ISSN 1979-0880
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi Vol. 2 No. 1, Februari 2009
Kajian Pembuatan Nanotube Karbon dengan Menggunakan Metode Spray Pyrolysis Fatimah A. Noor1), Lizi L. Zaenufar, Yulkifli, Mikrajuddin Abdullah, Sukirno, dan Khairurrijal2) Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia E-mail: 1)
[email protected] 2)
[email protected] Diterima Editor Diputuskan Publikasi
: :
4 Mei 2008 15 Mei 2008
Abstrak Dalam penelitian ini, nanotube karbon dibuat dengan menggunakan metode spray pyrolysis tanpa menggunakan gas pembawa pada temperatur 850°C. Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam sintesis nanotube karbon karena dapat menghasilkan nanotube karbon dengan kualitas yang baik dengan biaya produksi yang murah. Dalam spray pyrolysis, benzene sebagai sumber karbon terdekomposisi secara termal dengan bantuan ferrocene yang berperan sebagai katalis dalam menghasilkan nanotube karbon. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan massa ferrocene dan waktu pemanasan. Dari hasil karakterisasi SEM dan EDX diketahui bahwa perubahan struktur dan diameter nanotube karbon dipengaruhi oleh massa ferrocene yang dilarutkan dalam benzene. Juga diketahui bahwa penambahan waktu pemanasan tidak berpengaruh pada perbaikan struktur nanotube karbon. Kata Kunci: nanotube karbon, spray pyrolysis, benzene, ferrocene.
1. Pendahuluan pyrolysis merupakan metode yang sederhana dalam menghasilkan CNT dengan kualitas yang baik, biaya produksi yang murah, dan dapat diproduksi dalam skala besar [11].
Sejak ditemukan oleh Iijima [1], nanotube karbon (CNT) mulai menarik perhatian para peneliti untuk mengembangkannya karena mempunyai sifat mekanik, magnetik dan elektronik yang unik [2]. Karena keunikan sifat-sifat tersebut menjadikan CNT mempunyai keunggulan dan potensi yang besar untuk diaplikasikan di berbagai bidang diantaranya: divais nanoelektronik [3], penyimpan hidrogen [4], superkapasitor [5], dan lainlain. Beberapa metode dikembangkan untuk menghasilkan nanotube karbon dengan kualitas yang unggul di antaranya electric arc discharge [6], laser ablation [7], dan catalytic chemical vapour deposition (CCVD) [8]. Aplikasi CNT dalam Industri memerlukan produksi CNT dalam skala besar sehingga sangat diharapkan CNT dapat diproduksi dengan biaya murah. Pembuatan CNT dengan menggunakan metode arc discharge dan laser ablation menghasilkan kualitas yang baik dan kemurnian yang tinggi namun memerlukan biaya yang besar dalam proses produksinya sehingga tidak efektif untuk diproduksi dalam jumlah besar dalam skala industri [9]. Dari hasil beberapa penelitian, dilaporkan bahwa pembuatan CNT dengan menggunakan metode CCVD dapat menghasilkan nanotube karbon dengan kualitas yang baik dan biaya produksi yang murah [8,9]. Prinsip penumbuhan nanotube karbon dengan metode CCVD adalah dekomposisi termal senyawa hidrokarbon dengan bantuan katalis partikel metal [10]. Spray pyrolysis merupakan salah satu tipe dalam metode CCVD dimana sumber karbon dalam bentuk hidrokarbon cair berperan sebagai pelarut katalis yang kemudian larutan tersebut diinjeksikan ke dalam tungku pemanas. Spray
2. Metode eksperimen Penelitian dilakukan dengan menggunakan sistem reaktor spray pyrolisis seperti yang ditampilkan pada Gbr 1.
Gambar 1. Sistem reaktor spray pyrolysis yang digunakan dalam eksperimen. Reaktor terdiri dari tungku pemanas dengan panjang 39 cm yang dilengkapi dengan lapisan keramik dengan diameter 6,5 cm, pipa stainless steel dengan panjang 143 cm dan lebar 2 cm. Alat suntik digunakan
16
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009
sebagai pembuat droplet dengan kapasitas 10 ml. Dalam penumbuhan serbuk nanotube karbon, benzene (C6H6, BR-0220 TEDIA) digunakan sebagai sumber karbon dan ferrocene (Fe(C5H5)2) dengan kemurnian 98% Aldrich) sebagai katalis. Benzene dipilih sebagai sumber karbon karena memiliki struktur hexagonal sehingga memungkinkan nanotube karbon mudah terbentuk. Sedangkan ferrocene dipilih sebagai katalis karena bersifat mudah larut dalam senyawa hidrokarbon. Eksperimen dilakukan dengan memvariasikan massa ferrocene dalam 10 ml benzene pada temperatur 850 °C dimana nilai temperatur tersebut sesuai dengan rentang temperatur yang memungkinkan nanotube karbon dapat terbentuk dengan menggunakan metode CCVD yaitu pada temperatur 550 – 1200 °C [12,13]. Larutan benzene-ferrocene disemprotkan ke dalam pipa pemanas dengan menggunakan alat suntik tanpa bantuan gas pembawa pada saat temperatur telah mencapai 850 °C. Diharapkan larutan terperangkap di daerah panas. Oleh karena itu posisi pipa diatur sedemikian rupa sehingga droplet jatuh di tempat yang diharapkan. Lebar pipa yang hanya memiliki diameter 2 cm menyisakan celah yang cukup lebar dari lapisan keramik pemanas. Untuk itu digunakan lapisan isolator yang bertujuan untuk menahan panas agar tidak merambat ke sisi pipa di luar tungku pemanas sehingga terjadi pemanasan optimal di dalam pipa. Setelah larutan disemprotkan kemudian temperatur diturunkan hingga mencapai temperatur ruang. Proses penumbuhan serbuk nanotube karbon diulang dengan cara yang sama untuk mengetahui pengaruh waktu pemanasan pada temperatur yang sama dan dengan massa ferrocene 0,6 gram dalam 10 ml benzene. Hasil serbuk yang didapat kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan SEM (Scanning electron Microscope) (JEOL JSM-6360 LA) dan EDX (Energy Dispersive X-Ray) analysis. 3. Hasil dan Diskusi Hasil SEM pada variasi massa ferrocene dalam 10 ml benzene ditampilkan pada Gbr. 2.
17
(b)
(c)
(d)
(e)
(a)
Gambar 2. Hasil karakterisasi SEM pada massa ferrocene: (a) 0,2 gram, (b) 0,4 gram, (c) 0,6 gram, (d) 0,8 gram, dan (e) 1 gram. Gambar 2a dan 2b menampilkan hasil SEM untuk massa ferrocene 0,2 gram dan 0,4 gram dalam 10 ml benzene. Dari gambar terlihat bahwa serbuk yang
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009
terbentuk didominasi oleh kumpulan granula. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sedikit massa ferrocene menyebabkan tidak terbentuknya nanotube karbon. Serbuk nanotube karbon dengan diameter 40-90 nm diperoleh dengan penambahan ferrocene dengan massa 0,6 gram dalam 10 ml benzene seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 2c. Diketahui bahwa partikel katalis memiliki peranan penting dalam penumbuhan nanotube karbon [14]. Ukuran partikel katalis sangat berpengaruh pada diameter nanotube karbon yang terbentuk dimana diameter nanotube karbon yang terbentuk semakin membesar seiring dengan penambahan konsentrasi ferrocene [15]. Hal ini dapat dilihat pada Gbr. 2d dan 2e. Dari gambar terlihat bahwa semakin besar massa ferrocene yang ditambahkan pada 10 ml benzene, semakin besar pula diameter nanotube karbon yang terbentuk hingga mencapai di atas 100 nm. Hasil yang didapat menegaskan bahwa atom Fe dalam ferrocene adalah kunci yang memegang peranan penting dalam proses pembentukan nanotube karbon [16]. Dalam pembentukan nanotube karbon dengan metode CCVD, katalis memiliki peranan penting di antaranya mengkatalisasi proses dehidrogenasi molekul benzene sehingga menghasilkan ikatan heksagonal yang terdiri dari atom C. Ferrocene dengan sifatnya sebagai katalis diketahui dapat menambah jumlah nanotube karbon yang terbentuk [17,18].) Selain itu ferrocene larut dalam senyawa non polar sehingga menjadikan ferrocene sebagai kandidat utama katalis dalam pembentukan nanotube karbon. Ferrocene akan terdekomposisi menjadi nanopartikel Fe dimana akan berperan sebagai awal mula membentuk struktur tubular pada nanotube karbon. Dalam metode spray pyrolysis, nanotube karbon terbentuk dengan adanya proses dekomposisi senyawa hidrokarbon sebagai sumber karbon dengan bantuan metal transisi sebagai katalis. Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa yang paling sering digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan nanotube karbon dengan menggunakan metode CCVD. Senyawa hidrokarbon pertama kali digunakan oleh Endo dkk. dalam pembuatan nanotube karbon dengan metode CCVD dengan menggunakan benzene sebagai sumber karbon [20]. Benzene dengan struktur kimia berbentuk heksagonal menjadikan senyawa ini menjadi senyawa yang sering digunakan dalam membuat nanotube karbon dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lainnya. Kumpulan heksagon-heksagon ini nantinya akan membentuk lembaran grafit yang kemudian tergulung membentuk nanotube karbon. Beberapa peneliti telah memodelkan mekanisme penumbuhan nanotube karbon meskipun demikian mekanisme penumbuhan nanotube karbon masih belum dapat dipahami secara mendalam meskipun sudah banyak kemajuan dalam penelitian nanotube karbon [21]. Dalam spray pyrolysis, larutan benzene-ferrocene masuk ke dalam tungku pemanas dalam fasa cair berupa droplet kemudian berubah menjadi fasa uap karena adanya proses pemanasan di dalam tungku. Selama larutan benzene-ferrocene dipanaskan di dalam tungku, molekul-molekul ferrocene dan benzene akan putus
18
secara termal kemudian akan terjadi beberapa reaksi diantaranya dehidrogenasi, kondensasi cincin benzene dan cyclopentadiene, pembukaan cincin benzene dan cyclopentadiene, agglomerasi atom Fe satu sama lain yang kemudian membentuk cluster yang ukurannya dapat bertambah selama proses penumbuhan. Ion Fe+2 akan tereduksi menjadi logam Fe dimana akan mengkatalisasi proses dehidrogenasi benzene. Molekul-molekul benzene yang terdehidrogenasi tersebut akan berikatan dengan molekul benzene terdehidrogenasi lainnya membentuk lapisan grafit di permukaan cluster yang kemudian cluster akan bergerak membentuk formasi silinder dan berakhir di ujung silinder sampai diameter silinder yang terbentuk sama dengan dimeter cluster. Kondisi ini berlangsung pada fasa uap. Ketika temperatur diturunkan terjadilah perubahan fasa menjadi padat dalam bentuk nanotube karbon. Mekanisme penumbuhan nanotube karbon tersebut ditunjukkan pada Gbr. 3.
Gambar 3. Mekanisme pembentukan nanotube karbon. Tabel 1. Hasil ferrocene Massa ferrocene dalam 10 ml benzene (gram) 0,2 0,4 0,6 0,8 1
karakterisasi EDX pada variasi massa Persentase atom (%) C
Fe
Lainnya
88,49±0,57 88,42±0.53 93,72±6,28 94,25±0,59 96,40±0,64
3,17±3,71 5,49±3,31 6,28±3,54 5,75±3,77 3,60±5,00
8,35±5,69 0 0 0 0
Keberadaan atom Fe dalam cluster pada pembentukkan nanotube karbon tersebut didukung oleh hasil karakterisasi EDX seperti yang ditampilkan pada Tabel I dimana semua serbuk yang diperoleh mengandung atom Fe. Hasil EDX untuk pemberian massa ferrocene yang rendah (0,2 gram dan 0,4 gram) menunjukkan bahwa semua serbuk mengandung atom C di bawah 90% sedangkan untuk serbuk dengan massa ferrocene 0,6 gram, 0,8 gram, dan 1 gram, persentase atom karbon mencapai di atas 90%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan massa ferrocene berpengaruh pada
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009
kenaikan persentase atom C dan menunjukkan pula bahwa ferrocene berpengaruh pada jumlah nanotube karbon yang terbentuk. Untuk mengetahui pengaruh waktu pemanasan pada proses penumbuhan nanotube karbon, eksperimen dilakukan dengan waktu pemanasan antara 0-150 menit dengan menjaga parameter lain tetap bernilai konstan. Hasil SEM pada variasi waktu pemanasan ditampilkan pada Gbr. 4.
19
(d)
(a) (a)
(e)
(b)
(c)
Gambar 4. Citra SEM nanotube karbon pada waktu pemanasan 30 menit (a), 60 menit (b), 90 menit (c), 120 menit (d), dan 150 menit (e).
Pada saat waktu pemanasan mencapai 30 menit (Gambar 4a) serbuk yang terbentuk berupa kumpulan granula. Dari gambar terlihat bahwa penambahan waktu pemanasan mempengaruhi perubahan morfologi serbuk yang terbentuk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4b-4e. Gejala penumbuhan nanotube karbon mulai terlihat walau demikian diameter nanotube karbon yang diperoleh masih berkisar antara 80-140 nm dengan struktur yang tidak homogen. Hasil ini masih kurang baik jika dibandingkan dengan serbuk yang diperoleh pada waktu pemanasan selama 0 menit. Hal ini menunjukkan bahwa dari hasil karakterisasi SEM, penambahan waktu pemanasan tidak berpengaruh pada perbaikan struktur serbuk nanotube karbon yang terbentuk. 4. Kesimpulan Penumbuhan serbuk nanotube karbon telah dilakukan dengan metode spray pyrolysis tanpa menggunakan gas pembawa. Eksperimen dilakukan dengan mengamati pengaruh massa ferrocene dalam 10 ml benzene dan waktu pemanasan. Dari hasil karakterisasi SEM dan EDX diperoleh bahwa besarnya massa ferrocene yang dilarutkan dalam benzene berpengaruh pada perubahan struktur dan diameter nanotube karbon yang terbentuk. Diperoleh pula bahwa penambahan waktu pemanasan tidak berpengaruh dalam perbaikan struktur nanotube karbon. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini didukung oleh Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia melalui proyek riset insentif dengan nomor: 30/RD/Insentif/PPK/1/2007. Penulis (F.A.N) mengucapkan terima kasih kepada
J. Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb 2009
Yayasan The Habibie Center untuk beasiswa program Doktor di Institut Teknologi Bandung. Referensi [1] S. Iijima, Nature 354, 56 (1991). [2] H. Dai, A. G. Rinzler, P. Nikolaev, A. Thess, D. T. Colbert, R. E. Smalley, Chem. Phys. Lett. 260, 471 (1996). [3] V. Dericke, R. Martel, J. Appenzeller, P. Avouris, Nano Lett. 1, 453 (2001). [4] P. Chen, X. Wu, J. Lin, K. L. Tan, Science 285, 91 (1999). [5] Y. Honda, T. Haramoto, M. Takashige, H. Shiozaki, T. Kitamura, M. Ishikawa, Electrochem. Solid-State Lett. 10, A106 (2007). [6] T. W. Ebbesen, P. M. Ajayan, Nature 358, 220 (1992). [7] A. Thess, R. Lee, P. Nikolaev, H. Dai, P. Petit, J. Robert, C. Xu, Y. H. Lee, S. G. Kim, A. G. Rinzler, D. T. Colbert, G. E. Scuseria, D. Tomanek, J. Fischer, R. E. Smalley, Science 273, 483 (1996). [8] Al. Darabont, P. Nemes-Incze, K. Kertész, L. Tapasztó , A. A. Koós , Z. Osváth , Zs. Sárközi, Z. Vértesy , Z. E. Horváth , L. P. Biró, J. Optoelectron. Adv. Mater. 7, 631 (2005). [9] L. P. Biró, Z. E. Horváth, A. A. Koós, Z. Osváth, Z. Vértesy, Al. Darabont, K. Kertész, C. Neamtu, Zs. Sárközi, L. Tapasztó, J. Optoelectron. Adv. Mater. 5, 661 (2003). [10] P. Mahanandia, K. K. Nanda, Nanotechnology 19, 1 (2008). [11] K. M. Samant, S. K. Haram, S. Kapoor, Indian Acad. Sci. (Pramana J. Phys.) 68, 51 (2007). [12] S. Maruyama, R. Kojima, Y. Miyauchi, S. Chiashi, M. Kohno, Chem. Phys. Lett. 360, 229 (2002). [13] P. Nikolaev, M. J. Bronikowski, R. K. Bradley, F. Rohmund, D. T. Colbert, K. A. Smith, R. E. Smalley, Chem. Phys. Lett. 313, 91 (1999). [14] Y. Y. Wei, G. Eres, V. I. Merkulov, D. H. Lowndes, Appl. Phys. Lett. 78, 1394 (2001). [15] L. Tapasztó, K. Kertész, Z. Vértesy, Z. E. Horváth, A. A. Koós, Z . Osváth, Zs. Sárközi, Al. Darabont, L. P. Biró, Carbon 43, 970 (2005). [16] A. Aguilar-Elguézabal, W. Antứnuz, G. Alonso, F. P. Delgado, F. Espinosa, M. Miki-Yoshida, Diamond Relat. Mater. 15, 1329 (2005). [17] C. N. R. Rao, R. Sen, B. C. Satishkumar, A. Govindaraj, Chem. Comm. 15, 1525 (1998). [18] H. Hou, A. K. Schaper, F. Weller, A. Greiner, Chem. Mater. 14, 3990 (2002). [19] M. S. Mohlala, X. -Y Liu, J. M. Robinson, N. J. Coville, Organometallics 24, 972 (2005). [20] M. Endo, K. Takeuchi, S. Igarashi, K. Kobori, M. Shiraishi and H. Kroto, J. Phys. Chem. Solids 54, 1841 (1993). [21] F. Din, K. Bolton, A. Rosén, J. Phys. Chem. B 108, 17369 (2004).
20