KAPASITAS PEREMPUAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI KREATIF KERAJINAN BORDIR ACEH
HAFNI ZAHARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014
Hafni Zahara NRP I351110021
RINGKASAN HAFNI ZAHARA. Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S HUBEIS dan ANNA FATCHIYA. Usaha kerajinan bordir Aceh merupakan usaha yang bersifat tradisional dan sudah dijalankan secara turun temurun. Usaha kerajinan ini erat hubungannya dengan pasar dan hasil akhir dari usaha ini adalah produk kerajinan yang dijual ke pasar. Namun pasar bersifat dinamis yaitu selalu melakukan perubahan melalui inovasi produk. Dalam hal ini, untuk meningkatkan kapasitasnya, perempuan pengusaha dituntut lebih kreativitas dan memiliki inovasi produk yang tinggi agar mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar, tetapi tidak merubah ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir khas Aceh. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengukur tingkat kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara. (2) menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini dilakukan terhadap perempuan pengusaha kerajinan bordir di Kabupaten Aceh Utara. Pemilihan lokasi kajian dilakukan secara purposive atau sengaja, berdasarkan pada potensi kerajinan bordir Aceh paling besar dibanding Kabupaten yang lain di Aceh, yaitu Kecamatan Muara Batu, Lhoksukon, Dewantara, Sawang, dan Nisam. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 175 pelaku usaha yang tersebar di seluruh Kabupaten Aceh Utara dengan sampel penelitian sebanyak 52 perempuan pengusaha kerajinan bordir secara Stratified Random Sampling dengan anggota populasi bersifat heterogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kapasitas perempuan dalam menjalankan fungsi usaha dan beradaptasi dengan pasar tergolong tinggi. Namun kapasitas memecahkan masalah modal berada pada kategori rendah. Kapasitas menjalankan fungsi usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh frekuensi mengikuti pameran, omset per bulan, cara pemasaran, dukungan keluarga/suami, dan dukungan pameran. Kapasitas memecahkan masalah modal dipengaruhi secara positif dan nyata oleh pengalaman usaha, frekuensi mengikuti pameran, omset per bulan, dukungan modal, dan dukungan pameran. Kapasitas beradaptasi dengan pasar dipengaruhi secara nyata dan negatif oleh jumlah anak balita. Kata kunci: kapasitas, peran perempuan, ekonomi kreatif, bordir.
SUMMARY HAFNI ZAHARA. The capacity of women in the development of the creative economy of Acehnese embroidery business. Guided by AIDA VITAYALA S HUBEIS and ANNA FATCHIYA The Acehnese creative embroidery business was a traditional business and has been run hereditarily. This creative business closely related to the market which the last result of this business was creative’s products for sale to the market. However, the market was dinamic where always make changes through products innovation. In this case, the entrepreneurs should be more creative and had high product innovation by developing woman’s (entrepreneurs) capacity to be able creting products that suit the market demand. But, this case didn’t change the Acehnese embroidery motives as the main characteristic of the products. The purpose of this study was: (1) to describe the level of woman capacity in the development of creative economy businesses of Acehnese embroidery in northern districts of Aceh. (2) to analyze the factors associated with the capacity of women in the creative economic development of Acehnese embroidery business in North Aceh. This study was conducted on woman entrepreneurs of embroidery in five districts namely Muara Batu, Lhoksukon, Dewantara, Sawang, and Nisam, North Aceh. The site selection of study was done purposively or intentionally, based on the huge potential of embroidery. The number of population in this study was 175 businesses, which were scattered throughout the northern districts of Aceh and the sample taken was as many as 52 women entrepreneurs embroidery. The sample taken used stratified random sampling whose population was heterogeneous. The results showed that the level of women's capacity to carry out the business functions and the capacity to adapt to the market was high, however, the capacity to solve the problem of capital was in the low category. The capacity to run the business function was influenced positively and significantly by the frequency of the exhibition, turnover/ month, marketing, family support/ husband, and exhibition support. The capacity to solve the problem of capital was influenced positively and significantly by the experience of the business, the frequency of the exhibition, turnover / month, capital support, and exhibition support. The capacity to adapt to market was influenced significantly and negatively by the number of children under five. Keyword: capacity, the role women, creative economy, embroidery
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAPASITAS PEREMPUAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI KREATIF KERAJINAN BORDIR ACEH
HAFNI ZAHARA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis
: Dr Ir Pudji Muljono MSi
Judul Tesis : Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh Nama : Hafni Zahara NIM : I351110021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis Ketua
Dr Ir Anna Fatchiya MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah ekonomi kreatif, dengan judul Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis dan Dr Ir Anna Fatchiya Msi selaku pembimbing atas segala bimbingan yang tak mengenal lelah, kesabaran yang luar biasa dan saran yang hebat serta segala kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini. Terimakasih kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah MSc selaku ketua program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Bapak Dr Ir Pudji Muljono MSi selaku dosen penguji pada ujian tesis, dan Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh MSi selaku dosen penguji program studi, juga seluruh dosen pada program studi PPN IPB. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional atas Beasiswa BPPS yang diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh responden, informan, dan narasumber lainnya di instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara serta enumerator yang telah membantu dalam mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih dan penghargaan paling dalam penulis tujukan kepada Abdullah suami tercinta yang selalu sabar menemani setiap langkah perjuangan ini dengan penuh cinta dan pengorbanan. Juga kepada bidadari kecil kami Balqis Assyifa Azra yang hadir pada saat perjuangan menyelesaikan pendidikan. Teristimewa kepada ayah Murdani Syam dan ibu Hafsah yang telah bersusah payah melahirkan, merawat, membesarkan, dan mendidik penulis sehingga bisa menempuh pendidikan tinggi hingga seperti sekarang ini. Untuk Pak wa Jarnawi Syam dan Bunda Etty, terimakasih atas cinta dan kasih sayangnya, serta semua saudara yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini. Terimakasih kepada sahabat seperjuangan angkatan 2011 PPN, Pak Iwan, Pak Akrab, Pak Darojad, Pak Suherdi, Pak Zainuddin, Pak Multi, Rafnel, Rikhlata, Nini, Krisna, dan Bu Irma atas dukungan dan kebersamaan selama ini. Teman-teman di Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IKAMAPA) Aceh dan adikadik di Asrama mahasiswi Malahayati Aceh. Penulis menyadari ketidaksempurnaan karya ilmiah ini, saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2014
Hafni Zahara
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusaan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
9 9 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekonomi Kreatif Konsep Kapasitas Peran Perempuan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Peranan Penyuluhan dalam Pengembangan Kapasitas Kerajinan Bordir Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
4 4 8 10 11 17 18 20
METODE Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
22 22 22 23 24 25 26
HASIL DAN PEMBAHASAN 31 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 31 Usaha Kerajinan Bordir Aceh 32 Program Penyuluhan dan pemberdayaan 34 Karakteristik Pribadi Pengusaha Kerajinan Bordir 35 Karakteristik Usaha Perempuan Pengusaha 39 Karakteristik Eksternal Perempuan Pengusaha 42 Kapasitas Perempuan Pengusaha Kerajinan Bordir dan Faktor-Faktor yang Berhubungan 47 Kapasitas Pengusaha Kerajinan Bordir 47 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas 53
DAFTAR ISI Lanjutan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
59 59 59
DAFTAR PUSTAKA
60
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL 1. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran karakteristik pribadi pelaku usaha. 2. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran karakteristik usaha. 3. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran faktor eksternal yang mempengaruhi usaha. 4. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran kapasitas responden. 5. Jenis industri kerajinan Aceh Utara 6. Jumlah produksi kerajinan bordir Aceh 7. Sebaran responden menurut umur 8. Sebaran responden menurut pendidikan formal 9. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pelatihan 10. Sebaran responden menurut pengalaman usaha 11. Sebaran responden menurut jumlah anak balita 12. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pameran 13. Sebaran responden menurut jumlah modal awal usaha 14. Sebaran responden menurut omset per bulan 15. Sebaran responden menurut cara pemasaran 16. Sebaran responden menurut jumlah tenaga kerja 17. Sebaran responden menurut jumlah mesin jahit 18. Sebaran responden menurut dukungan modal 19. Sebaran responden menurut dukungan keluarga/suami 20. Bentuk dukungan suami terhadap usaha 21. Sebaran responden menurut dukungan pameran 22. Sebaran responden menurut dukungan bahan baku 23. Tingkat kapasitas pengusaha kerajinan bordir 24. Jenis produksi kerajinan sentra kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara
27 28 29 30 32 33 36 36 37 38 38 39 39 40 41 42 42 43 43 44 46 46 48 50
25. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas menjalankan fungsi usaha 26. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas memecahkan masalah modal 27. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas beradaptasi dengan pasar
55 56 58
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
Transformasi perekonomian dunia menurut Toffler (1980) Kerangka berpikir operasional Skema penarikan sampel Proses produksi kerajinan bordir Aceh Saluran distribusi produk kerajinan bordir Aceh
4 21 23 49 51
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kabupaten Aceh Utara 2. Dokumentasi Penelitian
65 65
PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif memiliki kontribusi ekonomi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, ekonomi kreatif perlu dikembangkan karena dapat menciptakan iklim bisnis yang positif, dapat memperkuat citra dan identitas bangsa Indonesia, mendukung pemanfaatan sumberdaya yang terbarukan, merupakan pusat penciptaan inovasi dan pembentukan kreativitas, dan memiliki dampak sosial yang positif (DEPDAG 2008). Adapun yang termasuk dalam ekonomi kreatif adalah jasa periklanan, arsitektur, seni, pasar barang antik, kerajinan, desain, perancang busana, film, video (termasuk animasi), perangkat lunak, hiburan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan, perangkat lunak dan pelayanan komputer, televisi dan radio, sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 6 Tahun 2009 tentang Ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif pertama sekali dikenalkan oleh Toffler (1987), dimana dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi dalam tiga gelombang, yaitu: gelombang ekonomi pertanian, gelombang ekonomi industri, dan terakhir gelombang ekonomi informasi. Saat ini sedang dikembangkan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. Pada pelaksanaannya ekonomi kreatif lebih mengedepankan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), dibandingkan dengan gelombang ekonomi sebelumnya yaitu ekonomi pertanian dan industri yang lebih mengedepankan sumber daya alam (SDA). Namun, pemanfaatan kedua sumberdaya tersebut secara optimal dapat menyukseskan pengembangan usaha ekonomi kreatif. Tujuan pengembangan ekonomi kreatif secara umum adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan melestarikan kebudayaan lokal suatu daerah. Untuk mengatasi permasalahan ekonomi, pengembangan ekonomi kreatif sangat diperlukan yakni perekonomian kreatif yang menjual keanekaragaman budaya Indonesia, yang berlandaskan kearifan lokal sehingga kelestariannya akan terjaga serta dikenal secara global (Rini dan Czafrani 2010). Selain untuk mengatasi permasalahan ekonomi, pengembangan ekonomi kreatif juga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah karena mampu menyerap tenaga kerja. Pada beberapa jenis produk, hasil produksi industri kecil di bidang pangan, sandang, kulit, kimia, dan bidang kerajinan mempunyai prospektif untuk ekspor (Hubeis 2010). Oleh karena itu, dalam rangka otonomi daerah pemerintah memberikan perhatian yang lebih optimal guna meningkatkan produktivitas pada sektor ini (Hamdan 2008). Salah satu jenis ekonomi kreatif yang dikembangkan di Aceh Utara adalah ekonomi kreatif bidang kerajinan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan penyelesaian produknya. Kerajinan tersebut berupa kreasi desain motif bordir ukiran khas Aceh yang dituang dalam berbagai model tas motif Aceh, dompet, tas laptop, travel bag, pakaian, dan
2 berbagai asesoris lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada observasi lapangan, sentra kerajinan khas motif Aceh yang terdapat di daerah Aceh Utara cukup berkembang, hal ini terlihat pada banyaknya permintaan pasar akan kerajinan Aceh tersebut, baik lokal, nasional maupun internasional. Usaha kerajinan bordir Aceh merupakan usaha yang bersifat tradisional dan sudah dijalankan secara turun temurun. Usaha kerajinan ini erat hubungannya dengan pasar, dan hasil akhir dari usaha ini adalah produk kerajinan yang dijual kepasar. Namun pasar bersifat dinamis yaitu selalu melakukan perubahan melaui inovasi produk. Dalam hal ini dituntut kreativitas dan inovasi produk yang tinggi untuk mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar, namun tidak merubah ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir khas Aceh, dengan meningkatkan kapasitas perempuan pengusaha. Keterlibatan perempuan dalam pengembangan ekonomi kreatif juga harus diperhatikan, hal ini dikarenakan peran perempuan sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi kreatif. Sebagian besar ekonomi kreatif membutuhkan, kreatifitas, ketelatenan dan ketelitian dalam menghasilkan suatu produk (JPKU 2006). Jika dipandang dari segi kuantitas, jumlah penduduk perempuan terutama di daerah Aceh Utara lebih besar dari penduduk laki-laki, yaitu 59.2 % perempuan dan 40.8 % laki-laki (BPS Aceh Utara 2011). Jika kualitas keseluruhan penduduk tersebut bermutu di semua kelompok umur dan jenis kelamin, maka akan menjadi potensi pembangunan yang sangat besar. Secara umum terdapat lima permasalahan yang menjadi pokok perhatian dalam rencana pengembangan ekonomi kreatif untuk pencapaian tahun 2015, salah satunya adalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku dalam industri kreatif yang membutuhkan perbaikan dan pengembangan untuk mampu mengembangkan ekonomi kreatif (Depdag 2008). Permasalahan utama yang dialami oleh usaha kerajinan bordir Aceh dalam menjalani dan mengelola usaha, diantaranya adalah kemampuan pengusaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh dalam pemasaran, modal dan pengelolaan manajemen usaha (Disperindag 2012). Utami (2007) juga mengemukakan bahwa, permasalahan dalam industri kecil adalah rendahnya kapasitas pengrajin dalam hal perencanaan, pengelolaan keuangan, kewirausahaan, keberlanjutan usaha, dan pertumbuhan skala ekonomi.
Perumusaan Masalah Umumnya pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh masih mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahanya, antara lain adalah kemampuan dalam bidang pemasaran, akses modal, dan pengelolaan manajemen usaha (Disperindag 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya kapasitas perempuan dalam mengelola usaha kerajinan bordir Aceh. Adanya keterbatasan akses terhadap sumberdaya seperti modal, bahan baku, keterampilan, dan pemasaran merupakan salah satu penyebab sulitnya perempuan pengusaha untuk melakukan pengembangan kapasitas usaha serta kapasitas dirinya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan perempuan pengusaha dalam mengembangkan usahanya.
3 Peningkatan kapasitas perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh merupakan sasaran yang seharusnya menjadi tujuan pembangunan industri kecil. Sehingga dengan SDM yang berkualitas dan mempunyai kreatifitas yang tinggi akan mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar tanpa menghilangkan ciri khas daerah yaitu motif bordir khas Aceh. Dengan demikian, akan membawa pengrajin ke arah keberlanjutan dan kemajuan usaha. sehingga akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat industri kecil. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana tingkat kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara? (2) Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh?
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengukur tingkat kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara. (2) Menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Bagi perguruan tinggi diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir dan juga dapat mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut. (2) Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintah pusat maupun daerah yang berkepentingan dengan kebijakan ekonomi kreatif, terutama tentang pengembangan kapasitas perempuan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari SDM sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari basis SDA ke basis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Alvin Toffler dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri, dan yang ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat inilah merupakan gelombang ekonomi kreatif yang berorientasi pada ide dan gagasan kreatif, seperti yang terlihat pada Gambar 1 di bawah ini
Gambar 1. Transformasi perekonomian dunia menurut Toffler (1987) Istilah ekonomi kreatif pada mulanya dikemukakan oleh seorang kreator berkebangsaan Inggris, John Howkins, melalui bukunya yang berjudul Creative Economy, How People Make Money from Ideas. Menurut Howkins (2001), ekonomi kreatif adalah “kegiatan ekonomi yang output inputnya adalah berupa gagasan yang orisinil yang patennya dapat dilegalkan dan dilindungi dengan instrumen hukum. Sedangkan menurut New England Foundation of The Arts pengertian ekonomi kreatif (creative economy) diartikan sebagai “represented by the cultural core”, termasuk didalamnya pekerjaan dan industri yang fokus pada produksi dan distribusi barang budaya, jasa, dan kekayaan intelektual (Setiawan 2012). Saat ini ekonomi kreatif memang sedang dikembangkan, hal ini penting untuk peningkatan lapangan kerja dan wirausaha, bagi peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya. Secara politik, Departemen Perdagangan (2008) menyatakan bahwa ekonomi kreatif perlu dikembangan karena: (1) memberi kontribusi ekonomi yang semakin nyata terhadap produk domestik bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan volume dan nilai ekspor, (2)
5 menciptakan iklim bisnis yang positif dan kondusif, (3) dapat memperkuat citra dan identitas bangsa Indonesia, (4) mendukung pemanfaatan sumberdaya yang terbarukan, (5) merupakan pusat penciptaan inovasi dan pembentukan kreatifitas, dan (6) memiliki dampak sosial yang positif. Departemen Perdagangan RI (Setiawan 2012) melaporkan bahwa ekonomi dan industri kreatif berkontribusi signifikan terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional. Pada periode 2002-2006 saja rata-rata kontribusinya sebesar 6.28%. Pada tahun 2008 kontribusi ekonomi kreatif sebesar Rp 151 triliun atau naik signifikan (2.4%) dari tahun 2006 yang besarnya baru sekitar Rp 104 787 triliun. Tingkat pertumbuhan industri ekonomi kreatif di Indonesia memang sangat fluktuatif. Pada periode 2002-2006 pertumbuhannya hanya 0.74% (jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional waktu itu, 5.24%). Namun, jika dirataratakan, tingkat pertumbuhannya sebesar 2.32% dengan pertumbuhan tertinggi mencapai 8.17% pada tahun 2004. Departemen Perdagangan RI (2008) memprediksi bahwa industri kreatif memiliki prospek yang cerah beberapa tahun ke depan. Prediksi tersebut didasari oleh besarnya peluang-peluang sebagai berikut: (1) perubahan perilaku pasar dan konsumen, (2) tumbuhnya era produksi non massal, (3) porsi konsumsi produk dan jasa ekonomi kreatif yang relatif besar, (4) porsi pasar dalam negeri yang besar, (5) keragaman sosio-kultural Indonesia, (6) kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB masih berpeluang untuk ditingkatkan karena Indonesia baru 6%, sedangkan pada tahun 2007 Inggris bisa mencapai 8.2%, Amerika 11.12%, dan Ekonomi global 7.3%. Tetapi pada pelaksanaannya, industri kreatif di Indonesia masih banyak menghadapi tantangan, di antaranya adalah sebagai berikut: (1) masih lemahnya kesiapan SDM kreatif, (2) masih minimnya lembaga pendidikan yang mampu menghasilkan insan kreatif, (3) beragamnya sosio-kultural, (4) masih minimnya kesiapan perangkat negara (birokrasi) untuk mendukung industri yang berbasis intellectual property, (5) semakin terbukanya pasar (perdagangan bebas), (6) belum adanya standar kelayakan bisnis bagi proses dan karya kreatif, terutama untuk memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh lembaga-lembaga keuangan formal, (7) belum siapnya lembaga-lembaga keuangan formal bagi mendukung industri kreatif terjadi karena masih kesulitan dalam menilai kelayakan (feasible) karya kreatif yang sulit memenuhi kriteria perbankan (bankable). Departemen Perdagangan RI (2008), mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai kegiatan usaha yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Adapun subsektor yang merupakan industri yang berbasis kreativitas adalah sebagai berikut : 1. Periklanan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik, pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, brosur, dan penyewaan kolom atau spot untuk iklan.
6 2. Arsitektur, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perncanaan biaya kontruksi, konservasi bangunan wrisan (heritage), urban desain, desain interior, dan arsitektur taman (arsitecture lanscape). 3. Pasar barang seni, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar, swalayan, supermarket, dan internet (misalnya alat musik, peretakan, kerajinan, film, seni rupa dan lukisan) 4. Kerajinan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan penyelesaian produknya, antara lain meluputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, perunggu, tembaga, besi), kayu, kaca, porselain, marmer, kain, tanah liat dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumah yang relatif kecil (bukan produksi massal). 5. Desain, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, Desain produk, desain industri, konsultasi, jasa riset, produksi kemasan, dan jasa pengepakan. 6. Fesyen, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian dan aksesorisnya, konsultasi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. 7. Video, film, dan fotografi, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produk video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk didalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film. 8. Permainan interaktif, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi permainan komputer, serta video yang bersifat hiburan, ketangkasan dan edukasi. Selain untuk hiburan, permainan kreatif juga berfungsi untuk alat bantu pembelajaran dan edukasi. 9. Musik, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukan, reproduksi dan distribusi dari rekaman suara. 10. Seni pertunjukan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan, (misalnya pertunjukan balet, tarian tradisional, teater dan opera), tatapanggung, tata pencahayaan, dan desain busana pertunjukan. 11. Penerbitan dan percetakan, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital. juga termasuk penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, obligasi, surat saham, foto-foto, kartu pos, rekaman mikro film, dan sebagainya. 12. Layanan komputer dan piranti lunak, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, penglolaan data, pengembangan data base, pengembangan piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal perawatannya.
7 13. Televisi dan radio, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kerasi, produksi, dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, realitishow, infotainment), penyiaran dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi. 14. Riset dan pengembangan, kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemua ilmu dan teknologi danpenerapan ilmu dan teknologi tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, materal baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebuthan pasar, termasuk yang terkait dengan humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra,dan seni, serta jasa konsultasi bisnis dan manajemen. Dalam model pengembangan ekonomi kreatif ada lima pilar yang harus diperkuat sehingga industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang mencapai visi dan misi ekonomi kreatif Indonesia. Kelima pilar tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Industri, yaitu bagian dari kegiatan masyarakat yang terkait dengan produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi produk dari sebuah negara atau area tertentu yang menghasikan produk kreatif. 2. Teknologi, yaitu suatu entitas, baik material dan non material produk proses fisik dan mental untuk mencapai nilai tertentu, termasuk metodemetode, alat analisis (tools) dan tekniknya. 3. Sumberdaya, yaitu input yang diperlukan dalam proses penciptaan nilai tambah, selain kreatifitas yang ada pada insani. 4. Institusi, yaitu tatanan sosial termasuk kebiasaan, norma, adat aturan, serta hukum yang berlaku. Tatanan sosial ini bisa yang bersifat informal seperti sistem nilai, adat istiadat dan norma, dan yang formal dalam bentuk peraturan perundang-undangan. 5. Lembaga intermediasi keuangan, yaitu lembaga yang menyalurkan pendanaan kepada pelaku industri kreatif, baik dalam bentuk modal/ekuitas maupun pinjaman/kredit. Subsektor kerajinan (industri furnitur, kerajinan kulit, rotan, bambu, kerajinan dari bahan kain seperti bordir, dan batik termasuk didalamnya) memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi dengan tingkat keterampilan pekerja yang mampu dikuasai oleh segala lapisan masyarakat. Sehingga, apabila industri ini dibenahi dengan benar, ia akan berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan dan turut serta mengurangi angka kemiskinan (Depdag 2008). Salah satu ciri yang melekat pada ekonomi kreatif adalah inovasi dan kreativitas, yaitu memiliki ide dan gagasan juga penciptaan nilai (Depdag 2008). Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1, tentang desain industri, desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan keduanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk mengahsilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka konsep ekonomi kreatif dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan usaha yang dihasilkan dari pemanfaatan
8 kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Kegiatan usaha dilakukan untuk menciptakan sebuah produk sehingga dapat dijual ke pasar dan memperoleh keuntungan. Kegiatan usaha tersebut merupakan usaha kerajinan bordir yang umumnya dikelola oleh pengusaha perempuan yang terdapat di Aceh Utara. Usaha kerajinan bordir Aceh, dikatakan sebagai ekonomi kreatif karena memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Deperindag tersebut, yaitu kerajinan bordir Aceh adalah usaha kerajinan yang berupa hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang, hiasan untuk bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam, mutiara, manik-manik, dan payet. Desain motif bordir yang digunakan sangat beragam, mulai dari desain motif tradisional yang merupakan motif tradisi yang sudah turun temurun digunakan dan dikombinasikan dengan motif yang modern sehingga tidak ketinggalan zaman, tanpa menghilangkan ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir Aceh. Penggunaan warna kain dan benang juga sangat beragam, awalnya penggunaan warna kain dan benang adalah warna khas daerah Aceh yaitu warna hitam, merah, kuning, dan hijau. Tetapi seiring berjalannya waktu, saat ini penggunaan warna sudah sangat bervariasi dan dikombinasikan antara komposisi warna tradisi dan modern yaitu warna biru, merah muda, jingga, dan lain sebaginya sesuai dengan permintaan pasar dan trend warna yang sedang berkembang saat ini. Selain kombinasi warna yang menarik, perubahan fungsi produk juga marupakan salah satu ciri kreativitas, dimana pada saat ini kerajinan bordir tidak hanya berupa tas dan pakaian, tetapi terdapat banyak produk yang dihasilkan dari kerajinan bordir Aceh yaitu dompet, dompet HP, tempat tissu, tas lap top, koper, bantalan sofa, bed cover, kerudung, perlengkapan sholat, dan lain sebagainya.
Konsep Kapasitas Kapasitas secara umum diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Secara harfiah istilah kapasitas berasal dari Bahasa Inggris capacity, yang artinya kemampuan, kecakapan, dan daya tampung yang ada. Kapasitas juga memiliki arti yang sangat luas tidak hanya sekedar sebagai suatu bentuk kemampuan. Liou (Fatchiya 2010a) menyatakan bahwa kapasitas mengarah pada konteks kinerja (performance), kemampuan (ability), kapabilitas (capability) dan potensi kualitatif suatu objek atau orang. Selanjutnya Milen (2001) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan secara tepat fungsi-fungsinya secara efektif, efesien, dan berkelanjutan. United Nation Development Program UNDP (Fatchiya 2010a) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, lembaga atau masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsinya, memecahkan masalah, dan dalam menyusun dan mencapai tujuan yang bekelanjutan, seperti yang dikatakan bahwa “capacity as the ability of individuals, institutions and societies to perform
9 functions, solve problems, and set and achieve objectives in a sustainable manner.” Dalam hal ini kapasitas yang dimaksud mengacu pada tiga ranah yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Konsep kapasitas harus dipahami sebagai suatu nilai yang harus dipegang, dalam proses dengan pembangunan masyarakat. Menurut Morgan (2006), kapasitas merupakan aset dan keterampilan yang diperlukan dalam implementasi program pembangunan, dan diperlukan pengorganisasian infrastruktur kolektif dari keterampilan, kepandaian dan pemecahan masalah dan efek bagi masyarakat itu sendiri. Terdapat lima aspek utama konsep kapasitas, yaitu menurut Morgan (2006) yaitu : (1) Kapasitas terkait dengan pemberdayaan (empowerment) dan identitas (identity), yang diperlukan agar organisasi atau sistem tetap bertahan, tumbuh dan berkembang lebih kompleks. Itu semua membutuhkan kekuatan, kotrol, dan ruang. Kapasitas dikembangkan bersama-sama dengan masyarakat dalam mengontrol kehidupannya sendiri dalam berbagai bentuk. (2) Kapasitas harus dikerjakan dengan kemampuan kolektif (collective ability), seperti pengkombinasian atribut dalam sistem, pertukaran nilai, dan membangun relasi yang kuat. (3) Kapasitas sebagai suatu fenomena sistem yang bersifat tetap atau kondisional. Kapasitas adalah sifat yang muncul sebagai efek interaksi. Sebagai hasil yang dinamis seperti kombinasi kompleks antara perilaku, sumberdaya, strategi, dan keterampilan. (4) Kapasitas sebagai keadaan yang potensial. Kapasitas bersifat laten bertolak belakang dengan energi kinetik. Berbeda dengan kinerja yang memiliki arti implementasi atau hasil dari aplikasi/penggunaan kapasitas. Sebagai kualitas laten kapasitas yang sulit dinyatakan secara jelas, sehingga sulit untuk diterapkan, dikelola dan diukur. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang berbeda untuk pengembangan, pengelolaan, perkiraan, dan monitoring. (5) Kapasitas sebagai kreasi nilai masyarakat (creation of public value). Kapasitas yang bernilai kekuatan, kontrol, dan sumberdaya dinyatakan sebagai kemampuan suatu kelompok atau sistem yang memberi kontribusi yang positif bagi kehidupan masyarakat. Dari berbagai konsep kapasitas diatas, konsep kapasitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada kemampuan yang diperlukan dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik, mengatasi masalah-masalah dalam usaha, dan kemampuan dalam beradaptasi (Fatchiya 2010b). Dalam hal ini kapasitas perempuan adalah kemampuan perempuan pengusaha kerajinan bordir dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik (fungsi produksi dan pemasaran), mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapai pada usahanya terutama masalah modal, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan mode saat ini, yaitu mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar.
10 Peran Perempuan Peran perempuan dalam dunia usaha atau bisnis sangat dibutuhkan, dimana perempuan selain mengurusi kebutuhan keluarga dirumah juga membantu suami menambah pendapatan rumah tangga. Secara empiris, peran perempuan didalam rumahtangga dan diluar rumah tangga menimbulkan kompleksitas fungsi, tugas dan kewajiban yang menuntut mereka untuk mampu memprediksi dan mengalokasikan potensi yang dimiliki dengan tepat. Para perempuan sebagai ibu rumahtangga harus mampu memutuskan kapan, dimana dan bagaimana menjalankan tugas sebagai isteri, ibu, menejer rumahtangga, pencari nafkah dan anggota masyarakat. Harapan ini menuntut kemampuan supra manajerial perempuan dalam menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang berlaku (Hubeis 1992). Secara garis besar ada tiga pandangan umum dalam literatur mengenai perempuan dan industrialisasi. Pertama, keterlibatan perempuan dalam industri telah mampu mengangkat derajat perempuan dan kerjanya ke dunia yang lebih kentara, mendobrak struktur patriarkal didalam rumah dan keluarga, serta memberinya posisi tawar yang lebih baik. Kedua, keterlibatan perempuan dalam industri merupakan suatu hal negatif dan bersifat eksploitatif, karena upah yang rendah, tidak adanya perbaikan upah dan kondisi kerja, hubungan dengan laki-laki sering bersifat patriarkal dan sering menjadi kekerasan seksual. Ketiga, keterlibatan perempuan dalam industri bisa terjadi pada pekerjaan yang sangat eksploitatif tetapi membawa perbaikan posisi sosial dan ekonomi bagi dirinya (Saptari dan Holzner 1997). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kecenderungan perempuan lebih menyukai terlibat dalam kegiatan industri rumahtangga dari pada kegiatan industri dalam pabrik. Jam kerja yang lebih luwes dalam industri rumahtangga merupakan keuntungan besar bagi perempuan yang telah berkeluarga terutama yang mempunyai anak balita. Melalui industri rumahtangga mereka masih bisa mengawasi anak-anaknya, Boserup (Widiastuty 2009). Sari R (2002) menemukan bahwa kaum perempuan berpotensi dalam meningkatkan pendapatan rumahtangga, dimana pendapatan rumahtangga dibentuk dari kontribusi pendapatan setiap anggota rumahtangga dalam usia kerja. Penelitian Sondakh (1985) mengenai peran perempuan desa dalam kesejahteraan keluarga dan masayarakat di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa peran perempuan tidak terbatas hanya pada satu aspek dalam kehidupan, tetapi mencakup berbagai peran diantaranya pekerjaan mencari nafkah, pekerjaan rumahtangga dan berbagai kegiatan sosial yang masing-masing mempunyai arti dalam peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Demikian juga, Saskara (1998) dalam penilitianya mengenai sumberdaya perempuan Bali mengemukakan bahwa peran perempuan cukup menonjol dalam keluarga di Bali. Dari segi pendapatan, kontribusi pendapatan isteri terhadap pendapatan keluarga lebih kecil dibandingkan suami, padahal jika dilihat dari segi penggunaan waktu, maka penggunaan waktu isteri, baik untuk kegiatan rumahtangga maupun mencari nafkah lebih banyak dari pada jam kerja suami.
11 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dirinya sendiri yaitu karakteristik personal atau pribadi dan karakteristik usaha. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Karakteristik personal dan karakteristik usaha sebagai faktor internal akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal ini adalah pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. Faktor-faktor karakteristik internal yang diduga akan berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif adalah umur, pengalaman usaha, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, jumlah anak balita, frekuensi mengikuti pameran, omset per bulan, jumlah modal awal usaha, cara pemasaran, jumah tenaga kerja, dan jumlah mesin jahit. Sedangkan faktor eksternalnya adalah dukungan modal, dukungan suami/keluarga, dukungan pameran, dan dukungan bahan baku. Umur Umur adalah usia seseorang dalam menjalani hidupnya. Berdasarkan taraf perkembangan individu, umur dikelompokkan pada usia balita, usia anak-anak, usia remaja, usia dewasa, dan usia lanjut. Secara ekonomi pembagian umur seseorang didasarkan atas umur produktif dan umur tidak produktif. Umur produktif berkisar antara 15 sampai 65 tahun, dan sebaliknya umur di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun digolongkan sebagai umur tidak produktif. Umur produktif adalah umur yang paling baik dalam melaksanakan pekerjaan seseorang dimana kemampuan bekerja untuk memperoleh pendapatan atas pekejaannya tersebut masih bisa optimal. Robbins (1996) mengemukakan pendapat tentang efek yang ditimbulkan oleh usia pada pergantian karyawan, kemangkiran, produktivitas dan kepuasan. Terdapat beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa: (1) semakin tua usia seseorang maka semakin kecil kemungkinannya berhenti dari pekerjaan, (2) usia memiliki hubungan terbalik dengan kemangkiran, orang dengan usia yang lebih tua memiliki kemampuan yang lebih tinggi dengan masuk kerja yang lebih teratur, (3) tidak terbukti bahwa semakin tua usia maka produktivitas semakin menurun akibat menurunnya kecekatan, kecepatan, kekuatan dan koordinasi, jika ada penurunan karena usia, maka akan diimbangi dengan pngalaman, (4) pada individu yang pofesional kepuasan cenderung meningkat dengan meningkatnya usia, pada individu yang non profesional kepuasan cenderung menurun dengan meningkatnya usia pada setengah baya dan akan naik lagi pada tahun-tahun berikutnya. Penelitian Yunita (2011) menunjukkan bahwa umur berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas seseorang. Bird (1996) menemukan bahwa faktor umur individu wirausaha memiliki hubungan yang positif terhadap keberhasilan usaha. Juga penelitian yang dilakukan oleh Fatchiya (2010b) menunjukkan bahwa umur berperan dalam meningkatkan kapasitas seseorang. Berdasarkan pendapat
12 tersebut, umur mempengaruhi perilaku perempuan pengusaha dalam melaksanakan aktivitas usaha, dan akan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Pengalaman usaha Secara umum pengalaman usaha adalah pengalaman seseorang yang diperoleh selama mengelola dan menjalankan suatu usaha. Pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Ranupandojo 1985). Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Manulang 1984). Menurut Bird (Utami 2007), pembelajaran yang diperoleh dari pegalaman memberikan kemampuan (ability) bagi seseorang untuk : (1) belajar dari pengalaman yang berasal dari kegagalan dan keberhasilan, (2) merefleksikan pengalaman dengan melibatkan ego, emosi dan asumsi untuk melihat apa yang akan terjadi, (3) mengabstraksi pengalaman yang dialami dan menghubungkan dengan pengalaman orang lain, kemudian membuat prediksi apa yang akan dilakukan, (4) mencoba sesuatu yang baru pada masa yang akan datang. Pengalaman usaha dalam hal ini merupakan pengetahuan atau keterampilan perempuan yang telah diketahui dan dikuasai akibat dari pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu dalam menjalankan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. Tingkat Pendidikan Menurut Undang-Undang (UU) Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.” Pendidikan bertujuan untuk menjadikan seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal, sebagaimana yang dinyatakan UNESCO dengan empat pilar pendidikan, yaitu : (1) learning to know; belajar untuk mengetahui, (2) learning to do; belajar untuk berbuat, (3) learning to be; belajar untuk menjadi dirinya sendiri, dan (4) learning to live together; belajar untuk hidup bersama dengan orang lain. Pendidikan juga mengantarkan orang selalu menjadi modern sebagaimana yang dinyatakan oleh Alex Inkeles (Asngari 2008) yang menyebutkan bahwa salah satu ciri orang modern menempatkan pendidikan formal yang ditunjang oleh frekuensi mengikuti pelatihan dan pendidikan informal, sebagai suatu yang sangat
13 tinggi nilainya. Hal ini karena adanya kepercayaan bahwa orang menguasai lingkungan dan dunianya dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsep pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, dan pendidikan informal yang merupakan pendidikan sosialisasi dalam keluarga. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan secara resmi dan tertentu disekolah yang pelaksanaannya diatur secara sistematis berdasarkan aturan dan kurikulum yang baku serta mempuyai tujuan sesuai dengan jenjang pendidikannya sejak dari taman kanakkanak sampai perguruan tinggi. Proses pendidikan yang dimaksudkan adalah menyiapkan peserta didik bagi tugas perkembangan dimasa datang, baik secara individu, makhluk sosial, sebagai warga negara maupun yang terkait dengan tugas atau profesi tertentu melalui pengembangan kemampuan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang terjadi diluar sekolah, yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi dari pendidikan nonformal adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Menurut Tampubolon (2001) pendidikan non formal merupakan suatu kegiatan pendidikan diluar sistem pendidikan formal dan bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam arti luas. Salah satu pendidikan non formal adalah penyuluhan (Wiriaatmadja 1983). Supriatna (1997) juga menyebutkan bahwa pendidikan non formal dapat berupa penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis yang lain dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan seseorang. Jumlah Anak Balita Balita (bawah lima tahun) merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Jumlah anak balita dalam hal ini adalah jumlah anak balita yang dimiliki oleh pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. Kapasitas perempuan pengusaha juga dipengaruhi oleh jumlah anak balita yang dimiliki, dengan memiliki balita maka waktu yang dibutuhkan perempuan untuk mengelola usaha tersebut akan terbagi, karena balita masih memerlukan perhatian khusus dari orang tuanya, terlebih bila balita tersebut belum masuk usia sekolah. Kendala lain yang dialami perempuan pengusaha yang mempunyai anak balita adalah sulitnya membagi waktu untuk mengikuti pelatihan. Dalam mengikuti pelatihan, perempuan pengusaha membutuhkan waktu khusus dan biasanya berlangsung seharian. Ini akan membuat perempuan pengusaha sulit untuk memutuskan apakah ikut pelatihan yang akan menunjang usahanya atau tetap dirumah mengasuh anak balita mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiastuty (2009) yang mengatakan bahwa, kendala anakanak dan nilai ekonomi membatasi peremuan untuk meningkatkan kapasitas, dimana perempuan enggan mengikuti pelatihan di luar komunitas, dikarenakan mereka harus meninggalkan anak-anak di rumah dan meninggalkan pendapatan dari usaha yang biasanya mereka peroleh.
14 Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh pengusaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan mendapatkan laba. William J. Stanton (Basu Swasta 2010) pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Selain itu menurut Philip Kotler (2001), pemasaran adalah kegiatan manusia yang bertujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran. Pengertian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa pemasaran merupakan proses pertemuan antara individu dan kelomok dimana masing-masing pihak ingin mendapatkan apa yang mereka butuhkan atau iginkan melalui proses menciptakan, menawarkan, dan pertukaran. Konsep pemasaran merupakan sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Basu Swasta 2010). Dalam kegiatan pemasaran, dikenal konsep 4P tambah 1P yaitu: Product, Price, Placement, Promotion, dan People. Konsep ini dapat diterapkan oleh seorang wirausaha dalam memulai suatu bisnis. Product merupakan kegiatan menentukan produk/jasa yang akan ditawarkan ke pasar umumnya menjadi langkah paling awal. Ide mengenai produk bisa didapatkan dari beberapa sumber. Cara termudah adalah dengan membandingkan langsung produk sejenis seperti yang ingin dijual, dan melakukan riset kecilkecilan ke target pasar mengenai kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut. Hasil dari riset tersebut diharapkan memberikan informasi yang lebih akurat bagi wirausaha mengenai prospek pasar yang akan dimasukinya dan produk seperti apa yang diharapkan oleh target pasar. Adapun yang terasuk bagian produk adalah kualitas, merek dan kemasan, style, tingkat pelayanan, dan lain-lain. Price yaitu menentukan harga produk yang akan dipasarkan. Harga produk yang akan dijual tentunya harus bisa diterima dipasaran, artinya harga harus sesuai dengan kualitas arang yang akan dipasarkan. Cara yang umum digunakan adalah dengan menggunakan patokan hitungan biaya produk tersebut dari awal disiapkan hingga siap jual. Setiap produk memiliki berbagai komponen biayanya sendiri, dari awal produksi hingga produk tersebut dipajang di rak-rak display penjualan. Adapun yang termasuk kedalam price adalah tingkat harga, potongan harga, syarat-syarat pembayaran, dan waktu pembayaran. Placement merupakan tempat atau saluran distribusi. Dalam hal ini didefinisikan sebagai tempat untuk memasarkan produk atau jasa yang ditawarkan (elemen penting bagi produk dapat diakses oleh konsumen). Pertimbangkan manajemen yang efektif dari saluran distribusi, harus dilakukan untuk produk mencapai tempat yang tepat pada waktu yang tepat dan dalam kondisi yang tepat. Yang termasuk kedalam place adalah saluran distribusi, lokasi penjualan, jangkauan distribusi, pengangkutan, persediaan, dan penggudangan. Promotion merupakan proses mengenalkan suatu produk akan dikenalkan ke pasar agar pelanggan tergerak untuk membelinya. Salah satu cara berpromosi efektif adalah dengan beriklan. Bagi wirausaha yang baru memulai bisnis, iklan dilakukan dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensinya. Untuk
15 mendapatkan efektifitas beriklan sebaiknya dilakukan pemilihan media iklan yang benar-benar cocok dengan karakter target pasar dari produk. Adapun yang termasuk kedalam bagian promosi adalah periklanan, pembelian langsung, promosi penjualan, dan publisitas. People (orang/SDM), inti dari pemasaran yang semula berorientasi pada produk (producer), kemudian bergeser menjadi orientasi penjualan (seller), pemasaran (marketer), dan terakhir berorientasi pada pelayanan yang dilakukan oleh orang atau sumber daya. Cara pemasaran produk ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh adalah cara pelaku usaha memasarkan produk yang telah dihasilkan oleh usahanya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pemasaran secara langsung yaitu proses memasarkan produk usahanya secara langsung ketangan konsumen ditempat usahanya atau penjualan tatap muka, sedangkan pemasaran secara tidak langsung adalah proses memasarkan produk usahanya melalui media, baik media cetak, media elektronik promosi penjualan atau memberikan potongan harga, maupun promosi merek dan kemasan. Memanfatkan perkembangan IT melalui media online untuk melakukan promosi juga dapat meningkatkan citra perusahaan atau usaha, juga dapat memperluas kerjasama maupun pasar yang tiada batas, (Pusparini 2011). Jumlah Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu dari faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Jumlah tenaga kerja dalam hal ini adalah banyaknya orang yang bekerja pada usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh yang masih produktif. Klasifikasi pengusaha dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang umum digunakan di Indonesia yaitu berdasarkan tenaga kerja. BPS (1995) membagi empat kriteria dalam industri: (1) industri kerajinan dan rumah tangga yaitu perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang, (2) industri kecil yaitu perusahaan dengan tenaga kerja 5-19 orang, (3) industri sedang atau menengah yaitu perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang, dan (4) industri besar adalah perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang. Faktor tenaga kerja berpengaruh terhadap peningkatan produksi industri kecil kerajinan, juga tingkat keahlian (skill), modal usaha manajemen usaha dan faktor pemasaran. Apabila tenaga kerja pada suatu usaha berkompeten sesuai dengan bidang pekerjaannya maka akan meningkatkan pengembangan usaha (Maisaroh 2008). Hasil penelitian Wahyudi (2011) juga mengatakan bahwa merekrut SDM atau tenaga kerja yang potensial dan kreatif, maka akan dapat meningkatkan pengembangan usaha dan meningkatkan pendapatan.
16 Dukungan Modal Dalam sebuah kegiatan usaha, hal yang paling utama dibutuhkan adalah modal, baik berupa modal dalam bentuk dana ataupun modal kemauan dan pengalaman. Besar kecilnya modal yang dibutuhkan tergantung dari besar kecinya usaha yang akan didirikan. Semakin besar modal yang dimiliki akan semakin mendukung kesuksesan usaha yang akan didirikan. Modal merupakan sejumlah uang atau barang yang digunakan dalam menjalankan usaha, baik meliputi modal dalam bentuk uang, maupun dalam bentuk barang, misalnya mesin, barang-barang dagangan, dan lain sebagainya (Riyanto B 1995). Pendanaan atau modal dalam konteks penguatan usaha bersumber dari pribadi, pemerintah, perbankan, swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan sumber dana lainnya (Hubeis 2010). Dukungan modal dalam hal ini adalah ada atau tidaknya bantuan modal untuk usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh, baik dari pemerintah maupun swasta. Dukungan atau tambahan modal dalam sebuah usaha sangat penting. Dengan adanya penambahan modal usaha baik dari pihak internal maupun eksternal akan memberikan kemudahan dalam mengelola usaha sehingga mudah dalam meraih kesuksesan. Hasil penelitian Maisaroh (2008) juga mengatakan bahwa faktor modal merupkan faktor yang dominan berpengaruh terhadap penigkatan produksi industri kerajinan kecil. Dukungan Keluarga/Suami Kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha atau perempuan pengusaha sangat dipengaruhi oleh dukungan keluarga terutama suami, karena suami merupakan faktor pendukung utama bagi perempuan pengusaha (Hubeis 2010). Dukungan keluarga/suami perempuan pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh merupakan izin dari keluarga/suami untuk menjalani usaha dan memberikan dukungan baik moril maupun materi. Dukungan yang diberikan oleh suami tidak hanya sebatas memberi izin atas usaha. Namun dukungan tersebut juga berupa keikutsertaan suami dalam mengelola usaha misalnya membantu membeli bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi suatu barang, membantu proses pemasaran, dan juga membantu penambahan modal usaha. hal ini akan menjadikan perempuan pengusaha lebih percaya diri dalam mengelola usaha. Frekuensi Mengikuti Pameran Pameran adalah suatu kegiatan penyajian karya seni rupa untuk dikomunikasikan sehingga dapat diapresiasi oleh masyarakat luas (Abdurrachman 1990). Pameran juga merupakan suatu bentuk dalam usaha jasa pertemuan, yang mempertemukan antara produsen dan pembeli namun pengertian pameran lebih jauh adalah suatu kegiatan promosi yang dilakukan oleh suatu produsen, kelompok, organisasi, perkumpulan tertentu dalam bentuk menampilkan display produk kepada calon relasi atau pembeli. Pameran berfungsi sebagai ajang promosi produk yang dihasilkan sehingga dikenal oleh masyarakat luas.
17 Pameran juga diartikan sebagai salah satu wujud produk museum dalam memberikan beragam pengetahuan yang dapat memenuhi suatu kebutuhan manusia akan pengetahuan dan rekreasi (McLean 1997). Dengan demikian pameran sangat penting diikuti oleh perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh utuk menambah pengetahuan tentang produk kerajinan dan untuk memamerkan produk kerajinan yang telah dihasilkan dari usahanya. Kegiatan pameran dan pergelaran memiliki manfaat dan fungsi yang dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung adalah sebagai media untuk berekspresi diri, berkomunikasi, pengembangan bakat, dan apresiasi. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah dapat mengembangkan kepekaan terhadap alam sekitar dan menambah kehalusan budi pekerti. Pameran atau pergelaran berfungsi sebagai media ekspresi diri bagi pembuat karya seni. Dengan adanya pameran atau pergelaran seseorang diberi kesempatan untuk membuat karya seni untuk kemudian diperlihatkan. Jadi, frekuensi mengikuti pameran dalam penelitian ini adalah jumlah pameran yang diikuti oleh perempuan pengusaha kerajnan bordir Aceh dalam setahun.
Peranan Penyuluhan dalam Pengembangan Kapasitas Penyuluhan merupakan pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan secara mandiri, dan membangun masyarakat madani. Pengertian penyuluhan bukanlah sekedar penerapan tentang kebijakan penguasa, bukan hanya diseminasi teknologi, bukuan program charity yang bersifat darurat, dan bukan program untuk mencapai tujuan yang bukan merupakan kepentingan pokok kelompok sasaran. Tetapi penyuluhan merupakan program pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri dan membangun masyarakat madani (Slamet 2003). Van Den Ban, A.W dan H.S Hawkins (2001) juga mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Peran penyuluh dalam pengembangan kapasitas tidak bisa dilepas dari filosofi penyuluhan itu sendiri, yaitu membantu perempuan pengusaha agar mereka mampu menolong dirinya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Kegiatan penyuluhan tidak hanya pada penyelesaian masalah, tetapi sampai pada membuat pengrajin “perempuan pengusaha” berdaya; berdaya dalam konteks industri kerajinan ini adalah: (1) berdaya dalam usaha/mampu melakukan produksi, (2) berdaya dalam mengambil keputusan, (3) berdaya dalam keberlanjutan usaha. Keberdayaan akan mengarahkan mereka mencapai kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Asngari (2008) mengatakan bahwa, dalam kegiatan penyuluhan menggunakan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, yaitu terdapat tujuh falsafah-falsafah yang dapat menyukseskan keberhasilan penyuluhan, yaitu: (1) falsafah pendidikan, (2) pentingnya individu, (3) falsafah demokrasi, (4) falsafah bekerjasama, (5) falsafah membantu klien untuk membantu dirinya sendiri, (6) falsafah kontinyu, dan (7) falsafah membakar
18 sampah secara tradisional yaitu membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien dengan memilah-milahkan keadaan individu klien. Proses penyuluhan juga dapat dilakukan melalui pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu program pemberdayaan, dimana peningkatan kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan borir Aceh juga dapat ditingkatkan melalui program pelatihan, baik pelatihan yang dilakukan oleh pihak internal usaha maupun pihak eksternal yaitu dia terkait. Widiastuty (2009) mengatakan bahwa pelatihan keterampilan dapat meningkatkan wawasan dan kemampuan perempuan pengusaha sehingga dapat meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan. Pemberdayaan adalah “a social action pocess that promotes participation of people, organizations,and communities towards the goals of increase individual and community contol, political, efficacy, improved quality of comonity life and social justice.” Wallerstein (Setiawan 2012). Pemberdayaan pada hakekatnya adalah penguatan kemampuan, kemauan, keterampilan, keberanian, daya penafsiran dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat atau kelompok yang berada di bawah dominasi penguasa. Menurut Hubeis (2010), faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberdayaan sumberdaya perempuan dapat digolongkan menjadi faktor internal dan eksternal : faktor internal, yang meliputi aspek pengetahuan (konitif), keterampilan/skill (psikomotorik) dan mental (afektif). Karena itu, sangatlah penting bagi perempuan untuk dapat mengenyam pendidikan yang diperlukannya baik pendidikan formal maupun frekuensi mengikuti pelatihan, mengasah keterampilan yang dapat mendukungnya ditengah masyarakat, dan menempa mentalitasnya sebagai perempuan mandiri dalam menyambut peran strateginya sebagai isteri, ibu, warga masyarakat dan tenaga kerja yang potensial; sedangkan faktor eksternal menjadi faktor penentu keberhasilan dalam memberdayakan faktor-faktor internal tersebut. Faktor eksternal dapat berupa lingkungan eksternal yang diharapkan merupakan sesuatu yang kondusif bagi upaya pemberdayaan sumberdaya perempuan. Misalnya keberanian dan kesadaran dari lingkungan terdekat perempuan, terutama suami dan keluarga yang mendukung pemberdayaan tersebut. Juga kebijakan dan peraturan pemerintah yang memberi keleluasaan bagi perempuan untuk mengembangkan diri, fisik-mental-spiritual, dan partisipasi aktif diberbagai sektor dan kegiatan pembangunan yang berwawasan gender. Karenanya diperlukan suatu upaya penyadaran peran gender yang holistik, sinergis, dan berkesinambungan.
Kerajinan Bordir Salah satu produk tekstil dan merupakan bagian dari karya seni siap pakai (applied art) adalah bordir, yang didalamnya terdapat desain, yang menyangkut dengan perencanaan gambar atau benda yang akan dibordir dengan berbagai fungsi, bentuk, dan ragam hias yang diterapkan. Kualitas dan keindahan produk bordir ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu (1) teknik pembuatannya, (2) komposisi warna benang, (3) dan ragam hias atau motif yang digunakan, (Ninies Maria TS. (1992:17).
19 Bordir merupakan hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang, hiasan utuk bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam, mutiara, manik-manik, dan payet. Kain dan benang yang dipakai untuk seni bordir berbeda-beda menurut tempat dan negara. Sejak ribuan tahun yang lalu, kain atau benang dari wol, linen, dan sutera sudah dipakai untuk membuat bordir dan sulaman. Dengan kata lain bordir adalah kerajinan rakyat yang memerlukan ketekunan dan ketelatenan dalam pengerjaannya. Kerajinan bordir telah tumbuh di beberapa daerah dengan motif dan rancangan khas daerah masing-masing. Kerajianan bordir merupakan salah satu sektor usaha unggulan yang dapat menopang peningkatan taraf hidup masyarakat di Indonesia. Novrita (2013) juga mengemukakan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan usaha perempuan pengrajin bordir di Provinsi Sumatera Barat. Kerajinan bordir juga terbukti mampu menembus pasar ekspor. Produk bordir pada umumnya berupa barang-barang kebutuhan rumahtangga dan busana. Namun jenis busana yang paling dominan terutama busana wanita. Oleh karena itu ragamhias atau motif bordir dasar jenis-jenis tumbuh-tumbuhan banyak digunakan karena mencerminkan segi kewanitaan. Dengan kata lain, bordir berorientasi pada sifat-sifat mayoritas konsumen, Suhersono (2004). Tahap pekerjaan secara garis besar dibagi menjadi 10 macam (Budiastuti 1990) : 1. Menyediakan dan menyiapkan alat-alat yang diperlukan 2. Menyiapkan dan membuat desain motif 3. Memindah atau menjiplak desain motif pada kain yang hendak dibordir 4. Memasang kain yang sudah diberi motif pada ring 5. Memilih, menentukan dan memasang benang bordir pada mesin bordir 6. Menyiapkan, memeriksa dan menggerakkan mesin bordir yang hendak dipakai 7. Membuat bordiran sesuai dengan motif pada kain 8. Membuat krawang dengan alat solder apabila krawang tidak dibuat langsung dengan mesin bordir 9. Membersihkan sisa-sisa benang bordir yang melekat dibalik permukaan kain yang sudah dibordir 10. Menyetrika hasil bordiran agar kelihatan bagus. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerajinan tas bordir Aceh adalah kain prada hujan, kain beldru, kain kerah, kain furing/lapisan, benang, jarum, dan motif yang telah didesain terlebih dahulu. Setelah selesai proses bordiran, baru ditambah hiasan seperti manik-manik, mutiara, batu hiasan dan lain-lain. Untuk produk tas yang diekspor, bahan baku yang digunakan adalah kain japandrill karena lebih kuat dan tahan lama, dan harganya juga lebih mahal dibandingkan dengan kain prada hujan. Jenis motif bordiran yang digunakan pada kerajinan bordir Aceh adalah motif khas Aceh, yaitu motif pintoe Aceh (pintu rumah Aceh), motif pucuk rebung, motif gayo, dan lain-lain. Diantara ragam motif tersebut, motif yang paling tren dan sulit untuk dibuat adalah motif pintoe Aceh, dibandingkan dengan motif lainnya.
20 Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur berpikir proses penelitian yang akan dilakukan. Alur berpikir dimulai dari kenyataan bahwa usaha kerajinan bordir Aceh merupakan usaha yang bersifat tradisional yang sudah dijalankan secara turun temurun. Usaha kerajinan ini erat kaitannya dengan pasar, dimana pasar selalu bersifat dinamis yaitu selalu melakukan perubahan dan inovasi. Dalam hal ini dibutuhkan kapasitas perempuan pengusaha yang tinggi untuk mampu menciptkan produk yang sesuai dengan keinginan atau selera pasar, namun tanpa merubah ciri khas dari kerajinan bordir tersebut yaitu motif bordir khas Aceh. Kapasitas yang tinggi diperlukan untuk dapat menciptakan dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam menghasilkan sebuah produk kerajinan bordir, sehingga mampu menciptakan produk dengan motif yang beragam dan hasil yang berkualitas, untuk menjaga keberlanjutan usaha dan mampu mempertahankan kualitas, mengingat kerajinan bordir Aceh sudah sangat berkembang hingga ke tingkat pasar internasional. Untuk itu tingkat kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh harus terus ditingkatkan. Kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dirinya sendiri yaitu karakteristik personal atau pribadi dan karakteristik usaha. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Karakteristik personal dan karakteristik usaha sebagai faktor internal akan mempengaruhi kemampuan perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh dalam melaksanakan pekerjaannya. Faktor-faktor karakteristik intenal yang diduga akan berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif adalah umur, pengalaman usaha, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, jumlah anak balita, frekuensi mengikuti pameran, omset per bulan, modal awal usaha, cara pemasaran, jumah teaga kerja, dan jumlah mesin jahit. Sedangkan faktor eksternalnya adalah dukungan modal, dukungan suami/keluarga, dukungan pameran, dan dukungan bahan baku. Konsep kapasitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada kemampuan dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik, mengatasi masalah-masalah dalam usaha, dan kemampuan dalam beradaptasi (Fatchiya 2010a). Dalam hal ini kapasitas perempuan adalah kemampuan perempuan pengusaha kerajinan bordir dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik (pengelolaan produksi dan pemasaran), mampu mengatasi masalah modal yang dialami pada usaha, juga mampu beradaptasi dengan perkembangan mode saat ini (mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar).
21 Kerangka Berpikir Operasional Faktor Internal Karakteristik pribadi (X1) X1.1 Umur X1.2 Pendidikan formal X1.3 Frekuensi mengikuti pelatihan X1.4 Pengalaman usaha X1.5 Jumlah anak balita X1.6 Frekuensi mengikuti pameran KarakteristikUsaha(X2) X2.1 Omset per bulan X2.2 Jumlah modal awal usaha X2.3 Cara pemasaran X2.4 Jumlah tenaga kerja X2.5 Jumlah mesin jahit Faktor Eksternal (X3) X3.1 Dukungan modal X3.2 Dukungan keluarga/suami X3.3 Dukungan pameran X3.4 Dukungan bahan baku
Kapasitas Perempuan Pengusaha Kerajinan Bordir (Y) Y.1 Menjalankan fungsi fungsi usaha (produksi dan pemasaran) Y.2 Memecahkan masalah (modal) Y.3 Beradaptasi (mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar).
Gambar 2. Kerangka berpikir operasional
Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan suatu pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih, yang dinyatakan dalam suatu kalimat (Kerlinger 2002). Mengacu pada masalah dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka hipotesis penelitian adalah kapasitas perempuan yang tinggi dalam pengembangan usaha berhubungan secara nyata dengan karakteristik pribadi pengusaha, karakteristik usaha, dan faktor eksternal. Adapun hipotesis kerja penelitian ini adalah: H1 Karakteristik individu berhubungan secara nyata terhadap kapasitas perempuan dalam menjalankan fungsi usaha (produksi dan pemasaran), mengatasi permasalahan modal, dan beradaptasi dengan pasar. H2
Karakteristik usaha berhubungan secara nyata terhadap kapasitas perempuan dalam menjalankan fungsi usaha (produksi dan pemasaran), mengatasi permasalahan modal, dan beradaptasi dengan pasar.
H3
Faktor eksternal berhubungan secara nyata terhadap kapasitas perempuan dalam menjalankan fungsi usaha (produksi dan pemasaran), mengatasi permasalahan modal, dan beradaptasi dengan pasar.
22
METODE Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode survai, yaitu metode yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 1995). Metode survai umumnya digunakan pada penelitian sosial, dengan tujuan untuk menerangkan suatu fenomena sosial atau suatu peristiwa (event) sosial. Penelitian survai dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala sosial tertentu atau aspek kehidupan tertentu pada masyarakat yang diteliti dan dapat mengungkapkan secara jelas kaitan antar berbagai gejala sosial (Singarimbun dan Effendi 1995). Dalam metode survai juga dikerjakan evaluasi serta perbandinan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang lain dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan dimasa mendatang. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survai korelasional yang dilaksanakan untuk melihat hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Variabel pada penelitian ini adalah: karakteristik pengusaha kerajinan bordir Aceh (X1), karakteristik usaha ketajinan bordir Aceh (X2), faktor eksternal (X3), kapasitas perempuan pengusaha kerajinan bordir (Y). Untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel dilakukan uji statistik sebagai suatu pendekatan penelitian kuantitatif, dan dikuatkan dengan pendekatan kualitatif guna memberikan diskripsi atas hasil uji statistik.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Aceh tepatnya di Kabupaten Aceh Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Aceh Utara merupakan sentra unit usaha kerajinan bordir Aceh yang ada di Provinsi Aceh. Kabupaten Aceh Utara terdiri dari 27 kecamatan, kemudian dipilih lima kecamatan yaitu Kecamatan Muara Batu, Lhoksukon, Dewantara, Sawang, dan Nisam. Kecamatan Muara Batu merupakan salah satu wilayah sentra kerajinan bordir yang sedang dikembangkan dan menjadi salah satu klaster kerajinan bordir andalan Kabupaten Aceh Utara. Kecamatan Muara Batu, khususnya Desa Ulee Madon adalah pemasok terbesar kerajinan bordir Aceh, sekitar 80% tas bordir yang terdapat ditoko souvenir Aceh merupakan kerajinan tas produk Ulee Madon. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2013.
23 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan 2009). Populasi juga merupakan keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Stratified Random Sampling, yaitu metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan kemudian sampel diambil secara acak dari tiap strata tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bodir Aceh yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara. Unit analisis bersifat individu, yaitu pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh yang masih aktif melakukan usahanya. Jumlah populasinya adalah sebanyak 175 pelaku usaha yang tersebar di seluruh Kabupaten Aceh Utara yang bersifat heterogen yaitu pengusaha besar dan kecil. Dari sejumlah populasi yang ada, maka diambil sampel sebanyak 52 pelaku usaha dengan kriteria 26 usaha besar dan 26 usaha kecil. Kriteria penentuan usaha besar adalah usaha yang memiliki tenaga kerja lebih dari 20 orang, sedangkan untuk kriteria usaha kecil adalah usaha yang jumlah tenaga kerjanya di bawah 20 orang, menurut BPS (1995). Kabupaten Aceh Utara (175 Unit Usaha)
Kecamatan Muara Batu (45 Usaha)
Usaha besar (25)
n=6
Kecamatan Lhok Sukon (35 Usaha)
Kecamatan Dewantara (30 Usaha)
Kecamatan Sawang (35 Usaha)
Kecamatan Nisam (30 Usaha)
Usaha kecil (20)
Usaha besar (18)
Usaha kecil (17)
Usaha besar (15)
Usaha kecil (15)
Usaha besar (15)
Usaha kecil (20)
Usaha besar (15)
Usaha kecil (15)
n=6
n=6
n=4
n=5
n=5
n=4
n=6
n=5
n=5
Gambar 3. Skema penarikan sampel
24 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama yang harus terpenuhi agar dapat menjawab permasalahan untuk mencapai tujuan penelitian. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh langsung dari responden dan orangorang yang berhubungan dengan objek penelitian yang mencakup data usaha ekonomi kreatif sentra kerajinan bordir Aceh. Proses mendapatkan data primer ini melalui teknik pengumpulan data dalam bentuk kuesioner, wawancara dan observasi langsung. Data primer yang diperlukan antara lain: (X1) Karakteristik pribadi pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir, yaitu meliputi: umur, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, pengalaman usaha, jumlah anak balita, dan frekuensi mengikuti pameran. (X2) Karakteristik usaha yaitu : omset per bulan, jumlah modal awal usaha, cara pemasaran, jumlah tenaga kerja, dan jumlah mesin jahit. (X3) Faktor Eksternal yang berhubungan dengan kapasitas yaitu: dukungan modal, dukungan keluarga/suami, dukungan pameran, dan dukungan bahan baku. Data sekunder adalah data pendukung yang diperlukan untuk memberikan tambahan informasi untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ada di lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah: (1) buku data industri kecil dan menengah Tahun 2012, dinas perindustrian dan perdagangan Aceh Utara, (2) buku Aceh Utara dalam angka 2012 dari BPS, (3) peta wilayah Kabupaten Aceh Utara, (4) Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, (5) undang-undang tentang kepariwisataan, (6) undang-undang tetang ketenagakerjaan, dan (7) foto lokasi penelitian. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan data primer dan sekunder. Untuk memperoleh data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, metode mengumpulkan data dilakukan dengan pendekatan survai. Menurut Nazir (1983), pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Secara umum, metode pengumpulan data dibagi atas tiga cara yaitu : metode pngamatan langsung, metode dengan menggunakan pertanyaan, dan metode khusus. Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan beberapa teknik, yaitu : (1) Pengamatan langsung, yaitu data yang dikumpulkan dengan observasi langsung. Data observasi meliputi lokasi penelitian pada saat survey awal pra penelitian, observasi pada unit usaha untuk mengamati proses produksi kerajinan bordir, dan observasi untuk mengetahui metode pemasaran pada lokasi pameran Pekan Kebuadayaan Aceh ke – 6 (PKA 6) di taman ratu safiatuddin Banda Aceh.
25 (2) Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan tatap muka dan wawancara langsung dengan responden penelitian dengan menggunankan pedoman wawancara terstruktur dalam bentuk kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya (3) Indeph interview, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci atau responden terpilih untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dan mengklarifikasi informasi yang diperoleh sebelumnya. Informan kunci pada penelitian ini adalah pemilik usaha kerajinan bordir “Bungong Rauza” yang terdapat di Desa Ulee Madon Kecamatan Muara Batu, dengan kriteria usaha besar; dan pemilik usaha “Ananda Bodir” yang terdapat di Desa Lhok Kuyun Kecamatan Sawang, dengan kriteria usaha kecil. Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan dari penelitian ini dianalisis uji statistik. Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterprestasikan (Singarimbun dan Effendi 1995). Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Analisis data dilakukan setelah mengumpulkan data melalui wawancara, pengukuran dan observasi diolah melalui beberapa tahapan, seperti editing, coding, scoring, entry data, cleaning data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan: karakteristik lingkungan masyarakat dan keadaan usaha kerajinan bordir Aceh melalui wawancara mendalam. 2. Analisis statistik deskriptif, digunakan untuk menggambarkan: karakteristik pribadi perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh yaitu meliputi: umur, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, pengalaman usaha, jumlah anak balita, dan frekuensi mengikuti pameran; karakteristik usaha yaitu : omset per bulan, jumlah modal awal usaha, cara pemasaran, jumlah tenaga kerja, dan jumlah mesin jahit; faktor eksternal yang berhubungan dengan kapasitas yaitu: dukungan modal, dukungan keluarga/suami, dukungan pameran, dan dukungan bahan baku; dan kapasitas perempuan dalam menjalankan fungsi usaha, kapasitas dalam mengtasi masalah modal juga kapasitas dalam beradaptasi. 3. Analisis statistik inferensial dengan uji korelasi Rank Spearman dilakukan menggunakan uji statistik nonparametrik dengan menggunakan bantuan program windows exel untuk menginput data dan software Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17.0 for Windows. Untuk melihat tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas maka digunakan uji korelasi Rank Spearman pada taraf kepercayaan 0.05% dengan rumus persamaan:
Keterangan: rs = Koefisien korelasi Rank Spearman di = Selisih antar jenjang n = Banyaknya subyek
26 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel-variabel yang diteliti dapat mudah dipahami dan memiliki makna yang sesuai dengan tujuan penelitian, jika diberi ketepatan makna sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda. Selanjutnya untuk dapat mengukur variabel-variabel yang telah ditetapkan maka diberian penjelasan lebih lanjut yang bersifat operasional atau definisi operasional yang dapat diukur (Kerlinger 2002). Pengukuran adalah pemberian angka pada obyek-obyek atau kejadiankejadian menurut suatu aturan (Kerlinger 2002). Dalam pengukuran, yang perlu diperhatikan adalah terdapat kesamaan yang dekat antara realitas sosial yang diteliti dengan nilai yang diperoleh dari pengukuran. Oleh sebab itu, suatu instrumen pengukur dipandang baik apabila hasilnya dapat merefleksikan secara tepat realitas dari fenomena yang hendak diukur (Singarimbun dan Effendi 1995). Berdasarkan pengertian tersebut, pengukuran terhadap empat variabel, yaitu (1) karakteristik pribadi (X1), (2) karakteristik usaha (X2), (3) faktor eksternal (X3), dan (4) Kapasitas (Y) dilakukan sebagai berikut : (1) Karakteristik pribadi (X1) adalah ciri-ciri yang melekat pada diri perempuan sebagai individu yang diduga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. (2) Karakteristik usaha (X2) adalah ciri-ciri yang melekat pada usaha yang dijalani oleh perempuan yang diduga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. (3) Faktor eksternal (X3) adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu dan usaha yang diduga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. (4) Kapasitas (Y) adalah kemampuan perempuan pengusaha kerajinan bordir dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik (pengelolaan produksi dan pemasaran), mampu mengatasi permasalahan modal yang dihadapi dalam usaha, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan mode saat ini (mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar). Karakteristik Pribadi Karakteristik pribadi merupakan ciri-ciri yang melekat pada diri perempuan sebagai individu yang diduga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. Karakteristik pribadi pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh yang diduga berpengaruh adalah umur, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, pengalaman usaha, jumlah anak balita, dan frekuensi mengikuti pameran. Variabel yang dapat diamati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran karakteristik pribadi pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh dapat dilihat pada Tabel 1
27 Tabel 1
Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran karakteristik pribadi pelaku usaha
Variabel Teramati X1.1 Umur
Definisi operasional Parameter pengukuran Masa hidup yang Dihitung mulai dari telah dilalui tahun kelahiran dan responden dibulatkan ke ulang tahun terdekat pada saat penelitian dilakukan X1.2 Pendidikan Pendidikan formal Dihitung berdasarkan formal yang pernah diikuti jumlah tahun responden pendidikan formal yang pernah dan sedang diikuti X1.3 Frekuensi Pelatihan dan Dihitung berasarkan mengikuti pemberdayaan yang jumlah hari pelatihan pelatihan pernah diikuti oleh dan pemberdayaan responden yang pernah diikuti dalam satu tahun X1.4 Pengalaman Lamanya menjalani Diukur berdasarkan usaha dan menekuni jumlah tahun usaha kerajinan pengalaman bordir. responden dalam menjalani dan menekuni usaha kerajinan bordir. X1.5 Jumlah anak Banyaknya anak Diukur berdasarkan balita balita yang berada jumlah anak balita dalam rumah yang menjadi beban tangga responden responden. X1.6 Frekuensi Jumlah responden Dihitung berdasarkan Mengikuti mengikuti pameran banyaknya responden Pameran dalam satu tahun mengikuti pameran dalam satu tahun.
Kategori pengukuran 1. Muda 2. Dewasa 3. Tua
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Karakteristik Usaha Karakteristik usaha merupakan ciri-ciri yang melekat pada usaha yang dijalani oleh perempuan yang diduga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. Karakteristik usaha yang diduga berpengaruh antara lain adalah omset/pendapatan perbulan, modal awal usaha, cara pemasaran (langsung dan tidak langsung), jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, dan kepemilikan usaha. Karakteristik usaha yang diduga berpengaruh dapat dilihat pada Tabel 2
28 Tabel 2
Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran karakteristik usaha
Variabel Teramati
Definisi operasional Harga jual barang dikalikan jumlah barang yang sudah terjual
Parameter pengukuran
X2.2 Jumlah Modal Awal Usaha
Jumlah modal awal yang ditanamkan pada saat responden akan memulai usaha
Dihitung berdasarkan banyaknya modal awal yang ditanamkan responden pada saat akan memulai usaha kerajinan bordir Aceh
1 2 3
Rendah Sedang Tinggi
X2.3 Cara pemasaran (langsung dan tidak langsung)
Cara memasarkan produk yang telah dihasilkan
1 2 3
Rendah Sedang Tinggi
X2.4 Jumlah tenaga kerja
Banyaknya orang yang bekerja pada usaha responden
Diukur berdasarkan cara pemasaran yang digunakan, dengan urutan: (1) pemasaran secara langsung, (2) pemasaran langsung dan tidak langsung, dan (3) pemasaran tidak langsung. Diukur berdasarkan jumlah orang yang bekerja atau jumlah tenaga kerja pada usaha kerajinan bordir Aceh Diukur berdasarkan jumlah mesin jahit yang terdapat pada usaha responden, untuk melakukan proses produksi
X2.1 Omset per bulan
X2.5 Jumlah Mesin Banyaknya mesin Jahit jahit untuk melakukan produksi pada usha responden
Dihitung berdasarkan jumlah barang yang terjual per bulan dikalikan dengan harga satuan barang.
Kategori pengukuran 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi
1 2 3
Rendah Sedang Tinggi
1. 2. 3.
Rendah Sedang Tinggi
Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar individu dan usaha yang diduga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh. Faktor eksternal yang diduga berpengaruh antara lain adalah dukungan modal (modal dari pihak eksternal baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta), dukungan keluarga/suami, dukungan pameran, dan dukungan bahan baku. Faktor eksternal yang diduga berpengaruh dapat dilihat pada Tabel 3.
29 Tabel 3
Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran faktor eksternal yang mempengaruhi usaha
Variabel Teramati X3.1 Dukungan
Definisi operasional
Parameter pengukuran
Jumlah bantuan modal dari pihak eksternal, baik pemerintah maupun swasta
Diukur berdasarkan jumlah modal yang diberikan oleh pihak eksternal. Semakin banyak jumlah modal yang diterima, maka akan semakin tinggi kapasitasnya
X3.2 Dukungan keluarga/ suami
Keluarga/suami ikut terlibat dalam mengelola usaha responden
X3.3 Dukungan pameran
Adanya pameran yang diadakan oleh pihak eksternal
X3.4 Dukungan bahan baku
Ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan responden
Diukur berdasarkan keikutsertaan keluarga/suami dalam membantu mengelola usaha, dalam mengakses modal, menyediakan bahan baku dan pemasaran. Semakin banyak keterlibatan keluarga/suami, maka semakin tinggi kapasitas Dihitung berdasarkan jumlah pameran yang diadakan setiap tahun, baik pameran yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta Diukur berdasarkan mudah atau sulitnya mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan responden.
modal
Kategori pengukuran 1. Rendah 2. Sedang 3. tinggi
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
1. 2. 3.
Sulit Sedang Mudah
Kapasitas Perempuan Pengusaha Kapasitas perempuan pengusaha ekonomi kreatif kerajinan bordir merupakan kemampuan perempuan pengusaha kerajinan bordir dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik (pengelolaan produksi dan pemasaran), mampu mengatasi masalah modal yang dihadapi dalam usaha, juga mampu beradaptasi dengan perkembangan mode saat ini (mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar) seperti terlihat pada Tabel 4.
30 Tabel 4
Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran kapasitas responden
Variabel teramati Y.1Menjalankan fungsi-fungsi usaha
Definisi operasional Kemampuan responden dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha berupa produksi dan pemasaran
Parameter pengukuran
Diukur berdasarkan pernyataan responden tentang kemampuannya dalam 1. Melakukan proses produksi 2. melakukan pemasaran hasil produksi (product, price, place, promotion, dan people) dengan skor sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Y.2 Memecahkan Kemampuan Diukur berdasarkan masalah responden dalam pernyataan responden (modal) memecahkan tentang kemampuannya permasalahan yang dalam memecahkan dihadapi dalam permasalahan yang menjalankan usaha, dihadapi dalam yaitu masalah menjalankan usaha, yaitu penambahan modal masalah penambahan yang diperlukan modal yang untuk diperlukanuntuk pengembangan pengembangan usaha, usaha dengan skor sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju Y.3 Beradaptasi
Kemampuan responden dalam beradaptasi dengan tren dan mode masa kini yaitu mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar
Diukur berdasarkan pernyataan responden tentang kemampuannya dalam menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar, namun tanpa merubah ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir khas Aceh, dengan skor sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju
Kategori pengukuran 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
1. 2. 3.
Rendah Sedang Tinggi
1. 2. 3.
Rendah Sedang Tinggi
31
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang berada dibagian pantai timur wilayah Provinsi Aceh, memiliki posisi yang strategis, karena letaknya pada jalan utama lintas Sumatera yaitu Banda Aceh-Medan. Aceh Utara juga merupakan pintu utama dari luar negeri bagi Provinsi Aceh pada khususnya dan Pulau Sumatera pada umumnya, karena memiliki pelabuhan bebas di Daerah Krunggukuh. Kabupaten ini juga merupakan daerah yang menjadi sentra kerajinan bordir Aceh yang dipasok ke seluruh toko souvenir kerajinan seluruh Aceh. Kabupaten Aceh Utara terletak antara 96.52.000 - 97.31.000 Bujur Timur dan 04.46.000-05.00.400 Lintang Utara. Luas wilayahnya adalah sebesar 3.296,86 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 541.878 jiwa yang beribukota Lhoksukon. Secara administratif Pemerintah Kabupaten Aceh Utara terbagi dalam 27 Kecamatan, dengan batasan administratif sebelah utara berbatasan dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bireuen. Pengusaha kerajinan bordir Aceh berada di bawah pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Aceh Utara. Disperindag bertugas melaksanakan urusan pemerintah di bidang perindustrian dan perdagangan. Pada dasarnya dinas ini memiliki dua tugas pokok yaitu melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang perindustrian dan perdagangan, dan melaksanakan tugas dekonsentrasi dan pembantuan dibidang perindustrian dan perdagangan yang diberikan gubernur. Dari kedua tugas pokok ini, maka fungsi-fungsi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Utara adalah: (1) perumusan kebijaksanaan teknis dibidang perindustrian dan perdagangan; (2) pengelolaan dan fasilitasi dibidang perindustrian dan perdagangan; (3) pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum sesuai bidang perindustrian dan perdagangan; (4) pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan bidang perindustrian dan perdagangan; dan (5) pelaksanaan urusan tata usaha. Jenis industri kerajinan di Kabupaten Aceh Utara sangat beragam, yaitu kerajinan bordir, kerajinan rotan, tukang emas, dan ukiran kayu. Unit usaha kerajinan bordir merupakan komoditi industri kerajinan yang paling dominan di Kabupaten Aceh Utara. Dengan demikian akan menyerap tenaga kerja yang banyak di sektor tersebut, sehingga mampu menciptakan produk dalam jumlah besar sesuai dengan kapasitasnya. Produk yang dihasilkan dipasok ke seluruh toko souvenir se Provinsi Aceh. Berbagai jenis industri kerajinan yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara disajikan pada Tabel 5.
32 Tabel 5
Jenis industri kerajinan Aceh Utara
Komoditi industri kerajinan
Jumlah Kapasitas produksi Unit Tenaga Jumlah Satuan usaha kerja Kerajinan bordir 175 3 150 2 164 231 Buah Kerajinan rotan 40 900 6 480 Unit Tukang emas 159 435 430 497 Gram Ukiran kayu 70 270 3 490 Set Jumlah 444 4 755 2 604 698 Sumber: Dinas perindustrian dan perdagangan Aceh Utara (2012) Usaha Kerajinan Bordir Aceh Usaha kerajinan bordir Aceh merupakan salah satu usaha kerajinan bordir yang tumbuh sejak 20 tahun yang lalu. Usaha ini terus berkembang dengan baik hingga saat ini. Hal ini dikarenakan usaha ini merupakan usaha yang sudah dijalani oleh keluarga secara turun temurun. Usaha kerajinan bordir semakin berkembang pesat dengan pembinaan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) cabang Lhokseumawe melalui program klaster di Desa Ulee Madon Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Terdapat 175 pengusaha kerajinan bordir di Aceh Utara yang tersebar di lima Kecamatan yaitu Kecamatan Muara Batu, Dewantara, Sawang, Nisam, dan Lhok Sukon. Kecamatan Muara Batu merupakan kecamatan yang paling banyak pengusaha kerajinan bordir dibandingkan kecamatan yang lainnya. Skala usaha juga berbeda dari setiap kecamatan tersebut, ada yang skala usaha rumah tangga, usaha kecil, dan usaha besar. skala usaha besar lebih banyak terdapat di Kecamatan Muara Batu dan Lhok Sukon. Secara umum tidak ada pendidikan khusus atau pelatihan yang diikuti oleh perempuan pengusaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Aceh Utara, mereka memperoleh pengetahuan tentang teknis menjahit bordir dari ibu mereka yang sudah menekuni usaha tersebut secara turun temurun. Namun ketika pasca tsunami Aceh 2004 silam banyak donatur dan para NGO yang melaksanakan program pelatihan dan pendampingan pemulihan trauma pasca tsunami dengan cara mengisi waktu luang dengan berbagai kegiatan positif. Salah satunya program pelatihan kerajinan bordir. Kerajinan bordir ini menggunakan motif khas Aceh yang merupakan warisan budaya yang sudah ada sejak zaman kerajaan Iskandar Muda di wilayah Aceh, yaitu motif khas Aceh yang natural dan penuh kreatifitas. Motif yang biasa digunakan adalah pintoe Aceh, pucok rebong, rencong, dan motif lainnya. Penggunaan motif tradisional ini biasanya dikombinasikan dengan motif yang sedang tren saat ini dan disesuaikan dengan produk yang diciptakan. Tas motif bordir Aceh merupakan salah satu komoditi unggulan Desa Ulee Madon Kecamatan Muara Batu, tas ini mempunyai berbagai jenis model dan motif-motif yang khas dengan harga terjangkau dan mempunyai kualitas yang baik. Kualitas yang baik dapat tercipta karena didukung berbagai pelatihan dan
33 pengembangan klaster yang dilakukan oleh binaan, dan tentunya daya kreativitas yang tinggi dari perempuan pengusaha dalam menciptakan sebuah produk. Produksi kerajinan bordir Aceh terus meningkat setiap tahunnya (Tabel 6), hal ini dikarenakan usaha kerajinan bordir Aceh terus berkembang semenjak dijadikannya Desa Ulee madon sebagai klaster kerajinan bordir Aceh. Pembinaan dan pelatihan juga terus dilakukan oleh dinas terkait, mengingat Provinsi Aceh sedang mengembangkan ekonomi kreatif guna mendukung industri pariwisata di Provinsi Aceh. Industri pariwisata akan berkembang apabila didukung oleh pelaku ekonomi kreatif yang handal. Oleh karena itu, Aceh terus berupaya mengembangkan ekonomi kreatif, salah satunya dengan cara meningkatkan kapasitas pengrajin guna menumbuhkan daya kreasi para pelaku ekonomi kreatif agar mampu menghasilkan sebuah produk yang berkualitas. Tabel 6 No
Jumlah produksi kerajinan bordir Aceh Jenis produk
Jumlah produksi (buah) 2010 2011 1 Tas 1 150 000 1 230 000 2 Dompet 52 500 67 450 3 Peci 135 000 167 000 4 Mukena 350 000 435 000 5 Setelan baju 236 541 248 281 6 Sajadah 15 000 16 500 Total 1 939 041 2 164 231 Sumber: Dinas perindustrian dan perdagangan Aceh Utara (2012) Produk yang biasa dibuat para perempuan pengusaha adalah berupa tas, dompet, kopiah haji/peci, pakaian, koper, dan lain sebagainya. Motif bordir khas Aceh yang digunakan berupa motif awan meu-arak, pucok reubong, pinto Aceh, rencong dan iku abo. Kombinasi warna dan motif yang digunakan sangat indah dan menarik, sehingga produk yang dihasilkan selalu laku dipasaran baik pasar lokal, nasional, dan internasional. Pada masa rekontruksi Aceh pasca tsunami, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh pernah membantu memasarkan 3000 produk industri rumah tangga yang dibuat oleh 300 orang pengrajin asal Aceh ke Singapura dan Amerika. Proses pengiriman barang selama ini dilakukan melalui jasa pengiriman barang antar negara. Salah seorang pengusaha kerajinan juga pernah mengekspor produk tas tangan bordir motif Aceh pada April 2008 sebanyak 2 700 buah tas tangan ke Alabama melalui seorang warga Amerika yang pernah bekerja di Aceh pascatsunami. Warga Amerika tersebut tertarik untuk menjual tas tangan bordir Aceh ke negaranya, dengan cara datang langsung ke sentra kerainan bordir Aceh untuk memilih dan menentukan harga. Selanjutnya produk yang telah dipilih dikirim ke alamat di Alabama. Pembayarannya ditransfer lewat rekening jika barang sudah diterima di sana.
34 Program Penyuluhan dan Pemberdayaan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Dinas Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan Aceh Utara melakukan pembinaan dan pelatihan kepada pengusaha kerajinan bordir Aceh, salah satu dengan dibentuknya klaster kerajinan bordir Aceh di Desa Ulee madon Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Pembinaan yang dilakukan berupa pelatihan pengelolaan manajemen usaha, pembukuan, pemasaran dan lain-lain, sedangkan pelatihan teknis membuat bordir tidak diajarkan lagi karena masyarakat atau pengusaha sendiri sudah cukup mahir dalam hal ini karena pada dasarnya usaha yang dikelola adalah usaha yang sudah dijalankan turun temurun oleh keluarganya. Dinas Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan melalui program desa PRIMA (Perempuan Indonesia Maju Mandiri) juga memberikan pelatihan bordir kepada perempuan di Desa Blang Karing Kecamatan Nisam, Desa Ranto Kecamatan Lhoksukon, Desa Buket Kecamatan Kuta Makmur, dan Desa Paya Leupah Kecamatan Simpang Keuramat Kabupaten Aceh Utara sebagai bekal dalam menjalani kehidupan mengingat tingkat pendidikan mereka yang rendah hanya tamat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). pelatihan juga diberikan kepada perempuan yang cacat fisik seperti cacat pada kaki dan tangan, tetapi dengan keyakinan dan kemauan yang kuat, mereka juga mampu menjahit bordir dengan baik. Pelatihan pada desa PRIMA dilakukan selama satu minggu dilokasi desa binaan yaitu dibalai pertemuan desa, dengan pemateri yang ahli dibidangnya dan diikuti oleh peserta rata-rata sebanyak 35 orang setiap desanya. Materi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta, bagi peserta yang belum mempunyai kemampuan dasar seperti peserta yang memiliki cacat fisik, maka diberikan pelatihan keterampilan dasar menjahit bordir. Mesin jahit disediakan oleh masing-masing peserta karena hampir semua rumah penduduk di Aceh punya mesin jahit, bagi yang tidak punya mesin jahit maka boleh memakai mesin jahit milik desa. Pelatihan juga dilaksanakan pada peserta yang sudah menggeluti usaha kerajinan bordir, sehingga mereka lebih mampu dalam mengelola usahanya. Materi pelatihan yang diberikan yaitu tentang pengelolaan usaha misalnya pembukuan, manajemen pemasaran dan lain sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan peserta. Pelatihan prosedur eksport juga pernah dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 27 sampai dengan 29 maret 2003 dan diikuti oleh beberapa pengusaha kerajinan bordir yang terdapat di Ulee madon. Hal ini mengindikasikan bahwa pengusaha kerajinan bordir Aceh sudah memiliki kapasitas ekspor untuk produk kerajinan Aceh. Namun pada pelaksanaannya para pengusaha masih menggunakan jasa perusahaan eksportir untuk melakukan ekspor, hal ini dikarenakan sulitnya mengurusi surat-surat untuk keperluan ekspor. Pembinaan juga dilakukan oleh Bank Indonesia Lhokseumawe melalui Unit Pemberdayaan Sektor Rill dan UMKM. Pembinaan dilakukan melalui kelompok usaha yang dibentuk di desa Ulee madon sebagai klaster kerajinan bordir Aceh yaitu KUB (Kerja Usaha Bersama) “Ingin Jaya”. Bantuan modal diberikan kepada
35 KUB ingin jaya sebesar Rp 300 juta yang dikelola oleh ketua kelompok, yaitu salah satu pengusaha kerajinan bordir aceh yang lokasi usahanya di Desa Ulee Madon dengan anggota kelompok berjumlah 17 pengusaha. Dana tersebut digunakan untuk menyewa toko sebagai sekretariat KUB Ingin Jaya yang terletak di Desa Bungkah dan sebagai tambahan modal usaha bagi yang membutukannya. Metode peminjaman modal dengan cara mengajukan permohonan kepada ketua KUB, setelah ada persetujuan dari ketua KUB maka dana akan segera dicairkan sesuai dengan kebutuhan. Untuk pengembaliannya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan tanpa bunga pinjaman. Jumlah bantuan modal yang diberikan berkisar antara Rp 5 juta sampai Rp 30 juta sesuai dengan kebutuhan modal yang dibutuhkan peserta yang ditunjukkan melalui proposal usaha. Selain bantuan modal, KUB Ingin Jaya juga menyediakan bahan baku produk kerajinan bordir Aceh seperti kain prada hujan, benang bordir, jarum jahit, dan asesoris lainnya. Bahan baku ini disediakan di sekretariat KUB yang berlokasi di Desa Bungkah. Lokasi ini sangat strategis dan mudah dijangkau oleh para pengusaha untuk memperoleh bahan baku usahanya. Pembinaan tersebut hanya dilakukan pada daerah binaan saja, sedangkan pada perempuan pengusaha yang lokasi usahanya di daerah Nisam dan Sawang yang merupakan daerah pedalaman tidah pernah tersentuh oleh para penyuluh. Hal ini sangat disayangkan, padahal merekalah yang lebih membutuhkan penyuluhan dan bantuan modal usaha, karena usaha yang mereka jalani tergolong usaha kecil, dilihat dati jumlah tenaga kerja dan omset per bulan usaha yang kecil. Jumlah penyuluh pada dinas peindustrian dan perdagangan Kabupaten Aceh Utara juga sedikit, hanya 5 orang. sedangkan jumlah kecamatan di Kabupaten Aceh Utara adalah 27 kecamatan. Jumlah penyuluh ini tidak seimbang dengan jumlah kecamatan tersebut. Hal ini juga yang membuat para penyuluh tidak mampu menjangkau pengusaha kerajinan bordir yang lokasi usahanya jauh.
Karakteristik Pribadi Pengusaha Kerajinan Bordir Usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh dikelola oleh pemilik usaha yang dominan perempuan. Pada usaha kerajinan ini pengelola atau pemilik usaha merupakan aktor kunci dalam menggerakkan usaha kerajinan, maka karakteristik individunya akan menentukan bagi upaya pengembangan usahanya. Karakteristik individu perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh yang diduga berhubungan dengan kapasitas adalah: umur, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, pengalaman usaha, jumlah anak balita, status perkawinan, dan frekuensi mengikuti pameran. Sebagian besar umur perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh (95%) berada pada umur produktif, sedangkan yang berumur lebih 65 tahun atau umur tidak produktif hanya 5%, dan yang berusia dibawah 15 tahun tidak ada (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh masih sangat produktif dalam mengelola usaha, dan masih dengan mudah menyerap pengetahuan baru dan mampu memahami selera pasar dengan baik, sehingga akan meningkatkan kemampuannya dalam mengelola usaha.
36 Tabel 7 Sebaran responden menurut umur Umur Muda (21-35 Tahun) Dewasa (36-50 Tahun) Tua (51-68 Tahun) Jumlah Selang skor (21 – 68); Rataan umur = 36 Tahun
Sampel (Orang) n 26 22 4 52
% 50 42.30 7.7 100
Pendidikan formal rata-rata perempuan pengusaha (84.6%) adalah setingkat SMU atau sederajat yaitu 12 tahun (Tabel 8). Namun demikian ada juga perempuan pengusaha kerajinan bordir yang mengenyam pendidikan tinggi hingga sarjana, yaitu sebesar 5.76 %. Pengusaha yang memiliki gelar sarjana umumnya memiliki pekerjaan lain yaitu guru sekolah dasar dan sekolah menengah, sedangkan usaha kerajinan bordir adalah pekerjaan sampingan mereka. Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Pada umumnya seseorang yang berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih mudah dan mampu berkomunikasi dengan baik. Semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya. Pendidikan formal sangat penting bagi seseorang untuk mengembangkan kapasitas dirinya, karena dengan mengenyam pendidikan formal yang lebih tinggi, pengalaman belajar dan wawasan pengetahuan yang diperoleh juga akan meningkat. Tabel 8. Sebaran responden menurut pendidikan formal Pendidikan Formal Rendah (< 6 Tahun) Sedang (6-12 Tahun) Tinggi (> 12 Tahun) Jumlah Selang skor (0 – 17); Rataan = 12 Tahun
Sampel (Orang) n 4 44 4 52
% 7.7 84.6 7.7 100
Selain pendidikan formal, perempuan pengusaha juga dibekali dengan pendidikan non formal, dalam hal ini adalah pelatihan. Frekuensi mengikuti pelatihan perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh (67.30 %) berada pada kategori rendah (Tabel 9). Pelatihan sangat diperlukan dalam pengembangan usaha baik dalam bidang teknis maupun dalam mengelola usaha. Pemilik usaha atau perempuan pengelola usaha harus mempunyai kemampuan teknis menjahit bordir, kemampuan manajerial atau pengelolaan usaha dan kemampuan pemasaran yang baik. Rata-rata perempuan pengusaha memulai usahanya berawal dari pengalamannya bekerja pada usaha orang lain dan atau pada usaha orang tuanya di bidang tersebut. Dengan adanya pengalaman bekerja pada usaha orang lain, maka pengusaha sudah memiliki kemampuan teknis dalam menjahit bordir, selain
37 itu perempuan pengusaha juga mengikuti pelatihan ataupun kursus menjahit bordir. Rendahnya frekuensi mengikuti pelatihan atau pelatihan yang diikuti oleh perempuan pengusaha terkait dengan penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan yang tidak merata di setiap daerah yang mempunyai usaha kerajinan bordir, sehingga yang ikut pelatihan hanya pada sentra kerajinan bordir dan klaster Ulee madon yang dibina oleh Bank Indonesia dan Dinas perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Utara, sedangkan pengusaha kerajinan bordir yang tinggal di daerah yang jauh dari sentra kerajinan dan klaster tersebut jarang mengikuti pelatihan. Tabel 9. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pelatihan Frekuensi mengikuti pelatihan Rendah (0-10 Hari) Sedang (11-20 Hari) Tinggi (21-30 Hari) Jumlah Selang skor (0 – 30); Rataan = 8 Hari
Sampel (Orang) n 35 13 4 52
% 67.30 25 7.7 100
Pengalaman usaha juga merupakan hal penting untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam mengelola usaha, selain pendidikan formal dan non formal. Hal ini juga dikemukakan oleh Fatchiya (2010) pengalaman usaha yang dimiliki seseorang dapat berhubungan dengan kemampuan dalam menjalankan usahanya, karena selama masa menjalankan usaha orang tersebut akan mengalami proses pembelajaran dan cara mengatasi permasalahan yang dihadapi. Utami (2007) juga menyebutkan bahwa pengalaman usaha atau umur memulai usaha berpengaruh terhadap keberhasilan jangka panjang. Lebih dari separuh (57.7 %) pengalaman usaha perempuan pengusaha kerajinan bordir berada pada kategori sedang (10-20 Tahun) dengan selang skor 134 tahun, rata-rata pengalaman usahanya adalah selama 13 tahun (Tabel 10). Jika mengingat umur perempuan pengusaha rata-rata 36 tahun maka mereka memulai usahanya pada umur 23 tahun. Kenyataan ini dapat dipahami mengingat industri kerajinan bordir Aceh ini merupakan usaha yang ditekuni secara turun temurun, dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan tentang kerajinan bordir ini diperoleh dari orang tuanya masing-masing. Sementara itu sebagian perempuan pengusaha memulai usaha kerajinan bordir Aceh bermula dari pengalamnnya bekerja pada usaha orang lain. Dan pada umumnya mereka yang memulai usaha bermula dari pengalaman sebagai tenaga kerja pada usaha kerajinan bordir akan lebih berkembang usahanya karena mereka sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengelola usaha.
38 Tabel 10. Sebaran responden menurut pengalaman usaha Pengalaman usaha Rendah (0-11Tahun) Sedang (12-23 Tahun) Tinggi (24-34 Tahun) Jumlah Selang skor (1 – 34); Rataan = 13 Tahun
Sampel (Orang) n 21 30 1 52
% 40.4 57.7 1.9 100
Jumlah anak balita mayoritas perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh (73.07 %) berada pada kategori sedikit (0-1 orang) seperti disajikan pada Tabel 11. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pengusaha mempunyai banyak waktu untuk mengelola usahanya. Dan bagi perempuan pengusaha yang memiliki anak balita, maka pengasuhannya dapat berbagi tugas dengan kakak-kakaknya, terutama yang perempuan, terkadang sang nenekpun ikut membantu dalam pengasuhan jika tempat tinggal mereka masih satu atap ataupun berdekatan. Kondisi ini memungkinkan perempuan pengusaha untuk lebih mampu dalam mengembangkan usahanya dikarenakan tidak terlalu banyak menyita waktu untuk mengurus anak balitanya yang sudah usia sekolah, karena semakin banyak anak balita maka akan semakin sedikit waktu dalam mengurusi usahanya. Penelitian Sukardi (1997) juga menyebutkan bahwa semakin banyak anak balita akan menyebabkan penurunan curahan waktu kerja ibu rumahtangga pada industri kerajinan gerabah di pulau Lombok. Kesimpulan yang sama dikemukakan oleh Waty (2005) bahwa jumlah anak balita berpengaruh negatif terhadap curahan kerja isteri pada industri kecil tenun sutera di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Tabel 11. Sebaran responden menurut jumlah anak balita Jumlah anak balita Sedikit (0-1 Orang) Sedang (2 Orang) Banyak (3 Orang) Jumlah Selang skor (0 – 3); Rataan = 1 Orang
Sampel (Orang) n 38 10 4 52
% 73.07 19.23 7.7 100
Rata-rata perempuan pengusaha mengikuti pameran sebanyak satu kali dalam setahun (Tabel 12). Antusias perempuan pengusaha dalam mengikuti pemeran masih rendah yaitu 61.5 persen. Hal ini dikarenakan keterbatasan biaya atau modal usaha untuk membayar biaya stan pada pameran yang diikuti. Pameran kebudayaan diadakan oleh Pemerintah Tingkat Kabupaten setiap tahunnya, juga pemerintah tingkat Provinsi, tetapi hanya sebagian kecil perempuan pengusaha yang mengikutinya, karena masalah biaya tersebut. Sedangkan perempuan pengusaha yang mengikuti pameran biasanya dibiayai oleh binaan mereka masing-masing, ada yang dibina oleh dinas terkait maupun binaan dari pihak swasta seperti PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM), PT Arun dan lainnya. Sayangnya tidak semua usaha kerajinan bordir Aceh dibina oleh mereka,
39 jadi yang tidak dibina tentunya tidak mengikuti pameran tersebut. Pameran yang biasanya diikuti oleh beberapa usaha kerajinan bordir adalah pameran Pemda Aceh Utara di Lhokseumawe, Pameran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) di Banda Aceh, Pameran Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Jakarta, dan Pameran-pameran yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Tabel 12. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pameran Frekuensi mengikuti pameran Rendah (<1 /Tahun) Sedang (1-2 /Tahun) Tinggi (>2/Tahun) Jumlah Selang skor (0 – 2); Rataan = 1 Kali Setahun
Sampel (Orang) N 32 16 4 52
% 61.5 30.8 7.7 100
Karakteristik Usaha Perempuan Pengusaha Karakteristik usaha merupakan karakteristik yang melekat pada usaha yang dijalani oleh perempuan pengusaha. Karakteristik usaha yang berhubungan dengan pengembangan kapasitas perempuan dalam mengembangkan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh sebagaimana tercantum dalam kerangka berfikir adalah: omset per bulan, modal awal usaha, cara pemasaran (langsung dan tidak langsung), jumlah tenaga kerja, dan jumlah mesin jahit. Jumlah Modal Awal Rata-rata modal awal usaha pada usaha kerajinan bordir Aceh (57.7 %) berada pada kategori randah yaitu dibawah Rp 10 juta. Modal awal usaha mayoritas adalah modal sendiri (85 %), dan sebagian kecil perempuan pengusaha (15%) meminjam modal pada lembaga keuangan dengan metode simpan pinjam dan modal pinjaman dari keluarga dan atau suami. Modal awal usaha dikelola dan dipergunakan untuk membeli bahan baku dan perlengkapan usaha seperti mesin jahit, gunting, jarum jahit dan perlengkapan lainnya. Bahan baku diperoleh di pasar tradisioal Aceh Utara yaitu Pasar Krunggukuh, Pasar Bungkah, Pasar Lhoksukon bahkan Pasar tradisional Medan, dan ada beberapa bahan baku untuk pembuatan tas di impor dari Cina, karena di Indonesia tidak diproduksi. Untuk asesoris tas seperti kunci dan lainnya ada juga yang di impor dari italy dan jepang. Tabel 13. Sebaran responden menurut jumlah modal awal usaha Jumlah modal awal
Sampel (Orang)
n 30 18 4 52 Selang skor (Rp 500 000 – Rp 50 000 000); Rataan = Rp 10 000 000 Sedikit (