PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Zaitinnor Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah Jl. Perintis Kemerdekaan, Benawa Tengah, Barabai, Kalimantan Selatan e-mail:
[email protected] Abstract: This research aims to know and to analyze the effect of work motivation and leadership toward civil servant performance. This research is a descriptive study. The population of this research is the civil servant in the Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah that amount 50 people. This research is population research. The data are collected through questionaire, interview, documentation and observation. The data are analyzed by using doubled linear regressin of SPSS 17.0 for windows. The analysis of research result shows that the result of partiality test (t-test) of work motivation variable (X1) equals (6,757 > 2,012) and the leadership variable (X2) equals (13,224 > 2,012). The result shows that work motivation variable has asignificant effect to the civil servant and the leadership has asignificant effect to the civil servant of the Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah Keywords: motivation, leadership, performance Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis apakah motivasi kerja dan kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, Jenis penelitian adalah deskriptif analisis. Populasi penelitian adalah pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah berjumlah 50 orang, penelitian ini tidak menggunakan perwakilan untuk dijadikan sampel, sehingga penelitian ini disebut population research atau sensus dalam menentukan obyek penelitian. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi serta observasi. Selanjutnya data dianalisis melaui regresi linear berganda menggunakan SPSS 17 for Windows. Berdasarkan analisis hasil penelitian menunjukkan, hasil uji parsial (uji t) variabel motivasi kerja (X 1) adalah (hasil t hitung > ttabel yaitu 6,757 > 2,012) dan variabel kepemimpinan (X2) adalah (thitung > ttabel yaitu 13,224 > 2,012). Hasil penelitian membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, dan kepemimpinan juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kata kunci: motivasi, kepemimpinan, kinerja pegawai
Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan masyarakat madani, berperadaban modern, makmur, mandiri dan sejahtera salah satunya adalah diperlukan pegawai yang memiliki kompetensi dan profesionalisme. Pegawai sebagai unsur aparatur pemerintah yang pada hakekatnya adalah pelayan masyarakat, dituntut
harus mampu mengantisipasi dan beradaptasi terhadap segala perkembangan berbagai tatanan baik lokal, regional, nasional maupun global. Globalisasi ditandai dengan perkembangan yang semakin cepat di segala bidang dan sektor, mempengaruhi berbagai kegiatan pemerintahan dan pembangunan di Indone-
242
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 243
sia. Globalisasi yang muncul merupakan competition, global business, global company dan global organization menciptakan persaingan yang sangat ketat, yang menghadapkan dan menuntut organisasi satuansatuan kerja pemerintah untuk ikut meningkatkan kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia agar dapat bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam rangka menghadapi berbagai tuntutan tugas di bidang pembangunan pertanian ada tiga fokus utama Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan seluruh individu pegawai yang ada di dalamnya yaitu program Ketahanan Pangan (PKP), Program Pengembangan Agribisnis (PA), dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Program Peningkatan Ketahanan Pangan bertujuan meningkatkan ketersediaan komoditas pangan dalam jumlah cukup, kualitas memadai dan tersedia sepanjang waktu, sehat dan halal. Program Pengembangan Agribisnis bertujuan mendorong berkembangnya usaha pertanian yang produktif dan efisien dengan wawasan bisnis yang mampu menghasilkan mutu, nilai tambah dan daya saing produk pertanian, usaha kecil dan rumah tangga pertanian serta meningkatkan kontribusi pertanian dalam perekonomian daerah dan regional. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan mendorong berkembangnya usaha pertanian dengan wawasan bisnis yang mendukung pertumbuhan pendapatan masyarakat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki visi organisasi: „Terwujudnya Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang maju, Unggul, Berdaya Saing dan Berbasis Sumber Daya Lokal‟, yang dijabarkan dalam misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura, berbasis iptek dan sumber daya lokal serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis.
2. Meningkatkan mutu produk tanaman pangan dan hortikultura baik segar maupun olahan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) dikonsumsi 3. Mengembangkan usaha pertanian yang terintegrasi guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di pedesaan. Menurut Peraturan Bupati Hulu Sungai Tengah Nomor 30 tahun 2011 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dipimpin oleh kepala dinas mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Merumuskan kebijakan teknis di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura. 2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura. 3. Menyusun dan mengkoordinasikan rumusan program dan kegiatan penyelenggaraan urusan bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura. 4. Merumuskan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan dan peningkatan produksi serta pengembangan tanaman pangan. 5. Merumuskan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan dan peningkatan produksi serta pengembangan hortikultura. 6. Merumuskan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan dan fasilitasi pengembangan dan pengelolaan prasarana dan sarana pertanian tanaman pangan dan hortikultura 7. Merumuskan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan daan fasilitasi pengembangan usaha, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian 8. Melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian unit pelaksana teknis Menurut Mangkunegara (2005:9) kinerja terbagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) kinerja individu (individual performance), dan (2) kinerja organisasi (organizational performance). Keduanya memiliki keterkaitan yang erat dan saling berhubungan, pada satuan kerja seperti dinas pertanian yang merupakan sebuah organisasi yang memiliki tujuan kerja yang hendak dicapai, yang di dalamnya terdapat individu-individu pegawai
244 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
dan kelompok yang merupakan struktur organisasi seperti seksi dan bidang yang berperan aktif dalam pencapaian tujuan tersebut. Tercapainya tujuan dinas pertanian hanya mungkin apabila individu-individu pegawai, seksiseksi dan bidang-bidang yang ada di dalamnya bergerak dan bekerjasama untuk mencapainya. Apabila kinerja individu-individu pegawai, seksi-seksi dan bidang-bidang baik, maka bepengaruh pada kinerja dinas pertanian secara keseluruhan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja, menurut Mangkunegara (2005: 67) faktor yang mempengaruhi terbagi dua yaitu (1) faktor kemampuan dan (2) faktor motivasi. Sedangkan Simamora dalam Mangkunegara (2005:14) menyebutkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1) faktor individual terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi; (2) faktor psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi; dan (3) faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Masing-masing orang dalam suatu organisasi mempunyai tujuan individu. Pimpinan yang arif senantiasa memperhatikan adanya kesinambungan atau paling sedikit adanya kesesuaian antara tujuan individu dengan tujuan organisasinya. Dengan demikian kinerja yang dilakukan oleh individu dalam suatu organisasi tidak jauh menyimpang dari kinerja dan tujuan organisasinya. Jika terjadi kesenjangan antara kinerja individu dengan tujuan organisasi maka kemungkinan terciptanya ketidakharmonisan kerja yang berdampak pada tidak maksimalnya pencapaian kinerja dan tujuan organisasi. Usaha untuk memperkecil kesenjangan tersebut adalah tugas seorang pemimpin agar individu-individu dalam organisasi termotivasi untuk melaksanakan kinerja yang maksimal dalam pencapaian tujuan organisasi. Berkaitan dengan tugas berat setiap individu pegawai di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah, merupakan tugas utama pimpinan dalam organisasi setiap tingkatan/ struktur, selain memanajemeni tugas dan
fungsi sesuai dengan profesi atau jabatannya dalam organisasi/ bidang/seksi adalah juga memberi motivasi individu pegawai agar mereka bisa bekerja dengan penuh semangat, penuh kesadaran dan bisa mencapai sasaransasaran yang ditetapkan organisasi. Selain itu pimpinan harus bisa mempertahankan dan menciptakan kinerja masing-masing individu pegawai. Apabila hal ini dilakukan dengan efektif oleh pimpinan, diharapkan para pegawai bisa memunculkan perilaku yang positif. Perilaku positif pegawai ini tentu saja akan menguntungkan organisasi satuan kerja. Terdapat banyak cara untuk menciptakan kinerja. Oleh karena itu, hal ini merupakan tugas pimpinan untuk menentukan cara mana yang sesuai dan faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kinerja pegawai tersebut. Memotivasi pegawai dilihat dari sudut pandang organisasi merupakan upaya untuk mendorong semua unsur dalam organisasi satuan kerja bergerak/berusaha untuk mencapai tujuan organisasi satuan kerjanya. Di samping terpenuhi kebutuhan–kebutuhan yang dapat meningkatkan motivasi kerja, juga perlu diperhatikan faktor motivator yang ada dalam diri individu pegawai seperti: keberhasilan, penghargaan, faktor pekerjaannya sendiri, rasa tanggung jawab dan faktor peningkatan/ kemajuan yang merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan batin, sehingga termotivasi untuk melakukan kinerja dan berprestasi tinggi untuk mendukung keberhasilan organisasi satuan kerjanya. Berpijak dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah? 2. Apakah kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah ? Studi Literatur Motivasi sering dipakai silih berganti dengan istilah-istilah lainnya, seperti missalnya kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive) atau impuls. Orang yang satu
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 245
berbeda dengan yang lainnya terletak pada kemampuannya untuk bekerja juga tergantung pada keinginan mereka bekerja atau tergantung pada motivasinya (Thoha, 2010). Adapun motivasi seseorang ini tergantung dari kekuatan motivasi itu sendiri. Dorongan ini menyebabkan mengapa seseorang itu berusaha mencapai tujuan-tujuan, baik sadar ataupun tidak sadar. Dorongan ini pula yang menyebabkan seseorang berperilaku yang dapat mengendalikan dan memelihara kegiatankegiatan dan yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh seseorang tersebut. Thoha mengatakan (2010:206) Perilaku manusia pada hakekatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Satuan dasar dari setiap perilaku adalah kegiatan. Sehingga dengan demikian semua perilaku itu adalah serangkaian aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan. Sebagai manusia kita ini selalu mengerjakan sesuatu. Misalnya adakalanya berjalan-jalan, berbicara, makan, tidur, bekerja dan sejenisnya. Dalam banyak hal seseorang itu melakukan lebih dari satu aktivitas pada saat tertentu, misalnya kita berbicara dengan seseorang sambil berjalan atau makan. Demikian pula pada saat tertentu kita memutuskan untuk mengubah dari satu atau kombinasi aktivitas-aktivitas tersebut untuk mengerjakan aktivitas lainnya. Kejadian seperti ini menimbulkan suatu pertanyaan yang amat penting. Mengapa orang-orang tersebut memilih pekerjaan yang itu, mengapa tidak yang ini? Mengapa mereka mengubah pemilihan aktivitasnya? Bagaimana seseorang manajer bisa memahami menduga dan bahkan mengendalikan aktivitas atau aktivitas aktivitas seseorang yang dikerjakan seseorang pada saat tertentu. Untuk keperluan ini, seorang manajer harus mengetahui dorongan atau kebutuhan seseorang yang mengundangnya agar mau mengerjakan suatu aktivitas tertentu. Perilaku orang itu sebenarnya dapat dikaji sebagai saling interaksinya atau ketergantungannya beberapa unsur yang merupakan suatu lingkaran. Unsur-unsur itu terdiri dari motivasi dan tujuan, yang menurut Fred Luthans terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan (need), dorongan (drive) dan tujuan (goals).
Tujuan, adalah sesuatu yang ingin dicapai yang berada diluar diri individu. Kadangkala tujuan diartikan pula sebagai suatu harapan untuk mendapat sesuatu pengahrgaan, suatu arah yang dikehendaki motivasi. Dalam psikolog tujuan seperti ini dinamakan insentif. Namun istilah insentif sudah terlanjur dikenal oleh orang-orang dalam masyarakat sebagai suatu suatu hal yang selalu dihubungkan dengan penghargaan keuangan, seperti misalnya kenaikan gaji atau upah, honorarium dan ataupun tunjangan. Padahal ada penghargaan tidak bersifat keuangan yang amat berperan dalam menentukan suatu perilaku seperti kenaikan pangkat istimewa, penghargaan atau bintang jasa dan lainlainnya. Manajer yang berhasil mendorong atau memotivasi karyawannya karena ia mampu menciptakan suatu lingkungan yang menjamin adanya suatu tujuan yang tepat bagi pemenuhan kepuasan kebutuhan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mancapai sasaran. Jadi motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan karena adanya suatu perilaku yang nampak, tiap kegiatan seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri tersebut. Menurut Handoko (2001:256) menyatakan motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan guna mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Hasibuan (2001:144) menyatakan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Sebagaimana dikatakan bahwa motivasi, kebutuhan atau dorongan membuat seseorang berperilaku. Semua orang mempunyai kebutuhan ini, dan kebutuhan ini bervariasi tidak hanya satu macam, melainkan banyak macamnya bahkan ada yang ratusan kebutuhan, mulai dari yang sederhana sampai kepada yang komplek. Semua kebutuhan itu bersaing, artinya diantara kebuthan itu manakah yang paling kuat mendorong, sehingga perilakunya mengarah tercapainya suatu tujuan berdasarkan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah tercapai dan yang memberikan kepuasan, akan menurun kekuatannya dan secara normal tidak lagi memotivasi sese-
246 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
orang untuk mencapai tujuan guna memuaskan kebutuhannya. Disini terjadi perubahan dengan menurunnya kekuatan motivasi. Timbullah suatu pertanyaan, faktor-faktor apakah yang menjadikan adanya perubahan situasi tersebut. Suatu motivasi cenderung mengurangi kekuatannya manakala tercapainya suatu kepuasan, terhalangnya pencapaian kepuasan, perbedaan kognisi, frustasi atau karena kekuatan motivasinya bertambah. Berikut ini akan diuraikan perubahan-perubahan dalam kekuatan motivasi tersebut. Ketika suatu kebutuhan terpuaskan menurut Maslow, kebutuhan tersebut tidak lagi memotivasi perilaku. Dengan demikian suatu kebutuhan yang mempunyai kekuatan tinggi, jika suatu ketika sudah terpuaskan, maka kebutuhan tersebut sudah tercapai dan kedudukannya dalam kompetisi dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya berubah menjadi rendah tingkatnya. Suatu contoh, jika seseorang pada suatu ketika haus merupakan suatu kebutuhan yang tinggi kekuatannya, kemudian dia berusaha mencari minuman. Sekarang dia meminum dua gelas teh, maka minuman dua gelas teh tersebut sekarang mengurangi kekuatan kebutuhannya, yang sebelumnya merupakan kebutuhan yang kekuatannya tinggi. Barangkali setelah itu kebutuhan-kebutuhan lainnya akan menggantikan kedudukan kehausannya itu. Dengan demikian kepuasan atau tercapainya suatu kebutuhan dapat mengubah kekuatan motivasi seseorang dan beralih kepada motivasi atau kebutuhan lainnya. Menurut Manullang (2004:147) motivasi diartikan sebagai pemberi motif, penimbulan motif atau hal lain yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Demikian juga dengan The Lianggie dalam Manullang (2004:146) motivasi adalah motif atau dorongan batin yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau kegiatan sedangkan Robbin (2001:256) menyatakan bahwa motivasi merupakan kemampuan untuk berjuang atau berusaha ke tingkat yang lebih tinggi dengan syarat tidak mengabaikan kemampuan untuk memperoleh kepuasan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan pribadi. Maslow mengembangkan suatu konsep teori motivasi yang dikenal dengan hirarki
kebutuhan (hierarcy of needs), menurutnya ada hirarki/tingkatan yang mengatur dengan sendirinya kebutuhan-kebutuhan manusia sehingga manusia berusaha untuk memenuhinya. Maslow mengatur kebutuhan manusia berdasarkan tingkatannya (Siagian, 2003, Thoha, 2010:221), yaitu kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari kebutuhan terendah sampai tertinggi, dimana suatu kebutuhan yang telah terpuaskan akan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku, tetapi walaupun suatu kebutuhan itu telah terpuaskan, kebutuhan tersebut masih mempengaruhi perilaku dan tidak hilang begitu saja, melainkan intensitasnya yang mengecil. Adapun teori jenjang kebutuhan itu adalah : 1. Kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan-kebutuhan yang biasanya dijadikan titik tolak teori motivasi adalah yang disebut dengan dorongan fisiologis. Menurut Maslow, kebutuhan ini harus dipenuhi sehubungan dengan yang mendukung kehidupan, misalnya kebutuhan makanan, air, udara, tidur, dan seks. 2. Kebutuhan keamanan, yakni kebutuhan akan rasa aman dalam melaksanakan suatu pekerjaan, harapan mendapat perlindungan terhadap bahaya, ancaman dan perampasan, bisa juga proteksi terhadap harta kekayaan, kedudukan dan sebagainya. 3. Kebutuhan sosial, merupakan kebutuhan terhadap hubungan lingkungan sosial atau bersosialisasi, meliputi penerimaan oleh teman kerja, kebutuhan akan cinta, rasa kasih, rasa memiliki, berhubungan dengan lingkungan, satu hal yang perlu ditekankan bahwa kebutuhan akan cinta, tidaklah sama dengan seks, karena menurut Maslow, seks adalah kebutuhan fisik yang murni. 4. Kebutuhan penghargaan, kebutuhan ini terdiri dari seluruh penghargaan diri, seperti kehormatan diri, prestasi, kebebasan, kemerdekaan, kebutuhan akan status, pengakuan, dan apresiasi. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, sekalipun semua kebutuhan telah terpenuhi kita masih sering merasa kurang puas dan ingin selalu berkembang, kecuali seseorang itu telah melakukan apa yang secara individu sesuai baginya. Seorang pematung harus membuat karya patungnya, seorang pelu-
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 247
kis harus melukis, jika ia ingin tentram. Orang yang dapat menjadikan dirinya berkemampuan, harus menekuni bidangnya dan mengembangkan kemampuannya serta kreatifitas dalam pengertian yang luas. Manusia akan didorong untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan mengikuti suatu hirarki. Dalam tingkatan ini, kebutuhan pertama yang harus dipenuhi terlebih dahulu adalah kebutuhan fisiologis, seperti air, makan dan sebagainya, kemudian pada jenjang selanjutnya adalah kebutuhan keamanan, setelah pada kebutuhan tahap dua ini terpuaskan maka akan berlanjut ke jenjang berikutnya dan demikian seterusnya ke jenjang aktualisasi diri. Menurut McClelland (dalam Thoha, 2010) seseorang mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. Ada tiga kebutuhan ini menurut McClelland, yakni kebutuhan berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi dan kebutuhan kekuasaan. Ketiga kebutuhan ini terbukti merupakan unsurunsur yang amat penting dalam menentukan prestasi seseorang dalam bekerja. Ada beberapa karakteristik dari orangorang yang berprestasi tinggi menurut McClelland adalah sebagai berikut. 1. Suka mengambil risiko yang moderat (moderate risk), yaitu orang yang mau berprestasi dengan suatu risiko yang moderat, tidak terlalu besar risikonya dan pula tidak terlampau rendah. 2. Memerlukan umpan baik yang segera, yaitu orang yang lebih menyenangi akan semua informasi mengenai hasil-hasil yang dikerjakannya. 3. Memperhitungkan keberhasilan, yaitu orang yang hanya memperhitungkan keberhasilan prestasinya saja dan tidak mempedulikan penghargaan-penghargaan materi. 4. Menyatu dengan tugas, yaitu orang yang cenderung menyatu dengan tugas pekerjaannya sampai ia benar-benar berhasil secara gemilang dengan tekad hati yang kuat. Namun tidak menyenangi orang lain bersama-sama dalam satu jalan mencapai tujuan.
Menurut Wittaker dalam Anton Konseng (2003:56) menyatakan bahwa motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, sehingga motivasi dapat dibedakan menjadi: Motivasi intrinsik yang merupakan dorongan untuk memperoleh sesuatu karena desakan dari dalam diri seseorang sehingga apa yang diinginkannya akan segera tercapai. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk berbuat atau memperoleh sesuatu karena desakan yang datangnya dari luar, perbuatan karena benda yang ingin diperoleh, seperti halnya pegawai pegawai yang melaksanakan tugas karena tuntutan atasannya. Dengan demikian indikator-indikator yang membentuk motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik menurut Zainun (2002:54-55) dan H. Nainggolan (2002:253-295) adalah sebagai berikut ini. 1. Motivasi instrinsik yang terdiri atas: a. Loyalitas, yaitu bentuk kesetiaan dan kepatuhan terhadap segala ketentuan organisasi. b. Tanggung jawab, yaitu tekad dan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan dengan penuh kesadaran dan kesungguhan. c. Dedikasi, yaitu bentuk pengabdian dan kesiapan untuk mengorbankan tenaga, pikiran dan waktu untuk keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. 2. Motivasi ekstrinsik yang terdiri atas. a. Gaji, yaitu bentuk upah kerja yang diterima para pegawai setelah melaksanakan tugas dan kewajiban. b. Insentif, yaitu bentuk tambahan penghasilan yang diberikan untuk memperbesar gairah kerja c. Bonus, yaitu bentuk upah tambahan di luar gaji sebagai hadiah atau perangsang kerja d. Promosi, yaitu bentuk penghargaan yang berupa kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan atau pemberian kesempatan kepada semua pegawai untuk mengembangkan diri. e. Lingkungan kerja, yaitu faktor pendukung dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan dalam bekerja. Herzberg (dalam Thoha, 2010:232) mengatakan bahwa faktor-faktor motivator sebagai motivasi instrinsik yang menimbul-
248 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
kan kepuasan dan faktor-faktor hygiene sebagai motivasi ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan, dengan indikator-indikatornya sebagai berikut: 1. Motivasi instrinsik (faktor-faktor motivator), terdiri atas: a. pencapaian prestasi, b. penghargaan, c. pekerjaannya sendiri, d. tanggung jawab, e. kemajuan, dan f. pertumbuhan. 2. Motivasi ekstrinsik: faktor-faktor hygiene, terdiri atas: a. kebijakan perusahaan/organisasi dan administrasi, b. supervisi/pengawasan, c. hubungan dengan supervisor, d. kondisi kerja, e. gaji, f. hubungan dengan teman sebaya, g. kehidupan pribadi, h. hubungan dengan bawahan, i. status, dan j. keamanan. Frederick Herzberg berusaha memperluas hasil karya Maslow dan mengembangkan suatu teori yang khusus bisa diterapkan ke dalam motivasi kerja. Pada sekitar tahun 1950 dia melakukan suatu studi mengenai motivasi ini dengan meneliti hamper 100 orang akuntan dan insinyur yang bekerja dalam perusahaan perusahaan di sekitar Pittsburgh, Pennsylvania. Dia menggunakan metode critical incident dalam mengumpulkan data untuk dianalisis. Herzberg memberikan suatu pertanyaan kepada mereka mengenai apa yang dirasakan dan menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam tugas pekerjaannya. Jawaban mereka member pengaruh yang menarik yang pada akhirnya oleh Herzberg disimpulkan bahwaa kepuasaan pekerjaan itu selalu dihubungkan dengan isi pekerjaan (job content) dan ketidakpuasan bekerja selalu disebabkan karena hubungan pekerjaan tersebut dengan aspek-aspek di sekitar yang berhubungan dengan pekerjaan (job context). Kepuasan-kepuasan dalam bekerja oleh Herzberg diberi nama motivator, adapun ketidakpuasan disebutnya faktor hygiene. Kedua sebutan itu jika digabungkan terkenal de-
ngan nama „Dua Faktor Teori Motivasi‟ dari Herzberg. Teori Herzberg pada hakekatnya sama dengan taori maslow. Faktor hygiene sebenarnya bersifat preventif dan memperhitungkan lingkungan yang berhubungan dengan kerja. Faktor ini kira-kira tidak jauh bedanya dengan susunan bahwa dari hirarki kebutuhan Maslow. Faktor hygiene ini mencegah ketidakpuasan tetapi bukannya penyebab terjadinya kepuasan. Menurut Herzberg faktor ini tidak memotivasi para karyawan dalam bekerja. Adapun faktor yang dapat memotivasi para karyawan ialah yang disebut oleh Herzberg dengan sebutan motivator, yang kira-kira sama tingkatnya dengan hirarki lebih tinggi dari hierarki kebuthan Maslow. Menurut Herzberg agar para karyawan bisa termotivasi, maka mereka hendaknya mempunyai suatu pekerjaan dengan isi yang selalu merangsang untuk berprestasi. Dapat disimpulkan bahwa bahwa motivasi adalah suatu kekuatan yang dapat memberikan rangsangan dan dorongan serta semangat kerja kepada karyawan, dan dapat mengubah perilaku karyawan untuk mau melaksanakan suatu pekerjaan yang ditugaskan kepadanya dengan penuh semangat dan prestasi kerja/kinerja yang optimal, sehingga tujuan organisasi dapat diwujudkan secara maksimal pula. Kepemimpinan dilihat dari sisi perilaku merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan berorganisasi/berkelompok, mulai dari masa pembentukan sampai dengan masa pertumbuhan, sejumlah orang berkumpul bersama-sama membentuk, menumbuhkan dan mengembangkan, masing-masing bersikap melihat dan menunggu apa yang bakal diperankan oleh setiap orang dan mencoba sampai dimana dirinya bisa berpengaruh dalam organisasi/kelompok. Menurut Thoha (2010:4) Jika seseorang mulai berkeinginan mempengaruhi orang lain, maka di sini kegiatan kepemimpinan mulai terlihat. Dalam Modul Diklat LAN RI (2008:78) dikutipkan pengertian-pengertian tentang kepemimpinan yaitu sebagai berikut. 1. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah satu atau beberapa
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 249
2.
3.
4.
5.
tujuan tertentu (TANNENBAUM, Weschler & Nassarik, 1961 :24). Kepemimpinan adalah perilaku dari seseorang individu yang memimpin aktivitasaktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (share goal) (Hemheil & Coons, 1957:7). Kepemimpinan adalah aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984:46). Kepemimpinan adalah suatu seni (art) kesanggupan (ability) atau teknik untuk membuat sekelompok orang-orang mengikuti atau mentaati segala apa yang dikehendakinya dan membuat mereka antusias mengikutinya. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs and Jacques, 1990:281).
Dalam teori sifat kepemimpinan, analisis ilmiah tentang kepemimpinan dimulai dengan memusatkan perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Pertanyaan penting yang dicoba dijawab oleh pendekatan teoritis, ialah apakah sifat-sifat yang membuat seseorang itu sebagai pemimpin. Thoha menyatakan (2010:286) teori awal sifat kepemimpinan dapat ditelusuri pada zaman Yunani dan Romawi kuno, pada zaman itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori „The Great Man’ menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin, apakah ia mempunyai atau tidak sifat kepemimpinan, contoh dalam sejarah adalah Napoleon, ia dikatakan mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin, yang dapat menjadiknnya pemimpin besar pada setiap situasi. Teori „The Great Man’ barangkali dapat memberikan arti lebih realistis terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat dicapai juga lewat pendidikan dan pengalaman. Perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan pada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pe-
mimpin, tidak lagi menekankan apakah sifatsifat pemimpin itu dilahirkan atau dibuat. Keith Davis (dalam Thoha: 2010:287) merumuskan empat sifat umum yaitu 1. kecerdasan; 2. kedewasaan dan keluasan hubungan sosial; 3. motivasi diri dan dorongan berprestasi; dan 4. sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Sedangkan dalam teori kelompok beranggapan bahwa agar kelompok dapat mencapai tujuan-tujuannya, maka harus ada pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikutnya. Dengan demikian pengikut dapat mempengaruhi senyatanya pemimpinnya, demikian pula para pemimpin dapat mempengaruhi pengikut/bawahannya. Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (orientasi tugas), tetapi ketika para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin menaikkan peranannya pada pemberian perhatian (perilaku hubungan). Dalam pendekatan perilaku, Reddin (dalam Modul Diklat LAN RI: 2008:27) mengembangkan „Kepemimpinan Perilaku Tiga Dimensi‟ (The 3-D Theory), di mana ada tiga pola dasar yang dipakai untuk menentukan perilaku kepemimpinan: 1. Perilaku berorientasi pada tugas (Task Oriented/TO), yaitu pemimpin yang memiliki kecenderungan untuk melaksanakan tugas secara maksimal. Akibatnya adalah kurang memperhatikan hubungan kerjasama dengan atasan, bawahan dan teman sejawat. Di samping itu juga kurang memperhatikan hasil yang seharusnya dicapai oleh organisasi 2. Perilaku yang berorientasi pada hubungan kerjasama/hubungan kemanusiaan (Relationship Oriented/RO), pemimpin yang lebih mementingkan pada hubungan kemanusiaan/ hubungan kerjasama, baik dengan bawahan, teman sejawat atau atasan. 3. Perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hasil (Effectiveness Oriented/EO), pemimpin yang mempunyai dorongan yang sangat kuat untuk mencapai hasil.
250 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
Dari ketiga orientasi tersebut Reddin mengklasifikasikan menjadi delapan gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut ini. 1. The deserter, yaitu seseorang yang tidak sama sekali memilki ketiga orientasi tersebut. 2. The bureaucrat, yaitu seseorang yang hanya mempunyai sifat efektif saja dengan orientasi tugas yang rendah. 3. The missionary, yaitu seseorang yang mempunyai orientasi kepada hubungan saja dengan orientasi tugas yang rendah. 4. The developer, yaitu seseorang yang mempunyai keefektifan dengan orientasi hubungan yang tinggi dan orientasi tugas yang rendah. 5. The autocrat, yaitu seseorang yang mempunyai orientasi tugas saja, sedang orientasi lainnya rendah. 6. The benevolen autocrat, yaitu seseorang yang mempunyai keefektifan dengan orientasi tugas yang tinggi, tetapi orientasi hubungan yang rendah. 7. The compromiser, yaitu seseorang yang kurang efektif tetapi mempunyai orientasi tugas dan orientasi hubungan yang memadai. 8. The executive, yaitu seseorang yang mempunyai ketiga orientasi tersebut di atas. Di sisi lain Paul Hersey dan Blanchard dengan pendekatan situsional mengklasifikasikan kecendrungan perilaku dasar kepemimpinan yaitu sebagai berikut ini. 1. Tipe direktif (telling), yaitu lebih menitik beratkan pada komunikasi satu arah, pemimpin membatasi peranan bawahan, menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, di mana pekerjaan itu dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menjadi tanggungjawab pimpinan dan disampaikan kepada bawahan. 2. Tipe konsultatif (selling), yaitu pemberian direktif cukup besar serta menetapkan keputusan-keputusan. Komunikasi dua arah, pemimpin mau mendengarkan keluhan-keluhan dari anak buah dalam pengambilan keputusan, namun keputusan tetap ditangan pimpinan. 3. Tipe partisipatif, yaitu peranan bawahan dan pimpinan dalam pengambilan keputusan seimbang, komunikasi dua arah makin ditingkatkan, pemimpin lebih mem-
perhatikan bawahannya. Pemimpin berpendapat bahwa bawahan memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup untuk menyelesaikan tugas. 4. Tipe delegatif, yaitu pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan kepada bawahannya. Bawahan diberi hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan, bawahan dianggap memiliki kecakapan dan sangat dipercaya. Selanjutnya peranan pemimpin atau manajer tersebut, dijabarkan (dalam Thoha, 2010:12) ke dalam pengertian sebagai berikut ini. 1. Peranan yang Bersifat Interpersonal Ada dalam fungsi bersifat interpersonal meliputi tiga macam peran seperti berikut ini. a. Peranan sebagai Figurehead Peranan ini dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Peranan ini sangat dasar dan sederhana, karena otoritas formalnya maka manajer dianggap simbol dan berkewajiban untuk melaksanakan serangkaian tugas. Ada sebagian tugas-tugas tersebut bersifat konstan setiap saat, tetapi adakalanya bersifat inspirasional, yang semuanya itu melibatkan aktivitas-aktivitas interpersonal. Contoh-contoh yang disebutkan di atas seperti menghadiri upacara-upacara pembukaan, peresmian, pengguntingan pita, pemukulan gong, dan lainlainnya dalam rangka mewakili organisasi yang dipimpinnya adalah termasuk dalam figurehead ini. b. Peranan sebagai Leader (Penggerak) Dalam peranan ini manajer bertindak sebagai pemimpin. Ia melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpinnya, dengan melakukan fungsifungsi pokoknya di antaranya memimpin, memotivasi, mengembangkan dan mengendalikan. Dalam organisasi informal biasanya, pemimpin diikuti karena mempunyai kekuasaan karismatik atau kekuasaan fisik. Adapun dalam organisasi formal, pemimpin yang diang-
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 251
kat dari atas, seringkali tergantung akan kekuasaan yang melekat pada jabatan tersebut. c. Peranan sebagai Liaison (Penghubung) Di sini manajer melakukan peranan yang berinteraksi dengan teman sejawat, staf dan orang lain yang berada di luar organisasinya untuk mendapatkan informasi. Oleh karena itu organisasi yang dipimpin manajer itu tidak berdiri sendiri, maka manajer meletakkan peranan liaison dengan cara banyak berhubungan dengan individu atau kelompok-kelompok tertentu yang berada di luar organisasinya. Peranan seperti ini sebagai hubungan pertukaran, yakni manajer memberikan sesuatu agar mendapatkan sesuatu pula. 2. Peranan yang Bersifat Informasional Peranan informasional meletakkan manajer pada posisi yang unik dalam hal mendapatkan informasi. Hubungan-hubungan keluar membawa padanya mendapatkan informasi yang spesial dari lingkungan luarnya dan kegiatan-kegiatan kepemimpinan. Oleh karena itu sebagai kelanjutan dari peranan informasional diatas Mintzberg merancang peranan kedua yakni yang berhubungan dengan informasi ini. Peranan itu terdiri dari peranan-peranan sebagai berikut ini. a. Peranan sebagai Pemonitor Peranan ini mengidentifikasikan seorang manajer sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya dan mempunyai pemahaman komplit dengan lingkungannya. Manajer mencari informasi itu agar ia mampu mendeteksi itu perubahanperubahan, mengidentifikasi persoalanpersoalan dan kesempatan-kesempatan yang ada, untuk membangun pengetahuan tentang lingkungannya, menjadi tahu kapan informasi harus diebrikan untuk keperluan pembuatan keputusan. Dengan demikian manajer akan memperoleh informasi seluas mungkin dari berbagai sumber baik dari luar maupun dari dalam organisasinya.
b. Peranan sebagai Disseminator Peranan ini melibatkan manajer untuk menangani proses transmisi dari informasi-informasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya. Ia melakukan penyampaikan informasi dari luar ke dalam organisasi yang dipimpinnya dan informasi yang berasal dari bawahan atau stafnya kebawahan atau staf lainnya. Informasi yang disebarkan manajer ini dapat dibedakan atas dua tipe, yakni kenyataan dan nilai. Informasi berdasarkan kenyataan ini diterima manajer karena jabatan atau otoritas formalnya dan dia meneruskan kepada stafnya yang menurut kenyataannya menangani hal-hal yang bersangkutan dengan informasi tersebut. Sebagai contoh sutu undangan yang menginformasikan kepada manajer tentang adanya seminar tentang pengembangan perencanaan organisasi. Undangan ini bisa diteruskan kepada asisten perencanaan dan lain-lainnya. Adapun informasi berdasarkan nilai tersebut adalah informasi yang berhubungan dengan referensi atau acuan-acuan tertentu yang perlu diketahui staf atau bawahannya. Misalnya pernyataan tentang nilai atau referensi kejujuran yang harus menjadi pegangan bagi semua bawahannya untuk bertindak. Nilai kejujuran ini kemudian diinformasikan kepada bawahannya, dengan agar bawahannya menjadi pegawai yang jujur. c. Peranan sebagai Juru Bicara (Spokesmen) Peranan ini dimainkan manajer untuk menyampaikan informasi ke luar lingkungan organisasinya. Bedanya dengan disseminator ialah spokesmen memberikan informasinya keluar, untuk lingkungannya sedang disseminator hanya ke dalam organisasi. Sebagai spokesmen secara formal manajer mewakili atau bertindak atas nama organisasinya. Sebagai manajer ia merupakan pusat informasi, yang mengetahui tentang organisasinya. Untuk itu dia bisa bertindak efektif dalam mewakili organisasinya. Mungkin suatu ketika manajer melakukan lobbying untuk kepentingan
252 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
organisasinya. Mungkin pula melakukan hubungan masyarakat (humas) secara baik, atau mungkin bertindak sebagai orang yang ahli dibidang tertentu yang dijalankan oleh organisasinya. 3. Peranan sebagai Pengambil Keputusan (Decisional Role) Peranan ini membuat manajer harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Proses pembuatan strategi ini secara sederhana dinamakan sebagai suatu proses yang menjadikan keputusan-keputusan organisasi dibuat secara signifikan dan berhubungan. Mintzberg berkesimpulan bahwa sebagian besar tugas manajer pada hakekatnya digunakan secara penuh untuk memikirkan sistem pembuatan strategi organisasinya. Dengan kata lain, manajer terlibat secara substansial di setiap pembuatan keputusan organisasinya. Keterlibatannya ini disebabkan karena: (1) secara otoritas yang formal manajer adalah satu-satunya yang diperbolehkan terlibat untuk memikirkan tindakan-tindakan yang penting atau yang baru dalam organisasinya; (2) sebagai pusat informasi, manajer dapat memberikan jaminan atau keputusan yang terbaik yang mencerminkan pengetahuan yang terbaru dan nilai-nilai organisasi; dan (3) keputusan-keputusan yang strategis akan lebih mudah diambil secara terpadu dengan adanya satu orang yang dapat melakukan kontrol atas semuanya. Itulah sebabnya peranan pembuatan keputusan oleh manajer merupakan peranan yang tidak boleh tidak harus dijalankan, lagi pula peranan ini yang dapat membedakan antara manajer justru dibayar mahal adalah untuk membuat keputusan ini. Dijelaskan oleh Prawirasentono (2005: 2) bahwa kata kinerja yang merupakan padanan kata performance, adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang`dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal dan sesuai dengan moral dan etika. Dijelaskan oleh Seymor (dalam Swasto, 2005:30), kinerja merupakan tindakan-
tindakan atau pelaksanaan yang dapat diukur. Prestasi kerja atau kinerja juga mengandung pengertian bahwa merupakan tindakantindakan atau pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan yang telah diselesaikan oleh seseorang atau kelompok orang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Kinerja merupakan perwujudan dari hasil karya seseorang yang akan menentukan keberhasilan dari faktorfaktor yang mempengaruhi dalam menentukan apakah seseorang akan bekerja lebih baik atau berprestasi yang lebih baik lagi. Menurut Hasibuan (2001:145), menyatakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang baik berupa produk atau jasa, dalam pelaksanaan pekerjaannya sesuai dengan beban tugas atau ketentuan yang harus dilaksanakannya. Byars (1984:311) mengatakan bahwa prestasi kerja atau kinerja adalah hasil dari keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan persepsi tugas. Kemampuan merupakan karakteristik individu yang digunakan dalam menjalankan suatu pekerjaan. Kemampuan ini tidak dapat dipengaruhi secara langsung dalam jangka pendek. Persepsi tugas merupakan petunjuk dimana individu percaya bahwa mereka dapat mewujudkan usaha-usaha mereka dalam pekerjaannya. Dijelaskan pula oleh Blumberg & Pringle (1982:92) bahwa penentu dari kinerja adalah (1) kapasitas, seperti pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan; (1) kesempatan, seperti prosedur organisasi, kepemimpinan, dan kebijakan organisasi; dan (3) kemauan, seperti motivasi, kepuasan kerja dan status pekerjaan. Sementara sumber daya manusia sebagai pelaku organisasi mempunyai perbedaan dalam sikap (attitude) dan pengalaman (experiment). Perbedaan tersebut menyebabkan tiap individu yang melakukan kegiatan dalam organisasi mempunyai kemampuan kerja atau kinerja (performance) yang masing-masing berbeda juga. Zweig dalam Prawirosentono (1999), menyatakan bahwa penialian kinerja adalah proses penilaian kinerja hasil kerja yang akan
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 253
digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada para karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, seorang karyawan harus diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang atau kurang. Karyawan akan terdorong untuk berperilaku baik atau memperbaiki serta mengikis kinerja di bawah standar. Sumber daya manusia yang berbakat, berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau bekerja sama dalam team akan menjadi kunci keberhasilan organisasi. Karena itu pimpinan harus dapat menetapkan sasaran kerja yang akan menghasilkan pegawai yang berkualitas tinggi, bermotivasi tinggi dan produkatif. Penetapan target-target spesifik dalam kurun waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif misalnya, dengan pengembangan diri untuk menguasai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi yang makin baik. Dengan adanya kinerja yang meningkat maka organisasi harus mempertimbangkan adanya pengembangan karir bagi individu atau karyawan yang ada didalamnya, menurut Handoko (1998:130) pengembangan karir merupakan upaya pribadi seseorang untuk mencapai rencana karir. Pentingnya perencanaan karir menurut Simamora (1997:520) karena perencanaan karir yang berawal dari penilaian diri (self assessment), yang membantu seseorang melihat jangkauan karir mana yang memungkinkan dominan. Karyawan tersebut selanjutnya berada dalam posisi membuat tujuan realistis dan menentukan apa yang akan dilakukan agar mencapai tujuan. Menurut Siagian (2002:124), menyatakan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Kinerja setiap karyawan akan berbeda-beda. Menurut Mar‟at (2000), menyatakan perbedaan tersebut adalah (1) faktor individu dan (2) faktor situasi. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan kondisi fisik, kemampuan, motivasi, dan faktor-faktor individual lainnya. Faktor situasi juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan, di mana situasi yang mendukung misalnya adanya kondisi kerja yang menyenangkan, sarana yang menunjang, ruang yang
tenang, sehat, adanya pengakuan atas prestasi kerja, pemimpin yang mengerti akan kebutuhan karyawan, serta sistem kerja yang mendukung. Suyadi (1999:25) menyatakan bahwa kinerja seorang karyawan selain dipengaruhi sikap dan sifat individu juga dipengaruhi lingkungan dan hubungan kerja. Selanjutnya dalam rangka peningkatan kinerja pegawai perlu diarahkan sesuai dengan rencana pemimpin organisasi dan untuk dapat melihat tingkat kinerja tersebut harus dilakukan pengukuran-pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja akan dijadikan dasar untuk menentukan variabel dan konsep kinerja. Menurut Dharma (dalam Sularso, 2004:33), pengukuran kinerja adalah (1) kuantitas, yakni berapa banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan; (2) kualitas, yakni mutu hasil kerja yang dicapai; dan (3) waktu, yakni jangka waktu yang digunakan untuk penyelesaian pekerjaan. Di samping itu kinerja seseorang ditunjukkan oleh kemandiriannya, kreativitasnya, dan rasa percaya diri. Penilaian kinerja tidak hanya terbatas pada segi kuantitas dan kualitas saja, tetapi juga meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seperti (1) disiplin, (2) tanggung jawab, (3) kerjasama, dan (4) inisiatif dalam menyelesaikan tugas. Menurut Bernardin dan Russel (1995: 68), bahwa kinerja mencakup (1) quality, yaitu tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan; dan (2) quantity, yaitu jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. Kinerja diterntukan oleh (1) timelinsess, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain; (2) cost effectiveness, adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya organisasi (manusia, keuangan, tehnologi, material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi, atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya; dan (3) need for supervision, yaitu tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi. Dijelaskan oleh Swasto (1996), prestasi kerja secara umum dapat diukur melalui (1)
254 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3) pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan, (5) keputusan yang diambil, (6) perencanaan kerja, dan (7) daerah organisasi. Bellows (dalam As‟ad, 1985) menyatakan bahwa terdapat beberapa syarat untuk mengukur prestasi kerja yang baik adalah apabila lebih reliabel, realistis, representatif, dan predictable. Dan yang umum dipakai adalah kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi dan keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Kriteria ini akan berbeda pada setiap pekerjaan tergantung pada jenis pekerjaan dan tujuan organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka kinerja pegawai/karyawan ditentukan/diukur melalui selain kualitas dan kuantitas kerja juga oleh tanggung jawab, kemampuan dan kerjasama. Setelah mengemukakan beberapa teori tentang variabel yang diteliti, kemungkinan ada beberapa konsep yang ada dalam teori tersebut. Untuk itu kita perlu menjelaskan arti dari konsep yang kita pakai, sebab tiap orang mungkin punya pengertian yang berbeda dengan orang lain dalam mengartikan konsep. Menurut Singarimbun dalam Mardalis (2007:45) Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan fenomena yang sama. Dalam kenyataannya konsep dapat mempunyai tingkat generalisasi yang berbeda, semakin dekat suatu konsep kepada realita semakin mudah konsep tersebut diukur dan diartikan. Kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah kinerja yang dicapai oleh individu dalam melaksanakan tugasnya yang dipengaruhi oleh motivasi kerja dan perilaku kepemimpinan, sehingga kontribusi individu terhadap organisasi dalam proses pencapaian tujuan dapat diketahui. Untuk memudahkan pemahaman, kerangka konseptual dapat digambarkan seperti pada gambar 1. Motivasi Kerja (X1) Kepemimpinan (X2)
Kinerja Pegawai (Y)
Gambar 1. Model Kerangka Konseptual
Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah diuraikan dan menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan dikemukakan hipotesis bahwa: 1. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. 2. Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Tengah. 3. Motivasi dan kepemimpinan berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Metode Penelitian Berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian, kerangka konseptual dan rumusan hipotesis penelitian dimuka, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasional, sebagaimana dijelaskan oleh Arikunto (2009:247), merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya antara dua atau beberapa variabel. Dengan teknik korelasi seorang peneliti dapat mengetahui hubungan variasi dalam sebuah variabel dengan variasi yang lain, besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi, yang menerangkan sejauh mana dua atau lebih variabel berkorelasi serta menunjukkan tingkat signifikansi terbukti tidaknya hipotesis. Dengan demikian adalah sangat beralasan apabila digunakan penelitian ini dengan tujuan menjelaskan perihal hubungan pengaruh motivasi kerja dan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Menurut Danim (2007:87) populasi adalah universum yang dapat berupa orang, benda, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti. Sedangkan Mardalis (2007:53) berpendapat populasi adalah sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian, kasus-kasus tersebut dapat berupa orang, barang, binatang hal atau peristiwa.
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 255
Populasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu populasi target (target population) dan populasi survei (population survey). Populasi target adalah seluruh unit populasi, sedangkan populasi survei adalah sub unit dari populasi target untuk selanjutnya menjadi sampel penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan rincian seperti pada tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Populasi Penelitian Jumlah Pegawai No Struktur PNS Honorer Jumlah 1 Kepala Dinas 1 1 2 Sekretariat 10 2 12 3 Bidang Horti6 2 8 kultura 4 Bidang Sarana 6 3 9 Pengolahan dan Pemasaran 5 Bidang Ta- 11 2 13 naman Pangan 6 UPTD Balai 5 1 6 Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Jumlah 40 10 50
Sampel menurut Danim (2007:89) adalah sub-unit populasi atau populasi survei itu sendiri, yang oleh peneliti dipandang mewakili yang dipilih target, dengan kata lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar kemewakilannya. Adakalanya peneliti menentukan seluruh populasi menjadi sampel penelitian. Bailey berpendapat (dalam Danim 2007:87) bahwa idealnya seorang peneliti melakukan studi terhadap seluruh populasi untuk memberikan bobot penuh terhadap temuan-temuannya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini tidak menggunakan perwakilan untuk dijadikan sampel, sehingga penelitian ini disebut population research atau sensus dalam menentukan obyek penelitian, yakni seluruh pegawai yang berjumlah 50 orang di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Menurut Danim (2007: 101), variabel adalah merupakan sutu konsep yang mempunyai variasi nilai dan variasi nilai itu tampak jika variabel itu didefinisikan secara opera-
sional atau ditentukan tingkatannya. Ada dua jenis variabel yang popular, yaitu variabel bebas atau variabel penentu dan variabel terikat atau variabel terpengaruh. Kepopuleran dua jenis variabel ini banyak ditentukan oleh faktor kebiasaan, misalnya dalam penelitian korelasional yang bertujuan untuk menguji korelasi antara variabel X dengan variabel Y atau X1, X2 dengan Y dan sebagainya. Berdasarkan kerangka konseptual variabel penelitian terdiri dari satu variabel terikat yaitu kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Y), dan dua variabel bebas yaitu motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2), maka definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut : 1. Motivasi Kerja (X1) a. Motivasi Instrinsik 1) Loyalitas adalah kesetiaan dan kepatuhan terhadap segala ketentuan organisasi. 2) Tanggung jawab adalah tekad dan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan dengan penuh kesadaran dan kesungguhan) 3) Dedikasi adalah pengabdian dan kesiapan untuk mengorbankan tenaga, pikiran dan waktu untuk keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. b. Motivasi Ekstrinsik 1) Gaji adalah upah kerja yang diterima para pegawai setelah melaksanakan tugas dan kewajiban. 2) Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan untuk memperbesar gairah kerja. 3) Bonus adalah upah tambahan di luar gaji sebagai hadiah atau perangsang kerja. 4) Promosi adalah penghargaan yang berupa kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan atau pemberian kesempatan kepada semua pegawai untuk mengembangkan diri. 5) Lingkungan kerja adalah faktor pendukung dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan dalam bekerja. 2. Kepemimpinan (X2) a. Peranan yang Bersifat Interpersonal 1) Peranan sebagai figurehead. 2) Peranan sebagai leader (penggerak).
256 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
3) Peranan sebagai liaison (penghubung). b. Peranan yang Bersifat Informasional 1) Peranan sebagai pemonitor. 2) Peranan sebagai disseminator. 3) Peranan sebagai juru bicara (spokesmen) c. Peranan sebagai Pengambil Keputusan 1) Peranan sebagai entrepreneur. 2) Peranan sebagai penghalau gangguan (disturbance handler). 3) Peran sebagai pembagi sumber (resource allocator) 4) .Peranan sebagai negosiator. 3. Kinerja Pegawai (Y) a. Kuantitas hasil kerja (kesesuaian hasil/ pencapaian target pekerjaan dan ketepatan/kesesuaian waktu dalam penyelesaian tugas/pekerjaan). b. Kualitas hasil kerja (ketelitian dan kerapian, inisiatif pegawai terhadap tugas-tugas yang diberikan). c. Tanggung jawab pekerjaan (disiplin dan komitmen). d. Kemampuan dalam pekerjaan (pengetahuan dan keterampilan/keahlian). e. Kerjasama dalam pekerjaan (kerjasama dengan rekan kerja dan kerjasama dengan atasan). Analisis dilakukan dengan analisis regresi berganda dengan program komputer SPSS untuk mengetahui kemampuan dari variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. Hasil Penelitian dan Pembahasan Fungsi regresi yang dihasilkan dari data yang teruji validitas dan reliabilitasnya dengan program SPSS versi 17 untuk menganalisis lebih lanjut tentang model regresi. Perhitungan analisis regresi berganda tampak pada tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Berganda Model Koefisien Regresi F Hitung = 7,446 F Hitung = 4,047 Konstanta 0,923 Signifikan F = 0,02 X1 0,315 X2 0,663
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda di atas maka model persamaan re-
gresi linier berganda yang diperoleh adalah sebagai berikut: Y = 0,923 + 0,315 X1 + 0,663 X2 Persamaan garis regresi linier berganda ini dapat dilihat besarnya pengaruh variabel bebas yaitu yang terdiri motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2) terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Y) Penjelasan dari hasil persamaan regresi linier berganda di atas adalah sebagai berikut ini. 1. Besarnya nilai konstanta (a) menunjukkan nilai yang positif yaitu 0,923 di mana mempunyai arti adanya pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai apabila variabel motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2) tetap atau konstan. 2. Variabel motivasi kerja (X1) mempunyai nilai positif atau pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Pengaruh positif yang diberikan oleh variabel motivasi kerja (X1) adalah 0,315; berarti jika variabel motivasi kerja (X1) naik maka kinerja pegawai akan meningkat. 3. Variabel kepemimpinan (X2) mempunyai nilai positif atau pengaruh yang positir terhadap kinerja pegawai. Pengaruh positif yang diberikan oleh variabel kepemimpinan (X2) menunjukkan bahwa koefisien regresi untuk variabel kepemimpinan adalah 0,663 berarti apabila variabel kepemimpinan (X2) naik kinerja pegawai akan meningkat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi untuk variabel bebas (X) yang tidak lain adalah variabel motivasi kerja (X1) sebesar 0,315 dan kepemimpinan (X2) sebesar 0,663 memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja (Y) pegawai. Analisis varian garis regresi digunakan untuk mengetahui seberapa besar garis regresi penafsiran variabel bebas yang terdiri dari motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2) terhadap variabel terikat yaitu kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Y) berdasarkan analisis garis regresi linier berganda diperoleh hasil seperti pada tabel 3.
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 257 Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Variabel X1 , X2 , Y
R square 0,895 0,897 R
Adjusted R square 0,797
% 79,7 %
Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa koefisien determinasi (adjusted R square karena variabel bebas lebih dari dua) yang berfungsi untuk mengukur besarnya proporsi sumbangan variabel bebas (X) terhadap naik turunnya variabel terikat diperoleh nilai sebesar 0,797 Adapun besarnya proporsi sumbangan dua variabel bebas secara simultan adalah: adjusted R square × 100% = 0, 797 × 100% = 79,7% Angka tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas yang meliputi motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2), bersama-sama (serentak) menjelaskan (mempengaruhi) perubahan variabel terikat yaitu kinerja pegawai (Y) sebesar 79,7%. Namun ada pengaruh variabel lain kinerja pegawai diluar model ini atau dengan kata lain variabel yang tidak diteliti sebesar 20,3% yang berasal dari 100% - 79,7% = 20,3% yang ditunjukkan oleh variabel penggangu (e) yang terdapat pada persamaan garis linier berganda di atas. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini ada dua yang akan diuji dengan menggunakan uji regresi linear berganda secara serentak dan uji regresi linear berganda parsial. Hipotesis pertama menyatakan variabel motivasi kerja (X1) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Untuk membuktikan kebenarannya perlu diuji dengan menggunakan uji regresi parsial melalui uji t, dimana uji t ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Hasil rekapitulasi uji regresi parsial atau uji t tersaji dalam tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji t Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y Variabel thitung ttabel Sig. X1 6,757 2,012 0,039 X2 13,224 2,012 0,042 Berdasar tabel 4 dapat dikatakan bahwa variabel bebas motivasi kerja (X1) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Di
mana diperoleh thitung sebesar 6,757, sedangkan ttabel uji 2 sisi dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 50-2-1=47 hasil yang diperoleh untuk ttabel adalah 2,012. Kriteria pengujian H1 diterima jika thitung ≥ ttabel yang berarti Ho ditolak. Dari hasil analisis diperoleh 6,757 > 2,012, maka thitung > ttabel. Hal ini berarti secara parsial variabel moti-vasi kerja (X1) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sehingga hipotesis pertama dinyatakan diterima. Hipotesis kedua menyatakan variabel variabel kepemimpinan (X2) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Hasil analisis variabel kepemimpinan (X2) menunjukkan bahwa thitung 13,224, jika dibandingkan dengan ttabel maka thitung > ttabel yaitu 13,224 > 2,012 , Hal ini berarti secara parsial variabel motivasi kerja (X2) juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sehingga hipotesis kedua dinyatakan diterima. Hipotesis ketiga menyatakan secara serentak ada pengaruh yang signifikan variabel motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2) terhadap kinerja pegawaian Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Untuk menguji hipotesis ketiga ini digunakan uji regresi berganda melalui uji F dimana uji F ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 7,446 dengan tingkat signifikansi 0,02. Jika Fhitung = 7,446 dibandingkan dengan Ftabel = df=50-2-1=47 adalah 4,047, jadi 7,446 > 4,047, sedangkan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,02<0,05); maka Ho ditolak dan H1 diterima, sehingga berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa variebal bebas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Hal ini sesuai dengan hipotesis pertama yang di ajukan, sehingga hipotesis ketiga diterima.
258 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
Untuk menemukan variabel bebas mana yang mempunyai pengaruh dominan, maka terlebih dahulu harus diketahui besarnya proporsi sumbangan dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu dengan melihat nilai standardized coefficients masing-masing variabel bebas tersebut. Di mana X1=0,339 dan X2=0,663, dengan demikian maka variabel bebas yang paling dominan mempengaruhi variabel terikat adalah variabel X2 kepemimpinan. Dari analisis regresi diperoleh hasil bahwa variabel motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah koefesien regresi sebesar 0,315. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan motivasi kerja 1% bagi pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang terdiri dari loyalitas, tanggung jawab, dedikasi, gaji, insentif, bonus, promosi dan lingkungan kerja dapat meningkatkan kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebesar 0,315%. Diharapkan motivasi kerja yang kondisinya baik akan dapat terpelihara dan dipertahankan. Hal ini sesuai dengan pendapat responden yang dinyatakan dalam kesepuluh item/pertanyaan yang termasuk dalam variabel motivasi kerja tersebut. Berdasarkan uji pengaruh secara parsial ternyata variabel motivasi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah (tingkat signifikansi sebesar 0,039 < 0,050) dan untuk hasil thitung > ttabel yaitu 6,757 > 2,012. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa variabel motivasi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dari analisis regresi diperoleh hasil bahwa variabel kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian regresi sebesar 0,663. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan kepemimpinan sebesar 1%, yang terdiri dari peranan sebagai figurehead, peranan sebagai leader (pengge-
rak), peranan sebagai liaison (penghubung), peranan sebagai pemonitor, peranan sebagai disseminator, peranan sebagai juru bicara (spokesmen), peranan sebagai entrepreneur, peranan sebagai penghalau gangguan (disturbance handler), peran sebagai pembagi sumber (resource allocator), dan peranan sebagai negosiator dapat meningkatkan kinerja sebesar 0,663%. Adapun menurut pendapat pegawai mengenai indikator kepemimpinan kondisinya adalah baik, sehingga diperlukan upaya mempertahankan kondisi ini di lingkungan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Berdasarkan uji pengaruh secara parsial ternyata variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai (tingkat signifikansi sebesar 0,042 < 0,050) dan untuk hasil thitung > ttabel yaitu 13,224 > 2,012. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Kondisi kepemimpinan yang terjadi perlu dipertahankan agar kinerja pegawai dapat terpelihara dan ditingkatkan. Hasil analisis regresi dapat dibuktikan bahwa variabel motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu kinerja pegawai. Untuk mengetahui pengerauh kedua variabel bebas tersebut secara simultan atau serentak terhadap variabel terikat, maka dilakukan uji F. Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 7,446 lebih besar dari Ftabel yang hanya sebesar 4,047 (7,446 > 4,047), maka berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel bebas motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2) secara bersamasama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat kinerja pegawai (Y) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab terdahulu, maka kesimpul-
Zaitinnor, Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan …. 259
an yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini. 1. Variabel bebas motivasi kerja X1 ternyata berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan nilai uji t sebesar 6,757 > ttabel (2,012), sehingga hipotesis pertama dinyatakan diterima. 2. Variabel bebas kepemimpinan X2 ternyata juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja Pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan nilai uji t sebesar 13,224 > ttabel (2,012), sehingga hipotesis kedua dinyatakan diterima. 3. Kedua variabel bebas (motivasi kerja dan kepemimpinan) ternyata secara bersamasama (serentak) mempunyai pengaruh sebesar 79,7% terhadap kinerja pegawai, sehingga hipotesis ketiga dinyatakan diterima. Temuan ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja Pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah, perlu memperhatikan variabel motivasi kerja dan kepemimpinan. Saran-saran yang perlu dikemukakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah adalah sebagai berikut 1. Variabel motivasi kerja (X1) dan kepemimpinan (X2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang berarti atau bermakna terhadap kinerja, diharapkan tetap menjadi pertimbangan untuk diperhatikan guna menjaga dan meningkatkan kinerja Pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah. 2. Peningkatan faktor motivasi kerja dan kepemimpinan pegawai tetap menjadi kebijakan untuk meningkatkan kinerja. Adapun kebijakan pimpinan yang harus ditempuh, yaitu berusaha meningkatkan motivasi kerja setiap individu yang ada dalam organisasinya. Faktor-faktor motivasi kerja yang perlu dijaga adalah pertama menjaga dan memelihara motivasi instrinsik: loyalitas, tanggung jawab dan dedikasi para karyawan, yang kedua adalah meningkatkan Motivasi ekstrinsik: gaji, insentif, bonus, promosi, dan lingkungan kerja. Hal
ini untuk menjaga, memelihara dan meningkatkan kinerja setiap pegawai agar selalu berpartisipasi dan memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan organisasinya. 3. Faktor kepemimpinan juga semakin penting, dimana setiap manajer atau pimpinan organisasi harus memiliki tipe/gaya kepemimpinan yang sesuai untuk dapat memanajemen semua sumber daya yang ada agar dapat menjadi sinergi, sehingga seluruh/setiap sumber daya menjadi kesatuan kekuatan untuk mencapai tujuan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suhaimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Burby, Raymond J. 2004. Prinsip-prinsip Kepemimpinan. Yogyakarta: Liberty. Danim, Sudarwan. 2007. Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara. Faisal, Sanapiah. 2000. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen. Edisi II. Yogykarta: BPFE. Hasibuan, Malayu S.P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke 11. Jakarta: Bumi Aksara. Koncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Majer, Kenneth. 2006. Kepemimpinan Berbasis Nilai. Trans. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Manullang, M. 2004. Manajemen Personalia. Jakarta: Galia Indonesia. Mardalis. 2007. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara. Mathis, Robert L dan John H Jackson. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. LAN RI. 2008. “Kepemimpinan dalam Organisasi”. Modul Diklatpim III. Jakarta LAN RI. 2008. “Pemberdayaan Sumber Daya Manusia”. Modul Diklatpim III. Jakarta
260 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 247-266
Mulyadi, S. 2003. Ekonomi SDM dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Noe, Raymond A. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia: Mencapai Keunggulan Bersaing. Edisi ke 6. Jakarta: Salemba Empat. Priyatno, Dwi. 2011. SPSS Analisis Statistik Data Lebih Cepat Efisien dan Akurat. Yogyakarta: Mediakom. Radiany, Rahmadi. 2006. Kepemimpinan. Banjarmasin: Unlam. Rivai, Veithzal. 2004. Kiat Kepemimpinan Abad 21. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Siagian, Sondang P. 2004. Pengembangan Sumber Daya Insani. Jakarta: Sumber Bahagia. Siagian, Sondang P. 2002. Teori Pembangunan Organisasi. Cetakan ke 4. Jakarta: Bumi Aksara. Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke 3. Cetakan ke 1. Yogyakarta: STIE YKPN. Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendie. 2001. Metode Penelitian Survey. Cetakan ke 18. Jakarta: LP3ES. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke 12. Bandung: Alfabeta. Thoha, Miftah. 2010. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasi. Cetakan ke 20. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Thoha, Miftah. 2010. Kepemimpinan dalam Manajemen. Cetakan ke 15. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat. Winardi, J. 2009. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wursanto, I.G. Dasar-dasar Ilmu Organisasi Yogyakarta: ANDI. Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus (Desain & Metode), Jakarta: Raja Grafindo Persada. Zagladi, Abdul Latif. 2007. Manajemen Strategi, Orientasi ke Arah Nilai Tambah. Surabaya: STIE Mahardhika.