkungan, seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Tuberkulosis Paru, serta kejadian berbagai kasus pencemaran yang merupakan “New Emerging Diseases” seperti: legionellosis dan sick building sindrom. Implementasi Perda No.2 tahun 2005 Sebagai Landasan Hukum oleh Pemda DKI Jakarta dalam Pengendalian Pencemaran Udara. Terlaksananya program car freeday setiap bulan, larangan merokok di tempat umum, dan kendaran umum, regulasi kendaran bertonase lebih dari 30 ton
110
melintas dalam kota pada siang hari adalah antara lain bentuk-bentuk pengelolaan pencemaran udara di propinsi DKI Jakarta. Kegiatan ini secara terus menerus dipantau oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta. Adapun tataran kewenangan pengawasan dan kebijakan pengelolaan pencemaran udara adalah sebagai berikut: 1. Pusat Pada dasarnya kewenangan Pusat tersebut lebih besar pada penetapan kebijakan yang bersifat norma, standar, kriteria dan prosedur dan sangat terbatas pada kewenangan pelaksanaan. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 25 Pasal 2 ayat (2), Pemerintah Pusat berwenang dalam pengaturan pengendalian dampak pencemaran udara, terutama didalam penentuan pedoman, akreditasi, dan surveilans epidemiologi. Pencemaran udara yang terjadi lintas propinsi dan internasional menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, termasuk pencemaran udara lintas Kabupaten / Kota yang tidak mampu ditangani oleh pemerintah daerah setempat maupun propinsi. Selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1277/Menkes/SK/XI/2001 tetang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan RI didalam menyelenggarakan pengendalian dampak pencemaran udara mempunyai fungsi menyiapkan bahan kebijakan teknis, penyusunan standar teknis, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan bimbingan teknis serta penyiapan evaluasi di bidang dampak pencemaran udara. 2. Propinsi DKI Jakarta Sesuai dengan pembagian kewenangan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000, pasal 3 ayat (1) dalam penanggulangan dampak pencemaran udara Propinsi berwenang : 1. Melaksanakan surveillans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian luar biasa,
111
2. Melaksanakan penyuluhan dan kampanye. Apabila kabupaten / kota tidak mampu melaksanakan pengendalian pencemaran udara di wilayahnya, menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Perda nomor 2 tahun 2005 sebagai Dasar Hukum Manajemen Pengendalian Udara. 3. Kabupaten / Kota Semua kegiatan pengendalian pencemaran udara yang bukan wewenang pemerintah pusat dan propinsi menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten / kota. Menteri
Kesehatan
RI
melalui
Pedoman
Pengendalian
Dampak
Pencemaran Udara (2002) menjelaskan bahwa Pembinaan pengendalian dampak pencemaran udara dapt dilaksanakan melalui pendekatan : 1. Daerah Binaan Menentukan beberapa daerah binaan untuk melaksanakan pengawasan pencemaran udara secara intensif. Penentuan lokasi daerah binaan diprioritaskan pada daerah binaan yang telah ada yaitu daerah yang melaksanakan program kabupaten / kota sehat. 2. Program Kemitraan Menciptakan lingkungan udara bersih dengan mengikut sertakan dalam pelaksanaan program yang mendukung pengendalian pencemaran udara, seperti program langit biru. Dalam pelaksanaan kegiatannya bermitra dengan sektor yang terkait, seperti Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan lain-lain. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan kegiatan yang belum ditangani oleh Kementrian Lingkungan Hidup tetapi berdampak kepada kesehatan masyarakat. 3. Promosi Kesehatan Meningkatkan promosi tentang pemeliharaan kualitas udara dilakukan melalui penetapan strategi komunikasi yang tepat sesuai dengan sasaran, seperti: seminar, lokakarya, penulisan pada media massa, media elektronik, dan media cetak.
112
4. Pendekatan Epidemiologi Mengendalikan dan menanggulangi kasus pencemaran udara dengan cara pendekatan epidemiologi, dan dilaksanakan secara lintas program serta lintas sektor. Pendekatan ini difokuskan pada simpul III dan IV, dengan tidak melupakan simpul I dan II terutama pada indoor polution, serta mengutamakan kelompok resiko tinggi, yang tinggal dipemukiman, fasilitas / sarana transportasi, tempat-tempat umum, lingkungan kerja perkantoran & industri dan lingkungan lainnya. Penyakit berbasis lingkungan yang berkaitan dengan udara antara lain adalah Tuberkulosis Paru, Infeksi Saluran Pernafasan Atas, legionellosis, kanker, kecelakaan, kardiovaskuler, gangguan sistim syaraf dan sebagainya. Pendekatan paradigma sehat adalah upaya yang menekankan kepada upaya promotif preventif dibanding upaya kuratif - rehabilitatif. Dengan demikian penyakitpenyakit dapat dicegah melalui pengendalian pada faktor sumber penyebab kejadian. Agar pengendalian lebih efisien dan efektif perlu ditetapkan suatu strategi khusus. 5. Pemberdayaan Masyarakat dan Swasta Mendorong dan mengembangkan peran serta masyarakat / swasta dalam peningkatan kualitas udara pada lingkungannya. Dalam hal ini dilakukan dengan memberikan informasi / data dampak lingkungan terhadap kesehatan dan produktivitas ekonomi masyarakat, yang dimaksudkan masyarakat adalah termasuk tokoh masyarakat, pakar dan industriawan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian dampak pencemaran udara mutlak diperlukan, model pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan kota sehat. Di perkotaan pencemaran udara terutama bersumber dari sektor transportasi disamping sektor industri, sedangkan di pedesaan pencemaran udara berasal dari kebakaran hutan dan bahan bakar yang digunakan untuk memasak di dapur yang menggunakan kayu bakar dimana hasil sisa pembakarannya dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut dalam rangka
mendorong
pelaksanaan
pengendalian
pencemaran
udara
secara
terintegrasi antar sektor dan program sesuai tugas, fungsi dan kewenangan
113
masing-masing, maka perlu ada koordinasi jajaran kesehatan baik di daerah Propinsi maupun daerah kabupaten / kota dalam hal ini di DKI Jakarta. Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (2005) ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengendalikan pencemaran udara, yaitu: a) Pencanangan Gerakan Bangun, Pelihara, dan Kelola RTH (contoh Gerakan Sejuta Pohon, Hijau royo-royo, Satu pohon satu jiwa, Rumah dan Pohonku, Sekolah Hijau, Koridor Hijau dan Sehat, dll). b) Penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media. c) Penegasan model kerjasama antar stake holders. d) Perlombaan antar kota, antar wilayah, antar subwilayah untuk meningkatkan apresiasi, partisipasi, dan responsibility terhadap ketersediaan tanaman dan terhadap kualitas lingkungan kota yang sehat dan indah. Untuk dapat melaksanakan pencegahan, pengawasan dan penanggulangan pencemaran udara, maka pada setiap kegiatan harus ada unit yang menangani masalah pengendalian pencemaran udara. Apabila dari hasil pengamatan pencemaran udara ternyata telah jauh melewati baku mutu lingkungan yang berlaku, dan juga dijumpai adanya keluhan masyarakat berupa kejadian penyakit yang diduga berkaitan dengan sumber pencemaran, maka Dinas Kesehatan setempat dapat melakukan kegiatan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan. Dipihak lain Sektor Kesehatan dapat melakukan uji petik untuk mengetahui kondisi kualitas udara dan dampak kesehatan yang terjadi pada daerah yang diduga mengalami penurunan kualitas udara. Hasil uji petik oleh tingkat Pusat ini dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan pedoman, kriteria dan standar yang berkaitan dengan pengendalian dampak pencemaran udara. Sementara Saidari dari Kementrian Lingkungan Hidup dalam Iyan (2006) menambahkan, sekitar 70-80 persen kontribusi pencemaran udara di kota besar berasal dari sektor transportasi, yakni sebanyak 81 persen energi dihabiskan di sektor tranportasi. Oleh karena itu Kementrian Lingkungan Hidup telah menetapkan kebijakan Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak. Meliputi pengembangan standar emisi dan kebisingan kendaraan bermotor sesuai
114
perkembangan teknologi, pengadaan bahan bakar bersih (bensin tanpa timbal, solar berkadar sulfur rendah, bahan bakar alternatif) pengembangan kapasitas daerah dan peran masyarakat melalui pemeriksaan dan perawatan kendaraan bermotor, manajemen transportasi dan mendorong peralihan transportasi ke arah angkutan masal. Ditambahkan, untuk mendorong masing-masing kota agar menjaga wilayahnya dari pencemaran, pemerintah menyelenggarakan penilaian kota bersih dan kotor. Bagi kota terbersih mendapat Adipura. Dalam penghargaan Adipura tersebut dilakukan penetapan kriteria dan indikator manajemen transportasi berkelanjutan untuk penilaian kualitas udara kota-kota besar di Indonesia. Sebagai
perwujudan
kewenangan
yang
dimilikinya,
KLH
telah
mengeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Kendaraan Tipe Baru. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa mulai tahun 2005 setiap kendaraan dengan tipe baru wajib mematuhi standar emisi EURO II, sedangkan tipe yang sedang berjalan diberi kesempatan hingga 2007. Dengan demikian, mulai 2007 setiap kendaraan yang dijual di Indonesia harus memenuhi standar EURO II. Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Udara Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada beberapa titik pengamatan di Jakarta, diperoleh hasil bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara. Berbagai sumber pencemar udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor seperti Hidrokarbon (HC), Karbonmonoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Oksida (NO 2 ), Timbal dan debu, serta kebisingan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dirumuskan kebijakan “pengelolaan lingkungan pencemar udara di DKI Jakarta melalui pembatasan usia pakai kendaraan bermotor”. Menurut Syafruddin (2005), strategi pembatasan usia kendaraan baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum akan lebih efektif dalam mengurangi pencemaran udara di kota Jakarta. Pembatasan usia kendaraan untuk angkutan
115
umum 10 tahun dan kendaraan pribadi 15 tahun akan mengurangi pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor sampai 30 persen. Lebih lanjut Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Effendi (2005) mengatakan, selain untuk menekan tingkat pencemaran udara, pembatasan usia kendaraan bermotor merupakan bagian dari traffic management. Dikemukakan, di beberapa negara, pembatasan usia kendaraan bermotor bukan hanya untuk mengurangi pencemaran udara, tetapi juga menekan jumlah kendaraan yang dapat berimbas pada kemacetan. Salah satu faktor besar yang mempercepat pertumbuhan lalu lintas adalah pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi. Fenomena besarnya jumlah kendaraan pribadi ini tidak akan menguntungkan dalam upaya penyelesaian sistem mobilitas perjalanan orang dan barang. Di sisi yang lain, banyaknya kendaraan berbahan bakar vosil ini akan semakin meningkatkan produksi gas-gas yang beracun serta gas yang berefek pada pembentukan efek rumah kaca. Padahal kesemerawutan lalu lintas dan tingginya tingkat polusi di Jakarta itu bersumber pada buruknya sistem manajemen lalu lintas dan longgarnya aturan layak jalan kendaraan. Contoh: adanya pembangunan sejumlah mal yang tidak diimbangi dengan pembenahan sistem manajemen lalu lintas di sekitarnya. Akibatnya, di lokasi-lokasi keramaian baru itu muncul kesemerawutan baru juga. Kepala Dinas Perhubungan DKI Nurachman (2007), menyebutkan bahwa dapat didorong upaya perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum melalui penyediaan park and ride (fasilitas parkir di terminal atau stasiun) dan perbaikan kualitas layanan angkutan umum. Namun hal yang tak kalah penting adalah penerapan kebijakan pembatasan operasional kendaraan pribadi yang diberlakukan pada waktu yang tepat. Dengan kondisi itu, warga Jakarta akan lebih memilih menggunakan transportasi publik untuk beraktivitas, tentu saja sarana itu harus memadai dan nyaman. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi sendiri sudah banyak diterapkan di sejumlah negara seperti Thailand dan cukup efektif dalam menekan lalu lalang jumlah kendaraan di jalan. Saat ini pemerintah dinilai lebih memilih membangun jalan tol layang dibandingkan membatasi penggunaan kendaraan.
116
Padahal, paradigma membangun jalan tol di kota besar sudah ketinggalan zaman. (Nurachman 2007). Strategi pengelolaan lingkungan wilayah pencemar udara di DKI Jakarta melalui pembatasan usia pakai kendaraan bermotor ini semestinya disusun dengan mengacu pada kebijakan nasional, dikaitkan dengan kondisi wilayah setempat atas pertimbangan tingginya beban bahan pencemar udara dan tingkat kemacetan lalu lintas yang sudah semakin tinggi, serta tingkat kemampuan masyarakat terutama dalam melakukan peremajaan kendaraan bermotor yang dimilikinya. Ini dimaksudkan untuk memberi kebijakan umum kepada pemerintah daerah agar dapat menindak lanjutinya kedalam kerangka program pengelolaan lingkungan. Untuk mendukung kebijakan pembatasan usia pakai kendaraan bermotor di Jakarta, maka dalam penerapannya harus didukung oleh beberapa hal antara lain : 1. Dukungan kelembagaan yang kuat oleh berbagai pihak yang terkait. Permasalahan yang sering menjadi hambatan dalam pengelolaan kendaraan bermotor adalah ketidak-sinkronan dan tidak terpadunya perencanaan, penyusunan program dan kegiatan, pemantauan dan evaluasi pembangunan yang dilakukan berbagai pihak terkait seperti masyarakat, dunia usaha dan pemerintah. Hal tersebut semakin rumit manakala masih ada fanatisme egosektoral. 2. Dukungan dana dan finansial dalam pembatasan usia kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta. Implementasi program ini sangat tergantung dari ketersediaan dana dari berbagai sumber pendanaan terutama anggaran pemerintah melalui pemberian dana insentif kepada pengusaha angkutan yang harus meremajakan kendaraannya dengan modal yang sangat minim kendaraan. Kecilnya dana yang dimiliki pemilik kendaraan bermotor menjadi faktor penyebab kurang optimalnya upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan melalui pengurangan emisi kendaraan bermotor dengan membatasi usia kendaraan yang layak pakai. 3. Penataan dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku yang melanggar aturan
yang
telah
disepakati
bersama.
Instrumen
pengawasan
dan
pengendalian untuk perlidungan lingkungan dari beban pencemar udara akan
117
lebih optimal baik jika landasan undang-undang dan/atau peraturan undangundangan yang ada tidak menimbulkan kesenjangan khususnya yang menyangkut tentang kewenangan dan tanggung jawab, pembedaan sanksi administrasi dan sanksi pengadilan. Hal ini pula harus didukung oleh komitmen yang kuat dari aparat yang berwenang dalam penegakan hukum penerapan kebijakan pembatasan usia kendaraan. Kebijakan Pemda DKI dalam Sistem Pengelolaan Lingkungan Pengendalian Pb Kendaraan Bermotor Berkaitan
dengan
sistem pengelolaan
lingkungan
terutama
pada
lingkungan udara tercemar akibat gas buang kendaraan bermotor, berbagai upaya yang dapat dilakukan, antara lain : a. Larangan Masuk Truk dan Bis Kebijakan larangan masuk pada kendaraan-kendaraan tertentu di Jakarta telah dilaksanakan seperti melarang semua kendaraan masuk pada jalan-jalan protokol pada hari-hari tertentu, melarang kendaraan melewati jalan-jalan tertentu kecuali pada kendaraan berpenumpang tiga atau lebih pada jam-jam tertentu. Kebijakan larangan kendaraan masuk pada jalan-jalan tertentu telah lama diterapkan pada beberapa Negara seperti di Buenos Aires. Menurut Moore (2008) pada tahun 1977 Buenos Aires melarang kendaraan pribadi memasuki jalan-jalan pusat keramaian kota dari pukul 10 pagi sampai 7 malam pada hari-hari kerja. Bus dan taksi diperbolehkan hanya pada beberapa jalan tertentu. Larangan ini mengatasi kepadatan lalu lintas dan pencemaran udara yang disebabkan oleh satu juta orang yang memadati pusat kota Buenos Aires setiap hari kerja. Selanjutnya menurut Moore (2008) larangan bagi mobil secara sebagian atau total sudah pula diberlakukan di sebagian besar kota besar Italia, termasuk Roma, Florensia, Napoli, Bologna, dan Genoa dan di kota-kota kecil. Dari pukul 7.30 pagi sampai 7.30 malam, hanya bus, taksi, kendaraan pengirim barang, dan mobil-mobil pemilik rumah di daerah itu yang boleh memasuki daerah pusat Roma dan Florensia. Larangan serupa juga diberlakukan di Athena, Amsterdam, Barcelona, Budapest, Kota Mekiko, dan Munich. Dalam waktu sepuluh tahun
118
mendatang Bordeaux, Prancis, berniat menghapus kendaraan bermotor dari separo jalan-jalan di kota ini, dan memberikan jalan-jalan itu pada para pejalan kaki dan pengendara sepeda. b. Larangan Parkir Larangan parkir bertujuan untuk membatasi jumlah mobil yang boleh parkir di suatu daerah, tetapi tidak berpengaruh apapun pada jumlah mobil yang boleh lewat. Perda nomor 2 tahun 2005 Kota Jakarta mengeluarkan kebijakan untuk melarang kendaraan parkir pada tempat-tempat tertentu seperti di pusatpusat keramaian, di pingir-pinggir jalan raya atau di kawasan wisata. Cara ini bertujuan untuk mengatasi berlimpahnya kendaraan di pusat-pusat keramaian sekaligus sebagai suatu cara untuk mengurangi pencemaran udara. c. Mengatur Zona Lalu Lintas Mengatur zona lalu lintas juga merupakan salah satu cara menurunkan pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor. Ini dilakukan dengan membatasi kendaraan-kendaraan tertentu seperti truk untuk masuk ke pusat kota tetapi hanya diperbolehkan untuk melewati pinggiran kota. Menurut Moore (2008) di Gothenburg Swedia sejak tahun 1970, pemerintah setempat membagi pusat kotanya menjadi lima sektor berbentuk pastel sebagai suatu cara untuk membatasi lalu lintas yang lewat dan menggalakkan transportasi umum. Kendaraan darurat, angkutan lokal masal, sepeda dan moped dapat melintas dari satu zona ke zona lain, tapi mobil tidak dapat. Berkurangnya kepadatan di pusat kota Gothenburg telah menimbulkan layanan transit yang lebih baik dan tingkat kecelakaan yang lebih rendah. d. Hari Tanpa Mengemudi Cara ini juga merupakan cara yang efektif dalam menurunkan beban pencemar udara yang berasal dari kendaraan bermotor. Pada akhir 1991, Roma, Milano, Napoli, Turino, dan tujuh kota lain di Italia mencanangkan "perang" terhadap pencemaran dengan cara membatasi jumlah mobil di jalan. Dalam peraturan ini, mobil berplat nomor ganjil dilarang berjalan di satu hari, sedang
119
mobil berplat nomor genap dilarang berjalan hari berikutnya. Banyak pengemudi yang merasa jengkel dengan adanya kekangan dan larangan atas hak mereka untuk mengemudi, lalu mengabaikan aturan genap-ganjil ini. Dalam satu hari saja di bulan Desember, para polisi lalu lintas mencatat 12.983 pelanggaran, menilang para pelanggar aturan yang mengemudi di hari yang salah, atau yang mengubah plat nomor kendaraan mereka. Namun demikian, dengan penggalakan peraturan secara keras, menteri lingkungan hidup Italia yakin larangan mengemudi berseling hari itu dapat mengurangi polusi sebesar 20 sampai 30 persen (Moore 2008). e. Bersepeda Membiasakan diri bersepada terutama di kota-kota besar yang padat lalu lalang kendaraan bermotor selain bertujuan sebagai sarana olaha raga juga efekteif menurunkan kadar pencemaran udara karena dapat mengurangi jumlah pemakaian kendaraan bermotor. Agar upaya ini dapat berjalan dengan baik, perlu dukungan dari pemerintah untuk menggalakkan bersepeda melalui program khusus seperti penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan bersepeda secara lengkap dan memadai, misalnya tersedianya persewaan sepeda dengan uang jaminan yang akan dikembalikan bagi yang belum memiliki sepeda, bahkan garasi khusus sepeda dan penyediaan jalan yang khusus untuk dilalui oleh sepeda atau dengan upaya-upaya lainnya. Semua upaya tersebut dalam rangka untuk lebih menggalakkan kegiatan bersepeda. Program semacam itu mempunyai dampak sangat besar terhadap cara orang melihat pilihan yang mereka miliki untuk sarana transportasi. f. Penerapan Pembatasan Usia Kendaraan Masuk Kota Menurut Moore (2008), sejumlah teknologi yang lebih baru menjanjikan pengurangan emisi cukup besar bila dibandingkan dengan sistem-sistem yang ada saat ini. Dengan beroperasi menggunakan zat hidrogen, beberapa temuan mutakhir ini bahkan dapat mencapai tingkat emisi nol, atau sangat mendekati nol, sampai selisihnya tak dapat diukur dengan piranti yang ada sekarang. Bahkan bila dioperasikan dengan bahan bakar fosil pun, seperti gas alam, temuan-temuan itu
120
masih mampu mencapai tingkat emisi nol untuk polutan-polutan tertentu, dan mendekati nol untuk beberapa jenis polutan lain. g. Penanaman Vegetasi Menaman vegetasi merupakan salah upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar pencemar udara yang berasal dari kendaraan bermotor. Vegetasi mempunyai kemampuan yang besar dalam mengabsorpsi bahan-bahan pencemar. Bahan pencemar yang masuk ke dalam tanaman dapat melalui poripori seperti stomata yang ada pada tanaman atau masuk melalui serapan akar. Namun permasalahan penerapan kebijakan penanaman vegetasi di kota-kota besar adalah keterbatasan lahan dimana lahan-lahan kosong di sekitar pinggiran jalan raya sudah sangat terbatas dan kebanyakan sudah tertutup oleh trotoar sehingga menyilitkan untuk menanam vegetasi. Analisis Hirarki Proses Dapat Menyusun Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Udara. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Vegetasi dan manusia dapat menjadi media yang baik bagi terakumulasinya bahan pencemar udara seperti Pb, debu dan CO yang berasal dari kendaraan bermotor. 2. Hasil penelitian menujukkan akumulasi Pb pada tiga tanaman sampel di enam lokasi pengamatan menunjukan kandungan Pb rata-rata berada di atas ambang baku mutu lingkungan. Demikian pula dalam tubuh manusia rata-rata berada di atas batas baku mutu lingkungan, namun kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan yang terakumulasi dalam tanaman. 3. Keberadaan Pb di udara mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, dan sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa, dan meningkatkan spermatozoa abnormal, menurunkan Intellegent Quotient (IQ)
121
pada
anak–anak,
menurunkan
kemampuan
berkonsentrasi,
gangguan
pernapasan, kanker paru–paru dan alergi. 4. Untuk menurunkan kadar pencemaran udara terutama Pb, debu dan CO yang berasal dari kendaraan bermotor diperlukan sistem pengelolaan lingkungan yang baik dengan melibatkan semua pihak melalui beberapa upaya seperti larangan masuk, larangan parkir, mengatur zona lalu lintas, hari tanpa mengemudi, bersepeda, penerapan pembatasan usia kendaraan masuk kota, penanaman dan pemeliharaan vegetasi. 5. Hasil AHP menunjukan bahwa pembatasan usia kendaraan bermotor melintas di jalan tol, penanaman vegetasi / RTH, menjadi desain dalam pengelolaan pencemaran udara terhadap Pb, debu dan CO. Patokan Dengan Kota Kembar (Sister City) Pengelolaan polusi di DKI Jakarta adalah mengadopsi pada tata kelola kota Bern di Swiss dan Kota Den Hagg di Negeri Belanda. Bern mencapai indeks polutan sebesar 13,75 dan Den Hagg 42,50 dan Jakarta indeks polutannya mencapai 133,75 (www.numbeo.com./pollution). Pencapaian yang mendekati sempurna sesuai dengan Sister City adalah suatu keniscayaan, maka dari itu disusunlah pilihan-pilihan atau option yang mendekati kota Jakarta sebagai Ecocity atau kota berwawasan lingkungan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kerangka pilihan 5 tahun kedepan yaitu tahun 2012-2017 setara dengan kota Kuala Lumpur tahun 2011 index sebesar 70 dan DKI Jakarta 87,50. 2. Untuk 10 Tahun kedepan yaitu tahun 2012-2022 kerangka pilihan jatuh pada kota Singapura yakni sebesar 62,50 dan Jakarta 70. Kebijakan-kebijakan yang di lakukan oleh kota Kuala Lumpur dan Singapura untuk mengurangi pencemaran udara. 1. Kebijakan yang dilakukan oleh kota Kuala Lumpur: a. Mobil besar yang bertonase lebih dari 25 ton keatas tidak boleh masuk kota. b. Mobil-mobil tua tidak dipergunakan lagi (mobil yang berusia diatas lebih dari 10 tahun), karena ada pemotongan kendaraan yang sudah tua.
122
c. Bahan bakar di setiap kendaraan sudah bebas timbal (Pb). d. Adanya pengecekan kendaraan untuk emisi gak buang / knalpot. (Sumber : Perda nomor 5 Tahun 2005) 2. Kebijakan yang dilakukan oleh kota Singapura: a. Adanya regulasi ketat oleh pemerintah. b. Tidak boleh membeli atau memiliki kendaraan, jika si pembeli tidak mempunyai tempat untuk parkir kendaraannya. c. Mobil-mobil tua tidak dipergunakan lagi (mobil yang berusia diatas lebih dari 10 tahun), karena ada pemotongan kendaraan yang sudah tua. d. Bahan bakar di setiap kendaraan sudah bebas timbal (Pb). e. Pajak kendaraan di Kota Singapura bersifat progresif dan satu keluarga hanya boleh memiliki satu kendaraan dan tidak boleh lebih dari satu. f. Kendaraan berat tidak boleh masuk kota, karena kota Singapura untuk angkutan berat menggunakan angkutan kereta api / laut. (Sumber : Perda nomor 5 Tahun 2005) Perbedaan mendasar antara kota Jakarta dengan Kuala Lumpur adalah dibedakan dari lokasi geografinya, dimana Kuala Lumpur berada didataran tinggi sedangkan kota Jakarta didataran rendah (dengan pantai), sedangkan kota Singapura walapun sama-sama berada di tepi pantai, namun Singapura berhasil melakukan dalam mempertahankan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kebijakan penguranan polusi udara Untuk menghitung tingkat pencemaran CO di cawing-Semanggi dapat diuraikan sebagai berikut: a. Berdasarkan pengamatan satu mobil dapat menempuh jarak 1 (satu) km pada saat kemacetan memerlukan bahan bakar 0,075 ml premium/km. Dengan perhitungan 1 (satu) jam mobil dapat menempuh jarak 5 km. Jadi per 5 (lima) jam mobil memerlukan 0,375 ml. Jumlah mobil yang melintas di daerah Cawang-Semanggi adalah 1600 kendaraan, sehingga dalam 1 (satu) jam bahan bakar yang digunakan untuk menempuh jarak 5 km/jam adalah 600 liter/jam.
123
b. Berdasarkan pengamatan tahun 2008 di DKI Jakarta kendaraan (Mobil) dapat mengeluarkan CO sebanyak 103,05227 µg/Nm perkendaraan, dengan jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut adalah 1600 mobil. Maka dapat dihitung dalam setahun kendaraan yang melintas di Cawang-Semanggi mengeluarkan CO sebanyak 474.864.662,0690 µg/Nm³ pertahun. Berdasarkan dengan perhitungan maka diperkirakan CO pada tahun 2016 kota DKI Jakarta setara dengan Kuala Lumpur dengan index besar 73. Untuk memperdalam dan memprediksi polutan udara kota DKI Jakarta setara Kuala Lumpur dari tahun 2011 sampai dengan 2016 yaitu selama 5 tahun dengan setiap tahunnya jumlah kendaraan di DKI Jakarta naik 30% dapat dilihat pada Table 42. Tabel 42. Kondisi udara di DKI Jakarta dengan Kuala Lumpur untuk 5 tahun mendatang.
Tahun 2016 mobil yang melintasi daerah Cawang-Semanggi
Mobil Pertahun 2.788.224
Perbulan 232.352
Perhari 11.617,6
Perjam 968,13
Jumlah CO yang dikeluarkan oleh kendaraan berbahan bakar premium pada mobil Pertahun Perbulan Perhari Perjam 287.332.812,47 23.944.401,04 1.995.366,75 99.768,34 Sumber : Hasil penelitian
Berdasarkan pengamatan Tahun 2008 di DKI Jakarta kendaraan (Mobil) dapat mengeluarkan CO sebanyak 103,05227 µg/Nm per kendaraan, dengan jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut mengalami kenaikan setiap tahunnya, adapun kenaikan jumlah kendaraan yang melintas di daerah CawangSemanggi sebesar 60% dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2016 dan mengalami penurunan untuk emisi gas buang / kenalpot. Sehingga dapat diperkirakan dalam setahun kendaraan yang melintas di daerah Cawang-Semanggi mengeluarkan CO sebanyak 287.332.812,47 µg/Nm³ pertahun.
124
Seperti halnya Kota Kuala Lumpur apabila DKI Jakarta dibandingkan dengan Singapura waktu ini pencapaian kebersihan udara akan terjadi pada tahun 2021 adapun uraiannya Table 43 sebagai berikut. Tabel 43. Kondisi udara DKI Jakarta dengan Singapura untuk 10 tahun mendatang. Pertahun 170.081.664
Perbulan 14.173.472
Perhari 708.674
Perjam 59.056
Jumlah CO (µg/Nm³) yang dikeluarkan oleh kendaraan berbahan bakar premium pada mobil Pertahun
Perbulan
Perhari
17.527.301.560,58
1.460.608.463,38
121.717.371,95
Perjam 6.085.868,60
Berdasarkan pengamatan Tahun 2008 di DKI Jakarta kendaraan (Mobil) dapat mengeluarkan CO sebanyak 103,05227 µg/Nm per kendaraan, dengan jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut mengalami kenaikan setiap tahunnya, adapun kenaikan jumlah kendaraan yang melintas di daerah CawangSemanggi sebesar 60% dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2021 dan mengalami penurunan untuk emisi gas buang/knalpot. Sehingga dapat di perkirakan dalam setahun kendaraan yang melintas di daerah Cawang-Semanggi mengeluarkan CO sebanyak 17.527.301.560,58 µg/Nm³ pertahun.
Pencapaian Target Agar Sesuai Dengan Kadar Udara Di Sister City Yaitu Kota Bern dan Den Haag Adalah Cukup Panjang Terrealisasinya. Pencapaian targetnya antara lain adalah melalui permodelan kebijakan, regulasi pemerintah daerah DKI Jakarta dan pembatasan kendaraan masuk kota, hal itu digambarkan sebagai berikut : Model kebijakan yang akan diaplikasikan dalam upaya pengurangan polusi udara Cawang-Semanggi adalah sebagaimana tertera pada gambar 23.
125
INPUT
OUTPUTS
Kondisi aktual
Aktor : Masyarakat, DLHK, Dinas
Kondisi Prediksi
DEKOMPOSISI
Jl. M.T Haryono Kor Lantas Polri
Udara Bersih : 1. BBG 2. Bensin tanpa timbal 3. Cek emisi gas buang/ kenalpot 4. Larangan kendaraan tua 5. Larangan kendaraan solar
Pencemaran Udara Knalpot/emisi kendaraan
Air
: 1. Saluran air langsung menuju gorong-gorong
Kedaraan macet : Jenis dan Jumlah
Hewan
: 1. Unggas : Burung-burung tidak ada
Manusia
: 1. Petugas : Polisi, pengemis
Industri
2. Air tidak dikonsumsi
Penurunan Kualitas Udara
2. Penjualan / pedagang kaki lima
Tanah : 1. Tidak ditanami buah-buahan ( Landscape ) 2. Sampah tidak dipendam dalam tanah REMIDIASI Vegetasi : 1. Jumlah daun banyak CO dan debu
2. Perlasan RTH 3. Pohon besar
Perhub, Kepolisian, Dinas Kesehatan
Umpan Balik
Cara mengurangi kadar Pb : 1. Penggunaan BBG
4. Kendaraan tua dilarang masuk kota
2. Bensin tanpa Timbal / Pertamax 5. Truk dilarang masuk kota 3. Perluasaan RTH
6. Pemberian natura berupa susu kepada -
petugas Polantas
Gambar 23. Model pengelolaan pencemaran udara Dari hasil analisis yang telah dilakukan di buat model kebijakan pengelolaan pencemaran udara di DKI Jakara seperti terlihat pada gambar 23. Model pengelolaan pencemaran udara disusun untuk memudahkan penalaran suatu konsep yang kontekstual. Konstektual input, proses dan output diharapkan mendapatkan solusi yang efektif da efisie. Input berupa masukan pencemaran yang bernilai tinggi setelah melalui proses Dekomposisi dan Remidiasi akan terlihat suatu keluaran atau output yang tingkat pencemaran udaranya rendah pada udara ambient. Hubungan output dengan Input di rangkai suatu umpan balik atau feed back yang berisikan parameter keberhasilan suatu proses berupa solusi kegiatan sebagai berikut: 1. Penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG), 2. Bensin tanpa timbale atau dipergunakannya pertamax, 3. Perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), 4. Kendaraan tua dilarang masuk kota,
126
5. Truk dilarang masuk kota, 6. Pemberian insentif berupa natura susu kepada petugas polisi lalulintas. Untuk melakukan simulasi pencemaran udara dibuat model pencemaran udara dengan powersim seperti terlihat pada gambar 24, merupakan kebijakan yang akan diambil untuk menanggulangi pencemaran udara di DKI Jakarta. Kendatipun sistem manajemen dan regulasi sudah berjalan serta diperketat, tetapi hasilnya belum setara dengan kota Kuala Lumpur dan Singapura karena berbagai faktor yaitu kontur tanah, kebudayaan, ekonomi, sosial dan lingkungan alam maupun lingkungan pendidikan. Model Powersim dalam pengelolaan pencemaran udara:
Gambar 24. Model pengelolaan pencemaran udara Powersim (Ford.1999)
Pencapaian Pb, debu dan CO di DKI Jakarta dengan Kota Kuala Lumpur sebagaimana gambaran polusi udara DKI Jakarta pada tahun 2008 telah diulas pada tabel 6 Bab II Tinjauan Pustaka. Untuk memperdalam dan memprediksi polutan udara yang setara dengan Kota DKI Jakarta dengan Kuala Lumpur dari Tahun 2011 sampai dengan 2016 yaitu selama 5 Tahun dapat dilihat pada Gambar 24.
127
Gambar 25. Rencana pencapaian tingkat pencemaran Pb pada 5 tahun kedepan setara Kota Kuala Lumpur. Pada gambar 25, 26 dan 27 menunjukkan rencana pencapaian di DKI Jakarta dalam tingkat pencemaran Pb, debu dan CO dalam jangka waktu 5 tahun kedepan yang setara dengan Kota Kuala Lumpur. Adapun kebijakan yang harus dilakukan untuk setara dengan Kota Kuala Lumpur yaitu dengan Regulasi ketat telah efektif, maka kedepan Pb tetap sebesar 0,28 ppm dibawah ambang batas.
Gambar 26. Rencana pencapaian tingkat pencemaran CO (µg/Nm³) pada 5 tahun kedepan setara Kota Kuala Lumpur. Gambar 26, menunjukkan rencana pencapaian di DKI Jakarta dalam tingkat pencemaran CO dalam jangka waktu 5 tahun kedepan yang setara dengan Kota Kuala Lumpur, adanya mobil baru sehingga emisi gas buang / knalpot tidak ada dan knalpot tidak bocor.
128
Gambar 27. Rencana pencapaian tingkat pencemaran debu (g/m³) pada 5 tahun kedepan setara Kota Kuala Lumpur. Pada gambar 27 menunjukkan rencana pencapaian di DKI Jakarta dalam tingkat pencemaran debu dalam jangka waktu 5 tahun kedepan yang setara dengan kota Kuala Lumpur, tetapi mobil besar tidak boleh masuk kota. Setelah dikeluarkan regulasi Perda nomor 2 Tahun 2005 tentang pengelolaan pencemaran udara di DKI Jakarta perlu dibuat suatu kerangka kebijakan, suatu capai kondisi udara seperti pada index pencemaran udara di Kuala Lumpur dan index pencemaran udara di Singapura. Kuala Lumpur dan Singapura relatif dekat dengan Jakarta utamanya dalam kawasan Asia Tenggara.
Gambar 28. Rencana pencapaian tingkat pencemaran Pb (ppm) pada 10 tahun kedepan setara Kota Singapura. Pada gambar 28, 29 dan 30 menunjukkan rencana pencapaian di DKI Jakarta dalam tingkat pencemaran Pb, debu dan CO dalam jangka waktu 10 tahun kedepan yang setara dengan Kota Singapura. Adapun kebijakan yang harus
129
dilakukan untuk setara dengan Kota Singapura yaitu dengan Regulasi ketat efektif, maka kedepan Pb akan tetap sebesar 0,28 ppm dibawah ambang batas.
Gambar 29. Rencana pencapaian tingkat pencemaran CO (µg/Nm³) pada 10 tahun kedepan setara kota Singapura. Gambar 30, menunjukkan rencana pencapaian di DKI Jakarta dalam tingkat pencemaran CO dalam jangka waktu 10 tahun kedepan yang setara dengan Kota Singapura, adanya mobil baru maka emisi gas buang / knalpot tidak ada dan knalpot tidak bocor.
Gambar 31. Rencana pencapaian tingkat pencemaran debu (g/m³) pada 10 tahun kedepan setara Kota Singapura. Pada gambar 30 menunjukkan rencana pencapaian di DKI Jakarta dalam tingkat pencemaran debu dalam jangka waktu 10 tahun kedepan yang setara dengan kota Singapura, maka dari itu mobil besar tidak boleh masuk kota.
130
Untuk capaian seperti Sister City perlu diambil kebijakan seperti : a
Pengaturan Moda Transportasi yaitu : 1). Pembangunan Mass Rapit Transportaion (MRT), yang telah dimulai beroperasi adalah Trans Jakarta Berbahan Bakar Gas (BBG). 2). Larangan kendaran bertonase lebih dari 30 Ton melintas tol CawangSemanggi pada siang hari. 3). Melanjutkan pembangunan monorel yang telah dipancangkan tiang-tiang penyangga monorel tersebut. 4). Membuat jalan tol lintas Bekasi-Bogor-Tanggerang untuk membangun outer ring road. 5). Melarang mobil yang emisi yang tinggi gas buangnya masuk dalam kota. 6). Sebagaimana telah dibangun rute bersepeda dalam Kota Jakarta maka dari itu perlu dibuatkan rambu-rambu untuk jalur bersepeda motor.
b
Perluasan RTH dengan cara setiap gedung disepanjang jalan tol CawangSemanggi diwajibkan menanam sulur-suluran dari lantai atas dapat menjuntai kebawah atau sejenis rumput yang dapat menempel pada dinding-dinding tepi luar bangunan.
c
Memperketat pengawasan pelaksanaan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), yaitu ketentuan 20% dari lahan yang tersedia harus ditananmi vegetasi secara berkelanjutan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Alternatif kebijakan yang dapat dipilih dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di DKI Jakarta ke depan adalah pembatasan usia kendaraan penyebab polutan karena memberikan nilai scoring yang paling tinggi dibandingkan alternatif kebijakan lainnya. 2. Aspek mempertahankan Ruang Terbuka Hijau (RTH) perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di Jakarta ke depan.
131
3. Faktor yang paling berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di Jakarta ke depan adalah kendaraan yang masih menggunakan timbal. 4. Aktor yang dianggap memiliki peranan paling penting dalam pengelolaan lingkungan wilayah dampak pencemar udara di DKI Jakarta adalah Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup.