KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN UBI JALAR MERAH (Ipomea batatas (L.) Lam.) PADA BERBAGAI PROSES PEMASAKAN
Dwi Febriantini, Ade Heri Mulyati, Diana Widiastuti Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO.BOX 452 Bogor, Jawa Barat ABSTRAK Ubi jalar (Ipomea batatas (L.) Lam.) merupakan komoditas penting bagi Indonesia. Masyarakat mempercayai bahwa ubi jalar mengandung zat gizi yang dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh. Tekstur ubi jalar merah yang keras menyebabkannya tidak dapat langsung dikonsumsi sehingga memerlukan berbagai macam proses pemasakan agar ubi jalar merah tersebut lebih layak untuk dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan proses pemasakan terbaik yang memiliki aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif tertinggi dalam ubi jalar merah yang telah melalui berbagai proses pemasakan. Parameter yang diuji meliputi pengujian organoleptik (uji rating), pengujian proksimat (kadar air, kadar abu, dan kadar gula), dan pengujian kandungan senyawa bioaktif (kadar polifenolat, kadar antosianin, kadar βkaroten, dan kadar antioksidan), dan aktivitas antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan pemasakan berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter uji, kecuali kadar abu. Pemasakan menyebabkan menurunnya kadar antosianin dibandingkan dengan ubi jalar merah segar dan peningkatan pada ubi jalar hasil penggorengan. Pemanggangan menghasilkan nilai rendemen (44,67%) dan kadar air (38,75%) yang paling kecil. Selain itu, pemanggangan juga menghasilkan nilai yang paling tinggi untuk kadar gula (17,10%), aktivitas antioksidan (87,99%), dan kadar antioksidan (104,46 mg vit C/100 g). Akan tetapi, kadar β-karoten paling tinggi terdapat pada ubi jalar hasil pengkukusan (59,08 mg/100 g). Kadar polifenolat paling tinggi terdapat pada ubi jalar merah hasil penggorengan (204,79 mg GAC/100 g).
Kata kunci : ubi jalar merah, senyawa bioaktif, pemasakan, aktivitas antioksdian.
1
PENDAHULUAN Ubi jalar (Ipomea batatas (L.) Lam.) merupakan komoditas penting bagi Indonesia. Pada tahun 1960 penanaman ubi jalar telah meluas ke seluruh propinsi di Indonesia dan semenjak saat itu Indonesia mendapatkan predikat sebagai penghasil ubi jalar nomor empat terbesar di dunia. Tekstur ubi jalar merah yang keras menyebabkannya tidak dapat langsung dikonsumsi sehingga memerlukan berbagai macam proses pemasakan agar ubi jalar merah tersebut lebih layak untuk dikonsumsi. Pemasakan dapat diartikan sebagai berbagai macam cara dalam mentranformasi bahan pangan mentah menjadi suatu bentuk lain yang memiliki keunggulan tertentu. Proses transformasi tersebut dipicu dengan adanya panas, sehingga perpindahan energi panas dari suatu sumber panas ke dalam bahan pangan menyebabkan molekul-molekul bahan pangan tersebut bergerak lebih cepat, saling bertumbukkan dan bereaksi untuk membentuk struktur atau flavor yang diinginkan (McGee, 2015). Pemasakan dapat mempengaruhi kualitas bahan pangan. Makris dan Rossiter (2001) menjelaskan bahwa proses perebusan menyebabkan berkurangnya senyawa flavanol di dalam bahan pangan. Proses pemasakan seperti pemanggangan, pembakaran, dan penggorengan (Young dan Jolly, 1990), berpengaruh terhadap tekstur dan kandungan nutrisi di dalam sayuran yang dimasak. Rodriguez-Amaya (1999) dalam Jimenez-Monreal (2009) mengatakan bahwa proses pemasakan akan memperhalus dinding sel sehingga mendorong terekstraksinya karotenoid secara lebih baik. Meskipun penelitian mengenai pengaruh temperatur terhadap aktivitas antioksidan dalam produk dan produk olahan pangan telah banyak dilakukan, tetapi belum terdapat literatur yang mencukupi mengenai pengaruh berbagai pemasakan terhadap kandungan senyawa bioaktif dan aktivitas antioksidan ubi jalar, terutama ubi jalar merah, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari proses tersebut dan bagaimana hasilnya terhadap jumlah
kandungan senyawa bioaktif dan aktivitas antioksidan dalam ubi jalar merah sehingga dapat berperan sebagai pangan fungsional secara maksimal. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu dan Tekonlogi Produksi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB, dimulai pada bulan Maret hingga April 2015. Pengujian determinasi tanaman ubi jalar merah dilakukan di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, sedangkan pengujian kadar gula dilakukan di Balai Besar Indsutri Agro (BBIA) Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar merah, aquadest, minyak goreng, asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), fenolptalein (PP), pereaksi Folin Ciocalteu’s, natrium karbonat (Na2CO3), Pb-asetat (Pb(CH3COO)2), amonium hidogen fosfat ((NH4)2HPO4), larutan Luff, natrium tiosulfat (Na2S2O3), kalium iodida (KI), natrium hidroksida (NaOH), natrium klorida (NaCl), larutan kanji, kalsium karbonat (CaCO3), standar β-karoten, standar asam galat, standar L-asam askorbat (vitamin C), radikal 2,2-difenil-1pikrilhidrazil (DPPH), metanol, asetonitril, aseton, heksana, dan asam format. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, neraca, kompor, termometer, thermometer bicouple, wajan penggoreng, panci, alat pemasak vakum, blender, gelas ukur, vortex mixer, stopwatch, centrifuge, pipet ukur, pipet mikro, tabung Eppendorf, gelas ukur, tabung reaksi, labu takar, pemana refluks, corong permisah, labu Erlenmeyer, labu Erlenmeyer asah, spektrofotometer UV-VIS, kromatografi kinerja tinggi (HPLC), refrigerator, oven, tanur, inkubator, dan freezer.
2
antioksidan (Ebun dan Santosh, 2011),, dan aktivitas antioksidan (Ebun dan Santosh, 2011). Sebelum dilakukannya pengujian kandungan senyawa bioaktif, ubi jalar merah yang telah dihaluskan diekstraksi dalam larutan campuran antara metanol, asetonitril, dan air untuk pengujian kadar polifenolat, kadar antosianin, kadar antioksidan, dan aktivitas antioksidan (Ebun dan Santosh, 2011), serta dalam pelarut heksan untuk pengujian kadar β-karoten (Ebun dan Santosh, 2011).
Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan meliputi determinasi spesies ubi jalar merah sebelum dilakukan pemasakan. Ubi jalar merah yang telah siap lalu dimasak dengan cara perebusan, penggorengan, pemanggangan, pengkukusan, dan satu perlakuan tanpa proses pemasakan digunakan sebagai kontrol. Setiap pemasakan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Ubi jalar merah yang telah melalui proses pemasakan lalu dilakukan pengujian organoleptik (Setyaningsih et al., 2010) dan dihaluskan untuk selanjutnya dilakukan pengujian proksimat berupa kadar air (AOAC Official Method, 2005), kadar abu (AOAC Official Method, 2005), dan kadar gula (SNI.01-2892-1992, 1992) serta pengujian kandungan senyawa bioaktif berupa kadar polifenolat (Ebun dan Santosh, 2011), kadar antosianin (Tokusoglu dan Yildirim, 2011), kadar βkaroten (Teow et al. 2006), kadar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian proksimat yang dilakukan pada sampel ubi jalar merah meliputi penentuan bobot yang hilang akibat pemasakan, kadar air, kadar abu, dan kadar gula total sebagai sukrosa. Hasil pengujian proksimat pada sampel ubi jalar merah dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil pengujian proksimat Perlakuan Segar Perebusan Penggorengan Pemanggangan Pengkukusan Rendemen (%) 100,00a±0,00 98,33a±1,19 68,67b±2,12 44,67c±3,01 97,33a±0,07 a a b c Kadar air (%) 73,74 ±0,55 76,48 ±0,64 55,69 ±1,23 38,75 ±5,14 72,06a±0,89 a a a a Kadar abu (%) 3,71 ±0,48 3,79 ±0,75 3,59 ±0,20 3,44 ±0,29 4,12a±0,32 Kadar gula total (%) 3,27 3,12 8,58 17,1 9,45 Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada level kepercayaan 5% (P<0,05) Parameter Uji
Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rendemen pada kontrol, perebusan, dan pengkukusan tidak menghasilkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Akan tetapi, penggorengan dan pemanggangan menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Persentase nilai rendemen yang tersisa akibat pemasakan berkisar antara 44-100%. Pemanggangan menghilangkan bobot yang paling besar, diikuti penggorengan, pengkukusan, dan perebusan. Bobot yang hilang tersebut berkaitan dengan hilangnya air yang terdapat di dalam ubi jalar merah, di mana kadar air dalam ubi jalar merah dapat mencapai 77%, bergantung pada spesiesnya.
Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kadar air pada ubi jalar segar, perebusan, dan pengkukusan tidak menghasilkan perbedaan nyata (P>0,05), tetapi penggorengan dan pemanggangan menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Kadar air dalam ubi jalar merah setelah pemasakan berkisar antara 38,7576,48%. Pemanggangan memiliki kadar air yang paling kecil, diikuti dengan penggorengan dan seterusnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh dos Reis et al. (2015) yang melakukan pengujian terhadap brokoli dan kembang kol. Panas yang terdapat di dalam oven mampu mengubah air yang terdapat di dalam ubi jalar menjadi uap dan membantu dalam proses mematangkan ubi
3
jalar. Minyak sawit (palm oil) yang digunakan dalam penggorengan memiliki smoke point sebesar 230 °C yang lebih tinggi dibandingkan dengan titik didih air (100 °C), sehingga dapat menghilangkan air yang terdapat di dalam ubi jalar merah. Perebusan menghasilkan nilai kadar air paling tinggi (meskipun tidak berbeda nyata) disebabkan karena adanya interaksi langsung dengan air (dos Reis et al., 2015). Air sebagai medium membantu berlangsungnya berbagai reaksi kimia dan juga sebagai reaktan dalam proses hidrolisis. Hilangnya air atau membuat air berikatan dengan senyawa lain seperti garam atau gula, dapat menghambat sejumlah reaksi dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme, sehingga akan menambah waktu simpan bahan pangan (Belitz et al., 2009). Kadar abu pada ubi jalar merah segar dan yang dimasak melalui proses perebusan, penggorengan, pemanggangan, dan pengkukusan tidak menghasilkan perbedaan nyata (P>0,05). McGee (2004) menyatakan bahwa pemasakan yang menggunakan panas dapat menghilangkan sejumlah mineral di dalam bahan pangan karena terlarutnya mineral tersebut ke
dalam air. Akan tetapi, hal tersebut dapat dicegah dengan pemasakan yang cepat dan benar. Kadar gula total sebagai sakarosa di dalam ubi jalar merah berkisar antara 3,12-17,10%, dengan pemanggangan memiliki kadar gula total sebagai sakarosa yang paling tinggi. Kadar gula total sebagai sakarosa yang terdapat di dalam ubi jalar merah mengalami penurunan dari pemanggangan>pengkukusan>penggorengan>segar>perebusan. Hal tersebut disebabkan suhu tinggi yang digunakan pada pemanggangan dapat dengan mudah membebaskan molekul gula dari ikatan glikon dan membantu melepaskan ikatan glikosida diantara molekul-molekul gula yang saling berikatan. Hasil Pengujian Kandungan Senyawa Bioaktif Pengujian kandungan senyawa bioaktif yang dilakukan pada sampel ubi jalar merah meliputi penentuan kadar senyawa fenolat, kadar antosianin, kadar βkaroten, kadar antioksidan, dan aktivitas scavenging antioksidan. Hasil pengujian kandungan senyawa biokatif pada sampel ubi jalar merah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengujian kandungan senyawa bioaktif Parameter Uji Kadar polifenolat (mg GAC/100 g) Kadar antosianin (mg/100 g) Kadar β-karoten (mg/100 g) Aktivitas aktioksidan (%) Kadar antioksidan (mg vit C/100 g)
Segar
Perlakuan Penggorengan
Perebusan c
b
Pemanggangan a
Pengkukusan
42,42 ±3,68
c
58,52 ±9,97
204,79 ±2,63
118,81 ±22,41
62,86c±22,49
21,67ab±10,62
10,33b±3,11
35,33a ±5,08
8,33b±1,16
15,00b±1,80
38,87b±0,90
48,08ab±5,18
57,59ab±7,56
56,88ab±12,50
59,08a±4,68
24,33c±0,88
56,99b±7,40
82,81a±5,57
87,99a±2,13
55,17b±0,88
10,21c ±3,68
64,73b±9,97
104,46a±22,49
108,11a±22,41
63,78b±2,63
Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada level kepercayaan 5% (P<0,05)
Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar senyawa polifenolat di dalam ubi jalar merah berkisar 42,42-204,79 mg GAC/100 g dengan penggorengan dan pemasakan dalam oven menghasilkan kadar senyawa polifenolat yang paling
tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) diantara pemasakan lainnya. Kadar senyawa polifenolat yang terdapat di dalam ubi jalar merah yang mengalami penurunan dari penggorengan>pemanggangan>pengkukusan>perebusan>segar. Hasil tersebut sesuai
4
dengan penelitian yang dilakukan oleh Bellail et al. (2012) dan Chumyam et al. (2013). Pemanasan dapat menyebabkan kerusakan pada struktur dinding sel ubi jalar merah, sehingga memudahkan terekstraksinya komponen antioksidan dari dalam sel. Selain itu, kemungkinan asam palmitat yang digunakan sebagai minyak goreng dapat tersisa pada ubi jalar merah hasil penggorengan bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu’s karena sifat dari asam lemak yang mudah teroksidasi.
pengkukusan dan penggorengan mampu merusak dinding sel tanaman lebih kuat, sehingga β-karoten terekstraksi lebih baik dan memiliki kadar β-karoten paling tinggi dibandingkan dengan proses pemasakan lainnya (McGee, 2004). Konsentrasi antioksidan di dalam ubi jalar merah berkisar antara 10,21 – 108,11 mg vitamin C/100 g. Proses pemasakan mengakibatkan perbedaan nilai konsentrasi antioksidan yang nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan ubi jalar merah segar. Konsentrasi antioksidan yang paling tinggi terdapat dalam pemanasan dalam oven dan penggorengan. Konsentrasi antioksidan menurun secara berturut-turut dari pemanggangan > penggorengan>perebusan>pengkukusan> segar. Hal tersebut sesuai dengan Ebun dan dan Santosh (2011) yang melalukan penelitian terhadap buah pisang dan Bellail et al. (2012) yang melakukan penelitian terhadap ubi jalar asal Mesir. Reaksi Mailllard yang terjadi pada pemanggangan dan penggorengan yang menggunakan suhu tinggi di atas 120 °C, McGee (2004), menyebabkan terbentuknya Maillard reaction products (MRP) seperti melanoidin yang memiliki kemampuan scavenging radikal bebas (Yilmaz dan Toledo, 2005). Gambar 1 menunjukkan bahwa kemampuan menghambat radikal DPPH berkisar antara 24,33 – 87,99%. Proses pemasakan mengakibatkan perbedaan nilai aktivitas scavenging radikal bebas yang nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan ubi jalar segar. Aktivitas scavenging radikal bebas yang paling tinggi terdapat dalam pemanasan dalam oven dan penggorengan. Kemampuan scavenging radikal bebas menurun secara berturutturut dari pemanggangan > penggorengan > perebusan > pengkukusan > segar. Aktivitas scavenging radikal berbanding lurus dengan konsentrasi antioksidan yang terdapat di dalam ubi jalar merah yang telah melalui berbagai proses pemasakan.
Kadar antosianin dalam ubi jalar merah diantara proses pemasakan berkisar antara 8,33-35,33 mg/100 g. Perbedaan yang paling nyata (P<0,05) terjadi pada penggorengan dan ubi jalar merah segar, dengan kadar antosianin paling tinggi sebesar 35,33 mg/100 g terjadi pada penggorengan. Kadar antosianin menurun dari penggorengan>segar>pengkukusan >perebusan>pemanggangan. Senyawa antosianin disimpan di dalam vakuola pada sel tanaman dan akan menyebar ke jaringan saat vakuola tersebut dirusak oleh energi panas akibat pemasakan. Dinding sel tanaman yang telah dirusak oleh proses pemasakan menyebabkan sel menjadi pecah sehingga antosianin dapat keluar dari sel dan terlarutkan di dalam air jika proses pemasakan tersebut menggunakan air sebagai media panasnya, maka kadar antosianin akan menurun (McGee, 2004). Kadar β-karoten dalam ubi jalar merah diantara proses pemasakan berkisar antara 38,87-59,08 mg/100 g. Proses pemasakan mengakibatkan perbedaan kadar β-karoten yang nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan ubi jalar segar. Kadar β-karoten yang paling tinggi terdapat dalam peengkukusan dan penggorengan. Kadar β-karoten menurun secara berturut-turut dari pengkukusan> penggorengan>perebusan>pengkukusan> segar. Karena β-karoten bersifat tidak larut dalam air, sehingga menyebabkannya terekstrak lebih baik dalam media minyak atau lemak. Selain itu, energi panas yang mengalir secara konveksi saat
5
% Aktivitas
100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
82,81
87,99
57,00
55,17
24,33
memberikan penilaiannya terhadap ubi jalar merah yang telah melewati berbagai proses pemasakan, meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. . Tingkat kesukaan para panelis terhadap ubi jalar merah yang telah melalui berbagai proses pemasakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan (hedonik) terhadap ubi jalar merah yang telah melalui berbagai proses pemasakan. Pada pengujian uji rating ini terdapat 30 orang panelis berumur 20-24 tahun yang
Tabel 3. Hasil pengujian organoleptik (uji rating) ubi jalar merah Perlakuan Parameter Uji Segar Perebusan Penggorengan 4,44ab±1,67 5,04a±1,22 5,33a±1,00 Warna Aroma 4,00bc±1,49 4,48abc±1,12 5,48a±1,34
Pemanggangan 4,85a±1,38
Pengkukusan 3,44b±1,58
5,00ab±1,38
3,85c±1,88
Tekstur
3,63b±1,62
4,89a±1,59
5,29a±1,23
5,07a±1,24
3,81b±1,68
Rasa
3,26b±1,43
4,63a±1,18
4,59a±1,25
5,22a±1,31
5,59a±1,76
Rata-rata
3,83±1,55
4,76±1,28
5,17±1,21
5,04±1,33
4,17±1,72
Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada level kepercayaan 5% (P<0,05). Setiap angka menunjukkan 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka, 7= sangat suka.
Hasil pada Tabel 3 menunjukkan tingkat kesukaan para panelis terhadap ubi jalar merah yang telah melewati berbagai pemasakan. Pemasakan mengakibatkan perbedaan tingkat kesukaan yang nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan ubi jalar merah segar untuk parameter warna, aroma, tekstur, dan rasa. Ubi jalar merah yang paling disukai adalah ubi jalar merah yang telah melewati penggorengan. Tingkat kesukaan menurun secara berturutturut dari penggorengan>pemanggangan >perebusan>pengkukusan>segar.
Baik metode pemasakan secara penggorengan maupun pemanggangan menggunakan suhu tinggi, yaitu di atas 150 °C. Suhu tersebut memungkinkan terjadinya reaksi Maillard dan karamelisasi yang mengakibatkan terbentuknya berbagai macam senyawa penyusun flavor dan warna yang disukai. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, diketahui bahwa proses pemasakan berpengaruh nyata terhadap hampir seluruh parameter yang diuji, kecuali kadar abu. Pemasakan
6
Chumyam, A, K. Whangchaia, J. Jungklanga, B. Faiyuec, K. Saengnila. 2012. Effects of heat treatments on antioxidant capacity and total phenolic content of four cultivars of purple skin eggplants. ScienceAsia. (39): 246–251.
menyebabkan menurunnya kadar antosianin dibandingkan dengan ubi jalar merah segar dan peningkatan pada ubi jalar hasil penggorengan. Pemanggangan menghasilkan nilai rendemen (44,67%) dan kadar air (38,75%) yang paling kecil. Selain itu, pemanggangan juga menghasilkan nilai yang paling tinggi untuk kadar gula (17,10%), aktivitas antioksdian (87,99%), dan kadar antioksidan (104,46 mg vit C/100 g). Akan tetapi, kadar β-karoten paling tiinggi terdapat pada ubi jalar hasil pengkukusan (59,08 mg/100 g). Diketahui juga bahwa kadar polifenolat paling tinggi terdapat pada ubi jalar merah hasil penggorengan (204,79 mg GAC/100 g). Hal tersebut sesuai dengan pengujian organoleptik (uji rating) yang menunjukkan bahwa ubi jalar hasil penggorengan merupakan ubi jalar yang paling disukai, diikuti oleh ubi jalar hasil pemanggangan, perebusan, pengkukusan, dan segar. Dapat disimpulkan bahwa pemasakan yang paling baik adalah pemanggangan dan penggorengan.
dos Reis, L.C.R, V.R. de Oliveira, M.E.K. Hagen, A. Jablonski, S.H. Flôres, A.O. Rios. 2015. Effect of cooking on the concentration of bioactive compounds inbroccoli (Brassica oleracea var. Avenger) and cauliflower (Brassica oleracea var. Alphina F1) grown in an organic system. Food Chemistry. 172: 770–777. Ebun, Oladele dan Khokhar Santos. 2011. Effect of Domestic Cooking on the Polyphenolic Content and Antioxidant Capacity of Plantain (Musa paradisiaca). World Journal of Dairy & Food Sciences. 6 (2): 189-194. Jimenez-Monreal, A.M., L. Garcia-Diz, M. MartinezTome, M. Mariscal, M.A. Murcia. 2009. Influence of cooking methods on antioxidant activity of vegetables. J Food Sci. 74 (3). McGee, Harold. 2004. On Food and Cooking (The Science and Lore of The Kitchen) Revised Edition. Scribner, New York. Makris, D.P., dan J.T Rossiter . 2001. Domestic processing of onion bulbs (Allium cepa) and asparagus spears (Asparagus officinalis): effect on flavonol content and antioxidant status. J Agric Food Chem. 49(7): 3216-22.
SARAN
Rodrıguez-Amaya, D.B. 1999. Changes in carotenoids during processing and storage of foods. Arch Latinoam Nutr. 49:38S–47S.
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen senyawa polifenolat dan yang terdapat di dalam ubi jalar merah yang telah melalui berbagai pemasakan dan pengujian aktivitas antioksidan lain, selain metode DPPH yang digunakan pada penelitian ini.
Setyaningsih D, A Apriyantono, MP Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Ciampea (ID): IPB Pr. [SNI] Standar Nasional Indonesia 01-2892-1992. Cara uji gula. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association Official Analitycal Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. 18th Edition. Maryland (USA): AOAC International.
Teow , C.C, V. Truong , R.F. McFeeters , R.L. Thompson, K.V. Pecota, G.C. Yencho. 2007. Antioxidant activities, phenolic and βcarotene contents of sweet potato genotypes with varying flesh colours. Food Chemistry. 103 : 829–838.
Belitz, H.D, W. Grosch, P. Schieberle. 2009. Food Chemistry 4th revised and extended ed. Springer, Berlin.
Yilmaz, Yusuf dan Romeo Toledo. 2005. Antioxidant activity of water-soluble Maillard reaction products. Food Chemistry. 93: 273–278
Bellail, A.A, O.E. Shaltout, M.M. Youssef, A.M.A.A. Gamal. 2012. Effect of home-cooking methods on phenolic composition and antioxidant activity of sweetpotato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) cultivars grown in Egypt. Food and Nutrition Sciences. 3: 490-499.
Young, G.S and P.G. Jolly. 1990. Microwaves: the potential for use in dairy processing. Austrian J Dairy Technol. 45:34–7.
7
8