Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
PERAN CIVIL SOCIETY DALAM PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA Said Abdullah Syahab Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang
Abstrak Runtuhnya orde baru dan masuknya Indonesia ke era reformasi telah memberikan peran besar civil society di Indonesia. Peranan civil society dalam pembangunan negara sangat strategis pada pemerintahan Indonesia yang mengedepankan demokratis dalam pengelolaan negara. Salah satunya dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Korupsi, kolusi dan nepotisme pada pemerintahan pada masa reformasi telah mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat yang dikelola negara. Kebijakan good governance juga telah menumbuhkan pergerakan civil society di Indonesia khususnya dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia. Menguatnya peran civil society merupakan realitas sosial kontemporer di Indonesia. Kata Kunci: Zakat, Lembaga Amil Zakat dan Civil Society A.
Pendahuluan Dalam sistem sosial, zakat berfungsi sebagai sarana untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup para fakir miskin dan mengangkat eksistensi kaum muslimin dalam 1 perekonomiannya. Dalam konteks yang lebih makro, konsep zakat memiliki dampak yang besar dalam memberantas kemiskinan. Konsep sharing atau berbagi, merupakan sebuah modal yang sangat penting untuk memacu dan meningkatkan produksi dalam ekonomi. konsep tersebut mendorong berkembangnya sharing economy atau gift economy, di mana 1
Yūsuf al-Qarad}āwī, Fiqh al-Zakāh, Juz II, (Mesir: Maktabah Wahbah, 1994M/1414H), 1183-1184. H}usayn H}amīd Mah}mūd, al-Niz}ām alMālī wa al-Iqtis}ādī fī al-Islām (Riyād}: Dār al-Nashr al-Dawlī, 2000M/1421H), 108. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 345
Said Abdullah Syahab
perekonomian harus dilandasi oleh semangat berbagi dan memberi.2Hamdar Arraiyyah menilai bahwa kemiskinan terwujud karenanya akibat dari ketidakmampuan di bidang material, orang miskin mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizinya, memperoleh pendidikan, modal kerja, dan akibat yang yang dapat timbul adalah tumbuhnya rasa kurang harga diri, moralitas yang rendah, dan kurangnya kesadaran beragama.3 Oleh karenannya dibutuhkan upaya yang maksimal dalam pengentasan kemiskinan agar dampak negatif dari kemiskinan dapat dihindarkan. Dan salah satunya dengan mengoptimalkan zakat karena potensi zakat di Indonesia yang sangat besar. Tabel.4.1. Potensi Zakat di Indonesia NO
KETERANGAN
POTENSI ZAKAT
1
UIN Syarif Hidayatullah (2004)
Rp 19,3 triliun
2
BAZNAS (Republika: 2005)
Rp 19,3 triliun
3
FOZ (Forum Zakat: 2009)
Rp 20 triliun
4
BAZNAS (Republika: 2012)
Rp 217,3 triliun
Sumber : Baznas, FOZ dan UIN Syarif Hidayatullah yang diolah Dari tabel diatas menunjukkan bahwa potensi zakat Indonesia senantiasa mengalami kenaikan. Dan penelitian tahun 2012 yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) 2
Semangat berbagi inilah yang akan dapat mempertahankan level kemakmuran sebuah perekonomian. Artinya, ada korelasi yang sangat kuat antara memberi dan berbagi dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. bangsa Indonesia dapat mengoptimalkan potensi zakat sebagai bentuk sharing economy yang diyakini akan memberikan dampak positif yang membangun. Irfan Syauqi Beik, “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika,” Circle of Information and Development (CID), Zakat & Empowering, Jurnal Pemikiran dan Gagasan, Vol II (2009). 3 Hamdar Arraiyyah, Meneropong Fenomena kemiskinan: Telaah Perspektif al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 1.
346 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
menyatakanpotensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 217,3triliun rupiah. Jika potensi zakat tersebut dapat digali akan dapat mengentaskan kemiskinan dengan cepat. Dibandingkan dengan dana yang dikeluarkan pemerintah pusat untuk menanggulangi kemiskinan, menurut Didin Hafidhuddin, zakat lebih efektif mengentaskan kemiskinan. Pemerintah menyalurkan Rp. 73,7triliun rupiah tiap tahun untuk mengentaskan kemiskinan, sedangkan dengan zakat bisa membantu 1,7 juta orang mustahiq tiap tahun yang merupakan sembilan persen dari warga miskin.4 Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Indonesia Magnificence Of Zakat (IMZ) dengan tema kajian empirik dampak zakat terhadap pengurangan kemiskinan5 yang dilakukan pada 821 rumah tangga (RT) miskin dari total 4.646 populasi rumah tangga penerima dana zakat di Jabotabek dari 8 lembaga pengelola zakat,ditemukan bahwa dengan dana zakat yang diberikan, jumlah kemiskinan mustahiq dapat dikurangi sebesar 10,79 persen. Kemudian rata-rata pendapatatrumah tangga miskin terhadap angka garis kemiskinan DKI Jakarta dapat diperkecil. Semula Rp.442.384,20 rupiah menjadi Rp. 422.076,30 rupiah atau 4,69 persen dampaknya bagi pengurangan kesenjangan kemiskinan. Selain itu, dari sudut pandang kedalaman kemiskinan intervensi zakat mampu mengurangi keparahan kemiskinan sebesar 12,12 sampai 15-97 persen. Dengan demikian, zakat mampu membantu mengurangi beban kebutuhan hidup rumah tangga masyarakat miskin sehingga kondisi perekonomian rumah tangga kaum miskin menjadi lebih baik.6 Berdasarkan realitas dinamika sosial dan politik di Indonesia, menurut peneliti pengelolaan zakat lebih baik dikelola masyakarat atau civil society, hal ini didasarkan atas beberapa alasan yakni pertama, masih kuatnya korupsi di 4
“Baznas Naik Pendapatannya”dalam www.republika.co.id. 25 Oktober 2012 (diakses 29 juni 2013). 5 IMZ, “Kajian Empiris Peran Zakat dalam Penanggulangan Kemiskinan” dalam Indonesia Zakat and Development Report (IZDR)(Jakarta: IMZ, 2011). 6 IMZ, “Kajian Empiris Peran Zakat dalam Penanggulangan Kemiskinan” dalam Indonesia Zakat and Development Report (IZDR)(Jakarta: IMZ, 2011). TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 347
Said Abdullah Syahab
Indonesia khususnya dilembaga pemerintah atau negara(seperti di Kementerian Agama) yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat yang dikelola negara. Kedua, kebijakan umum negara yakni good govenanceyang mendukung peran aktif civil societydan membatasi peran negara. Ketiga, Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai bagian dari civil societydapat menjadi alternatif dari lembaga pengelola zakat yang dikelola negara dan telah mendapatkan kepercayaan masyarakat yang didasarkan atas tranparansi serta akuntabilitas lembaga pengelola zakat tersebut.Keempat, negara dapat menjadi regulator yang memfokuskan fungsi memonitoring, mengawasi dan memberdayakan Lembaga Amil Zakat (LAZ) agar dapat mengelola zakat dengan optimal. Fungsi regulator tersebut sangat penting karena salah satu permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan zakat di Indonesia adalah belum adanya pengawasan dan penataan lembaga pengelola zakat serta pemberdayaan amil zakat yang optimal. Peneliti akan menjelaskan secara rinci empat alasan tersebut yang menjadi dasar pengelolaan zakat lebih baik dilakukan oleh masyarakat atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). B.
Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia merupakan permasalahan yang mendasar dalam pemerintahan pasca reformasi.Korupsi terjadi di berbagai lembaga negara baik di Eksekutif (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah), Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) maupun Yudikatif (seperti Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan). Peringkat korupsi Indonesia menurut Tranparency Internasional Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Peringkat dan Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun
Peringkat
IPK
Keterangan
(skala 0-10) 1995
41 dari 41 negara
1.94
Korup
1996
45 dari 54 negara
2.65
Korup
1997
46 dari 52 negara
2.72
Korup
348 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
1998
80 dari 85 negara
2.0
Korup
1999
96 dari 99 negara
1.7
Korup
2004
133 dari 146 negara
2.0
Korup
2005
137 dari 159 negara
2.2
Korup
2006
143 dari 180 negara
2.4
Korup
2007
143 dari 180 negara
2.3
Korup
2008
126 dari 180 negara
2.6
Korup
2009
111 dari 180 negara
2.8
Korup
2010
110 dari 178 negara
2.8
Korup
Sumber : Tranparency Internasional Indonesia, Menurut Tranparency Internasional Indonesia, skor-skor pada tabel diatas menunjukkan Indonesia masih dipandang rawan korupsi. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan negara dalam usaha pemberantasan korupsi masih sangat rendah sehingga aplikasi tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus direalisasikan dengan baik.7 Mendapatkan IPK 2,4 di tahun 2006, Indonesia menempati urutan ketujuh negara terkorup di dunia dari 163 negara yang di survey dan ketika IPK 2,3 di tahun 2007 Indonesia masih menyandang rangking ke-37 terkorup dunia dari 180 negara. Walaupun semakin tahun peringkat Indonesia menurun tetapi jumlah negara yang di survei semakin bertambah, artinya dari tahun-ketahun tingkat korupsi di Indonesia tergolong tinggi dan meningkat. Hal ini di perkuat dengan hasil survei korupsi Indonesia menurut lembaga Survey Internasional Political and Economic Risk Consultancy yang 7
Khomsiyah, “Good Governance Dan Pemberantasan Korupsi” dalam http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=421. 6 september 2012. Diakses 19 April 2013. Riza Nizarli, “Pemberantasan Korupsi Melalui Good Governenc dalam Seminar Perkembangan Tindak Pidana Korupsi sebagai Tindak Pidana Khusus, Kerjasama Fakultas Hukum Unsyiah dengan Forum HEDS, Banda Aceh, 7 Oktober 2006. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 349
Said Abdullah Syahab
bermarkas di Hongkong, Indonesia merupakan negeri terkorup di Asia. Indonesia terkorup di antara 12 negara di Asia, diikuti India dan Vietnam. Thailand, malaysia dan Cina berada pada posisi keempat. Sedangkan negara yang menduduki peringkat terendah tingkat korupsinya adalah Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan dan Korea Selatan. Pencitraan Indonesia sebagai negara paling korup berada pada nilai 9,25 derajat, sementara India 8,9 derajat, Vietman 8,67 derajat, Singapura 0,5 dan Jepang 3,5 derajat. Perhitungan tersebut dengan dimulai dari 0 derajat sampai 10 derajat.8 Berdasarkan perilisan data Coruption Perception Indez (CPI) tahun 2011, Indonesia menempati peringkat 100 sebagai negara terkorup di dunia bersama 11 negara korup lainnya.9Dan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia tahun 2000 menyatakan bahwa korupsi terbesar di Indonesia justru terjadi di Departemen Agama (DEPAG), menyusul kemudian pada Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) yang seharusnya menjadi teladan moral bagi masyarakat.10 Korupsi dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang dikelola negara11 karena di 8
Ridwan Nasir, Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer(tt. IAIN Press & LKiS, 2006). 9 "Transparency International, mendapatkan hasil CPI Indonesia tahun 2011 berada pada angka 3,0 yang secara kuantitas naik 0,2 dibanding tahun 2010 yang berada pada 2,8 CPI. Kuningan News Indonesia Peringkat 100 Negara Terkorup di Dunia, 9 Desember 2012 dalam http://kuningan9.rssing.com/chan-6165235/ all_p1.html. Diakses 3 Maret 2013. http://www.ti.or.id/ diakses 5 Desember 2013. 10 Moh. Asror Yusuf, Agama Sebagai Kritik Sosial di Tengah Arus Kapitalisme Global (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006). Istilah Departeman Agama di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Budiono berubah menjadi Kementerian Agama dan Departemen Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan Nasional. 11 Kementerian Agama telah dinyatakan sebagai salah satu institusi pemerintah yang paling korup. Aspek yang paling sering disorot sebagai titik rawan potensi terjadinya korupsi adalah penyelenggaraan ibadah haji. Menurut Menteri Agama Suryadharma Ali, pemberantasan korupsi di Kementerian Agama untuk meningkatkan citra dan kinerja institusi, menjadi tauladan serta berada di garda terdepan dalam pembangunan moral dan karakter bangsa termasuk dalam pemberantasan korupsi. “Tancap Gas dalam 350 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
Indonesia, setiap warga yang telah berkewajiban mengeluarkan zakat atau sebagai muzakki menyalurkan zakatnya ke lembaga pengelola zakat bersifat sukarela, artinya negara tidak dapat memaksakan muzakki tersebut untuk menyalurkan ke lembaga pengelola zakat tertentu maka kepercayaan mereka terhadap lembaga pengelola zakat menjadi faktor yang sangat penting agar mereka bersedia menyalurkan zakat ke lembaga pengelola zakat. Apabila lembaga pengelola zakat hanya dikelola negara sementara tingkat kepercayaan muzakki masih rendah kepada negara akibat kasus-kasus korupsi yang terjadi di pemerintah seperti kementerian agama (misalnya dalam mengelola dana haji) dan kementerian keuangan (misalnya dalam mengelola pajak) tentunya akan sangat menghambat penghimpuanan dana zakat dari muzakki di Indonesia. Kehadiran lembaga pengelola zakat yang dikelola masyarakat dapat menjadi alternatif sehingga pengelolaan zakat dapat dilakukan optimal dalam upaya memberantas kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama kalangan mustahiq12 C.
Kebijakan Politik Negara dan Peran Civil Society Dalam Pengelolaan Zakat di Indonesia Pasca Reformasi.
Pada Tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis finansial yang meluas menjadi kirisi multidimensi yang Memberantas Korupsi,” dalam Majalah Ikhlas Beramal, No.63, Tahun XIII (Juni 2010), 7. 12 Korupsi merupakan perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya. Hal tersebut dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Secara hukum, definisi korupsi telah dijelaskan dalam dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1999 danUndang-Undang No. 20 tahun 2001. Korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk yang dikelompokkan ke dalam kerugian negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi. korupsi dipandang sebagai penyalahgunaan kekuasaan (wewenang) publik untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok orang yang bekerjasama dengannya. Korupsi terjadi bila seseorang pejabat publik menerima, meminta atau meminta paksa terhadap pembayaran tertentu atau menawarkan sesuatu dengan pembayaran agar dapat menerobos hukum demi keuntungan kelompok atau keuntungan pribadinya. M. Amien Rais, Agenda-Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia! (Yogyakarta: PPSK Press, 2008), 177. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 351
Said Abdullah Syahab
membuat angka kemiskinan di Indonesia semakin tinggi.13 Krisis tersebut terjadi karena buruknya penyelenggaraan tata pemerintahan negara,14 hal ini diindikasikan oleh beberapa persoalan antara lain yakni: a. Adanya dominasi kekuasaaan oleh satu kelompok yang membuat tidak adanya pengawasan terhadap kelompok tersebut. b. Terjadinya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).15 c. Rendahnya kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan kepada publik atau masyarakat di berbagai bidang. 13
Dampak krisis moneter pada tahun 1997 semakin menimbulkan permasalahan dalam perekonomian Indonesia. krisis moneter tersebut menyebabkan Inflasi melonjak ke level yang tinggi, naiknya harga bahan kebutuhan pokok masyarakat pada tingkat di luar batas kemampuan daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal tersebut menyebabkan naiknya angka kemiskinan di Indonesia yakni 60% dari ±200 juta jiwa penduduk Indonesia hidup dalam garis kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kemiskinan di Indonesia sangat fluktuatif. Pada tahun 1976 angka kemiskinan Indonesia berkisar 40% dari jumlah penduduk, tahun 1996 angka kemiskinan turun menjadi 11% dari total penduduk. Pada saat krisis moneter tahun 1997/1998 penduduk miskin Indonesia mencapai 24%. Kemudian pada tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 18 % dari total penduduk dan angka kemiskinan pada tahun 2003 sebesar 17,4% serta pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 14%. Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id,diakses pada 30 Me\i 2012. 14 Krisis keuangan Asia dan Indonesiayang dikenal dengan nama Krisis Moneter (krismon) berawal dari Thailand pada bulan Juli 1997. Krisis tersebut membawa dampak yang sangat besar terhadap nilai tukar, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah negara yang mendapatkan pengaruh terhadap dampak krisis tersebut. Biro Hubungan Masyarakat, Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia (Jakarta: Bank Indonesia 2010), 6. Andi Faisal Bakti (ed.), GoodGovernance and Conflict Resolution in Indonesia: From Authoritarian Government to Civil society (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000). Sofian Effendi. “Membangun Good Governance: Tugas Kita Bersama.” Dalam Seminar Nasional Meluruskan Jalan Reformasi. Universitas Gadjah Mada, 25-27 September 2003. 15 Thoha menjelaskan bahwa sejak pertengahan tahun 80-an, telah terjadi KKN (Kolusi, Korupsidan Nepotisme) di Indonesia. Miftah Thoha. Administrasi Negara, Demokrasi, dan Masyarakat Madani (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara,1999), 67. 352 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
Permasalahan yang mendasar dalam pemerintahan Pasca Reformasi adalah pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sistem politik Indonesia khususnya di Era Reformasi lebih mengedepankan demokrasi.16 Setiap warga negara baik dari kalangan seniman, pengusaha, pegawai negeri, pegawai swasta maupun kalangan akademik dapat “duduk” di lembaga negara, yakni lembaga eksekutif (presiden, gubernur, walikota dan bupati), lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat pusat, provinsi dankota atau kabupaten) dengan dukungan partai politik. Civil society menjadi penting dalam mengawasi pemerintahan agar senantiasa sejalan dengan kepentingan masyarakat.17 Peranan civil societydalam pembangunan negara sangat strategis pada pemerintahan Indonesia yang mengedepankan demokratis dalam pengelolaan
16
Tujuh unsur yang harus ada dalam masyarakat demokrasi sebagaimana yang dirumuskan oleh Robert Dahl, seperti yang dikutip oleh Andi Faisal Bakti, yaitu: pertama, kontrol atas kekuasaan ada pada pemimpin yang dipilih rakyat secara adil dan jujur. Kedua, pemimpin pilihan rakyat tidak boleh melakukan pemaksaan. Ketiga, semua orang dewasa berhak memilih pejabat. Keempat, semua orang dewasa berhak dipilih. Kelima, rakyat bebas untuk menyampaikan pandangan kritis tanpa ancaman dan hukuman. Keenam, rakyat berhak memperoleh informasi yang dilindungi hukum dan ketujuh, rakyat bebas membentuk lembaga serta partai politik. Andi Faisal Bakti, “Press Potrayyal of Civil society in Southeast Asia,” dalam Helen Lansdowne, Philip Dearden dan William Nielson (ed.) Communities in Southeast Asia Part IV (Governance and Civil society) (Victoria, Canada: Center for Asia Pacific Initiatives, 2000), 430. Andi Faisal Bakti, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi (Ciputat: Churia, 2012), 4. 17 Sejarah konsep civil society bersumber dari tradisi pemikiran Barat, dimana konsep tersebut pertama kali lahir sejak zaman Yunani kuno. konsep tersebut dari Aristoteles (384-322SM), ketika mengungkap istilah politike koinonia (societas civilis) yang berarti masyarakat politik (political society) atau komunitas politik (political community).Istilah politike koinonia dari Aristoteles tersebut digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politik dan etis, setiap warga negara berkedudukan sama di depan hukum. Hukum sebagai etos, yaitu seperangkat norma dan nilai yang disepakati, berkaitan pada prosedur politik dan sebagai substansi dasar kebajikan (virtue) dari berbagai bentuk interaksi di antara warga komunitas.Culla, Adi Suryadi, Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori dan Relevansinya denganCita-cita Reformasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), 47-48. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 353
Said Abdullah Syahab
negara.18Hal tersebut dikarenakan setelah runtuhnya Orde Baru kemudian memasuki Era Reformasi, pemerintah dituntut untuk mewujudkan good governance dan menjadi salah satu isu penting dalam perbaikan penyelenggaraan negara termasuk birokrasi pemerintahannya.19 1. Implementasi Kebijakan Good Governance di Indonesia Good governance dikenalkan oleh World Bank, United National Development Program, United Nationsdan beberapa agen internasional lainnya. Governance merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggantikan istilah government, yang menunjukkan penggunaan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah kenegaraan. Istilah ini secara khusus menggambarkan perubahan 18
Hubungan civil society dengan demokratisasi bagaikan dua sisi mata uang yang keduanya bersifat ko-eksistensi. Dalam civil society yang kuat, demokrasi bisa ditegakkan dengan baik dan dalam situasi demokratis, civil society bisa berkembang secara wajar atau dengan kata lain rumah demokrasi adalah civil society. Peranan dan kontribusi civil society bagi demokrasi yaitu:civil society menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi serta menjaga keseimbangan di antara pejabat Negara. Pluralisme dalam civil societydapat menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis, memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Civil society ikut menjaga stabilitas negara dan tempat menggembleng pemimpin politik. Civil society juga menghadapi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim tersebut.AsroriS. Karni, Civil society dan Ummah: Sintesa Diskursif "Rumah" Demokrasi, Cet. I. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 32-33. Madjid, Nurcholish, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi,Cet. I (Jakarta: Paramadina, 1999). 19 Carl J. Bellone menjelasakan birokasi sebagai berikut:an
organizational structure characterized by hierarchical arrangement of office, merit-based selection, impartial application of written rules and regulations and some centralization of authority. Birokrasi merupakan karakteristik struktur organisasi (pemerintahan) yang memiliki urutan hierarki. Berdasarkan hierarki tersebut di dalamnya terdapat posisi-posisi atau jabatan yang mempunyai kewajiban dan tugas pekerjaannya masing-masing dalam mencapai tujuan. Dalam menjalankan tugas pekerjaannya selalu berpatokan pada nilai-nilai hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam birokrasi juga mengatur tentang pembagian kekuasaan (otoritas) dalam menjalankan roda pemerintahanBellone, Carl. J.Organization Theory and The New Public Administrator(Boston: Allyn and Bacou, 1980), 285. W.OOyugi, Good Governance and Local Government(Tokyo: Tokyo University Press, 2000), 67-69. 354 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
peranan pemerintah dari pemberi pelayanan (provider) kepada facilitator, perubahan kepemilikan yaitu dari milik negara menjadi milik rakyat. Pusat perhatian utama dari governance adalah perbaikan kinerja atau perbaikan kualitas.20 World Bank memberi definisi good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.21 Sedangkan United National Development Program mendefinisikan governance sebagai penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompokkelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.22 Dengan demikian adanya hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (civil society). Dalam Implementasi good governance negara didukung oleh sektor swasta dan masyarakat (civil society) sehingga tiga elemen tersebut dapat saling mendukung dan sinergis. Fungsi ketiga elemen tersebut dalam mendukung implementasi good governance dan contoh fungsi ketiga elemen tersebut adalah sebagai berikut:23pertama, negara berfungsi menciptakan 20
J.S. Edralin. 1997. The new local governance and capacity building: A strategic approach . Regional Development Studies, Vol. 3, (1997). 21 World Bank, Governance, The World Bank’s Experience (Washington, DC: The World Bank, 1994), 16. 22
United National Development Program (UNDP). Governance is viewed as the exercise of economic, political and administrative authority to manage a country’s affairs at all levels. It comprises mechanisms, processes and institution s through which citizens and groups articulate their interests, exercise their legal rights, meet their obligations and mediate their differences.UNDP, Governance for Sustainable Human Development(New York: UNDP, 1997), 2-3. 23 Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi Di Indonesia Format Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah ( Malang: Averroes Press, 2005), 9. Sumarto, Hetifah Sj. Inovasi, Partisipasi dan Good TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 355
Said Abdullah Syahab
kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil, membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan, menyediakan public service yang efektif dan accountable, menegakkan HAM, melindungi lingkungan hidup dan mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik. Kedua, sektor swasta berfungsi menjalankan industri, menciptakan lapangan kerja, menyediakan insentif bagi karyawan, meningkatkan standar hidup masyarakat, memelihara lingkungan hidup, mentaati peraturan,mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat serta menyediakan kredit bagi pengembangan Usaha Kecil Menengah. Ketiga, masyarakat madani (civil society) yang berfungsi menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi, mempengaruhi kebijakan publik, sebagai sarana check and balance pemerintah, mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah, mengembangkan sumber daya manusia dan sarana berkomunikasi antara anggota masyarakat. Dengan demikian adanya hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (civil society). Dalam upaya memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta untuk mewujudkan masyarakat yang madani, demokratis, dan berkeadaban, pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan penerapan good governance. Implementansi good governance di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia menetapkan Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, KolusidanNepotisme. Ketetapan ini ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia tersebut, Presiden Republik Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Disamping itu, Presiden menerbitkan Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003). 356 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentangPrinsipprinsip Kepemerintahan yang Baik terdiri dari:24 Pertama, profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. Kedua, akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat. Ketiga, transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Keempat, pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin. Kelima, demokrasi dan partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Keenam, efisiensi dan efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Ketujuh, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.25 24
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yangBebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menguraikan mengenai azas akuntabilitas dalampenyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan. Bappenas, Modul Penerapan Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Public Governance) di Indonesia.(Jakarta: Bappenas, 2008). W.OOyugi.Good Governance and Local Government(Tokyo: Tokyo University Press, 2000). 25 Departemen Agama Republik Indonesia, Akuntabilitas dan Good Governance (Jakarta: Sekretariat Jenderal Biro Organisasi dan Tatalaksana Departemen Agama Republik Indonesia,2007). Mustopadidjaja AR.,Reformasi Birokrasi, Perwujudan Good Governance, dan Pembangunan Masyarakat Madani. Disampaikan Pada Silaknas ICMI 2001. Pandji Santosa,Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance(Bandung: PT. Reflika Aditama, 2008). Andi Faisal Bakti (ed.).GoodGovernance and Conflict Resolution in Indonesia: From TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 357
Said Abdullah Syahab
Tujuan Reformasi Pembangunan telah tercantum dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik IndonesiaNo.X/1998. Tujuan-tujuan Reformasi Pembangunan (Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara) sebagai berikut: pertama, mengatasi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya terutama untuk menghasilkan stabilitas moneter yang tanggap terhadap pengaruh global dan pemulihan aktivitas usaha nasional. Kedua, mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui perluasan serta peningkatan partisipasi politik rakyat secara tertib untuk menciptakan stabilitas nasional. Ketiga, menegakkan hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan HAM menuju terciptanya ketertiban umum serta perbaikan sikap mental. Keempat, meletakkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan, agama serta sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani. Dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik IndonesiaNo.VII/MPR/2001 telah ditetapkan visi Indonesia Masa Depan dengan kurun waktu 20 tahun yang disebut Visi Indonesia 2020, yaitu: terwujudnya masyarakat indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Sedangkan pada bab IV butir 9 ditegaskan bahwa baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara adalah mencangkup: pertama, terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme.26Kedua, terbentuknya penyelenggaraan negara yang Authoritarian Government to Civil society (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), 3. Hetifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003). Bintoro Tjokroamidjojo,Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan), Cet II (Jakarta: t.tp, 2001). 26
Rasulullah s.a.w. memberikan contoh kepemimpinan yang antara lain yaitu: s}iddiq, istiqamah, fathanah, amanah, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, S}iddiq yang berarti jujur. Rasulullah s.a.w. sangat mengutamakan kejujuran dalam hal pemerintahan. S}iddiq dapat diparalelkan dengan transparancy. Namun s}iddiq lebih dalam maknanya karena 358 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
peka dan tanggap terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara termasuk daerah terpencil dan perbatasan. Ketiga, berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik dan pemerintah.
melibatkan sikap mental dan hati nurani manusia. Bila transparancy masih bisa dikelabui dengan mark-up yang lengkap secara administratif dengan data dan kwitansi serta faktur yang secara material dan faktual dapat dilihat transparan, tetapi masih sangat mungkin terjadi pemalsuan, penambahan digit dan pengurangan angka yang sukar dideteksi. Sedangkan yang dimaksudkan dengan s}iddiq adalah justru yang paling diutamakan adalah yang tidak kelihatan. Artinya pemalsuan, rekayasa dan penambahan tidak akan terjadi sebab shiddiq mencakup wilayah qalbiyah. Kedua, istiqamah yang bermakna teguh dalam pendirian. Sifat kepemimpinan Rasulullah s.a.w. bertumpu pada ketegaran dalam jiwa dan tidak akan bergeser walaupun menerima rayuan, bujukan dan paksaan. Bila consistency atau commitment, seperti yang dianjurkan oleh good governance, masih bisa direkayasa dengan cara penampilan formal dalam bentuk luarannya, maka istiqamah tidak bisa dimodifikasi, karena berkaitan dengan sikap mental dan kejiwaan dan hati nurani manusia. Seorang yang istiqamah haruslah sesuai kata dan perbuatannya, ucapan dan tingkah lakunya. Sedangkan consistency masih mungkin dapat mengelabui orang lain. Ketiga, fat}anah yang berkaitan dengan kecerdasan, baik kecerdasan rasio, rasa, maupun kecerdasan ilahiyah. Dengan demikian bila dibandingkan dengan good governance dengan konsep intelligency-nya maka konsep tersebut hanya berhubungan dengan kecerdasan intellegentia semata. Padahal, fat}anah menekankan kecerdasan lainnya yakni kecerdasan emosional dan spiritual. Keempat, amanah. Sifat ini dapat diparalelkan dengan konsep accountability dalam good governance. Namun accountability merujuk kepada hal yang formal administratif. Sedang amanah masuk dalam rona psikologi. Sebab amanah mementingkan tanggung jawab yang hakiki dalam hubungannya dengan umat manusia yang selalu yakin bahwa ada yang selalu mengawasi pelaksanaan tugasnya. Dengan demikian konsep dan gagasan dalam Islam sangat kaya dan telah mengalami proses pengayaan yang sangat panjang dalam sejarahnya sehingga pengalamannya berinteraksi dengan dunia luar membuatnya semakin kaya dalam hal teori dan praktek. Walaupun ide, konsep, dan gagasan tersebut dapat muncul dan hilang dalam sejarah karena bergantung dari sikap mental dan political will dari setiap aktor pemerintahan dalam Islam. Andi Faisal Bakti, “ Good Governance dalam Islam” dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (editor),
Negara dan Civil society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer (Jakarta: Paramadina, 2005), 328-344. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
359
Said Abdullah Syahab
Penerapan good governance diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000. Dalam peraturan pemerintah tersebut Dirumuskan pengertian good governanceyaitu: kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supermasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.27 Tabel 4.3. Kebijakan Negara dalam mendukung Implementasi Good Governance di Indonesia NO
Kebijakan
Oleh
1
TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
MPR RI
2
TAP MPR No.X/1998: Tujuan-tujuan Reformasi Pembangunan (PokokPokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara)
MPR RI
3
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
DPR RI bersama Pemerintah Pusat
4
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun Presiden RI 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sumber: Bappenas, Modul Penerapan Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Public Governance)di Indonesia(Jakarta: Bappenas, 2008).LAN dan BPKP, Akuntabilitas dan Good Governance(Jakarta: Lembaga Administrasi Negara,2000). 27
LAN dan BPKP, Akuntabilitas dan Good Governance(Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2000). 360 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
DEPAG RI, Akuntabilitas dan Good Governance (Jakarta: Sekretariat Jenderal Biro Organisasi dan Tatalaksana DEPAG RI,2007). Dalam tabel diatas menunjukkan kebijakan good governance merupakan kebijakan umum negara, baik di Lembaga Legislatif yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Republik Indonesia Republik Indonesia maupun Lembaga Eksekutif (Presiden Republik Indonesia).Kebijakan negara tersebut seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan Indonesia pasca reformasi dan terjadinya dinamika sosial dan politik Indonesia dalam dijelaskan dalam bagan di bawah ini. Bagan 4.1 Dinamika Sosial dan Politik Indonesia Pasca Reformasi. Paradigma Baru dalam Pemerintahan pada Era Reformasi yakni dari Elit Political Base ke Community Base Sentralisasi
desentralisasi
Pengendalian
Kemitraan dan Pemberdayaan
Otoriter
Demokrasi
Sumber: Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan PolitikDepartemen Dalam Negeri.28 Dari bagan tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan era sebelumnya (Orde Baru) yang bersifat sentralisasi dan pengendalian terhadap masyarakat serta otoriter merubah 28
Suhatmansyah dalam paparannya yang berjudul “Pembinaan Organisasi Mitra Pemerintah” dalam http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&v ed=0CcoFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.infokursus.net%2Fdownload% 2F06040 91454 Pembinaan_ Organisasi_ Mitra_Pemerintah. (17 Maret 2009). Diakses 6 Januari 2013. Suhatmansyah adalah Direktur Fasilitasi Organisasi Politik dan Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 361
Said Abdullah Syahab
kepada pemerintahan yang bersifat desentralisasi dan menjadi masyarakat sebagai mitra dan diberdayakan serta menguatnya demokrasi. Kebijakan good governance oleh negara juga telah menumbuhkan pergerakan civil society di Indonesia yang sekaligus telah memberikan kontribusi bagi perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia.Menguatnya perancivil society merupakan realitas sosial kontemporer di Indonesia. D. Penutup Pemikir Islam dari sudut pandang antara hubungan Islam dan negara membagi secara umum pendapat berkenaan dengan pengelolaan zakat. Pendapat pertama yang menyatakan tidak adanya hubungan negara dan zakat sehingga menginginkan negara tidak ikut campur dalam pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Sedangkan pendapat kedua yang menyatakan adanya nilai-nilai Islam yang dapat dipratekkan dalam kehidupan bernegara lebih cenderung mendukung pengelolaan zakat dilakukan oleh negara. Pendapat ketiga menyatakan Islam tidak dapat dipisahkan oleh negara dan berpendapat pengelolaan zakat sepenuhnya dikelola Negara. Di Indonesia menurut peneliti perbedaan atau pertentangan pengelolaan zakat secara garis besar terbagi atas dua yakni pertama pendapat yang menyatakan pengelolaan zakat harus dikelola negara berdasarkan Islam dan diyakini keuangan negara akan lebih baik jika pengelolaan zakat dikelola negara untuk memberantas kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan kedua yang berpendapat agar pengelolaan zakat diserahkan ke masyarakat karena Indonesia bukan negara agama dan pengelolaan oleh masyarakat akan lebih baik dibandingkan negara serta dikhawatirkan akan adanya penyimpangan jika dikelola negara. Karena zakat merupakan bagian dari ajaran Islam maka pengelolaaannya menurut peneliti harus selaras dengan tujuan syari’ah (al-mas}lah}ah) dalam Ekonomi Islam. Untuk mendapatkan solusi dari permasalahan dalam pengelolaan zakat yakni antara dikelola negara atau masyarakat diperlukan ijtiha>d. Ijtihad dilakukan untuk memutuskan lembaga yang sebaiknya mengelola zakat, peneliti menilai bahwa pengelolaan zakat di Indonesia harus mengedepankan kemaslahatan masyarakat yang lebih besar, 362 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Peran Civil Society dalam Pengelolaan Zakat
artinya dikelolah oleh Negara atau masyarakat atau keduanya harus dengan mempertimbangkan mana yang paling banyak memberikan kemaslahatan masyarakat. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam mengambil Ijtihad dalam permasalahan ini, salah satu melihat realitas Negara seperti korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa dan Kebijakan Politik Negara serta Peran Civil Society Dalam Pengelolaan Zakat di Indonesia Pasca Reformasi. Daftar Pustaka Aflah, Kuntarno Noor dan Mohd Nasir Tajang (Ed.). Zakat dan Peran Negara, Jakarta: Forum Zakat, 2006. Bakti,Andi Faisal. “Press Potrayyal of Civil Society in Southeast Asia,” dalam Helen Lansdowne, Philip Dearden dan William Nielson (ed.) Communities in Southeast Asia Part IV (Governance and Civil Society). Victoria, Canada: Center for Asia Pacific Initiatives, 2000. Bamualim Chaider S dan Irfan Abubakar, ed. Revitalisasi Filantropi Islam. PBB UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta, 2005. Culla, Adi Suryadi, Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori dan Relevansinya denganCita-cita Reformasi, Cet II. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999. ------, Rekonstruksi Civil Society Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000. Effendy, Bahtiar. Jalan Tengah Politik Islam. Jakarta: Ushul Press, 2005. ------, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina, 2009. Fakhri, Muhammad. “Pengelolaan Zakat menurut UU No.38 Tahun 1999 tentang Zakat:Studi kasus Badan Amil Zakat Provinsi Riau.”dalam Disertasi. Jakarta: SPs UIN Jakarta, 2008. Fakhruddin. Fikih dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: UINMalang Press, 2008. Ghazali, Aidit. Development An Islamic Pespective. KualaLumpur, Pelanduk Publications, 1990. Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani, 2002. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 363
Said Abdullah Syahab
Hamzah, Pendayagunaan Zakat Pada ’Amil Zakat Nasional dalam Peningkatan Kesajahteraan Umat. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2009. Jamhari.“Islam di Indonesia” dalam Ensiklopedi Tematis dunia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003. Juhri, Syarifuddin. 1 Abad Muhammadiyah Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan. Jakarta: Kompas, 2010. McChesney,Robert D. Charity and Philantropy in Islam: Institutionalizingthe call to Do Good. Indianapolis: Indiana University Center on Philantropy, 1993. Mubarok, Jaih. Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum tentang
Pengelolaan Zakat Oleh negara Bagi Kepentingan Masyarakat (Efektivitas UU. No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Jakarta: Badan Pembinan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Asasi Manusia RI, 2011. Nasution, Mustafa Edwin dan Uswatun Hasanah (editor).
Wakaf Tunai, Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat. Jakarta: PKTTI-UI, 2005. Permono, Sjechul Hadi.Pemerintah Republik Indonesia Sebagai Pengelola Zakat. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. Qadir, Abdurrahman. Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Qaradā}wī, Yūsuf al-. Fiqh al-Zakah. Kairo: Maktabat Wahbah, 1994. Ridho, M. Taufiq.Pengelolaan Zakat di Negara-negara Islam: Zakat dan Peran Negara, Jakarta: Forum Zakat, 2006. Rodoni, Ahmad.Investasi Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. Sudewo, Erie. Kebijakan Perzakatan, Kita dan Negeri Tetangga: dalam Politik ZISWAF. Jakarta: CID dan UI Press, 2008. Tim Takaful, Takaful Asuransi Islam. Jakarta: Koperasi Karyawan Takaful, 1997.
364 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014